fraktur kel 1
DESCRIPTION
asuhan keperawatan frakturTRANSCRIPT
Makalah Study Kasus Sistem Muskuloskeletal “ Fraktur Terbuka Supracondilar ”
Disusun oleh :Kelompok 3
Alfiana Suci Annisa magfuroh Egi Abdul WahidI’anatul Barirah
Muhammad Farhan Muhammad Ikhwan
Nurul Husna Risma Budiyanti
Wensil Okta Promalia
Program Study Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta2011
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak. Fraktur
yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius
distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai
faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur
banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri
(transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.
Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses
penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,
hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang
anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga
dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada
orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada
anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah
pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga
epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang
akan berhenti.
B. Kasus :
An A, adalah anak laki yang berumur 8 tahun. Ia terjatur dari sepeda.dari hasil
pemeriksaan didapatkan hasil X-ray fraktur terbuka supercondilar. 2 Hari paska masuk
RS dilaksanakan pemasangan pen. Keluarga tampak cemas. Beberapa minggu kemudian
ia dipasang gips untuk imobilisasi. Darah terpasang gips dikeluhkan sedikit gatal
Bab II
Pembahasan
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price, 1995). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat
dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges,
2000). Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
Jadi, dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah
kerusakan kontinuitas tulang, tulang rawan, epifisis atau tulang rawan sendi yang
biasanya dengan melibatkan kerusakan vascular dan jaringan sekitarnya yang ditandai
dengan nyeri, pembengkakan, dan tenderness.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, 2000).Sedangkan menurut Linda Juall C (1999) Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus (Mansjoer, Arif, 2000).Sedangkan menurut Sjamsuhidayat (2004) Fraktur
humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma
langsung maupun tidak langsung.
Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam
melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan
membumbung ke atas.Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan
dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang.
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan
tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan
penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur.Pada kelahiran presentasi kepala dapat
pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang
humerus oleh tulang pelvis.Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.
B. Klasifikasi Fraktur
Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :
1. Fraktur Suprakondilar humerus
Klasifikasi Fraktur Suprakondilar Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan
bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada
suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior
dari fragmen proksimalnya.
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan
bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus
mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi
yang disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri
radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan
tanda-tanda klinis adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness,
Puffyness, Paralyses).
2. Fraktur interkondiler humerus
Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur
kondiler medialis humerus
3. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur spiral
(fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)
4. Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput humeri)
dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum)
C. Manifestasi Klinik
Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang
tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena
fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling
berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
D. Proses Penyembuhan Fraktur
Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan dengan
cara (Syamsu Hidayat : 1997) :
1. Pembidaian Physiologik
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan
spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.
2. Pembidaian secara orthopedi eksternal
Ini digunakan dengan gips dan traksi.
3. Fiksasi internal
Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi
asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat.
Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut,
yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat
diperbaiki tetapi prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru.
Proses tersebut terjadi empat tahap yaitu:
1. Pembentukan prokallus/Hematoma
Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada
daerah fraktur yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul di
sekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan
sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan
terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast
yang berasal dari lapisan dalam periosteum dan endosteum.
2. Pembentukkan Kallus
Selama 4 – 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruang-ruangan
yang kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang
berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada akhir minggu kedua.
3. Osifikasi
Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya
akan diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan
menghubungkan kedua sisi yang patah.
4. Kallus Formation
a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang
b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
5. Remodeling
Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis
cedera.
Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus:
1. Penyambungan yang lambat
Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.
Penyebab:
1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan.
2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
3) Immobilisasi yang tidak efisien.
4) Infeksi terjadi pada lokasi.
5) Kondisi gizi pasien buruk.
2. Non union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama.
Penyebab antara lain :
1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang
menjembatani fragmen.
2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau
penyebab sitemik yang lain).
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu:
1. Faktor local
a. Sifat luka atau berat utama
b. Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan.
c. Jumlah tulang yang hilang
d. Tipe tulang yang cedera
e. Derajat imobilisasi yang terkena
f. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan.
g. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur.
2. Faktor klien
a. Usia klien
b. Pengobatan yang sedang dijalani.
c. Sistem sirkulasi.
d. Gizi
e. Riwayat penyakit
Dampak mobilisasi akibat fraktur terhadap sistem tubuh
1. Sistem respiratory
Kurangnya pergerakan akan mengakibatkan kurangnya rangsang batuk,
kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan bertumpuk pada bronchi dan
bronchioles.
2. Sistem Integumen
Kehilangan integritas kulit disebabkan karena gesekan, tekanan, pergeseran
jaringan satu dengan yang lain. Penghambatan sirkulasi ke jaringan, adanya
infeksi, trauma, berkeringat.
E. Patofisiologi
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 :
356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil,
karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan
dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk
membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy
konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan
pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka,
fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi internal.
(Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari
imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan
oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi,
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346). Pada
reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192). Pembedahan yang dilakukan
pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth,
2002 : 2304).
F. Komplikasi
Menurut Long, B.C. (1996) komplikasi fraktur adalah :
1. Sindrom Kompartemen
Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang
dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari
dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah
parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik.
Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi.
2. Kerusakan Saraf
Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan
oleh gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.
3. Iskemik
Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya
termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang dengan
demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan
mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik
sehingga terjadi kontraktur.
Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips.
Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.
4. Emboli
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-
sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan
sistem saraf pusat.
Gejalanya : Sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan
petechieare pada kulit dan conjungtiva.
Serangan : 2-3 hari setelah cedera.
Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian oksigen,
transfusi darah untuk mengatasi shock hipovolemik, berikan diuretik, bronkhodilator,
cortico- steroid dan imobilisasi yang baik serta penanganan yang cermat dapat
mencegah terulangnya masalah.
5. Nekrosis Avaskuler
Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga
aliran darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.
6. Osteomyelitis
Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-
sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim
proteolitik.
Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.
Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.
Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka
G. Pemeriksaan diagnostic
1. Foto Rontgen
Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Selain itu, dapat pula dilihat
kondisi fraktur, seperti adanya tulang yang tumpang-tindih, retak, dan sebagainya.
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. X – Ray
Prosedur ini penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan musculoskeletal.
Berikut beberapa jenis X – Ray :
X-Ray tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan
hubungan tulang.
X-Ray multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang
diperiksa
X-Ray korteks tulang menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan
tanda iregularitas.
X-Ray sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, spur,
penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
3. CT- Scan
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. Digunakan
untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit
dievaluasi dengan cara menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
4. Artrografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran
pergerakannya sementara itu diambil gambar sinar-X serial. Artrogram sangat
berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau
ligament penyangga lutut, bahu, tumit, panggul, dan pergelangan tangan.
5. Bone Scan
Merupakan cairan radioisotop yang dimasukkan melalui vena. Sering dilakukan pada
tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur.
6. Absorpsiometri foton tunggal dan ganda
Merupakan uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada
pergelangan tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi menggunakan
alat densitometri ini.
7. Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovium untuk
membantu menentukan penyakit tertentu. Tempat biopsi harus dipantau mengenai
adanya edema, perdarahan, dan nyeri.
Bisa juga dengan pemeriksaan
1. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4. Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
Pemeriksaan lain:
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
3. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
4. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
5. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
H. Penatalaksanaan
Gips
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi
keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang
ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang
melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah
satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.
Gips dalam bahasa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of
paris , dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di
alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air.
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan
kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000) gips adalah balutan ketat
yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe
plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal
yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan
tipe plester atau fiberglass.
Indikasi
1. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips
korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti operasi pada
skoliosis tulang belakang.
3. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan
fraktur tertentu pada orang dewasa.
4. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes ekuinovarus
kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai sebab.
5. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
6. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu
operasi misalnya pada artrodesis.
7. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah operasi tendo
Achilles.
8. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
2. Gips patah tidak bisa digunakan.
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
4. Jangan merusak atau menekan gips.
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
Kelebihan
Kelebihan pemakaian gips adalah :
1. Mudah didapatkan.
2. Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
3. Dapat diganti setiap saat.
4. Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.
5. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka
selama imobiliasi.
6. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut tertentu.
7. Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat dilakukan
walaupun gips terpasang.
8. Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.
Kekurangan
Di samping kelebihannya, terdapat pula beberapa kekurangan pemakaian gips
yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada pembuluh
darah, saraf atau tulang itu sendiri.
2. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mungkin dapat
terjadi.
a. Disus osteoporosis dan atrofi.
b. Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
c. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
Perawatan Gips
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah :
1. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
2. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang teratur, tergantung dari
lokalisasi pemasangan.
3. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.
Jenis-jenis Gips
Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang
dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:
1. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan
telapak tanga, dan melingkar erat didasar ibu jari.
2. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai
disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak
lurus.
3. Gips tungkai pendek. Gi[s ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki,
kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,
4. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha
sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
5. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai
telapak untuk berjalan
6. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh
7. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips
spika tunggal atau ganda)
8. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan sik
9. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips
spika tunggal atau ganda)
Bahan-bahan gips meliputi:
1. Plester. Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus . gulungan krinolin
diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah
terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan
pembalut yang kaku . kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan
waktu 24-72 jam untuk mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap ,
berdenting, tidak berbau,dan kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan
kusam, perkusinya pekak, terba lembab, dan berbau lembab.
2. Nonplester. Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air
ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih
ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan
terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai
kekuatan kaku penuhnya hanya dalam beberapa menit.
3. Nonplester berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari . gips ini tidak
menjadi lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat
dikeringkan dengan pengering rambut.
Pemasangan gips
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
1. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
2. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
3. Baskom berisi air hangat
4. Gunting perban
5. Benkok
6. perlak dan alasnya
7. waslap
8. pemotong gips
9. kasa dalam tempatnya
10. alat cukur
11. sabun dalam tempatnya
12. handuk
13. krim kulit
14. spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
15. padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
Teknik pemasangan gips, yaitu:
1. siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan
2. siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips
3. daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun,
kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit
4. sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan
dokter selama prosedur
6. Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di
pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan
di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
7. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-
gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air
dalam gips.
8. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar
mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut,
lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips.
Dianjurkan dalam jarak yang tetap(kira-kira 50% dari lebar gips) Lakukan dengan
gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian
tubuh.
9. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.
10. Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
11. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan
diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada
gips.
Pelepasan gips
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
1. Gergaji listrik/pemotong gips
2. Gergaji kecil manual
3. Gunting besar
4. Baskom berisi air hangat
5. Gunting perban
6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7. Sabun dalam tempatnya
8. Handuk
9. Perlak dan alasnya
10. Waslap
11. Krim atau minyak
Teknik pelepasan gips, antara lain:
1. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2. Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengenai kulit
3. Gips akan di belah dengan menggunakan gergaji listrik
4. Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips
5. Potong bantalan gips dengan gunting
6. Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
7. Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau
minyak
8. Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuhsesuai program terapi
9. Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic perban jika
perlu untuk mengontrol pembengkakan
Perawatan Anak Dengan Gips Di Rumah
Gips terbuat dari berbagai jenis bahan yang berbeda dan digunakan pada bagian
tubuh yang berbeda pula. Gips dipasang pada anak agar area yang cedera dapat
sembuh dengan baik. Perawatan gips akan sedikit bervariasi, bergantung pada jenis
gips yang dipasang.
Sebelum gips dipasang, bahan yang halus digunakan untuk melindungi kulit.
Kemudian gips dipasang diatas bahan tersebut . pada saat pertama, gips akan terasa
hangat, hal ini akan berakhir selama kira-kira 10 sampai 15 menit. Gips plester akan
tetap basah selama beberapa jam, sedangkan gip fiberfglass akan kering dalam 30
menit. Jangan memasukkan apapun ke dalam gips pada waktu pengeringan atau
sesudahnya. Selama waktu pengeringan, sentuh gips sedikit mungkin. Bila memang
harus menyentuhnya, gunakan telapak tangan, bukan jari. Membalikkan anak yang
memakai gips tubuh plester sedikitnya setiap 2 jam akan membantu pengeringan gips,
jangan menggunakan pemanas atau pengering. Kipas angin reguler dapat digunakan
untuk mensirkulasi udara di cuaca lembab.
Periksa kulit sekitar gips dengan sering. Beritahu profesional kesehatan bila
terjadi hal-hal berikut:
Kebas
Nyeri yang tidak hilang
Bau
Perasaan aneh
Perubahan suhu
Cairan mengalir dari gips
Gips menjadi lunak, patah, atau retak
Jari tidak terlihat pada tepi gips setelah perbaikan talipes.
Bila yang dipakai adalah gips lengan atau kaki, periksa warna jari tangan atau
jari kaki. Jari-jari tersebut harus hangat bila disentuh. Bila kulit diarea ini sedikit
ditekan dan dilepaskan, warnanyaharus kembali dengan cepat. Untuk membantu
mencegah pembengkakan, tinggikan lengan atau kaki yang digips di atas tinggi
jantung anak dengan mengistirahatkan gis di atas beberapa bantal atau selimut. Bila
lengan di gips, sling dapatt membantu menyokong lengan di siang hari dan bantal
dapat digunakan di malam hari. Untuk gips kaki, pada malam hari longkarkan
penutup di tempat tidur dan tempatkan beberapa bantal diatas kaki untuk mencegah
selimut menekan jari kaki.
Beberapa gips kaki (penyangga berat badan) dibuat sedemikian rupa agar
anak dapat berjalan dengan gips. Bila jenis gips ini tidak dapat digunakan, anak yang
lebih besar dapat diajarkan bagaimana caranya berjalan dengan kruk. Bila kruk
diperlukan, ikuti pedoman professional kesehatan untuk ukuran dan bantalan yang
tepat dari kruk.
1. PERAWATAN KULIT
Selama gips terpasang, perawatan khusus diperlukan untuk menjaga agar kulit
disekitar gips tetap sehat. Bagian belakang kaki dapat teriritasi bila anak memakai
gips kaki yang pendek, dan kulit antara ibu jari dan jari telunjuk sering menjadi
masalah pada pemakaian gips lengan, bila gips bergesekan dengan kulit, plester dapat
digunakan untuk menutupi tepi gips plester yang kasar. Hal ini disebut petalling dan
mencakup langkah-langkah berikut:
a. Gunakan balutan adesif atau potong plester dengan ukuran panjang 7,5 cm dan lebar
2,5 sampai 5 cm untuk menutupi tepi gips yang tajam
b. Plesterkan satu ujungnya di bagian dalam gips.
c. Plesterkan ujung yang lain di bagian luar gips hingga menutupi tepi gips.
d. Ulangi dengan plester yang lain. Lakukan sampai semuatepi garis tertutup untuk
membuat permukaan halus.
2. GATAL
Terkadang kulit dibawah gips akan terasa gatal. Jangan menempatkan apapun di
bagian dalam gips untuk menggaruk kulit. Anak-anak sering berusaha untuk
memasukkan garpu, pisau, remah-remah, sisir, dan objek-objek lain dalam gips. Beri
tahu professional kesehatan bila ada objek yang masuk ke dalam gips. Bila kulit gatal,
beberapa hal dapat dilakukan untuk membuat anak merasa lebih nyaman, antara lain:
a. Meniupkan udara dingin dari pengering rambut kedalam gips
b. Usap lengan atau kaki yang berlawanan.
c. Usap-usap kulit di sekitar tepi gips.
3. MANDI
Anak-anak dengan gips tubuh dan gips tungkai penuh harus mendapat mandi
kompres. Anak dengan gips tungkai bawah atau lengan dapat dimandikan atau dapat
mandi shower bila gips tertutup dengan baik atau tidak terkena air. Gips harus tetap
kering. Gips dapat ditutupi dengan penutup plastik atau penutup gips tahan air.
Penutup harus dilepaskan dan disimpan dengan aman setelah mandi atau shower. Bila
gips plester menjadi basah, gips akan melunak dan memerlukan penggantian. Bila
gips fiberglass menjadi basah, maka gips tersebut masih dapat dikeringkan secara
seksama dengan kipas angin atau pengering rambut dilingkungan yang dingin. Bila
menggunakan pelapis gips, anak dapat membasahi gips tersebut.
4. PERAWATAN GIPS
Permukaan gips fiberglass dapat dengan mudah dibersihkan dengan lap basah.
Namun, plester gips tidak dapat dibersihkan. Bila gips dipakai dalam waktu lama,
kain penutup seperti kaos kaki yang besar dan ketat atau bagian dari stocking jaring-
jaring yang ketat dapat digunakan untuk melindungi gips. Penutup ini dapat dicuci
dan diganti. Bila menggunakan, penutup tersebut harus kain dan bukan plastik agar
udara dapat bersirkulasi melalui gips.
5. GIPS SPIKA (GIPS TUBUH)
Gips tubuh dirancang untuk menjaga agar panggul dan paha anak tidak bergerak.
Perawatan khusus harus dilakukan, karena gips tersebut menutupi abdomen anak
(area lambung) dan anak biasanya tidak dapat bergerak. “jendela” dapat dibuat pada
gips untuk memungkinkan lambung berekspansi setelah makan. Area genital akan
tetep terbuka untuk memungkinkan anak berkemih dan defekasi tanpa mengotori
gips. Untuk melindungi gips, penutup plastik dapat dilekatkan pada gips mengitari
lubang ini. Hal ini memungkinkan urin dan feses mudah untuk dibersihkan. Pada tepi
lain dari gips dapat dilkukan petalling untuk menjaga agar tepi gips yang kasar tidak
mencederai kulit anak. Bantalan kapas yang tersedia di toko alat kecntikan, juga dapat
digunakan sebagai bantalan sekali pakai dibagian dalam tepi gips.
Anak harus diangkat dengan ditopang dibawah bahu dan panggul. Mungkin
diperlukan dua orang untuk mengangkat dengan aman bayi yang lebih besar dan
anak. Ketika mengangkat, jangan memutar tubuh anak. Jangan pernah menggunakan
papan yang membuat kaki teregang untuk mengangkat anak. Tekanan pada papan ini
dapat merusak gips. Gips baru harus dipasang bila gips yang terpasng sudah sangat
rusak.
Karena anak tidak dapat bergerak banyak, mungkin diperlukan perubahan diet.
Tiga masalah yang dapat terjadi dengan gips tubuh adalah konstipasi, penambahan
berat badan yang berlebihan, dan tersedak. Bayi yang lebih besar dan anak harus
diberikan cairan ekstra dan diet tinggi serat, seperti buah segar, sayuran, kacang, dan
gandum seperti oatmeal dan roti. Bila diet tidak membantu, dapat digunakan pelunak
feses ringan.
Untuk mencegah penambahan berat badan berlebihan, hindari minuman bergula
dan permen, karena dapat menambahkan kalori “kosong” dan membuat anak tidak
mau makan makanan yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan.
Tersedak juga merupakan masalah. Jangan pernah memberi anak anggur,
gandum, kacang atau hot dog utuh karena makanan-makanan tersebut dapat membuat
anak tersedak. Beri tahu anak untuk mengunyah makanan dengan cermat.
6. PELEPASAN GIPS
Bila cedera sudah sembuh, maka gips akan dilepas. Gipss dilepas dengan getaran
yang cepat dari pemotong gips. Meskipun mesin pemotong tersebut membuat suara
bising keras yang dapat menakutkan, namun hanya sedikit kemungkinan bagi anak
untuk terluka karenanya. Tetapi, tetap siapkan anak untuk menghadapi pengangkatan
gip ini. Bila mungkin tunjukkan pada anak bagaimana alat pemotong bergetar dan
beri kesempatan padanya agar terbiasa dengan kebisingan itu. Beri tahu anak bahwa
mungkin akan terdapat rasa geli yang akan ia alami ketika alat pemotong ittu
digunakan.
Kulit akan tampak kering, pucat, dan keras ketika gips dilepas. Untuk melunakkan
dan melepaskan kulit yang mati, cuci kulit dengan air hangat dan gunakan lotion
pelembab kulit. Jangan menggosok kulit untuk menghilangkan kulit kering. Bila kulit
yang lama sudah terkelupas, maka kulit yang baru akan tumbuh.
Pemasangan Pen
Pen adalah implant yang dipasang pada tulang dengan maksud untuk
mempertahankan kedudukan tulang dalam posisi yang benar (anatomis) sampai
proses penulangan terjadi .
Tujuan pemasangan pen agar penderita lebih cepat melakukan aktifitas
sehabis operasi dengan bantuan atau tanpa bantuan alat bantu. Banyak jenis pen
yang dipakai di bidang Orthopedi, tergantung dari jenis tulang dan jenis patahan
tulangnya, oleh sebab itu pada kasus yang berbeda sudah pasti jenis pen yang
dipasang berbeda.
Di pasaran yang ada saat ini pen terbuat dari stainless steel atau titanium,
sudah terbukti bahwa titanium lebih bagus dari stainless steel , karena reaksi
penolakan tubuh hampir tidak ada dibanding stainless , lebih ringan dan lebih
kuat, daya adhesi terhadap kuman lebih rendah dibanding stainless,sehingga
memang Titanium lebih baik dari pada stainless, cuma saja harganya cukup
mahal, dan stock di pasaran sedikit sehingga harus di pesan dulu, sehingga untuk
kasus emergensi agak sulit kita lakukan. Kalau untuk kasus patah jari tangan dan
kaki memang di pasaran sudah banyak digunakan.
Di bawah ini contoh jenis pen yang di pasang pada operasi tulang
Pada pen yang seperti contoh pada gambar umumnya terbuat dari stainless,
dimana sifat reaksi penolakan tubuh lebih banding titanium dan daya adhesi
kuman pada permukaan lebih tinggi,sehingga di anjurkan bila tulang sudah
menyambung pen di lepas saja.
Keuntungan pelepasan pen adalah : membuat daya elastis tulang yang
terpasang pen kembali seperti semula, tulang lebih kuat, mencegah terjadinya
reaksi penolakan tubuh terhadap pen.
Sebaiknya pen dilepas setelah tulang menyambung (rata-rata pada 2 1 tahun),
apalagi pada anak-anak harus dilepas segera karena dapat mengganggu
pertumbuhan tulang , khusus pada orang lanjut usia bila tidak ada keluhan tidak
perlu, tapi lebih baik di lepas bila ada keluhan.
I. Pengkajian terhadap pasien
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
pendidikan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna
D,1995).
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
8. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
9. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
1. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
k. Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
h. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
i. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b. Cape au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau
konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya.
3. Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op
fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada
pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan
aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ;
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai
berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang
Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien
tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang
tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk
bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri.
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan
beberapa aktivitas tanpa dibantu.
Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih
kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai
akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang
mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
-luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
-Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/
mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.
d. d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas
pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen
pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu
ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasif dan kerusakan kulit
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan :
a. mengurangi rasa cemas keluarga terhadap kondisi anaknya
b. keluarga pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan anaknya.
Kriteria Hasil :
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit anaknya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan keluarga
tentang penyakit anaknya.
b. Berikan penjelasan pada keluarga tentang penyakit dan kondisi
anaknya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisi anaknya sekarang,
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
Bab IIIPenutup
KesimpulanFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus (Mansjoer, Arif, 2000).
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.
Penatalaksanaan dengan Perawatan awal harus melibatkan imobilisasi dari siku
terluka dalam 20-30 ° dari fleksi untuk mencegah perpindahan tambahan atau kerusakan
neurovaskular sampai seorang ahli bedah ortopedi dapat mengevaluasi pasien. Pasien
dengan patah tulang umumnya memerlukan obat-obatan nyeri narkotik. Acetaminophen
atau acetaminophen dengan kodein untuk kontrol nyeri
Asuhan Keperawatan :
Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit
Daftar Pustaka
Wong and whaley’s Clinical manual of Pediatric Nursing, ed 4 1996, mosby, st. Alouis
Hidayat,Aziz Alimul A (2006), Pengantar ilmu keperawatan anak hal 141-142 , Salemba Medika ,Jakarta
Brunner dan Suddarh’s, Keperawatan medilak bedah Ed. 8 Vol. 3 Hal : 2357