reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

9
Available at https://jtsiskom.undip.ac.id (5 November 2019) DOI:10.14710/jtsiskom.8.1.2020.12-20 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 12-20 Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter Wiener Adaptive seismic noise reduction using Wiener filter Sesar Prabu Dwi Sriyanto *) Stasiun Geofisika Manado Jl. Harapan 42, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia 95161 Cara sitasi: S. P. D. Sriyanto, "Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter Wiener,” Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, vol. 8, no. 1, pp. 12-20, 2020. doi: 10.14710/jtsiskom.8.1.2020.12-20, [Online]. Abstract - Seismic noise disrupts the earthquake observation system due to the frequency and amplitude of seismic noise similar to the earthquake signal. The filter process is one of the methods that can be used to reduce seismic noise. In this study, the Wiener filter algorithm was designed with the Decision-Directed method for Apriori SNR estimation. This filter was chosen because it is adaptive, so it can adjust to environmental conditions without requiring manual parameter settings. The data used are earthquake signals that occur in the Palu area, Central Sulawesi, which are recorded on PKA29 temporary seismic station from February 3 to April 28, 2015. After each signal data has been filtered, then it is evaluated by calculating SNR differences before and after filtering, the signal's dominant frequency, and the cross- correlation of the signal before and after filtering. As a result, the Wiener filter is able to reduce the noise content in earthquake signals according to noisy frequencies before earthquake signals. The impact is that SNR has increased with an average of 8.056 dB. In addition, this filter is also able to maintain the shape of earthquake signals. This is indicated by the normalization value of the cross-correlation between signals before and after the filter which ranges from 0.703 to 1.00. Keywords – seismic noise; earthquake signal; Wiener filter; decision-directed Abstrak - Bising seismik sangat mengganggu sistem pengamatan gempabumi karena ada banyak kasus sinyal gempabumi tidak teramati akibat bising seismik memiliki karakter frekuensi dan amplitudo yang mirip dengan sinyal gempabumi. Salah satu metode untuk mereduksi bising seismik adalah dengan proses filter. Pada studi ini dirancang algoritma filter Wiener dengan metode Decision-Directed untuk estimasi SNR Apriori. Filter ini dipilih karena bersifat adaptif sehingga dapat menyesuaikan dengan kondisi bising lingkungan tanpa membutuhkan pengaturan parameter secara manual. Data yang digunakan berupa sinyal gempabumi di wilayah Palu, Sulawesi Tengah, yang terekam pada stasiun seismik temporer PKA29 mulai tanggal 3 Februari hingga 28 April 2015. Setelah dilakukan proses filter pada masing- masing data sinyal, hasilnya dievaluasi dengan menghitung perbedaan SNR sebelum dan setelah difilter, frekuensi dominan sinyal , dan korelasi silang sinyal sebelum dengan setelah difilter. Hasilnya, filter Wiener mampu mereduksi sesuai frekuensi bising sebelum sinyal gempabumi sehingga setelah proses filter sinyal gempabumi mengalami peningkatan SNR (Signal to Noise Ratio) dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,056 dB. Selain itu, filter ini juga mampu mempertahankan bentuk sinyal gempabumi hasil filter. Hal ini ditunjukkan dengan nilai normalisasi korelasi silang antara sinyal sebelum dan setelah filter yang berkisar antara 0,703 hingga 1,00. Kata Kunci – bising seismik; sinyal gempabumi; filter Wiener; decision-directed I. PENDAHULUAN Salah satu teknologi yang penting dikembangkan dalam pengamatan gempabumi adalah sistem deteksi otomatis sinyal gempabumi. Teknologi ini penting karena membantu pengamat mendeteksi semua gempabumi secara otomatis tanpa harus selalu memantau sinyal seismik. Selain itu, apabila sistem deteksi gempabumi dapat bekerja dengan baik dan cepat, maka bisa dimanfaatkan untuk penguatan Sistem Peringatan Dini Gempabumi (Earthquake Early Warning System atau EEWS) atau Sistem Peringatan Dini Tsunami (Tsunami Early Warning System atau TEWS), yang tujuan akhirnya adalah sebagai upaya mitigasi untuk mengurangi dampak akibat gempabumi. Prinsip dasar deteksi otomatis sinyal gempabumi adalah memisahkan sinyal gempabumi dari bising seismik. Selama sinyal gempabumi dan bising latar belakang berbeda karakteristik amplitudo dan kandungan frekuensinya, maka sangat mungkin untuk memisahkan sinyal dari bising seismik pada seismogram [1]. Pada kasus gempabumi besar, karakteristik sinyal gempabumi jauh berbeda dengan bising. Namun, sinyal gempabumi kecil masih menjadi tantangan karena cukup susah dibedakan dengan bising. Hingga saat ini, algoritma deteksi yang ada masih belum sempurna karena kecepatan deteksi dan Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Submitted: 4 August 2019; Revised: 10 October 2019; Accepted: 17 October 2019; Published: 31 January 2020 *) Penulis korespondensi (Sesar Prabu Dwi Sriyanto) Email: [email protected]

Upload: others

Post on 22-Mar-2022

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

Available at https://jtsiskom.undip.ac.id (5 November 2019)DOI:10.14710/jtsiskom.8.1.2020.12-20

Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 12-20

Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter Wiener

Adaptive seismic noise reduction using Wiener filter

Sesar Prabu Dwi Sriyanto*)

Stasiun Geofisika ManadoJl. Harapan 42, Manado, Sulawesi Utara, Indonesia 95161

Cara sitasi: S. P. D. Sriyanto, "Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter Wiener,” JurnalTeknologi dan Sistem Komputer, vol. 8, no. 1, pp. 12-20, 2020. doi: 10.14710/jtsiskom.8.1.2020.12-20, [Online].

Abstract - Seismic noise disrupts the earthquakeobservation system due to the frequency and amplitudeof seismic noise similar to the earthquake signal. Thefilter process is one of the methods that can be used toreduce seismic noise. In this study, the Wiener filteralgorithm was designed with the Decision-Directedmethod for Apriori SNR estimation. This filter waschosen because it is adaptive, so it can adjust toenvironmental conditions without requiring manualparameter settings. The data used are earthquakesignals that occur in the Palu area, Central Sulawesi,which are recorded on PKA29 temporary seismicstation from February 3 to April 28, 2015. After eachsignal data has been filtered, then it is evaluated bycalculating SNR differences before and after filtering,the signal's dominant frequency, and the cross-correlation of the signal before and after filtering. Asa result, the Wiener filter is able to reduce the noisecontent in earthquake signals according to noisyfrequencies before earthquake signals. The impact isthat SNR has increased with an average of 8.056 dB.In addition, this filter is also able to maintain theshape of earthquake signals. This is indicated by thenormalization value of the cross-correlation betweensignals before and after the filter which ranges from0.703 to 1.00.

Keywords – seismic noise; earthquake signal; Wienerfilter; decision-directed

Abstrak - Bising seismik sangat mengganggu sistempengamatan gempabumi karena ada banyak kasussinyal gempabumi tidak teramati akibat bising seismikmemiliki karakter frekuensi dan amplitudo yang miripdengan sinyal gempabumi. Salah satu metode untukmereduksi bising seismik adalah dengan proses filter.Pada studi ini dirancang algoritma filter Wienerdengan metode Decision-Directed untuk estimasi SNRApriori. Filter ini dipilih karena bersifat adaptifsehingga dapat menyesuaikan dengan kondisi bisinglingkungan tanpa membutuhkan pengaturanparameter secara manual. Data yang digunakanberupa sinyal gempabumi di wilayah Palu, Sulawesi

Tengah, yang terekam pada stasiun seismik temporerPKA29 mulai tanggal 3 Februari hingga 28 April2015. Setelah dilakukan proses filter pada masing-masing data sinyal, hasilnya dievaluasi denganmenghitung perbedaan SNR sebelum dan setelahdifilter, frekuensi dominan sinyal , dan korelasi silangsinyal sebelum dengan setelah difilter. Hasilnya, filterWiener mampu mereduksi sesuai frekuensi bisingsebelum sinyal gempabumi sehingga setelah prosesfilter sinyal gempabumi mengalami peningkatan SNR(Signal to Noise Ratio) dengan rata-rata peningkatansebesar 8,056 dB. Selain itu, filter ini juga mampumempertahankan bentuk sinyal gempabumi hasilfilter. Hal ini ditunjukkan dengan nilai normalisasikorelasi silang antara sinyal sebelum dan setelah filteryang berkisar antara 0,703 hingga 1,00.

Kata Kunci – bising seismik; sinyal gempabumi; filterWiener; decision-directed

I. PENDAHULUAN

Salah satu teknologi yang penting dikembangkandalam pengamatan gempabumi adalah sistem deteksiotomatis sinyal gempabumi. Teknologi ini pentingkarena membantu pengamat mendeteksi semuagempabumi secara otomatis tanpa harus selalumemantau sinyal seismik. Selain itu, apabila sistemdeteksi gempabumi dapat bekerja dengan baik dancepat, maka bisa dimanfaatkan untuk penguatan SistemPeringatan Dini Gempabumi (Earthquake EarlyWarning System atau EEWS) atau Sistem PeringatanDini Tsunami (Tsunami Early Warning System atauTEWS), yang tujuan akhirnya adalah sebagai upayamitigasi untuk mengurangi dampak akibat gempabumi.

Prinsip dasar deteksi otomatis sinyal gempabumiadalah memisahkan sinyal gempabumi dari bisingseismik. Selama sinyal gempabumi dan bising latarbelakang berbeda karakteristik amplitudo dankandungan frekuensinya, maka sangat mungkin untukmemisahkan sinyal dari bising seismik padaseismogram [1]. Pada kasus gempabumi besar,karakteristik sinyal gempabumi jauh berbeda denganbising. Namun, sinyal gempabumi kecil masih menjaditantangan karena cukup susah dibedakan dengan bising.Hingga saat ini, algoritma deteksi yang ada masihbelum sempurna karena kecepatan deteksi dan

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Submitted: 4 August 2019; Revised: 10 October 2019; Accepted: 17 October 2019; Published: 31 January 2020

*) Penulis korespondensi (Sesar Prabu Dwi Sriyanto)Email: [email protected]

Page 2: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

kebenaran deteksi belum bisa berjalan berdampingansehingga masih ada sejumlah kesalahan deteksi dansinyal gempabumi yang terlewatkan [2].

Secara umum, proses deteksi otomatis sinyalgempabumi didahului oleh proses pemfilteran awal(pre-filtering) untuk meningkatkan SNR (Signal toNoise Ratio) sehingga algoritma detektor dapat lebihmudah mengenali sinyal gempabumi. Filter Butterworthbanyak digunakan dalam proses ini karena dapatmenekan bising di luar frekuensi yang ditentukan.Dalam [3], filter kausal Butterworth orde ke-3 bandpass2-10 Hz digunakan dalam proses pemfilteran awal,sedangkan implementasi sistem deteksi otomatis dalamSeiscomP3, yang merupakan sistem monitoringgempabumi utama di Indonesia, menggunakan filterButterworth orde ke-4 dengan rentang frekuensi 0,7-2Hz [4].

Filter Butterworth menyaring sinyal berdasarkanrentang frekuensi yang ditentukan [5]. Filter ini hanyadapat digunakan dengan baik pada kasus kandunganfrekuensi sinyal gempabumi diketahui dan berbeda darikandungan frekuensi bising. Dalam [6], dibuktikanbahwa jika dibandingkan dengan jenis filter adaptif,penggunaan filter Butterworth lebih lemah dalam kasusbising latar belakang bervariasi secara temporal dankandungan frekuensinya mirip dengan sinyal.

Berbeda dengan filter frekuensi yang umumdigunakan, filter adaptif memiliki keunggulan dapatberadaptasi langsung dengan kondisi lingkungannya.Adaptasi yang dilakukan adalah dengan menyesuaikansendiri koefisiennya untuk meminimalkan kesalahanrata-rata kuadrat antara outputnya dengan sistem yangtidak dikenal [7]. Oleh karena itu, filter adaptif dapatberubah seiring waktu untuk menyesuaikan denganperubahan sinyal yang difilter. Selain itu, filter adaptifdianggap cukup bagus untuk diterapkan pada data real-time karena tidak membutuhkan pengaturan parametersecara manual [8].

Salah satu jenis filter adaptif yang sering digunakanadalah filter Wiener. Menurut [9] dan [10], koefisien-koefisien Fourier filter Wiener dalam domain frekuensitidak bersifat statis seperti pada jenis filter frekuensi,namun terus diperbarui sesuai dengan perbandinganantara spektrum sinyal yang diinginkan (desired signal)dan sinyal aktual (actual signal). Pada sistemmonitoring gempabumi, sinyal aktual merupakan sinyalseismik dengan sinyal yang diinginkan adalah sinyalgempabumi dan sinyal yang tidak diinginkan adalahbising seismik.

Salah satu aplikasi awal filter Wiener pada sinyalseismik dilakukan dalam [11]. Dalam prosespemfilteran, filter Wiener tersebut tidak memprediksisinyal gempabumi, namun memprediksi bising di waktumendatang berdasarkan bising yang ada di waktusekarang. Selanjutnya, ada beberapa peneliti yangmenggunakan filter ini dengan prosedur yang berbeda-beda, misalnya penggunaan filter Wiener optimumdalam domain waktu [12], aplikasi filter Wiener padabanyak kanal [13], dan penggunaan filter Wiener padatahap pasca pengolahan algoritma reduksi bising [14].

Berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, filterWiener pada studi ini bertujuan mereduksi bisingseismik menggunakan metode Decision-Directed hasilpenelitian [15] untuk mengestimasi SNR apriori, yangsebelumnya telah digunakan untuk meningkatkankualitas sinyal suara dalam [16] dan untukmeningkatkan kualitas sinyal elektromiogram dalambidang kesehatan [10].

II. METODE PENELITIAN

A. Filter Wiener

Sinyal seismik dalam domain waktu y(t)didefinisikan sebagai hasil penjumlahan linier darisinyal yang diinginkan x(t) dan bising s(t) seperti padaPersamaan 1. Estimasi sinyal yang diinginkan dapatdiperoleh dengan melakukan pemfilteran pada sinyalaktual y(t).

y (t )=x (t )+s (t ) (1)

Proses pemfilteran dilakukan dalam domainfrekuensi dengan membuat fungsi gain G. Sebelumproses pemfilteran dilakukan, sinyal dalam domainwaktu terlebih dahulu ditransformasi ke domaingabungan waktu-frekuensi menggunakan transformasiFourier per segmen waktu dengan metode Short-timeFourier Transform (STFT). Setelah dilakukan STFTpada sinyal y(t) maka akan didapatkan bentuk waktu-frekuensi yang ditunjukkan pada Persamaan 2.Parameter Y (k , n ), X (k ,n ) dan S (k , n) masing-masingadalah spektrum sinyal y(t), x(t), dan s(t) pada frekuensike-k dan waktu ke-n.

Y (k , n )=X ( k , n)+S (k ,n) (2)

Setelah didapatkan sinyal dalam domain gabunganwaktu-frekuensi, proses dilanjutkan dengan pemindaiansinyal per segmen waktu untuk menentukan masing-masing segmen sinyal sebagai segmen bising atausegmen sinyal gempabumi. Penentuan ini dilakukandengan menghitung rata-rata selisih spektrum segmensinyal aktual Y (k ,n ) dengan spektrum rata-rata referensibising S (k ,n). Referensi bising merupakan segmensinyal yang bersih dari sinyal gempabumi. Apabila rata-rata selisih spektrum melebihi batas yang ditentukanmaka segmen sinyal aktual tersebut dianggap sinyalgempabumi, dan sebaliknya. Selisih spektrum ∆ F ( k , n )

dinyatakan dalam Persamaan 3.

∆ F ( k ,n )=20 ( logY (k ,n)−log S (k ,n ) ) (3)

Bising seismik bersifat tidak stasioner sehinggafrekuensi dan amplitudonya bervariasi secara temporal.Untuk mengakomodir perubahan temporal bisingseismik, maka terdapat proses adaptasi pada filterWiener. Adaptasi secara temporal dilakukan padaparameter statistik referensi bising (rata-rata danvariansi). Apabila tidak terdeteksi adanya sinyalgempabumi setelah beberapa segmen, maka segmen

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 13

Page 3: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

referensi bising akan diperbarui sehingga didapatkannilai rata-rata dan variansi referensi bising yang baruuntuk perhitungan sinyal aktual pada segmen waktuselanjutnya. Sebagai contoh, ditentukan sebagaireferensi bising pertama adalah segmen sinyal dari detikke-0 hingga detik ke-10 dengan panjang masing-masingsegmen waktu 1 detik. Apabila ditentukan nilai batassegmen bising (L) adalah 10, maka jika setelahdilakukan pemindaian hingga detik ke-20 tidakterdeteksi adanya sinyal gempabumi, referensi bisingberubah menjadi segmen sinyal dari detik ke-10 hinggadetik ke-20. Persamaan 4 dan Persamaan 5 masing-masing menunjukkan rumusan rata-rata S(k , n) dan

variansi λs ( k , n ) referensi bising setelah diperbarui.

λs ( k ,n )=λ

s(k , n−1 ). L+|Y (k , n )|

2

L+1 (4)

S ( k ,n )=S ( k , n−1) . L+Y (k ,n )

L+1 (5)

Selanjutnya proses pemfilteran untuk mendapatkanestimasi sinyal yang diinginkan (X (k ,n))) dirumuskandalam Persamaan 6.

X (k ,n )=G .Y ( k , n ) (6)

Berdasarkan [16], fungsi filter Wiener ditentukansetelah melakukan perhitungan estimasi SNR aprioriterlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar algoritma filterdapat diterapkan pada data sinyal real-time danmendapatkan kualitas hasil pemfilteran yang bagusdengan beban komputasi yang rendah. Fungsi filterWiener ditunjukkan pada Persamaan 7. Parameterξ ( k , n ) dan γ ( k ,n ) masing-masing adalah SNR aprioridan SNR aposteriori.

G ( ξ (k ,n) , γ ( k , n ))=ξ ( k , n )

γ ( k , n ) (7)

SNR apriori adalah kondisi SNR awal sebelumdifilter, sedangkan SNR aposteriori adalah kondisi SNRsetelah difilter. Dengan mengasumsikan SNRaposteriori = SNR apriori + 1, maka fungsi filterberubah menjadi Persamaan 8.

G ( ξ (k ,n) , γ ( k , n ))=ξ ( k , n )

ξ ( k , n )+1 (8)

Berdasarkan Persamaan 6 dan Persamaan 8, estimasiX (k ,n ) dapat dirumuskan menjadi Persamaan 9.

X (k ,n )=ξ (k ,n )

ξ (k ,n )+1.Y ( k ,n ) (9)

Untuk mendapatkan estimasi nilai SNR aprioriξ ( k , n ), dilakukan perhitungan menggunakan metodeDecision-Directed yang ditunjukkan dalam Persamaan10 dan Persamaan 11 [15]. Parameter α adalahkonstanta dengan rentang nilai 0-1, sedangkan γ (k , n)

dihitung dari variansi sinyal aktual dan variansireferensi bising. Perhitungan matematis γ (k , n)

dirumuskan dalam Persamaan 12.

ξ (k , n)=α G2( ξk

( n−1 ) , γ (k ,n−1 )) γ ( k ,n−1)

+( 1−α ) max |γ ( k , n )−1,0| (10)

ξ (k ,0 )=α +( 1−α ) max |γ (k ,0 )−1,0| (11)

γ ( k , n )=|Y ( k ,n )|

2

λs(k ,n ) (12)

Secara ringkas, tahapan proses pemfilteran otomatismenggunakan filter Wiener ditunjukkan pada skemaalgoritma yang ada di Gambar 1.

B. Evaluasi kinerja filter

Untuk mengetahui hasil kerja filter Wiener dalammereduksi bising seismik, dilakukan evaluasi dengan 3

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 14

YA

TIDAK

TIDAK

Mulai

Sinyal seismik y(t)

Transformasi sinyal menggunakan STFT

Menghitung dan ,Menentukan nilai L dan α

Menghitung (Pers. 3)Menghitung rata-rata

Rata-rata

> batas spektrum bising

Panjang segmen

bising > L dan

tetap

Perbarui parameter bising(Persamaan 4 dan 5)

YA

Menghitung SNR aposteriori (Pers. 12)Menghitung SNR apriori (Pers. 10 atau 11)Menghitung estimasi sinyal (Pers. 9)

Selesai

Rekonstruksi sinyal dengan inversi STFT

S (k ,n) λ s (k , n )

∆ F (k , n )∆ F (k , n )

∆ F (k ,n )

S (k ,n) λ s (k , n )

S(k ,n) λ s (k , n )

X ( k , n )

Gambar 1. Skema algoritma filter Wiener

Page 4: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

cara, yaitu menghitung perubahan SNR dari sinyalsebelum difilter menjadi sinyal hasil filter, melihatperubahan konten frekuensi pada sinyal gempabumi danbising seismik, dan menghitung normalisasi korelasisilang sinyal gempabumi sebelum dan sesudah difilter.

Dalam penghitungan perubahan SNR dari sinyalsebelum difilter menjadi sinyal hasil filter, nilai SNRmenunjukkan rasio amplitudo sinyal gempabumiterhadap bising seismik. Semakin tinggi nilai SNR,maka dapat dianggap sinyal gempabumi yang terekamdalam seismometer tersebut semakin jelas terlihat.Perhitungan nilai SNR dalam satuan dB (desibel)ditunjukkan pada Persamaan 13 [17]. Parameter Amerupakan nilai akar rata-rata kuadrat (Root MeanSquare atau RMS) amplitudo pada segmen sinyalgempabumi, sedangkan An merupakan nilai RMSamplitudo pada segmen bising.

SNR=20 logAs

An (13)

Segmen bising merupakan deretan gelombangdengan waktu kurang dari waktu tiba gelombanggempabumi, sedangkan segmen sinyal merupakanderetan gelombang dengan waktu lebih dari atau samadengan waktu tiba gelombang gempabumi. Lebarjendela waktu segmen bising dan segmen sinyalmasing-masing 2 detik sehingga dapat diketahui tingkatperubahan amplitudo pada gelombang gempabumi.

Evaluasi kedua dilakukan dengan melihat perubahankonten frekuensi pada sinyal gempabumi dan bisingseismik. Kandungan frekuensi pada segmen sinyalgempabumi dan bising ditinjau dengan metodetranformasi Fourier cepat (Fast Fourier Transform atauFFT) dari sinyal masing-masing segmen. Lebar jendelawaktu segmen bising dan segmen sinyal untukperhitungan konten frekuensi masing-masing 2 detik.Teknik FFT dari sinyal menggunakan Persamaan 14dengan k=0,1,…,N-1, y(ti) menyatakan amplitudo sinyalpada waktu ke-i, dan Y(fk) amplitudo spektral dalamdomain frekuensi hasil transformasi Fourier [18].

Y (f k )=∑i=0

N−1

y (t i )e− j 2π f k t i

(t i+1−t

i ) (14)

Evaluasi ketiga dilakukan untuk menghitungnormalisasi korelasi silang sinyal gempabumi sebelumdan sesudah difilter. Fungsi korelasi digunakan untukmelihat kemiripan dua buah sinyal sehingga dapatdiketahui apakah filter ini mendistorsi sinyalgempabumi atau tidak. Nilai normalisasi korelasi silangsinyal berkisar antara 0-1, semakin tinggi nilai korelasimaka semakin mirip kedua sinyal yang dikorelasikan.Persamaan 15 menunjukkan rumusan fungsi korelasi(r(l)) antara sinyal sebelum difilter (g(t)) dengan sinyalsetelah difilter (h(t)). Selanjutnya, normalisasi korelasisilang p(l) diperoleh menggunakan rumusan padaPersamaan 16.

rxy

(l )= ∑t=−∞

g (t ) h ( t−l )= ∑t=−∞

g (t+ l ) h (t ) (15)

p (l )=r

xy(l )

√rxx (0)r yy (0) (16)

C. Data

Data yang digunakan berupa sinyal gempabumi diwilayah Palu, Sulawesi Tengah, yang terekam padastasiun seismik temporer PKA29 dengan koordinatstasiun 119,83614° BT dan 0,95993° LS (Gambar 2).Stasiun seismik ini merupakan salah satu stasiun yangtergabung dalam sistem array seismometer broadbandhasil kerjasama antara Badan Meteorologi Klimatologidan Geofisika (BMKG) dengan Australian NationalUniversity (ANU). Seismometer yang digunakan adalahjenis broadband velocity dengan sampling frequency250 Hz.

Sebagai acuan pengumpulan sinyal gempabumitersebut, digunakan data kejadian gempabumi lokal darikatalog gempabumi BMKG. Sistem array seismometerberoperasi mulai 1 Januari - 20 Mei 2015, namun sensorPKA29 merekam dengan baik mulai 3 Februari hingga28 April 2015 sehingga data yang digunakan dibatasipada rentang waktu ini. Dalam kurun waktu ini tercatat357 kejadian gempabumi lokal dengan rentangmagnitudo 1,5 hingga 4,9, namun hanya 213 kejadiangempabumi yang gelombang seismiknya dapat direkamdengan baik oleh stasiun PKA29. Perkiraan penyebabhal ini adalah faktor jarak episenter, magnitudo, danadanya bising non-stasioner. Pada Gambar 2

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 15

Gambar 2. Lokasi stasiun seismik PKA29 (segitigawarna biru) dan sebaran 357 episenter gempabumi lokal

di sekitar Kota Palu pada rentang waktu 3 Februari –28 April 2015 (lingkaran warna merah).

Page 5: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

ditunjukkan peta lokasi stasiun PKA29 dan sebaranepisenter gempabumi yang digunakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum difilter, rekaman sinyal gempabumi distasiun PKA29 bervariasi kondisi keteramatannya.Kondisi ini dipengaruhi oleh karakter bising seismikdan sinyal gempabumi. Semakin mirip karakter bisingseismik dengan sinyal gempabumi, baik amplitudomaupun frekuensinya, maka semakin sulit untukmengidentifikasi sinyal gempabumi dalam sinyalseismik. Kesalahan identifikasi sinyal gempabumi bisaberakibat fatal karena salah satu akibatnya bisamenyebabkan kesalahan parameter gempabumi yangdihasilkan.

Ada tiga jenis sumber pembangkit bising seismik,yaitu bising dari aktivitas manusia yang cenderungmemiliki frekuensi tinggi, bising dari alam (faktorangin, air, dan geologi) yang secara umummenghasilkan getaran frekuensi rendah, dan bisingmikroseismik akibat gelombang laut dengan dua puncakfrekuensi [19]. Bising seismik di stasiun PKA29didominasi oleh bising frekuensi rendah. Sekitar 77 %dari 213 data, bising sebelum rekaman sinyalgempabumi memiliki frekuensi dominan di bawah 0,5Hz, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3(a).

Sesuai dengan [19], dominasi bising frekuensirendah ini diduga akibat dari faktor alam seperti angin,air, dan faktor geologi permukaan. Selain frekuensidominan, karakter amplitudo bising seismik di suatustasiun juga berpengaruh pada kemudahan identifikasisinyal gempabumi. RMS amplitudo bising seismik distasiun PKA29 relatif konsisten pada rentang 13,68hingga 336,48 count dengan rata-rata bernilai 46,87count, seperti yang ditunjukkan histogram pada Gambar3(b). Sebagai perbandingan, nilai rata-rata RMS inisama dengan nilai RMS amplitudo sinyal gempabumiyang berkekuatan magnitudo 2,0 dengan kedalaman 17km dan jarak ke episenter 50,6 km.

Sementara itu, sinyal gempabumi merupakan hasilkonvolusi dari fungsi sumber gempabumi, medium

penjalaran gelombang seismik, dan respon instrumenperekam [5]. Oleh karena itu, faktor sumber danmedium penjalaran menjadi penentu karakter sinyalyang terekam pada suatu seismometer. Faktor sumberdan medium penjalaran direpresentasikan masing-masing oleh parameter magnitudo gempabumi dan jarakepisenter ke stasiun pencatat. Pada Gambar 4 dapatdilihat bahwa RMS amplitudo segmen sinyalgempabumi bervariasi menurut jarak episenter danmagnitudo gempabumi. Secara umum, gempabumidengan jarak yang dekat dan magnitudo yang besarmemiliki nilai RMS amplitudo sinyal tertinggi, dansebaliknya RMS amplitudo sinyal semakin kecil seiringdengan semakin jauh jaraknya dan kecil magnitudonya.

Gempabumi yang terjadi tanggal 5 April 2015 padapukul 17:27:51 UTC dengan magnitudo 4.8 dan jarakepisenter ke stasiun 48,7 km memiliki sinyal denganRMS amplitudo tertinggi. Sementara itu, RMSamplitudo terendah ada pada sinyal gempabumi denganmagnitudo 2,5 dan jarak episenter ke stasiun sebesar

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 16

(a) (b)

Gambar 3. Histogram: a) frekuensi dominan dan b) RMS amplitudo bising seismik di stasiun seismik PKA29

Gambar 4. Hubungan jarak episenter, magnitudogempabumi, dan RMS amplitudo sinyal gempabumi.

Page 6: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

71,9 km. Tidak hanya karakter amplitudo, frekuensidominan sinyal awal gempabumi juga bervariasimenurut magnitudonya. Semakin besar magnitudogempabumi, maka semakin tinggi nilai periodedominannya atau semakin rendah frekuensi dominannyasesuai [20]. Frekuensi dominan sinyal awal gempabumibervariasi antara 0,2 Hz hingga 35,3 Hz.

Pada sinyal asli sebelum difilter, nilai SNR yangmerupakan perbandingan antara RMS amplitudo sinyalgempabumi terhadap RMS amplitudo bising seismikberkisar antara 0,373 dB hingga 54,452 dB dengan rata-rata 12,750 dB. Dengan nilai RMS amplitudo bisingseismik yang relatif konsisten, maka dapat diartikanbahwa variasi SNR stasiun bergantung pada RMSamplitudo sinyal gempabumi. Oleh karena itu,gempabumi 5 April 2015 pada pukul 17:27:51 UTCdengan magnitudo 4,8 dan jarak episenter 48,7 kmselain memiliki RMS amplitudo sinyal gempabumitertinggi juga memiliki nilai SNR tertinggi.

Setelah dilakukan pemfilteran menggunakan filterWiener, terjadi perubahan signifikan pada nilai SNRsinyal menjadi 1,825 dB hingga 55,676 dB dengan rata-rata 20,806 dB. Seluruh sinyal mengalami peningkatanSNR dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,056 dB dannilai peningkatan SNR terbesar adalah 17,872 dB.Adanya peningkatan SNR setelah proses filtermenunjukkan bahwa filter Wiener berhasil mereduksiamplitudo segmen bising dan meningkatkan amplitudosegmen sinyal gempabumi. Rata-rata amplitudo bisingyang sebelumnya sebesar 46,865 count mengalamipenurunan menjadi 28,677 count, sedangkan rata-rataamplitudo segmen sinyal gempabumi mengalamipeningkatan dari 567,618 count menjadi 735,201 count.Pada Gambar 5 ditunjukkan contoh perbandingan sinyalsebelum difilter dan setelah difilter baik pada domainwaktu maupun pada domain gabungan waktu-frekuensi.

Selain menyebabkan peningkatan SNR, filterWiener juga berpengaruh pada kandungan frekuensi

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 17

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 5. a) Sinyal gempabumi tanggal 20 Februari 2015 pukul 11:08:40 dengan kedalaman 6 km, magnitudo2.1, dan jarak episenter 18,74 km tanpa menggunakan filter, b) Hasil pemfilteran sinyal (a) menggunakan Filter

Wiener, c) dan d) masing-masing merupakan spektrogram dari sinyal (a) dan (b).

Page 7: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

sinyal gempabumi. Proses filter Wiener yang sifatnyaadaptif mampu mereduksi kandungan frekuensi rendahpada sinyal gempabumi sesuai dengan frekuensidominan segmen bising. Pada Gambar 6(a) dapat dilihatbahwa sebelum difilter, sebaran frekuensi dominansinyal cenderung berbanding terbalik dengan magnitudogempabumi. Namun, terlihat ada anomali 32 sinyalgempabumi dengan magnitudo kurang dari 3,5 yangmemiliki frekuensi rendah antara 0,1-1,0 Hz.

Anomali frekuensi dominan tersebut disebabkanoleh dominasi frekuensi bising yang rendah sehinggasinyal gempabumi magnitudo kecil dengan frekuensitinggi tertutupi oleh bising seismik, seperti yangditunjukkan pada Gambar 7(a). Setelah difilter, terlihatada pengurangan data sinyal gempabumi yang memilikifrekuensi dominan rendah seperti Gambar 6(b). Setelahbising frekuensi rendah tereduksi, sinyal gempabumifrekuensi tinggi lebih mudah teramati, seperti yangditunjukkan pada Gambar 7(b).

Proses filter sinyal secara umum bukan tanpakekurangan. Meskipun dapat meningkatkan keteramatansinyal yang diinginkan, namun proses ini bisamenyebabkan distorsi atau perubahan bentuk sinyal.Berbeda dengan filter frekuensi yang dapat mendistorsisinyal seismik, filter Wiener mampu mempertahankanbentuk asli sinyal gempabumi seperti sebelum difilter.Hal ini dapat dilihat dari korelasi silang antara sinyalsebelum difilter dengan sinyal yang telah difilter.

Normalisasi korelasi silang sinyal tersebut berkisarantara 0,703 hingga 1,00 dengan rata-rata 0,957. Nilaitersebut menunjukkan bahwa sinyal sebelum dan setelahdifilter memiliki kemiripan yang kuat, serta menegaskanbahwa tidak ada perubahan fase gelombang signifikanpada sinyal hasil pemfilteran karena nilai normalisasikorelasi silang sangat dipengaruhi oleh perbedaan fasedari dua sinyal yang dikorelasi silangkan. Perubahanfase gelombang akibat pemfilteran akan mempengaruhihasil penentuan waktu tiba gelombang gempabumi,yang juga berpengaruh pada ketepatan hasil parametergempabumi.

Hasil ini sesuai dengan [12], yang membuktikanbahwa penggunaan filter Wiener optimum dapatmemisahkan sinyal gempabumi dari bising latar

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 18

(a) (b)

Gambar 6. Hubungan antara magnitudo dengan frekuensi dominan sinyal awal gempabumi (a) sebelum difilterdan (b) setelah difilter.

(a)

(b)

Gambar 7. a) Contoh sinyal seismik dengan dominasifrekuensi rendah dan b) Hasil filter dari sinyal (a) yangmenunjukkan adanya reduksi bising frekuensi rendah.

Page 8: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

belakang dengan distorsi yang lebih rendahdibandingkan hasil filter frekuensi tipe bandpass. PadaGambar 8 ditunjukkan perbandingan sinyal sebelumdifilter dengan sinyal yang telah difilter pada segmenbising seismik dan segmen sinyal gempabumi. Bentuksinyal setelah difilter pada segmen bising pada Gambar8(a) terlihat berbeda bentuk dan memiliki amplitudolebih rendah jika dibandingkan dengan sinyal sebelumdifilter. Sementara itu, pada segmen sinyal gempabumipada Gambar 8(b), filter berhasil memperkuatamplitudo dengan bentuk sinyal yang relatif sama.

IV. KESIMPULAN

Proses reduksi bising seismik menggunakan filterWiener yang bersifat adaptif mampu melemahkankomponen sinyal yang tidak diinginkan sesuai dengankondisi bising seismik sehingga sinyal gempabumi lebihmudah diidentifikasi. Hal ini ditunjukkan dari hasil filteryang mengalami peningkatan SNR dengan rata-ratapeningkatan sebesar 8,056 dB. Selain itu, filter Wienerjuga mampu mempertahankan bentuk sinyalgempabumi, yang ditunjukkan dengan nilai normalisasikorelasi silang sinyal pada rentang 0,703 hingga 1,00dengan rata-rata 0,957. Adanya peningkatan SNRdengan bentuk sinyal yang tetap mengindikasikanbahwa sinyal gempabumi hasil filter Wiener relatif lebihmudah diamati dan dianalisis untuk mendapatkanparameter gempabumi yang baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada BadanMeteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)khususnya Bidang Seismologi Teknik atas ijinpenggunaan data seismik. Selain itu, terimakasih jugadisampaikan kepada Bapak Ibnu Purwana yang telahbanyak memberikan masukan kepada penulis danseluruh staf Stasiun Geofisika Manado yang telahmendukung kegiatan penelitian ini secara moril maupunmateriil.

DAFTAR PUSTAKA

[1] K. Munro, “Automatic event detection and pickingof P-wave arrivals,” CREWES Research Report,vol. 16, 2004.

[2] L. Küperkoch, T. Meier, and T. Diehl, “Automatedevent and phase identification,” in IASPEI NewManual of Seismological Observatory Practice(NMSOP). Postdam: GeoForschungsZentrum,2011, p.1-5, 23-27.

[3] L. Kuperkoch, “Automated recognition, phasearrival time estimation, and location of local andregional earthquakes,” Dissertation, University ofBochum, Bochum, Germany, 2010.

[4] -, “Scautopick.” SeiscomP3. https://www.seiscomp3.org/doc/jakarta/current/apps/scautopick.html(accessed 23 April 2019)

[5] J. Havskov and L. Ottemöller, Routine dataprocessing in earthquake seismology, New York:Springer, 2010.

[6] T. V. Eck and L. Ahlbom, “Automatic eventdetection applied to single channel seismicrecords,” in IEEE International Conference onAcoustics, Speech, and Signal Processing, Paris,France, May 1982, pp. 1894-1897. doi:10.1109/ICASSP.1982.1171824

[7] J. F. Claerbout, Fundamentals of geophysical dataprocessing. New York: McGraw-Hill, 1976.

[8] S. M. Mousavi and C. A. Langston, “Adaptive noiseestimation and suppression for improvingmicroseismic event detection,” Journal of AppliedGeophysics, vol. 132, pp. 116-124, 2016. doi:10.1016/j.jappgeo.2016.06.008

[9] N. Wiener, Extrapolation, interpolation, andsmoothing of stationary time series.Massachusetts: The MIT Press, 1964.

[10] J. Liu, D. Ying, and P. Zhou, “Wiener filtering ofsurface EMG with a priori SNR estimation towardmyoelectric control for neurological injurypatients,” Medical Engineering & Physics, vol. 36,no. 12, pp. 1711-1715, 2014. doi:10.1016/j.medengphy.2014.09.008

[11] J. F. Claerbout, “Detection of P-waves from weaksources at great distances,” Geophysics, vol. 29,no. 2, pp.197-211, 1964. doi: 10.1190/1.1439350

[12] A. Douglas, “Bandpass filtering to reduce noise onseismograms : Is there a better way?,“ Bulletin of

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 19

(a)

(b)

Gambar 8. Contoh perbandingan antara sinyal aslidengan sinyal yang terfilter: a) segmen bising dan b)

segmen sinyal gempabumi.

Page 9: Reduksi bising seismik secara adaptif menggunakan filter

the Seismological Society of America, vol. 87, no.4, pp. 770-777, 1997.

[13] J. Wang, J. Schweitzer, F. Tilmann, R. S. White, H.Soosalu, “Application of the multichannel Wienerfilter to regional event detection using NORSARseismic-array data,”, Bulletin of the SeismologicalSociety of America, vol. 101, no. 6, pp. 2887-2896,2011. doi: 10.1785/0120110003

[14] S. M. Mousavi and C. A. Langston, “Hybridseismic denoising using higher-order statistics andimproved wavelet block thresholding,” Bulletin ofthe Seismological Society of America, vol. 106, no.4, pp. 1380-1393, 2016. doi: 10.1785/0120150345

[15] Y. Ephraim and D. Malah, “Speech enhancementusing a minimum mean-square error short-timespectral amplitude estimator,” IEEE Transactionon Acoustics, Speech, and Signal Processing, vol.32, no. 6, pp. 1109-1121, 1984. doi:10.1109/TASSP.1984.1164453

[16] P. Scalart and J. Vieira, “Speech enhancementbased on a priori signal to noise estimation,” inIEEE International Conference on Acoustics,

Speech, and Signal Processing, Atlanta, USA,May 1996, pp. 629-632. doi: 10.1109/ICASSP.1996.543199

[17] K. U. Afegbua and F. O. Ezomo, “A preliminaryinvestigation of the signal-to-noise ratio of Toroand Nsukka stations in Nigeria,” InternationalJournal of Physical Science, vol. 8, no. 16, pp.707-716, 2013. doi: 10.5897/IJPS2013.3827

[18] E. O. Brigham, The fast fourier transform FFT andits applications. New Jersey: Prentice-Hall Inc.,1988.

[19] D. E. McNamara and R. P. Buland, “Ambient noiselevel in the continental United States,” Bulletin ofthe Seismological Society of America, vol. 94, no.4, pp. 1517-1527, 2004. doi: 10.1785/012003001

[20] W. Wang, S. Ni, Y. Chen, and H. Kanamori,“Magnitude estimation for early warningapplications using the initial part of P waves: Acase study on the 2008 Wenchuan sequence,”Geophysical Research Letters, vol. 36, no. 16, pp.1-6, 2009. doi: 10.1029/2009GL038678

Copyright ©2020, JTSiskom, e-ISSN: 2338-0403, p-ISSN: 2620-4002 Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 8(1), 2020, 20