copd kel 1

Upload: jajardoank

Post on 02-Jun-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    1/12

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), yang juga dikenali

    sebagai Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), merupakan obstruksi saluran

    pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan dengan obstruktif

    bronkhiolitis dan destruksi parenkim (emfisema) atau kedua-duanya,

    kontribusi relatif yang mana bervariasi dari orang ke orang, perubahan struktur

    dan penyempitan jalan napas (GOLD, 2014).

    PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan

    HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung

    koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan (COPD

    International, 2004). Menurut Global Initiative for Obstructive of Lung

    Disease, PPOK merupakan penyebab kematian ke empat (GOLD, 2014).

    Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa sebanyak 210 juta manusia

    mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada

    tahun 2005 (WHO, 2007). Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan

    menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia (WHO, 2008).

    Menurut Depkes RI (2004) dalam Supari (2008), survei di lima rumah

    sakit propinsi di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa PPOK

    menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma

    bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Supari, 2008 dalam

    Nisa K, 2010).

    B.

    Tujuan Makalah

    Untuk mengetahui dan memahami definisi, etiologi, manifestasi klinis,

    patofisiologi dan managemen medis dari gangguan sistem respirasi COPD

    (PPOK).

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    2/12

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Definisi

    Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), yang juga dikenali

    sebagai Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), merupakan obstruksi saluran

    pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan dengan obstruktif

    bronkhiolitis dan destruksi parenkim (emfisema) atau kedua-duanya,

    kontribusi relatif yang mana bervariasi dari orang ke orang, perubahan struktur

    dan penyempitan jalan napas (GOLD, 2014). Penyakit Paru Obstruksi Kronis

    (PPOK) bukanlah penyakit tunggal, tetapi merupakan satu istilah yang

    merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan gangguan pada

    sistem pernafasan. Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu

    istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang

    berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran

    udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006

    dalam Nisa K, 2010).

    Sementara menurut Affyarsyah Abidin, Faisal Yunus dan Wiwien Heru

    Wiyono (2009), PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya

    reversibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang

    abnormal terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Kata progresif disini

    berarti semakin memburuknya keadaan seiring berjalannya waktu (National

    Heart Lung and Blood Institute, 2009 dalam Nisa K, 2010).

    Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk

    kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. The

    Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines

    mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan gangguan

    pernafasan yang ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi

    yang abnormal pada paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas

    yang berbahaya (GOLD, 2014).

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    3/12

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    4/12

    4

    logam padat, Poliklinikcylic aromatic hydrocarbons, produk dari jamur-

    jamuran, dan lain-lain. (Kenneth & William, 2003 dalam Nisa K, 2010)

    C. Patofisiologi

    Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan suatu kelompok gangguan

    pulmoner yang ditandai dengan adanya suatu obstruksi permanent

    (irreversible). Peradangan kronis adalah suatu respon dari terpaparnya paru

    dari bahan-bahan iritan seperti asap rokok yang dihisap, gas-gas beracun,

    debu, dan lain-lain, yang merusak jalan napas dan parenkim paru. PPOK

    diklasifikasikan menjadi subtipe bronchitis kronik dan emfisema, walaupun

    kebanyakan pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai

    batuk produktif kronis selama lebih dari 2 tahun dan emfisema ditandai oleh

    adanya kerusakan pada dinding alveola yang menyebabkan peningkatan

    ukuran ruang udara distal yang abnormal (PDPI 2011).

    Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berupa perubahan patologis

    dari jalan napas dimana respon yang terjadi adalah batuk yang kronis dan

    produksi sputum, lesi pada saluran napas yang lebih kecil akan menyebabkan

    obstruksi jalan napas dan kerusakan emfisematosa permukaan paru.

    Abnormalitas ini juga akan berakibat pada vaskularisasi pulmonal yang akan

    berkontribusi pada gagal jantung kanan. Meski lokasi dan penampakan lesi

    berbeda, patogenesisnya tetap ditentukan oleh proses inflamasi yang terjadi.

    (James & Marina, 2003 dalam Nisa K, 2010).

    Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada

    PPOK yang diakibatkan oleh bronkitis kronis dan empisema. Terjadinya

    peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi

    folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas

    mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil

    berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi,

    yang meningkat sesuai beratnya sakit. Peran specific growth factors, seperti

    transforming growth factor-(TGF-) yang meningkat pada saluran nafas

    perifer dan connective tissue growth factor (CTGF) belum jelas diketahui.

    TGF mungkin menginduksi fibrosis melalui pelepasan CTGF yang akan

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    5/12

    5

    menstimulasi deposisi kolagen dalam saluran nafas. (Putrawan & Ngurah Rai,

    2008 dalam Nisa K, 2010).

    Masuknya komponen-komponen rokok ataupun bahan-bahan iritan akan

    merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan

    silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus akan mengalami kelumpuhan atau

    disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan ini juga akan

    mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan

    mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

    Mukus ini kemudian akan berfungsi sebagai tempat perkembangan dari

    mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul

    peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi,

    terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

    memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya

    peradangan. (GOLD, 2014).

    Rokok dan bahan iritan tersebut juga akan merangsang terjadinya

    peradangan kronik pada paru. Rokok dan bahan iritan akan mengaktivasi

    makrofag yang kemudian akan melepaskan mediator inflamasi, melengkapi

    mekanisme seluler yang menghubungkan merokok dengan inflamasi pada

    PPOK. Neutrofil dan makrofag melepaskan berbagai proteinase kemudian

    akan merusak jaringan ikat parenkim paru yang menyebabkan hilangnya

    elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.

    Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi

    akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan

    demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di

    dalam paru dan saluran udara kolaps. (GOLD, 2014).

    Peranan sel T sitotoksik (CD8) belum jelas, mungkin berperan dalam

    apoptosis dan destruksi sel epitel dinding alveoli melalui pelepasan TNF.

    Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni

    peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen

    saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), dan limfosit CD 8+

    (dinding saluran nafas dan parenkim) (Corwin, 2009).

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    6/12

    6

    D. Manifestasi Klinis

    Gejala utama yang dijumpai pada PPOK adalah sesak nafas dan batuk

    kronik berdahak. Gejala awal bersifat episodik dan eksaserbasi akut ditandai

    dengan peningkatan produksi sputum dan nanah. Kehadiran mengi tidak

    penting untuk diagnosis, dan sputum tidak perlu purulen (Ali et all, 2010).

    COPD ditandai dengan penurunan progresif fungsi paru mempengaruhi

    kapasitas fungsional dan kualitas hidup sehari-hari (Ito dan Barnes,

    2009). Gejala PPOK adalah batuk, produksi sputum, mengi dan sesak

    napas. Gejala PPOK menyebabkan cacat yang perkembangannya secara

    bertahap selama bertahun-tahun. Sebagai suatu konsekuensi kegiatan yang

    berpengaruh dan berkualitas dikurangi (Karen Heslop, 2013).

    Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala

    eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi

    sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan

    gejala yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk

    produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga

    memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan

    tidur. Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua

    yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas

    yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum,

    batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik

    ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta

    gangguan status mental pasien (Riyanto, Hisyam, 2006 dalam Nisa K, 2010).

    Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala

    batuk, sputum yang produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan

    faktor risiko. Diagnosis memerlukan pemeriksaan spirometri untuk

    mendapatkan nilai volume forced expiratory maneuver (FEV 1) dan force vital

    capacity (FVC). Jika hasil bagi antara FEV 1 dan FVC kurang dari 0,7, maka

    terdapat pembatasan aliran udara yang tidak reversibel sepenuhnya (Fahri,

    Sutoyo, Yunus, 2009). Pada orang normal volume forced expiratory maneuver

    (FEV 1) adalah 28ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK adalah 50 - 80

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    7/12

    7

    ml. Menurut National Population Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK

    mengeluhkan bahwa sesak nafas yang mereka alami menyebabkan

    keterbatasan aktivitas di rumah, kantor dan lingkungan social (Abidin, Yunus,

    Wiyono, 2009 dalam Nisa K, 2010).

    E. Managemen Medis

    1. Pemeriksaan Fisik

    Penemuan pada pemeriksaan fisik dada adalah adanya obstruksi

    jalan nafas dan udara yang terperangkap. Penurunan suara nafas pada

    auskultasi yang disebabkan emfisema (Wilkins et all, 2007), mengi, dan

    bunyi jantung terdengar jauh, umum dijumpai pada pasien PPOK. Jika

    sangat parah, pasien mungkin menggunakan otot-otot bantuan respirasi

    dan mengerutkan bibir untuk meningkatkan efisiensi pernapasan. Sianosis

    juga dapat dijumpai (Ali et all, 2010). Tanda-tanda fisik PPOK biasanya

    hanya terlihat ketika gangguan fungsi paru sudah berat, dan nilai

    sensitivitas dan spesifisitas deteksi melalui pemeriksaan fisik tergolong

    rendah (GOLD, 2014).

    2.

    Pemeriksaan Tambahan

    a. Foto Polos Toraks

    Terlihat gambaran hiperinflasi dengan diafragma yang datar,

    pemanjangan siluet jantung, udara retrosternal meningkat dan tampilan

    hiperlusen. Jika ada, bula tampak sebagai daerah radiolusen dengan

    berbagai ukuran dan dikelilingi oleh garis tipis (Ali et all, 2010). Foto

    polos toraks juga berguna dalam mengeksklusikan diagnosa alternatif

    lain dan menilai adanya komorbiditas (GOLD, 2014).

    b.

    Tes Fungsi Paru (Spirometri)

    Tes fungsi paru diperlukan untuk diagnosis dan penilaian

    keparahan penyakit. Diagnosis PPOK membutuhkan nilai

    perbandingan VEP1 : KVP setelah pemberian bronkodilator. Rasio

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    8/12

    8

    2010). Penderita PPOK yang memiliki nilai spirometri yang hampir

    mirip bisa saja memiliki derajat patologi paru yang berbeda (Stockley,

    2007).

    c.

    CT (Computed Tomography) Scan Toraks

    Hanya dilakukan bila diagnosa PPOK diragukan, membantu

    dalam diagnosa banding, dan mampu menentukan komorbiditas lain.

    Bila ada indikasi untuk pembedahan (untuk mereduksi volume paru)

    diperlukan CT scan untuk menilai distribusi emfisema.

    d. Tes Volume Paru & Kapasitas Difusi

    Kapasitas total paru meningkat karena hiperinflasi dan pembatasan

    aliran udara. Penilaian dapat dilakuakan dengan pletismografi ataupun

    pengukuran volume paru dengan dilusi helium. Kapasitas difusi

    (DLCO) memberikan informasi mengenai dampak fungsional

    emfisema pada PPOK.

    e. Oksimeter dan Analisa Gas Darah Arteri

    Pengukuran saturasi oksigen dilaksanakan untuk menilai kebutuhan

    terapi oksigen (Wilkins et all, 2007). Semestinya pasien dengan VEP1

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    9/12

    9

    mengalami serangan (eksaserbasi) atau dalam keadaan stabil. Hal ini

    dikarenakan pentalaksanaan dari kedua jenis ini berbeda. Tujuan

    penatalaksanaan pada keadaan stabil antara lain mempertahankan fungsi

    paru, meningkatkan kualitas hidup dan terakhir mencegah eksaserbasi.

    Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di Poliklinik sebagai evaluasi

    berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan

    mencegah eksaserbasi.

    Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi pemberian obat-obatan,

    edukasi, nutrisi, rehabilitasi dan rujukan ke spesialis paru/rumah sakit.

    Dalam penatalaksanaan PPOK yang stabil termasuk disini melanjutkan

    pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru baik

    setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik lainnya, seperti

    pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah, kardiologi dll. Obat-obatan

    diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan

    mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan

    mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan

    yang digunakan antara lain:

    1. Bronkodilator

    Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan beta 2 agonis

    dengan golongan xantin. Masing-masing dalam dosis subobtimal,

    sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit sebagai dosis

    pemeliharaan. Contohnya aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinsi

    dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg

    2.

    Kortikosteroid

    Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam

    bentuk oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari,

    terutama bagi penderita dengan uji steroid positif.

    3. Ekspektoran

    Gunakan obat batuk hitam (OBH)

    4. Mukolitik

    Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    10/12

    10

    5.

    Antitusif

    Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.

    Manfaatkan obat-obatan yang tersedia sesuai dengan perkiraan

    patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan

    waktu pemberian untuk menghindari efek samping obat.

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    11/12

    11

    F. WOC (Web of Caution)

    Pencetus

    ( Atsma, Bronkhitis kronis, Emfisema)Rokok dan Polusi

    InflamasiPPOK

    Perubahan anatomis parenkim paruSputum

    meningkat

    Pembesaran alveoli

    Hiperatropi kelenjar

    mukosa

    Batuk

    Dx : Ketidakefektifan

    Bersihan Jalan Nafas

    (00031)Penyempitan saluran udara

    secara periodik

    Ekspansi paru menurun

    Infeksi

    Kompensasi tubuh untuk

    memenuhi kebutuhan oksigen

    dengan meningkatkan frekuensi

    Hipoksia

    Leukosit meningkat

    Peningkatan kerja

    otot pernafasan

    Imun menurun

    Kontraksi otot pernafasan

    penggunaan energi untuk

    pernafasan meningkat

    Sesak

    Kuman patogen &

    endogen Difagosit

    makrofag

    Dx : Ketidakefektifan

    Pola Nafas (00032)

    Dx : Intoleransi

    Aktivitas (00092)

    Dx : Ketidakseimbangan

    Nutrisi : Kurang dari

    Kebutuhan Tubuh (00002)

    Anoreksia

    Dx : Gg. Pertukaran

    Gas (00030)

    Pernafasan

    abnormal

    Ganguan ADL

    Keletihan

  • 8/10/2019 COPD kel 1

    12/12

    12

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang dikenal

    sebagai Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu istilah

    yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung

    lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara

    sebagai gambaran patofisiologi utamanya.Gejala utama yang dijumpai pada PPOK adalah sesak nafas dan

    batuk kronik berdahak. Gejala awal bersifat episodik dan eksaserbasi akut

    ditandai dengan peningkatan produksi sputum dan nanah. Kehadiran

    mengi tidak penting untuk diagnosis, dan sputum tidak perlu purulen.

    Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan suatu kelompok

    gangguan pulmoner yang ditandai dengan adanya suatu obstruksi

    permanent (irreversible). Peradangan kronis adalah suatu respon dari

    terpaparnya paru dari bahan-bahan iritan seperti asap rokok yang dihisap,

    gas-gas beracun, debu, dll yang merusak jalan napas dan parenkim paru.

    Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi pemberian obat-obatan,

    edukasi, nutrisi, rehabilitasi dan rujukan ke spesialis paru/rumah sakit.

    Obat-obatan diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit

    dan mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan

    mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan

    yang digunakan dalam penatalaksanaan COPD/PPOK adalah

    bronkodilator, kortikosteroid, ekspektoran, mukolitik, dan antitusif.

    B. Saran

    Dengan di buatnya makalah ini di harapkan memberikan informasi

    bagi maha sisiwa, sehingga nantinya mampu memahami tentang penyakit

    sistem respirasi yang salah satunya adalah Chronic Obstructive Pulmonary

    Disease (COPD). Makalah ini juga dibuat dengan harapan bisa bermanfaat

    sebagai bahan pembelajaran dalam penanganan kasus COPD.