ppu kelompookkkk dd
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbTRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALINOMOR..TAHUN..TENTANG
PEMBERDAYAAN DESA WISATA
OLEH
KELOMPOK 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangIndustri pariwisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat yang berada dalam lingkungan industri pariwisata tersebut. Industri pariwisata merupakan salah satu pendukung pendapatan dari suatu wilayah yang membantu meningkatkan perekonomian wilayah tersebut. Pengembangan disektor pariwisata tidak hanya memberikan dampak yang baik bagi perekonomian suatu wilayah, tetapi juga memiliki dampak negatif jika pengembangan industri pariwisata tersebut tidak merata di suatu wilayah. Terlebih lagi jika di wilayah tersebut memiliki potensi pariwisata yang tinggi dan belum terjamah oleh para pelaku industri pariwisata ataupun pemerintah setempat. Maka akan terjadi ketidakmerataan perekonomian atau adanya kesenjangan ekonomi di wilayah tersebut. Pemerintah dalam hal ini khususnya pemerintah Provinsi Bali, harusnya menyadari adanya potensi industri pariwisata yang tersimpan di pelosok-pelosok desa di daerah Bali yang masih bisa dikembangkan guna meningkatkan industri pariwisata. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang dalam Pasal 21 disebutkan bahwa salah satu hak dari Pemerintah Daerah adalah dapat mengelola kekayaan daerah, salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Dalam hal ini pemerintah daerah provinsi Bali harusnya bisa memanfaatkan potensi industri pariwisata yang ada, tidak hanya mengembangkan potensi industri pariwisata yang sudah ada tetapi juga mengembangkan industri pariwisata yang ada di pelosok-pelosok, contohnya pemberdayaan desa sebagai objek wisata alternatif. Pemberdayaan desa pariwisata semata-mata dilakukan dengan pendekatan ekonomi dan pariwisata dipersepsikan sebagai instrument untuk meningkatkan pendapatan terutama oleh bidang usaha swasta dan pemerintah. Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Oleh sebab itu pemodelan desa wisata bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan harus terus secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas yang baru bagi desa untuk memenuhi tujuan pemecahan masalah yang berkaitan dengan krisis ekonomi daerah pedesaan.B. Identifikasi MasalahPengembangan desa wisata merupakan salah satu upaya yang bisa ditempuh untuk memberdayakan masyarakat serta memacu untuk mengembangkan potensi desa yang mengarah pada peningkatan produktivitas masyarakat agar lebih mandiri. Dalam penelitian ini membahas mengenai usaha yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat terhadap pemberdayaan melalui pengembangan sektor pariwisata khususnya desa wisata di Bali serta Tanggapan pemerintah dalam mengelola pemberdayaan desa wisata sebagai meningkatkan pendapatan daerah Bali.C. Tujuan Dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dicantumkan bahwa setiap pembentukan peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota disertai dengan adanya keterangan atau penjelasan yang disebut dengan naskah akademik. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahn dan kebutuhan hukum masyarakat. Sesuai dengan definisi tersebut naskah akademik bertujuan untuk melakukan penelitia atau pengkajian terhadap suatu masalah yang solusi atas permasalahan tersebut perlu dibentuk peraturan perundang-undangan.Demikian halnya dengan kehendak Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang berencana membentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali yang mengatur tentang Pemberdayaan Desa Wisata. Terhadap rencana tersebut Pemerintah Daerah Provinsi Bali mengkaji dan melakukan penelitian di berbagai Desa yang bisa dijadikan objek wisata alternatif serta mengetahui upaya yang dilakukan dalam memberdayakan masyarakat melalui pengembangan desa wisata, serta pengaruh keberadaan desa wisata terhadap masyarakat sekitar dengan berubahnya status desa menjadi desa wisata dan memberikan gambaran maupun informasi dengan adanya usaha pemberdayaan desa wisata sebagai obyek wisata alternatif. Salah satunya adalah sektor pariwisata. Oleh karena itu dalam penelitian ini mencoba untuk menjelaskan mengenai upaya pemberdayaan desa wisata yang dimana termuat dalam kajian atau yang disebut sebagai naskah akademik yang digunakan sebagai dasar pemikiran dan pedoman untuk pembentukan substansi Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Pemberdayaan Desa Wisata. D. Metode Penulisan Naskah Akademik Penyusunan naskah akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan naskah akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto dibagi menjadi dua yaitu dapat dilakukan melalui Penelitian hukum normatif yang teridiri dari asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum dan penelitian hukum empiris (penelitian sosiolegal) yang terdiri dari identifikasi hukum dan efektivitas hukum. Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini adalah metode sosiolegal. Dengan ini, maka kaidah-kaidah hukum yang baik berbentuk peraturan perundang-undangan, maupun kebiasaan dalam Pemberdayaan Desa Wisata di Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Untuk kemudian dirumuskan menjadi rumusan pasal-pasal yang dituangkan ke dalam rancangan peraturan perundang-undangan. Metode ini dilandasi oleh sebuah teori bahwa hukum yang baik adalah hukum yang juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dalam masyarakat, bukan semata-mata kehendak dari penguasa saja. BAB IIKAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRISA. Kajian Teoritis1. Pariwisata Secara Etimologi, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak atau berkeliling, sedangkan wisata berarti pergi atau bepergian. Atas dasar itu maka kata pariwisata seharusnya diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pariwisata adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan rekreasi. Yoeti (1996) memberikan batasan tentang penyebaran kata-kata sebagai berikut : wisata yaitu perjalanan, wisatawan yaitu orang yang melakukan perjalanan, para wisatawan yaitu orang-orang yang melakukan perjalanan, pariwisata yaitu perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain, para pariwisatawan yaitu orang ang melakukan perjalanan tour, kepariwisataan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata. 2. Daerah Tujuan WisataDaerah tujuan wisata merupakan tempat dimana segala kegiatan pariwisata bisa dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata perlu ada unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna wisatawan bisa tenang, aman, dan nyaman berkunjung3. Dampak Pengembangan PariwisataMenurut Pitana dan Gayatri (2005), dampak pariwisata merupakan wilayah kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur, terutama dampak terhadap masyarakat lokal. Meskipun pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti politik,keamanan, dsb, dampak pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat usula adalah : Dampak ekonomi, berupa peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan pemerintah, dsb. Disamping berbagai dampak yang dinilai positif, hampir semua penelitian juga menunjukan adanya berbagai dampak yang tidak diharpkan (dampak negatif) seperti bahaya ketergantungan yang sangat mendalam terhadap pariwisata, meningkatkan inflasi dan harga jual tanah menjadi mahal, produksi yang bersifat musiman menyebabkan rendahnya tingkat pengembalian modal awal. Dampak sosial budaya, menilai dampak sosial budaya pariwisata terhadap kehidupan masyarakat lokal merupakan suatu pekerjaan yang sulit, terutama dari segi metodologis. Salah satu kendala yang hampir tidak dapat diatasi adalah banyaknya faktor kontaminasi yang ikut berperan di dalam mempengaruhi perubahan yang terjadi. Sangat sulit mengisolasi suatu faktor penyebab, karena masyarakat tidak dapat diperlakukan seperti specimen dalam laboratorium. Dalam kaitannya dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat, harus diliht bahwa ada banyak faktor lain yang ikut berperan dalam mengubah kondisi sosial budaya tersebut, seperti pendidikan, media massa, transportasi, komunikasi, maupun sektor-sektor pembangunan lainnya yang menjadi wahana dalam perubahan sosial budaya, serta dinamika internal masyarakat itu sendiri. Dampak lingkungan, dampak positif oleh pariwisata yaitu konservasi dan preservasi pada daerah alamai seperi cagar alam, kebun raya, suaka margasatwa; konservasi dan preservasi pada peninggalan sejarah seperti tanah lot; pengenalan administrasi dan organisasi pada daerah wisata atau daerah yang dijadikan objek wisata, sehingga daerah tersebut tertata dengan rapi dan banyak dikunjungi wisatawan asing dan lokal. Adapun dampak negatif nya yaitu salah satunya ketidakmampuan infrastruktur untuk menampung jumlah wisatawan pada musim tertentu, sehingga timul polusi dan kemaceta di daerah wisata. 4. Pemberdayaan Berarti menyiapkan kepada masyarakat sumber daya, kesempatan/peluang, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat itu dalam menentukan masa depan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri.
5. Desa wisata Suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.B. Kajian Praktik Pemberdayaan Desa Wisata di daerah Provinsi BaliC. Kajian terhadap implikasi pemberdayaan Desa Wisata Di daerah Provinsi BaliBAB III
EVALUASI DAN ANALISA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
Pasal 21 disebutkan bahwa salah satu hak dari Pemerintah Daerah adalah dapat mengelola kekayaan daerah, salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undanganDalam Pasal 1Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenangUU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut alas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan. dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti; bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS A. Landasan filosofis Memperhatikan sejarah aturan tentang Desa, merupakan upaya Pemerintah untuk terus meningkatkan agar pengelolaan penyelengaraan desa menjadi lebih baik. Otonomi Daerah yang dulu diamanatkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 tidak dapat menjangkau dilaksanakannya otonomi desa sehingga segala penyelenggaraan desa dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Akan tetapi pada dasarnya telah ada pengakuan bahwa desa memiliki keleluasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pada masa sebelum ini ketergantungan desa terhadap kabupaten/Kota sangatlah tinggi sehingga dimungkinkan terdapat desa-desa atau dusun-dusun dalam suatu desa kurang tersentuh dengan baik oleh kabupaten/Kota yang menyebabkan ketertinggalan desa/dusun tersebut.
Landasan filosofis UU Pemberdayaan Desa Wisata adalah ingin menjadikan suatu desa lebih maju, mandiri, dan bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di wilayah desa tersebut sebagai suatu objek wisata alternatif sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Pembangunan yang menjadi kewenangan desa meluas tidak hanya pada infra struktur saja. Besarnya anggaran yang akan diterima desa untuk pemberdayaan desa wisata memiliki konsekwensi yang besar terhadap pengembangan desa wisata sebagai objek wisaa alternatif itu sendiri. Dalam hal ini, otonom secara etimologis merupakan istilah yang bermakna "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri", dengan demikian bila otonomi desa dimaknai secara bebas adalah membangun masyarakat desa seutuhnya secara mandiri dengan segala sumber daya yang dimiliki. Tujuan dilaksanakannya otonomi desa didasari adanya perkembangan desa yang mengalami kemajuan sehingga dipandang layak untuk diberi kewenangan lebih, salah satu kewenangan tersebut dapat diwujudkan melalui usaha dalam memberdayakan desa wisata.B. Landasan sosiologis
Landasan sosiologis berangkat dari kondisi sosial, ekonomi, politik, hukum dan budaya yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Asumsi dasar, bahwa suatu desa selalu mengalami perubahan sebagai konsekuensi dari proses interaksi sosial dan kemajuan zaman. Karena suatu desa selalu mengalami perubahan, maka tentu aturan yang dilahirkan harus melihat realitas sosial yang ada dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang berkembang saat ini dan dimasa mendatang. Fakta selama ini membuktikan bahwa secara umum dalam proses perjalanan desa dari masa ke massa yang ada belum mampu memberdayakan potensi sumber daya yang ada di wilayah desa tersebut sebagai suatu potensi objek wisata. Memiliki visi, misi dan program yang jelas sebagai menjadi sebuah kerangka acuan atau pedoman bagi Pemerintahan dalam usaha pemberdayaan desa wiasta sebagai objek wisata alternatif. Disisi lain desa memiliki peran yang sangat strategis, bukan hanya sebagai ujung tombak pelayanan, melainkan juga sebagai pondasi bagi pemerintah diatasnya. Oleh karena itu ada asumsi yang muncul semakin mandiri desa maka semakin mandiri pula pemerintah diatasnya. Dengan asumsi itu pula, maka lahir asumsi bahwa bila masyarakat desa sejahtera, maka sejahtera pula kabupaten tersebut. Kajian sosiologis dalam konteks penyusunan landasan sosiologis Perda ini, beranjak dari realitas sosial dan hasil identifikasi masalah dalam penyelenggaraan pemberdayaan desa wisata, hasil temuan dilapangan ternyata secara umum desa belum bisa memberdayakan sumber daya yang ada baik sumber daya alam ataupun sumber daya manusia yang ada sebagai potensi pariwisata yang baru di wilayah tersebut.
C. Landasan Yuridis Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 menyebutkan pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Landasan Yuridis, adalah landasan hukum (juridische gelding) yang menjadi dasar kewenangan pembuat peraturan perundang-undangan. Apakah kewenangan seorang pejabat atau badan mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau tidak. Landasan Yuridis, disebut juga landasan hukum atau dasar hukum atau legalitas adalah landasan dasar yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Landasan yuridis dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
-Landasan yuridis yang beraspek formal yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang memberi kewenangan kepada badan pembentuknya.
-Landasan yuridis yang beraspek material adalah ketentuan-ketentuan hukum tentang masalah atau persoalan apa yang harus diatur.
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERDAA. Ketentua Umum
B. Materi Muatan Peraturan Daerah
C. Ketentuan Peralihan
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran Bambang Sunggono, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, hlm.41-42.