dampak paparan bising bajaj pada pengemudinya

110
ffi UNTYERSITAS INDONESIA DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PNNGEMUDIIYYA HASIL PENELITIAN HARI PURNAMA KERTADIKARA 3191091106 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIYERSTTAS INDONESIA PROGRAM PEI{I}IDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDA}IG STUDI ILMU PEITYAKIT THT FAKI]LTAS KEDOKTERAN UNTYERSITAS INDONESIA r997

Upload: hari-purnama

Post on 03-Jul-2015

715 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Cross sectional retrospektif study membandingkan kelompok kasus dengan kelola, selanjutnya ditelusuri pengaruh usia, lama papar harian, lama tahun paparan dan dicari ROC dari masing2 variabel diatas. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk diagram dan proporsi disertai kesimpulan dan saran.

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

ffiUNTYERSITAS INDONESIA

DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PNNGEMUDIIYYA

HASIL PENELITIAN

HARI PURNAMA KERTADIKARA3191091106

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIYERSTTAS INDONESIAPROGRAM PEI{I}IDIKAN DOKTER SPESIALIS

BIDA}IG STUDI ILMU PEITYAKIT THT

FAKI]LTAS KEDOKTERAN UNTYERSITAS INDONESIAr997

Page 2: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

HALAMAN PENGESAHAN

PENELITIAN INI DIKERJAKAIT DI BAGIAN ILMU PEIVYAKITTELINGA HIDT]NG TENGGOROK

FAKULTAS KEDOKTERAN UMYf,RSITAS INDOI\IESIAJAKARTA

Jakartan 26 Nopember 1997

ProfesorDr. H. Hendarto HendaminPembimbing I Bagian THT FKUI

Dokter H. Entjep Hadjar, Spesialis THTPembimbing II Bagian THT FKUI

Page 3: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

DAX"TAR ISI

UCAPAN TERIMAKASIH

DAFTAR TABEL DA}I GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

Ll. Latar belakang masalah

L2. Masalah penelitian

L3. Hipotesis penelitian

I.4. Tujuan penelitian

L4. 1. Umum .. , . . . . . . . . . .

L4.2. Khuzus . . . . . . . . . . . . . . .

I. 5. Manfaat penelitian

BAB tI. TINJAUAN PUSTAKA

BAB M. METODOLOGI PENELITIAN

l' Kerangka Konsep

2. Batasan Operasional 46

3, Disain dancarapenelitian 50

4. Pengumpulandata 53

5. Rancangan dan analisis data .......... 54

6. Penyusunan dan penyqiian laporan penelitian 55

7. Etika penelitian 55

8. Organisasi penelitian 56

BAB IV, HASIL PENELITIAN 57

7l

79

82

BAB V. PEMBAHASA}T

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRA}.I

l, Status Penelitian

Halaman

I

vu

I

I

4

5

5

5

5

6

7

45

45

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARA}.{

2. Tabel Induk percontoh

Page 4: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

UCAPAN TDRIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala atas segala

rahmat dan karunia-Nya ymg dilimpatrkan kepada sayq sehingga saya dapat

menyelesaikan penelitianyang tertuang dalam karya tulis ilmiah akhir ini. Penelitian ini

dilakukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter

Spesialis-I Bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dan dengan

keterbatasan serta kekuranganyang ada pada diri saya maka akhirnya penelitian ini dapat

diselesaikan.

Pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Dr.H. Barnbang Hermani Sp.THT sebagai Kepala Bagian THT

FKUI/RSUPNCM yang telah mendidilq memberikan birnbrngan, dukungan serta

pengarahan sehubungan dengan pendidikan dan penelitian saya ini.

Kepada Dr.H. Masrin Munir Sp.THT yang semasa menjabat Kepala Bagran

THT FKUI/RSUPNCM telah banyak memberikan bimbingarL dorongan dan nasihat yang

amat berharg4 maka pada kesemp atankn dengan tulus hati saya sampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya.

Kepada Profesor Dr. Hj. Nurbaiti Iskandar Sp.THT yang semasa menjabat

Kepala Bagian TI{T FKIIIIRSUPNCM telah mengizinkan saya untuk mengilarti

pendidikan spesialisasi di Bagian TIIT FKUIIRSUPNCM dan banyak memberikan

birnbingan, dorongan dan nasihat yang sangat bermanfaat, maka pada kesempatan ini

dengan rendah hati saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Page 5: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

t l

Kepada Profesor Dr. H. Hendarto Hendarmin Sp.THT, Ketua Program Studi

Bagian THT FKIIIIRSUPNCM merangkap Koordinator Pusat Kesehatan Telinga dan

Gangguan Komunikasi, Pembimbrng pada penelitian ini yang sejak awal telah begitu

banyak memberikan bimbingan, dorongan, dukungan, nasehat serta penguahm yang

begitu besar dan sangat berharga sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan iai, maka

pada kesempatan ini dengan rendah hati saya sampaikan terima kasih yang tidak

terhingga.

Rasa terima kasih yang setulusnya saya sampaikan pada Dr. H. Fachri Hadjat

Sp.TTIT, Sekretaris Program Studi Bagian TI{T FKUVRSUPNCM atas semua

bimbingan, arahan dan dorongan yang begitu berharga.

Rasa terima kasih yang dalam dan tak terhingga saya sampaikan pada Dr. H.

Syarifuddin Sp.THT, selaku mentor saya pada pendidikan spesialisasi ini yang selalu

memberikan bimbingan, arahan dan nasehat yang sangat berharga sehingga saya dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Ucapan terima kasih yang dalam dan setulusnya saya sampaikan kepada Dr. H.

Averdi Roezin Sp.THT, selaku Koordinator Pe,nelitian Bagran TI{T FKUI/RSUPNCM

atas segala bimbingan, nasehat dan dukungan yang sangat berharga selama masa

pendidikan dan dalam manyelesaikan tugas akhir ini. Bimbingan, atahan dan nasehat

beliau pada saat saya menjadi mahasiswa Sr menimbulkan minat saya untuk mempelajari

bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok lebih dalam. Rasa terinna kasih yang

dalam saya sampaikan pula pada Dr. H. Helmi Sp.THT sebagai Sekretaris Penelitian

Bagran TI{T FKUV RSUPNCM, atas semua bimbingan, arahan serta dukungan untuk

mengembangkan diri

Page 6: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

t i i

Ucapan terima kasih yang setulusnya saya sampaikan kepada Dr. Aswapi

Hadiwikarta Sp.THT yang semasa saya memulai pendidikan di Bagran THT FKUV

RSUPNCM menjabat sebagai Koordinator Penelitian Bagian THT FKUV RSUPNCM

dan telah banyak membimbing, memberi petunjuk, mengarahkan serta memberi nasehat

yang sangat bermanfaat selama masa pendidikan saya.

Demikian pula kepada Koordinator Pelayanan Masyarakat Bagran TI{T FKUV

RSUPNCM Dr. H. Hartono Abdurrachman Ph.D. Koordinator Administrasi dan

Keuangan Bagran THT FKUV RSUPNCM Dr. Hj Darnila Fachrudin Sp.THT,

Koordiantor Pendidikan Sr Bagian THT FKUV RSIJPNCM Dr. H, Helmi Sp.THT saya

ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan nasehat yang sangat

berharga sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada Kepala Subbagian Neurootologr Dr. H. Entjep Hadjar Sp.THT, terima

kasih yang tulus dan luhur saya sampaikan kepada beliau atas bimbingan, nasehat, arahan

dan dukungan yang demikian besar dan berharga sehingga saya dapat menyelesaikan

penelitian dan pendidikan. Ijin dan kesediaan beliau untuk memperbolehkan penelitian ini

dilakukan di Subbagian Neurootologi sekaligus menjadi pembimbing saya dalam

penelitian ini sungguh hanya Allah yang dapat membalasnya.

Kepada Kepala Subbagian Plastik Rekonstruksi Dr. H. Masrin Munir, Kepala

Subbagian Otologi Dr. H. Helmi Sp.TTIT, Kepala Subbagian Laring Faring Dr.H.

Bambang Hermani Sp.THT, Kepala Subbagian Rhinologi Dr,Hj. Damayanti Soetjipto

Sp.THT, Kepala Subbagian Endoskopi Dr. Hj. Mariana Yuniza{ Kepala Subbagian

Alergi Imunologi Dr. Elise Kasakeyan Sp.THT saya sampaikan terima kasih yang

sebesar-besamya atas segala bimbingan, nasehat dan arahannnya selama ini.

Page 7: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

IV

Ucapat terima kasih yang sebesar-besamya saya sampaikan kepada seluruh staf

pengajar Bagian THT FKUI/ RSUPNCM Dr. Aswapi Hadiwikarta Sp.THT, Dr.H.

Indro Soetirto Sp.THT, Dr. H. Thamrin Mahmud Sp.THT, Dr. H. Rusmarjono Sp.THT,

Dr. Hj. Efaty Soepardi Sp.THT, Dr. H. Zanul A. Djaafar Sp.THT , Dr. Hj. Nikmah

Roesmono Sp.THT, Dr.Hj. Anida Syafril Sp.TFIT, Dr. Hj. Endang Ch. Mangunkusumo

Sp.TTIT, Dr. Hj. Nuty W. Nizar Sp.THT, Dr.Anggreini Wijono Sp.THT, Dr. H.

Sosialisman Sp.THT, Dr. Umar Said Dharmabakti Sp.THT, Dr. Ronny Suwento

Sp.THT, Dr. Alfian FH Sp.THT, Dr. Armiyanto Sp.THT, Dr. Hj. Jenny Bashiruddin

Sp.THT, Dr. ZanlMusa Sp.THT, Dr. Trimartani Sp.THT, Dr. Nina lrawati Sp.THT, Dr.

Dini Widiarni Sp.THT atas segala bimbingan, bantuarq serta kebaikan yang diberikan

kepada saya selama mengituti pendidikan. Ucapan terima kasih yang sedalamnya juga

saya sampaikan kepada almarhum Dr. H. Nusyirwan Rifki Sp.THT dan almarhum Dr. H.

Soeryadi Kartosoediro Sp.THT atas bimbingan dan nasehat yang telah diberikan. Semoga

Allah Subhanahu Wa Taala memberikan tempat yang layak disisiNya.

Khusus dalam rangka penyelesaian karya ilmiah akhir ini, saya mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof Dr. H. Hendarto Hendarmin Sp.THT dan Dr.

H. Entjep Hadjar Sp.THT atas bimbingan, dukungan serta jerih payahnya membantu

menyelesaikan penettian ini. Iuga kepada Prof Dr. Hj. Nurbaiti Iskandar Sp.THT yang

telah membantu mengoreksi penelitian ini pada tahap awal, Ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnyajuga saya sampaikan padaDr. Ronny Suwento Sp.THT dan Dr. Jenny

Bashiruddin Sp.THT yang telah banyak sekali membantu mengoreksi, membimbing dan

memberi dukungan dalam penyelesaian penelitian ini, saya sungguh berhutang budi dan

hanya Allah Subhanahu Wa Taala yang dapat membalasnya.

Page 8: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

V

Kepada DR. Dr. H. Adang Bachtiar MPH dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam

penelitian ini, saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dr. Heru Hendarto Sp.THT, Dr. Achmad Rofii Sp.TtIT, Dr. Yasmina Alyq Dr.

Jamal Muhammad Sp.THT, Dr. Hazrul Lufti Sp.TFIT, Dr. Susyana Tamin Sp.THT, Dr.

Susilaningrum Sp.THT atas segala dukungan serta budi baik yang diberikan sehingga

saya dapat menyelesaikan peneltian inr. Khuzus kepada Dr. Heru Hendarto Sp.THT yang

sedang menuntut ilmu di Amerika, bantuan, dukungan serta rujukan ilmiah yang anda

kirimkan sungguh merupakan hutang budi yang besar bagi saya, semoga Allah Subhanahu

Wa Taala selalu memberi rahmat dan berkah bagi anda sekeluarga.

Kepada seluruh ternan sejawat Peserta Program Studi Bagian Bagian TI{T FKUV

RSIIPNCM atas segala kerja sama, bantuan, pengertiaq rasa persaudaraan serta rasa

senasib sepenanggungan yang selama ini kita bina bersamq saya ucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya.

Kepada seluruh Paramedis, Karyawan dan Karyawati Bagian THT FKUV

RSIIPNCM, saya sampaikan terima kasih atas segala bantuan dan kerja sama yang baik

selama masa pendidikan saya.

Kepada Almarhum Ayahanda dan Mendiang Ibunda yang selalu memberi

semangat, menanamkan disiplin serta memberi dorongan untuk menimba ilmu lebih

datarn, saya persembahkan hormat dan terima kasih yang tulus. Semoga Allah Subhanahu

Wa Taala memberikan tempat yang layak disisi-Nya.

Page 9: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

vi

Kepada Isteri dan ananda Putut, Bagus dan Ayu tersayang, yang dengan rela dan

penuh pengertian berbagi suka dan duka serta selalu memberi semangat dan kegembkmn,

saya ucapkan terima kasih dengan penuh rasa sayang.

Juga kepada kakak dan adik yang selalu mendoakan dan banyak membantu demi

berhasilnya pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih.

Akhir kata, perkenankan saya memohon maaf atas segala kesalahan dan

kekhilafan saya, baik yang disadari maupun yang tidak disadari selama mengikuti

pendidikan ini. Semoga semua pihak yang telah memberikan amal dan jasa baik ke'pada

saya mendapat balasan yang setimpal dari Allah zubhanhu Wa Taala. Amin.

Page 10: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

vtl

DAFTAR TABEL I'AI\[ GAMBAR

A. Tabel

Tabel 1. Perbandingan waktu dan kesetaraan intensitas paparan 2l

Tabel 2. Besar kapasitas silinder sehubungan dengan NAB yang diperkenankan . 37

Tabel 3. Proporsi percontoh penelitian ..............57

Tabel 4. Distribusi percontoh penelitian berdasarkan suku .,....... ........ 57

Tabel 5. Distribusi percontoh penelitian ternpat tinggal ..... 58

Tabel 6. Distribusi tinitus pada percontoh penelitian ......... 59

Tabel 7. Distribusi percontoh penelitian dengan tinitus berdasarkan lama paparan

paparan bis ing . . . . . . . . . . , . . . . . . . . .60

Tabel 8. Dstribusi percontoh kasus dengan tinitus dan non tinitus berdasarkan

lama paparanbising ............61

Tabel 9. Distribusi Bajaj percontoh penelitian berdasarkan tahun pembuatan .,.... 63

Tabel 10. Distribusi percontoh penelitian berdasarkan jenis kelainan audiogram .. 64

Tabel 11. Distribusi TAB ADS tahap awal dan lanjut berdasarkan lama paparan... 65

Tabel 12. Rerata usia percontoh kasus dan kelola ................ 66

Tabel 13. Rerata intensitas bising Bajaj percontoh penelitian ............ .... 67

Tabel 14. Rerata lama kerja percontoh kasus dan kelola .......68

Tabel 15. Rerata lama paparan bising harian percontoh kasus dan kelola 7A

Page 11: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

viii

B. Gambar

Gambar 1. Peningkatan ambang dengar sementara pada berbagai frekuensi pasca

paparan bising frekuensi 70AHz ...... 27

Gambar 2. Audiogram TAB dikaitkan dengan lama paparan dengan intensitas

lebih dar i 100 dB . . . . . . , . . . . .29

Gambar 3. Jangkauan audibilitas manusia dihubungkan dengan risiko

gangguan pendangaran ........,..,........ 30

Gambar 4. Audiogram TAB menunjukkan takik pada 4k}lz ................41

Garnbar 5. Distribusi percontoh penelitian berdasarkan suku ......... ...... 58

Gambar 6, Distribusi percontoh penelitian berdasarkan tempat tinggal ................. 59

Garnbar 7. Distribusi tinitus pada percontoh kasus dan kelola .............. 59

Gambar 8. Distribusi percontoh penelitian berdasarkan keluhan tinitus ...............,. 60

Gambar 9. Distribusi percontoh penelitian dengan tinitus berdasarkan lama

paparanbis ing . . . . , . . . . . . . . . . .61

Gambar 10. Distribusi percontoh kasus dengan tinitus dan non tinitus berdasarkan

lama paparan bising ....... 62

Gambar 11. Distribusi Bajaj percontoh penelitian berdasarkan tahun pembuatan .. 63

Gambar 12. Distribusi percontoh penelitian berdasarkan jenis kelainan audiogram ..64

Gambar 13. Rerata ambang dengar kanan (a) dankiri (b) percontoh kasus ............ 65

Gambar 14. Distribusi percontoh kazus dengan TAB ADS tahap lar{ut dan awal

berdasarkan lama paparan bising ..:. 66

Garnbar 15. Rerataumur percontoh kasus dan kelola .......... 6'l

Page 12: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

ix

Gambar 16. Rerata intensitas bising Bajaj percontoh kasus dan kelola .................. 68

Gambar 17. Rerata lama paparan kerja percontoh kasus dan kelola ..... 69

Gambar 18. Receiver operator curve lama paparan kerja (taftun) .......... 69

Gambar 19. Rerata lamapapar harian percontoh kasus dan kelola .........70

Gambar ZCI. Receiver operator curve lama papar harian ( jam ) .............71

Page 13: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

BAB I

PENDAHULUA}I

L1. Latar belakang masalah

Gangguan pendengaran akibat paparan bising (noise induced hearing loss) atau

tuli akibat bising selanjutnya disingkat TAB, merupakan jenis tuli saraf yang paling sering

ditemukan pada pekerja industri di negara berkembang dan negara maju dengan sistem

konservasi pendengaran yang belum dilaksanakan dengan baikl. Kemajuan dalam bidang

industri dan transportasi mengakibatkan bertambah banyak sumber penyebab kebisingan

di kota besar. Kepustakaan menyebutkan di Manchester (Inggris) 25% dari penduduk

kota terpapar bising yang bersumber dari industri elektrik dan mesin, sem€ntara di daerah

pinggiran kota paparan bising berasal dari industri tenun tradisional mau pun modern,

sehingga di dapatkan 8 Yo dari penderita tuli saraf penyebabnya berasal dari paparan

bising lingkungan kerjal. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpapar oleh bising

dengan intensitas lebih dari 85 dB dan masih banyak lagi sumber bising yang berasal dari

berbagai macam bidang '. Polandia negara dengan profil industri yang hampir sama

dengan Indonesia terdapat 5 juta pekerja industri dengan 600.000 diantaranya berisiko

terpapar bising, sehingga sejak periode tahun 1991 s/d 1995 diperkirakan kekerapan TAB

sebesar 25 % darr seluruh penyakit akibat kerja3.

Di Indonesia khususnya laka*a diketahui sebagai kota dengan tingkat produksi

bising yang cukup tinggr. Jakarta dan kota satelit di sekelilingnya terdapat ratusan pabrik,

ribuan mesin industri, ratusan ribu alat angkutan dan berbagai pusat keramaian yang ikut

berperan atas terjadinya peningkatan bising lingkungan .

Page 14: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

2

Kekerapan TAB pada berapa kota di Pulau Jawa berkisar antara 0,2 - 6 Yo dari

populasi penderita gangguan pendengaran yang berobat ke rumah sakit. Bagian THT

RSIJPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Januari 1995 sampai Desember 1996

dikunjungi 884 penderita dengan gangguan pendengaran, sebanyak 325 orang dai'

populasi di atas menderita tuli saraf berbagai derajat dan 56 (6,3 %) di antaranya

menderita TAB. Di Jawa Timur Wiyadi dkk, mendapatkan 5303 pederita gangguan

pendengaran yang berobat ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1981-1984,

dangan angka kekerapan penderita trauma akustik sebesar 247 (4,7o/o). Peneliti lain

Lukmantya mendapatkan kekerapan trauma akustik sebesar 50 (1,2%) dalam tahun 1984

yang berobat ke RS. Syaiful Anwar Malang. Di Jember Hadipero melaporkan angka

kekerapan TAB sebesw 5 (A,2To) penderita trauma akustik berobat ke RS. Dr. Soebandi

Jember datam tahun 1984 4.

Angka kekerapan TAB pada pekerja secara khusus pernah dilaporkan oleh

Hendarmin 5 sebesar 30 (50%) di Marrufacturing Plant Pertamina. Sedangkan angka

kekerapan TAB pada pengemudi kendaraan bermotor belum pernah dilaporkan di

Indonesia.

Survei tingkat kebisingan yang dilakukan Indrasukhri 6 di Thailand mendapatkan

hasil sebanyak 3.242 (30%) sepeda motor dan three cycle (kwdanar angkutan

penumpang sejenis bajaj) mempunyai tingkat produksi bising di atas nilai ambang batas

(NAB) yang diperkenanankan, tetapi tidak dilaporkan adakah pengaruh intensitas bising

di atas NAB tersebut pada pengemudinya ,

Page 15: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

3

Iskandar dkk Tmendefinisikan TAB pada tenagakerja sebagai suatu ketulian yang

menetap pada pekerja akibat terpapar bising lingkungan kerja yang melebihi NAB

kebisingan yang diperkenankan, dalmwaktu lama dan berjatan terus menerus .

Tuli akibat bising ditandai dengan gangguan pendengaran (tuli saraf koklea)

nada tinggi, tinitus, pemeriksaan audiogram menunjukkan kelainan khas berupa takik

akustik (acoustic notch) atau C dip padafrekuensi 4000 IIz dan pada anamnesis jelas

terdapat riwayat papannbising yang berlangsung cukup lama 8'e'10.

Penurunan fungsi pendengaran dicurigai terdapat pada pengemudi Bajaj akibat

paparan bising yang bersumber dari mesin kendaraan tersebut, dalam kurun waktu yang

cukup lama dapat menimbulkan kelainan yang bersifat menetap, tidak dapat diobati serta

dapat mengakibatkan kerugian materil, penurunan kualitas sumber'daya manusia serta

membahayakan bagi diri sendiri dan pengguna jalan lainnya. Pada pemeriksaan awal,

sebanyak 5 Bajaj diperiksa tingkat kebisingan pada putaran mesin biasa dan putaran

mesin maksimal. Pada putaran mesin biasa besar intensitas kebisingan yang dihasilkan

rata-rata 86 - 98 dB (A), sedangkan pada putaran maksimal ( persneling 4) besar

intensitas bising mencapai 105 dB(A).

Beberapa faktor yang berpengaruh atau bekerja secara sinergis sehingga

mempercepat timbulnya TAB adalah, usia pada saat paparan terjadi, riwayat ketulian

secara herediter, penyakit sistemik seperti diabetes melitus, radang telinga tengah,

penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, ras, vibrasi, ttauma kepala, profil

psikologis dan kelelahan 2'8'e'rr,

Sesuai dengan Garis Besar Haluan Negara (GBIil{) tahun 1993 yang meyebutkan

pangembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan prioritas utama Pembangunan

Page 16: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

4

Jangka Panjang (PJP) II yang dikembangkan sejalan dengan pembangunan bidang

ekonomi. Maka berdasarkan hal di atas kesehatan indera, khususnya pendengaran

merupakan hal yang penting bagi pengembangan mutu dan sumber daya manusia dalam

rangka pembangunan manusia Indonesia yang sehat secara utuh.

Dengan memperhatikan uraian masalah di atas, maka penulis bermaksud unfuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh paparan bising yang ditimbulkan oleh mesin

penggerak Bajaj pada pendengaran pengemudinya, besar gangguan pendengaran yang

ditimbulkan akibat paparan bising tersebut, setelah berapa lama terpapar bising seorang

pengernudi Bajaj akan mangalami TAB dan berapa besar rerata intensitas bising yang

dihasilkan oleh Bajaj. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat disumbangkan pada

pemerintah daerah sebagai pertimbangan untuk tidak menggunakan Bajaj sebagai sarana

angkutan di Jakarta atau di mana pun dan memperhatikan segi produksi bising dalam

menyediakan sarana transportasi yang baru baik di Jakarta mau pun kota lain di

Indonesia.

L2. Masalah penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

l. Apakah terdapat dampak bising mesin Bajaj terhadap timbulnya gangguan

pendengaran berupa TAB pada pengemudi Bajaj ?

2. Setelah berapalama terpapar bising yang berasal dari Bajaj, seorang pengemudi Bajaj

akan menderita TAB serta berapa jarn paparan perhari yang akan menimbulkan TAB

pada pengemudi Bajaj ?.

Page 17: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

4

Jangka Panjang (PJP) II yang dikembangkan sejalan dengan pembangunan bidang

ekonomi. Maka berdasarkan hal di atas kesehatan indera, khususnya pendengaran

merupakan hal yang p€nting bagi pengembangan mutu dan sumber daya manusia dalam

rangka pembangunan manusia Indonesia yang sehat secara utuh.

Dengan memperhatikan uraian masalah di atas, maka penulis bermaksud unfuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh paparan bising yang ditimbulkan oleh mesin

penggerak Bajaj pada pendengaran pengemudiny4 besar gangguan pendengaran yang

ditimbrrlkan akibat paparan bising tersebut, setelah berapa lama terpapar bising seorang

pengernudi Bajaj akan mengalami TAB dan berapa besar rerata intensitas bising yang

dihasilkan oleh Bajaj. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat disumbangkan pada

pemerintah daerah sebagai pertimbangan untuk tidak menggunakan Bajaj sebagai saf,ana

angkutan di Jakarta atau di mana pun dan memperhatikan segi produksi bising dalam

menyediakan sarana transportasi yang baru baik di Jakarta mau pun kota lain di

Indonesia.

L2. Masalah penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

l. Apakah terdapat dampak bising mesin Bajaj terhadap timbulnya gangguan

pendengaran berupa TAB pada pengemudi Bajaj ?

2. Setelah berapa lama terpapar bising yang berasal dari Bajaj, seorang pengemudi Bajaj

akan menderita TAB serta berapa jannpaparun perhari yang akan menimbulkan TAB

pada pengemudi Bajaj ?.

Page 18: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

3. Berapa besar rerata intensitas bising Bajaj?

L3. Hipotesis penelitian

Bising yang dihasilkan oleh mesin Bajaj mempunyai intensitas di atas nilai arnbang

bising (NAB) yang diperkenankan dalam kurun waktu 6 tahun dapat menimbulkan

gangguan pendengaran pada pengemudinya berupa tuli saraf, terutama pada frekuensi

4000H*r,8.

I.4. Tujuan penelitian

L4.1. Tujuan Umum

Mendapatkan suatu data yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan

pertimbangan kebijakan dalam proses penyediaan sarana transportasi baik di Jakarta mau

pun di kota lainnya

L4.2. Tujuan Khusus

1. Mendapatkan bukti atau data terdapatnya gangguan pendengaran pada pengemudi

Bajaj berupa penunrnao fungsi pendengaran.

2. Mendapatkan data lama paparan kerja dan lama paparan perhari yang dapat

menimbulkan gangguan pendengaran pada pengemudi Bajaj {cat of point).

3. Mendapatkan rcrataintensitas bisins Bajaj

Page 19: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

6

L5. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian dalam bidang pelayanan dan kesehatan masyarakat. Penelitian

ini nantinya akan disumbangkan kepada penentu kebijakan penyediaan sarana angkutan

umum dalam hal ini Pemerintah Daerah, Dinas Lalu Li$as Angkutan Jalan Raya

(DLLAJR), Sub Direktorat Kesehatan Indera Ditjen Binkesmas Departemen Kesehatan

dan organisasi profesi terkait (PERHATD.

Dalam bidang riset peningkatan zumber daya manusi4 penelitian ini mungkin

memberi sedikit manfaat bag pengembangan teknik konservasi pendengaran.

Dalam bidang akademik pertelitian ini diharapkan akan menambah jumlah

penelitian di bidang bising dan dampaknya pada pekerj4 seperti yang telah dilakukan oleh

beberapa peneliti pendahulu.

Page 20: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

BAB II

TINJAUAIT PUSTAKA

Pendahuluan

Gangguan pendengaran pada tenaga kerja akibat papilan bising lingkungan kerja

mempunyai kekerapan yang cukup tinggt, terutana di negara berkembang dan negara

industri dengan sistem konservasi terhadap indera pendengaran yang masih burukt.

Kerusakan atau penuruoan fungsi pendengaran pada tenagakeqa akibat paparan bising

yang bersumber dari mesin produksi dan alat transportasi dalam kurun waktu yang cukup

lama dapat menimbulkan kelainan yang bersifat menetap r'2'7't'e. Kelainan ini tidak dapat

diobati dan dapat mengakibatkan kerugian material serta penurunan kualitas sumber daya

manusia yang cukup besar, sehingga diperlukan tindakan khusus dalam mendeteksi dan

mengatasi masalah bising sebagai upaya penanggulangannya 8'e'r0,

Bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkanrr4s. Bising mempunyai

satuan besaran intensitas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dan jumlah getar perdetik

atau frekuensi yang dinyatakan dalam Hertz / V,rlohertz Qlzll<Ilz), serta memerlukan

waktu paparan yang cukup untuk menimbulkan penurunan fungsi pendengaran. Bising

nada tinggi dengan frekuensi antara 2000 Hz - 4000 Hz dan inte,nsitas 90 dB atau lebih"

dengan waktu paparan lebih dari 8 jam perhari atau lebih dari 40 jam perminggu selama 6

tahun atau lebih, berpotensil dapat menimbulkan kerusakan pada organ peadengaran pada

r ata-r ata m anusial'2'4 8'e.

Beberapa faktor yang dapat mempercepat terjadinya penurunan fungsi

pendengaran akibat paparan bising dapat berupa, usia, riwayat ketulian dalam keluarg4

penyakit sistemik seperti diabetes melitus, pengguftmn obat atau zat ototoksik, penyakit

Page 21: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

8

telinga tengah, kelainan kardiovaskular dan ras. Faktor lain yang diduga mernpengaruhi

penurunan fungsi pendengaran ialah kelelahan dan qtres 8'e'r0'11'1!13.

Kebisingan di tempat kerja didefinisikan sebagai semua bunyi yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari peralatan dan aktifitas produksi di tempat kerja, satuan

intensitas dinyatakan dalam desibel skala A (dBA)tu.

Fisika Bunyi

Bunyi dihasilkan oleh sesuatu bentuk fisik yang bergetar dan merambat melalui

media perantara (misal. gas, cair atau padat) sehingga dapat didargar atau deteksi oleh

telinga manusia. Media dimana gelombang bunyi itu berjalan harus mempunyai massa dan

mempunyai elastistisitas, media peradrtera padat lebih cepat menghantarkan bunyi

dibanding dengan udarars.

Bunyi merarnbat melalui udara dengan kecepatan sekitar 344 mldetrk (pada suhu

200 C) menyebabkan perubahan tekanan statik atmosfir I tekanan statik atmosfir sekitar

105 pascal : 105 Neurtons/m2 atau 14.7 lbffiz di permukaan laut pada O0 C 1lz0 f;1.

Perubahan tekanan yang terjadi dapat melalui pulsasi aliran udara, pusaran aliran udara,

renjatan gelombang atau vibrasi permukaan 15'16.

Melalui media perantara bunyi disebarkan ke berbagai arah secara radtal,

membentuk bidang gelombang dengan sumber bunyi sebagai titik pusat, tekanan

maksimum berada pada titik yang tegak lurus dengan zurnber bunyi.

Frekuensi dan intensitas mempunyai pengaruh terhadap sifat bunyi dan daya

destruksi bunvi.

Page 22: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

9

Frekuensi ( f ) didefunsikan sebagai jurnlah getaran perdetik, dinyatakan dalam

satuan hefiz atav kilohertz W I kllz). Frekuensi secara matematis mempunyai hubungan

terbalik dengan panjang gelombang bunyi 1s't6.

Panjang gelombang bunyr merupakan jarak yang menghubungkan dua awal

gelombang pada fase yang sama, dinyatakan dalam simbol lanrbda ( '1,'). Hubungan

antara frekuensi, panjang gelombang dan kecepatan dinyatakan dalam rumus tt'tu.

?"f=c

c: kecepatanbunyi dalam m/det

Sehingga pada bunyi dengan frekuensi 100 Hz akan mempunyai panjang gelombang 3,4

m. Cepat rarnbat bunyi di udara dihitung melaui rumus tt'tu :

c:20.05 { To m/det

Te: suhu rmrtlakdalam 5< (ZZ:o +oC)

Melalui rumus di atas kita dapat menghitung kecepatan buny di udara pada suhu 210C

sebesar344m/detik

Gelombang bunyi merupakan gelombang sinus, secara matematik dinyatakan

dalam fungsi sinus: A sin 2 nf t, dengan A adalah amplitudo ,/freluensi dan t waktu

dalam detik. Tekanan yang dihasilkan oleh gelombang bunyi ( p ) membentuk

gelombang periodik, dinyatakan dalam rumus tt'tu :

p : po sn (2trfi t

p mempunyai nilai konstan disebut tekanan amplitudo

Sehingga suatu gelombang bunyi mempunyai total tekanan dinyatakan dalam :

P+p atau:

P + po sn{2nf)t

Page 23: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

l0

Kaitan tekanan bunyi @) dengan kecepatan molekul udara (V) dinyatakan dalam

ruillrts tt :

P:R V

R merupakan suatu bilangan konstan, dapat disebut sebagai impedans dari media yang

dilewati gelombang bunyr tersebut 12.

Kemampuan bunyi untuk meneruskan energi bunyr disebut sebagai intensitas,

kaitan anatara intensitas dangan tekanan b.tny, dan kecepatan molekul bunyi dinyatakan

dalam rumus :

Intensitas = Tekanan maksimal x maksimal/ 2

Angka 2 merupakan pembagi berasal dari bentuk alamiah gelombang. Dengan

menggunakan firngsi R sebagai , besar intensitas dapat dinyatakan dalam

rumus berikut 12 :

Intensitas: (Tekanan maksimal)' I 2R

: R x (Kecepatan maksimal) 2 / 2

- Intensitas bunyi sering dinyatakan dengan arnbang tekanan bunyi (sound preswre

level) dinyatakan dalam I". Intensitas bunyi didefinisikan sebagai rasio logaritma dari

kuantitas bunyi yang dibag dengan kuantitas baku pada media yang sama, satuan

intensitas dinyatakan dalam desibel (dB). Hubungan antara ambang tekanan bunyi atau Lp

dengan tekanan bunyi (sound pressare) atau

p = kuantitas bunyi yang diberikan

p= luantitas bunyi baku

dalam rurnus tt'tu

Page 24: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

11

Bising dan dimensi bising

Definisi bising menurut Canter bising adalah bunyi yang tidak diinginkan.

Sedangkan menurut Chanlet bising adalah bunyi yang terjadi pada saat dan tempat atau

keadaan yang tidak sesuai (dikutip dari Mukono 17 ).

Hadjar dan Hendarmin r8 mendefinisikan bising sebagai bunyr yang tidak

diinginkan, mengganggu, mempunyai sumber dan menjalar melalui media perantara.

Definisi bising ini mencakup aspek fisiologik, psikologik dan mencerminkan risiko yang

dapat ditimbulkan akibat bising.

Saat ini bising juga mencakup ganggpan pada penggunaan frekuensi radio atau

terdapatnya transmisi elektrik yang tidak diinginkan pada penggunaan alat elektronik.

Bising tidak berbahaya kecuali pada intensitas tinggi 8'17.

Bising mempunyai dimensi fisik, fisiologik dan psikologik, yang masing- masing

saling berbeda. Secara fisik bising merupakan gabungan berbagai macam bunyi dengan

berbagai &ekuensi serta sebagian besar hampir tidak mempunyai periodisitas. Meskipun

demikian komponen bising dapat diukur serta dianalisa secara khusus. Secara fisiologik,

akustik dan elektronik bising adalah sinyal yang tidak mempunyai arti atau tidak berguna

dengan intensitas yang berubah secara acak setiap saat. Secara psikologik bising adalah

buny yang tidak diinginkan, mengganggu serta hampir terpisah dari bentuk gelombang

8,9,10

Bising seperti juga bunyi lain mempunyai satuan frekuensi atau jumlah getar

perdetik dituliskan dalam Hefiz atau kilo Hertz W / H{z), satuan intensitas yang

Page 25: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

t2

Bising pada lingkungan industri tempat kerja dapat menetap terus menerus dan

luas (steady wide band noise), dapatjuga tidak begitu luas (steady rrcnrow band noise).

Bising oleh karena pukulan berlangsung kurang dari 0,1 detik (impact noise) atav

repeated impct noise. Bising dapat berasal dari suatu ledakan tunggal atau beruntun

(eksplosif noise) atavrepeated explosdnolse. Bising dapat terdengar datw (steady state

noise) atau berfluktuasi xrE.

Steady state noise merupakan bising dengan batas fluktuasi intensitas lk. 5 dB,

sedangkan bising impulsif merupakan satu atau lebih energi bunyi singkat yang terjadi

tiba-tiba, berlangsung kurang dari 0,5 detik 2'8'e.

Anatomi dan fisiologi telinga

Secara umum telinga terbagr atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Telinga luar sendiri terdiri atas daun telinga, liang telinga danbagian lateral dari membran

timpani re.

Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutup oleh kulit. Ke arah

liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateraT,

dua pertiga lainnya fiang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi oleh kulit yang

melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani te. Bentuk daun telinga dengan

berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang

sekitar 2,5 a4 akan menyebabkan terdapatnya resonansi bunyi sebesar 3500IIz te :

-- kecepatan suara @ 350 m / det

,Fo =

4X2.5cm

Page 26: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

13

Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada TAB frekuensi yang terkena

terutama pada 4000 Hz. Pada bayi sampai berumur kurang dan 2 tahun besar resonansi

telinga luar mendekati 8000 Hzre.

Daun telinga dan liang telinga juga meningkatkan gain sebesar 10-15 dB untuk

mendeteksi bunyi dengan intensitas rendah pada frekuensi 3-5 kllz re.

Berdasarkan keadaan di atas para ahli merancang bentuk alat bantu dengar

sedemikian rupa sehingga aman dan efektif bagi pemakainya.

Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah terbagt

atas tiga baglan dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari batas atas

membran timpani, mesotimpanum disebut juga sebagai kawm timpani terletak medial dari

membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani "'to. Organ

konduksi di dalam telinga tengah ialatr membran timpani, rangkaian tulang pendengaran,

ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar rz're2o.

Membran timpani merupakan batas lateral telinga tengah, pada membran timpani

melekat manubrium maleus. Pada bagian atas manubrium maleus terdapat insersi otot

tensor timpani yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, sedang origo otot tensor timpani

berasal dari dinding depan kavum timpani berjalan ke arah dinding medial kavum timpani

di dalam semi kanal tulang, selanjutnya otot ini akan menyeberangi kawm timpani untuk

berinsersi dengan os maleus. Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium

maleus ke arah anteromedial, mengakibatkan mernbran timpani bergerak ke arah dalam,

sehingga besar energi suara yang masuk dibatasi 12'20.

Page 27: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

t4

Otot lain yang juga berfungsi melindungi koklea adalah otot stapedius yang

dipersarafi oleh cabang stapedial dari nervus fasialis. Otot ini berorigo pada eminensia

piramidalis dan berinsersi pada leher tulang stapes. Kontraksi otot stapedius

menyebabkan foot plate stapes menjauhi tingkap lonjong, sehingga jumlah energi suara

yang diteruskan ke telinga dalam dibatasi r2're'20.

Batas depan telinga tengah berturut-turut dari atas ke bawah adalah origo otot

tensor timpani, tuba Eustachius dan arteri karotis interna yang terdapat di dalam tulang 20.

Batas medial telinga tengah terdiri dari penonjolan tulang yang berisi organ sistem

vestibuler, tonjolan yang berisi saraf dan dua buah takik. Dari atas ke bawah berturut-

turut adalah kanatis semisirkularis, kanalis fasialis pars horisontal, tingkap lonjong dan

tingkap bundar. Sebagai batas belakang dari telinga tengah adalah kanalis fasialis pars

vertikat dan aditus ad antrum 20.

Batas atas adalah tegmen timpani yang merupakan atap dari kavum timpani dan

antrum mastoid. Sebagai batas bawah dari kavum timpani adalahbulbus jugularis 20.

Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari

telinga luar ke dalam koHea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan

diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya

ungkit tu1ang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Besar gain yang

diterima akibat mekanisme di atas sekitar 253a dB le.

Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang

cukup besar, namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi

walaupunjntensitas buny yang diterima sampai 130 dB le.

Page 28: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

l5

Altifitas dari otot stapedius disebut refleks stapedius, pada manusia baru timbul

pada intensitas bunyi di atas 80 dB (SPf) dalam bentuk refleks bilateral dengan sisi

homolateral lebih kuat t. Refleks otot ini berfungsi melindungi koHea, efektif pada

frekuensi fturang dad. 2 kIIz dengan masa latensi l0 mdet dengan daya redam 5-10 dB

12,19,20 .

Beberapa fimgsi lain dari kedua otot telinga tengah adalah menjaga kekuatan dan

kekakuan rantai tulang pendengararq ikut menjaga suplai darah ke rantai tulang

pendengaran, mengurangi bising fisiologis yang dihasilkan pada saat berbicua atav

menelaa, ikut memperbaiki sinyal suaf,a yang lemah dengan cara mengurangi bising latar

belakang, berfungsi meningkatkan gain secara otomatis, meningkatkan jangkauan

dinamik telinga dan menghaluskan transfer energi bunyire.

Fisiologi mendengar

Pendengaran merupakan salah satu indera terpenting, baik bagi manusia mau pun

hewan. Soetirto 2r membagi fungsi pendengaran pada manusia atas 3 bagian: LFungsi

Proteksi, penting baik pada manusia mau pun hewan, dengan keistimewaan ini manusia

dan beberapa hewan dapat dirinya dari zuatu hal yang membahayakan atau

mengancam jiwa. 2. Fungsi Komunikasi, pendengaran merupakan hal yang penting untuk

seorang ar:urk agar dapat belajar berbicara dengan baik. Gangguan pada fungsi

pendengaran menimbulkan keterlambatan berbisara serta kesulitan berkomunikasi. 3.

Kenibnatan,pada penderita tuli saraf nada trnggl dengan &ekuensi di atas 2000 I{z tidak

akan dapat menikmati orkestra dengan sempurna.

Page 29: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

t6

Proses mendengar diawali oleh ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar yang

akan diteruskan ke telinga tengah setelah menggetarkan membran timpani. Di dalam

telinga tengah terdapat rangkaian tulang pendengaran 'ossicle' yang akan

mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tu1ang pendengaran dan perkalian

perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah

diamplifikasi ini akan nemasuki telinga dalam yang selanjutnya akan diproyeksikan pada

mernbran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan

membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yaag menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari

endokoHea pada badan sel. Akibat keadaan tersebut terjadi depolarisasi sel rambut dan

penglepasan neurotransmitor ke dalam sinapsis yang akan meningkatkan potensial aksi

neryus auditorius. Selanjutnya sinyal elektrik yang berisi informasi akustik akan

diteruskan melalui sinapsis transmisi ke nervus auditorius, nukleus auditorius dan akan

sampai di korteks pendengaran untuk diterjemahkan2t.

Agar lebih memahami fisiologi pendengaran lebih dalarn, perlu diketahui lebih

dulu struktur dan fungsi koHea, membran tektoria, fisiologi stereosilia dan sensitifitas

auditoris.

Koklea. Koklea membentuk tabung ulir dilapis lindungi oleh tulang dengan

panjang sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani.

Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimf dengan konsentrasi K*4 mEq/l dan

Na * 139 nrEq/l. Skala media berada dibagian tengah dibatasi oleh membran Reisner,

membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi endolimf dengan konsentrasi

K. 144 rnEq/l danNa " l3 mEq/I. Skala media mempunyai potensial aksi positif pada saat

Page 30: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

17

istirahat sebesar (+ 80 mv) yang dihasilkan oleh pembuluh darah pada stria vaskularis

dan pompa Na-/ K. ATP ase di stria vaskularis rx22.

Organ Corti. Organ Corti terletak di atas membran basilaris lamina spiralis

tulang. Pada organ Corti terdapat beberapa komponen penting lain seperti sel rambut

dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensens, Claudius, membran tektoria dan

lamina retikularis 1e'22.

Sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah

12.000, berperan dalam mengubah hanlaran suara dalarn bentuk energi akustik menjadi

impuls listrik sehingga dapat diteruskan melalui s€rat aferen yang berjurnlah 31.000,

untuk diteruskan ketingkat yang lebih tinggr, sehingga dapat diterjemahkan 22.

Serat saraf aferen tersusun membentuk spiral di dalam nervus koklearis dan

berhubungan secara sistematik dengan sel rambut di membran basilaris, sehingga serat

yang berasal dari bagian basal koklea berada di perifer, sedangkan yang berasal dari

bagian apeks koHea terletak di tengah. Satu serat saraf aferen mempunyai frekuensi dan

intensitas spesifik 22.

Serat saraf eferen berjumlah 1700- 1800 berfungsi menghambat sel rambut yang

dipersarafinya 22.

Potensial listrik koklea disebut cochlear microphonlq berupa respon listrik arus

bolak balik yang berfungsi sebagai generator amplifikasi gelombang energi akustik dan

sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar. Pada penggunaan obat ototoksik seperti

golongan streptomisin dan aminogtikosid akan terjadi penurunan cochlear microphonic

secara drastis 1x22.

Page 31: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

18

Proses hantaran bunyi di koklea dimulai dari adanya energi akustik yang

menimbulkan gerakan tulang stapes seperti piston. Energi akustik ini diteruskan melalui

sakan perilimf pada skala vestibuli yang berhubungan dengan perilimf skala timpani

melalui helikotrema, sehingga menimbulkan pergeseran membran basilaris. Pola

pergeseran membran basilaris mernbentuk gelornbang berjalan dangan amplitudo

maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak

gelombang membran basilaris yang dihasilkan oleh bunyi dengan frekuensi tinggi (10

ktlz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus

bunyi frekuensi rendah (125 Hz) mempunyai pergescran maksimum lebih ke wah apil<arl.

Gelombang yang dihasilkan oleh bunyi frekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai

bagran apikal, sedangkan gelombang yang dihasilkan oleh frekuensi bunyi yang sangat

rendah dapat melewati bagran basal mau pun bagian apikal membran basilaris re.

Membran tektoria Membran tektoria dibentuk oleh masa gelatin, aseluler

mengandung sejumlah besar karbohidrat dalam bentuk glikoprotein. Gottstein (dikutip

dari Canlon 22) membagi membran tektoria menjadi daerah limbal, medial dan marginal.

Daerah limbal berhubungan dengan sel interdental terletak sebelah medial dan inner

sulcus, bagran medial merupakan tempat berakhirnya sel ranrbut luar dan sel . rambut

dalam dan bagian marginal terletak sebelah lateral sel rambut luar. Membran tektoria

dilingkupi cairan, permukaan atas berhubungan langsung dengan endolimf yang

mengandung banyak ion kalium. Bagian marginal membran tekloria diduga berfungsi

sebagai pemisah antara cairan subtelctorial dengan endolimf, pada keadaan tertutup rapat

konsentrasi ion yang terdapat pada cairan subtektorial akan sama dengan cairan yang

Page 32: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

t9

terdapat pada inner sulcus. Secara umum membran tektoria berperan pentrng dalam

proses pendengaran.

Streosilia. Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran

adalah membran tektoria, stereosilia dan membran basilaris. Menurut Ter Kuile (1900)

(dikutip dari Canlon22), interaksi ketiga strukf,ur penting di atas merupakan proses penting

dalam mendengar.Padabagran apikal sel rambut sangat rigid dan terdapat penahan yang

kuat antara satu bundel dengan bundel lain, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan

terjadi gerakan yang kaku secara bersamaan. Bagian puncak stereosilia terdapat rantai

pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih

rendah sehingga pada saat terjadi defleksi bundel stereosilia akan mendorong bundel yang

lain yang akan mengakibatkan terjadinya regangan pada pada rantai yang

menghubungkan stereosilia tersebut, keadaan di atas mengakibatkan terbukanya kanal ion

pada membran sel sehinggga akan terjadi depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah

mengakibatkan regangan pada rantai tersebut menurun dan kanal ion akan menutup (

Hudspeth dan PicHes) dikutrp dari Pickles 12. Sumber energi yang menunjang terjadinya

proses di atas dihasilkan olehbiological batteries yang tersusun secaf,a seri di dalam skala

media berupa potensial endokoklea sebesar (+ S0 mv) dan potensial negatif intra seluler (

teori Davis) di*utip dari Canlon 22.

Sensitifitas auditoris. Sensitifitas mutlak telinga ditentukan oleh besarnya energi

akustik yang diperlukan untuk menimbulkan respons pendengaran. Keadaan di atas sering

disebut sebagai ambang dengar dan dinyatakan dalam dB (SPL) pada frekuensi tertentu

22

Page 33: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

20

Berbagai macam prosedur pengukuran telah dilakukan pada hewan percobaan

untuk mendapatkaa besarnya nilai sensitifitas auditoris. Termasuk dalam pengukuran di

atas adalah cochlear microphonic, refleks otot pendengaran, potensial aksi serat saraf,

potensial aksi berkas serabut saraf dan brainstem attdiometry (BERA) re'm'2r. Pada

BERA parameter yang dianalisa adalah sensitifitas mutlak, latensi gelombang dan

amplitudo gelombang ", Beberapa ahli membandingkan pengukuran elektrofisiologis di

atas dengan behavioral auditory threshold karena nilai ini merupakan indikator

sensitifitas auditoris yang dapat dipercaya. Beberapa pengukuran yang mempunyai nilai

ambang mendekati beluvioral auditory threshold adalah potensial aksi serat saral

potensial aksi berkas serabut saraf dan BERA. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Salvi. et al, Engstrom & Borg yang dikutip dari Canlon n didapatkan bahwa refleks otot

telinga tengah timbul pada 70-80 dB di atas arnbang dengar re'20'2r.

Pengaruh bising terhadap organ pendengaran

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari hubungan arrtara paparan bising

dan gangguan pendengaran. Pada akhirnya saat ini telah dimengerti bahwa terdapat suatu

jeda bermakna yang menghubungkan: a tara bising atau energi bunyi yang anan (safe

sound) sebagai batas bawah dengan bising atau urergi bunyi yang kuat (intense sound)

yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran mendadak sebagai batas atas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa jurnlah paparan energi yang

diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Dengan kata lain paparan

bising dengan frekuensi dan intensitas tertentu yang berlangsung dalam 8 jam akan

mempunyai derajat kerusakan yang sama dengan paparratn yang dilakukan dua kali 4 iarn

Page 34: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

2l

atau mempunyai nilai kerusakan separuh dari paparan bising yang didapat selama 16 jam

8,9.

Perlu diketahui pula besaran intensitas bunyi (desibel) menggunakan kaidah

logaritma seperti dikemukakan oleh Burns dan Robinson dikutip dari Alberti 8, dijelaskan

peningkatan intensitas bising sebesar 3 dB akan menggandakan kekuatan bising tersebtrt,

dengan demikian bisiag dengan intensitas 93 dB kekuatan setara dengan 2

kali bising dengan intensitas 90 dB, bising 103 dB mempunyai kekuatan yang setara

dengan zkahbising dengan intensitas 100 dB 8'e.

Tabel 1. Perbandingan waktu dan kesetaran intensitas paprran

(dikutip dari Albefti E)

Lama Paparan yang LosraGB)di perbolehkan (iam)

Leq(dB)

t6

8

4

2

1

u2u4

85

90

95

100

105

110

11s

87

90

93

96

99

142

105

Standard 8 jam 90 dB A sesuai Losru dan L€q

Konsep kesetaraan energl dengan basis 3 dB dipakai di negara Eropa dikenat

dengan 'Leq', sedangkan Di Amerika memakai konsep kesetaraan energi dengan basis 5

dB dikenal dengan 'Losntr'n.

Pada koklea yang normal hanya diperlukan sejunrlah kecil energi bunyr untuk

merangsang reseptor pendengararq agu dapat dipersepsikan di korteks pendengaran.

Pada keadaan dimana telah terjadi kerusakan sel ranrbut, kehilangan sel rarnbut atau

Page 35: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

22

degenerasi serat saraf pada wea tertentu, dibututrkan energi yang lebih besar untuk

meneruskan informasi akustik ke korteks pendengaran. Mekanisme di atas terjadi dapat

melalui rangsangan pada sel rambut yang cidera, sehingga bisa menimbulkan respons

yang memicu serat saraf yang masih 'baik', atau melalui rangsangan pada serat saraf lain

yang berdekatan lokasinya dengan sel rambut yang cidera. Pada keadaan dimana

terdapat perbedaan junrlatr energi bunyi yang dibutuhkan untuk mendengar dibanding

sebelumnya yang terjadi akibat paparar bising, disebut tuli akibat bising (noise induced

hearingloss) biasa ditulis MHLs'e .

Patologi dan loknsi kerusakan akibat bising

Haberman (dikutip dari Alberti) 8'e melakukan penelitian pada pekerja yang

berumur 75 tahun dengan paparan bising selama 20 talun. Pada paneriksaan mayrt Qtort

mortem) tampak kerusakan organ Corti berupa destruksi se1 rarnbut dengan kerusakan

terberat berasal dari bagian basal koklea. Selain itu ditemukan juga atrofi dari nervus

auditorius dan degenerasi ganglion spiralis. Hal ini sesuai dengan penelitian Guild seperti

dikutip oleh Hendarmin t yung menyatakan bahwa bagran koklea yang terdekat dengan

tingkap lonjong menerima bunyi dengan frekuensi tinggi. Kenrsakan koklea akibat

frekuensi dan intensitas tinggi terpusat pada frekuensi 4000 Hz dimana keadaan ini sesuai

dengan getaran terbesar pada membran basilaris dan organ Corti.

Sesuai dengan pendapat Guild, Sellick et al (dikutip dari Ward 10) menyatakan

bahwa di sekitar l0 mm dari tingkap lonjong terdapat sel ranrbut yang mernpunyai

amplitudo pating besar dan menerima energl terbesar pada paparan bising, sehingga

bagran tersebut akan mudah cidera pada paparan bising, yang disebut sebagai '4AA0 Hz

Page 36: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

23

receptors.'. Karena hubungannya dengan serabut saraf sering juga disebut '4000 Hz nerve

fibers ' . Tempat ini merupakan lokus minoris pada organ Corti.

Beagley (dikutrp dari Alberti e) mengemukakan bahwa terdapat mekanisme

hidrodinamika pada kerusakan sel rarnbut dalam, sel rambut luar dan membran basilaris

akibat paparan bising Menurutnya gelombang bunyi yang datang akan tersebar secara

merata berbentuk ndial. Gelombang bunyi tersebut menimbulkan regangan pada partisi

koklea dan menyebabkan fleksi membran basilaris sepanjang tepi ligamentum spiralis.

Akibat dari keadaan di atas bagran tengah membran basilaris yang tidak ditopang oleh

penunjang lain akan bergetar lebih kuat dibandingkan dengan struktur lain. Pada bagian

tengah ini pula tedetak bagtran basal sel rambut luar yang mernpunyai hubungan erat

dengan pilar sel rambut dalam, sehingga mudah dimengerti mengapa sel penunjang pada

bagran tengah membran basilaris bersama sel rambut luar dan sel rarnbut dalam mudah

rusak akibat paparan bising.

Saunders dan Schneider (dikutip dari Alberti 8'e), mengemukakan terdapatnya fase

dinamik dan fase statik pada trauma akibat bising. Fase dinamik dimulai selama terdapat

stimulasi akustik, dimana terjadi perubahan fungsi dan struktur sel. Pada fase ini sel

mengalami kerusakan akibat paparan bisrng. Fase statik terjadi setelah stimulasi hilang,

dimana terjadi proses perbaikan dapat menyeluruh, sebaglan, pembentukan jaringan parut,

bahkan destruksi menetap.

Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada

besarnya intensitas, lama waktu paparan dan frekuensi bising. Peaelitian menggunakan

intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan waktu

Page 37: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

24

paparan l-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga

dapatdijumpai pada sel penyangga, pembuluh darahdan serat aferen 8e.

Stimulasi bising dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan ringan pada

silia dan Hensen's body, sedangkan stimulasi dengan intensitas yang lebih keras dengan

waktu paparan yang lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada struttur sel rarnbut

lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robekan di membran Reisner e.

Paparan bunyi dengan efek destruksi yang tidak begitu besar menyebabkan terjadinya

floppy cilia'yang sebagian masih reversibel. Kerusakan silia menetap ditandai dengan

fraktur 'rootlet'silia pada lamina retikularis e.

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui mekanisme destruksi sel rambut

akibat bising menghasilkan kesimpulan bahwa, dengan intensitas bising tinggt dan waktu

paparan singkat menyebabkan kerusakan berupa gangguan mekanik sel rambut, tetapi

bising dengan intensitas yang tidak terlampau tinggi dan berlangzung cukup lama

menimbulkan kerusakan sel akibat terjadinya insufisiensi zat nutrisi sel, sehingga suplai

energi dan sintesis protein terganggu e.

Telah diketahui bahwa bising dengan intensitas yang cukup tinggt menyebabkan

perubahan pada pembuluh darah organ Corti yang akan merryebabkan kerusakan

sekunder pada jaringan seluler koklea. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Nakai 23

dorgan memberikan paparan bising pada marmut dengan intensitas 125 dB SPL dengan

frekuensi 1 kl{z mode warble atau music rock 105-125 dB selama 3 jam mendapatkan

hasil terdapataya stenosis dan dilatasi dinding lateral koHea, prominensia spiralis, spiral

arteri. Pembuluh darah dilimbus menunjukkan vasokonstriksi. Penelitian ini membuktikan

Page 38: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

25

pengaruh bising menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah koklea yang ikut berperan

menimbulkan kerusakan organ Corti.

Penelitian pengaruh papuanbising terhadap nenus auditorius seperti yang diteliti

oleh Spoendlim (dikutip dari Alberti e'1, pada hewan percobaan pasca paparan bising

terdapat kerusakan dendrit pada akhir sinaps dengan sel rambut luar dan sel rambut dalam

yang sifatnya masih reversibel. Penelitian lain yang dilakukan oleh Morest dan Bohne

(dikutip dari Alberti ) menemukan terdapatnya kerusakan pada nukleus preauditorius,

kompleks auditorius superior serta nukleus kontralateral dari kolikulus inferior pasca

paparan bising

Perubahan biokimia yang timbul pasca paparan bising, seperti yang dikemukakan

oleh Koide seperti dikutip dari Alberti e dan Ward 10, menemukan adanya penurunan

kadar oksigen koHea serta peningkatan kandungan glukosa perilimf.

Konsep terbaru timbulnya TAB seperti dikemukakan oleh Fuel & Pujol 2a

berkaitan dengan dilepasnya glutamat (neurotransmitor yang terdapat pada sinapsis antara

sel rambut dalam dan nervus auditorius) yang berlebih pasca paparan bising. Keadaan

diatas akan menyebabkan depolarisasi berkepanjangan pada reseptor ion post sinapsis,

sehingga mengakibatkan masuknya sejunlah besar kation Cl- dan HzO kedalam struktur

post sinapsis. Hasil akhir dari mekanisme patologis diatas menyebabkan timbulnya udema

dan disrupsi serat saraf post sinapsis yaflg selanjutnya akan diikuti oleh kematian sel-sel

neuron. Penelitian invivo dengan memasukkan kintrrenat (agonis glutamat) kedalam

koklea dengan meaggunakan teknik pompa mikro osmotilg berhasil mencegah kerusakan

terminal nervus auditorius dan memperbaiki struktur post sinapsis.

Page 39: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

Secara klinis paparan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan *'n:

1. Adaptasi

2. Peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shtft), dapat berupa:

a.reaksi lelah Qtfusiologtcal fatigue) dan b. peningkatan ambang dengar sementara

berjalan lama (pathol o gt cal fati gue)

3. Peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift)

Adaptasi atau respons kelelahan akibat rangsangan, ialah keadaan dimana

terdapat peningkatan arnbang dengar segera akibat paparan bising, Paparan bising dengan

frekuensi tertentu, intensitas di atas 90 dB SPL menimbulkan respons adaptasi pada

frekuensi yang identik.

Perluasan dampak adaptasi menunjukkan gambaran yang asimetri, dengan

pengaruh terbesar terjadi pada frekuensi di atasfotigue frequency ( gambar 1). Pemulihan

timbul secila eksponensial, pada paparan dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang

pemulihan dapat terjadi dalam 0,5 detik. Keadaan ini merupakan fenomena fisiologis yang

disebabkan oleh kelelahan pada saraftelinga yang terpapar e.

Page 40: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

27

FREKUENSI {Ha)

700 '000

1500 2fi10 3000 6000

seo

Ea toF :lt

>GXA so-EP

Gambar L. Peningkatan ambang dengar sementara pada berbagaifrekuensi setelah t

-"ilf*il"ffi"Xffi pjsins frelnrensi 700IIz

Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan dimana ambang

dengar meningkat akibat paparanbising dengan intensitas cukup tinggi. Pemulihan terjadi

dalan beberapa menit atau jam, ixwrg terjadi pemulihan dalam satuan detik atau hari.

Seperti adaptasi kelainan ini pun bergantung pada intensitas bunyi, frekuensi bunyi dan

lama paparan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan anrbang dengar

sementara adalah profil psikologis, suhu tubuh, latihan fisik dan keadaan telinga tengah,

seperti radang telinga tengah, impedans dan refleks akustik. Keadaan ini masih

merupakan fenomena fisiologis 8'e.

Beberapa penulis membagi peningkatan ambang dengar sementara atas dua

bagtatU yaitu: l.Reaksi lelah atau physiolostcal fatigue atau short lasting temporory

threshold shift dan 2. Peningkatan ambang dengar sementara berjalan lama atau

pathological fatigue atan long lasting temporary threshold shift.

q

B

{o.J

/ \

v \

/

Page 41: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

28

Reaksi lelah atau kelelahan fisiologik menurut Larsen (dikutip dari Alberti 8'e),

merupakan penurunan aktivitas organ. Penyebabnya adalah paparan bising dengan

intensitas yang lebih kuat dari adaptasi dan waktu paparan lebih lama. Kelainan ini

rnerupakan transisi dart adaptasi ke peningkatan ambang dengar sementara berjalan lama,

perubahan bentuk dari proses adaptasi ke arah reaksi lelah zulit dibedakan dengan jelas,

keduanya dapat juga timbul secara bersamaan. Respons kelelahan yang terjadi akibat

stimulasi bising mempunyai perubahan maksimum sekitar 0,5-1 oldaf di atas frekuensi

stimulus nada murni yang diberikan. Secara mudah kelelahan fisiologik ialah terdapatnya

peningkatan ambang dengar yang berlangsung lebih darr 2 menit dengan masa pemulihan

lengkap kuraag dari 16 jam. Pada pekerja pemulihan pendengaran telah terjadi sebelum

hari kerja berikut dimulai.

Peningkatan arnbang dengar sementara berjalan lama atau kelelahan patologik.

Kelainan di atas disebabkan oleh paparan bising dengan intensitas lebih kuat dan waktu

yang lebih lama dari kelelahan fisiologik Perbedaan kelainan ini dengan kelelahan

fisiologik adalah terdapatnya perpanjangan masa pemulihan dan kadang kadang

pemulihan yang terjadi tidak sempurna. Batas antara kelelahan fisiologik dengan

kelelahan patologik ialah pada intensitas 40 dB 8'e.

Peningkatan ambang dengar menetap. Paparan bising dengan intensitas

sangat tinsgr berlangsung singkat (explostfl atau intensitas cukup tinggr dan berlangsung

lama dapat menimbulkan peningkatan ambang dengar menetap. Peningkatan ambang

dengar menetap Qtermanent threshold shift) disehabkan oleh kerusakan atau perubahan

menetap pada koHea dengan letak kelainan dapat pada banyak struktur di koHea. Pada

tahap awal audiogram kelainan ini menunjukkan gambaran yang khas berupa penurunan

Page 42: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

29

fungsi pendengaran pada frekuensi 3 kJJz, 4 kHz dan 6 K\lz, sedangkan frekuensi lain

masih normal sehiagga pada notasi audiogram akan terdapat suatu takik yang dikenal

dengan takik akustik(acoustic notch) atav 'C dip'.

Gambar 2. Audiogram TAB dikaitkan denganlama paparan dengan intensitas lebih dari f00 dB

(dikutip Aari ooUie 2)

Pada keadan lanjut atau bila paparan bising masih terus berlangsung, kerusakan

koklea makin meluas mengenai sel rambut dan saraf yang berperan untuk menghantarkan

impuls bunyr frekuensi lebih rendah ( frekuensi komunikasi ) dan frekuensi lebih tinggi,

maka akan terjadi penurunan ambang dengar beberapa frekuensi lain yang lebih rendah

atau lebih tinggi, sehingga penderita mulai merasa adanya kendala dalam mendengar 2'*'e.

Penampilan Hinis penderita akan sesuai gambaran patologis yang terjadi pada

koklea. Pada tahap awal penderita mengeluh mengalami kesulitan berkomunikasi dalam

pertemuan atau suasana yang ramai, tetapi pada keadaan lanjut penderita sulit untuk

berkomunikasi atau mendengar walaupun dalam suasana tenang 2'8'e'a (gambar 2).

-10

0

10@gfo20

930ulz

4

50

80

LAMA PAPARAN IITIN}

0,250,50 123FREKUENSI (kHz)

4

\

a \\ //

\N \/ ,

\ \ I 7\

/

Page 43: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

30

Stirnulasi bising pada telinga menunjukkan tolerabilitas terhadap intensitas yang

berbeda pada frekuensi yang berbeda. Mills (dikutip dari Alberti 8'e), meneliti efek dari

stimulasi bising terhadap perubahan ambang dengar dan respons psikofisikal terteltu.

Menurutnya selarna paparan bising terjadi perubahan ambang dengar yang bervariasi

sestrai de+gan frekuensi dan intensitas bising. Pada frekuensi 4 kFIz maka intensitas 74 dB

rnerupakaa titik awal perubahan ambang dengar pada kebanyakan manusia.

FRH(uENAT{rE}0 125 2il 5|n 1000 2m0 '||l00 8000 16000

Reeiko Tlnggl utk. TAB & cidera

Reei o TAB cider menl{gltat t11.

2.eraiatxTta p

isingtaran

3.\ ,,_

rmlahpaparemnhhan inr tf_

/

Flac H) h. / /< ,la

\ 9. tA lihanan nxf

Tidalrada i& ek$rddLrna.l'|rj

l lt l

eaihoaitiliif TAElLatr*aa dcngenlwnilihpap6rffi

t1t t

,/

/

lnaudlble /

Gbr. 3. Jangkanan audibilitas manusia dihubungkandengrn resiko gxngguea pendelg*rrn

(dilcittlr (larl Alb€ni 8'e)

Fada titik ini peninskatan intensitas *fuesar 1 dB meny*abkan kenaikan ambang

dengar sebesar 1,7 dB E'e.

GI

E5zosC{o

OFt

?\o=

-6oo

EL II

tt5s0(aID

(9rtr

f;

Page 44: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

3l

Frelnrensi di bawah 2 k}lz titik kritis untuk perubahan ambang dengar didapat

pada inte-nsitas 78 dB dan pada frekuensi 0,5-l kHz titik kitis tercapai pada intensitas 82

dB &e (gambar 3).

Faktor yaag berinteraksi dengan bising

Beberapa faltor yang berinterasi dengan bising adalah usia" vibrasi, obat atav zat

ototoksik, paparul bising sebelumnya, ras, gangguan telinga tengah 2'8'e'22 .

Peranan faktor usia menurut beberapa penulis merupakan faktor yang dapat

at TAB, beberapa keadaan yang mungkin ikut berperan adalah aterosklerosis,

hipertensi dan proses penu&rn z'EP'22. Menurut Ward (dikutip dari Dobie 21, dalarnmenilai

faktor aditif pada TAB perlu dipertimbangkan tiga hal yaitu : presbikusis (pengaruh

faktor usia), nosoakusis (pengaruh penyakit) dan sosioakusis (pengaruh gaya hidup

sehari-hari). Mac Rae seperti dikutip dari Dobie2 & Alberti e, Novotny dan Corso (dikutip

dari Alberti ) menyimpulkan bahwa pada keadaan TAB sedemikian buruk perlu

pertimbangan pangaruh faktor usia. The Interrnsiornl Starfurd Organization

menganjurkan untuk melakukan koreksi usia pada penilaian, bila rerata nilai ambang

dengar (NAD) lebih dari 40 dB 2.

Vibrasi adalah energi bunyr yang akan menyebabkan terjadinya perpindahan

molekul udara dari satu posisi statis pada posisi k"d"por, kenudian akan ke posisi

berlawanan sambil melewati posisi statis 15'16. Secara fisika gerak linear vibrasi

mempunyai kesamaan deagan gelombang bunyi. Vibrasi akan menarnbah besar tekanan

gelombang bunyr . Beberapa peneliti seperti Okada, Osako & Yamamoto (dikutip dari

Alberti e) membultikan bahwa vibrasi berperan dalam memperberat terjadinya TAB.

Page 45: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

32

Shida -26 berhasil membuktikan bahwa vibrasi dapat menurunkan generator amplifikasi

koHea.

Penggunaan zat atau obat ototoksik secara langsung dapat menyebabkan

tedadinya kerusakan pada sel rambut luar, keadaan ini akan menurunkan potensi

amplifikasi sel rambut luar secara drastis 12.

Riwayat papamn bising sebelumnya seperti diteliti oleh Humes ( dikutip dari

Alberti ) pada 6 pekerja baru pada suatu industri dargan tingkat kebisingan yang cukup

tinggr Sebelum bekerja di perusahaan tersebut, pekoja di atas mempunyai riwayat

papara bising. Pada pemeriksaan lanjutan terdapat perburukan ambang dengar dengan

audiogram sesuai dangan penjumlahan paparan lama dan baru.

Pigrnen kulit ternyata merupakan faktor proteksi untuk terjadinya TAB. Pekerja

kulit berwarnatunyata lebih tahan terhadap papamn bising dibanding pekerja kulit putih

trnfeksi telinga tengah pada fase akut akan meryebabkan tidak bekerjanya refleksi

akustik yang menyebabkan koHea lebihprone terhadap paparan bising o"tz.

Bising lingkungan kerja

Kemajuan dalam bidang teknologi sqiak tiga dekade terakhir ini menyebabkan

peningkatan bahaya bising baik dalam jumlah, intensitas, kecepatan dan jwr,rlah orang

yang terpapar bising terutama di negara industri dan negara maju. Beberapa sumber

bising yang menjadi penyebab polusi adalah gemuruh mesin produksi pada beberapa

pabrik, desing mesin jet, gemuruh mesin turbin pada beberapa kapal laut, letusan senjata

genggam dan seajata panggul, bising dari alat bantu kerja seperti mesin pemotong

Page 46: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

55

rumput, lirug alat pemecah beton atau aspal, bising alat penghisap debu elektrik sampai

pada bising dari kendaraan alat angkutan atau transportasi dengan sistem gas buang dan

suspensi yang buruk.

Paparan bising pada sarana transportasi umum ditambah bising jalan raya mungkin

merupakan salah satu penyebab cepat lelah, penurunan kewaspadaan dan dalam kurun

waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran pada pengemudinya. Keadaan

ini bila dibiarkan, dapat menyebabkan kerugian materil, membahayakan bagt diri dan

pengguna jalan lainnya.

Pinto dan Kryter melaporkan terdapatnya gangguan pendengaran pada awak

pesawat terbang komersil, sedangkan gangguan pendengaran pada pengemudi kendaraan

umum dilaporkan oleh Nerbonne dan Picardi pada tahun 1975 (dikutip dari Williams ?7 ).

Survai yang dilakukan oleh Indrasukhri et.al 6 pada sumber kebisingan di jalan

raya kota Bangkok mendapatkan dari I l 153 sepeda motor dan kendaraat alat angkutan

umum'three cycle' sejenis Bajaj ditemukan sebanyak 7.911 sepeda motor dan Bajaj

dicurigai mempunyai derajat intensitas bising yang tinggi serta perlu diperiksa lebih lanjut,

dari jumlah di atas ternyata terdapat 3.242 kendaraan yang benar mempunyai tingkat

produksi bising di atas 85 dBA dan diharuskan membayar denda sebesar 100 Baht

perkendaraan serta boleh digunakan kembali bila intensitas produksi bising dikurangi

sesuai nilai ambang batas yang diperkenankan,

Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar,1971rE mendapatkan hasil

bising jalan raya (Jl. MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk .

Page 47: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

34

Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang

yang buruk seperti Bajaj dan bising jalanraya menyebabkan risiko gangguan pendengaraa

pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.

Weston dan Adam seperti dikutip oleh Hendarmia dan Waspodo ", mencatat

terjadinya pcnurunan prestasi kerja sebesar lTVo pada karyawan yang bekerja pada

lingkungan bising tanpa menggunakan alat pelindung telinga. Atma life insurance Co.

mendapatkan penurunan kesalahan sebesar 3A-5A% pada juru tik setelah dinding ruang

kerja dilapisi lapisan penycrap bunyi.

Survai yang dilakukan oleh Hendarmin r pada Manufacturing Plant Pertamina

dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada

50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB

pada karyawan yang telah bekerja terus menerus selama 5-10 tahun.

Dampak paparun bising pada lingkungan kerja di industri mobil di Amerika telah

diteliti oleh Lee dan Feldstein 2e, selama kurun waktu 5 tatrun pada pekerja yang

mendapat paparan bising dengan intensitas 104-110 dbA didapatkan gangguan

pendengaran pada frekuensi 2000-4000 Hz dengan besar penurunan ambang de.ngar

sekitar 3,4-6,2 dB.

Sumber bising bukan hanya dari lingkungan kerja saja akan tetapi dapat juga

berasal dari bidang hiburan, olah raga, rekreasi, bahkan lingkungan pemukiman pun dapat

terkontaminasi oleh bising. Adenan 30 melakukan penelitian pada 43 orang penduduk

yang bertempat tinggal disekitar lebih kurang 500 meter dari ujung landasan Bandara

Polonia Medan, dengan lama hunian sekitar 5 tahun dan rentang usia 20-42 tahun. Dari

Page 48: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

35

hasil penelitian tersebut ditemukan sebanyak 50% menderita tuli saraf akibat bising, pada

penduduk dengan tatatata lama tinggal 17 tahun waktu papar rtturata?2 jam/ hali.

Shida ?6 meneliti pengaruh stimulus vibrasi terhadap peningkatan ambang dengar

dengan cara mengulq,r cochlear microphonic atau ernisi otoakustik pada kelompok

marmut yang diberi paparan bising dengan intensitas bunyi 115 dbA dan frekuensi

4O0Hz, dengan kelompok lainnya mendapat paparan bising yang sama dan frekuensi

vibrasi sebesar 2A Hz. Dari hasil penelitiannya disimpulkan vibrasi meningkatkan

afe*tifi tas gangguan pendengaran.

Hutchinson et. al 3r meneliti pengaruh aktifitas kerja ringan terhadap penurunan

fungsi pendengaran akibat paparan bising Pada penelitiannya disimpulkan bahwa

aktifitas ketja ringan saja tidak mcmpercepat timbulnya peningkatan ambang dengar,

tetapi bagaimana hasilnya bila pekerja dengan aktifitas kerja yang lebih berat juga

mendapat paparan bising.

Bising pada kendaraan umrm pengangkut penumpang

Jutaan penduduk ncgara maju dan negara industri tinggal di rumah atau di dalam

apartemen yang didirikan 200 kaki dari tepi jalan yang sibuk atau tepi jalan bebas

hambatan berisiko terpapar bising lebih dari 100 dB, terutama pada jam sibuk. Bising

jalanraya yang dihasilkan oleh kendaraan lalu lintas tersebut umunnya bergantung pada

:1. jenis, junrlatt dan kecepatan kendaraan yang melintas,2. interferensi spesifik antara

kendaraan dan badan jalan dan 3. jenis lingkungan dimana jalan itu berad4 seperti

metropolitan, perkotaan biasa, setengah kota atau pun desa t'.

Page 49: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

36

B:ritrg yang dihasilkan oleh kendaraan merupakan gabungan dari berbagai sumber.

Bising tersebut berasal dari sistem gas buang (knalpot), mesin, sistem transmisi, rem,

klakson" gesekan ban, ketegangan rantai, sekrup yang kendor dan muatan yang dibawa.

Pada umumnya makin tua usia kendaraan tersebut makin besar produksi bising yang

dihasilkan. Pemeriksaan yang dilakukan pada beberapa mobil pribadi mendapatkan

intensitas bising antara 62-85 dB pada kecepatan wfiwa48-112 krrr/ jarnz' .

Penelitian yang dilakukan oleh Priede yang dikutip oleh Burns 32, pada 15 alat

kendaraan angkutan penumpang dalam kondisi baik yang dijalankan dengan putaran

mesin maksimum didapatka4 sepertiga dari jumlah kendaraan di atas pada putaran mesin

maksimum mernpunyai NAB dalam batas yang dapat ditoleransi, sedangkan dua pertiga

lain mempunyai NAB yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Variasi antara

kendaran yang paling tenang dengan kendaran yang paling bising sekitar 15 dB, bising

frekuensi tinggi didapat pada penggunaan persneling tiga atau lebih.

Penelltian yang dilakukan oleh Nerbonne dan Accardi (dikutip dari Williams ?? )

melaporkan pada 113 pengemudi angkutan umum terdapat korelasi yang sangat

bermakna $rtara lama mengemudi dengan makin beratnya gangguan pe.ndengaran

terutama pada frekuensi 4 kFIz, ambang dengar telinga kiri lebih buruk dibanding telinga

kanan dan penekanan ambang dengar pada frekuensi 0,25-0,5 kHz. Keadaan di atas

dimungkinkan karena pengaruh bising dan vibrasi.

B6erapa negara di Eropa berupaya untuk mengurangi dampak bising dengan

mernbuat peraturan laik operasi dalam hal bising bagi kendaman yang menggunakan jalan

umum. Mereka membagi jenis angkutan atau kendaraan atas lima kategori ( tabel 2).

Page 50: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

1V

Tabel L Besar kapasitas silinder sehubungandengan N A B yang diperk€n*nkf,n

(dihtipdari Bun$31

1 Spd motor tidak lebih dari 50 cc 77 8A2 Spd motor > 50-125 cc 86 dBA3 Spd motor jads lain 82 dBA4 Kendaraan angkut > 3rl2tm,traktor, s9 dBA

dan angkutaa p€f,lumpang kurang dari14 orang

5 Angkutan pcnumpang lain atau truk 84=85 dBAringan

Semua bising yang ditimbulkan oleh alat atau mesin atau sarana transportasi di

atas berpotensil menimbulkan dampak pada pendengaran pekerja atau operator atau

pengemudi mau pun masyarakat sccara umum. Kenaikan ambang dengar yang menetap

pada pekerja sering terjadi bila bekerja dalam bising dengan rentang waktu

antua6-15 tahun setelah melalui peningkatan ambang dengar sementara 8'e.

Menurut Iskandar 7 cacat pendengaran akibat kerja ialah suatu ketulian yang

menetap pada pekerja akibat terpapar bising yang melebihi nilai ambang batas kebisingan,

dalam waktu lama dan berjalan terus menerus. Bertagai tingkatan kecacatan yang

mungkin timbul akibat paparail bising dapat mulai dari

1. Gangguan pandengaran ringan, ambang dengar 20-40 dB,

2. Gangguan pendengaran sedang, ambang dengar 41-55 dB,

3. Gangguan pendengaran berat, anrbang dengar 56-7A dB.,

4. Gangguan pendengaran $angat berat ambang dengar 7l-90 dB dan,

5. Gangguan pendengaran total dengan arnbang deagar l€bih dari 90 dB.

Page 51: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

38

Beberapa istilah lain yang digunakan: tuli akibat kerja, cacat pendengaran akibat

kerja, tndustrial noise induced deafuess atau stimulation deafuess atau boilermakers

deafuess atau noise induced hearing loss (NIHL).

Penampilan klinis ganEguan pendengaran ekibat bising

Penderita TAB biasanya datang dengan gangguan pendengaran yang berjalan

cukup lama dan perlahanJahan. Keluhan yang sering disampaikan adalah kesulitan dalam

menangkap percakapan terutama dalam suasana ramai, karena nya kelainan ini sering

disebut cocfuail party deafuess. Oleh karena pcnuunan ambang dengar pada frekuensi

tinggi, penderita mandapat kesulitan untuk menangkap bunyr konsonaa dan lebih mudah

mendengar butyr vokal. Pada penderita TAB sering disertai tinitus nada tinggi yang

hilang timbul, bila terjadi paparan bising ulang tinitus akan menetap. Tinitus menjadi lebih

mengganggg pada saat $uasana sunyi atau pada saat penderita akan tidur, sebagran

penderita mengeluh sukar tidur atau sulit berkonsentrasi. Sering tinitus merupakan

keluhan yang paling menonjol pada pendrritu 2'8rr'e21. Penelitian yang dilakukan oleh

Penner (1990), mendapatkan sekitar 42Yskasus TAB disertai oleh gejalatinitus. Coles

mendapatkan faktor risiko tinitus sebesar 1,7 pada pekerja yang terpapar bising, faktor

risiko akan meningkat sebesar 2,0 padapekerja berusia 40 tahun lebih 33.

Diagnosis

TAB merupakan suatu penyakit atau gangguan pendengaran yang spesifik

disebabkan papamn bising berulang dengan waktu yang cukup lama, ditandai dengan

gejala dan penemuan obyektif tertentu. Beberapa penyakit atau kelainan yang

Page 52: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

39

mefnberikan gambaran mirip dengan TAB adalah labirintitis, ototoksik, infeksi virus,

trauma akustik, cidera kepal4 tuli herediter, presbikusis, dan neuroma akustik z8'zr'22.

Diagnosis TAB dibuat berdasarkan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan audiologik dan laboratorik.

Anamnesis harus dilakukan secerrnat mungkin, riwayat paparan bising termasuk

intensitas bising, lama paparan dalam sehari dan lama paparan dalam satu minggu serta

lama kerja dalam lingkungan bising tersebut, harus diperhatikan dengan baik. Perlu juga

diperhatikan mengenai riwayat ketulian dalam keluarg4 penggunaan zat atau obat yang

bersifat ototoksik serta trauma kepala harus selalu ditanyakan.

Pemeriksaan fisik sering kali tidak menunjukkan kelainan yang berarti, kecuali

pada penderita gangguan pendengaran yang berkaitan dengan penyakit sistemik seperti

diabetes mellitus.

Pemeriksaan otoskopik telinga biasanya tidak menunjukkan kelainan. Pada uji

Weber menunjukkan lateralisasi ke telinga yang lebih baik sedangkan uji Schwabah

memberi hasil memendek.

Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan takik pada frelarensi 4000 t{2.

Bila penderita TAB masih terus menerus terpapar oleh bising akan terjadi penurunan

sensitifitas telinga pada frekuensi 1-4 kFIz. Gambaran audiogram menunjukkan penurunan

yang jelas dimulai pada frekuensi I kflz atau 2 kIIz dengan titik terendah pada frekuensi

4 t&Iz, sering diikuti reaksi pemulihan pada frekuensi I kIIz. Secara Hasik TAB akan

memberikan grafik 'V-shaped signature', atatJ'acoustic notch' atav 'C dip ' pada 4l<TIz

2'E'e lgambar 3). Kelainan ini pada umumnya mengenai kedua telinga dengan gambaran

audiogram yang hampir serupa, tetapi pada beberapa keadaan seperti posisi kerja yang

Page 53: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

40

menetap dengan satu telinga yarLg terus menerus menerima paparar' dapat ditemui

perbedaan derajat gangguan pendengaran yang cukup besar arfiLratelinga kiri dan kanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Marvel pada 49 operator traktor pertanian

mendapatkan hasil gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi dengan telinga kiri lebih

buruk dibanding telinga kanan 34. Penelitian lain yang dilakukan Pidlia et al 35 pada

beberapa pekerja industri ditemukan gambaran gangguan pendengaran frekuensi tinsgr

dengan beberapa kasus menunjukkan audiogram yang asimetri arrtara telinga kanan dan

kiri.

Komisi Konservasi Pendengaran dan Bising dan The Americsn College of

Occupational Medicine (ACOM) membuat definisi TAB sebagai ganggoan pendengaran

yang timbul secara perlahan akibat paparan bising yang berlangsung lama (beberapa

tahun) secaf,a terus menerus atau pun terpufus, dengan gambaran karakteristik 36 :

l. Tuli sarafkoklea

2. Sebagian besar kazus bilateral dengan gambaran audiogram yang hampir serupa,

3. Hampir sebagian besar tidak menunjukkan gangguan pendengaran yang berat ( pada

frekuensi rendah sekitar 40 dB dan pada frekuensi tinggi 75 dB).

4. Bila paparan bistng hilang maka progresifitas kelainan terhenti pula.

5. Riwayat paparan sebelumnya tidak menyebabkan telinga menjadi lebih sensitif

terhadap papar an yang didapat kernudian.

6. Kerusakan awal terjadi pada frekuensi 3000,4000 dan 6000 FIz dengan takik terbesar

pada frekuensi 4000 tlz.

7. Gangguan pendengaran maksimal timbul setelah paparan berlangsung sekitar 10-15

tahun, setelah itu gambaran audiogram relatif menetap.

Page 54: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

4I

8, Kerusakan akibat paparan bising yang terus menerus lebih berat dibanding kerusakan

akibat paparan bising yang terputus.

Frekuenel fizl5t,0 2000' '4000 Frekuensi lHzl

500 2000. '4000

Tellnga Hri

0102A3040Ear860670E80990fl}0110

0t0203040950s80 '6

70E8{' E

90t00110

I

Telinga kanan

Gambar 4. Audiogram TAB menunjukkan takik pada 4liillz,1 'C dip'1(dikutip dari Albefti e)

Pemeriksaan obyektifyang dapat dilakukan adalah audiometri impedans danbrain

evolced respons audiometry @era), untuk menilai keadaan telinga tengah dan

membedakan dengan tuli saraf lain yang letaknya retrokoHearT'36 . Polish EPIEST system

merupakan teknik pemeriksaan auditory brainstem responses yang kadang digunakan

untuk mengetahui frekuensi spesifik reseptor koHea yang terdepresi. Penelitian dan

kemajuan bidang teknologi kedokteran membawa dampak yang memudahkan para klinisi

untuk menegakkan diagnosis TAB. Dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan

teknik pemeriksaan DPOAE ( distortion pro&tct otoacoustic emissions) yang dapat

dengan jelas mengetahui informasi kelainan fungsi sel rambut luar serta reseptor koHea

secara obyektif 37.

Page 55: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

42

?d* keadaan khusus untuk menyingkirkan kecurigaan tuli akibat tumor sudut

serebelopontin, diperlukan pemeriksaan radiologik seperti foto kepala atau mastoid dalam

posisi tertentu sefta ct scankepala atau mastoid.

Menurut Iskandar tt dalam menentukan gangguan pendengaran akibat bising pada

pekerja perlu diperiksa:

l. Keadaan sebelum bekerja meliputi umur, riwayat penyakit telinga yang pernah

diderita, pemeriksaan THT dan pemeriksaan audiometri,

2. Ambang bising di tempat kerja tidak boleh melebihi 85 dB, adanya progrrlm

penanggulangan sumber bising di tempat kerja.

3. Evaluasi secara berkala minimal tiap 6 bulan pada pekerja dengan risiko paparan

bising meliputi, lama kerja atau hari, penggunaan alat pelindung telinga dan

pemeriksaan pendengaran.

4. Pemeriksaan pendengaran yang meliputi uji berbisik, audiogram nada murni serta

pemeriksaan lain sesuai indikasi. Pemeriksaan dilakukan setelah penderita

diistirahatkan minimal I 6 jam.

Beberapa pakw dalam bidang neurotologi yang mendalami masalah bising dan

dampaknya pada pekerja berusaha membuat baku derajat kelainan TAB. Barrenas dan

Hellstrom 3e menganjurkan pengguruuln Noisescan data base, dengan penderajatan

sebagai berikut :

Derajat I : NAD kedua telinga < 20 dB pada seluruh frekuensi

DerajatZ : NAD kedua telinga pada frekuensi bicara (0.5-l-Z H{z) < 20 dB,

pada 3 H{z < 40 dB dan 4 kIIz < 65 dB.

Derajat 3 : Rerata ambang dangar frekuensi bicara < 20 dB, frekuensi lain

lebih buruk dan derajat 2.

Page 56: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

43

Derajat 4 : Rerata ambang dengar frekuensi bicara > 20 dB.

Kriteria lain yang diusulkan oleh Suter (1978) adalah dipertimbangkan sebagai

suatu keadaan yang abnormal bila rerata NAD >20 dBze.

Diagnosis diferensial

Berbagai kelainan yang menirnbulkan tuli saraf jenis koklea dapat menjadi

diagnosis diferensial TAB seperti tuli ototoksik, presbikusis, tuli saraf herediter, tuli

karena kelainan metabolik, otosklerosis kokle4 tuli saraf mendadak, tuli akibat kelainan

atau lesi di susunan saraf pusat, sindrom Meniere dan tuli anorganik ('malingering),

infeksi virus, labirintitis, trauma akustik dan neuroma akustik 7'32'35'37.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan medikamentosa atau pun tindakan pembedahan untuk

memperbaiki atau mengobati TAB. Pada kelainan tahap awal dapat dilal$kan tindakan

untuk an pekerja terhadap paparan bising dengan memberikan alat pelindung

telinga yang baik dan tepat. Bila mungkin dapat dilakukan rotasi kerja yaitu dengan

memindalrkan pekerja ketempat yang tidak terpapax bising Dalam beberapa pustaka

menganjurkan terapi oksigen hiperbarik atau penggunaan karbogen pada tahap awal,

terutama pada kelainan mendadak 8'xro. Pada keadaan yang sudah lanjut dibutuhkan alat

bantu dengar.

Meskipun tidak dapat diobati TAB dapat dicegah dengan mengurangi papararr

terhadap bising Beberapa pendekatan yang dapat dilalarkan untuk tindakan pencegahan

seperti mengurangi produksi bising dari sumbernya, memberikan alat pelindung telinga

Page 57: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

44

pada pekerjaya$gmempunyai risiko terhadap paparan bising dan membatasi diri terhadap

paparan bising yang tidak perlu. Secara nyata tindakan tersebut berupa penggsnaan

sumbat telinga yang baik secara benar, meredam sumber bising dengan menggunakan

ruang tersendiri baik bagi sumber bising seperti mesin atau pun bagi pek€rja, mengurangi

getaran sumber bising dengan menggunakan suspensi peredam bising, memasang filter

yang sesuai pada sistem gas buang kendaraan bermotor, mengencangkan sekrup atau baut

yang kendor dan melakukan pemeriksaan dan perbaikan secara rutin pada mesin

penggerak kendaraan bermotor.

Page 58: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

45

BAB In

METODOLOGI PENELITIAN

I.KERANGKA KONSEP

Lamapapar>6tahun

TAB (+)

Lamapapar<6tahun

I nfek si telin g a t en g ah.

Diabaes melins

Pemakaion obat/zat

ototoksih

Hipertensi

Tuli hereditq

Lamaplprr)6tahun

TAB G)

Lamapapar<6tahun

: """"""""" - - ' - - -" ' i

i keterangan : fafuor perancu didalam kotak dengan garis terputus(italics) tidak di analisai

Intensitas

Lama pnpar

Usia

Page 59: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

46

2. BATASAN OPERASIONAL

Z.l.Tuli akibat bising (T A B).

Delinisi : Gangguan pendengaran jenis sensorineural akibat kelainan pada kokleq

terjadi akibat paparan bising dengan intensitas di atas NAB yang diperkenankan dan

berlangsung lama. Pada pemeriksaan ditemukan penurunan ambang dengar pada

frekuensi tinggi, kebanyakan kasus menunjukkan takik akustik pada 40001422'7'8p.

AIat ukur : Anamnesis, pemeriksaan fisik, otoskopik, garpu tala dan audiometer

klinik merklnteraccoustic AC 4L,bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan BEM.

Cara uhur : Pada anamnesis jelas didapatkan riwayat paparan bising dengan

intensitas yang cukup tinggi dan berlangsung lama, pada tahap awal tidak terdapat

gangguan pendengaran yang jelas. Pemeriksaan otoskopi dengan menggunakan otoskop

merk Keeler tidak menunjukkan kelainan . Uji penala menunjukkan terdapat tuli saraf

bilateral, jarang yang unilateral. Pemeriksaan audiometri nada murni menggunakan

frekuensi 250 - 8000 Hz dan intensitas -10 s/d 110 dB, akan didapatkan penurunan fungsi

pendengaran terutama pada nada tinggi. Takik akustik pada frekuensi 4000 Hz

merupakan gambaran khas yang sering didapatkan

Hasil ukur .'Hasil pengukuran akan didapatkan gambaran audiogram dengan berbagai

macam konfigurasi, pada percontoh dengan TAB akan didapatkan garrbaran takik

akustik pada frekuensi 2000 - 6000 Hz dengan takik terbesar pada frekuensi 4000 Hz.

Rerata nilai ambang dengar (NAD) didapat dengan menjumlalrkan ambang dengar pada

frekuensi 500,100 dan 2000 Hz kemudian dibagi tiga

Page 60: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

47

Kriteria penilaian gangguan pendengaran

ISO: 0 -25 dB

26-40 dB

41- 60 dB

61- 90 dB

>90 dB

: Pendengarannorrnal

: Gangguan pendengaran ringan

: Ganguan pendengaran sedang

: Gangguan pendengaran berat

: Gangguan pendengaran sangat berat

Pada penelitian ini dengan maksud mencari faktor risiko berdasarkan lama paparan dan

dengan memperhatikan kriteria diagnosis yang sudah dikemukakan oleh para ahli, maka

peneliti membagi TAB menjadi 2 yaifra: l. TAB tahap awal bila rerata ambang dengar

frekuensi 0.25-0.5-l-2kJlz dibawah 25 dB, dengan frekuensi 4 ktlz lebih dari 25 dB. 2.

TAB tahap lanjut bila ambang dengar frekuensi 4W{z lebih dari 40 dB dengan atau tanpa

perluasan takik pada frekuensi lain.

Hasil pengukuran dinyatakan dalam : I : pendengaran normal, 2 A= TAB tahap awal,

28: TAB tahap lanjut, 3 : tuli saraf ringa4 4: tuli saraf sedang, 5 : fiJi saraf berat, 6

: tulicampur,7:tuhkonduktif ringan danS=tulikonduktif sedang,9:presbikusis

2.2. Intensitas bising

Deftnisi .. Kecepatan rata - rata aliran energi bising melaui area tertentu pada suatu

bidang bunyi ts'16. Kebisingan alat angkutan Bajaj didefinisikan sebagai semua bunyi yartg

tidak dikehendaki yang bersumber dari mesin, sistem gas buang, kabin penumpang serta

interferensi antaf,a roda dan badan jalan. Satuan intensitas dinyatakan dalam desibel skala

A (dBA).

Alot ukur : Sound level meter, tripod dan status penelitian.

Page 61: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

48

Cara ukur : Pengukuran intensitas dilakukan pada saat kendaraan dijalankan pada

kecepatan sehari-hari dengan menggunakan sound level meter pada skala A respon

lambat. Kendaraan atau alat angkutan umum penghasil bising yang yang dicurigai

menimbulkan gangguan pendengaran adalah Bajaj dengan kapasitas silinder 150 cc, 4

tingkat kecepatan.

Hasil ukur .' Besar intensitas bising dinyatakan dalam 8 : 1 : 85 - 90 dBA 2 : 9l -95

dBA 3 = 96 -100 dBA 4 = l0l -105 dBAb 5 = 106-l l0 dBA dan 6 - > 110 dBA

2,3. Lrma papar

Definisi .' Satuan wakfu yang menunjukkkan jurnlah lama terpapar karena

pekerjaannya sebagai pengernudi Bajaj, sering dinyatakan dalam jam lhafl ,jam / rninggu

atau dalam tahun. Pada penelitian ini lama papar dibagi atas :

1. Lama papr harian yang menyatakan lama paparan bising dalam satu hari kerja dan

dihitung dalam jam I hari dan 2, Lama paparan kerja yang menyatakan lama paparan

bising dalam pekerjaanaya sebagai penegemudi Bajaj dihitung dalam jumlah tahun kerja.

Alat uhur .'Anamnesis dan status penelitian

Cara ukur .' lama papar harian : junrlah ja:n kerja perhari dikurangi dengan lama

waktu istirahat, lama paparan kerja = 1997- tahun mulai bekerja sebagai pengemudi

Bajaj

Hosil uknr .' lamawaktupapar dinyatakan dalam: I : < 6 iarn,2: 6 - 8 jam, 3 : > 8

- 10 jam dan 4 = > 10 janq lama paparan kerja dinyatakan dalam l:2-4 talun, 2= > 4'6

tahun, 3: > 6-8 tahun, {-;.8-10 tahun dan 5: > l0 tahun

Page 62: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

49

2.4. Usia.

DeJinisi : Adalah umur biologis dari percontoh

Alat ukur .' Anamnesis dan status penelitian

Cara akur .. Usia dihitung dengan mengurangi tahun saat diperiksa dengan tahun

kelahiran.

Hasil ukur .' Usia dinyatakan dalam : 1: < 24 talwn,2: 24 -30 tahu4 3 : 3l - 37

tahuq 4 = 38 - 44 tahun dan 4: > 44 tahun

Page 63: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

50

3. DISAIN I}AII CARA PEI\IELITIAN

3.1. Bentuk penelitian

Penelitian ini berbentuk kasus kelola yaitu dengan membandingkan kelompok

pengemudi Bajaj yang menderita tuli akibat bising (TAB), dengan kelompok pengemudi

Bajaj yang tidak menderita tuli akibat bising CIVIAB)

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Sub.Bag.Neurotologr dan Sub.Bag THT Sosial; Bag. THT

FKUI - RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta / Pusat Kesehatan Telinga dan

Gangguan Komunikasi. Penelitian dilakukan mulai Juni 1997 s/d September 1997 atau

jumlah percontoh tercapu.

3.3. Populasi dan percontoh

Populasi penelitian adalah semua pengemudi Bajaj di Jakarta, sedangkan percontoh

adalah anggotapopulasi penelitian yang dihubungi oleh peneliti secara acak dan bersedia

ikut dalam penelitian dengan mengisi llernbar persetujuan (Informed Consent). .

3.4. Alat-alat penetitian

- Status penelitian

- Alat diagnostik: seperti lampu kepala, serumen hak, otoskop, audiometer nada

murni merklnteraccoustic AC 40, sound level meter merkRealistic cat. No 33-

2050 dengan jangkauan 50 dB s/d126 dB, sfigmomanometer merk Focal dan

Glukostik.

Page 64: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

5l

3.5. Jumlah percontoh

Jundah percontoh mengikuti rumus :

'r : '2 : (zr-on'{6: rg ̂ [m)

( pt- pz ) '

n : junrlatr percontoh

ZralT: nilai Z (bakr distribusi normal ) pada nilai cr tertentu -+ cr:0,05

rnaka rnlatZ: 1,96.

Zr 9 : nilai Z (bafudistribusi normal ) pada nilai P tertentu -+ F : 0,2 maka

nrluz:0-842.

pr : proporsi pengemudi Bajaj yang menderita TAB dengan lama kerja > 6

tahun (TAB)

pz : proporsi pengemudi Bajaj yang tidak menderita TAB dengan lama

kerja > 6 tahun (NTAB) Menurut penelitian Hendarmina:0,5

Qz :(1 -Pz):1-0,5

= 0r5

Rasio Odd :5

Pr : rasioOdd x Pz: 5 x0,5

(rasio Odd) P2+ q, (5) 0,5 + 0,5

: 0183

gr : (1-Pr)=l-0,83

:0117

Page 65: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

52

,n : { (1,9612x0,5x0,5 + 0,842{(0,83x0, 17) +(0,5x0,5))}2

( 0,83 - 0,5) '

= 33 percontoh

3.6.Kriteria penerimaan

Kriteria penerimaan baik pada percontoh kasus dan kelola adalah semua pengemudi

Bajaj di Jakarta dan bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi dan menanda tangani

formulir informed consent.

Pada percontoh kazus ( sebanyak 33 percontoh ) adalah pengemudi Bajaj dengan

TAB.

Percontoh kelola ( sebanyak 33 percontoh ) pengemudi Bajaj yang tidak menderita

TAB.

3.7.Kriteria penolakan

Kriteria penolakan baik pada percontoh kasus maupun kelola adalah :

l. Tidak termasuk dalam kriteria penerimaan

2. Menderita kelainan telinga tengah

3. Riwayat menggunakan obat-obatan atau zat yang bersifat ototoksik dalam waktu

lama danberurutan.

4. Riwayat gangguan pendengaran pada usia muda dalam keluarga

5. Menderita penyakit diabetes melitus dan hipertensi.

6. Pernah dirawat di rumah sakit karena cidera kepala.

Page 66: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

53

3.8. Pengumpulan data

3.8.l.Persiapan

3.8.1.1 Tenaga

Perneriksaan Hinis THT, penala dan pemeriksaan audiometri dilakukan oleh peneliti

dibantu oleh seorang perawat di Sub.Bagian Neurootologt Bag. TI{T RSUPN. Dr. Cipto

Mangunkusumo, Jakarta,

3.8.1.2. Bahan

Sebelum penelitian ini dilakukan dilakukan penelusuran kepustakaan, persiapan

administrasi berkaitan dengan surat menyurat dengan baglan atau organisasi terkait

dengan penelitian ini dan pembuatan status penelitian,

3.8.2. Proses pengumprlan data

3.8.2.1.I}ata

Data diperoleh dari :

l. Anamnesis yang dicatat oleh peneliti dalam status penelitian dengan pertanyaan yang

sudah dibuat secara baku.

2. Pemeriksaan lanjut akan dilakukan pada percontoh yang terpilih meliputi pemeriksaan

fisik, pemeriksaan otoskopi menggunakan otoskop met*" Keeler yang dilakukan oleh

peneliti sendiri dan hasilnya akan dikonfirmasi oleh seorang dokter ahti THT.

3. S€telah perneriksaan di atas selesai dilanjutkan dengan pemeriksaan penala dengan

frekuensi 512, 1CI24 dan 2048 Hz dilanjutkan dengan pemeriksaan audiometri nada

murni dengan menggunakan audiometer Hinik merk Interaccoustic AC 40 dengan

jangkauan frekuensi dali A)25 - 8 kt{z dan intensitas dari -10 Vd 120 dB,

Page 67: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

54

4. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan sfigmomanometer merk

Facol dan perneriksaan reduksi urin menggunakan reagen merkGlalastik.

3.8.3, Proses penjaga*n mutu data

Pros€s penjagaan mutu dara dilakukan dengan :

l Pemeriksaar audiometri dilakukan pada pagi hari.

2. DaIa yang diperoleh dieafat dalam status khusus penelitian setelah diyakini benar dan

sesuai interpretasi yang dimaksud tujuan penelitian.

3. Bila tedapat keraguan dalarn anarnnesis dan hasil pemeriksaan akan dilakukan

reanamnesis serta pemeriksaan ulang daa bila tidak berhasil, maka data percontoh

akan dikeluarkan dari peneJitian.

4. Data yang didapat dan diyakini benar akan segera dimasukkan ke dalam komputer.

3.8.4. Hsmbatan

Kendala yang mungkin terjadi adalah tidak bersedianya percontoh ikut dalam

peoelitian disebabkan waktu perneriksaan bersamaan dengan jarn kerja percontoh. Hal ini

akan dic.oba di atasi dengan melakukan pendekatan dao memberikan penjelasan mengenai

penelitian ini dilalukan serta memberikan uang pengganti kerugian waktu.

3.9. RancEngen pengolahan dan analisis data

Langkah yang akan dilakukan dalam pengolahan data yang diperoleh adalah :

l. Data mengenai kondisi pendengaran percontoh akan langsung diperoleh dat',

pemeriksaan yang dilalnrkan, melalui peralatan penunjang yang akan digunakan

Page 68: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

55

dengan metoda pemeriksaan sebagai mana yang telah diuraikan dan akan dicatat

dalam status penelitian mau pun status khusus Sub.Bag Neurotologi.

2. Dari status penelitian, data dimasukkan ke dalan komputer dengan menggunakan

program Database, dilaktrkan pembersihan data sebelum dilakukan analisis.

Pengolahan data akan dilalilkan secara statistik. Analisis dimulai dengan univariat

yaitu dengan statistik deskriptifberupa nilai rerata, simpang baku, jangkauan dan lain-

lain. Selanjutnya untuk menjawab hipotesis dilakukan uji X2 ( Chi square test).

Kemudian dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, sehingga dapat

dihitung rasio Odd dan interval kepercayaan

3.10. Penyusunrn dan penyajian'laporan penelitian

Laporan hasil penelitian akan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dan disajikan pada

suatu sidang ifuniah.

4. Etika penelitian

Sebelum pelaksanaan penelitian, lebih dulu akan dimintakan persetujuan Panitia

Tetap Etik Penelitian Kedokteran I Kesehatarq Falarltas Kedokteran Universitas

Indonesia / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,

5. Informcd conscnt

Walaupun penelitian ini tidak menyebabkan akibat samping pada percontolg

penjelasan yang baik dan detil serta pernyataan persetujuan bersedia ikut dalam penelitian

tetap dibuat sebagai kelengkapan dan persyaratan penelitian kedokteran / kesehatan.

Page 69: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

56

Page 70: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

57

BAB W

HASIL PENtrLITIAN

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Jwu 1997 s/d September 1997 di Sub,Bag

Neurotologi, Bagian THT FKUI - RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,

Penelitian dilakukan pada 32 pengemudi Bajaj yang telah dipilih secara acak dan

memenuhi kriteria sebagai percontoh kasus serta pada 32 pengemudi Bajaj lain yang

dipilih dengan cara diatas dan memenuhi kriteria sebagai percontoh kelola.

l. Jumlah percontoh

Tabel 3. Proporsi percontoh penelitian

Percontoh Jumlah Persentase (7o)Kasus 32Kelola 32Total 100

2. Suku

Tabel 4. Distribusi percontoh penelitian berdasarkan suku

Suku Jumlah Perscntase (7o)

5050

JawaSundaBetawi

Makassar

431371

67.220.310.91.6

Total 100

Page 71: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

58

3. Tempat tinggal

Gbr. 5. Diagram distribusi percontoh penelitianberdasarkan suku

Tabel 5. Distribusi percontoh penelitian berdasarkrn tempat tinggal

No. Wilayah Jumlah Persentase (7o)(kodewilayah) dOmiSili

l .z.J,

4.5.

Jakarta pusatJakwta selatanJakarta baratJakarta timurJakartautara

t24426l8

18.86.36.340.628.1

Total 100.00

Page 72: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

59

4. Tinitus

Gbr. 6. Diagram distribusi percontoh penelitianberdasarkan tempat tinggal

Tabel 6. Ilistribusi tinitus pada percontoh penelitian

Tinitus Non tinitusJumlah o/o Jumlah Vo Total o/"

KasusKelola

42.21.5

7.848.5

27I

531

32 5032 50

Total 28 43.7 36 56.3 10064

Gbr. 7. Diagr:am distribusi tinitus padapercontoh kasus & kelola

Page 73: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

56.30%

60

43-70o/o

Itrri'ft* IlEll,ton tinitus I

Gbr.8. Diagram distribusi tinituspadfl percontoh penelitian

Pada percontoh kasus sebanyak 27 (42.2%) percontoh disertai tinitus dan hanya 5

percontoh (7,8yo) tidak terdapat tinitus, sedangkan pada percontoh kelola hanya | (1.5%)

percontoh terdapat tinitus dan yang lainnya sebanyak 3l (48.5%) tidak terdapat tinitus

(tabel 6).

Dari data diatas terlihat jumlah percontoh yang terdapat tinitus dari seluruh

populasi penelitian sebesar 28 (43.7%), dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa

kekerapan tinitus pada populasi yang terpapar bising sebesar 43.7o/o.

Tabel 7. Distribusi percontoh penelitian dengan tinitusberdasarkrn lama paparan bising

Tinitus Non tinitusLama Dapar Jumlah Jumlah o/o

> 10 thn< l0thn

171l

26,4t7.3

12.543.8

38.961.1

2539

I28

Total 43.7 36 56.3 100

Page 74: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

61

43.80%

Leblh darl10 thn

Kurang Idd 10frn

Gbr.9. Distribusi percontoh penelitian dengnn tinitusberdasarkan lam* paparan bising

Pada percontoh penelitian dengan lama paparan lebih dari 10 tahun sebanyak 17

(26,4%) mengeluh tinitus dan sebanyak 8 (12.5%, tidak mengeluh tinitus, sedangkan

pada percontoh dengan lama papar kurang dari atau sampai dengan l0 tahun, sebanyak

ll (17.3%) terdapat tinitus dan28 (43.8%) bebas dari tinitus (tabel 7).

Dari data diatas disimpulkan bahwa kekerapan tinitus pada populasi yang terpapar

bising, sebanyak 26.4% berasal dari percontoh yang te{papar bising lebih dari.10 tahun

dar, 17 .3Ya berasal dari percontoh yang terpapar bising kurang dari atau sampai dengan

l0 tahun.

Tabel 8. Distribusi percontoh kasus dengen tinitue berdasarkan

lama paparan bising

Tinitus Non tinitusLama papar Jumlah Vo Jumlah Vo Total Vo

>10 thn< l0 thn

t7 53.2 2t0 31.3 3

6.29.3

t9 59.413 44.6

Total 27 84.5 15.5 32 100

Page 75: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

5:t20%

1(F20 tahur

62

< s/d 20 tahun

Gbr. 10. Distribusi percontoh kasus dengan tinifusdan non tinitus berdasarkan lama paparan bising

, Evaluasi tinitus pada percontoh kasus dibedakan atas : Percontoh kasus dengan

lama papar lebih dari 10 tahun dan percontoh kazus dengan lama papar lnrrang dari atau

sampai dengan l0 tahun. Pada percontoh kasus dengan lama papar lebih dari 10 tahun

sebanyak 17 (53.2%) percontoh mengeluh tinitus dan2 (6.2%) percontoh tidak mengeluh

tinitus, sedangkan pada percontoh kasus dengan lama papar kurang dari atau sampai

dengan 10 tahun terdapat l0 (31.3%) percontoh mengeluh tinitus dan sisanya 3 (g.3%)

percontoh bebas dari tinitus (tabel 8).

Analisa statistik didapatkan rasio Odd sebesar 2.55, dengan demikian berarti pada

penderita TAB dengan lama paptr lebih dari l0 talun fal<tor risiko untuk

timbulnya tinitus sebesar 2.5 kali dibanding kelompok penderita TAB dengan lama papar

kurang dan xu sanrpai dengan l0 tahun.

Page 76: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

63

5. Tahun pembuatan Bajrj

Dibawah ini ditampilkan tabel tahun pembuatan Bajaj dari percontoh kasus dan

kelola.

Tabel 9. Ilistribusi Bajaj percontoh penelitian berdasarknn tahun pembuatan

Tahun pembuatan Jumlah Persentase ( 7o)r9751976r977t978l98l

28l6l36I

43,825.020.39.41.6

Total 100

Gbr. 11. Distribusi Bajaj percontoh penelitianberdssarkan trhun pembuatan

Sebanyak 28 (43.8%) Bajaj dibuat pada tahun 1975, 16 (25.U/o) Bajaj buatan

tahun 1976,13 Q0.3%) Bajaj dibuat tahun 1977,6 (9.4%) Bajaj dibuat tahun 1978 dan

sisanya I Bajaj buatan tatrun 1981 (tabel 9).

6. Pemcriksaan audiornetri nada murni

Pada saat dilakukan evaluasi terhadap hasil audiogram dilakukan pula koreksi

faktor usia terhadap percontoh yang berusia lebih dari 40 tahrn. Baik percontoh kazus

maupun kelola diperiksa arnbang dengar padatiap telinga terhadap 6 frekuensi (250II2,

64

Page 77: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

64

500 H2,.1000 I{2, 2000 H2,4000 dan 8000 I{z), Penentuan arrbang dengar percontoh

dinilai dangan menghitung rerata 3 frekuensi nada murni 500-1000-2000 H4 evaluasi

dilakukan juga pada fekuensi 4000-8000 Hz.

Tabel 10. Distribusi percontoh penelitian berdasarharr ienis lclainan audogram

No.(KodeDA

Audiogram Jumlah Persentase (%)

Iz.

J

456

ADS normal (kelola)TAB ADS tahap awalTAB ADS tahap lanjutTAB AD tahap awal AS NormalTAB AD thp. lanjut, AS thp.awalTAB AS tahap awal, AD normal

3214122

5021.918.83.14.71.6

3I

100

EADSnornal

EITABADSawal

@TABADSlarjut

tlTABdlawalASmrmal

ITABAD lanjut AS awal

ETABAS awalAI) nornal

Gbr. 12. Distribusi percontoh penelitian berdasarkanjenis kelainan audiogram

Pada percontoh penelitian didapatkan sebanyak 26 (40.7%) percontoh inenderita

TAB simetris pada kedua telinga ( TAB ADS talnp awal & tahap lanjut ), sebanyak 3

(4.7%) percontoh menderita TAB pada kedua telinga dalam derajat berbeda dan sisanya

sebanyak 3 (4.7%) percontoh menderita TAB pada satu sisi telinga dongan telinga sisi

lain normal (tabel l0).

Page 78: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

65

0

gtoa20

Pso

3'$

E 5{rc

G60

70

0

610!E.

3'oH30

I totso&ro

700 0.250.6 | 2 4 I

Frrloed(ksz)

Gbr. 13 a. Rerata ambang dongartelinga kanan percontoh kasus

0 0.250.5 I 2 4 IFteberdGtlz)

Gbr, 13 b. Rerata ambang dengartelinga kiri percontoh kasus

Audiogram yang dibuat dari rerata ambang dengar tiap frekuensi percontoh kasus

menunjukkan terdapat penekanan terutama pada Aekuensi rendah mulai 0.25-l k}rz,

frekuensi 2 Wiz dalam batas normal, takik jelas terlihat pada frekuensi 4 kllz dengan

telinga kanan lebih tertekan dibanding telinga kiri (gambar 13 a & b),

Evaluasi lanjut hasil audiogram terhadap lama paparan terhadap bising tampak

seperti terlihat pada tabel dan gambar berikut:

Tabel 1I. Distribusi TAB ADS tahap awol & lanjut berdasarkrn

lsmaprperrn

TAB ADS laniut TAB ADS awalLama Jumlah o/o Jumlah o/o Totel

DADATAn

o/o

> 10 thn< 10 thn

42,43,8

26.926.9

69.330.7

l l1

18I

77

Total 12 46.2 l4 53,8 26 100

Page 79: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

6

trTotal kasusTAE AD$ lanfd

EITAB AIIS awal

> 10 tahun < sld l0 tahun

Gbr.14. Distribusi percontoh kazus dengan TABADS tahap lanjut dan awol berdasarkfln lama

paparan bising

Kelompok dengan lama paparan lebih dari 10 tahun sebanyak l l (42 4%)

percontoh menderita TAB ADS tahap lanjut dan 7 (26.9%) percontoh mendErita TAB

ADS tahap awal, kelompok lain dengan lama paparan kurang dari atau sampai dengan 10

tahun terdapat I (3.8%) menderita TAB ADS tahap lanjut dan 7 (26.9%) percontoh

menderita TAB ADS tahap awal (tabel 1l). Dari tabel diatas dapat ditarik rasio Odd

sebesar ll,

7. Usia

Tabel 12. Rerata usia percontoh kasus dan kelola

Umur Jumlah Rerata Simpanc bakuKelolaKasus

3232

35.0039.56

7.256.59

>10 tahun

Page 80: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

67

Usia ( tahnn )

Gbr. 15. Rerata umur percontoh kasus& kelola

Dari tabel 12 tampak rcrat^ usia percontoh kasus lebih tua dibandingkan dengan

rerata usia percontoh kelola. Pebedaan rerata usia antara kelompok kazus dan kelola

sebesar - 4.56, setelah dilakukan uji t didapat nilai t = -2.63 dan nilai p: 0.01 ( CF -

8.02,-1.09). Dengan demikian terdapat perbedaan bermakna antar rerata usia, selanjutnya

dengan melakukan uji regresi logistik didapat didapat rasio Odd sebesar 1.10.

8. Intensitrs bising Bajaj

Tabel 13. Rerata intensitas bising Bajaj percontoh kasus dan kelola

Jumlah Rerata (dB) Simpang b*kuKasusKelola

32 rct.4232 98.50

2.603.17

Page 81: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

68

Intcnsitos (dB)

Gbr.16. Rerata intensitas bising Bajajpercontoh kasus & kelola

Dari tabel 13 terlihat rcrata intensitas bising Bajaj percontoh kasus lebih besar

dibandingkan dengan intensitas bising Bajaj percontoh kelola, perbedaan rerata intensitas

sebesar -2.94. Hasi lu j i td idapatkan ni la i t : -4.05 denganni la ip<0.05 (CI:-4.39,-

1.49 ) Dari perhitungan diatas disimpulkan terdapat perbedaan bermakna afrara

intensitas bising Bajaj yang dikendarai oleh percontoh kasus dertgan percontoh kelola.

9. Lama peparan kerja

Lama paparan kerja adalah lama kerja percontoh sebagai pengemudi Bajaj

Tabel 14. Rerata lama kerja percontoh kelola dan kasus

Jumlah Rerata (thn) Simpans bakuKelolaKasus

32 8.0032 t2.37

4.764.86

Page 82: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

69

L*m kerla {t$n}

Gbr.17. Rerata lama paparan kerjapercontoh kasus & kelola

Dari data diatas terlihat paparan kerja percontoh kasus lebih lama dibandingkan

dengan percontoh kelolq perbedaan antar rerata sebesar = - 4.37. Hasil uji t didapat nilai

t sebesar : - 3.86 dengan nilai p < 0.05 ( CI : -6.64,-2.11). Dengan demikian terdapat

perbedaan bermakna lama paparan kerja antara kasus dan percontoh kelola. Hasil analisis

multivariat dengan menggunakan regresi logistik didapat rasio Odd: 1.40.

I (t -sp€slfisitasl

Cfrr, lS. Recefu er Operaor Cunelama paparan keria (thn)

ot!E

ogoo

R/ : /

/,/

/

Page 83: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

7A

fengan membuat daftar sensitifitas dan spesifisitas serta nilai ( 1- spesifisitas )

dimulai dengan lama papar 7 - 14 tahun, maka dapat dibuat gais Receiver Operator

Curve (ROC). Selanjutnya dengan menarik garis antara diagonal dengan titik terjauh pada

$afrkROC serta memperhatikan rasio kennrngkinan tertinggi (19.05), maka dapat a$ of

point pada lama paparan kerja 9 tahun ,

10. Lama papar harian

Lama papar harian merupakan hasil pengurargan jurnlah jam kerja perhari

dikurangi dengan jurnlah jam istirahat.

Tabel 15. Rerate lama paparan bising harirn percontoh kasus dan kelola

Jumlah Rerata Simpang bakuKasusKelola

3232

8.126.34

t.790.63

l-flia prparan harl (lirnl

Gbr.19. Rerata lama papar harianpercontoh kasus & kelola

Dari data diatas terlihat paparan harian percontoh kazus lebih lama dibandingkan

dengan percontoh kelola, perbedaan antar rerata sebesar : -1.78. Hasil uji t didapat nilai

t sebesar: - 5.31 dengan nilai p < 0.05 (CI: -2.45,-1.11). Dengan demikian terdapat

Page 84: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

7l

perbedaan bermakna lama paparan kerja antara kasus dan percontoh kelola. Hasil analisis

multivariat dengan menggunakan regresi logistik didapat rasio Odd : 4.47.

(r -speslf,dlssl

Gbr,2O. Receiv er Operator Curvelama papar harian (iam)

Dengan membuat daftar sensitifitas dan spesifisitas serta nilai ( l- spesifisitas )

dimulai pada lama papar 6 jam perhari s/d l0 jam perhari dapat dibuat grafikROC untuk

mencari titik potong ( cut off point ) lama papar perhari yang menimbulkan TAB pada

sebagian besar populasi, Dengan memperhatikan rasio kemungkinan tertinggi, didapat

titik potong yang berterima pada lama papar 8 jam perhari.

.Dt!

otroo

RI

^I

//

/

/

Page 85: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

#

72

BAB V

PEMBAHASAN

1. Jumlah percontoh

Pada penelitian ini didapatkan kelompok kasus sebanyak 32 percontoh dan

kelompok kelola sebanyak 32 percontoh dari masing-masing 33 percontoh yang

direncanakan. Serelah dikonsultasikan dan dilakukan evaluasi secara statistik ternyata

jumlah percontoh kasus dan kelola seperti diatas masih berterima untuk dilalaftan uji

hipotesis dan perhitungan statistik.

2. Suku

Berdasarkan suku secara umum pada kelompok kasus dan kelola terlihat suku

Jawa sebesar 43 {67.2%), suku zunda 13 (20.3%), su*u Betawi 7 (10.9%) dan suku

Makasar hanya 1 (1.6%). Secara statistik data ini hanya dapat ditampilkan secara

deskriptif dan tidak dapat mengganrbarkan faktor risiko apapun atau pengaruh

kerentanan apaptJn, karena penelitian ini dilakukan pada ras yang sama dengan derajat

melanisasi kulit dan mata yang sama. Humes (1984) sep€rti dikufip dari.Alberti e

menyimpulkan derajat melanisasi kulit dan mata menggambarkan faktor yang proteksi

terhadap TAB. Pendapat diatas sebelumnya telah diteliti oleh Karsai, Bergman

dan Choo pada tahun 1972 ( dikutip dari Alberti n ) y*g menyimpulkan ras kulit putih

lebih rentan terhadap paparan bising dibandingkan dengan ras kulit berwarna.

Suatu fenomena sosial yang mungkin dapat ditarik dari gambaran deskriptif diatas

adalah keberadaan sektor informal ini banyak diminati oleh sulil yang banyak tinggal di

Iakarta.

Page 86: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

73

3.Tcmpat tinggal

Sebanyak 26 (40.6 %) percontoh kasus maupun kelola bertempat tinggal di

wilayah Jakafia timur, sejumlah 18 (28.1 %) bertempat tinggal di wilayah Jakarta utara,

12 (18.8%) bertempat tinggal di wilayah Jakarta pusat, 4 (6,3%) bertempat tinggal di

wilayah Jakarta selatan dan sisa yang lain dengan jumlah dan persentase yang sama

bertempat tinggal di Jakarta barat.

Gambaran deskriptif diatas hanya menjelaskan bahwa jenis pekerjaan ini banyak

diminati oleh pendatang yang berasal dari daerah pantai utara Jawa dan kota satelit

sekitar Jakarta.

4. Tinitus

Kekerapan tinitus pada seluruh populasi penelitian sekitar 43 %. Kekerapan

tinitus yang didapat pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian

yang didapat oleh Sandh (1935) dan Alberti (19S6) n y*g mendapatkan kekerapan tinitus

pada pekerjayaflg terpapar bising sekitar 5A-6Aoh, kekerapan diatas lurang lebih sama

bila dibandingkan dengan penelitian Penner (1990) yang mendapatkan kekerapan tinhrs

pada pekerjaya gterpaparbising sekitar 42% (n:96) t'.

Perbedaan angka kekerapan tinitus penelitian ini dengan angka kekerapan yang

didapat oleh Sandh dan Alberti disebabkan perbedaan jenis bising. Alberti (1978) e pada

penelitian sebelumnya terhadap 2 kelompok percontoh dangan gambaran audiometri yang

serupa mendapatkan kekerapan tinitus sebesar 63-70% pada kelompok percontoh yang

mendapat paparan bising impulsif ( impulse noise ), pada kelompok percontoh yang

Page 87: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

74

mendapat bising kontinyu ( continous noise ) kekerapan tinitus yang didapatkan sebesar

47-57yo. Pada penelitian ini bising yang dihasilkan oleh Bajaj adalah jenis bising kontinyu.

Kajian lanjut pada percontoh kasus dengan lama papar sampai dengan l0 tahun

didapatkan kekerapan tinitus sebesar 313a , kekerapan meningkat menjadi 53.2o/o pada

percontoh kasus dengan lama papar lebih dari 10 tahun. Keadaan diatas hampir

mendekati hasil penelitian Mc Shane (1983) dikutip dari Ceranis t' yang mendapatkan

kekerapan tinitus sebesar 34 Yo pada pekerja dengan lama papar sampai dengan 10 tahun,

dan menjadi 50% pada pekerja dengan lama papar l1- 30 tahun.

Pada penelitian ini didapatkan faktor risiko menderita tinitus sebesar 2.5 kahbila

percontoh kasus masih tetap terpapar bising lebih dari l0 tahun. Peningkatan kekerapan

tinitus sejalan dengan lama paparan kerja disebabkan oleh efek kumulasi dari total

paparan, efek adisional lain dan mungkin pengaruh proses usia.

5. Tahun pembuatan Bajaj

Sebanyak 28 (43.8o/o) Bajaj dibuat pada tahun 1975, 16 (25.V/o) Bajaj buatan

tahun 1976,13 Q0.3%) Bajaj dibuat tahun 1977,6 (9.4%) Bajaj dibuat tahun.1978 dan

sisanya 1 Bajaj buatan tahun 1981.

Sampai saat ini belum ada penelitian khusus pada mobil atau kendaraan angkut

terhadap produksi bisrng berkaitan dengan masa pakainya. Pada umumnya beberapa

penulis menyatakan makin tua usia kendaraan, makin tinggi intensitas bising yang

dihasilkan, bising yang dihasilkan merupakan gabungan dari sistem gas buang, mesin,

sistem transmisi, rem, gesekan ban, ketegangan rantai yang tidak sesuai, sekrup yang

kendor dan muatanyang dibawa 25.

Page 88: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

75

G. ambaran deskriptif diatas hanya dapat disimpulkan usia pakai Bajaj berkisar

antara 16 tahun sld 22 tahun. Dengan kerangka yang sedemikian, penahan getar yang

minimal, sistem gas buang tanpa peredam bunyi, sekrup yang kendor, rantai transmisi

yang kendor dan penutup mesin yang tidak sempuma menyebabkan meningkatnya jumlah

dan intensitas bising. Keadaan diatas secara langsung meningkatkan risiko TAB pada

pengemudinya.

6. Hnsil pemeriksaan audiogram

Dari percontoh kasus terlihat sebanyak 14 (21.9%) percontoh menderita TAB

ADS tahap uwal, 12 (18.8olo) percontoh menderita TAB ADS tahap lanjut, 2 (3.1o/o)

percontoh menderita TAB AD tahap awal AS normal, 3 (4 7%) percontoh menderita

TAB AD tahap lanjut AS tahap awal dan sisanya | (1.6%, percontoh menderita TAB AS

tahap awal AD normal. Dari gambnan diatas terdapat kelompok dengan kelainan

asimetri, kelompok pertama adalah kelainan hanya pada satu telinga telinga yang lain

masih normal dan kelompok kedua adalah kelompok dengan kelainan pada kedua telinga

dengan derajat berbeda.

Telaah kelainan asimetri pada kelompok pertama (kelainan pada I telinga, telinga

lain normal) mempunyai rcratalatwpapw terhadap bising sekitar 9.6 tahun, nilai tersebut

lebih tinggi dari rerata lama papar kelompok kelola tapi lebih rendah dibanding rerata

lama papar kelompok kasus. Kelompok kelainan asimetri yang kedua (kelainan pada

kedua telinga dengan derajat berbeda) mempunyai rcrata lann papar lebih tinggi dari

rerata kelompok kazus, Walaupun keadaan diatas tidak dapat dievaluasi secara statistik,

tetapi perlu diingat dan diperhatikan dalarr penderita TAB yang berkaitan

Page 89: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

76

dengan ppek medikolegal dan juga penting dalam menentukan derajat kecacatan telinga

pada pekerja. Beberapa teori yang menerangkan terjadinya fenomena diatas adalah arah

sumber bunyr, variasi biologis suseptibilitas terhadap bising antan telinga kanan dan kiri

pada seseorang dan dominasi kinan atau kidal pada seseorang ( left or right honded )

8,9,10.

Garrbaran rtr.ata ambang dengar kedua telinga pada percontoh kasus

menunjukkan terdapat sedikit penekanan pada frekuensi rendatr dimulai pada frekuensi

250-500-1000 IIz, sedangkan frekuensi 2 l<IIz terlihat kurang tefiekan. Takik jelas

terdapat pada frekuensi 4 kllz yang merupakan garrrbaran karakteristik pada TAB, takik

pada telinga kanan tampak lebih tertekan dibanding telinga kiri. Keadaan diatas berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Manrel tn y*g melakukan penelitian pada

kelompok petani pengguna traktor di Amerika dengan zumber bising ( mesin ) yang

terletak lebih dekat ke telinga kiri pengemudi, hasil penelitiannya didapatkan penekanan

pada frekuensi rendah dimulai dari frekuensi 2 kHz dan telinga kiri kelainan telinga kiri

lebih berat dibandingkan dengan telinga kanan. Kernungkinan adanya perbedaan

penelitian ini dengan penelitian Marvel disebabkan bising yang dihasilkan oleh Bajaj

mempunyai spektrum frekuensi yang lebar dengan beberapa fre*uensi dominan baik pada

frekuensi tinggr maupun frekuensi rendah, Untuk membuktikan hal tersebut dapat

dilakukan porelitian lanjut yang menggunakan beberapa skala pengukuran intensitas yang

berbeda, Beberapa penyebab lain yang mungkin adalatr variabilitas alat, ruang yang

kutang kedap sehingga menyebabkan bising luar dengan frekuensi rendah dapat ditangkap

oleh percontoh.

Page 90: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

77

Perbedaan telinga terburuk antuapenelitian ini dan penelitian Marvel yang paling

mungkin adalah telinga kanan pengemudi Bajaj lebih dekat terhadap bising tanrbahan

yang berasal dari klakson kendaraan yang akan melewati nya,

Analisa khusus terhadap derajat kelainan berdasarkan lama papar mendapatkan

nilai rasio Odd = ll, Dengan demikian percontoh kasus dengan lama paparan kerja antara

10 - 20 tahun akan sangat berisiko mordapat TAB tahap lanjut, Penelitian kohort yang

dilakukan oleh Rosenhall * y*g membandingkan 2 kelompok pekerja dengan lama papar

l-15 talun dan 15 tahun lebih, analisa statistik yang dilakukan mendapatkan risiko relatif

pada kelompok dengan lama papar 15 tahun lebih sebesar 7.5. Perbedaan besar risiko

antara penelitian ini dengan penelitian yang dila*ukan oleh Roserrhall disebabkan oleh

karena progresifitas TAB berjalan maksimal antara 10-15 tahun papmafi sEtelah itu relatif

menetap.

7. Usia

Rerata usia percontoh kasus lebih tua dibandingkan dengan rerata usia percontoh

kelola dengan simpang balcrr percontoh kasus 6.59 dan simpang ba}u percontoh kelola

7.25.Perbedaan antar rerata percontoh kelola dan percontoh kazus sebesar - 4.56, setelah

dilakukan ujit (t -test) didapatnilait: -2.63 dannilai p:0.01 (CI: - 8.02, -L09 ).

Dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna rerata usia percontoh kelola dan

percontoh kasus. Selanjutnya dilahrkart analisis dengan uji regresi logistik

didapat rasio Odd sebesar L l0, dengan demikian terbutsi bahwa usia bukan merupakan

faktor risiko terjadinya TAB pada penelitian ini.

Page 91: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

78

Beberapa hal yang dapat menerangkan terjadinya keadaan diatas adalah : Pada

penelitian ini baik percontoh kelola maupun kasus menggunakan cakupan usia yang relatif

homogen. Beberapa {bktor lain yang sering berperan sebagai perancu dalam penilaian

terhadap pengaruh frktor usia seperti diabetes melitus, hipertensi, cidera kepala dan

riwayat tuli herediter telah dieliminir dari percontoh penelitian.

E.Intensitas bising

Hasil perhitungan statistik didapat perbedaan antar rerata intensitas bising Bajaj

percorrtoh kasus dan kelola sebesar - 2.94, setelah dilakukan uji t didapat nilai t : - 4.05

dengan nila p < 0.05 ( CI : -4.39, - 1.49 ). Dari perhitungan diatas disimpulkan terdapat

perbedaan bermakna antara intensitas bising Bajaj yang dikendarai oleh percontoh kasus

dengan percontoh kelola.

Pada penelitian ini pengaruh intensitas bising Bajaj percontoh kasus dan kelola

tidak dapat dianalisa karena seringnya paf,a pengemudi bertukar kendaraan, walaupun

secara statistik perbedaan intensitas bising antara Bajaj percontoh kasus dan kelola

bermakna.

9. Lama paptrran kerja

Pada penelitian ini reratalama paparan kerja pada percontoh kelola adalah 8 tahun

dan rerata lama paparan kerja pada percontoh kasus adatah 12 tahuq rasio Odd 1.4,

intensitas bising 98-100 dB didapat cut of point pada lama papar 9 tahun. Penelitian

yang dilakukan oleh Hendarmin 5 pada karyawan manufacatring ptant Pertamina dengan

lama papar antara 5-10 tahun dan intensitas bising 75-110 dB, didapatkan 50% karyawan

Page 92: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

79

menderita TAB, Meskipun disain kedua penelitian diatas berbed4 beberapa hal seperti

lann paparan dan besar intensitas bising relatif hampir salna. Kedua penelitian diatas

sesuai dengan Ward r0 yang menyatakan bahwa, besar intensitas bising 100 dB(A)

dengan lama papar 10 tahun akan menimbulkan TAB dengan rerata ambang dengar pada

frekuensi 3-4-6 kllz sampai dengan 40 dB dan frekuensi rendah berkisar antara 15 dB.

10. Lama paper harian

Lana papar harian merupakan hasil pengurangan jumlah jam kerja perhari

dikurangi ju.lah jam istirahat. Pada penelitian ini lama papapar harian kelompok kelola

adalah 6 jam dan lama papar kelompok kasus adalah 8 janU secara statistik terdapat

perbedaan bermakna antwakedua larnapapar percontoh diatas dengan rasio Odd sebesar

4.4 dan cut off point lama papar harian 8 jam.

Secara teoritis bising dengan intensitas 98-100 dB lama paparyang diperbolehkan

dalam t haxi hanya 2 jam, sedangkan pada penelitian ini baik percontoh kasus maupun

kelola keduanya terpapar bising dengan lama papar perhari lebih dari batas lama papar

yang diperkenankan. Beberapa hal yang dapat menjelaskan ketidak sesuaian ar$ara besar

intensitas yang tercatat ,larna papar harian , lama paparan kerja dan kelainan yang

ditemukan disebabkan intensitas paparan yang dihasilkan oleh Bajaj relatif bervariasi dan

pengaruh kabin Bajaj yang terbuka sehingga relatiftidak menimbulkan reverberasi.

Page 93: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

80

3.

4.

BAB \rI

KESIMPUI.,AN DAN SARAN

VI.l. Kesimpulan

l. Junrlah percontoh kasus dan kelola pada penelitian ini sebanyak 54 percontoh dari 66

percontoh yang direncanakan. Hasil uji hipotesis dan analisa statistik jundah ini masih

berterima untuk menggeneralisasi penelitian ini pada populasi luas.

Kelompok pengemudi suku fawa merupakan kelompok terbesar yang didapatkan

pada penelitian ini, selanjutnya diikutu oleh suku Sunda, Betawi dan Makassar.

Sebagian besar pengemudi Bajaj yang menjadi percontoh pada penelitian ini tinggal

diwilayah lakana timur, selanjutnya Jakarta utar4 Jakarta pusat, Jakarta selatan dan

Jakarta barat.

Kekerapan tinitus pada populasi terpapar bising sebesar 43%. Kekerapan tinitus pada

populasi TAB dengan lama papar kurang dari atau sampai dengan 10 tahun sebesar

3lo/o,bllalama paparan lebih dari 10 tahun kekerapan tinitus meningkat menjadr 53Yo.

Risiko populasi penderita TAB untuk mendapat tinitus sebrsar 2.5 kah . bila lama

papaxan lebih dari l0 tahun.

Usia pakai Bajaj berkisax antaf,a 16 s/d 22talrnlm..

Sebagian besar (81.2%) penderita TAB pada penelitian ini mempunyai gambaran

audiometri yang simetris yang terbagi atas TAB tahap awal dan TAB tahap lanjut,

sebagian kecrl (9.4Yo) kelainan bersifat asimetri dengan derajat berbeda antan telinga

kiri dan telinga kanan, sebagian kecil lain (9 4%) kelainanan hanya mengenai satu

telinga dengan telinga lain normal, Penderita TAB tahap awal mempunyai faktor

5.

6.

Page 94: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

8l

risiko sebesar 11 kali untuk menderita TAB tahap lanjut bila lama paparan kerja lebih

dari 10 tahun.

7 . Pada penelitian ini usia bukan merupakan faklor risiko terjadinya TAB.

8. Terdapat perbedaan bermakna intensitas bisrng Bajaj percontoh kasus dan kelola.

Perbedaan rerata intensitas bising perntoh kelola dan percontoh kasus antar 98-101

dB.

9. Pada penelitian ini cat off point lama papariln kerja yang dapat menimbulkan TAB

adalah pada paparan kerja tahun ke sembilan.

10. Pada penelitian int cut off point lama papar harian yang berrisiko menimbulkan TAB

adalah lama papar jarn ke delapan.

11. Terdapat hubungan yang jelas antarabising yang dihasilkan oleh Bajaj dan TAB pada

pengernudinya.

VI.2.S&ran

t. Pada penelitian ini terbukti bising yang dihasilkan oleh Bajaj dapat menyebabkan TAB

pada pengemudinya, sehingga perlu dipercepat upaya untuk tidak menggunakan

sarana ini sebagai angkutan umum.

2. Dalam proses penyediaan sarana angkutan unum pengganti Bajaj perlu diperhatikan

segi produksi bising dari sarana angkutan umum pengganti tersebut.

3. Sebelum seluruh Bajaj dihentikan pengoperasiannya, saf,ana angtutan umum

pengganti tersebut bila mungkin pengoperasiannya lebih diutamakan diberikan pada

pergemudi Bajaj dengan lama kerja lebih dari 9 tahun.

Page 95: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

4.

5.

82

Bila belum dapat dilakukan penggantian Bajaj dengan sarana angkutan umum

pengganti Bajaj yang aman dan sesuai, disarankan agar jamkerja pengemudi Bajaj

diatur sehingga lama papar harian kurang dari 8 jam.

Perlu dilakukan pemeriksaan besar intensitas bising pada kendaraan angkutan umlrm

secara reguler, baik di luar kendaraan maupun didalam kabin kendaraan. Pada

kendaraan yang mempunyai intensitas kebisingan diatas NAB yang diperkenankan

dianjurkan untuk memperbaiki atau mengurangi sampai tercapai pada tingkat NAB

yang diperkenankan. Pengukuran tingkat kebisingan dianjurkan dalan berbagai skala

( AB dan C)

Penelitian ini masih banyak kekurangannya sehingga masih diperlukan penelitian lain

mengenai rekayasa mesin dan konstruksi serta penggunaan bahan kedap penutup

mesin yang murah dan menghambat panas.

6.

Page 96: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

83

IIL Daftar Pustaka

1. PingCW. ForensicAudiology. J Laryngol Otol, Suplement. 1986;11: 1-5.

2. Dobie RA. Noise Induced Hearing Loss. In: Bailey BJ, ed. Head and Neck Sugery

Otolaryngology, Vol.2, Philadelphia. JB Lippincot Co. 1993:l782-9L

3. Sulkowski WJ, Kowalska S, Kowalska MS et al. Incidence of Occupational Deafrress

in Poland 1991-1995. Protection Against Noise. Procedings of First European

Conference . 1996; 9l- 102.

4, Wiyadi MS, Hernomo SS, Iskandar A. Kumpulan Naskah Seminar Ketulian.

Surabaya 1985: l-17.

5. Hendarmin H. Noise Induced Hearimg Loss. Konas PERHATI IL Jakarta l97l'.224

-9.

6. Indrazukhri T, flum KS, Leowsrisok K. Enforcement A Necessary Step in The

Abatement of Air and Noise Nuisances in Bangkok. Bangkok Conunity Development

Project Kingdom of Thailand. 1985.

7. Iskandar N, Syarifuddin, Rifki N, Abdurrachman H. Diagnosis dan Penilaian Cacat

Penyakit Akibat Kerja Bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok. Simposium'Nasional

Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta 1989.

8. Alberti PW. Occupational Hearing Loss. In: Balenger JJ ed. Disease of The Ear Nose

and Throat. Ilead Neck Surgery, 14 th Ed. Philadelphia. WB Saunders. 1991: 1053-

66.

9. Alberti PW, Noise and The Ear. In: Kerr AG, ed. Adult Audiology, Scott-Browns

Otolaryngology 5th ed. London. Butterworths. 1991 :594-641.

Page 97: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

84

10. Ward WD. Noise Induced Hearing Damage. In: Paparella MM, Schumrick DA eds.

Diseases of The Ear.Otolaryngology 3rd ed. Philadelphia. WB. Saunders Co, 1991:

1639-52.

11. Irwin J. Causes of Hearing Loss in Adults. In: Kerr AG, ed. Adult Audiology. Scott-

Browns Otolaryngology 5th ed. London. Butterworths. 1 99 I : 12'l -56.

12. Pickles JO. Physiology of The Ear. In: Kerr AG, ed, Basic Scienoes. Scott-Browns

Otolaryngology 5th ed. London. Butterworths. 1991: 47 - 77 .

13. Still H. Freeway Frenzy.In: Still H ed. In Quest and Quiet, Pennsylvania. Stackpole

Books 1970',58-64.

14, Surat Edaran Menteri Tenaga Keda, Transmigrasi dan Koperasi. No: SE

01/I\{EN/1978. Tentang Nilai Ambang Batas Untuk Kebisingan di tempat Kerja.

KumpulanNaskah Seminar Ketulian. Surabaya 1985:ll0- 2.

15. Harris CM. Sound and Sound Levels. In: Harris CM.Hand Book of Noise Control, 2

nd ed. New York, St. Louis, San Fransisco. Mc Graw- Hill Book Co. 1979: 2-l -2-

14.

16. Magrab EB. Basic Properties of Waves. In: Magrab EB. Environmental Noise

Control. New York, Sydney. John Wiley & Sons. 1975: l-27.

l7.Ivfukono J. Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan Pendengaran. Kumpulan

Naskah Seminar Ketulian. Surabaya 1985: 83-93.

18. Hadjar E, Hendarmin H. Noise and Noise Polutions di Jakarta. Konas PERHATI II.

lakwta 1971'.230-43.

Page 98: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

85

19, Mlls JH, Adkins WY. Anatomy and Physiology of Hearing, In:Bailey BJ ed. Head

and Neck Surgery - Otolaryngology, Vol II. Philadelphia. JB Lippincot Co.

1993:1441-61.

20. Liston SL, Duval AJ. Embryologi, Anatomy, and Physiology of The Ear, In: Adams

GL, Boies LR, Hilger PA. eds. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6 th ed.

Philadelphi4 1989: 27 -38.

21. Soetirto L Aspek Klinik dan Evaluasi Kecacatan Pada Noise Induced Hearing Loss .

Seminar Training Program Konservasi Pendengaran. lakafta 1994.

22. Canlon B. Noise Induced Permanent Trauma. In: The Effect of Acoustic Trauma on

The Tectorial Membrane, Stereocilli, and Hearing Sensitivity. Scand Audiol. 1989:7-

17.

23. Nakai Y. Sensoineural Hearing Impairement: Mcrovasculature and Vasoconstriction

in the Cochlea. Hearing International 1994; Vol.3 No.1: 8-9.

24.Puel JL, Pujol R, Noise Induced Hering Loss: Current Physiological Investigation.

Protection Against Noise. Procedings of First European Conference. 1996;l- 4.

25. Melnick W. Indutrial Hearing Conservation. In: KatzI, Gabbay W. eds. Hand Book

of Clinical Audiology 3th ed. Baltimore. William & Wilkins 19857214.

26. Shida S. Vibration and Noise Deafrress. Hearing International 1993; Vol,Z No.4:

t717- 8.

ZT.Williams D. Noise in Transportation. In: Tempest W. ed. The Noise Handbook.

London, New Yorlg Toronto, Academic Press 1985:216-24.

28. Hendarmin [I, Waspodo Dj. Ganggrran Pendengaran Akibat Pencernaran Bising.

Konas PERHATI IV, Semarang 1977: l8l-8.

Page 99: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

86

29.Lee d Feldstein. Five Year Follow-Up Study of Hearing Loss at Several Locations a

LargB Automobile Company, American Journal of Industrial Medicine. 1993:24:41-

54.

30. Adenan Ae Shah B. Pengaruh Kebisingan Lapangan Terbang Polonia Terhadap

Pendengaran Penduduk Sekitarnya. Kumpulan Naskah Seminar Ketulian. Surabaya

t985.29-39.

31. Hutchinson KIVI, Alessio HM, Spadafore M, Effects of Low Intensity Exercise and

Noise Exposure on Temporary Threshold Shift. Scand. Audiol 199l 20:121-7.

32. Burns W. Measure to Reduce Interference Effects. In: Burns. Noise and Man.

London. Williams Clowes & Sons 1968:116-25.

33. Ceranic BJ, Prasher DK, Luxon LM. Tinitus Following Noise Expozure: A Review.

Protection Against Noise. Procedings of First European Conference. 1996;45- 51.

34. Marvel IVI, Pratt DS, Marvel LH et al. Occupational Hearing Loss in New York Dairy

Farmers. American Journal of Industrial Medicine, 1991; 20 517-31.

35. Pirila T, Sorri IvI, Ervasti KJ et al. Hearing Occupationally Noise-Exposed

Men and Women Under 60 Years Old. Scand Audiol 1991; 20:217'32,

36. SataloffRT, SataloffJ. Diagnosing Occupational Hearing Loss. In: SataloffRT, ed.

Occupational Hearing Loss, 2nd ed, New York, Basel, Hongkong. Marcel Dekker

Inc. 1994:371-88.

37. Kowalska S, Sulkowski W. Measurement of Distortion Product Otoacoustic

Emission in Industrial Workers with Noise Induced Hearing Loss. Protection Against

Noise. Procedings of First European Conference. 1996;30- 37.

Page 100: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

87

38. Iskandar N. Pedoman Dalam Menegakkan Diagnosis Penyakit THT Akibat Kerja dan

Penentuan Tingkar Cacat. Lokakarya Nasional Capat Karena Penyakit Akibat Kerja.

Iakarta 1990.

39. Barrenas ML, Hellstorm Pd Stark J. Hearing Conservation, Protection Against

Noise. Procedings of First European ConfErence. 1996; 103- 105.

40. Rosenhall U, Presbyacusis Related to Exposure to Occupational Noise and Other

Ototrrumatic Factors. Protection Against Noise. Procedings of First European

Conference . 1996: 52- 56.

Page 101: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

88

LAMPIRAN

Page 102: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

RSUPN. Dr. CIPTO MANGIIIYKUSUMO

JAKARTA

Bagian llmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok

SURAT PERSETUJUAI\

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur

Pekerjaan

Alamat

: . . . . . . . . . . . . . . tahun

: Pengemudi Bajaj

Bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan Dr. Hari Purnama dan dengan ini

saya menyatakan bersedia untuk menjadi peserta / percontoh dalam penelitian 'Dampak

Paparan Bistng Pada Pengemudi Bajaj di Jakarta'.

Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.

Peneliti,

Iakarta" 1997

Peserta penelitian,

Dr. Hari Purnama

Page 103: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

BAIASIA

NO,STATAS PENELITIAN:

STATUS PENELITIAN

PENGARUH PAPARAN BISING PADA PENGEMUDI BAJAJ

I. IDENTITAS PENGEMUDI

NAMA

TEMPAT/TGL. LAHIR

IJMUR

SUKU

AT AMAT : Jl.

Kelurahan :

Kecamatan :

Kab / Kodya:

PEKERIAAN

IL RIWAYAT PEKERJAAIY

Usiapercontoh: < 24 talun-I 3I-37 tahun -3 >44 thn -5

24-3A ulmn -2 38-44 talntn -4

Mulai bekerja sejak berusia sebagai pengemudi:

I8-< 24 nlrun-I 3I-37 tahun -3

24-30 talwn-2 38- 44 tahun -4

>44 talrun -5

l ,

.L.

I

ffi2

ffi

Page 104: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

IT

2. L*3 bekeqia sebagai pengemudi : 2-4 talwn -I >6-8 ntrrun -3

>4-6talrun -2 >8-IAbhun -4

> 10 talwn -5

3. Lamakerjaperhari : < 6 jam -I >9-I0jarn -3

6-8 jam -2 >10 jam *4

4. Lamaistirahatkerjaperhari < I jam -I >2-3 jam -3

I-2jam -2 >3jam -4

5. Lama paparanbising perhari :

< 6 jam -I >8-I0jam -3

6-8 jam -2 >10 jam -4

7. Penghasilan rata*ataperhari : < Rp 25.000,- -I >Rp 5A.000,- -3

Rpz5.00-50.000 -2

8. Sebelum pekerjaan sebelumnya sebagai : aperator mesin -I

Iain- Iain -2

III. RIWAYAT PEI\TYAKTT

l. Riwayat gangguan pendengaran : ada -I

tidak -2

2. Riwayat keluar cairan dari telinga : ada -I

tidak -2

3. Riwayat penggunaan obat ototoksik yang berlangsunglana: ada -I

tidak -2

3

ET

4

ffi

ffiI

ffi

10

ffiI I

ffi

Page 105: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

I I I

4. Riwayat penyakit lain yang diderita : ada -I

( kencing manis, tekanan darah tinggt, multiple sklerosis). tidak -2

5. Riwayat cidera kepala : ada -I

tidolc -2

6. Riwayat telinga berdenging : ada -I

tidsk -2

IV. RIWAYATKNLUARGA

l. Riwayat gangguan pendengaran dalam keluarga: ya -I

tituk -2

2. Riwayat kencing manis dalam keluarga: y6 -I

tidak -2

V. SPESIFIKASI BAJAJ YANG DIKEMUDIKAI\

l . Merk/ jenis : . . . . . . . . . . . . . . . . .

2. Tahun pembuatan :

3. Kapasitas sil inder : ...,..,..... cc

4. Jumlab kepala silinder : ............. buah

5. Intensitas bising yang dihasilkan pada kecepatan sedang lk. 40-60 km / jam :

85 -90 dBA -I ]U - 105 dBA -4

9I -95 dBA -2 r06-II0dBA -5

96- Iq0dBA -i >II0 dBA -6

I

ffil3

ffil4

ffi

15

ffil6

ffi

A. Pemeriksarn umum

l. Pemeriksaanfisik :

VI. CATATAN MEDIK

Baik -I sedang -2

17

Ef,

IE

ffi

Page 106: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

ItI

2. Tekanan darah

B. Pemeriksaan telinga

l. Liang telinga:

paten

oklusi sebagian

oklusi total

2. Kondisi membran timpani:

ufith, normal

utuh, retraksi

utah, bulging

utuh, timpanosklerosis

utuh, airfluid level

C. Pemeriksaan hidung

1. Kavum nasi :

lapmg

sempit

2. Konka:

eutrofi

hipertrofi

hiperemis

< 140 / 90 mmHg

140 / 90 - 160 / 95 mmHg

> 160 / 95 mmHg

knnan

.T

- )

-3

l9

HT

.T

-2

-3

-t

-2

-3

paten

oklusi sebagian

oklusi total

utah, normal -I

utuh, retralcsi -2

utuh, bulging -3

utuh, timpanosklerosis -4

utuh, airfluid level -5

Iapng

sempit

eutrofi

hipe*ofi

hiperemis

kiri

kiri

20

ffi

2l

ffi

kanan

-I,'

-z

-3

-4

-5

Itsnal,

ffikonan

.I

-2

kiri

22

ffikiri

23

HH-I,,

-3

,T

a-z

.T

-2

-3

Page 107: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

tf

3, Sekret: Imnan

da -I

tidak ada -2

4. Septum hidung '. lwrdn

Iurus -I

deviasi -2

D. Pemerihsanntenggorok

1. Tonsi l (ukuran) ' . konan

T3 -s2. Dinding faring granuler: lwnan

ya -I

tidnk -2

E. Pemeriksaanaudiologik

Dl. Uji penala

l. Uji Rinne :

+-I

-2

takdengar -3

2. Uji Weber :

Tr -I T] .I

12 -2 ffiv 12 -2

adfl -I

tidnk ads -2

lurus -I

deviasi -2

T3 -2

ya -1

tidnk -2

kiri

24

ffi

kiri

ffi

kiri

26

ffiHri

27

ffi

lmnan kiri

+-I

--2

tak dengar -3

Iateralisasi lcelmnan -I 29

Page 108: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

trI

lateralisasi kekiri

tidak ada lateralisasi

-2

-3

.I

t

-3

-I1

-3

3. Uji Schwabach :

memanjang

memerdek

sesuai pemeriksa

memanjang

memendek

sesuai pemeriksa

lmnan

karnn kiri

4.

30

ffi

kiri

3l

ffi

Audiogram:

pendengarut normal

TAB tahap awal

TAB tahap lanjut

tuli saraf ringan

tuli soraf sedang

tuli saraf berat

tuli campur

tuli korr&tktifringan

tuli kondahif sedang

presbihtsis

Timpanogram: konan

WeA -I

4pe As -2

type B -3

WeC -4

pendengaran normsl

TAB tahap awal

TAB tahq lanjut

tuli saraf ringan

tuli saraf sedang

tuli saraf berat

tuli campur

tuli lronduhif ringan

tuli konfuhif sedang

presbiktrsis

.T

t

-2b

-3

-4

-J

-6a

.8

-9

- l

-2

-2b

-3

-4

-J

-6.7

-8

-9

kiri

32

ffi

5.

F. Pemeriksaanlaboratorik

Reduksi urin :

33

ffi

type A

type As

type B

Wec

-I

-2

-.3

-4

Negatif -I

Page 109: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA

v't r

Borderline -2

Positif -3

G. Pemeriksaan lain ( bila perlu) :

Page 110: DAMPAK PAPARAN BISING BAJAJ PADA PENGEMUDINYA