134184912 a dai index maloklusi fix

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ciri-ciri fisik dapat digunakan untuk mengetahui asal-usul suatu bangsa, tetapi harus diketahui bahwa ciri fisik dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Terdapat juga beberapa ciri tertentu seperti ukuran serta letak posisi gigi geligi yang lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan (Mundiyah, 1998). Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar namun dapat diterima sebagai bentuk yang normal. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi maloklusi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, fungsional dan patologi (Wheeler, 2002). Ukuran bentuk gigi serta rahang sangat bervariasi pada setiap manusia. Pengukuran antropologi rahang serta ukuran gigi dari berbagai populasi adalah bervariasi pada setiap ras. Informasi ini sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis serta perawatan terhadap maloklusi tersebut (Proffit & Henry, 2000). Disebabkan meningkatnya keperluan terhadap kepentingan estetika dan penampilan dental, banyak orang yang termotivasi untuk mendapatkan perawatan ortodonti. Hal ini mendasari kebutuhan organisasi public health dan pakar epidemiologi untuk menciptakan suatu alat epidemiologi untuk menstratakan estetik dari segi dental dan tahapan kebutuhan perawatan ortodontik dalam skala nominal yang dapat diterima lingkungan sosial (Bernabe, 2006). Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan juga sebagai alat screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti (Jenny & Cons, 1996). 1.2 Rumusan Masalah 1

Upload: erlangga-wibawa

Post on 02-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

maloklusi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ciri-ciri fisik dapat digunakan untuk mengetahui asal-usul suatu

bangsa, tetapi harus diketahui bahwa ciri fisik dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

lingkungan. Terdapat juga beberapa ciri tertentu seperti ukuran serta letak posisi gigi

geligi yang lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan

(Mundiyah, 1998).

Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar namun

dapat diterima sebagai bentuk yang normal. Terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi maloklusi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan

perkembangan, fungsional dan patologi (Wheeler, 2002). Ukuran bentuk gigi serta

rahang sangat bervariasi pada setiap manusia. Pengukuran antropologi rahang serta

ukuran gigi dari berbagai populasi adalah bervariasi pada setiap ras. Informasi ini

sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis serta perawatan terhadap

maloklusi tersebut (Proffit & Henry, 2000).

Disebabkan meningkatnya keperluan terhadap kepentingan estetika dan

penampilan dental, banyak orang yang termotivasi untuk mendapatkan perawatan

ortodonti. Hal ini mendasari kebutuhan organisasi public health dan pakar

epidemiologi untuk menciptakan suatu alat epidemiologi untuk menstratakan estetik

dari segi dental dan tahapan kebutuhan perawatan ortodontik dalam skala nominal

yang dapat diterima lingkungan sosial (Bernabe, 2006).

Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan

definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan

kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan juga sebagai alat

screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti

(Jenny & Cons, 1996).

1.2 Rumusan Masalah

1

1. Apakah yang dimaksud dengan indeks maloklusi?

2. Bagaimana cara pengukuran Dental Aesthetic Index (DAI)?

3. Bagaimana epidemiologi maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang indeks maloklusi

2. Untuk mengetahui dan memahami cara pengukuran Dental Aesthetic Index (DAI)

3. Untuk mengetahui epidemiologi maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Airlangga

1.4 Manfaat

1. Mengetahui dampak kasus maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga

2. Mengetahui epidemiologi maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga

3. Mengetahui tentang indeks maloklusi

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Maloklusi

Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi

terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang

lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi

ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi atau

hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab, 2010).

Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik

mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik

fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses

patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit & Fields,

2007).

Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi serta

ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II dan III),

atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi

menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan

maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan

pergeraka gigi tetangga (Thomson, 2007).

2.1.1 Klasifikasi Maloklusi

Menurut klasifikasi Angle, maloklusi dibedakan menjadi 3 kelas yaitu

1. Maloklusi Kelas I Angle

Maloklusi kelas I Angle merupakan maloklusi yang paling sering dijumpai

dengan prevalensi lebih dari lima puluh persen. Terdapat relasi antero posterior

yang normal yang tercermin pada gigi anterior meskipun relasi gigi posterior tidak

selalu memiliki relasi kelas I atau netroklusi. Sering disertai kelainan gigi

berdesakan.

3

2. Maloklusi Kelas II

2.1. Divisi 1 Angle

Tanda – tanda maloklusi ini dapat berupa keadaan – keadaan berikut

a Insisivi rahang atas proklinasi

b. Jarak gigit bertambah

c. Insisivi bawah retroklinasi yang bias terjadi bila ada kebiasaan menghisap jari,

atau kadang – kadang insisivi bawah proklinasi yang merupakan kompensasi

kelainan skeletalnya sehingga pada keadaan ini jarak gigit bias tidak terlalu

besar.

d. Tumpang gigit sangat bervariasi yang kemungkinan dipengaruhi relasi

skeletnya tetapi kebanyakan menunjukkan pertambahan.

e. Relasi molar pertama permanen biasanya kelas II

2.2 Maloklusi Kelas II Divisi 2 Angle

Gambaran khas maloklusi ini adalah insisivi sentral atas retroklinasi

sedangkan insisivi lateral bias juga retroklinasi atau kadang – kadang proklinasi

terutama apabila terdapat gigi – gigi yang berdesakandirahang atas. Insisivi bawah

yang dalam keadaan retroklinasi menyesuaikan letak dengan insisivi atas sehingga

kadang – kadang terjadi letak gigi berdesakan diregio insisivi. Jarak gigit biasanya

hanya sedikit bertambah karena letak mandibula lebih posterior dikompensasi

dengan insisivi sentral atas yang retroklinasi.

3. Maloklusi Kelas III Angle

Maloklusi ini ditandai adanya gigitan silang anterior dan rahang bawah

setidak tidaknya setengah lebar tonjolan lebih ke mesial dari rahang atas. Posisi

insisivi bawah retroklinasi yang merupakan kompensasi terhadap kelainan relasi

rahang bawah terhadap rahang atas dalam jurusan sagital.

4

Gambar 1. Klasifikasi Angle (diunduh dari: doktergigionline.com)

Keterangan:

a. Maloklusikelas I Angle

b. Maloklusikelas II Divisi 1 Angle

c. Maloklusikelas II Divisi 2 Angle

d. Maloklusikelas III (Rahardjo, 2009).

Biasanya lengkung geligi atas pendek dalam jurusan anteroposterior

sehingga terjadi desakan pada posterior. Lengkung geligi bawah lebih panjang

sehingga sering terlihat diastema diantara gigi bawah. Bila terdapat gigitan terbuka

yang parah, hanya molar terakhir yang beroklusi (Rahardjo, 2009).

2.1.2 Akibat Maloklusi

Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut:

1. Gigi-gigi sangat berjejal mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau

berkembangnya gigi dalam atau di luar lengkung. Gangguan ini mengakibatkan

interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada gigi-geligi

yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa mencegah

timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya adalah relasi

oklusal yang kuran gstabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap

fossa) dan kelainan gingival karena tidak memadainya ruang untuk tempat

epithelium interdental.

5

2. Meningkat atau berkurangnya overlap vertikal atau horizontal yang bisa

mengakibatkan fungsi insisivus yang tidak stabil atau perlunya seal bibir yang

adaptif.

3. Penyimpangan garis median atas dan bawah yang menandai adanya interferensi

insisivus atau interferensi tonjol pada segmen posterior

4. Kurangnya perkembangan jaringan dentoalveolar pada segmen posterior, uni-,

atau bilateral, dan mengakibatkan overclosure mandibula, jika bilateral, dan

kurangnya oklsi fungsional unilateral jika terbatas pada satu sisi dan

menimbulkan open bite.

5. Pertumbuhan tulang yang terlalu besar pada regio kedua kondilus yang sedang

berkembang akan menghasilkan gigitan terbuka anterior.

6. Celah palatum dan defek terkait

Maloklusi sekunder :

1. Fungsi unilateral dan fungsi yang berkurang

2. Supra- dan infrakontak

3. Hilangnya kurva oklusal

4. Relasi tonjol yang tidak stabil

5. Interferensi tonjol

6. Perubahan posisi interkuspa

7. Overclosure mandibula

8. Parafungsi (bruksisme)

9. Atrisi permukaan oklusal

10. Impaksi makanan dan plunger cusp

11. Gangguan gigi tiruan, (Thomson, 2007)

2.2 Indeks Maloklusi

Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk

mengelompokkan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat

gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian, klasifikasi maloklusi masih

6

mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah keparahan suatu

maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun

seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Suatu

upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subjektivitas penilaian suatu maloklusi

dengan menggunakan indeks maloklusi. Indeks adalah sebuah angka atau bilangan

yang digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau

sebuah rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang

terus-menerus. Dengan menggunakan suatu indeks, dapat dinilai beberapa hal

menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil

perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format

kategori atau numerik sehingga penilaian suatu malklusi bia objektif (Rahardjo,

2009).

Syarat suatu indeks maloklusi adalah sebagai berikut:

1. Valid artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur

2. Dapat dipercaya (reliable) artinya indeks dapat mengukur secara konsisten pada

saat yang berbeda dan dalam kondisi yang bermacam-macam, serta pengguna

yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada yang menyebut reliable sebagai

reproducible

3. Mudah digunakan

4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks (Rahardjo, 2009).

Banyak indeks maloklusi telah dihasilkan, diantaranya indeks-indeks di

bawah ini berikut penciptanya: Irregularity Index (Little), Handicapping

Malocclusion Assessment Record (HMAR, Salzmann), Occlusal Index (Summers),

Dental Aesthetic Index (DAI, Cons, dkk), Index of Orthodontic Treatment Need

(IOTN, Shaw, dkk), Peer Assessment Rating Index (PAR Index, Richmond, dkk), dan

Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON, Daniels dan Richmond). Ada index

yang mudah digunakan, misalnya HMAR yang dapat digunakan langsung pada

pasien dan ada juga yang rumit yang menggunakan model geligi dan tabel-tabel

untuk menilai maloklusi, misalnya Occlusal Index (Rahardjo, 2009).

7

2.3 Dental Aesthetics Index (DAI)

Dental Aesthetics Index (DAI), dikembangkan di Amerika Serikat dan

diintegrasikan ke dalam Studi Kolaborasi Internasional Oral Health oleh Organisasi

Kesehatan Dunia. DAI dapat membantu untuk menentukan apakah pasien perlu

untuk dirujuk ke dokter spesialis, hal ini dapat mengurangi jumlah pasien yang

melakukan konsultasi awal ke dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al., 2009).

DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi

maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun tentang bagaimana

maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi

kesejahteraan subjektif dan harian (Paula, 2009).

Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu overjet, negatif overjet,

kehilangan gigi, diastema, anterior open bite, crowding anterior, diastema anterior,

lebar penyimpangan anterior (mandibula dan maksila) dan hubungan anterior-

posterior. DAI memiliki empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu skor yang lebih

rendah dari atau sama dengan 25 (kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit), skor

antara 26 dan 30 (perawatan elektif), skor antara 31 dan 35 (sangat menginginkan

perawatan) dan skor lebih besar dari 36 (wajib melakukan perawatan) (Cardoso, et

al., 2011).

Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan

definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan

kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan juga sebagai alat

screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti

(Jenny & Cons, 1996).

2.3.1 Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI)

Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu:

1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi yang hilang

tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari premolar kedua kanan sampai

premolar kedua kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi. Gigi hilang

8

dihitung per gigi, misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang hilang 2 gigi

diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus dicatat sebagai gigi

hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah menutup, masih ada gigi sulung, ada

gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa

2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan gigi yang terletak

tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada berdesakan maka diberi skor 0;

bila pada salah satu rahang ada berdesakan diberi skor 1; bila pada kedua rahang

ada berdesakan diberi skor 2

3. Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari kaninus kanan sampai

kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau setiap gigi kontak dengan baik

diberi skor 0; jika dalam satu rahang ada ruang antar gigi diberi skor 1; jika pada

kedua rahang ada ruang antar gigi diberi skor 2

4. Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang atas dan diukur

dengan ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang ada (mm). Jika tidak

ada diastema sentral diberi skor 0

5. Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu gigi yang paling

tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran

millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan atau rotasi diberi skor

0;

6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur pada salah satu gigi

yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong,

dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan diberi

skor 0;

9

Gambar 2. Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong

7. Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini dilakukan pada

posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada bagian yang jarak gigitnya besar

(lebih dari normal (> 2mm)). Jika semua gigi insisif bawah hilang dan terdapat

gigitan terbalik, tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal diberi skor 0 (Jarak

gigit normal= ±2mm);

Gambar 3. Jarak gigit anterior pada maksila

8. Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula) (Gambar 4). Dicatat jika

ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada gigitan terbalik satu gigi

karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat;

10

Gambar 4. Jarak gigit anterior pada mandibula

9. Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya gigitan terbuka terbesar

dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan terbuka diberi skor 0;

Gambar 5. Gigitan terbuka vertikal anterior

10. Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal baik kanan maupun

kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen atas dan bawah. Nilai

0 untuk relasi molar yang normal, nilai 1 jika molar pertama bawah kanan atau

kiri setengah tonjol distal atau mesial dari molar pertama atas dan nilai 2 jika

molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol penuh atau lebih atau distal dari

molar pertama atas (Azman, et al. 2010).

11

Gambar 6. Relasi molar anteroposterior (Mulyana, 2010)

Skor DAI diciptakan dari jumlah total sepuluh komponen yang telah dikalikan

dengan bobot masing-masing kemudian hasil penilaian ditambahn dengan konstanta

(13) (Azman, et al. 2010).

Tabel 1. Koefisien Regresi (Mulyana, 2010)

12

Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan maloklusinya.

Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI:

<25 maloklusi ringan

26-30 maloklusi sedang

31-35 maloklusi parah

>36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).

13

BAB III

HASIL PENGUKURAN

3.1 Hasil Pengukuran

Sampel yang digunakan: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

angkatan 2010 dan 2011

NO NAMAKOMPONEN

JUMLAH KETERANGAN1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Nora KR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal2 Amalia P 0 0 1 3 3 0 0 0 0 0 7 Maloklusi ringan3 Retno W 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 6 Maloklusi ringan

4 Yolan T 6 2 0 0 4 4 8 12 8 6 50Maloklusi sangat

parah5 Amelia M 0 2 2 0 5 5 8 0 0 6 28 Maloklusi sedang6 Ragil P 0 1 1 0 0 0 10 0 0 3 15 Maloklusi ringan7 Maretha 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal8 Gabriella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal9 Ain 0 2 1 3 10 3 10 0 0 0 29 Maloklusi sedang10 Kevin 0 2 2 3 8 3 8 0 0 0 26 Maloklusi sedang11 Adinda I 12 1 2 3 1 1 0 0 0 6 26 Maloklusi sedang12 Wahyu L 0 2 2 0 3 2 6 0 0 3 18 Maloklusi ringan13 Aida NF 0 0 0 0 3 12 0 0 0 6 21 Maloklusi ringan14 Rahma 0 2 0 0 3 5 6 0 0 3 19 Maloklusi ringan15 Cyntia O 0 2 2 0 7 6 0 0 0 0 17 Maloklusi ringan16 Rizky M 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 3 Maloklusi ringan17 Cana U 0 1 2 3 3 0 8 0 8 0 25 Maloklusi ringan18 Aldian GN 0 2 1 0 3 1 10 0 0 0 17 Maloklusi ringan19 Aryo N 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3 6 Maloklusi ringan20 Ni Made 0 2 0 0 4 3 0 0 0 0 9 Maloklusi ringan21 Staclyn O 0 2 0 0 3 3 0 0 8 0 16 Maloklusi ringan22 Firdi T 0 1 1 0 4 0 0 0 0 0 6 Maloklusi ringan23 Rizki K 6 2 1 6 3 2 0 0 0 0 20 Maloklusi ringan24 Febtrias 0 1 1 0 2 3 5 0 0 0 12 Maloklusi ringan25 Iyanda V 0 0 0 0 0 0 18 0 0 3 21 Maloklusi ringan26 Greace 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal27 Elda 0 1 0 0 0 0 12 0 0 6 19 Maloklusi ringan28 Fipriency 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 3 Maloklusi ringan

29 Nia 0 2 0 0 5 3 8 32 0 0 50Maloklusi sangat

parah30 Eci 0 0 0 0 0 0 14 0 0 3 17 Maloklusi ringan

14

31 Etasia 0 0 0 0 3 3 24 0 0 0 30 Maloklusi sedang

Keterangan tabel:

o Komponen 1 = kehilangan gigi

o Komponen 2 = berdesakan

o Komponen 3 = diastema

o Komponen 4 = diastema sentral

o Komponen 5 = ketidakteraturan terparah pada maksila

o Komponen 6 = ketidakteraturan terparah pada mandibula

o Komponen 7 = jarak gigit maksila

o Komponen 8 = jarak gigit mandibula

o Komponen 9 = gigitan terbuka anterior

o Komponen 10 = relasi molar anteroposterior

15

16

BAB IV

KESIMPULAN

Dental Aesthetics Index (DAI) digunakan untuk mengevaluasi komponen

estetika dan anatomi maloklusi. DAI merupakan suatu indeks ortodonti yang

berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk

menemukan kebutuhan perawatan ortodonti. Dari data yang diambil dari 31 sampel

mahasiswa fkg unair, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 12,9% sampel memiliki

oklusi normal dan 64,51% sampel dengan maloklusi ringan. Kedua klasifikasi ini

tidak membutuhkan perawatan orthodonti. Dan juga terdapat pula 16,12% sampel

dengan maloklusi sedang, 0% maloklusi parah dan 6,45% yang memiliki maloklusi

sangat parah sehingga dikategorikan wajib melakukan perawatan ortodonti.

17

DAFTAR PUSTAKA

Azman, A.A.M., Sjafei, A., dan Winoto, E.R. 2010. Malocclusion Severity

Representation Using Dental Aesthetic Index Among Ethnic Malays in Johor

Bahru Malaysia. Orthodontic Dental Journal Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2010; 4-

7

Bernabe E. Flores – Mir C. 2006. Orthodontic Treatment Need In Peruvian Young

Adults Evaluated Thorugh Dental Aesthetic Index. The Angle Orthodontist;

76:3:417

Cardoso, Chrytiane F, et al. 2011. The Dental Aesthetic Index and Dental Health

Component of the Index of Orthodontic Treatment Need as Tools in

Epidemiological Studies. Int J Environ Res Public Health. 8(8): 3277–3286.

Hamamci, Nihal, et al. 2009. Dental Aesthetic Index Scores and Perception of

Personal Dental Appearance Among Turkish University Students. Vol 31 pp:

168-173.

Jenny, J. dan Cons, N.C. 1996. Establishing Malocclusion Severity Levels on Dental

Aesthetic Index (DAI) Scale. Australian Dental Journal; 41 (1): 43.

Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and Dental

Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2

Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar – Dasar Ortodonti Perkembangan dan

Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti.

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Persatuan

Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15.

Paula, Delcides F. 2009. Psychosocial Impact of Dental Esthetics on Quality of Life

in Adolescents. Vol. 79, No. 6, pp. 1188-1193.

Proffit, W.R. dan Fields, H.W. 2007. Contemporary Orthodontics. 4th Edition.

Mosby Inc., St. Louis. h. 151-158

Proffit, W.R. dan Henry, W.Fields Jr. 2000. Contemporary Orthodontics. 3rd Edition.

USA: Mosby. p. 2-21, 113.

Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press

18

Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC

Wheeler, RC. 2002. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. 6th

Edition. USA: W.B. Saunders-AITBS Publisher India. Pp.237, 378 – 422.

Zenab, Yuliawati. 2010. Perawatan Maloklusi Kelas 1 Angle Tipe 2. Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia

19