Download - 134184912 a DAI Index Maloklusi FIX
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ciri-ciri fisik dapat digunakan untuk mengetahui asal-usul suatu
bangsa, tetapi harus diketahui bahwa ciri fisik dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Terdapat juga beberapa ciri tertentu seperti ukuran serta letak posisi gigi
geligi yang lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan
(Mundiyah, 1998).
Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar namun
dapat diterima sebagai bentuk yang normal. Terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi maloklusi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan
perkembangan, fungsional dan patologi (Wheeler, 2002). Ukuran bentuk gigi serta
rahang sangat bervariasi pada setiap manusia. Pengukuran antropologi rahang serta
ukuran gigi dari berbagai populasi adalah bervariasi pada setiap ras. Informasi ini
sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis serta perawatan terhadap
maloklusi tersebut (Proffit & Henry, 2000).
Disebabkan meningkatnya keperluan terhadap kepentingan estetika dan
penampilan dental, banyak orang yang termotivasi untuk mendapatkan perawatan
ortodonti. Hal ini mendasari kebutuhan organisasi public health dan pakar
epidemiologi untuk menciptakan suatu alat epidemiologi untuk menstratakan estetik
dari segi dental dan tahapan kebutuhan perawatan ortodontik dalam skala nominal
yang dapat diterima lingkungan sosial (Bernabe, 2006).
Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan
definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan
kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan juga sebagai alat
screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti
(Jenny & Cons, 1996).
1.2 Rumusan Masalah
1
1. Apakah yang dimaksud dengan indeks maloklusi?
2. Bagaimana cara pengukuran Dental Aesthetic Index (DAI)?
3. Bagaimana epidemiologi maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang indeks maloklusi
2. Untuk mengetahui dan memahami cara pengukuran Dental Aesthetic Index (DAI)
3. Untuk mengetahui epidemiologi maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dampak kasus maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga
2. Mengetahui epidemiologi maloklusi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga
3. Mengetahui tentang indeks maloklusi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Maloklusi
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang
lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi
ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi atau
hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab, 2010).
Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik
mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik
fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses
patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit & Fields,
2007).
Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi serta
ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II dan III),
atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi
menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan
maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan
pergeraka gigi tetangga (Thomson, 2007).
2.1.1 Klasifikasi Maloklusi
Menurut klasifikasi Angle, maloklusi dibedakan menjadi 3 kelas yaitu
1. Maloklusi Kelas I Angle
Maloklusi kelas I Angle merupakan maloklusi yang paling sering dijumpai
dengan prevalensi lebih dari lima puluh persen. Terdapat relasi antero posterior
yang normal yang tercermin pada gigi anterior meskipun relasi gigi posterior tidak
selalu memiliki relasi kelas I atau netroklusi. Sering disertai kelainan gigi
berdesakan.
3
2. Maloklusi Kelas II
2.1. Divisi 1 Angle
Tanda – tanda maloklusi ini dapat berupa keadaan – keadaan berikut
a Insisivi rahang atas proklinasi
b. Jarak gigit bertambah
c. Insisivi bawah retroklinasi yang bias terjadi bila ada kebiasaan menghisap jari,
atau kadang – kadang insisivi bawah proklinasi yang merupakan kompensasi
kelainan skeletalnya sehingga pada keadaan ini jarak gigit bias tidak terlalu
besar.
d. Tumpang gigit sangat bervariasi yang kemungkinan dipengaruhi relasi
skeletnya tetapi kebanyakan menunjukkan pertambahan.
e. Relasi molar pertama permanen biasanya kelas II
2.2 Maloklusi Kelas II Divisi 2 Angle
Gambaran khas maloklusi ini adalah insisivi sentral atas retroklinasi
sedangkan insisivi lateral bias juga retroklinasi atau kadang – kadang proklinasi
terutama apabila terdapat gigi – gigi yang berdesakandirahang atas. Insisivi bawah
yang dalam keadaan retroklinasi menyesuaikan letak dengan insisivi atas sehingga
kadang – kadang terjadi letak gigi berdesakan diregio insisivi. Jarak gigit biasanya
hanya sedikit bertambah karena letak mandibula lebih posterior dikompensasi
dengan insisivi sentral atas yang retroklinasi.
3. Maloklusi Kelas III Angle
Maloklusi ini ditandai adanya gigitan silang anterior dan rahang bawah
setidak tidaknya setengah lebar tonjolan lebih ke mesial dari rahang atas. Posisi
insisivi bawah retroklinasi yang merupakan kompensasi terhadap kelainan relasi
rahang bawah terhadap rahang atas dalam jurusan sagital.
4
Gambar 1. Klasifikasi Angle (diunduh dari: doktergigionline.com)
Keterangan:
a. Maloklusikelas I Angle
b. Maloklusikelas II Divisi 1 Angle
c. Maloklusikelas II Divisi 2 Angle
d. Maloklusikelas III (Rahardjo, 2009).
Biasanya lengkung geligi atas pendek dalam jurusan anteroposterior
sehingga terjadi desakan pada posterior. Lengkung geligi bawah lebih panjang
sehingga sering terlihat diastema diantara gigi bawah. Bila terdapat gigitan terbuka
yang parah, hanya molar terakhir yang beroklusi (Rahardjo, 2009).
2.1.2 Akibat Maloklusi
Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut:
1. Gigi-gigi sangat berjejal mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau
berkembangnya gigi dalam atau di luar lengkung. Gangguan ini mengakibatkan
interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada gigi-geligi
yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa mencegah
timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya adalah relasi
oklusal yang kuran gstabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap
fossa) dan kelainan gingival karena tidak memadainya ruang untuk tempat
epithelium interdental.
5
2. Meningkat atau berkurangnya overlap vertikal atau horizontal yang bisa
mengakibatkan fungsi insisivus yang tidak stabil atau perlunya seal bibir yang
adaptif.
3. Penyimpangan garis median atas dan bawah yang menandai adanya interferensi
insisivus atau interferensi tonjol pada segmen posterior
4. Kurangnya perkembangan jaringan dentoalveolar pada segmen posterior, uni-,
atau bilateral, dan mengakibatkan overclosure mandibula, jika bilateral, dan
kurangnya oklsi fungsional unilateral jika terbatas pada satu sisi dan
menimbulkan open bite.
5. Pertumbuhan tulang yang terlalu besar pada regio kedua kondilus yang sedang
berkembang akan menghasilkan gigitan terbuka anterior.
6. Celah palatum dan defek terkait
Maloklusi sekunder :
1. Fungsi unilateral dan fungsi yang berkurang
2. Supra- dan infrakontak
3. Hilangnya kurva oklusal
4. Relasi tonjol yang tidak stabil
5. Interferensi tonjol
6. Perubahan posisi interkuspa
7. Overclosure mandibula
8. Parafungsi (bruksisme)
9. Atrisi permukaan oklusal
10. Impaksi makanan dan plunger cusp
11. Gangguan gigi tiruan, (Thomson, 2007)
2.2 Indeks Maloklusi
Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk
mengelompokkan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk mengingat
gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian, klasifikasi maloklusi masih
6
mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah keparahan suatu
maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun
seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subjektif. Suatu
upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subjektivitas penilaian suatu maloklusi
dengan menggunakan indeks maloklusi. Indeks adalah sebuah angka atau bilangan
yang digunakan sebagai indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau
sebuah rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang
terus-menerus. Dengan menggunakan suatu indeks, dapat dinilai beberapa hal
menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil
perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format
kategori atau numerik sehingga penilaian suatu malklusi bia objektif (Rahardjo,
2009).
Syarat suatu indeks maloklusi adalah sebagai berikut:
1. Valid artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur
2. Dapat dipercaya (reliable) artinya indeks dapat mengukur secara konsisten pada
saat yang berbeda dan dalam kondisi yang bermacam-macam, serta pengguna
yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada yang menyebut reliable sebagai
reproducible
3. Mudah digunakan
4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks (Rahardjo, 2009).
Banyak indeks maloklusi telah dihasilkan, diantaranya indeks-indeks di
bawah ini berikut penciptanya: Irregularity Index (Little), Handicapping
Malocclusion Assessment Record (HMAR, Salzmann), Occlusal Index (Summers),
Dental Aesthetic Index (DAI, Cons, dkk), Index of Orthodontic Treatment Need
(IOTN, Shaw, dkk), Peer Assessment Rating Index (PAR Index, Richmond, dkk), dan
Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON, Daniels dan Richmond). Ada index
yang mudah digunakan, misalnya HMAR yang dapat digunakan langsung pada
pasien dan ada juga yang rumit yang menggunakan model geligi dan tabel-tabel
untuk menilai maloklusi, misalnya Occlusal Index (Rahardjo, 2009).
7
2.3 Dental Aesthetics Index (DAI)
Dental Aesthetics Index (DAI), dikembangkan di Amerika Serikat dan
diintegrasikan ke dalam Studi Kolaborasi Internasional Oral Health oleh Organisasi
Kesehatan Dunia. DAI dapat membantu untuk menentukan apakah pasien perlu
untuk dirujuk ke dokter spesialis, hal ini dapat mengurangi jumlah pasien yang
melakukan konsultasi awal ke dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al., 2009).
DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi
maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun tentang bagaimana
maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi
kesejahteraan subjektif dan harian (Paula, 2009).
Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu overjet, negatif overjet,
kehilangan gigi, diastema, anterior open bite, crowding anterior, diastema anterior,
lebar penyimpangan anterior (mandibula dan maksila) dan hubungan anterior-
posterior. DAI memiliki empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu skor yang lebih
rendah dari atau sama dengan 25 (kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit), skor
antara 26 dan 30 (perawatan elektif), skor antara 31 dan 35 (sangat menginginkan
perawatan) dan skor lebih besar dari 36 (wajib melakukan perawatan) (Cardoso, et
al., 2011).
Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang berasaskan
definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk menemukan
kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan juga sebagai alat
screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti
(Jenny & Cons, 1996).
2.3.1 Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI)
Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu:
1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi yang hilang
tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari premolar kedua kanan sampai
premolar kedua kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi. Gigi hilang
8
dihitung per gigi, misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang hilang 2 gigi
diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus dicatat sebagai gigi
hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah menutup, masih ada gigi sulung, ada
gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa
2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan gigi yang terletak
tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada berdesakan maka diberi skor 0;
bila pada salah satu rahang ada berdesakan diberi skor 1; bila pada kedua rahang
ada berdesakan diberi skor 2
3. Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari kaninus kanan sampai
kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau setiap gigi kontak dengan baik
diberi skor 0; jika dalam satu rahang ada ruang antar gigi diberi skor 1; jika pada
kedua rahang ada ruang antar gigi diberi skor 2
4. Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang atas dan diukur
dengan ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang ada (mm). Jika tidak
ada diastema sentral diberi skor 0
5. Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu gigi yang paling
tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran
millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan atau rotasi diberi skor
0;
6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur pada salah satu gigi
yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka sorong,
dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan diberi
skor 0;
9
Gambar 2. Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong
7. Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini dilakukan pada
posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada bagian yang jarak gigitnya besar
(lebih dari normal (> 2mm)). Jika semua gigi insisif bawah hilang dan terdapat
gigitan terbalik, tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal diberi skor 0 (Jarak
gigit normal= ±2mm);
Gambar 3. Jarak gigit anterior pada maksila
8. Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula) (Gambar 4). Dicatat jika
ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada gigitan terbalik satu gigi
karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat;
10
Gambar 4. Jarak gigit anterior pada mandibula
9. Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya gigitan terbuka terbesar
dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan terbuka diberi skor 0;
Gambar 5. Gigitan terbuka vertikal anterior
10. Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal baik kanan maupun
kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen atas dan bawah. Nilai
0 untuk relasi molar yang normal, nilai 1 jika molar pertama bawah kanan atau
kiri setengah tonjol distal atau mesial dari molar pertama atas dan nilai 2 jika
molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol penuh atau lebih atau distal dari
molar pertama atas (Azman, et al. 2010).
11
Gambar 6. Relasi molar anteroposterior (Mulyana, 2010)
Skor DAI diciptakan dari jumlah total sepuluh komponen yang telah dikalikan
dengan bobot masing-masing kemudian hasil penilaian ditambahn dengan konstanta
(13) (Azman, et al. 2010).
Tabel 1. Koefisien Regresi (Mulyana, 2010)
12
Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan maloklusinya.
Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI:
<25 maloklusi ringan
26-30 maloklusi sedang
31-35 maloklusi parah
>36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).
13
BAB III
HASIL PENGUKURAN
3.1 Hasil Pengukuran
Sampel yang digunakan: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
angkatan 2010 dan 2011
NO NAMAKOMPONEN
JUMLAH KETERANGAN1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Nora KR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal2 Amalia P 0 0 1 3 3 0 0 0 0 0 7 Maloklusi ringan3 Retno W 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 6 Maloklusi ringan
4 Yolan T 6 2 0 0 4 4 8 12 8 6 50Maloklusi sangat
parah5 Amelia M 0 2 2 0 5 5 8 0 0 6 28 Maloklusi sedang6 Ragil P 0 1 1 0 0 0 10 0 0 3 15 Maloklusi ringan7 Maretha 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal8 Gabriella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal9 Ain 0 2 1 3 10 3 10 0 0 0 29 Maloklusi sedang10 Kevin 0 2 2 3 8 3 8 0 0 0 26 Maloklusi sedang11 Adinda I 12 1 2 3 1 1 0 0 0 6 26 Maloklusi sedang12 Wahyu L 0 2 2 0 3 2 6 0 0 3 18 Maloklusi ringan13 Aida NF 0 0 0 0 3 12 0 0 0 6 21 Maloklusi ringan14 Rahma 0 2 0 0 3 5 6 0 0 3 19 Maloklusi ringan15 Cyntia O 0 2 2 0 7 6 0 0 0 0 17 Maloklusi ringan16 Rizky M 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 3 Maloklusi ringan17 Cana U 0 1 2 3 3 0 8 0 8 0 25 Maloklusi ringan18 Aldian GN 0 2 1 0 3 1 10 0 0 0 17 Maloklusi ringan19 Aryo N 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3 6 Maloklusi ringan20 Ni Made 0 2 0 0 4 3 0 0 0 0 9 Maloklusi ringan21 Staclyn O 0 2 0 0 3 3 0 0 8 0 16 Maloklusi ringan22 Firdi T 0 1 1 0 4 0 0 0 0 0 6 Maloklusi ringan23 Rizki K 6 2 1 6 3 2 0 0 0 0 20 Maloklusi ringan24 Febtrias 0 1 1 0 2 3 5 0 0 0 12 Maloklusi ringan25 Iyanda V 0 0 0 0 0 0 18 0 0 3 21 Maloklusi ringan26 Greace 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Normal27 Elda 0 1 0 0 0 0 12 0 0 6 19 Maloklusi ringan28 Fipriency 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 3 Maloklusi ringan
29 Nia 0 2 0 0 5 3 8 32 0 0 50Maloklusi sangat
parah30 Eci 0 0 0 0 0 0 14 0 0 3 17 Maloklusi ringan
14
31 Etasia 0 0 0 0 3 3 24 0 0 0 30 Maloklusi sedang
•
•
•
•
•
Keterangan tabel:
o Komponen 1 = kehilangan gigi
o Komponen 2 = berdesakan
o Komponen 3 = diastema
o Komponen 4 = diastema sentral
o Komponen 5 = ketidakteraturan terparah pada maksila
o Komponen 6 = ketidakteraturan terparah pada mandibula
o Komponen 7 = jarak gigit maksila
o Komponen 8 = jarak gigit mandibula
o Komponen 9 = gigitan terbuka anterior
o Komponen 10 = relasi molar anteroposterior
15
BAB IV
KESIMPULAN
Dental Aesthetics Index (DAI) digunakan untuk mengevaluasi komponen
estetika dan anatomi maloklusi. DAI merupakan suatu indeks ortodonti yang
berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi untuk
menemukan kebutuhan perawatan ortodonti. Dari data yang diambil dari 31 sampel
mahasiswa fkg unair, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 12,9% sampel memiliki
oklusi normal dan 64,51% sampel dengan maloklusi ringan. Kedua klasifikasi ini
tidak membutuhkan perawatan orthodonti. Dan juga terdapat pula 16,12% sampel
dengan maloklusi sedang, 0% maloklusi parah dan 6,45% yang memiliki maloklusi
sangat parah sehingga dikategorikan wajib melakukan perawatan ortodonti.
17
DAFTAR PUSTAKA
Azman, A.A.M., Sjafei, A., dan Winoto, E.R. 2010. Malocclusion Severity
Representation Using Dental Aesthetic Index Among Ethnic Malays in Johor
Bahru Malaysia. Orthodontic Dental Journal Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2010; 4-
7
Bernabe E. Flores – Mir C. 2006. Orthodontic Treatment Need In Peruvian Young
Adults Evaluated Thorugh Dental Aesthetic Index. The Angle Orthodontist;
76:3:417
Cardoso, Chrytiane F, et al. 2011. The Dental Aesthetic Index and Dental Health
Component of the Index of Orthodontic Treatment Need as Tools in
Epidemiological Studies. Int J Environ Res Public Health. 8(8): 3277–3286.
Hamamci, Nihal, et al. 2009. Dental Aesthetic Index Scores and Perception of
Personal Dental Appearance Among Turkish University Students. Vol 31 pp:
168-173.
Jenny, J. dan Cons, N.C. 1996. Establishing Malocclusion Severity Levels on Dental
Aesthetic Index (DAI) Scale. Australian Dental Journal; 41 (1): 43.
Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and Dental
Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2
Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar – Dasar Ortodonti Perkembangan dan
Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Persatuan
Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15.
Paula, Delcides F. 2009. Psychosocial Impact of Dental Esthetics on Quality of Life
in Adolescents. Vol. 79, No. 6, pp. 1188-1193.
Proffit, W.R. dan Fields, H.W. 2007. Contemporary Orthodontics. 4th Edition.
Mosby Inc., St. Louis. h. 151-158
Proffit, W.R. dan Henry, W.Fields Jr. 2000. Contemporary Orthodontics. 3rd Edition.
USA: Mosby. p. 2-21, 113.
Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press
18
Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC
Wheeler, RC. 2002. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. 6th
Edition. USA: W.B. Saunders-AITBS Publisher India. Pp.237, 378 – 422.
Zenab, Yuliawati. 2010. Perawatan Maloklusi Kelas 1 Angle Tipe 2. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia
19