dasar2turboprop
DESCRIPTION
Buku tentang turbopropTRANSCRIPT
DASAR – DASAR MESIN TURBOPROP
M. ARDI CAHYONO KARSENO KRIDOSUPONO
DASAR – DASAR MESIN TURBOPROP
M. ARDI CAHYONO KARSENO KRIDOSUPONO
Jurusan Teknik Penerbangan Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA) Yogyakarta
e-mail penulis : [email protected]
DAFTAR ISI
Bab 1 Pendahuluan 1 1.1 Cara Kerja Mesin Turboprop 2
1.2 Karakteristik Beberapa Mesin Propulsi 3
1.3 Sejarah Mesin Turboprop 8
Bab 2 Prestasi Terbang Pesawat Udara 10 2.1 Gaya Dorong 10
2.2 Persamaan Gerak Pesawat Udara 11
Bab 3 Mesin Turbin Gas Pesawat Udara 19 3.1 Mesin Turbin Gas 19
3.2 Siklus Brayton 19
Bab 4 Analisis Mesin Turboprop Ideal 24 4.1 Energi Aliran 24
4.2 Perbandingan Tekanan dan Temperatur
Total
27
4.3 Asumsi pada Mesin Turboprop Ideal 30
4.4 Analisis Mesin Turboprop Ideal 31
Bab 5 Analisis Mesin Turboprop Riil 48 5.1 Pendahuluan 48
5.2 Analisis Mesin turboprop Riil 49
Bab 6 Optimalisasi Perbandingan Ekspansi di LPT 63 6.1 Mesin Turboprop Ideal 63
6.2 Mesin Turboprop Riil 67
Bab 7
Lampiran 1 Perhitungan FR 74
Lampiran 2 Rangkuman Analisis Mesin turboprop
Ideal
75
Lampiran 3 Program Matlab Analisis Mesin
Turboprop Ideal pada Contoh 4.1
77
Lampiran 4 Rangkuman Analisis Mesin turboprop Riil 79
Lampiran 5 Program Matlab Analisis Mesin
Turboprop Riil pada Contoh 5.1
83
Lampiran 6 Perbandingan dari Hasil Perhitungan
Mesin Turboprop Ideal (contoh 4.1) dan
Mesin Turboprop Riil (contoh 5.1)
87
Biodata Penulis I 93
Biodata Penulis II 93
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Skema Mesin Turboprop 3
Gambar 1.2 Koridor Terbang Beberapa Jenis
Pesawat Udara
4
Gambar 1.3 Efisiensi Propulsi Beberapa Sistem
Propulsi Subsonik
5
Gambar 1.4 Batas Kecepatan Sistem Propulsi 6
Gambar 1.5 Karakteristik Gaya Dorong Spesifik
Beberapa Mesin Pesawat Udara
6
Gambar 1.6 Karakteristik Pemakaian Bahan Bakar
Spesifik Gaya Dorong Beberapa Mesin
Propulsi
7
Gambar 1.7 Karakteristik Efisiensi Beberapa Mesin
Pesawat Udara
7
Gambar 1.8 Mesin Rolls-Royce RB.50 Trent 8
Gambar 2.1 Diagram Gaya pada Pesawat Udara
dalam Penerbangan
11
Gambar 2.2 Plot grafik cL v.s α pada contoh soal 2.1 15
Gambar 3.1 Model Sistem Turbin Gas
Sederhana
20
Gambar 3.2 Model Proses Turbin Gas Ideal
Sederhana
21
Gambar 4.1 Aliran Udara atau Gas di dalam
Pipa
25
Gambar 4.2 Diagram Skematik Mesin
Turboprop
28
Gambar 4.3 Analisis Energi pada Ruang Bakar 35
Gambar 4.4 Analisis Energi pada Kompresor, Ruang
Bakar, dan HPT
36
Gambar 4.5 Analisis Energi pada LPT 40
Gambar 4.6 Plot grafik S v.s πC pada Mesin
Turboprop Ideal
45
Gambar 4.7 Plot grafik f v.s πC pada Mesin
Turboprop Ideal
45
Gambar 4.8 Plot grafik
0mF&
v.s πC pada Mesin
Turboprop Ideal 46
Gambar 4.9 Plot grafik ηT v.s πC, ηP v.s πC, dan
ηO v.s πC pada Mesin Turboprop
Ideal
46
Gambar 4.10 Plot grafik CC v.s πC , Cprop v.s πC,
dan Ctot v.s πC pada Mesin
Turboprop Ideal
47
Gambar 5.1 Analisis Energi pada Ruang
Bakar
54
Gambar 5.2 Analisis Energi pada Kompresor, Ruang
Bakar, dan HPT
55
Gambar 5.3 Analisis Energi pada LPT 56
Gambar 5.4 Plot grafik S v.s πC pada mesin riil 60
Gambar 5.5 Plot grafik f v.s πC pada mesin riil 61
Gambar 5.6 Plot grafik
0mF&
v.s πC pada mesin
riil 61
Gambar 5.7 Plot grafik ηT v.s πC, ηP v.s πC, dan ηO v.s
πC pada mesin riil
62
Gambar 5.8 Plot grafik CC v.s πC , Cprop v.s πC, dan
Ctot v.s πC pada mesin riil
62
Gambar 6.1 tLτ v.s. cπ pada Mesin Turboprop
Ideal
66
Gambar 6.2 *tLτ v.s. cπ pada Mesin
Turboprop Ideal
67
Gambar 6.3 tLτ v.s. cπ pada Mesin Riil 72
Gambar 6.4 *tLτ v.s. cπ pada Mesin Riil 73
Gambar L6-1 Perbandingan S pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
87
Gambar L6-2 Perbandingan f pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
87
Gambar L6-3 Perbandingan 0m
F&
pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
88
Gambar L6-4 Perbandingan Tη pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
88
Gambar L6-5 Perbandingan Pη pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
89
Gambar L6-6 Perbandingan Oη pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
89
Gambar L6-7 Perbandingan CC pada Mesin
Turboprop Ideal dan riil
90
Gambar L6-8 Perbandingan Cprop pada Mesin
Turboprop Ideal dan Riil
90
Gambar L6-9 Perbandingan Ctot pada Mesin
Turboprop Ideal dan riil
91
DAFTAR SIMBOL
a = kecepatan suara
AR = perbandingan aspek (Aspect ratio)
BB = bahan bakar
c = konstanta, koefisien cp = panas spesifik pada tekanan tetap
cpc = panas spesifik pada tekanan tetap di kompresor
cpt = panas spesifik pada tekanan tetap di turbin
cv = panas spesifik pada volume tetap
C = koefisien kerja mesin
D = gaya hambat (drag)
f = rasio massa bahan bakar-udara
F = gaya dorong (thrust)
gc = kontanta Newton
g = percepatan gravitasi
GB = gas buang (exhaust gas)
h = entalpi statik
HPT = high pressure turbine
I = inlet
K = kompresor
L = gaya angkat (lift)
LPT = low pressure turbine
m = massa pesawat udara
m& = laju massa (mass flow)
N = nozzle
P = jumlah semua gaya yang sejajar dengan lintasan
terbang
PR = perbandingan tekanan (pressure ratio)
Q& = laju kalor
rc = radius lengkung lintasan
R = jumlah semua gaya yang tegak lurus pada
lintasan terbang, konstanta gas ideal
RB = ruang bakar
S = konsumsi bahan bakar spesifik gaya dorong
T = turbin
T = temperatur statik
Tt = temperatur total
UA = udara atmosfer
V = kecepatan pesawat udara, kecepatan aliran
udara
W = berat pesawat udara
W& = Daya, daya yang diproduksi oleh mesin
turboprop
z = jarak streamline dengan titik referensi (datum)
0mF&
= gaya dorong spesifik
Simbol Yunani
α = sudut serang
αF = sudut antara F dan lintasan terbang
θ = Sudut angguk (pitch angle)
τ = perbandingan temperatur total π = perbandingan tekanan total
λτ = rasio entalpi
η = efisiensi
Subscript A = tersedia (Available)
b = Ruang bakar (burner)
c = kompresor C = aliran inti (core stream)
d = diffuser
D = Gaya hambat/tahan (drag)
D,0 = Gaya hambat/tahan (drag) parasit yaitu pada
saat lift sama dengan nol
D,i = Gaya hambat/tahan (drag) karena adanya lift
g = gear box
in = masuk ke mesin turboprop
L = Gaya angkat (lift) keseluruhan termasuk
fuselas dan ekor horisontal
mL = poros propeller
mH = poros kompresor
n = nozzle
O = Total (oveall)
prop = propeller
P = propulsi
tot = total
R = diperlukan (Required)
r = ram
t = Total, turbin
T = thermal
tH = HPT
tL = LPT
KATA PENGANTAR
Buku ini diperuntukkan bagi mahasiswa Teknik
Penerbangan dan Teknik Mesin tingkat strata 1 (S1) yang ingin
mendalami masalah propulsi khususnya masalah mesin
Turboprop. Dalam penyusunannya, penulis berusaha
memadukan dua referensi utama. Referensi yang pertama adalah
karya Jack D Mattingly yaitu Element of Gas Turbine Propulsion
dan yang kedua adalah karya Wiranto Arismunandar yaitu
Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi.
Referensi yang pertama dirasa sangat sulit untuk
dipahami oleh kebanyakan mahasiswa S1 karena proses
penurunan rumus-rumusnya ada beberapa langkah yang tidak
ditampilkan. Selain itu pada referensi pertama terdapat sedikit
kekeliruan yang perlu diluruskan. Sedangkan referensi kedua
dirasa kurang mendalam dalam menyajikan masalah kinerja
mesin turboprop.
Untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami
buku ini dianjurkan pembaca menguasai Matematika,
Termodinamika, dan Mekanika Fluida.
Buku ini dilengkapi dengan contoh-contoh perhitungan
dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB sehingga
pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif dengan cara mengembangkannya sendiri di depan
komputer.
Saya ucapkan terima kasih kepada Andia, Nur’aini, Adi,
Shafiya, dan Fahmi yang turut memberi dukungan moril maupun
spirituil.
Terakhir saya ucapkan terima kasih kepada segenap
sivitas akademika di Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA)
Yogyakarta tanpa peran mereka buku ini akan sulit untuk
diwujudkan.
Semoga semua pihak yang membantu dalam
penyusunan naskah ini akan mendapatkan amalan yang baik di
sisi Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagi pembaca semoga
mendapatkan tambahan pengetahuan.
Yogyakarta, 15 Januari 2008
M. Ardi Cahyono Karseno Kridosupono
BAB 1 PENDAHULUAN
Ketika membahas mesin turboprop tidak dapat
dipisahkan dari pembahasan masalah pesawat udara sebab
mesin ini banyak dipakai pada mesin propulsi. Mesin propulsi
adalah mesin yang dipasang pada pesawat udara yang berfungsi
untuk memproduksi gaya dorong (thrust). Prinsip kerja mesin ini
adalah merubah energi kimia yang terkandung di dalam bahan
bakar menjadi energi mekanik. Thrust digunakan untuk
mendorong pesawat udara sehingga dapat bergerak maju.
Mesin turboprop adalah salah satu jenis mesin turbin
yang diterapkan di pesawat udara. Mesin turbin adalah mesin
yang cara kerjanya menerapkan Siklus Brayton sehingga proses
kompresi, pembakaran, dan ekspansi terjadi pada tempat yang
berbeda. Sedangkan mesin piston atau reciprocating adalah
mesin yang menerapkan Siklus Otto sehingga proses kompresi,
pembakaran, dan ekspansi dilakukan di tempat yang sama.
Mesin turbin ada beberapa macam jenisnya antara lain:
ramjet, scramjet, turbojet, turbofan, turboshaft, propfan, dan
turboprop. Daya mesin turboprop dipergunakan untuk
menggerakkan baling-baling (propeller). Hal ini mirip dengan
pada mesin piston dimana daya mesin juga digunakan untuk
memutar baling-baling.
Kelebihan mesin turbin adalah kompak (ringkas), ringan,
memiliki daya yang besar, dan bebas vibrasi karena tidak ada
bagian mesin yang bergerak translasi. Kelebihan inilah yang
menyebabkan mesin turboprop banyak dipakai di pesawat
khususnya di pesawat transport dan latih.
Sedangkan kelebihan mesin piston adalah lebih irit dalam
pemakaian bahan bakar. Mesin piston hanya dipakai di pesawat
kecil dan tidak dipakai pada pesawat transport yang besar karena
mesin ini memiliki berat yang cukup besar sehingga secara
ekonomi tidak menguntungkan karena mengurangi beban yang
menguntungkan (payload) yaitu penumpang dan barang.
1.1. Cara Kerja Mesin Turboprop Prinsip kerja mesin turboprop mirip dengan mesin
turbojet namun ada perbedaan yang cukup prinsip, pada mesin
turboprop terdapat baling-baling sedangkan pada mesin turbojet
tidak terdapat baling-baling. Biasanya mesin turboprop dipakai
pada pesawat dengan kecepatan subsonik rendah.
Komponen utama pada mesin turboprop adalah: intake,
kompresor, ruang bakar, turbin, and nozzle. Cara kerja mesin ini
pada awalnya udara masuk dari atmosfer ke dalam intake.
Kemudian tekanan udara tersebut dinaikkan dengan
menggunakan kompresor. Tujuan peningkatan tekanan adalah
untuk meningkatkan efisiensi pembakaran sebab pada saat
pesawat udara beroperasi yaitu terbang di ketinggian maka
temperatur udaranya sangat rendah sehingga sangat sulit untuk
dilakukan pembakaran. Selanjutnya udara bertekanan tinggi
diumpankan ke ruang bakar dan dicampur dengan bahan bakar
kemudian dilakukan pembakaran.
Selanjutnya gas panas hasil pembakaran diumpankan ke
turbin. Turbin berfungsi merubah energi panas (thermal) menjadi
energi mekanik. Selain memutar kompresor, turbin juga memutar
baling-baling melalui roda gigi reduksi. Dan akhirnya gas sisa
pembakaran dibuang ke atmosfer melalui nozzle. Gambar 1.1
menunjukkan bagian-bagian dan cara kerja dari mesin
Turboprop.
Gambar 1.1: Diagram Skema Mesin Turboprop
Keterangan gambar 1.1 adalah sebagai berikut:
UA : udara atmosfer RB : ruang bakar
I : intake T : turbin
K : kompresor N : nosel
BB : bahan bakar GB : gas buang
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa aliran udara atmosfer
yang berwarna biru setelah melewati propeller dibagi menjadi 2
(dua) alira yaitu aliran di luar mesin dan aliran di dalam mesin.
Ketika udara melewati ruang bakar berubah menjadi gas setelah
melalui proses pembakaran. Gas hasil pembakaran ditunjukkan
dengan warna ungu.
Di dalam gear box terdapat roda gigi reduksi yang
berfungsi untuk meningkatkan putaran propeller sehingga putaran
propeller akan lebih cepat dibandingkan dengan putaran turbin.
Namun demikian putaran propeller harus dibatasi dengan
menggunakan governor. Posisi governor berada di dekat gear
box. Kecepatan propeller adalah jumlah dari kecepatan pesawat
ditambahkan secara vektor dengan kecepatan akibat putaran
propeller. Governor membatasi putaran propeller supaya
kecepatan ujung dari propeller tidak mencapai kacepatan sonic
atau supersonic. Jika kecepatan total propeller mencapai
kecepatan sonic atau supersonic akan terjadi gelombang kejut
(shock wave) yang mengakibatkan dragnya membesar sehingga
efisiensi propeller menurun.
1.2. Karakteristik Beberapa Mesin Propulsi Mesin propulsi dapat berupa mesin piston, mesin turbin,
dan roket. Saat ini mesin turbin pemakaiannya sangat luas baik
pada pesawat transport maupun pesawat militer seperti
ditunjukkan pada gambar 1.2 di bawah ini:.
Gambar 1.2: Penerapan Mesin Turbin Gas
Mesin turboprop banyak dipakai pada pesawat udara
khususnya yang beroperasi pada bilangan Mach kurang dari 1.
Koridor terbang beberapa jenis mesin propulsi ditunjukkan pada
gambar 1.3 di bawah ini.
Gambar 1.3: Koridor Terbang Beberapa Jenis Pesawat Udara
Gambar 1.3 menunjukkan bahwa wilayah kerja mesin
turboprop hampir sama dengan mesin piston dan helikopter yaitu
pada bilangan Mach dan ketinggian terbang yang rendah. Hal ini
disebabkan karena ketiga mesin tersebut memperoleh thrust dari
putaran baling-baling dimana efisiensi propulsinya sangat
ditentukan oleh kerapatan udara (air density). Berbeda dengan
mesin turbojet, ramjet, dan roket yang tetap dapat beroperasi
dengan efektif di ketinggian yang cukup besar sebab mesin jenis
ini memproduksi thrust dengan cara melontarkan gas buang
sekuat-kuatnya.
Gambar 1.4: Efisiensi Propulsi Beberapa
Sistem Propulsi Subsonik
Gambar 1.4 menunjukkan efisiensi propulsi terhadap
blangan Mach dari beberapa mesin propulsi antara lain mesin
piston/torak, turboprop, turbofan, dan turbojet. Dari gambar 1.4
dapat disimpulkan urut-urutan mesin propulsi jika dilihat dari
efisiensi propulsinya dari yang terbesar adalah mesin
piston/torak, turboprop, turbofan, dan terakhir adalah mesin
turbojet. Pada mesin piston dan torboprop memiliki efisiensi
propulsi yang terbesar dikaitkan dengan grafik pada gambar 1.3
yang menyatakan kedua mesin tersebut beroperasi di ketinggian
rendah sehingga berada di lingkungan dengan kerapatan udara
yang terbesar sehingga produksi thrust lebih mudah
dibandingkan jenis mesin lainnya yang beroperasi di ketinggan
besar.
Dari gambar 1.5 dapat disimpulkan bahwa mesin
turboprop tergolong mesin yang hemat bahan bakar walau masih
kalah hemat jika dibandingkan dengan mesin piston. Sedangkan
gambar 1.6 menunjukkan bahwa thrust yang dihasilkan mesin
turboprop tergolong kecil. Hal ini cukup logis sebab mesin
turboprop sangat irit dalam pemakaian bahan bakar sehingga
tenaga yang dihasilkan juga lebih kecil dibandingkan mesin
turbojet yang lebih boros dalam pemakaian bahan bakar.
Gambar 1.5: Batas Kecepatan Sistem Propulsi
Gambar 1.6: Karakteristik Gaya Dorong Spesifik
Beberapa Mesin Pesawat Udara
Gambar 1.7: Karakteristik Pemakaian Bahan Bakar Spesifik Gaya
Dorong Beberapa Mesin Propulsi
Gambar 1.8 menunjukkan bahwa efisiensi thermal,
propulsi, dan total (overall) mesin turboprop dan propfan yang
terbesar dibandingkan mesin propulsi jenis lainnya.
Gambar 1.8: Karakteristik Efisiensi Beberapa Mesin Propulsi
1.3. Sejarah Mesin Turboprop
Sejarah perkembangan mesin turboprop dimulai dari
mesin turboprop yang pertama yang diberi nama Jendrassik
. Mesin ini dirancang oleh seorang insinyur mesin
berkebangsaan Hungaria bernama György Jendrassik. Ia
membuat dan melakukan pengujian di Pabrik Ganz di Budapest
sekitar tahun 1939 - 1942. Mesin ini rencananya akan dipasang
pada pesawat bomber Varga RMI-1 X/H buatan László Varga
tapi proyek ini akhirnya gagal pada tahun 1940.
1Cs −
Inggris pertama kali mengembangkan mesin turboprop
Rolls-Royce RB.50 Trent seperti ditunjukkan oleh gambar 1.9.
Mesin ini memiliki baling-baling dengan diameter 7 feet 11 inchi.
Gambar ini diambil pada saat pengujian di Hucknall pada Maret
1945
Gambar 1.9: Mesin Rolls-Royce RB.50 Trent
Uni Soviet mengembangkan contra-rotating propellers
yang dipasang pada pesawat bomber Tu-95 'Bear'. Pesawat ini
dapat terbang mencapai kecepatan jelajah 575 mph. Pada waktu
itu kecepatan pesawat ini lebih cepat daripada pesawat jet yang
pertama. Pesawat ini menjadi simbol kesuksesan Uni Soviet
dalam mengembangkan pesawat militer pada akhir abad 20.
USA mengembangkan pesawat Convair XFY Pogo dan
Lockheed XFV Salmon pada tahun 1950 yang juga bermesin
contra-rotating turboprop. Mesin turboprop pertama yang
dikembangkan Amerika adalah General-Electric T-31.
Saat ini produsen mesin turboprop yang paling populer
adalah Pratt & Whitney Canada PT6. Produk dari perusahaan ini
sudah mendunia. Bangsa Indonesia adalah salah satu konsumen
Pratt & Whitney ketika merancang pesawat N250.
BAB 2 PRESTASI TERBANG PESAWAT UDARA
Sebelum membahas masalah kinerja mesin pesawat
terbang, perlu dibahas terlebih dahulu masalah kebutuhan gaya
dorong bagi pesawat udara pada beberapa manuver tertentu
misalnya manuver terbang menanjak, menukik, dan terbang
jelajah. Ketiga manuver ini paling dominan dalam operasi
penerbangan khususnya pada pesawat transport. Pengetahuan
ini sangat dibutuhkan untuk analisis kebutuhan dan pemilihan
sistem propulsi pada pesawat udara.
2.1. Gaya Dorong
Gaya dorong pada pesawat udara dibagi dua yaitu gaya
dorong diperlukan (Required Thrust, FR) dan gaya dorong
tersedia (Available Thrust, FA). Gaya dorong diperlukan adalah
gaya dorong yang diperlukan oleh pesawat udara untuk
mencapai kondisi operasi tertentu. Sedangkan gaya dorong
tersedia adalah gaya dorong yang dapat diproduksi oleh sistem
propulsi pesawat udara.
Apabila daya dorong tersedia lebih besar daripada daya
dorong yang diperlukan maka pesawat akan melakukan
percepatan misalnya pada saat pesawat lepas landas (take off).
Pada saat pesawat melakukan terbang jelajah (cruising) biasanya
gaya dorong tersedia besarnya sama dengan gaya dorong yang
diperlukan pesawat udara sehingga pesawat melaju dengan
kecepatan konstan.
2.2. Persamaan Gerak Pesawat Udara Pada penurunan persamaan gerak pesawat, pesawat
udara diasumsikan sebagai benda kaku yang dikenai 4 (empat)
gaya utama yaitu: gaya angkat (lift, L), gaya tahan (drag, D), gaya
dorong (thrust, F) dan gaya berat (weight, W) seperti terlihat pada
gambar di bawah ini :
αF
Garis korda
α Lintasan terbang
θ
F θ
D
W
L
Garis horisontal
Gambar 2.1: Diagram Gaya pada Pesawat Udara dalam
Penerbangan
Keterangan arah gaya-gaya pada gambar 2.1 adalah sebagai
berikut:
Lift (L) : tegak lurus lintasan terbang
Drag (D) : sejajar tetapi berlawanan arah
dengan arah terbang
Berat (W) : vertikal ke arah pusat bumi
(tegak lurus bidang horisontal)
Gaya dorong (F) : biasanya membuat sudut αF
terhadap garis lintas terbang
Jika lintasan terbang berbentuk garis lengkung, maka
dengan menerapkan hukum Newton dapat disusun sistem
persamaan sebagai berikut. Keseimbangan gaya pada arah yang
sejajar dengan garis singging pada lintasan diperoleh sistem
persaman sebagai berikut:
dtdVmP = (2.1)
Sedangkan keseimbangan gaya pada arah radial
diperoleh sistem persaman sebagai berikut:
c
2
rVmR = (2.2)
dimana,
DsinWcosFP F −θ−α= (2.3)
θ−α+= cosWsinFLR F (2.4)
c
2
rV = percepatan normal
c
2
rVm = gaya sentrifugal
Dengan mensubstitusikan (2.3) ke (2.1) dan (2.4) ke (2.2)
akan diperoleh:
dtdVmDsinWcosF F =−θ−α (2.5)
c
2
F rVmcosWsinFL =θ−α+ (2.6)
Kondisi terbang yang paling dominan dalam suatu
operasi penerbangan terutama pada pesawat transport adalah
terbang menanjak, menukik, dan horisontal. Ketiga manuver ini
dapat diasumsikan pesawat melaju dengan lintasan lurus dengan
kecepatan konstan. Untuk terbang dengan lintasan berbentuk
garis lurus atau jari-jari kelengkungan lintasan menuju tak
terhingga (rc ∞), menyebabkan gaya sentrifugal harganya
mendekati nol (mV2/rc 0).
Sedangkan dengan menerapkan asumsi bahwa pesawat
melaju dengan kecepatan konstan menyebabkan gaya
inersialnya berharga nol (m.dV/dt=0). Dengan menggunakan
pengertian di atas maka persamaan (2.5) dan (2.6) dapat ditulis
menjadi:
θ−α= sinWcosFD F (2.7)
FsinFcosWL α−θ= (2.8)
Perbandingan antara gaya angkat dan gaya tahan dapat
dinyatakan dengan cara membagi persamaan (2.8) dengan (2.7)
sehingga diperoleh:
( )θ−α
α−θ==
sinWcosFsinFcosWD/L
DL
F
F (2.9)
Perbandingan gaya angkat (L) terhadap gaya hambat (D)
atau L/D merupakan efisiensi aerodinamika dimana setiap
insinyur aerodinamika selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan
harga L/D sebesar-besarnya. Semakin besar efisiensi
aerodinamika maka pesawat dapat melaju dengan lebih cepat
karena gaya hambatnya kecil.
Efisiensi aerodinamika yang besar juga dapat diartikan
bahwa pesawat tidak membutuhkan luas sayap yang besar untuk
suatu operasi penerbangan tertentu sebab gaya angkat yang
ditimbulkan sayap sudah cukup tinggi. Dengan luas sayap yang
berkurang, kondisi ini sangat menguntungkan dalam
perancangan pesawat karena gaya dorong yang diperlukan
pesawat juga akan berkurang karena dragnya berkurang. Dengan
pengurangan luas sayap menyebabkan struktur sayap juga lebih
sederhana. Struktur sayap yang sederhana akan banyak
menguntungkan sebab dapat mengurangi kegagalan sayap
misalnya flutter pada sayap, kelelahan (fatique), retak (crack),
dan lain sebagainya juga akan berkurang.
Gaya dorong yang diperlukan FR dapat dihitung dengan
melakukan manipulasi matematik pada (2.9) sehingga diperoleh
persamaan FR yang lebih sederhana sebagai berikut:
( )[ ]( )[ ]FF
R sincosD/LcossinD/LWF
α+αθ+θ
= (2.10)
Persamaan (2.10) menunjukkan bahwa harga FR sangat
tergantung pada seberapa besar nilai W. Semakin besar harga W
maka harga FR juga semakin besar. Hal ini sangat logis sebab FR
akan digunakan untuk melawan gaya inersial pesawat udara.
Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa harga FR tidak
dipengaruhi oleh ketinggian terbang dan kecepatan terbang.
Berikut ini diberikan contoh kasus untuk menghitung FR
pada pesawat udara manuver terbang menanjak dan horisontal.
Contoh soal 2.1: Suatu pesawat udara memiliki karakteristik cL
sebagai berikut: 235
L 0002,0103C α×+α××−= −
2516,00359,0 +α×+ (2.11)
Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB maka
persamaan (2.11) dapat dinyatakan dalam plot grafik cL v.s α.
Programnya untuk α dari 0o sampai dengan 30o adalah sebagai
berikut:
alpha = [0:30]; % Menentukan sudut serang CL = -3e-5*alpha.^3 + 0.0002*alpha.^2 ... + 0.0359*alpha + 0.2516; plot(alpha,CL), xlabel('alpha') ylabel('CL'), title(' CL v.s. alpha')
Setelah program dijalankan, diperoleh hasil sebagai berikut:
2516,00359,00002,0103C 235L +α×+α×+α××−= −
Gambar 2.2: Plot grafik cL v.s α pada contoh soal 2.1
Koefisien gaya hambat (cD) pesawat udara didefinisikan
sebagai berikut:
eARc
CC2L
0,DD π+= (2.12)
Dimana,
cL = dihitung dari (2.11), yaitu koefisien lift total termasuk
fuselas dan ekor horisontal.
e = faktor efisiensi Oswald (e = 0,80 ÷ 0,90)
i,D
2L C
eARC
=π
= koefisien drag karena adanya lift
Contoh soal 2.2: Perhitungan FR dengan MATLAB pada manuver
terbang menanjak
Diberikan data-data pesawat sebagai berikut :
α = 15o cD,0 = 0,01
θ = 15o e = 0,82
αF = 10o AR = 15
W = 20.000 [N]
cL menggunakan data pada contoh soal 2.1
Bahasa pemrograman dalam Matlab adalah sebagai berikut:
% Kondisi terbang menanjak alpha = 15; % [degre] theta = 15; % [degre] alphaF = 10; % [degre] W = 20000; % [N] CD0 = 0.01; e = 0.82; AR = 15; CL = -3e-5*alpha^3 + 0.0002*alpha^2 ... + 0.0359*alpha + 0.2516; CD = CD0 + CL^2/(pi*e*AR); CLCD = CL/CD; FR = W*(CLCD*sin(theta*pi/180) + ... cos(theta*pi/180))/(CLCD* ... cos(alphaF*pi/180)+ ... sin(alphaF*pi/180))
Setelah program dijalankan, diperoleh hasil sebagai
berikut:
[N] 4,862.5FR = .
Contoh Soal 2.3: Perhitungan FR dengan MATLAB pada manuver
terbang horisontal
Diberikan data-data pesawat sebagai berikut:
α = 0o cD,0 = 0,01
θ = 0o E = 0,82
αF = 0o AR = 15
W = 20.000 [N]
Karakteristik cL menggunakan data pada contoh soal 2.1
Bahasa pemrograman dalam Matlab adalah sebagai berikut:
% Kondisi terbang datar alpha = 0; % [degre] theta = 0; % [degre] alphaF = 0; % [degre] W = 2000; CD0 = 0.01; e = 0.82; AR = 15; CL = -3e-5*alpha^3 + 0.0002*alpha^2 ... + 0.0359*alpha + 0.2516; CD = CD0 + CL^2/(pi*e*AR); CLCD = CL/CD; FR = W*(CLCD*sin(theta*pi/180) + ... cos(theta*pi/180))/(CLCD* ... cos(alphaF*pi/180)+ ... sin(alphaF*pi/180))
Setelah program dijalankan, diperoleh hasil sebagai
berikut:
[N]13,259FR = .
Dari contoh soal 2.2 dan 2.3 terlihat bahwa FR pada
terbang horisontal lebih kecil dibandingkan FR pada terbang
menanjak. Pada saat terbang menanjak, thrust digunakan untuk
melawan drag dan komponen gaya berat ke arah belakang
sehingga membutuhkan FR yang lebih besar dibandingkan FR
pada terbang horisontal.
BAB III MESIN TURBIN GAS PESAWAT UDARA
3.1. Mesin Turbin Gas
Turbin gas atau dinamakan combustion turbine adalah
jenis mesin rotary yang mendapatkan energi dari aliran gas
panas yang dihasilkan oleh pembakaran pada tekanan tinggi.
Udara tekanan tinggi diperoleh dari usaha yang dilakukan
kompresor radial atau aksial yang dikopel dengan turbin,
sedangkan ruang bakar berada di antara keduanya.
Energi yang terkandung dalam bahan bakar dilepaskan di
dalam ruang bakar setelah bahan bakar dicampur dengan udara
bertekanan tinggi. Gas panas hasil pembakaran ini digunakan
untuk memutar turbin. Kerja dari poros turbin kemudian
digunakan untuk memutar kompresor dan menggerakkan baling-
baling. Selanjutnya gas buang keluar ke atmosfer melalui nozzle
untuk menghasilkan tambahan thrust.
3.2. Siklus Brayton Pada tahun 1872 Brayton mulai mempublikasikan mesin
temuannya. Berbeda dengan mesin yang menerapkan siklus Otto
atau Diesel, pada mesin ini proses kompresi dan ekspansi terjadi
secara terpisah. Siklus Brayton menjadi dasar pengembangan
bagi mesin turbin gas pada era sekarang. Mesin ini digolongkan
sebagai mesin pembakaran dalam (internal combustion engine)
dan termasuk mesin dengan sistem terbuka (open system).
Mesin ini memiliki tiga komponen utama yaitu kompresor,
ruang bakar, dan turbin. Kompresor berfungsi meningkatkan
tekanan udara yang ada di dalam ruang bakar. Dengan adanya
peningkatan tekanan udara di ruang bakar maka temperatur
udara juga meningkat sehingga efisiensi pembakaran meningkat.
Ruang bakar berfungsi merubah energi kimia yang
terkandung di dalam bahan bakar menjadi energi panas
(thermal). Sedangkan turbin berfungsi merubah energi panas
menjadi energi mekanik.
Energi mekanik yang dihasilkan turbin pada mesin
turboprop digunakan untuk memutar kompresor dan baling-
baling. Model sistem di bawah ini akan lebih memperjelas cara
kerja mesin ini.
Gambar 3.1: Model Sistem Turbin Gas Sederhana
Udara atmosfer (UA) masuk ke dalam kompresor (K)
melalui titik 1. Udara atmosfer dimampatkan oleh kompresor
menjadi udara bertekanan tinggi di titik 2. Bahan bakar (BB)
dimasukkan ke ruang bakar (RB) selanjutnya dilakukan
pembakaran. Proses pembakaran terjadi di ruang bakar
menghasilkan gas panas pada titik 3. Gas panas digunakan untuk
memutar turbin (T) dan gas buang (GB) dibuang ke atmosfer
pada titik 4.
Turbin dan kompresor dikopel menunjukkan bahwa kerja
turbin digunakan untuk memutar kompresor dan sisanya menjadi
energi yang berguna ( )netW& untuk kebutuhan yang lain. Model
proses pada sistem turbin gas ideal sederhana ditunjukkan oleh
gambar 3.2 di bawah ini.
Gambar 3.2: Model Proses Turbin Gas Ideal Sederhana
Proses kompresi secara isentropik terjadi pada titik 1 ke
titik 2. Proses pembakaran secara isobarik terjadi pada titik 2 ke
titik 3. Sedangkan proses ekspansi secara isentropik terjadi pada
titik 3 ke titik 4.
Selanjutnya dihitung daya kompresor ( )cW& adalah
perubahan entalpi udara pada titik 2 dan 1 dkalikan dengan laju
aliran massa udara sehingga dapat ditulis sebagai berikut:
( )12pc TTcmW −= &&
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= 1
TT
TcmW1
21pc && (3.1)
Kemudian, didefinisikan PR adalah perbandingan
tekanan (pressure ratio) di kompresor dimana,
( ) ( )1/
4
31/
1
2
1
2
TT
TT
PP
PR−γγ−γγ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛== (3.2)
Dengan mensubstitusikan (3.2) ke (3.1) diperoleh: ( )( )1PRTcmW /1
1pc −= γ−γ&& (3.3)
Laju kalor yang masuk ke dalam sistem ( )inQ&
didefinisikan sebagai berikut:
( )23pin TTcmQ −= && (3.4)
Daya turbin ( )tW& didefinisikan sebagai perubahan
entalpi pada titik 4 dan 3 dikalikan dengan laju aliran massa gas
yang melewati turbin sehingga dapat ditulis sebagai berikut:
( )43pt TTcmW −= &&
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
3
43pt T
T1TcmW && (3.5)
Substitusi (3.2) ke (3.5) diperoleh:
( ) ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −=γ−γ /13pt
PR11TcmW &&
( )( )( )1PR
PRT
cmW /1/1
3pt −= γ−γ
γ−γ&& (3.6)
Kerja berguna dari siklus ( )netW& adalah sebagai berikut:
( )( )( )
( )( )( )1PR
PRTT
cm
1PRTPR
Tcm
WWW
/1/123
p0
/11/1
3p0
ctnet
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
−=
γ−γγ−γ
γ−γγ−γ
&
&
&&&
( ) ( ) ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −−=γ−γ /123p0net
PR11TTcmW && (3.7)
Efisiensi thermal dari siklus (ηT) didefinisikan sebagai
berikut:
in
netT Q
W&
&=η (3.8)
Dengan membagi (3.7) dengan (3.4) maka diperoleh
sebagai berikut:
( ) γ−γ−=η
/1TPR
11 (3.9)
Sedangkan efisiensi propulsi (ηP) pada suatu sistem
propulsi didefinisikan sebagai berikut:
out
0P W
FV&=η (3.10)
dimana
( )[ ]200
2ef0
cout VmVmm
g21W &&&& −+= (3.11)
Sedangkan efisiensi total/overall (ηO) dari suatu sistem
propulsi didefinisikan sebagai berikut:
TPO ηη=η (3.12)
BAB IV ANALISIS SIKLUS PARAMETER MESIN TURBOPROP IDEAL
Analisis siklus parameter mesin turboprop dibagi 2 (dua)
yaitu pada mesin turboprop ideal dan riil. Mesin ideal adalah
mesin sempurna karena tidak terjadi kerugian mekanis maupun
thermal. Kerugian mekanis timbul karena energi yang terlibat juga
digunakan untuk melawan gesekan yang terjadi antara dua
permukaan yang bergerak relatif misalnya terjadi di kompresor,
turbin, poros, dan gearbox. Sedangkan kerugian thermal karena
hilangnya sebagian panas misalnya terjadi di ruang bakar.
Sebaliknya mesin riil adalah mesin yang sesungguhnya
yang selalu mengalami kerugian baik kerugian mekanis maupun
thermal. Hasil analisis mesin ideal menjadi acuan bagi kinerja
mesin riil. Dengan adanya harga acuan yang jelas akan
memudahkan perancang mesin ketika melakukan riset dan
pengembangan termasuk ketika melakukan perawatan dan
perbaikan.
4.1. Energi Aliran Menurut Bernoulli energi yang terkandung di dalam aliran
compressible seperti ditunjukkan pada gambar 4.1 di bawah ini
terdiri dari: entalpi, energi potensial gravitasi, dan energi kinetik.
Gambar 4.1: Aliran Udara atau Gas di dalam Pipa
Persamaan Bernoulli untuk aliran compressible pada
suatu streamline dapat ditulis sebagai berikut:
cg2
Vgzhc
2=++ (4.1)
Dimana,
gz = energi potensial gravitasi
=c
2
g2V energi kinetik
Persamaan (4.1) dapat ditulis:
cgzhg2
Vgzh tc
2=+=++ (4.2.a)
Dimana,
c
2
t g2Vhh += (4.2.b)
(4.2.c) tpt Tch =
(4.2.d) Tch p=
Substitusi (4.2.c) dan (4.2.d) ke (4.2.b) diperoleh:
c
2
ptp g2VTcTc += (4.3)
Dari (4.3) dapat diperoleh hubungan antara temperatur
total dan temperatur statik sebagai berikut:
pc
2
t cg2VTT += (4.4)
Kemudian didefinisikan bilangan Mach adalah sebagai berikut :
RTgV
aVM
cγ== (4.5)
Persamaan (4.5) dikuadratkan dan dilakukan manipulasi
matematik akan diperoleh V2/gc sebagai berikut:
2
c
2RTM
gV
γ= (4.6)
Substitusi (4.6) ke (4.4) diperoleh:
2
pt M
c2RTTT γ
+=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ γ+= 2
pt M
c2R1TT (4.7)
Persamaan (4.7) mengandung suku γR/cp yang dapat
disederhanakan menjadi:
( )
( )p
vp
v
p
p
vpv
p
p
ccc
cc
c
cccc
cR
−=
−=
γ
1cR
p−γ=
γ (4.8)
Substitusi (4.8) ke (4.7) diperoleh:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −γ+= 2
t M2
11TT (4.9)
Hubungan antara tekanan total (Pt) dan tekanan statik (P)
dapat dinyatakan sebagai berikut:
( )1/
tt
TT
PP −γγ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= (4.10)
Substitusi (4.9) ke (4.10) diperoleh: ( )1/
2t M
211PP
−γγ
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −γ+= (4.11)
4.2. Perbandingan Tekanan dan Temperatur Total Perbandingan tekanan dan temperatur total dapat
digunakan secara ekstensif dengan cara sebagai berikut. Jika π
adalah perbandingan tekanan total yang melintasi suatu
komponen a maka π dapat ditulis sebagai berikut:
akomponenmemasukitotaltekananakomponenanmeninggalktotaltekanan
a =π (4.12)
Sedangkan τ adalah perbandingan temperatur total yang
melintasi komponen a maka:
akomponenmemasukitotaltemperaturakomponenanmeninggalktotaltemperatur
a =τ (4.13)
Komponen a adalah komponen-komponen yang terdapat
pada mesin turboprop antara lain:
d = diffuser t = turbin
c = kompresor n = nozzle
b = ruang bakar (burner)
Diagram skematik dari mesin turboprop adalah sebagai berikut:
0 2 3 4 4,5 5 9
Gambar 4.2: Diagram Skematik Mesin Turboprop
Peomoran pada gambar 4.2 artinya adalah sebagai berikut:
Titik 0 Berada di depan mesin turboprop. Pada titik 0 terjadi
aliran tidak terganggu (free stream).
Titik 2 Adalah titik dimana udara masuk ke dalam
kompresor.
Titik 3 Adalah titik dimana udara yang telah dimampatkan
kompresor kemudian masuk ke dalam ruang bakar.
Titik 4 Adalah titik dimana gas hasil pembakaran keluar dari
ruang bakar kemudian masuk ke HPT.
Titik 4,5 Adalah titik antara HPT dan LPT.
Titik 5 Adalah titik keluaran LPT.
Titik 9 Adalah titik keluaran nozzle.
Selanjutnya didefinisikan perbandingan temperatur total
ram (τr) dan perbandingan tekanan total ram (πr) sebagai berikut:
20
0
0tr M
211
TT −γ
+==τ (4.14)
( )1/20
0
0tr M
211
PP −γγ
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −γ+==π (4.15)
Rasio entalpi (τλ) didefinisikan sebagai perbandingan
entalpi pada titik keluaran ruang bakar (burner exit) dan entalpi
pada aliran udara bebas (ambient).
( )( )
0p
exitburnertp
0
exitburnert
hc
Tc
h
h==τλ (4.16)
Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
0tpc
4tpt
TcTc
=τλ (4.17)
Untuk mesin ideal, cpt = cpc, sehingga (4.17) dapat ditulis
menjadi:
0t
4t
TT
=τλ (4.18)
Dengan menggunakan (4.12) dan (4.13) dapat
didefinisikan beberapa parameter sebagai berikut:
0t
2td T
T=τ (4.19.a) tLtLt ττ=τ (4.19.i)
2t
3tc T
T=τ (4. 19.b)
0t
2td P
P=π (4.19.j)
3t
4tb T
T=τ (4.19.c)
2t
3tc P
P=π (4.19.k)
4t
5tt T
T=τ (4.19.d)
3t
4tb P
P=π (4.19.l)
7t
9tn T
T=τ (4.19.e)
4t
5tt P
P=π (4. 19.m)
4t
5.4ttH T
T=τ (4.19.f)
7t
9tn P
P=π (4.19.n)
5.4t
5tL T
T=τ (4. 19.g)
4t
5.4ttH P
P=π (4.19.o)
4
5t T
T=τ (4.19.h)
5.4t
5ttL T
T=π (4.19.p)
4.3. Asumsi pada Mesin Turboprop Ideal Mesin turboprop ideal adalah mesin turboprop sempurna
dimana dalam proses kerjanya tidak terjadi kerugian baik
kerugian mekanis maupun kerugian panas. Dengan pengertian di
atas maka pada analisis mesin turboprop ideal digunakan
asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Proses kompresi dan ekspansi di diffuser, kompresor,
turbin, dan nozzle terjadi secara isentropic (reversible,
adiabatic, dan entropi konstan) sehingga
1nd =τ=τ (4.20.a)
1nd =π=π (4.20.b)
( ) γ−γπ=τ /1cc (4.20.c)
( ) γ−γπ=τ /1tt (4.20.d)
2. Pembakaran berlangsung pada tekanan konstan (isobar)
sehingga
1b =τ (4.21)
3. Laju aliran massa bahan bakar jauh lebih kecil
dibandingkan dengan laju aliran massa udara yang
masuk ke ruang bakar sehingga dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1mm
c
f <<&
& (4.22.a)
atau
cfc mmm &&& ≅+ (4.22.b)
4. Tekanan statik di titik 0 sama besar dengan tekanan
statik di titik 9 sehingga
09 PP = (4.23)
4.4. Analisis Mesin Turboprop Ideal Thrust yang dihasilkan oleh mesin utama (core engine),
FC, didefinisikan sebagai berikut:
( ) ( )09900e9c
C PPAVmVmg1F −+−= && (4.24)
Substitusi (4.23) ke (4.24) diperoleh:
( 00e9c
C VmVmg1F && −= ) (4.25)
Dilakukan melakukan manipulasi matematik pada (4.25)
diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
0
0
0
e
0
9
c
00C a
VaV
mm
gam
F&
&& (4.26)
atau
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= 0
0
9
c
0
0
C MaV
ga
mF&
(4.27)
Suku 0
9
aV
pada persamaan (4.27) dapat dijabarkan menjadi:
90c
9c
90
9
0
9
MTRg
TRg
Maa
aV
γ
γ=
=
90
9
0
9 MTT
aV
= (4.28)
Dari (4.11) dapat diturunkan 9
9t
PP
sebagai berikut:
( )1/29
9
9t M2
11PP −γγ
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −γ+= (4.29)
Kemudian dari (4.29) dapat dilakukan manipulasi
matematik untuk mendapatkan M9 yaitu:
( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−γ
=γ−γ
1PP
12M
/1
9
9t9 (4.30)
Suku 9
9t
PP
pada (4.30) dapat dijabarkan yaitu:
5t
9t
5,4t
5t
4t
5,4t
3t
4t
2t
3t
0t
2t
0
0t
9
0
5t
5t
5,4t
5,4t
4t
4t
3t
3t
2t
2t
0t
0t
0
0
9
9t
9
9t
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
=
=
ntLtHbcdr9
0
9
9t
PP
PP
πππππππ= (4.31)
Substitusi (4.20.b), (4.21) dan (4.23) ke (4.31) diperoleh:
tLtHcr9
9t
PP
ππππ= (4.32)
Substitusi (4.32) ke (4.30) diperoleh:
( )11
2M tLtHcr9 −ττττ−γ
= (4.33)
Persamaan (4.28) mengandung suku T9/T0 yang dapat
dilakukan manipulasi matematik menjadi:
99t
09t
0
9
T/TT/T
TT
= (4.34)
Substitusi (4.14) ke (4.34) diperoleh:
( )( ) γ−γ=
/199t
09t
0
9
P/PT/T
TT
(4.35)
Suku 0
9t
TT
pada (4.35) dapat disederhanakan menjadi:
5t
9t
5,4t
5t
4t
5,4t
0
4t
5t
5t
5,4t
5,4t
4t
4t
0
9t
0
9t
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
==
ntLtH0
9t
TT
ττττ= λ (4.36)
Substitusi (4.20.a) ke (4.36) diperoleh:
tLtH0
9t
TT
τττ= λ (4.37)
Dengan menggunakan (4.32), suku (Pt9/P9)(γ-1)/γ pada
(4.35) dapat dinyatakan menjadi:
( )( )( ) γ−γ
γ−γ
ππππ=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ /1tLtHcr
/1
9
9t
PP
atau ( )
tLtHcr
/1
9
9t
PP
ττττ=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ−γ
(4.38)
Substitusi (4.37) dan (4.38) ke (4.35) diperoleh:
cr0
9
TT
τττ
= λ (4.39)
Substitusi (4.33) dan (4.39) ke (4.28) diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τττ
−τττ−γ
= λλ
crtLtH
0
9
12
aV
(4.40)
Selanjutnya persamaan (4.40) dapat ditulis menjadi:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τττ
−ττ−γ
= λλ
crt
0
9
12
aV
(4.41)
dimana
tLtHt ττ=τ (4.42)
Gambar 4.3: Analisis Energi pada Ruang Bakar
Gambar 4.3 menunjukkan diagram aliran energi pada
Ruang Bakar. Dengan menerapkan hukum termodinamika I pada
ruang bakar diperoleh persamaan keseimbangan energi sebagai
berikut:
4tpPR3tp TchfTc =+ (4.43)
Dimana,
0
f
mmf&
&= (4.44)
Dari (4.43) dapat ditentukan f sebagai berikut
( 3t4tPR
p TThc
f −= ) (4.45)
Dengan melakukan manipulasi matematik pada (4.45) diperoleh
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
2t
3t
to
2t
0
to
0
4t
PR
0p
2t
2t
to
0t
0
3t
0
4t
PR
0p
0
3t
0
4t
PR
0p
TT
TT
TT
TT
hTc
TT
TT
TT
TT
hTc
TT
TT
hTc
f
( cdrPR
0p
hc
f τττ−τΤ
= λ ) (4.46)
Substitusi (4.20.a) ke (4.46) diperoleh
( crPR
0p
hc
f ττ−τ )Τ= λ (4.47)
Gambar 4.4: Analisis Energi pada Kompresor,
Ruang Bakar, dan HPT
Gambar 4.4 menunjukkan diagram aliran energi pada
Kompresor, Ruang Bakar, dan HPT. Dengan menerapkan hukum
Termodinamika I pada HPT diperoleh persamaan keseimbangan
energi sebagai berikut:
( ) ( ) 5,4tpfctH4tpfc TcmmWTcmm &&&&& ++=+ (4.48)
Dari (4.48) dapat dinyatakan daya turbin tekanan tinggi
( )tHW& adalah sebagai berikut:
( ) ( )5.4t4tpfctH TTcmmW −+= &&& (4.49)
Substitusi (4.22.b) ke (4.49) diperoleh:
( )5.4t4tpctH TTcmW −= && (4.50)
Dengan menerapkan hukum Termodinamika I pada
kompresor diperoleh persamaan keseimbangan energi sebagai
berikut:
3tpc2tpcc TcmTcmW &&& =+ (4.51)
Daya kompresor ( )cW& dapat dinyatakan sebagai berikut:
( )2t3tpcc TTcmW −= && (4.52)
Kompresor memperoleh tenaga dari HPT, sehingga
dapat dinyatakan sebagai berikut:
ctH WW && = (4.53)
Substitusi (4.50) dan (4.52) ke (4.53) diperoleh:
2t3t5.4t4t TTTT −=− (4.54)
Persamaan (4.54) dibagi dengan Tt4 diperoleh:
4t
2t
4t
3t
4t
5.4t
TT
TT
TT1 −=− (4.55)
Dari (4.55) dapat didefinisikan rasio temperatur total pada
HPT sebagai berikut: ( tHτ )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−=
+−=τ
0
0t
0t
2t
4t
o
0
0t
0t
2t
2t
3t
4t
0
0
0
0t
0t
4t
2t
0
0
0t
0t
2t
2t
4t
3t
4t
2t
4t
3ttH
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
1
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
1
TT
TT
1
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ττ
τ−τττ
τ−=τ
λλrdrdctH
111 (4.56)
Substitusi (4.20.a) ke (4.56) diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ττ
−τττ
−=τλλ
rcrtH 1
( 11 cr
tH −τττ
−=τλ
) (4.57)
Thrust yang diproduksi oleh mesin turboprop (F) adalah
jumlah dari thrust yang diproduksi oleh baling-baling (Fprop) dan
mesin inti / core engine (FC) sehingga dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Cprop FFF += (4.58)
Persamaan (4.58) dikalikan dengan 0p0
0
TcmV
& diperoleh:
0p0
0C
0p0
0prop
0p0
0
TcmVF
TcmVF
TcmFV
&&&+= (4.59)
Jika didefinisikan suatu koefisien kerja mesin (C) sebagai
berikut:
0hcoreenginemelaluimassaaliranlaju/daya
C = (4.60)
Dengan menerapkan definisi (4.60) ke dalam (4.59)
dapat dinyatakan koefisien – koefisien kerja mesin sebagai
berikut:
0p0
0tot Tcm
FVC
&= (4.60.a)
0p0
0propprop Tcm
VFC
&= (4.60.b)
0p0
0CC Tcm
VFC&
= (4.60.c)
Substitusi (4.60.a), (4.60.b), dan (4.60.c) ke (4.59) diperoleh:
Cproptot CCC += (4.61)
Substitusi (4.27) ke (4.60.c) diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= 0
0
9
0pc
00 MaV
TcgaV
Cc (4.62)
Pada (4.62) mengandung suku 0pc
00
TcgaV
yang dapat
disederhanakan menjadi:
00pc
0c
0
0
0pc
20
0
0
0pc
00
0pc
00
MTcgTRg
aV
Tcga
aa
TcgaV
TcgaV
γ=
=
=
0p0pc
00 McR
TcgaV γ
= (4.63)
Substitusi (4.12) ke (4.63) diperoleh:
( ) 00pc
00 M1Tcg
aV−γ= (4.64)
Substitusi (4.64) ke (4.62) diperoleh:
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−γ= 0
0
90 M
aV
M1Cc (4.65)
Gambar 4.5: Analisis Energi pada LPT
Gambar 4.5 menunjukkan diagram aliran energi pada
LPT. Dengan menerapkan hukum termodinamika I pada LPT
diperoleh persamaan keseimbangan energi sebagai berikut:
( ) ( ) 5tpfCtL5,4tpfC TcmmWTcmm &&&&& ++=+ (4.66)
Daya turbin tekanan rendah ( )tLW& dapat dinyatakan dari
(4.66) yaitu:
( ) ( )5t5,4tpfCtL TTcmmW −+= &&& (4.67)
Substitusi (4.22.b) ke (4.67) diperoleh:
( )5t5,4tpCtL TTcmW −= && (4.68)
Propeller memperoleh tenaga dari turbin tekanan rendah
(LPT) sehingga daya propeller ( )propW& adalah daya yang
dihasilkan LPT dikurangi kerugian aerodinamika yang
didefinisikan sebagai berikut:
tLpropprop WW && η= (4.69)
Dengan menggunakan pengertian dari sisi yang lain,
daya propeller dapat didefinisikan sebagai berikut:
0propprop VFW =& (4.70)
Dari (4.69) dan (4.70) dapat didefinisikan:
(4.71) tLprop0prop WVF &η=
Substitusi (4.71) ke (4.60.b) diperoleh:
0p0
tLpropprop Tcm
WC
&
&η= (4.72)
Substitusi (4.68) ke (4.72) diperoleh:
( )0p0
5t5,4tpCpropprop Tcm
TTcmC
&
& −η= (4.73)
Dengan menyatakan bahwa:
0C mm && = (4.74)
Maka (4.73) dapat ditulis sebagai berikut:
( )
( )tLtHtHprop
5,4t
5t
4t
5,4t
0
4t
4t
5,4t
0
4tprop
5,4t
5,4t
4t
4t
0
5t
4t
4t
0
5,4tprop
0
5t5.4tpropprop
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TTTC
τττ−ττη=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−η=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−η=
−η=
λλ
( )tLtHpropprop 1C τ−ττη= λ (4.75)
Dari (4.60.a) dapat dinyataan gaya dorong spesifik ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
0mF&
sebagai berikut:
0
0ptot
0 VTcC
mF
=&
atau
00
0ptot
0 aMTcC
mF
=&
(4.76)
Konsumsi bahan bakar spesifik - gaya dorong (S)
didefinisikan sebagai berikut:
0m/FfS&
= (4.77)
Dari (3.9) diperoleh efisiensi thermal adalah:
( ) γ−γ−=η
/1TPR
11 (3.9)
Pada pembahasan ini yaitu pada mesin turboprop,
perbandingan tekanan / pressure ratio (PR) adalah:
0
3t
PP
PR =
Maka
( )( )γ−γ
γ−γ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
1
0
3t1
PP
PR (4.78)
Substitusi (4.78) ke (3.9) diperoleh:
0t
0
2t
0t
3t
2t
2t
2t
0t
0t
3t
0
3t
0T
TT
TT
TT
1
TT
TT
TT
1
TT
1
−=
−=
−=η
rdc
T1111τττ
−=η (4.79)
Substitusi (4.20.b) ke (4.79) diperoleh:
crT
11ττ
−=η (4.80)
Didefinisikan efisiensi total ( )Oη adalah sebagai berikut:
inO Q
W&
&=η (4.81)
Daya berguna yang dihasilkan sistem propulsi ( )W& dapat
dinyatakan sebagai berikut:
(4.82) 0FVW =&
Substitusi (4.60.a) ke (4.82) diperoleh:
(4.83) 0p0tot TcmCW && =
Laju kalor yang masuk ke dalam sistem propulsi ( )inQ&
dapat dinyatakan sebagai berikut:
(4.84) PRfin hmQ && =
Substitusi (4.44) dan (4.47) ke (4.84) diperoleh:
( )cr0p0in TcmQ ττ−τ= λ&& (4.85)
Substitusi (4.83) dan (4.85) ke (4.81) diperoleh:
cr
totO
Cττ−τ
=ηλ
(4.86)
Efisiensi total (ηO) adalah perkalian antara efisiensi
thermal (ηT) dan efisiensi propulsi (ηP) sehingga dapat ditulis
sebagai berikut:
PTO ηη=η (3.12)
Sehingga dari (3.12) dapat dinyatakan efisiensi propulsi
(ηP) sebagai berikut:
T
0P η
η=η (4.87)
Contoh soal 4.1:
Sebuah mesin turboprop bekerja pada kondisi di bawah ini:
8,0M0 = [ ]K1370T o4t =
[ ]K240T o0 = 40dengansampai18c =π
4,1=γ 4,0t =τ
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡=
KkgJ10004cop 83,0prop =η
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
kgJ42800000hPR 1gc =
Tentukan plot grafik S v.s πC, 0m
F&
v.s πC, f v.s πC, ηT v.s πC, ηP v.s
πC, ηO v.s πC , CC v.s πC , Cprop v.s πC, dan Ctot v.s πC
Pemrograan dalam MATLAB terdapat pada lampiran 3.
Setelah program dijalankan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 4.6: Plot grafik f v.s πC pada Mesin Turboprop Ideal
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa semakin besar harga
πC menyebabkan semakin kecil konsumsi bahan bakar yang
dibutuhkan oleh mesin. Hal ini disebabkan oleh karena udara
yang masuk ke dalam ruang bakar memiliki temperatur yang
cukup tinggi sehingga efisiensi pembakaran sudah cukup tinggi.
Hal ini dikuatkan dengan grafik efisiensi thermal pada gambar 4.9
yang menunjukkan bahwa kenaikan harga πC menyebabkan
bertambahnya efisiensi thermal. Grafik CC pada gambar 4.10 juga
menguatkan argumen ini karena dengan semakin bertambahnya
πC menyebabkan daya mesin juga bertambah.
Gambar 4.7: Plot grafik 0m
F&
v.s πC pada Mesin Turboprop Ideal
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa semakin besar harga
πC menyebabkan semakin kecil specific thrust. Hal ini disebabkan
oleh karena dengan bertambahnya harga πC menyebabkan
massa udara yang masuk ke dalam mesin juga semakin besar
sehingga menyebabkan specific thrust turun.
Gambar 4.8: Plot grafik S v.s πC pada Mesin Turboprop Ideal
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa semakin besar harga
πC menyebabkan semakin kecil harga S. Hal ini menunjukkan
efisiensi mesin semakin besar sebab jumlah bakan bakar yang
dimasukkan ke dalam mesin semakin kecil sedangkan thrust
yang dihasilkan mesin tidak mengalami penurunan setajam
penurunan jumlah konsumsi bahan bakar. Argumen ini juga
dikuatkan oleh grafik pada gambar 4.9 yang menunjukkan
peningkatan harga πC menyebabkan efisiensi total mesin
semakin membaik.
Gambar 4.9: Plot grafik ηT v.s πC, ηP v.s πC, dan ηO v.s πC pada
Mesin Turboprop Ideal
Gambar 4.10: Plot grafik CC v.s πC , Cprop v.s πC, dan Ctot v.s πC
pada Mesin Turboprop Ideal
Gambar 4.9 dan gambar 4.10 menunjukkan bahwa
semakin besar harga πC menyebabkan semakin kecil efisiensi
propulsi dan harga Cprop. Hal ini disebabkan oleh karena dengan
bertambahnya harga πC menyebabkan massa bahan bakar yang
masuk ke mesin semakin berkurang seperti ditunjukkan oleh
grafik pada gambar 4.6 sehingga thrust yang dihasilkan mesin
juga berkurang.
BAB V ANALISIS SIKLUS PARAMETER MESIN TURBOPROP RIIL
5.1. Pendahuluan Mesin turboprop riil adalah mesin sesungguhnya atau
mesin yang ada dalam kenyataan. Mesin ini bekerja tidak
sempurna seperti halnya pada mesin turboprop ideal. Dalam
proses kerjanya mesin ini mengalami beberapa kerugian baik
kerugian mekanis maupun kerugian panas (thermal). Kerugian
mekanis terjadi di kompresor, turbin, poros, dan gear box
sedangkan kerugian panas terjadi di diffuser, ruang bakar, dan
nozzle. Dengan demikian maka asumsi-asumsi yang diterapkan
pada turboprop mesin ideal (4.20.a, b, c, d), (4.21), (4.22.a, b),
dan (4.230) tidak dapat diberlakukan pada analisis mesin
turboprop riil.
Mesin ideal walaupun sifatnya hanya khayalan saja
namun penting dalam perancangan mesin propulsi sebab kinerja
mesin ideal dapat dijadikan acuan bagi analisis kinerja mesin riil.
Pada saat perancang melakukan riset dan pengembangan pada
mesin riil, perancang dapat selalu melihat kinerja mesin ideal
sebagai nilai acuan.
Pada uraian selanjutnya langsung dilakukan beberapa
penurunan rumus-rumus yaitu dimulai dari thrust. Thrust yang
diproduksi oleh mesin turboprop diperoleh dari dua bagian mesin
yaitu mesin utama (core engine) dan baling-balingnya.
5.2. Analisis Mesin Turboprop Riil Thrust yang dihasilkan oleh mesin utama, FC,
didefinisikan di (4.24) yaitu:
( ) ( )0990099c
C PPAVmVmg1F −+−= && (4.24)
Persamaan (4.24) dibagi dengan dan dilakukan
manipulasi matematik diperoleh persamaan di bawah ini:
0m&
( ) ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
−+−=
9
0
0
99
0
0
0
9
0
9
c
0
090
90099
0
0
0c0
C
PP
1m
PAaV
aV
mm
ga
PPmA
VmVmaa
mg1
mF
&&
&
&&&
&&
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
9
0
0
990
0
9
0
9
c
0
0
C
PP
1m
PAM
aV
mm
ga
mF
&&
&
& (5.1)
Suku ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
9
0
0
99
PP
1m
PA&
pada (5.1) dapat dijabarkan menjadi:
( )[ ]
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
γ=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
γγ
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
ρ=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
9
0
9c0
20
00
99
0
9
9
0
0c00
0c00
9
99
0
9
9
0
9
99
0
9
9
0
9999
9
0
9
9
0
999
99
0
9
9
0
0
99
PP
1Vg
aTRTR
mm
PP
1TgRTgR
VTR
mm
PP
1V
TRmm
PP
1VTR/P
Pmm
PP
1VA
PAmm
PP
1m
PA
&
&
&
&
&
&
&
&
&
&
&
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ
−=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
0
90
09
09
0
9
0
9
c
0
9
0
0
99 P/P1a/VT/T
RR
mm
ga
PP
1m
PA&
&
& (5.2)
Suku 0
9
mm&
& pada (5.2) dapat dinyatakan menjadi:
f1mm
0
9 +=&
& (5.3)
Substitusi (5.3) dan (5.2) ke (5.1) diperoleh:
( )⎢⎣
⎡−+= 0
0
9
c
0
0
C MaV
f1ga
mF&
( ) ⎥⎦
⎤γ
−++
c
90
09
09
c
t P/P1a/VT/T
RR
f1 (5.4)
Substitusi (5.4) ke (4.60.c) diperoleh:
( )⎢⎣
⎡−+= 0
0
9
c
0
0pc
0C M
aV
f1ga
TcV
C
( ) ⎥⎦
⎤γ
−++
c
90
09
09
c
t P/P1a/VT/T
RR
f1 (5.5)
Suku c
0
0pc
0
ga
TcV
pada (5.5) dapat disederhanakan menjadi:
0c0pc
0cc
0
0
c0pc
20
0
0
c
0
0pc
0
c
0
0pc
0
MgTcTRg
aV
gTca
aa
ga
TcV
ga
TcV
γ=
=
=
0pc
c
c
0
0pc
0 Mc
Rga
TcV γ
= (5.6)
Substitusi (4.8) ke (5.6) diperoleh:
( ) 0cc
0
0pc
0 M1ga
TcV
−γ= (5.7)
Substitusi (5.7) ke (5.5) diperoleh:
( ) ( )⎢⎣
⎡−+−γ= 0
0
90cC M
aV
f1M1C
( ) ⎥⎦
⎤γ
−++
c
90
09
09
c
t P/P1a/VT/T
RR
f1 (5.8)
Suku 0
9
aV
pada (5.8) dapat dijabarkan menjadi:
29
2
0
9
2
0
992
0
9
Maa
aMa
aV
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
29
0cc
9tt2
0
9 MTRTR
aV
γγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (5.9)
Dari (4.30) dapat dinyatakan adalah sebagai berikut: 29M
( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−γ
=γ−γ
1PP
12M
tt /1
9
9t
t
29 (5.10)
Perbandingan tekanan total dan tekanan statik di titik 9
telah didefinisikan pada (4.31) sebagai berikut:
ntLtHbcdr9
0
9
9t
PP
PP
πππππππ= (4.31)
Untuk menentukan , 9M9
9t
PP
, dan 9
0
PP
, langkah pertama
adalah mendefinisikan 90 PP = sehingga (4.31) menjadi:
ntLtHbcdr0
9t
PP
πππππππ= (5.11)
Langkah selanjutnya menghitung , 9M9
9t
PP
, dan 9
0
PP
dengan mengikuti prosedur di bawah ini:
Nozzle dalam keadaan tercekik (choked) Persamaan
Persyaratan
yang harus
dipenuhi adalah
( )1t
0
9ttt
21
PP −γγ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ> (5.12)
9M M9 = 1 (5.13)
9
9t
PP
( )1
t
9
9ttt
21
PP −γγ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ= (5.14)
9
0
PP
o9t
99t
9
0
PPPP
PP
= (5.15)
Nozzle dalam keadaan tidak tercekik
(unchoked) Persamaan
Persyaratan
yang harus
dipenuhi adalah
( )1t
0
9ttt
21
PP −γγ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤ (5.16)
9M ( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−γ
=γ−γ
1PP
12M
tt 1
0
9t
t9 (5.17)
9
9t
PP
0
9t
9
9t
PP
PP
= (5.18)
9
0
PP
1PP
9
0 = (5.19)
Suku 0
9
TT
pada (5.9) dapat dikembangkan menjadi:
99t
09t
0
9
T/TT/T
TT
= (5.20)
Substitusi (4.10) ke (5.20) diperoleh:
( )( ) tt /199t
09t
0
9
P/P
T/TTT
γ−γ= (5.21)
Suku 0
9t
TT
pada (5.21) dapat dikembangkan menjadi:
5t
9t
5,4t
5t
4t
5,4t
0
4t
5t
5t
5,4t
5,4t
4t
4t
0
9t
0
9t
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
TT
=
=
ntLtH0
9t
TT
ττττ= λ (5.22)
Substitusi (5.22) ke (5.20) diperoleh
( )( ) tt /1
99t
ntLtH
0
9
P/PTT
γ−γλ ττττ
= (5.23)
Substitusi (5.23) dan (5.10) ke (5.9) diperoleh
( )
( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−γττττ
γγ
=γ−γ−
λtt 1
9
9t
t
ntLtH
c
t
c
t
0
9
PP
11R
R2
aV (5.24)
Gambar 5.1: Analisis Energi pada Ruang Bakar
Gambar 5.1 menunjukkan diagram aliran energi pada
ruang bakar. Dengan menerapkan hukum Termodinamika I pada
ruang bakar diperoleh persamaan keseimbangan energi sebagai
berikut:
4tpt4PRfb3tpc0 TcmhmTcm &&& =η+ (5.25)
Persamaan (5.25) dibagi dengan diperoleh: 0pc0 Tcm&
( ) λτ+=η
+ττ f1Tc
hf
0pc
PRbcr (5.26)
Dengan melakukan manipulasi matematik (5.26) diperoleh:
( ) λ
λ
τ−Τ
ηττ−τ
=
0pc
PRb
cr
ch
f (5.27)
Gambar 5.2: Analisis Energi pada Kompresor,
Ruang Bakar, dan HPT
Gambar 5.2 menunjukkan diagram aliran energi pada
Kompresor, Ruang Bakar, dan HPT. Dengan menerapkan hukum
Termodinamika I pada Kompresor dan HPT diperoleh persamaan
keseimbangan energi sebagai berikut:
( ) ( )5,4t4tpt4mH2t3tpc0 TTcmTTcm −η=− && (5.28)
Persamaan (5.28) dibagi dengan menghasilkan: 0pc0 Tcm&
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+η=−
0
5,4t
0
4t
pc
ptmH
0
2t
0
3t
TT
TT
cc
f1TT
TT
(5.29)
Persamaan (5.29) dapat ditulis menjadi:
( ) ( ) ( tHpc
ptmHcr 1
cc
f11 τ−τ+η=−ττ λ ) (5.30)
Dengan melakukan manipulasi matematik pada (5.30) diperoleh:
( ) ( 1cc
f111 c
r
pt
pc
mHtH −τ
ττ
+η−=τ
λ) (5.31)
Gambar 5.3: Analisis Energi pada LPT
Gambar 5.2 menunjukkan diagram aliran energi pada
LPT. Dengan menerapkan hukum Termodinamika I pada LPT
diperoleh persamaan keseimbangan energi sebagai berikut:
( ) tL5t5.4tpt5.4mL WTTcm && =−η (5.32)
Daya yang digunakan untuk memutar baling-baling
adalah daya yang dihasilkan LPT dikurangi kerugian mekanis di
gear box sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
gtLprop WW η= && (5.33)
Persamaan (5.33) dapat ditulis menjadi:
g
proptL
WW
η=
&& (5.34)
Substitusi (5.34) ke (5.32) diperoleh:
( )g
prop5t5.4tpt5.4mL
WTTcm
η=−η
&& (5.35)
Persamaan (5.35) dapat ditulis menjadi:
( )5t5.4tpt5.4mLgprop TTcmW −ηη= && (5.36)
Substitusi (5.36) dan (4.70) ke (4.60.b) diperoleh:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−ηηη=
0
5t
0
5,4t
pc
pt
0
5,4mLgpropprop T
TT
Tcc
mm
C&
& (5.37)
Substitusi (5.3) ke (5.37) diperoleh:
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+ηηη=
0
5t
0
5,4t
pc
ptmLgpropprop T
TT
Tcc
f1C
( ) ( )tLtHpc
ptmLgpropprop 1
cc
f1C τ−ττ+ηηη= λ (5.38)
Dari (4.60.a) dapat didefinisikan sebagai berikut:
0
0pctot
0 VTcC
mF
=&
(5.39)
Thrust specific fuel consumption dirumuskan sebagai berikut:
0mFfS&
= (5.40)
Sedangkan daya berguna ( )W& yang dihasilkan sistem
propulsi dirumuskan sebagai berikut:
0FVW =& (5.41)
Efisiensi total (ηO) menunjukkan kemampuan mesin
untuk merubah energi kimia yang terkandung di dalam bahan
bakar menjadi energi berguna, sehingga efisiensi total dapat
dinyatakan sebagai berikut
inO Q
W&
&=η (4.81)
Substitusi (4.82) ke (4.81) diperoleh:
PRf
0O hm
FV&
=η (5.42)
Substitusi (4.60.a) ke (5.42) diperoleh
PRf
tot0pc0O hm
CTcm&
&=η
PR
tot0pcO hf
CTc=η (5.43)
Efisiensi propulsi (ηP) menunjukkan perbandingan antara
energi berguna terhadap perubahan energi kinetik yang
dihasilkan sistem propulsi, sehingga efisiensi propulsi dapat
dinyatakan sebagai berikut:
( )
( )
c0pc0
2
0
02
0
9
0
9c0c0
prop
prop
tot
c0pc0
2
0
02
0
9
0
9200
prop
prop
tot
c0pc0
200
299
0pc0
prop
tot
c
200
299
prop
tot0pc0P
gTcm2
aV
aV
mm
gRTmC
C
gTcm2
aV
aV
mm
amC
C
gTcm2VmVm
TcmW
Cg2
VmVmW
CTcm
&
&
&&
&
&
&&
&
&&
&
&
&&&
&
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ
+η
=
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
+η
=
−+
=
−+
=η
pc
2
0
02
0
9
0
9c
prop
prop
tot
c2
aV
aV
mm
RC
C
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ
+η
=
&
&
( )⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−γ+
η
=η20
2
0
9c
prop
prop
totP
MaVf1
21C
C (5.44)
Contoh soal 5.1:
Sebuah mesin Turboprop bekerja pada kondisi di bawah ini:
8,0M0 = 98,0maxd =π
[ ]K240T o0 = 95,0b =π
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
kgJ42800000hPR
97,0n =π
[ ]K1370T o4t = 90,0ec =
5,0t =τ 89,0etH =
40dengansampai18c =π 91,0etL =
1gc = 96,0b =η
4,1c =γ 97,0g =η
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡=
KkgJ1004c0pc
89,0mH =η
35,1t =γ 95,0mL =η
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡=
KkgJ1008c 0pt
83,0prop =η
Tentukan plot grafik S v.s πC, 0m
F&
v.s πC, f v.s πC, ηT v.s πC, ηP
v.s πC, ηO v.s πC , CC v.s πC , Cprop v.s πC, dan Ctot v.s πC
Pemrograman dalam MATLAB terdapat pada lampiran 5.
Setelah program dijalankan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 5.4: Plot grafik f v.s πC pada mesin riil
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa semakin besar harga
πC menyebabkan semakin kecil konsumsi bahan bakar yang
dibutuhkan oleh mesin. Hal ini disebabkan oleh karena udara
yang masuk ke dalam ruang bakar memiliki temperatur yang
cukup tinggi sehingga efisiensi pembakaran sudah cukup tinggi.
Hal ini dikuatkan dengan grafik efisiensi thermal pada gambar 5.7
yang menunjukkan bahwa kenaikan harga πC menyebabkan
bertambahnya efisiensi thermal. Grafik CC pada gambar 5.8 juga
menguatkan argumen ini karena dengan semakin bertambahnya
πC menyebabkan daya mesin juga bertambah.
Gambar 5.5: Plot grafik 0m
F&
v.s πC pada mesin riil
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa semakin besar harga
πC menyebabkan semakin kecil specific thrust. Hal ini disebabkan
oleh karena dengan bertambahnya harga πC menyebabkan
massa udara yang masuk ke dalam mesin juga semakin besar
sehingga menyebabkan specific thrust turun.
Gambar 5.6: Plot grafik S v.s πC pada mesin riil
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa semakin besar harga
πC menyebabkan semakin besar harga S. Hal ini menunjukkan
efisiensi mesin mengecil sebab jumlah bakan bakar yang
dimasukkan ke dalam mesin semakin kecil sedangkan thrust
yang dihasilkan mesin tidak mengalami penurunan lebih tajam
daripada penurunan jumlah konsumsi bahan bakar. Argumen ini
juga dikuatkan oleh grafik pada gambar 4.9 yang menunjukkan
peningkatan harga πC menyebabkan efisiensi total mesin
mengecil.
Gambar 5.7: Plot grafik ηT v.s πC, ηP v.s πC,
dan ηO v.s πC pada mesin riil
Gambar 5.8: Plot grafik CC v.s πC , Cprop v.s πC,
dan Ctot v.s πC pada mesin riil
BAB VI OPTIMALISASI PERBANDINGAN EKSPANSI DI LPT
Optimalisasi ini bertujuan untuk mendapatkan
perbandingan ekspansi yang optimal terhadap thrust. Setelah
diperoleh perbandingan ekspansi optimal akan dapat ditentukan
berapa jumlah tingkat pada kompresor dan turbin yang sebaiknya
digunakan dalam perancangan sistem propulsi. Berkaitan dengan
upaya ini marilah kita perhatikan persamaan (4.60.a) di bawah
ini:
0p0
0tot Tcm
FVC
&= (4.60.a)
Dari (4.60.a) dapat disimpulkan bahwa untuk menda-
patkan yang optimal dapat dilakukan dengan cara mencari
harga C
0m/F &
tot optimal atau dapat dinyatakan sebagai berikut:
0C
tL
tot =τ∂
∂ (6.1)
Selanjutnya dilakukan optimalisasi perbandingan eks-
pansi di LPT untuk mesin turboprop ideal dan riil.
6.1. Mesin Turboprop Ideal Perhatikan koefisien-koefisien di bawah ini yang telah
diturunkan pada bab sebelumnya:
Cproptot CCC += (4.61)
( )( )1PRTcmW /11pc −= γ−γ&& (4.75)
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−γ= 0
0
90 M
aV
M1Cc (4.65)
Selanjutnya, substitusi (4.65) dan (4.70) ke (4.61) diperoleh:
( ) ( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−γ+τ−ττη= λ 0
0
90tLtHproptot M
aV
M11C (6.2)
Kemudian (6.2) dideferensialkan terhadap tLτ diperoleh:
( ) 0aV
M1C
0
9
tL0tHprop
tL
tot =⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂
×−γ+ττη−=τ∂
∂λ (6.3)
Dari (6.3) dapat ditentukan ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂
0
9
tL aV
sebagai berikut:
( ) 0
tHprop
0
9
tL M1aV
−γττ
η=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂ λ (6.4)
Dengan menggunakan dalil rantai maka ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂
0
9
tL aV
dapat dinyatakan sebagai berikut:
( )( )[ ]
( )[ ]tL
209
209
09
0
9
tL
a/V
a/V
a/VaV
τ∂∂
∂
∂=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂ (6.5)
Dimana
( )( )[ ]
( )( ) ( )0909
092
09
09
a/Va/V2a/V
a/V
a/V∂
∂=
∂
∂
( )( )[ ] ( )09
209
09
a/V21
a/V
a/V=
∂
∂ (6.6)
Sebelumnya 0
9
aV
sudah diturunkan di (4.40) yaitu:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τττ
−τττ−γ
= λλ
crtLtH
0
9
12
aV (4.40)
Persamaan (4.40) dikuadratkan akan diperoleh sebagai berikut:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τττ
−τττ−γ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ λλ
crtLtH
2
0
9
12
aV
(6.7)
Selanjutnya (6.7) dideferensialkan terhadap tLτ diperoleh
( )[ ]( )12a/V tH
tL
209
−γττ
=τ∂
∂ λ (6.8)
Substitusi (6.4), (6.6), dan (6.8) ke (6.5) diperoleh
( ) ( ) 0
tHprop
09
tH
M1a/V1
1 −γττ
η=−γττ λλ (6.9)
Dari (6.9) dapat ditentukan 0
9
aV sebagai berikut
prop
0
0
9 MaV
η= (6.10)
Substitusi (6.10) ke (6.7) diperoleh
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τττ
−τττ−γ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
ηλ
λcr
tLtH
2
prop
0
12M (6.11)
Dari (6.11) dapat ditentukan perbandingan ekspansi
optimal di LPT (τtL*) sebagai berikut:
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
η−γ
+τττ
ττ=τ λ
λ
2
prop
0
crtHtL
M2
11* (6.12)
Contoh soal 6.1: Dari contoh soal 4.1 dapat ditentukan (τtL*)
dengan pemrograman Matlab di bawah ini:
Setelah
G
dihitung
soal 6.1
untuk m
TotL_o_p = (Tolamda./(Tor*Toc)+((Gamma- ...
1)/2)*(M0/etaprop)^2)./ ...
(Tolamda*TotH);
plot(Phic,TotL,':',Phic, TotL_o_p)
XLABEL('Phi_c')
YLABEL('TotL')
legend('TotL',' TotL_o_p')
program dijalankan diperoleh hasil sebagai berikut:
ambar 6.1: tLτ v.s. cπ pada Mesin Turboprop Ideal
Gambar 6.1 menunjukkan hasil perhitungan τtL yang telah
pada contoh soal 4.1 dan τtL* yang dihitung pada contoh
. Gambar 6.2 menunjukkan hasil perhitungan τtL* saja
esin ideal.
Gambar 6.2: *tLτ v.s. cπ pada Mesin Turboprop Ideal
6.2. Mesin Turboprop Riil Koefisien kerja mesin pada propeller (Cprop) yang telah
diturunkan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
( ) ( )tLtHpc
ptmLgpropprop 1
cc
f1C τ−ττ+ηηη= λ (5.38)
Sedangkan koefisien kerja mesin pada aliran inti (CC)
yang telah didefinisikan pada (5.8), untuk P9=P0 dapat
disederhanakan menjadi:
( ) ( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−+−γ= 0
0
90cC M
aV
f1M1C (6.13)
Substitusi (5.38) dan (6.13) ke (4.61) diperoleh:
( ) ( )tLtHpc
ptmLgproptot 1
cc
f1C τ−ττ+ηηη= λ
( ) ( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−+−γ+ 0
0
90c M
aVf1M1 (6.14)
Persamaan (6.14) dideferensialkan terhadap τtL diperoleh:
( ) tHpc
ptmLgprop
tL
tot
cc
f1C
ττ+ηηη−=τ∂
∂λ
( )( ) 0aVMf11
0
9
tL0c =⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂
×+−γ+ (6.15)
Dari (6.15) dapat dinyatakan ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂
0
9
tL aV
sebagai berikut:
( ) 0c
tH
pc
ptmLgprop
0
9
tL M1cc
aV
−γττ
ηηη=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τ∂∂ λ (6.16)
Pada (5.24) telah diturunkan 0
9
aV
sebagai berikut:
( )
( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−γττττ
γγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ−γ−
λtt 1
9
9t
t
ntLtH
c
t
c
t2
0
9
PP1
1RR2
aV (5.24)
Untuk P9=P0 maka (4.31) dapat ditulis sebagai berikut:
ntLtHbcdr9
9t
PP
πππππππ= (6.17)
Substitusi (6.17) ke (5.24) diperoleh
( ) ( ) ( )[ ]
( ) ( )( ) ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
πππππππ
τ−τ
−γτττ
γγ
=
πππππππ−−γ
ττττγγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
γ−γλ
γ−γ−λ
tt
tt
1ntLtHbcdr
tLtL
t
ntH
c
t
c
t
1ntLtHbcdr
t
ntLtH
c
t
c
t2
0
9
1RR2
11R
R2aV
( ) ( )( )⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
ππΠ
τ−τ
−γτττ
γγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ−γ
λtt 1
tLtH
tLtL
t
ntH
c
t
c
t2
0
9
1RR2
aV (6.18)
Dimana
( )( ) tt 1nbcdr
γ−γπππππ=Π (6.19)
Menggunakan pengertian efisiensi politropik maka dapat
dinyatakan beberapa perumusan di bawah ini: ( ) tHtt e/1
tH1
tH τ=π γ−γ (6.20.a)
( ) tLtt e/1tL
1tL τ=π γ−γ (6.20.b)
Substitusi (6.20.a dan b) ke (6.18) diperoleh:
( ) ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
ττΠ
τ−τ
−γτττ
γγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ λtLtH e/1
tLe/1
tH
tLtL
t
ntH
c
t
c
t2
0
9
1RR2
aV
( )( )
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡τ
Πτ
−τ−γτττ
γγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −−−
λ tLtLtH
e/e1tL
e/1tH
tLt
ntH
c
t
c
t2
0
9
1RR2
aV (6.21)
Persamaan (6.21) dideferensialkan terhadap τtL diperoleh:
( )[ ]( )1R
R2a/V
t
ntH
c
t
c
t
tL
209
−γτττ
γγ
=τ∂
∂ λ
( )⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Πττ−
+×−− tLtH e/1
tLe/1
tH
tL
tL
ee11 (6.22)
Substitusi (6.6), (6.16), dan (6.22) ke (6.5) diperoleh:
( )( )( )
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Πττ−
+−γ
τττγγ −−
λtLtH e/1
tLe/1
tH
tL
tL
09t
ntH
c
t
c
t
ee11
a/V1RR
( ) 0c
tH
pc
ptmLgprop M1c
c−γττ
ηηη= λ (6.23)
Dari (6.23) dapat dinyatakan 0
9
aV
sebagai berikut:
( )( ) mLgprop
0n
t
c
pt
pc
c
t
c
t
0
9 M11
cc
RR
aV
ηηητ
−γ−γ
γγ
=
( )⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Πττ−
+×−− tLtH e/1
tLe/1
tH
tL
tL
ee11 (6.24)
Persamaan (6.24) dikuadratkan kemudian disubstitusikan
ke (6.21) diperoleh:
( )( )
( )
( )( ) ( )25.6
1RR2
ee11
M11
cc
RR
aV
tLtLtH
tLtH
e/e1tL
e/1tH
tLt
ntH
c
t
c
t
2e/1tL
e/1tH
tL
tL
2
mLgprop
0n
t
c
pt
pc
c
t
c
t2
0
9
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡τ
Πτ
−τ−γτττ
γγ
=
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Πττ−
+×
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
ηηητ
−γ−γ
γγ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
−−−
λ
−−
atau
( )
( ) ( )
( ) ( )26.6e
e11
M1cc
RR
121
2e/1tL
e/1tH
tL
tL
2
mLgprop
0c
pt
pc
tH
n
c
t
c
t
t
e/e1tL
e/1tH
tL
tLtH
tLtLtH
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Πττ−
+
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
ηηη−γ
τττ
γγ
−γ=
τΠ
τ−τ
−−
λ
−−−
Dari (6.26) didapatkan perbandingan ekspansi optimal di
LPT (τtL*) adalah sebagai berikut:
( )
( ) ( )27.6e
e11A
*
2e/1tL
e/1tH
tL
tL
e/e1tL
e/1tH
tL
tLtH
tLtLtH
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡
Πττ−
++
τΠ
τ=τ
−−
−−−
dimana
( )
( ) ( )28.6M
1cc
RR
121A
2
mLgprop
0c
pt
pc
tH
n
c
t
c
t
t
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
ηηη−γ×
τττ
γγ
−γ=
λ
Contoh soal 6.2: Dari contoh soal 5.1 dapat ditentukan (τtL*)
dengan pemrograman Matlab di bawah ini:
Phi=(Phir*Phid.*Phic*Phib*Phin).^ ...
((Gammat-1)/Gammat);
A=(1/(2*(Gammat-1)))*(Gammat/Gammac)*...
(Rt/Rc)*(Ton./(Tolamda*TotH))* ...
((cpc/cpt)*(Gammac-1)*M0/ ...
(etaprop*etag*etamL))^2;
B=(1+((1-etL)/etL).*TotH.^- ...
(1/etH).*TotL.^-(1/etL)./Phi).^2;
TotL_o_p=((TotH.^-(1/etH)./Phi).*TotL.^ ...
-((1-etL)/etL))+A.*B;
plot(Phic,TotL,':',Phic, TotL_o_p)
XLABEL('Phi_c')
YLABEL('TotL')
legend('TotL',' TotL_o_p')
Setelah program dijalankan diperoleh hasil sebagai berikut:
Gambar 6.3: tLτ v.s. cπ pada Mesin Riil
Gambar 6.4: *tLτ v.s. cπ pada Mesin Riil
Gambar 6.3 menunjukkan hasil perhitungan τtL* yang
telah dihitung pada contoh soal 5.1 dan τtL* yang dihitung pada
contoh soal 6.2. Gambar 6.4 menunjukkan hasil perhitungan τtL*
saja untuk mesin riil.
BAB VII ANALISIS KINERJA MESIN TURBOPROP
Permasalahan yang muncul di lapangan berkaitan
dengan masalah mesin propulsi pesawat terbang adalah
keterbatasan data dimana data yang tersedia hanya pada kondisi
terbang tertentu saja. Sedangkan kebutuhan analisis kinerja
engine mencakup semua kondisi terbang.
Sebenarnya kalau diupayakan data engine pada
beberapa kondisi terbang, upaya tersebut masih memungkinkan
tapi akan banyak memakan biaya sehingga tidak efisien dari segi
biaya. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah analisis
kinerja engine pada suatu kondisi terbang tertentu dengan
diberikan data minimal yaitu data untuk satu kondisi terbang saja.
7.1. Parameter Laju Aliran Massa Mesin turbin gas menggunakan udara dan gas sebagai
fluida kerja. Laju aliran massa udara dan gas dapat dinyatakan
dengan rumus di bawah ini:
VAm ρ=& (7.1)
Sifat-sifat udara dan gas dapat didekati dengan
pendekatan gas ideal sehingga belaku persamaan di bawah ini:
RTP ρ= (7.2)
Dari (7.2) dapat dinyatakan ρ sebagai berikut:
RTP
=ρ (7.3)
Substitusi (7.3) ke (7.1) diperoleh:
VARTPm =& (7.4)
Persamaan (7.4) dibagi dengan A kemudian dijabarkan
lagi sehingga diperoleh:
RT
gP
RTgV
g
gV
RTP
VRTP
Am
c
c
c
c
γ
γ=
γ
γ=
=&
T
PRg
MAm cγ
=&
(7.5)
Kedua ruas dari (7.5) dikalikan dengan t
t
PT
sehingga
diperoleh:
t
tc
t
t
TT
PP
Rg
MAPTm γ
=&
(7.6)
Substitusi (4.9) dan (4.11) ke (7.6) diperoleh:
( )
211/
2c
t
t M2
11Rg
MAPTm +−γγ−
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −γ+
γ=
& (7.7)
Persamaan (7.7) merupakan parameter laju aliran massa
(Mass Flow Parameter, MFP) atau dapat dinyatakan dalam
bentuk yang lain sebagai berikut:
( )APTm
MMFPt
t&= (7.8)
7.2. Efisiensi Kompresor dan Turbin Kompresor dan turbin adalah mesin konversi energi yaitu
mesin yang bekerja dengan cara merubah energi dari bentuk
yang satu ke bentuk yang lain untuk suatu tujuan tertentu. Proses
konversi energi tidak ada yang sempurna karena selalu ada
kerugian-kerugian baik kerugian panas ataupun kerugian yang
diakibatkan oleh adanya gesekan mekanis.
Dengan adanya kerugian tersebut maka perlu ditentukan
suatu parameter yang menunjukkan berapa persen energi yang
berguna bagi proses berikutnya. Parameter tersebut dinamakan
efisiensi. Salah satu efisiensi yang cukup penting dalam
pembahasan masalah ini adalah efisiensi isentropik. Efisiensi
isentropik menunjukkan perbandingan antara kerja ideal dengan
kerja aktual pada sebuah mesin konversi energi. Dengan
menggunakan parameter ini maka para enginer dapat
memperkirakan kinerja engine yang sesungguhnya.
Kompresor adalah mesin konversi energi yang berfungsi
untuk meningkatkan tekanan udara atau gas. Efisiensi isentropis
kompresor dirumuskan sebagai berikut:
diberikanyanguntukaktualkompresorjaker
diberikanyanguntukidealkompresorjaker
c
cc π
π=η (7.9)
t3i
t3
t2
T
Tt3
Tt3i
Tt2
s
aktual ideal
Pt2
Gambar 7.1: Proses Kompresor Ideal dan Aktual
Pt3
Gambar 7.1 menunjukkan proses kerja kompresor ideal
dan aktual. Kompresor ideal bekerja secara isentropik yang
ditunjukkan oleh garis t2 t3i. Sedangkan proses kerja
kompresor aktual ditunjukkan oleh garis t2 t3. Jika garis aktual
ini bergeser ke kanan maka efisiensi isentropik kompresor akan
semakin turun. Sebaliknya jika garis aktual bergeser ke kiri
menunjukkan efisiensi isentropik kompresor meningkat.
Dari definisi (7.9) maka dapat dinyatakan efisiensi
isentropis kompresor sebagai berikut:
( )( )( )
( )2t
2t3tp
2t
2ti3tp
2t3tp
2ti3tp
2t3t
2ti3t
c
cic
TTT
c
TTT
c
TTcTTc
hhhh
ww
−
−
=
−
−=
−−
=
=η
11
c
cic −τ
−τ=η (7.10)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan (4.20.c)
maka τci dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) γ−γπ=τ /1cici (7.11)
Dengan menggunakan asumsi πci = πc maka (7.11) dapat
dinyatakan menjadi:
( ) γ−γπ=τ /1cci (7.12)
Substitusi (7.12) ke (7.10) diperoleh:
( )
11
c
/1c
c −τ−π
=ηγ−γ
(7.13)
Turbin adalah mesin konversi energi penghasil daya
mekanik berbentuk putaran poros. Efisiensi isentropis turbin
dirumuskan sebagai berikut:
diberikanyanguntukidealturbinjaker
diberikanyanguntukaktualturbinjaker
t
tt π
π=η (7.14)
t4
t5i t5
T
Tt5
Tt4
Tt5i
s
aktual ideal Pt5
Gambar 7.2: Proses Turbin Ideal dan Aktual
Pt4
Gambar 7.2 menunjukkan proses kerja turbin ideal dan
aktual. Turbin ideal bekerja secara isentropik yang ditunjukkan
oleh garis t4 t5i. Sedangkan proses kerja turbin aktual
ditunjukkan oleh garis t4 t5. Jika garis aktual ini bergeser ke
kanan maka efisiensi isentropik turbin akan semakin turun.
Sebaliknya jika garis aktual bergeser ke kiri menunjukkan
efisiensi isentropik turbin meningkat.
Dari definisi (7.14) efisiensi isentropis turbin dapat
dinyatakan sebagai berikut:
( )( )( )
( )4t
i5t4tp
4t
5t4tp
i5t4tp
5t4tp
i5t4t
5t4tt
TTT
c
TTT
c
TTcTTc
hhhh
−
−
=
−
−=
−−
=η
ti
tt 1
1τ−τ−
=η (7.15)
Dengan menggunakan cara yang sama dengan (7.11)
maka τti dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) γ−γπ=τ /1tti (7.16)
Substitusi (7.16) ke (7.15) diperoleh:
( ) γ−γπ−
τ−=η
/1t
tt
1
1 (7.17)
7.3. Analisis Kinerja Engine Dengan menerapkan Hukum termodinamika I pada HPT
dan kompresor maka diperoleh persamaan keseimbangan energi
sebagai berikut:
( ) ( )2t3tpc25,4t4tpt4m TTcmTTcm −=−η && (7.18)
Kedua ruas dari (7.18) dibagi dengan dan ruas
kanan dikalikan dengan
4t2Tm&
0
0
TT
sehingga diperoleh:
( ) ( )0
0
4t2
2t3tpc2
4t2
5,4t4tpt4m
TT
TmTTcm
TmTTcm
&
&
&
& −=
−η
( ) ( ) ( )0
2t3t
4t
0pc
4t
5,4t4t
2
f2ptm T
TTTT
cT
TTm
mmc
−=
−+η
&
&&
( )( ) ( )rcr4t
0pctHptm T
Tc1f1c τ−ττ=τ−+η (7.19)
Untuk mendapatkan harga τc dilakukan manipulaisi
matematik pada (7.19) sehingga diperoleh:
( ) ( )( tHpc
ptm
0
4t
cr 1f1cc
TT
1τ−+η=
−ττ ) (7.20)
Ruas kanan dari (7.20) berharga konstan sehingga dapat
dinyatakan sebagai berikut:
( ) ( )
R0
4t
cr
0
4t
cr
TT
1
TT
1
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡−ττ
=−ττ
( )
( ) ( )Rcr
Rr
R0
4t
0
4t
R0
4t
cr
r0
4tc
1
TTTT
TT
11TT
1
−ττ
τ
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡−ττ
τ=−τ
( ) ( Rcr
Rr
R0
4t
0
4t
c 1
TTTT
1 −ττ
τ
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+=τ ) (7.21)
Dengan menggunakan (7.13) maka πc dapat dinyatakan
sebagai berikut:
( )[ ] ( )1/ccc
cc11 −γγ−τη+=π (7.22)
Laju aliran massa gas pada station 4 adalah sebagai berikut:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
+=
2
f2
f24
mm
1m
mmm
&
&&
&&&
( )f1mm 24 += && (7.23)
Dengan mengasumsikan 02 mm && = maka (7.23) dapat
dinyatakan menjadi:
( )f1mm 04 += && (7.24)
Dari definisi MFP (7.8) dapat ditulis laju aliran masa gas
di station 4 adalah sebagai berikut:
( 44t
44t4 MMFP
T
APm =& ) (7.25)
Substitusi (7.24) ke (7.25) diperoleh:
( ) ( 44t
44t0 MMFP
T
APf1m =+& ) (7.26)
Dari (7.26) dapat dinyatakan sebagai berikut: 0m&
( )
( )f1MMFP
T
APm 4
4t
44t0 +=&
( )
( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+
ππππ
=f1MMFP
AT
Pm 4
4b4t
cdr00& (7.27)
Suku yang berada di dalam kurung kurawa pada (7.27)
berharga konstan sehingga dapat dirumuskan:
( ) 4t
R4t
Rcdr0
cdr0R00 T
T
PP
mmππππππ
= && (7.28)
Dari (7.17) apabila diterapkan pada LPT maka dapat
dinyatakan τtL sebagai berikut:
( )( )tt /1tLtLtL 11 γ−γπ−η−=τ (7.29)
Dengan mengasumsikan 95,4 mm && = dan dengan
menerapkan definisi MFP maka dapat ditulis persamaan sebagai
berikut:
( ) ( 999t
9t5,45,4
5,4t
5,4t MMFPAT
PMMFPA
T
P= ) (7.30)
Dari (7.30) dapat dimanipulasi sebagai berikut:
( ) ( )5,45,4
n9
9
9t
5,4t
5t
5,4t
MMFPAA
MMFP1
TT
PP
π=
( ) ( )5,45,4
n9
9
tL
tL
MMFPAA
MMFPπ
=τ
π
(7.31)
Suku yang berada di sebelah kanan berharga konstan
sehingga dapat dirumuskan:
( )( )9
R9
RtL
tLRtLNtL MMFP
MMFP
ττ
π=π (7.32)
Putaran poros inti (core spool) pangkat dua berbanding
lurus dengan selisih temperatur keluar dan masuk kompresor
sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini:
(7.33) 212t3t NKTT =−
Dilakukan manipulasi matematik pada (7.33) sehingga
diperoleh:
2
2t
1
2t
2t3t NTK
TTT
=−
2
2t
1c N
TK
1 =−τ
( ) 122t
c KNT
1 =−τ
( ) 12r0
c KN
T1 =
τ−τ (7.34)
Suku yang berada di sebelah kanan berharga konstan
sehingga dapat dirumuskan:
1
1T
TNN
Rc
c
RrR0
r0
spoolcoreR −τ−τ
ττ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (7.35)
Putaran poros tenaga (power spool) pangkat dua
berbanding lurus dengan selisih temperatur masuk dan keluar
LPT sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini:
(7.36) 225t5,4t NKTT =−
Dilakukan manipulasi matematik pada (7.36) sehingga
diperoleh:
2
5,4t
2
5,4t
5t5,4t NTK
TTT
=−
2
5,4t
2tL N
TK
1 =τ−
( ) 225,4t
tL KN
T1 =τ− (7.37)
Suku yang berada di sebelah kanan berharga konstan
sehingga dapat dirumuskan:
RtL
tL
R4t
4t
spoolpowerR 11
TT
NN
τ−τ−
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (7.38)
Lampiran 1: Perhitungan FR
Input : W, θ, e, AR, CD,0, α, αF
Output : FR
Rumus – rumus :
2516,00359,00002,0103C 235L +α×+α×+α××−= − (2.11)
eARC
CC2L
0,DD π+= (2.12)
( )D
L
CC
D/L = (2.13)
( )[ ]( )[ ]FF
R sincosD/LcossinD/LWF
α+αθ+θ
= (2.10)
Lampiran 2: Rangkuman Analisis Mesin Turboprop Ideal
Input : ( ) ,lbmBtu,
kgkJh,
R.Ibmtu,
.kgkJc,,R,, PRop
o00 ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
°Β
ΚγΚΤΜ
( ) proptc4t ,,,R, ητπ°ΚΤ
Output : ,,,lbf
hrlbm,NsecmgS,f,
seclbmlbf,
seckgmF
PT0
ηη⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Ν&
totpropCO C,C,C,η
Persamaan – persamaan:
pc1Rγ−γ
=
0c0 TRga γ=
20r M
211 −γ
+=τ (4.18)
Ολ Τ
Τ=τ 4t (4.23)
( )( ) γ−γπ=τ 1cc
( crPR
0p
hc
f ττ−τΤ
= λ ) (4.47)
( 11 cr
tH −τττ
−=τλ
) (4.57)
tH
ttL τ
τ=τ (4.41)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛τττ
−ττ−γ
= λλ
crt
0
9
12
aV
(4.40)
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−γ= 0
0
90 M
aV
M1Cc (4.65)
( )tLtHpropprop 1C τ−ττη= λ (4.75)
Cproptot CCC += (4.61)
00
0ptot
0 aMTcC
mF
=&
(4.76)
0mFfS&
= (4.77)
crT
11ττ
−=η (4.80)
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−γ= 0
0
90 M
aV
M1Cc (4.86)
T
0P η
η=η (4.87)
Lampiran 3: Program Matlab Analisis Mesin Turboprop Ideal
pada Contoh Soal 4.1
clear
% ‘Program Turboprop Ideal’
% Input
M0 = 0.8 ;
T0 = 240 ; % [oK]
Gamma = 1.4 ;
cp = 1004 ; % [J/(kgoK)]
hPR = 42800000 ; % [J/kg]
Tt4 = 1370 ; % [oK]
Phic = [18:40] ;
Tot = .4 ;
etaprop = 0.83 ;
gc = 1 ;
% Perhitungan
R = (Gamma – 1) * cp / Gamma;
a0 = (Gamma * R * gc * T0)^0.5;
Tor = 1 + (Gamma – 1) * M0^2 / 2;
Tolamda = Tt4 / T0;
Toc = Phic.^((Gamma-1)/Gamma);
f = cp*T0*(Tolamda-Tor*Toc)/hPR;
TotH = 1-Tor*(Toc-1)/Tolamda;
TotL = Tot./TotH;
V9a0 = (2*(Tolamda*Tot – Tolamda./...
(Tor*Toc))/(Gamma-1) ).^0.5;
Cc = (Gamma-1)*M0*(V9a0-M0);
Cprop = etaprop*Tolamda.*TotH.*(1-TotL);
Ctot = Cprop + Cc;
Fm0 = Ctot*cp*T0/(M0*a0);
S = f./Fm0;
etaT = 1-1./(Tor*Toc);
etaO = Ctot./(Tolamda-Tor*Toc);
etaP = etaO ./ etaT;
% tampilan grafik
figure (1)
plot(Phic,S)
XLABEL(‘Phi_c’)
YLABEL(‘S’)
figure (2)
plot(Phic,f)
XLABEL(‘Phi_c’)
YLABEL(‘f’)
figure (3)
plot(Phic,Fm0)
XLABEL(‘Phi_c’)
YLABEL(‘F/m_0’)
figure (4)
plot(Phic,etaT,’–‘,Phic,etaP,’:’,Phic,etaO,’-‘)
XLABEL(‘Phi_c’)
YLABEL(‘eta’)
legend(‘eta_T’,’eta_P’,’eta_O’)
figure (5)
plot(Phic,Cc,’–‘,Phic,Cprop,’:’,Phic,Ctot,’-‘)
XLABEL(‘Phi_c’)
YLABEL(‘C’)
legend(‘C_c’,’C_p_r_o_p’,’C_t_o_t’)
Lampiran 4: Rangkuman Analisis Mesin Turboprop Riil
INPUT : ( ) ,,R.lbm
Btu,K.kg
kJc,,R,KT,M toopcc00 γ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛γ°
,,lbmBtu,
kgkJh,
R.lbmBtu,
K.kgkJc maxdPRoopt π⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
,,,,,e,e,e,, mLmHgbtLtHcnb ηηηηππ
( ) tctprop ,,R,,4
τπ°ΚΤη
OUTPUT : ( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−γ= 0
0
90 M
aV
M1Cc
totalpropOP C,C,Cc,,,,lbf
hrlbm,NsecmgS ηηη⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛Τ
Persamaan – persamaan adalah sebagai berikut :
pcc
cc c
1R
γ−γ
=
ptt
tt c
1R
γ−γ
=
0ccc0 TgRa γ=
000 MaV =
20
cr M
21
1−γ
+=τ
( )1ccrr
−γγτ=π
( )⎪⎩
⎪⎨⎧
>−−=
≤=η
1Muntuk1M0075.011Muntuk1
035.1
0
0r
rmaxdd ηπ=π
0pc
4tpt
cc
Τ
Τ=τλ
( ) ( )ccc e1cc
γ−γπ=τ
( )
11
c
1c
c
cc
−τ−π
=ηγ−γ
( ) λ
λ
τ−Τ
ηττ−τ
=
0pc
PRb
cr
ch
f (5.27)
( ) ( 1cc
f111 c
r
pt
pc
mHtH −τ
ττ
+η−=τ
λ) (5.31)
( )[ ]tHTt e1tHtH
−γγτ=π
tHe1tH
tHtH
1
1
τ−
τ−=η
tH
ttL τ
τ=τ
( )[ ]tLtt e1tLtL
−γγτ=π
tLe1
tL
tLtL
1
1
τ−
τ−=η
ntLtHbcdr0
9t
PP
πππππππ= (5.11)
( )
( ) ( )
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−γ
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ>=
−γγγ−γ
−γγ
1t
0
9t1
0
9t
t
1t
0
9t
0 tttt
tt
21
PP
untuk1PP
12
21
PP
untuk1
M
( ) ( )
( )
⎪⎪
⎩
⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ>⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ=
−γγ
−γγ−γγ
1t
0
9t
o
9t
1t
0
9t1
t
9
9ttt
tttt
21
PP
untukPP
21
PP
untuk2
1
PP
( )
( )
⎪⎪
⎩
⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ>=
−γγ
−γγ
1t
0
9t
1t
0
9t
o9t
99t
9
0tt
tt
21
PP
untuk1
21
PP
untukPPPP
PP
( ) tt 1nn
γ−γπ=τ
( )
( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−γττττ
γγ
=γ−γ−
λtt 1
9
9t
t
ntLtH
c
t
c
t
0
9
PP
11R
R2
aV (5.24)
( )( ) tt /199t
ntLtH
0
9
P/PTT
γ−γλ ττττ
= (5.23)
( ) ( )⎢⎣
⎡−+−γ= 0
0
90cC M
aV
f1M1C
( ) ⎥⎦
⎤γ
−++
c
90
09
09
c
t P/P1a/VT/T
RR
f1 (5.8)
( ) ( )tLtHpc
ptmLgpropprop 1
cc
f1C τ−ττ+ηηη= λ (5.38)
CcCC proptot +=
99t
09t
0
9
T/TT/T
TT
= (5.39)
0
0pctot
0 VTcC
mF
=&
0mF
fS&
= (5.40)
PR
tot0pcO hf
CTc=η (5.43)
( )⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−γ+
η
=η20
2
0
9c
prop
prop
totP
MaV
f12
1C
C (5.44)
Lampiran 5: Program Matlab Analisis Mesin Turboprop Riil pada
Contoh Soal soal 5.1
clear
disp(‘Analisis siklus parameter mesin Turboprop’)
% data
M0 = 0.8;
T0 = 240;
hPR = 42800000;
Tt4 = 1370;
Tot = 0.5;
Phic = [18:40];
gc =1;
Gammac = 1.4;
cpc = 1004;
Gammat = 1.35;
cpt = 1108;
Phidmax = 0.98;
Phib = 0.95;
Phin = 0.97;
ec = 0.90;
etH = 0.89;
etL = 0.91;
etab = 0.96;
etag = 0.97;
etamH = 0.89;
etamL = 0.95;
etaprop = 0.83;
% perhitungan
Rc = (Gammac – 1) * cpc/ Gammac;
Rt = (Gammat – 1 ) * cpt / Gammat;
a0 = sqrt(Gammac * Rc * gc * T0);
V0 = a0*M0;
Tor = 1+( Gammac – 1 ) * M0^2 / 2;
Phir = Tor ^(Gammac /(Gammac – 1));
if M0 <= 1
etar = 1;
else
etar = 1 – 0.075*(M0-1)^1.35;
end
Phid = Phidmax * etar ;
Tolamda = cpt * Tt4 / (cpc * T0) ;
Toc = Phic .^((Gammac-1)/(Gammac* ec ));
Ton = Phin^ ((Gammat-1)/ Gammat);
etac =(Phic.^((Gammac-1)/Gammac)- ...
1)./(Toc-1);
fr = (Tolamda-Tor*Toc)/((etab*hPR) ...
/(cpc*T0)-Tolamda);
TotH = 1-(cpc/cpt)*Tor*(Toc-1)./ ...
(etamH.*(1+fr)*Tolamda);
PhitH = TotH.^(Gammat/((Gammat-1)*etH));
etatH = (1-TotH) ./ (1-TotH.^(1/etH));
TotL = Tot./TotH;
PhitL = TotL.^(Gammat/((Gammat-1)*etL));
etatL = (1-TotL)./(1-TotL.^(1/etL));
Pt9P0 = Phir*Phid*Phic*Phib.* ...
PhitH.*PhitL*Phin;
n = length(Pt9P0);
for i = 1:n
if Pt9P0(i) > ((Gammat+1)/2)^(Gammat/(Gammat-1))
M9(i) = 1;
Pt9P9(i)=((Gammat+1)/2)^(Gammat/...
(Gammat-1));
P0P9(i) = Pt9P9(i)/Pt9P0(i);
else
M9(i) =((2/(Gammat- ...
1))*((Pt9P0(i)).^((Gammat-1)...
/Gammat)-1)).^0.5;
Pt9P9(i) = Pt9P0(i);
P0P9(i) = 1;
end
end
V9a0 = ((2*(Gammat/Gammac)*(Rt/Rc)* ...
Ton*Tolamda.*TotH.*TotL).*(1 ...
-(Pt9P9).^ ((Gammat ...
-1)/Gammat))/(Gammac-1)).^0.5;
Cpropr = etaprop*etag*etamL*...
(1+fr)*(cpt/cpc)*...
Tolamda.*TotH.*(1-TotL);
Tt9T0 = Ton*Tolamda.*TotH.*TotL;
T9T0 = Tt9T0./Pt9P9.^((Gammat-1)/Gammat);
Ccr = (Gammac-1)*M0*((1+fr).*V9a0-...
M0+(1+fr)*(Rt/Rc).*...
(T9T0./V9a0).*(1- ...
P0P9)/Gammac);
Ctotr = Cpropr +Ccr;
Fm0r = Ctotr*cpc*T0/V0;
Sr = fr./Fm0r;
etaOr = cpc*T0*Ctotr./(fr*hPR);
etaPr = Ctotr./((Cpropr/etaprop)+...
((Gammac-1)/2)*((1+fr).*V9a0.^2-M0^2));
etaTr = etaOr./etaPr;
% Tampilan grafik
figure (1)
plot(Phic,Sr)
XLABEL(‘Phic’)
YLABEL(‘S’)
figure (2)
plot(Phic,fr)
XLABEL(‘Phic’)
YLABEL(‘f’)
figure (3)
plot(Phic,Fm0r)
XLABEL(‘Phic’)
YLABEL(‘Fm0’)
figure (4)
plot(Phic,etaTr,Phic,etaPr,Phic,etaOr)
XLABEL(‘Phic’)
YLABEL(‘eta’)
legend(‘etaT’,’etaP’,’etaO’)
figure (5)
plot(Phic,Ccr,Phic,Cpropr,Phic,Ctotr)
XLABEL(‘Phic’)
YLABEL(‘C’)
legend(‘Cc’,’Cprop’,’Ctot’)
Lampiran 6: Perbandingan dari Hasil Perhitungan Mesin
Turboprop Ideal (Contoh Soal 4.1) dan Mesin Turboprop Riil
(Contoh Soal 5.1)
Gambar L6-1: Perbandingan S pada Mesin Turboprop Ideal
dan Riil
Gambar L6-2: Perbandingan f pada Mesin Turboprop Ideal
dan Riil
Gambar L6-3: Perbandingan
0mF&
pada Mesin Turboprop Ideal
dan Riil
Gambar L6-4: Perbandingan Tη pada Mesin Turboprop Ideal dan
Riil
Gambar L6-5: Perbandingan Pη pada Mesin Turboprop Ideal dan
Riil
Gambar L6-6: Perbandingan Oη pada Mesin Turboprop Ideal
dan Riil
Gambar L6-7: Perbandingan CC pada Mesin Turboprop Ideal
dan Riil
Gambar L6-8: Perbandingan Cprop pada Mesin Turboprop Ideal
dan Riil
Gambar L6-9: Perbandingan Ctot pada Mesin Turboprop Ideal dan
Riil
Lampiran 7: Langkah-langkah Analisis Kinerja Engine
pcc
cc c
1R
γ−γ
=
ptt
tt c
1R
γ−γ
=
0ccc0 TgRa γ=
000 MaV =
20
cr M
21
1−γ
+=τ
( )1rr
cc −γγτ=π
1r =η
rmaxdd ηπ=π
( ) ( )Rc
r
Rr
R0
4t
0
4t
c 1
TTTT
1 −ττ
τ
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡+=τ
( )[ ] ( )1/ccc
cc11 −γγ−τη+=π
0pc
4tpt
cc
Τ
Τ=τλ
( ) λ
λ
τ−Τ
ηττ−τ
=
0pc
PRb
cr
ch
f
( ) 4t
R4t
Rcdr0
cdr0R00 T
T
PP
mmππππππ
= &&
Nilai awal dari πtL: RtLtL π=π
( )( )tt /1tLtLtL 11 γ−γπ−η−=τ
ntLtHbcdr0
9t
PP
πππππππ=
( )
( ) ( )
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−γ
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ>=
−γγγ−γ
−γγ
1t
0
9t1
0
9t
t
1t
0
9t
0 tttt
tt
21
PP
untuk1PP
12
21
PP
untuk1
M
( ) ( )
( )
⎪⎪
⎩
⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ>⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ=
−γγ
−γγ−γγ
1t
0
9t
o
9t
1t
0
9t1
t
9
9ttt
tttt
21
PP
untukPP
21
PP
untuk2
1
PP
( )
( )
⎪⎪
⎩
⎪⎪
⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ≤=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +γ>=
−γγ
−γγ
1t
0
9t
1t
0
9t
o9t
99t
9
0tt
tt
21
PP
untuk1
21
PP
untukPPPP
PP
( )( )9
R9
RtL
tLRtLNtL MMFP
MMFP
ττ
π=π (7.32)
( )( ) tt /199t
ntLtH
0
9
P/PTT
γ−γλ ττττ
=
( )
( )
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−γττττ
γγ
=γ−γ−
λtt 1
9
9t
t
ntLtH
c
t
c
t
0
9
PP
11R
R2
aV
( ) ( )⎢⎣
⎡−+−γ= 0
0
90cC M
aV
f1M1C
( ) ⎥⎦
⎤γ
−++
c
90
09
09
c
t P/P1a/VT/T
RR
f1
( ) ( )tLtHpc
ptmLgpropprop 1
cc
f1C τ−ττ+ηηη= λ
CcCC proptot +=
0
0pctot
0 VTcC
mF
=&
0mFfS&
=
PR
tot0pcO hf
CTc=η
( )⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−γ+
η
=η20
2
0
9c
prop
prop
totP
MaV
f12
1C
C
11
TT
NN
Rc
c
RrR0
r0
spoolcoreR −τ−τ
ττ
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (7.35)
RtL
tL
R4t
4t
spoolpowerR 11
TT
NN
τ−τ−
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ (7.38)
Biodata Penulis I M. Ardi Cahyono lahir di Ngawi pada tanggal 18 Maret
1972. Pendidikan SLTA diperoleh dari SMA 2 Ngawi pada bidang
Ilmu Fisika (1988-1991). Pendidikan Sarjana Strata 1 diperoleh
dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada
Fakultas Teknik Mesin dengan spesialisasi di bidang Konversi
Energi (1991-1997). Pendidikan Strata 2 diperoleh dari Institut
Teknologi Bandung pada Program Studi Teknik Penerbangan
dengan spesialisasi Flight Mechanic (1998-2001).
Pernah bekerja di PT Dirgantara Indonesia (PT.DI) pada
Departemen Simulator Design and Integration dan SBU
Technology Engineerig and Services dari tahun 1998 sampai
dengan 2003. Sebagai dosen luar biasa di beberapa PTS di Jawa
Barat pada tahun 2003 sampai dengan 2006. Pada tahun 2006
sampai sekarang sebagai pengajar di Teknik Penerbangan pada
Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto (STTA) Yogyakarta.
Penelitian yang pernah dilakukan antara lain:
Perancangan Sistem Kendali Adaptif Model Following pada In-
flight Simulator N250-PA1 dengan Menerapkan Teori Kendali
Optimal, Penentuan Frekuensi Sayap Pesawat Latih T34-C1
dengan Metode Myklestad, Analisis Siklus Parametrik Mesin
Tubroprop PT6 pada Pesawat Latih T34-C1, dan Penyelesaian
Numerik Persamaan Blasius Menggunakan Matlab V6.5.
Biodata Penulis II Karseno Kridosupono lahir di Banyumas (1942) adalah
Dosen di Jurusan Teknik Penerbangan pada Sekolah Teknologi
Adisutjipto (STTA) Yogyakarta. Pendidikan Strata 1 Diploma
Empat (D IV) diperoleh di Vazduhoplovno Tehnichu Vojnu
Akademiju (VTVA) dengan jenis ijasah Diploma Vazduhoplovni
Vojni Masinki Inzenjer (INZ) di Yugoslavia (1968), Akabri Udara
dan Keputusan DIKTI tahun 1996. Pendidikan Strata 1 Sarjana
Ekonomi (SE) diperoleh dari Universitas Terbuka (1994).
Pendidikan Strata 2 Magister Manajemen (MM) diperoleh dari
Program Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia (UII) di
Yogyakarta (1995). Pernah mengikuti Research and
Development Course (R&D Course) di pabrik pesawat terbang
British Aerospace (BAe) Inggris.
Pernah bekerja di Depo Overhaul Engine RD-45 (MIG-
15), WK-1F (MIG-17), T-56 (HERCULES), T-76 (OV-10), Wing
Logistik 030 Abdurachman Saleh Malang (1969-1980).
Merangkai, mengoperasikan, dan mengajar para Taruna Akademi
Angkatan Udara (AAU) tentang instructional jet engine GT-117
dan GT-85 di Departemen Aeronautika AAU Yogyakarta.
Penelitian yang pernah dilakukan antara lain: Penelitian
Dampak Penggantian Fuel JP-1 diganti dengan JP-4 pada engine
WK-1F (MIG-17) dan RD-45 (MIG-15), Studi Kasus Kecelakaan
Pesawat Terbang LION AIR MD-82 nomor penerbangan JT 538
tanggal 30 Nopember 2004 di Bandar Udara Adisumarmo Solo,
Analisis Siklus Parametrik Engine JT9D-59A pada Pesawat
Boeing 747, Perancangan Alat Uji Kinerja Mesin turboprop (Studi
Kasus pada Pesawat Latih T34C-1)
DAFTAR PUSTAKA Mattingly, D. Jack, Elements of Gas Turbine Propulsion, McGraw-Hill, Inc. German, 1996 Arismunandar, Wiranto, Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi, ITB, Dirjen Dikti Depdiknas, Jakarta, 2002 Lester C. Lichty, Combustion Engine Processes, 1967, McGraw-Hill, Inc., Lib.of Congress 67-10876
Kurt Schreckling, Gas Turbine Engines for Model Aircraft, ISBN 0-9510589-1-6 Traplet Publications
"Aircraft Gas Turbine Technology" by Irwin E. Treager, Professor Emeritus Purdue University, McGraw-Hill, Glencoe Division, 1979, ISBN 0070651582
H.I.H. Saravanamuttoo, G.F.C. Rogers and H. Cohen, "Gas Turbine Theory", Pearson Education, 2001, 5th ed., ISBN 0-13-015847-X
INDEKS Adiabatic, 31 Helikopter, 4 Aerodinamika, 13, 40 Horisontal, 11, 12, 14, 16, 17,
18 air density, 4 Hucknall, 8 Amerika, 9 Hungaria, 8 Available, 10 Intake, 2 Bear, 9 internal combustion engine, 19 Bernoulli, 24, 25 Isentropic, 31 Bomber, 8, 9 Isobar, 21, 31 Brayton, 19 Jendrassik, 8 Budapest, 8 Kalor, 22, 43 burner exit, 29 Karakteristik, 3, 6, 7, 15, 17 Canada, 9 Kompak, 1 Compressible, 24, 25 Kompresor, 2, 19, 20, 21, 22,
24, 28, 31, 36, 37, 48, 55, 63 contra-rotating propellers, 9 Koridor, 2, 4 Convair, 9 Kinerja, 10, 24, 48 core engine, 31, 38, 48 Kinetik, 10, 24, 25, 58 Crack, 14 László Varga, 8 Diesel, 19 Lift, 11, 16 Drag, 3, 11, 14, 16, 18 Lockheed, 9 Efisiensi, 3, 4, 5, 6, 13, 16, 20, 23, 42, 43, 57, 58, 69
Mach, 4, 26
Ekspansi, 19, 21, 31, 63, 65, 71
Manuver, 10, 12, 14, 16, 17
Ekstensif, 27 MATLAB, 15, 16, 17, 44, 60, 65, 71, 77, 83
Entalpi, 24, 29 Mekanis, 24, 30, 48, 56 Entropi, 31 Militer, 4, 9 Fatique, 14 Newton, 12 Flutter, 14 Nozzle, 2, 19, 28, 29, 31, 48,
52, 53 Ganz, 8 open system, 19 Gearbox, 24 Optimal, 63, 65, 71 General-Electric, 9 Oswald, 16 Governor, 3 Otto, 19 Gravitasi, 24, 25 Overall, 6, 23 György Jendrassik, 8 Parameter, 13
Payload, 2 Thermal, 2, 6, 20, 23, 24, 42, 43
Piston, 1, 3, 4, 5 Thrust, 1, 4, 5, 10, 11, 18, 19, 31, 38, 48, 49, 57, 63
Plot, 15, 44 Torak, 4 Pogo, 9 Translasi, 1 Politropik, 69 Transport, 1, 2, 3, 10, 12 Potensial, 24, 25 Trent, 8 Pratt & Whitney, 9 Turbin, 1, 2, 3, 19, 20, 21, 22,
24, 28, 31, 36, 40, 48, 63 pressure ratio, 22, 42 Turbofan, 1, 4 propeller, 3, 9, 40, 67 Turbojet, 1, 2, 4, 5 Propfan, 1, 6 Turboprop, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9,
20, 24, 28, 30, 31, 38, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 59, 63, 66, 67, 75, 77,
Propulsi, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 23, 43, 48, 57, 58, 63
Turboshaft, 1
Ramjet, 3 Uni Soviet, 9 Rasio, 29, 37 USA, 9 reciprocating, 1 Varga, 8 Reduksi, 2 Vibrasi, 1 Required, 10 Weight, 11 Reversible, 31 Roket, 3 Rolls-Royce, 8 ruang bakar, 2, 19, 20, 24, 28, 29, 31, 35, 36, 48, 54, 55
Salmon, 9 Scramjet, 3 Sentrifugal, 12, 13 shock wave, 3 Sonic, 3 Spesifik, 6, 7, 41, 42 Statik, 26, 27, 31, 51 Subsonik, 2, 5 Supersonic, 3 take off, 10 Termodinamika, 35, 36, 37, 40, 54, 55, 56