dd bercak putih

34
DIFERENSIAL DIAGNOSIS KASUS BERCAK PUTIH Tabel Diferensial Diagnosis Skenario A gejala Penyakit Pitirias is versikol or Morbu s Hanse n vitilo go Pitiriasi s Alba Bercak putih pada kulit + + + + Bentuk bulat atau lonjong + + + + Sisik halus diamete r 1-3cm + + - - Muncul 4 bln lalu d punggun g + + + + Bercak kering berbeda rasa dari sekitar nya - + - - Tabel Diferensial Diagnosis Skenario B

Upload: fachruur

Post on 16-Nov-2015

89 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Dd Bercak Putih

TRANSCRIPT

DIFERENSIAL DIAGNOSIS KASUS BERCAK PUTIH Tabel Diferensial Diagnosis Skenario Agejala Penyakit

Pitiriasis versikolor Morbus Hansen vitilogo Pitiriasis Alba

Bercak putih pada kulit + + + +

Bentuk bulat atau lonjong + + + +

Sisik halus diameter 1-3cm + +- -

Muncul 4 bln lalu d punggung + + + +

Bercak kering berbeda rasa dari sekitarnya-+--

Tabel Diferensial Diagnosis Skenario BGejalaPenyakit

VitiligoP. VersicolorP. AlbaMH

Jenis kelamin (laki-laki ) + + + +

bercak-bercak putih + + - +/-

Bentuk bulat+ + + +

gatal +/- + - -

Disertai sisik halus - + + +

Di daerah lengan atas dan dada- + + +

Tabel Diferensial Diagnosis Skenario CGejalaPenyakit

VitiligoP. VersicolorP. AlbaMH

Jenis kelamin (laki-laki ) + + + +

Umur (27tahun)+ + + +

bercak-bercak putih + + - +/-

Bentuk bulat+ + + +

gatal +/- + - -

Disertai sisik halus - + + +

Diameter (1-3 cm)+ + + +

Di daerah lipatan- + + +

A. PITYRIASIS VERSICOLORDefinisiSuatu infeksi non-inflamasi kronik pada kulit, biasanya pada punggung yang disebabkan oleh jamur lipofilik (Malassezia furfur) yang ditandai dengan pertumbuhan bercak macula yang irregular, bervariasi dari putih pada kulit berpigmen hingga berwarna coklat atau merah pada kulit pucat. Pytiriasis versicolor merupakan infeksi superficial di stratum korneum yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur (biasanya oleh serovars A, yakni Malassezia globosa).Penyakit ini disebut juga sebagai Dermatomycosis furfuracea, Liver spot, Tinea versicolor, Tinea flava, Tinea alba, Achromia parasitica, Chromophytosis, Kleinenfechte, Hodi potsy, Cutaneus fungal infection. EpidemiologiPytiriasis versicolor adalah penyakit klasik yang biasanya timbul pada dewasa muda atau remaja pada masa pubertas dan berhubungan dengan perubahan hormonal dan peningkatan ekskresi sebum. Tetapi anak-anak tidak dikecualikan untuk dapat mengidap penyakit ini. Pria dan wanita, kemungkinannya sama untuk dapat menderita penyakit ini. Penyakit ini terlokalisir hanya di daerah superfisial dari kulit dan menyerang kulit yang masih intak.Penyakit ini sangat umum ditemukan pada daerah dengan kelembaban yang tinggi (iklim tropis), dan mempengaruhi 40% dari populasi. Di Amerika Serikat, Pytiriasis versicolor muncul lebih sering pada area dengan suhu yang tinggi dan kelembaban yang relatif tinggi pula. Oleh karena itu penyakit ini biasanya muncul pada musim panas dengan suhu yang tinggi. Prevalensi nasional di Amerika Serikat dari penyakit ini aalah 2-8% dari populasinya. Angka insiden pastinya, sulit untuk diukur, karena biasanya penderita enggan untuk memeriksakan diri.Meskipun pigmentasi kulit lebih mudah terlihat pada orang dengan kulit yang lebih gelap, insiden penyakit ini tetap sama pada semua ras. Di negara beriklim tropis, usia penderita bervariasi, namun umumnya lebih sering pada usia 10-19 tahun.PenyebabTinea versicolor disebabkan oleh Malassezia furfur. Adapun klasifikasi taksonominya adalah sebagai berikut: Kingdom: Fungi Phylum: Basidiomycota Class: Hymenomycetes Order: Tremellales Family: Filobasidiceae Genus : Malassezia Species: Malassezia furfurMalassezia furfur adalah salah satu flora normal pada 90% dewasa muda, dan dapat menyebabkan mikosis superfisial. Merupakan jamur dengan sifat lipofilik. Pada invivo, area tempat hidup koloni Malassezia furfur, kaya akan sekresi sebum. Sedangkan pada medium in vitro, Malassezia furfur membutuhkan suplemen asam lemak tertentu, misalnya dengan minyak zaitun, atau minyak sayur.

Gambar 1. Growth on medium overlaid with olive oil (Malassezia furfur).Malassezia furfur merupakan jamur dimorfik dengan bentuk yeast dan hifa pendek. Pada skin scraping, dapat ditemukan kedua bentuk tersebut yang tampak seperti gambaran spageti dan bakso (spaghetti-meatballs appearance).

Gambar 2. spaghetti-meatballs appearance.Bentuk sel Malassezia furfur bervariasi dari oval, sferis, hingga silindris. Ukurannya bervariasi pula dengan range antara 1.5-5.0 x 2.5-8.0 m. Meskipun beberapa fungi lebih bersifat pathogen dibanding fungi lainnya, status imunologis dari host tetap memberikan peranan penting dalam menentukan apakah jamur tersebut akan dapat menimbullkan masalah pada host-nya atau tidak. Begitu pula dengan Malassezia furfur. Dan imunitas host yang paling berperan disini adalah cell-mediated immunity.Patogenesis dan ImunitasSebelum memahami patogenesis Pytiriasis versicolor dalam hipopigmentasi kulit, sebaiknya dipahami terlebih dahulu proses pembentukan melanin oleh melanosom pada melanosit, seperti yang telah terjelaskan pbada skema dibawah:

Skema 1. Proses pembentukan melanin Malassezia furfur menyebabkan hipopigmentasi pada Pytiriasis versicolor (untuk orang berkulit gelap) dengan cara menghambat pengeluaran enzim tyrosinase dalam proses pembentukan melanin. Selain itu, tampak pula melanosom yang mengecil dan adanya hambatan transfer melanin dari melanosit ke keratinosit.Adapun rincian patogenesis hipopigmentasi pada hambatan melanogenesis adalah sebagai berikut. Malassezia furfur sangat menyukai lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan kaya akan lipid. Malassezia furfur ini kemudian akan mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan asam dekarboksilase yakni asam azeleic. Asam azeleic ini bersifat tyrosinase inhibitor, sehingga menghambat melanogenesis dan akhirnya terjadilah hipopigmentasi.Sedangkan pada Pytiriasis versicolor yang bermanifestasi pada adanya hyperpigmentasi pada orang yang berkulit pucat, diakibatkan oleh Malassezia furfur yang menginduksi pembesaran melanosom epidermal sehingga menyebabkan pembentukan melanin melebihi yang seharusnya diproduksi, sehingga terjadilah hiperpigmentasi. Gejala lain yang tampak pula adalah adanya scaling pada kulit yang diakibatkan oleh Malassezia furfur yang menyebabkan peningkatan epidermal turn over time.Pytiriasis versicolor bukanlah penyakit yang menular primer, dan perubahan bentuknya untuk menjadi pathogen tergantung dari beberapa factor predisposisi. Adapun beberapa factor yang mampu menginduksi (faktor predisposisi) Pytiriasis versicolor ini adalah sebagai berikut: Genetik Kelembaban yang meingkat (misalnya keringat yang berlebihan) Peningkatan ekskresi sebum Penyakit kronik Status penekanan imunitas Cushings syndrome atau penggunaan glukokortikoid jangka panjang Penggunaan minyak yang berlebihan Kehamilan

Gejala KlinisGejala klinis biasanya asimtomatis. Pytiriasis versicolor dapat timbul dalam 3 bentuk, yaitu: Bentuk 1: Merupakan gejala yang paling umum. Jumlah ruam banyak dengan batas tegas, sisik tipis, makula berbentuk bulat-oval, tersebar di daerah punggung, dan atau dada. Kerokan kulit pada daerah ruam, secara khas menggambarkan jumlah keratin yang banyak Bentuk 2: Bentuk ini lebih sering imbul pada orang dengan immunocompromised (daya tahan tubuh yang menurun). Ruam tersebar di daerah flexural, wajah, atau daerrah ekstremitas yang tersembunyi. Bentuk ini sifatnya membingungkan karena mirip dengan candidiasis, dermatitis seboroik, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatophytes. Bentuk 3: Bentuk ketiga dari infeksi oleh Malassezia furfur ini adalah keterlibatan folikel rambut. Kondisi ini khas terlokalisir di daerah dada, punggung, dan ekstremitas. Bentuk ini sulit untuk dibedakan dengan folikulitis bakteri. Bentukan dari Pytirosporum folliculitis adalah perifolikuler, papul eritematous, atau pustul Faktor predisposisinya termasuk diabetes, kelembaban yang tinggi, dalam pengobatan dengan steroid, atau terapi imunosupresan.DiagnosisDiagnosis berdasarkan gambaran klinis, lampu wood, dan pulasan KOH. Dengan lampu wood akan tampak warna kuning, atau kuning-oranye, atau kuning-kehijauan. Selain dengan lampu wood, digunakan pula kerokan kulit yang kemudian ditetesi dengan KOH 10%. Di bawah mikroskop akan tampak gambaran hifa dan spora yang tampak sebagai gambaran spaghetti dan bakso (spaghetti and meatball appearance). TerapiPytiriasis versicolor berespon baik terhadap terapi antijamur oral maupun topikal. Namun kebanyakan, pasien leih memilih pengobatan oral karena lebih mudah. a. Pengobatan topikalPengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten, obat yang digunakan: Selenium sulfide 1,8% dalam bentuk sampo 2-3 kali seminggu, obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 30 menit sebelum mandi. Salisil spiritus 10%. Turunan azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol, dan ekonazol. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%. Larutan tiosulfat natrikus 25%, dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu.b. Pengobatan SistemikPengobatan ini diberikan jika pemakaian obat topical tidak berhasil. Ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari. Itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau tidak responsive terhadap terapi lainnya.PrognosisMeskipun penyakit ini rekuren untuk beberapa pasien, dan lagipula merupakan penyakit kronik, kondisinya dapat disembuhkan dengan obat-obat diatas. Jadi, dengan kata lain prognosisnya baik.Pencegahan Menjaga kebersihan pasien dengan menjaga pola mandi minimal 2 kali sehari. Menggalakkan pola hidup bersih dan sehat pada pasien dan keluarga atau yang tinggal serumah dengan pasien. Misalnya dengan tidak menggunakan handuk secara bersama-sama, dan menjemur handuk sehabis memakai handuk, agar tidak tercipta suasana hidup yang baik untuk hidup jamur.

B. PITYRIASIS ALBADefenisi Pitiriasis alba adalah suatu dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya, ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang serta meninggalkan area depegmentasi.EtiologiMenurut para ahli diduga adanya infeksi Streptococcus, tetapi belum dapat dibuktikan dan ada pula yang menyebut sebagai akibat dari defisiensi nutrisi dan juga merupakan manifestasi dermatitis non spesifik, yang belum diketahui penyebabnya.

Gejala KlinikPitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tak teratur. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multiple 4 sampai 20 dengan diameter antara 0,5-2 cm. pada anak-anak lokasi lesipada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung, dan ekstensor lengan, tanpa keluhan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.HistopatologiPerubahan histopatologik hanya dijumpai adanya akantosis ringan, spongiosis degan hyperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Tidak adanya pigmen disebabkan karena efek penyaringan sinar oleh stratum korneum yang menebal atau oleh kemampuan sel epidermal mengangkut granula pigmen melanin berkurang.Pada pemeriksaan mikroskop electron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom.

PengobatanSkuama dapat dikurangi dengan krim emolien. Dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbones detergens 3-5% dalam krim atau salep, setelah dioleskan harus banyak terkena sinar matahari.

C. VITILIGODefinisiVitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit, seringkali bersifat progresif dan familial yang ditandai oleh makula hipopigmentasi pada kulit yang asimtomatik , Selain kelainan pigmentasi tidak dijumpai kelainan lain pada kulit tersebut. Kata vitiligo berasa dan bahasa lain vitellus yang berarti anak sapi, karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Istilah vitiligo mulai diperkenalkan oleh Celsus, seorang dokter Romawi pada abad ke-2.EpidemiologiDi seluruh dunia insidensnya rata-rata 1% (0,148,8%). Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin dengan perbedaan yang tidak bermakna. Sedangkan menurut Domonkos (1982), penyakit ini lebih sering diderita oleh orang kulit berwarna dan biasanya dengan derajat yang lebih berat. Penyakit dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi pada usia 1030 tahun. Menurut statistic, di Amerika Serikat 50% dan penderita vitiligo mulai timbul pada usia sebelum 20 tahun dan 25% pada usia di bawah 8 tahun.EtiologiPenyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Dari penyelidikannya, Lerner (1959) melaporkan 38% penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo. Sedangkan Eli Mofty (1968) beberapa factor pencetus terjadinya vitiligo antara lain :1. Factor mekanisPada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.2. Factor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A.Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpanjan sinar matahari atau UV A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpanjan.3. Factor emosi/psikisDikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stress psikis yang berat.4. Factor hormoralDiduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.PATOGENESIS Masih sedikit yang diketahui sehingga patofisiologi penyakit. Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis yang dianut, yang masing-masing lemahan yaitu :1. hipotesis autositoksikhipotesis ini berdasarkan biokimiawi melanin dan prekursornya. Dikemukakan bahwa terdapat produk antara dari biosintesis melanin yaitu monofenol atau polifenol. Sintesis produk antara yang berlebihan tersebut akan bersifat toksik terhadap melanosit. Lerner (1959) mengemukakan bahwa melanosit normal mempunyai proteksi terhadap proses tersebut, sedangkan pada penderita vitiligo mekanisme proteksi ini labil, sehingga bila ada gangguan, produk antara tersebut akan merusak melanosit dan akibatnya terjadi vitiligo. Hal ini secara klinis dapat terlihat lesi banyak dijumpai pada daerah kulit yang mengandung pigmen lebih banyak (berwarna lebih gelap). Juga hal ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja industry karet, plastic dan bahan perekat.2. Hipotesis neurohumoralHipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi seperti asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang dapat merusak melanosit ataupun menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan, maka sel melanosit di dekatnya akan rusak. Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental satu atau dua dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan gangguan saraf seperti pada daerah paraplegia, penderita polineuritis berat.3. Hipotesis imunologikVitiligo merupakan suatu penyakit autoimun; pada penderita dapat ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik, yaitu autoantibodi anti melanosit yang bersifat toksik terhadap melanosit. Dari hasil-hasil penelitian terakhir, tampaknya hipotesis imunologik yang banyak dianut oleh banyak ahli.KLASIFIKASI : Bermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Koga (1977) membagi vitiligo dalam 2 golongan yaitu :1. Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom2. Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatomBerdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Mosher (1987) membagi menjadi : 1) Tipe lokalisata, yang terdiri atas:a) Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah dan tidak segmental.b) Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih makula dalam satu atau lebih daerah dermatom dan selalu unilateral.c) Bentuk mukosal : lesi hanya terdapat pada selaput lendir (genital dan mulut)2). Tipe generalisata, yang terdiri atas :a). bentuk akrofasial : lesi terdpat pada bagian distal ekstremitas dan muka. b) Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus. c) Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atau hampir seluruh tubuh.Dapat pula terjadi bentuk-bentuk campuran atau bentuk-bentuk peralihan, misalnya dari bentuk lokalisata menjadi bentuk generalisata.MANIFESTASI/GEJALA KLINISMakula hipopigmentasi yang khas pada vitiligo berupa bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa milimeter sampai sentimeter, berbentuk bulat, lonjong, ataupun tak beraturan, dan berbatas tegas. Selain hipopigmentasi tidak dijumpai kelainan lain pada kulit. Kadang-kadang rambut pada kulit yang terkena ikut menjadi putih. Pada lesi awal kehilangan pigmen tersebut hanya sebagian, tetapi makin lama seluruh pigmen melanin hilang. Lesi vitiligo umumnya mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada daerah terpajan (muka, dada, bagian atas, punggung tangan), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah sekitar orifisium (sekitan mulut, hidung, mata dan anus), pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari jari, lutut, siku), daerah tibia anterior, daerah sekitar puting susu dan umbilikus.Daerah mukosa yang sering terkena terutama genital, bibir, dan gusi. Disamping itu dapat pula ditemukan bentuk-bentuk lain dari lesi vitiligo, antara lain :1. Trichome vitiligo : vitiligo yang terdiri atas lesi berwarna coklat, coklat muda dan putih.2. Vitiligo inflamatoar: lesi dengan tepi yang meninggi eritematosa dan gatal.3. Lesi linear

DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, dan ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood. Pemeriksaan histopatologi lesi vitiligo menunjukkan tidak dijumpainya melanosit dan granul melanin di epidermis; pewarnaan perak atau reaksi dopa, memberi hasil negatif. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat hilangnya melanosit, sedangkan pada tepi lesi sering dijumpai melanosit yang besar dengan prosesus dendritikus yang panjang; beberapa penulis menjumpai infiltrat limfositik di dermis. Pada lesi awal atau tepi lesi masih dapat dijumpai beberapa melanosit dan granul melanin. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.

PENATALAKSANAANPengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan pada penderita untuk menggunakan kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask,Pengobatan sistemik adalah trimetilpsoralen atau metoksi-psolaren dengan gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung ultraviolet gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah 0,6 mg/kg berat badan 2 jam sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai 1 tahun. Pengobatan psolaren secara topical yang dioleskan 5 menit selama penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pada beberapa penderita kortikosteroid potensi tinggi, misalnya betametason valerat 1% atau klobetasol propinat 0,05% efektof menimbulkan pigmen.PENCEGAHANUntuk pencegahannya terdapat beberapa tips penting yang harus kita jalankan. Yaitu hindari terpaan sinar matahari di siang hari, terutama pada pukul 10-15. Gunakan selalu pelindung kulit seperti baju panjang, payung dan kream anti UV. Kedua dengan cara menghindari trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi. Ketiga dengan selalu mengkonsumsi sayur dan buah yang kaya akan Vit.B, Vit.C,zat besi dan fosfor.

D. KUSTADefenisiPenyakit kusta adalah penyakit infeksi yang kronik yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tumbuh lainnya.PenyebabPenyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae , yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 18 mic, lebar 0,20,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA).Masa tunas penyakit KustaMasa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 25 tahun.Cara penularanPenyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :1. Faktor Sumber Penularan :Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB Ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.2. Faktor Kuman Kusta :Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.3. Faktor Daya Tahan Tubuh :Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut, Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit. 3 orang sembuh sendiri tanpa obat. 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.DiagnosaUntuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok atau cardinal signs pada badan yaitu :1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas.2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka.3. Adanya kuman tahan asam di dalam korekan jaringan kulit (BTA positif).Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai (suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat ditegakkan kusta atau penyakit lain. Untuk melakukan diagnose secara lengkap dilaksanakan hal-hal sebagai berikut:1. Anamnese.2. Pemeriksaan klinis yaitu :Pemeriksaan kulit.Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.3. Pemeriksaan bakteriologis.4. Pemeriksaan hispatologis.5. Immunologis.Klasifikasi1. Tujuan :Untuk menentukan regimen pengobatan.Untuk perencanaan opersional.2. Klasifikasi Pengobatan MDT.Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :a. Tipe PB (Pausi basiler).b. Tipe MB (Multi basiler).Sebelumnya telah dikenal beberapa klasifikasi seperti :a. Klasifikasi Madrid.b. Klasifikasi Ridley Joping.c. Klasifikasi India, namun klasifikasi ini tidak dipergunakan dalam P2 Kusta di lapangan.Kriteria penentuan tipeBerdasarkan Ridley-JopingGambaran klinik, bakteriologik, dan imunologik kusta Pausibasiler (PB)SIFATTUBERKULOID (TT)BORDERLINE TUBERCULOID (BT)INTERMEDIATE (I)

Lesi

BentukMakula sajaMakula dibatasi infiltratMakula dibatasi infiltratInfiltrat sajaHanya macula

JumlahSatu, dapat beberapaBeberapa atau satu dengan satelitSatu atau beberapa

DistribusiAsimetris Masih asimetrisVariasi

PermukaanKering bersisikKering bersisikHalus agak berkilat

BatasJelasJelas Dapat jelas atau dapat tidak jelas

AnestesiaJelasJelas Tak ada sampai tidak jelas

BTA

Lesi KulitNegatifNegative atau hanya positif 1Biasanya negative

Tes leprominPosiitif kuat (3+)Positif lemahDapat positif lemah atau negative

Gambaran klinik, bakteriologik, dan imunologik kusta Multibasiler (MB)SIFAT LEPROMATOSA (LL)BORDERLINE LEPROMATOUS (BL) MID BORDERLINE (BB)

Lesi

BentukMakula, infiltrat difusMakula, Plakat, PapulPlak, lesi berbentuk

JumlahTak terhitungSukar dihitungDapat dihitung

DistribusiSimetris Hampir simetrisAsimetris

PermukaanHalus berkilatHalus berkilatAgak kasar dan berkilat

BatasTak jelasAgak jelasAgak jelas

AnestesiaTidak jelasTidak jelasLebih jelas

BTA

Lesi KulitBanyak (ada globus)Banyak Agak banyak

Sekret HidungBanyak (ada globus)Biasanya negativeNegative

Tes leprominNegatifNegatifBiasanya negative

Klasifikasi berdasarkan WHO (1995):PBMB

1. Lesi kulit (makula datar, papul yang meninggi, nodus) 1-5 lesi Hipopigementasi/eritema Distribusi tidak simetris > 5 lesi Eritema Distribusi lenih simetris

2. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/ kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yag terkena) Hanya satu cabang sarafBanyak cabang saraf

Pemeriksaan KlinisPelaksanaan pemeriksaan terdiri dari :a. Pemeriksaan pandang (inspeksi),b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, danc. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.a. Pemeriksaan Pandang (Inspeksi).Tahap pemeriksaan.1. Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan petugas dan dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping telinga kakan, pipi kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan). Penderita diminta untuk memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf dibuka. Semua kelainan kulit diperhatikan.2. Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita diminta meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan menghadap kebawah, kemudian tangan diputar dengan telapak tangan menghadap keatas), telapak tangan, lengan bagian dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri, lengan kiri dan seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu ke sisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada dan perut).3. Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang sama.4. Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan dimulai lagi dari : Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat tungkai bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-bintil (nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan setiap penebalan kulit. Bilamana meragukan, putarlah penderita pelanpelan dan periksa pada jarak kira-kira meter.b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit.Pemeriksaan terhadap anestesi.Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba. Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya atau dengan menghitung sentuhan untuk bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain/karton. Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secarabergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anaesthesi. c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi.Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut n.auricularis magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan n.tibialis posterior.Pengobatan kustaa. Tujuan pengobatan1. Menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Pada penderita tipe Pb yg berobat dini dan teratur akan cepat sembuh tanpa menimbulkan cacat.Akan tetapi bagi penderita yg sudah dalam keadaan cacat permanen pengobatan hanya dapat mencegah cacat yg lebih lanjut. Bila penderita kusta tidak minum obat secara teratur,maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali,sehingga timbul gejala-gejalla baru pada kulit dan syaraf yg dapat memburuk keadaan. Disinilah pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur.2. Memutuskan mata rantai penularan dari penderita kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain. Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh,dan tanda-tanda penyakit menjadi kurang aktif danakhirnya hilang. Dengan hancurnya kuman mama sumber penularan dari penderita terutama tipe MB ke orang lain terputus. Selama dalam pengobatan penderita-penderita dapat terus bersekolah atau bekerja seperti biasa.Obat-obat yang digunakan DDS (Dapsone).a. Singklatan dari Diamino Diphenyl Sulfone.b. Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tablet.c. Sifat bakteriostatik yaitu menghalang/menghambat pertumbuhan kuman kusta.d. Dosis.Dewasa 100 mg/hari.Anak-anak 1-2 mg/kg berat badan/hari. Lamperene (B663) juga disebut Clofazimine.a. Kapsul warna coklat.Ada takaran 50 mg/kapsul dan100 mg/kaps.b. Sifat :Bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta.Anti reaksi (menekan reaksi).c. Dosis :50 mg perhari atau 100 mg selang sehari atau 3x100 mg perminggu. Rifampicin.a. Kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg.b. Sifat : Mematikan kuman kusta (Bakteriosid).c. Dosis :Kombinasi dengan DDS dengan dosis 10 mg/kg BB. Prednison.Obat ini digunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi. Sulfat Ferrosus.Obat tambahan untuk pederita kusta yang Anemia Berat. Vitamin A.Obat ini digunakan untuk menyehatkan kulit yang bersisik (Ichthiosis).Regimen pengobatan MDTRegimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang direkomendasikanoleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut :1. MDT untuk multibasilar (BB, BL, LL atau semua tipe dengan BTA positif) adalah: Rifampisin 600 mg setiap bulan DDS 100 mg setiap hari Klofazimin : 300 mg setiap bulan, diteruskan 50 mg sehari atau 100 mg selang sehari atau 3x100 mg setiap minggu.Kombinasi obat ini diberikan 2 tahun sampai 3 tahun dengan syarat bakteriosporis harus negative.2. MDT untuk pausibasiler (I, TT, BT) Rifampisin 600 mg DDS 100 mg setiap hari.Keduanya diberikan selama 6-9 bulan.