definisi, epidemologi, penyebab, patofisiologi, klasifikasi
DESCRIPTION
definisiTRANSCRIPT
a. Definisi/Pengertian rhinitis
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung.
(Dipiro, 2005 )
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan
baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan
oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral (Common cold) dan rhinitis nasal
dan bacterial. Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas
structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana
kasus ini disebut sebagai rhinitis alergik. (Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 547-548).
Rhinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan dikelompokan baik
sebagai rinitis alergik atau non-alergik. (Keperawatan Medikal-Bedah: Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002)
Rhinitis alergi (hay fever, rhinitis alergik kronik,polinosis) merupakan bentuk alergi
respiratorius yang paling sering ditemukan dan diperkirakan diantarai oleh reaksi
imunologi cepat (hipersensitivitas tipe I). (Brunner & Suddart, 2002 : 1767)
Rhinitis alergi adalah penyakit atau kelainan yang merupakan manifestasi klinis reaksi
hipersensitivitas tipe I (Gell&Coombs) dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran.
(Mansjoer,2001 : 106)
Jadi, Rhinitis merupakan suatu inflamasi membran mukosa hidung sebagai akibat
masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa.
b. Epidemiologi/insiden kasus rhinitis
Rhinitis merupakan penyebab yang signifikan morbiditas di seluruh dunia dimana
terkadamg gangguan ini dipandang sepele oleh seorang praktisi gejala rhinitis yang
signifikan mempengaruhi kualitas hidup seorang penderita akibat dari gejala sistemik
meliputi kelelahan sakit kepala dan gangguan kognitif.
Data di Amerika Serikat menunjukan 20-40 juta orang mengalami rhinitis setiap tahunnya
dimana 30% penderita dewasa dan 40% adalah anak-anak. The Euroepean Respiratory
Healt Survey (ECRHS) melaporkan bahwa 25% dari rhinitis non alergi yang diambil dari
1412 subjek (Heinrich Jet al.,2002)
Di Indonesia angka kejadian rhinitis diketahui secara pasti karena saat ini belum pernah
dilakukan penelitian multisenter. Prevalensi rhinitis di Jakarta besarnya sekitar 20%,
sedangkan menurut Sumarman dan Haryanto tahun 1999, di daerah padat penduduk kota
Bandung menunjukan dimana prevalensi 6,98% pada usia 12-39 tahun.
Berdasarkan survey dari ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in
Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang tahun 2001-2002 rhinitis
sebesar 18% (ISAAC Steering Committee,2002). Hasil dari penelitian, 70% pasien
dengan rhinitis non alergi adalah dewasa dengan usia >20 tahun,sedangkan pada rhinitis
alergi lebih sering terjadi pada anak-anak usia < 20 tahun.
c. Penyebab / faktor predisposisi rhinitis
Penyebab faktor predisposisi rhinitis :
Rhinitis alergi Pajanan intrauteri dan masa kanak-kanak terhadap allergen
meningkatkan risiko rhinitis alergi.
Allergen umum yang menyebabkan :
Aero-alergen musiman (ukuran 5-70µm) : pohon tanaman berbunga, rumput semak,
jamur.
Aero allergen sepanjang tahun : kutu, debu, bulu binatang, kecoa, lateks, feses dan urin
tikus
Aero allergen makanan : telur, susu, kavang-kacangan, kerang
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah,
tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur,
coklat, ikan dan udang.
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau
sengatan lebah.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi
rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen
inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Faktor resiko untuk terpaparnya debu
tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban
udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur.
Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik
diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan
cuaca (Becker, 1994).
Rhinitis non alergi
Rhinitis non alrgik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran napas atas, termasuk
rhinitis viral (common cold) dan rhinitis nasal dan bacterial. Juga disebabkan sebgai akibat
masuknya benda asing ke dalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kokain, kontrasepsi oral, dan
antihipertensif. (Smeltzer & Bare,2001)
d. Patofisiologi terjadinya penyakit rhinitis
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu
yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.
Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian akan
berdifusi pada jaringan hidung. Selang beberapa lama akan mengadakan respon imun
dengan jalan membentuk zat anti atau imunoglobulin, imunoglobulin ini kemudian
bereaksi dengan alergen tersebut sehingga menimbulkan imunitas (kekebalan) atau alergi
(hipersensitifitas).
Pada imunitas imunoglobulin memberi perlindungan terhadap penyakit. Sedangkan pada
alergi, imunoglobulin malahan akan menimbulkan penyakit.
Pada pemajanan ulang, mukosa nasal bereaksi dengan pelambatan kerja silia, pembentukan
edema dan infiltrasi leukosit (terutama eusinofil). Histamine merupakan mediator utama
reaksi alergi pada mukosa nasal. Edema jaringan terjadi akibat vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen
hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam
epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai
produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan
selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas
terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini
menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat
dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik
suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
e. Klasifikasi /derajat rhinitis
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet
et al, 2001).
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis
vasomotor.
Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:
Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan
laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung
yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung
sari yang ada di udara
Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:
Rinitis alergi musiman (Hay Fever),
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan
angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang
masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada
di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan
yang menyengat
Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda
asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan
kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.
Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa -
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon
normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes
hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya
atrofi progesif tulang dan mukosa konka.