cvableeding 45

8
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (STROKE BLEEDING) A. Pengertian Defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). B. Etiologi 1. Enurisma yang pecah (ruptura arteria serebri). 2. Malformasi arteriovenosa. C. Faktor pendukung terjadinya stroke (bleeding) 1. Tekanan darah tinggi. 2. Klien yang mendapat pengobatan anti koagulantia. D. Pathofisiologi 1 - Tekanan darah tinggi. - Konsumsi obat- - Pecahnya pembuluh darah otak. - Menurunya kemampuan pembekuan - Perdarahan pada arteri serebri Tanda/ gejala klinis sebelum terjadinya perdarahan: - Ketegangan occipital, leher, vertigo/ syncope. - Pusing, gangguan Manifestasi klinis: - Kebutaan, hemiplegia, parapelgia, gangguan dalam berbicara, kekacuan mental. - Anoksia pada jaringan di otak 4- 6‘ bersifat reversibel. - Anoksia pada

Upload: fadilkampus

Post on 30-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jgjgjgjg

TRANSCRIPT

Page 1: CVABLEEDING 45

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (STROKE BLEEDING)

A. Pengertian

Defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan berlangsung dalam 24 jam

sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh

aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau

infark pada jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982).

B. Etiologi

1. Enurisma yang pecah (ruptura arteria serebri).

2. Malformasi arteriovenosa.

C. Faktor pendukung terjadinya stroke (bleeding)

1. Tekanan darah tinggi.

2. Klien yang mendapat pengobatan anti koagulantia.

D. Pathofisiologi

(Sylvia Anderson Price, 1982)

E. Gejala klinik

- Sakit kepala yang hebat.

- Wajah asimetris.

- Tak sadar/ pingsan.

- Bingung.

- Lateralisasi/ hemiparese/ paraparese.

- Gangguan bicara.

1

- Tekanan darah tinggi.- Konsumsi obat-obat anti

koagulantia

- Pecahnya pembuluh darah otak.- Menurunya kemampuan pembekuan darah.

- Perdarahan pada arteri serebri- Perdarahan pada sub arakhnoid.

Tanda/ gejala klinis sebelum terjadinya perdarahan:- Ketegangan occipital, leher,

vertigo/ syncope.- Pusing, gangguan motoris/

sensorik seperti kesemutan, paraestesi, paralysis.

Manifestasi klinis:- Kebutaan, hemiplegia, parapelgia, gangguan

dalam berbicara, kekacuan mental.- Pusing, diplopia, kesemutan.

- Anoksia pada jaringan di otak 4-6‘ bersifat reversibel.

- Anoksia pada jaringan otak > 10’ bersifat ireversibel/ permanen.

Page 2: CVABLEEDING 45

F. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang

1. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan

arteriovena atau adanya ruptur.

2. CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi henatoma, adanya jaringan

otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. Pungsi lumbal.

Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada

intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.

4. MRI (magnetic Imaging Resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta

besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5. USG Dopler.

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (Masalah sistem karotis).

6. EEG

Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga

menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

G. Penatalaksanaan

1. Terapi konsevatif

Memperbaiki keadaan umum, pemberian vasodilator, anti agregasi trombosit

2. Terapi pembedahan

Endarterektomi membentuk kembali pembuluh darah.

H. Komplikasi

1. Hidrosepalus.

2. Disritmia.

3. Afasia.

4. Hemiparese/ paraparese.

I. Pengkajian

1. Riwayat kesehtan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya stroke,

serta bio- psiko- sosio- spiritual.

2. Peredaradan darah

Pernah menderita penyakit jantung, denyut nadi yang tidak teratur, Polisitemia,

atau riwayat tekanan darah tinggi.

2

Page 3: CVABLEEDING 45

3. Eliminasi

Perubahan pola eliminasi (Anuria, inkontinensia uri), distensi abdomen,

menghilangnya bising usus.

4. Aktivitas/ istirahat

Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau

parese/ plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau

spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunya kekuatan otot,

kelemahan tubuh secara umum.

5. Nutrisi dn cairan

Adanya riwayat menderita Diabetes Melitus, anoreksia, mual muntah akibat

peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan

sensasi pada lidah.

6. Persarafan

Pusing/ syncope, nyeri kepala, menurunya luas lapang pandang/ pandangan kabur,

menurunya sensasi raba terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental

koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi,

penurunan pendengaran.

7. Kenyamanan

Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.

8. Pernafasan

Batuk, dyspnea, riwayat perokok.

9. Keamanan

Memungkinkan terjadinya kecelakaan akibat dari pandangan yang kabur,

penurunan sensasi rasa (panas dan dingin).

10. Psikolgis

Tidak kooperatif, merasa tidak berdaya, tidak mempunyai harapan, perubahan

pada konsep diri, dan kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya.

11. Interaksi sosial

Kesulitan dalam melakukan komunikasi karena afasia.

J. Masalah dan rencana tindakan keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada

ekstrimitas.

Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan

aktivitas fisik.

a. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

b. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.

3

Page 4: CVABLEEDING 45

c. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah

kekakuan otot dan atrofi.

d. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.

e. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.

f. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.

g. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

2. Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri,

perdarahan pada otak.

Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi

sensori.

a. Kaji status neurologis dan catat perubahannya.

b. Berikan pasien posisi terlentang.

c. Kolaborasi dalam pemberian O2.

d. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.

3. Resiko tinggi terhadap terjadinya cidera berhubungan dengan penurunan luas

lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas, dingin)

Tujuan: Pasien menggunakan alat yang aman dalam melakukan aktivitas

a. Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya cidera.

b. Ajarkan pada pasien untuk menggunakan alat bantu secara benar dan aman.

c. Ciptakan lingkungan yang aman.

d. Sajikan makanandan minuman dalam keadaan hangat.

e. Observasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas secara aman.

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada

area bicara pada himisfer otak.

Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan

komunikasi.

a. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di

pahami).

b. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.

c. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.

d. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.

e. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.

4

Page 5: CVABLEEDING 45

f. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal

maupun non verbal.

5. Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.

Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan

nya.

a. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.

b. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.

c. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.

d. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).

e. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.

6. Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan

dengan kurangnya informasi.

Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalak-

sanaan.

a. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap

penatalaksanaan.

b. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat

tersebut.

c. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.

d. Libatkan keluarga dalam penyuluhan.

e. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.

5

Page 6: CVABLEEDING 45

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis

Company.

Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses

penyakit, Jakarta: EGC.

6