d11dhn

52
PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN NABATI DAN KOMERSIAL SKRIPSI DEDE HELENA MEGAWATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Upload: doni-sihotang

Post on 24-Jul-2015

280 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: D11dhn

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN

NABATI DAN KOMERSIAL

SKRIPSI

DEDE HELENA MEGAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: D11dhn

RINGKASAN

Dede Helena Megawati. D14061313. 2011. Persentase Karkas dan Potongan

Komersial Ayam Broiler yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial . Skripsi.

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS.

Broiler merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa

ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging

ayam. Penggunaan pakan sangat erat kaitannya dengan produksi daging. Pakan

komersial didalamnya merupakan campuran dari bahan nabati dan hewani.

Pengurangan bahan asal hewan dapat mengurangi bau amis dan biaya produksi.

Pakan nabati digunakan karena kandungan gizi yang baik dan harga yang murah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase karkas dan potongan

komersial ayam broiler yang diberi pakan nabati dan komersial. Sampel yang

digunakan sebanyak 40 ekor yang diambil secara acak masing-masing 2 ekor dari

perlakuan ulangan dari pemeliharaan 200 ekor selama 35 hari dengan 4 macam

perlakuan pemberian pakan, yaitu pemberian pakan komersial selama pemeliharaan

(P1); pemberian pakan komersial tiga minggu pemeliharaan dan dua minggu terakhir

diberi pakan komersial ditambah DSP (P2); pemberian pakan nabati selama

pemeliharaan (P3) dan pemberian pakan nabati tiga minggu dan dua minggu terakhir

diberi pakan nabati ditambah DSP (P4). Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali

dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati adalah bobot (hidup akhir,

karkas, dada, paha, sayap dan punggung), persentase (karkas, dada, paha, sayap dan

punggung), meat bone ratio dada dan paha. Data yang diperoleh dianalisis dengan

sisdik ragam dan bila berbeda maka dilakukan uji Tukey.

Penggunaan pakan yang berbeda ternyata berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap bobot hidup akhir, bobot (karkas, dada, paha, sayap dan punggung), rasio

daging pertulang (dada dan paha) dan persentase bobot punggung. Hasil penelitian

menunjukan bobot hidup akhir ayam yang diberi pakan nabati sekitar 673,15 g/ekor,

sedangkan yang diberi pakan komersial sekitar 1628,80 g/ekor. Bobot (karkas, dada,

paha, sayap dan punggung) berturut-turut adalah 387,40-1256,80 g; 132,10- 476,80

g; 119,20-362,20 g; 52,90-131,40 g; dan 86,40-267,40 g. Persentase bobot (dada,

paha, sayap dan punggung) per bobot karkas berturut-turut adalah 34,11-38,12%;

28,86-30,77%; 10,52-13,75% dan 21,48-23,32%. Rasio daging per tulang (dada dan

paha) berturut-turut adalah 1,90-4,32 dan 1,82-2,78.

Kata-kata kunci : broiler, karkas, potongan komersial, pakan nabati, pakan

komersial

Page 3: D11dhn

ABSTRACT

Percentage of Carcasses and Commercial Cut of Broiler

Chickens Fed Vegetable And Commercial Diet.

Megawati, D. H., N. Ulupi, dan H. S. Iman Rahayu

The use of feed is very closely related to meat production. Commercial feed

is a mixture of vegetables and animal materials. Reduction of animal material origin

could reduce the odor and production costs. Feed vegetable used as a good nutrient

content, low fat of animal origin and low prices. This study aims to determine the

percentage of carcass and commercial parting of broilers fed vegetable and

commercial. This study used 40 samples from 200 broiler chickens Cobb strain

reared for 35 days. Each treatment consisted of five replications and each replication

consisted of 10 broiler chickens. Variables measured were the weight (final live,

carcass, breast, thigh, wing and back), percentage of carcass (breast, thigh, wing and

back), meat bone ratio of breast and thigh. The result showed that the final live

weight of chicken fed with lower vegetable is 673,15 g /bird, while those given the

commercial diet produced about 1628,80 g / bird. Differences carcass, breast, thigh,

wings and back on commercial vegetable and row are 387,40 to 1256,80 g, 132,10

to 476,80 g, 119,20 to 362,20g ; from 52,90 to 131,40 g, and from 86,40 to 267,40 g

respectively. While the percentage of breast, thigh, wing and back with carcass

weight to vegetable feed and commercial feed in a row are 34,11-38,12%; 28,86-

30,77%; 10,52-13,75% and 21,48-23,32% respectively. Percentage meat bone ratio

of breast and thigh in a row is 1,90-4,32 and1,82-2,78.

Keywords: broiler, carcass, commercial cut, vegetable feed, commercial feed

Page 4: D11dhn

PERSENTASE KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

AYAM BROILER YANG DIBERI PAKAN

NABATI DAN KOMERSIAL

DEDE HELENA MEGAWATI

D14061313

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 5: D11dhn

Judul : Persentase Karkas dan Potongan Komersial Ayam Broiler yang Diberi

Pakan Nabati dan Komersial

Nama : Dede Helena Megawati

NIM : D14061313

Menyetujui

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Niken Ulupi, MS) (Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., MS)

NIP : 19570129 198303 2 001 NIP : 19590421 198403 2 002

Mengetahui:

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)

NIP : 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 24 Juni 2011 Tanggal Lulus :

Page 6: D11dhn

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 30 Januari 1988

dari pasangan Bapak Goden Suganda dan Ibu Imas Lediasari. Penulis merupakan

anak kelima dari lima bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Kartini pada tahun 1993 sampai

dengan 1994. Penulis kemudian melanjutkan sekolah pendidikan dasar di SDN

Cibalagung 3 kota Bogor dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan

di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Ciomas kabupaten Bogor dan lulus

pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis lulus Sekolah Menengah Atas Rimba

Madya Bogor, selama bersekolah di Sekolah Menengah Atas penulis aktif dalam

ekstrakurikuler paskibra.

Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan

Bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi

Masuk IPB) dan merupakan mahasiswa angkatan kedua program mayor minor

Institut Pertanian Bogor. Penulis kemudian diterima di Departemen Produksi dan

Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan kepanitiaan

dalam lingkungan kampus. Pada tahun 2007, penulis menjadi komisi disiplin dalam

kegiatan MPKMB IPB (Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru IPB). Pada 2008

penulis menjadi staf Riset Pengembangan Mahasiswa di Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Peternakan. Penulis juga berkesempatan menjadi ketua penaggung jawab

program Studi Banding Indolivestock serta penulis menjadi seksi acara dalam acara

Dekan Cup 2008 dan Meet Cowboy 2008.

Page 7: D11dhn

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu untuk

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persentase Karkas dan Potongan Komersial

Ayam Broiler yang Diberi Pakan Nabati dan Komersial” serta tidak lupa

shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis beserta tim pada bulan

Februari sampai April 2010 bertempat di laboratorium lapang Bagian Ilmu Produksi

Ternak Unggas (pemeliharaan) dan laboratorium Bagian Ilmu Produksi Ternak

Unggas (pengamatan peubah), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui persentase karkas dan potongan komersial ayam broiler yang

diberi pakan nabati daan komersial. Penggunaan pakan nabati bertujuan untuk

mendapatkan keunggulan dari produk akhir berupa daging yang dihasilkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan

kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang

membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa

dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum dapat

dikatakan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan

khususnya dunia peternakan.

Bogor, Juni 2011

Penulis

Page 8: D11dhn

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ................................................................... ...........................

Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ................................................................... .............................

iError! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................

iiError! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... .....

Error! Bookmark not defined.

RIWAYAT HIDUP ................................................................... ..................

Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ................................................................... .............

vError! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .................................................................................................. v8

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

.................................................................. vError! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... x

PENDAHULUAN...........................................................................................

Error! Bookmark not defined.

Latar Belakang ...............................................................................................

Error! Bookmark not defined. Tujuan ............................................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3

Ayam Broiler ................................................................................................... 3

Pertumbuhan dan Bobot Badan ...................................................................... 5

Karkas Ayam Broiler ...................................................................................... 6

Pakan Nabati .................................................................................................... 7

MATERI DAN METODE ............................................................................. 14

Lokasi dan Waktu .......................................................................................... 14

Materi .............................................................................................................. 14

Rancangan Percobaan ......................................................................... 16

Prosedur .......................................................................................................... 17

Persiapan Pakan ...................................................................... 17

Pemeliharaan Broiler ............................................................. 17

Pelaksanaan Panen ................................................................. 18

Potongan Komersial ............................................................... 18

Page 9: D11dhn

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 21

Pakan Penelitian .............................................................................................. 21

Kandungan Nutrisi Pakan................................................................... 21

Konsumsi Pakan ................................................................................ 22

Bobot Hidup, Karkas dan Potongan Komersial ............................................ 24

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 29

Kesimpulan ...................................................................................................... 29

Saran................................................................................................................. 29

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 32

LAMPIRAN………………………………………………………………. 35

Page 10: D11dhn

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Bobot Badan Ayam Broiler Strain Cobb 500 ........................................... 3

2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler pada Tingkat Umur yang Berbeda .... 4

3. SNI Pakan Broiler Starter dan finisher ..................................................... 4

4. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per Kg Pakan ........................... 12

5. Kebutuhan Mineral pada Ayam Broiler per kg Pakan ............................. 13

6. Komposisi dan Formula Pakan Nabati ..................................................... 15

7. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial ................................... 15

8. Hasil Analisis Laboratorium dan Hasil Perhitungan Kandungan Nutrisi

Pakan Perlakuan ........................................................................................ 21

9. Rataan Konsumsi dan Konversi Pakan selama Lima Minggu Pemeliharaan 22

10. Rataan Bobot Hidup, Bobot Karkas, Potongan Komersial (Dada, Paha,

Punggung dan Sayap) dan Rasio Bobot Daging pertulang (Dada dan Paha)

Ayam Broiler ............................................................................................ 24

Page 11: D11dhn

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Bobot Hidup ............................................................. 36

2. Analisis Ragam Bobot Karkas ........................................................... 36

3. Analisis Ragam Bobot Dada .............................................................. 36

4. Analisis Ragam Persentase Daging Dada per Tulang ....................... 36

5. Analisis Ragam Persentase Bobot Dada per Bobot Karkas ............. 36

6. Analisis Ragam Bobot Paha ................................................................ 37

7. Analisis Ragam Persentase Daging Paha per Tulang ........................ 37

8. Analisis Ragam Bobot Paha per Bobot Karkas ................................ 37

9. Analisis Ragam Bobot Sayap .............................................................. 37

10. Analisis Ragam Persentase Bobot Sayap per Bobot Karkas ............ 37

11. Analisis Ragam Bobot Punggung……………………………………… 38

12. Analisis Ragam Persentase Bobot Punggung per Bobot Karkas…… 38

Page 12: D11dhn

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggul

hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi,

terutama dalam memproduksi daging ayam. Broiler merupakan salah satu ternak

yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Peternakan

broiler terus mengalami peningkatan di Indonesia. Peningkatan tersebut ditunjang

dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding dan manajemen.

Broiler yang ada saat ini merupakan pengembangan lebih kurang 50-an tahun

yang lalu. Manajemen pemeliharaan ayam broiler sudah ditingkatkan mulai dari

budidaya, perkandangan, pengendalian penyakit ataupun pengelolaan pasca panen.

Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dari pemeliharaan broiler.

Pakan broiler sudah banyak beredar di pasaran dengan berbagai nutrisi yang

disediakan sesuai kebutuhan peternak. Pakan yang beredar di pasaran disebut dengan

pakan komersil.

Bahan baku yang digunakan dalam pakan komersial merupakan campuran

antara bahan asal nabati dan asal hewan. Penggunaan bahan asal hewan dimaksudkan

untuk mencukupi nutrisi yang dibutuhkan broiler. Penggunaan bahan asal hewan

dalam formulasi ransum komersial yang paling umum adalah tepung ikan. Masalah

yang sering muncul dalam penggunaan tepung ikan adalah adanya noda pada telur

dan daging yang dihasilkan dan juga erosi rempela pada ayam muda. Penggunaan

bahan asal hewan yang berlebihan juga dapat menyebabkan bau anyir dan

meningkatnya biaya produksi, padahal pakan mencapai 70% dari total biaya produksi

Page 13: D11dhn

(Suprijatna et al.,2008). Bahan alternatif yang dipilih untuk menghindari masalah

yang timbul adalah bahan pakan asal nabati.

Bahan pakan asal nabati merupakan bahan baku yang murah sehingga dapat

menekan biaya produksi, tidak menimbulkan bau anyir dan merupakan bahan sumber

energi dan protein yang baik. Nutrisi ransum yang dibuat dari bahan asal nabati juga

menyamai nutrisi yang ditambahkan bahan asal hewan dengan formulasi pakan yang

tepat. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan bahan pakan asal nabati

dengan komersial terhadap persentase karkas dan potongan komersial.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase karkas dan potongan

komersial ayam broiler yang diberi pakan nabati dan komersial serta seberapa

banyak daging yang dapat dihasilkan dari setiap perlakuan pakan.

Page 14: D11dhn

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki

karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil

daging, konversi ransum rendah, siap potong dalam usia relatif muda dan meng-

hasilkan daging yang memiliki serat yang lunak (Bell dan Weaver, 2002). Ciri-ciri

ayam broiler memiliki tekstur daging serta kulit yang lembut dan tulang dada yang

merupakan tulang rawan yang fleksibel. Broiler merupakan media yang efisien

dalam mengubah protein nabati dan bahan lain yang tak lazim untuk selera manusia

menjadi daging yang bermutu tinggi dan digemari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam yaitu konsumsi ransum,

kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Hal ini karena

adanya perbedaan kebutuhan nutrisi ayam broiler pada umur yang berbeda. Faktor

genetik dan lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang

meliputi distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas (Soeparno, 1994).

Bobot ayam broiler strain Cobb 500 menurut Vantress (2008) disajikan pada Tabel

1, sedangkan kebutuhan nutrisi broiler pada umur yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 2 dan SNI pakan broiler starter dan finisher pada Tabel 3.

Tabel 1. Bobot Badan Ayam Broiler Strain Cobb 500

Umur Bobot Badan (g)

(Minggu) Jantan Betina Jantan dan Betina

1 170 158 164

2 449 411 430

3 885 801 843

Page 15: D11dhn

4 1478 1316 1397

5 2155 1879 2017

6 2839 2412 2626

Sumber : Vantress (2008)

Tabel 2. Beberapa Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler pada Tingkat Umur yang Berbeda

Kebutuhan Nutrisi Satuan 0-21 (hari) 22-42 (hari) 43-56 (hari)

Protein % 23 20 18

Energi Metabolis Kkal/kg 3.200 3.200 3.200

Kalsium % 1,00 0,90 0,80

Phosphor % 0,45 0,35 0,30

Natrium % 0,20 0,15 0,12

Khlor % 0,20 0,15 0,12

Magnesium Mg 600 600 600

Kalium % 0,30 0,30 0,30

Sumber: Nation Research Council (1994)

Tabel 3. SNI Pakan Broiler Starter dan Finisher

No Parameter Satuan Startera Finisherb

1 Kadar Air % Maks. 14,0 Maks. 14,0

2 Protein Kasar % Min. 19,0 Min. 18,0

3 Lemak Kasar % Maks. 7,4 Maks. 8,0

4 Serat Kasar % Maks. 6,0 Maks. 6,0

5 Abu % Maks. 8,0 Maks. 8,0

6 Kalsium % 0,90-1,20 0,90-1,20

7 Fosfor Total % 0,60-1,00 0,60-1,00

8 Fosfor tersedia % Min. 0,40 Min. 0,40

9 Total Aflatoksin mg/kg Maks. 50,0 Maks. 50,0

10 Energi Metabolis Kkal/kg Min. 2900 Min. 2900

11 Asam Amino

Page 16: D11dhn

Lisin % Min. 1,10 Min. 0,90

Metionin % Min. 0,40 Min. 0,30

Metionin+sisitin % Min. 0,60 Min. 0,60

Sumber : aSNI 01-3930-2006

bSNI 01-3931-2006

Ayam broiler menurut Gordon dan Charles (2002) merupakan strain ayam

hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan

oleh perusahaan pembibitan khusus. Banyak jenis Strain ayam broiler yang beredar

di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertumbuhan ayam,

konsumsi pakan, dan konversi pakan (Bell dan Weaver, 2002). Jenis strain tersebut

menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2000) adalah Super 77, Tegel

70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver starbro,

Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish, Brahma,

Langshans, Hypeco-broiler, Ross, Marshall ‘’in’’, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex,

Bromo dan Cp 707.

Persyaratan mutu bibit ayam broiler atau DOC menurut SNI (2005) adalah

berat DOC per ekor minimal 37 g dengan kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat

berdiri tegak, tampak segar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ditemukan kelainan

bentuk dan cacat fisik, sekitar pusar dan dubur kering. Warna dubur seragam sesuai

dengan warna galur, kondisi bulu kering dan berkembang serta jaminan kematian

DOC maksimal 2%. Patokan kebutuhan nutrisi ayam broiler menurut NRC (1994)

untuk kebutuhan protein umur 0-3 minggu, 3-6 minggu, dan 6-8 minggu berturut

turut adalah 23%, 20% dan 18% pada tingkat EMP 3200 kkal/kg. Kebutuhan nutrisi

tiap ayam bergantung pada strain masing-masing (Ensminger et al., 1992).

Pertumbuhan dan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan dalam ukuran tulang, otot,

organ dalam dan bagian tubuh yang terjadi sebelum lahir (prenatal) dan setelah lahir

(postnatal) sampai mencapai dewasa (Ensminger et al., 1992). Faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan menurut Bell dan Weaver (2002) yaitu galur ayam,

jenis kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung.

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan bobot badan

mingguan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam pedaging

Page 17: D11dhn

mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu

mengalami penurunan. Bonnet et al. (1997) menyatakan bahwa PBB ayam pedaging

umur 4 s/d 6 minggu yang dipelihara pada suhu lingkungan 32 ºC sebesar 515 g/ekor

sedangkan pada suhu 22 ºC PBB ayam pedaging sebesar 1084 g/ekor.

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan

untuk mengukur pertumbuhan. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi

peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana

pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan

ukuran skeleton, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan

peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam.

Berdasarkan catatan yang dihimpun oleh World Poultry (2004) selama kurun

waktu 20 tahun terakhir, genetik ayam broiler telah mengalami perkembangan yang

nyata pada tahun 1984 rataan bobot badan ayam pada umur 5 minggu adalah 1,345 g

dan pada umur 7 minggu adalah 2,160 g, sedangkan tahun 2004 pada umur yang

sama akan mendapat rataan bobot badan 1,882 g dan 3,052 g. Perbaikan mutu

genetik tersebut harus didukung dengan pemberian ransum Cobb untuk ayam jantan

sebesar 1,324 g dan ayam betina sebesar 1,195 g (Cobb Breeding Company, 2003).

Karkas Ayam Broiler

Karkas daging ayam merupakan salah satu komoditas penting yang ditinjau

dari aspek gizi, sosial budaya dan ekonomi. Industri karkas ayam mempunyai

prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan ayam relatif mudah

dikembangkan, cepat menghasilkan, serta usaha pemotongannya yang sederhana.

Permintaan pasar yang cukup tinggi terhadap karkas ayam broiler maka selain

kuantitas, produsen diharapkan menyediakan karkas yang berkualitas (Abubakar

1992; International Meat and Poultry HACCP Aliance 1996).

Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,

kaki, darah, bulu serta organ dalam. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh

faktor sebelum pemotongan antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

kelamin, umur dan pakan serta proses setelah pemotongan, diantaranya adalah

metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan

termasuk enzim pengempuk daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau

marbling, metode penyimpanan serta macam otot daging (Abubakar et al., 1991 dan

Page 18: D11dhn

Soeparno, 1994). Dwiyanto et al. (1979) juga menyatakan bahwa salah satu yang

mempengaruhi persentase bobot karkas adalah jumlah dan kualitas ransum selain

bobot hidup, perlemakan, jenis kelamin, umur dan aktivitas.

Muchtadi dan Sugiyono (1992), menyatakan komponen karkas terdiri dari

otot, lemak, tulang dan kulit. Merkley et al.(1980), membagi karkas menjadi lima

bagian besar potongan komersial yaitu dada, sayap, punggung, pangkal paha dan

paha. Bagian dada banyak disukai konsumen karena serat dagingnya lebih lunak

dibandingkan paha atau bagian lainnya. Bagian-bagian tubuh ayam broiler memiliki

rasa yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Bagian punggung memiliki tulang

yang lebih banyak. Bagian betis lebih keras karena berotot. Sebaliknya, bagian dada

lebih empuk dan sedikit mengandung lemak. Faktor yang menentukan nilai karkas

meliputi bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari

karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokan berdasarkan jenis kelamin,

umur, dan jumlah lemak intramuskular dalam otot (Abubakar dan Wahyudi, 1994).

Faktor nilai karkas dapat diukur secara objektif seperti bobot karkas dan daging, dan

secara subjektif misalnya dengan pengujian organoleptik atau panel. Daging dada

ayam memiliki warna yang agak putih sedangkan daging pada bagian paha berwarna

lebih merah, hal ini dikarenakan kandungan mioglobin pada daging paha lebih

banyak dari pada bagian dada (Blakely dan Bade, 1991).

Menurut Murtidjo (1987), persentase karkas ayam broiler yang normal

berkisar antara 65-75% dari bobot hidup waktu siap potong. Standar Nasional

Indonesia (1997) menyatakan ukuran karkas berdasarkan bobotnya yaitu: (1) ukuran

kecil: 0,8-1,0 kg, (2) ukuran sedang : (1): 1,0-1,2 kg, (3) ukuran besar: 1,2-1,5 kg.

Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya umur dan bobot

badan (Brake et al., 1993). Perbandingan kalsium dan phosphor yang ditetapkan

sebanyak 2:1, tetapi umumnya 1,2:1 dianggap ideal, karena hal ini berkaitan dengan

pembentukan tulang untuk tempat melekatnya otot yang menjadi titik awal

pertumbuhan ternak (Anggordi,1995).

Pakan Nabati

Bahan pakan nabati adalah bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Bahan pakan nabati ini umumnya mempunyai serat kasar tinggi, misalnya dedak dan

Page 19: D11dhn

daun-daunan yang suka dimakan oleh ayam. Bahan pakan nabati banyak pula yang

mempunyai kandungan protein tinggi seperti bungkil kelapa, bungkil kedele dan

bahan pakan asal kacang-kacangan. Jagung merupakan sumber energi yang besar

bagi pakan.

Bahan pakan nabati banyak yang diberikan pada unggas. Bahan pakan nabati

menyebabkan harga ransum dapat ditekan karena biaya pakan pada pemeliharaan

ayam diperkirakan mencapai 70% dari total biaya produksi (Suprijatna et al.,2008).

Bahan makanan nabati sebagian besar merupakan sumber energi yang baik. Bahan

pakan sumber energi diantaranya adalah jagung, gandum, oat, barlei, beras dan hasil

ikutan padi (Amrullah, 2004)

Dedak Halus

Dedak merupakan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi tetapi

pemakaian dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kekurangan isoleusin dan

treonin (Suprrijatna et al., 2008 dan Wahju, 2004). Dedak halus lebih banyak

mengandung serat kasar karena dedak halus didapat dari padi yang ditumbuk

(Wahju, 2004). Hadipermata (2007) menyatakan bahwa bekatul adalah lapisan

sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun,

karena alat penggiling padi tidak dapat memisahkan antara dedak dan bekatul maka

dedak dan bekatul bercampur menjadi satu sehingga disebut dengan dedak atau

bekatul saja. Komposisi dedak padi pada pakan broiler dapat mencapai 20-30% tanpa

menurunkan performans, tetapi apabila sampai mencapai 40% maka kecepatan

pertumbuhan menurun (Farell, 1994). Kelemahannya dedak padi mengandung fitat

fosforus yang cukup tinggi yang sulit dicerna oleh unggas.

Jagung

Jagung merupakan bijian yang banyak digunakan untuk pakan unggas karena

diperkirakan sekitar sepertiga dari total ransum yang dikonsumsi adalah jagung

(Ensminger, 1992). Komposisi kimia jagung menurut NRC (1994) yaitu

mengandung bahan kering 89% dengan kandungan energi metabolis 3350 kkal/kg;

8,5% protein; 3,8% lemak; 2,2% serat kasar; 0,28% total fosfor dan 0,08% fosfor

non fosfat. McDonal et al. (2002) menyatakan bahwa jagung kuning mengandung

pigmen cryptoxanthin, merupakan perkursor vitamin A. Pigmen tersebut berguna

dalam pakan unggas sebagai pemberi warna daging dan kuning telur.

Page 20: D11dhn

Jagung memiliki serat kasar yang rendah, sehingga memungkinkan jagung

dapat digunakan dalam tingkat yang lebih tinggi. Pemakian jagung dalam pakan

broiler dapat mencapai taraf 70%. Jagung memiliki lemak yang tidak terlalu banyak.

Lima puluh persen dari jumlah lemak tersebut mengandung asam linolenat, yang

merupakan sumber asam lemak esensial dalam ransum unggas. Jagung juga

mengandung karoten tetapi memiliki kadar metionin dan lisin yang rendah (Wahju,

2004).

Minyak Nabati

Salah satu bahan makanan unggas pedaging yang kerap digunakan adalah

minyak nabati. Minyak nabati yang digunakan oleh kebanyakan unggas pedaging

adalah minyak kelapa dan sejenisnya. Minyak dalam ransum unggas selain

membantu dalam memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, juga menambah selera

makan unggas dan mengurangi sifat berdebu.

Penggunaan minyak kelapa dalam penyusunan ransum adalah untuk

melengkapi kekurangan energi. Selain itu, bahan ini sangat membantu dalam

pembuatan pakan bentuk pellet karena dapat memperlicin atau mempermudahkan

keluarnya pakan saat melewati sarang mesin pembuat pakan. Namun, pengunaan

minyak nabati yang berlebihan juga akan merusak kualitas pellet yang dihasilkan

karena dapat menyebakan pellet mudah pecah dan menaikan kadar debu. Untuk itu

sebaiknya minyak nabati tersebut hanya digunakan dalam jumlah yang terbatas.

Campuran minyak pada pakan maksimal dibawah 5%. Apabila berlebihan akan

menyebabkan pakan mudah tengik (Widodo, 2010)

Protein Kedelai

Protein kedelai sebagian besar merupakan globulin, mempunyai titik

isoelektris 4,1 - 4,6. Globulin akan mengendap pada pH 4,1 sedangkan protein

lainnya seperti proteosa, prolamin dan albumin bersifat larut dalam air sehingga

diperkirakan penurunan kadar protein tak terekstrak dalam perebusan disebabkan

terlepasnya ikatan struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya

komponen protein dalam air. Protein merupakan senyawa organik yang molekulnya

sangat besar dan susunannya kompleks. Tersusun atas rangkaian asam-asam amino.

Apabila protein dihidrolisa, maka akan menghasilkan asam-asam amino yang

merupakan penyusun protein. Hidrolisa protein menggunakan larutan asam atau

Page 21: D11dhn

dengan bantuan enzim. Hidrolisa secara sempurna akan menghasilkan asam amino.

Kegunaan Protein antara lain sebagai Zat pembangun, Zat pengemulsi, Zat Buffer,

dan membentuk enzim (Saputri,2009). Bungkil kedelai sesuai sebagai sumber protein

dalam pakan karena kandungan lisin yang tinggi, walaupun kandungan sistin dan

metionin terbatas (Swick, 2001). Kandungan protein bungkil kedelai 41-50% dan

merupakan bahan pakan sumber protein nabati terbaik dibandingkan sumber lain

(Suprijatna et al., 2008). Protein kedelai masih memiliki anti tripsin yang dapat

diinaktivasi dengan cara pemanasan (Fadli, 2009) selain itu protein ini memiliki

keunggulan yaitu dapat menurunkkan kadar trigliserida dalam darah, anti kanker,

anti oksidan dan sebagai sistem imun menutut Sugano (2006).

Pemacu Pertumbuhan

Pemacu pertumbuhan atau growth promoter diberikan pada pakan unggas

yang bertujuan untuk penggemukan dan meningkatkan palatabilitas pakan sehingga

pemanfaatan pakan lebih efisisen. Pemacu pertumbuhan pada umumnya

menggunakan antibiotik. Antibiotik berfungsi untuk memacu pertumbuhan dengan

cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dalam saluran pencernaan.

Wahju (2004) juga menambahkan bahwa antibiotik mengefektifkan penggunaan zat

makanan, mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang menghasilkan amonia

berlebihan, memperbaiki absorpsi zat makanan tertentu, mempertinggi penyerapan

zat makanan, mempertinggi konsumsi makanan atau air, serta mencegah dan

mengobati patologis yang timbul di saluran usus dan bagian lainnya.

Penggunaan antibiotik dapat bersifat buruk bagi ternak, karena resistensi

ternak terhadap jenis-jenis mikroorganisme patogen tertentu serta residu antibiotik

akan terbawa dalam produk-produk unggas (Mulyantini, 2010). Sebagai pengganti

antibiotik banyak alternatif pemacu pertumbuhan diantaranya adalah probiotik,

bahan organik, imunomodulator, asam-asam organik, minyak esensial dan enzim.

Probiotik adalah suatu mikrobial hidup yang diberikan sebagai suplemen pakan dan

memberikan keuntungan bagi induk semang dengan cara memperbaiki

keseimbangan populasi mikroba usus (Choct, 2000). Bahan organik diantaranya

adalah bawang putih dan ekstrak daun Gujava L. Imunomodulator dapat

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Minyak esensial dalam pakan dapat

Page 22: D11dhn

meningkatkan konsumsi pakan, meningkatkan produksi enzim pencernaan serta

menstimulasi antiseptik dan antioksidan.

Vitamin dan Mineral

Vitamin merupakan substansi organik yang dibutuhkan oleh hewan dalam

jumlah yang sangat kecil yang berfungsi untuk mengatur berbagai proses dalam

tubuh bagi kesehatan, pertumbuhan, produksi dan reproduksi yang normal. Vitamin

juga merupakan komponen yang ada dalam makanan tetapi berbeda dengan

karbohidrat, protein, lemak, dan air terdapat didalam makanan dalam jumlah yang

sedikit, penggunaan yang rendah dapat mengakibatkan penyakit serta tidak bisa

disintesis oleh hewan dan harus ada dalam makanan. Di antara vitamin-vitamin ada

beberapa pengecualian terhadap satu atau lebih dari klasifikasi di atas. Misalnya,

vitamin D yang dapat disintesis pada permukaan kulit oleh radiasi sinar ultra violet

dan asam nikotinat (niasin) dalam beberapa hal dapat disintesisi dari triptofan

(Wahju, 2004).

Vitamin juga dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu vitamin

yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K) yang diabsorpsi bersama dengan lemak

yang terdapat dalam pakan dan vitamin yang larut dalam air (vitamin B1, B2, B6, B12,

niasin, asam pantotenat, asam folat, biotin dan kolin) yang tidak dipengaruhi oleh

absorpsi lemak. Vitamin yang ditambahkan dalam pakan unggas biasanya dalam

bentuk premix. Premix merupakan istilah untuk bahan biologi aktif yang sudah

bercampur secara homogen. Jumlah premix yang biasanya digunakan dalam

campuran komposisis pakan adalah 1,0-2,0%.

Mineral secara umum berfungsi sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi

yang membuat adanya jaringan yang keras dan kuat, mempertahankan keadaan

kolodial dari beberapa senyawa yang ada dalam tubuh, menjaga keseimbangan asam

dan basa dalam tubuh (Santoso dan Sudaryani, 2009). Zat mineral yang dibutuhkan

ternak kurang lebih 3 sampai 5 persen dari tubuh. Hewan tidak dapat membuat

mineral sendiri dalam tubuh maka harus disediakan dalam makannya. Defisiensi

suatu zat mineral jarang menimbulkan kematian tetapi menurunkan kesehatan.

Mineral merupakan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang

tidak banyak tetapi sangat penting untuk pembentukan alat-alat tubuh antara lain

pembentukan tulang (Ca dan P) dan darah (Fe). Bahan-bahan sumber mineral antara

Page 23: D11dhn

lain adalah tepung kerang, tepung batu, tepung tulang dan kapur yang jumlahnya

banyak di alam dan dapat diolah. Sumber mineral buatan pabrik antara lain kalsium

karbonat, kalsium fosfat, fosfat koloidal dan natrium fosfst monobasic. Vitamin dan

mineral biasanya diberikan dalam bentuk premix. Kebutuhan vitamin dan mineral

berturut-turut pada ayam broiler berdasarkan umur pemeliharaan dalam tingkat

energi metabolis 3200 kkal/kg dan bahan kering 90% dapat dilihat pada Tabel 4 dan

5 yang bersumber dari NRC (1994).

Tabel 4. Kebutuhan Vitamin pada Ayam Broiler per Kg Pakan

Vitamin 0-3 minggu 3-6 minggu 6-9 minggu

Vitamin A (IU) 1500 1500 1500

Larut D3 (ICU) 200 200 200

Lemak E (IU) 10 10 10

K (mg) 0,50 0,50 0,50

Vitamin B12 (mg) 0,01 0,01 0,01

Larut Biotin (mg) 0,15 0,15 0,12

Air Koline (mg) 1300 1000 750

Folasin (mg) 0,55 0,55 0,50

Niasin (mg) 35 35 25

Asam pantotenat (mg) 10 10 10

Pyridoxine (mg) 3,5 3,5 3,0

Riboflavin (mg) 3,6 3,6 3,0

Tiamin (mg) 1,80 1,80 1,80

Sumber : NRC (1994)

Tabel 5. Kebutuhan Mineral pada Ayam Broiler per kg Pakan

Mineral 0-3 minggu 3-6 minggu 6-9 minggu

Mineral makro Kalsium *(%) 1,00 0,90 0,80

Klorin (%) 0,20 0,15 0,12

Magnesium (mg) 600 600 600

Fosfor nonfitat (%) 0,45 0,35 0,30

Potassium (%) 0,30 0,30 0,30

Natrium (%) 0,20 0,15 0,12

Mineral mikro Tembaga (mg) 8 8 8

Page 24: D11dhn

Iodin (mg) 0,35 0,35 0,35

Besi (mg) 80 80 80

Mangan (mg) 60 60 60

Selenium (mg) 0,15 0,15 0,15

Zinkum (mg) 40 40 40

Sumber: NRC (1994)

Keterangan: *kebutuhan dapat lebih tinggia apabila terdapat fitat yang mengikat fosfor

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kandang blok B laboratorium lapang Bagian

Produksi Ternak Unggas (pemeliharaan ayam), dan laboratorium Bagian Produksi

Ternak Unggas (pengamatan peubah), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian terdiri dari

pemeliharaan dan pengamatan peubah dari bulan Februari sampai dengan April 2010.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan adalah ayam broiler yang diproduksi oleh PT

Charoen Phokphand Jaya Farm sebanyak 40 ekor yang diambil dengan metode

sampling dari 200 ekor yang dipelihara sampai berumur 35 hari.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah sistem litter

dengan alas sekam padi, yang berjumlah 20 buah berukuran 1,2 x 1,2 x 2,5 m

dengan masing-masing kandang berisi 10 ekor ayam. Setiap kandang dilengkapi

dengan satu lampu 40 watt sebagai pemanas (brooder) dan penerangan, satu buah

tempat pakan, serta satu buah tempat minum.

Peralatan yang akan digunakan adalah tempat pakan (nampan dan gantung),

tempat minum 7 liter, tirai penutup kandang, kertas koran, lampu, gelas ukur, ember,

alat desinfektan, kertas label, termometer, bambu untuk penyekat kandang, alat tulis,

pisau, cutter, pinset, gunting operasi, timbangan digital.

Page 25: D11dhn

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR 511 untuk starter dan BR

512 untuk finisher yang diproduksi oleh PT. Charoen Phokphand Jaya Farm, pakan

nabati yang diformulasikan oleh PT. Benny Putra yang diproduksi di Laboratorium

Industri Pakan Fakultas Peternakan IPB dan komposisinya disajikan pada Tabel 6,

serta DSP (dysapro) berupa bahan baku pakan yang diperoleh dari PT. Benny Putra.

Kandungan nutrisi pakan komersial, nabati dan DSP disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6. Komposisi dan Formula Pakan Nabati

Bahan Baku % Bahan Protein

Kasar (%)

Energi

Metabolis

(kkal/kg)

Komposisis

160 Kg

Dysapro/soya protein 34,3 16,12 1098 54,88

Bekatul 13 1,43 286 20,80

Jagung 48 4,32 1584 76,80

Minyak Kelapa Sawit kasar 2,9 0,00 100 3,20

Dikalsium fosfat 0,9 0,00 0 1,44

Vitamin Premix 0,02 0,00 0 0,03

Mineral Premix 0,05 0,00 0 0,08

Garam 0,25 0,00 0 0,40

Growth Promotor 0,014 0,00 0 0,02

Limestone (Tepung Batu) 1,5 0,00 0 2,40

Total 100 21,87 3068 160,05

Sumber : PT. Benny Putra (2010)

Tabel 7. Kandungan Nutrien Pakan Nabati dan Komersial

Kandungan Komersial BR 511 Komersial BR 512 Nabati Dysapro*

Bahan Kering (%) 86,05 86,47 86,04 86,72

Abu (%) 7,21 4,57 5,69 4,33

Protein Kasar (%) 19,55 18,52 20,93 47,66

Serat Kasar (%) 4,51 4,63 4,70 2,73

Lemak Kasar (%) 4,66 3,87 4,48 2,22

Beta-N (%) 50,12 54,88 50,24 29,77

Energi Broto (kkal/kg) 4085 4002 3976 2850,22

Page 26: D11dhn

Sumber : Hasil Analisisi Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2010)

*Hasil Analisis Unit Layanan Pemeriksaan Laboratoris, konsultasi, dan pelatihan FKH

UNAIR (2009)

Vitamin

Vitamin yang akan diberikan berupa vitamin tambahan (Vitachick) yang

diberikan saat hari kedua setelah DOC datang. Vitamin lain yang diberikan adalah

anti stress (Vitastress) yang diberikan setiap setelah penimbangan tiap minggu.

Rancangan Percobaan

Perlakuan pada penelitian ini adalah pakan yang diberikan pada broiler.

Pakan yang diberikan terdiri dari empat macam. Setiap perlakuan diambil masing-

masing 2 ekor dengan metode sampling dengan lima kali ulangan. Perlakuan yang

diberikan adalah sebagai berikut P1 yaitu pemberian pakan komersial selama lima

minggu, P2 yaitu pemberian pakan komersial selama tiga minggu dan dua minggu

terakhir pemberian pakan komersial ditambahkan DSP, P3 yaitu pemberian pakan

nabati selama lima minggu dan pada P4 yaitu tiga minggu pertama diberikan pakan

nabati dan dua minggu terakhir diberikan pakan nabati yang ditambahkan DSP.

Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan lima kali ulangan. Model matematis yang

digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) adalah

Yij = + i + ij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan satuan percobaan ke-j dengan perlakuan pakan ke-i

: Nilai tengah umum

i : Pengaruh perlakuan pemberian pakan

ij : Pengaruh galat percobaan pakan ke-i pada satuan percobaan ke-j

Page 27: D11dhn

i : 1,2,3,4

j : 1,2,3,4,5

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) untuk

mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika pada analisis

ANOVA didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey

(Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang diamati adalah berat (hidup akhir, karkas,

dada, paha, sayap dan punggung), persentase (karkas, dada, paha, sayap dan

punggung) serta rasio daging pertulang atau meat bone ratio dada dan paha.

Prosedur

Persiapan Pakan

Pakan dipersiapkan sebelum pemeliharaan karena pada hari pertama langsung

diberi pakan perlakuan. Periode starter diberi pakan komersial dengan kode BR 511

sampai berumur 3 minggu, sedangkan pada periode grower diberi pakan dengan

kode BR 512 sampai akhir pemeliharaan. Perlakuan dengan pakan nabati diberikan

selama masa pemeliharaan.

Pemberian Dysapro diberikan pada minggu ke-4 dan ke- 5 pemeliharaan pada

perlakuan 2 dan 4 (P2 dan P4). Formulasi pada minggu ke-4 yaitu sebanyak 18%

DSP ditambah dengan 82% pakan perlakuan baik pakan komersial maupun pakan

nabati. Pencampuran pakan dengan DSP dilakukan dengan cara DSP 18% ditambah

sedikit pakan perlakuan dan selanjutnya diberi air sebanyak 12% sampai semua

tercampur kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sisa pakan perlakuan samapai

semua tercampur dengan rata. Formulasi pada minggu ke-5 yaitu sebanyak 17% DSP

ditambah pakan perlakuan sebanyak 83%. Pencampuran pakan dengan DSP

dilakukan dengan cara DSP 17% ditambah sedikit pakan perlakuan dan selanjutnya

diberi air sebanyak 12% sampai semua tercampur kemudian ditambahkan sedikit

demi sedikit sisa pakan perlakuan sampai semua tercampur dengan rata. Pengadukan

dilakuan dengan cara manual yaitu dengan penggunaan tangan. Ayam dipuasakan

terlebih dahulu sebelum diberikan pakan yang telah dicampur DSP, hal ini bertujuan

agar ayam tersebut dapat menghabiskan pakan yang telah dicampur dengan DSP.

Pemeliharaan Broiler

Page 28: D11dhn

Kandang dan alat disiapkan terlebih dahulu. Masing-masing kandang diberi

kode perlakuan. Broiler yang baru datang diberi air minum yang dicampurkan

dengan gula yang bertujuan untuk mengembalikan energi DOC setelah perjalanan.

Setiap kandang diberi lampu 40 watt yang dinyalakan selama 24 jam sampai ayam

berumur 14 hari dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar.

Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.30 dan

16.00. Pakan diberikan ad libitum dan dihitung setiap satu minggu sekali. Pakan

perlakuan sudah mulai diberikan pada hari pertama pemeliharaan. Air minum

diberikan ad libitum. Pemberian pakan yang dicampur DSP 3% diberikan setelah

broiler berumur 21 hari. Tempat air minum dan tempat makan selalu dibersihkan

setelah dilakukan penambahan pakan atau minum. Penimbangan bobot akhir broiler

dilakukan pada hari ke-35.

Pelaksanaan Panen

Pelaksanaan panen dilakukan pada hari ke-35, sebanyak 40 ekor ayam (dua

ekor dari masing-masing kandang setiap perlakuan ulangan) diambil dan dipuasakan

selama kurang lebih 12 jam, setelah itu dilakukan penimbangan bobot hidup akhir

kemudian dipotong. Pemuasaan sebelum pemotongan bertujuan agar memudahkan

pengeluaran jeroan dan daging tidak banyak terkontaminasi kotoran. Pemotongan

dilakukan pada bagaian leher dengan cara memotong esofagus, pembuluh darah vena

jugularis, trakea dan arteri karotidae. Setelah dipotong ayam dibiarkan dalam kondisi

kepala berada di bawah selama 2 sampai 3 menit yang bertujuan agar darah dapat

keluar dengan cepat dan sempurna. Ayam yang sudah dipotong selanjutnya direndam

dalam air panas selama kurang lebih 2 menit kemudian dilakukan pencabutan bulu

dengan menggunakan mesin pencabut bulu. Perendaman dengan air panas bertujuan

untuk mempermudah proses pencabutan bulu. Setelah itu dilakukan pengeluaran

organ dalam (hati, usus, rempela, jantung) dan dipotong bagian kepala, leher, dan

ceker. Selanjutnya dapat dihitung persentase karkas yaitu dengan cara menghitung

bobot karkas dibagi dengan bobot hidup dikali seratus persen dan dilakukan

potongan komersial serta penimbangan bagian-bagian yang terdiri dari dada, paha,

sayap dan punggung.

Potongan Komersial

Page 29: D11dhn

Potongan komersial bagian dada diperoleh dengan cara memotong bagian

karkas pada daerah scapula sampai bagian tulang dada dan selanjutnya ditimbang

(g). Persentase bagian dada diperoleh dengan cara menghitung bobot dada dibagi

dengan bobot karkas dikali seratus persen. Rasio daging dada per tulang diperoleh

dengan cara perbandingan antara bobot daging dada dan bobot tulang dada. Daging

dada diperoleh dengan cara menimbang daging bagian dada yang telah mengalami

proses pengambilan tulang dari tulang scapula sampai tulang dada serta tanpa kulit

(proses deboning).

Bagian paha diperoleh dari pemisahan antara persendian pinggul dan

selanjutnya ditimbang (g). Persentase bobot paha diperoleh dari penimbangan bobot

paha dibagi bobot karkas dikali seratus persen. Rasio daging paha per tulang

diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara bobot daging paha dibagi

dengan bobot tulang. Bobot daging paha diperoleh dengan menimbang bagian paha

yang telah mengalami proses pengambilan tulang dan dipisahkan dari persendian

pinggul serta tanpa kulit (g).

Potongan komersial bagian sayap diperoleh dengan cara memotong bagian

persendian antara lengan atas dengan scapula dan selanjutnya dilakukan

penimbangan. Persentase sayap diperoleh dengan cara menghitung bobot sayap

dibagi dengan bobot karkas dikali seratus persen. Potongan komersial bagian

punggung diperoleh dari pemisahan tulang belakang sampai tulang panggul dan

selanjutnya dilakukan penimbangan (g). Bobot punggung dibagi dengan bobot

karkas dikali seratus persen merupakan cara untuk mengetahui persentase punggung.

Pengukuran Peubah

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah bobot hidup, bobot karkas,

bobot dada, bobot paha, bobot sayap dan bobot punggung. Persentase karkas,

persentase dada, persentase paha, persentase sayap dan persentase punggung. Rasio

daging pertulang (dada dan paha) atau meat bone ratio (breast and tight).

1. Bobot hidup akhir diperoleh dengan penimbangan bobot badan ayam umur

35 hari sebelum dipotong atau disembelih (g/ekor).

2. Bobot karkas diperoleh dari ayam yang telah disembelih tanpa bulu, darah,

jeroan, kepala dan kaki (g/ekor).

Page 30: D11dhn

3. Bobot dada diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil

pada daerah scapula sampai bagian tulang dada (g).

4. Persentase daging dada per tulang dada diperoleh dari bobot daging dada

dibagi dengan bobot tulang dada dikali seratus persen (%).

5. Persentase berat dada terhadap berat karkas diperoleh dengan cara bobot dada

dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

6. Bobot paha diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil

pada daerah tulang paha dan dipisahkan dengan persendian pinggul (g).

7. Persentase daging paha per tulang paha diperoleh dari bobot daging paha

dibagi dengan bobot tulang paha dikali seratus persen (%).

8. Persentase bobot paha terhadap bobot karkas diperoleh dengan cara bobot

paha dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

9. Bobot punggung diperoleh dengan cara menimbang bobot karkas yang

diambil pada daerah tulang belakang sampai tulang panggul (g).

10. Persentase bobot punggung terhadap bobot karkas diperoleh dengan cara

bobot punggung dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

11. Bobot sayap diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil

pada daerah persendian antara lengan atas dengan scapula (g).

12. Persentase bobot sayap terhadap bobot karkas diperoleh dengan cara bobot

sayap dibagi bobot karkas dikali seratus persen (%).

Page 31: D11dhn

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pakan Penelitian

Kandungan Nutrisi Pakan

Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan

dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat dan

hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisa Laboratorium dan Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan

Penelitian

Kandungan Pakan

Nutrisi P1*

P2**

P3*

P4**

Starter Finisher Starter Finisher Starter Finisher Starter Finisher

Protein

Kasar (%)

19,55 18,52 19,55 23,67 20,93 20,93 20,93 26,61

Lemak Kasar (%)

4,66 3,87 4,66 3,58 4,48 4,48 4,48 4,08

Serat Kasar

(%)

4,51 4,63 4,51 4,30 4,70 4,70 4,70 4,35

Energi Bruto

(kkal/kg)

4085,00 4002,00 4085,00 3800,44 3976,00 3976,00 3976,00 3778,99

Keterangan : P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan Nabati + DSP.

* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2010)

**Hasil Perhitungan Kandungan Nutrisi Pakan penelitian

Page 32: D11dhn

Nilai protein kasar menurut SNI (2006) untuk starter dan finisher adalah 19%

dan 18%, kandungan nutrisi protein kasar pada pakan perlakuan komersial (P1)

untuk starter 19,55% dan 18,52% finisher; untuk pakan komersial yang ditambah

DSP (P2) periode starter19,55% dan 23,67% periode finisher; untuk pakan nabati

(P3) protein kasar periode starter dan finisher 20,93% serta untuk pakan nabati yang

ditambah DSP (P4) protein kasar periode starter 20,93% dan finisher 26,66%. Pakan

yang ditambahkan DSP memiliki nilai protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pakan yang tidak ditambahkan DSP, hal ini dikarenakan protein yang

terkandung dalam DSP cukup tinggi yaitu 47,66% yang berasal dari ekstrak protein

kedelai (Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB, 2010).

Lemak kasar pada hasil analisis proksimat pakan perlakuan pakan komersial

(P1), pakan komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati

ditambah DSP (P4) periode starter berturut-turut sebesar 4,66%; 4,66%; 4,48% dan

4,48% yang tidak melebihi batas maksimal yang dianjurkan SNI (2006) untuk starter

7,4% dan lemak kasar periode finisher pakan perlakuan secara berturut-turut adalah

3,87%, 3,58%, 4,48% dan 4,08% yang tidak melebihi batas maksimal yang

dianjurkan SNI (2006) yaitu 8,0% untuk periode finisher. Lemak pada pakan nabati

berasal dari minyak nabati yang kebanyakan adalah minyak kelapa. Minyak dalam

ransum unggas selain membantu dalam memenuhi kebutuhan energi yang tinggi,

juga menambah selera makan unggas dan mengurangi sifat berdebu (Amrullah,

2004). Pengunaan minyak nabati yang berlebihan juga akan merusak kualitas pellet

yang dihasilkan karena dapat menyebakan pellet mudah pecah dan menaikan kadar

debu. Untuk itu sebaiknya minyak nabati tersebut hanya digunakan dalam jumlah

yang terbatas.

Serat kasar hasil analisis proksimat perlakuan pakan komersial (P1), pakan

komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP

(P4) periode starter berturut-turut adalah 4,51%; 4,51%; 4,70% dan 4,70% yang

tidak melebihi SNI (2006) batas maksimal 6% untuk starter dan periode finisher

secara berturut-turut adalah 4,63%, 4,30%, 4,70% dan 4,35% juga tidak melebihi

batas yang ditentukan SNI (2006) batas maksimal 6% untuk finisher. Serat kasar dari

pakan nabati tersebut diperoleh dari dedak halus dan jagung sedangkan untuk pakan

komersial berasal dari jagung, dedak, bungkil kedelai, bungkil kacang dan gandum.

Page 33: D11dhn

Energi bruto hasil analisis proksimat perlakuan pakan komersial (P1), pakan

komersial ditambah DSP (P2), pakan nabati (P3) dan pakan nabati ditambah DSP

(P4) periode starter berturut-turut adalah 4085,00 kkal/kg, 4085,00 kkal/kg, 3976,00

kkal/kg dan 3976,00 kkal/kg sedangkan untuk periode finisher secara berturut-turut

adalah 4002,00 kkal/kg, 3800,44 kkal/kg, 3976,00 kkal/kg dan 3778,99 kkal/kg.

Sumber energi pada pakan komersial berasal dari jagung, dedak dan pecahan

gandum, sedangkan sumber energi dari pakan nabati berasal dari jagung, bekatul,

CPO dan DSP (EM 3300 kkal/kg). Jagung mengandung protein agak rendah (sekitar

9,4%), tetapi kandungan energi metabolismenya tinggi sebesar 3430 kkal/kg.

Komposisi kimia jagung menurut NRC (1994) yaitu mengandung bahan kering 89%

dengan kandungan energi metabolis 3350 kkal/kg; 8,5% protein; 3,8% lemak; 2,2%

serat kasar; 0,28% total fosfor dan 0,08% fosfor non fosfat. Menurut NRC (1994),

komposisi bekatul pada kadar bahan kering 90% mengandung 3090 kkal/kg energi

metabolis; 11,0% lemak; 4,1% serat kasar; 1,31% total fosfor dan 0,14% fosfor non

fitat.

Konsumsi dan Konversi Pakan

Konsumsi pakan sangat erat kaitannya dengan laju pertumbuhan yang pada

akhirnya akan berhubungan dengan bobot akhir dan bobot karkas serta potongan

komersial. Kekurangan pakan akan mengganggu laju pertumbuhan. Konsumsi pakan

merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak dalam jangka waktu tertentu

selama periode pemeliharaan. Konversi pakan merupakan perbandingan antara

jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka

waktu tertentu. Rataan konsumsi pakan perlakuan selama lima minggu pemeliharaan

disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Konsumsi dan Konversi Pakan selama Lima Minggu Pemeliharaan

Perlakuan Konsumsi (g/ekor) Konversi

P1 2985,38

1,81

P2 2836,46

1,67

P3 2082,35

4,39

P4 1940,87

3,70

Keterangan : P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati;

P4 : Pakan Nabati + DSP

Page 34: D11dhn

Rataan konsumsi pakan selama pemeliharaan menunjukan hasil perlakuan

pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan komersial ditambah DSP (P2) yaitu

berkisar antara 2836,46 dan 2985,38 g/ekor sedangkan perlakuan pakan nabati (P3)

sebesar 2082,35 g/ekor dan perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) jauh lebih

sedikit konsumsinya dari ketiga perlakuan yaitu 1947,80 g/ekor. Hal ini menunjukan

bahwa pakan nabati sebagai pakan alternatif tidak disukai oleh ayam broiler,

walaupun penggunaan protein kedelai dan jagung tinggi. Konsumsi pakan komersial

dan pakan nabati sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan palatabilitas pakan nabati

yang rendah. Pakan komersial dan nabati memiliki warna yang sama, tetapi pada

pakan nabati memiliki bau yang kurang sedap dari pakan komersial (Usman, 2010).

Wahju (2004) menyatakan bahwa secara umum konsumsi meningkat dengan

meningkatnya umur dan bobot badan ayam yang besar mempunyai kemampuan

menampung makanan lebih banyak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan pakan komersial (P1) dan

pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih

kecil dibandingan dengan perlakuan pakan nabati (P3) maupun perlakuan pakan

nabati yang ditambah DSP (P4). Rataan konversi pakan komersial (P1) dan pakan

komersial ditambah DSP (P2) adalah 1,81 dan 1,67 sedangkan untuk perlakuan

pakan nabati (P3) dan Perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) adalah 4,39 dan

3,70. Semakin tinggi nilai konversi pakan menunjukan semakin banyak pakan yang

dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat.

Konversi pakan yang tinggi disebabkan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi

banyak, tetapi pertambahan bobot badan yang rendah. Hal ini diduga terdapat

senyawa anti nutrisi yang dapat menghambat penyerapan nutrisi sehingga

pertambahan bobot badan juga terganggu serta kemungkinan ketersediaan asam

amino yang kurang seperti asam amino lisin dan metionin. Sebagai sumber protein

utama dalam pakan nabati adalah DSP yang merupakan ekstrak kacang kedelai.

Kacang kedelai, seperti juga produk nabati lain mempunyai kandungan asam-asam

amino yang tidak proporsional, terutama lisin dan metionin (Wahju, 2004).

Anti tripsin adalah senyawa penghambat kerja enzim tripsin yang secara

alami terdapat dalam kacang-kacangan. Anti tripsin akan memacu pembentukan dan

sekaligus pelepasan zat seperti pankreozimin yang bersifat hormon dalam dinding

Page 35: D11dhn

usus. Banyaknya kandungan anti tripsin dalam pakan yang dikonsumsi dapat

merangsang pengeluaran enzim dari pankreas yang berlebihan. Enzim tersebut

merupakan protein, sehingga asupan protein yang masuk bersama pakan yang

dikonsumsi tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak itu sendiri bahkan ternak tersebut

akan kehilangan protein dari dalam tubuhnya melalui pengeluaran enzim yang

berlebihan tersebut. Selain itu, faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah

suhu lingkungan, bentuk fisisk pakan, komposisi pakan, dan zat-zat nutrisi yang

terdapat dalam pakan.

Bobot Hidup, Karkas dan Potongan Komersial Broiler

Bobot hidup sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan dan juga akan

mempengaruhi bobot karkas dan potongan komersial. Hasil penelitian untuk rataan

bobot hidup, karkas dan potongan komersial dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Rataan Bobot Hidup, Bobot Karkas, Potongan Komersial (Dada, Paha,

Punggung dan Sayap) dan Rasio Bobot Daging pertulang (Dada dan

Paha) Ayam Broiler.

Peubah Pakan

P1 P2 P3 P4

Bobot Hidup

g/ekor

1577,90±143,30a

1679,70±187,00a

625,00±68,30b

721,30±111,30b

Karkas

g/ekor 1101,10±138,10 1256,80±177,30 387,40±55,00 419,50± 73,30

% 69,66±4,19a 74,66±3,39a 61,86±4,55b 58,45±7,73b

Dada

g/ekor 406,50±57,20 476,80±56,10 132,10±19,92 157,30±28,27

% (perbobot karkas) 36,92± 2,06a 38,12± 2,92a 34,11± 1,80b 37,60± 3,58c

rasio daging pertulang 3,89 ± 0,85a 4,32 ±1,29a 1,90 ±0,47b 2,38 ± 0,61b

Paha

g/ekor 327,60 ± 47,40 362,20±53,60 119,20±17,47 124,30±23,42

% (perbobot karkas) 29,73± 1,61 28,86± 2,14 30,77±1,02 29,61±1,41

rasio daging pertulang 2,78± 0,38a 2,51± 0,60a 1,82±0,36b 1,93±0,52b

Sayap

Page 36: D11dhn

g/ekor 119,30±11,10 131,40±15,30 52,90±6,03 54,80±8,55

% (perbobot karkas) 10,89±0,78a 10,52±0,97a 13,75±1,15b 13,14±0,98b

Punggung

g/ekor 256,90±43,40 267,40±31,42 86,40±13,30 95,30±20,07

% (perbobot karkas) 23,31±2,52 21,48±2,76 22,32±1,59 22,68±2,09

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) P1 : Pakan Komersial; P2 : Pakan Komersial + DSP; P3 :Pakan Nabati; P4 : Pakan

Nabati + DSP

Bobot Hidup Broiler

Bobot hidup akhir hasil penelitian menunjukan bahwa diantara pakan

komersial (P1 dan P2) tidak berbeda dan demikian juga pakan nabati (P3 dan P4),

tetapi antara pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4).

Pemberian pakan komersial menghasilkan bobot hidup yang lebih besar

dibandingkan dengan pemberian pakan nabati, hal ini disebabkan ayam yang diberi

pakan komersial memiliki tingkat konsumsi yang tinggi serta kandungan gizi yang

cukup untuk menghasilkan bobot hidup yang optimal. Konversi pakan yang berbeda

juga mempengaruhi bobot hidup yang dihasilkan. Penyebab konversi pakan yang

berbeda dikarenakan pada pakan nabati zat-zat gizi terikat oleh senyawa yang sulit

dicerna. Sumber protein utama dari pakan nabati adalah DSP (dysapro protein)

sehingga protein pada pakan nabati semakin sulit dicerna dan diserap karena diduga

mengandung anti tripsin. Hal tersebut merupakan penyebab tingginya konversi pakan

yang berdampak pada rendahnya pencapaian bobot hidup karena pakan yang

diberikan dapat mempengaruhi bobot hidup ayam (Bell dan Weaver, 2002). Rataan

bobot hidup akhir ayam penelitian yang diperoleh lebih tinggi 14,24% dari standar

yang diberikan Vantress (2008) untuk strain Cobb adalah 1397g.

Karkas Broiler

Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,

kaki, darah, bulu serta organ dalam. Muchtadi dan Sugiyono (1992), menyatakan

komponen karkas terdiri dari otot, lemak, tulang dan kulit. Dwiyanto et al. (1979)

juga menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persentase bobot karkas

adalah jumlah dan kualitas ransum selain bobot hidup, perlemakan, jenis kelamin,

umur dan aktivitas.

Page 37: D11dhn

Bobot karkas yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukan bahwa ayam

yang diberi pakan komersial menghasilkan bobot karkas yang lebih besar

dibandingkan dengan pemberian pakan nabati, hal tersebut karena bobot hidup ayam

yang diberi pakan komersial lebih tinggi. Hasil analisa statistik menunjukan

pemberian pakan komersial (P1) dan pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak

berbeda, pemberian pakan nabati (P3) dan pemberian pakan nabati titambah DSP

(P4) tidak berbeda tetapi antara pakan komersial (P1 dan P2) berbeda nyata (P<0,05)

dengan pakan nabati (P3 dan P4). Hal tersebut karena bobot hidup ayam yang diberi

pakan komersial lebih besar daripada bobot hidup ayam yang diberi pakan nabati.

Persentase karkas yang dihasilkan dari perlakuan pemberian pakan komersial (P1)

adalah 69,66% dari bobot 1101,10 g/ekor, perlakuan pemberian pakan komersial

ditambah DSP (P2) adalah 74.66% dari bobot 1256,80 g/ekor, perlakuan pemberian

pakan nabati adalah 61.86% dari bobot 387,40 g/ekor dan perlakuan pemberian

pakan nabati ditambah DSP (P4) adalah 58,45% dari bobot 419,50 g/ekor. Nilai

tersebut masih termasuk normal jika dibandingkan dengan yang diperoleh Brake dan

Havensin (1993) yaitu berkisar antara 60,52-69,91% untuk ayam broiler umur 5

minggu.

Potongan Komersial Broiler

1. Dada

Merkley et al.(1980), membagi karkas menjadi lima bagian besar potongan

komersial yaitu dada, sayap, punggung, pangkal paha dan paha bawah. Potongan

komersial yang banyak mengandung daging adalah potongan komersial bagian dada.

Bagian dada memiliki daging yang lebih empuk dan sedikit menganding lemak.

Bobot dada yang dihasilkan menunjukan bahwa pemberian pakan komersial

menghasilkan bobot dada yang lebih tinggi. Persentase bobot dada juga dipengaruhi

oleh pemberian pakan. Perlakuan pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan

komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, tetapi perlakuan pakan nabati (P3)

berbeda dengan perlakuan pakan komersial (P1) dan perlakuan pakan komersial

ditambah DSP (P2) serta perlakuan pakan nabati ditambah DSP (P4) berbeda dengan

semua perlakuan pakan. Hal ini dikarenakan pada pakan nabati (P3) terdapat

senyawa anti tripsin yang dapat menghambat penyerapan protein, tetapi pada pakan

nabati yang ditambahkan DSP (P4) berbeda nyata karena DSP tersebut memiliki

Page 38: D11dhn

protein yang tinggi sehingga zat anti tripsin tidak dapat berfungsi menyerap protein

secara sempurna.

Pemberian pakan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rasio daging

dada per tulang (breast meat bone ratio) karena pakan akan mempengaruhi

pembentukan tulang dan daging. Pemberian pakan komersial (P1) dan pemberian

pakan komersial ditambah DSP (P2) tidak berbeda, Pemberian pakan nabati (P3) dan

pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) tidak berbeda tetapi pakan komersial (P1

dan P2) berbeda dengan pakan nabati (P3 dan P4). Penambahan DSP tidak

berpengaruh terhadap rasio daging dada per tulang. Breast Meat bone ratio tertinggi

untuk bagian dada dihasilkan oleh pakan dengan perlakuan pakan komersial

ditambah DSP (P2) yaitu sebanyak 4,32%. Bahij (1991) menyatakan bahwa

potongan komersial dada merupakan bagian karkas yang banyak mengandung

jaringan otot sehingga perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh zat makanan

khususnya protein. Kandungan protein pada setiap perlakuan ternyata lebih besar

dari yang ditetapkan SNI (2006) yaitu 19% untuk grower dan 18% untuk finisher.

2. Paha

Bobot paha yang dihasilkan oleh ayam yang diberi perlakuan pakan nabati

menghasilkan bobot yang lebih rendah. Bobot paha mempengaruhi bobot daging dan

tulang paha yang dihasilkan. Pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap bobot

paha. Pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) menghasilkan bobot paha

paling besar yaitu 362,20±53,60 g dan bobot paha paling terendah dihasilkan dengan

pemberian pakan nabati (P3) dan bobot paha terendah tersebut sebesar 119,27±17,47

g. Pemberian pakan komersial (P1) menghasilkan bobot paha sebesar 327,60 ± 47,40

g dan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) menghasilkan bobot paha sebesar

124,30±23,42 g.

Pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap persentase bobot paha perbobot

karkas. Persentase tertinggi pada P3 atau pemberian pakan nabati sebesar

30,77±1,02%, P4 atau pemberia pakan nabati ditambah DSP sebesar 29,61±1,41%,

P1 atau pemberian pakan komersial sebesar 29,73± 1,61% dan P2 atau pemberian

pakan komerial ditambah DSP sebesar 28,86± 2,14%. P3 atau pakan perlakuan

dengan pakan nabati menghasilkan persentase tertinggi karena pada P3 menghasilkan

berat karkas 387,40±55,00 g dan berat paha 119,20±17,47 g.

Page 39: D11dhn

Tight meat bone ratio atau rasio daging paha pertulang menunjukan P1 dan

P2 tidak berbeda, P3 dan P4 tidak berbeda. Persentase daging paha pertulang paha

menghasilkan persentase tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah pada

pemberian pakan komersial (P1) sebesar 2,78±0,38 %, pemberian pakan komersial

ditambah DSP (P2) sebesar 2,51±0,60 %, pemberian pakan nabati ditambah DSP

(P4) sebesar 1,93±0,52 % dan pemberian pakan nabati (P3) sebesar 1,82±0,36 %.

Penambahan DSP berarti tidak berpengaruh terhadap rasio daging paha pertulang.

Rasio daging pertulang paha pada pemberian pakan nabati lebih kecil daripada pakan

komersial 34,53%.

3. Sayap

Pemberian pakan komersial dan pakan nabati menghasilkan bobot sayap yang

berbeda. Persentase sayap menunjukan P1 dan P2 tidak berbeda, P3 dan P4 tidak

berbeda tetapi pemberian pakan komersial (P1 dan P2) berbeda dengan pakan nabati

(P3 dan P4). Nilai rataan persentase sayap berkisar antara 10,52-13,75%, nilai

tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hasil penelitian Yulia (2004) bahwa

persentase potongan komersial bagian sayap sebesar 7,54% untuk ayam broiler yang

berumur 6 minggu.

Ayam yang diberi pakan komersial (P1 dan P2) menghasilkan bobot

punggung yang lebih besar dari pada ayam yang diberi pakan nabati (P3 dan P4).

Persentase punggung menunjukan hasil yang tidak berbeda antara setiap perlakuan

pakan. Berat punggung dengan pemberian pakan komersial (P1) menghasilkan berat

sebesar 256,90±43,40 g, berat punggung dengan pemberian pakan komersial

ditambah DSP (P2) menghasilkan berat sebesar 267,40±31,42 g, berat punggung

dengan pemberian pakan nabati (P3) menghasilkan berat sebesar 86,40±13,30 g dan

berat punggung dengan pemberian pakan nabati ditambah DSP (P4) menghasilkan

berat sebesar 95,30±20,07 g. Berat punggung terbesar dihasilkan oleh pemberian

pakan komersial ditambah DSP (P2).

4. Punggung

Bagian punggung broiler merupakan bagian karkas yang lebih banyak tulang

dibandingkan dengan bagian yang lain. Perlakuan pemebrian pakan ternyata tidak

Page 40: D11dhn

mempengaruhi bobot punggung dan persentase punggung per bobot karkas. Bobot

punggung terberat dihasilkan oleh pemberian pakan komersial yang ditambah DSP

(P2) dan pakan komersial (P1) yaitu 267,40±31,42 g dan 256,90±43,40 g sedangkan

bobot punggung broiler yang diberi pakan nabati (P3) 86,40±13,30 g dan pakan

nabati ditambah DSP (P4) 95,30±20,07 g.

Persentase bobot punggung terbesar dihasilkan oleh P1 atau pemberian pakan

komersial, hal ini disebabkan bobot karkas yang dihasilkan juga besar. Persentase

berat punggung perberat karkas dari yang terbesar sampai yang terkecil secara

berturut-turut adalah pemberian pakan komersial (P1) 23,31±2,52%, pemberian

pakan nabati ditambah DSP (P4) 22,68±2,09%, pemberian pakan nabati (P3)

22,32±1,59% dan pemberian pakan komersial ditambah DSP (P2) 21,48±2,76%.

Persentase bobot punggung pada hasil penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan

dengan pernyataan Kidd dan Kerr (1996) bahwa rataan persentase punggung ayam

broiler berkisar 18%.

Page 41: D11dhn

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pakan nabati yang diberikan pada ayam broiler dalam penelitian ini

menghasilkan bobot hidup, karkas, persentase karkas, potongan komersial maupun

meat bone ratio (paha dan dada) nyata lebih rendah (P<0,05) dari pada ayam yang

diberi pakan komersial. Penambahan DSP (dysapro protein) tidak mampu

meningkatkan bobot hidup, karkas maupun potongan komersial pada ayam baik yang

diberi pakan nabati maupun pakan komersial.

Saran

Pemuasaan lebih dari satu jam sebaiknya dilakuan untuk perlakuan pakan

yang menggunakan penambahan DSP agar pakan yang diberikan dapat habis. Asam

amino sintetis sebaiknya juga ditambahkan pada pakan nabati agar asam amino

menjadi lengkap yang dapat meningkatkan pertumbuhan. Penelitian mengenai

analisis kimia, fisik dan organoleptik juga perlu dilakukan untuk mengetahui

pengaruh pemberian pakan nabati terhadap nilai gizi, karakteristik dan tingkat

kesukaan konsumen serta perlu juga dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui

sisi ekonomis dari pemberian pakan perlakuan tersebut. Pakan nabati dapat diberikan

Page 42: D11dhn

pada dua minggu terakhir sebelum pelaksanaan panen, hal ini bertujuan untuk

mengurangi residu anti biotik yang dapat terbawa dalam produk-produk unggas

khususnya daging ayam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

hidayah, rahmat dan taufik-Nya sehingga penulis dapat menyelesikan studi,

penelitian, seminar serta skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Terima kasih yang tak terhingga kepada ibunda tercinta Imas Lediasari,

Suamiku tercinta Ery Erdiansyah. S.Pt dan anakku terkasih Azka Leryna Putri,

kakak-kakakku Prof. Dr. drh. I Wayan T Wibawan, MS dan Neneng Sielvia A, mas

Jhon dan teh Trie, Akang Ivan Apliantoni dan teh Selvie, teh Upuy dan A Alex yang

telah mencurahkan perhatian, pengorbanan, nasehat, motivasi dan kasih sayang yang

sangat besar kepada penulis. Terima kasih telah mengarahkan, mendidik dan

mengajarkan arti hidup, kejujuran, tanggung jawab dan menghargai orang lain.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S, M.S yang

telah memberikan kesempatan untuk ikut terlibat dalam penelitian bersama tim

sehingga dapat menulis skripsi ini. Terima kasih kepada kedua pembimbing skripsi

Ir. Niken Ulupi, MS dan Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S, MS yang dengan penuh

kesabaran dan keyakinan memberikan bimbingan, tuntunan, pengajaran, pengarahan

serta mengorbankan waktu dan pikiran dari mulai penelitian sampai skripsi ini

selesai. Terima kasih kepada M Baihaqi S.Pt. MSc sebagai pembahas seminar yang

telah banyak memberikan masukan, saran dan pemahaman dalam penyelesaian

skripsi ini. Trima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Widya Hermana. MSi dan Dr.

Irma Iznafia Arif. S.Pt. MSi selaku penguji serta Dr. Jakaria. S.Pt. MSi selaku panitia

Page 43: D11dhn

ujian sidang atas saran dan masukan yang diberikan.. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr.Sc sebagai pembimbing

akademik yang selalu memberi pelajaran, saran, motivasi dan pengarahan selama

masa studi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu

penelitian (Dani dan Asep) untuk semangat dan pengorbananya serta teman-teman

satu bimbingan (Listy, Gagah, Krisna, Dimas, Ridho, Wahid, dan Alif). Teman-

teman IPTP 43 dan IPTP 44, terima kasih untuk kebersamaanya dan kekeluargaan

yang telah diberikan. Kepada pihak perusahaan PT. Beny Putra, seluruh staf

Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas (Pak Hamzah, Pak Eka dan Bu Leli).

Teman-teman seperjuangan BEM IPTP 2008 terima kasih atas semangatnya.

Mahmudah, Ica dan Susan terimakasih atas semangat yang telah diberikan.Serta

tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat secara langsung

maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademik Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor yang selama ini telah membantu penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya.

Page 44: D11dhn

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 1992. Grading karkas broiler. Prosiding Seminar ISPI Bogor. Ikatan

Sarjana Peternakan Indonesia Caringin, Bogor. hlm. 12-14.

Abubakar, Triyantini & H. Setiyanto. 1991. Kualitas fisik karkas broiler (Studi kasus

diempat ibu kota di P. Jawa). Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan

dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Pertanian

Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto. hlm. 31-35.

Abubakar & M Wahyudi, 1994. Pengaruh pemotongaan sebelum dan sesudah rigor

mortis terhadap penampakan ayam broiler. Prosiding Seminar Nasional Sains

dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. hlm. 135-

139.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.

Anggordi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Page 45: D11dhn

Badan Pembangunan Nasional. 2000. Proyek pengembangan ekonomi masyarakat

pedesaan.http:// www. digilib. brawijaya. ac.id/ virtual_library/mlg_warintek/

ristek-pdii-lipi/ Data/ bididaya%20 peter [29 Desember 2010]

Bahij, A. 1991. Tumbuh kembang potongan karkas komersial ayam broiler akibat

penurunan tingkat protein ransum pada minggu ketiga keempat. Karya

Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bell, D. D., & W. D. Weaver, Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg

Production. 5th

edition. Springer Science and business Media Inc. New York.

Bonnet, S., P.A. Geraert, M. Lessire, M.B. Cerre & S. Guillaumin. 1997. Effect of

high ambient temperature on feed digestibility in broilers. Poultry Sci.

76:857-863.

Blakely. J & Bade. D. H. 1991. Ilmu Petrenakan. Edisi Keempat. Penerjemah: B.

Srigandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Brake, J.G.B. & S.E. Havenstein. 1993. Relationship of sex, age and body weight to

broiler carcass yield and offal production. Poult. Sci. 72: 1137 - 1145.

Choct, M. 2000. The role of feed enzyme in animal nutrition towards 2000 (interim

report). Proceedings of the World Poultry Science Congress. New Delhi.

India. 2: 125-133.

Cobb Breeding Company Ltd. 2003. Cobb 500 Maintaining the Momentum. East

Hanning Field. Cheismford. England.

Dwiyanto, K., H. Resnawati, M. Sabrani & Sumarni. 1979. Evaluasi produksi daging

dari ayam jantan final stock tipe dwiguna. Proceding Seminar Penelitian dan

pengembangan Peternakan. Lembaga penelitian Peternakan, Bogor.

Ensminger, M. E., J. E. Oldfield & W. W. Heinemann. 1992. Feed and Nutrition. 2nd

Edition. Ensminger publishing Company, California, USA.

Fadli, M. A. 2009. Optimasi formula dan evaluasi mutu minuman berpotensi tinggi

berbasiskan isolate protein kedelai dan sweet whey. Skripsi. Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Farell, D. J., 1994. Utilization of rice bran in diets for domestic fowl and ducklings.

World Poultry Science Journal, 50: 116-131.

Gordon, S. H. & D. R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product: Their

Technology and Scientific Principles. Nottingham University Press, UK.

Hadipermata, M. 2007. Mengolah dedak padi menjadi minyak (Rice Bran Oil).

Dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 29 (4): 8-10.

Page 46: D11dhn

International Meat and Poultry HACCP Aliance. 1996. Generic HACCP model for

poultry slaughter. The International Meat and Poultry HACCP Aliance,

Kansas City, Missouri. P. 2-5.

Kahlon, T. S., F. I. Chow, & R. N. Sayre. 1994. Cholesterol lowering properties of

rice bran. J Cereal Food Word. 39 (2): 99-102

Kidd, M. T., & B. J. Kerr. 1996. Growth and carcass characteristic of broilers fed

low-protein, threonine-suplemented diets. J. Poult. Sci. 5 : 180-190.

Luh, B. 1991. Rice Utilization. Vol II. Van Norstrand Reinhold, New York.

McDonald, P., R. A. Edwars, J. F. D. Greenhalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal

Nutrition. 6th

Edition. Ashford Coulour Press. Gospot.

Merkley, S. W., B. T. Weinland., G. W. Malone & G. W. Chaloupka. 1980.

Evaluation of five commercial broiler crosses 2. Eviscerated yield and

compnent parts. J. Poult. Sci. 59: 1755-1760.

Muchtadi, T. R. & Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium: Ilmu Pengetahuan Bahan

Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan gizi. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

National Reasearch Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th revised

edition. National Academy Press, Washington DC.

Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International. New York.

Ross Breeders. 2007. Ross 708 broiler performance objectivies.

http://www.rossbreeders.com. [14 Maret 2008].

Santoso, H., & T. Sudaryani. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging di Kandang

Panggung Terbuka. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saputri, S. D. 2009. Pengaruh lama pemasakan dan temperatur pemasakan kedelai

terhadap proses ekstraksi protein kedelai untuk pembuatan tahu. Skripsi.

Fakultas Tekhnik. Universitas Diponegoro.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta. Hlm. 5-6;11-12.

Page 47: D11dhn

Standar Nasional Indonesia. 1996. [SNI 01-4227-1996] Bungkil Kedelai. Badan

Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 1997. [SNI 01-4869-1997] Potongan Karkas Broiler.

Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2005. [SNI 01-4868.1-2005] Bibit niaga (final stock)

ayam ras tipe pedaging umur sehari (kuri/doc). Badan Standardisasi Nasional.

Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006a. [SNI 01-3930-2006] Pakan anak ayam ras

pedaging (broiler starter). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006b. [SNI 01-3931-2006] Pakan ayam ras pedaging

masa akhir (broiler finisher). Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Steel, R.G.D. & J.W. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan

Biometrik. Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugano, M. 2006. Soy in health and disease prevention. Taylor and Francis Group,

Boca Raton.

Suprijatna, E., A. Umiyati, & K. Ruhyat. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Swick, R. A. 2001. An update an soybean meal quality consideration. American

Soybean Association. Orchad Road, Liat Tower, Singapore.

Usman. A, N. 2010. Pertumbuhan ayam broiler (melalui sistem pencernaanya) yang

diberi pakan nabati dan komersial dengan penambahan DSP. Skripsi.

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vantress. 2008. Broiler performance and nutrition supplement. Cobb 500. Cobb

Vantress Inc., Arkansas.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan kelima. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Widodo, W. 2010. Bahan Pakan Unggas Non Konvensional. www:

http;//wahyuwidodo.staff.umm.ac.id/files/2010/01/BAHAN PAKAN UNG

GAS NON KONVENSIONAL.pdf. [30 Desember 2010]

World Poultry. 2004. Twenty years of production enhancement. Reed Business

Information 20: 42 – 43.

Yulia. 2004. Pengaruh suplementasi kolin klorida terhadap potongan karkas komersil

ayam broiler umur 6 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Page 48: D11dhn
Page 49: D11dhn

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Bobot Hidup

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 9230854 3076951 169.62*

2,87 (5%)

Eror 36 65304 18140

Total 39 9883899

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 2. Analisis Ragam Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 6140367 2046789 139.00*

2,87 (5%)

Eror 36 530099 14725

Total 39 6670466

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Page 50: D11dhn

Lampiran 3. Analisis Ragam Bobot Dada

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 909679 303226 159.15*

2,87 (5%)

Eror 36 68589 1905

Total 39 978268

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 4. Analisis Ragam Rasio Daging Dada per Tulang

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 40,53 13,51 18,13*

2,87 (5%)

Eror 36 26,82 0,74

Total 39 67,35

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 5. Analisis Ragam Persentase Bobot Dada per Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 95,504 31,83 4.41*

2,87 (5%)

Eror 36 259,95 7,22

Total 39 355,45

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 6. Analisis Ragam Bobot Paha

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 504075 168025 112.39*

2,87 (5%)

Eror 36 53822 1495

Total 39 557897

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 7. Analisis Ragam Rasio Daging Paha per Tulang

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 6,35 2,12 9.35*

2,87 (5%)

Eror 36 8,16 0,22

Total 39 14,51

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Page 51: D11dhn

Lampiran 8. Analisis Ragam Persentase Bobot Paha perbobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 18,45 6,15 2,42 2,87 (5%)

Eror 36 91,64 2,54

Total 39 110,09

Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Sayap

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 51873 17291 148.24*

2,87 (5%)

Eror 36 4199 117

Total 39 56072

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 10. Analisis Ragam Persentase Bobot Sayap per Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 77,65 25,88 27,02*

2,87 (5%)

Eror 36 34,48 0,96

Total 39 112,13

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 11. Analisis Ragam Bobot Punggung

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit

Ftabel

Pakan 3 294384 98128 113,77*

2,87 (5%)

Eror 36 31050 862

Total 39 325434

Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05)

Lampiran 12. Analisis Ragam Bobot Punggung per Bobot Karkas

Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel

Pakan 3 17,44 5,81 1,11 2,87 (5%)

Eror 36 187,78 5,22

Total 39 205,22

Page 52: D11dhn