definisi ina drg dan ina cbg

14
Definisi INA DRG INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) adalah Diagnosis Related Group (DRG) yang dibuat berdasarkan data-data atau variabel dari rumah sakit di Indonesia. INA DRG dimulai tahun 2006. Pengembangan DRG karena sistem pembiayaan tersebut telah digunakan oleh banyak negara di dunia (Malaysia, Singapura, Australia, Jerman dsb). Pengklasifikasian setiap pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama Dasar Hukum Implementasi CASE-MIX 1. UU Nomor 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasiolnal. 2. KEPRES 20/2002, tentang SJSN 3. KEPMENKES RI Nomor 56/Menke/SK/I/2005, tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. 4. KEPMENKES RI Nomor 1161/Menkes/SK/X/2007 tentang “Penetapan Tarif Rumah Sakit berdasarkan Indonesia Diagnosis Related Groups (INA-DRG). 5. Pedoman Pelaksanaan (MANLAK) Jaminan Kesehatan Masyarkat (JAMKESMAS) tahun 2010. 6. SK DIRJEN BINA YAN MED Nomor Hukum 03.05/1/505/2010 tentang “Kelompok Kerja Centre for CASE-MIX tahun 2010”. Tarif INA-DRG meliputi:

Upload: tria-ayoe-syukna

Post on 24-Nov-2015

546 views

Category:

Documents


52 download

DESCRIPTION

INA

TRANSCRIPT

Definisi INA DRG

INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) adalah Diagnosis Related Group (DRG) yang dibuat berdasarkan data-data atau variabel dari rumah sakit di Indonesia. INA DRG dimulai tahun 2006. Pengembangan DRG karena sistem pembiayaan tersebut telah digunakan oleh banyak negara di dunia (Malaysia, Singapura, Australia, Jerman dsb).

Pengklasifikasian setiap pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama

Dasar Hukum Implementasi CASE-MIX

1. UU Nomor 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasiolnal.

2. KEPRES 20/2002, tentang SJSN

3. KEPMENKES RI Nomor 56/Menke/SK/I/2005, tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin.

4. KEPMENKES RI Nomor 1161/Menkes/SK/X/2007 tentang Penetapan Tarif Rumah Sakit berdasarkan Indonesia Diagnosis Related Groups (INA-DRG).

5. Pedoman Pelaksanaan (MANLAK) Jaminan Kesehatan Masyarkat (JAMKESMAS) tahun 2010.

6. SK DIRJEN BINA YAN MED Nomor Hukum 03.05/1/505/2010 tentang Kelompok Kerja Centre for CASE-MIX tahun 2010.

Tarif INA-DRG meliputi:

a. Pelayanan Rawat Inap merupakan paket jasa pelayanan, prosedur/tindakan, penggunaan alat, ruang perawatan, serta obat-obatan dan bahan habis pakai yang diperlukan.

b. Pelayanan Rawat Jalan merupakan paket jasa pelayanan kesehatan pasien rawat jalan sudah termasuk jasa pelayanan, pemeriksaan penunjang prosedur/tindakan, obat-obatan yang dibawa pulang, dan bahan habis pakai lainnya.

Tugas dan Tanggung Jawab Dokter :

1. Menegakkan dan Menulis diagnosa primer dan sekunder menurut ICD 10.

2. Menulis seluruh prosedur atau tindakan yang telah dilaksanakan.

3. Serta membuat resume lengkap selama pasien di rawat.

Centre For CASEMIX :

Departemen Kesehatan RI cq Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Gedung Depkes RI Blok C Lantai 1 Ruang 111.

Telp/Fax : (021) 5201590 ext. 1303

Email : [email protected] Website : www.yanmedi-depkes.net Facebook : sirsdancasemix

Definisi INA CBGINA-CBG merupakan sebuah singkatan dari Indonesia Case Base Groups yaitu sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah.

INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem "paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien. KJS (Komite Aksi Jaminan Sosial) menerapkan sistem pembayaran ini untuk pelayanan baru kesehatan bagi warga Jakarta. Arti dari Case Base Groups (CBG) itu sendiri, adalah cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama.INA-CBG menggantikan fungsi dari aplikasi INA-DRG. Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA CBG dilakukan pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat edaran mengenai implementasi INA-CBGs.

Sistem yang baru ini dijalankan dengan menggunakan grouper dari United Nation University Internasional Institute for Global Health (UNU IIGH). Universal Grouper artinya sudah mencakup seluruh jenis perawatan pasien. Sistem ini bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBGs bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan sebuah negara. Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru.Sistem INA-CBG dikembangkan dari sistem casemix dari UNU-IIGH (The United Nations University-International Institute for Global Health). Proyek UNU INA-CBG ini didanai oleh Australian Agency for International Development (AusAID). Manual untuk INA-CBG ini sendiri telah resmi diserahkan pada Kementrian Kesehatan Indonesia pada tanggal 9 Januari 2013.Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri dari 14.500 kode diagnosa (ICD 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD 9 CM ). Mengombinasikan ribuan kode diagnosa dan prosedur tersebut, tidak mungkin dilakukan secara manual. Untuk itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang disebut grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat jalan.Tahun 2011, National Casemix Center Kemenkes melihat adanya ketidakcocokan tarif INA CBGs bagi rumah sakit, kemudian dilakukan evaluasi secara berkala dan menghasilkan tarif sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 tahun 2012 tentang Penetapan Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs). Bahwa tarif INA CBG dibagi menjadi empat regional terdiri dari regional 1 daerah Jawa dan Bali, regional 2 Sumatera, Regional 3 daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan regional 4 daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Tarif INA CBG dalam setiap regional menurut tipe dan kelas rumah sakit, terdiri dari tarif Rumah Sakit Umum dan Khusus Kelas A, Kelas B Pendidikan, Kelas B Non Pendidikan, Kelas C dan Kelas D, Tarif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta , Tarif RSAB Harapan Kita Jakarta , Tarif RSJP Harapan Kita Jakarta dan Tarif RS Kanker Dharmais Jakarta, Tarif RS Khusus Stroke Nasional Bukittinggi, Tarif RSKO Jakarta dan Tarif RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta.

Kemudian adanya penambahan pada 7 kelompok CBGs baru yang dibayarkan terpisah, yaitu kasus kronik, kasus sub kronik, prosedur mahal, obat mahal, pemeriksaan mahal dan prosthesis/implant yang mahal. Tentunya setiap periode tertentu dilakukan perubahan dari segi metodologinya dan akan melibatkan banyak pihak. Nantinya juga tarif akan digunakan untuk kelas III, II, dan I.

Standar nasional inilah yang digunakan untuk pengelolaan tarif Jamkesmas, maka penerapan INA CBGs ini mengharuskan rumah sakit untuk melakukan kendali mutu, kendali biaya dan akses. Sehingga rumah sakit bisa lebih efisien terhadap biaya perawatan yang diberikan kepada pasien, tanpa mengurangi mutu pelayanan. Dengan demikian, tarif dapat diprediksi dan keuntungan yang diperoleh rumah sakit pun dapat lebih pasti.Landasan Hukum Terkait INA CBG'sPemerintah Indonesia akan menyelengarakan Jaminan Sosial sebagai salah satu wujud upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasara hidupnya yang layak.

Salah satu Jaminan sosial yang akan diselenggarakan adalah Jaminan Kesehatan Nasional yang akan diimplementasikan pada tanggal 1 Januari 2014. Jaminan Kesehatan Nasional akan memberikan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh menfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang uang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

Dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut peserta akan mendapatkan pelayanan kesehatan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjutan. Untuk pelayanan kesehatan tersebut, maka BPJS kesehatan sebagai penyelenggara akan bekerja sama dengan fasilitas Kesehatan TIngkat Pertama dan Lanjutan baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta. Untuk itu, perlu adanya suatu Pola pembayaran baik untuk tingkat pertama maupun tingkat lanjutan.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pembayaran di tingkat lanjut akan menggunakan sistem pembayaran INA CBG.

Dasar Hukum :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

2. Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

4. PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahaan antar Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah dengan Kabupaten/Kota.

5. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

6. Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

7. Permenkes Nomer 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminn Kesehatan Nasional.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/menkes/SK/II?2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang membuat Sun Sistem Pembiayaan Kesehatan.

9. KEPMENKES No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang Predoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintah, Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah dengan Provinsi dan Pemerintah dengan Kabupaten/Kota.

10. Kesepakatan dalam WHO report tahun 2000 untuk terwujudnya Fairness in Financing (Keadilan dalam Pembiayaan Kesehatan).Sistem INA CBGs Hambat Pelayanan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)

Penggunaan INA CBGs pada BPJS mengakibatkan pelaksana program BPJS atau badan layanan kesehatan (Rumah Sakit) tidak memberikan pelayanan kesehatan dengan sepenuh hati. Hal ini tidak sesuai dengan UU BPJS dan SJSN dimana jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa ada batasan biaya dan seluruh penyakit ditanggung.

Para pemegang kartu askes dan jamsostek akan merasakan bahwa pelayanan kesehatan yang sekarang diterapkan menjadi tidak lebih baik bahkan semakin buruk. Seharusnya sistem yang digunakan tidak IN CBG tetapi lebih tepat menjadi "fee for services" yang selama ini digunakan Jamsostek dan Askes. Karena dengan penggunaan sistem "fee for services" Jamsostek dan Askes tidak mengalami kerugian.

Pola pembayaran menggunakan sistem INA-CBGs bisa meningkatkan mutu pelayanan kesehatan demikian disampaikan oleh Direktur BPJS. Dengan menggunakan INA-CBGs dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maka akan ada standarisasi tarif pelayanan yang lebih memberikan kepastian. Perhitungan tariff didasarkan pada biaya sebenarnya.Kepmenkes No 328 Tahun 2013 Tentang Formularium NasionalLatar belakang disahkannya Formularium Nasional, berkaitan dengan implementasi program Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diterapkan pada 1 Januari 2014. Legalisasi keberadaan Fornas didasarkan pada UU No. 40/2004 tentang SJSN Pasal 25, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 40, UU No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Formularium Nasional (Fornas) juga untuk pelayanan kesehatan di Rumah Sakit agar memakai Sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBG's) agar rasional, efisien, dan efektif, namun penggunaan obat tetap harus dipantau. Perlu adanya daftar obat yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari INA CBG's, untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai kaidah dan standar yang berlaku.Kemenkes Susun Formularium Obat Ina-CBG Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari system INA CBG maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan menyusun formularium nasional daftar obat pelayanan kesehatan (FORNAS). Dimana Formularium ini akan menjadi acuan yang dipakai secara luas dalam pelaksanaan BPJS 1 Januari 2014 nanti. Formularium daftar obat itu disusun oleh Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional yang didasarkan pada bukti ilmiah mutakhir, paling berkhasiat, aman dan memiliki harga terjangkau sehingga digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Manfaat Fornas yaitu selain sebagai acuan penetapan penggunaan obat dalam JKN juga dapat meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat juga mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan pelayanan kepada pasien. Fornas juga bisa mempermudah dalam melakukan perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan.

Anggota komite nasional penyusunan formularium iti sendiri diambil dari beragam bidang spesialisasi. Bidang spesialis tersebut diantaranaya adalah farmakologi, farmakologi klinik, dokter gigi, apoteker maupun Badan POM yang tidak mempunyai konflik kepentingan dan mau menandatangani pernyataan bebas konflik kepentingan.

Daftar obat formularium tersebut nantinya akan ditampilkan dalam bentuk e-katalog yang dipastikan dapat digunakan baik oleh layanan kesehatan maupun masyarakat untuk mengetahui daftar obat yang termasuk dalam Formulatorium Nasional tersebut.

Selain itu, formulatorium nasional itu juga memperbolehkan adanya "auto switching" atau penggantian obat dengan otomatis oleh instalasi farmasi maupun apoteker untuk yang mempunyai kandungan sama untuk menekan biaya obat. Sistem ini akan menekan biaya kesehatan jadi rasional dan cost effective.

Seperti diketahui bahwa Ina-CBG adalah sistem pengelompokan penyakit didasarkan pada ciri klinis yang sama dan juga sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokan ini dimaksudkan agar pembiayaan kesehatan saat penyenggaraan jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang bersifat prospektif.Tarif INA CBGs BPJS Kesehatan akan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berdasarkan cara Indonesian-Case Based Groups yang selanjutnya disingkat INA CBGs.

Tarif INA CBGs menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.Tarif INA CBGs, menurut Pasal 4 ayat (1) Permenkes tersebut meliputi:

a. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dalam regional 1;

b. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dalam regional 2;

c. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dalam regional 3;

d. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dalam regional 4;

e. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D dalam regional 5;

f. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit umum rujukan nasional;

g. Tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit khusus rujukan nasional.

Selanjutnya ditetukan,penetapan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e, bagi setiap Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan merupakan hasil kesepakatan bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas KesehatanTingkat Lanjutan.

Mengenai tarif rawat jalan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan berupa Klinik Utama atau yang setara diberlakukan tariff sebesar 50 % (lima puluh persen) dari standar Tarif Ina CBGs untuk kelompok rumah sakit kelas D.

Sedangkan untuk tarif rawat inap di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan berupa Klinik Utama atau yang setara diberlakukan tariff sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dari standar Tarif Ina CBGs untuk kelompok rumah sakit kelas D dengan perawatan kelas III.

Dalam Lampiran Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 tersebut dicantumkan secara rinci 288 kode untuk rawat jalan dan 789 kode untuk rawat inap.

Tarif INA CBGs dibedakan berdasarkan:

A. Regional.Terdapat 5 (lima) regional dengan rincian sebagai berikut:

1. Regional I (Banten, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim).

2. Regional II (Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB).

3. Regional II (Aceh, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Sulbar, Sulsel).

4. Regional IV (Kalsel, Kalteng).

5. Regional V (Babel, NTT, Kaltim, Kaltara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat).

Sebagai contoh dapat dikemukakan tariff Ina CBGs 2013 Regional 1 Rumah Sakit Kelas A, untuk rawat inap sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:

B. Tarif Kapitasi dan Non KapitasiTarif Kapitasi menurut Pasal 1 angka 1 Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Tarif Kapitasi tersebut merupakan rentang nilai yang besarannya untuk setiap Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama ditetapkan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tarif Kapitasi tersebut diberlakukan bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan komprehensif kepada Peserta Program Jaminan Kesehatan berupa Rawat Jalan Tingkat Pertama.

Tarif Kapitasi untuk pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Permenkes Nomor 69 tahun 2013 sebagai berikut:

a. Tarif Kapitasi Di Puskesmas

b. Tarif Kapitasi Di RS Pratama,Klinik Pratama,Dokter Praktek,Dokter Gigi Praktek

Perlu dikemukakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Perpres Nomor 12 Tahun 2013 Dalam hal Fasilitas Kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Kewenangan dikresioner yang diberikan kepada BPJS Kesehatan dapat dilaksanakan dengan syarat bahwa mekanisme pembayaran yang dipilih harus lebih berhasil guna.

Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Tarif Non Kapitasi sebagaimana dimaksud diatas merupakan nilai besaran yang sama bagi seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada Peserta Program Jaminan Kesehatan berupa Rawat Inap Tingkat Pertama dan pelaynana Kebidanan dan Neonatal.

Tarif Non Kapitasi Untuk Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Tingkat Pertama dan Pelayanan Maternal dan Neonatal:

a. Tarif Non Kapitasi:

b. Tarif Non Kapitasi Pelayanan Kesehatan Kebidanan Neonatal:

Permenkes Nomor 69 Tahun 2013sebagai pelaksanaan Pasal 37 ayat (1) Perpres nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2014 bertepatan dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan.

Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 sangat penting peranannya untuk mendukung beroperasinya BPJS Kesehatan.

Besaran tarif yang rasional dan wajar, serta cara pembayaran yang baik dan tertib kepada Fasilitas Kesehatan sangat menetukan keberlangsungan penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Kebijakan besaran tarif pelayanan dan cara pembayaran Fasilitas Kesehatan ini akan berdampak pada mutu pelayanan di Fasilitas Kesehatan,kepuasan Peserta dan stabilitas finansial Program Jaminan Kesehatan di masa mendatang.