css- dd demam

Upload: fairuz-nazilah

Post on 10-Jul-2015

712 views

Category:

Documents


91 download

TRANSCRIPT

CLINICAL SCIENCE SESSION DIAGNOSIS BANDING DEMAM

Preseptor : Prof Dr. H. Zulkarnaen Dahlan, dr., SpPD-KP Disusun Oleh : Nur Warisya Bt. Abu Bakar Adinda Tessar 1301-1208-2199 1301-1208-0206 1301-1207-0227

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM Fakultas Kedokteran UNPAD/ RSHS BANDUNG 2009

DEMAM

1.0 PENDAHULUAN Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu 37oC/ 98,9oF pada pagi hari dan 37,7oC/ 99,9oF pada sore hari karena pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu tubuh normal yang berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus infeksi adalah yang paling sering.(1)

Pada penelitian pada orang sehat usia 18-40 tahun, rata-rata suhu tubuh pada pengukuran oral adalah 36,8 0,4 oC ( 98,2 0,7 oF ), dengan suhu terendah pada jam 6 pagi dan suhu tertinggi pada jam 4 6 sore. Suhu tubuh tertinggi pada pengukuran oral adalah 37,2 oC (98,9oF) pada jam 6 pagi dan 37,7 oC (99,9 oF) pada jam 4 sore. Pada penelitian tersebut, suhu tubuh pada pagi hari > 37,2 oC (>98,9 oF ) atau suhu tubuh pada sore hari >37,7 oC (>99,9 oF) didefinisilkan sebagai demam. Variasi suhu tubuh normal berkisar 0,5 oC (0,9 oF).(2) Pergeseran set poin dari normotermik ke derajat febris ini sangat menyerupai pengaturan termostat rumah ke derajat yang lebih tinggi untuk meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set poin hipotalamus meningkat, neuron-neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan dimulailah vasokonstriksi. Proses koservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil dan peningkatan aktivitas metabolisme) akan berlanjut sampai temperatur darah di mana neuron-neuron hipotalamus terendam sesuai dengan pengaturan termostat yang baru. Jika poin tersebut tercapai, hipotalamus akan mempertahankan temperatur pada derajat febris dengan mekanisme keseimbangan panas yang sama dengan keadaan afebris. Apabila set poin hipotalamus kembali turun (akibat menurunnya konsentrasi pirogen atau penggunaan antipiretik), proses kehilangan panas melalui vasodilatasi dan berkeringat akan dimulai. Pada keadaan ini perilaku berubah termasuk melepaskan pakaian yang tadinya berlapis-lapis atau

tidak

memakai

selimut.

Kehilangan

panas

dengan

berkeringan

dan

vasodilatasi berlanjut sampai temperatur darah pada hipotalamus sesuai dengan pengaturan yang lebih rendah. Demam > 41,5oC disebut hiperpireksia. Demam yang luar biasa tinggi ini dapat terjadi pada pasien dengan infeksi berat tapi paling umum timbul pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat. Pada era preantibiotik, demam akibat berbagai penyakit infeksi jarang melebihi 41oC dan telah terjadi spekulasi bahwa panas tinggi yang natural ini diperantarai oleh neuropeptida yang berfungsi sebagai antipiretik pusat. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, set poin hipotalamus meningkat sebagai akibat dari trauma lokal, perdarahan, tumor, atau malfungsi intrinsik hipotalamus. Istilah hypothalamic fever / demam hipotalamus kadang digunakan untuk menggambarkan peningkatan temperatur akibat fungsi hipotalamus yang abnormal. Bagaimanapun, hampir semua pasien dengan kerusakan hipotalamus memiliki suhu tubuh subnormal, bukan supranormal. Pasien ini tidak dapat memberikan respon yang tepat terhadap perubahan temperatur lingkungan yang ringan. Sebagai contoh, ketika terpapar oleh suhu dingin yang ringan, temperatur inti mereka turun lebih cepat daripada normal yang biasanya membutuhkan waktu beberapa jam. Pada sebagian kecil pasien, di mana peningkatan temperatur inti dicurigai berhubungan dengan kerusakan hipotalamus, diagnosis tergantung pada demonstrasi fungsi abnormal yang lain dari hipotalamus, seperti produksi faktor pelepasan (releasing factors) dari hipotalamus, respon abnormal terhadap temperatur dingin, dan tidak adanya temperatur sirkadian dan irama hormonal. 2.0 PATOFISIOLOGI DEMAM 2.1 Pirogen Istilah pirogen digunakan untuk menggambarkan setiap substansi yang menyebabkan demam. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh pasien; paling sering berupa produk mikroba, toksin mikroba, atau seluruh bagian dari mikroorganisme. Contoh klasik dari pirogen eksogen adalah endotoksin lipopolisakarida yang diproduksi oleh semua bakteri gram negatif. Endotoksin bersifat poten tidak hanya sebagai pirogen, tapi juga sebagai penginduksi atas berbagai perubahan patologis pada infeksi gram negatif.

Grup lain dari pirogen bakteri yang poten adalah produk organisme gram positif dan termasuk enterotoksin dari Staphylococcus aureus dan toksin Streptokokkus grup A dan B, yang disebut juga superantigen. Salah satu toksin stafilokokkus yang penting secara klinis adalah toksin sindroma syok toksik. Toksin ini berkaitan dengan S. aureus yang diisolasi dari pasien dengan sindroma syok toksik. Seperti endotoksin dari bakteri gram negatif, toksin yang diproduksi stafilokokkus dan streptokokkus menyebabkan demam pada hewan percobaan setelah disuntik intravena dengan kadar toksin < 1 g/kg berat badan. Endotoksin merupakan molekul pirogen tinggi pada manusia; dosis 2 sampai 3 ng/kg sudah menyebabkan demam dan gejala malaise yang terjadi pada hampir semua sukarelawan percobaan. 2.2 Sitokin pirogen Sitokin adalah protein berukuran kecil (massa molekul 10.000 sampai 20.000 Da) yang mengatur kekebalan, inflamasi, dan proses hematopoietik. Sebagai contoh, stimulasi proliferasi limfosit selama respon imun terhadap vaksinasi disebabkan oleh sitokin interleukin (IL) 2, IL-4, dan IL-6. Sitokin lain, granulocyte colony-stimulating factor, menstimulasi granulositopoiesis di sumsum tulang. Dari sudut pandang sejarah, biologi sitokin dimulai pada 1940-an dengan penelitian laboratorium berupa induksi demam oleh produk dari leukosit yang sudah teraktivasi. Molekul penyebab demam ini disebut pirogen endogen. Ketika pirogen endogen dimurnikan dari lekosit yang teraktivasi, tampaknya mereka memiliki berbagai aktivitas biologis, yang sekarang dikenal sebagai bagian dari berbagai sitokin. Sitokin piruogen yang telah dikenal antara lain IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF), cilliary neurotropic factor (CNTF), dan interferon (IF) . Mungkin masih terdapat sitokin lain. Setiap sitokin dilambangkan dengan gen yang terpisah, dan setiap sitokin pirogen terlihat menyebabkan demam dalam percobaan laboratorium pada hewan dan manusia. Apabila disuntikkan pada manusia, IL-1, IL-6, dan TNF dapat memproduksi panas pada dosis rendah (10-100 ng/kg).

Sintesis dan pelepasan sitokin pirogen endogen diinduksi oleh pirogen eksogen berspektrum luas, dengan sebagian besar dikenal bersumber dari bakteri atau jamur. Virus juga menginduksi sitokin pirogen adanya dengan menginfeksi sel-sel. Walaupun begitu, tidak infeksi mikroba,

inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi, dapat menginduksi produksi IL-1, TNF, dan/atau IL-6 yang akan secara tunggal atau kombinasi memicu hipotalamus untuk meningkatkan set poin ke derajat febris. Sumber seluler dari sitokin pirogen terutama berasal dari monosit, neutrofil, dan limfosit, walaupun masih banyak tipe sel yang dapat menghasilkan molekul-molekul ini jika terstimulasi. 2.3 Elevasi set poin hipotalamus oleh sitokin Selama demam, kadar prostaglandin E2 (PGE2) meningkat dalam jaringan hipotalamus dan ventrikel serebri ketiga. Konsentrasi PGE2 tertinggi di dekat organ vaskuler sirkumventrikuler (organum vasculosum dari lamina terminalis), merupakan jaringan kerja dari kapiler yang membesar yang mengelilingi pusat regulator hipotalamus. Kerusakan pada organ-organ ini mengurangi kemampuan pirogen untuk menyebabkan demam. Kebanyakan penelitian pada hewan telah gagal memperlihatkan, bagaimanapun juga, bahwa sitokin pirogen keluar melalui sirkulasi menuju otak itu sendiri. Selain itu, tampaknya pirogen endogen maupun eksogen berinteraksi dengan endothel kapiler-kapiler ini dan interaksi tersebut merupakan tahap awal dalam inisiasi demam yaitu untuk meningkatkan set poin menuju level febris.Infeksi, toksin mikroba, mediator inflamasi, reaksi imun

Toksin mikroba

Demam

Konservasi panas, produksi panas

Siklik AMP

Set poin pada termoregulator meningkat

Monosit / makrofag, sel endothel, lainlain

PGE2 Endothel Hipotalamus

Sitokin pirogen IL-1, IL-6, TNF, IFN

Diagram 1. Kronologi Peristiwa yang terjadi dalam Induksi Demam Beberapa tipe sel menghasilkan dapat menghasilkan sitokin pirogenik, seperti monosit atau makrofag dan sel-sel endotel. Sitokin-sitokin tersebut kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi sistemik, menginduksi pembentukan PGE2 di sentral (bertanggung jawab untuk terjadinya demam) dan perifer (bertanggung jawab untuk terjadinya mialgia dan artralgia non-spesifik yang sering menyertai demam).

3.0 TIPE DEMAM 3.1 CONTINUOUS/SUSTAINED : high fever which the different between the lowest and the highest body temperature is < 1C.(fever all day and night). Temperature remain above normal.

2ND , 3RD week of thyphoid fever

3.2 INTERMITTENT : rises and fall and the temperature return to normal. Malaria (tertian, quartan)

3.3 REMITTENT : pattern of fever which the different between the lowest and the highest body temperature never reach normal body temperature.

1ST week of thyphoid,

3.4 RELAPSE : recurrent fever

Hodgkin lymphoma,chronic disease

3.5 BIPHASIC (saddle back) : gap of reduced fever about 1 day DF/DHF, leptospirosis, yellow fever,

4.0 DIAGNOSIS BANDING DEMAM 4.1 Demam kurang dari 7 hari a) DHF b) Pneumonia c) Varicella d) Encephalitis, Meningitis e) ISK f) Faringitis g) Mastoiditis

4.2 Demam lebih dari 7 hari a) Tifus abdominalis b) Malaria c) Lymphadenitis TB, TB abdomen, TB Millier d) Hepatitis kronis e) Keganasan (Hodgkin lymphoma, NHL, neuroblastoma) f) Inflamasi

5.0 PENDEKATAN TERHADAP PENDERITA DEMAM 5.1 ANAMNESA Keluhan utama : panas badan Sejak kapan? Tiba-tiba tinggi @ makin lama makin tinggi? Hilang timbul @ terus menerus?

Lebih dirasakan sore dan malam hari @ pagi dan malam sama sahaja? Gejala penyerta : sakit kepala dia daerah dahi, lemah badan, nafsu makan menurun, mual muntah,perasaan tidak enak di perut,menggigil, kejang, penurunan kesadaran, kulit kekuningan, nyeri otot, nyeri sendi, batuk lama(dahak/darah), keringat malam, berat badan menurun BAK (nyeri, frekuensi,warna) BAB (obstipasi/diare, konsistensi, darah?, warna) Riwayat pengobatan sebelumnya Travel history (di daerah endemis malaria) Riwayat kontak dengan pederita batuk-batuk lama atau batuk berdarah Riwayat nyeri sendi diseretai bengkak, warna kemeraha pada sendi, bercak kemerahan pada tungkai,bokong yang tidak simetris. Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga atau lingkungan sekitar Riwayat sakit yang sama sebelumya Riwayat bengkak di perut, minum alkohol,tato,transfuse,operasi sebelumnya.

6.0 PENATALAKSANAAN

DAFTAR PUSTAKA Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2002. Important Signs and Symptoms : Fever & Hyperthermia. Dalam Harrisons Manual of Medicine 16th Edition. India: McGraw-Hill International. Dinarello, CA; Gelfand, JA. 2001. Cardinal Manifestations and Presentasion of Diseases : Alterations in Body Temperature : Fever and Hyperthermia. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. Editor: Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. USA: McGraw-Hill International. Mackowiak, P. A., 2ND Edition. Dalam Fever Basic Mechanism and Management, Lippincott-Raven, New York.