dd skenario 2
TRANSCRIPT
TUBERKULOSIS
Etiologi Tuberkulosis
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0.3-0.6/ µm. Jenis bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk
mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC
pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak (lipid), yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut dengan bakteri tahan asam (BTA).
Kuman dapat hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant yang memungkinkan
kuman bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. (Sudoyo et al
2006).
Tanda dan Gejala Tuberkulosis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau mungkin
banyak pasien ditemukan tuberculosis paru tanpa keluhan sam sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah sebagai berikut (Sudoyo et al 2006):
Demam
Demam pada tanda dan gejalan ini menyerupai demam influenza. Panas badan mencapai
40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian kambuh
kembali dan begitu seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien ini
tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk
(Sudoyo et al 2006).
Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk ini terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Hal ini dikarenakan
keterlibatan bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif), kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah (Sudoyo et al 2006)..
Sesak nafas
Tanda dan gejala ini pada penyakit tuberculosis yang baru tumbuh belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setngah bagian paru-paru (Sudoyo et al 2006)..
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehinngga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan nafasnya (Sudoyo et al 2006).
Malaise
Penyakit tuberculosis berifat radang yang menahun. Gejala ini sering dtemukan beberapa
anoreksia, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam dll. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur (Sudoyo et al 2006).
Cara Penularan Penyakit TBC
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman keluar menjadi droplet nuclei di udara
sekitar ketika penderita batuk atau bersin. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti paru-paru, otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru (Wijaya 2008).
Mikobakterium tuberkulosa yang berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya, melalui serangkaian
reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-
bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel(benjolan kecil) pada
pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya, sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi
sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif
terinfeksi TBC (Wijaya 2008).
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan
tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC (Wijaya 2008).
Klasifikasi Tuberkulosis
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat dalam beberapa kategori sebagai berikut (Sudoyo et al
2006) :
Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative,
dan tes tuberculin negatif
Kategori I : Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak
positif dan tes tuberculin negative.
Kategori II : Terinfeksi tubekulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis
dan sputum negatif
Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit
Pengobatan Tuberkulosis
Dahulu pengobatan TBC hanya berpusat pada pengobatan gejalanya saja seperti batuk
dan nyeri, namun saat ini telah ada obat yang memang digunakan untuk mengobati TBC bukan
hanya gejalanya saja. Obat yang dapat diberikan, yaitu etambutol, isoniazida, pirazinamida,
rifampisin, streptomisin, dan asam p-aminosalisilat. Etambutol merupakan isomer turunan
etilendiamin sederhana dan spektrum kerjanya hanya pada mikro bakteri saja. Isoniazida (INH)
merupakan obat yang dpaat mengganggu proses metabolisme bakteri. Pirazinamida merupakan
obat TBC yang strukturnya mirip dengan isoniazida. Rifampisisn dan streptomisin adalah
antibiotik. Asam p-aminosalisilat, mempunyai kerja relatif lebih rendah bila dibandingkan INH
atau streptomisin. Mekanisme kerja asam p-aminosalisilat adalah menggeser asam p-
aminobenzoat secara kompetitif (Hartanto 2003).
Pemeriksaan Laboratorium TBC
Darah
Pemeriksaan serologis yang banyak dipakai adalah yaitu Peroksidase Anti Peroksida
(PAP-TB) yangdiakui peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifitasnya cukup tinggi
(85%-95%). Prinsip dasar uji PAP-TB adalah menentukan adanya antibody IgG yang spesifik
terhadap antigen M.tuberculosae. Hail uji PAP-TB dinyatakan patologis bila ada titer 1:1000
didapatkan hasil uji positif. Hasil uji seraologi lain terhadap tuberculosis adalah
uji Mycodot. Uji mycodot diapakai antigen Lipoarabimannan (LAM) yang dilekatkan pada suatu
alat berbentuk sisir plastic. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti
LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai
dengan jumlah antibody (Sudoyo et al 2006).
Sputum
Pemeriksaan sputum penting karena ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberculosis
sudah dapat dipastikan. Pemeriksaan sputum memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
siudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA,
sehingga diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Pemeriksaan sputum dapat dilakukan
dengan pemeriksaan secara mikroskopis, pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan
langsung), pemeriksaan dengan biakan dan pemeriksaan terhadap resistensi obat (Sudoyo et al
2006).
Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan bahwa seseorang individu pernah mengalami
infeksi M.tuberculosae.Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Penularan kuman
patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosa atau BCG) tubuh manusia
akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibody hormonal yang dalam perannya akan menekankan
antoobodi selular. Bila pembentukan antibody selular cukup misalnya pada penularan dengan
kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat ebsar atau pada keadaan dimana
pembentukan antibody hormonal, maka akan terjadi penyakit setelah penularan. Cara penularan
TBC dilakukan dengan cara inhalasi dari seorang penderita dengan cara dibatukkan atau
dibersinkan. Kuman yang keluar dalam bentuk droplet nuclei lalu nbesarang di udara sekitar
(Sudoyo et al 2006).
BRONKIEKTASIS
Bronkiektasi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasi) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten dan irreversibel. (1,2)
Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus
berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh
darah, bronkus yang terkena adalah bronkus kecil. Dinegeri barat prevalensi 1,3%, di indonesia
tidak ada laporan pasti penyakit ini.(2.3)
Patogenesis
Patogenesis bronkiektasis tergantung penyebabnya, jika kongenital faktor penyebabnya
tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor genetik dan faktor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan antara
lain :
1. Faktor obstruksi bronkus
2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru
3. Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary,
eusinophilia.
4. Faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.(4)
Kelainan fungsi paru yang terjadi sangat bervariasi dan tingkatan beratnya tergantung
pada luasnya kerusakan parenkim paru dan komplikasi yang terjadi. Akibatnya dapat dijumpai
pasien bronkiektasis ringan tanpa kelaianan fungsi paru atau ringan, bronkiektasis sedang dan
berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain
jenisnya tidak sama( artinya bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga
tidak khas(2)
Gambaran Klinis
Gejala dan tanda klinis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada
atau tidak adanya komplikasi lanjut. Keluhan-keluhannya
1. Batuk
Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuen, jumlah sputum bervariasi umumnya
jumlahnya banyak terutama pagi hari. Sputum bisa mukoid, purulen, dapat memberikan bau
tidak sedap. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular bronkiektasis, sputum
jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung 11 beberapa lama tampak terpisah
menjadi 3 lapisan; a.) Lapisan atas agak keruh terdiri atas mukus, b.) Lapisan tengah jernih,
terdiri atas saliva atau ludah., c.) Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan
nekrotik dari bronkus yang rusak (cellular debris).
2. Hemoptisis
3. Sesak napas (dispnea)
4. Demam berulang
Kelainan Fisis
Pada pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan
pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda fisis umum yang dapat
ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi bronkiektaisis. Pada kasus
yang berat dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonari kronik maupun payah jantung.
Pada pemeriksaan fisis paru biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada lobus bawah
yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronki basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural. Dan timbul lagi pada waktu lain. Apabila bagian paru yang
diserang amat luas dapat terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan pada dada
daerah yang terkena serta dapat terjadi pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena.
Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus.(5.6)
Laboratorium
Kelainan labor tidak khas, pada keadaan lanjut dan sudah ada insufisiensi paru dapat
ditemukan polisitemia sekunder, anemia, leukositosis. Urin umumnya normal, kecuali sudah ada
amiloidosis terdapat proteinuria.
Radiologis
Gambaran foto dada bervariasi tergantung berat ringannya kelainan. Gambaran khas
untuk bronchiectasis menunjukkan adanya kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti
sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah yang terkena, biasanya hanya 13% kasus.
Bisa juga gambaran pneumonia, fibrosis dan kolaps (atelektasis), bahkan seperti gambaran paru
normal (7%).(2)
Kelainan faal paru
Kapasitas vital dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama terdapat tendensi
menurun, juga pada analisa gas darah, terjadi penurunan PaO2 yang menunjukkan abnormalitas
regional maupun difus distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
Tingkatan beratnya penyakit :
1. Bronkiektasis Ringan, batuk-batuk, sputum bisa hijau, hemoptisis ringan, pasien tampak sehat
dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
2. Bronkiektasis Sedang, batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat umumnya
warna hijau, serta berbau busuk, sering ada hemoptisis, pasien masih tampak sehat, fungsi
paru normal, jarang ada jari tabuh. Pada pemeriksaan fisik paru ada ronki basah kasar pada
daerah paru yang terkena, foto dada normal.
3. Bronkiektasis Berat, sputum produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau,
sering ditemukan pneumonia, hemoptisis, nyeri pleura. Bila ada obstruksi saluran napas akan
ditemukan adanya dispnea, sianosis, atau tanda kegagalan paru. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan ronki kasar pada daerah yang terkena. Pada foto dada ditemukan penambahan
bronchovascular marking, dan multiple cyst containing fluid levels (honey comb appearance)
Diagnosis
Diagnosis kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja. Diagnosis pasti
dapat ditegakkan apabila ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan
bronkografi, bronchogram dan CT-scan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan. CT-Scan
menjadi alternatif pemeriksaan karena tidak bersifat invasif dan hasilnya akurat, sensitivitas dan
spesifisitas lebih dari 95% ( 2,3)
Komplikasi
1. Bronkitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis
3. Pleuritis
4. Efusi pleura atau empiema
5. Abses metastase di otak
6. Hemoptisis
7. Sinusitis
8. Kor pulmonari kronik
9. Kegagalan napas
10. Amiloidosis
Pengobatan
1. Pengobatan Konservatif
• Pengelolaan Umum: Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien, memperbaiki
drainase sekret bronkus (melakukan drainase pustural, mencairkan sputum yang kental,
mengatur posisi tempat tidur pasien dan mengontrol infeksi saluran napas)
• Pengelolaan khusus: Kemoterapi , drainase sekret dengan bronkoskop,
• Pengobatan simptomatik: terhadap obstruksi bronkus, hipoksia, hemoptisis, dan demam.
2. Pengobatan pembedahan
Tujuan mengangkat (reseksi) segmen bronkus yang terkena, bronkiektasi yang terbatas
yang tidak respon dengan konservatif dan infeksi berulang. Kontra indikasi pada bronkiektasis
dengan PPOK, bronkiektasi berat, dan dengan komplikasi korpulmonal kronik dekompensata.
Pencegahan
1. Pengobatan dengan antibiotik
2. Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain
Prognosis
Tergantung berat ringan penyakit dan luas penyakit saat pasien pergi berobat pertama
kali, pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus berat
dan tidak diobati, prognosis jelek, survival tidak lebih dari 5-15 tahun. Kematian biasanya karena
pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis.(2,3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Prendergast TJ,MD &Ruoss SJ,MD. Pulmonary Disease.Pathophysiology of Disease: An
introduction to Clinical Medicine, Fourth Edition. International Edition 2003:219-259.
2. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi IV,
FKUI Jakarta, 2007: 1035-1039
3. Weiberger SE. Bronchiectasis. Harrison’s Principles of Internal Medicine Volume II. 16
edition New York: Mc Graw-Hill, 2005; 1541-1543
4. Fishman, A., Bronchiectasis in Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders .4th edition,
McGraw Hill. 2008
5. Weycker D, Edelsberg J, Oster G, et al: Prevalence and economic burden of bronchiectasis.
Clin Pulm Med 12:2005,
6. Patel IS, Vlahos I,Wilkinson TMA, et al: Bronchiectasis, exacerbation indices and
inflammation in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 170:400,
2004.
PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi
akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-
paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh
bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering
pneumonia bakterialis adalah bakteri positif gram, Streptococus pneumonia yang menyebabkan
pneumonia streptokokus. BakteriStaphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup
A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia
lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia
yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh mikroorganisme yang berdasarkan beberapa
aspeknya berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi
yaitu Pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang,
misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat
mengidap pneumonia Legionella (Elizabeth 2001).
Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam
dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri
yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikroorganisme dengan mencetuskan suatu
reaksi peradangan. Resiko untuk mengidap pneumonia seperti dijelaskan diatas lebih besar pada
para bayi, orang berusia lanjut, atau mereka yang mengalami gangguan kekebalan atau menderita
penyakit atau kondisi kelemahan lain. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme di paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan
oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis
dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis
menimbulkan respons imun dan peradangan yang paling mencolok, yang perjalanannya
tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus (Elizabeth 2001).
Etiologi Pneumonia
Menurut Reevers 2001, Etiologi pneumonia berdasarkan penyebabnya diantaranya adalah:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti :
Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti
pasien yang mengalami immunosupresi.
Tanda dan Gejala Pneumonia
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama
mencolok pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Gejala-gejala pneumonia
mencakup:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yangs erring produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat (untuk Streptococus pneumonia), merah muda
(untukStaphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk Pseudomonas
aeruginosa)
4. Krekel (bunyi paru tambahan)
5. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius
6. Nyeri pleura akibat peradangan dan edema
7. Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah perasaan sesak atau
kesulitan bernapas, yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas
8. Mungkin timbul tanda-tanda sianosis
9. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus, yang dapat menyebabkan
atelektasis absorpsi
10. Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler, atau
akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.
Klasifikasi Pneumonia
Pada masa lalu, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan
oleh Str. Pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti halnya M. pneumonia.
Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenza, S. aureus dan bakteri gram
negative memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumoniae, dan
bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.
pneumoniae. SebaliknyaLegionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang
bervariasi luas karena itu istilah tersebut tidak lagi dipergunakan (Dahlan 2006).
Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang
terjadi di rumah sakit Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang
berhubungan dengan pemakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia) dan yang didapat
di pusat perawatan kesehatan (Healthcare Associated Pneumonia). Dengan demikian pneumonia
saat ini dikenal dua kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan (PN) dan pneumonia
komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping kedua bentuk utama ini terdapat pula
pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai. Klasifikasi pneumonia yang lazim
dipakai adalah seperti terlihat pada tabel 1 yang didasarkan kepada faktor inang dan lingkungan.
Klasifikasi ini membantu penatalaksanaan terapi pneumonia secara empirik (Dahlan 2006).
Tabel 1 Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan
Pneumonia komunitas Sporadis atau endemik; muda atau orang tua
Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di rumah sakit
Pneumonia rekurens
Terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru
kronik
Pneumonia aspirasi Alkoholik dan usia tua
Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2006):
1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus
atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan
gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
2. Berdasarkan faktor lingkungan
Pneumonia komunitas
Pneumonia nosokomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun
Pneumonia hipostatik
3. Berdasarkan sindrom klinis
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama
mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta
pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan
jarang disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reevers (2001) :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme
penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau
kalangan orang tua.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme
seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan
bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang
ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi
anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
Penularan/perjalanan pneumonia
Penularan virus atau bakteri Pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada
beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit Pneumonia
(Anonim 2010). Hal ini diantaranya adalah :
1. Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS dan
para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes mellitus. Begitupula bagi
mereka yang pernah/rutin menjalani kemoterapy (chemotherapy) dan meminum obat
golongan Immunosupressant dalam waktu lama, dimana mereka pada umumnya memiliki
daya tahan tubuh (Immun) yang lemah.
2. Perokok dan peminum alkohol. Perokok berat dapat mengalami irritasi pada
saluran pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi muccus (riak/dahak),
Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat menyebabkan Pneumonia. Alkohol
dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya
tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi.
3. Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU). Pasien yang
dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’ sangat beresiko
terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung
(perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga
nafas (ventilator) maka potensial tinggi terkena Pneumonia.
4. Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal. Resiko tinggi dihadapi oleh para
petani apabila mereka menyemprotkan tanaman dengan zat kemikal (chemical) tanpa
memakai masker adalah terjadi irritasi dan menimbulkan peradangan pada paru yang
akibatnya mudah menderita penyakit Pneumonia dengan masuknya bakteri atau virus.
5. Pasien yang lama berbaring. Pasien yang mengalami operasi besar sehingga
menyebabkannya bermasalah dalah hal mobilisasi merupakan salah satu resiko tinggi
terkena penyakit Pneumonia, dimana dengan tidur berbaring statis
memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan menjadi media berkembangnya
bakteri.
Perangkat Diagnostik
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien
mengalami imunodefisiensi. Hal ini terutama berlaku pada pneumonia bakterialis.
Edema ruang interstisium sering tampak pada pemeriksaan sinar-X toraks.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum pra pengobatan dan mencakup:
Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis. Pneumonia lain dapat diobati dengan
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi bakteri sekunder.
Istirahat
Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
Teknik-teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi
risiko atelektasis
Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang diidentifikasi
dari biakan sputum
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pneumonia. http.blog dokter.com [14 desember 2011]
Elizabeth J. Corwin R. 2001. Handbook of pathophysiology. Jakarta: EGC
Hartanto H. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:Edisi 6, volume
2. Jakarta:EGC
Reevers, Charlene J, et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medica.
Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wijaya. 2008. Tuberkulosis. http://www.medicastore.com [11 Desember 2011].
Zul Dahlan. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.