peran dan tugas dai

26
Tugas dan Peran Dai Page 1 Peran dan Tugas Dai

Upload: joko

Post on 07-Jun-2015

1.558 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Berdakwah ke masyarakat memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks. Jika kita melihat masyarakat Indonesia berarti harus memperhatikan keragaman budaya, status sosial, pendidikan, bahasa, usia, dan lain-lain.

TRANSCRIPT

Page 1: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 1

Peran dan Tugas Dai

Page 2: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 2

Oleh: Tim dakwatuna.com

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/allah-swt-tidak-membebani-seseorang-diluar-kemampuannya/

1. Allah SWT Tidak Membebani Seseorang Diluar Kemampuannya (halaman 2)

2. 7 Proyek Amal Islami (halaman 8)

3. Berdakwahlah Agar Selamat Dunia-Akhirat (halaman 12)

4. Pilar-Pilar Kesuksesan Dakwah (halaman 18)

5. Tiga Tugas Dai Dalam Memenangkan Dakwah (halaman 25)

Allah SWT Tidak Membebani Seseorang Diluar Kemampuannya

dakwatuna.com - Allah Yang Mahaagung menghendaki agar dakwah dilakukan dengan seluruh

sarana kemanusiaan. Seorang dai wajib mencari berbagai cara yang manusiawi untuk

mensukseskan dakwahnya. Karena itu Rasulullah saw. tidak selalu berkata, “Hal ini telah

diwahyukan kepadaku.” Tapi beliau lebih sering berkata, “Aku punya cara dan ide lain.” Bahkan

di Perang Uhud sebagian sahabat berbeda pendapat dengan Nabi dalam hal taktis dan strategi

perang, padahal Nabi berada di tengah-tengah mereka dan wahyu turun kepada beliau.

Firman Allah إ� و���� ��� bahwa Allah tidak membebani seseorang diluar , � ���� ا

kemampuannya (Al-Baqarah: 286) adalah penjelasan yang menguatkan prinsip tersebut.

Pembebanan adalah perkara yang menyulitkan. Karena itu harus berbanding lurus dengan

kemampuan. Imam Qurtuby berkata, “Allah menggariskan bahwa Dia tidak akan membebani

hambanya –sejak ayat ini diturunkan– dengan amalan-amalan hati atau anggota badan, sesuai

dengan kemampuan orang tersebut. Dengan demikian umat Islam terangkat kesulitannya.

Artinya, Allah tidak membebani apa-apa yang terlintas dalam perasaan dan tercetus dalam hati.”

Banyak orang memahami ayat ini dengan mengatakan, kemampuan yang dimaksud dalam ayat

ini adalah batasan minimal kemampuan seseorang. Oleh karena itu, kemampuan dapat berubah-

ubah tergantung dengan motivasi. Ada orang yang tidak mampu, ada orang yang mampu. Tentu

saja pendapat ini keliru. Sebab, para sahabat mencontohkan secara nyata kepada kita bahwa

mereka berkomitmen dengan seluruh kapasitas kemampuan mereka.

Jika kita buka lembaran sirah sahabat, kita dapati kebanyakan mereka wafat di luar negeri. Abu

Ayub Al-Anshari misalnya. Beliau wafat di Benteng Konstantinopel. Ummu Haram binti Milhan

berakhir hidupnya di Pulau Qobros, Yunani. Uqbah bin Amir meninggal di Mesir. Bilal

dimakamkan di Syria. Demikianlah mereka mengembara ke segala penjuru dunia untuk

berdakwah. Mereka mengerahkan semua yang berharga dalam hidupnya untuk meninggikan

panji Islam. Begitulah semestinya memahami ayat إ� و���� ��� .� ���� ا

Page 3: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 3

Pada Perang Uhud para sahabat tetap memenuhi seruan Allah untuk mengejar orang-orang

musyrik. Usaid bin Hudhair r.a. berkata, “و������ Ia langsung menyiapkan .”���� و����

senjatanya, padahal ia baru saja mengobati tujuh buah luka yang bersarang di tubuhnya. Bahkan

dalam peperangan “Hamra Al-Asad”, empat puluh orang sahabat masih tetap keluar ikut

berperang meski mereka masih dalam keadaan terluka. Di antara mereka adalah Thufail bin

Nu’man dengan 13 luka di tubuhnya dan Kharrasy bin As-Simmah dengan 10 luka di tubuhnya.

Semua menunjukan bahwa:

“ ������ ������ ا��������"ل ���#$ ��������, وا+�م ا(رادة ا�%���������ى ا��-���������د . �0/����3 و2���� 40������62ة 5���� ��7�����وأن ا(رادة ا�8

��ت�������7������=> وا(������� ”.ا���

“Kemauan yang kuat akan mengerahkan seluruh kesungguhan, walau menghadapi banyak

kesulitan penderitaan. Sebaliknya, kemauan yang lemah menjadi tak berdaya meskipun sarana

dan waktu tersedia.”

Karena itulah Allah swt. menyebutkan sikap mereka dalam Al-Qur’an:

�� أA�F�G ا�%�ح ��@"� أ5�Cا �A�C وا$@%�ا ��F � أA7I� �2ا�@"� ا0����Fا ��@� وا��@��ل

“(Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat

luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan

yang bertakwa, ada pahala yang besar.” (Ali Imran: 172)

Kemampuan dan Keinginan

Kemampuan untuk berdakwah adalah dorongan kehendak jiwa dan melaksanakannya atas izin

Allah. Bila dorongan itu tidak ada pada diri seseorang, maka ia menjadi tak berdaya. Karena itu

Nabi saw. mengajarkan kita untuk berdoa:

” <����6 وا����� ا������ J���F ذ�����6ن وأ����A وا�/��� ا����� J���F ذ�����L أ����A إ�����ذ ،ا������>، وأ���N#وا� ���� ا��#��� J���F ذ���� وأ���ل ���� ا��2���Oو ������� ا���#�P ���� J���F”

“Ya Allah, aku berlindungan kepadaMu dari rasa sesak dada dan gelisah, dan aku berlindung

kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepadaMu dari sifat pengecut dan

kikir, dan aku berlindung kepadaMu dari dilingkupi utang dan dominasi manusia.”

Rasulullah saw. juga bersabda:

” J������C� ������ 4������ص �������7، ا5���R <�����L آ���T�7 و������ ا�8U����� ا������ �4 ا����, إ������7 وأ5���R ي������ ا�%U�������

6�������� و� $�����������F �0�������� ”وا�

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah.

Segala sesuatunya lebih baik. Tampakanlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan minta

tolonglah kepada Allah dan janganlah engkau menjadi tak berdaya.” (Muslim)

Page 4: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 4

Sesungguhnya perasaan tak berdaya dan tidak punya kemampuan yang selalu diucapkan

berulang kali oleh para dai hanya akan meredupkan kekuatan Islam dan lambatnya laju

kendaraan dakwah. Bila seorang dai tidak berani membangun dakwahnya tanpa ada perasaan

takut, hal itu akan menghancurkan dakwahnya. Bila seorang dai tidak tahan menghadap kritikan,

ia tidak akan pernah maju. Ia tidak akan sampai pada kemampuan memberikan arahan (taujih)

dan perubahan (taghyir).

Batas Kemampuan Kapasitas Dai

Apakah batasan kemampuan seorang dai dalam berdakwah? Jawabnya ada di firman Allah

berikut ini:

�C�U��ا Aه JX�7> ا��@� وا�@"� ءاووا و�-�وا أو#� LT وا��\��ة ورزق آA��وا�@"� ءا��Cا وه�2�وا و�2ه A�� �]%5 ن

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang

yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin),

mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki

(nikmat) yang mulia.” (Al-Anfal: 74)

� ا��@� وأوJX� هA ا��ا�@"� ءا��Cا وهC� �2در AI�أ A���اA�� وأ��F �@7> ا��#� LT وا� �=6ون�2�وا و�2ه

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan

diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat

kemenangan.” (At-Taubah: 20)

��اA�� وأ��F وا���Cن ا�@"� ءا��Cا ���F@� ور���� _�F�$�� A� @Aا و�2هU��إ�@�� اX�7> ا��@� أو#� LT A� J هA ا�-@�د�Oن

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah

dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa

mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 15)

A7�اب أ"� � A�7�C$ رة��4�� $ A�bا ه> أد��C���اA�� (10)��أ�b�� ا�@"� ءاF �@7> ا��#� LT ون���Cن ���F@� ور���� و$��هU$Cإن آ A�� �7R A��ذ A� A0(11) $����ن وأ��

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat

menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu

mengetahuinya.” (Ash-Shaff: 11)

Cإن آ A�� �7R A��7> ا��@� ذ#� LT A���اA�� وأ��F وا� A0 $����نا���وا R���T و_%��� و�2ه

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah

dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu

mengetahui.” (At-Taubah: 41)

Page 5: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 5

Maksud dari firman Allah swt.: ��%_و �T��R وا��ا�, sama saja apakah kalian dalam keadaaan ringan

untuk pergi berjihad atau dalam keadaan berat. Keadaan ini mengandung beberapa pengertian.

Pertama, ringan, karena bersemangat untuk keluar berjihad; berat, karena merasa sulit untuk

berangkat. Kedua, ringan, karena sedikit keluarga yang ditinggalkan; berat, karena banyaknya

keluarga yang ditinggalkan. Ketiga, ringan, ringan persenjataan yang dibawa; sebaliknya berat,

karena beratnya persenjataan yang dibawa. Keempat, ringan, karena berkendaraan; berat, karena

berjalan kaki. Kelima, ringan, karena masih muda; berat, karena telah uzur usia. Keenam, ringan,

karena bobot badan yang kurus; berat, karena kelebihan bobot berat badan. Ketujuh, ringan,

karena sehat dan fit; berat, karena sakit atau kurang enak badan. Jadi, mencakup seluruh aspek.

Kebanyakan para sahabat dan tabi’in memahami ayat itu dengan pengertian yang mutlak.

Mujahid berkata, “Sesungguhnya Abu Ayub turut menyaksikan Peperangan Badar bersama

Rasulullah saw., dan ia belum pernah absen dari peperangan. Ia berkata, ‘Allah telah berfirman: maka itu artinya aku dapati diriku dalam keadaan ringan atau berat’.” Dari ,ا���وا R��T� و_%��

Shofwan bin Amr, ia berkata, “Ketika aku menjadi Gubernur Hums (Syria), aku menjumpai

seorang bapak tua warga Syria yang telah turun kedua alisnya. Ia berada di atas kendaraannya

bersiap-siap hendak ikut berperang. Lalu aku berkata kepadanya, ‘Wahai Paman, engkau

dimaklumi oleh Allah untuk tidak ikut berperang.’ Seraya mengangkat kedua alisnya, bapak tua

itu berkata, ‘Hai Nak, Allah telah menyuruh kita keluar baik dalam keadaan ringan maupun

berat. Ketahuilah, sesungguhnya Allah selalu menguji orang yang dicintainya.’”

Diriwayatkan oleh Imam Az-Zuhry, suatu ketika Said bin Al-Musayyib r.a. keluar untuk

berperang, sedangkan salah satu matanya tidak dapat melihat. Lalu ia berkata, “Allah meminta

kita untuk keluar berperang, baik terasa ringan atau berat. Jika aku tak berdaya untuk berjihad,

maka berarti aku telah memperbanyak pasukan musuh dan aku hanya menjaga harta bendaku.”

Juga ketika Al-Miqdad bin Al-Aswad dikatakan kepadanya pada saat beliau hendak berperang,

“Engkau dimaklumi.” Lalu ia berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepada kita surah

Al-Bara’ah: pergilah dalam keadaan ringan ataupun berat.”

Dakwah Adalah Manuver Di Jalan Allah

Manuver di jalan Allah, tidak hanya berperang. Tapi punya pengertian yang luas. Dakwah –

dengan segala bentuknya– adalah bentuk manuver di jalan Allah. Karena itu dalam surat At-

Taubah Allah swt. menyebutkan:

��� ����T �@T�وا آ��C7� ن�C�U��آ�ن ا ���A� إذا ر2��ا إA�7� ���@ و�O روا"C7�و �g��A�C ��=�� 07��%@��ا LT ا� �O�T g<آ � A� �/"رون

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk

memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada

kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

(At-Taubah: 122)

Page 6: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 6

Imam Ar-Razy berkata, “Kewajiban berdakwah bagi para sahabat terbagi menjadi dua golongan,

satu golongan keluar untuk berperang, golongan lainnya tetap tinggal bersama Rasulullah saw.

Golongan yang berperang mewakili golongan yang tidak ikut serta. Yang tidak ikut berperang

mewakili yang berperang dalam hal mendalami ilmu pengetahuan. Dengan cara inilah urusan

agama dapat terselesaikan secara sempurna.

Bila kita analisis ada dua keterkaitan yang erat pada ayat tersebut, keterkaitan antara manuver

tafaqquh (dirasah) dan manuver indzar (dakwah). Karena itu, seorang Muslim dituntut untuk

memaksimalkan kesungguhannya dan ditanya tentang beban kemampuan dirinya untuk membela

agama Islam dengan bentuk jihad yang beraneka macam. Diawali dengan dakwah penuh hikmah

dan nasihat yang baik hingga jihad dengan mengorbankan jiwa-raga.

Seorang mukmin sadar betul bahwa setiap kesungguhan yang dikerahkannya dalam ketakwaan

adalah kesungguhan yang disesuaikan dengan kemungkinan-kemungkinan manusiawi dirinya

yang lemah dan tidak akan sampai pada derajat yang sesuai dengan keagungan Allah swt.

Karena itu para mufassirin berpendapat bahwa firman Allah: ��������$�%$ h�������5 ��ا ا������ bertakwalah“ ا$%

engkau kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa” (Ali Imran: 102), di-mansukh dengan

ayat ا ���������� ��$%�ا ا�������TA0�i0������������ , “bertakwalah kepada Allah semampu kalian”. Hal ini didasari

oleh keterangan dalam asbabunnuzul bahwasanya tatkala ayat pertama turun kaum muslimin

merasa keberatan karena sebenar-benarnya takwa berarti tidak boleh bermaksiat sekejap mata

pun, harus selalu bersyukur, tidak boleh kufur, harus selalu diingat, tidak boleh lupa. Tiada

seorang hamba pun mampu melakukannya.

Bila tidak sependapat bahwa ayat tersebut mansukh, maka harus dikatakan –wallahu a’lam–ada

dua kapasitas ketakwaan: kapasitas yang hanya pantas untuk Allah swt. dan kapasitas ketakwaan

yang sesuai dengan kemampuan seorang hamba. Kapasitas yang sesuai dengan kemampuan

seseorang adalah kapasitas individu yang berbeda dengan individu lainnya, dan berbeda pada

satu kondisi dengan kondisi lainnya. Seyogyanya seorang mukmin harus senantiasa berada di

antara dua kapasitas tersebut. Berusaha mengarah kepada keagungan Allah swt., karena bagi

seorang Mukmin esok harus lebih baik dari hari ini dan hari ini harus lebih baik dari hari

kemarin. Juga hendaknya seorang Mukmin harus meningkatkan level ketakwaannya bersamaan

dengan bertambahnya pengetahuan, bertambahnya kenikmatan yang diperolehnya, dan

bertambahnya usia.

Bila seorang memahami dengan baik hal tersebut di atas, pasti dirinya akan merasa takut jika

belum mengerahkan kemampuan sesuai yang dituntut kepadanya dan semakin berhati-hati dalam

melaksanakannya. Seorang Mukmin yang paham akan hal ini selalu tidak puas dengan amalnya,

tidak puas dengan kesungguhan yang telah dikerahkannya. Ia selalu khawatir telah mengabaikan

tuntutan yang diminta Allah swt. dari seorang Mukmin. Itulah keadaan orang-orang yang

beriman, sebagimana yang disebutkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya:

�j�%�ن A�gF7� رjR � A(57)إن@ ا�@"� هAن وا�@"� ه�C�U� A�gF��ت رmF(58)�آ�نj� �� A�gF�F A(59)وا�@"� ه ��وا�@"� U�$�ن �ر��ن LT ا7N��ات وهF�� ��� A%�ن(60)ءا$�ا وA�F��O و2�� أ�@A� إ4� رA�gF را2��ن� JX�إ�@� و���� و�� �(61)أو ��� �g�� (62)و���C� آ�0ب gh/��F hiC� وهI� �� A���ن

Page 7: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 7

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, (57) Dan

orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, (58) Dan orang-orang yang tidak

mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), (59) Dan orang-orang yang

memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa)

sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, (60) mereka itu bersegera untuk

mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (61)

Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada

suatu Kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya. (62).” (Al-Mu’minun:

57- 62)

Kehati-hatian dan Rasa Takut

Salah satu sifat orang-orang Mukmin yang disebutkan ayat tersebut di atas adalah kehati-hatian

dan rasa takut. Kehati-hatian mencakup kekhawatiran bersamaan dengan semakin lemah dan tak

berdaya. Imam Ar-Razy berkata, “Di antara mereka ada yang cenderung mengartikan isyfaq dari

presfektif pengaruhnya, yaitu ������iا� L���T وام���� ketaatan yang kontinu, dan makna ayat tersebut ,ا�

menjadi ����0��� L���T ن�����A دا=����F�7 ر���jR ���� A����"� ه�� orang-orang yang taat secara kontinu karena , ا�

takut kepada Tuhan mereka, dan berobsesi mencapai keridhaannya. Jelasnya, bila seseorang

sampai pada perasaan takut yang membawanya pada sikap kehati-hatian. Kesempurnaan rasa

takut adalah puncak ketakutan akan murka Allah dan adzab akhirat, sehingga ia selalu

menghindari maksiat. Maka, barangsiapa yang memiliki kesempurnaan rasa takut kepada Allah,

ia akan memenuhi perintah Allah unuk berdakwah, menjalankan perintahnya dan menjauhi

larangannya. Sedangkan keadaan mereka yang memberikan apa yang telah mereka berikan

dengan hati yang takut, maksudnya adalah komitmen menyampaikan setiap kebenaran. Oleh

karena itu, barangsiapa yang beribadah dan ia marasa takut dari sikap lalai dan salah, disebabkan

oleh kekurangan atau yang lainnya, maka demi rasa takut tersebut, ia akan bersungguh-sungguh

menunaikan ibadahnya.

Rasa takut terhadap kekurangan yang menyebabkan seseorang mengerahkan kesungguhannya

dalam bertakwa adalah level para shiddiqin (orang yang konsisten). Sesungguhnya Allah telah

menjelaskan bahwa sebab rasa takut itu muncul karena mereka akan kembali kepada Allah swt.

Beruntunglah orang yang memiliki sifat luhur sperti itu, dan menjadikan jiwa mereka bersih dari

riya dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar orang) serta mengarahkan keinginan-keinginan

kepada optimalisasi amal.

Setelah arahan tersebut di atas, ayat-ayat di surah Al-Mu’minun itu mendorong peningkatan

kapasitas dan kapabilitas seseorang. Ia dapat berhujjah <������ Tampaklah .ف ��� إ� و����و� ��

keterpaduan antara seseorang yang memberikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan

Allah yang senantiasa mengetahui hakekat kemampuan yang diawasi dan dihisabnya. Sampainya

seorang dai ke tingkat rasa takut dan hati-hati akan sampai pada kebenaran dan ketepatan dalam

menentukan batas kemampuan.

Page 8: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 8

5/7/2008 | 02 Rajab 1429 H | Hits: 1.407

7 Proyek Amal Islami

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Seluruh teori kesuksesan yang ditulis dan dikembangkan masyarakat modern

bermuara pada satu kata, yaitu amal atau kerja. Kerja dan terus kerja tanpa kenal lelah. Never

give up (jangan pernah menyerah). Kemudian lahirlah penemuan-penemuan yang spektakuler.

Penemuan listrik, atom, nuklir, pesawat terbang, telepon, mobil, dan lain-lain. Seluruh peradaban

modern dibangun atas teori ini. Mereka sangat ahli tentang kehidupan dunia. Dan kesuksesan

yang mereka kejar juga hanya kesuksesan di dunia. “Mereka Hanya mengetahui yang lahir

(saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Ar-

Ruum: 7)

Islam tidak pernah menafikan seluruh karya positif manusia. Tetapi yang disayangkan adalah

ketika mereka lalai dan tidak beriman pada prinsip dan pedoman hidup Al-Qur’an, yang sengaja

diturunkan Allah untuk manusia. ‘Katakanlah: “Apakah akan kami beritahukan kepadamu

tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia

perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat

sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan

(kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami

tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (Al-Kahfi: 103-15)

Islam memiliki teori dan konsep kesuksesan yang lebih lengkap dan sempurna. Konsep amal

shalih, bukan sekedar kerja, tetapi kerja yang dilandasi keimanan, keikhlasan dan ilmu yang

benar. Kerja yang menembus batas-batas kebendaan duniawi, jauh menuju wilayah tanpa batas,

orientasi ukhrawi. Oleh karena itu Imam Syafi’i mengomentari kandungan surat Al-Ashr, ”

Kalau saja Allah hanya menurunkan surat ini, maka cukuplah (untuk dijadikan pedoman bagi

manusia).”

Bagi umat Islam yang ingin sukses di dunia dan akhirat, maka mereka harus terus menerus

beramal shalih. Apalagi jika diukur dengan batas waktu atau umur yang disediakan Allah sangat

terbatas. Sehingga mereka harus memprioritaskan waktunya hanya untuk amal shalih saja.

Bahkan amal shalih itu sendiri ada tingkatan-tingkatannya. Dalam hukum Islam dikenal lima

macam hukum, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Sehingga umat Islam harus

berupaya keras untuk selalu dalam ruang lingkup wajib dan sunnah saja, minimal mubah, tetapi

jangan berlebihan pada yang mubah. Dan ketika jatuh pada batas makruh dan harus, disana

masih ada kesempatan bagi umat Islam, yaitu istighfar dan bertaubat. Jangan putus asa!

Dan puncak amal shalih adalah jihad, baik jihad dakwah maupun jihad perang, maka

berbahagialah orang-orang beriman yang masuk wilayah ini. Inilah proyek amal islami yang

Page 9: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 9

harus menjadi konsens seluruh gerakan Islam, ormas Islam dan lembaga-lembaga keislaman.

Ada urutan amal proyek amal islami. Dan amal adalah buah dari ilmu dan keikhlasan. Seperti

yang Allah swt. firmankan, “Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya

serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada

(Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu

apa yang Telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)

Maraatib Al-‘amal (Grand Desain Proyek Amal Islami)

Ada 7 langkah Grand Desain Proyek Amal Islami yang harus menjadi acuan gerakan Islam,

yaitu: Islaahun nafs (reformasi diri), takwiin baitil muslim (membentuk keluarga islami),

irsyaadul mujtama (penyadaran masyarakat), tahrirul wathan (memerdekakan negeri), ishlahul

hukumah (reformasi pemerintahan), i’aadah al-kiyaan ad-dauli lillummah al-islamiyah

(mengembalikan peran umat Islam dalam percaturan internasional), dan ustaadiyatul aalam

(menjadi pemimpin dunia).

1. Ishlaahun nafs sehingga menjadi qawiyyul jism (kuat fisik), matiinul khuluq (kokoh akhlaq),

mutsaqqaful fikr (cerdas wawasan), qaadiran ‘alal kasam (mampu berusaha), saliimul aqidah

(bersih aqidah), shahihul ibadah (benar ibadah), mujaahidan linafsihi (bersungguh-sungguh),

hariishan ‘alaa waqtihi (perhatian terhadap waktu), munazhzhaman fii syuunihi (tertib dalam

urusan), dan naafi’an lighairihi (bermanfaat untuk orang lain). Ini adalah kewajiban individu

setiap anggota.

Sepuluh proyek perbaikan diri itu sangat lengkap untuk setiap individu muslim dan dai muslim

yang ingin terus meningkatkan kualitas dirinya. Karena mencakup semua nilai yang sangat

penting dan dibutuhkan untuk menuju sukses dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Aqidah,

ibadah, akhlak, pemikiran, fisik, usaha, manajemen kegiatan, manajemen waktu, keseriusan, dan

memberi orientasi manfaat. Konsep ini lebih lengkap dari setiap konsep pengembangan diri yang

digagas dan dilakukan oleh pakar modern.

Segala konsep perbaikan harus dimulai dari diri sendiri, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah

keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat

menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar-Ra’du: 11). Dan

motor perubahan dalam diri adalah hati, “Ingatlah bahwa dalam jasad itu ada segumpal darah,

jika baik maka seluruhnya baik, dan jika buruk, maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa

segumpal daging itu adalah hati.” (Bukhari dan Muslim)

2. Takwiin baitil muslim dengan cara mengarahkan keluarganya agar menghormati fikrah,

menjaga adab Islam dalam kehidupan rumah tangga, baik dalam mencari istri dan melaksanakan

hak dan kewajibannya, baik dalam mendidik anak dan khadimah serta membentuk mereka sesuai

prinsip-prinsip Islam. Ini juga kewajiban setiap anggota.

Keluarga adalah lembaga yang sangat strategis dalam Islam, begitu strategisnya sampai Al-

Qur’an dan Sunnah, dua sumber ajaran Islam memberikan porsi pembahasan tentang keluarga

Page 10: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 10

yang begitu besar. Surat-surat An-Nisaa’, An-Nuur, Al-Ahzaab, At-Thalaq begitu sarat

membahas detail-detail aturan keluarga dan pola hubungan antara pria dan wanita. Begitu juga

surat-surat dan ayat-ayat lainnya tidak pernah lepas dari sentuhan terhadap aspek pembahasan

keluarga. Bahkan lebih dari itu, ada beberapa surat yang langsung menceritakan suatu keluarga

dan diabadikan sebagai nama surat, seperti surat Ali ‘Imran, Yusuf, Ibrahim, Maryam, dan

Luqman.

Begitu juga Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan lebih detail lagi tentang apa

dan bagaimana membangun keluarga. Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan

tentang keluarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga teladan yang harus dicontoh oleh

setiap muslim. Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam membahas pola hubungan antara

suami dan istri, antara orang tua dan anak, antara keluarga dengan kerabat dan tetangga. Tidak

salah kalau Islam disebut dinul usrah. Pembentukan keluarga muslim menjadi proyek kedua

amal islami yang harus diperioritaskan.

3. Irsyaadul Mujtama dengan menyebarkan dakwah kebaikan kepada masyarakat, memerangi

kehinaan dan kemungkaran, mendorong kemuliaan, amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan

berlomba melaksanakan kebaikan, mengarahkan opini umum agar berfihak pada fikrah Islam,

dan senantiasa mewarnai kehidupan umum. Ini adalah kewajiban anggota dan jamaah.

Berdakwah ke masyarakat memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks. Jika kita melihat

masyarakat Indonesia berarti harus memperhatikan keragaman budaya, status sosial, pendidikan,

bahasa, usia, dan lain-lain.

Ada 3 pertimbangan utama jika ingin sukses berdakwah di tengah masyarakat, yaitu pertama:

shidqul ma’lumat (benarnya ilmu dan informasi yang disampaikan). Sampai sekarang lembaga

Islam dan tokoh-tokoh islam yang bergerak di bidang dakwah masih banyak kesalahan dalam

menyampaikan ilmu dan informasi, termasuk ilmu yang sangat mendasar seperti salah dalam

membaca dan menafsirkan Al-Qur’an, salah dalam menukil hadits dan menerangkan derajat

hadits. Banyak mubaligh dan penceramah yang masih menyebarkan hadits-hadits dhaif bahkan

palsu dalam ceramahnya.

Lebih parah lagi, jika lembaga yang menamakan Islam itu adalah lembaga dakwah yang

menyimpang, baik dari aspek aqidah, ibadah, fikrah maupun manhaj. Maka sejatinya, lembaga

semacam ini, bukan menjadi lembaga dakwah Islam, tetapi obyek dakwah dan irsyaadul

mujtama .

Kedua, tanasub lissaami’ (materi dakwah yang disampaikan harus sesuai dengan pendengar atau

obyek dakwah). Oleh karenannya dalam berdakwah di tengah masyarakat yang kompleks harus

memperhatikan Fiqih Dakwah dan Fiqih Waqi. Berdakwah dikalangan mahasiswa dan pelajar

berbeda dengan berdakwah di kalangan karyawan dan profesional, berdakwah di tengah

masyarakat tradisional berbeda dengan berdakwah di masyarakat modern.

Ketiga, al-usluub al-jayyid (metodologi yang menarik). Di era modern ini sangat memperhatikan

kemasan, retorika, keindahan dan penampilan, sehingga bagi para aktivis dakwah harus

Page 11: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 11

memperhatikan aspek ini agar dakwahnya tidak ditinggalkan oleh orang. Dan Islam tidak

menolak segala hal yang terkait dengan keindahan dan penampilan yang menarik. Namun

demikian Islam tetap sangat menitikberatkan aspek keikhlasan dan nilai. Husnul bidho’ah

muqaddamun min husnid di’aayah (barang dagangan yang baik lebih diutamakan dari promosi

yang menarik).

4. Tahriirul wathan dengan membersihkannya dari setiap kekuasaan asing-tidak islami- baik

politik, ekonomi maupun moral.

Inilah problem dunia Islam sekarang, kekuasaan asing begitu sangat dominan. Di Indonesia

misalnya, kekuasaan multinasional menjarah dan mengambil kekayaan negeri kita dengan dalih

telah melakukan kesepakatan secara legal formal. Sementara pemerintah Indonesia begitu sangat

lemah di mata asing, mereka tidak memiliki dirinya sendiri dan tidak memiliki harga diri,

padahal secara mayoritas masyarakat telah mengamanahkan kepemimpinan kepada mereka.

Melihat realitas dominasi asing di negeri yang sangat besar dan kaya raya ini maka bangsa

Indonesia harus berjuang kembali untuk meraih harga dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan

memiliki kehormatan dimata asing.

5. Ishlaahul hukumah sehingga benar-benar sesuai dengan nilai Islam, dengan demikian

pemerintah akan menjalankan fungsinya sebagai pelayan umat dan bekerja untuk

kemaslahatannya. Dan pemerintah Islam yaitu dimana anggotanya muslim menjalankan

kewajiban Islam tidak terbuka dalam bermaksiat dan menjalankan hukum Islam dan ajarannya.

Harakah Islam sekarang sudah masuk pada tahapan musyarakah (partisipasi) dalam

pemerintahan. Musyarakah ini dilakukan harus dalam konteks ishlahuul hukumah dan

berpartisipasi dalam kebaikan dan ketakwaan bukan ikut-ikutan mengambil kesempatan

rusaknya pemerintah. Terutama dalam hal pengelolaan harta umat, maka harokah Islam dan

seluruh aktivisnya harus amanah dan transparan.

6. I’aadah al-kiyaan ad-dauli lil ummah al-islamiyah dengan memerdekakan tanah air,

mengembalikan kejayaan, mendekatkan budaya dan menyatukan kalimatnya. Semua itu

dilakukan sehingga dapat mengembalikan sistem khilafah yang hilang dan kesatuan yang

diharapkan.

Khilafah Islam harus menjadi cita-cita bersama umat Islam dan semuanya harus bersatu dalam

mewujudkannya. Maka disinilah bertemu antara iradah rabbaniyah dan ikhtiyar basyariyah.

Namun cita-cita khilafah Islam tidak berhenti hanya pada tataran slogan dan retorika, tetapi

khilafah Islam adalah sasaran akhir dari seluruh tahapan perjuangan yang dilakukan harakah

Islam.

7. Ustadziyaatul ‘aalam dengan menyebarkan dakwah Islam keseluruh penjuru dunia, “Supaya

jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (Al-Anfaal: 39). “Dan

Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya.” (At-Taubah: 32)

Page 12: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 12

Dan akhir dari seluruh masyruu’ islami adalah bahwa harokah Islam menjadi guru dunia.

Manusia tunduk dan patuh pada Islam, baik sukarela maupun terpaksa. “Pada hari ini telah

Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah

Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maa-idah: 3).” Apabila telah datang pertolongan

Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-

bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.

Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.” (An-Nashr: 1-3)

18/6/2008 | 13 Jumadil Akhir 1429 H | Hits: 1.325

Berdakwahlah Agar Selamat Dunia-Akhirat

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Seorang dai pasti tahu bahwa Allah swt. telah menciptakan manusia untuk

tunduk hanya kepada-Nya. ون� Dan Aku tidak menciptakan jin dan“ .و�� t%�R ا�� @ واr�s� إ�@� #�7�

manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Al-Dzariyat: 56 ).

Ibadah hanya benar dilakukan bila didasari pengetahuan yang jelas. Pengetahuan yang jelas tidak

akan terwujud kecuali mengacu kepad manhaj (pedoman) yang telah digariskan oleh Allah swt.

yang telah mengutus para rasul dan nabi-Nya. Mereka, para rasul dan nabi adalah penyeru

(du’at) yang menunjukan kepada kebenaran. Demikianlah kesibukan mereka dalam rangka

merealisasikan kehendak Allah yang telah manjadikan Adam a.s. sebagai khalifah di muka bumi,

memutuskan perkara dengan ketetapan Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya.

��7�R ا�رض LT <��2 Lg�إ ��=����� JbFل ر�O وإذ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah: 30). Maka dari itu, tujuan Allah

menciptakan manusia agar dirinya sibuk dengan perintah-Nya.

Imam Ar-Razy berkata, “Ibadah yang bagaimanakah yang menjadi sebab diciptakannya jin dan

manusia?” Kami tegaskan, “Ibadah yang dimaksud adalah mengagungkan perintah Allah dan

menyayangi ciptaannya.” (Tafsir Ar-Razy, 28/453). Kemudian Ar-Razy berkata,

“Mengagungkan Allah menuntut konsekuensi keharusan mengikuti syariat-Nya dan mentaati

sabda rasul-Nya, Allah telah memberikan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya dengan

mengutus para rasul dan menjelaskan berbagai jalan dalam merealisasikan kedua bentuk ibadah

tersebut di atas. Pembagian ini terkait dengan tugas ibadah adalah pembagian yang mutlak dan

menyeluruh.

Page 13: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 13

Dakwah kepada Allah swt. adalah fenomena keagungan Allah swt. yang paling tinggi. Dan

seorang dai yang menyerukan kepada fikrah atau sasaran tertentu dengan mengarahkan segala

kesungguhan di jalannya, sesungguhnya hal itu dilakukan agar ia dapat memenuhi pencapaian

sasaran dan fikrahnya. Barangsiapa yang menyerukan kepada fikrah, maka ia akan dievaluasi

atas fikrahnya, sebagaimana fikrahnya juga akan dievaluasi berkenaan dengan dirinya.

Dalam berdakwah kepada Allah terdapat bukti kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, karena

seorang dai ingin mengeluarkan manusia dari jurang kehancuran dan perpecahan di bawah

kungkungan penguasa lokal menuju keluasan Islam dan cakrawalanya yang menyejukan, serta

aturannya yang mengarahkan kepada kebahagiaan manusia. Juga mengeluarkan mereka dari

lobang api neraka menuju taman surga.

Itulah dua sasaran ibadah, juga sekaligus menjadi sasaran dakwah, keselamatan ada pada capaian

kedua sasaran tersebut. Para nabi Allah dan rasul-Nya telah berkomitmen dengan perintah Allah

dalam berdakwah kepada-Nya dan memelihara tujuan penciptaan-Nya. Setiap rasul yang mulia

selalu berobsesi dalam menyerukan manusia kepada keselamatan. Al-Qur’an telah menceritakan

tentang pertarungan para nabi dengan kaumnya, selalu dipastikan bahwa pertarungan itu berakhir

dengan kemenangan para du’at dan binasanya kaum penzalim penentang dakwah.

Pada kisah Nabi Nuh a.s. bersama kaumnya berakhir dengan:

C$��mF ا�F@"ا�@"� آ �CO�Pوأ �=��R Aه�C��2و J���ا LT ��� � � � I��T� آ7� آ�ن O��#� اC��"رCT v�F@"�T�v�C7@ و

“Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya

di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan

orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan

orang-orang yang diberi peringatan itu.” (Yunus: 73)

Dalam kisah Hud a.s. bersama kaumnya juga berakhir dengan:

7�P اب"� � Aه�C7@��و �@C� ��5�F ��� w(58)و��@� �2ء أ���� ��@�C7 ه�دا وا�@"� ءا��Cا

“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama

dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang

berat.” (Hud: 58)

Sedangkan dalam kisah Nabi Saleh a.s. bersama kaumnya, hasilnya adalah:

�C@� و� 6Rي ���X" إن@ ر ��5�F ��� J@F ه� ا�%�يb اT6�6����@� �2ء أ���� ��@�G �C7�/� وا�@"� ءا��Cا

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman

bersama dia dengan rahmat dari Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu.

Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Hud: 66)

Dalam kisah Nabi Luth a.s. dakwahnya berhasil dengan:

Page 14: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 14

� t�0�� ��ا��@7> و � 3i%F J�هF ��T J7���ا إ-� � JgF��ا ����ط إ�@� ر�> ر�O @إن A�F�Gأ �� ��#7-�A�C أ5� إ�@� ا��أ$J إ�@� #b-ا� r7�أ y#b-ا� Aه����,��%F y(81)�8دC� <7g�� � T(82)��@� �2ء أ���� T�� ��7��� �C��2��� وأ�i��� 7���� 5��رة

Para utusan (malaikat) berkata, “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan Tuhanmu, sekali-

kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga

dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antaramu yang

tertinggal, kecuali isterimu.” Sesungguhnya mereka akan ditimpa azab yang menimpa mereka

karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh

itu sudah dekat? Maka tatkala telah datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang

di atas ke bawah (kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar

dengan bertubi-tubi. (Hud: 81-82).

Kisah dakwah Nabi Syuaib berakhir dengan:

�C@� وأR"ت ا�@"� z���ا ا� ��5�F ��� -@GT �/7#/�ا LT د��رهA �2_7� و��@� �2ء أ���� ��@�C7 }7�#� وا�@"� ءا��Cا

“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman

bersamanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh suatu suara

yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.” (Hud: 94)

Dalam kisah Nabi Musa a.s. dan Fir’aun, berakhir dengan hasil sebagai beikut:

7�T�P ��C� وآ���ا �C$��mF ا�F@"آ A�@�F gA7�ا LT Aه�CO�PT A�C� �C�%0��T(136)j��رق وأور_�C ا�%�م ا�@"� آ���ا �80���ن �#G ��F <7=إ��ا LCF 4�� 4C�� ا�رض و�\�رF�� ا�@�F L0رآ7T �C�� و$�@t آ��� رJgF ا�/�O���ن وT 3C-� آ�ن �� ���@�وا ود (137)و�� آ���ا ���}�ن

“Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan

mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat

Kami itu. Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu negeri-negeri bahagian

timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah

perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka.

Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir`aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun

mereka.” (Al-A’raf: 136-137)

Demikian pula halnya dengan sebuah Desa Tepi Pantai:

F اب"�F ���اz �"@ا� ��"Rء وأ�b�ا �� ذآg�وا F� أ���C7 ا�@"� C���ن � ا�� �@��Tن�% F r7X(165)�� آ���ا ��

“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan

orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang

zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (Al-A’raf: 165).

Ayat-ayat tersebut di atas menguatkan bahwa keselamatan bagi dakwah kepada Allah, dan inilah

janji Allah kepada orang-orang beriman:

Page 15: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 15

7C�U��ا }C� �C7�� �]%5 J�"ا آ�C� C� @A_(103)�Lg ر�C�� وا�@"� ءا

“Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah

menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Yunus: 103)

Kemenangan orang-orang mukmin adalah kemenangan para dai, terbukti karena janji dan

keputusan (Allah). Inilah garis yang telah ditetapkan Allah (sunnatullah) di muka bumi. Inilah

janji untuk para penolong-Nya. Apabila terkadang perjalanan terasa panjang bagi bagi para dai,

maka harus dipahami seperti inilah jalannya. Hendaknya para dai tetap yakin kemenangan dan

pergantian kekuasaan akan menjadi milik orang-orang beriman. Juga hendaknya para dai jangan

tergesa-gesa terhadap janji Allah, hal itu pasti akan terjadi di tengah perjalanan. Allah tidak akan

menipu para penolong-Nya, tidak akan lemah untuk menolong mereka dengan kekuatan-Nya,

dan tidak akan menyerahkan mereka kepada musuh-musuh-Nya. Bahkan, Allah akan selalu

mengajarkan mereka, menambah pengetahuan mereka, dan membekali mereka -dalam cobaan

dan penderitaan- dengan bekalan perjalanan.

Tidak Ada Ruginya Berdakwah ا��������ة ���� �����رة � �

Kegiatan dakwah tidak seperti yang dianggap oleh kebanyakan orang, penuh dengan rasa letih,

penderitaan, kepenatan dan kesengsaraan. Sesungguhnya kegiatan dakwah –meskipun tidak

terlepas dari kelelahan dan kepenatan– seperti makanan lezat dan memuliakan hati. Oleh karena

itu para aktivis dakwah selalu tetap berada di jalannya dengan nilai-nilai yang tinggi dan

berharga, melipur lara dan mendapatkan kematian adalah kehidupan yang sesungguhnya demi

kepentingan dakwah. Mereka adalah orang yang paling bahagia bila dibanding dengan yang

lainnya (yang tidak berdakwah). Adapun akhir dari perjuangan dakwah adalah kemenangan dan

kekekalan; selain dari itu adalah kehancuran dan kebinasaan.

Dakwah Nabi Muhammad adalah Memberi Perlindungan Bagi Kemanusiaan

Bila diamati beberapa ayat yang menjelaskan tentang pertarungan para nabi dengan kaumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa orang-orang zalim seluruhnya dimusnahkan oleh azab Allah swt.

sehingga tidak ada lagi tersisa dan tidak luput seorang pun dari mereka. Dengan datangnya Nabi

Muhammad saw. tidak ada lagi pemusnahan massal, baik dengan topan, halilintar, ataupun

badai. Hal ini merupakan penghormatan bagi umat ini yang tidak pernah sunyi dari orang yang

berjuang untuk Allah dengan hujjah yang nyata dan kelompok yang terus eksis di atas perintah

Allah (dakwah), sampai tiba keputusan-Nya, kelompok tersebut adalah para dai. Lantaran

mereka Allah menetapkan keselamatan bagi umat ini dari kebinasaan secara massal. Akan tetapi

ketika di bumi ini tidak ada lagi golongan mulia di sisi Allah (para dai), maka kiamat akan segera

tiba, sebagaimana tertuang dalam beberapa hadits.

��ل��O : س������Cار ا��������4 أ}�������� إ� ��������م ا�����%$ �

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak terjadi kiamat kecuali bila seluruh manusia berbuat

keburukan.” (Muslim)

Page 16: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 16

��ل��Oم ال: و���������%$ � ��ل ��%� �����4 أ5���� ������� : �L ا�رض . ا ا����T ل������%� � 40�����5 �������L روا�����Tو : ا ا .(

A���� ���2�Rوي1/171أ�����Cح ا������{ )

Dan Bersabda Rasulullah saw., “Tidak akan terjadi kiamat bila masih ada orang yang menyebut,

‘Allah, Allah’.” Dalam riwayat yang lain, “Sampai tidak ada yang berkata lagi di muka bumi ini,

‘Allah, Allah’.” (Muslim)

�%#� ا�-��/�ن ا�ول ��Tول و�#%4 ����5 آ/���� ا���0 أو ا��7�j � ��#^ ا X7{ A�F� ” :و�Oل

Rasulullah saw. berkata, “Diwafatkan orang-orang yang saleh dari generasi pertama hingga

generasi berikutnya, seperti buah kurma dan biji gandum, yang tersisa kemudian hanya yang

jelek-jeleknya saja, Allah tidak terbebani sedikitpun oleh keadaan mereka.” (Bukhari)

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa terjadinya kiamat berkaitan dengan hilangnya dawah

dan para dainya. Tentu saja ini bukan kaitan sebab akibat, tetapi maksudnya adalah Allah

senantiasa menghargai kemanusiaan dengan dakwah dan para dainya. Selama dakwah dan para

dainya terus berlanjut, maka tujuan penciptaan di muka bumi ini masih terus berlangsung.

Namun, bila dakwah dan para dainya lenyap, maka manusia telah rugi karena alasan kebaikan

keberadaannya di muka bumi ini pun menjadi hilang dan tidak berlaku lagi. Demikianlah,

sesungguhnya manusia berada di antara dua titik, titik permulaan atau titik penghabisan.

Titik permulaan diisyaratkan dalam firman Allah: ا�رض L����T <������2 L������ إ�����=���� J����Fل ر�����O وإذ �����������7�R “Dan ketika berkata Tuhanmu kepada malaikat sesungguhnya aku menjadikan di muka

bumi ini seorang khalifah.” Sedangkan titik penghabisan diisyaratkan dalm hadits Rasulullah

saw.,

�08#O إ���ن إ� ���%�ل �#5 �7T ا��ع أ5$ �T ، ���/ا� �) .إن ا �#�� ر�/� � ا��7 أ�7 A���� ���2�Rح1/132أ����{

��وي����Cا�).

“Sesungguhnya Allah akan mengirim aroma wewangian dari Yaman yang lebih lembut dari

sutra, tidaklah engkau meninggalkan seseorang padanya keimanan seberat biji sawi, melainkan

engkau telah menangkapnya (menyelamatkannya).” (Muslim)

Imam Muslim telah mengeluarkan hadits dari Abdurrahman bin Syamasah r.a., “Ketika aku

bersama Maslamah bin Makhlad dan bersamanya Abdullah bin Amr bin Ash, berkata Abdullah,

� أه> ا���ه��7، � ����ن ا LjFء إ� ردv ا ��T: A�7%�ل �#�ا �{ Aه ،h�Nإ� ��4 }�ار ا� ��� � $%�م ا�

“Tidak akan terjadi kiamat kecuali kepada manusia durjana, bahkan mereka lebih durjana dari

kaum jahiliyah, doa mereka ditolak oleh Allah.” (Muslim)

Tiba-tiba datanglah Uqbah bin Amir, maka berkata Maslamah, “Hai Uqbah, dengarlah apa yang

diucapkan Abdullah.” Uqbah menjawab, “Dia lebih tahu, sedangkan saya pernah mendengar

Rasulullah saw. bersabda,

Page 17: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 17

��t ر��ل ا �%�لT: A�7$^$ 405 A����R � A�8ه� � ،Aوه�� أ�L0 �%�$��ن ��4 أ�� ا ، �Oه�� � �F�-� 6ال$ � ��%�ل 5#� :ا���� وهA ��4 ذ��O ،Jل �#� ا �#�O LT ��br ا�/��� ، �T $�0ك �� ��b� J� _A �#�� ا ر�/� آ��y ا��

�����������م ا������%$ A��������س ���7�����Cار ا��������{ 4������%#� A������_ ،�0������8#O ن إ����������A . ( إ���� ���2�Rوي3/1524أ�����Cح ا������{ ، )

“Tidaklah sekelompok dari umatku berperang atas perintah Allah, mendesak musuh-musuh

mereka, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menentang mereka, sampai datangnya

kiamat, sementara mereka tetap seperti itu.”

Abdullah berkata, “Kemudian Allah mengirim aroma seperti aroma kasturi, sentuhannya seperti

sentuhan sutra, maka tidaklah engkau tinggalkan seseorang di dalam hatinya terdapat keimanan

seberat biji sawi melainkan engkau menangkapnya, kemudian yang tersisa hanyalah manusia

durjana, karena merekalah terjadi kiamat.” (Muslim)

Dapat disimpulkan dari riwayat tersebut ada satu petunjuk bahwa ada korelasi antara kelompok

orang beriman dengan datangnya kiamat dan datangnya kiamat karena kedurjanaan manusia.

Pengertian dari korelasi yang dimaksud adalah semakin dekatnya kiamat, sebagaimana pendapat

Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits ini. Sedangkan hadits lain yang menyatakan:

<�����ه�� ���z L0����� أ��� �����6ال ��=���$ � ����R+ا h/6ا��ن ��4 ا�� � A��4 ه"ا أC�����N�� �ن r7�T ��ى ا�/h إ�4 ��م ا��7% y�������"v ا������A ه���8#%$ h����5

“Tidaklah sekelompok umatku terus eksis di atas kebenaran hingga hari kiamat”, tidak

bertentangan, karena makna hadits mereka senantiasa di atas kebenaran, yaitu kebenaran mereka

memperoleh aroma kasturi.” (Muslim)

Manakala seorang dai telah mencanangkan dirinya untuk berjihad dan mendorong dirinya untuk

berkorban di jalan Allah, dan memasuki satu celah untuk menghadapi musuh-musuh Islam, maka

keahlian seperti itu akan menjadikan dirinya lebih mampu bermanuver, dan ia dengan izin Allah

akan menang dan selamat, sementara musuhnya akan hina binasa. Keselamatan yang dimaksud

bukanlah keselamatan individu dari penyakit dan penderitaan, tetapi yang dimaksud adalah

keselamatan jamaah dan fikrah pada akhir perjuangan. Adapaun di akhirat nanti gambaran

keselamatan adalah kenikmatan permanen dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, di

dalamnya terdapat sesuatu di mana mata (ketika di dunia) tidak pernah melihatnya, telinga tidak

pernah mendengarkannya dan tidak pernah terlintas dalam hati siapapun.

Page 18: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 18

4/6/2008 | 29 Jumadil Awal 1429 H | Hits: 1.867

Pilar-Pilar Kesuksesan Dakwah

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Alhamdulillah, perjalanan dakwah di Indonesia dalam batas-batas tertentu

telah mengalami banyak kemajuan dan kesuksesan. Para da’i sudah banyak yang memasuki

wilayah-wilayah strategis dalam berbagai lapangan kehidupan. Dan dakwah sekarang ini sudah

memasuki mihwar muasasi, yaitu fase di mana dakwah mulai tampil dan mengembangkan

aktivitasnya di berbagai macam lembaga, baik lembaga keagamaan, pendidikian, sosial, ekonomi

maupun politik. Bahkan dengan eksisnya beberapa partai Islam di pentas nasional, dakwah telah

memasuk mihwar dauli, fase mengelola negara.

Kesuksesan dan capaian-capaian dakwah jika diukur dengan realitas masyarakat, khususnya

umat Islam, tentu masih jauh. Karena secara umum yang dominan sekarang masih kekufuran dan

kemaksiatan. Peradaban masyarakat dunia masih dikuasai oleh negara-negara sekuler dan kufur

seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Cina, Hindia dan Korea. Sedangkan kondisi internal

umat Islam masih dihadapkan berbagai macam kendala dan tantangan, kendala kebodohan,

kemiskinan, dan kelemahan di berbagai macam lapangan kehidupan.

Sehingga, ketika dakwah memasuki fase baru, bukan berarti permasalahan semakin berkurang,

tetapi semakin bertambah. Dan pada saat yang sama, berarti dakwah telah memasuki fase yang

berat, penuh tantangan dan risiko. Semua problematika dakwah, baik dalam skala individu,

keluarga, masyarakat maupun negara harus menjadi konsens dan perhatian juru dakwah.

Keberhasilan dan capaian-capaian hasil dari dakwah dari terbukannya dunia baik berupa harta

maupun kedudukan harus dikapitalisasikan untuk meningkatkan peran dakwah dalam skala yang

lebih luas lagi. Bukan malah menjadi fitnah dan bumerang yang membahayakan perjalanan

dakwah dan sekaligus para dai.

Sejarah dan realitas merupakan bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa para dai dapat bersabar

dan tahan uji ketika menghadapi kesulitan dan kekurangan harta, namun banyak yang jatuh

ketika menghadapi kemudahan, gemerlapnya harta dunia, megahnya kedudukan dan manisnya

wanita. Sehingga untuk menjaga komitmen para dai terhadap dakwah dibutuhkan kematangan

iman dan takwa (sisi ruhiyah) serta kematangan pemahaman dan ilmu (sisi fikriyah). Kemudian

menjaga keseimbangan antara kedua sisi tersebut. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang

beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali

kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (Ali Imran: 102)

Kematangan iman dan takwa hanya dapat diperoleh dengan menempuh proses-prosesnya. Sai’d

Hawwa menjelaskan dalam kitabnya Al-Mustakhlash (Mensucikan Jiwa) yang merupakan syarh

dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Gazali, menyebutkan ada 13 poin untuk menuju

Page 19: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 19

kematangan ruhiyah (iman dan takwa). Ke-13 poin itu harus dilaksanakan oleh para dai secara

konsisten, yaitu sholat, zakat dan infak, puasa, haji, tilawah Al-Qur’an, dzikir, tafakkur,

mengingat kematian dan pendek angan-angan, muraqabah, muhasabah, mujahadah dan

mu’aqabah, amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad, khidmah dan tawadhu, mengetahui pintu-pintu

masuk syetan ke dalam jiwa dan menutup jalan-jalannya, dan mengenal penyakit-penyakit hati

dan cara melepaskannya.

Sedangkan untuk meraih kematangan pemahaman dan ilmu tidak ada cara lain selain terus

belajar dan belajar, membaca dan membaca sampai akhir hayatnya. Etos belajar harus terus

ditingkatkan bagi setiap dai muslim sehingga dia mencapai karakteristik rabbani. “Tidak wajar

bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia

berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan

penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani,

karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali

Imran: 79)

Sholat adalah pilar utama untuk meraih kematangan iman dan takwa. Maka hendaknya para dai

senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas sholatnya. Kualitas sholat seseorang dapat

dilihat dari 5 faktor yaitu khusu’, menjaga syarat, rukun dan kesempurnaan pelaksanaan, tepat

waktu, berjamaah dan dilaksanakan di masjid (mushola). Begitu juga para dai tidak boleh

melupakan sholat-sholat tambahan seperti qiyamul lail, rawatib, dhuha, dan lain-lain. Jika

kewajiban sholat telah dilalaikan para dai, maka mereka lebih lalai lagi dalam melaksanakan

kewajiban yang lain.

Komitmen dalam menegakkan sholat telah dicontohkan secara sempurna oleh Rasulullah saw.

sahabat dan generasi salafu shalih dari umat ini. Hadits Rasulullah saw. menyebutkan: Dari Al-

Aswad berkata, saya bertanya kepada ‘Aisyah r.a., “Apa yang dilakukan Rasulullah saw. ketika

bersama keluarganya?” Aisyah r.a. menjawab, “Beliau saw. membantu kerjaan keluarganya

tetapi jika datang waktu sholat maka bangkit untuk sholat.” (HR Bukhari). Umar bin Khattab r.a.

akibat lalai melaksanakan sholat ‘asar berjamaah, maka ia menghukum dirinya sendiri dengan

menginfakkan kebunnya yang membuat ia lalai. Begitulah karakteristik generasi terbaik dari

umat Islam sebagaimana diceritakan langsung dalam Al-Qur’an.

Seterusnya mereka harus disiplin melaksanakan faktor-faktor lainnya. Zakat dan infak dapat

menyembuhkan sifat kikir dan menumbuhkan kedermawanan, shaum sebagai sarana

mengendalikan hawa nafsu dan penguat kemauan, haji menumbuhkan jiwa pengorbanan, tilawah

Al Qur’an meningkatkan iman dan melembutkan hati, dzikir dan do’a mendekatkan diri kepada

Allah, amar ma’ruf nahi mungkar dan jihad melatih keberanian, mengenal berbagai macam

penyakit hati dan pintu-pintu syetan agar kita tidak jatuh pada maksiat dan kesesatan, tawadhu

dan khidmah sebagai sarana penghilang kesombongan, muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan

mu’aqabah agar tidak tertipu dan lalai serta senantiasa bersungguh-sungguh dalam taat kepada

Allah. Tafakkur untuk menajamkan pemikiran dan perasaan dan mengingat kematian supaya

tidak cinta dunia dan segala tipuannya. Para dai juga harus waspada terhadap pintu-pintu masuk

syetan dan bahaya penyakit hati.

Page 20: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 20

Adapaun untuk mematangkan pemahaman dan ilmu, para dai harus senantiasa belajar dan

membaca. Yusuf Qardhawi menyebutkan 6 macam ilmu dan tsaqafah yang harus dipelajari dan

dikuasai oleh setiap dai, yaitu Ilmu-ilmu syariah, ilmu sejarah, ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu

sain dan teknologi, dan ilmu-ilmu yang terkait dengan informasi dan berita atau masalah-

masalah realitas.

Dakwah adalah suatu pekerjaan yang paling mulia, proyek besar dan warisan para nabi.

Sehingga dibutuhkan persiapan dan bekal bagi para dai untuk naik ke puncak kemuliaan. Kerja

keras yang dilakukan secara berjamaah dan amal jama’i serta penguasaan realitas kehidupan

yang kuat. Sehingga ada tiga kunci untuk meraih kesuksesan dakwah baik dalam sekala individu

maupun jamaah, dalam sekala lokal, nasional, regional maupun internasional. Tiga kata kunci itu

adalah rabbaniyah, waqi’iyah dan jama’iyah.

1. Rabbaniyah Dakwah

Rabbaniyah adalah kata yang berlawanan dengan madiyah (materialisme) dan juga berlawanan

dengan ruhbaniyah (kependetaan). Rabbaniyah berasal dari kata rabb (Allah yang Maha Pencipta

dan Pemelihara). Artinya dakwah yang bersumber dari wahyu Allah (Al-Qur’an dan Sunnah)

dan berorientasi pada Allah; Dakwah yang mengajak pada Islam dan untuk merealisasikan Islam.

Ketika Rib’i bin Amir diutus kepada Rustum, penguasa Parsia, maka dia berkata, “Kami diutus

Allah –bagi orang-orang yang mau– untuk membebaskan manusia dari penyembahan pada

manusia menuju penyembahan pada Rabb manusia, dari kezhaliman agama-agama menuju

keadilan Islam, dan dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat.

Ungkapan Rib’i ini sangat jelas, jelas dari sisi visi dan misi dakwah. Dan dari ungkapan ini

menjelaskan bahwa kesuksesan dakwah sangat terkait dengan rabbaniyah manhaj, rabbaniyah

da’i dan rabbaniyah hadaf atau sasaran. Tetapi ketika dakwah menjauh dari nilai-nilai

rabbaniyah, dan lebih berorientasi pada materi dan kebendaan, maka Allah tidak akan

menolongnya, dan yang berlaku adalah logika matematis dimana semua akan diposisikan sama.

Dan inilah yang ditakutkan oleh Umar bin Khattab ra. ketika kader dakwah bermaksiat kepada

Allah, maka logika yang berlaku adalah logika matematis, dimana yang akan menang adalah

mereka yang memiliki sarana, prasarana dan persenjataan yang lebih lengkap.

Rabbaniyah juga lawan dari Rahbaniyah (kependetaan), yaitu dalam berdakwah tidak

berorientasi pada ketaatan pada Allah, tetapi ketaatan pad pendeta atau pemimpin dakwah.

Sehingga akan memunculkan kultus pada pemimpin dan berujung pada ketaatan buta yang tidak

dilandasi pada kebenaran. Ketaatan pada pemimpin baik benar atau salah. Dan kondisi ini akan

memunculkan pemimpin yang diktator, sulit menerima nasehat, kurang aspiratif dan tidak

menumbuhkan suasana syuro’. Allah swt. berfirman, “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang

Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:

“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan

disebabkan kamu mempelajarinya.” (Ali ‘Imran: 79)

Terkait dengan turunnya ayat di atas, Ibnu Abbas berkata, berkata Abu Rafi’ al-Quradhi, “Ketika

Pendeta dan Rahib dari Nashrani dan Yahudi Najran berkumpul bersama Rasulullah saw. , maka

Page 21: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 21

Rasul saw. mengajak mereka masuk Islam.” Mereka berkata, “Wahai Muhammad, apakah

engkau menginginkan kami menyembahmu sebagaimana Nashrani menyembah Isa?” Rasul

menjawab, “Maha suci Allah, kami menyembah selain Allah, atau menyuruh menyembah selain

Allah. Bukan untuk itu aku diutus dan diperintah”. Maka turunlah ayat tersebut.

Ayat ini berisi larangan penyembahan kepada para nabi dan rasul yang mendapat risalah

kenabian. Dan jika larangan ini terkait dengan para nabi, maka larangan kepada selain nabi lebih

utama. Berkata al-Hasan al-Bashri, “Tidak layak bagi orang beriman memerintahkan manusia

menyembah para da’i dari orang beriman.” Berkata, “Karena dahulu suatu kaum satu sama lain

saling menyembah, yaitu bahwa ahli kitab menyembah pendeta dan rahib mereka sebagaimana

disebutkan dalam Al-Qur’an, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka

sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam.” (At-

Taubah: 31). Disebutkan dalam al-Musnad bahwa ‘Adi bin Hatim berkata, “Ya Rasulullah kami

tidak menyembah mereka.” Rasul saw. bersabda, “Ya, sesungguhnya mereka menghalalkan yang

haram dan mengharamkan yang halal dan ahli kitab mengikutinya. Itulah ibadah ahli kitab

kepada pendeta dan rahib.”

Ibnu Abbas berkata, “Jadilah Rabbani, yaitu pemimpin, ulama, dan orang yang santun.” Berkata

al-Hasan, “Fuqaha, ahli ibadah dan ahli taqwa.” Berkata ad-Dahak, “Bagi orang yang belajar Al-

Qur’an harus faqih yaitu mengetahui maknanya.” Jadi, para rabbani adalah orang yang

senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an, baik belajar maupun mengajar. Mereka menyuruh

beribadah dan taat pada Allah, bukan taat pada dirinya. Dan kalaupun taat pada dirinya, dalam

konteks taat pada Allah swt. Mereka senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Islam bukan

berorientasi pada materi dan keduniaan.

Rabbani atau rabbaniyah adalah karakterisitik atau sifat dari orang dan lainnya. Maka rabbaniyah

harus melekat pada dakwah, manhaj (pedoman), masdar (sumber), hadaf (sasaran), dai, qiyadah,

dan jamaah. Dan warna inilah yang harus dominan dalam gerakan dakwah, “Warna (celupan)

Allah, siapakah yang paling baik warnanya melebihi warna Allah, dan kami beribadah kepada-

Nya.” (Al-Baqarah: 138)

2. Waqi’iyah

Waqi’iyah yang dimaksud di sini ialah bahwa dakwah harus dapat berjalan dalam raelitas

manusia dan tidak menjauh dari realitas manusia. Bahkan dakwah harus dapat menyelesaikan

problematika yang dihadapi manusia. Sehingga para dai harus menguasai Fiqhul Waqi’i

Fiqih Waqi adalah ilmu yang membahas tentang pemahaman terhadap suatu kondisi

kontemporer, seperti faktor-faktor yang berpengaruh pada masyarakat, kekuatan yang menguasai

suatu negara, pemikiran-pemikiran yang ditujukan untuk menggoncang aqidah dan jalan-jalan

yang disyariatkan untuk memelihara umat dan ketinggiannya baik pada saat sekarang maupun

yang akan datang (Fiqhul Waqi, Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umr).

Jika salah satu fokus yang akan kita bahas itu pemuda dan mahasiswa, maka cakupannya di

antaranya: pengetahuan tentang realitas mahasiswa secara keseluruhan dan mahasiswa muslim

Page 22: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 22

sekarang, faktor-faktor yang mempengaruhi mereka, kekuatan yang berpengaruh pada mereka,

pemikiran-pemikiran yang berkembang di antara mereka dan yang merusak akidah mereka. Dan

terakhir, bagaimana solusi untuk memperbaiki mereka dan merubahnya sesuai tuntunan Islam.

Realitas mahasiswa muslim di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan realitas umat Islam di

Indonesia. Dan realitas umat Islam di Indonesia merupakan bagian dari realitas umat Islam

secara keseluruhan. Oleh karenanya seluruh umat Islam, di dalamnya mahasiswa muslim harus

mengetahui realitas itu semua kemudian ikut aktif menyelesaikan problem yang dihadapi dengan

selalu mengacu skala prioritas.

Realitas umat Islam sekarang di seluruh dunia hampir memiliki kesamaan. Apalagi dengan

semakin majunya teknologi informasi. Realitas itu dapat disimpulkan menjadi dua masalah

besar. Pertama, jahlul umat ‘anil Islam (bodohnya umat Islam terhadap Islam). Kedua,

saitharotul a’daa (umat Islam dikuasai musuh Islam). Dari realitas besar inilah semua umat

Islam yang mengetahui dan sadar akan ajarannya harus memberikan saham dalam

menyelesaikan problematika umat. Rasulullah saw. bersabda, dari Hudzaifah Bin Yaman r.a.

berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang tidak memperhatikan urusan umat Islam, maka

bukan golongan mereka.” (At-Tabrani)

Adapun realitas perjuangan umat Islam di seluruh dunia sangat terkait dengan perjuangan umat

Islam di Palestina, Timur Tengah, Afghanistan, dan Irak. Nampaknya perubahan peta politik

dunia akan sangat dipengaruhi dengan pertarungan gerakan Islam Palestina yang dipimpin

Hamas melawan Yahudi Israel, kaum muslimin Afghanistan dan Irak melawan penjajahan

Amerika, gerakan Islam di Timur Tengah menghadapi rezim pemerintahan masing-masing, dan

gerakan Islam di Pakistan melawan kaum Hindu di India.

Sedangkan realitas Umat Islam di Indonesia tidak terlepas dengan dua masalah besar tersebut,

yaitu bodohnya umat akan ajaran Islam dan orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam yang

menguasai umat Islam dan kekayaan negerinya. Dua sebab inilah yang menyebabkan semua

sistem kehidupan di Indonesia menjadi rusak. Sistem politik sangat sekuler dan dikuasai

politikus yang sekuler dan rusak. Ekonomi yang berkembang adalah ekonomi kapitalis yang

bersandar pada sistem perbankan ribawi dan pasar bebas yang tidak melindungi kaum yang

lemah. Kehidupan sosial sangat buruk jauh dari moral Islam. KKN masih mendominasi sistem

kehidupan sosial dan birokrasi pemerintahan. Tingkat kerusakan sosial sangat parah. Narkoba,

seks bebas, pornografi, dan bentuk kerusakan sosial selalu menghiasai kehidupan di masyarakat.

Sistem pendidikan sangat rapuh dan tidak melahirkan manusia yang bertakwa.

Kondisi sosial politik negara Indonesia dan negara muslim lain dapat digambarkan sebagaimana

hadits berikut: Segeralah menuju kematian, jika menemui 6 hal; pemimpin bodoh, banyak polisi,

menjual hukum, meremehkan (menumpahkan) darah, memutus persaudaraan dan orang

menjadikan Al-Qur’an seruling yang dinyanyikan dan menjadi rujukan walaupun paling minim

pemahamannya.” (HR Ahmad)

Jika 6 kondisi tersebut dominan dalam suatu bangsa, maka Rasulullah saw. seolah menganjurkan

untuk mati saja. Hadits ini adalah peringatan kepada unsur kebaikan dan reformis dalam suatu

Page 23: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 23

bangsa baik ulama, cendikiawan, pemuda dan mahasiswa untuk mencegah terjadinya kerusakan

masal dengan melakukan dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar dan perbaikan atau reformasi.

Berbicara tentang reformasi, maka mahasiswa adalah pilar yang senantiasa berada di garda

terdepan, dan sejarah telah membuktikannya. Rezim Orde Lama dan Orde Baru jatuh karena

tekanan mahasiswa. Walaupun mahasiswa dan mahasiswa muslim di Indonesia masih bagian

dari produk keluarga-keluarga mereka dan produk dari masyarakat mereka serta produk dari

bangsanya, dan mahasiswa tidak dapat dipisahkan dengan realitas sosial politik masyarakat dan

bangsa Indonesia, namun dibanding dengan unsur bangsa lainnya, merekalah yang masih relatif

bersih dan komitmen pada agenda reformasi. Oleh karena itu, mereka harus segera

menyelesaikan problem internalnya, melakukan konsolidasi kemudian keluar melakukan

reformasi secara menyeluruh. Utamanya reformasi terhadap kerusakan yang ada dalam tubuh

pemerintahan dan sistemnya. Dan kunci kekuatan kaum pelajar dan mahasiswa adalah idealisme:

kecerdasan, sikap kritis, dan kepekaan sosial; keberanian; dan pengorbanan.

Realitas umat Islam sekarang sangat terkait dengan periodisasi kekuasaan yang telah diprediksi

oleh Rasulullah, dimana era sekarang adalah era kepemimpinan malikan jabariyan atau

kepemimpinan orang-orang yang zhalim dan tidak menerapkan syariat Islam. Oleh karena itu

aktivitas yang terpenting dalam era sekarang adalah berdakwah mengembalikan ajaran Islam

dalam tataran kehidupan pribadi muslim, keluarga, masyarakat, dan negara.

Agar para dai dan aktivis muslim mengetahui kondisi riil secara nyata, maka mereka harus

senantiasa berinterkasi dengan setiap peristiwa yang dihadapinya. Peristiwa dan kejadian setiap

saat muncul dan berkembang, maka para dai tidak boleh lalai terhadap hal-hal yang terkait

dengan kejadian yang berakibat pada kemajuan dan kemunduran umat dan berupaya menganlisa

setiap peristiwa tersebut untuk kemudian berupaya mencari solusinya sesuai dengan fiqih syar’i.

Maka fiqih syari’i tidak akan begitu efektif dan menyelesaikan masalah jika tidak menguasai

waqi atau realita. Begitu realita yang dihadapi umat harus senantiasa diarahkan agar sesuai

dengan fiqih Syar’i.

3. Jama’iyah

Jama’ah (lembaga/organisasi) adalah keniscayaan dalam dakwah dan kesuksesan dakwah. Dan

amal jama’i harus menjadi bagian tak terpisah yang dilakukan para dai. Umar bin Khattab r.a.

berkata, “Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali

dengan imarah, tidak ada imarah kecuali dengan taat dan tidak ada taat kecuali dengan baiat.”

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Islam tanpa ditopang dengan sistem, maka akan dikalahkan oleh

kebatilan yang ditopang dengan sistem.” Dan era sekarang adalah era jaringan dan jama’ah.

Amal Jama’i dapat dilakukan dalam dua dimensi. Pertama, amal jama’i antara sesama dai secara

perorangan dalam satu gerakan dakwah. Kedua, amal jama’i yang dilakukan antara dua lembaga,

dua yayasan, dan dua harakah dakwah atau lebih untuk kemaslahatan Islam dan umat Islam.

Amal jama’i dalam bentuk yang pertama sudah biasa dilakukan, tetapi amal jama’i bentuk kedua

masih sangat jarang dilakukan.

Page 24: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 24

Jika antar partai dapat berkoalisi untuk tujuan pragmatis, kenapa antar gerakan Islam tidak dapat

beramal jama’i untuk kemaslahatan umat dan bangsa. Dan sesungguhnya di sinilah rahasia

kemenangan dakwah dan kunci mendapat rahmat dari Allah. “Kalau Rabbmu menghendaki,

maka Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih. Kecuali

yang dirahmati oleh Rabbmu.” (Hud: 118). Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak menyatukan

umat ini pada kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah.” (Al-Hakim).

Proyek amal jama’i antar harakah itu sangat penting, karena sejatinya setiap harakah memiliki

kelebihan masing-masing. Ada yang memiliki kelebihan dalam pendekatan kepada umat yang

masih awam dan bergelimang dalam kemaksiatan. Mereka berhasil melakukan tabligh dan

membuat banyak umat Islam yang insaf dan menegakkan shalat serta berakhlak mulia. Jama’ah

ini sangat banyak dan tersebar keseluruh dunia. Mereka juga sangat bersemangat untuk

mendakwahi non muslim di negara-negara barat.

Ada juga harakah lain yang memiliki kelebihan dalam penyebaran fikroh Islam khususnya

masalah khilafah Islam. Pemikiran-pemikiran Islam berhasil mereka angkat untuk melawan

pemikiran sekuler dan pemikiran barat. Dan karya-karya para pemikir gerakan ini layak untuk

jadi kajian pemikiran Islam versus pemikiran sekuler. Sementara ada harakah lain yang memiliki

kelebihan dalam ta’shil (menjaga keaslian) akidah dan syariah dari kemusyrikan dan bid’ah.

Amal jama’i itu semuanya terkait dengan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya

orang-orang beriman. “Dan Allahlah yang yang menyatukan hati-hati orang beriman. Jika

engkau infakkan seluruh kekayaan yang ada di muka bumi, engkau tidak dapat menyatukan hati-

hati orang beriman, tetapi Allahlah yang menyatukan hati-hati mereka. Sesungguhnya Allah

Maha Perkasa dan Bijaksana. Wahai Nabi, cukuplah bagimu Allah dan orang-orang yang

mengikuti dari orang beriman.” (Al-Anfaal: 33-34). Dan puncak dari kesuksesan dakwah, ketika

gerakan Islam berhasil menyatukan umat. Jadi, saat berinteraksi dengan siapapun seorang dai

harus selalu ingat bahwa dirinya adalah unsur perekat umat. Bukan pelebar jurang perbedaan.

Wallahu a’lam.

Page 25: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 25

1/6/2008 | 26 Jumadil Awal 1429 H | Hits: 1.566

Tiga Tugas Dai Dalam Memenangkan Dakwah

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Siyasah Da’wah (politik dakwah) menegaskan prinsip bahwa kader

penggerak dakwah adalah aset utama gerakan (rashidul harakah). Kekuatan dakwah bertumpu

pada daya soliditas, responsivitas, dan produktivitas para kader penggeraknya dalam melakukan

manuver dakwah (munawarah da’wiyah). “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang

bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa. Mereka tidak menjadi

lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula

menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Selain unsur kader penggerak dakwah adalah kekuatan sarana (anashirul-wasail) dan sifatnya

hanya sebagai pendukung kesuksesan manuver dakwah para kader penggerak dakwah. “Dan

siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-

kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh

Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak ketahui, sedang Allah

mengetahuinya….” (Al-Anfaal: 60)

Berpijak pada prinsip itu, ada tiga tugas penting yang harus dijalankan pada dai dalam kancah

ma’rakah da’wah (bisa dalam bentuk amal tabligh, siyasiyah (politik) hingga ghazwah (perang)).

Pertama, seorang kader penggerak dakwah harus punya tugas moral untuk menjadi penggerak

semua rekan-rekan seperjuangnya untuk mau berpartisipasi dalam pemenangan dakwah. Ini

dilakukan dengan membangkitkan orientasi perjuangan (ittijah jihadiyah) sebagai bukti

kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu

untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat

mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu,

mereka dapat mengalahkan seribu dari orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu

kaum yang tidak mengerti.” (Al-Anfaal: 65)

Kedua, seorang penggerak dakwah yang sejati senantiasa mengawal perjuangan rekan-rekan

seperjuangannya agar mampu menjaga syakhsiyah rabbaniyah, sebagaimana telah ditempa

sebelumnya dalam proses panjang tarbiyah. Ma’rakah siyasiyah, sebagai contoh, adalah medan

ujian bagi soliditas kepribadian (matanah syakhsiyah) para kader penggerak dakwah, sebagai

medan aktualisasi nilai dan fikrah yang diyakini kebenarannya, serta sebagai medan tarbiyah

maydaniyah (pendidikan lapangan) yang sangat berharga. “Hai orang-orang yang beriman,

apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah

sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan

janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang

kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan

Page 26: Peran dan Tugas Dai

Tugas dan Peran Dai Page 26

janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh

dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah….” (Al-

Anfaal: 45-47)

Ketiga, seorang penggerak dakwah yang istiqomah akan selalu melakukan konsolidasi

kepribadian dan barisan dengan rekan-rekan seperjuangannya, baik ketika bersiap maupun ketika

kembali dari medan ma’rakah. Tidak bisa dinafikan bahwa akan muncul masalah-masalah

operasional (qadhaya tathbiqiyah) yang menimpa sebagian jajaran kader dakwah sebagai

konsekuensi gesekan dan benturan di lapangan dakwah. Terutama ketika medan yang mereka

masuki adalah medan ma’rakah siyasiyah yang penuh fitnah. Karena itu, konsolidasi dan

merapatkan barisan adalah solusi yang harus senantiasa dilakukan; dan sarananya adalah kembali

melakukan tarbiyah. “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke

medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang

untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada

kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya (dari medan perang), supaya mereka itu

dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)

Inilah tiga tugas penting yang harus dilakukan seorang kader penggeraka dakwah jika ingin

memenangkan dakwah di setiap medan ma’rakah. Tugas ini harus dilakukan secara terus

menerus. Dengan begitu, ia bisa menjadi kader penggerak dakwah yang responsif secara cepat

dan tepat kala dakwah membutuhkannya.

Tentu saja untuk menjadi kader dakwah yang seperti itu bukan perkara ringan. Namun, itu juga

sebuah kemestian. Sebab, kelalaian seorang kader penggerak dakwah untuk menunaikan ketiga

tugasnya itu, akan berakibat fatal. Setidaknya dakwah harus membayar perjuangan meraih

kemenangannya dengan harga yang lebih mahal karena terjadi kekeroposan pada kekuatan

internal para pengasungnya. Bila ini terjadi, kejayaan Islam, tegaknya syariat Allah di muka

bumi, dan umat yang memiliki izzah (harga diri) hanya tinggal mimpi. Naudzu billahi min dzalik.