dd skenario 2

24
TUBERKULOSIS Etiologi Tuberkulosis Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1- 4/µm dan tebal 0.3-0.6/ µm. Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP). Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant yang memungkinkan kuman bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. (Sudoyo et al 2006). Tanda dan Gejala Tuberkulosis Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau mungkin banyak pasien ditemukan tuberculosis paru tanpa keluhan sam sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah sebagai berikut (Sudoyo et al 2006): Demam

Upload: araah

Post on 28-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dd Skenario 2

TUBERKULOSIS

Etiologi Tuberkulosis

            Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0.3-0.6/ µm.  Jenis bakteri ini pertama kali

ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk

mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC

pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).

Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), yang membuat kuman

lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut dengan bakteri tahan asam (BTA).

Kuman dapat hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun

dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant yang memungkinkan

kuman bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. (Sudoyo et al

2006).

Tanda dan Gejala Tuberkulosis

            Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau mungkin

banyak pasien ditemukan tuberculosis paru tanpa keluhan sam sekali dalam pemeriksaan

kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah sebagai berikut (Sudoyo et al 2006):

Demam

Demam pada tanda dan gejalan ini menyerupai demam influenza. Panas badan mencapai

40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian kambuh

kembali dan begitu seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien ini

tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi

oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk

(Sudoyo et al 2006).

Batuk/batuk darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk ini terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk

ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Hal ini dikarenakan

keterlibatan bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau

Page 2: Dd Skenario 2

berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non

produktif), kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah

yang pecah (Sudoyo et al 2006)..

Sesak nafas

Tanda dan gejala ini pada penyakit tuberculosis yang baru tumbuh belum dirasakan sesak

nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya

sudah meliputi setngah bagian paru-paru (Sudoyo et al 2006)..

Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai

ke pleura sehinngga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien

menarik/melepaskan nafasnya (Sudoyo et al 2006).

Malaise

Penyakit tuberculosis berifat radang yang menahun. Gejala ini sering dtemukan beberapa

anoreksia, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,

keringat malam dll. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara

tidak teratur (Sudoyo et al 2006).

Cara Penularan Penyakit TBC

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman keluar menjadi droplet nuclei di udara

sekitar ketika penderita batuk atau bersin. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam

paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh

yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh

sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti paru-paru, otak,

ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ

tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru (Wijaya 2008).

Mikobakterium tuberkulosa yang berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera

akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya, melalui serangkaian

reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di

Page 3: Dd Skenario 2

sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di

sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-

bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel(benjolan kecil) pada

pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan

tetap dormant sepanjang hidupnya, sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh

yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah

banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah

yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi

sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif

terinfeksi TBC (Wijaya 2008).

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan

dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya

fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak

mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan

tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang

peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC (Wijaya 2008).

Klasifikasi Tuberkulosis

            Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil

berdasarkan  aspek kesehatan masyarakat dalam beberapa kategori sebagai berikut (Sudoyo et al

2006) :

Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak       negative,

dan tes tuberculin negatif

Kategori I :  Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak

positif dan tes tuberculin negative.

Kategori II : Terinfeksi tubekulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis

dan sputum negatif

Kategori III :  Terinfeksi tuberkulosis dan sakit

Page 4: Dd Skenario 2

Pengobatan Tuberkulosis

Dahulu pengobatan TBC hanya berpusat pada pengobatan gejalanya saja seperti batuk

dan nyeri, namun saat ini telah ada obat yang memang digunakan untuk mengobati TBC bukan

hanya gejalanya saja. Obat yang dapat diberikan, yaitu etambutol, isoniazida, pirazinamida,

rifampisin, streptomisin, dan asam p-aminosalisilat. Etambutol merupakan isomer turunan

etilendiamin sederhana dan spektrum kerjanya hanya pada mikro bakteri saja. Isoniazida (INH)

merupakan obat yang dpaat mengganggu proses metabolisme bakteri. Pirazinamida merupakan

obat TBC yang strukturnya mirip dengan isoniazida. Rifampisisn dan streptomisin adalah

antibiotik. Asam p-aminosalisilat, mempunyai kerja relatif lebih rendah bila dibandingkan INH

atau streptomisin. Mekanisme kerja asam p-aminosalisilat adalah menggeser asam p-

aminobenzoat secara kompetitif (Hartanto 2003).

Pemeriksaan Laboratorium TBC

Darah

Pemeriksaan serologis yang banyak dipakai adalah yaitu Peroksidase Anti Peroksida

(PAP-TB) yangdiakui peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifitasnya cukup tinggi

(85%-95%). Prinsip dasar uji PAP-TB adalah menentukan adanya antibody IgG yang spesifik

terhadap antigen M.tuberculosae. Hail uji PAP-TB dinyatakan patologis bila ada titer 1:1000

didapatkan hasil uji positif. Hasil uji seraologi lain terhadap tuberculosis adalah

uji Mycodot. Uji mycodot diapakai antigen Lipoarabimannan (LAM) yang dilekatkan pada suatu

alat berbentuk sisir plastic. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti

LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai

dengan jumlah antibody (Sudoyo et al 2006).

Sputum

            Pemeriksaan sputum penting karena ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberculosis

sudah dapat dipastikan. Pemeriksaan sputum memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang

siudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA,

sehingga diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Pemeriksaan sputum dapat dilakukan

dengan pemeriksaan secara mikroskopis, pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan

Page 5: Dd Skenario 2

langsung), pemeriksaan dengan biakan dan pemeriksaan terhadap resistensi obat (Sudoyo et al

2006).

Tes Tuberkulin

Tes tuberkulin hanya menyatakan bahwa seseorang individu pernah mengalami

infeksi M.tuberculosae.Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Penularan kuman

patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosa atau BCG) tubuh manusia

akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan

kemudian diikuti oleh pembentukan antibody hormonal yang dalam perannya akan menekankan

antoobodi selular. Bila pembentukan antibody selular cukup misalnya pada penularan dengan

kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat ebsar atau pada keadaan dimana

pembentukan antibody hormonal, maka akan terjadi penyakit setelah penularan. Cara penularan

TBC dilakukan dengan cara inhalasi dari seorang penderita dengan cara dibatukkan atau

dibersinkan. Kuman yang keluar dalam bentuk droplet nuclei lalu nbesarang di udara sekitar

(Sudoyo et al 2006).

BRONKIEKTASIS

Bronkiektasi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasi) dan

distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten dan irreversibel. (1,2)

Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus

berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh

darah, bronkus yang terkena adalah bronkus kecil. Dinegeri barat prevalensi 1,3%, di indonesia

tidak ada laporan pasti penyakit ini.(2.3)

Patogenesis

Patogenesis bronkiektasis tergantung penyebabnya, jika kongenital faktor penyebabnya

tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor genetik dan faktor pertumbuhan dan

perkembangan fetus dalam kandungan. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan antara

lain :

1. Faktor obstruksi bronkus

2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru

Page 6: Dd Skenario 2

3. Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary,

eusinophilia.

4. Faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.(4)

Kelainan fungsi paru yang terjadi sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung

pada luasnya kerusakan parenkim paru dan komplikasi yang terjadi. Akibatnya dapat dijumpai

pasien bronkiektasis ringan tanpa kelaianan fungsi paru atau ringan, bronkiektasis sedang dan

berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain

jenisnya tidak sama( artinya bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga

tidak khas(2)

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda klinis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada

atau tidak adanya komplikasi lanjut. Keluhan-keluhannya

1. Batuk

Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuen, jumlah sputum bervariasi umumnya

jumlahnya banyak terutama pagi hari. Sputum bisa mukoid, purulen, dapat memberikan bau

tidak sedap. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular bronkiektasis, sputum

jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung 11 beberapa lama tampak terpisah

menjadi 3 lapisan; a.) Lapisan atas agak keruh terdiri atas mukus, b.) Lapisan tengah jernih,

terdiri atas saliva atau ludah., c.) Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan

nekrotik dari bronkus yang rusak (cellular debris).

2. Hemoptisis

3. Sesak napas (dispnea)

4. Demam berulang

Kelainan Fisis

Pada pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan

pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda fisis umum yang dapat

ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi bronkiektaisis. Pada kasus

yang berat dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonari kronik maupun payah jantung.

Page 7: Dd Skenario 2

Pada pemeriksaan fisis paru biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada lobus bawah

yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronki basah ini hilang sesudah

pasien mengalami drainase postural. Dan timbul lagi pada waktu lain. Apabila bagian paru yang

diserang amat luas dapat terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan pada dada

daerah yang terkena serta dapat terjadi pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena.

Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus.(5.6)

Laboratorium

Kelainan labor tidak khas, pada keadaan lanjut dan sudah ada insufisiensi paru dapat

ditemukan polisitemia sekunder, anemia, leukositosis. Urin umumnya normal, kecuali sudah ada

amiloidosis terdapat proteinuria.

Radiologis

Gambaran foto dada bervariasi tergantung berat ringannya kelainan. Gambaran khas

untuk bronchiectasis menunjukkan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti

sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah yang terkena, biasanya hanya 13% kasus.

Bisa juga gambaran pneumonia, fibrosis dan kolaps (atelektasis), bahkan seperti gambaran paru

normal (7%).(2)

Kelainan faal paru

Kapasitas vital dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama terdapat tendensi

menurun, juga pada analisa gas darah, terjadi penurunan PaO2 yang menunjukkan abnormalitas

regional maupun difus distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.

Tingkatan beratnya penyakit :

1. Bronkiektasis Ringan, batuk-batuk, sputum bisa hijau, hemoptisis ringan, pasien tampak sehat

dan fungsi paru normal. Foto dada normal.

2. Bronkiektasis Sedang, batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat umumnya

warna hijau, serta berbau busuk, sering ada hemoptisis, pasien masih tampak sehat, fungsi

paru normal, jarang ada jari tabuh. Pada pemeriksaan fisik paru ada ronki basah kasar pada

daerah paru yang terkena, foto dada normal.

3. Bronkiektasis Berat, sputum produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau,

sering ditemukan pneumonia, hemoptisis, nyeri pleura. Bila ada obstruksi saluran napas akan

ditemukan adanya dispnea, sianosis, atau tanda kegagalan paru. Pada pemeriksaan fisis

Page 8: Dd Skenario 2

ditemukan ronki kasar pada daerah yang terkena. Pada foto dada ditemukan penambahan

bronchovascular marking, dan multiple cyst containing fluid levels (honey comb appearance)

Diagnosis

Diagnosis kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja. Diagnosis pasti

dapat ditegakkan apabila ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan

bronkografi, bronchogram dan CT-scan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan. CT-Scan

menjadi alternatif pemeriksaan karena tidak bersifat invasif dan hasilnya akurat, sensitivitas dan

spesifisitas lebih dari 95% ( 2,3)

Komplikasi

1. Bronkitis kronik

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis

3. Pleuritis

4. Efusi pleura atau empiema

5. Abses metastase di otak

6. Hemoptisis

7. Sinusitis

8. Kor pulmonari kronik

9. Kegagalan napas

10. Amiloidosis

Pengobatan

1. Pengobatan Konservatif

• Pengelolaan Umum: Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien, memperbaiki

drainase sekret bronkus (melakukan drainase pustural, mencairkan sputum yang kental,

mengatur posisi tempat tidur pasien dan mengontrol infeksi saluran napas)

• Pengelolaan khusus: Kemoterapi , drainase sekret dengan bronkoskop,

• Pengobatan simptomatik: terhadap obstruksi bronkus, hipoksia, hemoptisis, dan demam.

2. Pengobatan pembedahan

Page 9: Dd Skenario 2

Tujuan mengangkat (reseksi) segmen bronkus yang terkena, bronkiektasi yang terbatas

yang tidak respon dengan konservatif dan infeksi berulang. Kontra indikasi pada bronkiektasis

dengan PPOK, bronkiektasi berat, dan dengan komplikasi korpulmonal kronik dekompensata.

Pencegahan

1. Pengobatan dengan antibiotik

2. Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain

Prognosis

Tergantung berat ringan penyakit dan luas penyakit saat pasien pergi berobat pertama

kali, pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus berat

dan tidak diobati, prognosis jelek, survival tidak lebih dari 5-15 tahun. Kematian biasanya karena

pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis.(2,3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prendergast TJ,MD &Ruoss SJ,MD. Pulmonary Disease.Pathophysiology of Disease: An

introduction to Clinical Medicine, Fourth Edition. International Edition 2003:219-259.

2. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi IV,

FKUI Jakarta, 2007: 1035-1039

3. Weiberger SE. Bronchiectasis. Harrison’s Principles of Internal Medicine Volume II. 16

edition New York: Mc Graw-Hill, 2005; 1541-1543

4. Fishman, A., Bronchiectasis in Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders .4th edition,

McGraw Hill. 2008

5. Weycker D, Edelsberg J, Oster G, et al: Prevalence and economic burden of bronchiectasis.

Clin Pulm Med 12:2005,

6. Patel IS, Vlahos I,Wilkinson TMA, et al: Bronchiectasis, exacerbation indices and

inflammation in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 170:400,

2004.

Page 10: Dd Skenario 2

PNEUMONIA

            Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi

akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-

paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh

bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering

pneumonia bakterialis adalah bakteri positif gram, Streptococus pneumonia yang menyebabkan

pneumonia streptokokus. BakteriStaphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup

A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia

lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia

yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh mikroorganisme yang berdasarkan beberapa

aspeknya berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency

syndrome (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi

yaitu Pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang,

misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat

mengidap pneumonia Legionella (Elizabeth 2001).

Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam

dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri

yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikroorganisme dengan mencetuskan suatu

reaksi peradangan. Resiko untuk mengidap pneumonia seperti dijelaskan diatas lebih besar pada

para bayi, orang berusia lanjut, atau mereka yang mengalami gangguan kekebalan atau menderita

penyakit atau kondisi kelemahan lain. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu

mikroorganisme di paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan

oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis

menimbulkan respons imun dan peradangan yang paling mencolok, yang perjalanannya

tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus (Elizabeth 2001).

Page 11: Dd Skenario 2

Etiologi Pneumonia

           

Menurut Reevers 2001, Etiologi pneumonia berdasarkan penyebabnya diantaranya adalah:

1. Bakteri

Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :

Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan  streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif

seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

2. Virus

Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.

Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

3. Jamur

Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan

udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta

kompos.

4. Protozoa

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti

pasien yang mengalami immunosupresi.

Tanda dan Gejala Pneumonia

            Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama

mencolok pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Gejala-gejala pneumonia

mencakup:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2. Batuk yangs erring produktif dan purulen

3. Sputum berwarna merah karat (untuk Streptococus pneumonia), merah muda

(untukStaphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk Pseudomonas

aeruginosa)

4. Krekel (bunyi paru tambahan)

Page 12: Dd Skenario 2

5. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius

6. Nyeri pleura akibat peradangan dan edema

7. Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah perasaan sesak atau

kesulitan bernapas, yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas

8. Mungkin timbul tanda-tanda sianosis

9. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus, yang dapat menyebabkan

atelektasis absorpsi

10. Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler, atau

akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.

Klasifikasi Pneumonia

Pada masa lalu, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan

oleh Str. Pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti halnya M. pneumonia.

Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenza, S. aureus dan bakteri gram

negative memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumoniae, dan

bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.

pneumoniae. SebaliknyaLegionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang

bervariasi luas karena itu istilah tersebut tidak lagi dipergunakan (Dahlan 2006).

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang

terjadi di rumah sakit Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang

berhubungan dengan pemakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia) dan yang didapat

di pusat perawatan kesehatan (Healthcare Associated Pneumonia). Dengan demikian pneumonia

saat ini dikenal dua kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan (PN) dan pneumonia

komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping kedua bentuk utama ini terdapat pula

pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai. Klasifikasi pneumonia yang lazim

dipakai adalah seperti terlihat pada tabel 1 yang didasarkan kepada faktor inang dan lingkungan.

Klasifikasi ini membantu penatalaksanaan terapi pneumonia secara empirik (Dahlan 2006).

Page 13: Dd Skenario 2

Tabel 1 Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan

Pneumonia komunitas Sporadis atau endemik; muda atau orang tua

Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di rumah sakit

Pneumonia rekurens

Terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru

kronik

Pneumonia aspirasi Alkoholik dan usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

 

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2006):

1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus

atau lobularis.

Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan

gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.

2. Berdasarkan faktor lingkungan

Pneumonia komunitas

Pneumonia nosokomial

Pneumonia rekurens

Pneumonia aspirasi

Pneumonia pada gangguan imun

Pneumonia hipostatik

3. Berdasarkan sindrom klinis

Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama

mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta

pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan

jarang disertai konsolidasi paru.

Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma,

Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

 

Page 14: Dd Skenario 2

Klasifikasi berdasarkan Reevers (2001) :

1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa

berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme

penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau

kalangan orang tua.

2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme

seperti ini  aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan

bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.

3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang

ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi

anatominya saja.

4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya,

kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.

Penularan/perjalanan pneumonia

Penularan virus atau bakteri Pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada

beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit Pneumonia

(Anonim 2010). Hal ini diantaranya adalah :

1. Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS dan

para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes mellitus. Begitupula bagi

mereka yang pernah/rutin menjalani kemoterapy (chemotherapy) dan meminum obat

golongan Immunosupressant dalam waktu lama, dimana mereka pada umumnya memiliki

daya tahan tubuh (Immun) yang lemah.

2. Perokok dan peminum alkohol. Perokok berat dapat mengalami irritasi pada

saluran pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi muccus (riak/dahak),

Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat menyebabkan Pneumonia. Alkohol

dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya

tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi.

Page 15: Dd Skenario 2

3. Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU). Pasien yang

dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’ sangat beresiko

terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung

(perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga

nafas (ventilator) maka potensial tinggi terkena Pneumonia.

4. Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal. Resiko tinggi dihadapi oleh para

petani apabila mereka menyemprotkan tanaman dengan zat kemikal (chemical) tanpa

memakai masker adalah terjadi irritasi dan menimbulkan peradangan pada paru yang

akibatnya mudah menderita penyakit Pneumonia dengan masuknya bakteri atau virus.

5. Pasien yang lama berbaring. Pasien yang mengalami operasi besar sehingga

menyebabkannya bermasalah dalah hal mobilisasi merupakan salah satu resiko tinggi

terkena penyakit Pneumonia, dimana dengan tidur berbaring statis

memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan menjadi media berkembangnya

bakteri.

Perangkat Diagnostik

Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien

mengalami imunodefisiensi. Hal ini terutama berlaku pada pneumonia bakterialis.

Edema ruang interstisium sering tampak pada pemeriksaan sinar-X toraks.

Penatalaksanaan

          Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh

pemeriksaan sputum pra pengobatan dan mencakup:

Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis. Pneumonia lain dapat diobati dengan

antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi bakteri sekunder.

Istirahat

Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi

Teknik-teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi

risiko atelektasis

Page 16: Dd Skenario 2

Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi

dari biakan sputum

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pneumonia. http.blog dokter.com [14 desember 2011]

 Elizabeth J. Corwin R.  2001. Handbook of pathophysiology. Jakarta: EGC

 Hartanto H.  2003.  Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:Edisi 6, volume

2. Jakarta:EGC

 Reevers, Charlene J, et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medica.

 Sudoyo et al.  2006.  Buku Ajar Penyakit Dalam.  Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

 Wijaya.  2008.  Tuberkulosis.  http://www.medicastore.com  [11 Desember 2011].

 Zul Dahlan.  2006.  Ilmu Penyakit Dalam.  Edisi II.  Jakarta : Balai Penerbit FKUI.