dampak program sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu ...lib.unnes.ac.id/4047/1/8113.pdfterpadu...
TRANSCRIPT
DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG
PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT)
TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI
KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI
SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Rahadyan Yanuarto NIM 7450406041
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang
panitia ujian skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Rusdarti,M.Si Amin Pujiati S.E, M.Si NIP. 195904211984032001 NIP. 196908212006042001
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Dr. Hj.Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 196812091997022001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Kusumantoro, S.Pd. M.Si NIP. 197805052005011001
Anggota I Anggota II
Prof. Dr. Rusdarti,M.Si Amin Pujiati S.E, M.Si NIP. 195904211984032001 NIP. 196908212006042001
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Drs. S. Martono, M.Si NIP. 196603081989011001
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari
terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Maret 2011
Rahadyan Yanuarto NIM. 7450406041
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO ” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(Q.S. Al Insyiroh: 5)
“ Hanya memperbaiki masa lalu bukanlah kemajuan, mengambil langkah ke
depan, itulah kemajuan “ (Kahlil Gibran)
PERSEMBAHAN
• Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan
dan mendukungku
• Teman - teman seperjuangan EP
angkatan 2006
• Almamaterku UNNES
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”
DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN
TERPADU (SLPTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI
KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI ”
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Strata 1 (satu) guna meraih gelar
Sarjana Ekonomi. Penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan
dan dukungan yang telah diberikan, kepada:
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
3. Dr. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
4. Prof. Dr. Rusdarti, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.
5. Amin Pujiati, SE, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.
6. Kusumantoro, S.Pd, M.Si selaku penguji utama yang telah mengoreksi
skripsi ini hingga mendekati kebenaran.
7. Dosen dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri
Semarang yang telah mendukung dan memperlancar dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kepala dan staf Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu
Kabupaten pati yang telah memberikan ijin dan bantuan selama penelitian
9. Para petani padi SLPTT atas kesediaanya menjadi responden dalam
pengambilan data penelitian ini.
vii
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Kemudian atas bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan, semoga mendapat
berkah dari Allah SWT. Jika ada kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini, penulis akan menerima dengan senang hati. Besar
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada
umumnya dan mahasiswa ekonomi pembangunan pada khususnya.
Semarang, Maret 2011
Penulis
viii
SARI
Rahadyan Yanuarto. 2011. “ Dampak Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Terhadap Pendapatan Petani Padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Prof. Dr. Rusdarti, M. Si. II. Amin Pujiati SE. M. Si. Kata Kunci : SLPTT, Adopsi Teknologi, Pendapatan Petani.
Keberhasilan upaya peningkatan produktivitas, produksi dan pendapatan petani sangat bergantung kemampuan penyediaan dan penerapan teknologi produksi yang meliputi varietas unggul, benih berkualitas dan teknologi budidaya lainya. Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut dicanangkan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Program ini diharapkan dapat meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan juga penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi petani dan lingkungan setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi SLPTT dan dampak SLPTT terhadap pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif persentase dan uji t. Deskriptif persentase digunakan untuk mengukur tingkat adopsi teknologi SLPTT dan uji t digunakan untuk mengukur pendapatan petani antara sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proporsional random sampling dari 2 kelompok tani yaitu kelompok tani Rukun Santosa dan Bogasari I.. Jumlah sampel dari penelitian ini adalah 50 petani dari jumlah populasi sebesar 102 petani SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi anjuran SLPTT yang masuk kategori tinggi di daerah penelitian adalah komponen varietas unggul (94%), jumlah bibit (82,7%) dan panen tepat waktu (82,7%), sedangkan yang lainya masuk dalam kategori sedang adalah bibit muda (76,6%), sistem tanam (70%), pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun (75,3%), pemupukan organik (77,3%), pengairan berselang (76%) dan pengendalian gulma (74%). Dari hasil uji t terhadap pendapatan petani padi menunjukkan t tabel > t hitung (8,297 > 1,67) yang berarti SLPTT memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa komponen teknologi seperti bibit muda, sistem tanam, pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun, pemupukan organik, pengairan berselang dan pengendalian gulma masuk dalam kategori adopsi sedang artinya adopsi teknologi belum maksimal. Kedepan penyuluh Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) harus mencari metode pendekatan penyuluhan yang lebih baik lagi agar semua komponen teknologi terserap secara maksimal.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN.................................................................. iii
PERNYATAAN ......................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
SARI .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 9
2.1. Pengertian Usaha tani .................................................................... 9
2.2. Pendapatan Petani ........................................................................... 13
2.3. Sekolah lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) ................ 15
2.4. Penyuluhan Pertanian ..................................................................... 22
2.5. Teknologi ....................................................................................... 25
2.6. Adopsi Teknologi ........................................................................... 26
2.7. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 33
2.8. Kerangka Berfikir ........................................................................... 36
2.9. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 38
3.1. Lokasi penelitian ............................................................................ 38
x
3.2. Populasi dan Sampel ....................................................................... 38
3.2.1. Populasi ................................................................................ 38
3.2.2. Sampel .................................................................................. 38
3.3. Variabel Penelitian ......................................................................... 39
3.4. Sumber Data Penelitian .................................................................. 40
3.4.1. Sumber Data Primer .............................................................. 40
3.4.2. Sumber Data Sekunder.......................................................... 40
3.5. Metode Pengumpulan data .............................................................. 40
3.5.1 Kuesioner .............................................................................. 40
3.5.2 Dokumentasi .......................................................................... 41
3.6. Metode Analisis Data ..................................................................... 41
3.6.1. Analisis Pendapatan Petani padi ............................................ 41
3.6.1.1. Penyusutan Peralatan ................................................... 41
3.6.2. Analisis Deskriptif ................................................................ 42
3.6.3. Analisis Inferensial .............................................................. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 45
4.1. Keadaan Umum Wilayah ................................................................ 45
4.1.1. Letak Geografis .................................................................... 45
4.1.2. Topografi dan Jenis Tanah .................................................... 45
4.1.3. Penggunaan Tanah dan Pengairan ......................................... 46
4.2. Keadaan Penduduk ......................................................................... 46
4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ............... 46
4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat pendidikan ............ 47
4.3. Keadaan Pertanian .......................................................................... 49
4.4. Keadaan Sarana Perekonomian ....................................................... 50
4.5. Karakteristik Responden ................................................................. 50
4.5.1. Usia Responden .................................................................... 51
4.5.2. Tingkat Pendidikan ............................................................... 51
4.5.3. Pengalaman Bertani .............................................................. 52
4.5.4. Status Usahatani ................................................................... 53
4.5.5. Luas Lahan ........................................................................... 53
xi
4.6. Tingkat Adopsi Teknologi SLPTT Padi .......................................... 54
4.6.1. Varietas Unggul .................................................................... 54
4.6.2. Bibit Muda ............................................................................ 55
4.6.3. Jumlah Bibit ......................................................................... 56
4.6.4. Sistem Tanam ....................................................................... 56
4.6.5. Pemupukan N Berdasarkan Tingkat Kehijauan Warna Daun . 57
4.6.6. Pemupukan Organik.............................................................. 58
4.6.7. Pengairan Berselang.............................................................. 59
4.6.8. Pengendalian Gulma ............................................................. 59
4.6.9. Panen Tepat Waktu ............................................................... 60
4.7. Dampak SLPTT Terhadap Pendapatan Petani Padi ......................... 61
4.7.1. Biaya Usahatani Padi ............................................................ 61
4.7.2. Pendapatan Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah SLPTT .... 63
4.8. Pembahasan .................................................................................... 64
4.8.1. Analisis Tingkat Adopsi Teknologi SLPTT ........................... 64
4.8.2. Analisis Dampak SLPTT Terhadap Pendapatan Petani Padi .. 66
BAB V PENUTUP .................................................................................... 69
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 69
5.2. Saran .............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 73
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto
Sektor Pertanian Propinsi Jawa Tengah 2005-2008 ...................... 3
Tabel 1.2 Luas Panen dan Produksi Padi Kabupaten Pati ........................... 5
Tabel 1.3 Luas Panen dan Produksi Padi Kecamatan Tayu ....................... 6
Tabel 3.1 Populasi Petani yang Mengikuti Program SLPTT ....................... 38
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel dari Petani yang Mengikuti Program
SLPTT ......................................................................................... 39
Tabel 4.1 Penggunaan Tanah di Kecamatan Tayu 2009 ............................... 46
Tabel 4.2 Distibusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
di Kecamatan Tayu Tahun 2009 ................................................... 47
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2009 ........ 48
Tabel 4.4 Luas dan Produksi Tanaman Utama di Kecamatan Tayu Tahun
2009 ............................................................................................. 49
Tabel 4.5 Sarana Perekonomian yang ada di Kecamatan Tayu Kabupaten
Pati .............................................................................................. 50
Tabel 4.6 Usia Responden ........................................................................... 51
Tabel 4.7 Tingkat pendidikan ...................................................................... 52
Tabel 4.8 Pengalaman Bertani .................................................................... 53
Tabel 4.9 Status Usaha Tani ........................................................................ 53
Tabel 4.10 Luas Lahan ................................................................................ 54
Tabel 4.11 Adopsi Komponen Varietas Unggul .......................................... 55
Tabel 4.12 Adopsi Komponen Bibit Muda .................................................. 55
Tabel 4.13 Adopsi Komponen Jumlah Bibit ................................................ 56
Tabel 4.14 Adopsi Komponen Sistem Tanam .............................................. 57
Tabel 4.15 Adopsi Komponen Pemupukan N Berdasarkan Tingkat
Kehijauan Warna Daun .............................................................. 58
Tabel 4.16 Adopsi Komponen Pemupukan Organik .................................... 58
Tabel 4.17 Adopsi Komponen Pengairan Berselang .................................... 59
Tabel 4.18 Adopsi Komponen Pengendalian Gulma.................................... 60
xiii
Tabel 4.19 Adopsi Komponen Panen Tepat Waktu ..................................... 61
Tabel 4.20 Biaya Produksi pada Usahatani Padi Sebelum SLPTT
dan Sesudah SLPTT (Rata-rata satu ha) ..................................... 62
Tabel 4.21 Pendapatan Usahatani Padi Sebelum dan Sesudah Adanya SLPTT
(Rata-rata Satu Ha) .................................................................... 63
Tabel 4.22 Paired Samples Test .................................................................. 64
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka berfikir .......................................................................... 36
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1.Kuesioner penelitian .............................................................................. 74
2.Data hasil Penelitian................................................................................. 79
3.Uji validitas dan reliabilitas variabel adopsi teknologi .............................. 97
4.Uji normalitas pendapatan sebelum SLPTT .............................................. 99
5.Uji normalitas pendapatan sesudah SLPTT .............................................. 100
6.Uji t pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT ......................... 101
7.Foto Penelitian ......................................................................................... 102
8.Surat ijin penelitian .................................................................................. 104
9.Surat rekomendasi penelitian ................................................................... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi negara agraris seperti Indonesia, peran sektor pertanian sangat penting
dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan
pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas
ekspor non migas untuk menarik devisa. Lebih dari itu, mata pencaharian
sebagian besar rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian.
Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan,
karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara
itu sektor-sektor lainnya justru banyak yang mengalami kebangkrutan. Peran
sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat ditinjau dari berbagai aspek,
antara lain sebagai penyedia lapangan kerja (sumber mata pencaharian penduduk),
sumber devisa negara, sumber bahan baku industri, dan sumber pendapatan
nasional. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber bahan pangan bagi
sebagian besar penduduk Indonesia.
Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk
meningkatkan produksi dan memperluas penganekaragaman hasil penelitian. Hal
ini berguna untuk memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan pendapatan,
taraf hidup dan kesejahteraan petani.
Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional
diarahkan pada perkembangan pertanian yang maju, efisien dan tangguh dengan
2
tujuan selain untuk memperluas lapangan kerja, tetapi juga untuk mendukung
pembangunan daerah, dari lima subsektor pertanian maka masing-masing
subsektor tersebut mempunyai peran dan kontribusi yang berbeda dalam
sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Selain sebagai penyedia lapangan kerja, sektor pertanian juga penghasil non
migas dan bahan baku industri. Daerah pedesaan yang merupakan sentral produksi
pertanian, sekarang ini telah semakin terbuka baik antar hubungan suatu desa
dengan desa lainya, serta antar desa dengan kota. Hal tersebut didukung oleh
sarana dan prasarana desa yang semakin baik dan hasil-hasil pembangunan yang
semakin dirasakan sampai ke pelosok-pelosok daerah. Dengan kondisi pedesaan
yang semakin berkembang sudah saatnya pola pikir petani semakin maju dalam
membuat keputusan berusahatani.
Tanaman pangan, khususnya padi merupakan tanaman pokok yang
diusahakan oleh sebagian besar petani di Indonesia. Padi merupakan bahan
makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan
pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam upaya memenuhi
kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, pemerintah mencanangkan program
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Melalui program ini, produksi
beras ditargetkan meningkat lima persen atau setara 2 juta ton per tahun. Salah
satu strategi yang ditempuh adalah dengan terselenggara Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Strategi ini diharapkan dapat
memperluas penyebaran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang akan
3
berdampak terhadap percepatan implementasi program P2BN (Departemen
Pertanian, 2008).
Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang berbasis pada sektor
pertanian. Nilai kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di Jawa Tengah
mengalami peningkatan.
Tabel 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto
Sektor pertanian Propinsi Jawa tengah 2005-2008
Sektor Pertanian Tahun 2005 2006 2007 2008
anaman Pangan 13.37 14.81 14.43 13.40 erkebunan 1.74 1.70 1.75 1.70 eternakan 2.60 2.48 2.84 2.99 ehutanan 0.50 0.47 0.46 0.52 erikanan 0.91 0.88 0.95 0.95
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, 2009
Tabel 1.1 menunjukkan tanaman pangan selama lima tahun sejak dari tahun
2004 hingga tahun 2008 mempunyai kontribusi yang paling banyak dibandingkan
dengan subsektor yang lainnya. Tanaman pangan menurut BPS meliputi : padi,
palawija, jagung, kacang hijau, umbi-umbian, kacang tanah dan beberapa jenis
sayuran dan buah-buahan.
Padi merupakan komoditi utama subsektor tanaman pangan di Provinsi
Jawa Tengah. Oleh karena itu, peningkatan produksi padi harus terus diupayakan
seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dalam upaya
peningkatan produksi padi Departemen Pertanian menerapkan program Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). SLPTT merupakan upaya untuk
meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani melalui peningkatan kualitas
4
sumber daya manusia dan juga penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi
petani dan lingkungan setempat.
Keuntungan Penerapan Teknologi PTT (Departemen Pertanian, 2008) :
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usahatani
2. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk
masing masing lokasi.
3. Kesehatan lingkungan tumbuh dan lingkungan kehidupan secara
keseluruhan akan terjaga
Salah satu upaya peningkatan produktivitas adalah melalui Program
Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yaitu dengan cara
pengembangan sumberdaya manusia petani dimana petani sejak awal dipandang
sebagai kunci keberhasilan dan sumberdaya manusia yang paling potensial dan
sebagai pelaku utama dilahan sendiri. Program Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SLPTT) diharapkan dapat memberikan masukan ketrampilan
melaksanakan teknologi berproduksi yang berwawasan lingkungan dan ekonomis.
Upaya peningkatan produksi tidak akan menguntungkan bila penggunaan
input produksi tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dan modal yang
dikeluarkan oleh petani. Petani yang rasional tidak hanya berorientasi pada
produksi yang tinggi, akan tetapi lebih menitikberatkan pada semakin tingginya
pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Petani sebagai produsen yang
rasional akan memaksimumkan keuntungan atau akan menjalankan usahatani
secara efisien.
5
Sumarmo (dalam Pramono Joko, Seno Basuki dan Widarto, 2005)
mengemukakan bahwa Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop
Management) atau lebih dikenal PTT pada padi sawah, merupakan salah satu
model atau pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan
berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis. PTT
mengabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling
komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian
lingkungan. Menurut Sumarno dan Suyanto (dalam Pramono Joko, Seno Basuki
dan Widarto, 2005), bahwa tindakan PTT merupakan good agronomic practices
yang antara lain meliputi; (a) penentuan pilihan komoditas adaptif sesuai
agroklimat dan musim tanam, (b) varietas unggul adaptif dan benih bermutu
tinggi, (c) pengelolaan tanah, air, hara dan tanaman secara optimal, (d)
pengendalian hama-penyakit secara terpadu, dan (e) penanganan panen dan pasca
panen secara tepat. Dalam upaya pengembangan PTT secara nasional,
Departemen Pertanian meluncurkan program Sekolah Lapang (SL) PTT.
Tabel 1.2 Luas Panen dan Produksi Padi Kabupaten Pati
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ku/Ha)
2005 92.893 459.823 44,54 2006 75.131 368.025 49,50 2007 94.349 545.944 48,98 2008 93.986 512.659 57,86
Sumber : Pati Dalam Angka, 2009
Kabupaten Pati merupakan salah satu sentra penghasil padi di Jawa
Tengah. Perkembangan produksi padi di kabupaten ini mengalami perkembangan
secara fluktuatif dari tahun ke tahun. Dari tabel 1.2 pada tahun 2006 produksi padi
6
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 368.025 ton dari
sebelumnya 459.823 ton. Kemudian tahun 2007 produksi padi mengalami
peningkatan sebesar 545.944 ton dan pada tahun 2008 mengalami penurunan
yaitu menjadi 512.659 ton.
Perkembangan produksi padi di Kecamatan Tayu mengalami pasang surut.
Tahun 2005 produksi padi Kecamatan Tayu hanya sebesar 12.073 ton, tahun
berikutnya terjadi peningkatan produksi dalam skala besar yaitu mencapai 20.103
ton. Kemudian tahun 2007 dan 2008 kembali mengalami tren penurunan masing-
masing sebesar 20.050 dan 18.966 ton
Tabel 1.3 Luas Panen dan Produksi Padi Kecamatan Tayu
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ku/Ha)
2005 4.011 12.073 30,10 2006 3.641 20.103 55,21 2007 3.889 20.050 51,56 2008 3.552 18.633 52,46
Sumber : Tayu Dalam Angka, 2009
Penurunan produksi dikarenakan tingkat penggunaan faktor –faktor
produksi yang belum optimal oleh para petani. Transformasi struktural dan
perekonomian di suatu sektor selalu diiringi dengan perbaikan produksi dan
pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian, karena selain menyediakan
kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja. Sehingga bila
pembuat kebijakan ingin memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya maka salah
satunya adalah dengan mensejahterakan masyarakat yang ada di sekitarnya yang
bergerak di sektor pertanian yaitu petani.
7
Peningkatan produksi padi diharapkan mampu menghasilkan pendapatan
bagi petani. Namun produksi masing-masing petani berbeda karena ada beberapa
hal yang mempengaruhi produksi salah satunya adalah luas lahan dan
keberhasilan panen. Dengan kondisi luas lahan yang tetap maka dibutuhkan suatu
perbaikan teknologi budidaya untuk meningkatkan keberhasilan panen sehingga
produksi naik dan diharapkan akan meningkatkan pendapatan petani itu sendiri.
Melihat kondisi diatas Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu
melaksanakan Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)
padi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi di Kecamatan
Tayu Kabupaten Pati. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul “ Dampak Program Sekolah lapang
pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) terhadap Pendapatan Petani Padi di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.”
1.2 Rumusan Masalah
Dengan bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang
hendak di angkat dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimanakah tingkat adopsi teknologi SLPTT di Kecamatan Tayu
Kabupaten Pati ?
2. Bagaimanakah dampak SLPTT terhadap pendapatan petani padi di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati ?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan tingkat adopsi teknologi SL PTT padi di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
2. Untuk menganalisis dampak SLPTT terhadap pendapatan petani padi di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah wawasan tentang program Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SLPTT) padi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan
pemberdayaan petani padi.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi di
perpustakaan Fakultas Ekonomi dan perpustakaan Universitas Negeri
Semarang.
4. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait baik itu
pemerintah maupun petani padi dalam upaya meningkatkan produksi padi
dan pendapatan petani.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Usahatani
Mubyarto (1994 : 66) mengemukakan bahwa usahatani merupakan
himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan
untuk produksi pertanian. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya
berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik
melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani
pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang
mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut
usahatani komersial (Commercial Farm).
Usahatani adalah kegiatan mengorganisasi (mengelola) asset dan cara
dalam pertanian. Atau lebih tepatnya adalah suatu kegiatan yang mengorganisasi
sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut
bidang pertanian (Daniel, 2002 : 53). Sedangkan Rivai mendefinisikan usahatani
sebagai suatu ilmu yang mempelajari intern usaha tani yang meliputi organisasi,
operasi, pembiayaan dan penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan
produksi dalam keseluruhan usaha tani (Daniel, 2002 : 54).
Usahatani yang ada di negara berkembang seperti di Indonesia belum
tertuju pada usahatani yang maju dan modern seperti yang telah dicapai oleh
beberapa negara maju. Satu petani di negara maju menguasai puluhan bahkan
10
sampai ratusan atau bahkan ribuan hektar lahan usaha. Mereka dapat memberi
makan atau menyediakan makan untuk ribuan orang dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan di Indonesia sama dengan negara berkembang lainya hanya sedikit
sisa yang bisa digunakan penduduk lain dari usahataninya setelah memenuhi
kebutuhan mereka sendiri (Daniel, 2002 : 20).
Dalam melakukan usahatani, seorang pengusaha atau seorang petani akan
selalu berpikir bagaimana ia mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat
memperoleh hasil yang maksimal. Peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh
petani dengan melakukan usaha taninya secara efisien. Efisiensi teknis akan
tercapai apabila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa
sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Manakala petani dihadapkan pada
keterbatasan biaya dalam melaksanakan usaha taninya, maka mereka juga tetap
mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan dengan kendala biaya usaha tani
yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana
memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan biaya produksi yang sekecil-
kecilnya atau terbatas (Daniel, 2002 : 123).
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat
memenuhi kewajiban membayar alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar
serta sarana prduksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan
dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah, 2002 : 60).
Klasifikasi usahatani menurut organisasinya (Suratiyah, 2009 : 15) :
a. Usaha Individual
11
Adalah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta
keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran
ditentukan sendiri.
b. Usaha kolektif
Adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan oleh suatu
kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun
keuntungan.
c. Usaha kooperatif
Adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual. Hanya
pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok,
misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil dan
pembuatan saluran.
Menurut polanya, usahatani dibedakan menjadi 3 (Suratiyah, 2009 : 15) :
a. Usahatani khusus
Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang
usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, ushatani perikanan dan
usahatani tanaman pangan.
b. Usahatani tidak khusus
Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberapa
cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas.
c. Usahatani campuran
12
Usahatani campuran adalah usahatani yang mengusahakan beberapa
cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas,
contohnya tumpangsari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produki dalam usahatani terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain penggunaan input, teknik
bercocok tanam dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal seperti cuaca, iklim,
hama dan penyakit. Lebih jelas lagi (Daniel, 2002 : 54) menyatakan bahwa dalam
usahatani ada empat unsur pokok penting yang mempengaruhi produksi.
Faktor faktor yang mempengaruhi produksi adalah :
1. Tanah
Tanah dalam usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan
sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan
sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil, pemberian negara, warisan ataupun
wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur
maupun tumpangsari.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja
manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dimana tenaga keja
tersebut dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman,
tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan.
3. Modal
Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi dan untuk
membiayai pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber
13
modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (pinjaman
dari lembaga keuangan formal maupun non formal), hadiah, warisan
ataupun dapat berupa kontrak sewa.
4. Manajemen
Manajemen dalam usahatani merupakan kemampuan petani untuk
menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi
yang dikuasai dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menghasilkan produksi
pertanian sebagaimana yang diharapkan.
2.2 Pendapatan Petani
Pendapatan usaha tani adalah keluaran (output) yang diperoleh dari
pengolahan input produksi (sarana produksi / biasa juga disebut masukan) dari
suatu usaha tani (Daniel, 2001 : 121). Pendapatan dalam penelitian ini adalah
pendapatan dari hasil budi daya tanaman padi sawah. Pendapatan bersih petani
berupa jumlah produksi dikalikan harga dikurangi dengan biaya produksi dan
pemasaran.
Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto yag
diperolehnya. Semuanya kemudian dinilai dalam uang. Tetapi tidak semua hasil
ini diterima oleh petani. Hasil itu harus dukurangi dengan biaya-biaya yang
dikeluarkanya untuk biaya usaha tani seperti bibit, pupuk obat-obatan, biaya
pengolahan tanah, upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panen.
Setelah semua biaya tersebut dikurangkan barulah petani memperolah apa yang
disebut hasil bersih atau keuntungan (Daniel, 2001 : 121).
14
Input–input produksi atau biaya–biaya produksi adalah biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi
produk akhir, dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang
dibayar (Daniel, 2001 : 121).
Biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para
pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam proses produksi, baik secara tunai maupu tidak tunai (Daniel, 2002 : 121)
Biaya produksi dalam penelitian ini di bedakan menjadi 2 yaitu :
1. Biaya tetap (FC) yaitu biaya yang masa penggunaannya tidak berubah
walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama) atau tidak terpengaruh
oleh besar kecilnya produksi karena tetap dan tidak tergantung kepada
besar kecilnya usaha, yang termasuk biaya tetap dalam usahatani padi
antara lain sewa tanah, pajak, iuran pengairan dan biaya penyusutan
peralatan pertanian.
2. Biaya Variabel (VC) yaitu biaya yang besar kecilnya berhubungan
langsung dengan besarnya produksi. Yang termasuk biaya ini adalah :
biaya pembelian bibit, pupuk, pestisida, herbisida dan tenaga kerja.
2.3 Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)
Badan Litbang pertanian sebagai lembaga penghasil teknologi pertanian
terus melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan inovasi teknologi dalam
rangka mendukung peningkatan produksi padi. Salah satu inovasi teknologi yang
dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Pengelolaan Tanaman
15
Terpadu (PTT). PTT merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan
efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumberdaya.
Toha (dalam http://h0404055.wordpress.com, 4 Agustus 2010) berpendapat
bahwa Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu inovasi dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi melalui perbaikan sistem
dan pendekatan dalam perakitan paket teknologi, dinamisasi komponen teknologi
padi yang memiliki efek sinergestik yang dilakukan secara partisipatif, dan
bersifat dinamis. Paket teknologi PTT bersifat spesifik lokasi, sangat tergantung
pada faktor biofisik dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Keberhasilan upaya peningkatan produktivitas, produksi dan
pendapatan petani sangat bergantung kemampuan penyediaan dan penerapan
teknologi produksi yang meliputi varietas unggul, benih berkualitas dan
teknologi budidaya lainya (Jamal, 2009 : 338)
Dalam upaya percepatan adopsi pendekatan PTT padi ini, sejak dua tahun
terakhir Departemen Pertanian telah mencanangkan upaya pemasalahanya melalui
pendekatan Sekolah Lapang PTT atau SLPTT. Secara berjenjang pelaksanaan
kegiatan ini dikoordinasikan langsung oleh Ditjen Tanaman Pangan, dan untuk
tahun 2010 pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan di 80.000 kelompok di seluruh
Indonesia.
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) merupakan
bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan,
yang dilaksanakan di lahan petani peserta PTT dalam upaya peningkatan produksi
padi nasional (Departemen Pertanian, 2008).
16
Sastria Negara (dalam Gultom, 2008) mengemukakan bahwa suatu paket
teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi petani dipedesaan jika
teknologi tersebut tidak dikomunikasikan pada masyarakat pedesaan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan struktur
komunikasi informasi dipedesaan menjadi sangat komplek sehingga dapat
dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus menerus dalam cara kerja
(teknik kerja) pada petani jika kepada mereka melakukan komunikasi teknologi
yang baik dan tepat.
Menurut Kushartanti (dalam http://h0404055.wordpress.com, 4 Agustus
2010), anjuran teknologi dalam PTT adalah yang dihasilkan oleh lembaga
penelitian dan teknologi berdasar kearifan lokal yang sudah terbukti unggul untuk
lokasi tertentu.
Komponen teknologi SL PTT yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah :
1. Varietas Unggul
Varietas unggul merupakan varietas yang mempunyai keunggulan-
keunggu lan tertentu, misalnya mempunyai daya hasil yang tinggi, cita
rasa baik, maupun mempunyai ketahanan terhadap penyakit baik. Varietas
unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan
keinginan petani (seperti daya hasil, cita rasa, umur, maupun ketahanan
terhadap penyakit tertentu) untuk lokasi setempat. Varietas unggul yang
dianjurkan oleh Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Tayu adalah varietas
17
Ciherang karena varietas ini memiliki ketahanan terhadap hama penyakit
serta ketersediaan benih dipasaran.
2. Bibit muda
Bibit muda adalah bibit yang berumur tidak lebih dari 15 Hari
Setelah Sebar (HSS). Penggunaan bibit muda bertujuan untuk
menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan
bibit yang lebih tua. Dengan penggunaan bibit muda kondisi perakaran
tanaman akan lebih dalam sehingga tahan terhadap kondisi kerebahan.
3. Jumlah bibit
Jumlah bibit merupakan jumlah bibit tiap lubang yang ditanam oleh
petani responden. Penanaman bibit yang 1-3 batang per rumpun/lubang
tanam. Manfaat dari tanam 1-3 bibit per lubang adalah untuk mengurangi
persaingan antar bibit dalam satu rumpun, memaksimalkan pencapaian
jumlah anakan dan dapat menghemat penggunaan benih.
4. Sistem tanam
Sistem tanam adalah jarak tanam yang di gunakan oleh petani
responden dalam usahataninya. Sistem tanam yang dianjurkan dalam SL
PTT adalah sistem jajar legowo 2:1 atau 4:1. Sistem jajar legowo 2:1 yaitu
cara tanam berselang-seling 2 baris kemudian 1 baris kosong. Sistem jajar
legowo 4:1 adalah cara tanam berselang-seling 4 baris kemudian 1 baris
kosong. Penggunaan sistem tanam jajar legowo mempunyai tujuan untuk
memudahkan dalam pengendalian hama, penyakit dan gulma. Selain itu
18
penggunaan sistem tanam jajar legowo bertujuan untuk penyediaan ruang
kosong untuk pengaturan air.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan kegiatan pemeliharaan oleh petani terhadap
usahataninya sesuai dengan komponen dalam Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Kegiatan pemeliharaan meliputi kegiatan pemupukan,
penggunaan bahan organik, pengairan berselang, pengendalian gulma,
serta pengendalian hama dan penyakit.
a. Pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun
Cara menetukan waktu aplikasi pupuk N dengan menggunakan Bagan
Warna Daun (BWD) dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk
berdasarkan nilai pembacaan BWD yang sebenarnya, yaitu
penggunaan BWD dimulai ketika tanaman 14 HST, kemudian secara
periodik diulangi 7-10 hari sekali sampai diketahui nilai kritis saat
pupuk N harus diaplikasikan.
b. Pemupukan Organik
Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman , kotoran
hewan atau hasil pengomposan. Kegunaan bahan organik adalah untuk:
- Meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik
tanah
- Memberikan tambahan hara
- Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba)
- Memperbaiki sifat fisik tanah
19
- Mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah
tanaman.
c. Pengairan berselang
Pengairan berselang adalah pengaturan lahan dalam kondisi kering dan
tergenang secara bergantian, bertujuan untuk:
- Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi
lebih luas
- Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan
udara sehingga dapat berkembang labih dalam
- Mencegah timbulnya keracunan besi
- Mencegah timbunan asam organik dan gas H2S yang
menghambat perkembangan akar
- Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat.
d. Pengendalian gulma
Pengendalian gulma atau penyiangan dapat dilakukan dengan cara
mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan
herbisida. Akan tetapi di lokasi penelitian yaitu Kecamatan Tayu
pengendalian yang dianjurkan adalah dengan alat yang disebut gasrok
karena selain menghemat biaya akan mematikan gulma sampai ke
perakaran.
6. Panen tepat waktu
Panen merupakan tindakan petani pada saat memanen. Hal- hal yang
dianjurkan SLPTT agar panen tepat waktu :
20
- Perhatikan umur tanaman, antara varietas yang satu dengan yang
lainnya kemungkinan berbeda
- Jika 90% padi mulai menguning segera panen.
Menurut BPTP Jawa Tengah (2009) pentingnya panen dilakukan tepat waktu
adalah :
- Panen yang terlalu awal akan lebih banyak menghasilkan gabah
hampa, gabah hijau dan batu kapur.
- Panen yang terlalu lambat akan menimbulkan lebih banyak gabah
rontok dan gabah patah waktu di giling.
Kegiatan saat panen ditempuh dengan memperhatikan umur
tanaman dan cara pemanenan. Dalam kegiatan panen sebaiknya
menggunakan mesin pemanen (reaper) atau sabit bergerigi, karena dapat
meningkatkan kapasitas pemanen dan menekan kehilangan hasil. Jika padi
akan dirontokkan dengan power threser maka sebaiknya tanaman padi
dipotong pada bagian tengah, tetapi jika dirontokkan dengan menggunakan
pedal threser maka sebaiknya tanaman padi dipotong pada bagian bawah.
Dengan cara seperti ini maka dapat menekan kehilangan hasil sampai
dibawah 5 %.
Sekolah Lapang PTT tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajar
dapat dilakukan di saung atau gubug pertemuan petani dan tempat-tempat lain
yang berdekatan dengan lahan belajar. Dalam kegiatan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) terdapat satu unit Laboratorium
Lapang (LL) yang merupakan bagian dari kegiatan Sekolah Lapang
21
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sebagai tempat bagi petani anggota
kelompok tani dapat melaksanakan seluruh tahapan SLPTT pada lahan
tersebut (Departemen Pertanian, 2008).
Laboratorium Lapang (LL) seluas 1 ha adalah areal sawah yang
terdapat dalam 25 ha yang merupakan kawasan SLPTT yang berfungsi
sebagai lokasi percontohan, tempat belajar dan tempat praktek penerapan
teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompoktani atau
petani. Dengan fasilitas LL maka (SLPTT) diharapkan betul-betul mampu
menjadi suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana
usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan
teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis
dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien,
berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2008).
Manfaat dan Dampak Penerapan PTT (Bank Pengetahuan Padi Indonesia, 2008) :
1. PTT membantu memecahkan masalah pelandaian produktivitas padi.
2. Intensifikasi padi sawah yang dikembangkan bersifat spesifik lokasi
bergantung pada kondisi sumber daya pertanian di wilayah petani dan
masalah yang akan diatasi.
3. Komponen teknologi yang dirakit ditentukan oleh petani bersama
penyuluh berdasarkan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Penerapan
PTT diharapkan dapat meningkatkan stok beras nasional, pendapatan
petani, dan kelestarian usahatani padi.
22
2.4 Penyuluhan Pertanian
H. Mounder (dalam Sumardi, 1988 : 1) mengartikan penyuluhan pertanian
sebagai sistem pelayanan yang membantu masyarakat melalui proses pendidikan
dalam pelaksanan teknik dan metode berusahatani untuk meningkatkan produksi
agar lebih berguna daalam upaya menngkatkan pendapatan.
A.H. Savile (dalam Sumardi, 1972 : 1) mendefinisikan penyuluhan
pertanian sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mendidik masyarakat dalam
meningkatkan standar kehidupanya melalui kemampuan mereka sendiri, dengan
menggunakan sumberdaya baik tenaga maupun materi sendiri dan hanya
mendapat bantuan dana pemerintah sekecil mungkin.
Salmon Padmanegara (dalam Sumardi, 1972 : 2) mengartikan penyuluhan
pertanian sebagai suatu pendidikan informal untuk para petani/nelayan dan
keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya
memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri dan masyarakat.
Pengertian penyuluhan pertanian menurut rumusan dalam UU No. 15/2006
adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka
mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi permodalan dan sumberdaya lainya sebagai upaya
untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraanya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Penyuluhan pertanian dilaksanakan untuk menambah kesanggupan para
petani dalam usahanya memperoleh hasil-hasil yang dapat memenuhi keinginan
23
mereka. Jadi penyuluhan pertanian tujuannya adalah perubahan perilaku
(bertambahnya kesanggupan) keluarga-keluarga tani sasaran, sehingga mereka
dapat memperbaiki cara bercocok tanamnya, lebih beruntung usahataninya dan
lebih layak hidupnya, atau yang sering dikatakan keluarga tani maju itu. Bila
keluarga tani itu maju, maka kaum taninya juga akan dinamis, responsif terhadap
hal-hal yang baru. Bila kaum tani dinamis (dan kaum lainnya juga demikian),
maka masyarakat luas akan besar kesadarannya untuk masalah-masalah sosial.
Dengan demikian kegiatan pendidikan penyuluhan pertanian berfungsi
dalam membantu masyarakat tani untuk memecahkan persoalan mereka sendiri
melalui penerapan teknologi dan pengetahuan ilmiah yang secara umum dapat
meningkatkan produksi usahatani dan pendapatan mereka (Sumardi, 1988 : 2).
Samsudin (dalam http://h0404055.wordpress.com, 4 Agustus 2010)
berpendapat bahwa tujuan penyuluhan pertanian dibedakan antara tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan penyuluhan pertanian jangka pendek
yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam
kegiatan usaha tani petani di pedesaan. Perubahan-perubahan yang dimaksud
adalah dalam bentuk pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motif tindakan petani.
Tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang yaitu untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat tani, atau agar kesejahteraan hidup petani lebih terjamin.
Menurut A.H Mounder (dalam Sumardi : 1988) metode penyuluhan
berdasarkan jumlah sasaran yang dapat dicapai dapat dibagi menjadi 3 golongan
yaitu :
1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan
24
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan sasaran secara perorangan. Yang termasuk ke
dalam metode ini antara lain kunjungan usahatani, kunjungan rumah.
2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Dalam hal ini, penyuluh berhubungan dengan sekelompok orang untuk
menyampaikan pesanya. Beberapa metode dalam pendekatan kelompok
ini antara lain melalui temu lapang, demonstrasi dan diskusi.
3. Metode berdasarkan pendekatan missal
Metode ini dapat menjangkau sasaran yang banyak, yaitu antara lain
melalui rapat umum dan siaran melalui radio atau televisi.
2.5 Teknologi
Teknologi adalah teknik atau cara bercocok tanam yang benar untuk
mendapatkan hasil yang lebih besar. Teknologi diperoleh dari hasil penelitian dan
pengkajian kemudian ditransfer ke pengguna (petani) melalui berbagai cara dan
media. Teknologi yang paling tepat diterapkan adalah teknologi yang spesifik
lokasi yaitu pada lokasi penelitian dan pengujian yang dilakukan. Dalam hal ini
bukan berarti bahwa paket teknologi tersebut tidak boleh digunakan di daerah
lain, tetapi bisa saja digunakan pada daerah-daerah lain yang cocok dimana
dengan penerapan tersebut diperoleh hasil yang tinggi (Daniel, 2002 : 38).
Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu
dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas, apakah ia produktivitas tanah,
modal atau tenaga kerja (Mubyarto, 1985 : 198).
25
Teknologi menurut Suryana (2000 : 80) adalah cara mengkombinasikan
faktor-faktor produksi untuk mencapai tujuan produksi atau menghasilkan barang
dan jasa. Suatu tindakan yang paling tepat bagi negara sedang berkembang dalam
memilih teknologi tepat guna adalah dengan alih teknologi. Alih teknologi yang
diikuti dengan adaptasi dan inovasi yang sesuai dengan kondisi penerima akan
membawa perbaikan – perbaikan dalam kegiatan ekonomi.
Perubahan teknologi mengacu pada perubahan dalam teknik yang
mendasari produksi, yang terjadi ketika suatu produk atau proses baru ditemukan
atau suatu produk dan proses yang usang diperbaharui. Dalam situasi seperti ini
output yang sama dihasilkan dengan input yang lebih sedikit atau lebih banyak
output yang dihasilkan dengan input yang sama. Perubahan teknologi akan
menggeser fungsi produksi ke atas (Samuelson dan Nordhaus, 2001 : 140).
2.6 Adopsi Teknologi
Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide,
alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat
penyuluhan). Manifestasinya dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati
berupa tingkah laku, metode maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan
dalam kegiatan komunikasinya (Mardikanto dalam Levis, 1996 : 21).
Dengan mengadopsi suatu inovasi oleh para petani, maka tujuan jangka
panjang penyuluhan seperti better farming, better business, better living, dapat
terwujud karena mengadopsi inovasi akan terjadi peningkatan produksi. Tanpa
ada adopsi inovasi yang lebih baik, proses penyuluhan pertanian tidak akan
26
tercapai. Dengan demikian, adopsi inovasi merupakan sasaran inti dari kegiatan
penyuluhan pertanian (Levis, 1996: 20).
Adapun indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang dalam setiap tahapan
proses adopsi menurut Soekandar Wiraatmadja (dalam Sumardi, 1988 : 12):
1. Tahap sadar
Seseorang sudah maklum atau mengetahui sesuatu yang baru karena hasil
dari berkomunikasi dengan orang lain atau penyuluh.
2. Tahap minat
Seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal baru itu,
dengan mencari keterangan yang lebih rinci.
3. Tahap menilai
Seseorang mulai menilai keterangan yang diperolehnya dan
menghubungkanya dengan keadaan dia sendiri.
4. Tahap mencoba
Seseorang mulai memerapkan dalam luasan yang kecil, tapi melihat orang
lain yang mencoba. Kalau sudah yakin, barulah diterapkan secara lebih
luas. Bila gagal dalam percoban ini, biasanya seseorang akan
menghentikan usaha selanjutnya dan timbul rasa tak percaya akan hal baru
itu.
5. Tahap adopsi
Seseorang sudah yakin akan hal baru itu dan mulai melaksanakan dalam skala
yang lebih luas. Bahkan ia bisa dimanfaatkan oleh penyuluh agar mau
manganjurkan hal baru tersebut kepada orang lain.
27
Menurut Sumardi (1988 : 12), ada 5 tahapan yang terjadi pada proses adopsi:
1. Kesadaran (awareness), yaitu pengetahuan pertama tentang ide baru,
produk atau latihan.
2. Tumbuhnya minat (Interest), yaitu aktif mencari informasi tentang ide atau
gagasan baru untuk mengetahui manfaat dan penerapan ide atau gagasan
baru tersebut.
3. Evaluasi (Evaluation), yaitu penilaian terhadap informasi dilihat dari suatu
kondisi, apakah cocok untuk diterapkan.
4. Percobaan (Trial), dimana bersifat sementara untuk mencoba gagasan atau
ide baru yang diterima untuk lebih meyakinkan.
5. Penerapan (Adoption), yaitu penggabungan secara penuh latihan kedalam
operasi atau pelaksanaan yang berkesinambungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi menurut Levis (1996 : 37):
1. Sifat-sifat inovasi
a. Keuntungan relatif (relative advantage)
Setiap ide (inovasi) baru akan selalu dipertimbangkan mengenai
seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang diukur
dengan derajat keuntungan ekonomis, besarnya penghematan, atau
keamanan atau pengaruhnya terhadap posisi sosial yang akan diterima oleh
komunikan selaku adopter.
b. Kompatibilitas (compatibility
Setiap inovasi baru akan cepat diadopsi manakala mempunyai
kecocokan atau berhubungan dengan kondisi setempat yang telah ada di
28
masyarakat. Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap
konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan
kebutuhan penerima.
c. Kompleksitas (complexity)
Inovasi baru akan sangat mudah dimengerti dan disampaikan
manakala cukup sederhana, tidak rumit baik dalam arti mudahnya bagi
komunikator maupun mudah untuk dipahami dan dipergunakan oleh
komunikasinya. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi
dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Inovasi-inovasi
tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan
orang lainnya tidak. Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota
sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti
makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat
pengadopsiannya.
d. Triabilitas (trialability)
Inovasi baru yang tidak mudah dicoba karena perlengkapannya yang
kompleks dan memerlukan biaya atau modal yang besar lebih sulit
diadopsi dibanding benih varietas unggul baru yang tidak mahal dan
mudah dikerjakan oleh petani. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana
suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba
biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba
lebih dulu.
e. Observabilitas (observability)
29
Inovasi baru, akan lebih cepat diadopsi manakala pengaruhnya atau
hasilnya mudah dan atau cepat dapat dilihat atau diamati oleh
komunikannya. Observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu
inovasi dapat dilihat oleh orang lain.
2. Jenis keputusan inovasi
Dalam mengadopsi inovasi terdapat tiga jenis keputusan yaitu
keputusan individual (optional), keputusan kelompok dan keputusan otoritas
(pemerintah). Keputusan yang diambil oleh suatu masyarakat sangat
menentukan keberhasilan dan kecepatan adopsi suatu inovasi. Keputusan yang
diambil secara individual relatif lebih cepat mengadopsi inovasi dibandingkan
dengan keputusan kelompok apalagi dibanding dengan keputusan yang harus
menunggu dari pihak penguasa.
3. Saluran komunikasi
Penyampaian inovasi baru lewat media massa, relatif akan lebih lamban
diadopsi oleh komunikan dibanding jika disampaikan secara interpersonal
(hubungan antar pribadi). Sebab dengan hubungan langsung atau interpersonal
para komunikan akan lebih cepat menerima penjelasan-penjelasan dari
komunikator setelah menyampaikan tanggapan-tanggapanya. Sedangkan
penyampaian lewat media massa tidak mungkin dilakukan karena komunikasi
berjalan satu arah saja sehingga tertutup kemungkinan terjadi “leed back” dari
komunikan. Saluran komunikasi yakni alat yang dipergunakan untuk
menyebarkan suatu inovasi mungkin juga punya pengaruh terhadap kecepatan
pengadopsian inovasi.
30
4. Sistem sosial
a. Adopsi inovasi didalam masyarakat modern, relatif lebih cepat dibanding
dengan adopsi inovasi di dalam masyarakat yang masih tradisional.
b. Demikian pula, proses adopsi dalam masyarakat lokalite akan lebih
lamban bila dibandingkan di dalam masyarakat yang kosmopolit.
5. Kegiatan Promosi
Dalam banyak hal kegiatan promosi dapat mendorong semangat para
komunikan untuk lebih cepat menerima suatu inovasi. Hal ini dapat
dimengerti karena suatu prinsip dalam proses belajar mengajar adalah
pengulangan. Kecepatan adopsi inovasi juga sangat ditentukan oleh semakin
intensif dan seringnya intensitas atau frekuensi promosi yang dilakukan oleh
agen pembaharu (penyuluh) setempat dan atau pihak-pihak lain yang
berkompeten dengan adopsi inovasi tersebut seperti lembaga penelitian,
produsen, pedagang dan atau sumber inovasi tersebut.
6. Urgensitas masalah yang dihadapi
Kecepatan adopsi suatu inovasi oleh seseorang atau suatu sistem
masyarakat sangat ditentukan oleh urgensitas (kepentingan segera) masalah
dan kebutuhan masyarakat. Jika suatu inovasi yang diberikan dapat manjawab
kebutuhan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi masyarakat pada
saat itu, maka masyarakat akan lebih cepat menerima inovasi itu daripada
yang tidak urgen dengan kepentingan (masalah dan kebutuhan) mereka
sendiri.
31
Faktor penentu penerapan teknologi tidak semata-mata bersumber dari
diri petani, akan tetapi tergantung pada karakteristik teknologi dan bagaimana
teknologi tersebut mampu terdiseminasikan kepada petani secara tepat. Proses
keputusan inovasi dapat melalui 4 tahapan Rogers and Shoemaker (dalam
Levis, 1996) :
1. Pengenalan, dimana seseorang mengetahu adanya inovasi dan memperoleh
beberapa pengertian tentang bagaiman inovasi itu berfungsi.
2. Persuasi, dimana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak
berkenan terhadap teknologi.
3. Keputusan, dimana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya
pada pemilihan untuk menerima atau menolak suatu inovasi teknologi.
4. Konfirmasi, dimana seseorang akan mencari penguat atas keputusan yang
telah dibuat petani dan pada tahap ini mungkin terjadi seseorang
mengubah keputusannya jika ia memperoleh informasi yang bertentangan
atau kurang menguntungkan baginya.
Debertin (dalam Hutapea dan Tenda, 2009) menyatakan bahwa suatu
teknologi baru biasanya akan memberikan perbaikan dalam hal penggunaan
input dalam proses produksi, yaitu pada penggunaan input yang sama, apabila
ada perbaikan dalam penggunaan input maka akan dapat menaikkan marginal
produknya sehingga slope dari fungsi produksinya yang baru akan lebih besar
dari fungsi produksi yang lama. Selain itu terjadinya penurunan biaya
produksi perunit karena harga dari suatu input atau input lainnya menurun,
sehingga dapat menambah keuntungan. Pendapat senada juga disampaikan
32
Ghatak (dalam Hutapea dan Tenda, 2009) bahwa perubahan teknologi akan
merubah fungsi produksi, tingkat penggunaan input dan tingkat keuntungan.
2.7 Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian Ririt Rintayani dan Brodjol Sudjito tahun 2010 yang
berjudul “Dampak Penerapan metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu) Terhadap Peningkatan Pruduksi Padi dengan Pendekatan
Regresi Hedonik”. Dalam penelitian ini metode SLPTT (Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu) merupakan metode baru dalam dunia
pertanian. Metode ini sebagai tindakan nyata dari konsep PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) yang dikembangkan oleh dinas pertanian. Tujuan metode
ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan teknologi
yang sesuai dengan kondisi setempat sehingga produktifitas dan mutu padi
meningkat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Untuk mengetahui
besarnya dampak metode SLPTT digunakan Analisis statistik berupa metode
regresi hedonik. Hasil analisis regresi hedonik didapatkan model yang
menghubungkan antara beberapa komponen teknologi dengan produksi padi
dimana model signifikan, dengan R2 model 0,901, dan mean square error
0,045. Model hasil analisis tersebut mampu membuktikan bahwa dengan
adanya metode SLPTT terjadi peningkatan produksi padi sebesar 19,7%,
Menurut penelitian Ronald T.P. Hutapea dan Esje T. Tenda tahun 2009
yang berjudul “Dampak Ekonomi dan Keberlanjutan Pengelolaan Kelapa
Terpadu di Kabupaten Minahasa Utara ”, akselerasi adopsi teknologi
pengelolaan kelapa terpadu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
33
mempercepat diseminasi teknologi dan mengevaluasi model yang telah
dikembangkan oleh Balitka di Desa Kaleosan, Kabupaten Minahasa Utara
pada tahun 2004-2006. Pengumpulan data menggunakan metode survei dan
dilaksanakan pada bulan November 2006. Data yang dikumpulkan meliputi
karakteristik petani, tingkat penerapan teknologi, serta usahatani. Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh informasi (1) tingkat adopsi dan difusi
teknologi anjuran, (2) dampak teknologi terhadap pendapatan petani, dan (3)
keberlanjutan organisasi kelompok tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat adopsi dan difusi teknologi pembibitan kelapa dan tanaman sela
jagung direspon cukup baik, dengan kisaran tingkat adopsi dan difusi
teknologi sebesar 57,33-70,33. Kegiatan integrasi kelapa dengan ternak babi
serta pengolahan VCO tidak terjadi proses difusi, walaupun tingkat adopsi
pada kelompok tani cukup tinggi dengan kisaran 60,00 – 85,33. Dampak
ekonomi dari penerapan teknologi anjuran tanaman sela dan pengaruhnya
terhadap produktivitas kelapa menunjukkan dampak yang positif, dengan
nilai kelayakan finansial BCR dan MBCR >1. Dampak keberlanjutan
organisasi kedua kelompok tani berada pada kelompok berkembang.
Menurut Penelitian Handoko Gunawan dan Rika Asnita tahun 2008
yang berjudul “ Peningkatan keuntungan Usahatani Kedelai Melalui PTT di
Kabupaten Bojonegoro”. Produktifitas kedelai tingkat petani di Kabupaten
Bojonegoro rata – rata 1,24 t/ha dengan potensi genetik tanaman masih cukup
tinggi yaitu diatas 2 t/ha. Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian besar
petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman
34
belum optimal. Upaya peningkatan produktivitas bisa dicapai dengan
pengelolaan tanaman secara terpadu. Melihat kenyataan tersebut, maka
diperlukan Sekolah Lapangan yang akan dapat memberikan pembelajaran
bagi petani secara langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dampak dari Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap peningkatan
usahatani kedelai, Pelaksanaan kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu Kedelai dilaksanakan pada musim tanam MKII bulan Juli
sampai Oktober tahun 2008 yang melibatkan 6 kelompok tani di desa
Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro. Data yang
dikumpulkan adalah data produksi dan analisa usaha tani yang meliputi biaya
sarana produksi, tenaga kerja dan keuntungan yang diperoleh. Data diambil
dari lahan Laboratorium Lapang (LL), SLPTT dan non SLPTT masing-
masing diambil 5 orang. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara
berdasarkan daftar pertanyaan. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan analisa finansial dan disajikan dalam bentuk
tabulasi. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan analisa finansial dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Hasil
pengkajian memperlihatkan bahwa rata-rata produksi riil per hektar yang
diperoleh petani LL, petani SLPTT dan petani non kooperator berturut-turut
yaitu 1,985 ton; 1,559 ton; dan 1,223 ton. Peningkatan produksi ini
mendorong peningkatan pendapatan dan keuntungan bagi petani yang
mengikuti SLPTT. Keuntungan yang diperoleh oleh petani LL per hektar
meningkat 53% dan petani SLPTT meningkat 26% dibanding dengan petani
35
yang tidak mengikuti SLPTT Kedelai. Peningkatan produksi dan keuntungan
para petani SLPTT dikarenakan petani dapat melaksanakan pengelolaan
tanaman terpadu (PTT) kedelai secara optimal.
2.8Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini adalah
Gambar 1. Kerangka Pikir Dampak Program SLPTT terhadap Pendapatan Petani
Usaha Tani Padi
Sekolah lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SLPTT)
Produksi
Pendapatan Petani
Adopsi komponen Teknologi
SLPTT
Petani Padi
36
2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
H0 : μ1 = μ2 : Tidak terdapat perbedaan tingkat pendapatan petani padi
sebelum dan sesudah adanya SLPTT.
Ha : μ1 < μ2 : Pendapatan petani padi sesudah mengikuti SLPTT lebih
tinggi dari pada sebelum mengikuti SLPTT.
Keterangan :
μ1 = Pendapatan petani sebelum mengikuti SLPTT
μ2 = Pendapatan petani sesudah mengikuti SLPTT
Kriteria Uji :
t hitung > t tabel, Ho ditolak dan Ha diterima
t hitung < t tabel, Ho diterima dan Ha ditolak.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan atau mengkaji kebenaran suatu pengetahuan. Langkah- langkah
yang dilakukan dalam metode penelitian harus sistematis sehingga dapat
memecahkan masalah yang menjadi obyek penelitian. Hal ini dimaksudkan agar
hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh petani
penerima SLPTT yang ada di Kecamatan Tayu tahun 2010. Berikut ini
jumlah populasi petani penerima SLPTT di Kecamatan Tayu tahun 2010.
Tabel 3.1 Populasi Petani yang Mengikuti Program SLPTT
Kelompok Tani Jumlah Anggota
ukun Santosa 49
ogasari I 53
JUMLAH 102
Sumber : Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu 2010
38
3.2.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proporsional
random sampling berdasarkan kelompok tani yang diteliti. Penetapan
ukuran sampel responden sebagai berikut:
n = �
Dimana :
N = Ukuran populasi
n = Ukuran sampel
e2 =Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang ditolerir sebesar 10%.
n= �
n=
n=
n = 50.4 dibulatkan menjadi 50
Hasilnya di dapat sampel 50 petani padi yang mengikuti SLPTT di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Sebaran sampelnya dapat dilihat pada
tabel 3.2
39
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel dari Petani yang Mengikuti Program
SLPTT
No Kelompok Tani Populasi Sampel 1. ukun Santosa 49
2. ogasari I 53
umlah 102 50
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat adopsi teknologi petani padi yang mengikuti SLPTT di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
2. Pendapatan petani padi yang mengikuti SLPTT di Kecamatan Tayu
Kabupaten Pati.
3.4 Sumber Data Penelitian
3.4.1 Sumber Data Primer
Data primer dalam penelitian adalah data yang dikumpulkan
langsung dari responden berupa kuesioner dari petani yang mengikuti
program SLPTT. Pengambilan data secara primer dilakukan untuk
memperoleh data adopsi teknologi SLPTT dan pendapatan petani padi
sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT.
3.4.2 Sumber data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian data yang diperoleh dari instansi
pemerintah yang terkait dengan penelitian ini yaitu Balai Penyuluh
40
Pertanian (BPP) Kecamatan Tayu. Pengambilan data sekunder
dimaksudkan untuk memperoleh data populasi petani yang mengikuti
SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati tahun 2010.
3.5 Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.5.1 Kuesioner
Bentuk kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Dengan memberikan daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh responden secara langsung di lokasi
objek penelitian. Daftar pertanyaan tersebut berkaitan dengan
pendapatan petani sebelum dan setelah mengikuti SLPTT, dan adopsi
komponen teknologi SLPTT.
3.5.2 Dokumentasi
Dokumentasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
atau dokumen yang ada di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan
Tayu mengenai pelaksanaan program SL PTT sebagai objek penelitian
yang akan melengkapi data yang akan di analisa.
3.6. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
3.6.1 Analisis Pendapatan Petani Padi
41
Untuk menghitung pendapatan petani dalam satu musim tanam padi
dihitung dengan menggunakan rumus (Soeharno, 2007 : 108) :
Π = TR – TC
TR = Q. Pq.
TC = TVC + TFC.
Keterangan :
Π = Pendapatan (Rupiah)
TR = Total Revenue Penerimaan (Rupiah)
Q = Jumlah Produksi Padi (Kg)
Pq = Harga per kg Padi (Rupiah)
TC = Total Cost / biaya produksi (Rupiah)
TVC = Total Variable Cost (Rupiah)
TFC = Total Fixed Cost (Rupiah)
3.6.1.1 Penyusutan peralatan
Biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan untuk usahatani padi
di
hitung dengan metode Garis Lurus dengan rumus sebagai berikut :
X =
Keterangan :
X = besarnya penyusutan (Rp/th).
Ns = nilai sisa = 0 (Rp)
Nb = nilai pembelian.
N = jangka waktu nilai ekonomis (th).
42
Rumus di atas menggunakan asumsi bahwa alat-alat pertanian yang
dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang sama
dalam setiap tahunnya. Dalam satu tahun tanam terdiri dari tiga musim
tanam, sehingga nilai penyusutan per musim tanam diperoleh dari nilai
penyusutan per tahun dibagi tiga.
3.6.2 Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji variabel
tingkat adopsi teknologi SLPTT oleh petani padi. Dalam analisis
deskriptif ini rumus yang digunakan adalah deskriptif persentase. Hasil
dari perhitungan di bawah ini kemudian di deskripsikan.
% = x 100%
Dimana
% = persentase nilai yang diperoleh
n = Jumlah nilai adopsi yang diperoleh
N = Jumlah nilai maksimal adopsi = 150
Penentuan skor adopsi teknologi menggunakan standar 3 menurut Rahman
(dalam Hutapea dan Tenda 2009) :
• 3 untuk teknologi penuh (anjuran)
• 2 untuk teknologi cukup
• 1 untuk teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
Tingkat adopsi diklasifikasikan menjadi 3 menurut Ancok (dalam
Hutapea dan Tenda 2009) :
1.Adopsi tinggi, apabila nilai 80 - 100%
43
2.Adopsi sedang, apabila nilai 60 - 79,90%
3.Adopsi rendah, apabila 0 – 59,9%.
3.6.3 Analisis Inferensial
Analisis inferensial dalam penelitian ini melakukan pengujian
hipotesis dengan uji t berpasangan yang dimaksudkan untuk
membandingkan pendapatan petani padi sebelum dan sesudah mengikuti
program SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati tahun 2010. Rumus
uji t :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+
−=
2
2
1
1
2
2
1
2
21
ns
ns
2rns2
ns1
XXt
Dimana
X1 = rata-rata pendapatan sesudah SLPTT
X2 = rata-rata pendapatan sebelum SLPTT
S1 = Simpangan baku sesudah SLPTT
S2 = Simpangan baku sebelum SLPTT
S1² = Varians sesudah SLPTT
S2² = Varians sebelum SLPTT
r = Konstanta
n = Jumlah sampel
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan umum Wilayah
4.1.1 Letak Geografis
Kecamatan Tayu merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan
yang ada di Kabupaten Pati. Kecamatan Tayu terbagi dalam 21 kelurahan.
Jarak pusat pemerintahan dengan desa atau kelurahan terjauh yaitu 6
kilometer, sedangkan jarak antara pusat pemerintahan dengan ibu kota
kabupaten 27,5 kilometer dan jarak pusat pemerintahan dengan ibu kota
provinsi yaitu 115 kilometer. Luas Kecamatan Tayu secara keseluruhan
adalah 4.750.967 hektar. Secara administrasi dan alamiah batas-batas
wilayah Kecamatan Tayu adalah:
Sebelah timur : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kecamatan Margoyoso dan Gunungwungkal
Sebelah Barat : Kecamatan Cluwak
Sebelah Utara : Laut Jawa
(Monografi Kecamatan Tayu, 2010)
4.1.2 Topografi dan jenis tanah
Kecamatan Tayu terdiri dari sebagian dataran rendah dan sebagian
mempunyai panjang garis pantai 10 km dengan ketinggian 1-14 m di atas
permukaan laut. Temperatur terendah 24-330C. Jenis tanah adalah alufial
45
red yellow dan regusol sedangkan iklimnya mempunyai tipe iklim
oldemen.
4.1.3 Penggunaan Tanah dan Pengairan
Tabel 4.1 Penggunaan Tanah di Kecamatan Tayu 2009
Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%) ahan Sawah 2.045.520 43.05 - Pengairan teknis 1.344.102 28.29 - pengairan setengah teknis 389.175 8.19 - Pengairan desa/non PU 305.918 6.43 - Tadah hujan 6.625 0.14 ukan Sawah 2.705.447 56.59 - Rumah dan Pekarangan 1.107.949 23.32 - Tegal/kebun 493.225 10.38 - Hutan Negara 102.079 2.15 - Tambak 818.52 17.23 - tidak diusahakan 183.674 3.87
Sumber : BPP Kecamatan Tayu tahun 2009
Penggunaan lahan sawah teknis di Kecamatan Tayu menduduki
persentase terbesar yaitu 43,05 % atau dengan luas 2.045.520 hektar, hal
ini disebabkan mayoritas petani mengusahakan lahannya untuk menanam
padi sawah. Lahan sawah di Kecamatan Tayu memiliki sifat teknis yaitu
pengairan disuplai dari saluran irigasi sehingga petani di Kecamatan Tayu
Kabupaten Pati dapat menanam padi sebanyak 3 kali dalam 1 tahun.
4.2 Keadaan Penduduk
4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukkan struktur
perekonomian yang ada pada suatu wilayah tersebut. Mata pencaharian
46
penduduk di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati bersifat heterogen. Untuk
lebih jelasnya, distribusi penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan
Tayu Kabupaten Pati dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distibusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
di Kecamatan Tayu tahun 2009
No Mata Pencaharian Distribusi Jumlah
(Jiwa) Persentase
(%) 1 etani & buruh tani 19.889 59,2
2 NS & ABRI 1.453 4,3 3 engusaha 826 2,5 4 ransportasi 1.042 3,1 5 uruh industri & bangunan 5600 16,7
6 edagang 2.824 8,4 7
8
ensiunan (PNS & ABRI) elayan
432
1.510
1,3
4,5 Jumlah 33.576 100
Sumber: Monografi Kecamatan Tayu tahun 2009
Berdasarkan 4.2 dapat diketahui bahwa penduduk di Kecamatan Tayu
Kabupaten Pati paling banyak bermata pencaharian di sektor pertanian
sebagai petani atau buruh tani dengan jumlah 19.889 orang (59,2 %). Mata
pencaharian yang paling sedikit dijumpai di Kecamatan Tayu adalah sebagai
pensiunan yaitu sebanyak 432 orang (1,3 %). Tingginya jumlah penduduk
yang bermata pencaharian sebagai petani menunjukkan bahwa Kecamatan
Tayu Kabupaten Pati merupakan daerah agraris. Hal ini, juga didukung
dengan kondisi alam di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati yang cocok untuk
kegiatan pertanian, misalnya hamparan sawah yang masih luas dan kondisi
47
tanah yang cocok untuk pertanian selain itu suplai air yang cukup dari curah
hujan maupun dari sungai.
4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran
pembangunan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan
mudah untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan memperlancar
proses pembangunan. Sebaliknya masyarakat yang memiliki tingkat
pendidikan rendah akan sulit untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga
dalam hal ini akan mempersulit pembangunan. Jadi tingkat pendidikan
digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya manusia dan
kemajuan suatu wilayah. Orang yang berpendidikan cenderung berpikir
lebih rasional dan umumnya cenderung menerima adanya pembaharuan.
Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya disajikan pada tabel
4.3.
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2009
No ingkat Pendidikan Distribusi Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 elum tamat SD 7.88 12,09 2 idak tamat SD 14.454 22,17 3 amat SD 15.858 24,32 4 amat SLTP 11.671 17,90 5 amat SLTA 11.916 18,28 6 amat Akademi/PT 3.418 5,24
Jumlah 65.197 100,00
48
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan
Tayu Kabupaten Pati sebagian besar tingkat pendidikannya tamat Sekolah
Dasar yaitu 15.858 (24,32 %). Tingkat pendidikan penduduk yang paling
sedikit adalah tamat akademi atau perguruan tinggi yaitu sebanyak 3.418
atau 5,24 %.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan
penduduk Kecamatan Tayu Kabupaten Pati sebagian besar tergolong
rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Sehingga
berdampak pada pembangunan daerah kurang bisa berkembang dan
penduduk akan sulit menerima inovasi baru. Selain itu kesadaran akan
pentingnya pendidikan masih kurang khususnya pada penduduk yang
tinggal jauh dari kota Kecamatan dikarenakan informasi dan pengetahuan
tentang pendidikan terbatas.
4.3 Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan tumpuan perekonomian di Kecamatan Tayu
Kabupaten Pati sebab sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah banyak dan merupakan penyumbang pendapatan utama bagi penduduk di
Kecamatan Tayu. Selain itu kegiatan pertanian mempunyai peranan penting dalam
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
49
Ketersediaan pangan tidak terlepas dari jenis komoditi tanaman yang
ditanam oleh para petani di Kecamatan Tayu kabupaten Pati. Alokasi lahan
usahatani untuk luas tanaman yang diusahakan dapat disajikan dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4 Luas dan produksi tanaman utama di Kecamatan Tayu tahun 2009
No Komoditas uas Tanaman (Ha)
Luas yang dipanen
(Ha)
Produksi (Ton)
Rata-Rata Produksi (KW/Ha)
1 adi 3.155 3.155 20.507,5 653 etela Pohon 890 890 1.78 2005 acang Tanah 826 826 3.304 40
Sumber: Monografi Kecamatan Tayu 2009
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tanaman pangan yang
diproduksi di Kecamatan Tayu meliputi padi, ketela pohon dan kacang tanah.
Luas tanaman pangan yang paling banyak adalah tanaman padi yaitu sebesar
3.155 hektar dengan luas panen 3.155 hektar. Produksi rata-rata tanaman padi
adalah 65 kwintal/hektar. Besarnya luas tanaman padi dikarenakan mayoritas
penduduk di Kecamatan Tayu membudidayakan tanaman padi untuk menopang
kehidupannya.
4.4 Keadaan Sarana Perekonomian
Sarana dan prasarana perekonomian yang ada mempunyai peranan penting
dalam menunjang kegiatan ekonomi dari suatu wilayah. Sarana dan prasarana
perekonomiam yang ada di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dapat dilihat pada tabel
4.5.
Tabel 4.5 Sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Tayu
Kabupaten Pati
o arana Perekonomian umlah 1 asar Umum 2
50
2 asar Hewan 1 3 Kios/ Toko/ Warung 1.047 4 asar Ikan/ TPI 2 5 KUD/ Kospin 16 6 KK 1 7 RI Unit 2 8 egadaian 1
Sumber: Monografi Kecamatan Tayu Tahun 2009
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sarana perekonomian yang ada di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati antara lain : pasar umum, pasar hewan, kios TPI,
KD/Kospin, BKK, BRI dan Pegadaian. Sarana perekonomian yang ada
diharapkan dapat membantu penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari, selain itu juga dapat memenuhi kebutuhan sarana produksi dan pemasaran
hasil produksi. Sarana perekonomian yang banyak di jumpai di Kecamatan Tayu
adalah toko, kios atau warung yaitu sebanyak 1.047 buah. Hal ini menunjukkan
bahwa banyak penduduk di Kecamatan Tayu yang membuka usaha sendiri berupa
toko, kios maupun warung.
4.5 Karakteristik responden
Karakterisitik responden dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu umur
responden, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, status usahatani dan luas
lahan yang dimiliki menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan
responden dalam mengelola usaha tani yang dijalankannya.
4.5.1 Usia Responden
Usia petani padi responden di Kecamatan Tayu berkisar dari 29 tahun
sampai dengan 72 tahun. Rata-rata petani responden berumur 44,94 tahun
51
seperti pada tabel 4.6. Usia tersebut merupakan usia yang dapat dikatakan
sebagai usia produktif. Usia produktif merupakan suatu tahap dimana pada
usia tersebut kemampuan fisik petani cukup potensial untuk menjalankan
aktivitasnya baik untuk mengolah lahan maupun untuk mengembangkan
usaha tani yang mereka miliki dalam hal ini usaha tani padi.
Tabel 4.6 Usia Responden
Umur Frekuensi Persentase (%)
0-40 17 34
0-60 31 62
0-80 2 4
otal 50 100
ata-rata 44,94
Sumber : Data Primer diolah 2010
4.5.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh
terhadap pola pikir dan penguasaan teknologi. Berdasar pada tingkat
pendidikan formal, sebagian responden menempuh pendidikan setara sekolah
dasar (SD) yaitu sebesar 34%, sedangkan untuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebesar 36% persen dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh oleh
26% responden serta sebanyak 4% mencapai jenjang pendidikan perguruan
tinggi, seperti yang terlihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
idak sekolah - 0
52
D 17 34
MP 18 36
MA 13 26
erguruan Tinggi 2 4
otal 50 100
Sumber : Data Primer diolah 2010
Dengan jenjang pendidikan formal yang ditempuh petani relatif terbatas
maka pengelolaan usahatani padi hanya dijalankan secara sederhana sesuai
dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan dan informasi yang didapatkan antar
petani. Selain itu, petani juga mendapatkan pendidikan informal berupa Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) padi Kecamatan Tayu,
Kabupaten Pati sehingga dapat menjadi faktor pendukung baik pengetahuan
maupun informasi yang lebih banyak bagi petani untuk mengelola usaha tani padi.
4.5.3 Pengalaman Bertani
Aspek pengalaman bertani juga berpengaruh terhadap keputusan petani
untuk mengembangkan usahatani padi. Pengalaman bertani responden berkisar
dari 1 tahun sampai dengan 35 tahun. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa petani
dengan pengalaman bertani 0 – 5 tahun mencapai 18%, pengalaman bertani 6 -
10 tahun sebesar 24%, pengalaman bertani 11 – 15 tahun mencapai 24%.
Sedangkan pengalaman bertani selama lebih dari 15 tahun mencapai nilai
tertinggi yaitu 34% atau setara dengan 17 responden. Rata – rata pengalaman
bertani responden yang membudidayakan padi yaitu sebesar 13,09 tahun.
Dari hasil tersebut, petani dapat dikatakan sudah cukup lama
membudidayakan padi. Pengalaman tersebut merupakan modal awal bagi
53
petani dalam membudidayakan padi karena dengan pengalaman tersebut,
petani dapat menghadapi berbagai hambatan dalam budi daya padi. Selain itu,
para petani juga dapat mengambil keputusan sesuai dengan keadaan yang
mereka hadapi.
Tabel 4.8 Pengalaman Bertani
Lama Pengalaman Bertani
(Tahun)
Frekuensi Persentase (%)
– 5 9 18
– 10 12 24
1 – 15 12 24
15 17 34
otal 50 100
ata-rata 13,09
Sumber : Data Primer diolah 2010
4.5.4 Status Usahatani
Berdasarkan hasil penelusuran secara langsung di dua kelompok tani,
diperoleh bahwa 50% penerima SLPTT memiliki lahan tani sendiri dengan
jumlah responden sebanyak 25 petani responden. Kemudian sebanyak 24
responden merupakan lahan sewa dan sisanya dengan jumlah 1 responden atau
setara 2% status usahataninya adalah bagi hasil dengan pemilik lahan.
Tabel 4.9 Status Usaha Tani
Status Usaha
Tani
Frekuensi Persentase (%)
Milik sendiri 25 50
ewa 24 48
agi Hasil 1 2
otal 50 100
54
Sumber : Data Primer diolah 2010
4.5.5 Luas Lahan
Luas lahan merupakan kepemilikan lahan oleh petani yang digunakan
untuk usahatani padi yang biasanya dinyatakan dalam hektar (Ha). Sebagian
besar responden mempunyai luas lahan di bawah 0,5 Ha yaitu sebanyak 46
responden atau sebanyak 92%. Sebanyak 6% atau setara 3 responden
mempunyai luas lahan antara 0,6 – 1 Ha. Dan sisanya sebanyak 1 responden
memiliki luas lahan diatas 1 Ha.
Tabel 4.10 Luas Lahan
Luas lahan (Ha) Frekuensi Persentase (%)
– 0,5 46 92
6 – 1 3 6
1 1 2
otal 50 100
Sumber : Data primer diolah 2010
4.6 Tingkat Adopsi Teknologi SLPTT Padi
Tingkat adopsi petani terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) berupa
tingkat adopsi atau penerapan terhadap (1) varietas unggul, (2) bibit muda, (3)
jumlah bibit, (4) sistem tanam, (5) pemupukan berdasarkan tingkat kehijauan
warna daun, (6) pemupukan organik, (7) pengairan berselang, (8) pengendalian
gulma, (9) panen tepat waktu.
4.6.1 Varietas Unggul
55
Varietas unggul merupakan varietas yang mempunyai keunggulan-
keunggulan tertentu, misalnya mempunyai daya hasil yang tinggi, cita rasa
baik, maupun mempunyai ketahanan terhadap penyakit baik. Pada tabel 4.11
menunjukkan bahwa sebanyak 42 petani responden menggunakan varietas
unggul sesuai dengan yang direkomendasikan oleh PPL setempat. Petani
responden menggunakan varietas unggul sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh PPL yaitu varietas ciherang karena tahan terhadap
penyakit serta ketersediaan benih di pasaran. Sedangkan sebanyak 7 orang
menggunakan varietas yang kurang sesuai dengan rekomendasi dari PPL atau
varietas tersebut berasal dari pembenihan sendiri, serta satu petani responden
tak menggunakan teknologi. Dengan total skor 141 artinya persentase tingkat
adopsinya tinggi yaitu diangka 94%.
Tabel 4.11 Adopsi komponen varietas unggul
Teknologi PTT
Kriteria Skor Frekuensi Total Skor
Persentase Tingkat Adopsi
Varietas Unggul
eknologi Penuh 3 42
141 94% Tinggi eknologi Sedang 2 7
eknologi Rendah 1 1
Sumber : Data primer diolah 2010
4.6.2 Bibit Muda
Bibit muda adalah bibit yang berumur kurang dari 15 Hari Setelah
Semai (HSS). Penggunaan bibit muda bertujuan untuk menghasilkan anakan
lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan bibit yang lebih tua.
Tabel 4.12 Adopsi komponen bibit muda
Teknologi Kriteria Skor Frekuensi Total Persentase Tingkat
56
PTT Skor Adopsi
Bibit Muda
eknologi Penuh 3 16
115 76,6% Sedang eknologi Sedang 2 33
eknologi Rendah 1 1
Sumber : Data primer diolah 2010
Sebagaimana data yang tersaji pada tabel 4.12, sebanyak 16 petani
responden menggunakan bibit muda sesuai dengan rekomendasi dari PPL
setempat . Ini berarti bahwa petani menanam bibit pada usia muda yaitu pada
usia 15 hari setelah semai. Secara keseluruhan tingkat adopsi komponen bibit
muda adalah sedang karena persentasenya mencapai 76,6%.
Petani yang menggunakan bibit kurang sesuai dengan rekomendasi dari
PPL sebanyak 33 petani, hal tersebut dikarenakan petani memindah bibit ke
lahan pada saat berumur kurang dari 21 HSS. Dan sisanya sebanyak 1
responden tidak menggunakan teknologi.
4.6.3 Jumlah Bibit
Tabel 4.13 Adopsi komponen jumlah bibit
Teknologi PTT
Kriteria Skor Frekuensi Total Skor
Persentase Tingkat Adopsi
umlah Bibit
eknologi Penuh 3 28
124 82,7% Tinggi eknologi Sedang 2 18
eknologi Rendah 1 4
Sumber : Data primer diolah 2010
Jumlah bibit yang dianujurkan oleh PPL adalah 1-3 bibit, manfaatnya
yaitu untuk mengurangi persaingan bibit antar rumpun, kemudian
memaksimalkan pencapaian jumlah anakan, memaksimalkan peluang
57
tercapainya potensi hasil suatu varietas dan yang terakhir dapat menghemat
penggunaan benih.
Dari tabel 4.13 sebanyak 28 petani responden memakai teknologi yang
di anjurkan oleh PPL. Selanjutnya sebanyak 18 petani responden
menggunakan jumlah bibit sebanyak 4-5 dalam satu rumpun tanam dan
sisanya sebanyak 4 petani responden menerapkan jumlah bibit lebih banyak
yaitu lebih dari 5 dalam satu rumpun. Dari tabel 4.13 di peroleh total skor
sebanyak 124 atau 82,7% yang artinya tingkat adopsi komponen teknologi
jumlah bibit termasuk tinggi.
4.6.4 Sistem Tanam
Sistem tanam adalah jarak tanam yang di gunakan oleh petani responden
dalam usaha tani padinya. Berdasarkan pada tabel 4.14, sebanyak 9 petani
menggunakan sistem tanam yang sesuai dengan rekomendasi dari PPL
setempat. Sistem tanam yang dianjurkan PPL adalah sistem jajar legowo 2:1
atau 4:1. Sistem jajar legowo 2:1 yaitu cara tanam berselang-seling 2 baris
kemudian 1 baris kosong. Sistem jajar legowo 4:1 adalah cara tanam
berselang-seling 4 baris kemudian 1 baris kosong.
Penggunaan sistem tanam jajar legowo mempunyai tujuan untuk
memudahkan dalam pengendalian hama, penyakit dan gulma. Selain itu
penggunaan sistem tanam jajar legowo bertujuan untuk penyediaan ruang
kosong untuk pengaturan air. Sebanyak 37 petani menanam bibit pada lahan
58
dengan jumlah yang kurang sesuai dengan rekomendasi dari PPL dan kurang
sesuai dalam penerapan sistem tanam. Dan sebanyak 4 petani responden tak
mempergunakan teknologi. Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa tingkat
adopsi untuk komponen teknologi sistem tanam adalah sedang dengan
persentase 70%.
Tabel 4.14 Adopsi komponen sistem tanam
Teknologi PTT
Kriteria Skor Frekuensi Total Skor
Persentase Tingkat Adopsi
Sistem Tanam
eknologi Penuh 3 9
105 70% Sedang eknologi Sedang 2 37
eknologi Rendah 1 4
Sumber : Data primer diolah 2010
4.6.5 Pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun
Sebanyak 13 petani responden menggunakan teknologi penuh sesuai
yang dianjurkan dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Petani
responden beranggapan BWD sangat baik untuk menetukan waktu aplikasi
pupuk N. Kemudian yang menggunakan teknologi sedang yaitu dengan
pengamatan langsung sebanyak 37 petani responden. Mereka beranggapan
bahwa dengan pengamatan langsung dirasa sudah cukup dan tidak
mengeluarkan biaya untuk membeli BWD. Dapat disimpulkan tingkat adopsi
komponen teknologi pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun
termasuk sedang dengan persentase 75,3%.
Tabel 4.15 Adopsi komponen pemupukan N berdasarkan tingkat
kehijauan warna daun
eknologi PTT Kriteria Skor Frekuensi Total Persentase Tingkat
59
Skor Adopsi
Pemupukan N berdasarkan
tingkat kehijauan
warna daun
eknologi Penuh 3 13
113 75,3% Sedang eknologi Sedang 2 37
eknologi Rendah 1 0
Sumber : Data primer diolah 2010
4.6.6 Pemupukan Organik
Tabel 4.16 Adopsi komponen pemupukan organik
eknologi PTT Kriteria Skor Frekuensi Total Skor
Persentase Tingkat Adopsi
Pemupukan Organik
eknologi Penuh 3 19
116 77,3% Sedang eknologi Sedang 2 28
eknologi Rendah 1 3
Sumber : Data primer diolah 2010
Pemupukan organik memberikan beberapa manfaat antara lain
memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi tanah, menyehatkan tanaman
dan mengurangi pupuk kimia. Sumber-sumber pupuk organik dapat berupa
pupuk kandang, limbah pertanian seperti jerami dan limbah non pertanian
seperti serbuk gergaji.
Dari tabel 4.16 sebanyak 19 petani responden menggunakan pupuk
organik secara teratur. Menurut petani pupuk organik yang paling banyak
dipakai adalah pupuk kandang karena mudah di dapat. Sebanyak 28 petani
responden memakai pupuk organik tetapi tak secara terus menerus
memakainya, dan sisanya 3 petani responden tidak memakai pupuk organik
dengan alasan pupuk kimia yang ada dipasaran dirasa sudah cukup untuk
60
mendukung usaha taninya. Dengan persentase mencapai 77,3% maka tingkat
adopsinya termasuk kategori sedang.
4.6.7 Pengairan Berselang
Sebanyak 18 petani responden menggunakan teknologi yang
dianjurkan oleh PPL setempat yaitu pengairan berselang secara teratur.
Tabel 4.17 Adopsi komponen pengairan berselang
Teknologi PTT
Kriteria Skor Frekuensi Total Skor
Persentase Tingkat Adopsi
Pengairan berselang
eknologi Penuh 3 15
114 76% Sedang eknologi Sedang 2 34
eknologi Rendah 1 1
Sumber : Data primer diolah 2010
Manfaat yang akan diperoleh petani responden dari pengairan secara teratur
adalah memperbaiki kondisi udara di daerah perakaran, mengeluarkan gas-gas
beracun dan meningkatkan efisiensi pemupukan. Dari tabel 4.17 sebanyak 34
petani responden melakukan pengairan berselang tapi kurang teratur. Menurut
mereka alasan melakukan pengairan tidak teratur karena kondisi hujan, jika
terjadi hujan akan terjadi genangan air yang lebih banyak. Sebanyak 15 petani
responden menggunakan teknologi penuh atau anjuran. Kemudian sisanya
sebanyak 1 petani responden penerapan teknologi kurang. Total skor yang
didapat dari komponen teknologi ini adalah 114 atau sebanyak 76% yang
berarti adopsi komponen teknologi pengairan berselang adalah sedang.
4.6.8 Pengendalian Gulma
Cara pengendalian gulma yang dianjurkan oleh PPL setempat adalah dengan
61
alat gasrok. Sebanyak 13 petani responden memakai komponen teknologi ini.
Manfaat yang didapat dari pemakaian gasrok adalah bisa mematikan gulma
sampai ke akarnya, memperbaiki kondisi udara di perakaran.
Tabel 4.18 Adopsi komponen pengendalian gulma
Teknologi PTT Kriteria Skor Frekuensi Total Skor
Persentase Tingkat Adopsi
Pengendalian gulma
eknologi Penuh 3 13
111 74% Sedang eknologi Sedang 2 35
eknologi Rendah 1 2
Sumber : Data primer diolah 2010
Kemudian untuk penggunaan teknologi yang cukup yaitu dengan
penggunaan herbisida sebanyak 35 petani responden, meraka merasa dengan
penggunaan herbisida lebih praktis dan sisanya 2 petani responden masuk
dalam pengunaan teknologi kurang. Total skor yang didapatkan dari
komponen teknologi ini 111 atau 74% dengan kata lain adopsi komponen
teknologi pengendalian gulma adalah sedang.
4.6.9 Panen tepat waktu
Panen merupakan tindakan petani pada saat memanen. Berdasarkan tabel
4.19 sebanyak 26 petani melaksanakan tindakan panen sesuai dengan
rekomendasi dari PPL atau pemandu lapang setempat. Responden melakukan
proses panen pada saat padi 90% menguning. Dalam melakukan panen petani
responden memanen tanaman padi dengan menggunakan pedal threser atau
dirontokkan secara manual.
Tabel 4.19 Adopsi komponen panen tepat waktu
eknologi PTT Kriteria Skor Frekuensi Total Persentase Tingkat
62
Skor Adopsi
Panen tepat waktu
eknologi Penuh 3 26
124 82,7% Tinggi eknologi Sedang 2 22
eknologi Rendah 1 2
Sumber : Data primer diolah 2010
Sebanyak 22 petani responden melaksanakan tindakan panen kurang
sesuai dengan rekomendasi dari PPL atau pemandu lapang setempat. Hal
tersebut dikarenakan petani memanen tanamannya pada saat padi pada saat
tingkat kekuningan padi kurang dari 90% . Selain itu petani responden tidak
melakukan tindakan panen karena hasil panenan langsung ditebas kepada para
tengkulak. Dengan total skor 124 menghasilkan persentase tingkat adopsi
sebesar 82,7% yang berarti tingkat adopsi komponen panen tepat waktu adalah
tinggi.
4.7 Dampak SLPTT Terhadap Pendapatan Petani Padi
4.7.1 Biaya usaha tani padi
Pengeluaran (biaya) dalam usahatani padi meliputi biaya variabel yaitu
untuk membeli sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, herbisida, dan
upah tenaga. Penggunaan sarana produksi tepat akan berpengaruh terhadap
perolehan hasil usahatani. Biaya lainya yaitu yang bersifat biaya tetap seperti
pembayaran pajak dan iuran untuk pengairan serta biaya nilai penyusutan
alat-alat pertanian yang digunakan dalam proses produksi.
Dari tabel 4.20 nampak bahwa dalam satu kali musim tanam,
penggunaan biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli sarana produksi
63
seperti pupuk lebih banyak digunakan oleh petani sesudah mengikuti SLPTT
yaitu sebesar Rp 900.208,88 dan pembelian pupuk sebelum SLPTT sebesar
Rp 735.874,67. Untuk pembelian benih sebelum SLPTT petani harus
mengeluarkan biaya senilai Rp 296.579,63 dan sesudah SLPTT naik sedikit
yaitu menjadi Rp 299.321,15. Sedangkan biaya untuk membeli sarana
produksi herbisida lebih banyak dikeluarkan oleh petani padi sebelum
mengikuti SLPTT yaitu sebesar Rp 127.708,33 dibanding dengan sesudah
mengikuti SLPTT senilai Rp 107.088,95. Hal ini dikarenakan herbisida
dianjurkan untuk digunakan setelah teknologi pengendalian gulma yaitu
dengan menggunakan alat gasrok tidak bisa lagi menekan populasi gulma.
Oleh karena para petani padi sawah sistem PTT akan selalu berupaya
mengurangi biaya untuk pembelian pestisida.
Tabel 4.20 Biaya produksi pada usaha tani padi sebelum SLPTT dan
sesudah SLPTT (Rata-rata satu ha)
No Jenis Sarana Sebelum SLPTT (Rp)
Sesudah SLPTT (Rp)
1 enih 296.579,63 299.321,15 2 upuk 735.874,67 900.208,88 3 estisida 321.180,16 325.430,81 4 erbisida 127.708,33 107.088,95 5 enaga Kerja 3.113.994,78 3.098.302,87 6 ajak 112.810,95 112.810,95 7 ewa Lahan 5.074.257,43 5.074.257,43 8 enyusutan Peralatan 42.566,58 42.566,58 9 uran 130.731,1 134.647,5
Sumber : Data primer diolah 2010
Untuk biaya tenaga kerja diperoleh dengan mengalikan curahan kerja
dengan upah yang berlaku di lokasi penelitian. Upah untuk tenaga kerja laki-
laki sebesar Rp 25.000,00 per hari dan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp
64
15.000,00 per hari. Biaya total yang dikeluarkan untuk curahan kerja
usahatani/musim pada usahatani padi sebelum mengikuti SLPTT rata-rata per
hektar sebesar Rp 3.113.994,78. Dan setelah adanya SLPTT pengeluaran
untuk tenaga kerja menjadi menurun sebesar Rp 3.098.302,87.
Sedangkan pengeluaran lainya yang bersifat tetap yaitu penyusutan
peralatan, sewa lahan dan iuran relatif tetap atau dengan kata lain terdapat
perubahan tetapi sangat sedikit, seperti pengairan dari Rp 130.731,1 sebelum
SLPTT menjadi Rp 134.647,5 sesudah SLPTT.
4.7.2 Pendapatan Usahatani Padi Sawah Sebelum dan Sesudah SLPTT
Analisis pendapatan dihitung atas dasar selisih antara penerimaan yang
diperoleh dalam jangka waktu satu kali proses produksi, dikurangi dengan
seluruh pengeluaran sebagai korbanan selama proses produksi. Berdasarkan
tabel 4.21 Tingkat penerimaan dari hasil usahatani padi sesudah adanya
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dibandingkan dengan
usahatani sebelum adanya Sekolah lapang Pengelolaan tanaman Terpadu
menunjukan perbedaan yang cukup besar yakni sebelum SLPTT senilai Rp
13.662.375,98 kemudian setelah SLPTT menjadi Rp 15.119.921,67.
Tabel 4.21 Pendapatan usaha tani sebelum dan sesudah adanya SLPTT
(rata-rata satu ha)
No Jenis Uraian ebelum SLPTT (Rp) Sesudah SLPTT (Rp) 1 enerimaan (Rp/MT) 13.662.375,98 15.119.921,67 2 iaya (Rp/MT) 7.744.190,60 7.895.438,64 3 endapatan (Rp/MT) 5.918.185,38 7.224.483,02 Sumber : Data primer diolah 2010
Dilihat dari tingkat pengeluaran biaya produksi ternyata bahwa pada
usahatani padi sesudah SLPTT menunjukan angka yang lebih besar dari
65
usahatani padi sebelum adanya SLPTT yakni masing-masing sebesar Rp
7.744.190,60 dan Rp 7.895.438,64. Kondisi seperti ini disebabkan adanya
penggunaan input usahatani berupa perbedaan dalam menggunakan tenaga
kerja dan sarana produksi, yang berdampak pada tingkat pengeluaran
usahatani menjadi lebih besar. Kemudian pendapatan rata-rata petani dalam
satu hektar sesudah mengikuti SLPTT lebih besar dari sebelum mengikuti
SLPTT yakni dengan selisih sebesar Rp 1.306.297,64.
Tabel 4.22 Paired Samples Test Paired Differences
T df
Sig.
(2-
tailed)
Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 SESUD
AH –
SEBEL
UM
500312.000 426372.186 60298.133 379138.366 621485.634 8.297 49 .000
Sumber : Data primer diolah 2010
Dari paired samples test diketahui bahwa nilai probabilitas sebesar
0,00 (probabilitas <0,05) dan nilai t tabel adalah 1,67 (t tabel pada α = 5%
; df = 50-1 = 49 diperoleh nilai 1,67), sedangkan t hitungnya adalah 8,297.
Karena t hitung > t tabel yaitu 8,297 > 1,67 maka Ho ditolak yang berarti
ada perbedaan nilai pendapatan antara sebelum dan sesudah adanya
SLPTT.
Berdasarkan tabel 4.24 diketahui bahwa terdapat perbedaan mean
sebesar 500.312,000. Perbedaan ini mempunyai range antara lower/batas
bawah 379.138,366 sampai upper/batas atas 621.485,634 . Hasil ini berarti
66
bahwa SLPTT mempunyai dampak terhadap peningkatkan pendapatan
petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
4.8 Pembahasan
4.8.1 Analisis tingkat adopsi teknologi SLPTT
Dari hasil pengolahan data primer yang peneliti lakukan terhadap 50
responden di 2 kelompok tani yang mengikuti program SLPTT di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati diperoleh hasil tiga komponen teknologi
PTT yang diadopsi petani masuk kategori tinggi yaitu komponen
teknologi. Varietas unggul (94%), jumlah bibit (82,7%) dan panen tepat
waktu (82,7%), sedangkan komponen yang masuk dalam kategori adosi
sedang yaitu bibit muda (76,6%) sistem tanam (70%), pemupukan N
berdasarkan tingkat kehijauan warna daun (75,3%), pemupukan organik
(77,3%), pengairan berselang (76%) dan pengendalian gulma (74%).
Komponen teknologi varietas unggul banyak di adopsi oleh petani
karena varietas unggul yang dianjurkan dalam SLPTT di lokasi ini adalah
varietas ciherang dimana varietas ini memiliki ketahanan terhadap hama
penyakit serta ketersediaan benih dipasaran. Untuk komponen jumlah bibit
petani tidak banyak mengalami kesulitan untuk proses adopsinya. Dengan
jumlah bibit yang lebih sedikit akan memaksimalkan jumlah anakan
sehingga produktivitas yang dihasilkan nantinya juga meningkat.
Pada komponen bibit muda teknologi yang diunjurkan dalam
SLPTT adalah penggunaan bibit umur 15 hari setelah semai. Sebelum
67
SLPTT petani di lokasi penelitian rata-rata menggunakan bibit yang
berumur 21 hari setelah semai. Dengan umur bibit yang muda tanaman
akan lebih cepat beradaptasi dan meningkatkan persentase gabah isi
sehingga produktivitas nantinya diharapkan meningkat.
Sistem tanam yang dilakukan petani sebelum SLPTT sangat
berbeda dengan sistem tanam yang di anjurkan. Dengan tingkat adopsi
70% menunjukkan bahwa petani sudah mulai beralih kepada sistem tanam
yang diajarkan yaitu jajar legowo. Pengunaan bahan organik, karena dalam
budaya masyarakat yang ada belum terbiasa memanfaatkan kotoran ternak
yang ada, baik yang berasal dari sapi atau kotoran lainya, menyebabkan
penggunaan kotoran ternak sebagai pupuk organik masih merupakan hal
yang tidak lazim bagi petani. Adopsi pengairan berselang masih terkendala
oleh masalah cuaca. Apabila kondisi hujan terus menerus maka tanaman
akan tergenang air, sehingga pengaturan airnya menjadi sulit dikontrol.
Dalam pengendalian gulma penggunaan gasrok masih menjadi pilihan
terakhir karena banyak petani yang masih menggunakan herbisida karena
dinilai lebih praktis. Padahal dengan menggunakan gasrok mampu
mencabut gulma sampai ke akarnya.
Menurut Suryana (2000 : 79), proses pembangunan ekonomi bisa
dipercepat dengan adanya penelitian dasar ilmiah di bidang teknologi dan
aplikasi teknologi. Dengan SLPTT ini merupakan langkah awal proses
pembangunan ekonomi khusunya dalam bidang pertanian yang menjadi
basis dari perekonomian Indonesia. Proses aplikasi teknologi yang
68
diberikan kepada petani lewat program SLPTT diharapkan akan member
kemajuan pertanian di Indonesia. Pendapat serupa juga disampaikan oleh
Daniel (2002 : 25) yang menyatakan bahwa pengembangan teknologi akan
meningkatkan produksi, pendapatan serta mendorong berkembangnya
sektor lain seperti koperasi industri dan jasa.
4.8.2 Analisis dampak SLPTT terhadap pendapatan petani
Dari hasil analisis uji t terrhadap pendapatan petani padi sebelum
dan sesudah mengikuti program SLPTT menunjukkan bahwa t hitung > t
tabel yaitu 8,297 > 1,67, hal ini berarti bahwa SLPTT memberikan
dampak terhadap pendapatan petani. Rata-rata pendapatan sebelum
mengikuti SLPTT adalah Rp 2.266.665,00 sedangkan setelah mengikuti
SLPTT rata-rata pendapatanya menjadi Rp. 2.766.977,00.
Terdapat perbedaan mean sebesar 500.312,000 setelah diterapkanya
SLPTT di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Hal ini berarti terdapat
peningkatanan pendapatan pendapatan sebesar Rp 500.312,00 dalam satu
kali musim tanam setelah mengikuti SLPTT. Peningkatan pendapatan di
sebabkan karena penggunaan teknologi SLPTT sehingga terjadi efisiensi
dan efektifitas dalam penggunan faktor –faktor produksi. Dimana dengan
penggunaan input yang efisien dan efektif akan memberikan output atau
hasil yang maksimal pula.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Samuelson dan
Nordhaus (2001 : 140) yang menyatakan bahwa perubahan teknologi
69
mengacu pada perubahan dalam teknik yang mendasari produksi ,yang
terjadi ketika suatu produk atau proses baru ditemukan atau suatu produk
dan proses yang usang diperbarui. Dalam situasi seperti ini output yang
sama dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih sedikit atau lebih
banyak output yang dihasilkan dengan penggunan input yang sama.
Dengan pengembangan teknologi dibidang pertanian seperti program
SLPTT ini diharapkan proses adopsinya akan cepat menyebar ke seluruh
petani di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan levis (1966: 20) yang
menyatakan bahwa dengan mengadopsi suatu inovasi oleh para petani,
maka tujuan jangka panjang penyuluhan seperti better farming, better
business, better living, dapat terwujud karena mengadopsi inovasi akan
terjadi peningkatan produksi. Dari hasil peningkatan produksi tersebut
akan terjadi pula peningkatan pendapatan usaha tani dalam hal ini usaha
tani padi.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh Pramono Joko, Seno Basuki
dan Widarto dalam penelitianya di Kabupaten Grobogan dan Sragen yang
menyatakan bahwa Pendekatan model PTT disamping meningkatkan hasil
gabah, juga mampu meningkatkan tingkat keuntungan usahatani berkisar
antara 25 – 58 %.
70
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Tingkat adopsi teknologi anjuran SLPTT yang masuk kategori tinggi di
daerah penelitian adalah komponen varietas unggul (94%) jumlah bibit
(82,7%) dan panen tepat waktu (82,7%), sedangkan teknologi SLPTT
yang masuk dalam kategori adopsi sedang adalah bibit muda (76,6%)
sistem tanam (70%), pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna
daun (75,3%), pemupukan organik (77,3%), pengairan berselang (76%)
dan pengendalian gulma (74%).
2. Dari hasil uji t terhadap pendapatan petani padi menunjukkan t hitung > t
tabel (8,297 > 1,67) yang berarti SLPTT memberikan dampak terhadap
peningkatan pendapatan petani padi di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
5.2 Saran
1. Beberapa komponen teknologi SLPTT seperti bibit muda, sistem tanam,
pemupukan N berdasarkan bagan warna daun, pemupukan organik,
pengairan berselang serta pengendalian gulma masuk dalam kategori
adopsi sedang artinya penyerapan teknologi belum maksimal salah satunya
adalah pemupukan organik. Pemakaian pupuk kandang merupakan hal
yang tidak biasa untuk digunakan sebagai pupuk. Sehingga kedepan
71
penyuluh SLPTT harus mencari metode pendekatan penyuluhan yang
lebih baik lagi agar semua komponen teknologi terserap secara maksimal.
2. Rata-rata penerimaan dan pendapatan dari usahatani padi sesudah adanya
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu lebih besar dari pada rata-
rata penerimaan dan pendapatan dari usahatani sebelum adanya Sekolah
Lapang pengelolaan Tanaman Terpadu, maka dianjurkan petani SLPTT
untuk melaksanakan usahatani dengan sistem Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SLPTT) dan mengajak petani non SLPTT disekitarnya
untuk melaksanakan usahatani dengan sistem SLPTT .
72
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
................................. 2006. Prosedur Penelitian.Jakarta : PT Rineka Cipta.
Bank pengetahuan Padi Indonesia. 2008. Peningkatan Produksi Padi melalui Pendekataan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Jakarta : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Gunawan, Handoko dan Rika Asnita. 2008. ” Peningkatan Keuntungan Usahatani Kedelai Melalui PTT di di Kabupaten Bojonegoro”. Dalam Seminar Nasional Inovasi untuk Petani dan Peningkatan daya Saing Produk Pertanian, ISBN 978-979-3450-25-5. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.
Gultom, Lampos. 2008. ”Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budi daya Jagung dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten Langkat”. Skripsi. Medan : Fakultas Pertanian USU.
Http://h0404055.w0rdpress.com (4 Agustus 2010)
Hutapea, Ronald TP dan Esje T. Tenda. 2009. “Dampak Ekonomi dan Keberlanjutan Penerapan Pengelolaan Kelapa Terpadu di Kabupaten Minahasa Utara”. Dalam Jurnal Littri Volume 15 No. 2. Hal 91 – 99. Manado : Balai Penelitian Tanaman kelapa dan Palma Lain.
Jamal, Erizal. 2009. ”Telaah Penggunaan Pendekatan sekolah lapang Dalam Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT) Padi di Kabupaten Blitar dan Kediri”. Dalam Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 7 Nomor 4 Halaman 337-349. Bogor : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Levis, Rafael Leta. 1996. Komunikasi Penyuluhan pedesaan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Materi Diklat Pembekalan THL-TBPP Tahap Pertama Tahun 2007. Jakarta : Departemen Pertanian.
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Pertja.
Panduan Tekhnis pelaksanan Pendampingan program SLPTT Tahun 2010. Ungaran : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Pedoman Umum Sekolah Lapang PTT Padi tahun 2008. Jakarta : Departemen Pertanian.
Pengelolan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Tahun 2009. Ungaran : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Pramono, Joko, Seno Basuki dan Widarto . ”Upaya Peningkatan Produksi Padi Sawah Melalui pendekatan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu”. Dalam Journal Agrosains Volume 7 Nomor 1 Halaman 1-6 . Ungaran : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Rintayani, Ririt dan Brodjol Sutijo.2010. ”Dampak Penerapan SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) Terhadap Peningkatan Produksi Padi Dengan Pendekatan Regresi Hedonik”. Laporan Penelitian. Surabaya : ITS.
Santosa, Budi perbayu dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta : Andi.
Samuelson dan Nordhaus.2001. Ilmu Mikro Ekonomi. Jakarta : PT Media Edukasi Global.
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian menggunakan SPSS 13. Yogyakarta : Andi.
Soeharno. 2007. Teori Mikroekonomi. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET.
Sudjana. 2001. Metode Statistika. Bandung : Tarsito
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV ALFABETA.
Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suriatna, Sumardi. 1988. Metode Penyuluhan Pertanian. Jakarta : PT Melton Putra.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. 2000. Jakarta : Salemba Empat.
Unnes. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi FE. Semarang : UNNES Press.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
DAMPAK PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN
TANAMAN TERPADU (SLPTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI
PADI DI KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI
Oleh : Rahadyan Yanuarto
A. Identitas responden
1. Nama : ……………..
2. Alamat : ……………..
3. Usia : ……………..
4. Pendidikan terakhir : ……………..
5. Status kepemilikan lahan : Milik sendiri
Sewa
Bagi hasil
6. Pengalaman bertani : ……….. tahun
B. Pendapatan Usahatani Padi Sebelum SLPTT
Musim tanam : ……………. Luas Lahan : ……….. Ha
Tahun : ……………..
B.1 Penerimaan
Uraian Fisik Harga per satuan (Rp) Nilai (Rp)
Produksi padi ….. Kg ………. ……….
Nomor Responden :
B.2 Biaya tidak tetap
Uraian Fisik Harga per satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Benih ….. Kg ………. ………. Pupuk 1. ….. Kg ………. ………. 2. ….. Kg ………. ………. 3. ….. Kg ………. ………. Pestisida 1. ….. lt ………. ………. 2. ….. lt ………. ………. 3. ….. lt ………. ………. Herbisida 1. ….. lt ………. ………. 2. ….. lt ………. ………. 3. ….. lt ………. ………. Tenaga kerja luar keluarga 1. Persemaian ….. HOK ………. ………. 2. Membajak ….. HOK ………. ………. 3. Mencangkul ….. HOK ………. ………. 4. Mananam ….. HOK ………. ………. 5. Memupuk ….. HOK ………. ………. 6. Menyiang ….. HOK ………. ………. 7. Pengendalian OPT
….. HOK ………. ……….
8. Panen ….. HOK ………. ………. Tenaga kerja dalam keluarga 1. Persemaian ….. HOK ………. ………. 2. Membajak ….. HOK ………. ………. 3. Mencangkul ….. HOK ………. ………. 4. Mananam ….. HOK ………. ………. 5. Memupuk ….. HOK ………. ………. 6. Menyiang ….. HOK ………. ………. 7. Pengendalian OPT
….. HOK ………. ……….
8. Panen ….. HOK ………. ……….
B.3 Biaya tetap
Uraian Fisik Harga per satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Pajak ……….
Sewa lahan per musim ……….
Iuran ……….
C. Pendapatan Usahatani Padi Setelah SLPTT
Musim tanam : …………….. Luas lahan : ……….. Ha
Tahun : ……………..
C.1 Penerimaan
Uraian Fisik Harga per satuan
(Rp)
Nilai (Rp)
Produksi padi ….. Kg ………. ……….
C.2 Biaya tidak tetap
Uraian Fisik Harga per satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Benih ….. Kg ………. ………. Pupuk 1. ….. Kg ………. ………. 2. ….. Kg ………. ………. 3. ….. Kg ………. ………. Pestisida 1. ….. lt ………. ………. 2. ….. lt ………. ………. 3. ….. lt ………. ………. Herbisida 1. ….. lt ………. ………. 2. ….. lt ………. ………. 3. ….. lt ………. ………. Tenaga kerja luar keluarga 9. Persemaian ….. HOK ………. ………. 10. Membajak ….. HOK ………. ……….
11. Mencangkul ….. HOK ………. ………. 12. Mananam ….. HOK ………. ………. 13. Memupuk ….. HOK ………. ………. 14. Menyiang ….. HOK ………. ………. 15. Pengendalian OPT ….. HOK ………. ………. 16. Panen ….. HOK ………. ………. Tenaga kerja dalam keluarga 9. Persemaian ….. HOK ………. ………. 10. Membajak ….. HOK ………. ………. 11. Mencangkul ….. HOK ………. ………. 12. Mananam ….. HOK ………. ………. 13. Memupuk ….. HOK ………. ………. 14. Menyiang ….. HOK ………. ………. 15. Pengendalian OPT ….. HOK ………. ………. 16. Panen ….. HOK ………. ……….
C.3 Biaya tetap
Uraian Fisik Harga per satuan (Rp) Nilai (Rp)
Pajak ……….
Sewa lahan per musim ……….
Iuran ……….
Biaya Penyusutan peralatan pertanian
Uraian Fisik Harga per satuan (Rp)
Umur pakai (tahun)
Sabit ………. ………. ……….
Cangkul ………. ………. ……….
Sprayer ………. ………. ……….
D. Tingkat adopsi Komponen Terknologi SLPTT
1. Apakah Bapak/Ibu menggunakan varietas unggul sesuai Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) dalam berusaha tani ?
a. Teknologi penuh (anjuran), varietas unggul dan berlabel
b. Teknologi cukup, varietas unggul tapi tak berlabel
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
2. Apakah Bapak/Ibu menggunakan bibit muda sesuai SLPTT dalam berusaha
tani ?
a. Teknologi penuh (anjuran), kurang dari 15 hari setelah semai
b. Teknologi cukup, 15 - 20 hari setelah semai
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi, lebih dari 20 hari
setelah semai
3. Apakah Bapak/Ibu menerapkan jumlah bibit sesuai SLPTT dalam berusaha tani?
a. Teknologi penuh (anjuran), 1 - 3 bibit per lubang
b. Teknologi cukup, 4 -5 bibit per lubang
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi, lebih dari 5 bibit per lubang
4. Apakah Bapak/Ibu menerapkan sistem tanam sesuai SLPTT dalam berusaha tani?
a. Teknologi penuh (anjuran), legowo 2:1 ; legowo 4:1
b. Teknologi cukup, legowo 6:1
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
5. Bagaimanakah cara Bapak/ Ibu mengukur tingkat kehijauan warna daun padi
sebelum memberikan pupuk N ?
a. Teknologi penuh (anjuran), dengan menggunakan skala Bagan Warna Daun
(BWD)
b. Teknologi cukup, dengan pengamatan langsung
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
6. Apakah Bapak/Ibu melakukan pemupukan organik sesuai SLPTT dalam berusaha
tani?
a. Teknologi penuh (anjuran), selalu menggunakan pupuk organik
b. Teknologi cukup, kadang-kadang menggunakan pupuk organik
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
7. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengairan berselang sesuai SLPTT dalam berusaha
tani?
a. Teknologi penuh (anjuran), pengairan berselang teratur
b. Teknologi cukup, pengairan berselang kurang teratur
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
8. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengendalian gulma sesuai SLPTT dalam berusaha
tani?
a. Teknologi penuh (anjuran), dengan menggunakan gasrok
b. Teknologi cukup, dengan menggunakan Herbisida
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
9. Apakah bapak/Ibu melakukan panen tepat waktu sesuai anjuran SLPTT ?
a. Teknologi penuh (anjuran), saat 90% padi menguning
b. Teknologi cukup, kurang dari 90% padi menguning
c. Teknologi kurang atau tak menerapkan teknologi
Lampiran 2
Tabulasi Karakteristik Rerponden
Usia Responden
Umur Jumlah Responden Persentase (%)
20-40 17 34
40-60 31 62
50-80 2 4
Total 50 100
Rata-rata 44,94
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)
Tidak sekolah - 0
SD 17 34
SMP 18 36
SMA 13 26
Perguruan Tinggi 2 4
Total 50 100
Pengalaman Bertani
Lama Pengalaman
Bertani (Tahun)
Jumlah responden Persentase
0 – 5 9 18
6 – 10 12 24
11 – 15 12 24
>15 17 34
Total 50 100
Rata-rata 13,09
Status Usaha Tani
Status UsahaTani Jumlah responden Persentase (%)
Milik sendiri 25 50
Sewa 24 48
Bagi Hasil 1 2
Total 50 100
Luas Lahan
Luas lahan (Ha) Jumlah responden Persentase (%) 0 – 0,5 46 92 0,6 – 1 3 6 >1 1 2 Total 50 100
Tabulasi Uji Coba Instrumen Adopsi Teknologi
Responden Pertanyaan Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 26 2 3 2 2 2 2 1 2 2 1 17 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 4 3 3 2 2 2 3 3 2 2 22 5 3 3 3 2 3 3 3 3 3 26 6 3 2 2 2 2 2 2 2 3 20 7 3 2 2 2 2 2 3 2 2 20 8 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21 9 3 2 3 2 2 2 3 3 3 23 10 3 2 3 2 3 3 3 3 3 25 11 3 2 2 3 3 3 3 3 3 25 12 3 3 3 3 2 2 2 2 2 22 13 3 2 3 2 2 2 2 2 3 21 14 3 3 3 2 3 3 2 3 3 25 15 3 2 2 2 2 2 2 2 2 19 16 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18 17 1 1 1 1 2 1 1 1 2 11 18 2 2 2 1 2 1 2 3 2 17 19 2 2 1 1 2 2 2 2 1 15 20 3 2 2 2 2 2 2 2 3 20
Tabulasi Adopsi Teknologi SLPTT
Responden Pertanyaan Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 26 2 3 2 2 2 2 1 2 2 1 17 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 4 3 3 2 2 2 3 3 2 2 22 5 3 3 3 2 3 3 3 3 3 26 6 3 2 2 2 2 2 2 2 3 20 7 3 2 2 2 2 2 3 2 2 20 8 3 3 3 2 2 2 2 2 2 21 9 3 2 3 2 2 2 3 3 3 23 10 3 2 3 2 3 3 3 3 3 25 11 3 2 2 3 3 3 3 3 3 25 12 3 3 3 3 2 2 2 2 2 22 13 3 2 3 2 2 2 2 2 3 21 14 3 3 3 2 3 3 2 3 3 25 15 3 2 2 2 2 2 2 2 2 19 16 3 2 2 2 2 2 2 1 2 18 17 1 1 1 1 2 1 1 1 2 11 18 2 2 2 1 2 1 2 3 2 17 19 2 2 1 1 2 2 2 2 1 15 20 3 2 2 2 2 2 2 2 3 20 21 3 3 3 3 2 2 3 2 3 24 22 3 2 3 2 2 2 2 2 3 21 23 3 2 3 2 2 2 2 2 3 21 24 2 2 1 2 2 2 2 2 2 17 25 3 2 3 2 3 2 2 2 3 22 26 2 2 1 1 2 2 2 2 2 16 27 3 2 3 2 3 2 2 2 3 22 28 2 2 2 2 2 2 2 2 3 19 29 3 2 3 3 2 3 2 2 3 23 30 3 3 3 2 2 3 2 2 3 23 31 3 2 3 2 2 3 2 2 2 21 32 3 2 3 2 2 2 2 2 3 21 33 3 2 3 2 2 3 2 2 2 21 34 3 3 3 2 2 2 3 2 2 22 35 3 2 2 2 2 2 2 2 2 19
36 3 2 3 2 2 3 2 2 2 21
37 3 3 3 3 2 3 3 2 2 24
38 3 2 3 2 3 2 3 3 3 24 39 3 2 3 2 2 3 2 2 2 21 40 2 2 2 2 2 3 2 2 2 19 41 3 2 3 2 3 2 3 3 3 24 42 2 2 2 2 2 2 2 2 3 19 43 3 2 2 2 2 2 2 2 2 19 44 3 2 2 2 2 2 2 2 2 19 45 3 3 3 3 3 2 2 3 3 25 46 3 3 3 3 3 3 2 3 3 26 47 3 2 2 2 2 3 2 2 2 20 48 3 3 2 2 2 2 2 2 2 20 49 3 3 3 2 2 3 3 2 3 24 50 3 3 2 3 3 3 3 3 3 26
Tabulasi Frekuensi Adopsi Teknologi SLPTT
Komponen Teknologi Skor Jumlah Responden Total Skor Varietas Unggul Teknologi penuh 3 42 126Teknologi sedang 2 7 14Teknologi rendah 1 1 1Sub total 50 141 94%Bibit Muda Teknologi penuh 3 16 48Teknologi sedang 2 33 66Teknologi rendah 1 1 1Sub total 50 115 76.6%Jumlah Bibit Teknologi penuh 3 28 84Teknologi sedang 2 18 36Teknologi rendah 1 4 4Sub total 50 124 82.7%Sistem Tanam Teknologi penuh 3 9 27Teknologi sedang 2 37 74Teknologi rendah 1 4 4Sub total 50 105 70%Pemupukan N berdasarkan tingkat kehijauan warna daun
Teknologi penuh 3 13 39Teknologi sedang 2 37 74Teknologi rendah 1 0 0Sub total 50 113 75.3%Pemupukan Organik Teknologi penuh 3 19 57Teknologi sedang 2 28 56Teknologi rendah 1 3 3Sub total 50 116 77.3%Pengairan Berselang Teknologi penuh 3 15 45Teknologi sedang 2 34 68
Teknologi rendah 1 1 1Sub total 50 114 76% Pengendalian Gulma Teknologi penuh 3 13 39Teknologi sedang 2 35 70Teknologi rendah 1 2 2Sub total 111 74%Panen Tepat Waktu Teknologi penuh 3 26 78Teknologi sedang 2 22 44Teknologi rendah 1 2 2Sub total 55 124 82.7%
Tabulasi Usahatani Sebelum SLPTT
NO Biaya Tidak Tetap
Benih Pupuk Pestisida Herbisida Tenaga Kerja
1 84,000 216,000 299,000 ‐ 625,000
2 168,000 378,000 530,000 ‐ 975,000
3 70,000 234,500 92,000 18,000 950,000
4 140,000 347,500 105,000 95,000 875,000
5 70,000 149,500 53,000 16,000 795,000
6 140,000 348,000 230,000 50,000 2,325,000
7 70,000 162,000 231,000 ‐ 485,000
8 72,000 172,000 102,000 18,000 895,000
9 140,000 309,000 186,000 470,000 2,075,000
10 84,000 149,500 53,000 18,000 870,000
11 60,000 147,000 231,000 25,000 745,000
12 210,000 452,500 158,000 25,000 2,450,000
13 290,000 436,000 110,000 75,000 2,245,000
14 240,000 372,000 256,000 ‐ 2,325,000
15 150,000 504,000 126,000 81,000 1,505,000
16 162,500 464,000 154,000 55,000 1,965,000
17 150,000 504,000 126,000 35,500 2,040,000
18 140,000 309,000 186,000 65,000 2,118,000
19 70,000 224,500 92,000 50,000 1,135,000
20 60,000 171,000 59,000 25,000 830,000
21 150,000 504,000 126,000 45,000 1,640,000
22 90,000 174,500 58,000 33,000 1,070,000
23 56,000 175,000 168,000 ‐ 430,000
24 70,000 235,000 82,000 25,000 1,040,000
25 42,000 140,000 54,000 18,000 530,000
26 60,000 157,500 47,000 25,000 770,000
27 70,000 180,000 54,000 15,000 520,000
28 70,000 210,000 59000 73,000 915,000
29 70,000 167,500 35,000 17,000 625,000
30 70,000 205,000 59000 17,500 675,000
31 42,000 70,000 17,000 2,500 335,000
32 360,000 780,000 110,000 25,000 2,175,000
33 45,000 404,000 428,000 60,000 1,465,000
34 90,000 480,000 85,000 20,000 2,100,000
35 90,000 210,000 35000 45,000 715,000
36 560,000 1,259,000 200000 95,000 1,685,000
37 52,000 188,000 460,000 60,000 1,140,000
38 70,000 114,500 69,000 16,000 505,000
39 120,000 195,000 35000 55,000 630,000
40 140,000 470,000 160,000 75,000 1,675,000
41 90,000 185,000 35,000 50,000 1,110,000
42 72,000 124,000 42,000 ‐ 640,000
43 60,000 187,000 42,000 18,000 1,010,000
44 78,000 142,000 52,000 45,000 995,000
45 84,000 157,000 42,000 45,000 1,020,000
46 90,000 229,500 42,000 45,000 1,085,000
47 72,000 169,500 86,000 18,000 1,285,000
48 90,000 194,500 34,000 18,000 1,390,000
49 78,000 158,000 24,000 18,000 1,065,000
50 78,000 176,500 31,600 45,000 1,165,000
JML 5,679,500 14,092,000 6,150,600 2,145,500 59,633,000
Mean 296579.634 735874.6736 321180.1567 127708.3333 3113994.778
Lanjutan Tabulasi Usahatani Sebelum SLPTT
NO Biaya Tetap
Pajak Sewa Lahan Iuran Penyusutan
1 ‐ 1,300,000 35,000 16,000
2 ‐ 2,500,000 70,000 15,400
3 35,000 ‐ 40,000 15,400
4 70,000 ‐ 35,000 15,400
5 ‐ 1,300,000 40,000 16,000
6 ‐ 2,600,000 80,000 15,400
7 35,000 ‐ 35,000 16,000
8 35,000 ‐ 40,000 16,000
9 ‐ 2,200,000 80,000 16,700
10 35,000 40,000 15,000
11 35,000 40,000 16,000
12 ‐ 3,375,000 20,000 16,000
13 ‐ 3,400,000 120,000 16,000
14 ‐ 2,600,000 80,000 16,000
15 ‐ 2,400,000 80,000 16,000
16 ‐ 2,400,000 80,000 16,000
17 ‐ 2,500,000 80,000 16,000
18 ‐ 2,500,000 80,000 16,000
19 35,000 ‐ 40,000 16,125
20 30,000 ‐ 30,000 14,825
21 75,000 ‐ 80,000 18,000
22 45,000 ‐ 50,000 14,825
23 ‐ 1,000,000 35,000 14,500
24 45,000 ‐ 50,000 16,000
25 20,000 ‐ 20,000 14,825
26 35,000 ‐ 35,000 15,000
27 ‐ 1,000,000 20,000 14,600
28 ‐ 1,300,000 40,000 40,000
29 25,000 ‐ 40,000 16,000
30 25,000 ‐ 25,000 16,000
31 7,000 ‐ 10,000 16,000
32 ‐ 3,375,000 40,000 21,250
33 ‐ 600,000 25,000 16,000
34 ‐ 2,000,000 112,500 16,000
35 20,000 ‐ 60,000 16,000
36 ‐ 9,000,000 100,000 16,000
37 ‐ 600,000 25,000 16,300
38 ‐ 875,000 41,000 16,000
39 20,000 ‐ 60,000 15,500
40 ‐ 3,500,000 80,000 14,400
41 ‐ 1,450,000 50,000 16,000
42 ‐ 1,300,000 40,000 16,000
43 ‐ 1,300,000 40,000 15,500
44 40,000 ‐ 40,000 15,500
45 40,000 ‐ 40,000 16,700
46 40,000 ‐ 40,000 16,000
47 40,000 ‐ 40,000 15,400
48 40,000 ‐ 40,000 14,500
49 45,000 ‐ 40,000 14,600
50 35,000 ‐ 40,000 15,500
JML 907,000 56,375,000 2,503,500 815,150
Mean 112810.9 5074257.426 130731.1 42566.57963
Lanjutan Tabulasi Usahatani Sebelum SLPTT
NO Produksi Biaya Produksi Pendapatan
1 3,850,000 2,575,000 1,275,000
2 7,150,000 4,636,400 2,513,600
3 3,437,500 1,454,900 1,982,600
4 5,500,000 1,682,900 3,817,100
5 3,891,250 2,439,500 1,451,750
6 8,387,500 5,788,400 2,599,100
7 3,300,000 1,034,000 2,266,000
8 3,300,000 1,350,000 1,950,000
9 7,975,000 5,476,700 2,498,300
10 3,712,500 1,264,500 2,448,000
11 3,162,500 1,299,000 1,863,500
12 9,968,750 6,706,500 3,262,250
13 9,625,000 6,692,000 2,933,000
14 8,778,000 5,889,000 2,889,000
15 7,700,000 4,862,000 2,838,000
16 8,019,000 5,296,500 2,722,500
17 7,947,500 5,451,500 2,496,000
18 8,387,500 5,414,000 2,973,500
19 3,575,000 1,662,625 1,912,375
20 3,289,000 1,219,825 2,069,175
21 6,875,000 2,638,000 4,237,000
22 3,924,250 1,535,325 2,388,925
23 2,750,000 1,878,500 871,500
24 3,759,250 1,563,000 2,196,250
25 1,443,750 838,825 604,925
26 3,217,500 1,144,500 2,073,000
27 3,575,000 1,873,600 1,701,400
28 3,712,500 2,707,000 1,005,500
29 3,300,000 995,500 2,304,500
30 4,950,000 1,092,500 3,857,500
31 1,650,000 499,500 1,150,500
32 8,250,000 6,886,250 1,363,750
33 4,375,000 3,043,000 1,332,000
34 8,250,000 4,903,500 3,346,500
35 2,337,500 1,191,000 1,146,500
36 17,050,000 12,915,000 4,135,000
37 4,375,000 2,541,300 1,833,700
38 4,125,000 1,706,500 2,418,500
39 2,750,000 1,130,500 1,619,500
40 8,662,500 6,114,400 2,548,100
41 4,125,000 2,986,000 1,139,000
42 3,850,000 2,234,000 1,616,000
43 3,300,000 2,672,500 627,500
44 3,877,500 1,407,500 2,470,000
45 3,932,500 1,444,700 2,487,800
46 4,950,000 1,587,500 3,362,500
47 4,235,000 1,725,900 2,509,100
48 4,675,000 1,821,000 2,854,000
49 4,262,500 1,442,600 2,819,900
50 4,138,750 1,586,600 2,552,150
JML 261,634,500 148,301,250 113,333,250
Mean 13662375.98 7744190.601 5918185.379
Tabulasi Usahatani Sesudah SLPTT
NO Biaya Tidak Tetap Benih Pupuk Pestisida Herbisida Tenaga Kerja
1 70,000 162,000 252,000 20,000 565,000
2 140,000 293,000 462,000 40,000 990,000
3 70,000 202,500 92,000 ‐ 930,000
4 140,000 348,000 98,000 95,000 940,000
5 70,000 230,000 53,000 16,000 835,000
6 140,000 426,000 230,000 50,000 1,375,000
7 70,000 131,000 98,000 20,000 440,000
8 112,000 202,000 102,000 18,000 905,000
9 196,000 425,000 186,000 50,000 2,125,000
10 105,000 230,000 50,000 18,000 925,000
11 84,000 207,000 231,000 25,000 720,000
12 210,000 542,000 158,000 25,000 1,855,000
13 70,000 896,000 110,000 75,000 2,190,000
14 140,000 446,000 256,000 50,000 2,410,000
15 182,000 535,000 126,000 45,000 1,585,000
16 140,000 492,000 165,000 105,000 2,065,000
17 140,000 535,000 126,000 45,000 2,050,000
18 140,000 725,000 186,000 45,000 2,080,000
19 84,000 202,500 92,000 50,000 1,202,500
20 70,000 215,000 59,000 25,000 865,000
21 175,000 427,000 126,000 45,000 1,790,000
22 70,000 168,500 58,000 33,000 1,105,000
23 56,000 140,000 168,000 20,000 430,000
24 70,000 209,500 82,000 25,000 1,060,000
25 35,000 165,000 54,000 18,000 530,000
26 70,000 169,500 147,000 25,000 870,000
27 70,000 160,500 54000 17,000 520,000
28 70,000 337,500 73,000 18,000 935,000
29 70,000 176,500 35000 17,000 625,000
30 70,000 220,000 35,000 15,000 675,000
31 42,000 103,000 17,000 2,500 345,000
32 420,000 542,000 110,000 25,000 2,175,000
33 70,000 568,000 428,000 60,000 1,640,000
34 90,000 990,000 340,000 60,000 2,000,000
35 105,000 160,000 35000 35,000 730,000
36 420,000 1,250,000 200,000 74,000 1,635,000
37 70,000 568,000 428,000 60,000 1,370,000
38 70,000 364,500 80,000 16,000 555,000
39 140,000 155,000 35,000 200,000 645,000
40 140,000 890,000 160,000 75,000 1,800,000
41 105,000 208,000 35,000 50,000 1,130,000
42 84,000 193,000 42,000 ‐ 850,000
43 84,000 177,500 42,000 18,000 950,000
44 105,000 226,000 52,000 45,000 1,015,000
45 119,000 186,000 42,000 45,000 995,000
46 119,000 194,500 42,000 45,000 1,160,000
47 105,000 184,500 86,000 45,000 1,210,000
48 119,000 206,500 34,000 18,000 1,290,000
49 105,000 188,500 42,000 18,000 1,130,000
50 91,000 265,000 18,000 45,000 1,115,000
JML 5,732,000 17,239,000 6,232,000 1,986,500 59,332,500
Mean 299321.15 900208.877 325430.8094 107088.9488 3098302.872
Lanjutan Tabulasi Usahatani Sesudah SLPTT
NO Biaya Tetap
Pajak Sewa Lahan Iuran Penyusutan
1 ‐ 1,300,000 35,000 16,000
2 ‐ 2,500,000 70,000 15,400
3 35,000 ‐ 40,000 15,400
4 70,000 ‐ 35,000 15,400
5 ‐ 1,300,000 40,000 16,000
6 ‐ 2,600,000 80,000 15,400
7 35,000 ‐ 35,000 16,000
8 35,000 ‐ 40,000 16,000
9 ‐ 2,200,000 80,000 16,700
10 35,000 ‐ 40,000 15,000
11 35,000 ‐ 40,000 16,000
12 ‐ 3,375,000 120,000 16,000
13 ‐ 3,400,000 120,000 16,000
14 ‐ 2,600,000 80,000 16,000
15 ‐ 2,400,000 80,000 16,000
16 ‐ 2,400,000 80,000 16,000
17 ‐ 2,500,000 80,000 16,000
18 ‐ 2,500,000 80,000 16,000
19 35,000 ‐ 40,000 16,125
20 30,000 ‐ 30,000 14,825
21 75,000 ‐ 80,000 18,000
22 45,000 ‐ 50,000 14,825
23 ‐ 1000000 35,000 14,500
24 45,000 ‐ 50,000 16,000
25 20,000 ‐ 20,000 14,825
26 35,000 ‐ 35,000 15,000
27 ‐ 1,000,000 20,000 14,600
28 ‐ 1,300,000 40,000 40,000
29 25,000 ‐ 25,000 16,000
30 25,000 ‐ 25,000 16,000
31 7,000 ‐ 10,000 16,000
32 ‐ 3,375,000 40,000 21,250
33 ‐ 600,000 25,000 16,000
34 ‐ 2,000,000 112,500 16,000
35 20,000 ‐ 50,000 16,000
36 ‐ 9,000,000 100,000 16,000
37 ‐ 600,000 25,000 16,300
38 ‐ 875,000 41,000 16,000
39 20,000 ‐ 60,000 15,500
40 ‐ 3,500,000 80,000 14,400
41 ‐ 1,450,000 50,000 16,000
42 ‐ 1,300,000 40,000 16,000
43 ‐ 1,300,000 40,000 15,500
44 40,000 ‐ 40,000 15,500
45 40,000 ‐ 40,000 16,700
46 40,000 ‐ 40,000 16,000
47 40,000 ‐ 40,000 15,400
48 40,000 ‐ 40,000 14,500
49 45,000 ‐ 40,000 14,600
50 35,000 ‐ 40,000 15,500
JML 907,000 56,375,000 2,578,500 815,150
Mean 112810.95 5074257.426 134647.5 42566.57963
Lanjutan Tabulasi Usahatani Sesudah SLPTT
NO Produksi Biaya Produksi Pendapatan
1 4,400,000 2,420,000 1,980,000
2 8,250,000 4,510,400 3,739,600
3 3,643,750 1,384,900 2,258,850
4 6,050,000 1,741,400 4,308,600
5 3,960,000 2,560,000 1,400,000
6 8,717,500 4,916,400 3,801,100
7 3,850,000 845,000 3,005,000
8 3,712,500 1,430,000 2,282,500
9 8,525,000 5,278,700 3,246,300
10 4,262,500 1,418,000 2,844,500
11 3,525,000 1,358,000 2,167,000
12 10,450,000 6,301,000 4,149,000
13 9,790,000 6,877,000 2,913,000
14 10,078,750 5,998,000 4,080,750
15 8,250,000 4,969,000 3,281,000
16 8,800,000 5,463,000 3,337,000
17 8,642,000 5,492,000 3,150,000
18 9,075,000 5,772,000 3,303,000
19 3,800,000 1,722,125 2,077,875
20 3,313,250 1,308,825 2,004,425
21 7,150,000 2,736,000 4,414,000
22 4,125,000 1,544,325 2,580,675
23 3,300,000 1,863,500 1,436,500
24 3,575,000 1,557,500 2,017,500
25 2,268,750 856,825 1,411,925
26 3,272,500 1,366,500 1,906,000
27 3,850,000 1,856,100 1,993,900
28 4,125,000 2,813,500 1,311,500
29 3,850,000 989,500 2,860,500
30 5,225,000 1,081,000 4,144,000
31 2,244,000 542,500 1,701,500
32 9,625,000 6,708,250 2,916,750
33 6,125,000 3,407,000 2,718,000
34 10,312,500 5,608,500 4,704,000
35 2,750,000 1,151,000 1,599,000
36 17,325,000 12,695,000 4,630,000
37 6,125,000 3,137,300 2,987,700
38 5,046,250 2,017,500 3,028,750
39 3,300,000 1,270,500 2,029,500
40 9,625,000 6,659,400 2,965,600
41 4,840,000 3,044,000 1,796,000
42 4,070,000 2,525,000 1,545,000
43 3,932,500 2,627,000 1,305,500
44 3,850,000 1,538,500 2,311,500
45 4,276,250 1,483,700 2,792,550
46 5,500,000 1,656,500 3,843,500
47 4,730,000 1,725,900 3,004,100
48 4,512,750 1,762,000 2,750,750
49 5,230,750 1,583,100 3,647,650
50 4,290,000 1,624,500 2,665,500
JML 289,546,500 151,197,650 138,348,850
Mean 15119921.67 7895438.642 7224483.029
Lampiran 3
Uji validitas dan reliabilitas instrumen adopsi teknologi SLPTT
Case Processing Summary
N %
ses id 20 100.0
cludeda 0 .0
tal 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.907 9
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
PERTANYAAN_1 2.8000 .52315 20
PERTANYAAN_2 2.3000 .57124 20
PERTANYAAN_3 2.3500 .67082 20
PERTANYAAN_4 2.0000 .56195 20
PERTANYAAN_5 2.3000 .47016 20
PERTANYAAN_6 2.2000 .69585 20
PERTANYAAN_7 2.3500 .58714 20
PERTANYAAN_8 2.3000 .65695 20
PERTANYAAN_9 2.4000 .68056 20
Item-Total Statistics
Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
PERTANYAAN_1 18.2000 14.168 .663 .898
PERTANYAAN_2 18.7000 14.011 .635 .899
PERTANYAAN_3 18.6500 12.976 .750 .891
PERTANYAAN_4 19.0000 14.105 .623 .900
PERTANYAAN_5 18.7000 14.326 .704 .896
PERTANYAAN_6 18.8000 12.589 .806 .886
PERTANYAAN_7 18.6500 13.608 .716 .894
PERTANYAAN_8 18.7000 13.379 .675 .897
PERTANYAAN_9 18.6000 13.516 .614 .902
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
21.0000 17.053 4.12948 9
Lampiran 4
Uji normalitas pendapatan petani sebelum SLPTT
Statistics
Sebelum
N Valid 50
Missing 0
Mean 2266665.00
Median 2403712.50
Mode 604925a
Std. Deviation 867026.672
Variance 751735249872.449
Skewness .169
Std. Error of Skewness .337
Kurtosis -.192
Std. Error of Kurtosis .662
Sum 113333250
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Lampiran 5
Uji normalitas pendapatan petani sesudah SLPTT Statistics
Sesudah
N Valid 50
Missing 0
Mean 2766977.00
Median 2818525.00
Mode 1305500a
Std. Deviation 939701.104
Variance 883038165684.694
Skewness .286
Std. Error of Skewness .337
Kurtosis -.774
Std. Error of Kurtosis .662
Sum 138348850
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Lampiran 6
Uji t pendapatan petani sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 SESUDAH 2766977.00 50 939701.104 132893.805
SEBELUM 2266665.00 50 867026.672 122616.088
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 SESUDAH & SEBELUM 50 .892 .000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 SESUDA
H -
SEBELU
M
500312.000 426372.186 60298.133 379138.366 621485.634 8.297 49 .000
Lampiran 6
Gambar Proses Pembajakan Tanah
Gambar Penggunaan Sistem Tanam Jajar legowo Keompok Tani Rukun
Santosa
Musim Tanam II Tahun 2010
Gambar Panen Padi Kelompok Tani Bogasari I Musim Tanam II Tahun 2010
Gambar lokasi Laboratorium Lapang SLPTT di Kelompok Tani Bogasari I
Musim Tanam II Tahun 2010