css polihidramnion
DESCRIPTION
csTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang proses
kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal. Kompartemen dari
cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan
berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan mengerut dan menekan janin, pada
kasus-kasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion pada awal trimester pertama
janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distrorsi muka, reduksi tungkai
dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim.
Menjelang pertengahan kehamilan cairan amnion menjadi semakin penting
untuk perkembangan dan pertumbuhan janin, antara lain perkembangan paru-
parunya, bila tidak ada cairan amnion yang memadai selama pertengahan
kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin. Cairan ini
mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan
bakteri yang memiliki potensi patogen. Selama proses persalinan dan kelahiran
cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk
memantu dilatasi servik.
Cairan amnion berperan sebagai sarana komunikasi anatara janin dan ibu.
Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin
yang diekskresikan ke dalam cairan amnion. Cairan amnion juga dapat digunakan
sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses
pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan kultur sel atau
melakukan spektrometer. Jadi, cairan amnion memegang peranan yang cukup
penting dalam proses kehamilan dan persalinan.
Cairan amnion yang mengelilingi janin dalam kandungan diperlukan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan janin. Cairan ini merupakan
pelindung janin dari trauma fisik, membantu pertumbuhan paru janin, dan
memberikan penghalang terhadap infeksi. Volume cairan ketuban yang normal
bervariasi. Volume rata-rata meningkat dengan usia kehamilan, memuncak
1
sampai 800-1000 ml, yang bertepatan dengan usia kehamilan 36-37 minggu.
Peningkatan abnormal dari cairan ketuban, polihidramnion, dapat memperlihatkan
suatu anomali janin yang mungkin terjadi. Volume cairan amniotik tidak cukup,
oligohidramnion, menjadikan perkembangan jaringan paru-paru janin tidak
sempurna dan dapat menyebabkan kematian janin.
Pada kehamilan yang dipengaruhi oleh polihidramnion, sekitar 20% dari
neonatus lahir dengan anomali kongenital, sehingga proses persalinan pada bayi
tersebut lebih dipilih dengan perawatan yang lebih intensif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Cairan Amnion
Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur
berlapis lapis yang didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel.
Jaringan-jaringan penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen
dan non kolagen, seperti fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan proteoglican.
Dibawah ini digambarkan struktur selaput ketuban yang membentuk kantong
kehamilan, yaitu:
1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung
dengan jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput.
Terdiri 4 lapisan :
3
2. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua maternal,
terdiri dari 2–10 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan sesuai dengan
usia kehamilan.
3. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang
berada antara trophoblas dengan lapisan reticular.
4. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama dari
membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer yang
bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai makrofag.
5. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion,
berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.
6. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling
elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan:
a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion.
Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus.
Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan
“stress absorber” yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion
lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis.
b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal
dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering
terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban.
c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung
kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama
dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.
d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast
kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan
jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya
serabut kolagen tipe III dan IV.
e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri
dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini
ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom.
Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe
4
III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang
membentuk membran basal4
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7 atau
ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal
mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan mudigah
yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion. 1,2,3
Gambar 2.1 Kantung amnion pada minggu ke-6 ditampakkan pada gambar sebelah kiri dan di sebelah kanan merupakan kantung amnion pada bulan ke-3
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki
peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion
sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Selain itu cairan
amnion kemungkinan berasal dari transudate plasma maternal melalui
korioamnion atau transudate dari kulit janin saat permeabilitasnya tinggi waktu
pembentukan keratinisasi.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi
oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat
kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran
tersebut dalam memproduksi cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan
dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan
5
menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma
ibu dan cairan amnion.
Volume air ketuban sekitar 250 – 800 cc dalam usia kehamilan antara 16 –
32 minggu. Selanjutnya, stabil sampai aterm dengan jumlah sekitar 500 cc.
keseimbangan air ketuban dipertahankan dengan cairan yang berasal dari paru dan
urin sedangkan pengeluaran air ketuban terjadi karena aspek menelan dan aliran
melintasi membran amnion atau membran korionik menuju janin dan maternal.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis
ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan
pada janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan
polihidramnion3.
2.1.1 Fungsi Cairan Amnion
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa
cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus
pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki
peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.
Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon,
karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan
amnion ditemukan memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi
abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,
sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor
pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan
6
usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam
pengembangan medikasi stem cell 1,2,3,4
Fungsi amnion di antaranya:
1. Melindungi janin dari trauma langsung, panas atau kedinginan
2. Memberikan kesempatan tumbuh kembang ke segala arah dengan seimbang
3. Meratakan tekanan his ke seluruh dinding Rahim sehingga terjadi pembukaan
serviks uteri
4. Sebagai penyuci hama saat persalinan.
Cairan amnion dapat dipergunakan untuk melakukan diagnosis dini dari berbagai
kelainan kongenital dan jenis kelamin janin dalam kandungan. Di antara diagnosis
yang dapat dilakukan adalah:
a. Inkompatibilitas darah ABO
b. Kelainan adrenogenital sindroma
c. Penyakit Tay sachs
d. Jenis kelamin janin dalam kandungan.
2.1.2 Distribusi Cairan Amnion
1. Urin Janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai memproduksi
urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan
aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin secara 3
dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin adalah
sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan meningkat
sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. Produksi urin janin rata-rata adalah
sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm.1,2,3,
2. Cairan Paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan
amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-
paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari
produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.
Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun
7
data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal,
janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan
keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga
berperan dalam pembentukan cairan amnion. 1,2,3
3. Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin domba, proses
menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.
Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan secara
bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari.
Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukurrata-rata volume cairan
amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia,
pengukuranyang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses
menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen
amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262
ml/kg/hari. 1,2,4
Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan
menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan
pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas
bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan
amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme
serupa dalam mengurangi volume cairan amnion. 1,2
Gambar 2.2 Distribusi cairan amnion pada kehamilanDikutip dari Gilbert
8
4. Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah
ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan
konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan
konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu
saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa
penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi
melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus.
Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa
terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion
pada kehamilan normal. 5
Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi
fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara
garis besar, kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap
perkembangan paru-paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan
amnion untuk berkembang 3
2.1.3 Kelainan Cairan Amnion
Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat menjadi 1 liter atau
lebih sedikit pada gestasi 36 minggu, tapi kemudian berkurang. Secara kasar,
cairan amnion yang lebih dari 2000 ml dianggap berlebihan dan disebut
hidramnion atau polihidramnion. Pada kasus yang jarang, uterus mungkin
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat besar. Pada sebagian besar kasus,
yang terjadi adalah hidramnion kronik, yaitu peningkatan cairan berlebihan secara
bertahap. Pada hidramnion akut, uterus mungkin mengalami peregangan
mencolok dalam beberapa hari. Volume cairan amnion yang kurang dari 500 ml
disebut oligohidramnion. 1,4,5
9
2.2 Hidramnion atau Polihidramnion
Polihidramnion dijumpai pada sekitar 1 persen dari semua kehamilan.
Sebagian besar penelitian klinis mendefinisikan polihidramnion sebagai cairan
amnion yang lebih besar dari 25 cm. Dengan menggunakan indeks 25 cm atau
lebih, Biggio dan kawan kawan di University of Alabama melaporkan insidensi 1
persen dari hampir 36.450 kehamilan.
Definisi
Polihidramnion (hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan berupa
kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban. Hal ini biasanya di diagnosis
jika indeks cairan amnion(AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar dari 25cm( ≥
25cm). Di mana volume dari air ketuban > 2000 ml.1
Gambar 2.3: Polihidramnion
Dalam suatu penelitian terdahulu oleh Hill dan kawan kawan dari Mayo
Clinic,lebih dari 9000 pasien prenatal menjalani evaluasi ultrasonografi rutin
menjelang awal trimester ketiga. Insidensi hidramnion adalah 0,9 persen.
Hidramnion ringan (didefinisikan sebagai kantung yang berukuran vertikal 8-11
cm) terdapat pada 80 persen kasus dengan cairan berlebihan. Hidramnion sedang
(didefinisikan sebagai kantung yang hanya mengandung bagian bagian kecil dan
berukuran kedalaman 12-15 cm) dijumpai pada 15 persen.
Hanya 5 persen yang mengalami hidramnion berat (yang didefinisikan sebagai
adanya janin mengambang bebas dalam kantung cairan yang berukuran 16 cm
10
atau lebih). Walaupun dua pertiga dari semua kasus bersifat idiopatik, sepertiga
lainnya terjadi pada anomali janin, diabetes ibu atau gestasi multi janin. 4,5
2.2.1 Etiologi Hidramnion
Derajat hidramnion serta prognosisnya berkaitan dengan penyebabnya.
Banyak laporan yang mengalami bias signifikan karena berasal dari dari
pengamatan terhadap wanita yang dirujuk untuk menjalani pemeriksaan
ultrasonografi terarah. Penelitian-penelitian lainnya berbasis populasi, tetapi
mungkin masih belum mencerminkan insidensi yang sebenarnya kecuali apabila
dilakukan penapisan ultrasonografi secara universal. Bagaimanapun, hidramnion
yang jelas patologis sering berkaitan dengan malformasi janin, terutama
susunan saraf pusat atau saluran cerna. Sebagai contoh, hidramnion terdapat
pada sekitar separuh kasus anensefalus dan atresia esophagus. Dalam penelitian
oleh Hill dan kawan-kawan (1987) terhadap pasien-pasien prenatal nonrujukan di
Mayo Clinic, kausa hidramnion ringan teridentifikasi hanya pada sekitar 15
persen kasus. Sebaliknya pada peningkatan volume cairan amnion derajat sedang
atau berat, kausa teridentifikasi pada lebih dari 90 persen kasus.
Secara spesifik, pada hampir separuh kasus hidramnion sedang dan berat,
ditemukan adanya anomali janin. Namun , hal yang sebaliknya tidak berlaku, dan
dalamSpanish Collaborative Study of Congenital Malformations
(ECEMC) terhadap lebih dari 27000 janin dengan anomali, hanya 3,7 persen yang
mengalami hidramnion. Tiga persen lainnya mengalami oligohidramnion.1,4,5
Tabel 1. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan hidramnion.
Faktor janin Faktor ibu
Anomali kongenital
- Obstruksi gastrointestinal
- Abnormalitas sistem saraf pusat
- Higroma kistik
- Hidrops non imun
- Aneuploidi
Sindroma distrofi muscular
Diabetes tak terkontrol
Idiopatik
11
dikutip dari Cunningham1
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, polihidramnion terjadi pada 1% kehamilan. Sebuah
studi retrospektif tentang hasil USG pasien yang dating klinik antenatal secara
rutin di Inggris menunjukkan prevalensi0,15% terjadinya polihidramnion.Evaluasi
angka kematian perinatal (PMR) menggunakan ultrasonografi Chamberlin pada
7562 pasien dengan risiko tinggi kehamilan. PMR pada pasien dengan volume
cairan normal adalah 1,97 kematian per 1000 pasien. PMR meningkat menjadi
4,12 kematian per 1000 pasien dengan polihidramnion, dan 56,5 kematian per
1000 pasien dengan oligohidramnion.
Persalinan prematur terjadi pada sekitar 26% dari ibu dengan
polihidramnion. Komplikasi lain termasuk ketuban pecah dini (KPD), lepasnya
plasenta, malpresentasi janin, SC, dan perdarahan postpartum. Penelitian
menunjukkan adanya peningkatan risiko anomali janin yang terkait dalam bentuk
yang lebih parah akibat polihidramnion. Dalam tahun 1990, 20% kasus
polihidramnion mengakibatkan anomali janin, termasuk masalah sistem
Gastrointestinal (40%), SSP (26%), sistem kardiovaskular (22%), atau sistem
genitourinari (13%). Pada kasus-kasus polihidramnion tersebut, 7,5% terjadi pada
kehamilan multipel, 5% karena diabetes pada ibu, dan 8,5% sisanya karena
penyebab lain. Namun, setidaknya 50% dari pasien tidak memiliki faktor risiko
yang terkait.
2.2.3 Patogenesis Hidramnion
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya
sangat mirip dengan cairan ektrasel. Selama paruhpertama kehamilan,
pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion,
tapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih,
menelan dan menghirup cairan amnion. Hampir pasti proses ini secara bermakna
mengatur pengendalian volume cairan amnion.
12
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa
mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan amnion. Teori ini
dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi bila janin
tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esofagus. Proses menelan ini jelas
bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard dan
Abramovich mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasus
hidramnion berat, janin menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup banyak. 1,5
Pada kasus anesefalus dan spina bifida, faktor etiologinya mungkin adalah
meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga
amnion. Penjelasan lain yang mungkin pasca anensefalus, apabila tidak terjadi
gangguan menelan, adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di
serebrospinal yang tidak terlindung atau berkurangnya efek antidiuretik akibat
gangguan sekresi arginin vasopressin. Hal sebaliknya telah jelas dibuktikan bahwa
kelainan janin yang menyebabkan anuria hampir selalu menyebabkan
oligohidramnion.5,6
Pada hidramnion yang terjadi pada kehamilan kembar monozigot, diajukan
hipotesis bahwa salah satu janin merampas sebagian besar sirkulasi bersama dan
mengalami hipertropi jantung, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan
luaran urin pada masa neonates dini, yang mengisyaratkan bahwa hidramnion
disebabkan oleh meningkatnya produksi urin janin.
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama trimester ketiga masih
belum dapat diterangkan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia
janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Bar Hava dan kawan kawan (1994)
membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes
gestasional mencerminkan status glikemik terakhir. Yasuhi dan kawan kawan
(1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetik yang
puasa dibandingkan dengan kontrol nondiabetik. Yang menarik, produksi urin
janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak
dijumpai pada wanita diabetes.1,5
2.2.4 Manifestasi Klinis
13
Gejala utama yang meyertai hidramnion terjadi semata-mata karena faktor
mekanis dan terutama disebabkan oleh tekanan di dalam sekitar uterus yang
mengalami overdistensi terhadap organ-organ di dekatnya. Apabila
peregangannya berlebihan, ibu dapat mengalami dispnea dan pada kasus ekstrim,
mungkin hanya dapat bernafas bila dalam posisi tegak. Sering terjadi edema
akibat penekanan sistem vena besar oleh uterus yang sangat besar, terutama di
ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat terjadi
oligouria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar.
Pada hidramnion kronik, penimbunan cairan berlangsung secara bertahap
dan wanita yang bersangkutan mungkin mentoleransi distensi abdomen yang
berlebihan tanpa banyak mengalami rasa tidak nyaman. Namun pada hidramnion
akut, distensi abdomen dapat menyebabkan gangguan yang cukup serius dan
mengancam. Hidramnion akut cenderung muncul pada kehamilan dini
dibandingkan dengan bentuk kronik dan dapat dengan cepat memperbesar uterus.
Hidramnion akut biasanya akan menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28
minggu, atau gejala dapat menjadi demikian parah sehingga harus dilakukan
intervensi. Pada sebagian besar kasus hidramnion kronik, tekanan cairan amnion
tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pada kehamilan normal.
Gejala klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai kesulitan
dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan mendengar denyut jantung janin.
Pada kasus berat, dinding uterus sangat tegang.Membedakan antara hidramnion,
asites, atau kista ovarium yang besar biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi
ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui
sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan dinding uterus
atau plasenta. Kadang mungkin ditemui kelainan janin misalnya anensefalus atau
defek tabung syaraf lain, atau anomali saluran cerna. 1,5
Penyulit tersering pada ibu yang disebabkan oleh hidramnion adalah solusio
plasenta, disfungsi uterus dan perdarahan pasca persalinan. Pemisahan dini
plasenta yang luas kadang-kadang terjadi setelah air ketuban keluar dalam jumlah
yang besarkarena berkurangnya luas permukaan uterus di bawah plasenta.
14
Disfungsi uterus dan perdarahan pasca persalinan terjadi akibat atonia uteri karena
overdistensi.
Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala polihidramnion merupakan hasil dari tekanan yang
diberikan dalam uterus dan pada organ terdekat.4,5
Tanda-tanda yang didapatkan dapat berupa :
Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit
dilakukan
Denyut Jantung Janin (DJJ) sulit terdengar
Balotemen janin jelas
Polihidramnion ringan menujukkan sedikit tanda atau gejala. Polihidramnion
berat dapat menyebabkan:
- Sesak napas atau ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali ketika berdiri
- Pembengkakan pada ekstremitas bawah, vulva dan dinding perut
- Penurunan produksi urin
- Gangguan pencernaan
- Edema
- Bila polihidramnion terjadi antara minggu ke 24 – 30 maka keadaan ini
sering berangsung secara akut dengan gejala nyeri abdomen akut dan rasa
seperti “meledak” serta rasa mual.
- Kulit abdomen mengkilat dan edematous disertai striae yang masih baru
15
Gambar 2.4: Abdomen ibu dengan polihidramnion
2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Pada inspeksi dapat memperlihatkan rahim yang cepat membesar pada ibu
hamil.
- Kehamilan multiple yang berhubungan dengan polihidramnion.
- Kelainan janin yang berhubungan dengan polihidramnion meliputi
makrosomia neonatal, hidrops janin atau neonates dengan anasarca, asites,
efusi pleura atau perikardial, dan obstruksi saluran gastrointestinal
(misalnya, atresia duodenum, fistula trakeoesofageal).
- Malformasi skeletal juga dapat terjadi, termasuk dislokasi pinggul
congenital dan cacat tungkai.
- Kelainan pada gerakan janin menandakan kelainan neurologis primer atau
dalam hubungannya dengan sindrom genetik.
Pemeriksaan Laboratorium
- Tes toleransi glukosa untuk ibu yang dengan diabetes mellitus tipe 2
- Tes hidrops janin: Jika adanya hidrop sjanin, imunologi dan infeksi janin
harus diselidiki. Termasuk skrining untuk antibody ibu ke antigen D, C,
Kell, Duffy, dan Kidd untuk menentukan produksi antibodi ibu terhadap
sel darah merah janin. Infeksi janin dapat meliputi
16
cytomegalovirus(CMV), toksoplasmosis, sifilis, dan Parvovirus B19.
Pemeriksaan harus mencakup sebagai berikut:
Tes Venereal Disease Research Laboratories(VDRL) untuk tes
sifilis
Titer ImunoglobulinG (IgG) dan imunoglobulinM (IgM) untuk
mengevaluasi paparan terhadap rubella, CMV, toksoplasmosis dan
parvovirus
Tes untuk virus bawaan dalam cairan ketuban dengan
menggunakan polymerase chain reaction (PCR)
- Tes Kleihauer-Betke untuk mengevaluasi perdarahan janin-ibu
- Hemoglobin Bart pada pasien keturunan Asia (yang mungkin didapatkan
heterozigot pada alfa-thalassemia)
- Karyotyping Janin untuk trisomi21, 13dan 18
Pemeriksaan Ultrasonografi
Operator berpengalaman dapat mendeteksi polihidramnion secara
subyektif. Suatu pendekatan kuantitatif dapat dilakukan dengan membagi
rongga rahim menjadi empat kuadran atau kantong. Kantong vertical terbesar
diukur dalam sentimeter dan volume total dihitung dengan mengalikan
tingkat ini dengan 4. Hal ini dikenal sebagai Amnion Fluid Index (AFI).
Polihidramnion didefinisikan sebagai AFI lebih dari 24 cm atau kantong
tunggal cairan minimal 8 cm yang menghasilkan volume cairan total lebih dari
2.000 mL.
AFI adalah salah satu dari lima cara untuk menilai komponen dari
profilbiofisik (tes non-invasif yang dapat mendeteksi ada atau tidak adanya
asfiksia janin). Komponen lainnya adalah gerakan pernapasan janin, gerakan
tubuh, nada janin dan monitoring jantung janin.
Prenatal ultrasonografi pada polihidramnion dapat berupa:
- Evaluasi proses menelan janin. Penurunan tingkat menelan janin terjadi
pada anencephaly, trisomi 18, trisomi 21, distrofi otot, dan displasia
tulang.
17
- Evaluasi anatomi janin; menilai hernia diafragma, massa paru-paru, dan
tidak adanya gelembung perut (yang berhubungan dengan atresia
esofagus). Tanda gelembung ganda atau duodenum melebar menunjukkan
kemungkinan atresia duodenum.
- Test untuk aritmia dan malformasi janin yang menyebabkan kegagalan
jantung dan hidrops.
- Lingkar perut besar yang abnormal dapat diamati dengan ascites dan
hidrop janin.
- Janin makrosomia diamati dalam kaitannya dengan diabetes ibu yang tidak
terkontrol.
- Menilai kecepatan aliran darah pada arteri serebral anterior janin untuk
melihat adanya anemia janin.
Gambar 2.5: Scan USG pada hamil gemelli Tampak pada gambar atas janin kembar resipien memiliki cairan amnion dalam
jumlah besar (bayi bahkan tidak tampak pada gambar).
2.2.6 Penatalaksanaan Hidramnion
Hidramnion derajat ringan jarang memerlukan terapi. Bahkan yang derajat
sedang dengan sedikit gangguan juga dapat ditangani tanpa intervensi sampai
terjadi persalinan atau sampai selaput ketuban pecah spontan. Tirah baring jarang
berpengaruh pada pasien hidramnion, dan pemberian diuretika serta pembatasan
18
air dan garam juga biasanya kurang efektif. Baru-baru ini dilakukan terapi
indometasin untuk hidramnion simtomatik.
Amniosentesis
Tujuannya adalah untuk meredakan penderitaan ibu, dan cukup efektif untuk
tujuan ini. Namun amniosentesis kadang memicu persalinan walaupun hanya
sebagian kecil cairan yang dikeluarkan. Elliot dan kawan-kawan (1994)
melaporkan hasil-hasil dari 200 amniosentesis pada 94 wanita dengan hidramnion.
Kausa umum adalah transfusi antar kembar (38 %), idiopatik (26 %), anomali
janin (17 %) dan diabetes (12%).1
Cara melakukan amniosentesis adalah dengan memasukkan sebuah kateter plastic
yang menutupi secara erat sebuah jarum ukuran 18 melalui dinding abdomen yang
telah dianestesi lokal ke dalam kantung amnion. Jarum ditarik dan set infus
intravena disambungkan ke kateter. Ujung selang yang berlawanan diturunkan ke
dalam sebuah silinder berskala yang diletakkan setinggi lantai dan kecepatan
aliran air ketuban dikendalikan dengan klem putar sehingga dikeluarkan sekitar
500 ml/jam. Setelah sekitar 1500-2000 ml dikeluarkan, ukuran uterus biasanya
cukup berkurang sehingga kateter dapat dikeluarkan. Dengan menggunakan
teknik aseptik ketat, tindakan ini dapat diulang sesuai kebutuhan agar wanita yang
bersangkutan merasa nyaman. Elliott dan kawan-kawan (1994) menggunakan
penghisap di dinding dan mengeluarkan 1000 ml dalam 20 menit (50 ml/menit).1
Terapi Indomestasin
Dalam ulasan terhadap beberapa penelitian,Kramer dan kawan-kawan (1994)
menyimpulkan bahwa indometasin mengganggu produksi cairan paru atau
meningkatkan penyerapannya, mengurangi produksi urin janin, dan meningkatkan
perpindahan cairan melalui selaput janin. Dosis yang digunakan oleh sebagian
besar peneliti berkisar dari 1,5 – 3 mg/kg/hari. Cabrol dan kawan-kawan (1987)
mengobati 8 wanita dengan hidramnion idiopatik sejak usia gestasi 24-35 minggu
dengan indometasin selama 2-11 minggu . 1,5
Hidramnion, yang didefinisikan sebagai minimal 1 kantung cairan ukuran 8cm,
membaik pada semua kasus. Tidak terjadi efek samping serius dan hasil semua
kasus baik. Kirshon dan kawan-kawan (1990) mengobati 8 wanita (3 kembar)
19
dengan hidramnion dari minggu ke 21 sampai ke 35. Pada seluruh wanita ini,
dilakukan 2 amniosintesis terapeutik sebelum indometasin diberikan. Dari 11
janin, 3 kasus lahir mati berkaitan dengan sindrom transfusi antar kembar dan satu
neonates meninggal pada usia 3 bulan, 7 bayi sisanya normal. 1,5
Mamopoulus dan kawan-kawan (1990) mengobati 15 wanita, 11 mengidap
diabetes yang mengalami hidramnion pada gestasi 25 – 32 minggu. Mereka diberi
indometasin dan volume cairan amnion pada semua wanita ini berkurang, dari
rata-rata 10,7 cm pada gestasi 27 minggu menjadi 5,9 cm setelah terapi. Hasil
akhir pada seluruh neonatus baik.
Kekhawatiran utama pada penggunaan indometasin adalah kemungkinan
penutupan duktus arteriosus janin. Moise dan kawan-kawan (1988) melaporkan
bahwa 50% dari 14 janin yang ibunya mendapat indometasin mengalami
konstriksi duktus seperti dideteksi oleh ultrasonografi Doppler. Studi – studi yang
dijelaskan sebelumnya tidak menemukan adanya konstriksi menetap dan penyulit
ini juga belum pernah dijelaskan dalam studi-studi yang memberikan
indometasin untuk tokolitik. 1,5
2.2.7 Komplikasi
- Risiko dan komplikasi amnioinfusi, termasuk emboli cairan amnion,
gangguan pernapasan ibu, peningkatan tekanan rahim ibu, dan
gangguan pernapasan sementara janin.
- Risiko amniosentesis termasuk kehilangan janin (1-2%). Komplikasi
lainnya adalah terlepasnya plasenta, persalinan prematur, perdarahan
janin-ibu, sensitisasi Rh ibu, dan pneumotoraks pada janin. Risiko
infeksi janin dapat sedikit meningkat.1
2.2.8 Prognosis
- Jika kondisi ini tidak terkait dengan temuan lain, prognosis biasanya baik.
- Menurut Desmedt dkk, PMR pada polihidramnion yang berhubungan dengan
malformasi janin atau plasenta adalah sekitar 61%.
20
- Seperti disebutkan sebelumnya ,20% dari bayi dengan polihidramnion
memiliki beberapa anomali. Dalam hal ini, prognosis tergantung pada beratnya
anomali.
- Penelitian menunjukkan bahwa, jika keparahan polihidramnion meningkat,
kemungkinan untuk menentukan etiologi akan meningkat.
- Dalam kasus polihidramnion ringan, kemungkinan dan masalah yang
signifikan hanya sekitar16,5%; hal ini harus dikomunikasikan kepada orang
tua.1
21
BAB III
KESIMPULAN
Cairan amnion berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu.
Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin
yang diekskresikan ke dalam cairan amnion. Cairan amnion juga dapat digunakan
sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses
pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan kultur sel atau
melakukan spektrometer. Jadi, cairan amnion memegang peranan yang cukup
penting dalam proses kehamilan dan persalinan.
Polihidramnion (hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan berupa
kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban. Hal ini biasanya di diagnosis
jika indeks cairan amnion(AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar dari 20cm (≥
20cm). Di mana volume dari air ketuban > 2000 ml.
Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion
berlebihan bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya
dapat diketahui pada beberapa kondisi klinis lainnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm
KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc;
2005.
2. Sastrawinata S,Martaadisoebrata D, dkk. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Edisi 2. EGC. Jakarta : 2012.hal : 39-40
3. Manuaba IBG.Pengantar Kuliah Obstetri.2007. Jakarta: EGC.Hal.499-502.
4. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299.
5. Mochtar R. Sinopsis obstetrik, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2004
23