definisi.doc
TRANSCRIPT
1. Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan
terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu
sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi
darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika
jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal
dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP],
1989).
Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit
yang terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang
menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari
tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka
waktu yang lama.
2. Epidemiologi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat
waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai
keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di
rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo
dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada
tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang
dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai
23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu
yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional
tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
3. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
1) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan
permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan
ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar
dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface
pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh
dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar
daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya
iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
2) Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi
sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit
bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
3) Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia,
drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah
mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah
terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia
alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat
merusak permukaan kulit.
4) Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap
tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
b. Fase Intrinsik
1) Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan
vaskularisasi.Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum
albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta
penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan
lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya
efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.
2) Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi
akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan
diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda
yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf
(misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
3) Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
4) Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi)
tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak
mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang
penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus
dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka.
Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan
berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter
(2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan
dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake
makanan yang tidak mencukupi.
5) Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah
dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk
berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa
mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan.Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat
lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam
kejadian luka tekan.
6) Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah.
Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan
antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
7) Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan
temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka
tekan.
8) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
4. Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
a. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
b. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c. Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts,
1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya
luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi
pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan
atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini
menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar
dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka
pembuluh darah kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987). Jika tekanan
dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih
kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot,
maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan
tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang
terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat
ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan
tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang
mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan
mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu
hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika
tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen
dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh
tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila
tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa
bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi,
hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
5. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui
dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya,
perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan,
riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita.
Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme
(kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National
Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :
a. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada
kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini
biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
b. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa
terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian
dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam
10-15 hari.
c. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah
mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur
fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia.
Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
d. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat
sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :
Stadium 1 :
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:
perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna
merah yang menetap, biru atau ungu.
Stadium 2 :
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Stadium 3 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang
yang dalam.
Stadium 4 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta
saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan luka decubitus
b. Penerangan untuk pasien dan keluarga
c. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
d. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
e. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2
jam.
f. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga
jangan sampai kotor karena urin dan feses.
g. Terapi obat :
1) Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2) Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
h. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang
terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus
memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang
berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994)
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon
pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan
(AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).
8. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun
dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi
lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu
diperhatkan antara lain :
a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan
tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan
sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang
berlebihan dan terus menerus.
b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3%
dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik
lainnya.
c. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan
ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
1) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
2) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan
fibrinolitik).
3) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres
dan hidroterapi)
d. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi.
Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis.
Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan
antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%.
Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
e. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal
ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
1) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0,
Zn SO
2) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah
bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi
dan memperbaiki keadaan vaskular.
3) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
4) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap
terapi ulkus dekubitus
f. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus
stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun
myocutaneous flap.
9. Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus
dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat
dibagi menjadi :
a. Umum :
1) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan
keluarganya.
2) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b. Khusus :
1) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh
tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang
24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda.
pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti
circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-
lain.
2) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),
tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus
dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan
penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan
dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan
feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan
emolien.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses
penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu
dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu
kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer
& Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui
apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak
mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk.
Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka
dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol,
misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah
pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus
(Bouwhuizen , 1986 ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya-
upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit
dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam,
edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )
d. Riwayat Personal dan Keluarga
1) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ).
2) Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal
ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan
manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
e. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan
yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit
mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
f. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang
dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan
dapat menyebabkan penyakit kulit.
g. Riwayat Kesehatan, seperti:
1) Bed-rest yang lama
2) Immobilisasi
3) Inkontinensia
h. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
i. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
1) Perasaan depresi
2) Frustasi
3) Ansietas/kecemasan
4) Keputusasaan
5) Gangguan Konsep Diri
6) Nyeri
j. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus
pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang
tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit.Sehingga
diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan.
Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada
ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu
makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
k. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
a) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
b) Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna
rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah
tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran
vena jugularis dan kelenjar linfe.
2. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
3. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor
jika dispensi abdomen atau tegang.
4. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
5. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
6. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
7. Pengkajian Fisik Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna,
suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi,
vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.
b. Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponen kulit
b) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi
primer.Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu
warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
c. Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari
daerah edema.
d. Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake
cairan yang inadekuat, proses menua.
e. Integritas
f. Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah
ada drainase atau infeksi.
g. Kebersihan kulit
h. Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
i. Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur
atau elastisitas, turgor kulit.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan
dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya
defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya
kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa
serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
b. Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
c. Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
3. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan
luka.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari
jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan.
4. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
5. Koping individu inefektif berhubungan dengan luka kronis, relaksasi
tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit,
kecacatan, nyeri.
7. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi,
salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit,pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal
hygiene yang kurang.
4. Intervensi
NO. DX TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL
DX. 1 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan nyeri
pasien berkurang
dengan KH :
1. Klien melaporkan
nyeri berkurang atau
terkontrol
2. Menunjukkan
ekspresi wajah atau
postur tubuh rileks
1. Tutup luka sesegera
mungkin.
2. Tinggikan ekstremitas
yang terdapat luka secara
periodik.
3. Beri tempat tidur yang
dapat diubah
ketinggiannya.
4. Ubah posisi dengan
sering dan ROM secara
pasif maupun aktif sesuai
indikasi.
5. Perhatikan lokasi nyeri
dan intensitas(skala 0-
10).
6. Berikan tindakan
1. Suhu berubah dan gesekan
udara dapat menyebabkan
nyeri hebat pada pemajanan
ujung kulit.
2. Untuk menurunkan
pembentukan edema,
menurunkan
ketidaknyamanan.
3. Peninggian linen dari luka
membantu menurunkan nyeri.
4. Menurunkan kekakuan
sendi
5. Perubahan lokasi/intensitas
nyeri mengindikasikan
terjadinya komplikasi.
6. Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot.
kenyamanan seperti
pijatan pada area yang
tidak
sakit,perubahan posisi
dengan sering.
7. Dorong penggunaan
tehnik manajemen
stress. Seperti relaksasi
progresif,napas dalam.
8. Tingkatkan periode
tidur tanpa gangguan.
9. Kolaborasi dalam
pemberian analgesik
sesuai indikasi.
7. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan
rasa kontrol.
8. Kekurangan tidur
meningkatkan persepsi nyeri.
9. Untuk mengurangi rasa
nyeri yang ada
DX. 2 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan
kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi
dengan KH :
1. Nutrisi adekuat
(sesuai dengan
kebutuhan)
2. Tidak mual dan
muntah
1. Auskultasi bising usus.
2. Anjurkan makan
sedikit tapi sering.
3. Dorong pasien untuk
memandang diet sebagai
pengobatan dan untuk
membuat pilihan
makanan / minuman
tinggi kalori/protein.
1. Immobilitas dapat
menutunkan bising usus.
2. Membantu mencegah
distensi gaster atau
ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan.
3. Kalori dan protein
diperlukan untuk
mempertahankan berat badan
dan meningkatkan
3. Berat badan stabil4. Lakukan oral hygiene
sebelum makan.
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
nutrisi.
penyembuhan.
4. Mulut yang bersih dapat
meningkatkan rasa dan nafsu
makan yang baik.
5. Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
DX. 3 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan integritas
kulit pasien teratasi
dengan KH :
1. Menunjukkan
regenerasi jaringan.
2. Menunjukkan
penyembuhan
decubitus
1. Observasi ukuran,
warna, kedalaman luka,
jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
2. Pantau/ evaluasi tanda-
tanda vital dan
perhatikan adanya
demam.
3. Identifikasi derajat
perkembangan luka
tekan (ulkus).
4. Lakukan perawatan luka
dengan tehnik aseptik
dan antiseptik.
5. Bersihkan jaringan
nekrotik.
6. Kolaborasi:
a. Irigasi luka.
b. Beri antibiotik
1. Untuk mengetahui sirkulasi
pada daerah yang luka.
2. Demam mengidentifikasikan
adanya infeksi.
3. Mengetahui tingkat
keparahan pada luka.
4. Mencegah terpajan dengan
organisme infeksius,
mencegah kontaminasi silang,
menurunkan resiko infeksi.
5. Mencegah auto kontaminasi
6. Kolaborasi :
a. Membuang jaringan
nekrotik / luka eksudat untuk
meningkatkan penyembuhan.
b. Mencegah atau mengontrol
infeksi.
c. Untuk mengetahui
pengobatan khusus infeksi
oral,topical, dan intra
vena sesuai indikasi.
c. Ambil kultur luka.
luka.
DX. 4 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan
kerusakan mobilitas
fisik pasien teratasi
dengan KH :
1. Klien mampu
beraktivitas, miring
kanan miring kiri
dengan dibantu oleh
keluarga
2. Keadaan luka
membaik
1. Anjurkan keluarga
membantu klien
mobilisasi.
2. Atur posisi klien tiap 2
jam.
3. Bantu klien untuk
latihan rentang gerak
secara konsisten yang
diawalai dengan pasif
kemudian aktif.
4. Dorong partisipasi klien
dalam semua aktivitas
sesuai kemampuannya.
5. Buat jadwal latihan
secara teratur.
6. Tingkatkan latihan ADL
melalui fisioterapi,
hidroterapi, dan
perawatan.
7. Kolaborasi dengan
fisioterapi
1. Menghilangkan tekanan pada
daerah yang terdapat ulkus.
2. Penghilangan tekanan
intermiten memungkinkan
darah masuk kembali ke
kapiler yang tertekan.
3. Mencegah secara progresif
untuk mengencangkan
jaringan parut dan
meningkatka pemeliharaan
fungsi otot atau sendi.
4. Meningkatkan kemandirian
dan harga diri.
5. Mengurang kelelahan dan
meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas.
6. Meningkatkan hasil latihan
secara optimal dan maksimal.
7. Membantu melatih
pergerakan
DX. 5 Setelah diberikan 1. Kaji keefektifan strategi 1. Mekanisme adaptif perlu
asuhan keperawatan
selama 1 x 24 jam,
diharapkan koping
klien efektif dengan
KH :
1. Menyatakan
kesadaran
kemampuan koping /
kekuatan pribadi
2. Mendemonstrasikan
metode koping
efektif.
koping dengan
mengobservasi perilaku.
Misalnya kemampuan
menyatakan perasaan
dan perhatian.
2. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi stresor
spesifik dan
kemungkinan strategi
untuk mengatasinya.
3. Beri reinforcement
positif dan support
mental pada klien.
untuk mengubah pola hidup
seseorang.
2. Pengenalan terhadap stresor
adalah langkah pertama
dalam mengubah respon
seseorang terhadap stresor.
3. Dukungan dapat
meningkatkan kepercayaan
diri klien.`
DX. 6 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 1 x 24 jam,
diharapkan gangguan
citra tubuh pasien
teratasi dengan KH :
1. Menyatakan
penerimaan situasi
diri.
2. Memasukan
perubahan dalam
konsep diri tanpa
harga diri negatif.
1. Kaji perubahan pada
pasien.
2. Berikan harapan dalam
parameter situasi
individu, jangan
memberikan keyakinan
yang salah.
1. Episode traumatik
mengakibatkan perubahan
tiba-tiba.
2. Meningkatkan perilaku
positif individu.
DX. 7 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 1 x 30 menit,
diharapkan pasien
1. Kaji tingkat
pemahaman klien dan
keluarga terhadap proses
1. Memberikan kesempatan
untuk memberikan informasi
tambahan sesuai keperluan.
2. Meningkatkan pengetahuan
dan keluarga
mengetahui tentang
penyakitnya dengan
KH :
1. Menyatakan
pemahaman kondisi,
prognosis, dan
pengobatan.
2. Berpartisipasi
dalam program
pengobatan
penyakit.
2. Beri HE tentang
penyakit, pencegahan,
dan pengobatannya.
3. Tekankan pentingnya
melanjutkan pemasukan
diet tinggi kalori dan
protein.
4. Identifikasi tanda dan
gejala yang memerlukan
evaluasi medik seperti
inflamasi, demam,
perubahan karakteristik
nyeri.
klien dan keluarga agar dapat
mencegah dan mengikuti
terapi pengobatan.
3. Nutrisi optimal
meningkatkan regenerasi
jaringan dan penyembuhan
umum kesehatan.
4. Deteksi dini terjadinya
komplikasi.
DX. 8 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan resiko
infeksi klien teratasi
dengan KH :
1. Mencapai
penyembuhan luka
tepat pada waktunya
dan bebas dari
jaringan eksudat,
demam atau
mengigil.
1. Observasi tanda vital.
Perhatikan demam,
mengigil, berkeringat,
peningkatan nyeri.
2. Catat warna kulit,
suhu, kelembaban.
3. Ganti laken yang sudah
kotor dengan yang
bersih.
1. Dugaan adanya infeksi.
2. Hangat, kemerahan,
merupakan tanda awal dari
infeksi.
3. Laken yang kotor tempat
bakteri berkembangbiak
sehingga sangat beresiko
untuk terinfeksi.
4. Jaga kebersihan diri
pasien.
4. Mengurangi resiko infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylynn E. Dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan.
Yogyakarta: Digna Pustaka