dakwah islam dan masyarakat indonesia: dr. afifi

Download Dakwah Islam Dan Masyarakat Indonesia: Dr. Afifi

If you can't read please download the document

Upload: arif-abdullah

Post on 11-Jun-2015

3.169 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang ilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir dan bersikap serta bertindak manusia, baik secara individual maupun sosial dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.

TRANSCRIPT

Afifi Fauzi Abbas, Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia

DAKWAH ISLAM DAN MASYARAKAT INDONESIA1Oleh : Drs.Afifi Fauzi Abbas, MA LATAR BELAKANG PEMIKIRAN Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir dan bersikap serta bertindak manusia, baik secara individual maupun sosial dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu. Secara umum eksistensi dakwah Islam senantiasa bersentuhan dan berhubungan dengan kenyataan yang mengitarinya. Dalam perspektif sejarah, pergumulan dakwah Islam dengan kenyataan sosio kultural menjumpai dua kemungkinan: Pertama : dakwah Islam mampu memberikan output (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan dalam arti memberi dasar filosofi, arah, dorongan dan pedoman perubahan masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial baru. Kedua : dakwah Islam dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam arti eksistensi, corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualitas dakwah ditentukan oleh sistem sosio kultural. Dalam kemungkinan yang kedua ini, sistem dakwah dapat bersifat statis atau ada dinamika dengan kadar yang hampir tidak berarti bagi perubahan sosio kultural. KECENDRUNGAN SEJARAH Sepanjang sejarah Indonesia, kemungkinan-kemung kinan tersebut melekat secara silih berganti. Ketika dakwah Islam mulai menampakan wajahnya hingga terbentuk kesatuan sosio kultural yang bercorak Islam di Nusantara, ternyata telah dapat menciptakan realitas baru walaupun tidak mendasar dan menyeluruh. Saat ini pembangunan di Indonesia telah menuju ke tahap industrialisasi, sedangkan rasio Sumber Daya Insaninya belumlah memadai sekali, baik proporsi maupun kualitasnya, sehingga kemungkinan timbulnya letupan-letupan

Makalah disampaikan pada acara Konferensi International Dakwah dan Media Masa, di Tripoli, Libia, 20-23 Maret 1998.1

1

Afifi Fauzi Abbas, Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia

atau ledakan-ledakan baik yang berbentuk kezaliman, kemungkaran, kefasikan bisa saja terjadi. Maka agama, khususnya Islam, mempunyai tugas dan fungsi yang besar sekali, sekurang-kurangnya sebagai lokomotif. Islam mampu menjadi lokomotif ganda, di pangkal dan ujung rangkaian gerbong pembangunan nasional Indonesia. Sebab pada dasarnya Islam memang berfungsi untuk memberikan kesejahteraan pada manusia di dunia maupun di akhirat kelak. Namun kita sadari bahwa kehidupan manusia dewasa ini sedang dilanda gelombang kepuasan material yang dapat menggoyahkan kebahagiaan spiritual. Untuk itu sesuai dengan prinsip-prinsip dakwah yang menghendaki kebijaksanaan, maka usaha-usaha positif serta metode dakwah yang tepat perlu untuk dilakukan. Dengan demikian kita akan memperoleh hasil yang optimal dan dapat menghindari dampak negatifnya, sehingga misi kekhalifahan kita segera dapat diwujudkan. Hal ini akan tercermin dari output dakwah, baik pada profil individu maupun kelompok. Maka dari itu metode, sasaran maupun input dakwah telah difokuskan atau diorientasikan kepada kelompok dimaksud terlebih-lebih kepada masyarakat industri. Sejarah modern, termasuk sejarah Indonesia, ditandai oleh beberapa kecendrungan pokok, yaitu kemajuan ilmu dan teknologi, industrialisasi, birokratisasi dan pragmatisme. Kemajuan ilmu dan teknologi mempunyai implikasi sosial yang luas.

Rasionalisasi dan sekularisasi adalah gejala yang sewajarnya dari perkembangan ilmu dan teknologi. Ini berarti bahwa nilai-nilai agama, etika, moral dan estetika cendrung untuk tunduk kepada tuntutan rasionalisasi dan sekularisasi. Industrialisasi menuntut supaya efisiensi menjadi pusat orientasi masyarakat. Industri meminta adanya sentralisasi dari perencanaan, kepatuhan kepada perencanaan, dan perhitungan output yang teliti. Faktor-faktor produksi, termasuk manusianya, harus mengadakan akomodasi dengan perencanaan sentral dan sangup menjadi bagian yang setia dengan proses produksi itu. Terjadilah otomatisasi kehidupan sosial. Birokratisasi terjadi di semua sektor kehidupan, bukan saja pabrik, tetapi juga pemerintahan, sekolah, rumah sakit dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Untuk masuk dalam birokratisasi perlu persyaratan-persyaratan tertentu. Orang dapat diasingkan dari masyarakat jika tidak memenuhi syarat-syarat masyarakat birokratis.

2

Afifi Fauzi Abbas, Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia

Pragmatisme mendorong supaya orang hanya mementingkan kegunaan sesuatu dan bukan maknanya. Tujuan-tujuan akhir dari hidup tidak akan diakui jika tidak ada hubungannya dengan survival dari manusia. Nilai-nilai hanya bermanfaat jika memberikan kegunaan material bagi manusia.

SIKAP DAKWAH Dalam konteks sosial, kecendrungan sejarah seperti itu bagaimana sikap dakwah Islam menghadapinya ? Jawaban terhadap pertanyaan ini akan menentukan kebijaksanaan dakwah Islam. Dakwah dapat bersikap positif dalam arti menguatkan kecendrungan itu. Akan tetapi dakwah juga dapat besikap negatif dalam arti menolak atau bersikap ahistoris dalam arti berada di atas kejadian-kejadian sejarah. Kiranya dalam sejarah umat manusia, Islam pernah memainkan peranan yang amat menentukan ketika ia membangkitkan ilmu-ilmu empiris yang membawa kemajuan-kemajuan kepada dunia sampai sekarang. Jika orang mengatakan dunia modern adalah anak dari renaisance Eropa, orangpun harus ingat bahwa renaisance itu adalah anak dari perkembangan ilmu pengetahuan Islam zaman klasik. Dengan logika sejarah ini kita memahami dunia modern adalah sebagai kelanjutan dari sejarah peradaban yang dibangun oleh Islam. Untuk menghadapi masalah-masalah ke depan diperlukan pemikiran yang jernih dan menyeluruh. Itu berarti akan menentukan metode dakwah kita, yang bukan saja ditujukan untuk membentuk pribadi-pribadi muslim yang sanggup bertahan terhadap benturan-benturan sejarah, tetapi juga harus sanggup menciptakan sebuah dunia yang sesuai dengan gambaran Islam. Sikap dakwah secara makro ini selanjutnya harus pula disertai dengan pemikiran dakwah secara mikro dengan mempertimbangkan masalah yang konkrit, seperti perbedaan lingkungan, kelas sosial, budaya, kecerdasan, usia dsb. PERKEMBANGAN KEAGAMAAN Sementara akidah Islam tidak berubah, bangunan keagamaan dan pelembagaannya berkembang secara substansial. Misalnya saja timbul ilmu tafsir dan ilmu-ilmu bantunya sebagai puncak dari usaha manusia untuk memahami kembali agama, adalah contoh bagaimana bangunan keagamaan itu berkembang. Perkembangan substansial lainnya adalah pelembagaan agama ke dalam badanbadan kemasyarakatan, seperti gerakan-gerakan tarekat, lembaga politik dan lembaga-

3

Afifi Fauzi Abbas, Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia

lembaga pendidikan. Perkembangan itu substansial sifatnya, sebab jaring-jaring agama yang semula sederhana sifatnya menjadi lebih luas, yang semula hanya bersifat umum menjadi lebih terinci. Perkembangan ini adalah hasil dinamika, prinsip gerak dari Islam dan pertemuannya dengan dunia sekitar. Bentuk lain dari perkembangan itu ialah penciptaan sumber-sumber, perkembangan dan pembaharuan simbolikal, seperti tumbuhnya sastra Islam, penulisan sejarah, seni dll. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak menambah bangunan keagamaan, tetapi melambangkan kehidupan beragama, sebagai warna yang menghias sebuah bangunan. Simbol-simbol tersebut lebih banyak menarik perhatian sebagai sarana komunikasi. CORAK KEAGAMAAN Untuk menyoroti gejala-gejala keagamaan di Indonesia, baik yang substansial maupun yang simbolikal, diperlukan konsep tentang corak keagamaan, yaitu bagaimana agama itu dihayati, dinampakan keluar dan dilaksanakan dalam perbuatan. Variasi-variasi muncul karena pengaruh lingkungan, ekologis, sosial dan kultural. Secara tipologis corak keagamaan dapat digolongkan kedalam penekanan-penekanan ajaran-ajarannya. Penonjolan satu segi lebih dari segi lainnya adalah alasan mengapa satu corak itu timbul. Corak pertama adalah esoteris. Penonjolan segi esoteris, yaitu suasana asyik maksyuk pada hubungan antara manusia dan Allah, menjadikan tipe ini beroleh pengikut. Sufisme dan pelembagaannya dalam terekat adalah contoh jelas bagaimana hubungan vertikal itu menjadi amat penting dalam kehidupan agama. Beberapa gejala sosial yang timbul adalah adanya hirarki orang-orang saleh, hubungan yang rapat antara guru dan murid, solidaritas sosial dan keagamaan yang kuat sesama warga tarekat, mengakibatkan tertutupnya ruang lingkup sosial dan keagaman kaum sufi, karena perbuatan ke dalam (ke dalam jiwa dan ke dalam kelompok)l ebih penting daripada perbuatan ke luar kehidupan sosial. Corak kedua adalah estetis, yaitu yang mementingkan aspek emosi. Kepuasan perasaan beragama timbul dari akibat nyanyi bersama, mengadakan upacara-upacara dan hubungan personal sesama umat. Jika sikap khusyuk adalah ciri dari sufisme, maka sikap haru adalah ciri dari corak estetis. Jika sufisme itu personal sifatnya, maka corak estetis itu bersifat interpersonal. Lingkup sosial menjadi terbuka dan dapat dengan mudah nampak dari luar. Hasil dari hubungan dengan sesama warga didukung oleh keharusan untuk selalu bersama yaitu perasaan komunal.

4

Afifi Fauzi Abbas, Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia

Corak ketiga adalah etis, yaitu yang mementingkan urusan kemasyarakatan sebagai perwujudan langsung dari cita-cita tertib dan susila agama. Ia terbuka luas ke luar dan bersifat ekspansif. Mengurus persoalan umat dan manusia tidak saja sebagai unit keagamaan, tetapi juga sebagai unit sosial. Tipe ini melahirkan pribadi-pribadi rasional yang mampu membangun organisasi-organisasi sosial, politik, ekonomi dll. Umat tidak lagi sebagai satuan rasa, tetapi merupakan satuan urusan. Waktu yang dipergunakan untuk mengolah rasa diperpendek untuk disalurkan guna kepentingan kemasyarakatan. Bukan komunalisme yang dipentingkan tetapi tanggung jawab peroranganlah yang menjadi dasar masyarakat. STRATEGI DAKWAH KE DEPAN Lima tahun lagi kita akan memasuki milenium ketiga dalam sejarah. Memperhatikan gejala gejala yang timbul saat ini agaknya masa itu akan dipenuhi dengan suatu tata kehidupan industri dan informasi. Di Indonesia yang diperlukan sekarang ialah perkembangan dan pembaharuan fungsional, yaitu usaha untuk mengarahkan sarana-sarana substansial dan simbolikal untuk kebutuhan mendesak umat dewasa ini. Bukannya mengubah bangunan dan lambang-lambangnya, tetapi cukup mengatur gerak operasionalnya. Oleh karena masyarakat Indonesia amat beragam, usaha dakwah tentu pula beragam. Ada cara tersendiri untuk setiap kelompok sosial, seperti masyarakat kota dan masyarakat pedesaan, masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah, kaum intelektual dan orang awam, generasi muda dan keluarga, kaum dlu'afa dan muallaf, non muslim dan masyarakat khusus. Sebagai ajaran yang konprehensif Islam mencakup semua lini dan sektor kehidupan, karena itu dakwah juga melalui semua sektor kehidupan. Tak ada satu sektorpun dalam kehidupan ini yang tidak perlu memperoleh dakwah. Berbagai macam cara yang sah dan halal untuk itu telah ditempuh. Pengalaman Persyarikatan Muhammadiyah misalnya, telah berupaya semaksimal mungkin dengan mendayagunakan seluruh majlis dan bagian yang ada untuk difungsikan sebagai kepanjangan tangan persyarikatan Muhammadiyah dalam mengembangkan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar. Lembaga atau biro sengaja dibentuk untuk lebih mengefektifkan eperasionalisasi tugas dakwah. Majlis, Bagian dan lembaga ini secara struktural dan fungsional melakukan berbagai kegiatan dakwah antara lain:

5

Afifi Fauzi Abbas, Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia

1. Meningkatkan penyiaran Islam baik kuantitas maupun kualitas melalui berbagai saluran dan media (media massa cetak maupun elektronik) kepada berbagai lingkungan sosial masyarakat seperti melalui penyiaran langsung melalui surat kabar, majalah, jurnal, buku, radio dan televisi. Pemanfaatan program televisi ceramah/pengajian, pragmen/drama dsb). 2. Peningkatan penyiaran Islam secara khusus di tempat-tempat keramaian, seperti di pasar-pasar, pusat perbelanjaan, stasiun, airport, tempat-tempat rekreasi, sekolah-sekolah, kampus-kampus dan tempat-tempat kegiatan massal lainya. 3. Peningkaan penyiaran Islam di daerah pedesaan dan di daerah suku-suku terasing sesuai dengan permasalahan, kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh masayarakatnya. 4. Peningkatan fungsi masjid dan sarana-sarana dakwah lainnya sebagai pusat kegiatan penyiaran Islam secara terprogram dan terkoordinasi, 5. Peningkatan pembinaan mubaligh/da'i yang memiliki semangat, integritas, dan wawasan pemikiran dalam melaksanakan dakwah Islam. 6. Pemanfaatan komputer untuk jaringan dakwah bagi seluruh Pimpinan Daerah Muhammadiyah se Indonesia. 7. Pengembangan Pusat Pelayanan Dakwah di Muhammadiyah di Indonesia. Perguruan-Perguruan Tinggi

8. Dll Demikianlah sekilas gambaran dakwah Islam dan masyarakat Indonesia, kiranya bermanfaat. Jakarta, 15 Maret 1988.

6