copd - copy
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di dunia. Pengobatan PPOK sekarang ini untuk
mengobati dan mengurangi gejala – gejala yang timbul, sebagaimana mengurangi
risiko lebih lanjut yaitu eksaserbasi.
Epidemiologi PPOK yaitu dimana pada tahun 2000, WHO memperkirakan
274.000 kematian seluruh dunia oleh PPOK. PPOK terus meningkat prevalensi
dan kematiannya dengan luasnya penggunaan tembakau.
PPOK merupakan suatu penyakit yang bersifat ireversibel. Ireversibel ini
terjadi akibat hilangnya elastic recoil paru akibat kerusakan pada alveolus dan bisa
juga terjadi akibat penyempitan saluran pernafasan. Selain itu PPOK juga bersifat
progresif. Orang yang menderita PPOK pada usia muda itu terjadi karena
defisiensi alfa 1 antitripsin, sedangkan pada orang usia tuam dikarenakan
penggunaan rokok yang berlangsung lama. Faktor risiko utama yang menjadi
penyebab terjadinya PPOK adalah rokok. Dimana perokok pasif lebih tinggi
risiko terkena PPOK dibandingkan perokok aktif. Ini dikarenakan pada perokok
aktif, asap yang dihirupnya tidak melalui filter terlebih dahulu terutama asap yang
berasal dari ujung rokok. Selain itu, asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif
juga bercampur dengan sisa respirasi dari perokok aktif.
Yang membedakan asthma dengan PPOK dapat dilakukan dengan uji
bronkodilator. Dimana pada PPOK akan terdapat perubahan apabila dilakukan uji
bronkodilator. Pada pasien PPOK, sebaiknya jika ingin melakukan kegiatan
olahraga sebaiknya harus dihindari olahraga yang memerlukan pergerakan dari
ekstremitas atas. Terapi utama PPOK adalah pemberian Bronkodilator yang Short
Acting dan Long Acting. Short Acting Bronkodilator diberikan pada eksaserbasi
akut sedangkan Long Acting yang dikombinasikan dengan Kortikosteroid
diberikan pada pasien dengan kondisi yang stabil. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa pasien PPOK akan mendapatkan terapi bronkodilator dan kadang-kadang
beberapa sumber mengatakan kortikosteroid juga berpengaruh, sehingga kita
harus mempertimbangkan beberapa aspek dari terapi jangka panjang tersebut yang
meliputi efek samping dari obat tersebut dan juga tingkat kemampuan ekonomi
dari pasien tersebut.
Terapi non-farmakologi yang utama dilakukan pada penderita PPOK ialah
menghentikan penggunaan rokok. Berdasarkan sumber yang didapat, dikatakan
bahwa apabila seorang perokok berhenti dari kebiasaannya merokok dalam kurun
waktu satu tahun, maka resiko terkena penyakit akibat rokok akan menurun
sampai 50%.
Definisi,eti,epi,GK,komplikasi,dd,prognosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, yang digambarkan dengan terbatasnya aliran udara persisten
yang bersifat progresif dan dihubungkan dengan respon inflamasi kronik pada
jalan nafas dan adanya gas dan partikel – partikel yang berbahaya di paru – paru.
Eksaserbasi dan faktor komorbit menambah keparahan pada individu.
Definisi ini tidak dipakai untuk bronkitis kronik dan emfisema dan tidak
termasuk asthma (terbatasnya aliran udara yang dapat diperbaharui).
Epidemiologi PPOK yaitu dimana pada tahun 2000, WHO memperkirakan
274.000 kematian seluruh dunia oleh PPOK. PPOK terus meningkat prevalensi
dan kematiannya dengan luasnya penggunaan tembakau.
Gejala – gejala PPOK yaitu :
Dispnea
Batuk kronik
Produksi sputum kronik
Spirometri diperlukan untuk membuat diagnosa PPOK, adanya suatu post-
bronkodilator FEV1/FVC < 0,70 menunjukkan adanya batasan aliran udara
persisten dan terjadilah PPOK.
Di seluruh dunia, kebanyakan ditemukan faktor risiko PPOK adalah
merokok tembakau. Polusi udara luar, pekerjaan dan polusi udara di dalam
ruangan merupakan hasil pembakaran yang merupakan faktor risiko lain. Perokok
pasif juga dapat menderita PPOK.
Faktor genetik yang ditemukan pada PPOK adalah defisiensi alfa – 1
antitripsin.
Faktor risiko terjadinya PPOK dihubungkan dengan total beban partikel – partikel
yang dihirup seseorang seperti :
Asap rokok tembakau termasuk rokok, pipa cangkelong, cerutu dan jenis –
jenis rokok tembakau lain yang terkenal di banyak negara seperti
environmental tobacco smoke (ETS)
Polusi udara di dalam rumah dari sisa bahan bakar yang digunakan untuk
memasak dan ventilasi yang sempit, merupakan faktor risiko yang
mempengaruhi wnaita di negara berkembang.
Debu pekerjaan dan bahan – bahan kimia (asap, bahan – bahan iritan,
dan uap) ketika terpapar sangat lama.
Polusi udara luar juga berperan dalam masalah di paru – paru, walaupun
kecil kemungkinan sebagai penyebab terjadinya PPOK.
Sebagai tambahan, banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan paru – paru
selama masa gestasi dan anak – anak (berat bayi lahir rendah, infeksi paru – paru,
dan lain – lain) yang berpotensi meningkatkan risiko seseorang menderita PPOK.
Suatu diagnosa klinis PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang
dispnea, batuk kronik dan menghasilkan sputum dan memiliki riwayat terpapar
faktor risiko terjadinya PPOK.
Dispnea bersifat progresif (semakin lama semakin parah), dan semakin memberat
saat beraktivitas dan persisten.
Batuk kronik dapat terjadi secara intermiten dan dapat juga tidak menghasilkan
sputum.
Produksi sputum yang kronik biasanya mengindikasikan terjadinya PPOK.
Riwayat terpapar faktor risiko seperti asap rokok, asap dari memasak dan
bahan bakar lainnya, debu pekerjaan dan bahan – bahan kimiawi.
Riwayat keluarga yang menderita PPOK.
Spirometri diperlukan untuk membuat diagnosa klinis PPOK, adanya
postbronkodilator FEV1/FVC <0,70 menunjukkan adanya batasan aliran udara
yang persisten dan mengindikasikan terjadinya PPOK.
Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang mulai dari apa yang dikenal
sebagai pink puffers sampai blue bloaters. Tanda klinis utama pada pink puffers
adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti.
Biasanya dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan semakin lama
semakin berat. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan nafas
sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak berotot. Pada
perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffer dapat berlanjut menjadi bronkitis
kronik sekunder. Dada pasien berbentuk tong; diafragma terletak rendah dan
bergerak tak lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan sedangkan kor
pulmonale jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir.
Gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi minimal sehingga dengan
hiperventilasi, penderita pink puffers biasanya dapat mempertahankan gas-gas
darah dalam batas normal sampai penyakit ini mencapai tahap lanjut. Paru
biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total (TLC) dan volume residu
(RV) sangat meningkat.
Pada keadaan PPOK yang ekstrem yang lain didapatkan pasien-pasien
blue bloaters. Pasien ini biasanya mendertita batuk produktif dan berulang kali
mengalami infeksi pernafasan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun
sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea
pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik. Pasien-pasien ini memperlihatkan
gejala berkurangnya dorongan untuk bernafas; mengalami hipoventilasi dan
menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio ventilasi/ perfusi juga tampak sangat
berkurang.
Perjalanan klinis PPOK yang khas adalah berlangsung lama, dimulai pada
usia 20-30 tahun sengan “batuk merokok” atau “batuk pagi” disertai pembentukan
sedikit sputum mukoid. Infeksi pernafasan ringan cenderung berlangsung lebih
lama dari biasanya pada pasien-pasien ini. Meskipun mungkin terdapat penurunan
toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena
berlangsung dalam jangka waktu lama. Akhirnya serangan bronkitis akut makin
sering timbul, terutama pada musim dingin, dan kemampuan kerja pasien
berkurang, sehingga waktu mencapai usia 50-60an, pasien mungkin harus
berhenti bekerja. Pada pasien dengan tipe emfisematosa yang mencolok,
perjalanan klinis tampaknya tidak begitu lama, yaitu tanpa riwayat batuk
produktif; dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat pasien
menjadi sangat lemah.
Bila timbul hiperkapnia, hiposekmia, dan kor pulmonale, prognosisnya buruk dan
biasanya kematian terjadi beberapa tahun sesudah timbul penyakit. Gabungan
gagal nafas dan gagal jantung yang dipercepat oleh pneumonia merupakan
penyebab kematian yang lazim.
Pink Puffer Blue Bloater
PERBANDINGAN TIPE – TIPE KLINIS PPOK
GAMBARAN PINK PUFFER
(EMFISEMATOSA)
BLUE BLOATER
(BRONKITIS KRONIK)
Awitan Usia 30 – 40 tahun Usia 20-an dan 30-an;
batuk akibat rokok
Usia saat diagnosis 60 tahun 50 tahun
Etiologi -genetik
-merokok
-polusi udara
-merokok
-polusi udara
-cuaca
Sputum Sedikit Banyak sekali
Dispnea Relatif dini Relatif lambat
Rasio V/Q Ketidakseimbangan V/Q
minimal
Ketidakseimbangan V/Q
nyata
Bentuk tubuh Kurus dan langsing Gizi cukup
Diameter AP dada Sering berbentuk tong Tidak bertambah
Patologi anatomi paru Emfisema panlobular Emfisema sentrilobular
banyak ditemukan
Pola pernafasan Hiperventilasi dan dispnea
yang jelas, dapat timbul
pada waktu istirahat
Sering terjadi
hipoventilasi, berakibat
hipoksia dan hiperkapnea
Volume paru FEV1 rendah, TCL dan
RV meningkat
FEV1 rendah, TCL
normal dan RV
meningkat sedang
PaCO2 Normal atau rendah (35 –
40 mmHg)
Meningkat (50 - 60
mmHg)
PaO2 65 – 75 mmHg 45 – 60 mmHg
SaO2 Normal Desatuirasi tinggi karena
ketidakseimbangan V/Q
Hematokrit 35 – 45 % 50 – 55 %
Polisitemia Hemoglobin dan
hematokrit normal sampai
tahap akhir
Sering terjadi peningkatan
hemoglobin dan
hematokrit
Sianosis Jarang Sering
Kor pulmonale Jarang, kecuali tahap akhir Sering, disertai banyak
serangan
Penilaian PPOK yaitu :
Gejala
Derajat batasan aliran udara (menggunakan spirometri)
Risiko eksaserbasi
Komorbid
Nilai gejala : pertanyaan yang valid seperti COPD Assessment Test (CAT) atau
the Modified British Medical Research Council (mMRC).
Nilai derajat batasan aliran udara mengunakan Spirometri
Klasifikasi Derajat Batasan Aliran Udara pada PPOK
Pada pasien dengan FEV1/FCV<0,70
GOLD 1 Ringan FEV1≥ 80% prediksi
GOLD 2 Sedang 50%≤ FEV1<80% prediksi
GOLD 3 Berat 30%≤ FEV1<50% prediksi
GOLD 4 Sangat berat FEV1<30% prediksi
Nilai risiko eksaserbasi : suatu eksaserbasi PPOK digambarkan sebarai suatu
kejadian akut digambarkan dengan memburuknya gejala pernafasan pasien yang
hari demi hari berbeda dan dapat berubah dalam pengobatan. Prediksi tebaik
terjadinya eksaserbasi ( 2 atau lebih per tahun) merupakan riwayat sebelumnya
diobati, risiko eksaserbasi juga meningkat sebagaimana memburuknya batasan
aliran udara.
Nilai Komorbid :penyakit jantun pembuluh darah, osteoporosis, depresi dan
kecemasan, disfungsi otot skeletal, sindroma metabolik dan kanker paru
merupakan penyakit yang sering terjadi pada pasien PPOK.
Penilaian gabungan PPOK :
Gejala :
Gejala sedikit (mMRC 0 -1 atau CAT <10) : pasien (A) atau (C)
Gejala banyak (mMRC ≥ 2 atau CAT ≥ 10) : pasien (B) atau (D)
Batasan aliran udara :
Risiko rendah (GOLD 1 atau 2) : pasien (A) atau (B)
Risiko tinggi (GOLD 3 atau 4) : pasien (C) atau (D)
Eksaserbasi :
Risiko rendah (≤ 1 kali per tahun) : pasien (A) atau (B)
Risiko tinggi (≥ 2 kali per thaun ) : pasien (C) atau (D)
Pasien Karakteristik Klasifikasi
spirometri
Eksaserbasi
per tahun
mMRC CAT
A Risiko rendah
Gejala sedikit
GOLD 1-2 ≤1 0 – 1 <10
B Risiko rendah
Gejala banyak
GOLD 1-2 ≤1 ≥2 ≥10
C Risiko tinggi
Gejala sedikit
GOLD 3-4 ≥2 0 - 1 <10
D Risiko tinggi
Gejala banyak
GOLD 3-4 ≥2 ≥2 ≥10
Diagnosa Banding PPOK :
PPOK Onset usia pertengahan
Gejala berjalan lambat dan progresif
Adanya riwayat merokok dan terpapar asap rokok
Asthma Onset pada anak – anak
Gejala bervariasi dari waktu ke waktu
Gejala memburuk pada malam hari / pagi hari
Ada alergi dan rinitis
Ada riwayat keluarga menderita asthma
Gagal jantung kongestif Foto toraks adanya pembesaran jantung dan edema
paru
Tidak ada batasan aliran udara
Bronkiektasis Volume sputum purulen yang banyak
Dikarenakan infeksi bakteri
Adanya dilasi bronkial
Tuberkulosis Onset pada semua usia
Pada foto toraks ada infiltrasi paru
Konfirmasi ke bagian mikrobiologi
Bersifat lokal
Bronkiolitis Onset usia muda dan tidak perokok
Ada riwayat rheumatoid artritis dan paparan debu
akut
Pada CT-scan terdapat gambaran hiperdense
Panbronkiolitis difus Sering terjadi pada orang Asia
Kebanyakan pada laki – laki dan tidak perokok
Disertai sinusitis kronik
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal nafas : gagal nafas kronik dan gagal nafas akut pada gagal nafas
kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal nafas kronik :
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dab PCO2 > 60 mmHg dan pH normal.
Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik ditandai oleh :
- sesak nafas dengan atau tanpa sianosis
- sputum bertambah dan purulen
- demam
- kesadaran menurun
Infeksi berulang : pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuknya koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi
berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi rendah ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah.
Kor pulmonal : ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 % dapat
disertai gagal jantung kanan.