dai saraf

13
Menu KHANZA SKIN CARE Perawatan Wajah dan Kecantikan Kulit DIFFUSE AXONAL INJURY BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diffuse Axonal Injury (Penyebaran kerusakan akson di dalam white matter) dikenal sebagai cedera kepala berat post traumatik. Tersebut menggambarkan penurunan kesadaran yang diperpanjang post traumatik tanpa lesi massa intra cranial Diffuse Axonal Injury, (DAI) adalah istilah untuk menjelaskan koma paska traumatika yang lama yang tidak dikarenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Kehilangan kesadaran sejak saat cedera berlanjut diluar enam jam. Cedera otak traumatik merupakan penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat pada tahun 1990 hampir 148.500 orang meninggal dunia akibat cidera akut dan diperkirakan 44% 50% diantaranya disebabkan oleh CO. Kejadian cidera otak (CO) dari waktu ke waktu tidak pernah berkurang baik di negara yang sudah maju atau negara yang berkembang terutama di Indonesia Khusus di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jawa Timur, selama lima tahun terakhir, jumlah rata-rata penderita CO adalah 2043 kasus setiap tahun yang terdiri dari CO ringan (COR), CO sedang (COS) dan CO berat (COB). 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Cedera Otak Berat dan Diffuse Axonal Injury grede II? 1.3 TUJUAN 1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Cedera Otak Berat dan Diffuse Axonal Injury grede II? 1.4 MANFAAT

Upload: ifanirizal

Post on 04-Oct-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

saraf

TRANSCRIPT

Menu

KHANZA SKIN CARE

Perawatan Wajah dan Kecantikan Kulit

DIFFUSE AXONAL INJURY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diffuse Axonal Injury (Penyebaran kerusakan akson di dalam white matter) dikenal sebagai cedera kepala berat post traumatik. Tersebut menggambarkan penurunan kesadaran yang diperpanjang post traumatik tanpa lesi massa intra cranial

Diffuse Axonal Injury, (DAI) adalah istilah untuk menjelaskan koma paska traumatika yang lama yang tidak dikarenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Kehilangan kesadaran sejak saat cedera berlanjut diluar enam jam.

Cedera otak traumatik merupakan penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat pada tahun 1990 hampir 148.500 orang meninggal dunia akibat cidera akut dan diperkirakan 44% 50% diantaranya disebabkan oleh CO. Kejadian cidera otak (CO) dari waktu ke waktu tidak pernah berkurang baik di negara yang sudah maju atau negara yang berkembang terutama di Indonesia Khusus di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jawa Timur, selama lima tahun terakhir, jumlah rata-rata penderita CO adalah 2043 kasus setiap tahun yang terdiri dari CO ringan (COR), CO sedang (COS) dan CO berat (COB).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Cedera Otak Berat dan Diffuse Axonal Injury grede II?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Cedera Otak Berat dan Diffuse Axonal Injury grede II?

1.4 MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya Cedera Otak Berat dan Diffuse Axonal Injury grede II?

1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah saraf.

BAB II

STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : S, M

Umur : 15 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Kepanjen

Status perkawinan: Belum Menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : Sabtu 9 september 2011

Tanggal periksa : Senin 12 september 2011

No. Reg : 265111

B. ANAMNESA

Keluhan utama : Penurunan kesadaran

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUD-Kepanjen pada tanggal 12 september 2011 dengan keluhan penurunan kesadaran akibat terjatuh dari atas pohon 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Kronologis kejadian; pasien terjatuh dari atas pohon kelapa setinggi 3 meter, setelah jatuh pasien terguling dan tercebur ke sungai, posisi saat jatuh tidak begitu jelas diketahui karena keluarga tidak melihat saat kejadian. Pasien ditolong diangkat dari sungai; pasien sempat memuntahkan air yang tertelan saat tercebur (Saat ditolong sudah terjadi penurunan kesadaran), pasien tidak muntah darah segar ataupun mimisan, Pasien juga menderita luka lecet dada bagian kanan, pada punggung kaki kiri kanan, tidak adanya luka robek pada kepala dan wajah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Trauma: disangkal

DM: disangkal

HT: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

HT + DM : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Primary survey:

Airway: Tidak ada gangguan napas

Breathing: pernapasan 18X/menit

Circulation: TD: 150/110mmHg, Nadi: 132x/menit

Disability: GCS 1 1 3

Exposure: Suhu: 36,40 c

Secondary Survey

Status Lokalis: Regio Kranialis

Inspeksi : hematoma (+), laserasi (-), Bloody Otorea (-), Bloody

Rhinorhea (-),

Fraktur : tidak teraba

Deformitas : (-)

v Pemeriksaan Darah lengkap (09-09-2011)

HB: 15,6 gr/dl

Hematokrit: 46%

Hitung eritrosit: 5,66 juta/cmm

Hitung trombosit: 243.000 sel/cmm

Hitung leukosit: 16.500sel/cmm

D. RESUME

Laki-laki, 15 tahun, dibawa ke UGD RSUD Kanjuruhan dengan keluhan Penurunan kesadaran, akibat terjatuh dari atas pohon kelapa setinggi 3 meter 3 jam sebelum masuk rumah sakit, setelah jadi pasien langsung mengalami penurunan kesadara. Keadaan umum tampak terjadi penurunan kesadaran, GCS 1 1 3, Suhu: 36,40 c, : TD: 150/110mmHg, Nadi: 132x/menithematoma (+), tampak laserasi regio mammaria dekstra, dorsum pedis dekstra sinistra. Hitung leukosit: 16.500sel/cmm.

E. WORKING DIAGNOSA

Cedera Otak Berat + Difus axonal Injury grade II

PLANNING DIAGNOSA

- CT Scan

- Foto Thorak

G. PENATALAKSANAAN

O2 2-4 liter

IVFD NS:D5: 2:2

Sondix 625 cc 6x 50cc

Ceftriaxon 2x 1g

Piracetam 33 gram

Citicolin 2250 gra

H. FOLLOW- UP (12-09-2011)

S: -

O: Keadaan umum: kesadaran masih menurun, GCS: 214,reflek pupil (+) isokor, mengikuti gerak lampu, tampak gelisah.

Tensi : 113/54 mmHg

Nadi : 83x/mnt

RR : 18x/mnt

Suhu : 37,50

A: Cedera Otak Berat + Difus axonal Injury grade II

P:

IVFD NS:D5: 2:2

Sondix 6x 150 cc

Ceftriaxon 2x 1g

Piracetam 33 gram

Citicolin 2250 gram

I. CT SCAN PASIEN

Kesimpulan Scan:

ICH vol: 0, 69 cc di korona radiate kiri

Edema serebri

Penebalan mukosa sinus sphenoid kanan kri

Soft tissue swelling di region temporo parietal.

BAB III

PEMBAHASAN PENYAKIT

2.1 Anatomi & Fisiologi

Susunan saraf pusat terdiri dari: Otak (otak besar dan otak kecil) Batang otak (terdiri atas mesensefalon, pons dan medulla oblongata) Medula spinalis Otak dan batang otak keduanya terletak didalam rongga tengkorak, sedngkan medula spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis.

Otak besar (serebrum), terdiri atas:

Korteks serebri, adalah substansia grisea yang terletak pada permukaan hemisfer serebri. Tiap hemisfer serebri terdiri atas lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis. Secara makroskopik tdd:Gray matter (substansi grisea) mengandung badan sel saraf, dendrit, & ujung akson tak bermielin; kumpulan badan sedi otak & med.spinalis disebut nucleus.

White matter (substansi alba)adalah bagian sentral dari hemisfer serebri yang letaknya dibawah korteks serebri. Medula serebri terdiri atas substansia alba, ventrikulus lateralis, dan kelompok nuclei. Secara makroskopik sebagian besar tersusun atas akson bermielin dan sangat sedikit badan sel; kumpulan akson yg menghubungkan berbagai area di SSP disebut traktus

Akson merupakan organela penyusun sel neuron. Axon/neurit merupakan penjuluran yang panjang yang keluar dari badan sel. Berfungsi untuk menerima impuls dari badan sel dan menghantarkannya ke percabangan axon. Percabangan axon merupakan bagian dari axon yang bercabang-cabang. Berfungsi menerima impuls dari axon.

2.2 Definisi

Diffuse axonal injury (DAI) adalah cedera yang menyebar menuju axons, bagian dari sel saraf pada otak.

DAI (Penyebaran kerusakan akson di dalam white matter) dikenal sebagai cedera kepala berat post traumatik. Tersebut menggambarkan penurunan kesadaran yang diperpanjang post traumatik tanpa lesi massa intra kranial.

In 1956, Strich sebagai degenerasi difus cerebral white matter pada kasus pasien dengan dementia post-traumatik yang berat.

(Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah istilah untuk menjelaskan koma paska traumatika yang lama yang tidak dikarenakan lesi masa atau kerusakan iskhemik. Kehilangan kesadaran sejak saat cedera berlanjut sampai enam jam

Pasien-pasien cedera otak, khususnya jenis tertutup, berdasarkan gangguan kesadarannya (berdasarkan Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi

Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)

GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.

Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)

GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.

Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.

Cedera kepala berat.

GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi batang otak. Penilaian derajat gangguan kesadaran ini dilakukan sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan bukan oleh sebab yang lain. Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.

Mekanisme cedera kepala sendiri terdapat tiga macam pergerakan, yaitu: linear, rotasional, dan angular (gambar 2). Pada cedera kepala yang sering terjadi adalah kombinasi ketiganya, sehingga sangat memungkinkan terjadinya peregangan atau puntiran dari neuron. Otak adalah suatu bagian yang homogen dan masing-masing bagian memiliki karakteristik fisik tersendiri (misalnya: gray matter, white matter, LCS, dll). Difuse axonal injury disebabkan oleh peregangan (sher) dari mekanisme rotasional atau angular pada akselerasi ataupun deselerasi (Medana et.al, 2003).

2.3 Epidemiologi

Cedera otak traumatik merupakan penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia.

Di Amerika Serikat pada tahun 1990 hampir 148.500 orang meninggal dunia akibat cidera akut dan diperkirakan 44% 50% diantaranya disebabkan oleh CO. Tingkat kematian bervariasi dari 14 hingga 30 per 10.000 populasi per tahun. Hampir 100% cedera otak berat (COB) 66% cedera otak sedang (COS) menyebabkan kecacatan yang permanen dan tidak akan kembali ke tingkat fungsi awal.

Di Indonesia terutama secara khusus di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jawa Timur, selama lima tahun terakhir, jumlah rata-rata penderita CO adalah 2043 kasus setiap tahun yang terdiri dari CO ringan (COR), CO sedang (COS) dan CO berat (COB).

Kejadian cidera otak (CO) dari waktu ke waktu tidak pernah berkurang baik di negara yang sudah maju atau negara yang berkembang terutama di Indonesia

Faktor-faktor yang menyebabkan CO oleh karena :

1. Meningkatnya kuantitas dan kualitas sarana transportasi, mengakibatkan meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas baik darat, laut dan udara.

2. Meningkatnya kuantitas dan kualitas industri menyebabkan bertambah terjadinya kecelakaan kerja

3. Faktor-faktor lain seperti kegiatan-kegiatan olahraga, penyaluran hobi berburu dan sebagainya

CO lebih banyak dialami oleh kelompok dewasa muda antara 15 30 tahun daripada anak-anak dan orang tua, dan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita hal ini dikarenakan usia dewasa muda dan laki-laki lebih mobile atau lebih banyak menggunakan kendaraan.

2.4 Etiologi

Diffuse axonal injury (DAI) disebabkan oleh input efek acceleration-deceleration mekanik kepala ketika terjadi goncangan pada otak di dalam tengkorak kepala. Hal ini mengakibatkan terjadi pengguntingan atau peregangan serabut saraf sehingga menyebabkan kerusakan saraf axon. Kebanyakan mekanisme cedera ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas, yang menghasilkan acceleration lama yang komparatif. Penentuan beratnya penyakit ini didasarkan arah, besar dan kecepatan gerakk an kepala sepanjang cedera

Gennarelli et Al. melaporkan suatu korelasi tinggi antara akselerasi arah kepala langsung terhadap durasi koma pada studi percobaan pada hewan. Walaupun diffuse axonal injury kadang dapat terjadi ketika kepala telah dipercepat (akselerasi) dalam arah sagittal atau miring adalah paling banyak terlihat adalah koronal akselerasi dari kepala. Pada cedera ringan luka terlokalisir pada white matter frontotemporal serebral, cedera lebih hebat pada akselerasi rotasi di sebabkan penambahan lesi pada korpus kalosum dan upper brain stem. Gennarelli et al melaporkan cedera berat mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan lesi yang lebih dalam.

Penyebab utama kerusakan di DAI adalah gangguan akson , proses saraf yang memungkinkan satu neuron untuk berkomunikasi dengan yang lain. Saluran akson, yang tampak putih karena mielinasi , yang disebut sebagai materi putih . Percepatan menyebabkan luka geser, yang mengacu pada kerusakan yang ditimbulkan sebagai slide jaringan lebih dari jaringan lain. Ketika otak dipercepat, bagian berbeda kepadatan dan jarak dari sumbu rotasi slide atas satu sama lain, peregangan akson yang melintasi persimpangan antara daerah padat yang berbeda, terutama di persimpangan antara putih dan abu-abu masalah.

2.5. Mekanisme Cidera Otak

Secara Statis (Static Loading)

Cidera otak timbul secara lambat, lebih lambat dari 200 milisekon. Tekanan pada kepala terjadi secara lambat namun terus menerus sehingga timbul kerusakan berturut-turut mulai kulit, tengkorak dan jaringan otak. Keadaan seperti ini sangat jarang terjadi.

Secara Dinamik (Dynamic Loading)

Cidera kepala timbul secara cepat, lebih cepat dari 200 milisekon, berbentuk impulsif dan / atau impak

a. Impulsif (Impulsif Loading)

Trauma tidak langsung membentur kepala, tetapi terjadi pada waktu kepala mendadak bergerak atau gerakan kepala berhenti mendadak, contoh : pukulan pada tengkuk atau punggung akan menimbulkan gerakan fleksi dan ekstensi dari kepala yang bias menyebabkan cidera otak.

b. Impak (Impact Loading)

Trauma yang langsung membentur kepala dapat menimbulkan 2 bentuk impak: Kontak / benturan langsung (contact injury) dan Inersial (inertial = acceleration dan deceleration)

Kontak / benturan langsung (contact injury)

Trauma yang langsung mengenai kepala dapat menimbulkan kelainan :

Lokal, seperti fraktur tulang kepala, perdarahan ekstradura dan coup kontusio

Jauh (remote effect), seperti fraktur dasar tengkorak dan fraktur di luar tempat trauma

Memar otak contra coup dan memar otak intermediate disebabkan oleh gelombang kejut (shock wave), dimana gelombang atau getaran yang ditimbulkan oleh pukulan akan diteruskan di dalam jaringan otak

Inersial (Inertial injury)

Karena perbedaan koefisien (massa) antara jaringan otak dengan tulang, maka akan terjadi perbedaan gerak dari kedua jaringan (akselerasi dan deselerasi) yang dapat menyebabkan gegar otak, cidera akson difus (diffuse axonal injury), perdarahan subdural, memar otak yang berbentuk coup, contra coup dan intermediate.

2.6 Kalsifikasi

3 grade dari DAI menurut Adams berdasarkan studi neuropathology meliputi:

Grade 1

DAI menandakan axonal mikroskopik tersebar luas dan menyebabkan banyak kerusakan pada lokasi tersebut.

Grade 2

DAI pada grade ini di tambah abnormalitas fokal pada korpus kalosum

Grade 3

DAI, lesi fokal pada rostral brainstem.

2.7 Patofisiologi

Diskoneksi pada akson ketika terjadi trauma otak ( axotomy primer) adalah suatu kejadian yang relatif jarang, dengan perkecualian robeknya jaringan pada white matter pada cedera otak berat. Melainkan, patologi axonal telah menunjukkan untuk perkembangan dari jam ke hari setelah cedera dan diobservasi satu bulan kemudian.

Pada yang kedua peregangan akson invitro, akson dapat menjadi undulasi sementara dan beberapa kehilangan elastisitas akibat dari kerusakan sitoskleton. Meskipun akson dapat secara lambat dipulihkan kembali pada bentukan dan orientasi sebelum tarikan akson, terdapat suatu evolusi karakteristik fisik dan perubahan fisiologi.

Khusus kerusakan mekanis pada sodium chanel dapat berakibat infulks masif dari sodium yang menyebabkan pembengkakkan. Influks sodium chanel ini juga memacu pemasukan kalsium masif melalui voltage sensitive chanel kalsium sehingga terjadi pertukaran kalsium-sodium. Peningkatan intra selular kalsium berperan dalam aktivasi aktifitas proteolitik ,dimana secara ekstensif penambahan kerusakan mekanis secara cepat pada sitoskleton akson, selanjutnya kerusakan lambat dapat terjadi karena proteolisis dimediasi kalsium. Ini adalah kerusakan sitoskletal akut dan lambat mengakibatkan kegagalan transport dan akumulasi aksonal transport protein dengan pembengkakkan akson. Bengkak ini ditandai dua bentuk umum: pemanjangan varrikositis atau pemisahan formasi bulbus. Biasanya banyak digunakan marker pada akumulasi protein pada pembengkakan aksona yang cepat.

Selanjutnya dari hari sampai bulan, patologi dari akson meliputi disorganisasi progresif dari sitoskleton akson dan akumulasi progresif protein menyebabkan diskoneksi dari akson (Sekonder aksotomi). Dengan penanda patologi dari formasi bulbus, pada terminal akhir akson (sebelumnya tampak sebagai terminal Clubbing dan retraksi ball). Tersebut adalah penting dipertimbangkan bahwa diskoneksi akson pada white matter, merupakan kejadian akhir yang mana kehilangan permanen induk neuron dalam kemampuan berkomunikasi dengan target lainnya pada traktus akhir. Meskipun beberapa pasien DAI dapat mencapai kesembuhan fungsional, sebenarnya perbaikan terbatas pada kekenyalan terlokalisasi, dalam gray matter, dan potensi perbaikan dari kerusakan axon pada white matter yang tidak terputus.

2.7 Gejala Klinis

Diffuse axonal injury (DAI) adalah sering akibat dari cedera trauma deselerasi dan sering menyebabkan status vegetative persisten. Sesungguhnya DAI tampak sebagai satu separuh dari rata-rata semua intra trauma lesi aksial. Lesi ini sering menyebabkan signifikan morbiditas pasien dengan cedera otak traumatic, yang mana biasanya akibat dari kecelakan sepeda motor.

DAI ringan relatif jarang dan terbatas pada kelompok dengan koma yang berakhir pada 6 hingga 24 jam, dan pasien mulai dapat mengikuti perintah setelah 24 jam. DAI sedang dibatasi pada koma yang berakhir lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda batang otak yang menonjol. Ini bentuk DAI yang paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien dengan DAI. DAI berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan bentuk yang paling mematikan. Merupakan 36% dari semua pasien dengan DAI. Pasien menampakkan koma dalam dan menetap untuk waktu yang lama. Sering menunjukkan tanda dekortikasi atau deserebrasi dan sering dengan cacad berat yang menetap bila penderita tidak mati. Pasien sering menunjukkan disfungsi otonom seperti hipertensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak mempunyai cedera batang otak primer. Sekarang dipercaya bahwa DAI umumnya lebih banyak berdasarkan pada fisio logi atas gambaran klinik yang terjadi.

2.8 Diagnosis

Diffuse axonal injury (DAI) dapat didiagnosa menggunakan tanda klinis (tingkat kesadaran dan deficit neurologi) dan gambaran radiologi, Zimmerman melaporkan dalam studi pertamanya tentang diagnosa radiologi DAI meliputi; small hemorrhagic lesions pada korpus kalosum, upper brain stem, corticomedullary junction, area parasagital, dan ganglia basal. Brain computed tomographic (CT) ditemukan kurang akurat dalam prediksi outcome pasien dan tidak berhubungan baik dengan skor GCS dan status neurologi pasien.

DAI secara khas terdiri dari beberapa lesi fokal pada white matter dengan ukuran 1-15 mm dengan ciri distribusinya.

MRI imaging gradien echo jauh lebih sensitive pada lesi para magnetic seperti hemorrhage atau kalsifikasi dalam jangka waktu panjang. Maka, MRI otak gradient echo diketahui sebagai metode yang sangat sensitive untuk enetapkan hemoragi ukuran kecil pada white matter, korpus kalosum, dan brain stem pada DAI.

2.9. Penatalaksanan

DAI saat ini tidak memiliki perawatan yang spesifik di luar apa yang dilakukan untuk setiap jenis cedera kepala , termasuk menstabilkan pasien dan berusaha untuk membatasi peningkatan tekanan intrakranial (ICP).

Tindakan segera akan diambil untuk mengurangi pembengkakan di dalam otak, yang dapat menyebabkan kerusakan tambahan. Dalam kebanyakan kasus, suatu program steroid atau obat lain yang dirancang untuk mengurangi peradangan dan pembengkakan akan diberikan, dan pasien akan dipantau. Operasi bukan pilihan bagi mereka yang telah menderita cedera aksonal difus.

Jika pasien telah menderita cedera ringan atau sedang aksonal menyebar, fase rehabilitasi akan mengikuti setelah pasien stabil dan terjaga. Selama fase perawatan, pasien dan keluarganya akan bekerja dengan staf multidisipliner termasuk dokter, perawat, terapis fisik dan pekerjaan, dan spesialis lain untuk merancang program individual dirancang untuk mengembalikan pasien ke tingkat maksimum dari fungsi. Tahap rehabilitasi dapat meliputi:

Terapi wicara

Terapi Fisik

Pengobatan dgn memberi pekerjaan tertentu

Rekreasi terapi

Adaptif peralatan pelatihan

Konseling

Alternatif

Menghambat kalsium dalam mediasi proteolysis atau mengatur mitochondrial dapat menyerap air atau gas, menjajanjikan perbaikan axon dalam studi pada hewan.

2.10. Prognosis

Prognosa dari pasien dengan cedera kepala berat tergantung pada; GCS, abnormal motor response, hypothalamic injury sign, durasi selama kehilangan kesadaran, ukuran pupil hubungan hipotensi/hipoksia, umur, sex.

BAB IV

KESIMPULAN

Pada anamnesa didapatkan pasien dengan dengan keluhan penurunan kesadaran akibat terjatuh dari atas pohon 3 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terjatuh dari atas pohon kelapa setinggi 3 meter, setelah jatuh pasien terguling dan tercebur ke sungai, posisi saat jatuh tidak begitu jelas diketahui karena keluarga tidak melihat saat kejadian. Pasien juga menderita luka lecet dada bagian kanan, pada punggung kaki kiri kanan, tidak adanya luka robek pada kepala dan wajah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Airway: Tidak ada gangguan napas, Breathing: pernapasan 18X/menit, Circulation: TD: 150/110mmHg, Nadi: 132x/menit, Disability: GCS 1 1 3, Exposure: Suhu: 36,40C, : Regio Kranialis, hematoma (+), laserasi (-), Bloody Otorea (-), Bloody , Rhinorhea (-), , Fraktur : tidak teraba. Didiagnosa Cedera Otak Berat + Difus axonal Injury grade II, Planing terapi pada pasien ini meliputi; O2 2-4 liter, IVFD NS:D5: 2:2, Sondix 625 cc 6x 50cc, Ceftriaxon 2x 1g, Piracetam 33 gra, Citicolin 2250 gram