csr
DESCRIPTION
kosep CSR yang dipaparkan George meleTRANSCRIPT
Dalam mempelajari teori-teori CSR ada banyak literatur tentang pendekatan
teori CSR.Klonoski (1991) menyatakan ada 3 pendekatan mengenai CSR. Pendekatan
pertama ialah perusahaan hanya artefak legal dan tanggung jawab memaksimalkan
keuntungan ialah harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Yang kedua teori
dimana membela moral seorang dan menitikberatkan aka ide agen moral. Yang
terakhir Teori ketiga berdasarkan pemikiran bahwa dimensi sosial relevan terhadap
perusahaan, akar dari teori ini adalah teori-teori politik dan teori-teori etik.
Tak hanya itu Windsor dalam pendekatannya membagi tiga bagian. Yang
pertama Ethical responsibility theory yang merepresentasikan kebijakan pengendalian
diri perusahaan, memperhatikan kepentingan pihak lain dan kebijakan memperluas
hak publik untuk memperkuat hak-hak. Yang kedua adalah tanggung jawab ekonomi
yang bersifat minimal terhadap kebijakan publik dan yang terakhir adalah corporate
citizenship.
Namun dalam tulisan Mele hanya diklasifikasikan 4 bagian yaitu Corporate
Social Performance, Shareholder Value Theory, Stakeholder Theory dan Corporate
Citizenship Theory dalam usaha merangkum dan memberi pendekatan yang
komprehensif dari pemikir pemikir di atas.
Corporate Social Performance
Secara garis besar, Corporate Social Performance bisa diartikan bahwa bisnis
mempunyai tanggung jawab sosial diluar daripada tanggung jawab legal dan
ekonomi. Dengan kata lain, Corporate Social Performance adalah aksi filantropis
yang bermaksud menciptakan hasil yang baik bagi masyarakat dan meminimalisir
dampak buruk yang ditimbulkan perusahaan. Untuk bisa lebih mengerti apa yang
sebenarnya menjadi tanggung jawab dalam pendekatan teori Corporate Social
Performance, beberapa penulis menekankan bahwa tanggung jawab yang dimaksud
ialah pentingnya suatu perusahaan memperhatikan ekspektasi masyarakat terkait
kehadiran perusahaan tersebut.
Terkait ekspektasi tersebut, Harold R. Bowen memulai pertanyaan awal yaitu
apa yang sebenarnya menjadi tanggung jawab suatu perusahaan terhadap masyarakat?
Dalam tulisannya ia menjelaskan bahwa setiap businessmen mempunyai kewajiban
membangun kebijakan, menciptakan rumusan yang diinginkan dalam artian menjadi
tujuan atau nilai yang dianut masyarakat. Pada tahun 1970an, yang saat itu ada protes
terhadap kapitalisme yang menyangkut masalah sosial, ada perkembangan literatur
Corporate Social Performance yang patut diperhatikan bahwa social responsiveness
adalah salah satu aspek yang penting dalam meminimalisir hal-hal yang tidak
diinginkan. Ini menunjukkan mau tidak mau perusahaan harus proaktif dalam
mengatur segala kemungkinan resiko yang ada sehingga perubahan atau masalah
sosial dapat terhindarkan. Maka tak jarang ini yang disebut sebagai risk management.
Terlepas dari sejarah perkembangan literatur Corporate Social Performance,
salah satu teori yang lebih menampilkan teori Corporate Social Performance lebih
lengkap dan komprehensif adalah model yang dipaparkan oleh Wood. Ia menjelaskan
bahwa (i) prinsip csr diekspresikan dalam 3 level, institusional, organisasional dan
individual (ii) proses corporate social responsiveness (iii) hasil dari perilaku
perusahaan.
Dalam prinsip institusional atau bisa disebut prinsip legitimasi, Wood
menyampaikan alasan fondasi mengenai relasi antara kekuasaan perusahaan dengan
tanggung jawab perusahaan. Wood percaya seiring dengan adanya kekuasaan, suatu
perusahaan mempunyai tanggung jawab. Salah satu alasannya ialah bahwa kekuasaan
perusahaan menyebabkan dampak sosial yang dirasa masyarakat. Maka karena itu
formulasi kekuasaan-tanggung jawab tercipta dalam rumusan "Jumlah tangggung
jawab perusahaan terefleksikan dari jumlah kekuasaan yang dipunyai perusahaan"
Dengan kata lain semakin besar kekuasaan perusahaan, semakin besar juga tanggung
jawabnya. Terlepas dari pada itu tujuan dari prinsip instistusional adalah menganalisis
legitimasi perusahaan. Wood mengatakan bahwa masyarakatlah yang memberikan
legitimasi suatu perusahaan dapat beroperasi oleh karena itu jelas bahwa suatu
perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat.Dalam prinsip
organisasional atau prinsip tanggung jawab publik dijelaskan bahwa CSR harus turut
mengambil bagian dari kebijakan publik. Asumsi ini didasarkan bahwa bisni dan
masyarakat adalah 2 hal yang saling bergantung sama lain oleh karena itu CSR harus
peka akan pandangan masyarakat yang terefleksikan dalam kebijakan publik. Lalu
Prinsip Individual menjelaskan bahwa manajer adalah aktor moral dimana ia harus
mengerjakan tanggung jawab sosial.
Proses corporate social responsiveness bisa dikatakan adalah kumpulan
manajemen yang memperhitungkan dan mengatur hubungan antara stakeholder, baik
mengatur ketergantungan antara beberapa pihak maupun strategi isu eksternal. Dan
yang terakhir hasil dari perilaku perusahaan. adalah termasuk didalamnya dampak
sosial , program dan kebijakan sosial.
Salah satu kelemahan teori pendekatan CSP secara keseluruhan adalah tidak
mengadvokasikan motivasi moral dalam membangun legitimasi melainkan hanya
menekankan kontrol bisnis dengan memberi perhatian kepada tanggung jawab publik.
Tak hanya itu terliha beberapa penulis CSP kurang menekankan sisi etika dan hanya
menjelaskan ekspektasi sosial yang layaknya perusahaan harus ikuti.
Shareholder Value Theory
Teori ini berpegang teguh kepada kepercayaan dimana satu-satunya tanggung
jawab sosial perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan perusahaan yang sejalan
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu yang ingin dibela disini
adalah keuntungan para shareholder perusahaan maka pendekatan ini sering disebut
shareholder value-oriented.
Teori ini berakar pada teori ekonomi dan erat kaitannya dengan konsep
fundamentalism dari Klonoski dan economic responsibility theory dari Windsor.
Pendukung utama teori ini adalah Milton Friedman, bersama istrinya ia menyatakan:
“Dalam suatu perekonomian hanya satu tanggung-jawab sosial perusahaan yaitu
menggunakan sumberdaya dan melakukan kegiatan untuk meningkatkan profit
sepanjang patuh pada aturan main yang ditetapkan, yaitu berkompetisi secara bebas
dan terbuka tanpa melakukan kecurangan daan penggelapan”. (Friedman dan
Friedman, 1962 : 133).
Menurut Mele (2008), pada umumnya teori ini searah dengan Agency Theory yang
disampaikan oleh Ross (1973), Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa
pemilik perusahaan sebagai principal dan manajer sebagai agent, diperlukan
mekanisme insentif agar kepentingan ekonomi agen searah dengan principal dan
bertujuan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham.
Stakeholder Theory
Teori ini merupakan versi normatif yang didasarkan pada perspektif etika. Berbeda
dengan Shareholders Theory, Stakeholders Theory berpegang pada individual atau
kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan atau tuntutan (klaim) kepada
perusahaan. Berdasarkan perspektif ini istilah CSR mempunyai arti bahwa perusahaan
mempunyai kewajiban terhadap kelompok konstituen di dalam masyarakat selain
pemegang saham dan bukan hanya berkaitan dengan hukum dan hubungan serikat
pekerja. Konsep stakeholders theory menurut Freeman (1984) memberikan pemikiran
baru tentang strategic management, yaitu bagaimana perusahaan dapat menyusun dan
mengimplementasikan arah, merupakan normative theory yang mengisyaratkan
management mempunyai kewajiban moral untuk melindungi perusahaan secara
keseluruhan dan berhubungan dengan pencapaian tujuan melegitimasi seluruh
kepentingan stakeholders. Top management harus mengupayakan kesehatan
perusahaan yang memerlukan keseimbangan dari berbagai tuntutan stakeholders.
Dalam Stakeholders Theory, perusahaan harus dikelola untuk memberikan manfaat
pada stakeholders yaitu pelanggan, pemilik, karyawan, dan komunitas lokal serta
memelihara kemampuan hidup perusahaan. Berdasarkan teori ini, apabila dilihat
lingkup CSR secara luas maka Stakeholders Theory dapat dipertimbangkan sebagai
CSR Theory (Mele 2008 ).
Corporate Citizenship Theory
Teori ini berakar pada studi-studi politik. Windsor (2006) dan Klonoski (1991)
menyebut teori ini sebagai salah satu pendekatan kunci. Istilah "citizen" diambil dari
ilmu politik, berhubungan dengan hak dan kewajiban di dalam komunitas politik
sebagai bagian dari masyarakat.
Walaupun "corporate citizenship" seringkali berhubungan dengan harapan sosial
tetapi juga erat kaitannya dengan perspektif etika. Perusahaan seperti juga individu
merupakan bagian dan hadiah dari masyarakat yang menciptakan dan tanggung-
jawabnya sangat nyata sebagai entitas sosial. Menurut Caroll (1991), menjadi
corporate citizen yang baik adalah secara aktif terikat pada kegiatan atau program
untuk mempromosikan kesejahteraan manusia atau "nama baik" dan menjadi
corporate citizen yang baik secara global berhubungan dengan tanggung- jawab
filantropi yang merefleksikan harapan masyarakat global bahwa perusahaan akan
terikat pada kegiatan sosial yang tidak diharuskan oleh hukum dan secara umum
diharapkan perusahaan dari segi etika. Waddock dan Smith (2000) berpendapat
bahwa pada dasarnya citizenship adalah hubungan yang dikembangkan perusahaan
dengan stakeholders. Menjadi good corporate global citizen pada dasarnya adalah
respek kepada pihak lain, menjalin hubungan yang baik dengan stakeholders seperti
menjalankan usaha dengan sebaik-baiknya.
Kesimpulan
Setelah mereview keempart teori diatas, bisa dijelaskan bahwa semuanya
adalah penggambaran bagaimana perusahaan menanggapi isu CSR atau ada yang
beberapa menjadi teori normatif apa yang seharusnya perusahaan lakukan terhadap
masyarakat.
Terlepas dairpada itu, setiap negara punya prakarsa yang berbeda-beda dalam
menanggapi isu CSR. Dalam prakteknya Amerika erikat lebih condong ke arah share
holder model dan Jepang serta Eropa lebih ke arah stakeholder model.
Apabila kita melihat keempat teori ini sebagai teori normatif, perlu
diperhatikan setiap kelemaha satu sama lain, landasan filosofis disertai analisis
komprehensif mengingat setiap teori mempunyai aspek perhatian yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, dengan tulisan ini diharapkan kedepannya ada pengembangan
filosofis yang lebih baik dalam menjelaskan relasi anatara bisnis dan masyarakat