dasar-dasar perilaku individu - catatan ade...

15
Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM 1 DASAR-DASAR PERILAKU INDIVIDU oleh: Ade Heryana, SST, MKM Prodi Kesehatan Masyarakat, FIKES Univ. Esa Unggul e-mail: [email protected] atau [email protected] Perilaku individu dipelajari secara mendalam dalam cabang ilmu psikologi. Menurut Robbins (2003), terdapat empat konsep psikologi yang paling berkontribusi dalam ilmu Perilaku Organisasi, yaitu: 1) Nilai-nilai (values); 2) Sikap (attitudes); 3) Persepsi (perception); dan 4) Pembelajaran (learning). NILAI-NILAI 1 Sampai saat ini masih terdapat perdebatan apakah pemutusan hubungan kerja (PHK) baik atau buruk diberikan kepada karyawan yang melakukan demonstrasi memprotes kebijakan perusahaan. Apakah PHK tersebut tepat atau tidak diberikan? Jawaban untuk masalah ini syarat dengan nilai-nilai yang dianut. Pada orang yang menjunjung tinggi keadilan sosial, hal ini tidak baik karena menurut mereka pada dasarnya karyawan yang memprotes sedang mengusahakan kesamaan dan hak karyawan. Sedangkan pada orang yang menempatkan rasionalitas tinggi, kebijakan tersebut sudah baik karena tindakan demonstrasi sama dengan menolak kebijakan yang akan dijalankan perusahaan. Nilai-nilai merupakan keyakinan yang mendasar pada seseorang dimana aturan atau kondisi akhir tertentu yang telah ada menurut seseorang atau kelompok sosial dapat bertentangan dengan aturan atau kondisi akhir yang lain. Nilai-nilai terdiri dari pemikiran individu yang memiliki “rasa” moral, seperti hak, kebaikan, atau keinginan. Pemilihan nilai-nilai membentuk sitem nilai-nilai (value systems). Jenis Nilai-nilai Nilai-nilai dapat diklasifikasikan dengan beberapa pendekatan, di antaranya adalah dengan pendekatan Rokeach Value Survey , Contemporary Work Cohort (Robbins, 2003). 1 Untuk membedakan dengan istilah “nilai” yang ada hubungannya dengan angka, penulis sengaja menggunakan istilah “nilai-nilai”

Upload: dinhminh

Post on 03-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

1

DASAR-DASAR PERILAKU INDIVIDU

oleh: Ade Heryana, SST, MKM

Prodi Kesehatan Masyarakat, FIKES Univ. Esa Unggul

e-mail: [email protected] atau [email protected]

Perilaku individu dipelajari secara mendalam dalam cabang ilmu psikologi. Menurut

Robbins (2003), terdapat empat konsep psikologi yang paling berkontribusi dalam ilmu

Perilaku Organisasi, yaitu: 1) Nilai-nilai (values); 2) Sikap (attitudes); 3) Persepsi (perception);

dan 4) Pembelajaran (learning).

NILAI-NILAI1

Sampai saat ini masih terdapat perdebatan apakah pemutusan hubungan kerja (PHK)

baik atau buruk diberikan kepada karyawan yang melakukan demonstrasi memprotes

kebijakan perusahaan. Apakah PHK tersebut tepat atau tidak diberikan? Jawaban untuk

masalah ini syarat dengan nilai-nilai yang dianut. Pada orang yang menjunjung tinggi keadilan

sosial, hal ini tidak baik karena menurut mereka pada dasarnya karyawan yang memprotes

sedang mengusahakan kesamaan dan hak karyawan. Sedangkan pada orang yang

menempatkan rasionalitas tinggi, kebijakan tersebut sudah baik karena tindakan demonstrasi

sama dengan menolak kebijakan yang akan dijalankan perusahaan.

Nilai-nilai merupakan keyakinan yang mendasar pada seseorang dimana aturan atau

kondisi akhir tertentu yang telah ada menurut seseorang atau kelompok sosial dapat

bertentangan dengan aturan atau kondisi akhir yang lain. Nilai-nilai terdiri dari pemikiran

individu yang memiliki “rasa” moral, seperti hak, kebaikan, atau keinginan. Pemilihan nilai-nilai

membentuk sitem nilai-nilai (value systems).

Jenis Nilai-nilai

Nilai-nilai dapat diklasifikasikan dengan beberapa pendekatan, di antaranya adalah

dengan pendekatan Rokeach Value Survey , Contemporary Work Cohort (Robbins, 2003).

1 Untuk membedakan dengan istilah “nilai” yang ada hubungannya dengan angka, penulis sengaja menggunakan istilah “nilai-nilai”

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

2

Menurut Rokeach Value Survey (RVS), terdapat dua kelompok nilai-nilai yaitu

kelompok terminal values (yaitu nilai-nilai yang akhirnya diinginkan seseorang) dan kelompok

instrumental values (yaitu nilai-nilai yang sebaiknya dijalankan, atau dilakukan untuk mencapai

terminal values). Masing-masing kelompok ini terdiri dari 18 nilai-nilai (lihat tabel 1).

Tabel 1. Contoh Terminal dan Instrumental Values menurut Rokeach Value Survey

(sumber: Robbins, 2013, hal. 16)

Terminal Values Instrumental Values

Hidup yang nyaman (hidup makmur) Ambisi (bekerja keras, cita-cita tinggi)

Pencapaian prestasi (kontribusi yang abadi) Kemampuan (kompetensi, efektif)

Dunia yang damai (bebas perang dan konflik) Riang gembira (periang, ringan hati)

Dunia yang indah (keindahan alam dan seni) Hidup bersih (rapi, beres)

Kesetaraan (persaudaraan, kesamaan

kesempatan untuk semua orang)

Berani (selalu berpijak di atas keyakinan yang

dipercayai)

Keluarga yang aman (peduli dengan orang yang

dicintai)

Penolong (mengupayakan kesejahteraan orang

lain)

Kebebasan (kemandirian, kebebasan memilih) Jujur (tulus, setia)

Kebahagiaan (kepuasan hidup) Pengkhayal (berani, kreatif)

Keselarasan pribadi (tidak ada konflik pribadi) Logis (konsisten, rasional)

Hidup menyenangkan (kenikmatan hidup,

kehidupan yang santai)

Mencintai (rasa suka, lembut)

Keselamatan (aman, kehidupan yang langgeng) Patuh (taat, hormat)

Ada pengakuan secara sosial (penghormatan,

kekaguman)

Ramah (Sopan, Berkelakuan baik)

Persahabatan sejati (teman dekat) Bertanggung jawab (dapat diandalkan,

terpercaya)

Berbagai studi dengan menggunakan RVS menunjukkan terdapat perbedaan nilai-nilai

pada berbagai kelompok pekerja, sementara pada orang yang memilki jenis pekerjaan yang

sama (misalnya: manajer perusahaan, anggota serikat pekerja, orang tua, pelajar, dan

sebagainya) cenderung memiliki nilai-nilai yang sama. Contohnya sebuah studi terhadap

berbagai pekerja di beberapa kota di Indonesia oleh Etikariena (2014) menunjukkan sebagian

besar pekerja (40%) memiliki nilai-nilai relijius. Nilai-nilai yang dianut pekerja juga

berhubungan dengan kelelahan kerja yang terjadi, dimana pekerja dengan nilai-nilai relijiusitas

tinggi mengalami kelelahan yang rendah dan merasakan kenyamanan dalam bekerja.

Metode survey dengan RVS juga telah dilakukan terhadap 53 Abdi Dalem

Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Putra (2015). Hasil penelitian menunjukkan dari sisi terminal

values, sebagian besar Abdi Dalem memilih nilai keselarasan bathin (bebas dari konflik bathin),

setelah itu nilai-nilai keamanan, kebahagiaan, kehidupan nyaman, dan keselamatan.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

3

Sementara dari sisi instrumental values sebagian besair memilih nilai-nilai kejujuran,

dilanjutkan taat, sopan, pengendalian diri, dan suka menolong.

Survey yang dilakukan terhadap 700 pekerja bersuku Jawa di pulau Jawa oleh Daryanto

(2013) menunjukkan sebagian besar pekerja mendefinisikan “kerja” sebagai upaya untuk

memenuhi kesejahteraan hidup dan mencari nafkah, dan ternyata hanya sedikit yang

menjawab sebagai kegiatan untuk menambah pengalaman dan mengaplikasikan ilmu. Nilai-

nilai kerja yang paling penting adalah disiplin, loyalitas, jujur, dan bertanggung jawab.

Pemilihan nilai-nilai kerja tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa nilai-nilai tersebut akan

menghasilkan kinerja yang baik dan maksimal, sebagai kunci kesuksesan, dan untuk

memenuhi kebutuhan hidup.

Contemporary Work Cohort merupakan studi yang dilakukan terhadap pekerja di

Amerika yang membagi nilai-nilai kerja ke dalam empat kategori yakni 1) generasi veteran; 2)

generasi boomers; 3) generasi X; dan 4) generasi Next (lihat tabel 2).

Tabel 2. Nilai-nilai Dominan Pekerja menurut Contemporary Work Cohort

(sumber: Robbins, 2013, hal. 16)

Generasi Tahun Bekerja Nilai-nilai Dominan

Veterans 1950 – 1960 Pekerja keras, konservatif, penurut, loyal

kepada perusahaan

Boomers 1965 – 1985 Sukses, prestasi, ambisi, tidak menyukai

otoriter, loyal kepada pekerjaan

Xers 1985 – 2000 Keseimbangan hidup dan kerja, orintasi

pada tim, tidak menyukai aturan, loyal

kepada hubungan

Nexters 2000 - sekarang Percaya diri, sukses secara finansial, mandiri

namum teamwork, loyal kepada dirinya dan

hubungan dengan orang lain.

Generasi veterans adalah kelompok pekerja yang tumbuh dan berkembang pada masa

Perang Dunia ke-II yaitu mereka yang hidup dengan nilai-nilai hidup yang nyaman dan

keamanan dari keluarga. Generasi boomers merupakan kelompok pekerja yang hidup

dipengaruhi oleh gerakan hak asasi manusia, perang Vietnam, dan grup musik the Beatles,

dengan nilai-nilai hidup pencapaian prestasi dan tingkat sosial yang tinggi. Generasi Xers atau

disebut juga generasi X hidup pada masa-masa globalisasi, orang tua yang keduanya bekerja,

MTV music, AIDS, dan komputer, dengan nilai-nilai hidup yang utama adalah persahabatan

sejati, kebahagiaan, dan kesenangan. Generasi Nexters atau disebut generasi Y merupakan

kelompok pekerja yang hidup dengan internet, smartphones hingga saat ini (Robbins, 2003).

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

4

Tabel di atas adalah ciri-ciri nilai dominan pada komunitas atau masyarakat Amerika.

Bagaimana dengan Indonesia? Luntungan dkk (2014) mencoba menggambarkan karakteristik

generasi Y di Indonesia dibandingkan dengan generasi X dan Boomers dari aspek kejadian

historis yang dialami (lihat tabel 3).

Tabel 3. Perbedaan Karakteristik Generasi Y dengan Generasi Boomers dan X di

Indonesia

(Sumber: Luntungan dkk, 2014)

Observasi Generasi Boomers & X Generasi Y

Pemerintahan/Politik Sentralisasi terpusat;

Jatuhnya rezim orde baru;

reformasi politik;

Berpisahnya Timor Timur;

dan Pemilu dengan 3 partai

Desentralisasi dan otonomi

daerah; Pemilu sistem

multiparta

Stabilitas politik Statis Dinamis, diwarnai protes

sosial dan politik

Kebebasan pers Diatur dengan ketat Kebebasan berpendapat

Kejadian independen lain Munculnya pager, ponsel

dan internet

Digital dan social network

atau social media

Studi Luntungan dkk juga menunjukkan ciri-ciri dominan generasi Y di Indonesia

adalah generasi yang lahir antara tahun 1984 – 1995. Generasi Y di Indonesia memiliki

karakterostik antara lain: 1) cenderung berorientasi pada hasil (resul-oriented) dibandingkan

pada proses; 2) perilaku komunikasi frontal, direktif, dan terbuka; 3) pengaruh lingkungan

sosial cukup tinggi terhadap keputusan kerja (Luntungan dkk, 2014).

Bebagai studi tentang nilai-nilai pada pekerja dan konsumen berdasarkan

pengelompokkan contemporary work cohort ini telah dilakukan. Sebuah studi dilakukan

terhadap dua kelompok pekerja generasi X dan generasi Y di sebuah RS pemerintah

menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki motivasi kerja yang sama (Sinewe, 2016).

Dalam hal pemilihan makanan, ternyata terdapat perbedaan ekspektasi yang signifikan

terhadap atribut makanan antara generasi baby boomer, X, dan Y yakni pelayanan, suasana,

harga, dan nilai uang. Namun ketiganya sama-sama memilih atribut kebersihan sebagai

ekspektasi yang tinggi (Sutanto, Darsono, & Wijaya, 2016).

Studi kualitatif tentang penggunaan komputer dan internet oleh dosen generasi

boomers, X, dan Y di sebuah PTS menunjukkan generasi Y menggunakan internet lebih untuk

optimalisasi diri dan kemudahan berkomunikasi, serta teknologi sebagai bagian yang penting

bagi kehidupan dan pekerjaan mereka. Generasi ini cenderung mudah beradaptasi dengan

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

5

teknologi baru. Sedangkan pada generasi Boomers dan X, menggunakan internet untuk

pemenuhan kewajiban yang berkaitan dengan pekerjaan, dan lebih familiar menggunakan

telepon genggam dibandingkan gawai yang lainnya (Kusuma, 2016).

Nilai-nilai Lintas Budaya

Perbedaan kultur telah menjadi isu yang penting dalam organisasi kerja saat ini. Untuk

mengukur budaya dapat digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Geert Hofstede

menggunakan instrumen yang disebut Value Survey Module (VSM). Berdasarkan studinya

yang dilakukan terhadap 116.000 karyawan perusahaan komputer IBM di 40 negara pada

tahun 1960an, ditemukan terdapat lima nilai-nilai dimensi budaya yang berbeda yaitu:

1. Jarak kekuasaan (Power distance) yaitu tingkatan seseorang mengakui bahwa

distrbusi/pembagian kekuasaan dalam organisasi dan institusi tidak sama;

2. Individualisme vs Kolektivisme. Individualisme adalah tingkatan kecenderungan

seseorang memilih bertindak sebagai individu dibanding sebagai anggota kelompok,

sedangkan Kolektivisme kebalikan dari Individuaslime;

3. Kuantitas hidup vs Kualitas hidup. Kuantitas hidup merupakan nilai-nilai hidup yang

mengutamakan ketegasan, kepemilikan uang dan materi, serta kemenangan melalui

kompetisi. Sedangkan kualitas hidup merupakan nilai-nilai hidup yang mengutamakan

hubungan baik, menunjukkan empati, dan berfokus pada mensejahterakan orang lain;

4. Menghidari ketidakpastian, yakni tingkat seseorang lebih menyukai situasi yang

terstruktur dibanding tidak terstruktur; dan

5. Orientasi jangka panjang vs jangka pendek. Orang-orang dengan nilai-nilai hidup yang

berorientasi jangka panjang cenderung melihat masa depan, irit, dan tekun. Sedangkan

orientasi jangka pendek lebih respek terhadap tradisi dan berupaya memeuhi kewajiban

sosialnya.

Studi Hofstede pada orang-orang yang berasal dari 10 negara disajikan pada tabel 4

berikut. Ciri khas nilai budaya penduduk Indonesia menurut Hofstede adalah pengakuan

terhadap pembagian kekuasaan tinggi, individualisme rendah, moderat terhadap kuantitas

hidup, senang dalam keadaan tidak pasti, dan lebih berorientasi jangka pendek.2

2 Untuk analisis lebih dalam, klik laman berikut: https://www.geert-hofstede.com/inonesia.html

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

6

Tabel 4. Dimensi Budaya pada Penduduk di 10 Negara dengan Pendekatan Hefstede

(sumber: Robbins, 2013, hal. 19)

Penduduk

Negara

Jarak

Kekuasaan

Individua-

lisme

Kuantitas

hidup

Menolak

ketidak-

pastian

Orientasi

Jangka

Panjang

RRC Tinggi Rendah Moderat Moderat Tinggi

Perancis Tinggi Tinggi Moderat Tinggi Rendah

Jerman Rendah Tinggi Tinggi Moderat Moderat

Hong Kong Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi

Indonesia Tinggi Rendah Moderat Rendah Rendah

Jepang Moderat Moderat Tinggi Moderat Moderat

Belanda Rendah Tinggi Rendah Moderat Moderat

Rusia Tinggi Moderat Rendah Tinggi Rendah

AS Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah

Afrika Barat Tinggi Rendah Moderat Moderat Rendah

Perbedaan atau lintas budaya ini membawa implikasi terhadap gaya kepemimpinan

yang khas pada organisasi. Studi kualitatif tentang budaya pekerja Korea Selatan di Indonesia

pada sebuah industri di Cilegon menunjukkan penekanan pada kedisiplinan dalam pencapaian

target perusahaan namun bersifat fleksibel dengan tidak memperhatikan proses, yang

merupakan penggabungan antara budaya Korea Selatan dan Indonesia. Gaya kepemimpinan

yang diterapkan adalah gaya kepemimpinan demokratis. Hambatan budaya yang dialami

antara lain masalah bahasa sehingga sering terjadi kesalahan non verbal, serta masalah

stereotip terhadap karyawan lokal yang tidak disiplin dan terlalu santai (Ananda & Prasetya,

2016).

SIKAP

Ketika kita membicarakan sikap, maka sama saja kita sedang menjelaskan perilaku

seseorang. Menurut Borkowski (2011) sikap merupakan kombinasi yang kompleks antara

kepribadian, keyakinan, nilai-nilai, perilaku, dan motivasi. Sikap seseorang terhadap

pencegahan kesehatan misalnya, akan mengarahkan kita kepada ‘pemikiran” orang tersebut

tentang pencegahan kesehatan, juga kepada ‘perasaan” orang tersebut akan pencegahan

kesehatan, termasuk kepada ‘perilaku’ orang tersebut dalam mencegah penyakit. Dengan

demikian sikap terdiri dari tiga komponen penting yaitu 1) afektif atau perasaan; 2) kognitif

atau keyakinan/pendapat; dan 3) perilaku atau tindakan.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

7

Sikap merupakan pernyataan seseorang yang bersifat evaluatif terhadap suatu obyek,

orang, atau kejadian. Pernyataan tersebut dapat berbentuk persetujuan (setuju atau tidak

setuju), kepuasan (puas atau tidak puas), atau kesukaan (suka atau tidak suka). Setiap orang

memiliki beribu-ribu jenis sikap. Ilmu Perilaku Organisasi hanya membatasi pada sikap yang

berhubungan dengan pekerjaan (job-related attitudes). Sikap tersebut antara lain: 1) Kepuasan

kerja (job satisfaction); 2) Keterlibatan kerja (job involvement) yaitu tingkat kedekatan atau

partisipasi seseorang dengan pekerjaannya; dan 3) Komitmen organisasi (organizational

commitment) merupakan indikator dari loyalitas, dan kedekatan dengan organisasi (Robbins,

2003).

Kepuasan Kerja

Webster’s Dictionary edisi ke-3 tahun 2010 mendefinisikan job satisfaction sebagai

berikut “A sense of inner fulfillment and pride achieved when performing a particular job. Job

satisfaction occurs when an employee feels he has accomplished something having

importance and value worth recognition; sense of job”.

Job satisfaction atau kepuasan kerja merupakan sikap individu secara keseluruhan

terhadap pekerjaannya. Orang dengan kepuasan kerja tinggi akan memberikan sikap positif

terhadap pekerjaannya, sedangkan orang yang tidak puas dengan pekerjaannya akan

memberikan sikap negatif. Istilah ‘kepuasan kerja’ sering tumpang tindih dengan istilah ‘sikap

kerja’.

Apakah seluruh karyawan dalam perusahaan mengalami kepuasan kerja. Hampir dapat

dikatakan tidak seluruh karyawan dalam perusahaan 100% mengalami kepuasan, termasuk

dalam bidang pelayanan kesehatan. Studi yang dilakukan Argapati, Noor, & Sidin (2013) di

sebuah RS swasta menunjukkan hanya 60,8% perawat rawat inap yang puas.

Kepuasan Kerja dan Penyebabnya

Menurut Robbins (2003) terdapat empat variabel yang dapat menyebabkan kepuasan

kerja antara lain: tantangan pekerjaan, penghargaan yang adil, kondisi kerja yang mendukung,

dan dukungan rekan sekerja. Studi tentang penyebab kepuasan kerja pada tenaga kesehatan

telah banyak dilakukan. Ada yang dilakukan terhadap seluruh tenaga kesehatan, dan ada pula

khusus pada satu tenaga kesehatan seperti perawat.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

8

Studi tentang kepuasan kerja pada seluruh tenaga kesehatan di sebuah RS swasta

dilakukan oleh Nanditya, Mansur, & Huda pada tahun 2014. Hasi studi menunjukkan tenaga

kesehatan merasalaj ketidakpuasan karena adanya ketidaksesuaian antara sistem

penghargaan dengan pedoman yang ada, kurangnya kesempatan mengembangkan karir,

ketidaksesuaian informasi waktu kenaikan gaji dengan kenyataannya. Kepuasan kerja

terbentuk karena dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsi berbentu

penghargaan, sedangkan faktor ekstrinsik berbentuk kebijakan RS, gaji dan kompensasi,

lingkungan kerja, serta hubungan atasan-bawahan. Studi lainnya tentang kepuasan kerja

seluruh tenaga kesehatan dilakukan di sebuah instalasi rawat inap di RS swasta pada tahun

2012. Hasil studi menunjukkan lingkungan kerja yang nyaman memiliki hubungan yang

siginifikan dengan kepuasan kerja (Ilma, Hamzah, Amirudin, 2012). Disamping studi lain

menunjukkan kompetensi dan kepemimpinan berpengaruh secara positif terhadap kepuasan

kerja (Nurcahya & Pratolo, 2017).

Studi kepuasan kerja pada tenaga kesehatan khusus perawat telah dilakukan terhadap

54 perawat di sebuah RS swasta, yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

sistem penghargaan dengan kepuasan kerja (Susanti & Mulyaningsih, 2013). Sementara studi

pada RS TNI terhadap 96 perawat menunjukkan faktor gaji, promosi, supervisi, rekan kerja,

pekerjaan itu sendiri, dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja (Wolo,

2015). Studi lainnya pada RSUD menunjukkan insentif, hubungan antar manusia, dan kondisi

kerja dengan kepuasan kerja (Sari, Noor, & Pasinringi, 2014).

Kepuasan kerja pada tenaga kesehatan Rekam Medis menunjukkan faktor lingkungan

kerja fisik (suhu dan kelembaban), lingkungan kerja non-fisik, dan motivasi berhubungan

dengan kepuasan kerja (Husaini, 2015).

Sementara untuk tenaga kesehatan dokter, studi tentang kepuasan kerja telah

dilakukan terhadap 53 dokter di RS pemerintah kota Jayapura pada tahun 2013. Hasil studi

menunjukkan kepuasan kerja dokter dipengaruhi oleh kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri,

supervisi, dan penghargaan (Cahyani, Pasinringi, & Zulkifli, 2013).

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

9

Kepuasan Kerja dan Dampaknya

Kepuasan kerja memberikan dampak yang positif dan negatif baik terhadap pekerja itu

sendiri atau perusahaan, tergantung intensitas kepuasannya. Dampak tersebut antara lain

produktivitas kerja, kinerja, turnover intention, dan perilaku organizational citizenship.

Dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas telah banyak dikaji, termasuk dalam

bidang kesehatan. Produktivitas secara tidak langsung direpresentasikan dengan prestasi kerja

atau kinerja karyawan. Studi terhadap seluruh tenaga kesehatan dan non-kesehatan di sebuah

RSUD dan RS swasta menunjukkan terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja

karyawan (Nurdin, 2011 dan Nurcahya & Pratolo, 2017). Pada tenaga kesehatan perawat, studi

menunjukkan ada hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja perawat di sebuah RS

swasta (Kalalo, 2015).

Pada tenaga kesehatan Rekam Medis misalnya, studi yang dilakukan pada sebuah RS

Khusus Mata di Yogyakarta menunjukkan terhadap hubungan antara beban kerja dengan

kepuasan kerja. Semakin besar beban kerja, maka kinerja menurun atau memiliki hubungan

negatif. Namun kinerja dengan kepuasan kerja ternyata memiliki hubungan yang positif

(Ningsih, 2013).

Salah satu dampak kepuasan kerja lain bagi tenaga kesehatan adalah turn-over

intention yaitu kecenderungan karyawan untuk meninggalkan perusahaan karena berbagai

alasan tertentu. Penelitian yang dilakukan perawat di sebuah RS swasta di Bogor menunjukkan

kepuasan kerja menimbulkan hubungan yang nyata untuk terjadinya turn-over intention

(Mardiana, Hubeis, & Panjaitan, 2014).

Salah satu dampak positif dari kepuasan kerja adalah terbentuknya organization

citizenship behavior (OCB). OCB adalah perilaku “ekstra” yang melebihi peran karyawan yang

ditetapkan oleh perusahaan, yang memiliki karakteristik suka menolong, mau menerima hal-

hal yang kurang ideal, mendukung aktivitas di luar organisasi yang bertujuan mendukung

reputasi organisasi, mencegah terjadinya masalah, dan melakukan pekerjaan di atas standar.

Studi di sebuah RS swasta di Yogyakarta terhadap perawat menunjukkan kepuasan kerja

berpengaruh positif terhadap perilaku OCB (Sahrah, NA).

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

10

Keterlibatan dalam Pekerjaan/Job Involvement

Job involvement merupakan ukuran seseorang secara psikologis mengidentikkan

dirinya dengan pekerjaan dan menentukan standar kerja yang dijalankan dirinya sendiri. Job

involvement dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kompetensi. Sebuah studi

terhadap 162 perawat di RS Swasta di Jakarta menunjukkan karir kompetensi berpengaruh

positif terhadap keterlibatan pekerjaan (Johnpray & Suharnomo, 2015).

Seperti halnya kepuasan kerja, keterlibatan kerja atau job involvement memiliki

dampak yang positif terhadap kinerja, artinya semakin tinggi job involvement maka kinerja

semakin baik. Studi pada 130 perawat di tiga RS swasta di semarang membuktikan hal tersebut

(Marcus, 2004). Dampak positif lainnya adalah perilaku OCB, kedisiplinan kerja, dan turnover

intention (Robbins & Judge, 2014).

Komitmen Organisasi

Dalam sikap yang berbentuk komitmen organisasi atau organizational commitment,

seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan tujuan organisasi, serta

berharap akan terus menjadi anggota organisasi tersebut.

Komitmen organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku di perusahaan

dan kepuasan kerja. Studi terhadap perawat di RS swasta Yogyakarta membuktikan adanya

hubungan antara penerapan budaya organisasi di RS dengan komitmen perawat. Artinya

semakin baik penerapan budaya organisasi, tingkat komitmen makin tinggi (Darajat &

Rosyidah, 2012). Salah satu penerapan budaya organisasi yang positif adalah kegiatan yang

bersifat spiritualitas yang ternyata memberi pengaruh positif terhadap komitmen organisasi

sesuai dengan studi yang dilakukan Budiono, Noermijati, dan Alamsyah (2014). Sedangkan

kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasi sebagaimana studi

yang dilakukan Purna (2013) di sebuah RS swasta di Denpasar.

Komitmen organisasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap turnover intention.

Sebuah studi terhadap karyawan di RS swasta di Semarang dan Denpasar membuktikan

semakin tinggi komitmen organisasi maka kecenderungan turnover intention makin rendah

(Andini, 2006 dan Purna, 2015). Namun demikian, komitmen organisasi berpengaruh positif

terhadap kinerja organisasi seperti yang ditunjukkan oleh Winipin, Adiputra, dan Yuniarta

(2015) dalam studinya kepada karyawan RSUD Buleleng.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

11

PERSEPSI

Persepsi merupakan sebuah proses dimana seseorang megorganisasikan dan

menginterpretasikan sensor/rangsangan yang diterimanya untuk mengartikan kondisi

lingkungannya. Bisa jadi, apa yang dipersepsikan seseorang berbeda dengan realitas

obyeknya. Misalnya saat seseorang melamar pekerjaan, berbagai persepsi positif dan negatif

akan muncul di pikirannya seperti gedung yang megah, fasilitas yang menyenangkan, gaji

yang tinggi, disiplin kerja yang rendah, jam kerja yang tidak fleksibel dan sebagainya. Pada

kenyataannya persepsi tersebut tidak pernah sama 100% dengan kenyataan yang dihadapi

kemudian.

Perilaku seseorang terjadi berdasarkan persepsi terhadap apakah realitas yang terjadi,

bukan pada realitas itu sendiri. Untuk itulah studi mengenai persepsi sangat penting dalam

ilmu Perilaku Organisasi.

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Setiap orang sering salah dalam bagaimana mereka memandang orang lain

(berpersepsi) dengan bagaimana mereka mengambil keputusan. Dengan mempelajari

kesalahan ini, maka kita dapat memahami seseorang dengan baik.

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga hal yakni (Robbins & Judge, 2014):

1. Karakteristik perceiver (orang yang membuat persepsi) seperti: sikap, kepribadian,

motivasi, minat, pengalaman, dan harapan/ekspektasi. Misalnya seseorang

mempersepsikan seorang tenaga kesehatan harus ramah, seorang dokter pasti pintar, itu

terjadi karena berbagai karakteristik (pengetahuan, pengalaman) yang melatarbelakangi

dirinya sehingga timbul persepsi demikian.

2. Karaktaristik target atau obyek (orang/sesuatu yang dipersepsikan). Misalnya persepsi

bahwa karyawan yang sering terlambat akan mendapatkan remunerasi yang lebih buruk

dibanding yang lebih rajin, terjadi karena memang karakter karyawan yang malas akan

mendapat ganjaran yang lebih sedikit dibanding yang rajin.

3. Situasi saat seseorang membuat persepsi, seperti: waktu, lokasi, suhu, dan sebagainya.

Misalnya: persepsi seseorang terhadap pesan yang diterima dapat mengandung

kesalahan bila berada pada ruangan dengan kebisingan dan keramaian yang tinggi.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

12

Proses Terjadinya Persepsi: Teori Atribut

Ilmu Perilaku hanya mempelajari persepsi seseorang terjadap obyek atau target yang

bergerak atau hidup yakni manusia. Hal ini disebabkan obyek yang tidak hidup (seperti mesin,

meja, gedung, kendaraan, dsb), tidak memiliki keyakinan, motivasi dan intensi.

Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan atau melatarbelakangi seseorang

menilai orang lain adalah Teori Atribut atau Attribution Theory. Teori ini menjelaskan

bagaimana seseorang menilai orang lain secara berbeda, dimana hal ini tergantung pada

pengertian yang diberikan terhadap atribut yang diberikan kepada perilaku target tertentu.

Penentuan ini ditentukan oleh tiga faktor yaitu 1) Faktor pembeda (distinctivesness); 2. Faktor

kesepakatan (consensus); dan 3) faktor konsistensi (consistency).

Ketiga faktor di atas terdiri dari dua macam penyebab yakni faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor penyebab internal berasal dari dalam diri individu yang dapat dikendalikan

oleh dirinya, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar orang tersebut yang mempengaruhi

penilaian terhadap orang lain.

Misalnya salah satu karyawan di perusahaan tempat Anda bekerja terlambat kerja. Jika

keterlambatan kerja tersebut menurut Anda karena dia melakukan aktivitas kuliah sambil

bekerja dan tadi malam mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam, maka hal ini disebut

dengan interpretasi internal. Namun jika Anda menilai keterlamatan tersebut karena ia

terjebak dalam kemacetan akibat adanya kecelakaan atau gangguan pada kereta commuter

line, maka penilaian ini disebut interpretasi eksternal.

Kembali kepada faktor penyebab persepsi, distinctiveness merupakan faktor yang

menjelaskan apakah perilaku seseorang berbeda pada berbagai situasi. Bila respon/perilaku

seseorang sama pada berbagai kondisi, hal ini disebut consensus. Kemudian bila perilaku

seseorang menunjukkan hasil/output yang hampir sama sepanjang waktu disebut dengan

consistency.

Menurut teori Atribut terdapat satu kondisi yang disebut dengan Fundamental

Attribution Error yakni situasi dimana penilai menganggap faktor eksternal tidak begitu

berperan (under estimate) atau faktor internal sangat berperan (over estimate). Misalnya

seorang manajer pemasaran Rumah Sakit beranggapan bahwa target yang tidak tercapai oleh

anak buanhnya disebabkan kemalasan mereka, padahal kenyataannya hal ini disebabkan RS

kompetitor memberikan layanan yang lebih inovatif. Terdapat pula kecenderungan seseorang

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

13

menempatkan kejadian-kejadian yang positif ke dalam faktor internal, dan kejadian-kejadian

negatif ke dalam faktor eksternal, hal ini disebut dengan Self-serving Bias. Misalnya manajer

yang selalu menyalahkan prosedur dan kondisi organisasi sebagai penyebab kegagalan, atau

pekerja yang menganggap dirinya tidak memilki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan.

REFERENSI

Andini, Rita (2006). Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional

terhadap Turnover Intention (Studi Kasus pada RS Roemani Muhammadiyah Semarang).

Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Ananda, Dinar Rizki dan Arik Prasetya (2016). “Analisis Implementasi Gaya Kepemimpinan Lintas Budaya

Ekspatriat Korea Selatan (Studi pada PT Krakatau Daedong Machinery Cilegon Banten)” dalam

Jurnal Administrasi Bisnis Vol.41 No.1 Desember 2016.

Argapati, Andi Kinarkas, Noer Bahry Noor, dan A. Indahwaty Sidin (2013). Gambaran Kepuasan Kerja

Perawat RS Stella Maris Makassar. Makasar: FKM Universitas Hasannudin.

Borkowski, Nancy (2011). Organizational Behavior in Health Care, 2nd edition. Canada: John and Bartlett

Budiono, Sugeng, Noermijati, dan Arief Alamsyah (2014). “Pengaruh Spiritualitas di Tempat Kerja

terhadap Turnover Intention Perawat melalui Komitmen Organisasional di RS Islam Unisma

Malang” dalam Jurnal Aplikasi Manajemen Vo;.12 No.4 Desember 2014

Cahyani, Ade S., Syahrir A. Pasinringi, dan Andi Zulkifli (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja

Dokter di Ruang Rawat Inap RSUD Jayapura. Makassar: FKM Universitas Hasannudin [tesis S2]

Darajat, Luthfah Nurfaizah dan Rosyidah (2012). “Hubungan Budaya Organisasi dengan Komitmen

Organisasi Perawat bagian Rawat Inap Kelas II dan III RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”

dalam Jurnal KesMas Vol.6 No.2 Juni 2012

Daryanto, Sheila Nalyansyah (2013). Dinamika Nilai Kerja: Studi Indigenous pada Karyawan yang

Bersuku Jawa di Pulau Jawa, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri

Semarang 2013 [skripsi S1]

Etikariena, Arum (2014). “Perbedaan Kelelahan Kerja Berdasarkan Makna Kerja pada Karyawan” dalam

Jurnal Psikogenesis Vo. 2 No. 2 Juni 2014.

Hofstede, Geert (NA). “What About Indonesia” dalam Geert Hofstede’s personel website, diakses

tanggal 14 Mei 2017 dalam https://www.geert-hofstede.com/indonesia.html

Husaini, Husaini, Riska Awalia, dan Lenie Marlianae (2015). “Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan dan

Motivasi terhadap Kepuasan Kerja di Pelayanan Kesehatan RSUD Banjarbaru” dalam Buletin

Penelitian Kesehatan Vol.44 No.3 September 2016.

Ilma, Andi Tenri Sanna, Asiah Hamzah, dan Ridwan Amirrudin (2012). “Kepuasan Kerja Petugas

Kesehatan di Instalasi Rawat Inap RS Islam Faisal Makassar” dalam Jurnal Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Volume 1 Nomor 1 September 2012.

Johnpray, Paguh Raja dan Suharnomo (2015). Analisis Pengaruh Work-Family Supportive Supervisor

terhadap Job Involvement dan Job Satisfaction dengan Career Competencies sebagai Variabel

Intervening (Studi Kasus pada RS PGI Cikini Jakarta). Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Diponegoro.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

14

Kalalo, Chyntia Novita, Elly L. Sjattar, dan Rosdiana Natzir (2015). Hubungan Kompensasi dan Kepuasan

Kerja dengan Kinerja Perawat Melalui Motivasi di Ruang Rawat Inap RS Umum Bethesda

Tomohon. Makassar: FKM Universitas Hasannudin.

Kusuma, Rina Sari (2016). “Penggunaan Internet oleh Dosen Berdasarkan Gender dan Generasi” dalam

Jurnal Komuniti Vol. VIII No.1 Maret 2016.

Luntungan, Irving, Aida V.S. Hubeis, Euis Sunarti, dan Agus Maulana (2014). “Strategi Pengelolaan

Generasi Y di Industri Perbankan” dalam Jurnal Manajemen Teknologi Vol.13 No.2 2014.

Marcus, Stefanus Richard (2004). Pengaruh Komitmen Organisasional dan Keterlibatan Kerja terhadap

Kinerja Karyawan Melalui Usaha Kerja (Studi Empirik pada Tenaga Perawat di Tiga RS di

Semarang). Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Mardiana, Inge, Aida V.S. Hubeis, dan Nurmala K. Panjaitan (2014). “Hubungan Kepuasan Kerja dengan

Turnover Intentions pada Perawat RS Dhuafa” dalam Jurnal Manajemen IKM Vol. 9 No.2

September 2014.

Nanditya, IF, Mohammad Mansur, dan Samsul Huda (2014). “Faktor Pembentuk Kepuasan Kerja Tenaga

Kesehatan di Rumah Sakit” dalam Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol.28 No.1 2014.

Ningsih, Kori Puspita (2013). Hubungan Beban Kerja dan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan di

Instalasi Rekam Medis RS Mata Dr. Yap Yogyakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammdiyah [skripsi S1]

Nurcahya, Andi dan Suryo Pratolo (2017). “Kinerja Pusat Pertanggungjawaban Rumah Sakit dalam

Perspektif Balance Scorecard” dalam Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit

Vol.6 No.1 Januari 2017.

Nurdin, Ridwan (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai di

RSUD Namlea Maluku. Makassar: FKM Universitas Hasannudin.

Purna, I Nyoman (2013). “Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi: Pengaruhnya terhadap Intensi

Keluar” dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Vol.02 No.12 2013.

Putra, Diaz Ridho (2015). Peran Personal Values terhadap Organizational Citizenship Behavior pada Andi

Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat. Bandung: Universitas Padjadjaran [tesis S2]

Robbins, Stephen P. (2003). Essentials of Organizational Behavior, 7th edition. NJ: Pearson Education.

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. Essentials of Organizational Behavior, 12th edition. Pearson

Pulisher

Sahrah, Alimatus (NA). Organizational Citizenship Behavior ditinjau dari Kepuasan Kerja dan Jenis

Kelamin pada Perawat Rumah Sakit. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

Sari, Meilinda, Noor Bahry Noor, dan Syahrir A. Pasinringi (2014). Hubungan Motivasi Kerja dengan

Kepuasan Perawat pada Unir Rawat Inap RSUD Majene. Makassar: FKM Universitas Hasannudin.

Sinewe, Dianra Frednory (2016). “Menguji Teori Motivasi 2 Faktor Herzberg pada Generasi Baby

Boomers dan Generasi X (Studi Kasus pada RSU Prof. Dr. V.L. Ratumbysang Manado)” dalam

Jurnal Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi Vol. 4 No.2 Juni 2016.

Susanti, Firoch Afrilia, dan Mulyaningsih (2013). “Sistem Penghargaan Meningkatkan Kepuasan Kerja

Perawat” dalam Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surabaya 2013.

Sutanto, Jimmy, Pinardi Darsono, dan Serli Wijaya (2016). “Analisa Ekspektasi Generasi Baby Boomers,

Generasi X, dan Generasi Y terhadap Atribut Meal Experience pada Restoran Keluarga di

Surabaya” dalam Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa Vol. 4 No.2 2016.

Dasar-dasar Perilaku Individu | Ade Heryana, SST, MKM

15

Winipin, Komang Sri, I Made Pradana Adiputra, dan Gde Adi Yuniarta (2015). “Pengaruh Komitmen

Organisasi, Budaya Organisasi, dan Akuntabilitas Publi terhadap Kinerja Organisasi Publik pada

RSUD Buleleng” dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi S1 Vol.3 No.1 2015

Wolo, Petrus Dala (2015). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Perawat. Surakarta:

Universitas Muhammdiyah [tesis S2]