dampak ameliorasi tanah gambut terhadap...

12
307 DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET IMPACT OF PEATSOIL AMELIORATION ON CARBON STOCK OF OIL PALM AND RUBBER PLANTATION Ai Dariah 1 , Erni Susanti 2 1 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor 16114. 2 Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar 1A, Bogor 16111. Abstrak Ameliorasi lahan gambut selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas tanah dan menekan emisi gas rumah kaca, diharapkan juga dapat berpengaruh positif terhadap sekuestrasi karbon oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap peningkatan cadangan karbon tanaman kelapa sawit dan karet. Penelitian pada lahan gambut dilakukan di Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi dan Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau (dengan tanaman indikator kelapa sawit), serta di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (dengan tanaman indikator karet). Rancangan percobaan yang digunakan pada masing-masing lokasi adalah acak kelompok, dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan ameliorasi yang diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit adalah (1) pupuk gambut (pupuk yang diperkaya kation polyvalen), (2) pupuk kandang, (3) tandan buah kosong sawit, dan (4) kontrol, sedangkan pada tanaman karet adalah (1) pupuk gambut, (2) pupuk kandang, (3) tanah mineral, dan (4) kontrol. Pengukuran cadangan karbon dilakukan dengan menggunakan metode nondestructive. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan cadangan karbon tanaman kelapa sawit umur 6 tahun dan karet umur 7 tahun. Setelah 10 bulan dari aplikasi amelioran, penambahan cadangan karbon tanaman kelapa sawit berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, sedangkan tanaman karet sekitar 5-11 t/ha. Kata kunci: Gambut, kelapa sawit, karet, ameliorasi Abstract The objective of peatland amelioration is to improve soil quality, as well as to reduce ghg emissions and to increase Carbon sequestration. The study aim’s was to investigate the effect of peatland amelioration on oil palm and rubber carbon stock improvement. The researches on oil palm were done in Arang-arang village, Kumpeh Subdistrict, Muaro Jambi District; and in Seikijang village, Bandar Seikijang Subdistrict, Pelalawan District. Both the sites are in Jambi and Riau Province. The study on Rubber was done in Jabiren Village, Jabiren Raya Subdistrict, Pulangpisau District, Central Kalimantan Province. The study experiment design was used Completely Randomized Design (CRD), in four treatments and four replications. The treatments were peatland fertilizer (Pugam), 23

Upload: vocong

Post on 25-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

307

DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET

IMPACT OF PEATSOIL AMELIORATION ON CARBON STOCK OF OIL PALM AND RUBBER PLANTATION

Ai Dariah1, Erni Susanti

2

1 Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor 16114.

2 Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar 1A, Bogor 16111.

Abstrak Ameliorasi lahan gambut selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas

tanah dan menekan emisi gas rumah kaca, diharapkan juga dapat berpengaruh

positif terhadap sekuestrasi karbon oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap peningkatan cadangan

karbon tanaman kelapa sawit dan karet. Penelitian pada lahan gambut dilakukan

di Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi dan Desa

Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau (dengan

tanaman indikator kelapa sawit), serta di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya,

Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (dengan tanaman indikator karet).

Rancangan percobaan yang digunakan pada masing-masing lokasi adalah acak

kelompok, dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan ameliorasi yang

diaplikasikan pada tanaman kelapa sawit adalah (1) pupuk gambut (pupuk yang

diperkaya kation polyvalen), (2) pupuk kandang, (3) tandan buah kosong sawit,

dan (4) kontrol, sedangkan pada tanaman karet adalah (1) pupuk gambut, (2)

pupuk kandang, (3) tanah mineral, dan (4) kontrol. Pengukuran cadangan karbon

dilakukan dengan menggunakan metode nondestructive. Hasil Penelitian

menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut tidak berpengaruh nyata terhadap

peningkatan cadangan karbon tanaman kelapa sawit umur 6 tahun dan karet umur

7 tahun. Setelah 10 bulan dari aplikasi amelioran, penambahan cadangan karbon

tanaman kelapa sawit berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, sedangkan tanaman karet

sekitar 5-11 t/ha.

Kata kunci: Gambut, kelapa sawit, karet, ameliorasi

Abstract The objective of peatland amelioration is to improve soil quality, as well

as to reduce ghg emissions and to increase Carbon sequestration. The study aim’s

was to investigate the effect of peatland amelioration on oil palm and rubber

carbon stock improvement. The researches on oil palm were done in Arang-arang

village, Kumpeh Subdistrict, Muaro Jambi District; and in Seikijang village,

Bandar Seikijang Subdistrict, Pelalawan District. Both the sites are in Jambi and

Riau Province. The study on Rubber was done in Jabiren Village, Jabiren Raya

Subdistrict, Pulangpisau District, Central Kalimantan Province. The study

experiment design was used Completely Randomized Design (CRD), in four

treatments and four replications. The treatments were peatland fertilizer (Pugam),

23

Ai Dariah, Erni Susanti

308

farmyard manure; empty fruit bunch compost, and control (no application). C

stock measurement was done used nondestructive method. The result of the study

showed that peatland amelioration treatments did not have significant effect to

improve C stock on oil palm in 6 years old and 7 years old of rubber. Oil palm and

rubber C stocks improvement were 2.1-2.4 t/ha and 5-11 ton/ha respectively, after

10 months of amelioration application.

Keywords: Peat, oil palm, rubber, amelioration

PENDAHULUAN

Lahan gambut mempunyai sifat mudah rusak (Sabiham dan Sukarman, 2012) dan

umumnya tergolong sesuai marjinal untuk pengembangan berbagai jenis komoditas

pertanian, dengan faktor pembatas utama media perakaran yang bersifat masam dengan

kandungan asam organik yang berada pada tingkat yang meracuni tanaman, miskin unsur

hara, dan drainase yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman (Wahyunto et al., 2013,

Subiksa et al., 2011, Hartatik et al., 2011), sehingga untuk mencapai suatu tingkat

produktivitas yang optimal, selain pemupukan perlu juga dilakukan tindakan ameliorasi.

Kapur, tanah mineral, pupuk kandang, dan abu sisa pembakaran dapat

dimanfaatkan sebagai amelioran tanah gambut, yang utamanya ditujukan untuk

menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan kadar dan ketersediaan basa-basa tanah

(Subiksa et al., 1997; Mario dan Sabiham, 2002; Salampak 1999). Hasil penelitian

Salampak (1999) dan Sabiham (1997) juga menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut

dengan menggunakan bahan alami yang mengandung kation polyvalen seperti terak baja,

tanah mineral laterit, atau lumpur sungai, efektif dalam menanggulangi efek negatif dari

tingginya asam organik.

Permasalahan lainnya yang perlu diantisipasi jika lahan gambut diusahakan untuk

pengembangan pertanian intensif adalah peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat

percepatan pelepasan cadangan karbon (Page et al., 2002; Couwenberg et al., 2010;

Hooijer et al.; 2010), baik cadangan karbon yang tersimpan dalam tanaman maupun

dalam tanah gambut. Drainse merupakan penyebab utama peningkatan laju emisi pada

lahan gambut yang telah diusahakan secara intensif (Hooijer et al. , 2006 dan 2010;

Chimner dan Cooper, 2003, Dariah et al., 2013), faktor managemen lainnya seperti

pemupukan, pengapuran juga bisa meningkatkan emisi GRK (Dariah et al., 2013;

Maswar, 2012; Mikkinen et al., 2007; Silvola et al., 1985, 1996).

Peningkatan emisi GRK akibat alih fungsi hutan gambut menjadi lahan pertanian

merupakan isu lingkungan yang menjadi kendala pengembangan lahan gambut khususnya

gambut tropika untuk pertanian (Hooijer et al. , 2006 dan 2010; Joosten, 2007). Oleh

karena itu, perlu berbagai opsi termasuk tindakan ameliorasi pada lahan gambut yang

mampu menekan tingkat emisi GRK dan meningkatkan sekuestrasi karbon. Beberapa

Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon

309

hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi tanah gambut dengan menggunakan

bahan-bahan yang mengandung kation polyvalen selain mampu menanggulangi efek

negatif dari kadar senyawa organik yang tinggi, juga dapat menurunkan tingkat emisi

GRK dari tanah gambut (Subiksa et al., 2009, 2012). Dampak lainnya dari aplikasi

amelioran yang belum banyak dipelajari adalah dari aspek peningkatan sekuestrasi karbon

oleh tanaman, di antaranya ditunjukan oleh tingkat perubahan cadangan karbon dalam

tanaman sebagai dampak terjadinya perbaikan kualitas tanah. Peningkatan sekuestrasi

karbon oleh tanaman dapat berkontribusi terhadap nilai net emisi dari lahan gambut.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tindakan ameliorasi tanah gambut

terhadap cadangan karbon tanaman kelapa sawit dan karet.

METODOLOGI PENELITIAN

Karakteristik lokasi penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Juni

2014. Penelitian pada lahan gambut dengan tanaman pokok kelapa sawit (umur 5-6 tahun)

dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro

Jambi terletak antara 1040’40.79’’-1

041’00.85’’ LS dan 97

048’48.56’’-97

049’33.63’’BT,

dan Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau

dengan letak koodinat 00020’59,3’’-00

021’05,8’’ LS dan 101

041’15,6’’-101

041’22,9’’ BT.

Penelitian ameliorasi pada lahan gambut dengan tanaman pokok karet (umur 6-7 tahun)

dilakukan di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau,

Kalimantan Tengah, dengan letak koodinat 2030’30’’LS dan 114

009’30’’ BT.

Gambut di Desa Pelelawan, Riau dan Desa Jabiren, Kalimantan Tengah tergolong

gambut sangat dalam, dengan kisaran kedalaman gambut berturut-turut 550-647 meter

dan 500-698 m; sedangkan gambut di Desa Arang-Arang, Jambi tergolong gambut sedang

– dalam dengan kisaran kedalaman gambut 155 – 316 cm (Dariah et al., 2012).

Sample tanah diambil pada kedalam 0-15 cm pada piringan sebelum aplikasi

perlakuan, sehingga sifat kimia tanah yang dihasilkan merupakan sifat inheren atau alami

dari gambut dan/atau akibat pengaruh pengelolaan sebelum perlakuan diaplikasikan. Hasil

analisis tanah gambut (Tabel 1) pada lokasi penelitian di Riau menunjukkan bahwa

tingkat ketersediaan hara dalam tanah di piringan pokok tanaman kelapa sawit cukup

besar, dicirikan oleh status hara P berkisar sedang sampai tinggi, hara K sedang. Hara P

dan K tersedia juga tergolong tinggi, sedangkan hara kalsium dan magnesium tergolong

sedang.

Ai Dariah, Erni Susanti

310

Tingkat kesuburan tanah gambut di Jambi relatif lebih baik dibandingkan dengan

tanah gambut di Riau, di antaranya dicirikan jumlah basa (Ca dan Mg) pada lahan gambut

di Jambi lebih tinggi dibanding Riau. Kandungan P potensial (P2O5 ekstrak HCl 25%)

juga lebih tinggi, meskipun kandungan P tersedia (P2O5 Bray) relatif lebih rendah

dibanding tanah gambut pada lokasi penelitian di Riau. Tingkat kesuburan gambut di

Jambi yang relatif baik kemungkinan disebabkan ketebalan gambut di Jambi relatif

dangkal, sehingga tanah gambut sudah terpengaruh lapisan tanah mineral di bawahnya.

Kandungan senyawa humat (yang merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan

tanaman di lahan gambut), pada tanah gambut di Jambi relatif lebih rendah dibanding di

Riau.

Kesuburan tanah gambut di Kalimantan Tengah relatif lebih rendah dibanding

gambut di Riau maupun Jambi, khususnya ditinjau dari kandungan unsur P dan K (baik

potensial maupun tersedia). Kandungan basa-basa (ditunjukkan oleh kanduang Ca dan

Mg) dan kejenuhan basa pada tanah gambut di Kalimantan Tengah juga relatif lebih

rendah dibanding gambut di Jambi dan Riau. Berdasarkan nilai CN ratio, kematangan

gambut pada lokasi penelitian di Kalimantan Tengah relatif sama dibanding gambut

Jambi. Sementara gambut Riau mempunyai CN ratio yang relatif lebih rendah (tingkat

kematangan relatif lebih rendah).

Tabel 1. Sifat kimia tanah gambut di tiga lokasi penelitian

Parameter Riau Jambi Kalteng

Ph

C organik (%)

N total (%)

C/N

Humat

P2O5 HCl 25% (mg/100 g)

K2O HCl 25% (mg/100 g)

P2O5 Bray (ppm)

K2O Morgan (ppm)

Ca (Cmolc/kg)

Mg (Cmolc/kg)

K (Cmolc/kg)

Na (Cmolc/kg)

Jumlah Nilai Tukar Kation (Cmolc/kg)

KTK (Cmolc/kg)

KB (%)

Al KCl 1N

H KCL 1N

Fe Dithionit

Al Dithionit

3,16

38,08

1,55

28

20,82

38,86

49,30

220,5

333,79

9,16

1,7

0,39

1,0

13,2

85,5

18,11

3,75

4,87

0,08

0,17

3,70

39,48

0,85

49

10,57

42,2

25,05

139,51

241,06

12,52

2,85

0,47

0,66

16,49

107,09

15,5

0,77

4,53

0,12

0,03

3,38

33,60

1,10

43

11,57

21,07

17,50

58,6

124,38

6,20

2,4

0,2

0,5

9,3

80,6

9,2

1,49

5,73

0,07

0,17

Sumber: BBSDLP (unpublish)

Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon

311

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan

tiga ulangan, jenis amelioran yang diuji pada lahan gambut dengan tanaman utama kelapa

sawit adalah pupuk gambut (Pugam), pupuk kandang (Pukan), tandan buah kosong

(Tankos) sawit, dan kontrol (tanpa amelioran) sebagai pembanding. Pada lahan gambut

dengan tanaman pokok karet, amelioran yang digunakan sama dengan di kelapa sawit,

namun perlakuan tandan buah kosong sawit diganti dengan tanah mineral. Hasil analisis

amelioran yang digunakan disajikan pada Tabel 2. Pugam merupakan pupuk yang telah

diperkaya kation polyvalen. Hasil analisis menunjukan kandungan kation polyvalen (Fe,

Mn, Cu, Zn, Al, B, Pb, dan Cd) pada Pugam jauh lebih tinggi dibanding pada pukan,

tankos, dan tanah mineral. Kandungan kation polyvalen pada tankos lebih rendah

dibanding pukan. Kandungan P, Ca, Mg, dan S pada pugam juga lebih tinggi dibanding

pukan, tankos, dan tanah mineral. Kandungan N pada Pugam lebih rendah dibanding

pukan dan tankos.

Tabel 2. Hasil analisis amelioran yang digunakan dalam penelitian

Parameter Unit Pugam Pukan Kompos Tankos Tanah mineral

pH H2O (1:5) 8,6 8,5 7,0 4,6

Kadar Air % 3,8 70,08 55,89 7,6

As. Humat % - 1,37 1,43

As. Fulfat % - 1,60 2,42

Asam Humat % - 4,48 6,66

C-Organik % - 6,13 19,23 0,38

N-Organik % - 0,40 1,54

NH4 % - 0,06 0,15

NO3 % - 0,03 0,08

Total % - 0,49 1,77 0,05

C/N % - 12 11 7,6

P2O5 % 13,15 0,56 4,75 -

K2O % 0,08 0,49 0,45 -

Ca % 18,9 0,72 1,29 -

Mg % 6,53 0,33 0,80 -

S % 0,56 0,10 0,20 -

Fe Ppm 9460 412 Td 1890

Mn Ppm 5608 47 39 1102

Cu Ppm 1008 3 17 -

Zn Ppm 1633 46 47 -

Al Ppm 6920 Td Td 1700

B Ppm 686 40 3 -

Pb Ppm 17,3 Td Td -

Cd Ppm 1,6 Td Td -

As Ppm Td 0,7 0,8 -

Mo Ppm Td Td Td -

Hg Ppm Td 0,1 0,0 -

Sumber: Subiksa et al. (2013)

Ai Dariah, Erni Susanti

312

Pemberian atau aplikasi amelioran dilakukan setiap enam bulan, bersamaan dengan

aplikasi pupuk. Amelioran diaplikasikan dalam piringan selebar tajuk pohon (diameter

sekitar dua meter). Dosis amelioran pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel

3. Pupuk dasar yang diberikan pada tanaman kelapa sawit, selain pupuk NPK (urea, SP-

36, dan KCl), diberikan juga kieserit dan pupuk mikro Cu, Zn, dan Borak. Pupuk dasar

untuk tanaman kelapa sawit diberikan pada semua perlakuan, kecuali perlakuan yang

diberi perlakuan Pugam tidak diberi pupuk dasar P dalam bentuk SP-36, karena dalam

amelioran Pugam sudah terkandung unsur P yang bersumber dari fosfat alam. Pupuk

dasar yang diberikan pada tanaman karet adalah pupuk urea, SP-36, dan KCl, diberikan

setiap 6 bulan, sehingga selama penelitian diberikan sebanyak dua kali. Pupuk

diaplikasikan dengan cara disebar dalam piringan dan diaduk sampai kedalaman sekitar

10 cm dengan menggunakan garpu kebun. Jenis dan dosis pupuk dasar tanaman kelapa

sawit dan karet disajikan Pada Tabel 4.

Tabel 3. Dosis amelioran pada masing-masing perlakuan dan per tahap pemberian.

Perlakuan

Pemberian Amelioran (kg/pohon)

Ameliorasi ke 1 Ameliorasi ke 2**

Tanaman kelapa sawit (Gambut Riau dan Jambi)

Kontrol PUGAM *

Pupuk Kandang

Tandan kosong sawit

- 5

10

15

- 3

6

9

Tanaman karet (Gambut Kalimantan Tengah)

Kontrol

PUGAM*

Pupuk Kandang Tanah mineral

-

2.0

4.0 6.0

-

1.0

2.0 3.0

Keterangan: * tanpa SP 36 dan pupuk mikro, ** 6 bulan setelah ameliorasi ke 1

Tabel 4. Jenis dan dosis pupuk tanaman kelapa sawit

Tanaman:

Jenis pupuk

Pupuk dasar (kg/pohon)

Pemupukan ke-1 Pemupukan ke-2**

Kelapa sawit:

Urea

SP-36*

KCl

Kiserit

CuSO4

ZnSO4

Borax

2

2

2.5

1.2

0.15

0.15

0.30

2

2

2.5

-

-

-

-

Tanaman Karet:

Urea

SP-36 *

KCl

0.25

0.20

0.25

0.25

0.20

0.25

*Tanaman yang diberi perlakuan Pugam tidak diberi pupuk SP-36, ** 6 bulan setelah pemupukan pertama

Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon

313

Pengamatan cadangan karbon

Pengukuran cadangan karbon yang pertama dilakukan sekitar 1-2 minggu sebelum

aplikasi amelioran, data hasil pengukuran pertama digunakan sebagai data baseline

cadangan karbon tanaman (kondisi cadangan karbon sebelum diberi perlakuan

ameliorasi). Pengukuran kedua, yang ditujukan untuk mempelajari efek dari ameliorasi

dilakukan sekitar 10 bulan setelah pengukuran pertama, atau sekitar 10 bulan setelah

aplikasi amelioran yang pertama dan sekitar 3,5 bulan setelah aplikasi amelioran yang

kedua). Pengukuran cadangan karbon tanaman kelapa sawit (di Riau dan Jambi)

dilakukan dengan menggunakan metode non destructif (tanpa pengrusakan), parameter

yang diukur untuk mengestimasi berat kering biomas tanaman kelapa sawit adalah tinggi

tanaman yang diukur dari pangkal pohon bagian bawah (sejajar dengan permukaan tanah)

sampai ujung pohon bagian atas (sejajar dengan tandan buah paling bawah). Pengukuran

tinggi tanaman kelapa sawit dilakukan pada setiap petak perlakuan (masing-masing plot

dipilih secara acak 8 tanaman contoh). Parameter yang diukur untuk mengestimasi berat

kering biomas tanaman karet (di Kalimantan Tengah) adalah lingkar batang tanaman

setinggi dada (sekitar 1,3 m dari permukaan tanah). Pengukuran lingkar batang tanaman

karet dilakukan pada setiap plot perlakuan (masing-masing dipilih secara acak 10 tanaman

contoh).

Berat kering biomas tanaman kelapa sawit dihitung dengan menggunakan

persamaan allometrik yang dikembangkan oleh ICRAF, sebagai hasil kegiatan carbon

footprint on Indonesian oil palm production, yaitu sebagai berikut :

BK = (0.0976*H)+0.0706,

dimana: BK=berat kering tanaman dalam ton/pohon, H=tinggi pohon dalam meter.

Berat kering tanaman karet diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik

yang khusus dikembangkan untuk pohon bercabang (Ketterings, 2001), yaitu:

BK= 0.11ρD2.62

,

dimana: BK=;berat kering (kg/pohon); ρ= berat jenis kayu (g/cm3); dan D=diameter

pohon dalam cm.

Penghitungan cadangan karbon dalam tanaman dilakukan dengan menggunakan

persamaan berikut:

Cadangan karbon tanaman = 0,46*Berat kering biomas,

Angka konversi 0,46 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan C dalam biomas

adalah sekitar 46% (Kurniatun, 2007, Susanti et al., 2010).

Analisis data dilakukan secara statistik terhadap variabel yang diamati,

menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau uji keragaman dengan selang

Ai Dariah, Erni Susanti

314

kepercayaan 95%. Untuk melihat pengaruh beda nyata dari peubah akibat perlakuan

dilakukan uji jarak berganda Duncan (DMRT= Duncan Multiple Range Test) pada taraf

5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap perubahan cadangan karbon tanaman

kelapa sawit

Pengukuran cadangan karbon yang dilakukan sebelum perlakuan ameliorasi (Tabel

5) menunjukkan bahwa pada umur yang relatif sama, rata-rata cadangan karbon pada

tanaman kelapa sawit di Jambi adalah 10,2-10,7 t/ha, relatif lebih tinggi dibanding

cadangan karbon tanaman sawit di Riau (9,1-9,7 t/ha). Umur tanaman sawit di kedua

lokasi tersebut relatif sama, yaitu sekitar 6 tahun. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh

perbedaan tingkat kesuburan tanah gambut di dua lokasi penelitian ini, hasil analisis tanah

(Tabel 1) menunjukkan tingkat kesuburan tanah gambut di Jambi relatif lebih baik

dibading gambut di Riau.

Berdasarkan hasil analisis statistik, rata-rata cadangan karbon antar plot perlakuan

sebelum aplikasi bahan Hasil amelioran, baik di Jambi maupun Riau, tidak menunjukan

perbedaan nyata (dengan nilai CV<10%), artinya sebelum perlakuan keragaman cadangan

karbon antar plot relatif rendah (Tabel 5). Sepuluh bulan setelah perlakuan, data hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemberian amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap

cadangan karbon tanaman kelapa sawit di dua lokasi penelitian (Riau dan Jambi), rata-rata

penambahan cadangan karbon di Riau berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, dan rata-rata cadangan

karbon menjadi berkisar antara 11,2-11,9 t/ha (CV < 10%). Peningkatan cadangan karbon

di Jambi berkisar antara 1,6-2,2 t/ha (CV <10%), sehingga rata-rata cadangan karbon di

lokasi ini menjadi 12,1-12,8 t/ha (Tabel 5). Berdasarkan hasil penelitian ini, pemberian

amelioran belum berkontribusi dalam meningkatkan sekuestrasi karbon oleh tanaman

kelapa sawit.

Tabel 5. Perubahan cadangan karbon tanaman kelapa sawit sebagai pengaruh perlakuan

ameliorasi pada lahan gambut di Riau dan Jambi

Perlakuan

Cadangan karbon (t/ha)

Sebelum perlakuan 10 bulan

setelah perlakuan Delta selama 9 bulan

rerata Std dev. Rerata Std dev. Rerata Std dev.

Lokasi Desa Lubuk Ogong, Kec.Bandar Seikijang, Kab. Pelalawan, Riau

Kontrol Pupuk gambut

Pupuk kandang

Tandan kosong

9,57a* 9,17a

9,59a

9,67a

1,03 0,71

0,88

1,01

11,79a 11,59a

11,59a

11,21a

1,62 0,51

1,08

1,25

2,22a 2,42a

2,00a

2,14a

0,97 0,64

0,28

1,06

CV 7,7 - 11,1 - 34,9 -

Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon

315

Perlakuan

Cadangan karbon (t/ha)

Sebelum perlakuan 10 bulan

setelah perlakuan Delta selama 9 bulan

rerata Std dev. Rerata Std dev. Rerata Std dev.

Lokasi Desa Arang-Arang, Kec. Kumpeh, Kab. Muaro Jambi

Kontrol

Pupuk gambut

Pupuk kandang Tandan kosong

10,20a

10,72a

10,49a 10,53a

1,31

1,83

1,73 1,37

12,01a

12,82a

12,64a 12,13a

1,37

2,42

1,93 1,52

1,81a

2,11a

2,15a 1,62a

0,36

0,82

0,62 0,55

CV 7,0 - 7,9 - 27,5 -

*Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT

Pengaruh ameliorasi tanah gambut terhadap perubahan cadangan karbon tanaman

karet

Hasil baseline cadangan karbon (pengukuran sebelum perlakuan) pada tanaman

karet menunjukkan bahwa cadangan karbon tanaman karet umur 7 tahun berkisar antara

31-35 t/ha. Pada umur yang relatif sama, cadangan karbon pada tanaman karet hampir tiga

kali lebih besar cadangan karbon tanaman sawit. Berdasarkan hasil pengujian statistik

sebelum perlakuan ameliorasi, cadangan karbon tanaman karet antar plot perlakuan tidak

berbeda nyata, artinya keragaman cadangan karbon antar plot sebelum perlakuan

tergolong rendah (Tabel 6).

Aplikasi bahan amelioran ternyata juga tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap peningkatan cadangan karbon pada tanaman karet (Tabel 6). Rata-rata cadangan

karbon tanaman karet menjadi berkisar antara 37-44 t/ha. Tingkat perbedaan penambahan

cadangan karbon sebenarnya cukup tinggi yaitu berkisar berkisar 5,1-10,7 ton/ha. Nilai

CV yang relatif tinggi menyebabkan secara statistik menjadi tidak berbeda nyata.

Tidak berkontribusinya perlakuan amelioran terhadap cadangan karbon tanaman,

juga kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain yang lebih dominan berpengaruh

terhadap cadangan karbon tanaman. Aplikasi pupuk merupakan faktor yang bisa

berpengaruh lebih dominan, yang mana dosis pupuk yang digunakan pada semua

perlakuan sudah tergolong optimal termasuk pada perlakuan kontrol. Jangka waktu 10

bulan juga kemungkinan terlalu pendek untuk dapat melihat dampak dari ameliorasi

gambut terhadap cadangan karbon tanaman. Namun demikian, meskipun dalam hal ini

amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap cadangan karbon, diharapkan fungsi

lainnya dari bahan amelioran misal dalam menekan emisi atau meningkatkan

produktivitas tanaman (hasil panen) dapat menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil

penelitian Dariah et al. (2013) di Siak, Riau menunjukkan potensi amelioran dengan

bahan aktif kation polyvalen dalam menekan emisi GRK dari lahan gambut yang dikelola

secara intensif.

Ai Dariah, Erni Susanti

316

Tabel 6. Perubahan cadangan karbon tanaman Karet sebagai pengaruh perlakuan

ameliorasi pada lahan gambut di Jabireun, Kalimantan Tengah

Perlakuan

Cadangan karbon (t/ha)

Sebelum perlakuan 10 bulan

setelah perlakuan Delta selama 10 bulan

Rerata Std dev. Rerata Std dev. rerata Std dev.

Kontrol

Pupuk gambut

Pupuk kandang

Tanah Mineral

30,63a*

35,23a

31,31a

34,20a

3,55

0,88

5,63

5,72

41,33a

44,30a

36,52a

41,22a

7,04

2,70

4,28

4,47

10,70a

9,08a

5,15a

6,72a

7,22

2,31

1,39

4,87

CV 13,01 - 13,39 - 46,47 -

*Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT

KESIMPULAN

Ameliorasi tanah gambut dengan menggunakan pupuk gambut (Pugam), pupuk

kandang (Pukan), tandan buah kosong (takos) sawit dan tanah mineral tidak berpengaruh

nyata terhadap tingkat sekuestrasi karbon oleh tanaman karet dan kelapa sawit,

ditunjukkan oleh rata-rata cadangan karbon antar perlakuan yang tidak berbeda nyata.

Tingkat penambahan cadangan karbon tanaman kelapa sawit 10 bulan dari aplikasi

amelioran berkisar antara 2,1-2,4 t/ha, sedangkan perubahan cadangan karbon tanaman

karet sekitar 5-11 t/ha. Meskipun tidak berpengaruh terhadap sekuestrasi karbon oleh

tanaman, penambahan amelioran diharapkan bisa berdampak posistif terhadap

pengurangan emisi dan peningkatan hasil panen.

DAFTAR PUSTAKA

Chimner, R. A., and D. J. Cooper. 2003. Influence of water table position on CO2

emissions in a Colorado subalpine fen: An in situ microcosm study. Soil Biology

and Biogeochemistry. 35: 345–351.

Couwenberg, J., R. Dommain,and H. Joosten. 2010. Greenhouse gas fluxes from tropical

peatswamps in Southeast Asia. Global Change Biology. 16 (6): 1715-1731.

DOI: 10.1111/j.1365-2486.2009.02016.x.

Dariah, A, E. Susanti, dan F. Agus. 2012. Basele Survey: cadangan karbon pada Lahan

gambut di Lokasi Demplot Penelitian ICCTF (Riau, Jammbi, Kalimantan

Tengah, dan Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan

Gambut Berkelankutan, Bogor 4 Mei 2012

Dariah, A., E. Susanti, Jubaedah, Wahyunto. 2013. Relationship between sampling

distance on carbon dioxide emission under oil palm plantation. Jurnal Tanah

Tropika.

Dariah, A., Jubaedah, Wahyunto, dan J. Pitono. 2013. Pengaruh tinggi muka air saluran

drainase, pupuk, dan amelioran terhadap emisi CO2 pada perkebunan kelapa

Dampak Ameliorasi Tanah Gambut Terhadap Cadangan Karbon

317

sawit di lahan gambut. Jurnal Penelitian Tanaman Industri (Industrial Crops

Research Journal). 19 (2): 66-71.

Hartatik, W., I G.M. Subiksa, dan A. Dariah. 2011. Sifat kimia dan fisika lahan gambut .

Hlm. 45-57 dalam Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Besar

Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementrian

Pertanian. Jakarta.

Hooijer, A., M, Silvius, H, Wosten and S. Page. 2006. PEAT CO2, Assessment of CO2

Emission from drained peatland in SE Asia. Wetland International and Delft

Hydraulics report Q3943.

Hooijer,A, S. Page, J.G. Cadadell, M. Silvius, J. Kwadijk, H. Wostendan, J. Jauhiainen. .

2010. Current and future CO2 emissions from drained peatlands in Southeast

Asia. Biogeosciences, 7: 1505–1514.

Joousten, H. 2007. Peatland and carbon. pp. 99-117 in Paris, F., A. Siri, D. Chapman, H.

Joosten, T. Minayeva, and M. Silvius (Eds.). Assesment on Peatland,

Biodiversity, and Climate Change. Global Environmental Center. Kuala Lumpur

and Wetland International. Wageningen.

Mario, M.D. dan S. Sabiham. 2002. Penggunaan tanah mineral yang diperkaya bahan

berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dalam meningkatkan produksi dan

stabilitas lahan gambut. J. Agroteknos 2 (1):35-45.

Maswar. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk NPK terhadap kehilangan karbon pada lahan

gambut yang didrainase. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan gambut

Berkelanjutan. Bogor, 4 Mei 2012. Hlm.171-178.

Minkkinen, K., J. Laine, N.J. Shurpali, P. Makiranta, J. Alm.,and T. Pentilla. 2007.

Heterotropic soil respiration in forestry-drained peatland. Boreal Environment

Research. 12:115-126.

Page, S.E, F. Siegert, F, J.O. Rieley, H.D.V. Boehm, A. Jaya dan S.H. Limin. 2002. The

amount of carbon released from peat and forest fire in Indonesia during 1991.

Nature 420:61-65.

Sabiham, S. T.B. Prasetyo, dan S. Dohong. Phenoloc acid in Indonesia peat. pp. 289-292

in Rieley and Page (Eds). Biodiversity and Suatainability of Tropical Peat and

Peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan UK.

Sabiham, S. dan Sukarman. 2012. Pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan kelapa

sawit. Dalam Husen et al. (Eds.). Hlm. 1-17. Dalam Prosiding Seminar Nasional

Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Badan Litbang Pertanian. Kementrian

Pertanian. Bogor, 4 Mei 2012.

Salampak. 1999. Peningkatan produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan

pemberian bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. Disertasi

Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Silvola, J., J. Valijoki, AndH. Aaltonen. 1985. Effect of draining and fertilization on soil

respiration at three ameliorated peatland site. Acta For. Fem. 191:1-32.

Ai Dariah, Erni Susanti

318

Silvola, J., J. Alm, U. Aklholm, H. Nykanen, and P.J. Martikainen. 1996. CO2 fluxes from

peat in boreal mires under varying temperature and moisture condition. J. Ecol.

84:219-228.

Subiksa, I G.M. dan I P.G. Wijaya-Adhi. 1998. Perbandingan pengaruh amelioran untuk

meningkatkan produktivitas lahan gambut. Hlm 119-132 dalam Prosiding

Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Bogor, 10-12 Febriari 1998.

Subiksa, I G.M., hartatik, dan F. Agus. 2011. Pengelolaan lahan gambut secara

berkelanjutan. Hlm. 73-88 Dalam Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Kementrian Pertanian. Jakarta

Wahyunto dan A. Dariah. 2013. Pengelolaan lahan gambut tergedradasi dan terlantar

untuk mendukung ketahanan pangan. Dalam Politik Pengembangan Pertanian

Menghadapi Perubahan Iklim (Eds:Haryono et al.). Hlm. 329-348. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.