dakwah kultural

21
DAKWAH KULTURAL: RELEVANSI SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH KEKINIAN Disusun Oleh: Amir Khoiri, M.Ag ABSTRAKSI Implementasi dakwah di era kekinian dan di masa mendatang akan semakin berkembang dan kompleks, sebab permasalahan yang dihadapi oleh juru dakwah atau muballigh juga akan semakin berkembang dan meningkat komplesitasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa berbagai perubahan dalam masyarakat, baik dalam pola pikir, sikap, maupun perilaku, sehingga strategi dakwah yang diterapkan harus beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan pertumbuhan masyarakat sebagai obyek dakwah. Dakwah Islamiyah punya kaitan simbiosis dengan seni, dimana makna dan nilai-nilai Islam dapat dipadukan. Namun dalam hal ini perlu adanya konsep dakwah yang strategis, dengan pengelolaan secara profesional yang mampu mengakomodasi segala permasalahan sosial. Ketika dihadapkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka seni dalam kaitannya dengan dakwah Islamiyah dihadapkan pada kenyataan bahwa seni dapat menjadi metode atau media dakwah, namun juga menjadi sasaran antara bagi dakwah Islamiyah itu sendiri. Akibatnya, relevansi seni sebagai media dakwah di era kekinian turut dipertanyakan pada tatanan ilmplementasi dan strategi.

Upload: imam7969

Post on 28-Dec-2015

116 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dakwah Melalui Kesenian

TRANSCRIPT

Page 1: Dakwah Kultural

DAKWAH KULTURAL:

RELEVANSI SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH KEKINIAN

Disusun Oleh: Amir Khoiri, M.Ag

ABSTRAKSI

Implementasi dakwah di era kekinian dan di masa mendatang akan semakin berkembang

dan kompleks, sebab permasalahan yang dihadapi oleh juru dakwah atau muballigh juga akan

semakin berkembang dan meningkat komplesitasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi telah membawa berbagai perubahan dalam masyarakat, baik dalam pola pikir, sikap,

maupun perilaku, sehingga strategi dakwah yang diterapkan harus beradaptasi dengan perubahan

kebutuhan dan pertumbuhan masyarakat sebagai obyek dakwah.

Dakwah Islamiyah punya kaitan simbiosis dengan seni, dimana makna dan nilai-nilai

Islam dapat dipadukan. Namun dalam hal ini perlu adanya konsep dakwah yang strategis, dengan

pengelolaan secara profesional yang mampu mengakomodasi segala permasalahan sosial. Ketika

dihadapkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka seni dalam kaitannya

dengan dakwah Islamiyah dihadapkan pada kenyataan bahwa seni dapat menjadi metode atau

media dakwah, namun juga menjadi sasaran antara bagi dakwah Islamiyah itu sendiri.

Akibatnya, relevansi seni sebagai media dakwah di era kekinian turut dipertanyakan pada tatanan

ilmplementasi dan strategi.

Sebagai media atau metode, seni mempunyai proyeksi yang mengarah pada pencapaian

kesadaran kualitas keberagamaan Islam yang pada gilirannya mampu mernbentuk sikap dan

perilaku Islami yang tidak menimbulkan gejolak sosial, tetapi justru makin memantapkan

perkembangan sosial. Sedangkan sebagai sasaran, dakwah Islamiyah diarahkan pada pengisian

makna dan nilai-nilai Islami yang integratif ke dalam segala jenis seni dan budaya yang akan

dikembangkan.

Page 2: Dakwah Kultural

A. DAKWAH KULTURAL

Dakwah bukanlah istilah baru dalam khasanah pemikiran Islam, bahkan istilah ini banyak

ditemukan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah, antara lain dapat dijumpai dalam surat An-

Nahl/16:125:

�ة� ن ح�س��� ة� ال م�وع�ظ��� ة� و�ال م��� ح�ك �ال ك� ب ب��� �يل� ر� ب �ى� س��� �ل �ي ه�ي�ادع� إ $ت ال ه�م ب��� اد�ل و�ج��� ��حس�ن �ه� أ �يل ب �م�ن ض�ل$ ع�ن س� �م� ب �عل $ك� ه�و� أ ب �ن$ ر� �د�ين� إ م�هت �ال �م� ب �عل و�ه�و� أ

Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhannmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.

Berdasarkan ayat tersebut, hakikat dakwah dapat dirumuskan sebagai suatu kewajiban

mengajak manusia kejalan Tuhan dengan cara hikmah, mau’idhah hasanah dan mujadalah yang

ahsan. Sementara itu menurut Amrullah Ahmad, dakwah Islam merupakan aktualisasi teologis

yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang

kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir,

bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural dalam

rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan

menggunakan cara tertentu.1 Jadi pada dasarnya esensi dakwah adalah tindakan menyebarkan

dan mengkomunikasikan pesan-pesan Islam atau dengan kata lain sebagai upaya untuk

menghimbau orang lain ke arah Islam.

Dakwah dapat juga dimaknai dengan upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk

terjadinya perubahan pikiran, keyakinan, sikap dan prilaku ke arah pikiran, keyakinan, sikap dan

prilaku yang lebih Islami. Dengan kata lain, dengan adanya dakwah seseorang atau sekelompok

orang akan berubah pikiran, keyakinan, sikap dan prilakunya ke arah yang lebih positif yaitu ke

arah yang sesuai dengan ajaran atau nilai-nilai Islam. Misalnya dari tidak mengenal tuhan ke

mengenal Tuhan, dari bertuhan banyak ke Tuhan satu, dari tidak shalat menjadi shalat, dari

berprilaku jelek menjadi berprilaku baik, dari kondisi miskin yang pasrah terhadap nasib menjadi

sadar dan mau merubah nasib dan sebagainya. Oleh karena itu, dakwah hendaklah dikemas

dengan baik sehingga mampu menarik perhatian mad’u, misalnya dengan mengkompromikan

nilai-nilai atau ajaran Islam dengan nilai-nilai tradisi atau budaya lokal.

1Amrullah Achmad, Dakwah dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M, 1983), h. 2.

Page 3: Dakwah Kultural

Salah satu tujuan dakwah adalah perubahan masyarakat serta transformasi kontinu

masyarakat untuk makin mendekatkan diri ke jalan yang lurus. Islam mengajarkan dan

membimbing orang untuk tidak menjadi saleh dan benar sendiri, tetapi juga berusaha untuk

memperbaiki orang lain.2 Dalam hal ini, eksistensi gerakan dakwah merupakan bagian yang tak

terpisahkan dan senantiasa bersentuhan dengan masyarakat tempat dakwah dilaksanakan.

Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu yang terikat oleh kesatuan adat,

ritus atau hukum khas, dan hidup bersama.3 Setiap masyarakat mempunyai ciri khas dan

pandangan hidupnya. Suasana kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya

mempengaruhi sikap dan pandangan masyarakat tersebut, dan sistem nilai merupakan salah satu

unsur budaya. Faktor kebudayaan sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian

manusia. Dalam kebudayan itu terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku

manusia dalam masyarakat. Kepribadian tidak dapat difahami terlepas dari nilai-nilai dan norma

kebudayaan tersebut.

Budaya merupakan seperangkat nilai, kepercayaan, norma, dan adat istiadat, aturan dan

kode, yang secara sosial mendefinisikan kelompok-kelompok orang, mengikat mereka satu sama

lain dan memberi kesadaran bersama.4 Setiap budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem nilai

yang berbeda dan karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda. Kebudayaan terbentuk

karena kondisi lingkungan sekitarnya.

Dakwah dengan mengakomodasi pelbagai budaya masyarakat diistilahkan dengan

dakwah kultural yang secara definitif dapat dinyatakan sebagai sebuah pendekatan dakwah yang

dilakukan dengan melihat aspek budaya masyarakat yang telah mengakar di tengah lokalitas tertentu

dengan mempertimbangkan aspek budaya, pendidikan dan psikologi dengan berorientasi kepada

pembangunan moral. Sehingga dakwah atau penyeruan kepada Islam dapat dilakukan dengan tetap

berorientasi kepada pelestarian budaya dan tradisi tersebut karena pada hakikatnya, setiap budaya

adalah bangunan nilai dan kearifan lokal yang di dalamnya ada pesan-pesan kebijakan.5

Menurut Simuh pendekatan kompromis ini pernah dilakukan oleh para Wali Sanga dalam

penyebaran Islam di tanah Jawa yang sebelumnya memang kental akan nilai-nilai budaya Hindu

2Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung: Mizan, 1999), h. 253. 3M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2000), h. 319. 4Rachmat Imampuro, “Pengembangan Metodologi Dakwah Merupakan Tuntutan pada Era Globalisasi”, Agus Wahyu dkk (Ed), Dakwah Islam Antara Normatif dan Kontekstual, (Semarang: IAIN Walisongo, 2001), h. 76. 5Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h. 268.

Page 4: Dakwah Kultural

dan Budha6 (meskipun tentu ada ajaran-ajaran Islam yang tidak bisa dikompromikan seperti tata

cara shalat). Para wali tidak berusaha secara frontal dalam menghadapi masyarakat setempat,

tetapi ada strategi budaya yang dikembangkan agar Islam bukan merupakan sesuatu yang asing

bagi masyarakat setempat, tetapi merupakan sesuatu yang akrab karena sarana, bahasa dan

pendekatan yang dipakai merupakan hal-hal yang sudah dekat dengan mereka seperti selamatan,

kenduri, mitoni dan sebagainya. Pendekatan-pendekatan yang kompromis inilah yang

melahirkan banyak produk budaya dalam masyarakat, yang tentu saja mengandung ajaran-ajaran

disamping seni dan hiburan yang dapat menyampaikan misi Islam yang rahmatan li al ‘alamin.

Dalam konteks kekinian, pada pelaksanaannya, dakwah akan selalu berhadapan, bertemu,

bersinggungan dengan budaya masyarakat dimana dakwah dilaksanakan. Oleh karena itu

meskipun dakwah itu berhasil, namun hasil dakwah itu tetap akan dipengaruhi oleh budaya

masyarakat. Misalnya dakwah pada masyarakat Banjar akan dipengaruhi oleh budaya Banjar,

dakwah pada masyarakat Jawa akan dipengaruhi oleh budaya Jawa atau kejawen, dakwah pada

masyarakat Bugis akan dipengaruhi oleh budaya Bugis, dan sebagainya, bahkan pada tingkat

internasional, kita mengenal ada muslim Afganistan, muslim Pakistan, muslim Maroko, muslim

Malaysia dan sebagainya, yang semuanya nilai-nilai budaya setempat mempengaruhi ajaran-

ajaran atau nilai-nilai agama. Oleh karena itu agar dakwah berhasil dalam artian keimanan,

keislaman dan keihsanannya sama seperti yang diajarkan oleh Rasulullah, maka perlu

pemaknaan budaya setempat yang mempengaruhi nilai-nilai dan ajaran Islam agar keimanan,

keislaman dan keihsanan tersebut tidak tercampur dengan hal-hal yang sifatnya syirik.

Dari pemaparan di atas, dakwah kultural tidaklah dimaknai sebagai wujud hegemoni

budaya terhadap agama ataupun sebaliknya, tapi lebih sebagai bentuk kompromi ajaran agama

terhadap budaya masyarakat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar serta nilai-nilai syariah.

Dakwah kultural merupakan aktivitas eksploratif maqasid al-syariah dalam budaya yang

berkembang di tengah masyarakat.

B. SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH KULTURAL

6Simuh, Sufisme Jawa : Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, (Yogyakarta : Yayasan Bintang, 1996), h. 6.

Page 5: Dakwah Kultural

Implementasi dakwah kultural dengan pendekatan budaya di antaranya adalah dengan

menjadikan seni sebagai media dakwah. Seni adalah ekspresi dari perasaan manusia sehingga ia

merupakan ungkapan yang sesungguhnya dari hidup dan kehidupan masyarakat. Karena itu,

kehadiran agama di tengah-tengah masyarakat selalu bergerak dan tumbuh melalui wadah

kultural yang pada gilirannya melahirkan kultur yang bercirikan keagamaan, atau simbol-simbol

kultural yang digunakan untuk mengekspresikan nilai keagamaan.

Seni dalam pengertiannya yang paling universal selalu diidentifikasikan sebagai sebuah

keindahan karena keindahan disini merupakan unsur yang sangat urgen dalam seni. Herber Read

menyebutkan bahwa seni merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang

menyenangkan. Bentuk yang menyenangkan disini diartikan sebagai sebagai bentuk yang dapat

membingkai perasaan keindahan.7

Menurut Yusuf Qardhawi seni adalah suatu kemajuan yang dapat ditingkatkan harkat dan

martabat manusia dan tidak menurunkan martabatnya. Ia merupakan ekspresi jiwa yang mengalir

babas, memerdekakan manusia dari rutinitas dan kehidupan mesin produksi, berpikir, bekerja

dan berproduksi.8 Menurut C. Isror, seni meliputi seluruh yang dapat menimbulkan kalbu rasa

keindahan, sebab seni diciptakan untuk melahirkan gelombang kalbu rasa keindahan manusia.9

Sedang menurut Sidi Gazalba, seni adalah tata hubungan manusia dengan bentuk pleasure

menyenangkan.10 M. Quraish Shihab menyatakan bahwa seni adalah keindahan, ia

merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan

mengungkapkan keindahan. Seni lahir dari sisi terdalam manusia didorong

oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan

itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia, atau fitrah yang

dianugerahkan Allah kepada hamba-hambanya.11

Dengan seni orang dapat memperoleh kenikmatan sebagai akibat

refleksi perasaan terhadap stimulus yang diterimanya. Kenikmatan seni

bukanlah kenikmatan fisik lahiriyah, melainkan kenikmatan bathiniah.

Kenikmatan timbul bila kita dapat menangkap dan merasakan simbol-simbol

7Herbert Read , The Meaning of Art, (New York : Pinguin Book, 1959), h. 1. 8Yusuf Al-Qardhawi, Seni dan Hiburan Dalam Islam, terj., Hadi Mulyo, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 20. 9C. Isror, Sejarah Kesenian Islam I, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), h. 9. 10Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, (Jakarta : Bulan Bintang , 1977), h. 20. 11M. Quraish Shihab, op. cit., h. 385.

Page 6: Dakwah Kultural

estetika dari pencipta seni. Sehingga, seringkali orang mengatakan nilai seni

sebagai nilai spiritual.

Seni merupakan manisfestasi dari budaya (priksa, rasa, karsa, intuisi,dan karya )

manusia yang memenuhi syarat estetik. Pada dasarnya seni dapat dibeda-bedakan atas:

a. Seni sastra atau kesusastraan, seni dengan alat bahasa.

b. Seni musik, seni dengan alat bunyi atau suara.

c. Seni tari, seni dengan alat gerakan.

d. Seni rupa, seni dengan alat garis, bentuk warna dan lain sebagainya.

e. Seni drama atau teater, seni dengan alat kombinasi; sastra musik, tari/gerak dan rupa.12

Seni yang ada dalam dimensi batin ajaran Islam dan spiritualitasnya, dapat ditemukan

kembali dan diterapkan kembali oleh para seniman muslim yang tugasnya membuat dan

menciptakan bentuk, obyek, serta manifestasi kontemporer seni Islam. Seni pada hakikatnya

merupakan saksi pengejawantahan Yang Maha Esa dan keselarasannya memberi pengaruh

pembebasan jiwa yang membebaskan manusia dari penghambaan kepada yang banyak dan

memungkinkan untuk merasakan kebahagiaan yang tidak terperikan dari kedekatan dengan Yang

Maha Esa.13

Seni Islam memenuhi tujuan dan fungsinya sebagai penopang dan pembantu ajaran al-

Qur’an itu sendiri dengan bertindak sebagai pendukung untuk mencapai tujuan Islam, tujuan itu

sendiri adalah kesadaran akan Yang Maha Esa melalui keindahan bentuk, warna, dan bunyi yang

memikat, intinya menuntun menuju yang tak terhingga dan bertindak sebagai sarana untuk

mencapai Yang Maha Benar (al-Haqq) lagi Maha Mulia (al-Jalal) serta maha Indah (al-

Jamal).14

Selain itu, seni perlu tetap diangkat kepermukaan berbagai dimensi agar seni dan budaya

dapat dilestarikan hingga tidak ditelan zaman. Seni dalam konteks Islam mengandungi beberapa

ciri sebagai komponen terpadu yang melengkapi antara satu sama lain yaitu keindahan, unsur

moral, segala aspek yang integral dengan agama, etika dan estetika. Dalam hal yang sama,

perkembangan ini dapat dijadikan simbol-simbol yang dapat mempengaruhi diri seseorang untuk

lebih mendalami dan menghayati isi dan kandungan al-Qur’an serta dapat menjadikannya

sebagai cerminan kehidupan masyarakat Islam.

12Endang Saifuddin Anshari, Kuliah al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), h. 141.13Yusuf al-Qardhawi, op. cit., h. 20. 14Sayyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, Terj. Sutejo, (Bandung: Mizan, 1993), h. 219.

Page 7: Dakwah Kultural

Seni merupakan khazanah dunia yang terus dimiliki umat manusia. Perkembangan seni

yang tersebar ke seluruh pelosok dunia dengan berbagai bentuknya menjadikan umat Islam harus

dapat membuat pilihan mengenai seni yang boleh dan tidak dibolehkan berdasarkan ajaran

agama Islam. Seni ini disalurkan berdasarkan perubahan-perubahan yang berlaku tanpa

menghilangkan ciri dan nilai kerohanian yang ada dalam ajaran Islam. Justru, isyarat al-Qur’an

mengenai seni sangat mempengaruhi dasar pengembangan aktivitas-aktivitas kesenian umat

manusia.

Dari pemaparan di atas, nampak jelas seni bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan

ajaran Islam, bahkan bisa dinyatakan selaras dengan puncak ajaran Islam itu sendiri, yaitu ihsan

yang cenderung pada aspek spiritual (rasa dan keindahan). Sebagai contoh, khusyu’ dalam shalat

adalah aspek ihsan yang hanya bisa dialami oleh setiap muslim yang mampu mengolah rasa atau

spiritualitasnya dalam menjalankan shalat.

Dalam kaitannya dengan dakwah, seni adalah sebuah media untuk mecapai tujuan

dakwah, seni menjembatani proses dakwah. Seni sebagai media dakwah bisa dinikmati oleh

apara pemirsa atau objek sasaran dakwah. Secara tidak langsung pesan-pesan dakwah pun bisa

ditangkap oleh mad'u. Dalam Islam terdapat dua macam kesenian. Pertama, ada kesenian yang

baik, yaitu semua bentuk keseniah yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, segala

kesenian yang tidak merusak budi pekerti, segala kesenian yang tidak melalaikan kepada ibadah,

dan segala kesenian yang tidak menjadikan manusia lupa kepada Tuhan. Kedua, ada kesenian

yang buruk, yaitu segala kesenian yang terlarang dalam agama, segala kesenian yang merusak

budi pekerti, segala kesenian yang melalaikan kepada ibadah, dan segala kesenian yang

menjadikan kita lupa kepada Tuhan. Oleh kerena itu, pemanfaatan seni yang positif dapat

membebaskan manusia dan untuk tegaknya dakwah Islamiyyah. Potensi-potensi masyarakat

dalam mengembangkan kesenian dalam Islam seharusnya menjadi sarana dan media untuk

mengembangkan dakwah Islamiyyah, dengan tujuan dapat memahami ajaran dan perintah Tuhan

melalui pendekatan seni.

Ditinjau dari sisi sosiokultural, sudah menjadi fakta bahwa salah satu pilar kesuksesan

dakwah Nabi Muhammad SAW dikalangan masyarakat Arab adalah strategi beliau dalam

mendekati kaum Arab lewat pendekatan seni dan budaya. Adanya kitab suci Al-Qur’an yang

bernilai sastra tinggi di lingkungan yang sangat menghargai sastra budaya pada saat itu

merupakan bukti bahwa melalui budaya masyarakat mudah menerima ajaran-ajaran Islam.

Page 8: Dakwah Kultural

Begitu juga dalam menetapkan hukum atas sesuatu, beliau tidak menghilangkan budaya yang

ada, melainkan hanya meluruskan hingga sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

C. RELEVANSI SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH

Dewasa ini kegiatan dakwah Islamiyyah di masyarakat seringkali mengabaikan

efektifitas dari kegiatan dakwah tersebut. Berdakwah artinya mempropogandakan suatu

keyakinan, menyerukan suatu pandangan hidup, iman dan agama.15 Bahkan sudah menjadi

rahasia umum bahwa kegiatan dakwah yang ada terkesan monoton. Monoton disini berati adanya

suatu metode dari dakwah tersebut dinilai kurang memberikan efek yang besar bagi para mad’u

dalam menerima informasi. Maka sudah sepatutnya para pelaku dakwah beralih dari formula

dakwah yang sudah lazim dilakukan. Seperti halnya dakwah bi al-lisan. Kegiatan dakwah ini

bukan berarti bernilai tidak baik. Namun jika kita lihat dari efektifitas penerapan informasi dari

kegiatan dakwah tersebut sangatlah kurang memadai jika kita lihat maraknya informasi sekuler

yang ada di tengah masyarakat.

Konsep dakwah selama ini seolah seperti bank concept of communication, yang

mengibaratkan masyarakat sebagai wadah kosong yang harus diisi dengan keyakinan nilai moral,

serta prktek-praktek kehidupan agar disimpan dan secara mekanis bisa dikeluarkan pada saat

dibutuhkan.16 Pada dasarnya, dakwah dapat menggunakan bebagai wasilah yang dapat merangsang

indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan

efektif wasilah yang dipakai, semakin efektif pula pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang

menjadi sasaran dakwah.17

Seni merupakan media yang mempunyai peranan penting dalam melakukan pelaksanaan

kegiatan religi, karena media tersebut memiliki daya tarik yang dapat mengesankan hati setiap

pendengar dan penonton. Melalui kesenian tentunya tidak hanya sebagai hiburan belaka, namun

orang mencipta kesenian mempunyai tujuan-tujuan tertentu, misalnya sebagai mata pencaharian

untuk propaganda atau bahkan untuk berdakwah. Bagi mereka yang menikmati suatu karya seni

tentunya akan tergerak untuk menghayati apa yang sebenarnya misi yang terkandung di

dalamnya. Di dalam gempita dan persaingan kelompok kesenian di zaman modern ini, tidak

menjadikan kesenian-kesenian tradisional merasa pesimis untuk mendapatkan simpatisan dari

publik atau masyarakat, namun justru menjadi acuan untuk lebih meningkatkan mutu kesenian

15Isa Anshary, Mujahid Dakwah, (Bandung: CV. Diponegoro, 1995), h. 1716Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Syafei, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung : Pustaka Setia, 2002), h. 197.17Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h.. 41.

Page 9: Dakwah Kultural

yang ditampilkan. Hal ini terbukti dengan masih hidup dengan suburnya kesenian-kesenian

tradisional di daerah-daerah.

Saat ini perkembangan seni Islam telah meluas, ini semua terlihat dari beberapa aliran-

aliran seni musik yang ada. Kesenian Islam tampak pada acara-acara yang diselenggarakan pada

bulan ramadhan, maulid atau bulan yang lain bahkan acara yang umum sekalipun. Mereka

menampilkan seni Islam dengan berbagai macam pertunjukan, seperti : seni kaligrafi, puisi

Islam, shalawatan, seni baca Al-Qur’an (qiraah), nasyid, qasidah baik itu untuk pertunjukan

perlombaan, atau hanya untuk mengisi sebuah acara saja. Dengan demikian perkembangan seni

Islam saat ini mampu mengisi, mewarnai, dan bersaing dengan kesenian-kesenian yang lebih

modern juga kesenian yang ditonjolkan oleh budaya barat, sehingga kesenian Islam mampu

mengimbangi budaya barat yang terus berkembang.

Pada masa kini tantangan dakwah sangat kompleks, hal ini disebabkan oleh

perkembangan arus modernisasi. Modern merupakan keadaan masa kini dimana terjadinya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, hingga merasuk pada tatanan

cara berpikir, budaya, dan perubahan sosial lainnya. Arus modern dalam dunia teknologi

komunikasi dan informasi dapat dilihat dengan munculnya alat-alat komunisasi dan media

elektronik seperti handphone, internet, televisi, radio, serta media massa.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mempengaruhi pola pikir, budaya,

dan perilaku masyarakat. Sehingga faham-faham yang berasal dari luar Islam akan mudah

diserap masyarakat dalam kehidupannya. Akibatnya argumentasi yang berdasarkan humanisme,

hak azazi manusia, dan liberty (kebebasan), serta pluralisme akan menjadi landasan dalam

menyelesaikan persoalan kehidupan. Hal ini terkadang terlihat menyampingkan hukum atau

aturan-aturan Allah SWT.

Untuk memaksimalkan dakwah dalam era modern ini diperlukan strategi-strategi yang

mengikuti perkembangan tersebut. Terutama dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi modern bagi-bagi pendakwah. Disamping memiliki pemahaman-pemahaman materi

dakwah yang banyak hendaknya pandakwah juga mengikuti perkembangan dalam dunia modern

ini. Hal ini dimaksudkan agar mudah memasuki setiap unsur dalam masyarakat yang menjadi

objek dakwah. Dalam era kekinian pemanfaatan seni sebagai media dakwah pun harus

beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukan dalam makna

Page 10: Dakwah Kultural

merubah seni tradisional menjadi seni kontemporer, tapi lebih kepada pemanfaatan ilmu

pengetahuan dan teknologi sebagai saluran bagi seni dakwah Islam tersebut.

Meskipun diakui bahwa di satu sisi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

menciptakan fasilitas yang memberi peluang bagi pengembangan dakwah menggunakan seni,

namun antara tantangan dan peluang dakwah dewasa ini, agaknya tidak berimbang. Tantangan

dakwah yang amat kompleks dewasa ini dapat dilihat dari minimal dari tiga perspektif, yaitu:

Pertama, perspektif prilaku (behaviouristic perspective). Salah satu tujuan dakwah adalah

terjadinya perubahan prilaku (behaviour change) pada masyarakat yang menjadi obyek dakwah

kepada situasi yang lebih baik. Tampaknya, sikap dan prilaku (behaviour) masyarakat dewasa ini

hampir dapat dipastikan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Seni yang digunakan

dalam kegiatan dakwah tentu membawa muatan untuk merubah perilaku masyarakat, akan tetapi

di saat bersamaan mereka juga ”ditawarkan” oleh media lain suatu perubahan perilaku tertentu

yang terkadang cenderung hedonistik.

Kedua, tantangan dakwah dalam perspektif transmisi (transmissional perspective).

Dakwah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau transmisi ajaran agama Islam dari da’i

sebagai sumber kepada mad’u sebagai penerima. Ketika ajaran agama ditrasmisikan kepada

masyarakat yang menjadi obyek, maka peranan media sangat menentukan. Ziauddin Sardar

mengemukakan bahwa abad informasi ternyata telah menghasilkan sejumlah besar problem.

Menurutnya, bagi dunia Islam, revolusi informasi menghadirkan tantangan-tantangan khusus

yang harus diatasi, agar umat Islam harus bisa memanfaatkannya untuk mencapai tujuan dakwah. 18 Kenyaataan yang ada dewasa ini nampak seperti apa yang dinyatakan oleh Sardar, bahwa

ketika seni sebagai media dakwah disalurkan melalui media informasi berteknologi, seperti

televisi, maka informasi yang disampaikan tidak hanya bersifat tunggal (yang baik saja), tapi ada

informasi lain yang mengikuti muatan informasi yang bernuansa dakwah. Sebagai contoh,

dakwah dengan media seni peran (sinetron) di televisi, tidak selalu pesan dakwahnya yang

diserap masyarakat, tapi bisa jadi mode pakaian pelakonnya yang menjadi titik perhatian mereka,

dan sebagainya.

Ketiga, tantangan dakwah perspektif interaksi. Ketika dakwah dilihat sebagai bentuk

komunikasi yang khas (komunikasi Islami),19 maka dengan sendirinya interaksi sosial akan

18Ziauddin Sardar, Information and The Muslim World: A Strategy for The Twenty-First Century , terj. Priyono Tantangan Dunia Islam Abad 21 Menjangkau Informasi. (Bandung: Mizan, 1996), h. 16-17.19Malik Idris, Strategi Dakwah Kontemporer, (Makassar: Sawah Press, 2007), h. 111.

Page 11: Dakwah Kultural

terjadi, dan di dalamnya terbentuk norma-norma tertentu sesuai pesan-pesan dakwah. Hal yang

menjadi tantangan dakwah dewasa ini, adalah bahwa pada saat yang sama masyarakat yang

menjadi obyek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak-pihak lain atau masyarakat sekitarnya

yang belum tentu membawa pesan yang baik, bahkan mungkin sebaliknya.

Untuk mengantisipasi trend masyarakat kekinian harus dapat mempersiapkan materi-

materi dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat.

Oleh karena itu, maka seluruh komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan

dakwah harus ditata secara professional dan disesuaikan dengan kondisi mad’u agar dapat

menghasilkan kemasan dakwah yang benar-benar mampu memperbaiki dan maningkatkan

semangat dan kesadaran yang tulus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam.

Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh seni sebagai media dakwah dalam

memfilter trend masyarakat yang negatif, seiring dengan perkembangan dan trend masyarakat

dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu; 1) Perlu adanya konsep dan strategi

yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai

agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk

menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, 2)

Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang pada

dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang menanamkan nilai-

nilai baik dan suci, 3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk

menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa bergunanya nilai-nilai

baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan 4) Kesiapan dan kematangan

intelektual serta emosional setiap penerima message baru, apakah hal tersebut memang akan

mendatangkan manfaat plus bagi diri dan lingkungannya.20

Berangkat dari empat hal di atas, maka agar seni yang dijadikan media dakwah relevan

dengan era kekinian, maka seni yang akan digunakan haruslah menopang budaya positif dalam

masyarakat yang telah berkembang sedemikian rupa serta berkemampuan menghambat trend

budaya negatif. Menjadi kontra produktif bagi kegiatan dakwah jika seni yang digunakan

menjadi jembatan masuknya budaya-budaya negatif bagi masyarakat. Hal penting lain, adalah

dukungan berbagai pihak terhadap seni sebagai media dakwah. Hal ini menjadi penting

mengingat dukungan yang diberikan tidak selamanya dilatarbelakangi keinginan yang

20Abd. Madjid, Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 79.

Page 12: Dakwah Kultural

mensyiarkan ajaran Islam, tapi lebih kepada peraihan keuntungan materi belaka. Penayangan

seni peran melalui media televisi sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, politik,

budaya, dan sebagainya. Maka sinetron religi yang ditayangankan televisi menjadi kotra

produktif bagi kegiatan dakwah jika tidak didukung sepenuhnya untuk syiar ajaran Islam.

Hal penting lain, dalam rangka keberhasilan pemanfaatan seni sebagai media dakwah di

era kekinian, maka diperlukan da’i yang memiliki profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen

tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan keislaman, memiliki

kemampuan memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal, sesuai kata dengan

perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir strategis, memiliki kemampuan

analisis interdisipliner, sanggup berbicara sesuai dengan kemampuan masyarakat.21

D. PENUTUP

Seni sangat relevan untuk digunakan sebagai media dakwah bagi masyarakat pada era

kekinian, menimbang bahwa budaya dalam masyarakat tidak terikat oleh bergulirnya waktu.

Hanya saja seni sebagai media dakwah harus mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang berkekuatan merubah perilaku, pola pikir, dan nilai-nilai norma

dalam masyarakat.

Relevansi seni sebagai media dakwah saat ini harus ditopang oleh materi dakwah yang

relevan dengan perkembangan masyarakat serta dilakukan oleh pribadi-pribadi yang memiliki

visi dakwah yang jelas serta dapat menjadi tauladan bagi masyarakat. Pelaku seni dalam dakwah

akan menjadi penghambat misi dakwah ketika berkata, berperilaku, dan bersikap yang tidak

sesuai dengan apa yang ditampilkan dalam kesenian yang ditampilkannya.

Kesenian-kesenian tradisional tetap relevan untuk ditampilkan sebagai media dakwah

dikarenakan eksistensinya yang sudah mengakar dalam sistem kehidupan masyarakat. Seni

tradisional akan semakin efektif jika disalurkan melalui media berteknologi, seperti televisi,

radio, dan sebagainya, serta didukung materi-materi dakwah yang relevan dengan perkembangan

masyarakat.

21Syahrin Harahap, Islam dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 1999), h. 130.

Page 13: Dakwah Kultural

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Amrullah, Dakwah dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: PLP2M, 1983.

Al-Qardhawi, Yusuf, Seni dan Hiburan Dalam Islam, terj., Hadi Mulyo, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Anshari, Endang Saifuddin, Kuliah al-Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992.

Anshary, Isa, Mujahid Dakwah, Bandung: CV. Diponegoro, 1995.

Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009.

Effendi, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992.

Gazalba, Sidi, Pandangan Islam Tentang Kesenian, Jakarta : Bulan Bintang , 1977.

Harahap, Syahrin, Islam dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999.

Idris, Malik, Strategi Dakwah Kontemporer, Makassar: Sawah Press, 2007.

Isror, C., Sejarah Kesenian Islam I, Jakarta : Bulan Bintang, 1978.

Madjid, Abd., Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Muhyiddin, Asep dan Agus Ahmad Syafei, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung : Pustaka Setia, 2002.

Nasr, Sayyed Hossein, Spiritualitas dan Seni Islam, Terj. Sutejo, Bandung: Mizan, 1993.

Read , Herbert, The Meaning of Art, New York : Pinguin Book, 1959.

Sardar, Ziauddin, Information and The Muslim World: A Strategy for The Twenty-First Century, terj. Priyono Tantangan Dunia Islam Abad 21 Menjangkau Informasi. Bandung: Mizan, 1996.

Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1999.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai persoalan Umat, Bandung: Mizan, 2000.

Simuh, Sufisme Jawa : Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Yogyakarta : Yayasan Bintang, 1996.

Page 14: Dakwah Kultural

Wahyu, Agus, dkk (Ed), Dakwah Islam Antara Normatif dan Kontekstual, Semarang: IAIN Walisongo, 2001.