dasar teori scm

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka dari penelitian yang dilakukan. Bab ini berisi dasar teori yang mendukung penelitian, sehingga memiliki dasar teori yang cukup kuat untuk mendukung pelaksanaan penelitian. 2.1 Pengertian City Logistics Logistik secara umum merupakan bagian dari proses rantai pasok yang merencanakan, menerapkan, serta mengontrol penyimpanan dan aliran barang, jasa, dan segala macam informasi yang terkait dari titik pasokan sampai ke titik permintaan untuk dapat memenuhi permintaan pelanggan (Council of Logistics Management, 1998). Sedangkan logistik perkotaan memiliki pengertian yang berbeda dengan pengertiaan logistik secara umum. Logistik perkotaan (atau dalam bahasa inggris disebut sebagai urban logistics atau city logistics) diartikan sebagai pergerakan aliran barang untuk menyuplai barang ke daerah pusat perkotaan dengan menggunakan alat transportasi pengangkutan (freight transport) (Barcelo dan Grzybowska, 2005). City logistics, urban freight transport, urban goods transport , dan 11

Upload: mirzamiftanula

Post on 26-Oct-2015

250 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tugas Akhir

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka dari penelitian yang dilakukan. Bab ini berisi dasar teori yang mendukung penelitian, sehingga memiliki dasar teori yang cukup kuat untuk mendukung pelaksanaan penelitian.

2.1 Pengertian City LogisticsLogistik secara umum merupakan bagian dari proses

rantai pasok yang merencanakan, menerapkan, serta mengontrol penyimpanan dan aliran barang, jasa, dan segala macam informasi yang terkait dari titik pasokan sampai ke titik permintaan untuk dapat memenuhi permintaan pelanggan (Council of Logistics Management, 1998). Sedangkan logistik perkotaan memiliki pengertian yang berbeda dengan pengertiaan logistik secara umum. Logistik perkotaan (atau dalam bahasa inggris disebut sebagai urban logistics atau city logistics) diartikan sebagai pergerakan aliran barang untuk menyuplai barang ke daerah pusat perkotaan dengan menggunakan alat transportasi pengangkutan (freight transport) (Barcelo dan Grzybowska, 2005). City logistics, urban freight transport, urban goods transport, dan urban goods distribution sebenarnya memiliki konsep yang sama (Boscacci, 2004 dalam Paglione, 2006). Beberapa definisi dari istilah di atas menurut beberapa literatur yang berbeda dapat diartikan sebagai berikut:

1. City logistics adalah proses untuk mengoptimalkan keseluruhan aktivitas logistik dan transportasi oleh perusahaan swasta di daerah perkotaan dengan mempertimbangkan kondisi lalu lintas, kepadatan lalu lintas, dan konsumsi energi dalam framework ekonomi pasar. (Tanuguchi, 1999)

2. Urban goods transport adalah sebagai pengiriman barang-barang konsumsi di daerah perkotaan (tidak hanya oleh retail tetapi juga oleh sektor-sektor lain seperti

11

12

perusahaan manufaktur), termasuk arus balik barang (reverse logistics) yang telah dipakai yang berkaitan dengan proses pembersihan limbah (OECD, 2003 dalam Vleugel 2004)

3. Urban freight transport adalah transportasi barang yang dilakukan oleh professional di daerah perkotaan. Definisi tersebut tidak termasuk perjalanan dalam rangka berbelanja yang dilakukan oleh penduduk dengan kendaraan mereka. Namun, definisi tersebut sudah mencakup jasa-jasa pengiriman ke rumah (home delivery), lalu lintas angkutan yang melewati kota tanpa membawa muatan, dan lalu lintas van yang menyumbangkan 50% dari total pengiriman yang dilakukan di dalam kota. (Dablanc, 2007).

4. Urban goods distribution adalah suatu studi yang vital bagi kesejahteraan daerah perkotaan terutama daerah pusat perbelanjaan yang memegang peranan penting untuk pemenuhan kebutuhan di perkotaan. Akan tetapi transportasi barang ke perkotaan juga dapat menimbulkan permasalahan yang sering terjadi seperti kebisingan, polusi udara, hambatan fisik yang ada (termasuk kemacetan) serta penurunan keselamatan lalu lintas (Binsbergen, 1999)Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, pergerakan

barang menjadi isu utama yang lebih mendapatkan perhatian terutama dalam kaitannya dengan proses perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan oleh peranan penting yang dipegang oleh transportasi pengangkutan barang terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi pada daerah tersebut. Transportasi barang dan jasa dapat secara langsung mempengaruhi perekonomian dan iklim bisnis dalam suatu daerah, mengingat masyarakat dan industri semakin menuntut kualitas pelayanan yang lebih tinggi, yang dilihat dari parameter kecepatan memperoleh barang, fleksibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab dalam lingkungan, yang sangat erat berkaitan

13

dengan persaingan bisnis untuk mendapatkan harga yang rendah (Williams and Hoel, 1998). Oleh karena itu city logistic berperan penting dalam hal ini. City logistics bertujuan untuk mengoptimalkan sistem logistik di daerah perkotaan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang didapatkan baik dari publik maupun swasta (Taniguchi, 2004). Sektor swasta memiliki kepentingan untuk mengurangi biaya pengiriman barang sedangkan publik lebih memperhatikan isu kepadatan jalan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas logistik. Sehingga dengan mengintegrasikan perspektif dari berbagai macam pihak, dapat ditemukan suatu solusi yang dapat saling menguntungkan. Menurut Crainic (2008), city logistics juga bertujuan untuk mengurangi gangguan yang diakibatkan oleh transportasi angkutan barang di daerah perkotaan, serta di lain pihak juga turut mendukung ekonomi dan pembangunan sosial di kota. Dengan adanya isu-isu tersebut maka perencanaan transportasi barang semakin dipelajari oleh banyak peneliti untuk mengetahui peran permintaan dan pemasok (Habib,1985; Bayliss, 1988). Pengangkutan barang untuk pemenuhan permintaan (supply and demand) merupakan kunci utama terhadap seluruh kegiatan perencanaan proses transportasi karena di dalamnya sekaligus membertimbangkan isu lingkungan, sosial-ekonomi, jaringan transportasi intermodal, kebijakan dan peraturan serta performansi yang diharapkan.

Menurut Ram M. Pendyala (2002) mengklasifikasikan aktivitas yang menyebabkan pergerakan barang menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Pengiriman barang langsung dari produser menuju customer

2. Pergerakan barang melalui rantai distribusi (multi-channel distribution) yang melibatkan wholesellers dan operasi lain yang menyerupai kegiatan pergudangan lain

3. Pergerakan barangdari satu moda ke moda lain (trans-shipment dan intermodal movement)

14

Adanya proses pergerakan barang di perkotaan tersebut melibatkan berbagai stakeholder yang memiliki fungsi dan kepentingan masing-masing. Penjelasan untuk fungsi dan kepentingan dari tiap stakeholder terdapat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Pembagian Fungsi Tiap StakeholderStakeholder Function

Wilayah Kota (Municipalities)

Pembagian (alokasi) ketersediaan ruang dan waktu kepada pihak yang berbeda secara adil

Pihak Berwajib (Polisi) Penegak hukum, pengatur lalu lintas

Retail, Perusahaan, Lembaga, Daerah Konstruksi, Penduduk / Masyarakat

Adanya permintaan terhadap barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

Produsen, Pedagang, Grosir, Pengirim, dan Jasa Pengangkutan

Pemasok barang dan jasa

(Sumber: OECD, 2003 dalam Martins, year: unknown)

Meskipun hampir seluruh stakeholder memiliki kepentingan yang sama, yaitu dalam konsumsi barang kebutuhan sehari-hari, akan tetapi kepentingan individual dari mereka sering terjadi ketidakserasian. Penjelasan mengenai kepentingan masing-masing stakeholder terdapat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kepentingan tiap-tiap Stakeholder

15

Stakeholder Kepentingan

Penduduk Kota

Iklim hidup baik, gangguan kendaraan sedikit, termasuk truk, terutama saat jam malam. Ketersediaan barang tepat waktu.

PengunjungDaya tarik, iklim belanja yang baik, aksesibilitas dan ketersediaan tempat parkir.

Estate Manager dan Developer

Profit

RetailIklim belanja yang baik untuk pelanggan, profit

Pengirim barang, Pengangkut barang, Retail

Aksesibilitas, lingkungan kerja yang kondusif, infrastruktur yang memadai dan menunjang kelancaran transportasi pengangkutan, efisiensi biaya

(Sumber: OECD, 2003 dalam Martins, year: unknown)

2.2 Permodelan Simulasi pada City LogisticPermodelan secara umum yaitu merepresentasikan suatu

masalah ke dalam bentuk yang menjadi lebih sederhana dan mudah dikerjakan. Permodelan pada city logistics berarti merepresentasikan suatu permasalahan yang ada pada logistik perkotaan ke dalam bentuk yang lebih sederhana dan mendekati kondisi sebenarnya sehingga dapat membantu pengambil keputusan untuk mengevaluasi sistem dan mengetahui dampak yang diberikan. Permodelan pada city logistics dikembangkan berdasarkan kerangka konseptual model GoodTrip yang dirancang oleh Boerkamps (1999). Framework konseptual ini menjelaskan transportasi barang yang terjadi pada city logistics seperti pada gambar 2.1. Pada gambar tersebut, transportasi barang melibatkan empat komponen fisik yang saling

16

berhubungan, yaitu aktivitas dalam ruang (wilayah perkotaan), infrastruktur, aliran barang, dan aliran lalu lintas. Komponen tersebut juga saling terhubung dengan pasar yang memiliki aspek permintaan dan pemasokan terhadap barang.

Gambar 2.1 Framework konseptual GoodTrip (Sumber: Boerkamps et al., 1999)

Aktivitas spasial atau aktivitas dalam wilayah perkotaan menunjukkan dimana orang tinggal dan bekerja, dimana letak fasilitas yang tersedia, serta dimana kegiatan produksi dan konsumsi terjadi. Aktivitas spasial tersebut menimbulkan permintaan terhadap pengangkutan orang maupun barang. Infrastruktur berperan penting dalam memenuhi permintaan yang telah terjadi tersebut. Infrastruktur dapat terdiri dari titik-titik yang saling terhubung dan masing-masing memiliki karakteristik kecepatan dan kapasitas tentu, sebagai contoh: ruas jalan yang dapat dilewati oleh sarana transportasi. Permintaan barang didapatkan dari aktivitas spasial dan kualitas dari aksesibilitas

17

sehingga keduanya menyebabkan munculnya permintaan untuk transportasi angkutan barang. Adanya tranportasi ini juga akan menghubungkan permintaan dan suplai jasa pengangkutan. Frekuensi pengiriman, biaya, keandalan, dan fleksibilitas merupakan aspek permintaan yang penting. Sedangkan, kendaraan angkut, sumber daya manusia, dan ketersediaan infrastruktur adalah aspek suplai yang vital juga. Sehingga, dengan adanya permintaan dan pemenuhan kebutuhan terhadap transportasi pengangkutan barang, akan mempengaruhi arus lalu lintas pada wilayah perkotaan dan hal ini juga akan memberikan umpan balik (dampak) bagi infrastrukturnya.

Simulasi adalah teknik permodelan dengan melakukan eksperimen di komputer menggunakan hubungan matematis untuk mendeskripsikan perilaku dan struktur dari sistem nyata dalam periode waktu tertentu (Taniguchi et al., 2001 dalam Wirasambada et al., 2010). Model simulasi merupakan salah satu model yang dikembangkan dalam city logistics (Boerkamps et al., 1999). Pada permodelan simulasi, sistem yang kompleks dipecah menjadi komponen-komponen sistem yang sederhana. Komponen-komponen sistem tersebut dimodelkan serta mencari interaksi model komponen satu dengan model komponen yang lain. Kemudian submodel-submodel tersebut digabungkan dan dijalankan. Pertimbangan penggunaan simulasi untuk city logistics adalah tingkat kompleksitas sistem yang tinggi dan perilaku sistem yang sulit dimodelkan dengan model matematis. Penggunaan simulasi bertujuan untuk menggambarkan sistem sebenarnya dari segi perilaku dan interaksi antar komponen sistem (Wirasambada, 2010). Taniguchi et al. (2001) juga menjelaskan langkah-langkah untuk membangun model simulasi seperti pada gambar 2.2 berikut ini.

18

Gambar 2.2 Proses pengembangan model

2.3 Pendekatan Supply Chain pada City LogisticPaglione (2006) menjelaskan rantai pasok dalam konteks

transportasi barang perkotaan adalah kumpulan mata rantai yang terdiri dari agen (pengirim barang, operator angkutan, dan lain-lain), elemen (barang atau kendaraan angkut), hubungan antar elemen (contohnya, hubungan antara barang yang dikirim dan teknologi yang dipakai kendaraan untuk mengirim barang), dan mekanisme (waktu dan rute pengiriman). Struktur rantai pasok ini sesuai dengan kerangka konseptual GoodTrip. Model GoodTrip menghubungkan semua aspek dari distribusi barang perkotaan, yaitu aspek ekonomi, logistik, lalu lintas pengangkutan (traffic), dan efek yang ditimbulkan. Jaringan logistik atau rantai pasok pada model GoodTrip terdapat pada gambar 2.3.

19

Gambar 2.3 Jaringan Rantai Pasok Pada Model GoodTrip (Sumber: Boerkamps, 1999)

Rantai pasok barang konsumsi dalam konteks city logistics menurut Behrends et al. (2007) meliputi beberapa hal, yaitu penyediaan bahan mentah dan semi-manufaktur oleh industri, penyedian barang-barang konsumsi oleh wholesaler, penyediaan barang-barang konsumsi oleh toko-toko atau retailer, arus masuk dan keluar barang-barang konsumsi di kota, pengiriman barang ke rumah-rumah oleh operator pengiriman yang professional, dan lalu lintas barang yang melewati kota. Namun, definisi definisi tersebut tidak meliputi aktivitas belanja yang dilakukan rumah tangga, lalu lintas bahan bangunan dan aktivitas pembuangan sampah maupun reverse logistics lainnya. Pengangkutan barang perkotaan yang terjadi seperti definisi di atas, melibatkan kendaraan kelas berat maupun kelas ringan. Semua tipe kegiatan yang termasuk ke dalam rantai pasok barang konsumsi adalah homogen (sejenis), artinya dapat diefektifkan dengan melakukan konsolidasi hingga mencapai kapasitas kendaraan yang paling maksimum. Sedangkan untuk jenis pengangkutan barang yang tidak termasuk ke dalam definisi Bahrends adalah bersifat heterogen (beragam), sehingga menyulitkan untuk dilakukan konsolidasi antar jenis barang yang satu dengan yang lain.

Dengan adanya berbagai jenis atau tipe kegiatan pengangkutan tersebut, dapat digunakan untuk membuat sebuah peraturan logistik yang jelas, seperti beban kendaraan maksimum

20

yang diperbolehkan lewat, standar emisi, dan zona waktu yang diijinkan untuk terjadi pengiriman barang. Peraturan dan strategi distribusi barang sangat mempengaruhi aktivitas transportasi barang di perkotaan karena akan berpengaruh pada pola pendistribusian barang di perkotaan. Pemain-pemain yang berpengaruh besar kepada rantai pasok pendistribusian barang perkotaan adalah retailer dan operator penyedia angkutan barang. Gambar 2.4 berikut menjelaskan pola distribusi barang yang biasa terjadi di perkotaan secara luas.

Gambar 2.4 Konfigurasi Urban Goods Transport (Sumber: Behrends et al., 2007)

21

2.4 Strategi Distribusi dan Penentuan lokasi Single Facility Location

Manufacturer(Holds Inventory)

Retailer

Customer

Product flow

Information FlowGambar 2.5 Manufacturer Storage With Direct Shipping

Jalur distribusi direct shipping memiliki karakteristik sebagai berikut :

Manufacturer sebagai penyimpanan inventory Demand aggregate Low demand items with unpredictable demand Customization dapat ditunda Biaya transportasi tinggi Response time tinggi Facility cost rendah

Selain model distribusi diatas, ada pula model distribusi dengan gudang sebagai penyimpan inventory dan disebut dengan strategi mixing. Mixing merupakan keadaan dimana sebuah perusahaan yang membeli barang dari manufacturer dan disimpan dalam warehouse. Strategi ini akan membuat biaya transportasi lebih ekonomis. Tanpa adanya warehouse sebagai mixing points, maka permintaan pelanggan akan dikirim langsung dari manufacturer ke pelanggan. Hal tersebut akan menyebabkan biaya transportasi

22

tinggi, apalagi jika jumlah barang yang dikirim sedikit. Model distribusi yang sesuai dengan metode tersebut adalah distribution storage with carrier delivery.

Customer(Home Delivery)

Warehouse Storage by Distributor/Retailer

Factories

Product Flow

information FlowGambar 2.6 Distributor Storage With Carrier Delivery

Untuk menentukan jumlah warehouse yang dapat dibangun dapat diperoleh dengan menggunakan metode Center of Gravity, seperti pada persamaan (1) dan (2) berikut ini.

Single Facility Location

X=∑

i

V i Ri X i

d i

∑i

V i Ri

d i

…………………………………………………..

(1)

23

Y=∑

i

V i R iY i

d i

∑i

V i Ri

d i

……………………………………………………(2)

Keterangan :X , Y = Koordinat titik dari lokasi fasilitas gudangX i , Y i = Koordinat titik dari sumber titik permintaan dan titik

pasokan

Jarak d i= K√( X i−X )2+(Y i−Y )2

Nilai K adalah faktor skala untuk mengkonversikan satu unit dari titik koordinat menjadi ukuran yang sama seperti mil atau kilometer. Pencarian titik awal dari fasilitas gudang dapat diperoleh dengan tidak mengikutkan d i kedalam persamaan, sehingga persamaan tersebut seperti pada persamaan (3) dan (4).

X=∑

i

V i Ri X i

∑i

V i R i

……………………………………………………(3)

Y=∑

i

V i RiY i

∑i

V i R i

……………………………………………………

(4)

2.5 Rantai Pasok Consumer Goods Modern Retail di Surabaya

24

Pada sub-bab ini akan dibahas tentang kondisi rantai pasok retail modern yang meliputi minimarket, supermarket, dan hypermarket di Kota Surabaya (Alfamart, Indomart, Carrefour, Hypermart, Giant, Bonnet Supermarket, Sinar Supermarket, dan Casa Supermarket). Hal tersebut meliputi konfigurasi rantai pasok, pemain-pemain dalam rantai pasok dan pola permintaan barang dan jenis kendaraan angkut yang digunakan. Pengambilan literatur pada subbab ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Pujawan (2009) dan Wirasambada (2010).

2.5.1 Konfigurasi Rantai PasokKonfigurasi rantai pasok retail modern adalah

pola aliran barang dari supplier menuju retail. Pola pada gambar 5.4 mirip dengan konfigurasi rantai pasok retail modern yang telah didefinisikan Pujawan (2009) dalam penelitiannya mengenai logistik perkotaan Surabaya. Secara umum, terdapat empat pola jaringan rantai pasok untuk retail-retail di Surabaya yang dilihat dari pola pembelian, yaitu:

a. Pola pembelian langsungPada pola ini retail mendapatkan pasokan dari

manufaktur secara langsung. Pemesanan dilakukan langsung dari retailer kepada manufaktur. Produk-produk yang menggunakan rantai pasok seperti ini adalah produk-produk makanan dan minuman fresh serta produk-produk yang lokasi manufakturnya berada di dekat retailer.

b. Pola pembelian melewati distributorPada pola ini retail melakukan pembelian produk

secara tidak langsung kepada manufaktur, Karena biasanya, lokasi manufakturnya terletak jauh dari lokasi retail dan pola ini digunakan ketika pembelian dari retail

25

tidak dalam jumlah yang besar sehingga pembelian lebih diarahkan ke distributor dibanding manufakturnya.

c. Pola pembelian melewati 3rd Parties Logistics (3PL)Pola pembelian melewati 3PL sebenarnya

merupakan pembelian langsung kepada manufaktur. Hanya saja aliran barang yang terjadi berbeda dengan pola pembelian langsung. Pada pola ini barang yang mengalir menuju retail harus melewati pihak ketiga sebagai perantara. Perantara ini merupakan perusahaan jasa logistik yang bertugas dalam penyimpanan dan pendistribusian produk tersebut. Produk-produk yang menggunakan pola seperti ini biasanya merupakan produk yang manufakturnya berlokasi di luar negeri dengan jaringan distribusi yang luas.

d. Pola pembelian melewati Distribution Center (DC)Pola pembelian dengan melewati DC merupakan

pola rantai pasok yang tersentral. Pola ini biasa digunakan jika terdapat retail yang sama dalam jumlah banyak dan berada dalam manajemen tunggal. Aliran barang pada rantai pasok ini disentralkan pada satu titik dan kemudian dari titik tersebut didistribusikan ke seluruh retailnya

Dari jenis-jenis pola pembelian yang ada tersebut, kemudian secara ringkas dapat diklasifikasikan dua jenis konfigurasi rantai pasok consumer goods modern retail yang dilihat dari asal pasokan barang, yaitu dari dalam kota dan dari luar kota (Wirasambada, 2010).a. Pasokan berasal dari dalam kota

Retail mendapat pasokan barang dari dalam kota, yang dapat berasal dari manufaktur, distributor, 3PL, atau distribution center (DC) yang terdapat dalam kota.

26

b. Pasokan berasal dari luar kotaRetail mendapat pasokan barang dari luar kota.

Biasanya konfigurasi semacam ini digunakan jika produk tersebut disimpan pada gudang diluar kota namun yang masih berdekatan.

Secara lebih spesifik, consumer goods modern retail yang ada di Surabaya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis jika dilihat berdasarkan ukurannya (Pujawan, 2009) yaitu Minimarket, Supermarket, Hypermarket. Setelah mendapatkan pengelompokan retail berdasarkan jenis ukuran, maka selanjutnya adalah melihat karakteristik jaringan rantai pasok masing-masing retail yang ada.

Tabel 2.3 Jenis Retail Modern Berdasarkan Ukuran

Gambar dibawah ini adalah ilustrasi dari konfigurasi pola rantai pasok untuk masing-masing jenis retail yang telah dijelaskan di atas. Konfigurasi ini dikembangkan sesuai dengan

27

konfigurasi rantai pasok Bahrends (2007) dalam Wirasambada (2010).

Gambar 2.7 Konfigurasi Rantai Pasok Berdasarkan Jenis Retail di Surabaya

2.5.2 Pemain dalam Rantai PasokWirasambada (2010) dalam penelitiannya telah

mendefinisikan pelaku-pelaku yang berperan dalam rantai pasok ritel modern logistik perkotaan kota yang dibatasi pada dua tingkatan rantai pasok yaitu retailer dan satu tingkatan pemain di atasnya yaitu baik distributor, manufaktur, 3PL, atau pusat distribusi (DC). Pemain pada tingkatan retailer terdiri dari Alfamart, Indomaret, Giant, Carrefour, Hypermart, Bonnet Supermarket, Sinar Supermarket, dan Casa Supermarket. Berdasarkan hasil penelitiannya, retail-retail tersebut keseluruhan berjumlah sebanyak 251 retailer yang tersebar di seluruh Surabaya. Data supplier adalah data pemasok dari keseluruhan 251 retailer yang berjumlah sekitar 78 supplier. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi dari lebih dari 100 supplier yang didasarkan pada produk yang dijual serta kejelasan alamat supplier. Kejelasan alamat ini berguna pada tahap pengolahan data untuk menentukan koordinat supplier

28

2.5.3 Pola Permintaan Barang dan Jenis Kendaraan AngkutDalam penelitiannya, Wirasambada (2010) juga

telah mendefinisikan pola permintaan masing-masing retail kepada supplier yang berbeda-beda serta menjelaskan bagaimana data pola permintaan tersebut didapatkan dan didekati. Suatu retailer dapat memesan lebih dari satu jenis produk pada satu supplier. Namun, satu supplier hanya dapat memasok satu jenis produk tertentu pada suatu retailer. Pola permintaan untuk masing-masing retailer didekati dengan pola kunjungan supplier ke masing-masing retailer karena mempertimbangkan adanya konsolidasi produk dalam satu pesanan. Hal tersebut merepresentasikan permintaan dari tiap jenis retailer kepada supplier. Berikut ini adalah pola permintaan untuk ketiga jenis retail tersebut.

a. MinimarketPola permintaan barang untuk tipe ini adalah

harian yang berasal dari DC regional di luar Surabaya. Pengiriman dilakukan satu kali dalam sehari. Waktu pengiriman pada masing-masing outlet dilakukan berdasarkan keputusan DC regional dengan rentang waktu pagi hingga malam hari, tergantung waktu ketika stok berada di bawah kondisi normal dan ketersediaan barang di DC.

b. SupermarketRetailer yang termasuk dalam supermarket

adalah Giant Supermarket, Bonnet Supermarket, Sinar Supermarket, dan Casa Supermarket. Pola permintaan semua supermarket diasumsikan sesuai dengan data pola permintaan dari Bonnet Supermarket. Pola permintaan retailer ke supplier adalah sekali dalam seminggu dengan waktu pemesanan yang random

29

mulai dari senin hingga jumat. Waktu permintaan tiap retailer berbeda. Khusus untuk Giant Supermarket yang memiliki gudang sentral di Jakarta, pengiriman barang ke retailer dijadwalkan pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu.

c. HypermarketRetailer yang termasuk dalam hypermarket

adalah Giant Hypermarket, Carrefour, dan Hypermart. Pola permintaan semua hypermarket diasumsikan sama dengan data pola permintaan dari Giant Hypermarket. Pola permintaan retailer ke supplier adalah dua kali pemesanan dalam seminggu dengan waktu pemesanan yang random mulai dari senin hingga jumat. Waktu pemesanan tiap retailer berbeda tergantung manajemen masing-masing retailer. Khusus pengiriman barang dari DC pusat dilakukan setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu dengan segmen produk yang berbeda.

Jenis kendaraan angkut yang diamati pada setiap pengiriman barang dari supplier ke retail bervariasi. Namun, adanya konsolidasi barang lebih dari satu tujuan retail dan permintaan retail yang berubah mengakibatkan penggunaan jenis kendaraan menjadi tidak pasti. Sehingga, berdasarkan observasi jenis kendaraan yang dipakai hanya digolongkan berdasarkan jumlah sumbu kendaraan yaitu kendaraan 2 sumbu dan kendaraan dengan 3 sumbu (Wirasambada, 2010). Setiap permintaan dari retailer diasumsikan akan dikirim dengan menggunakan 1 kendaraan baik kendaraan 2 sumbu maupun 3 sumbu. Berdasarkan hasil wawancara, kendaraan 3 sumbu hanya digunakan ketika pasokan langsung datang dari DC pusat karena nilai pemesanan ke DC harus dalam jumlah besar. Sedangkan untuk pengiriman reguler dari distributor maupun manufaktur menggunakan kendaraan 2 sumbu baik yang kapasitas

30

kecil seperti mobil box maupun yang besar seperti CDD. Akibatnya, jenis kendaraan ini sangat berkaitan erat dengan akses jalan yang dapat dilewati. Kendaraan 3 sumbu memiliki akses jalan yang lebih sedikit untuk memasuki kota dibandingkan dengan 2 sumbu. Yang dimaksud sumbu (MST atau Muatan Sumbu Terberat) disini adalah muatan atau tekanan maksimum dari kendaraan (roda) yang boleh dibebankan terhadap jalan.

Tabel 2.4 Jenis Kendaraan Angkut

Jenis Kendaraan

KapasitasBerat Maks

(ton)Volume Maks

(m3)CDE 2.5 0-5

(Sumber: Wirasambada et al., 2010)Tabel 2.5 Klasifikasi MST Terhadap Kelas Jalan

Kelas JalanMuatan Sumbu Terberat (MST)

I Belum ditetapkanII 10 tonIII 8 ton

(Sumber: Wikipedia diakses tanggal 12 Oktober 2010)

2.6 Framework Konseptual Permodelan Logistik Perkotaan di SurabayaFramework konseptual logistik perkotaan dikembangkan

berdasarkan framework konseptual referensi Goodtrip dengan memasukkan aspek rantai pasok barang. Framework ini dibuat dengan melihat arus pergerakan barang yang terjadi di Surabaya dengan mempertimbangkan stakeholder yang terkait, sistem infrastruktur kota, serta aktivitas konsumsi masyarakat kota.

31

Framework konseptual Kota Surabaya dapat dilihat pada gambar 2.8 beserta dengan penjelasan keenam elemen yang saling terkait.

Gambar 2.8 Framework Konseptual City Logistics

(Sumber: Wirasambada, 2010)

1. Aktivitas konsumsi masyarakatAktivitas konsumsi masyarakat merupakan awal mula

terciptanya arus barang karena permintaan dan pasokan bertemu pada aktivitas ini. Aktivitas konsumsi masyarakat menimbulkan permintaan barang pada lokasi-lokasi tertentu (lokasi perbelanjaan) sehingga masyarakat juga bergerak ke lokasi tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Perilaku belanja setiap inividu bervariasi pada masing-masing lokasi karena berhubungan dengan preferensi tiap orang. Oleh karena itu, memodelkan aktivitas konsumsi masyarakat cukup sulit untuk dilakukan. Sehingga, aktivitas konsumsi masyarakat digambarkan dengan aktivitas arus barang dari tempat-tempat perbelanjaan. Pendekatan ini dapat merepresentasikan aktivitas konsumsi masyarakat karena aktivitas ini dapat ditangkap secara agregat berdasarkan aktivitas arus barang dari tempat perbelanjaan. 2. Arus barang

Arus barang timbul karena permintaan yang berasal dari masyarakat. Permintaan muncul dari tempat-tempat perbelanjaan

32

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adanya permintaan ini dapat menimbulkan arus angkutan barang dalam kota (pasokan barang). Tinggi rendahnya arus barang juga akan berpengaruh pada arus lalu lintas jalan-jalan di dalam kota. Semakin tinggi arus barang maka semakin banyak angkutan barang yang akan memadati arus lalu lintas dalam kota. Arus barang juga menimbulkan permintaan terhadap jumlah kendaraan serta kapasitas masing-masing kendaraan.3. Jaringan rantai pasok

Jaringan rantai pasok menggambarkan aliran barang dari hulu ke hilir. Dalam permodelan city logistics jaringan rantai pasok menggambarkan dari mana pasokan akan datang dan siapa yang akan memasok barang tersebut ke tempat tujuan, hilir, yang dalam hal ini adalah retail. Hal tersebut menyebabkan bervariasinya arus barang.

4. Arus lalu lintasKendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan akan

menimbulkan arus lalu lintas. Semakin padatnya arus lalu lintas akan menyebabkan waktu tempuh kendaraan juga semakin lama yang akan berimbas kepada waktu pengiriman barang. Ini bisa terjadi karena padatnya arus lalu lintas dapat menyebabkan kemacetan, di lain pihak, produk harus dikirim ke pelanggan sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati. (konsep JIT pada aspek rantai pasok). 5. Kendaraan angkut

Kendaraan angkut yang dapat masuk ke kota dibatasi oleh kemampuan jalan kota untuk dilalui berbagai jenis kendaraan. Jika semua jenis kendaraan angkut dapat memasuki kota maka kepadatan lalu lintas semakin tinggi apalagi jika yang masuk kota adalah kendaraan angkut kelas berat. Dengan adanya pembatasan akses jalan karena kemampuan jalan, jenis kendaraan angkut yang tersedia juga terbatas. Hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi permintaan kendaraan angkut untuk memperlancar arus barang.

33

6. Infrasruktur jalan dan logistikInfrastruktur jalan yang memadai akan berpengaruh terhadap

kepadatan arus lalu lintas. Semakin lebar dan banyak jaringan jalan yang dibangun maka kepadatan arus lalu lintas dapat diuraikan. Kemampuan infrastruktur jalan dalam menanggung beban kendaraan juga berpengaruh pada angkutan barang yang diperbolehkan memasuki kota.

2.7 Infrastruktur Logistik Kota SurabayaInfrastruktur logistik merupakan semua fasilitas yang

digunakan dalam proses logistik. Infrastruktur logistik Kota Surabaya adalah semua fasilitas logistik yang terdapat di Kota Surabaya baik yang disediakan oleh pemerintah kota maupun swasta. Berikut ini adalah fasilitas logistik yang ada di Surabaya (Pujawan, 2009), antara lain :

A. Pelabuhan Tanjung PerakPelabuhan Tanjung Perak merupakan salah satu pintu

gerbang barang yang keluar masuk Indonesia terutama daerah timur Indonesia. Pelabuhan ini terletak di Selat Madura dengan luas perairan 1.574,3 ha dan luas daratan sebesar 574,7 ha. B. Stasiun kereta api

Stasiun kereta api merupakan salah satu fasilitas logistik barang yang melalui jalur darat dengan mengunakan jasa kereta api kargo. Kawasan stasiun yang memiliki area yang cukup luas untuk logistik barang adalah Stasiun Pasar Turi. Fasilitas bongkar muat tersebut terletak di sebelah utara kawasan Stasiun Pasar Turi.C. Terminal Peti Kemas (TPS)

Terminal peti kemas secara geografis masih terletak di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak. Namun, secara pengelolaan keduanya terpisah. Aktivitas logistik di TPS didominasi oleh logistik ekspor impor. Dengan rata-rata kunjungan kapal ekspor impor sebanyak 140 kapal per bulan,

34

TPS memiliki area penumpukan peti kemas dengan kapasitas 20.000 teus.D. Depo Kontainer

Depo kontainer merupakan area penumpukan kontainer yang bermuatan maupun kosong. Lokasi depo kontainer terletak di sekitar kawasan pergudangan Surabaya seperti di Margomulyo dan Osowilangon. Fungsi dari depo sendiri adalah tempat penyimpanan kontainer kosong milik operator pengiriman dan tempat penyimpanan kontainer bermuatan yang belum diambil oleh pemilik barang sedangkan masa tunggu kontainer tersebut di area penumpukan peti kemas telah habis. E. Bandara Juanda

Bandara Juanda juga merupakan salah satu titik keluar masuknya barang ke Kota Surabaya dan sekitarnya melalui transportasi udara. Aktivitas logistik di bandara Juanda terjadi di teriminal kargo yang memiliki luas 9.200 m2. Di kawasan terminal kargo tersebut, banyak operator-operator pengiriman yang melakukan aktivitas bongkar muat di gudang penumpukan sementara.F. Kawasan Pergudangan

Kawasan pergudangan Surabaya terletak di sebelah utara Surabaya tepatnya di kawasan Kalianak, Margomulyo, Greges, Morokrembangan, hingga Krembangan Utara. Gudang-gudang lain juga terdapat di kawasan industri seperti di kawasan industri Rungkut. Gudang-gudang ini dimiliki oleh pihak swasta, baik gudang mandiri maupun milik operator logistik (3PL).G. Infrastruktur jalan

Jalan merupakan infrastrukur penghubung di Kota Surabaya. Jaringan jalan di Surabaya terbagi menjadi beberapa kelas jalan antara lain:

1. Jalan kelas IJalan jenis ini merupakan semua jalan utama yang

ada di Surabaya. Jalan jenis ini dapat dilalui oleh lalu

35

lintas cepat (kendaraan pribadi dan umum) maupun lalu lintas angkutan berat.2. Jalan kelas II

Jalan jenis ini merupakan jalan-jalan sekunder di Kota Surabaya. Jalan dengan kelas II memiliki jalur lambat selain jalur cepat.3. Jalan kelas III

Jalan kelas III merupakan semua jalan-jalan penghubung yang berkonstruksi jalur tunggal maupun ganda.

2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai City Logistic memang sudah banyak

dilakukan, hanya saja peneltian tersebut membahas logistik perkotaan yang terjadi di negara-negara maju di Eropa (seperti Jerman, Belanda, Swedia). Penelitian City Logsitic di negara berkembang, seperti Indonesia, masih sangat sedikit. Memang pada Maret 2010, Anthony Fits menyusun sebuah dokumen tentang mobilitas perkotaan yang kemudian diterbitkan oleh Indonesia Infrasructure Initiative. Dokumen ini merupakan sebuah kontribusinya untuk mendukung pemerintah Kota Surabaya untuk penerapan Area Traffic Control System di Surabaya. Hanya saja, penelitian ini dilakukan dalam perspektif manajemen transportasi untuk wilayah Surabaya. Penelitian lain yang dilakukan di Indonesia adalah milik S. Lubis (2003) yang mengangkat topik urban transport dan land use planning dengan study area Kota Bandung. Peneltian ini mengkaji efektifitas dari beberapa tindakan transportasi perkotaan secara umum, bukan dilihat dari aspek logistik perkotaannya atau dari distribusi aliran barang. Untuk penelitian yang memasuki area logistik perkotaan di Indonesia, tepatnya Surabaya, yaitu penelitian yang dilakukan Pujawan (2009) dan Wirasambada (2010).

Pujawan et al. (2009) melakukan penelitian terhadap fasilitas logistik Kota Surabaya. Penelitian ini memetakan infrasruktur logistik yang terdapat di Surabaya yang terdiri dari

36

Pelabuhan Tanjung Perak, Bandara Juanda, Terminal Peti Kemas (TPS), Stasiun Kereta Api, kawasan pergudangan, dan infrastruktur jalan. Selain itu, pemetaan juga dilakukan untuk titik-titik permintaan retailer yang ada di Kota Surabaya. Identifikasi dilakukan pada retailer dan gudang berdasarkan kapasitas dan jenisnya. Pujawan et al. (2009) juga melakukan assessment terhadap performansi Kota Surabaya berdasarkan hasil focus group discussion (FGD). Assessment ini dilakukan dengan penilaian terhadap performansi city logistics yang dirancang dengan menggunakan skala likert. Berdasarkan assessment tersebut performansi Kota Surabaya dinilai cukup baik namun masih ada beberapa aspek yang nilainya kurang antara lain integrasi transportasi intermoda, integrasi sarana kereta api dan fasilitas penyimpanan, serta fasilitas distribution center. Penelitian ini masih dapat dikembangkan mengingat assessment yang dilakukan masih merupakan hasil FGD dan belum ada ukuran kuantifikasi yang standar.

Wirasambada (2010) melakukan penelitian tentang bagaimana merancang model simulasi pergerakan barang (city logistics) di Kota Surabaya dengan objek penelitian difokuskan pada consumer goods retail dengan menggunakan pendekatan dari sisi supply chain. Model tersebut akan digunakan untuk mengukur performansi Kota Surabaya terhadap aktivitas logistik modern consumer goods retail yang berlangsung di dalam kota. Indikator performansi yang dipakai adalah jarak tempuh, waktu tempuh dan kecepatan kendaraan pada saat pengiriman barang dilakukan. Hanya saja, dalam penelitian Wirasambada, infrastruktur yang dilibatkan hanyalah sebatas jaringan jalan umum saja dengan strategi distribusi pengiriman langsung ke retailer dari manufaktur (direct shipment) dan kecepatan semua kendaraan angkut barang yang melintasi suatu jalan tertentu adalah sama. Padahal jika melihat kondisi riil, kecepatan kendaraan yang satu dengan kecepatan kendaraan yang lain tidaklah selalu sama melainkan berubah-ubah sesuai dengan keadaan jalan dan keinginan pengendara.

37

Sedangkan pada negara maju, penelitian mengenai permodelan logistik perkotaan telah dilakukan oleh Boerkamps et al. (1999), Vleugel (2004), Taniguchi et al. (2005) dan Awasthi et al. (2006). Untuk Dablanc pada tahun 2007 juga telah melakukan penelitian mengenai City Logistic yang lebih mengarah kepada rekomendasi kebijakan praktis dengan metodologi studi data empiris, bukan permodelan.

Berikut adalah tabel 2.6 yang berisi tentang Critical Review dari penelitian-penilitian sebelumnya dan posisi peneltian saat ini.

38

Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu City Logistic

39

Judul Penulis TahunPermodelan

Metode Output Fitur ModelYa Tidak

1999 v

2009 v

Wirasambada, S. 2010 v

Rosita, M. 2011 v

GoodTrip - A New Approach for Modelling and Evaluation of Urban Goods Distribution

Boerkamps, J., & Binsbergen, A. v.

Permodelan simulasi

Model city logistics dengan pendekatan dari sisi supply chain

Framework baru permodelan city logistics

Penaksiran Kemampuan Infrastruktur Logistik Perkotaan: Kasus Surabaya

Pujawan, N., Singgih, M. L., Rahman, A., & Arvitrida, N. I.

Survei dan Focus Group Discussion

Pemetaan infrastruktur logistik di Surabaya dan assessment terhadap Kota Surabaya

Infrastruktur yang dimiliki Kota Surabaya dan pola distribusi barang di Surabaya

Permodelan Sistem Logistik Perkotaan Untuk Memenuhi Pasokan Barang ke Modern Consumer Good Retail (Studi Kasus: Surabaya)

Permodelan simulasi

Performansi pengiriman dilihat dari waktu tempuh kendaraan (waktu pengiriman), kecepatan kendaraan dan jarak tempuh selama pengiriman barang ke retailer; Skenario kebijakan

Kebijakan pengiriman barang yang didasarkan pada pembatasan waktu pengiriman dan rayonisasi wilayah; Melibatkan ruas jalan umum utama dengan metode pengiriman direct shipment

Simulasi Sistem Logistik Perkotaan Untuk Memenuhi Pasokan Barang ke Retail Modern di Surabaya Dengan Penambahan Pusat Distribusi

Permodelan simulasi

Performansi pengiriman berdasarkan jumlah kendaraan, waktu, kecepatan kendaraan dan jarak tempuh selama pengiriman barang ke retailer

Evaluasi dan rekomendasi skenario kebijakan untuk menciptakan logistik perkotaan yang efisien

40

Halaman ini sengaja dikosongkan