citra - kemenkeu.go.id · direktorat jenderal pajak ..... 1 2 di balik simpel, terobosan sistem...
TRANSCRIPT
CITRA
CATATAN INSPIRASI TRANSFORMASI
Inovasi dan Terobosan untuk
Inspirasi Perubahan
Penerbit
Balai Pustaka
KEMENTERIAN KEUANGAN
Catatan Inspirasi Transformasi Inovasi dan Terobosan untuk Inspirasi Perubahan
Diterbitkan oleh
Penerbit dan Percetakan
PT Balai Pustaka (Persero)
Jalan Bunga No.8-8A, Matraman Jakarta Timur
Tel. 021-8583369 Faks. 021-8583369
Website: http://balaipustaka.co.id
BP No. 6610
No KDT. 371.3
Cetakan ke-1 : 2015
Penyusun : Tim Central Transformation Office
Editor : Tim Central Transformation Office
x + 197 hlm.; 14,8 x 21 cm
ISBN: 978-602-260-054-1
Kerjasama Penerbit antara PT Balai Pustaka ( Persero )
dan Central Transformation Office Kementerian Keuangan RI
Copyright © 2015 Kementerian Keuangan RI
ii
TIM KERJA
CENTRAL TRANSFORMATION OFFICE
KEMENTERIAN KEUANGAN
Disclaimer:
Buku Catatan Inspirasi Transformasi (CITRA) merupakan kontribusi dari
seluruh jajaran pegawai Kementerian Keuangan berdasarkan pengalaman,
kisah, atau inovasi pegawai Kementerian Keuangan. Isi merupakan
perspektif individu masing-masing kontributor dan tidak mencerminkan
pendapat Kementerian Keuangan.
Central Transformation Office mengompilasi cerita, dan menyajikan Buku ini
sebagai bagian dari upaya untuk membangkitkan semangat seluruh
pegawai Kementerian Keuangan dalam rangka menyukseskan program
Transformasi Kelembagaan.
iii
Daftar Isi
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
Pengantar Menteri Keuangan ............................................................... vii
1 MPN-Info, Aplikasi Seputar Penerimaan - Ichdyan
Thalasa, dikisahkan oleh Muhammad Yogi Iskandar,
Direktorat Jenderal Pajak ........................................................ 1
2 Di Balik SIMPeL, Terobosan Sistem Informasi Di Bidang
Pengadaan - Rachman Sukri, Sekretariat Jenderal ............ 6
3 RTPA Online, Solusi Minimalis Proses Bisnis
Kerumahtanggaan - Andi Nur Syamsudin, Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan ................................... 12
4 MAS Kohir Tercinta: Sebuah Testimoni Pengguna Aplikasi -
Suyamto, dikisahkan oleh Wellfrietd Sitompul, Direktorat
Jenderal Pajak .......................................................................... 17
5 Langkah Mudah Tanpa Biaya, Tapi Berarti Bagi Kita - Tim
Pengelolaan LP2P, dikisahkan oleh Dianita
Wahyuningtyas, Inspektorat Jenderal ................................... 22
iv
6 Menjinakkan Dokumen Hardcopy - Mohammad Tsani
Annafari, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ...................... 28
7 Pemberdayaan Masyarakat Melalui Customs Goes to
Kampoung - Panca Putra Jaya, Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai ................................................................................... 33
8 Inovasi Jemput Bola Via Operasi Pasar dan Surat Setoran
Pajak - Jhonny Ricardo Simanjuntak, Direktorat Jenderal
Pajak ............................................................................................ 40
9 Ferrari dan McLaren - Andy Prijanto, Direktorat Jenderal
Pajak ............................................................................................ 46
10 SIPERBAN, Sistem Informasi Pengurangan, Keberatan dan
Banding - Hiqma Nur Agustiningsih, Direktorat Jenderal
Pajak ............................................................................................ 51
11 Kini, Proses Bisnis Jadi Lebih Mudah dan Teratur dengan
ALMIRA - Yunis Kripsiawan Watuaji, Sekretariat Jenderal .. 57
12 Penggunaan Drone dan Foto Udara dalam Kegiatan
Penggalian Potensi Pajak - Bambang Wijono, Direktorat
Jenderal Pajak ........................................................................... 62
13 Membangun Komunikasi Pasca Otonomi Daerah -
S.Sentot Wardoyo, Direktorat Jenderal Pajak ...................... 68
14 Lahirnya Digital Signature dalam Bentuk PIN pada SPM
sebagai Langkah Peningkatan Keamananan Transaksi
Keuangan Elektronik Pemerintah - Dody Dharma
Hutabarat, dikisahkan oleh Windasena Winarno,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ................................... 74
15 Triple One - I Putu Sudiana, Direktorat Jenderal Pajak ....... 79
16 Memanfaatkan SIMDA Untuk Mengoptimalkan
Penerimaan Pajak - La Masikamba, Direktorat Jenderal
Pajak ............................................................................................ 85
v
17 Formulir Pelayanan: Upaya Sederhana Menjamin Kualitas
Pelayanan - Toupik Kurohman, Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai ................................................................................... 90
18 Sepenggal Kisah MATAPPA - Agusman, Direktorat
Jenderal Pajak ........................................................................... 96
19 Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja di
Kementerian Keuangan - Marudut R. Napitupulu,
Sekretariat Jenderal .................................................................. 100
20 Sepenggal Kisah TPT Offline - Fahmi Harzi, dikisahkan
oleh Hasan, Direktorat Jenderal Pajak .................................. 107
21 Menu Mesin Antrian Terpadu Layanan Satu Atap - Yogi
Bekti Swasana, Direktorat Jenderal Perbendaharaan ....... 112
22 Kumpulan Modul Satker - Andika Rohman Prasetia,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ................................... 117
23 Rekonsiliasi Eksternal KPPN Vs Satker Melalui Email - Nur
Abdul Haris, Direktorat Jenderal Perbendaharaan ............ 123
24 Work Effectively with Community - Ardiyanto Basuki,
dikisahkan oleh Hasan, Direktorat Jenderal Pajak .............. 128
25 Tim Kreatif - Dian Handayani, Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko ................................... 134
26 Buka Hati Buka Pikiran - Agus Suharsono, Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan ................................... 139
27 Assessment Center: Salah Satu Pilar Merit System
Kementerian Keuangan - Zuraida Retno Pamungkas,
dikisahkan oleh Anang Rohmawan, Sekretariat
Jenderal ...................................................................................... 144
vi
28 AGREGAT: Pemanfaatan Data Perpajakan Jadi Mudah -
Khoiril, Tomi Wardana, Susanto, Dhilalurrahman,
Direktorat Jenderal Pajak ......................................................... 150
29 Rapat Kecil, Awal Transformasi untuk Indonesia - Sarimin,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ................................... 156
30 Meniti Jalan Setapak Menuju Kesempurnaan - Eko
Purbono, Sekretariat Jenderal................................................. 162
31 Kisah Sebuah Kantor Kecil di Kota Besar - Yetty Yulianty,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ....................................... 169
32 Inovasi Proses Bisnis Melalui Desain Flowchart dan
Infografis dalam Rangka Transformasi Kementerian
Keuangan - Syena Idfilandu, Sekretariat Jenderal ............. 175
33 Inspirasi Transformasi melalui e-Auction DJKN
Kementerian Keuangan - Tim e-Auction, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara .................................................... 180
34 Satgas Penanganan Faktur Pajak yang Tidak
Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya - Nur Fathoni,
Direktorat Jenderal Pajak ......................................................... 187
35 Penerapan Sistem Informasi dalam Program
Perencanaan Peraturan Perundang-undangan dengan
Aplikasi SIMFONI – Bakhtiar Amaludin, dikisahkan oleh
Yunis Kripsiawan Watuaji, Sekretariat Jenderal .................... 193
vii
Pengantar Menteri Keuangan
Melalui kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada para
pegawai Kementerian Keuangan yang telah menunjukkan dedikasi yang
tinggi melalui berbagai inovasi yang telah memberikan manfaat bagi para
pemangku kepentingan. Berbagai inovasi dan terobosan yang dihasilkan
merupakan wujud kepedulian dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
mewujudkan Kementerian Keuangan yang lebih baik. Di samping itu, inovasi
yang dilakukan menunjukkan bahwa pegawai Kementerian Keuangan
memiliki semangat yang tinggi dalam melaksanakan transformasi.
Kisah-kisah yang terangkum di dalam buku Catatan Inspirasi
Transformasi ini diharapkan mampu memicu dan memacu semangat segenap
pegawai Kementerian Keuangan untuk senantiasa melakukan transformasi
yang berorientasi pada outcome di dalam pelaksanaan tugasnya. Berbagai
keberhasilan inovasi dan terobosan yang dikisahkan di dalam buku ini
diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi unit lain untuk melakukan inovasi
dan terobosan serupa.
viii
Semangat perubahan yang dibangun melalui upaya-upaya
transformasi sebagaimana dikisahkan di dalam buku ini akan menjadi
modalitas di dalam upaya perubahan yang lebih mendasar yang sedang
berlangsung di Kementerian Keuangan, yaitu Transformasi Kelembagaan.
Segenap pegawai Kementerian Keuangan diharapkan agar berpartisipasi
dan mendukung keberhasilan Program Transformasi Kelembagaan yang
manfaatnya tidak hanya untuk Kementerian Keuangan yang lebih baik,
namun juga untuk Indonesia yang lebih baik.
Salam Transformasi....
Jakarta, Mei 2015
ttd. .
Bambang P.S. Brodjonegoro
1
MPN-Info, Aplikasi Seputar Penerimaan
Ichdyan Thalasa KPP Pratama Biak,
dikisahkan oleh Muhammad Yogi Iskandar KPP Pratama
Bireuen
Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertugas mengumpulkan penerimaan
yang bersumber dari Pajak. Dalam pekerjaan sehari-hari, salah satu tugas para
punggawa DJP adalah mengawasi pembayaran pajak yang dilakukan oleh
para Wajib Pajak (WP). Pengawasan pembayaran pajak tersebut dilakukan
melalui Modul Penerimaan Negara atau lazim disebut MPN. Direktorat
Jenderal Pajak, melalui Direktorat TIP, telah menyediakan sebuah aplikasi web
untuk memantau penerimaan yang disebut MPN Harian Rekon. MPN Harian
1
2
Rekon ini menyajikan data penerimaan dalam bentuk bulanan yang dapat
diunduh datanya dalam format csv atau Excell.
Kendala yang ada selama ini adalah, para fiskus khususnya yang
berada di KPP, membutuhkan data penerimaan yang jenisnya bermacam-
macam. Karena kebutuhan yang bermacam-macam itu masing-masing fiskus
mengolah data penerimaan sesuai dengan selera dan kebutuhan masing-
masing. Hal ini menjadi masalah ketika para fiskus tidak memiliki kemampuan
yang sama dalam mengolah data sehingga bisa saja data yang dihasilkan
antara satu fiskus dengan fiskus lainnya berbeda.
Selain itu, dalam pengolahan data MPN ini, para fiskus juga harus
mengunduh data penerimaan dari MPN Harian Rekon setiap ingin
memutakhirkan data. Hal ini sangat merepotkan apabila dilakukan setiap hari.
Satu hal lagi yg menjadi perhatian saya adalah tidak semua pegawai DJP
mempunyai hak akses ke MPN Harian Rekon. Menurut saya, setiap pegawai
DJP seharusnya punya akses ke MPN karena dari MPN-lah hasil kerja pegawai
DJP terlihat.
Sebenarnya untuk mengatasi kendala di atas beberapa KPP telah
membuat aplikasi penerimaan berbasis web yang bisa diakses di KPP masing-
masing. Aplikasi-aplikasi tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan
masing-masing. Sayangnya tidak semua KPP memiliki SDM yang mampu
membuat aplikasi penerimaan berbasis web. Selain itu aplikasi-aplikasi tadi
juga dibuat atas kebutuhan KPP masing-masing sehingga sangat jarang
digunakan di KPP lain.
MPN-Info, itulah nama aplikasi yang diciptakan oleh Ichdyan Thalasa,
Operator Console (OC) KPP Pratama Biak. Ide awal pembuatan aplikasi ini
dimulai ketika saya bertemu dengan beliau di Diklat Operator Console di
Jakarta pada bulan Mei 2012. Pada waktu itu saya meminta Ichdyan untuk
membuatkan aplikasi yg bisa membaca file Excel atau Database Access yang
3
berisi data penerimaan, dan kemudian membuatkan filter pencarian data
penerimaan. Saya meminta aplikasi seperti ini karena pada waktu itu, Aplikasi
MPN Harian Rekon belum memiliki filter pencarian. Kira-kira 10 bulan kemudian,
tepatnya pada 19 Maret 2013, saya mendapatkan sebuah email dengan
subjek "MPN-Info". Pada hari itulah MPN-Info mulai ada di lingkungan DJP.
Pada awalnya kami membuat MPN-Info untuk meringankan pekerjaan
OC. OC sering kali diminta Kepala Kantor atau AR untuk mempersiapkan data
penerimaan. Biasanya permintaan tersebut berulang-ulang dilakukan setiap
hari yang pada akhirnya membuat OC agak repot apabila jenis data yang
diminta berbeda-beda. Setelah kurang lebih setahun berjalan, akhirnya saya
pun menjadi AR. MPN-Info pun mulai mengakomodasi data penyampaian SPT
dan juga menyediakan data penerimaan terkait Seksi Ekstensifikasi dan
Pemeriksaan/Penagihan. Selain itu di KPP saya sendiri, dengan menggunakan
MPN-Info, Seksi Pelayanan dan Seksi PDI juga diinstruksikan untuk mengecek
NTPN SSP yang dilampirkan di SPT apakah benar sudah disetorkan atau tidak.
Bahkan di KP2KP yang berada di bawah KPP pun, MPN-Info ini dapat
digunakan untuk memantau data penerimaan, walaupun di KP2KP biasanya
4
tidak ada pelaksana yang mengurusi data penerimaan. Pada akhirnya,
melalui MPN-Info ini, hampir setiap seksi yang berada di bawah KPP dapat
melihat data penerimaan.
Satu hal yang membedakan MPN-Info dengan aplikasi sejenis lainnya
adalah MPN-Info dibuat agar dapat digunakan di seluruh unit kerja Kanwil dan
KPP di seluruh Indonesia. Selain itu berbeda dengan aplikasi penerimaan yang
biasanya berbasis web, MPN-Info bisa dibilang merupakan aplikasi
penerimaan pertama yang
berbasis desktop. Mungkin ada
yang bilang bahwa aplikasi
berbasis desktop akan susah di-
update, tapi tidak dengan MPN-
Info. Dengan fitur automatic
update-nya MPN-Info akan
otomatis ter-update apabila ada
update-an baru yang dibuat oleh
Mas Ichdyan. Dan karena ada
fitur ini juga, pengembangan
MPN-Info dapat disesuaikan
dengan perubahan aturan yang
terjadi. Sebagai contoh ketika
berlakunya PMK- 206.2 terjadi
pemisahan fungsi pengawasan
dan konsultasi, dalam jangka waktu 2 minggu setelah berlakunya PMK tersebut
MPN-Info telah mengakomodir pokok-pokok perubahan yang ada.
Keunggulan MPN-Info lainnya adalah sifatnya open source dan
crowdsource. Crowdsource disini diwujudkan dalam dukungan aplikasi
maupun penyampaian ide pengembangan aplikasi melalui Forum
Shalahuddin di Intranet DJP maupun Forum Telegram MPN-Info melalui internet.
.
5
Forum tersebut diisi oleh pegawai DJP dengan latar belakang jabatan dan
seksi yang berbeda. Hal ini membuat MPN-Info dapat mengakomodir
kebutuhan KPP yang berbeda-beda. Selain itu apabila terdapat bug atau
masalah dalam aplikasi, pengguna Aplikasi MPN-Info dapat dengan cepat
memberitahu sehingga penanganannya dapat dengan cepat dilakukan.
Salah satu fitur andalan MPN-Info adalah fitur lokasi atau geotagging
WP. Hal ini dimaksudkan agar para pengguna di KPP bisa mengetahui lokasi
WP yang terdaftar di kantornya masing-masing. Lokasi WP tersebut dapat
digunakan oleh AR atau Fungsional Pemeriksa (FP), maupun pegawai lain
untuk mengetahui posisi domisili WP. Bahkan di beberapa KPP, ketika pegawai
hendak melakukan dinas kunjungan kerja ke WP, pegawai tersebut diwajibkan
untuk tag lokasi WP tersebut agar dikemudian hari lokasinya gampang
ditemukan. Berbicara soal tag lokasi, MPN-Info juga hadir dalam versi Android.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah AR atau FP dalam melihat data
penerimaan ketika sedang berkunjung ke WP. Selain itu di dalam MPN-Info
Android juga ada fitur untuk tag lokasi tadi, sekaligus fitur navigasi berbasis
Google Maps
Saya sangat berharap di masa depan KPDJP dapat membuka keran
data yang dapat diakses dengan mudah, untuk melengkapi data yang sudah
ada pada Aplikasi MPN-Info. MPN-Info ini menurut saya memiliki potensi untuk
menjadi DSS (Decision Support System) dalam pekerjaan sehari-hari di DJP.
Tampilan yang sederhana dan sifatnya yang user- friendly membuat aplikasi ini
mudah digunakan. Dengan jumlah hampir 3500 pengguna yang tersebar di
210 KPP, saya rasa tidak salah jika MPN-Info ini go national menjadi salah satu
alat untuk penggalian potensi.
.
6
Di Balik SIMPeL, Terobosan Sistem Informasi di Bidang Pengadaan
Rachman Sukri Pegawai Pusat LPSE, Project Manager
Pengembangan SIMPeL
Sekretariat Jenderal
Pengembangan aplikasi Sistem Infomasi Manajemen Pengadaan
Langsung (SIMPeL) yang menjadi salah satu quick wins program Transformasi
Kelembagaan Sekretariat Jenderal, memiliki perjalanan yang panjang sejak
digagas pada Oktober 2012, kemudian diluncurkan pada 5 November 2014
dan menjadi satu dari quick wins Transformasi Kelembagaan yang diselebrasi
pada tanggal 6 Januari 2015.
2
7
Jika melihat kembali kilas balik pengembangan sistem ini, sungguh tidak
disangka bahwa gagasan yang bermula dari rasa kesal terhadap penyedia
pengadaan langsung yang seenaknya menentukan harga dan tidak
profesional dalam memberikan layanan purna jual kepada
pelanggan/pengguna, kemudian menjadi sebuah rancangan proses bisnis
dan sistem informasi yang besar, yang pada akhirnya diwujudkan dalam
sebuah aplikasi SIMPeL. Rasa kesal tersebut sebenarnya merupakan puncak
dari sebuah keprihatinan mendalam terhadap pelaksanaan pengadaan
langsung yang tidak transparan, jarang diawasi, dan tidak dikelola dengan
baik. Kondisi seperti ini tentu akan berdampak pada menurunnya tingkat
efisiensi dan efektifitas pengadaan langsung, serta menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
Ide pemikiran tersebut muncul pada rapat internal Pusat LPSE di bulan
Oktober 2012, dimana Kepala Pusat LPSE waktu itu, Bapak Moh. Hatta meminta
masukan kepada para pejabat
Eselon III dan IV mengenai peran apa
yang bisa diambil oleh Pusat LPSE
untuk meningkatkan akuntabilitas
dan transparansi pengadaan
langsung. Hal ini sejalan dengan
peningkatan batasan pengadaan
langsung yang diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun
2012, yaitu untuk pengadaan
langsung barang/pekerjaan kon-
struksi/jasa lainnya yang semula
sampai dengan 100 juta menjadi 200
juta, dan pengadaan jasa konsultansi
sampai dengan 50 juta. Sedangkan
.
8
saat itu pengadaan langsung masih dilakukan secara manual yang memiliki
beberapa kelemahan dari sisi transparansi dan akuntabilitas. Hal ini tidak
seperti pada pengadaan yang menggunakan metode lelang dan seleksi
yang sudah menggunakan sistem pengadaan secara elektronik atau e-
procurement.
Pada kesempatan tersebut, saya selaku Kepala Subbidang
Pemeliharaan Infrastruktur Sistem memberikan masukan/usulan untuk
membangun aplikasi e-pengadaan langsung. Usulan tersebut langsung
disetujui oleh Kepala Pusat dan diminta untuk ditindaklanjuti.
Aplikasi e-pengadaan langsung ini sempat mengalami perubahan
nama. Semula aplikasi ini bernama Sistem e-Pengadaan Langsung (SePL),
kemudian saat rapat pembahasan sistem dengan Inspektorat Jenderal
dibahas nama lain, yaitu Sistem Informasi Manajemen Pengadaan Langsung
(SIMPeL). Nama tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa aplikasi ini
diperuntukkan untuk pengadaan yang bersifat “simpel”, nilainya kecil, dan
metode pengadaannya juga sederhana. Usulan tersebut kemudian disetujui
oleh peserta rapat, dan SIMPeL ditetapkan menjadi nama aplikasi e-
pengadaan langsung.
Secara garis besar, inovasi pembangunan sistem ini mencakup dua hal,
yaitu :
a. Proses pengadaan langsung secara elektronik.
Inti dari inovasi ini adalah mengelektronikkan proses pengadaan langsung
yang semula dilakukan secara manual menjadi secara elektronik,
termasuk pula proses audit yang dilakukan melalui modul e-Audit (saat ini
modul e-Audit masih dalam tahap pengembangan dan akan dirilis di versi
3.0.0 pada Oktober 2015).
b. Manajemen database hasil pengadaan langsung.
9
Inovasi ini meliputi pengelolaan dan penyajian informasi mengenai
perbandingan harga per kategori dan per jenis barang/jasa sampai
dengan detail spesifikasi, per daerah dan per periode. Informasi ini
nantinya akan berguna dalam penyusunan spending analysis, seperti
analisis kebutuhan suatu jenis barang atau analisis kecenderungan
penggunaan suatu merek tertentu per daerah dan per periode, serta
analisis standar biaya. Disamping itu juga mencakup manajemen data
penyedia untuk pengembangan vendor management pengadaan
langsung.
Pembangunan dan pengembangan aplikasi SIMPeL ini selain
melibatkan tim pengembang aplikasi, juga melibatkan tim regulasi dan
kebijakan, pejabat dan staf Pusat LPSE, Biro Perlengkapan, Biro Hukum, serta
Inspektorat Jenderal selaku aparat pengawas internal pemerintah di
Kementerian Keuangan. Selain itu, tim pengembang juga meminta masukan
dari PPK, Pejabat Pengadaan, dan penyedia terkait implementasi sistem pada
saat kegiatan field testing dan sosialisasi di beberapa daerah dan kantor pusat.
Dengan diimplementasikannya pengadaan langsung secara elektronik
melalui aplikasi SIMPeL, diperoleh beberapa manfaat yang dapat dirasakan
langsung oleh pemangku kepentingan, antara lain sebagai berikut:
a. Memperluas referensi penyedia pengadaan langsung.
b. Sebagai salah satu referensi dalam penyusunan HPS (akan dikembangkan
pada versi berikutnya).
c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengadaan langsung.
d. Sebagai e-filing dokumentasi pengadaan langsung.
e. Meningkatkan efektifitas dan kualitas pelaporan pengadaan langsung.
Meskipun terdapat pro kontra dalam implementasi SIMPeL ini, namun
respon dari pengguna sistem rata-rata sangat baik. Salah satunya adalah
tanggapan dari Bapak CM. Susetya, Kepala Bagian Umum dan Komunikasi
10
Pengawasan Inspektorat Jenderal. Pada
rapat dalam kantor pembahasan
kegiatan monitoring dan evaluasi,
dengan penuh semangat beliau
mengajak Unit Eselon I lainnya untuk
menggunakan SIMPeL, “Tidak ada yang
perlu ditakuti untuk menggunakan
simpel, aplikasi ini memang benar-benar
simpel, proses-nya sangat sederhana dan
mudah” ujarnya.
Disamping itu terdapat pula
beberapa
Kementerian/Lembaga/Instansi yang
ingin bekerja sama menggunakan aplikasi SIMPeL, diantaranya dari ANRI,
SETNEG, BPK, termasuk juga dari Pemprov Kalimantan Selatan dan Universitas
Dipenogoro Semarang yang telah melakukan studi banding ke Pusat LPSE dan
ingin melakukan kerja sama penggunaan aplikasi SIMPeL. Namun untuk saat
ini keinginan tersebut belum dapat dipenuhi, karena masih perlu dilakukan
evaluasi penerapan sistem tersebut di lingkungan Kementerian Keuangan,
serta mempersiapkan dari sisi IT Operation.
Perlu diakui bahwa untuk mengimplementasikan sistem ini bukanlah
suatu hal yang mudah. Tantangan terberat adalah perubahan mindset para
pelaku pengadaan langsung (PPK, Pejabat Pengadaan, PPHP, Penyedia)
untuk mau bertransformasi menerima sistem pengadaan yang baru. Untuk
mengatasi hal ini, selain dari penguatan sosialisasi dan pelatihan, juga perlu
ditempuh pendekatan lain meliputi peningkatan peran para pengelola LPSE
daerah sebagai agen perubahan, koordinasi dan kerja sama dengan unit
eselon I, kerja sama dengan Itjen, dan pemanfataan semua jalur media
komunikasi dan publikasi, seperti berita melalui web, majalah, brosur/leaflet,
.
11
banner, pemberian souvenir, dan sebagainya. Inti dari aksi ini adalah
bagaimana pesan manfaat implementasi SIMPeL dapat tersampaikan
dengan baik kepada para pengguna sistem atau pemangku kepentingan,
terutama penyampaian tujuan dari pembuatan aplikasi ini yaitu untuk
memperkuat pengadaan dan pengelolaan aset.
Namun demikian, walaupun tantangan yang dihadapi begitu berat,
semangat perubahan, khususnya untuk membuat sistem pengadaan menjadi
lebih baik tidak akan pernah terhenti, sebagaimana ungkapan Gede Prama
dalam bukunya “Inovasi atau Mati”, “Siapapun dan di manapun ia berada,
ia tidak akan pernah bisa mengelak dari paksaan empat I, yaitu Inovasi,
Inovasi, Inovasi, dan Inovasi. Makhluknya memang satu (inovasi), namun ia
mesti dilakukan selama kita masih bernapas”. Mari bertransformasi.
12
RTPA Online, Solusi Minimalis Proses Bisnis Kerumahtanggaan
Andi Nur Syamsudin Pelaksana pada Pusdiklat
Pengembangan SDM,
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, saya akan bekerja di
subbagian Rumah Tangga dan Pengelolaan Aset (RTPA), Pusdiklat
Pengembangan SDM (PPSDM), BPPK. Berawal dari adanya formulir usulan
rotasi internal kantor yang menanyakan tempat tujuan rotasi di PPSDM, tanpa
pretensi saya menulis, “kemana saja, semoga menjadi pilihan yang terbaik”.
3
13
Mungkin dari situlah saya akhirnya mengalami mutasi internal per Januari 2015
ke subbagian berakronim RTPA ini. Saya merasa tertantang!
Setelah menjalani waktu bekerja di subbagian RTPA ini, saya
menemukan bahwa pekerjaan yang ditangani oleh subbagian RTPA ini sangat
kompleks dan beragam, kalau boleh saya sarikan dalam empat penjelasan
singkat, yaitu:
Pertama, RTPA ibarat subbagian lain-lain. Semua pekerjaan yang tak
dikerjakan oleh subbagian yang lainnya adalah pekerjaan subbagian RTPA.
Dengan tiga bidang Pusdiklat PSDM yang memiliki karakteristik masing-masing,
belum adanya proses bisnis yang jelas sehingga Bagian Tata Usaha pun harus
menyesuaikan, sedangkan subbagian RTPA wajib menunjang semua proses
bisnis tersebut.
Kedua, lingkup kinerjanya meliputi semua konversi kas. Kalau kas dikelola
oleh Subbagian Perencanaan dan Keuangan, maka semua konversi kas
dilakukan oleh subbagian RTPA. Mulai dari yang terkecil misal Alat Tulis Kantor,
Barang Milik Negara, Gedung, hingga Pengelolaan SDM non-PNS.
Ketiga, kinerja RTPA memberikan pengaruh secara tidak langsung bagi
kinerja Pusdiklat secara keseluruhan. Sehingga sarat menjadi sasaran keluhan,
kritik bahkan terkadang sindiran. Kami harus siap mental.
Keempat, ladang kreativitas. Menyambung penjelasan pertama, bila
semua hal yang tak dikerjakan bidang lain adalah pekerjaan RTPA, maka
dengan kata lain ladang kreativitas terhampar luas.
Dari hal-hal diatas, sembari memanfaatkan waktu yang luang pasca
rotasi saya melakukan beberapa eksperimen. Dimulai dari pemetaan teknis
pekerjaan, terdapat beberapa praktik yang saya rasa janggal. Misalnya,
permintaan ATK yang ditulis menggunakan tulisan tangan saja, peminjaman
14
mobil dinas via chatting, peminjaman ruang didasari kedekatan dengan
satpam sehingga terkadang terjadi perebutan ruang. Semua itu merujuk pada
akuntabilitas yang kurang.
Berkaca dari hal-hal tersebut, saya mencoba membuat konsep sistem
formulir berbasis internet. Berharap bila sukses nanti, akan terjadi perubahan
mindset para pemangku kepentingan internal khususnya dalam
menyampaikan permintaan layanan. Meskipun saya diberikan amanat untuk
mengelola ATK, saya tidak hanya membuat e-form pengelolaan ATK saja
melainkan juga membuat e-form BMN, Peminjaman Ruang, Pengantaran
Surat, bahkan form untuk Masukan.
Gayung bersambut, usulan saya tersebut disambut dengan antusias
oleh rekan-rekan RTPA yang sebagian besar adalah anak muda. Semangat
mereka begitu tinggi. Dalam sebuah forum perbincangan, kami membuat
deadline pengalihan sistem terkait perubahan tersebut. “Ini momen yang
bagus, mengingat subbag kita ketambahan satu orang”, kata salah seorang
rekan.
Hasil perbincangan dengan rekan-rekan akhirnya didengar oleh
kasubbag. Beliau memberi masukan atas e-form yang sudah kami bicarakan
bersama. Hasilnya positif, bahkan usulan ke kasubbag ternyata masuk ke
pembahasan rapat Bagian Tata Usaha. “Saya tunggu ya mas, secepatnya”,
komen Kepala Bagian Tata Usaha. “Nanti nota dinasnya dibuat, biar
diumumkan ke semuanya”. Alhasil, setelah hampir dua bulan bereksperimen,
pertengahan April 2015 menjadi momen dinotakannya Nota Dinas
Softlaunching RTPA Online. Nota Dinas tentang lima layanan e-form RTPA, yang
dapat diakses melalui blog dengan alamat layananrtpa.wordpress.com.
Berikut gambaran lima layanan tersebut:
1. Permohonan Alat Tulis Kantor (ATK), baik rutin maupun untuk diklat
15
Diawali dari mengisi identitas dan memilih ATK di e-form berbasiskan
google form, permintaan akan masuk ke sistem online google drive.
Setelah dipindahkan ke sistem offline berbasis mail merge dengan aplikasi
word, formulir permintaan (berupa dokumen softcopy), sekaligus tanda
terimanya kemudian dicetak atau di-email ke pemohon setelah ATK-nya
dipenuhi. Harapannya, pemohon ATK melengkapi tanda tangan
dokumen, baru kemudian menyampaikannya kembali ke Subbagian
RTPA sebagai dokumen legal. Sederhana bukan?
2. Peminjaman BMN
Beraneka agenda bidang di Pusdiklat Pengembangan SDM, seperti
seminar, diklat, tes, dan seleksi banyak memerlukan BMN. BMN-BMN
seperti mobil dan motor dinas, laptop, proyektor, kamera, tentu perlu
dikelola sebaik mungkin agar pertanggungjawabannya valid.
Prosedurnya mirip dengan permohonan ATK. Pegawai peminjam akan
menandatangani formulir hasil entry ke e-form setelah BMN
dialihpinjamkan. Nah, bedanya dalam form tersebut ada semacam
komitmen untuk memelihara BMN dengan baik selama peminjaman.
3. Peminjaman Ruang
Walaupun dokumen hardcopy peminjaman ruang belum dipraktekkan,
e-form ini sengaja dibuat sebagai langkah awal untuk mewujudkan
akuntabilitas penggunaan ruang. Prosedurnya mirip peminjaman BMN.
Harapannya, dokumen outputnya bisa menjadi pegangan satpam
dalam memonitor penggunaan ruang kantor.
4. Masukan
“Semua mata tertuju padamu”, tagline RTPA ini menjadi ihwal dibuatnya
e-form ini. Saran dan kritik bisa diketik sesuai objeknya, meliputi pegawai
honorer, ATK, BMN, bangunan dan taman, juga konsumsi. Jenis masukan
dapat meliputi penambahan, perbaikan, juga penghapusan. Khusus
masukan terkait teknisi (bangunan dan BMN), formulir masukan akan
16
dieksekusi sesuai prosedur. Pihak yang mangajukan perbaikan dan teknisi
akan menandatangani formulir bila perbaikan sudah dilakukan.
5. Pengiriman Surat
E-form ini merupakan pesanan khusus caraka. Terkendala skala prioritas
pengiriman surat yang cukup banyak di Pusdiklat PSDM, akhirnya e-form
ini dibuat dan dikelola caraka. Tak ada formulir hardcopy sebagai
dokumentasi proses bisnis ini. Yang ada hanya kontrol dalam bentuk excel
yang dapat dipantau oleh caraka, atau bila perlu disampaikan kepada
pihak pembuat surat yang membutuhkan.
Nota Dinas Softlaunching RTPA Online bukan berarti membuat
semuanya berubah dalam seketika. Banyak hal yang masih perlu dilakukan
demi terlaksananya perubahan itu. Karena banyak pula suara muncul pasca
digencarkannya nota dinas tersebut. Bahkan, hingga ditulisnya artikel ini, masih
ada pegawai yang menyampaikan permintaan layanan secara lisan. Kalau
diingatkan, ia berdalih, “Lhah, kamu yang ngentri lah!”. Walau ditimpali
candaan, hal tersebut membuat kami geleng-geleng kepala.
Melihat kenyataan itu, ibarat mata elang , rekan-rekan RTPA tetap fokus
dalam mencari celah kekurangan perubahan agar dapat diperbaiki dan
disempurnakan. Kami meyakini bahwa perubahan ini takkan terjadi tanpa
kerja tim. Maka, koordinasi dengan pegawai honorer dioptimalkan, SOP
disempurnakan, monitoring ditautkan ke internet, karena kami juga meyakini
bahwa masih banyak ladang kreatifitas lain yang bisa dijadikan ajang
perubahan.
17
MAS Kohir Tercinta: Sebuah Testimoni Pengguna Aplikasi
Suyamto Kepala Seksi PDI KPP Madya Medan,
dikisahkan oleh Wellfrietd Sitompul Kepala Seksi Penagihan
KPP Pratama Medan Belawan
Direktorat Jenderal Pajak
Bagaimana saya tidak langsung jatuh cinta pada MAS Kohir ini, soalnya
dia sangat baik membantu saya dalam bekerja. Mau tahu siapa MAS Kohir ini?
MAS Kohir ini bukanlah nama orang tetapi suatu aplikasi. Saya
berkenalan dengan MAS Kohir sejak ditugaskan di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Medan Belawan. Berawal saat saya dipromosikan menjadi Kasi
Penagihan di KPP tersebut. Saya langsung mencari tahu apa tugas dan fungsi
4
18
(tusi) dari Seksi Penagihan, yakni melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.01/2012
tanggal 6 Nopember 2012.
Menurut saya salah satu yang
merepotkan adalah mengerjakan
penatausahaan piutang pajak dan
pencarian dokumen pada saat
diperlukan. Saya tidak bermaksud untuk
mengatakan bahwa pekerjaan tersebut
adalah pekerjaan yang super sulit,
namun juga tidak mau
menyepelekannya. Pengalaman pribadi
menunjukkan tidak sedikit kejadian dan
kasus yang sederhana menjadi pelik
gara-gara dokumen lupa dimana
meletakkan dan menyimpannya.
Sebelumnya penataan berkas penagihan masih manual atau belum
ada aplikasi yang dapat mempermudah untuk mengelola penataan berkas
penagihan. Masalah yang sering timbul adalah relatif sulitnya menemukan
kembali dokumen dengan cepat dan tepat apabila dibutuhkan. Berdasarkan
data Aplikasi Laporan Pemeriksaan dan Penagihan (ALPP) bahwa jumlah kohir
yang harus diarsipkan saja sebanyak 63.437 kohir dan jumlah Wajib Pajak (WP)
yang mempunyai hutang pajak adalah sebanyak 9.791. Itu masih kohirnya
saja, belum termasuk dokumen lainnya seperti keputusan/putusan atas upaya
hukum yang dilakukan oleh WP tersebut, seluruh bukti pembayaran tunggakan
pajak dari WP, Bukti Pemindahbukuan, dokumen tindakan penagihan,
dokumen penagihan lainnya. Walau bagaimanapun kami harus mengerjakan
.
.
19
penataan berkas penagihan karena diwajibkan tertib administrasi sesuai
dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor: SE-29/PJ/2012 tanggal 11
Mei 2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak.
Untungnya tidak berapa lama kemudian kebetulan sekali diadakan
lomba pelayanan di lingkungan DJP, agar kantor kelihatan rapi, maka Kepala
Kantor mengingatkan agar dokumen-dokumen ditatausahakan dengan rapi.
Ternyata Bapak Sujarwo, Kepala KPP Pratama Medan Belawan, sudah
mendengar bahwa Bapak Suyamto membuat aplikasi Manajemen Berkas,
beliau memberitahu nomor handphone Bapak Suyamto dan menginginkan
agar saya segera menghubungi Bapak Suyamto dan minta izin agar aplikasi
itu dapat dipakai juga di KPP Pratama Medan Belawan.
Saya pun langsung menghubungi Bapak Suyamto. Pada saat
berkenalan dengan beliau ternyata beliau ramah dan bersedia
memperkenalkan aplikasi Manajemen Berkas yang diciptakannya yang
dinamainya MAS Kohir yang
merupakan singkatan dari
Manajemen Berkas Kohir. Atas seijin
beliau aplikasi MAS Kohir dapat
dipakai di kantor saya dan tidak
tanggung-tanggung beliau
melakukan sharing knowledge
dengan membimbing dan
membantu bagaimana melakukan
penatausahaan berkas. Itulah cerita
singkat saya berkenalan dengan MAS
Kohir. Seingat saya aplikasi MAS Kohir
ini mulai digunakan di KPP Pratama
Medan Belawan pada awal
Nopember 2013.
.
20
Aplikasi MAS Kohir mudah digunakan dan tidak berbiaya bisa
dikatakan high tech but no cost yang mana memiliki kemudahan instalasi
program dan user friendly. Aplikasi MAS Kohir ini dapat membantu
mempermudah dalam menata berkas penagihan sesuai dengan ketentuan
untuk memudahkan pencarian lokasi tempat/letak berkas penagihan yang
kita simpan, serta mempermudah mencetak kembali dokumen yang telah
didigitalisasi (scan). Pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien karena aplikasi
MAS Kohir dapat menata/mengurutkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kita
dapat mencari berkas dengan hanya memasukkan NPWP atau nama Wajib
Pajak (WP) pada menu pencarian rumah berkas. Selanjutnya aplikasi akan
memunculkan WP yang bisa kita cari dan menunjukkan nomor rumah berkas.
Dengan menemukan nomor rumah berkas maka pelaksana penagihan bisa
dengan cepat mengetahui di mana letak rumah berkas dan salinan (hasil
image scanning) dengan cepat. Dengan demikian maka kita tidak perlu repot
lagi untuk membongkar rumah berkas untuk mencari dokumen.
Saya merasakan banyak
manfaat setelah menggunakan
aplikasi MAS Kohir. Selain berfungsi
untuk membantu mengelola
pemberkasan khususnya adminis-
trasi pemberkasan kohir sesuai
dengan ketentuan, MAS Kohir juga
bisa membantu dalam mening-
katkan kepatuhan WP dalam
melunasi hutang pajaknya, karena
aplikasi MAS Kohir bisa membuat
surat himbauan untuk membayar
hutang pajak secara massal.
.
21
Setahu saya Aplikasi MAS Kohir ini sudah diperkenalkan di seluruh KPP
lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I. Saya mendengar ada juga
KPP di Kanwil lain yang sudah menggunakan aplikasi ini seperti KPP di Kanwil
DJP Sumut II dan Kanwil DJP Aceh bahkan pernah saya bertemu di Medan
dengan salah satu Kepala Seksi Penagihan dari KPP di Jakarta yang ternyata
tujuannya datang ke Medan adalah untuk bertemu dengan Bapak Suyamto
untuk berkenalan dengan MAS Kohir untuk dapat dipergunakan di kantornya.
Kita harus bangga pada Bapak Suyamto, karena beliau sangat kreatif
dan inovatif, ternyata tidak hanya aplikasi MAS Kohir yang dibuatnya, terdapat
aplikasi lain yang telah dibuat, seperti aplikasi tanda terima Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Bapak Suyamto adalah orang yang selalu
berpikiran positif, kreatif, inovatif dan menerapkan nilai-nilai Kementerian
Keuangan. Beliau berusaha menemukan cara-cara baru untuk menyelesaikan
permasalahan, tidak puas dengan hasil kerja apabila masih bisa ditingkatkan,
selalu mengamati dan membuat perbandingan atas kinerja pihak lain
terhadap kinerja sendiri.
.
22
Langkah Mudah Tanpa Biaya, Tapi Berarti Bagi Kita
Tim Pengelolaan LP2P,
dikisahkan oleh Dianita Wahyuningtyas
Pelaksana pada Subbagian Komunikasi dan Tata Usaha
Pengawasan/Anggota Tim Pengelolaan LP2P Kemenkeu,
Inspektorat Jenderal
Gaung ‘Kasus Gayus’ cukup menggema di kalangan Kementerian
Keuangan, bahkan di Indonesia. Namanya membuat torehan hitam di rumpun
keluarga Kementerian Keuangan. Sebagai pengawas internal di lingkungan
ini, Inspektorat Jenderal bak dicambuk untuk banyak melakukan perubahan
atas apa yang telah terjadi. Arahan Menteri Keuangan ketika itu agar
Inspektorat Jenderal berbenah salah satunya untuk memegang kendali atas
pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) di Kementerian Keuangan.
5
23
Bagi beliau, cukup perlu untuk dapat mengetahui daftar harta yang dimiliki
pejabat/pegawai dan melakukan pemantauan atas hal itu. Respon cepat
kita lakukan dengan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk
mewujudkan mimpi beliau.
Produk Lama-Rasa Baru
Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1986 menjadi pijakan Inspektorat
Jenderal untuk melakukan transformasi. Cukup aneh bagi saya mengingat
tahun penetapannya seusia dengan saya. Namun itulah yang ada. Dengan
pihak terkait, kami memulai tahap demi tahap menuangkannya dalam dasar
hukum yang menguatkan peran Inspektorat Jenderal. Yaaa...peran yang
bukan hanya ‘mengobati’ dengan memberikan rekomendasi atas temuan
hasil pengawasan, namun juga ‘mencegah’ terjadinya penyalahgunaan
wewenang oleh Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan.
Hadirnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.09/ 2011 tentang
Pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) menjadi pintu lebar
Inspektorat Jenderal untuk bergerak. Bergerak untuk memperbaiki proses bisnis
dan budaya kerja yang ada. LP2P yang semula dikenal di antara kita sekedar
pelaporan pajak yang seolah hanya ‘formalitas’, diubah menjadi LP2P dengan
lampiran Daftar Harta Kekayaan (DHK), surat pernyataan dan surat kuasa.
Inspektur Jenderal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai
pengelola LP2P, kemudian menunjuk Tim Pengelolaan LP2P untuk dapat
membantu tugas beliau. Ya itulah kami Tim Pengelolaan LP2P yang terdiri dari
Sekretariat Inspektorat Jenderal selaku Tim Penatausahaan LP2P dan
Inspektorat Bidang Investigasi selaku Tim Eksaminasi LP2P.
Produk lama namun rasa baru, kami menyebutnya demikian. Menjadi
pekerjaan rumah yang luar biasa waktu itu, mengingat kami harus mengelola
dokumen LP2P beserta kelengkapannya dari ± 37.000 pegawai Kementerian
24
keuangan yang terdiri dari pejabat struktural, pejabat fungsional, Pegawai
Negeri Sipil (PNS) berpangkat Penata Muda (Golongan III/a) atau lebih tinggi,
atau pejabat/pegawai lainnya yang tugasnya terkait dengan pelayanan
publik yang ditetapkan oleh pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan.
Menjelang batas waktu bulan April misalnya, antrian ekspedisi
surat/dokumen silih ganti datang membawa berkarung-karung berkas LP2P.
Tapi hal ini cukup kami nikmati, dengan bantuan tenaga pengolah kami input
data LP2P pejabat/pegawai pada aplikasi. Kerja kami pun tak henti sampai
disini, Tim Eksaminasi melakukan eksaminasi atas data LP2P tersebut untuk
dilakukan penilaian kewajaran data LP2P dan harta pada DHK
pejabat/pegawai Kemenkeu.
Segala kendala dan tantangan senantiasa ada mengiringi langkah
kami untuk terus memperbaiki proses bisnis pengelolaan LP2P. Ruang
penyimpanan yang lambat laun tidak memadai dan sumber daya manusia
25
yang terbatas menjadi dua di antara beberapa kendala yang kami hadapi.
Kami mulai berfikir untuk bergerak melakukan inovasi yang membuat segala
yang ‘sulit’ dalam pengelolaan LP2P menjadi lebih mudah. Kesepakatan dari
kami untuk memulai pengelolaan LP2P melalui aplikasi. Aplikasi e-LP2P
namanya.
Mudah, Murah, dan Manfaat
Motif utama kami mengelola LP2P melalui aplikasi e-LP2P adalah
kemudahan. Tidak hanya kami, pengelola yang merasa mudah, namun wajib
LP2P sebagai pengguna pun menjadi lebih praktis dan mudah. Berbekal
Keputusan KMK Nomor 366/KMK.09/2012 tentang perubahan atas KMK Nomor
07/KMK.09/2011 tentang Pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P), kami
bersama Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan Sekretariat Jenderal
memulai perbaikan proses bisnis dengan basis pengembangan aplikasi system
informasi. Wajib LP2P tidak lagi perlu bersusah payah menulis lembaran berkas
LP2P untuk dikirimkan kepada kami,
hanya dengan ‘klik’ http://
lp2p.depkeu.go.id/ wajib LP2P dapat
mengakses dan melaporkan LP2P di
mana pun dan kapan pun tanpa
mengeluarkan biaya yang membe-
bankan pegawai. Pengelolaan melalui
aplikasi e-LP2P tidak mengurangi
manfaat yang kami peroleh dari
pengelolaan fisik LP2P yang kami
lakukan sebelumnya. Meminimalisir
human error yang terjadi karena wajib
LP2P langsung dapat bersentuhan
dengan repositori data LP2P mereka dan
tim eksaminasi pun dapat dengan mudah melakukan eksaminasi atas
.
26
pelaporan LP2P pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Jelas
diketahui ketika kami dapat dengan mudah mengelola LP2P, maka Menteri
Keuangan selaku pemangku kepentingan tertinggi dapat serta merta
melakukan pemantauan melekat atas LP2P beserta DHK pejabat/pegawai di
lingkungan Kemenkeu.
Bagi kami E-LP2P merupakan sebuah aplikasi yang sejalan dengan
semangat ‘Go Green’ yang ramah lingkungan dengan menghemat
penggunaan kertas. Awalnya perubahan kebiasaan pejabat/pegawai yang
selama bertahun-tahun melakukan pelaporan secara fisik beralih dengan
penggunaan aplikasi, tidak serta merta mendapat respon positif dari
penggunanya. Namun, kami tidak gentar untuk terus menerus aktif
memberikan asistensi kepada wajib LP2P baik di kantor pusat maupun unit
vertikal di daerah serta terus menerus menambahkan fitur-fitur yang
bermanfaat bagi pengguna dalam aplikasi e-LP2P semakin menggerakkan
respon positif bagi pengguna, para wajib LP2P.
Berawal dari Mimpi, Berharap jadi
Prestasi
Kemudahan akses yang hadir
dalam aplikasi e-LP2P ini merupakan
output yang sangat bernilai. Ini terlihat
dari tren peningkatan kepatuhan
penyampaian LP2P dari tahun ke
tahun, baik kepatuhan penyampaian-
nya maupun kepatuhan waktu
penyampaiannya. Bagi kami ini
menjadi sebuah indikator positif
keberhasilan pengelolaan LP2P oleh
Inspektorat Jenderal. Ini semua
27
menjawab mimpi kami, bahkan mimpi pemangku kepentingan tertinggi
Menteri Keuangan tentunya. Mimpi Menteri Keuangan untuk dapat memberi
tindakan preventif atas potensi penyalahgunaan wewenang oleh
pejabat/pegawai Kementerian Keuangan.
Tidak hanya itu, kebanggaan bagi kami semua ketika capaian output
pengelolaan e-LP2P ini mendapat respon yang positif pula dari pihak eksternal
Kemenkeu. E-LP2P Kementerian Keuangan hadir sebagai pionir pengelolaan
LP2P melalui aplikasi di saat Kementerian dan Lembaga Negara yang lain
masih menggunakan media fisik (kertas) dalam menyampaikan LP2P
pegawainya. Berbagi informasi juga kami lakukan kepada Kementerian/
lembaga/pemerintahan daerah yang berharap pengelolaan LP2P berbasis
aplikasi untuk dapat diterapkan di lingkungannya.
Tidak perlu mahal untuk bisa melakukan perubahan, semangat upaya
pencegahan (preventif) untuk mewujudkan Kementerian Keuangan bebas
KKN membuat langkah ini berarti bagi kami...berarti bagi kita.
.
28
Menjinakkan Dokumen Hardcopy
Mohammad Tsani Annafari Pegawai Negeri Sipil pada
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Ada hal yang membuat saya bertanya-tanya ketika memulai karir saya
sebagai praktisi IT di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) lebih dari lima
belas tahun yang lalu. Rasanya aneh melihat layanan impor yang telah
dilengkapi teknologi pertukaran data elektronik sehingga pemberitahuan
dapat disampaikan secara elektronik masih membutuhkan kehadiran importir
ke kantor pelayanan untuk menyerahkan hardcopy dokumen impor dan
\dokumen pelengkapnya. Hal tersebut membuat fungsi pengirimanelektronik
menjadi kurang bermakna karena importir tetap harus mengeluarkan biaya
transportasi ke kantor pelayanan, terjadi kontak fisik dengan petugas yang
6
29
rawan penyimpangan, dan yang lebih penting antrian dan kesemrawutan
penatalaksanaan dokumen masih terjadi.
Hal tersebut setidaknya masih berlangsung hingga tahun 2013 ketika
bersama tim McKinsey kami melakukan diagnostik layanan impor. Diagnostik
yang ada menunjukkan bahwa dokumen hardcopy yang disampaikan
importir ternyata berdampak signifikan pada kecepatan layanan pemeriksaan
dokumen, karena waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan dokumen dari
loket hingga ke tangan pemeriksa dokumen bisa mencapai lima hari. Saat
diagnostik dilakukan, kami mengamati di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok
bahwa dari tujuh gudang pengarsipan yang dibangun hanya tinggal 2 yang
tersisa.
Sebagian dokumen yang diserahkan sebenarnya telah diserahkan
importir pada proses registrasi kepabeanan, misalnya copy NPWP, SIUP, API
dan dokumen non-traksaksional lainnya. Namun dokumen tersebut harus
selalu dicopy dan tersedia di pemberitahuan impor sehingga terjadi
redundansi dokumen yang luar biasa, karena jika sebuah perusahaan dalam
sebulan melakukan 100 kali impor, maka perusahaan itu harus menyiapkan 100
copy NPWP, SIUP dan API. Hal tersebut mendorong penulis bersama tim
McKinsey untuk merumuskan solusi yang bisa diimplementasikan.
Dalam diskusi bersama tim minilab, disepakati untuk membangun
system yang disebut Dokumen Pelengkap Pabean online sebagai bagian dari
Inisiatif Strategis Kantor Modern Tanjung Priok jilid 2. Ide dasar dari system
tersebut adalah dengan mengubah penyerahan hardcopy menjadi
penyerahan berbentuk file hasil pindai yang dapat dikirimkan secara
elektronik. Hal tersebut ditempuh karena dalam kegiatan pemeriksaan
dokumen, bukti berupa dokumen pelengkap pabean seperti invoice, packing
list dan lain sebagainya perlu diperoleh dalam bentuk format fisik, dan bukan
dalam format metadata.
30
Ide tersebut ternyata mengundang banyak kontroversi dari berbagai
pihak. Sebagian berpendapat bahwa hal tersebut akan beresiko karena
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dokumen hasil pindai
bukanlah alat bukti yang sah. Sebagian lagi berpendapat bahwa belum ada
dasar untuk melakukan hal tersebut dan bisa jadi bertentangan dengan
Undang-undang Kepabeanan. Diskusi yang cukup alot pun bahkan mewarnai
forum rapat staf inti di jajaran eselon II kantor pusat.
Menyikapi hal tersebut, penulis selaku Koordinator PMO inisiatif strategis
Kantor Modern, menggelar pertemuan dengan unit terkait dan mengundang
salah satu perumus Undang-undang Pabean nomor 10 tahun 1995, yang
ternyata menemukan fakta di penjelasan pasal 28 Undang-undang bahwa
penyampaian dokumen pelengkap pabean dalam bentuk eletronik ternyata
dimungkinkan. Disaat yang sama forum dalam pertemuan juga menemukan
bahwa Undang-undang Transaksi Elektronik nomor 11 tahun 2008, khususnya
pasal 5 dan pasal 6 ternyata mengakui bahwa dokumen hasil pindai sebagai
alat bukti yang sah. Namun hal tersebut tetap saja memantik kontroversi,
karena disadari atau tidak banyak pihak yang merasa kepentingannya akan
terganggu dengan kebijakan pengembangan sistem Dokap online itu.
Berbekal hasil pertemuan tersebut, disusunlah draft Peraturan Menteri
Keuangan yang berproses cukup lama, hingga akhirnya ditetapkan menjadi
PMK nomor 175/PMK.04/2014 pada tanggal 28 Agustus tahun 2014. Kurang
lebih 5 minggu sejak PMK tersebut terbit, sistem Dokap online diluncurkan
dengan 17 peserta uji coba. Dengan sistem baru tersebut, importir tidak perlu
lagi mengirimkan hardcopy, melainkan cukup mengirimkan hasil pindainya
saja dengan syarat-syarat teknis tertentu. Pengiriman itu pun dapat dilakukan
kapan-pun dan dimanapun serta hanya cukup dilakukan sekali untuk
dokumen non-transaksional seperti copy NPWP, SIUP, API dsb. karena sistem
telah terhubung dengan database sistem registrasi. Sedangkan untuk
31
dokumen transaksional, pengiriman dokumen tetap dilakukan secara
elektronik untuk tiap pemberitahuan impor.
Dengan sistem ini, petugas
pemeriksa dokumen maupun pemeriksa
fisik barang dapat menerima dokumen
pelengkap pabean secara elektronik.
Bahkan untuk pemeriksaan fisik, saat ini
sedang dilakukan finalisasi pengemban-
gan aplikasi pemeriksaan fisik untuk
gadget yang berbasis teknologi mobile
dan dapat membaca dokumen hasil
pindai yang dikrimkan melalu sistem
Dokap online. Sistem yang sama
diharapkan juga dapat menerima
pengiriman hasil laboratorium Balai
Penelitian dan Identifikasi Barang maupun
notifikasi formil lainnya. Kini, sistem telah di
– mandatory – kan untuk 500 importir dan
direncanakan untuk 3000-an importir lagi dalam kurun 6 bulan tersisa sesuai
amanat PMK nomor 175/PMK.04/2014. Penerapan sistem ini juga telah
diujicobakan di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak dan dalam
tahap persiapan untuk penerapan di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
Soekarno Hatta.
Namun tak ada gading yang tak retak. Hal mendasar yang perlu
disempurnakan dari sistem ini adalah ketentuan dalam pasal 2 ayat 3 PMK
nomor 175/PMK.04/2014 yang masih menghendaki penyampaian dokumen
certificate of origin dalam format hardcopy sehingga masih kurang
mendorong pengembangan budaya paperless. Selain itu, sejumlah fitur teknis
.
32
dari aplikasi yang dibangun secara insource ini juga terus disempurnakan untuk
merespon kebutuhan lapangan dan tuntutan pengguna jasa.
Hanya kesungguhan dan semangat yang kuat yang mampu
mendorong terwujudnya mimpi. Kini, sebagian besar importir di KPU Bea dan
Cukai Tanjung Priok tidak perlu lagi datang ke kantor pelayanan untuk
menyampaikan hardcopy. Pengiriman dokumen pelengkap juga dapat
dilakukan kapan saja dan dari mana saja secara online. Selain itu terdapat
manfaat lain seperti:
a. Dokumen pelengkap pabean yang dikirim dapat dibandingkan dengan
mudah, misalnya invoice dari supplier yang sama dapat dibandingkan
bentuk dan karakteristiknya karena tersedia dan diarsipkan dalam format
elektronik yang mudah dicari.
b. Dengan fitur aplikasi IT, dokumen yang dikirim dapat direview keasliannya,
misalnya dengan fasilitas zoom untuk meneliti presisi tanda tangan atau
kualitas dan bentuk cetakan sehingga jika meragukan dapat dimintakan
dokumen aslinya.
c. Memudahkan tracking dokumen yang diarsipkan jika diperlukan,
misalnya untuk penetapan ulang atau referensi untuk nilai pabean dsb.
Tentu saja sinergi dan kemauan untuk membuka diri dan menghargai
pendapat orang lain yang membuat sistem Dokap online ini dapat terwujud.
Semoga perjuangan tersisa untuk menuntaskan mandatory sistem ini di KPU
Bea dan Cukai Tanjung Priok, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak
dan kantor-kantor pelayanan Bea dan Cukai lainnya di seluruh Indonesia
dapat terwujud dalam waktu tidak terlalu lama.
33
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Customs Goes to Kampoung
Panca Putra Jaya, Kepala Kantor KPPBC Type Madya
Pabean C Kupang
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Mendengar nama Nusa Tenggara Timur (NTT) terlintas di pikiran kita akan
pesona keindahan alam dan keanekaragaman budayanya. Wilayah yang
terletak di tenggara Indonesia ini berbatasan langsung dengan dua Negara,
Australia dan Timor Leste. Potensi wisata dan budaya di wilayah ini semakin hari
semakin dikenal. Siapa yang tidak kenal Pulau Komodo, yang merupakan
salah satu keajaiban dunia. Keindahan danau tiga warna Kelimutu dan
keindahan Taman Laut Alor pun sudah mendunia. Selain keindahan alam dan
7
34
budayanya NTT juga memiliki potensi alam yang perlu dikembangkan seperti
perikanan dan kelautan serta peternakan.
Mengenal KPPBC TMP C Kupang
Kupang merupakan Ibukota Provinsi NTT. Di sini berdiri Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kupang
(KPPBC Kupang) yang merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai (DJBC) dibawah koordinasi Kantor Wilayah DJBC Bali, NTB dan NTT.
Kantor ini telah bertransformasi menjadi kantor modern pada tahun 2012
dengan visi Menjadi Administrator Kepabeanan dan Cukai Terbaik dalam
Pelayanan dan Pengawasan di Bidang Industri, Perdagangan, dan Pariwisata
serta memiliki misi Memberikan Pelayanan dan Pengawasan Terbaik di Bidang
Industri, Perdagangan, dan Pariwisata, serta Perlindungan Masyarakat.
KPPBC Kupang memiliki wilayah pengawasan yang cukup luas, yaitu
Pelabuhan laut Tenau Kupang, Pelabuhan Udara El Tari, Kantor Pos Lalu Bea
Kupang, Kantor Bantu Pelayanan Bea dan Cukai Waingapu, Pos Pengawasan
Bea dan Cukai Tambolaka, Pos Pengawasan Bea dan Cukai Baa Rote, Pos
Pengawasan Bea dan Cukai Tenau, Pos Pengawasan Bea dan Cukai Mauhau,
Pos Pengawasan Bea dan Cukai Rua dan Pos Pengawasan Bea dan Cukai
Ilwaki Wetar. Selain itu KPPBC Kupang juga memiliki wilayah pengawasan yang
berbatasan langsung dengan Oecusse yang merupakan wilayah kantung
(enclave) di Timor Barat.
Salah satu Pos Pengawasan Bea dan Cukai di bawah pengawasan
KPPBC Kupang terletak di Oepoli, Kabupaten Kupang merupakan perbatasan
darat yang merupakan perbatasan darat dengan Timor Leste. Untuk
mencapai pos ini melalui darat membutuhkan waktu kurang lebih sekitar tujuh
sampai delapan jam dari Kota Kupang dengan kondisi jalan yang
memprihatinkan. Jumlah pegawai yang sangat minim dan wilayah
pengawasan yang cukup luas bukan menjadi penghalang bagi KPPBC
35
Kupang untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan
pengawasan dan pelayanan kepada masyarakat.
Melihat sumber daya yang ada di NTT, perlu adanya inovasi yang
dilakukan oleh kantor ini untuk dapat memberikan peran yang nyata kepada
masyarakat untuk dapat menggali potensi daerah yang ada. Potensi daerah
yang ada tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari
sektor cukai, peningkatan ekspor hasil perikanan dan kelautan. Hal ini perlu
diimbangi dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam mematuhi dan
melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang Kepabeanan dan
Cukai.
Langkah Awal Pemberdayaan Masyarakat
Sebelum kantor ini bertransformasi menjadi kantor modern,
penerimaan negara sangat bergantung pada kegiatan importasi beras yang
dilakukan oleh BULOG. Hasil perikanan dan pertambangan di ekspor melalui
Surabaya dan Denpasar sehingga seolah-olah Kupang tidak memiliki potensi
yang dapat dijadikan sebagai komoditi ekspor. Melihat keadaan ini KPPBC
Kupang tidak berdiam diri dan berupaya untuk lebih berperan dalam
menggali potensi daerah yang ada. Bersama dengan pemerintah daerah dan
instansi-instansi terkait, KPPBC Kupang tidak henti-henti melakukan koordinasi
dengan asosiasi nelayan dan stakeholder seperti UPT Perikanan, Laboratorium
Perikanan, Karantina dan maskapai penerbangan untuk mencari potensi-
potensi daerah yang dapat dikembangkan untuk ekspor.
36
Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar, KPPBC Kupang
melalui kegiatan Customs Goes to Kampoung mengunjungi desa-desa,
kampung-kampung dan pulau-pulau di wilayah pengawasan KPPBC Kupang.
Istilah ini memang tidak terdengar familiar dan “menjual” tapi itulah yang
KPPBC Kupang lakukan untuk dapat diterima keberadaanya dan untuk
menyampaikan tugas dan fungsinya ke masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
lebih mendekatkan Bea Cukai dengan masyarakat, seperti melakukan
pendekatan kepada masyarakat dalam rangka pengawasan cukai untuk
minuman beralkohol.
Bagi masyarakat Kupang,
minuman tradisional yang
mengandung alkohol atau di
Kupang lebih dikenal dengan sopi
adalah hal biasa bahkan menjadi
bagian dari budaya dan acara
adat masyarakat. Dalam praktek-
nya, tidak mudah untuk dapat
langsung masuk dalam masyarakat
ini, masyarakat masih beranggapan
bahwa keberadaan kami akan
menjadi ancaman dalam mata
pencaharian mereka karena belum
mengenal tugas dan fungsi Bea dan
Cukai. Disinilah kami berpikir
perlunya peran nyata KPPBC
Kupang untuk dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat. Namun
kami melakukannya secara perlahan dengan melakukan pendekatan
kepada pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat sehingga kami
dapat sedikit demi sedikit memberikan pemahaman kepada masyarakat
....
.
37
bahwa minuman tradisonal yang mereka buat dapat bernilai tambah
daripada sebatas konsumsi sendiri dan diperjualbelikan dalam jumlah yang
kecil. Selain itu kami juga menyampaikan kepada masyarakat bahwa mereka
dapat menciptakan peluang usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan
pekonomian keluarga mereka, serta berkontribusi dalam meningkatkan
penerimaan negara dari sektor cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol
(MMEA).
Meminjam istilah yang lagi tren saat ini “disitu kadang kami merasa
sedih”. Potensi daerah NTT yang kaya akan hasil perikanan dan kelautan
belum secara optimal dimanfaatkan karena tidak banyak ikan yang dihasilkan
baik oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang perikanan maupun
nelayan-nelayan tradisonal di Kupang. Hal ini disebabkan masih kurangnya
teknologi penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan ikan serta informasi
terkait distribusi dan pemasaran hasil perikanan.
Salah satu fungsi DJBC adalah sebagai trade facilitator yaitu
bagaimana DJBC berperan dalam memberi fasilitas perdagangan antara lain
peningkatan kelancaran arus barang dan perdagangan sehingga dapat
menekan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim
perdagangan yang kondusif. Dalam menjalankan fungsi ini KPPBC Kupang
secara intensif memberikan sosialisasi dan penyuluhan baik dalam forum-forum
peningkatan ekspor antara pelaku usaha dibidang perikanan dengan
berkoordinasi dengan pemerintah daerah, instansi terkait perijinan perikanan,
maskapai penerbangan sebagai pengangkut untuk dapat mencari solusi
dalam rangka peningkatan ekspor hasil perikanan yang merupakan potensi
yang berasal dari Kupang. Melalui kegiatan Customs Goes to Kampoung
KPPBC Kupang melakukan pendekatan yang bersifat merakyat ke kampung-
kampung nelayan dan tempat pelelangan ikan untuk mendengarkan aspirasi
dari nelayan dan sekaligus memberikan pemahaman kepada nelayan,
bahwa Kupang memiliki potensi perikanan dan kelautan yang dapat diekspor.
38
Untuk memfasilitasi kegiatan ekspor ikan, KPPBC Kupang selalu siap untuk
memberikan pelayanan dan informasi.
Dalam rangka penegakan hukum terhadap dua kasus pelanggaran
Kepabeanan di bidang impor pakaian bekas, KPPBC Kupang juga melakukan
perjalanan ke Pulau Pemana yang merupakan pulau terpencil yang mayoritas
penduduknya sebagai pelaut. Dalam rangka mengumpulkan keterangan dan
bukti-bukti pelanggaran untuk keperluan kelengkapan berkas perkara, banyak
kendala yang dihadapi oleh petugas KPPBC Kupang. Namun berkat bantuan
dan koordinasi dengan Kantor Wilayah DJBC Bali, NTB dan NTT serta KPPBC
Maumere, kasus ini dapat diselesaikan. Dalam menyelesaikan kasus ini cukup
banyak hambatan dan kendala yang dihadapi, seperti ditetapkannya
Penyidik PNS Bea dan Cukai sebagai tersangka, pengumpulan keterangan
dan bukti-bukti di Pulau Pemana yang harus ditempuh melalui udara ke
Maumere dan dilanjutkan dengan kapal kayu sekitar satu setengah jam
perjalanan laut, dan penduduk setempat yang tidak kooperatif untuk
memberikan keterangan bahkan cenderung melindungi dan
menyembunyikan tersangka. Selain itu usaha untuk menarik barang bukti
berupa kapal menjadi tidak mudah karena mesin kapal sudah dalam kondisi
tidak terpasang lagi. Pegawai KPPBC Kupang harus menyewa kapal nelayan
untuk menarik kapal dari Pulau Pemana ke Kupang selama tiga hari tiga
malam. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat petugas KPPBC Kupang
untuk menyelesaikan kasus ini. Berkas penyidikan telah diserahkan kepada
Jaksa Penuntut Umum untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Kupang.
Kegiatan Customs Goes to Kampoung Berbuah Manis
Peran KPPBC Kupang dalam melakukan program pemberdayaan
masyarakat melalui kegiatan Customs Goes to Kampoung sudah
membuahkan hasil. Hal ini dapat dilihat dari kepatuhan masyarakat terhadap
ketentuan perijinan cukai dan diimbangi dengan peningkatan realisasi
39
penerimaan negara dari sektor cukai khususnya dari cukai MMEA.
Pemberdayaan masyarakat nelayan dan dunia usaha untuk memperluas
pangsa pasar ikan di luar negeri telah direalisasikan dengan ekspor ikan
perdana melalui cargo service Garuda cabang Kupang pada tahun 2012. Hal
ini tidak terlepas dari peranan KPPBC Kupang dalam memfasilitasi para
nelayan dan stakeholder seperti UPT Perikanan, Laboratorium Perikanan,
Karantina dan maskapai penerbangan untuk merealisasikan ekspor ikan dan
produk perikanan. Penegakan hukum dalam mengatasi importasi pakaian
bekas memberikan pembelajaran dan kesadaran kepada masyarakat untuk
melakuan pekerjaan yang lebih baik dan tidak melanggar hukum, seperti
nelayan. Hal ini sesuai dengan tujuan organisasi KPPBC Kupang, yaitu
Meningkatkan dan Mengamankan Penerimaan Bea Masuk dan Cukai dengan
Mempertimbangkan Perkembangan Ekonomi Daerah.
.
40
Inovasi Jemput Bola Via Operasi Pasar dan Surat Setoran Pajak
Jhonny Ricardo Simanjuntak AR KPP Pratama Kudus
Direktorat Jenderal Pajak
Kisah ini dimulai dari unit kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Kudus dengan wilayah kerja meliputi kabupaten Kudus yang terletak di
sebelah timur Jawa Tengah. Kisah ini bercerita tentang inovasi ‘jemput bola’
yang saya lakukan sendiri maupun bersama-sama dengan para rekan kerja
KPP dalam rentang waktu Oktober 2013 hingga Desember 2014. Inovasi ini
ditujukan untuk meraih dua target yaitu peningkatan tingkat kepatuhan
8
41
perpajakan para Wajib Pajak (WP) pedagang Pasar Kliwon dan perbaikan
administrasi setoran perpajakan para Wajib WP bendahara pengeluaran
satuan kerja pemerintah daerah Kudus. Inovasi ‘jemput bola’ ini merupakan
kegiatan proaktif sekaligus preventif KPP dalam mengurai serta memecahkan
masalah kepatuhan maupun administrasi perpajakan para WP.
Kabupaten Kudus memiliki Pasar Kliwon yang dikenal sebagai salah satu
sentra perdagangan kain batik di Jawa Tengah selain Pasar Sentono di
Pekalongan dan Pasar Klewer di Solo. Pasar Kliwon merupakan pasar
tradisional yang memiliki lebih dari 500 kios yang melakukan perdagangan
secara grosir maupun eceran. Data internet menyebutkan bahwa Pasar Kliwon
ini mampu mencetak omzet hingga 3 Miliar rupiah per harinya. Bahkan,
besarnya omzet tesebut diperkirakan meningkat hingga berpuluh kali lipat jika
mendekati hari raya Lebaran. Namun sayangnya keuletan para pedagang
Pasar Kliwon dalam mencapai omset sebesar itu tidak diimbangi dengan
kontribusi pembayaran pajaknya yang hanya menyentuh angka puluhan juta
rupiah di tahun 2012. Kontribusi ini pun hanya berasal dari kurang dari separuh
pedagang saja yang sudah terdaftar NPWP-nya di KPP. Ini menggambarkan
bahwa tingkat kepatuhan perpajakan para WP pedagang Pasar Kliwon masih
rendah.
Berawal dari rendahnya kontribusi pajak dari para pedagang Pasar
Kliwon maka disusunlah inovasi ‘jemput bola’ yang melibatkan berbagai pihak
seperti Dinas Pengelolaan Pasar (Pemerintah Daerah/Pemda) serta Asosiasi
Pedagang Pasar Kliwon (Asosiasi). Secara garis besar, target inovasi ini meliputi
ekstensifikasi (peningkatan pembayar pajak melalui pemberian NPWP dan
SSP/Surat Setoran Pajak) dan intensifikasi (peningkatan pembayaran pajak
melalui himbauan dan pemeriksaan). Beragam kiat/strategi pun ditempuh,
diantaranya berupa kegiatan pemetaan pedagang pasar yang berujung
pada pemberian NPWP, pengawasan intensif yang dituangkan dalam
pengiriman surat himbauan, pemeriksaan dan komunikasi persuasif melalui
42
sosialisasi ke Asosiasi dan penempatan Pojok Pajak di pasar dalam rangka
menyadarkan para pedagang, serta pemberian SSP dan penagihan dalam
rangka merealisasikan pembayaran pajak. Semua strategi ini dinamakan
‘Operasi PASAR’ yang merupakan singkatan dari operasi Petakan-Awasi
secara intensif-Sadarkan-Audit/Periksa-Realisasikan. Strategi ‘Operasi PASAR’
ini sukses mendulang sejumlah pencapaian positif di sisi intensifikasi berupa
peningkatan potensi pembayaran pajak yang mencapai miliaran rupiah
(meningkat 3.700% dari sebelumnya hanya puluhan juta). Sedangkan di sisi
ekstensifikasi, terjadi peningkatan jumlah pembayar pajak sebesar 78% dari
sebelumnya. Peningkatan pembayaran ini bermanfaat secara langsung bagi
KPP dalam mengejar target penerimaannya. Pembayaran pajak yang berasal
dari setoran perorangan para pedagang
ini meningkat sehingga berdampak juga
pada meningkatnya jumlah bagi hasil
pajak yang diterima Pemda.
Beberapa pedagang Pasar Kliwon
menyebutkan bahwa mereka sering lupa
membayar utang apalagi membayar
pajak. Sesuai aspirasi kekhawatiran
beberapa pedagang tersebut dan
dalam rangka mempertahankan
pencapaian positif diatas, KPP sedang
mengkaji penerapan inovasi ‘jemput
bola’ jilid II yaitu secara rutin bersama
dengan Bank Persepsi/Pos mendatangi
para pedagang agar mereka mudah
membayar pajaknya tepat waktu. Para pedagang juga tidak merasa khawatir
akan sanksi denda/bunga akibat kelupaan membayar pajak. Hal ini juga
mendidik mereka untuk disiplin dan tertib membayar pajak. Bagi bank/Pos,
‘
.
43
inovasi ini baik bagi pencitraan usaha mereka karena turut memudahkan
transaksi para pedagang. Selain itu, mereka juga dapat memasarkan produk
kredit mereka kepada para pedagang yang sedang kesulitan finansial dalam
membayar pajak.
Inovasi ‘jemput bola’ juga diterapkan pada pembenahan administrasi
setoran perpajakan para WP bendahara pengeluaran satuan kerja Pemda
(bendahara SKPD) Kudus. Alur administrasinya dimulai dari bendahara SKPD
membuat SPM (Surat Perintah Membayar) yang dilampiri Surat Pernyataan
bahwa pajak telah dihitung-dipotong-diisi dengan benar. Setelah menerima
SPM dari bendahara SKPD, Kuasa BUD (Bendahara Umum Daerah) membuat
SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana). Lalu, SP2D tersebut diteruskan ke BPD
(Bank Pembangunan Daerah) untuk
ditindaklanjuti dengan pembayaran.
Setiap bulan Desember, Kuasa BUD
biasanya memproses ratusan SPM per
harinya selama 2 minggu.
Masalah administrasi setoran
perpajakan ini terletak pada formulir
SSP (Surat Setoran Pajak) itu sendiri
sebagai sarana administrasi
penyetoran pajak. Banyak
bendahara SKPD melakukan
kekeliruan menghitung/memotong
pajak dan mengisi SSP. Para
bendahara SKPD tidak memotong
pajak atau menghitung/memotong
dengan tarif yang keliru dan tarif
terlalu kecil. Pada formulir SSP, mereka
mengisi field NPWP dengan NPWP
.
44
bendahara seharusnya NPWP rekanan atau sebaliknya. Mereka juga keliru
mengisi field kode setor (Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran). Mereka
beralasan bahwa pajak sangat rumit dan banyak karena mereka harus
menghafal 4 jenis Pajak Penghasilan/PPh (PPh 21, 22, 23, Final) dan Pajak
Pertambahan Nilai/PPN serta 241 kode setor pajak. Masalah administrasi ini
berdampak pada tidak akuratnya porsi penerimaan pajak KPP yang dapat
membuat analisa penerimaan pajak menjadi bias. Bahkan lebih serius lagi,
masalah ini dapat berakibat menurunnya setoran pajak baik yang
diadministrasikan KPP maupun yang diterima secara nasional.
Setelah mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pembenahan
adminis-trasi setoran pajak ini pada bulan Desember 2014, akhirnya, KPP
menerapkan inovasi ‘jemput bola’ dengan menempatkan beberapa petugas
pajak Account Represen-tative (AR) di lingkungan Pemda Kudus. Inovasi yang
diterapkan di kantor Kuasa BUD Kudus ini diberi nama ‘Operasi SSP’ yang
merupa-kan singkatan dari operasi penelitian: Salahkah isi NPWP-nya?
Salahkah isi Kode Setornya? dan Pastikan pajak telah dihitung/dipotong
dengan benar. Target utama operasi ini adalah perbaikan administrasi setoran
pajak melalui penelitian SSP yang dilampirkan dalam SPM sebelum Kuasa BUD
membuat SP2D.
Inovasi ‘jemput bola’ berupa ‘Operasi SSP’ ini berjalan sukses serta
mendapatkan apresiasi yang baik dari pihak Kuasa BUD dan bendahara SKPD.
Mereka merasa terbantu dalam melakukan verifikasi/penelitian pembayaran
pajak. Temuan audit BPK maupun BPKP terkait kesalahan penyetoran pajak
para bendahara ini pun bisa ditekan. Bagi KPP, inovasi ini telah membuat kerja
sama dengan pihak Pemda semakin baik. KPP semakin mudah memperoleh
data-data dari Pemda seperti data IMB dan perijinan lainnya. Sebagai
informasi, acara penting KPP yaitu ‘Pekan Panutan Pelaporan SPT’ di bulan
Maret 2015 dihadiri oleh Bupati secara tepat waktu bila dibandingkan
beberapa tahun sebelumnya.
45
Inovasi ‘jemput bola’ ini telah mengubah budaya kerja petugas KPP
menjadi lebih pro aktif dibandingkan sebelumnya yang hanya duduk di kantor
melakukan analisIS berdasarkan data yang masuk ke KPP. Inovasi ini juga telah
mendorong banyak perbaikan sistem informasi PADI (Pengawasan, Analis
Data dan Informasi) di KPP untuk menampung banyaknya data yang diterima
dari Pemda.
46
Ferrari dan McLaren
Andy Prijanto Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan,
KPP Pratama Rengat
Direktorat Jenderal Pajak
Saat dimutasi ke salah satu KPP Pratama di Lampung di akhir tahun 2010,
saya harus memulai dengan kebiasaan baru. Jika di KPP Madya saya hanya
mengawasi lima puluh wajib pajak (WP), maka di KPP Pratama terdapat ribuan
WP yang menjadi tanggung jawab pekerjaan saya. Jika di KPP lama wilayah
kerja saya bisa melintasi batas kota atau kabupaten bahkan lintas propinsi,
maka di KPP baru hanya terbatas pada lingkup kecamatan.
9
47
Tiga bulan pertama, saya merasakan situasi yang kurang kondusif dalam
pengawasan WP dengan sistem wilayah kerja per-Kelurahan/Desa. Namun
itulah standard operating prossedure (SOP) yang diterapkan untuk setiap KPP
Pratama. Suka tidak suka saya harus mengikuti. Meskipun secara pribadi saya
menganggap perlu ada perbaikan sistem, saya belum berani
mengungkapkan gagasan pada tahun pertama saya bekerja di tempat baru.
Seiring berjalannya waktu, saya mendapatkan masukan dan keluhan dari
beberapa rekan Account Representative (AR), khususnya yang merasa kurang
mampu melakukan penggalian potensi WP. Alasannya, kapasitas mereka
kurang dalam memahami ilmu akuntansi dan peratutan perundang-
undangan di bidang perpajakan dengan dalih faktor usia dan tingkat
pendidikan yang terbatas. Kebanyakan mereka memang sudah berusia di
atas lima puluh tahun dan hanya berijazah Sekolah Menengah Atas (SMA).
Di sisi lain, bagi AR yang mempunyai kemampuan dalam menggali
potensi dengan bekal ilimunya yang cukup, merasa kurang fokus karena
terlalu banyaknya jumlah WP yang menjadi tanggung jawabnya. Bahkan
sebagian besar waktu mereka lebih dicurahkan untuk memberikan pelayanan
terhadap WP yang kurang potensial.
Setelah meyakini bahwa kegelisahan tentang sistem pengawasan
berdasarkan wilayah tersebut ternyata bukan hanya saya yang merasakan,
saya usulkan kepada rekan-rekan AR untuk memodifikasi sistemnya. Saya
menawarkan sistem yang sangat sederhana yaitu membagi AR menjadi dua
kelompok besar yang terdiri dari:
1. AR yang bertanggung jawab penuh pada sembilan puluh persen
penerimaan kantor, dengan mekanisme mengawasi seribu atau lebih WP
besar yang menunjang 90% penerimaan tanpa dibatasi wilayah kerja;
dan
2. AR yang bertanggung jawab penuh pada WP berdasarkan wilayah per-
Kelurahan dan hanya bertanggung jawab untuk mengamankan
penerimaan kantor sebesar sepuluh persen dan penambahan WP baru.
48
Penentuan kriteria anggota kelompok tersebut tidak berdasarkan
parameter yang rumit. Cukup masing-masing AR introspeksi dan menilai diri
sendiri, di kelompok mana mereka merasa nyaman bekerja sesuai dengan
kapasitas dan kerelaannya. Bagi yang kurang mampu menggali potensi
berdasarkan anlisis laporan keuangan dan peraturan perundang-undangan
perpajakan, mereka memilih untuk menjadi AR Wilayah. Sedangkan yang
sesuai dengan disiplin ilmu dan kapasitasnya memilih menjadi AR Penggalian
Potensi.
Berdasarkan semangat perbaikan untuk mengamankan penerimaan
pajak di tahun berikutnya saya dan beberapa AR lain mengajukan gagasan
tersebut ke Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) dan Kepala
Kantor. Setelah beberapa hari berdiskusi dan meyakini tidak ada pelanggaran
prosedur yang dilakukan, Kepala KPP memutuskan untuk memakai sistem
pengawasan tersebut di tahun berikutnya.
Meskipun belum berhasil mencapai target penerimaan pada tahun 2011,
namun dapat dirasakan dampak perbaikan yang terjadi baik secara moril
maupun materiil, seperti:
1. Target penerimaan tercapai sebesar 97,5% naik dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya 92%;
2. Naiknya motivasi AR yang merasa kurang mampu melakukan penggalian
potensi, karena beban pikiran mereka berkurang. Bahkan ada beberapa
yang semula berniat mengajukan pengunduran diri sebagai AR,
mengurungkan niatnya karena mulai menyenangi pekerjaannya;
3. Penggalian potensi oleh AR menjadi lebih fokus karena tidak terbebani
oleh pengawasan WP yang semula jumlah mencapai ribuan WP per-AR.
Perbaikan terus dilakukan pada tahun berikutnya dengan menambah
variasi perubahan pada kelompok AR Penggalian Potensi seperti ditunjuknya
AR khusus WP Bendahara dan AR khusus WP besar OP.
Pada akhir tahun 2012, Kepala Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung saat
itu, Bapak Peni Hirjanto, mengapresiasi modifikasi sistem yang digunakan di KPP
49
saya. Setelah melakukan rapat dan diskusi dengan para kepala KPP, beliau
mengumpulkan seluruh AR untuk memberikan pengarahan tentang sistem
pengawasan yang akan diterapkan tahun depan dengan membagi
kelompok AR menjadi AR Penggalian Potensi dan AR Penggalian Wilayah.
Beliau memberi nama pengelompokan tersebut dengan analogi kejadian
yang ada di lintasan lomba mobil formula satu yaitu AR Ferrari dan AR Mclaren.
Sejak saat itu, seluruh KPP Pratama di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung
menerapkan modifikasi sistem sesuai instruksi dari Kepala Kanwil. Masing-
masing kantor diberi kebebasan untuk mengembangkannya sesuai dengan
kondisi kantornya masing-masing. Sayangnya pada pertengahan tahun 2013,
saya harus pindah tugas mengemban amanah ke KPP Pratama di Kanwil lain.
Meskipun saya tidak lagi bertugas di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung, saya
mengetahui bahwa pada tahun 2014 menunjukkan adanya peningkatan
kinerja di beberapa KPP Pratama di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung,
khususnya di KPP Pratama tempat saya bekerja sebelumnya.
Selain itu, saya juga mengetahui bahwa pada tahun 2014 merupakan
tonggak sejarah bagi KPP Pratama Teluk Betung yang untuk pertama kalinya
mampu mencapai target penerimaan pajak sejak berdiri tahun 2008.
Adapun bagi saya pelajaran yang paling berharga yang dapat saya
ambil hikmahnya adalah:
1. Gagasan yang baik dan mempunyai tujuan yang baik tidak sekedar
untuk dikemukakan saja, namun harus diperjuangkan untuk diwujudkan
meskipun harus menempuh waktu perjalanan yang panjang;
2. Keberhasilan tidak akan datang dengan cara yang instan, namun harus
direncanakan dan memerlukan waktu untuk mengujinya;
3. Mengutip pendapat Albert Einstein: “Hanya orang gila yang
mengharapkan hasil yang berbeda dengan melakukan cara yang
sama”, maksudnya jangan takut untuk think out of the box, sepanjang
tidak melanggar SOP yang ada dan bertujuan untuk kebaikan.
50
Akhir berbagi kisah ini saya dedikasikan pada rekan-rekan AR, Kasi
Waskon, dan Kepala Kantor di KPP Pratama Teluk Betung, serta Bapak Peni
Hirjanto, yang sekarang mengemban amanah sebagai Kepala Kanwil DJP WP
Besar. Semoga senantiasa amanah dalam menjalankan tugas di tempat
masing-masing.
51
SIPERBAN, Sistem Informasi Pengurangan, Keberatan dan Banding
Hiqma Nur Agustiningsih Kepala Seksi Pengurangan,
Keberatan dan Banding IV, Kanwil DJP Jatim III
Direktorat Jenderal Pajak
Bermula saat saya berpindah tugas pada bulan Februari 2014 menjadi
Kepala Seksi Pengurangan Keberatan dan Banding (PKB) IV di Kanwil DJP Jawa
Timur III, setelah sebelumnya menjadi Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi
III di sebuah KPP di wilayah ujung selatan Kanwil DJP jawa Timur III, yaitu KPP
Pratama Tulungagung.
Ada perbedaan nyata yang sempat membuat saya surprise di awal
bertugas di tempat baru, karena selama bekerja di tempat sebelumnya
10
52
hampir semua bentuk pekerjaan telah terdokumentasi dan terjaga dengan
sistem aplikasi yang memadai, handal dan dapat menjadi panduan dalam
monitoring dan evaluasi Kinerja Account Representatif (AR) maupun Kinerja
Kepala Seksi. Ternyata di tempat baru, untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap Kinerja para Penelaah Keberatan dan Kepala Seksi masih
dilakukan secara manual.
Pengawasan dan pengamanan terhadap berkas permohonan yang
masuk dan yang sedang dikerjakan oleh Penelaah Keberatan dilakukan oleh
masing-masing seksi dan belum terintegrasi. Sehingga apabila ingin
mengetahui dan mengevaluasi perkembangan permohonan berkas (yang
jatuh tempo), harus melalui rekapitulasi data dari masing-masing seksi. Belum
lagi adanya kesulitan untuk melihat frekuensi pengajuan permohonan oleh
wajib pajak. Hal-hal tersebut tidak efisien dan memakan waktu, padahal kami
selalu berupaya untuk menyelesaikan berkas sesuai standar Layanan
Unggulan.
Tetapi hal tersebut tidak
membuat saya patah semangat
apalagi hanya diam, mandek, ataupun
pasrah dengan keadaan. Bagi saya itu
adalah sebuah tantangan, bukan
sebuah hambatan tetapi hanya
masalah pola pikir. Saya berpikir harus
ada sebuah solusi, sebuah jawaban
akan PR dan permasalahan yang terjadi
di lingkungan saya bertugas.
Hal ini sangat penting, me-
ngingat petugas pajak yang selalu
berpindah tugas sehingga dibutuhkan
.
53
sebuah rekam jejak terhadap pekerjaan yang dilakukan serta sebagai bentuk
tanggungjawab dan pengawasan terhadap apa yang dilakukan selama
bertugas. Saya berpikir harus ada sebuah terobosan dalam bentuk aplikasi
yang dapat memantau dan mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh Para
Penelaah Keberatan, Kepala Seksi serta Kepala Bidang PKB.
Ternyata gayung bersambut, ketika ide itu saya sampaikan kepada
Kepala Bidang, Bapak Ar Ar Aryaman, ternyata beliau juga memiliki pemikiran
dan ide yang sama dengan apa yang ada di benak saya. Akhirnya beliau
menugasi saya untuk mencari solusi bagaimana mengatasi kesulitan atau
kondisi yang kita hadapi dengan sebuah sistem aplikasi untuk pengawasan
kinerja di Bidang PKB.
Sebagai langkah awal, saya mencari informasi kepada Kanwil-kanwil
terdekat dengan wilayah Kanwil Jatim III mana kira-kira kanwil yang telah
menggunakan sistem aplikasi untuk monitoring dan penjagaan kinerja
pengelolaan berkas di bidang PKB. Ternyata di Kanwil-kanwil di sekitar kanwil
DJP Jawa Timur III juga masih menggunakan aplikasi penjagaan sederhana
untuk masing-masing seksi, belum terintegrasi dalam satu bidang. Sebetulnya
ada aplikasi yang sudah dipakai di Kanwil yang lain namun belum memenuhi
kebutuhan keinginan dan kebutuhan pengawasan bidang PKB.
Ternyata semesta mendukung, suatu hari di momen rekonsiliasi laporan
keuangan tingkat Eselon I di Jakarta yang diikuti oleh seluruh Kanwil seluruh
Indonesia, saya bertemu dengan seorang teman Kasi PKB Kanwil Kalimantan
Barat, Bapak Irfan Budiman. Dari beliau saya belajar tentang aplikasi
monitoring yang telah mereka gunakan, My PK namanya. Keberadaan aplikasi
My PK tersebut saya sampaikan ke Bapak Kepala Bidang, dDan sebagai upaya
kita belajar tentang aplikasi tersebut, Bapak Kakanwil menugaskan Tim Kecil,
yaitu Bapak Kepala Bidang, saya, Bapak Budi Prasetyo, dan seorang
54
pelaksana bidang dukungan
teknis, Baskoro Suryo Mukti untuk
melakukan studi aplikasi tersebut
ke Kanwil Kalimantan Barat.
Itulah trigger untuk
mewujudkan apa yang kami
impikan, awal dan sekaligus
merupakan motivasi terbesar
bagi kami untuk dapat
merealisasikan sebuah sistem
aplikasi bidang PKB yang dapat
memantau dan menjaga serta
mengawasi pekerjaaan yang
dilakukan. Sepulang dari
Kalimantan, awalnya kami
berpikir akan mengadopsi sistem
aplikasi My PK yang telah dijalan-
kan oleh teman-teman kanwil
Kalimantan Barat. Namun kami
memutuskan setelah berdiskusi
dengan tim kecil dan berdasar-
kan kemampuan yang dimiliki oleh Baskoro, kita bersepakat untuk membuat
aplikasi kami sendiri.
Aplikasi tersebut kami namai SIPERBAN, Sistem Informasi Pengurangan
Keberatan dan Banding. Aplikasi yang kami ciptakan ini dapat mengawasi
dan memantau Pengawasan Berkas Berjalan – Jatuh Tempo, Pengawasan
Berkas Berjalan – Jatuh Tempo Layanan Unggulan, Melihat History Permohonan
Wajib Pajak, Sistem Aliran/Flow Berkas, Dashboard untuk melihat tunggakan
dan Reporting/Laporan, serta yang tidak kalah penting dapat mengetahui
.
55
dan mengevaluasi rata-rata penyelesaian dan nilai produktivitas dari masing-
masing PK melalui pembobotan. Sehingga kita dapat mengevaluasi kinerja PK
lebih optimal.
Aplikasi ini memang belum sempurna, sampai dengan hari ini pun
aplikasi ini masih terus kami sempurnakan. Terdapat beberapa pelajaran
penting yang dapat saya sampaikan melalui kisah ini, yaitu:
1. Bahwa ketika kita melihat kondisi atau situasi lingkungan kerja yang
belum berjalan optimal/sempurna atau mengalami suatu kesulitan
dalam bekerja, jangan berhenti atau diam di tempat, pikirkan dan
cari solusi untuk dapat mengatasi persoalan yang ada.
2. Selalu berpikir positif, disetiap kesulitan pasti ada jalan atau
kemudahan. Jika ada masalah atau persoalan pasti selalu ada
jawaban atau solusi. Sepanjang kita mau berpikir dan berupaya.
3. Upayakan sharing dan diskusi serta berkomunikasi terkait hal-hal yang
menyangkut pekerjaan kita dengan lingkungan atau tim yang ada,
teman-teman sejawat, bawahan, Kepala bidang, dan Kepala kanwil
maupun teman-teman DJP di lingkungan Kanwil lain di seluruh
Indonesia. Karena tanpa support dan dukungan dari mereka semua
apa yang mejadi persoalan atau ide tersebut tidak akan terealisasi.
Terima kasih untuk motivasi bapak Kakanwil, Bapak Budi Susanto yang
mengajarkan kepada kita untuk jangan selalu menunggu solusi dari
kantor Pusat, buat dan create langkah atau solusi, ciptakan inovasi
yang dapat mempercepat kita dalam bekerja dan lebih baik lagi jika
menjadi solusi/terobosan baru baik untuk lingkungan kita maupun
nasional. Karena kita adalah sebuah keluarga besar. Keluarga besar
DJP, keluarga besar Kementerian Keuangan.
4. Terus berusaha melakukan upaya terbaik dengan menjalin kerjasama
dan bersinergi dengan lingkungan di mana kita berada, sebagai
contoh kami, dengan Bidang Data dan Pengawasan Potensi
56
Perpajakan (DP3), yang sekaligus merupakan patner dalam
mewujudkan impian kami bidang PKB Kanwil DJP Jawa Timur III. Karena
tanpa sinergi bidang lain, bisa jadi ide atau mimpi kita tidak akan
terealisasi.
Akhir kata, tulisan ini saya dedikasikan untuk seluruh crew Seksi PKB IV,
seluruh teman-teman Kasi PKB dan seluruh Penelaah Keberatan, Bapak Dedi
Kurniawan dan crew Bidang DP3, Bapak Ar Ar Aryaman atas bimbingan dan
supportnya, Bapak Budi Susanto, selaku Kakanwil DJP Jatim III atas motivasi dan
keleluasaannya sehingga memberikan ruang bagi kami untuk berpikir kreatif,
cerdas dan terus berinovasi.
Selalu Semangat, terus berkarya memberikan yang terbaik dimanapun
berada untuk Indonesia tercinta.
57
Kini, Proses Bisnis jadi Lebih Mudah dan Teratur dengan ALMIRA
Yunis Kripsiawan Watuaji Pelaksana pada Biro Hukum,
Sekretariat Jenderal
Anda sering pusing karena banyak tugas dari atasan? Bingung tugas
mana yang dikerjakan terlebih dahulu? Anda pernah mengalami tugas yang
melewati deadline sedangkan ada undangan yang harus dihadiri? Atau
sebagai atasan, Anda ingin memonitor penugasan yang telah didelegasikan?
Anda ingin administrasi persuratan lebih rapi tapi tetap sederhana sehingga
11
58
tidak membebani proses bisnis utama
organisasi? Tidak perlu khawatir.
Sekarang ada ALMIRA yang akan
membantu Anda.
atau Aplikasi
Manajemen dan Informasi Pekerjaan
merupakan aplikasi yang dikem-
bangkan oleh Bakhtiar Amaludin.
Awalnya Bakhtiar, sebagai pegawai
subbagian Jasa Keuangan III diminta
oleh atasannya, Ambarwati Retno Dewi,
Kasubbag Jasa Keuangan III, untuk mengadakan sistem informasi guna
memonitor daftar pekerjaan apa saja yang harus diselesaikan dalam unit
kerjanya. Hal ini dikarenakan kadang terjadi manajemen pekerjaan yang
belum terorganisasi dengan baik sehingga beberapa penugasan terlewat
atau berkas pekerjaan yang terselip. Kemudian, Bakhtiar mengembangkan
aplikasi ini, selama kurang lebih tiga bulan mulai Oktober 2014 dan
diujicobakan mulai 1 Januari 2015. Dalam proses pembuatannya, ALMIRA
berkembang menjadi tidak sekedar untuk manajemen pekerjaan tetapi juga
integrasi sistem-sistem yang lain seperti, sistem persuratan, sistem informasi
rapat, dan pengukuran kinerja.
Siapa saja yang bisa menggunakan ALMIRA? Pengguna ALMIRA adalah
seluruh pegawai dalam suatu organisasi baik pejabat maupun pelaksana.
Setiap pegawai akan diberikan satu akun pengguna untuk masuk ke ALMIRA.
Setiap penguna juga akan mendapatkan tingkatan yang berbeda sesuai level
jabatannya. Dengan ALMIRA, pejabat eselon IV dapat memonitor pekerjaan
pelaksananya, pejabat eselon III dapat memonitor pekerjaan pejabat eselon
IV ,dan seterusnya.
.
59
Karena sifatnya masih pilot project, ALMIRA baru digunakan di
lingkungan organisasi eselon III Biro Hukum, yakni Bagian Hukum Jasa
Keuangan dan Perjanjian. Selama empat bulan, ALMIRA cukup memadai
untuk membantu proses bisnis sehari-hari.
ALMIRA dilengkapi dengan fitur-fitur sebagai berikut:
1. Sistem Persuratan: Pengguna dapat merekam dan mengupdate disposisi
serta data dalam menu Persuratan, seperti Surat Masuk, Undangan, Surat
Keluar dan Surat Tugas.
2. Sistem Informasi Kegiatan: Pengguna dapat melihat jadwal rapat yang
harus dihadirinya pada menu Jadwal Rapat dalam bentuk kalender
kegiatan. Dalam menu Monitor Undangan, pengguna dapat melihat dan
memonitor undangan yang telah dihadiri, tidak dihadiri, akan datang dan
lainnya.
3. Monitoring Pekerjaan: Pengguna dapat memonitor penugasan yang
sedang ditanganinya dalam menu Penugasanku. Dalam menu Monitor
Disposisi, Pengguna dapat memonitor penugasan yang ditangani oleh
pejabat Eselon di bawahnya atau pelaksananya.
4. Early Warning System: Pengguna dapat melihat norma waktu atas
penugasan yang ditanganinya pada Dashboard.
5. Katalog Pekerjaan: Pengguna dapat mencari informasi terkait penugasan
yang pernah ditanganinya dalam menu Katalog Pekerjaan.
6. E-Filing Management: Pengguna dapat mengupload seluruh file softcopy
terkait pekerjaannya ke dalam sistem sehingga memudahkan apabila di
kemudian hari dibutuhkan lagi. Selain itu, fitur ini juga sebagai media
kolaborasi atau pertukaran file antar pegawai-pegawai yang terkait. Di
Bagian Hukum Jasa Keuangan dan Perjanjian, setiap disposisi, surat
masuk, undangan, surat keluar dan lainnya yang terkait, discan oleh
masing-masing pegawai kemudian diupload di ALMIRA.
60
Secara teknis, Bakhtiar berharap ALMIRA dapat diperkaya dengan fitur-
fitur lainnya yang bermanfaat seperti fungsi diseminasi informasi
diklat/kegiatan yang sifatnya rutin, media penyampaian pesan antar
pegawai, dan lain sebagainya. Selanjutnya apabila berhasil digunakan di
Bagian Hukum Jasa Keuangan dan Perjanjian, ia berharap aplikasi ini dapat
diperluas untuk digunakan di level Biro Hukum.
Tampilan ALMIRA
Menurut Bakhtiar, semangat dan prinsip pengembangan ALMIRA
adalah “Sederhana, Andal dan Berdayaguna”
Sederhana: Proses Bisnis dalam ALMIRA dibuat sesederhana mungkin dan
memudahkan user. Karena pada dasarnya ini adalah aplikasi untuk
mendukung dari aspek administrasi. Jangan sampai waktu untuk
mengadministrasikan pekerjaan lebih lama dari substansi penyelesaian
pekerjaan itu sendiri.
61
Andal: ALMIRA menghasilkan informasi yang berkualitas dan dapat
dipercaya yang dapat digunakan untuk mendukung fungsi organisasi.
Berdayaguna: Semua fungsi dalam ALMIRA dapat menghasilkan
manfaat yang signifikan bagi terpenuhinya kebutuhan proses bisnis
dalam organisasi.
62
Penggunaan Drone dan Foto Udara dalam Kegiatan Penggalian Potensi Pajak
Bambang Wijono Kepala Bidang Data dan Potensi
Perpajakan, Kanwil DJP Sumatera Selatan dan
Kepualauan Bangka Belitung
Direktorat Jenderal Pajak
Tingginya target perimaan pajak yang diamanatkan kepada DJP tentu
menciptakan tantangan tersendiri bagi DJP untuk senantiasa menciptakan
langkah-langkah strategis, terobosan dan inovasi sehingga amanat untuk
menghimpun penerimaan pajak tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
Sebagai salah satu inovasi, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung
Pandan mencoba menggunakan teknologi mutakhir berupa Pesawat Nir
Awak (Drone) yang saat ini banyak digunakan berbagai macam tujuan,
12
63
seperti di kalangan militer sebagai pendukung pertahanan maupun di
kalangan sipil, yang kebanyakan digunakan untuk kegiatan pemetaan
wilayah, foto/video udara, keamanan sipil, pemadam kebakaran, atau
pemeriksaan jalur pemipaan dan sebagainya.
Hasil Pelatihan drone di Kebun Karet
Penggunaan drone untuk tujuan penggalian potensi tercetus pertama kali
pada tahun 2014, ketika DJP dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Tanjung
Pandan mengalami kesulitan dalam melakukan pengujian validitas data yang
disampaikan oleh Wajib Pajak karena kesulitan memperoleh data
pembanding.
Secara garis besar, kerangka kerja penggunaan drone dimaksudkan
sebagai salah satu alternatif pengujian validitas data yang disampaikan oleh
64
Wajib Pajak, baik berupa SPT (PPh dan PPN) maupun SPPT (PBB-P3), dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Terdapat dua kendala yang dihadapi dalam kegiatan penggalian
potensi dalam kaitannya dengan identifikasi potensi pajak (PPh, PPN dan
PBB-P3) dan ketersediaan data internal dan data pendukung yang dapat
dijadikan pembanding atas kesesuaian data yang telah disampaikan
oleh Wajib Pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT) PPh dan PPN serta
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) PBB.
2. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, diperlukan sarana dan data
alternatif yang dapat menjadi pembanding secara akurat. Sarana
alternatif yang dimaksud adalah melalui penggunaan drone. Dengan
data pembanding alternatif yang dihasilkan berupa foto udara yang
mencerminkan kondisi sebenarnya objek yang akan diuji kebenaran
datanya.
3. Drone dipilih karena dapat melakukan pekerjaan pemetaan secara
efektif dan efesien dengan biaya yang relatif murah, baik menyewa
maupun membeli sendiri. Sebagai gambaran, biaya sewa drone
termasuk hasil foto udara yang dihasilkan hanya berkisar Rp70.000/hektar
dengn minimal luasan lahan 500 ha. Selain itu, data yang dihasilkan relatif
dapat dijadikan pembanding yang akurat, karena diperoleh gambaran
detil mengenai kondisi terkini objek yang sedang diteliti, serta dapat
menjadi patokan apabila yang hendak diuji terkait data-data tahun
sebelumnya. Dengan jumlah potensi pajak yang besar, tentu
penggunaan drone menjadi relatif lebih murah namun potensi hasil yang
akan direalisasikan menjadi penerimaan pajak masih sangat besar.
65
Untuk menggambarkan lebih
detil mengenai penggunaan drone
dalam kegiatan penggalian potensi
pajak, berikut ini disajikan contoh kasus
penggalian potensi Wajib Pajak Orang
Pribadi dengan inisial CW, yang
memiliki beberapa jenis usaha
termasuk diantaranya perdagangan
dan kebun kelapa sawit.
Kegiatan foto udara melalui drone dilakukan pada medio 2014, dengan
tujuan menguji kesesuaian data SPOP PBB P3 dan SPT Tahunan Tahun Pajak
2013. Adapun data-data yang dihimpun disajikan dalam ikhtisar sebagai
berikut ini:
1. Berdasarkan SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2013, Wajib Pajak
menyatakan bahwa total peredaran bruto adalah sebesar Rp.572 juta
dengan norma penghasilan sebesar 20% belum termasuk penghasilan
yang berasal dari kebun sawit sebesar Rp.41.500.000, sehingga total
penghasilan neto yang dilaporkan sebesar Rp.155.961.500, dengan PPh
Terutang sebesar Rp.14.141.650. Wajib Pajak tersebut belum
manyampaikan SPOP PBB P3 atas kebun sawit yang dimiliki.
2. Berdasarkan data yang diperoleh dari citra satelit (Google Earth) dan
pengukuran dengan aplikasi Global Mapper, diketahui bahwa luasan
lahan yang dimiliki oleh Wajib Pajak kurang lebih 72 Ha, dengan komposisi
tanaman yang sudah produktif dengan rata-rata umur tanaman di
bawah 5 tahun. Apabila disandingkan dengan data Standar Investasi
Tanaman (SIT) sawit, maka diperkirakan hasil kebun sawit Wajib Pajak
adalah 19 ton/ha, atau total hasil setahun setara 1.368 ton.
3. Data-data tersebut tentu masih harus diuji keabsahannya. Melalui
penggunaan drone dan foto udara yang dihasilkan, diketahui bahwa
dari total lahan seluas 72ha, areal produktif yang dapat diidentifikasi
66
hanya seluas 29ha, dapat dilihat dari bentang dahan pohon sawit dan
sudah dikonfirmasikan baik dengan ahli tanaman sawit maupun sampling
di lapangan. Dengan demikian, dengan berpatokan pada Standar
Investasi Tanaman (SIT) dan
harga rata-sata TBS sebesar
Rp1.000.000/ton, potensi hasil
kebun sawit diperkirakan sebesar
29 ha X 19ton/ha X 1.000.000/ton
= Rp.551.000.000. Sehingga
terdapat selisih jumlah
penghasilan yang besar karena
sesuai data SPT Wajib Pajak
penghasilan dari kebun sawit
belum dilaporkan.
4. Berbekal data tersebut dan
himbauan serta konseling yang
dilakukan kepada Wajib Pajak, pada tahun 2014, Wajib Pajak bersedia
melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh OP dan melakukan
pembayaran PPN sebesar Rp200 juta dan PPh Final (PP46/2013) sekitar
Rp50 juta. Belum termasuk PBB-P3 yang disetorkan.
Berdasarkan latar belakang dan contoh kasus yang diuraikan di atas
dapat ditarik benang merah sebagai berikut:
1. DJP perlu melakukan upaya-upaya luar biasa untuk mencapai target
penerimaan pajak yang tergolong sangat tinggi pada tahun 2015.
Penggunaan teknologi mutakhir, salah satunya drone, dapat dijadikan
alternatif untuk mendorong upaya pengamanan penerimaan pajak.
2. Penggunaan drone di DJP sangat tepat terutama pada daerah-daerah
yang dominan dengan pertambangan, perkebunan dan kehutanan,
mengingat Indonesia masih tergantung pada Sumber Daya Alam dan
.
67
pertanian, perkebunan dan kehutanan, sehingga dapat didapatkan
data pembanding yang relatif akurat dalam menguji kesesuaian
pelaporan dan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
3. Penggunaan drone dengan biaya sewa hanya 35juta dengan minimal
luas 500ha, dapat menghasilkan penerimaan pajak sebesar kurang lebih
300 juta (hampir 10 kali lipat), hanya dari satu WP. Hitungan tersebut tentu
akan menjadi lebih besar lagi, mengingat contoh kasus yang dipaparkan
di sini hanya satu WP dengan luasan lahan 79ha. Sedangkan tingkat
coverage foto udara yang dihasilkan adalah 500 ha.
4. Apabila drone diterapkan secara nasional, dapat dibayangkan berapa
besar peningkatan penerimaan pajak yang dapat dihasilkan oleh DJP.
Hal ini tentu dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut untuk penerapan
dan penggunaan drone sebagai salah satu alternatif pengujian
kepatuhan Wajib Pajak dalam lingkup nasional.
68
Membangun Komunikasi Pasca Otonomi Daerah
S.Sentot Wardoyo Kepala Seksi Pengawasan dan
Konsultasi II, KPP Pratama Muara Teweh
Direktorat Jenderal Pajak
KPP Pratama Muara Teweh sebagai instansi vertikal DJP memiliki tugas
untuk melaksanakan kebijakan operasional di lapangan terkait dengan upaya
pencapaian target penerimaan pajak. Dari data yang ada, target
penerimaan nasional dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 cenderung
mengalami kenaikan. Bahkan target penerimaan pajak tahun 2015 ini
13
69
mengalami kenaikan hampir 30% dari realisasi penerimaan pajak nasional
tahun sebelumnya. Kenaikan target tersebut sebagai imbas adanya program
pembangunan yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah
sebagaimana ter-cantum dalam
Nawacita.
Kenaikan target tersebut
pasti berimbas pada target
penerimaan pajak dari KPP
Pratama Muara Teweh pada
tahun 2015 ini. Jika pada tahun
2014 target penerimaan KPP
Pratama Muara Teweh sebesar
508,298 M, sementara realisasi
penerimaan tahun 2015 adalah
516, 911 M atau 101,69%. Dengan
adanya kenaikan target secara
nasional, maka pada tahun 2015 ini, KPP Pratama Muara Teweh mendapatkan
target penerimaan sebesar 820,665 M atau mengalami kenaikan hampir 60%
dari realisasi penerimaan tahun 2015.
Dengan memperhatikan kenaikan target penerimaan yang signifikan
tersebut, KPP Pratama Muara Teweh tentu perlu dan harus mendapat
dukungan dan kerja sama dari pihak lain yang menjadi mitra dan stakeholders
penerimaan pajak, agar target yang telah ditetapkan tersebut dapat tercapai
sehingga program pembangunan yang akan dilaksanakan dan dapat
dirasakan oleh semua elemen bangsa ini. Salah satu kegiatan yang
dilaksanakan adalah menggagas kerja sama dengan Pemerintah Daerah
(Pemda). Saat ini pihak yang telah melakukan penandatangan Perjanjian
Kerja Sama adalah Pemda yang berada dalam wilayah kerja KPP Pratama
.
.
70
Muara Teweh yaitu Pemda Barito Utara, Pemda Barito Timur, Pemda Barito
Selatan dan Pemda Murung Raya dalam hal ini diwakili oleh beberapa Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Namun membangun komunikasi dengan Pemerintah Daerah bukanlah
hal yang mudah dan perlu usaha yang luar biasa pasca terbitnya Undang-
undang nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-
undang nomor 32 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah. Dengan adanya
otonomi daerah, masing-masing Pemerintah Daerah merasa menjadi sebuah
unit mandiri yang mampu membiayai pembangunan di masing-masing
daerahnya, sehingga kurang begitu memperhatikan manakala ada unit lain
yang memerlukan bantuannya guna kepentingan bersama. Sebagai contoh,
pada tahun 2012 KPP Pratama Muara Teweh telah melakukan
penandatangan nota kesepahaman dengan selurh Kepala Daerah yang
berada dalam wilayah kerja KPP Pratama Muara Teweh.
Namun pasca penandatangan Nota Kesepahaman tersebut, aliran
data dan informasi dari Pemda yang diperlukan dalam upaya peningkatan
kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan negara dari sektor pajak belum
konsisten atau bahkan tidak berjalan dengan optimal. Dengan
memperhatikan kondisi tersebut, KPP Pratama Muara Teweh pada tahun 2014
kemudian mencoba melakukan penjajagan ulang model Perjanjian Kerja
Sama yang efektif guna meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan
penerimaan pajak.
Beberapa kegiatan yang dilakukan guna meyakinkan dan mendapat
kepercayaan dari Pemda adalah pertama, meyakinkan Pemda bahwa
sebagian besar pembiayaan pembangunan tersebut berasal dari
penerimaan pajak bukan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai
informasi, PAD dari keempat Kabupaten yang menjadi wilayah kerja KPP
Pratama Muara Teweh adalah berkisar 5-10% dari DIPA/DPA. Artinya 90-95%
71
DIPA/DPA Pemda tersebut berasal dari penerimaan negara yang ditransfer ke
daerah dalam bentuk Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, dan Dana Bagi Hasil), Dana Otonomi Khusus dan Dana
Penyesuaian/Dana Desa.
Upaya kedua untuk memperoleh dukungan Pemda dalam upaya
pencapaian penerimaan target pajak adalah melakukan pendekatan yang
intensif pada Kepala Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD). Karena secara
teknis pemilik data dan informasi secara teknis adalah Kepala Satuan Kerja
Perangkat daerah (SKPD), sementara Kepala Daerah adalah penanggung
jawab secara umum. Sehingga, kesepakatan yang telah ditatandatangani
oleh para Bupati dan Kepala KPP Pratama Muara Teweh belum sepenuhnya
dipahami dan dilaksanakan oleh SKPD. Ketiga adalah dengan memberikan
time schedule yang jelas kepada Pemda. Hal ini sebagai pengingat dan
penegas bagi seluruh SKPD yang menjadi mitra atau menjadi pihak yang akan
melakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama.
Dengan beberapa upaya di atas, maka pada tahun 2014 KPP Pratama
Muara Teweh berhasil melakukan penadantangan Perjanjian Kerja Sama
dengan beberapa SKPD di keempat Kabupaten tersebut yaitu tanggal 4
September 2014 dengan Pemda Barito Timur (Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Dinas Pertambangan dan Energi,
serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan), tanggal 1 Oktober 2014 dengan
Pemda Barito Selatan (Sekretariat Daerah, Dinas Pertambangan dan Energi,
Dinas Kehutanan dan Perkebunan), tanggal 4 Desember 2014 dengan Pemda
Barito Utara (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah,
Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan) dan
tanggal 9 Desember 2014 dengan Pemda Murung Raya (Dinas Pendapatan
dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Dinas Pertambangan dan
Energi, Dinas Kehutanan, dan Dinas Perkebunan).
72
Bentuk Perjanjian Kerja Sama yang disepakati adalah:
1. penyediaan tenaga ahli, bahan, sarana dan prasarana dalam
pelaksanaan sosialisasi, bimbingan, konsultasi, dan pengawasan Wajib
Pajak;
2. pemanfaatan data dan informasi yang berkaitan dengan calon Wajib
Pajak atau Wajib Pajak;
3. penyelenggaraan koordinasi, konsolidasi dan harmonisasi kegiatan yang
terkait dengan upaya peningkatan penerimaan pajak;
4. Penyelenggaraan pembahasan
Rencana Kerja, Anggaran dan
Biaya (RKAB) atau Rencana Kerja
Tahunan (RKT).
Manfaat yang telah dirasakan
oleh KPP Pratama Muara Teweh dari
adanya Perjanjian Kerja Sama
tersebut adalah adanya aliran data
dan informasi dari SKPD tersebut
secara periodik yaitu berupa data
DIPA/DPA, SPJ Fungsional, data Izin
Usaha Pertambangan/perkebunan/kehutanan, data produksi tambang/hasil
hutan dan hasil kebun. Dengan data dan informasi tersebut, kami yakin KPP
Pratama Muara Teweh mampu melakukan penggalian potensi perpajakan
dalam rangka pencapaian target penerimaan pajak tahun 2014 dan tahun-
tahun mendatang. Dampak riil yang dirasakan pasca penadantanganan
Perjanjian Kerja Sama tersebut adalah pada tahun tahun 2014 KPP Pratama
Muara Teweh berhasil mencapai target peneriman yang ditetapkan yaitu
sebesar 516,911 M atau 101,69% dari 508,298 M. Sementara itu kinerja
penerimaan pada tahun 2015 sampai dengan bulan Februari yaitu pasca
penandatangan perjanjian kerja sama adalah sebesar 11,74 % dan
.
73
mengalami pertumbuhan sebesar 79,71% dan merupakan pencapaian
tertinggi di lingkungan Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah.
Dengan memperhatikan dampak yang diperoleh KPP Pratama Muara
Teweh dari Perjanjian Kerja Sama tersebut, maka pada awal 2015 Direktorat
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat menjadikan kegiatan
tersebut sebagai benchmark (contoh) secara nasional bagi KPP lain yang
akan melaksanakan Perjanjian Kerja Sama dengan Pemerintah Daerah dan
menjadi satu-satunya KPP yang telah melakukannya di lingkungan Kanwil DJP
Kalimantan Selatan dan Tengah. Tentu ini menjadi sebuah kebanggaan bagi
kami, segenap pegawai KPP Pratama Muara Teweh.
74
Lahirnya Digital Signature Dalam Bentuk PIN pada SPM sebagai Langkah Peningkatan Keamananan Transaksi Keuangan Elektronik Pemerintah
Dody Dharma Hutabarat,
dikisahkan oleh Windasena Winarno
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
“Risiko yang dihadapi tidak main-main. Nilainya setara dengan nominal
SP2D yang diterbitkan dan nasib pegawai Ditjen Perbendaharaan di depan
hukum”. Begitulah landasan utama yang menjadi semangat pengembangan
tanda tangan elektronik pada arsip data komputer (ADK) Surat Perintah
Membayar (SPM) yang diimplementasikan dalam bentuk PIN PPSPM.
14
75
Dengan APBN yang sudah berada pada angka di atas 1000 Triliun sejak
tahun 2011, aspek keamanan menjadi hal yang membutuhkan perhatian
tinggi. Tidak optimalnya sistem pengamanan atas transaksi keuangan negara
akan menimbulkan risiko yang tinggi, yaitu setara dengan nominal SP2D yang
diterbitkan, dan harus dapat dipertanggungjawabkan para pihak terkait di
lingkungan Ditjen Perbendaharaan di depan hukum. Hal ini terutama juga
terkait dengan aspek keamanan pegawai KPPN di depan hukum sebagai
pegawai yang berada pada garda
terdepan dalam pencairan dan
penyaluran dana APBN.
Sebelum tahun 2012, pelak-
sanaan pengamanan pada data
interchange dari Satker kepada KPPN
yang menggunakan ADK SPM
dilaksanakan dengan beberapa
mekanisme yaitu (1) pencocokkan
antara ADK SPM dengan hardcopy
SPM sesuai dengan checklist
kelengkapan berkas SPM; (2) Pencocokkan tanda tangan Pejabat
Penandatangan SPM (PPSPM) dengan spesimen tanda tangannya yang
terdapat pada KPPN; dan (3) Pemeriksaan identitas petugas pengantar SPM
dan Kartu identitas Pengantar SPM (KIPS) dan kesesuaiannya dengan data
pada aplikasi di KPPN.
Adalah pegawai Ditjen Perbendaharaan bernama Dody Dharma
Hutabarat yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Seksi pada Direktorat
Transformasi Perbendaharaan yang melihat adanya potensi perbaikan
keamanan pada aspek data interchange. Pada saat itu, terdapat celah risiko
untuk timbulnya suatu tindakan kesalahan dan bahkan kecurangan yang
dapat terjadi diantaranya yaitu berupa pemalsuan atas tanda tangan PPSPM
.
76
oleh pengantar SPM dengan ADK SPM yang juga dapat dibuat oleh
pengantar SPM tanpa persetujuan PPSPM (Hutabarat & Winarno, 2011),
dengan demikian jelas terlihat pada saat itu bahwa ADK SPM yang diproses
KPPN memiliki celah keamanan yang dapat dieksploitasi oleh pihak yang tidak
bertanggung-jawab.
Bergerak dari alasan tersebut, Dody bersama dengan staf nya
berupaya untuk memperbaiki celah keamanan pada data interchange
tersebut dengan berlandaskan pada tiga kriteria pengamanan pada
dokumen elektronik yaitu keaslian, integritas, dan tidak terbantahkan.
Menggunakan prinsip ini, Dody mengusulkan agar ADK SPM dapat dilengkapi
dengan tanda tangan elektronik yang dapat membuktikan keaslian ADK SPM
yang benar-benar berasal dari PPSPM berkenaan, ADK tersebut juga tidak
mengalami perubahan dalam perjalanannya sejak dihasilkan oleh aplikasi
SPM (integritas), dan ADK tersebut dapat menjadi alat bukti yang tidak dapat
dibantah oleh PPSPM berkenaan. Dalam tanda tangan elektronik pada ADK
SPM, Dody mengembangkan mekanisme yang menggunakan teknologi
Personal Identification Number (PIN), dimana PIN ini akan menjadi bagian dari
ADK SPM sebagai tanda tangan elektronik PPSPM dan disebut sebagai PIN
PPSPM. Bagaimana PIN ini akan membantu dalam optimalisasi pengamanan
data interchange ADK SPM? Dalam kajiannya, ayah satu anak ini
menyebutkan bahwa PIN PPSPM ini akan bekerja layaknya PIN pada kartu
ATM, yaitu bersifat rahasia dan dapat diperbahurui sewaktu-waktu, dan
penggunaannya serta penyalahgunaannya (bila terjadi) merupakan
tanggung jawab pribadi PPSPM sepenuhnya. Dengan demikian, keamanan
pegawai KPPN di hadapan hukum dapat lebih terlindungi.
Dalam pengembangannya, Dody beserta staf nya terlebih dahulu
melakukan kajian “Penerapan Electronic Signature Pada Surat Perintah
Membayar Sebagai Langkah Peningkatan Keamananan Transaksi Keuangan
Elektronik Pemerintah” yang dirampungkan pada Mei 2011. Kajian ini
77
diselesaikan melalui studi pustaka, wawancara dengan pegawai KPPN, dan
juga diskusi yang melibatkan para pegawai Ditjen Perbendaharaan yang
tergabung dalam Tim Penyempurnaan Koneksitas Sistem Perbendaharaan
Dengan Perbankan Dalam Rangka Implementasi Penyelesaian Transaksi SP2D
Secara Elektronik. Selanjutnya, hasil kajian tersebut dilanjutkan dengan
pembangunan aplikasi sms gateway yang merupakan perangkat lunak yang
mendistribusikan pesan-pesan terkait PIN PPSPM, dan aplikasi injeksi PIN yang
akan digunakan untuk
menambahkan PIN PPSPM
sebagai tanda tangan elektronik
ke dalam ADK SPM dengan
melibatkan tim pengembang
aplikasi dari Direktorat Sistem
Perbendaharaan. Sebagai lan-
dasan implementasi dari PIN
PPSPM juga telah diterbitkan
Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-
19/PB/2012 tentang Petunjuk
Teknis Penerapan Tanda Tangan
Elektronik Pada Arsip Data Komputer Surat Perintah Membayar pada 11 Mei
2012. Dengan demikian, proses implementasi PIN PPSPM ini membutuhkan
waktu yang cukup lama waktu yaitu satu tahun dari semenjak diselesaikannya
kajian hingga fase implementasi sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan tersebut.
Manfaat dari penerapan PIN PPSPM ini dapat dirasakan hingga saat ini
yang masih digunakan sejalan dengan implementasi Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara, khususnya dengan menutup celah risiko untuk
timbulnya suatu tindakan kesalahan atau bahkan kecurangan yang dapat
.
78
terjadi atas ADK SPM yang pada masa sebelumnya dapat dibuat oleh
pengantar SPM tanpa persetujuan PPSPM.
Dalam melakukan implementasi tanda tangan digital ini diakui tidaklah
mudah. Dalam kajiannya, ayah satu anak ini juga menyebutkan bahwa dalam
implementasinya, PIN PPSPM sebagai tanda tangan digital pejabat
merupakan suatu proses bisnis baru di lingkungan pemerintahan yang
memerlukan perubahan mind set dan kebiasaan para pihak di dalamnya.
Para Pejabat Penandatangan SPM yang sebelumnya tidak terlibat dalam
pembuatan ADK SPM, sudah harus mulai memahami apa isi dari ADK yang
disampaikan dan bertanggungjawab atas ADK tersebut, sehingga dapat
meminimalisir risiko kecurangan yang dapat terjadi akibat dari
penyalahgunaan ADK SPM. Sehingga, diakui pula bahwa dukungan unsur
pimpinan Ditjen Perbendaharaan dan juga Kementerian Keuangan sangatlah
diperlukan, yang akan diperkuat pula dengan sosialisasi dan aktifitas
manajemen perubahan lainnya khususnya terhadap para pemangku
kepentingan terkait.
Ke depannya, berbagai inisiatif pengembangan dan penyempurnaan
proses bisnis menuju Kementerian Keuangan yang lebih baik perlu mendapat
dukungan, sehingga dapat muncul Dody-Dody lainnya yang mencurahkan
segenap tenaganya untuk dapat meningkatkan pertanggungjawaban
pengelolaan Keuangan Negara.
79
Triple One
I Putu Sudiana Pegawai KPP PMA Empat,
Kanwil DJP Jakarta Khusus,
Direktorat Jenderal Pajak
Isu kepatuhan akan senantiasa menjadi satu isu sentral dalam
administrasi perpajakan. Kepatuhan menjadi salah satu tujuan dan juga
sekaligus ukuran keberhasilan administrasi perpajakan suatu negara. Beranjak
dari kondisi obyektif bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP) di Indonesia
masih perlu ditingkatkan, maka tahun 2012 muncul pemikiran perlu suatu
mekanisme pembinaan (edukasi) WP yang lebih terencana, terstruktur dan
akhirnya dapat diukur. Gagasan ini merupakan penjabaran 9 kuadran strategi
penyuluhan yang penulis gagas bersama teman-teman Subdit Penyuluhan
15
80
sejak tahun 2011. Pada awalnya program yang ditawarkan dinamakan three
on three (3-3-3) namun dalam perjalannya program ini disesuaikan dengan
kontinum waktu yang dirasakan lebih sesuai yaitu 1 minggu, 1 bulan dan 1
tahun sejak WP terdaftar dan
selanjutnya diberi nama program
Triple One.
Secara sederhana program
Triple One merupakan serangkaian
kegiatan menghubungi/meng-
himbau WP dalam periode waktu
satu minggu setelah terdaftar
dengan maksud menanyakan
apakah WP telah menerima NPWP,
Surat Keterangan Terdaftar (SKT), dan
juga informasi sederhana
perpajakan (starter kit NPWP)
disamping itu juga dapat dilakukan
survei mengenai kualitas layanan
pada waktu WP mendaftar diri
memperoleh NPWP. Kegiatan
menghubungi WP dalam tahap
pertama ini, sekaligus dimak-sudkan
untuk menguji validitas nomor
telepon yang diberikan oleh WP.
Kegiatan menghubungi WP yang
kedua dilakukan setelah satu bulan
WP terdaftar yang pada intinya menanyakan apakah WP telah memahami
kewajiban maupun hak-hak perpajakannya, kesempatan ini juga
dimanfaatkan untuk menawarkan kegiatan sosialisasi kelas pajak yang
.
81
dilakukan secara berkala setiap bulan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Sedangkan kegiatan menghubungi WP yang ketiga dilakukan setahun setelah
WP terdaftar yang intinya menghimbau WP melaporkan SPT Tahunannya
maupun menawarkan sosialisasi tata cara pengisian SPT jika WP
membutuhkan.
Program Triple One dikembangkan sejalan dengan hasil survei layanan
DJP yang menyatakan bahwa saluran komunikasi dalam rangka pemberian
informasi perpajakan dari DJP kepada WP yang dibutuhkan masyarakat
adalah dalam bentuk sosialisasi langsung dan diurutan kedua adalah informasi
melalui telepon. Kebijakan inilah yang diterjemahkan dalam bentuk program
Triple One. Asumsi dasar program ini adalah WP akan berperilaku positif (patuh)
jika DJP mampu menyentuh tiga hal yaitu kemampuan (ability), kemauan
(willingness) dan pemicu (trigger) untuk menjadi patuh. Program Triple One
mencoba memenuhi ketiga faktor tersebut yaitu membangun kemampuan
(ability) WP melalui pemberian informasi sederhana yang dikaitkan dengan
program edukasi Kelas Pajak. Melalui kegiatan Triple One juga dicoba
dibangun kesadaran (willingness) WP untuk memenuhi kewajiban perpajakan
melalui himbauan secara persuasif. Melalui kegiatan menghubungi WP secara
berkala, hal ini akan menjadi pemicu (trigger) bagi WP dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, misalnya call setahun setelah WP terdaftar menjadi
trigger WP melaporkan SPT Tahunan.
Perjuangan merealisasikan program ini merupakan sebuah proses yang
sangat menantang khususnya dalam ‘membumikan’ gagasan yang
terkadang samar dan absurd. Pada awalnya cukup sulit menyampaikan
gagasan ini kepada pimpinan bahwa pola ini patut dicoba, khususnya dalam
mengedukasi WP baru. Jalan ternyata dibukakan, penulis melalui sebuah
kesempatan pada tahun 2012 berdiskusi dengan pejabat yang baru saja
memangku jabatan Kepala Subdit Ekstensifikasi Perpajakan. Penulis
menyatakan bahwa upaya menambah jumlah WP semata tanpa adanya
82
upaya yang sistematis untuk membuat WP menjadi ‘berkualitas’ pada
akhirnya akan menjadi boomerang buat DJP. Penulis juga mencoba
memanfaatkan momentum pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dari DJP kepada Pemerintah Daerah dan menyatakan
bahwa nantinya Seksi Ekstensifikasi akan memiliki waktu luang mengingat tidak
lagi mengelola PBB. Gayung bersambut, kerja sama dan keyakinan bersama
bahwa program edukasi (khususnya WP baru) menjadi hal yang dapat
disinergikan dengan kegiatan ekstensifikasi, mendapat dukungan.
Tantangan selanjutnya adalah meyakinkan gagasan ini kepada atasan
langsung di lingkungan Direktorat P2Humas. Terkait hal ini, penulis menginisiasi
pembuatan video yang menggambarkan cara kerja program tersebut.
Dengan hadirnya visualisasi program tersebut, ternyata ide program Triple One
lebih cepat diterima oleh pimpinan dan pada akhirnya sangat mendukung.
Dalam merealisasikan gagasan ini disamping Direktorat P2Humas, Direktorat
Ekstensifikasi dan Penilaian, pihak krusial yang lain adalah Kantor Layanan
Informasi dan Pengaduan (KLIP). KLIP memiliki kesamaan dengan program
Triple One yaitu layanan edukasi melalui telepon. Meskipun secara prinsip KLIP
umumnya bersifat inbound call (WP yang menghubungi DJP karena
membutuhkan informasi) sedangkan Triple One pada dasarnya adalah
outbound call yaitu KPP yang menghubungi WP untuk menginformasikan
kewajiban perpajakan.
Tahun 2013, program Triple One dibakukan sebagai bagian dari tata
cara pelaksanakan penyuluhan perpajakan melalui Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2013. Namun kendala lain muncul bahwa
program ini akan sangat time consuming jika dijalankan secara manual tanpa
bantuan aplikasi. Where there's a will there's a way, beruntung penulis teringat
dengan program Non-Filer yang pernah dikembangkan tahun 2007 yang
kembali diangkat oleh teman-teman penagihan dalam bentuk outbound call
untuk penagihan pada tahun 2013 akhir. Dengan berbekal keyakinan bahwa
83
aplikasi yang dikembangkan untuk program outbound call tersebut serupa
dengan yang dibutuhkan oleh program Triple One maka diadopsilah aplikasi
serupa untuk program Triple One. Satu hal yang perlu disampaikan juga
adalah pemilihan level pelaksanaan program Triple One di level KPP
merupakan pilihan yang didasarkan atas pertimbangan obyektif. Sentralisasi
program Triple One ke depan akan dapat dilakukan jika kualitas data dan
mekanisme pemanfaatan data secara sentralistik telah terbangun dengan
baik antara KPP dan Kantor Pusat DJP. Kedepan program Triple One dapat
dikembangkan sebagai salah titik awal edukasi WP termasuk untuk
memastikan kualitas data WP terjaga dengan baik. Triple One juga menjadi
sarana untuk menunjukan bahwa DJP itu ‘ada’ dan melakukan pengawasan.
Triple One akan lebih optimal jika nantinya dapat dipadukan dengan
dukungan aplikasi pengawasan pembayaran, pelaporan dan juga aplikasi
yang berisikan informasi berbagai treatment yang telah diberikan kepada
masing-masing WP.
Pertengahan tahun 2014 sampai dengan 2015, Triple One diuji coba
secara terbatas di 10 KPP dengan standar operasional dan juga aplikasi yang
disiapkan oleh KP DJP. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dibeberapa
KPP tempat uji coba, program ini dirasakan cukup baik dan secara konkrit
membantu meningkatkan kepatuhan WP baru sehingga hal ini menjadi daya
tarik bagi KPP yang lain untuk melakukan study banding dan akhirnya
menerapkan di KPP masing-masing. Terlalu dini menyatakan bahwa program
Triple One ini telah sukses, namun sinyal positif yang ditunjukkan beberapa KPP
tempat uji coba menjadi sebuah tanda bahwa program Triple One patut
dikembangkan untuk membantu mewujudkan kepatuhan WP. Kondisi ini juga
diperkuat dengan adanya perhatian dari Komite Pengawas Perpajakan yang
melakukan kegiatan pengawasan dan pendampingan tahun 2015 guna
mengawal program ini berhasil dengan baik di tingkat nasional.
84
Akhirnya pesan pokok dari program Triple One adalah penambahan WP
sudah seharusnya diikuti oleh suatu pola pembinaan yang terstruktur, sistematis
dan berkelanjutan dan dipadukan dengan upaya memastikan eksistensi WP
dan validitas data. Penulis berkeyakinan bahwa program ini sejalan dengan
upaya transformasi kelembagaan khususnya perluasan jangkauan layanan
(outbound call) kepada WP. Tidak mungkin memperoleh kepatuhan WP yang
tinggi tanpa adanya upaya edukasi yang baik. Self assessment system tanpa
WP yang ‘melek’ hanya akan menghasilkan pseudo-compliance (kepatuhan
semu) yang akan membebani administrasi perpajakan di masa depan.
85
Memanfaatkan SIMDA untuk Mengoptimalkan Penerimaan Pajak
La Masikamba
Kepala KPP Pratama Tahuna
Direktorat Jenderal Pajak
Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan ibu kota Tahuna merupakan
induk kabupaten yang telah dimekarkan menjadi tambahan dua kabupaten,
yaitu Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sitaro. Akses
menuju Kota Tahuna cukup memadai, bisa melalui udara (dengan pesawat
yang empat kali dalam seminggu) atau melalui laut (dengan kapal yang
berangkat dua sampai tiga kali sehari).
16
86
Meskipun sering dilanda iklim yang ekstrim sebagai daerah pesisir, tetap
saja ada pilihan untuk sampai di Ibukota Provinsi Sulawesi Utara, Manado.
Tahuna terletak di ujung utara dari provinsi Sulawesi Utara, terselip di antara
jejeran pulau-pulau kecil yang berbaris dari Manado hingga Filipina. Jejeran
pulau-pulau itulah yang menjadi wilayah kerja KPP Pratama Tahuna.
KPP Tahuna tempat saya bertugas sejak bulan januari 2012 dibebani
target penerimaan yang begitu menantang. Agar target penerimaan
tercapai, dibutuhkan dukungan potensi yang salah satunya bersumber dari
bendaharawan pemerintah baik APBD/APBN. Total potensi penerimaan dari
sektor bendaharawan sekitar 95% yang terdiri dari APBD 75 %, APBN 20 %.
Sedangkan sisanya dari sektor swasta sekitar 5%. Dengan kondisi ini maka
potensi dari bendaharawan merupakan andalan dan harapan KPP Tahuna
untuk memenuhi target yang diberikan Kantor Pusat DJP.
Setelah diberi amanat untuk menjabat Kepala KPP Tahuna saya
langsung berupaya untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi KPP ini
dengan melakukan orientasi dalam kurung waktu 3 (tiga) bulan atas beban
kerja pada setiap seksi, terutama seksi pengawasan atas penerimaan KPP
Tahuna. Saya mencoba merumuskan permasalahan yang dihadapi KPP
Tahuna sebagai bentuk tanggung jawab antara lain:
1. Perencanaan tugas yang tidak jelas
2. Tugas belum terorganisir dengan baik
3. Pengawasan yang belum efektif dan efisien
4. Belum mampu bersinergi dengan pemerintah daerah
Permasalahan itulah yang kemudian jadi pokok perhatian saya sebagai
Kepala KPP Pratama Tahuna. Berdasarkan diagnosis permasalahan tersebut
lahirlah gagasan untuk memudahkan penggalian potensi dan pencapaian
target penerimaan dengan mengoptimalkan pengawasan atas APBD di
wilayah kerja KPP Tahuna. Dengan berdasar pada pengalaman yang saya
87
dimiliki, saya kemudian memunculkan ide berupa pemanfaatan Sistem
Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA) untuk mengamankan
pencapaian target penerimaan yang ditetapkan.
Meskipun upaya penggalian potensi penerimaan pajak terhadap
bendaharawan telah dilakukan oleh setiap KPP. Namun demikian, AR
mengalami kendala yang besar yaitu tidak mendapatkan data yang akurat
dari bendahara, baik data belanja pegawai, belanja barang, dan belanja
modal. Mengingat belum adanya metode penggalian potensi pajak dan
pengawasan penerimaan yang tepat, terdapat kesan yang cukup kuat di
masa lalu bahwa para AR KPP Tahuna berjalan sendri-sendiri dan kurang
sistematis dalam mengejar penerimaan dari sektor bendaharawan ini.
Ditambah lagi dengan terabaikannya wajib pajak sektor swasta membuat
penerimaan dari sektor ini tidak tercapai.
Berkaca pada keadaan
tersebut saya berupaya untuk
mencari solusi yang bisa
meminimalkan jumlah petugas yang
mengerjakan penggalian potensi,
dengan mengedepankan keakuratan
data penyerapan APBD dan realisasi
penerimaan pajak yang maksimal,
sehingga AR lebih banyak diarahkan
untuk melakukan upaya lain dalam
rangka penggalian potensi.
Terkait dengan pengalian potensi dari sektor bendahawaran ini,
dibutuhkan suatu metode yang lebih terencana, terstruktur, dan terarah. Salah
satu metode tersebut adalah dengan memanfaatkan SIMDA yang
mempunyai tujuan antara lain:
.
88
1. SIMDA merupakan alat yang tepat bagi terwujudnya penggalian potensi
dan pengawasan kewajiban perpajakan bendaharawan APBD secara
efisien dan efektif;
2. Meningkatkan kepatuhan pelaporan SPT Tahunan wajib pajak orang
pribadi Pegawai Negeri Sipil Pemda;
3. Memberikan metode kerja yang terstruktur dan mendapatkan hasil yang
maksimal.
Bertolak dari uraian di atas, pada tahun 2013 KPP Pratama Tahuna telah
membuktikan efektifnya penggunaan SIMDA untuk perhitungan penggalian
potensi terhadap APBD. Pada tahun 2013 tersebut, KPP Pratama Tahuna
berhasil memenuhi target penerimaan sebesar 98,69 %.
Salah satu kendala terbesar dalam menggunakan SIMDA sebagai alat
pengawasan adalah cara mendapatkan data SIMDA itu sendiri. Tidak banyak
Pemerintah Daerah yang mau transparan apalagi memberikan data
keuangannya kepada Kantor Pelayanan Pajak. Itulah yang menyebabkan
sulitnya mendapatkan data SIMDA untuk diolah menjadi alat pengawasan.
Masalah tersebut menjadi poin penting yang tidak bisa dikesampingkan,
sebab tanpa data SIMDA, kita tidak memiliki dasar yang kuat mengawasi
bendahara. Untuk itu diperlukan sinergitas antara KPP Pratama dengan
Pemerintah Daerah.
Sinergitas tersebut bisa berbentuk hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan antara kedua pihak, baik dalam manajemen keuangan
daerah maupun pendekatan personal lainnya. Wujud pendekatan personal
yaitu dengan menjaga hubungan baik melalui komunikasi yang intens. Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus memberikan edukasi melalui
bimbingan teknis tentang tata cara perhitungan pajak. Proses edukasi tersebut
untuk menghilangkan kesalahan baik dalam perhitungan pajak maupun
89
penyetoran pajak ke Kas Negara. Di samping itu, perlu diberikan pemahaman
yang baik kepada kalangan bendahara khususnya dan setiap Pemerintah
Daerah pada umumnya mengenai manfaat sangat besar dari pajak yang
dipungut untuk kelangsungan manajemen keuangan daerah.
Berkat kepercayaan dan sinergi yang telah kami jalin bersama, saya
mampu mendapatkan dukungan dari ketiga Pemerintah Daerah yaitu Pemda
Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan Kabupaten
Kepulauan Talaud. Dukungan yang diberikan adalah berupa keinginan
Pemda untuk menyerahkan data SIMDA serta transparan terkait pengelolaan
keuangan. Hal itu tentu saja lebih menguntungkan KPP Pratama karena
dengan demikian hanya dengan dua orang tenaga yang mengelola data
SIMDA tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal berupa pengawasan
yang lebih baik.
Pengawasan bendahara dengan menggunakan SIMDA telah
mendapat pengakuan dan respon positif oleh Kanwil Suluttenggo dan Malut
yang diwujudkan keseragaman pelaksanaan pengawasan SIMDA di setiap
KPP di wilayah kerja Kanwil Sulutteggo Malut. KPP Pratama Tahuna dengan
pengelolaan SIMDA diberi kesempatan menyusun buku panduan yang
kemudian dicetak dan diperbanyak oleh Kanwil. Saat ini buku panduan
pengolahan data SIMDA telah tersebar ke seluruh KPP di Indonesia. Dan berkat
itu pulalah saya kemudian terpilih menjadi juara ketiga Kepala Kantor Peduli
Pajak.
90
Formulir Pelayanan:Upaya Sederhana Menjamin Kualitas Pelayanan
Toupik Kurohman
KPPBC Tipe Pratama Pomalaa
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Suatu siang menjelang sore sekelompok orang tergesa-gesa
mendatangi Kantor Pelayanan Bea Cukai yang terletak di ujung jalan Jenderal
Ahmad Yani, Pomalaa. Beberapa kendaraan yang mengangkut mereka
diparkir asal begitu saja. Wajah-wajah mereka tampak tak bersahabat.
Mereka lebih terlihat hendak melakukan unjuk rasa dibanding melakukan
17
91
urusan pelayanan kepabeanan. Mereka yang terprovokasi mencari-cari
seorang petugas yang dianggap menghambat proses pemuatan barang
ekspor. Tidak hanya itu mereka mengeluarkan ancaman akan merusak kantor.
Emosi mereka sudah mendidih, sedikit saja tersulut bisa meledak.
Beruntung aksi mereka tidak berujung anarkis. Mereka datang disaat yang
tidak tepat, hari Sabtu di saat kantor libur, dan pegawai yang dicari tidak ada.
Petugas keamanan kantor menyarankan mereka untuk datang kembali
secara baik-baik pada hari kerja. Rupanya kesalahpahaman tersebut muncul
karena mereka keliru memahami penjelasan petugas. Pegawai Bea Cukai
waktu itu menyampaikan bahwa perusahaan yang hendak melakukan ekspor
harus memenuhi persyaratan yang ditentukan instansi terkait, sementara pihak
perusahaan yang menyampaikan permohonan ijin pemuatan ekspor tidak
dapat menunjukan persyaratan tersebut sebagaimana mestinya. Petugas
menyarankan agar melengkapi permohonan tersebut, namun saran petugas
tersebut disalahartikan sebagai penolakan ijin muat ekspor dan
memperlambat pelayanan.
Cerita tersebut saya dengar dari rekan-rekan sekantor, ketika awal-awal
mulai menjalankan tugas di KPPBC Tipe Pratama Pomalaa. Saya coba
menggali dan mengenali lingkungan baru tempat saya bekerja. Hal-hal apa
saja yang sudah dilakukan, belum dilakukan, yang sudah baik dan yang harus
diperbaiki. Tantangan dan peristiwa-perstiwa apa saja yang terjadi dalam
perjalanan pengabdian teman-teman. Pengalaman adalah pelajaran
kehidupan yang tidak ada di bangku kuliah. Dari sekilas pengalaman tersebut
saya mulai berpikir upaya apa yang bisa dilakukan agar kejadian tersebut
tidak terulang. Mencegah agar tidak terjadi bias informasi dalam setiap
pelayanan yang dilakukan. Ada mekanisme sederhana yang mudah
dipahami dan diikuti oleh pengguna jasa. Dengan demikian mereka dapat
mengetahui apa-apa saja kewajiban yang harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum mereka memperoleh hak untuk mendapatkan pelayanan. Berbagai
92
persyaratan sebuah layanan tergambar secara jelas dan dapat mereka
ketahui secara detail bahkan tanpa harus bertanya terhadap petugas.
Saya mulai memetakan kondisi pelayanan pada saat itu. Subseksi
Perbendaharaan dan Pelayanan sebelum saya datang belum ada yang
memimpin, rupaya saya adalah kasubsi pertama disitu. SOP kegiatan
pelayanan masih tumpang tindih pada Subseksi Perbendaharaan dan
Pelayanan serta Subseksi Penindakan dan Penyidikan, belum terdapat
pemisahan fungsi pelayanan dan pengawasan yang tegas antara kedua
subseksi tersebut.
Setiap pengajuan permohonan pelayanan, pengguna jasa langsung
menyampaikan surat permohonan, petugas membukukannya dalam buku
agenda, tidak ada tanda terima yang diberikan kepada pengguna jasa.
Pelayanan PIB (Pemberitahuan Impor Barang), PEB (Pemberitahuan Ekspor
Barang) dan Manifest memulai diterapkan mandatory secara penuh Customs
and Excise Information System & Automations (CEISA) dengan menggunakan
media penyimpanan data elektronik pada bulan Juli 2013, tepat satu bulan
sejak saya mengawali tugas di Pomalaa. Dalam pengajuan PIB, PEB dan
Manifes, checklist kelengkapan dokumen hanya terdapat dalam cover map
dokumen untuk keperluan internal, tanda terima diberikan dalam lembaran
terpisah untuk pengajuan yang sudah memenuhi syarat dan mendapat nomor
pendaftaran.
Langkah pertama yang kami lakukan adalah menyempurnakan SOP
Pelayanan. Kemudian mulai membuat konsep formulir layanan. Berbekal
pengalaman ketika bertugas di Seksi Kepatuhan Internal di KPPBC Tipe Madya
Tanjung Perak saya mulai mengambil contoh formulir layanan yang
digunakan di Tanjung Perak. Konsep formulir layanan yang akan dibuat di
Pomalaa sedapat mungkin bisa multi-fungsi. Memenuhi kepentingan kedua
belah pihak (pihak pengguna jasa dan pihak Bea Cukai). Formulir layanan
ditujukan agar dapat memperkuat prinsip self assessment. Formulir layanan
93
juga dapat meningkatkan transaparansi dan kepastian layanan kepada
pengguna jasa.
Formulir Layanan ini mempunyai fungsi sebagai berikut:
- Memberikan informasi daftar persyaratan dari setiap jenis layanan yang
harus dipenuhi, pengguna jasa dapat mengambil dan membawa pulang
formulir tersebut sebelum nanti kemudian menyerahkan ketika
mengajukan pelayanan
- Lembar checklist untuk pernyaratan dokumen yang akan disampaikan
- Berfungsi sebagai bukti tanda terima atas pelayanan yang diberikan
- Menyediakan kolom untuk memberikan informasi berupa alasan
penolakan sebuah layanan untuk memberikan transparansi kepada
pengguna jasa jika layananan ditolak
- Alat kontrol untuk menjaga kualitas dan kecepatan pelayanan,
mencantumkan nama dan kontak pengurus, identitas pegawai yang
melayani serta tertulis waktu diterima layananan.
Formulir layanan pada tahap awal dirancang untuk layanan-layanan
dengan frekuensi yang cukup sering dilakukan di KPPBC Tipe Pratama
Pomalaa. Setiap formulir layanan diberikan kode untuk memudahkan
identifikasi. Beberapa formulir layanan yang sudah disusun antara lain sebagai
berikut:
No Kode Pelayanan Pengguna
1 PBPL-01 Permohonan Repro Modul Eksportir /
Importir / Sarana Pengangkut
Eksportir,
Importir, Agen
2 PBPL-02 Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (RKSP)
Agen
3 PBPL-03 Inward Manifes Agen
4 PBPL-04 Outward Manifes Agen
5 PBPL-05 Ijin Pemuatan Ekspor Barang Curah
(Form 3D)
Eksportir
6 PBPL-06 Pengajuan PEB Eksportir
7 PBPL-07 Perbaikan PEB Eksportir
94
8 PBPL-08 Pembatalan PEB Eksportir
9 PBPL-09 Pengajuan PIB Importir
Setelah selesai dilakukan desain bentuk formulir layanan dan mendapat
persetujuan kepala kantor. Kami melakukan sosialisasi forulir layanan kepada
pengguna jasa bertepatan dengan kegiatan sosialiasi tentang aplikasi CEISA
dan setelah itu dilakukan ujicoba pemberlakukan pengisian formulir layanan
sementara dengan mengunakan hasil cetak foto kopi.
Setelah dilakukan evaluasi dan semuanya dapat berjalan sesuai
rencana, desain formulir kemudian diserahkan kepada bagian umum untuk
dilakukan proses percetakan. Formulir layanan dibuat rangkap dua dengan
kertas lembar kedua berjenis NCR yang berkarbon, sehingga apabila menulis
pada kertas yang paling atas (lembar pertama) akan tembus ke kertas
dibawahnya (lembar kedua). Lembar pertama berwarna putih diperuntukan
untuk arsip kantor dan lembar kedua berwarna hijau untuk pengguna jasa.
Manfaat yang dirasakan dengan adaya formulir layanan bagi
pengguna jasa adalah sebagai upaya preventif, yaitu pengguna layanan
dapat mempersiapkan dengan lebih baik persyaratan yang dibutuhkan
dalam sebuah pelayanan. Pengguna layanan juga dapat memperoleh
kepastian dan transparansi. Survey kepuasan pengguna layanan yang
dilakukan pasca diterapkannya formulir layanan memperoleh hasil indeks 4,67
(skala 5) dengan kategori sangat puas, untuk variabel sistem dan prosedur
pelayanan.
Bagi pihak Bea Cukai formulir layanan bermanfaat untuk menjaga
kualitas layanan dan berfungsi sebagai alat kontrol untuk para petugas
pelayanan. Tanda terima yang mencantumkan waktu layanan sangat
berrmanfaat untuk menghitung batas waktu yang berkonsekuensi timbulnya
denda administrasi kepada pengguna jasa akibat keterlambatan
penyampaian pemberitahuan. Beberapa perusahaan yang terkena denda
95
tidak pernah ada yang keberatan karena formulir layanan ini menjadi bukti
yang otentik dan dipegang kedua belah pihak. Dan syukur alhamdulillah
kejadian seperti yang diceritakan diawal tulisan ini tidak akan terjadi lagi.
96
Sepenggal Kisah MATAPPA
Agusman Account Representatife KPP Pratama Makassar
Barat
Direktorat Jenderal Pajak
Seiring dengan perkembangan dunia teknologi di era globalisasi ini, di
dalam dunia yang serba digital sekarang ini, ditambah lagi teknologi yang
terus berkembang, penerapan aplikasi teknologi dalam berbagai bidang pun
terus dilakukan, tidak terkecuali dalam sektor perpajakan
Salah satu contoh penerapan teknologi ini adalah aplikasi GIS
atau Geographical Information System. Salah satu yang dapat dilakukan GIS
dalam bidang perpajakan adalah mencakup inventarisasi, manajemen, dan
kesesuaian lokasi Wajib Pajak (WP), singkatnya adalah mengelola pemetaan
WP
18
97
GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola pemetaan WP
seperti lokasi WP, manajemen visit ke lokasi WP, perbandingan antara lokasi WP
dengan WP yang lain, dan analisa lainnya. Dengan menggunakan GIS kita
dapat membandingkan setoran pajak antara WP yang satu dengan WP yang
lain dengan analisa luas lahan, jenis usaha serta lokasi usaha yang
sama/berdekatan. Dengan adanya GIS membantu menginventarisasi data-
data tersebut menjadi lebih cepat dianalisis.
Seorang AR harus memiliki data yang akurat tentang lokasi dan analisa
WP sebelum melakukan visit ke WP. Namun hal ini kadang tidak sejalan di
lapangan takala terjadi pergantian AR di suatu kantor pelayanan pajak
sehingga AR yang baru harus memulai dari awal lagi untuk melakukan
pengenalan wilayah lagi dengan melakukan pencarian WP, dan seorang AR
kurang optimal dalam melakukan pengaturan jadwal serta titik lokasi visit ke
WP hal ini terjadi dan terus terjadi karena belum tersedianya sarana untuk
melakukan pemetaan wilayah WP secara baik dan mudah.
Selama ini DJP memiliki peta blok eks PBB dalm bentuk GIS sudah tidak
digunakan lagi. GIS ini memuat data digital tentang bidang berupa NOP dan
luas tanah suatu wilayah. Dengan modal peta blok ini dibuatlah Map Tax Payer
Profile Application (MATAPPA) yang dalam bahasa daerah artinya percaya
atau pencerahan, dengan harapan dengan adanya MATAPPA seorang AR
tidak buta lagi mengenai wilayahnya termasuk lokasi, kegiatan dan gambaran
usaha WP terutama bila terjadi pergantian AR.
Sistem MATAPPA ini bukan semata-mata software atau aplikasi
komputer, namun merupakan keseluruhan dari pekerjaan managemen
pengelolaan WP sehingga bisa melakukan analisis dan pemetaan potensi
pajak ke dalam database.
98
Manajemen pengelolaan
sistem perlu dilakukan secara
sistematis, cepat, dan akurat
untuk mengimbangi
pertumbuhan dan
perkembangan data WP di
wilayah tersebut, Melalui
pengaturan data yang baik,
dengan melibatkan parameter-parameter perpajakan, dapat dilakukan
pemetaan WP dan potensinya secara efektif dan efisien. Guna mendukung
sistem pengelolaan tersebut, perlu adanya sistem informasi yang lebih bagus
lagi.
Setiap bagian dari peta MATAPPA mengandung data informatif yang
dimungkinkan untuk diolah, disunting, disimpan dan dipanggil kembali serta
dianalisis secara terpadu sehingga pembaruan data bisa dilakukan dengan
mudah. Dengan sistem ini proses penggaian potensi perpajakan akan semakin
ringkas, sederhana dan menyeluruh.
Salah satu komponen utama MATAPPA adalah peta blok, akan tetapi
untuk menjadi bagian dari sebuah sistem infomasi maka peta tersebut harus
“dikawinkan” terlebih dahulu dengan NPWP. Wujud utama dari perkawinan
antara peta dan data tersebut masih berupa peta. Hanya saja, berkat proses
penggabungan data dan grafis peta blok menjelma menjadi sebuah “peta
pintar”. Kenapa disebut pintar? Karena peta ini dapat disajikan dalam bentuk
lapisan-lapisan (layer) gambar yang masing-masing mewakili informasi yang
berasal dari database. Data tersebut dipilah sesuai dengan kebutuhan atau
tujuan yang hendak dicukupi melalui sistem informasi ini, misalnya saja untuk
memenuhi kebutuhan inventarisasi, dokumentasi atau navigasi. Layanan lain
yang jauh lebih pintar adalah kemampuan aplikasi MATAPPA untuk melakukan
analisis. Dengan penggabungan beberapa jenis data yang relevan, dapat
99
diperoleh analisis mengenai suatu permasalahan atau potensi pajak. Hasil
analisis tersebut bisa dimanfaatkan sebagai rekomendasi atau dasar
pengambilan keputusan yang mencakup perencanaan, pengelolaan atau
penentuan kebijakan
Dari paparan di atas, rasanya tidak mengada-ada bahwa sistem
pemetaan wilayah WP dalam bentuk aplikasi MATAPPA yang berasal dari peta
digital yang begitu mahal sisa peninggalan PBB yang mana dulunya sudah
tidak terpakai lagi bisa diolah kembali
menjadi sesuatu yang berharga dan
dimanfaatkan oleh dan untuk pegawai
pajak.
Dengan MATAPPA, lokasi WP bisa
diubah menjadi data alamat atau data
koordinat yang berguna dalam penentuan
lokasi pada WP pada peta. Sehingga
penggalian potensi perpajak seorang AR maupun petugas pajak yang lain
bisa lebih maksimal. Tentu dibutuhkan pula data-data lainnya seperti master
file, setoran WP dan jenis pajak, sektor dominan, penyebaran WP yang
ditampilkan dalam bentuk pewarnaan dan grafik yang kesemuanya bisa
dirangkum dalam suatu aplikasi yang dinamakan MATAPPA.
.
100
Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja di Kementerian Keuangan
Marudut R. Napitupulu Kepala Subbagian Perencanaan II
Biro Perencanaan dan Keuangan
Sekretariat Jenderal
Proses reformasi perencanaan penganggaran di internal Kementerian
Keuangan mendapatkan momentum yang tepat sejalan dengan hasil cetak
biru Transformasi Kelembagaan yang ditetapkan dalam KMK 36/2014. Dalam
salah satu butir inisiatif transformasi Sekretariat Jenderal memandatkan untuk:
“Menyelaraskan strategi, perencanaan dan kinerja melalui penganggaran
19
101
berbasis kinerja – Kemenkeu akan berada di garis depan penerapan reformasi
penganggaran utama dengan memastikan keselarasan antara keseluruhan
strategi Kemenkeu, perencanaan program dan outcome, dan alokasi
anggaran melalui penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBB), sebagai
bagian dari proyek pilot bagi sektor pemerintahan” (hal 28). Inisiatif ini
bukanlah tantangan yang mudah, mengingat negara-negara maju
memerlukan waktu dalam hitungan dekade baru sampai pada tahap
kematangan implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK).
Bersama-sama dengan
Direktorat Jenderal Anggaran,
Sekretariat Jenderal c.q Biro
Perencanaan dan Keuangan
menjadi inisiator dan owner dari
inisiatif transformasi Implementasi
Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)
tersebut. Dalam perja-lanannya, Biro
Perencanaan dan Keuangan
sebagai koordinator implementasi
PBK di lingkungan internal Kemenkeu
dituntut untuk menjadi Prime Mover
perubahan bagi 11 (sebelas) unit
Eselon I. Perubahan yang menuntut
Biro Perencanaan dan Keuangan
untuk mengambil peran dan posisi
yang proporsional karena Biro kami
bukan sebagai regulator seperti DJA
yang harus menghasilkan kebijakan
penganggaran bagi unit teknis di
internal Kemenkeu.
102
Selain itu, Biro Perencanaan dan Keuangan harus mampu mewujudkan
Kemenkeu menjadi benchmark atau showcase bagi Kementerian Lembaga di
Republik ini untuk mengubah paradigma penganggaran yang input-based,
line-item, incremental menjadi pengalokasian uang rakyat yang
memperhatikan kinerja dan hasil (outcome oriented). Kalau Kemenkeu saja
tidak bisa, bagaimana mungkin Kementerian Lembaga lainnya, kira-kira
begitu tantangannya.
The show must go on. Go or not Go bukan lagi suatu pertanyaan!
Melainkan, suatu keharusan dan totalitas yang harus disikapi secara
profesional. Tantangannya adalah bagaimana menyusun suatu kebijakan di
internal Kemenkeu untuk mengakselerasi implementasi PBK yang menjadi
kunci dari keselarasan tata kelola strategi, kinerja dan anggaran. Dengan
keterbatasan sumber daya manusia dan pengalaman menerbitkan kebijakan
Biro Perencanaan dan Keuangan dituntut untuk menghasilkan kebijakan di
tahun 2014 sebagai milestone implementasi PBK.
Salah satu key success factors dalam
pelaksanaan insiatif ini adalah dukungan
pimpinan, dalam hal ini Kepala Biro
Perencanaan dan Keuangan yang luar biasa
sebagai enabler yang memberikan diskresi
untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang
diperlukan, memonitor perkembangan serta
memberikan support atas setiap tahapan.
Pada tahap awal, dibentuk sebuah
Champion tim yang terdiri dari pegawai lintas Bagian di lingkup Biro
Perencanaan dan Keuangan meliputi Bagian Perencanaan, Bagian
Penganggaran, Bagian Perbendaharaan serta Bagian Akuntansi dan
Pelaporan.
103
Pemilihan Champion tim dilakukan langsung oleh Kepala Biro dengan
pertimbangan kombinasi ilmu yang saling melengkapi. Semua anggota tim
kemudian mengikuti pelatihan di School of Business and Management (SBM)
ITB, selama 3 (tiga) hari sebulan selama 6 (enam) bulan. Tujuannya,
menambah kapasitas sekaligus membentuk kekompakan tim. Disela-sela
pendidikan dimanfaatkan untuk melakukan diskusi-diskusi (bersama
widyaswara BPPK dan unit eselon I) yang difokuskan pada penyusunan
Kebijakan Implementasi PBK.
Tantangan penulisan kebijakan ini sangat banyak. Semua anggota tim
‘dipaksa’ berpikir ‘out of the box’ dan keluar dari ‘comfort zone’. Bagaimana
tidak, setiap sub bab buku panduan yang akan disusun dibagi habis ke dalam
setiap anggota tim baik perorangan maupun kelompok kecil dua atau tiga
orang dengan rencana kerja yang ketat sambil melaksanakan tugas dan
fungsi keseharian yang juga padat. Selain referensi yang kebanyakan
bersumber dari artikel, jurnal dan buku manual berbahasa asing, jumlah
peraturan Perencanaan dan Penganggaran yang berlaku di Republik ini juga
luar biasa banyak. Mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah sampai
Peraturan Menteri terkait. Belum lagi masing-masing individu dan kelompok
kecil diharuskan untuk melakukan presentasi atas sub bab yang menjadi
tanggung jawabnya, yang bisa dibayangkan menjadi extra-effort bagi
anggota tim yang bukan berasal dari bagian Perencanaan dan Bagian
Penganggaran.
Tidak berhenti disitu, setiap peserta diskusi juga diwajibkan untuk
memberikan pendapat, WAJIB, tidak boleh ada yang menjadi penumpang
gelap (free riders). Satu putaran! Demikian istilah Cahyo Widjayanto, Project
Manager (PM) tim penyusunan kebijakan. Ya, dalam diskusi yang semi informal
dan egaliter ini setiap peserta harus memberikan komentar yang kritis, skeptis
bahkan kadang menyakitkan karena hasil kerja setiap orang dikomentari
sedemikian ‘tajam’ tanpa hak jawab secara langsung. Budaya open-minded
104
dan responsible sangat terasa dalam proses diskusi dan dialog dalam tim.
Open-minded karena harus siap menerima kritik, masukan dan perbaikan
suatu nilai yang jarang sebelum era transformasi. Serta responsible, karena
secara profesional harus memenuhi tuntutan kualitas dan deadline serta
memberikan masukan yang merujuk pada literatur.
Demikian proses sub-bab demi sub-bab berlangsung berbulan-bulan
selama tahun 2014 yang diikuti dengan Seminar untuk menjaga quality
assurance yang dihadiri oleh pihak eksternal yang ahli di bidang Perencanaan
dan Pengadaan dari DJA, Bappenas, Pakar Kebijakan Publik Universitas
Indonesia dan Australia Government Partnership Fund (GPF). Dalam seminar,
kembali tim penulis mendapat kritik, masukan-masukan dan perspektif yang
luar biasa untuk memperkaya panduan yang disusun. Meskipun, dengan tulus
para pakar tersebut sangat mengapresiasi kerja keras tim.
Setelah perbaikan final, akhirnya, buku panduan perencanaan
penganggaran diterbitkan Better Practice Guide: Implementasi
Penganggaran Berbasis Kinerja dan mendapatkan endorsement dari Menteri
Keuangan pada November 2014. Endorsement yang luar biasa juga diperoleh
dari Sekretaris Jenderal serta Ketua GPF Australia, serta sambutan yang
antusias dari 11 (sebelas) unit Eselon I yang akan menggunakan panduan ini
pada masing-masing unit. Terbayar sudah investasi waktu, tenaga dan pikiran
berbulan-bulan lamanya.
Meskipun telah diterbitkan, panduan ini menyisakan dua pertanyaan
kritis yang sekaligus dua keunggulan utama panduan ini yaitu: mengapa
panduan tidak dalam bentuk Ketetapan Menteri Keuangan (KMK), dan
mengapa hanya better practice bukan best practice?
105
Untuk pertanyaan
pertama tim penulis
mengambil lesson learned dari
pengalaman reformasi
penganggaran di Australia
bahwa semakin banyak
regulasi semakin menyulitkan
bagi pengguna anggaran,
disamping itu dalam seni
alokasi anggaran panduan
yang bersifat himbauan lebih
mengedepankan dialog
substansi yang sehat dibanding
aturan yang rigid. Untuk
pertanyaan kedua, kami
berpendapat panduan yang diterbitkan perlu fokus pada praktik
perencanaan penganggaran yang belum baik menjadi lebih baik (better).
Juga identifikasi atas sesuatu praktik yang better akan menjadi pekerjaan
rumah yang dinamis, berkelanjutan serta semangatnya tidak akan berhenti
hanya sampai pada penerbitan panduan ini. Pun demikian, kami juga
mengenalkan praktik-praktik baru sebagai hasil lesson learn di negara-negara
maju yang fit dengan konteks Kemenkeu seperti Resource Forum dan Budget
Statement yang mengharuskan komitmen dan keterlibatan pimpinan
(leadership) untuk mengawal perencanaan yang baik. Bagaimana tidak,
‘gagal merencanakan adalah merencanakan untuk gagal’, kata Alan Lakein
untuk menekankan pentingnya perencanaan anggaran yang baik.
Demikian, bagi Champion tim penerbitan pedoman ini adalah bukti
nyata Sekretariat Jenderal menjadi contoh Prime Mover dalam mensukseskan
agenda Transformasi Kelembagaan di Kemenkeu. Juga menjadi bukti nyata
.
.
106
sinergi strategis top-down dan semangat persistensi bottom-up. Pesannya,
Transformasi Kelembagaan memberikan ruang dan kesempatan bagi setiap
individu maupun tim di Kementerian Keuangan untuk menjadi ‘driver’
transformasi sesuai peran kita masing-masing.
Mari kita nikmati setiap proses transformasi karena kaya dengan
pembelajaran sekaligus menjadi portofolio bagi kita masing-masing dalam
menjawab tuntutan serta keraguan beberapa pihak atas kompetitifnya
remunerasi yang diterima pegawai Kemenkeu. Salam transformasi dan terima
kasih untuk semua pihak yang telah berkontribusi dan bersinergi dalam
pencapaian milestone inisiatif implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja.
107
Sepenggal Kisah TPT Offline
Fahmi Harzi, KPP Pratama Palangkaraya,
dikisahkan oleh Hasan, KPP Pratama Mempawah
Direktorat Jenderal Pajak
Jika para pegawai pajak ditanya tentang Kantor Pelayanan,
Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) apa yang terbersit dalam
pikiran mereka? Jika penulis boleh menyimpulkan berdasarkan survey
sederhana yang dilakukan, kira-kira jawabannya seperti ini; jauh, tempatnya
terpencil, pegawainya sedikit, pekerjaannya banyak, hingga tidak ada sistem
dan aplikasi penerimaan surat-surat wajib pajak baik SPT maupun permohonan
lainnya yang terstandardisasi.
20
108
Apabila kita sandingkan dengan teori persepsi dan fakta, empat
jawaban pertama merupakan persepsi. Hal ini karena pernyataan-pernyataan
tersebut bisa disanggah keabsahannya, tergantung dari sudut pandang
orang yang menilai. Sedangkan pernyataan kelima merupakan fakta yang
nyata dan dapat diverifikasi kevalidannya. Pembedaan antara persepsi dan
fakta tersebut menjadi penting dilakukan dalam upaya melakukan
transformasi di tubuh KP2KP, karena seharusnya fakta-fakta negatif itulah yang
seharusnya dilakukan perbaikan terlebih dahulu.
KP2KP merupakan ‘kepanjangan tangan’ dari Kantor Pelayanan Pajak.
Istilah ini sering digunakan mengingat KP2KP biasanya dibentuk untuk
memudahkan pelayanan kepada Wajib Pajak yang letaknya jauh dari wilayah
Kantor Pelayanan Pajak. Pelayanan yang diberikan tidak hanya berupa
konsultasi dan penyuluhan saja, akan tetapi juga terkait fungsi pelayanan
berupa penerimaan SPT dan permohonan wajib pajak lainnya.
Terkait fungsi pelayanan ini, KP2KP di seluruh Indonesia memang belum
mempunyai aplikasi khusus yang terstandardisasi, berbeda dengan KPP yang
sudah mempunyai beberapa aplikasi yang standar dan berlaku secara
nasional seperti Aplikasi TPT Lokal, SIDJP, hingga Sismiop. Karena tidak adanya
sistem yang terstandardisasi, KP2KP membuat aplikasi penerimaan sendiri, dan
kebanyakan menggunakan aplikasi excel sederhana.
Penulis pun pernah bertugas di KP2KP Mempawah selama satu minggu
di tahun 2012. Aplikasi yang digunakan di KP2KP Mempawah saat itu masih
menggunakan format microsoft excel. Ada beberapa kekurangan ketika
penerimaan SPT dan permohonan Wajib Pajak menggunakan format microsoft
excel sederhana; Pertama, sulit memberikan penomoran untuk Lembar
Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) dan Bukti Penerimaan Surat (BPS) yang
diberikan ke Wajib Pajak karena diberikan nomor secara manual. Kedua, Tidak
mampu mendeteksi kesalahan penulisan Nomor Pokok Wajib Pajak. Ketiga,
109
Tidak terdapat history atas data SPT yang telah disampaikan, sehingga ada
kemungkinan Wajib Pajak dapat melapor atas jenis dan masa pajak yang
sama lebih dari satu kali dengan status yang sama serta tidak dimungkinkan
adanya menu cetak ulang BPS bagi Wajib Pajak. Keempat, pencetakan
register harian (rekap penerimaan SPT dan permohonan) yang dilakukan
secara manual yang menyebabkan lamanya pengiriman berkas ke KPP.
Melihat kondisi tersebut, seorang pria yang saat itu masih berumur 23
tahun berinisiasi untuk membuat aplikasi sederhana penerimaan SPT dan
permohonan wajib pajak di KP2KP Mempawah yang kemudian diberi nama
Aplikasi TPT Offline.
Aplikasi TPT Offline
Januari 2013, Fahmi Harzi mulai memperkenalkan aplikasi TPT Offline di
KP2KP Mempawah. Aplikasi TPT Offline sendiri merupakan aplikasi yang
dirancang berdasarkan peraturan dan Standard Operating Procedure (SOP)
yang berlaku dalam Direktorat Jenderal Pajak.
Ada beberapa syarat berupa sarana dan prasarana yang diperlukan
agar aplikasi ini dapat diimplementasikan dengan baik. Hardware yang
digunakan berupa perangkat komputer dengan spesifikasi Operating System
(OS) minimal windows XP dan Printer LaserJet untuk pencetakan BPS dan LPAD.
Sedangkan software yang digunakan adalah: Visual Basic (untuk pembuatan
formulir-formulir), Microsoft Access (untuk database Wajib Pajak), dan Crystal
Report (untuk pencetakan).
Selain hardware dan software, syarat tambahan dari aplikasi ini adalah
perlunya update data Wajib Pajak dari bagian Pengolahan Data dan Informasi
Perpajakan KPP Pratama Mempawah minimal satu bulan sekali. Fungsi update
data ini adalah untuk memberikan validasi data terkait dengan perubahan-
110
perubahan yang terjadi seperti; penambahan Wajib Pajak baru, perubahan
status PKP, perubahan status NPWP, dan perubahan data Wajib Pajak lainnya.
Melihat beberapa persyaratan yang telah tertulis diatas, aplikasi ini
sebenarnya bisa diterapkan di KP2KP yang lain. KP2KP yang lain bisa
mengubah database dengan data masterfile Wajib Pajak mereka. Tampilan
aplikasi juga bisa diubah sesuai dengan keinginan dari KP2KP yang
bersangkutan.
Aplikasi TPT offline ini pun telah memberikan beberapa manfaat yang
nyata-nyata dirasakan oleh para pegawai KP2KP Mempawah. Pertama,
Dapat menghasilkan auto numbering pada BPS dan LPAD, sehingga hasil
keluaran yang tercetak mempunyai nomor yang urut dan berbeda untuk
setiap jenis SPT maupun permohonan lainnya. Kedua, Dapat mendeteksi
kesalahan penulisan NPWP hingga pelaporan ganda oleh Wajib Pajak,
sehingga Wajib Pajak dapat dihimbau untuk mengubah status pelaporan
menjadi pembetulan. Ketiga, Mempunyai fitur untuk mencetak ulang BPS dan
LPAD, hingga edit dan hapus data jika terdapat kesalahan dalam perekaman.
Keempat, Dapat melakukan register harian secara otomatis yang
terkelompokkan berdasarkan jenis SPT dan permohonan Wajib Pajak lainnya.
Disamping itu, aplikasi TPT offline juga mempunyai fungsi ganda, karena
disamping memberikan manfaat langsung kepada pegawai, aplikasi ini pun
bermanfaat untuk meningkatkan kepuasan Wajib Pajak terkait dengan
pelayanan yang diberikan oleh pegawai KP2KP. Kepuasan Wajib Pajak
tersebut dapat dilihat dari adanya fitur-fitur baru yang bisa diperoleh wajib
pajak seperti pencetakan ulang tanda terima atau BPS jika Wajib Pajak
kehilangan tanda terima tersebut.
Manfaat lain yang bisa diperoleh Wajib Pajak adalah terkait waktu
pelayanan penerimaan SPT dan surat-surat yang lebih cepat serta hasil
cetakan bukti penerimaan surat yang lebih baik karena disamping memuat
111
nomor yang unik (berbeda atas setiap masa dan jenis pajak) hasil cetakan
menggunakan printer LaserJet juga lebih rapi. Efek lanjutan dari pelayanan
yang lebih cepat serta hasil cetakan yang terkesan lebih formal ini adalah
meningkatnya profesionalisme para pegawai pajak di mata Wajib Pajak.
Akan tetapi, aplikasi ini tidaklah sempurna. Salah satu kekurangan dari
aplikasi ini adalah keterbatasan jumlah data Wajib Pajak karena hanya
memuat masterfile dalam lingkup wilayah kerja KPP Pratama Mempawah saja.
Hal ini juga terkait dengan penggunaan Microsoft Access sebagai aplikasi
database Wajib Pajak.
Meskipun demikian, aplikasi TPT offline tetap merupakan inovasi
impelementatif yang bisa terus dikembangkan dan disempurnakan. Dengan
berbagai masukan dari para ahli IT baik di Kementerian Keuangan maupun
Direktorat Jenderal Pajak secara khusus, penulis yakin sepenggal kisah TPT
offline dari kota kecil, Mempawah, ini mampu menjadi pilot project
terstandardisasinya aplikasi penerimaan SPT dan permohonan Wajib Pajak di
KP2KP. Demi citra Direktorat Jenderal Pajak yang lebih baik.
112
Menu Mesin Antrian Terpadu Layanan Satu Atap
Yogi Bekti Swasana
Kepala Seksi bank KPPN Amlapura
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kisah ini diawali dengan pepatah :
“Tidak ada yang abadi selain perubahan”
Sebuah jargon yang sering kita dengar ketika program Transformasi
sebuah lembaga dicanangkan, tidak terkecuali ketika Kementerian Keuangan
mencanangkan Transformasi Kelembagaan pada tahun 2012. Hasil Blueprint
Transfomasi Kelembagaan Kementerian Keuangan mengamanatkan bahwa
salah satu quick win nya adalah shared service Direktorat Jenderal
21
113
Perbendaharan dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, hal ini menuntut
setiap insan Perbendaharaan dan Kekayaan Negara untuk selalu siap
menyongsong sebuah perubahan.
Sebagai implementasinya,
pada tahun 2014, Kantor
Pelayanan Perbendaharan
Negara (KPPN) Amlapura merintis
dibentuknya layanan bersama
antara Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (DJPB),
Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
dan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN)
dengan meluncurkan program
layanan satu atap. Layanan Satu
Atap merupakan layanan yang
diberikan untuk kemudahan
pelayanan dalam satu tempat
terhadap kebutuhan satker dalam layanan terpadu yakni layanan
perbendaharaan, layanan pengelolaan BMN dan layanan konsultasi
perpajakan. Pelayanan dipusatkan di satu tempat layanan dengan
kelengkapan penyediaan sarana pendukung pada KPPN Amlapura yang
dilaksanakan secara terjadwal dalam suatu kesepakatan bersama untuk
memberikan sinergi layanan bekerjasama dengan para petugas yang
berkompeten sesuai fungsi layanan dari KPKNL Denpasar, KPKNL Singaraja, KPP
Gianyar ddan KPPN Amlapura terhadap peningkatan pelayanan kepada
satker-satker mitra kerja dalam wilayah tugas yang sama. Layanan satu atap
ini di launching pada tanggal 3 Juli 2014.
.
114
Saat ini, dengan diterbitkannya Surat Ketua Project Management Office
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor S-29/TRBTKPB/2015 Tanggal 22
April 2015 tentang Persipan layanan bersama kantor vertikal Ditjen
Perbendaharaan dan Ditjen Kekayaan Negara, layanan satu atap akan
diterapkan di beberapa Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara sebagai
wujud Sinergi antara DJPB dan DJKN.
Untuk mendukung layanan satu
atap, Kepala KPPN Amlapura pada
tahun 2014, Lasmaria Manurung
berinovasi dengan merancang menu
layanan satu atap pada mesin antrian
layanan terpadu. Ide pembuatan
mesin antrian terpadu sebenarnya
merupakan ide sederhana akan
tetapi mempunyai manfaat yang
besar bagi penerima jasa layanan
pada KPPN Amlapura. Sebelum
adanya inovasi mesin layanan antrian
terpadu, mesin antrian hanya
melayani layanan utama pada KPPN Amlapura, yaitu CSO, Penerimaan SPM
dan ADK, Laporan Bank/Pos dan Validasi Surat Setoran, Rekonsiliasi SAKPA dan
Penyerahan SP2D dan Penerimaan Surat Masuk. Sedangkan bagi pemangku
kepentingan yang membutuhkan layanan satu atap KPPN Amlapura, harus
memilih jenis layanan dengan sistem manual yaitu mendaftar pada buku tamu
pada CSO KPPN Amlapura, kemudian menyampaikan jenis layanan yang
diinginkan dan menunggu antrian. Dengan keterbatasan jumlah SDM yang
menangani CSO, hal ini tentunya menyita waktu dan dalam melayani kurang
maksimal. Selain itu akan menyulitkan KPPN Amlapura dalam menyusun statistik
secara tepat dan cepat tentang jumlah satker dan jenis layanan satu atap
yang dibutuhkan. Atas dasar hal ini, maka untuk mendukung layanan satu
.
.
115
atap KPPN Amlapura, diusulkan untuk mensinergikan mesin antrian layanan
satu atap dengan mesin antrian layanan utama KPPN Amlapura.
Dengan menggunakan menu mesin layanan satu atap, stakeholder
KPPN Amlapura dapat ,melakukan pilihan terhadap layanan unggulan KPPN
Amlapura yaitu:
• Customer Service Officer (CSO), layanan untuk jasa konsultasi tentang
proses pencairan APBN, SPAN dan SAKPA pada seksi Pencairan Dana
dan Manajemen Satuan Kerja (PDMS);
• Penerimaan SPM dan ADK, layanan penerimaan SPM dan ADK untuk
dilakukan proses konversi pada FO Seksi PDMS;
• Laporan Bank/Pos dan Validasi Surat Setoran, layanan penerimaan
ADK LHP Bank/Pos dan layanan konfirmasi Surat Setoran Pajak dan
PNBP pada FO Seksi Bank;
• Rekonsiliasi SAKPA, Layanan untuk melakukan rekonsiliasi SAKPA pada
seksi Verifikasi Akuntansi dan Kepatuhan Internal (Veraki);
• Penyerahan SP2D dan Penerimaan Surat Masuk, Layanan penerimaan
SP2D lembar 2, SPM dan Surat Masuk pada Subbagian Umum;
• Konsultasi Pengelolaan BMN, Layanan Konsultasi tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara pada Layanan satu Atap;
• Konsultasi Perpajakan, Layanan konsultasi Perpajakan yang diberikan
oleh KPPN Gianyar;
• BISA (Bimbingan Satker), Layanan Bimbingan Satuan Kerja terkait
Aplikasi yang diberikan oleh seksi PDMS/Veraki
Manfaat yang diperoleh oleh satuan kerja adalah dengan adanya
beberapa menu pada layanan satu atap adalah setiap pemangku
kepentingan akan mudah memilih dan menetapkan jenis layanan yang
diinginkan dalam sebuah sarana yang terintegrasi. Pemangku kepentingan
116
dapat memilih lebih dari satu layanan yang diberikan baik layanan pokok
KPPN Amlapura maupun layanan satu atap.
Dengan dukungan mesin antrian terpadu pada layanan satu atap,
KPPN Amlapura meraih penghargaan pada Kantor Pelayanan Percontohan
Tingkat Kementerian Keuangan pada Tahun 2014. Dalam melakukan
perubahan dari manual antrian ke sistem antrian terpadu diperlukan inovasi
dan ketekunan dalam menciptakan jenis layanan yang dapat membantu
para pemangku kepentingan. Awalnya, untuk membangun sebuah inovasi
baru yang belum pernah dilakukan oleh unit lain cukup susah, tetapi dengan
dukungan dan keja keras tim, akhirnya KPPN Amlapura kembali membuat
sebuah inovasi sederhana tetapi bermanfaat bagi pengguna jasa layanan.
117
Kumpulan Modul Satker
Andika Rohman Prasetia
KPPN Pelaihari
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Nama saya Andika Rohman Prasetia, teman-teman biasanya
memanggil saya dengan sebutan Dika. Saat ini saya bekerja di KPPN Pelaihari,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Mungkin teman-teman bertanya-tanya,
dimanakah itu KPPN Pelaihari ??? Buat sebagian orang nama Pelaihari begitu
sangat asing. Tak terkecuali saya sendiri awalnya. Pada sekitar pertengahan
bulan Juni tahun 2011, dimana merupakan hari bersejarah buat Lulusan STAN
2010. Dimana dihari itu merupakan pengumuman penempatan buat
22
118
angkatan kami. Rasa galau dan gelisah terlihat dari wajah seluruh teman
angkatan STAN 2010 yang ditempatkan di Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
Ketika giliran saya menerima amplop berwarna coklat itu, hati ini serasa
deg-degan untuk membukanya. Akhirnya terbukalah amplop tersebut. Dan
seketika saya baca dan tertulis nama KPPN Pelaihari. rasa senang atau sedih
belum bisa utarakan saat itu juga, kenapa?? Karena saya sendiri tidak tahu
dimanakah KPPN Pelaihari itu, Jauh atau Dekat lokasinya ??
Coba bertanya-tanya dengan teman seangkatan lainnya, katanya
Pelaihari tidak jauh-jauh amat, transportasi juga cukup mudah. Alhamdulillah
saya ucapkan saat itu, Insya Allah penempatan di Pelaihari akan memberikan
berkah untuk kedepannya. Aminn…
Diawal bekerja di KPPN Pelaihari, saya ditempatkan di seksi Verifikasi dan
Akuntansi di bagian Back Office dimana tugasnya menyusun arsip SPM
maupun SP2D sebagai pertinggal KPPN. Awal tahun 2012, saya ditugaskan
menjadi Front Office Seksi Verifikasi dan Akuntansi sebagai petugas Rekonsiliasi.
Saat itu baru saya mengenal aplikasi-aplikasi yang digunakan oleh satuan
kerja. Walaupun awalnya baru mengenal yang namanya Aplikasi SAKPA,
karena di FO Verifikasi dan Akuntansi melayani rekonsiliasi data antara data
SAI dan SAU, dimana satker diharuskan menggunakan Aplikasi SAKPA sebagai
aplikasi yang membentuk ADK Rekonsiliasi.
Di FO Rekonsiliasi ini, saya baru belajar bagaimana menggunakan
Aplikasi SAKPA, cara mengatasi masalah yang terjadi Aplikasi SAKPA dan
sebagiannya yang berhubungan dengan Aplikasi untuk Rekonsiliasi ini.
Seiring berjalannya waktu, saya juga mencoba belajar Aplikasi satker
yang lain, seperti Aplikasi SPM, GPP, SILABI, SAS, RKAKL DIPA, SIMAK BMN, SAIBA.
Karena kadangkala di bagian CSO KPPN Pelaihari cukup terjadi antrian satker
119
yang berkonsultasi terkait masalah Aplikasi yang sedang mereka hadapi. Dan
saat itu saya coba membantu CSO untuk melayani satker yang mau konsultasi
ataupun sedang mengalami masalah terhadap aplikasinya.
Diakhir tahun 2013, saya diamanahi oleh Kepala Kantor untuk menjadi
CSO menggantikan CSO sebelumnya yang pindah/mutasi. Jadi pada waktu
itu, saya merangkap 2 jabatan di Front Office KPPN Pelihari, sebagai CSO serta
Petugas Rekonsiliasi.
Awalnya memang saya merasa kewalahan, karena selain antrian satker
yang mau melakukan rekonsiliasi data juga ditambah antrian satker yang ingin
konsultasi maupun sedang mengalami masalah terhadap aplikasinya. Setelah
coba saya kompilasi ternyata beberapa pertanyaan yang diajukan oleh
satker satu dengan yang lainnya hampir sama dan permasalahan yang
dihadapi pun juga hampir serupa.
Oleh karena itu saya berpikir bagaimana agar permasalahan satker
beserta solusinya ini bisa dikompilasi dan bisa dimanfaatkan oleh satker tanpa
harus mereka datang ke KPPN. Sehingga tidak terjadi antrian lagi satker yang
berkonsultasi terkait permasalahan aplikasi. Pada mulanya saya berencana
untuk membuat suatu buku kumpulan permasalahan dan solusi bagaimana
mengatasi masalah yang terjadi pada aplikasi satuan kerja. Akan tetapi jika
dibuat buku sepertinya kurang efektif dan efisien, karena nantinya jika ada
updating Permasalahan dan Solusi harus mencetak dan membagikan buku
tersebut lagi kepada satuan kerja.
120
Akhirnya tercetuslah ide untuk membuat website, karena selain dapat
diakses dimana saja dan kapan saja serta jika ada updating Tutorial Satker
akan mudah untuk ditambahkan. Di dalam website tersebut berisi Tutorial
Satker dari mulai cara membuat SPM sampai solusi-solusi bagaimana yang
harus dilakukan oleh satuan kerja ketika mengalami permalasahan pada
Aplikasi Satker itu sendiri.
Alamat website tersebut dapat diakses di andikaprasetia.com. Di
website tersebut saya juga menyertakan kolom pertanyaan yang bisa
digunakan oleh satker untuk menanyakan permasalahan yang sedang
dihadapi. Dan juga saya mencantumkan alamat email yang bisa digunakan
oleh satuan kerja jika memang ada pertanyaan yang cukup kompleks
sehingga teman-teman satker bisa mengirimkan permaslahan dan
pertanyaan yang sedang mereka hadapi lewat email.
121
Awal mulanya memang website ini saya tujukan untuk satuan kerja di
lingkup KPPN Pelaihari saja. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, ternyata
banyak pertanyaan yang masuk dari satuan kerja diluar KPPN Pelaihari.
Memang awalnya kaget juga, karena website sederhana yang pada mulanya
saya bangun untuk satker lingkup KPPN Pelaihari, saat ini juga diakses hampir
seluruh satker di wilayah Indonesia. Pernah suatu hari kalau saya tidak salah
ingat, ada pertanyaan yang masuk dari salah satu pegawai Kedubes
Indonesia di Slovakia menanyakan permasalahan terkait Aplikasi SPM.
Alhamdulillah, dengan adanya website ini selain dapat bermanfaat
buat satker lingkup KPPN Pelaihari, juga dapat bermanfaat buat teman-teman
satker lainnya di seluruh wilayah Indonesia. Tahun lalu saya punya sedikit
pemikiran untuk membuat Tutorial Satker selain lewat tulisan, saya berencana
bagaimana kalau membuat Tutorial Satker lewat Video. Akhirnya
tercetuslahnya website Treasutytube. Website Treasurytube sementara bisa
diakses di http://treasurytube.andikaprasetia.com . Karena menurut saya
dengan media video, dapat lebih memudahkan satuan kerja, khususnya
satuan kerja yang baru mengenal Aplikasi Satker.
Pada bulan Agustus tahun lalu, Ditjen Perbendaharaan mengadakan
Lomba Karya Inovasi Teknologi Informasi (L-KITI) 2014. Karena kebetulan juga
saya baru membuat Treasurytube, maka saya mencoba untuk mengikutkan
Treasurytube dan web andikaprasetia.com di ajang L-KITI 2014. Alhamdulillah
pada bulan Oktober 2014, diumumkan karya saya masuk Finalis L-KITI 2014, dan
diundang ke Bogor untuk dipresentasikan dan dilakukan penjurian. Syukur
Alhamdulillah, saya mendapatkan Juara 2 diajang L-KITI 2014, serta diundang
Rapimnas Ditjen Perbendaharaan 2014 untuk penyerahan piagam dan
hadiah.
122
Sampai saat ini Treasurytube masih saya kembangkan kontennya
karena selain bisa bermanfaat untuk satuan kerja, semoga bisa digunakan
juga untuk lebih memasyarakatkan Ditjen Perbendaharaan dan Unit Eselon I
Kementerian Keuangan lainnya, serta semoga bisa ikut menyukseskan
Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Amiinn…
123
Rekonsiliasi Eksternal KPPN Vs Satker Melalui Email
Nur Abdul Haris,
Kepala Sub Bagian Umum KPPN Bima
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara berbunyi
1. Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir;
2. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
23
124
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
lainnya
Presiden memberikan mandat kepada Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN serta Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja
yang telah ditetapkan. Pengangkatan Kuasa Bendahara Umum Negara pada
Kepala KPPN mempunyai konsekuensi tanggung jawab untuk menyusun dan
menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Kuasa BUN di
daerah.
KONDISI, PROSES PENYUSUNAN, DAN KUALITAS LKPP KUASA BUN
Penulis dimutasi ke KPPN Yogyakarta (Subbag Umum) pada Juli 2007
saat pembentukan KPPN Percontohan, pada waktu bersamaan terdapat
banyak data pada LKPP KPPN Yogyakarta yang harus diperbaiki guna
menghasilkan LKPP Kuasa BUN yang akurat. Hal ini memberikan dampak
psikologis kepada petugas rekonsiliasi dan staf penyusun laporan keuangan
pada Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Yogyakarta untuk bekerja keras
mempelajari permasalahan, memverifikasi dokumen sumber, dan
menganalisis laporan keuangan.
Salah satu konsekuensi pembentukan KPPN Percontohan yakni Petugas
Rekonsiliasi dan staf penyusun laporan keuangan yang baru akibat mutasi.
Jumlah satker sekitar 350 dan kompleksitas transaksi yang terdapat pada KPPN
Yogyakarta serta petugas yang baru mengharuskan KPPN Yogyakarta segera
berbenah dengan sisa waktu 5 bulan dari akhir tahun 2007.
Kualitas LKPP Kuasa BUN dapat tercermin dari penilaian dan pemberian
peringkat oleh Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Ditjen Perbendaharaan
pada KPPN Yogyakarta. Adapun peringkat LKPP Kuasa BUN Daerah pada
125
tahun 2007 pada posisi 174 dari 178 KPPN se-Indonesia dan Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Prov. DIY pada posisi 29 dari 30 kanwil (sesuai surat Nomor S-
4470/PB/2008).
PERBAIKAN DATA, SHARING KNOWLEDGE, TIM YANG SOLID BERDAMPAK PADA
KUALITAS LKPP
KPPN Yogyakarta melakukan mutasi intern pada bulan Februari 2008
yang salah satu tujuan untuk menata ulang posisi pegawai demi terciptanya
pelayanan dan kinerja pegawai yang lebih baik. Penulis yang sebelumnya
ditugaskan pada Subbag Umum diberi kepercayaan bertugas di Seksi Verifikasi
dan Akuntansi untuk membantu Tim penyusunan LKPP. Penulis mempelajari
tugas pokok dan fungsi pada Seksi Verifikasi dan Akuntansi dan melaksanakan
tugas sesuai arahan atasan langsung maupun Kepala Kantor serta
memberikan ide dan pendapat demi perbaikan kualitas dalam penyusunan
LKPP Tingkat Kuasa BUN Daerah.
Latar belakang pendidikan Penulis, pengalaman pekerjaan yang
pernah digeluti, serta aktif dalam berdiskusi terutama di internal Seksi Verifikasi
dan Akuntansi menjadikan modal untuk meningkatkan semangat bekerja dan
menciptakan inovasi demi kualitas LKPP yang lebih baik. Penulis yang
merupakan bagian tim rekonsiliasi dan penyusun LKPP berkomitmen untuk
meyakinkan bahwa data yang terdapat pada KPPN sevalid mungkin dengan
cara pembagian tugas dalam melakukan verifikasi dokumen sumber, selalu
menjaga komunikasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercipta
sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil yang lebih baik.
Semangat dan kerja sama tim untuk senantiasa melakukan inovasi demi
memudahkan pekerjaan dan meningkatkan keakuratan. Adapun inovasi
yang dimaksud antara lain: pelaksanaan rekonsiliasi eksternal antara KPPN
selaku Kuasa BUN Daerah dan Satuan Kerja Mitra kerja KPPN melalui surat
elektronik (email). Kegiatan rekonsiliasi via email dimulai sejak bulan Juli 2009
126
dengan menunjuk beberapa satuan kerja sebagai uji coba pelaksanaan
rekonsiliasi. Alhamdulillah, sampai dengan tahun 2012 satker yang telah
melaksanakan rekonsiliasi via email sebanyak 345 dari 352 satker, aktivitas
tersebut sangat bermanfaat dan memuaskan kedua belah pihak antara lain:
1. Efisien : memangkas waktu yang terbuang untuk antri, karena satker dapat
melakukan rekonsiliasi via email sehingga sambil menunggu jawaban
email, satker dapat menyelesaikan pekerjaan yang lain di kantor masing-
masing;
2. Hemat biaya: diharapkan operator dari satker menyampaikan laporan ke
KPPN sekali datang langsung diterbitkan Berita Acara Rekonsiliasi (BAR),
dengan asumsi rekonsiliasi telah dilakukan sebelumnya via email dan telah
dinyatakan sama dan benar oleh petugas KPPN sehingga petugas dari
satker tidak mondar-mandir (hemat BBM);
3. Mempercepat pelaksanaan rekonsiliasi dan penyusunan LKPP KPPN
Yogyakarta
4. Psikologis petugas KPPN merasa lebih nyaman dan tingkat konsentrasi
lebih baik karena dapat melayani satker dengan cepat dan tepat.
Pelaksanaan rekonsiliasi via email mendapat apresiasi secara langsung
oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan saat itu yang dijabat oleh Bp. Herry
Purnomo, saat beliau melakukan kunjugan kerja di KPPN Yogyakarta. Saat itu
juga, Pak Dirjen memerintahkan kepada Direktur Sistem Perbendaharaan
untuk membuat SOP Pelaksanaan Rekonsiliasi via email. Selang beberapa
bulan setelah kunjungan kerja Dirjen Perbendaharaan di KPPN Yogyakarta,
Ditjen Perbendaharaan menerbitkan SOP Pelaksanaan Rekonsiliasi via Email.
Kualitas LKPP KPPN Yogyakarta yang semakin bagus memberikan
dampak yang signifikan terhadap penyusunan LKPP Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Prov. DIY dan berkontribusi terhadap penyusunan LKPP yang
disusun oleh Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen
Perbendaharaan. Pengakuan kualitas LKPP yang disusun oleh KPPN
127
Yogyakarta dengan diterbitkan Keputusan Dirjen Perbendaharaan sebagai
berikut:
Tahun
Anggaran
Peringkat LKPP
Penetapan Peringkat KPPN
Yogyakarta
Kanwil Ditjen
PBN Prov. DIY
2008 Peringkat 5 Peringkat 1 S-4119/PB/2009
2009 Peringkat 2 Peringkat 1 KEP-172/PB/2010
2010 Peringkat 2 Peringkat 1 KEP-106/PB/2011
2011 Peringkat 2 Peringkat 4 KEP-212/PB/2012
2012 Peringkat 1 Peringkat 1 KEP-191/PB/2013
Pencapaian di atas merupakan kerja keras dan komitmen pegawai
KPPN Yogyakarta dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN
selaku Kuasa Bendahara Umum Negara.
Demi meningkatkan layanan terhadap satuan kerja sebagai mitra kerja
KPPN Yogyakarta, Penulis berinovasi untuk membuat Aplikasi CaLK (Catatan
atas Laporan Keuangan) tingkat satuan kerja yang berbasis Excel dengan
tujuan untuk mempermudah satuan kerja untuk menyusun CaLK khususnya
keakuratan angka dalam laporan keuangan satker. Aplikasi CaLK tersebut
dimulai sejak tahun 2009, dan sampai dengan tahun 2014 masih digunakan
satker dengan catatan Penulis menyesuaikan format untuk memenuhi
ketentuan peraturan yang berlaku (Basis Excel tampilan Printout seperti Word).
Penulis juga berinovasi untuk membuat biodata satuan kerja berbasis Excel,
dengan memanfaatkan data pada masing-masing seksi yang terangkum
pada Aplikasi Tracer. Aplikasi tersebut memuat kodefikasi dan uraian satker,
alamat dan no telpon, pejabat perbendaharaan satker, jumlah DIPA, data izin
pembukaan rekening (no rek, atas nama rek, dan nomor surat izin pembukaan
rekening), petugas KIPS, operator SAKPA/SAIBA, dan operator SPM.
128
Work Effectively with Community
Ardiyanto Basuki,
Dikisahkan oleh Hasan KPP Pratama Mempawah
Direktorat Jenderal Pajak
Tahun 2014 bukanlah tahun yang mudah bagi KPP Pratama
Mempawah. Bagaimana tidak, selain dituntut untuk mempertahankan
performa di bidang pelayanan dan konsultasi kepada masyarakat, KPP
Pratama Mempawah pun diharapkan mempunyai kenaikan signifikan dalam
hal penerimaan perpajakan. Berdasarkan Rapat Koordinasi Daerah di awal
tahun 2014, penerimaan KPP Pratama Mempawah diharapkan meningkat
sebesar 30% dari target di tahun 2013 lalu.
24
129
Memang, target KPP Pratama Mempawah tidak seberapa jika harus
dibandingkan dengan beberapa KPP di seluruh Indonesia, bahkan dalam
lingkup Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat pun KPP Pratama Mempawah
merupakan kantor pelayanan pajak dengan target penerimaan pajak yang
paling rendah. Target tahun 2014 sebesar 142,66 Milyar Rupiah bahkan tidak
sampai sepersepuluh dari target penerimaan kantor pelayanan pajak
tetangga (baca: KPP Pratama Pontianak), akan tetapi kita tidak bisa
membandingkan kantor pelayanan pajak berdasarkan penerimaan semata.
Salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya target penerimaan kantor
pelayanan pajak adalah karakteristik wajib pajak di wilayah kantor pelayanan
pajak tersebut.
KPP Pratama Mempawah merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang
membawahi satu wilayah, yaitu Kabupaten Mempawah yang terdiri dari 60
desa dan 7 kelurahan yang dibawahi oleh 9 kecamatan. Sementara itu, jika
dilihat dari karakteristik mata pencaharian, Wajib Pajak Orang Pribadi di
kabupaten Mempawah sebagian besar merupakan pedagang kecil dan
pegawai. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan Usahanya sebagian besar
adalah jasa konstruksi yang mayoritas pelaporan pajaknya nihil (karena tidak
ada proyek yang dijalankan). Maka bisa dibayangkan betapa sulitnya para
pegawai di lingkungan KPP Pratama Mempawah dalam menggali potensi
wajib pajak mereka.
Awal Kuartal keempat tahun 2014, KPP Pratama Mempawah dibawah
instruksi Bapak Ardiyanto Basuki, berdiskusi dengan seluruh pegawai terkait
upaya dalam peningkatan penerimaan KPP Pratama Mempawah. Hal ini
mengingat penerimaan KPP Pratama Mempawah yang cukup
mengkhawatirkan sampai akhir September 2014. Seksi pengawasan konsultasi
dan pengolahan data internal di KPP Pratama Mempawah saat itu, bahkan
hanya memprediksi penerimaan pajak di akhir Desember 2014 maksimal
terhenti di angka 95% dari target yang dibebankan di awal tahun 2014. Hal ini
130
berdasarkan pertimbangan asumsi pertumbuhan alami dan extra effort yang
sudah dicapai oleh KPP Pratama Mempawah hingga akhir September 2014.
Diskusi yang dibalut dalam konsep rapat pembinaan tersebut berjalan
sangat hidup. Ide-ide bermunculan dari banyak kepala. Setelah berbagai
pertimbangan, Ide work with community pun menjadi terobosan pilihan yang
realistis dilakukan dalam jangka pendek pada saat itu.
Bekerja dengan Komunitas
Work with community, atau bekerja dengan komunitas merupakan ide
yang dimunculkan pertama kali oleh Bapak Ardiyanto Basuki selaku Kepala
KPP Pratama Mempawah. Hal ini berdasarkan pengalaman beliau ketika
menimba ilmu di Australia beberapa tahun silam.
Menurut beliau, pajak di
Australia mempunyai terobosan
dalam upaya peningkatan
penerimaan pajak. Australian
Taxation Office (ATO), melakukan
pendekatan dengan komunitas
street vendor (di Indonesia biasa
disebut pedagang kecil) yang
sangat sulit untuk diawasi karena
tempat usaha yang sering
berpindah. Dengan adanya
kerjasama dan komunikasi yang
intensif dengan para koordinator dari komunitas tersebut, pengawasan
terhadap para pedagang kecil di Australia menjadi lebih mudah dilakukan.
Dengan kata lain, kerjasama yang baik dengan komunitas eksternal juga
mampu meningkatkan penerimaan pajak. “Kenapa tidak kita coba terapkan
di wilayah kabupaten Mempawah?” Ujar beliau saat itu.
.
131
Setelah work with community menjadi ide pilihan, maka critical point
selanjutnya adalah menentukan komunitas yang akan menjadi prioritas saat
itu. Setelah mempertimbangkan aspek karakteristik wajib pajak dan jangka
waktu yang sangat singkat, maka ditentukan KPP Pratama Mempawah akan
melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat dan para kepala desa di
wilayah kabupaten Mempawah. Untuk memperlancar kegiatan tersebut, KPP
Pratama Mempawah langsung berkoordinasi dengan seluruh kecamatan di
wilayah kabupaten Mempawah.
Konsep work with comunnity yang ditawarkan KPP Pratama Mempawah
sebenarnya sangat sederhana; Mengumpulkan masyarakat dalam satu
kecamatan dalam satu forum besar. Hal yang menjadi unik adalah kapan dan
bagaimana forum tersebut dilakukan.
Waktu pelaksanaan forum tersebut dilakukan berdasarkan keinginan
sebagian besar masyarakat di wilayah kecamatan masing-masing. Misalnya
untuk kecamatan Sungai Pinyuh meminta dilakukan kegiatan di malam hari
(mengingat sebagian besar wajib pajak merupakan pedagang kecil), lain
halnya untuk masyarakat kecamatan Segedong, Toho, Sadaniang, Sungai
Kunyit, Mempawah Hilir, Mempawah Timur, dan Anjungan yang meminta
dilakukan sosialisasi di pagi hari, sedangkan kecamatan Siantan di siang hari.
Penyesuaian waktu berdasarkan keinginan masyarakat setempat ini dilakukan
dengan tujuan supaya masyarakat setempat bisa berpartisipasi aktif dalam
forum tersebut.
Selain memertimbangkan waktu, KPP Pratama Mempawah pun
memberikan perhatian khusus terkait konsep sosialisasi. Forum kepada
masyarakat di tiap-tiap kecamatan tersebut dilakukan dengan konsep
talkshow santai dengan mengundang para tokoh masyarakat dan kepala
desa di masing-masing kecamatan. Penuturan dalam penyampaian materi
pun dibuat sederhana sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam.
132
Selain itu, para pegawai pun membaur dalam masyarakat sehingga
masyarakat dapat secara langsung bertanya maupun berdiskusi dengan para
pegawai pajak. Tidak lupa talkshow tersebut diselingi dengan acara hiburan
live music dan berbagai doorprize menarik bagi masyarakat yang berani
bertanya dalam forum terbuka dengan pertanyaan yang berkualitas.
Dengan masifnya partisipasi
masyarakat dalam forum tersebut
maka bisa dilakukan brainstorming
terkait permasalahan perpajakan di
masing-masing kecamatan. Hasil
brainstorming ini kemudian menjadi
salah satu pertimbangan dalam
melakukan pendekatan lain di
masyarakat. Misalnya adalah
masyarakat di wilayah kecamatan
Anjungan yang meminta dilakukan
sosialisasi lanjutan terkait penerapan
PP 46 untuk para pedagang kecil di
wilayah pasar Anjungan, sementara itu banyak para bendaharawan di
kecamatan Mempawah Hilir dan Mempawah Timur yang mengharapkan
adanya sosialisasi bendaharawan tambahan.
Pada akhirnya, efek positif mulai terlihat dalam tabel penerimaan pajak
KPP Pratama Mempawah. Memang, terlalu naif jika kita mengambil
kesimpulan bahwa tercapainya penerimaan pajak KPP Pratama Mempawah
hingga menyentuh angka 104.95% dari target, karena efek dari pelaksanaan
work with community. Akan tetapi, work with community merupakan salah satu
ide kreatif yang dilakukan dengan peluh para pegawai KPP Pratama
Mempawah dalam upaya pencapaian target penerimaan pajak. Suatu
.
133
upaya kreatif yang diharapkan mampu memberikan multiplier effect jangka
panjang pada penerimaan pajak KPP Pratama Mempawah.
Tidak lupa kita pun perlu mengangkat topi untuk para pahlawan pajak
yang sesungguhnya, bukan kami para pegawai pajak, kami hanya tax officer
yang kebetulan mendapatkan amanah dari pemerintah untuk mengawal
penerimaan pajak. Berikanlah hormat kita untuk para Wajib Pajak yang
dengan sukarela membayar pajak sesuai dengan ketentuan, Para penunggak
Pajak yang masih mau membayar tagihan-tagihan pajak karena
kekhilafannya dalam melanggar peraturan perpajakan, serta para
bendaharawan yang telah dengan rutin menyetorkan pajak instansi atau
perusahaannya ke dalam kas negara. Terima kasih.
134
Tim Kreatif
Dian Handayani
Kepala Seksi Pelayanan Publik dan Hubungan Investor
Direktorat Pembiayaan Syariah,
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Dulu, bagi saya tidak ada yang lebih membahagiakan daripada
memiliki atasan yang akomodatif. Namun sejak menjadi eselon IV,
kebahagiaan saya bertambah, yaitu jika memiliki tim kreatif yang saling
mengisi.
Saya mendapat amanah menjadi Kepala Seksi Perencanaan Transaksi
di Direktorat Pembiayaan Syariah pada tahun 2009. Sekitar dua tahun
25
135
setelahnya, ada perubahan pada tupoksi saya dimana penyiapan infrastruktur
transaksi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) menjadi salah satunya. Dalam
penyiapan infrastruktur transaksi, ada satu tugas besar setiap tahunnya yaitu
menyiapkan decision support system dalam rangka penerbitan Sukuk Ritel.
Pemesan Sukuk Ritel yang jumlahnya ribuan harus diteliti, diolah, dan diproses
untuk selanjutnya menjadi bahan rekomendasi kepada pimpinan Direktorat
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (dulu Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang). Selanjutnya Dirjen akan menetapkan penjatahan
(allotment) atau pemesanan yang diterima, yang merupakan jumlah
penerbitan Sukuk Ritel pada tahun itu.
Dalam melakukan pemasaran Sukuk Ritel, Pemerintah bekerja sama
dengan Agen Penjual yang terdiri dari bank dan perusahaan sekuritas. Waktu
itu belum ada sistem yang dapat memudahkan proses validasi apakah data
pemesanan investor yang direkam oleh Agen Penjual sesuai dengan yang
diminta. Data yang masuk harus benar-benar “bersih” agar selanjutnya dapat
diproses dengan sistem yang kami miliki. Ini baru satu hal, membersihkan data.
Proses selanjutnya akan semakin “menantang” ketika setiap pemesan
dikenakan batas maksimal pemesanan. Karena Sukuk Ritel memberikan
keuntungan investasi yang menarik, banyak pihak yang ingin memiliki Sukuk
Ritel sejak pertama kali ditawarkan. Ada saja akal mereka, antara lain
melakukan pemesanan di berapa Agen Penjual sehingga batas maksimal
pembelian terlampaui. Meneliti pesanan belasan bahkan puluhan ribu orang,
dalam jangka waktu selama akhir minggu, bukan pekerjaan yang
menyenangkan jika tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai.
Saya tidak memiliki latar belakang pengetahuan mengenai sistem
informasi. Menghadapi tugas baru tersebut, saya hanya mengandalkan
seorang staf saya yang handal dalam pengolahan data serta teman-teman
dari Bagian Teknologi Informasi (TI) yang menyiapkan sistemnya. Dalam benak
saya, “Yah kalau memang harus lembur dari Jumat sampai Minggu, ya
136
sudahlah dijalani saja.” Namun di sini lah saya benar-benar diuntungkan
memiliki staf yang kreatif. Ihwan Hadi namanya. Dia yang pertama kali memiliki
ide untuk membuat suatu sistem sederhana yang dapat memudahkan kerja
kami. Saya pun menyambut idenya dan mendukungnya dengan bersama-
sama menyusun user requirement yang akan disampaikan kepada Bagian TI.
Ketika Bagian TI menyanggupi permintaan kami, saya dibantu Ihwan untuk
menjelaskan secara lebih teknis kebutuhan kami.
Aplikasi Data Cleansing Sukuk Ritel pertama kali digunakan pada tahun
2011. Karena singkatnya waktu penyiapan, kami belum berhasil menyelesaikan
seluruh rangkaian uji coba. Dan ketika dibutuhkan pada harinya, masih ada
satu fungsi di akhir bisnis proses yang belum berjalan sesuai harapan.
Menghadapi kondisi tersebut, saya sempat ditegur oleh atasan serta rekan
kerja yang memang bertanggung jawab atas hasil akhir penerbitan Sukuk Ritel.
Kenekatan saya meminta aplikasi tersebut padahal waktu yang tersedia tidak
memadai, sulit diterimanya. Saya yang merasa sangat bersalah telah
mempersiapkan mental untuk menghadapi yang terburuk, yaitu harus
mengolah ribuan data dengan cara lama. Cara yang tidak saya sukai karena
prosesnya dapat dikatakan semi manual sehingga memerlukan waktu lebih
lama. Jika memang pengolahannya dapat diefisienkan, kenapa tidak.
Pekerjaan dapat selesai pada hari Sabtu tentu lebih baik daripada harus
lembur hingga hari Minggu. Selain itu, bukan semata soal waktu, namun
kredibilitas data dipertaruhkan. Pada kondisi tersebut Ihwan yang lebih
memahami sistem pengolahan data masih berusaha untuk mencari jalan
keluar dan berkoordinasi dengan Pak Ilham Nugroho sebagai programmer
untuk menyelesaikannya.
Saya pun ditenangkan dengan dukungan teman-teman Bagian TI yang
ahli di bidangnya untuk membantu menyelesaikan seluruh proses tersebut.
Fungsi yang belum berjalan dicarikan jalan keluarnya. Pada akhirnya, kami
berhasil menyelesaikan pekerjaan tersebut dan Sukuk Ritel seri SR-003 pada
137
tahun 2011 berhasil terbit. Ini berkat profesionalisme tim TI, Pak Agus Gunawan,
Pak Ilham Nugroho serta Iman Failani.
Aplikasi Data Cleansing Sukuk Ritel tetap digunakan dan terus
mengalami evaluasi serta penambahan fungsi. Aplikasi tersebut telah
berkembang tidak hanya sebatas membersihkan data, namun juga
memproses penjatahan sesuai kebutuhan. Ihwan tidak lagi menjadi staf saya,
namun masih terlibat dalam proses penjatahan. Ketika dilakukan
pengembangan menu dan fungsi pada aplikasi, Wawan Sugiyarto dan Ricky
Gigih Prayoga menjadi tim saya. Karakter Wawan yang selalu terus ingin
belajar dan maju, serta ketekunan Ricky telah membantu mewujudkan hal-hal
yang ingin diperbaiki dan dikembangkan dari aplikasi tersebut. Dalam
perjalanan waktu rasa jenuh menghinggapi saya, namun semangat mereka
telah membuat saya malu sehingga saya pun tetap berusaha menyelesaikan
pekerjaan tersebut. Tentu masih ada mimpi lagi yang ingin diwujudkan terkait
pengembangan sistem pengolahan data tersebut.
Sekarang saya sudah tidak bertugas sebagai Kepala Seksi Perencanaan
Transaksi. Namun pengalaman tersebut menjadi pelajaran dan kenangan
berharga bagi saya. Selama perjalanan tersebut saya beruntung dipimpin oleh
atasan yang akomodatif terhadap pengembangan ide dan kreativitas, Ibu
Fatati Sri Wahyuni dan Bapak Wien Irwanto. Segala ide kami tidak serta merta
dibenamkan namun ditantang hingga memicu kami untuk terus berpikir dan
berkreasi.
Tidak satu orang pun yang sempurna. Saya beruntung memiliki tim yang
kreatif, bersemangat tinggi untuk maju dan saling mengisi, rekan-rekan kerja
yang profesional dan mendukung, serta tidak kalah penting atasan yang
memiliki keyakinan terhadap kami anak buahnya. Seperti dikatakan oleh
Albert Einstein, “Creativity is contagious, pass it on.” Kreativitas itu menular,
maka berbahagialah kita berada di tengah-tengah orang yang kreatif.
138
Demikian pula lah salah satu cara Kementerian Keuangan dapat sukses
melakukan transformasi kelembagaan. Dengan memberikan stimulus untuk ide
dan kreativitas yang membawa pada kemajuan, serta ruang gerak yang
cukup untuk mewujudkan dan mengembangkannya. Organisasi Kementerian
Keuangan memiliki peran strategis untuk mewujudkan segala rencana
pembangunan bangsa di tengah perekonomian dunia yang makin kompetitif.
Untuk melaksanakan itu, Kementerian Keuangan semakin dituntut untuk
adaptif terhadap perubahan, sehingga mau tidak mau harus terus bergerak
maju dan berkembang supaya tidak tertinggal zaman. Dengan tim yang
profesional, kreatif, dan saling mengisi, itu semua dapat terwujud.
139
Buka Hati Buka Pikiran
Agus Suharsono
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Mengkuti diklat merupakan hak setiap Pegawai Kemenkeu, namun
tidak semua pegawai Kemenkeu yang dipanggil ikut diklat datang dengan
hati senang. Tidak jarang ada peserta yang datang tidak siap dan tidak niat
ikut diklat. Paling tidak itu yang saya rasakan pada awal-awal menjadi
Widyaiswara di Pusdiklat Pajak pada akhir tahun tahun 2011. Suasana itu masih
saya rasakan pada tahun 2012. Tentu saja masih ada, mungkin banyak peserta
26
140
diklat yang ikut diklat sudah siap dan senang ikut diklat, tetapi karena tidak
menimbulkan masalah maka tidak menjadi perhatian saya.
Menarik bagi saya adalah bagaimana mengatasi masalah peserta
diklat yang mempunyai potensi bermasalah selama diklat. Secara garis besar
potensi masalah adalah tidak semangat atau tidak mau mengalah. Berbagai
cara sudah saya coba lakukan, beberapa cara ice breaking dan energizer
dari berbagai buku saya coba lakukan. Hasilnya belum memuaskan.
Pertengahan tahun 2013 salah satu pegawai bagian humas meminta saya
untuk membuat semacam jargon untuk menyambut peserta diklat.
Permintaan ini menarik hati saya untuk mengotak-atik kata menjadi
rangkaian kata bermakna dan mudah diingat dan tentu saja harus
bermanfaat. Beberapa kata saya rangkai, namun saya tidak puas. Masih
kurang indah, kadang rangkaiannya indah tapi kurang dalam maknanya. Sore
itu, selepas pulang kantor saya masih mencorat-coret rangkaian kata. Belum
juga menemukan rangkaian kata yang pas. Bergegas saya ke samping
pusdiklat pajak, pesan mie ayam, memenuhi tuntutan perut. Saat makan mie
ayam itulah terbersit sebuah rangkaian kata yang langsung saya SMS ke
teman di bagian humas ‘Ilmu diperoleh dengan keterbukaan hati dan pikiran’.
Plong rasanya, akhirnya menemukan kata yang dapat mewakili apa yang
saya pikir dan rasa.
Sejak itu, peserta diklat selalu disambut dengan spanduk selamat
datang dan jargon itu. Di aula Pusdiklat Pajak yang sering dipakai untuk
pembukaan diklat juga terpampang spanduk besar dengan tulisan itu. Saat
mengajar di kelas saya selalu sampaikan makna rangkaian kata itu di awal
pertemuan. Rasanya cukup bisa memotivasi dan menghidupkan kelas.
Mengapa harus buka hati, buka pikiran? Pertanyaan itu selalu saya
tanyakan kepada peserta sebelum ke materi pokok. Diklat adalah salah satu
141
cara mendapatkan ilmu, jargon di Pusdiklat Pajak adalah Ilmu diperoleh
dengan keterbukaan hati dan pikiran. Mengapa ilmu diperoleh dengan
keterbukaan hati dulu, bukankah ilmu itu identik dengan kecerdasan kognitif
atau kecerdasan pikiran. Ternyata tidak. Menurut pengalaman saya, semua
peserta diklat yang diadakan oleh Pusdiklat Pajak pasti sudah pintar, sudah
mempunyai pengalaman bertahun-tahun di DJP, bahkan beberapa diklat
diikuti oleh pejabat eselon empat. Peserta diklat bukanlah gelas kosong, tapi
sudah berisi. Jadi hati yang harus dibuka terlebih dahulu, baru pikirannya. Hati
yang terbuka akan memotivasi peserta ikut diklat.
Yang menarik adalah bagaimana mengetahui apakah peserta yang
hadir di kelas hatinya sudah terbuka. Untuk menjelasakan makna kalimat
tersebut saya sering minta peserta untuk meletakkan tangan kanannya di atas
hatinya. Sebagian besar peserta meletakkan tangannya di atas dada, namun
selalu ada yang di atas perut atau kepala. Artinya belum ada kesepahaman
apa yang dimaksud hati tersebut. Sebagian besar mengartikan hati sebagai
jantung terjemahan dari heart, sehingga ada di dada, ada yang mengartikan
hati adalah liver yang ada di perut, dan ada yang mengira hati itu pikiran atau
yang ada di kepala. Semua pendapat itu tidak salah, namun harus ada
kesepahaman apa yang dimaksud hati dalam jargon ini. Hati yang saya
maksud bukanlah liver, jantung, atau pikiran tetapi hati yang merupakan
padanan kata dari qolbu.
Bukankah hati (qolbu) itu sesuatu yang tidak tampak? Tentu saja, namun
semua setuju bahwa setiap orang pasti mempunyai hati. Meskipun kita tidak
bisa melihatnya secara langsung namun kita bisa melihat dari gejala yang
nampak apakah orang hatinya sudah terbuka atau belum. Paling tidak ada
dua ciri orang yang hatinya terbuka. Pertama, tersenyum, semakin lebar orang
tersenyum semakin lebar hatinya terbuka. Tentu saja selebar-lebarnya senyum
hanya mampu membuka pintu hati setengahnya saja. Masih ada gejala yang
142
kedua yaitu memuji, orang yang sudah mampu memuji orang sekitarnya
merupakan tanda lainnya bahwa hatinya sudah terbuka.
Dalam diklat selalu saya sampaikan bahwa memuji yang sebenarnya
bukanlah saat orang lain melakukan kebaikan kemudian kita puji, tetapi justru
sebaliknya. Pujian yang sebenarnya adalah saat orang lain melakukan hal
yang tidak menyenangkan namun kita tetap memujinya. Pujian itu
bermacam-macam karena dalam suasana diklat maka kita samakan persepsi
selama diklat bentuk pujian kita adalah mengangkat jempol ke arah peserta
yang berpendapat dan teriakkan “BAGUSS….!”
Banyak peserta yang tidak langsung menyetujui pendapat saya,
bagaimana mungkin orang melakukan kejelekkan tetap harus kita puji.
Penjelasannya begini, semua orang punya kebaikan dan ketidakbaikan.
Semua orang setuju dengan pernyataan ini. Artinya sebaik-baiknya orang
pasti ada jeleknya dan sejelek-jeleknya orang pasti ada baiknya. Jadi
pilihannya mau mencari baiknya atau jeleknya. Dalam konteks diklat, semua
setuju kita mencari baiknya. Oleh karena itu apa pun pendapat teman pasti
ada sisi baiknya, maka harus kita puji dulu, baru dicari apa sisi-sisi baiknya.
Sebaliknya pendapat yang baik sekalipun kita bisa menemukan jeleknya jika
memang diawali dengan melihat sisi jeleknya. Penjelasan ini biasanya diterima
dan menjadi ciri khas kelas saya. Setelah hati terbuka kita juga harus buka
pikiran, mengapa? Saya punya jawaban singkat bahwa pikiran ibarat parasut,
ia akan menyelamatkan pemiliknya jika terbuka. Pikiran yang tertutup
bagaikan terjun payung dengan parasut tidak membuka.
143
Hasil yang dapat saya rasakan luar biasa, kelas bisa hidup dengan
diskusi-diskusi terbuka. Semua peserta menjadi berani berpendapat tidak lagi
malu atau canggung, karena apapun pendapatnya kita angkat jempol dan
teriak “BAGUSSS….!” Ritual ini biasanya akan dilupakan setelah diskusi
berlangsung agak panjang dan terjadi perbedaan pendapat. Namun selalu
ada saja yang ingat dan angkat jempol sambil teriak “BAGUSS….!” Biasanya
kelas kembali cair. Diakhir pertemuan dalam diklat sering saya berpesan
kepada peserta jika saling senyum dan memuji itu baik dalam team work
bawalah ke kantor masing-masing. Bukankah diklat hanya ajang latihan,
pertandingan sebenarnya ada di kantor.
Sayang saya tidak bisa memantau
apakah ada peserta diklat yang
melakukannya di kantor.
Awal Mei 2015, saya menghadiri
reuni teman-teman yang masuk DJP
pada tahun 1995 di Yogyakarta. Riuh
sekali suasananya, di antara kami sudah
beberapa menduduki jabatan eselon
dua dan eselon tiga. Masih ada juga yang eselon empat dan pelaksana.
Namun suasananya masih segar seperti dua puluh tahun yang lalu, bercanda
dan tertawa. Dari kerumunan satu ke kerumunan lain kita berbagi cerita dan
foto bersama. Tiba-tiba ada teman saya yang pernah diklat di kelas saya
mengacungkan jempol sambil bilang “BAGUSS…..!”
.
144
Assessment Center: Salah Satu Pilar Merit System Kementerian Keuangan
Zuraida Retno Pamungkas,
dikisahkan oleh Anang Rohmawan
Biro Sumber Daya Manusia,
Sekretariat Jenderal
Kisah ini merupakan prequel Episode Reformasi Birokrasi Jilid I, betapa
sebuah perubahan membutuhkan kekuatan dua sisi, determinasi anak buah
dan komitmen pimpinan.
Zuraida Retno Pamungkas, atau dikenal akrab sebagai
Onyin menghela nafas lega, setelah proposal pengajuan kegiatan assessment
center Biro Kepegawaian mendapat ‘lampu hijau’ dari Pimpinan
Kemenkeu. Telah beberapa tahun proposal ini direncanakan dan diajukan
27
145
oleh para pendahulunya di Biro Kepegawaian, sampai akhirnya disetujui di
tahun 2007. Pandangan profesional psikolog yang pernah bekerja sebagai
HRD pada satu grup perusahaan swasta nasional terkemuka, adalah aneh jika
Kementerian Keuangan sebagai sebuah institusi besar dan terbaik di
lingkungan Pemerintah belum mengadopsi assessment center. Mungkin
gagasan untuk menyediakan sistem pengukuran kemampuan pegawai
secara fair dan obyektif belum dapat dilihat urgensinya oleh Pimpinan atau
ide tersebut dianggap sangat berpotensi mengurangi diskresi Pimpinan
terhadap proses Baperjakat, yang berarti juga mengurangi kekuasaan
Pimpinan?
Atasan Bu Onyin, Ibu Humaniati, sesungguhnya yang awalnya
mempunyai mimpi mengenai penilaian objektif bagi pejabat di Kemenkeu,
dan untuk mewujudkannya mulai merekrut beberapa psikolog di Biro
Kepegawaian di tahun 1998-1999. Gagasan bahwa jika kebijakan promosi
dan mutasi di Kemenkeu disepakati dilaksanakan atas dasar kemampuan
atau kompetensi seorang pegawai bukannya berdasarkan like or dislike, maka
diperlukan suatu sistem didasarkan atas suatu parameter yang dapat diukur
secara obyektif melalui sebuah metode yang dikenal sebagai assessment
center. Sebagai suatu metode penilaian yang berbasis perilaku dan
melibatkan beragam teknik evaluasi, termasuk menggunakan bermacam alat
ukur. Assessment center dinilai sebagai suatu sistem yang memiliki akurasi yang
cukup tinggi dalam menilai kompetensi pegawai. Ternyata ide perubahan
yang merupakan best practice saja tidak mudah untuk diterapkan, satu hal
yang masih diperlukan selain ide brilian, yaitu restu Pimpinan. Tanpa komitmen
Pimpinan yang buy in atas gagasan tersebut, pasti sulit diwujudkan.
Angin perubahan reformasi Indonesia yang diusung pada tahun 1998-
an akhirnya berhembus juga birokrasi Pemerintahan pada tahun 2007, dengan
digulirkannya program Reformasi Birokrasi Kemenkeu yang dipimpin Menteri
Keuangan saat itu, Ibu Sri Mulyani Inderawati. Bak gayung bersambut,
146
reformasi birokrasi yang selanjutnya dikenal sebagai RB jilid I tersebut membuka
pintu yang lebar atas gagasan assessment center tersebut. Dalam waktu tidak
terlalu lama, Pimpinan Kemenkeu mendukung penuh dengan terbitnya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.01/2008 tentang Assessment
Center Departemen Keuangan, yang ditindaklanjuti dengan
diterbitkannya Peraturan Sekretaris Jenderal tentang Pelaksanaan Assessment
Center Departemen Keuangan.
Perubahan yang amat
nyata adalah ketika dalam proses
promosi dan mutasi, semua
kandidat di Kementerian
Keuangan harus melewati
proses assessment. Konsepsi
dasar assessment adalah
kompetensi atau kemampuan
seorang pegawai dapat diukur
secara cukup obyektif apabila
menggunakan metode yang
tepat. Assessment, sebagai
metode pengukuran kompetensi
yang sangat berimbas pada karir
seseorang tidak dapat dilakukan hanya dengan satu parameter saja, namun
menggunakan beberapa metode untuk mengukur kompetensi seseorang.
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan (capability) atau keahlian
(expertise) yang lebih dari sekedar keterampilan (skill) belaka, namun
merupakan hasil dari pengalaman yang melibatkan pemahaman/
pengetahuan, tindakan nyata, serta proses mental yang terjadi dalam jangka
waktu tertentu serta berulang-ulang sehingga menghasilkan kemampuan/
keahlian dalam bidang tertentu. Oleh karena itu dikatakan pula bahwa
.
.
147
kompetensi dibentuk oleh interaksi antara faktor pengalaman dan faktor
bawaan, hal itulah yang ingin dilihat dalam proses assessment.
Proses assesment pada dasarnya terdiri atas beberapa tahap. Yang
pertama adalah tahap persiapan menentukan jenis-jenis kompetensi atau
lebih dikenal sebagai kamus kompetensi. Secara umum kamus ini dibagi
menjadi 3 cluster kompetensi, yaitu kelompok kompetensi yang berhubungan
dengan aspek thinking, working, dan relating yang meliputi 36 jenis
kompetensi.
Proses selanjutnya sebagai kelanjutan tahap persiapan adalah
menyusun Standar Kompetensi Jabatan (SKJ), SKJ dapat diartikan
sebagaiberupa kumpulan/klaster karakteristik yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang relevan dengan tugas pokok, fungsi, dan
perilaku kerja serta berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan suatu
jabatan. Dalam SKJ, kompetensi dibagi dalam tiga penggolongan, yaitu:
1. Kompetensi Umum, yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap PNS di
lingkungan Kementerian Keuangan;
2. Kompetensi Inti, yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh tiap Pejabat
sesuai jenjang eseloneringnya;
3. Kompetensi Khusus, yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh masing-
masing Pejabat sesuai dengan jabatan yang dipangkunya.
Dalam hal ini pengetahuan penyusun SKJ akan suatu pekerjaan/
jabatan menjadi sangat penting, sehingga proses penyusunan SKJ menjadi
amat sulit apabila tidak dibekali oleh kemampuan analisa jabatan dan job
description yang valid dan standar.
Tahap kedua adalah pengukuran kompetensi melalui
metode assessment center. Metode assessment center adalah suatu cara
yang dilakukan untuk menggali dan mengukur kompetensi dalam
148
pelaksanaan assessment center dengan menggunakan alat ukur tertentu.
Beberapa metode assessment center yang digunakan:
1. Metode inventory, yaitu metode yang digunakan untuk memahami
potensi dan kompetensi;
2. Metode Simulasi, yaitu suatu metode assessee (peserta Assessment
center) diminta untuk melakukan suatu aktifitas yang berkaitan dengan
situasi riil dalam pekerjaan. Perilaku/ tindakan yang muncul dalam proses
simulasi ini merupakan bahan yang diobservasi/ dipelajari dan dinilai;
3. Metode Assignment, yaitu metode evaluasi dengan cara memberikan
penugasan kepada assessee yang dapat berupa analisa terhadap kasus,
evaluasi diri, atau tugas-tugas lain yang dapat menampilkan potensi dan
kompetensi perilaku assessee;
4. Metode Wawancara, yaitu metode
untuk menggali informasi langsung
dari assessee dengan teknik tanya
jawab tertentu (Behaviour Event
Interview Technique) berdasarkan
panduan wawancara yang telah
disusun sebelumnya, serta
memanfaatkan data dan informasi
yang diperoleh dari 3 (tiga) metode
lainnya.
Tahap berikutnya adalah
pelaporan, yaitu penyusunan laporan
penilaian kompetensi sehingga
diperoleh profil kompetensi pejabat/
pegawai. Ketika akan menempati suatu jabatan tertentu, profil kompetensi
pegawai/pejabat akan diproyeksikan dengan SKJ pada jabatannya atau
.
149
jabatan target sehingga akan membentuk Job Person Match(JPM). JPM inilah
yang digunakan sebagai salah satu norma didalam proses Baperjakat selain
nanti akan dikombinasikan dengan nilai kinerja pegawai berbasis BSC
(balanced score cards) untuk membentuk 9 kotak peta pegawai yang dikenal
sebagai HAV (human asset value matrix).
Kelahiran assessment center Kementerian Keuangan merupakan pionir
di lingkungan birokrasi nasional. Selanjutnya secara perlahan assessment
center sudah diadopsi di banyak Kementerian seperti Kementerian
Perhubungan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Agama dan juga BKN. Ke depan metode dan
proses assessment center serta metode feed back untuk pegawai akan
disempurnakan terus. Hal ini penting bahwa selain dipergunakan untuk proses
promosi dan mutasi, hasil penilaian kompetensi dengan dikombinasi dengan
kinerja pegawai akan sangat berguna sebagai landasan kebijakan
pengelolaan SDM seperti pendidikan dan pelatihan, manajemen talenta,
pemberian reward, penataan pegawai dan bahkan bisa dipergunakan
sebagai feedback proses perencanaan SDM dan rekrutmen
150
AGREGAT: Pemanfaatan Data Perpajakan Jadi Mudah
Khoiril, Tomi Wardana, Susanto, Dhilalurrahman
KPP Pratama Jakarta Tamansari Satu,
Kanwil DJP Jakarta Barat
Direktortl Jenderal Pajak
Saat itu awal Juli 2011, Saya menempati kantor baru di KPP Pratama
Jakarta Tamansari Satu, sebagai Kasi Pengawasan dan Konsultasi setelah
sebelumnya juga sebagai Kasi Pengawasan dan Konsultasi di KPP Pratama
Biak (Kanwil Papua Maluku), yang salah satu tugasnya adalah melakukan
penggalian potensi pajak. Pepatah mengatakan "lain ladang lain belalang,
lain lubuk lain ikannya", bagi orang pajak pas sekali rasanya kalau ditambah
"lain KPP lain WP". Meskipun jenis jabatan sama, ternyata pengalaman kerja
ditempat sebelumnya, terutama penggalian potensi pajak ternyata tidak bisa
28
151
dilakukan dengan cara yang sama, karena jenis dan kondisi wajib pajaknya
jauh berbeda. Potensi pajak di daerah lebih banyak tergantung pada
pencairan APBN/APBD dan kegiatan rekanan pemerintah, sedangkan di
Jakarta jenis usaha Wajib Pajak sangat beragam dan tentunya khusus di
kawasan Tamansari potensi dari Wajib Pajak orang pribadi ‘orang kaya lama’,
mengingat kawasan Glodok adalah sentra bisnis sejak sungai ciliwung masih
bersih dahulu.
Pengenalan medan dan penyesuaian
diri tetap harus saya lakukan. Cukup banyak
kendala yang ditemui ketika menggali
potensi pajak. Data Wajib Pajak terpisah-
pisah dibeberapa aplikasi yg tersedia, inilah
kesulitannya. Selain itu data tidak bisa
tertandai dengan aplikasi yang ada,
sehingga tidak bisa diketahui mana data
yang sudah ditindaklanjuti/diklarifikasi ke
wajib Pajak dan mana data yang belum
pernah ditindaklanjuti. Pernah terjadi
beberapa kali kami klarifikasi data ke Wajib
Pajak, padahal sebelumnya atas data yang
sama telah diklarifikasi oleh Account
Representative (AR) yang lama dan telah direspon oleh Wajib Pajak. Kesulitan
lain adalah proses manual yang panjang dari pengumpulan data,
penyandingan data sampai dengan pembuatan surat klarifikasi/himbauan.
Tingkat kemampuan dan pengalaman masing-masing AR berbeda-beda
dalam menganalisa data, selain itu banyaknya tugas-tugas adhoc dan
menumpuknya pekerjaan administrasi yang harus diselesaikan membuat
tuntutan pembuatan himbauan/tindak lanjut data yg cepat tidak bisa
dilakukan.
.
152
Pada tahun-tahun awal, saya merasa perlu turun langsung mencari
data, mengumpulkan, merekapitulasi, analisa data sampai penghitungan
potensi. Anggaplah seperti ‘blusukan’. Saya ingin tau permasalah apa yang
menyangkut tugas-tugas para AR dan tugas saya sendiri sebagai kepala seksi
pengawasan dan konsultasi. Kira-kira satu tahun lamanya saya mempelajari
pola penggalian potensi Wajib Pajak terutama dengan pendekatan analisa
harta Wajib Pajak dan pemanfaatan data perpajakan. Berdasarkan
pengalaman itu, saya sampai pada kesimpulan bahwa secara garis besar
tugas penggalian potensi, terutama dengan pemanfaatan data sebenarnya
merupakan pekerjaan yang terpola sehingga sangat mungkin
disederhanakan.
Manisnya ‘buah sinergi’
Direktorat Jenderal Pajak telah memanjakan Wajib Pajak dengan
banyak aplikasi perpajakan yang sangat membantu dari e-FIN, e-Nofa, e-SPT,
e-Filing dan terakhir telah ada e-Faktur meskipun pemberlakuannya masih
terbatas. Maka kedepannya saya sangat optimis, data perpajakan akan lebih
cepat diperoleh dan lebih valid karena meminimalisir proses perekaman data
di internal DJP.
Pertanyaannya adalah, lalu bagaimana dengan pemanfaatan data
tersebut oleh para Account Representative (AR)? Apakah para AR dan Kasi
Waskon masih harus dengan cara manual mengumpulkan, mengolah dan
menindaklajuti ke Wajib Pajak semua data itu dengan cara manual? Adalah
sebuah kepastian bahwa makin lama data internal dari SPT Wajib Pajak dan
data dari hasil proses bisnis internal DJP (himbauan, pemeriksaan, penagihan,
dll) pasti akan bertambah banyak, apalagi data eksternal dari ILAP (Instansi,
Lembaga, Asosiasi dan pihak lain) juga makin banyak dan berkembang,
apakah harus ditangani secara manual? Rasanya tidak adil kalau Wajib Pajak
sudah serba e-elektronik sementara kita harus mengolahnya secara manual.
153
Disitu kadang saya merasa sedih. Singkatnya kita butuh sebuah aplikasi kertas
kerja untuk membantu tugas penggalian potensi dan pengawasan Wajib
Pajak bagi para Account Representative.
Saat itu akhir tahun 2013, Pak
Mutamam yang saat itu sebagai
Kabid Duktekon di Kanwil
mempunyai inisiatif untuk membuat
suatu aplikasi yang bisa memu-
dahkan pekerjaan AR. Pengalaman
beliau sebagai fungsional pemeriksa
pajak dengan memanfaatkan
software Audit Command Language
(ACL) rupanya punya andil besar.
Apalagi inisiatif pembuatan aplikasi
untuk membatu kerja Account
Representative ini sangat di dukung
oleh Bapak Sakli Anggoro selaku
Kepala Kanwil Jakarta Barat.
Disinilah kami menemukan apa yang kami inginkan; menyederhanakan
proses pengawasan dan penggalian potensi dengan sebuah aplikasi. Dengan
framework yang dibuat Pak Mutaman, setelah saya buat rancangan dan flow
aplikasi sekedarnya, selama kurang lebih 4 bulan, pada April 2014, akhirnya
dengan sinergi seluruh anggota tim, termasuk programer yang juga sebagai
Account Representative mas Tomi Wardana dan Susanto serta mas Adil OC di
Kanwil, jadilah sebuah aplikasi kertas kerja yang kami beri nama ‘AGREGAT’,
singkatan dari Aplikasi Gabungan Rekapitulasi dan Penggalian Data. Sebuat
aplikasi e-worksheet untuk mempermudah tugas pengawasan dan
penggalian potensi pajak, dari pengumpulan / penggabungan, rekapitulasi,
penyandingan dan klarifikasi data kepada Wajib Pajak. Mudah-mudahan bisa
.
154
mengantisipasi kondisi makin banyaknya data Wajib Pajak yang makin
berkembang di masa yang akan datang. Dengan aplikasi ini data sudah
terkumpul dalam satu tempat, bahkan untuk semua jenis data menyangkut
Wajib Pajak. Penyandingan data dan validasi data dapat dilakukan dengan
mudah bahkan sampai dengan surat tindak lanjut data berupa klarifikasi
kepada Wajib Pajak. Pengawasan pelaporan dan penyetoran pajak juga
lebih mudah dilakukan oleh Account Representative. Inilah manisnya buah
dari nilai-nilai kementrian keuangan: SINERGI.
Saat ini, Aplikasi Agregat telah terinstall dan dipakai diseluruh Kanwil DJP
di seluruh Indonesia, sebagaimana diamanatkan retreat pimpinan DJP Januari
2015.
Perenungan nilai kemenkeu ‘kesempurnaan’
Setiap kemajuan yang dicapai tentulah berasal dari ketidaknyamanan,
ada AC karena kita tidak tahan ‘gerah’, ada mobil karena kita ‘malas’ jalan
kaki, dan lain-lain. Ketidaknyamaan inilah yang mendorong kita untuk
melakukan inovasi sehingga semua keadaan kita menjadi lebih nyaman dan
lebih baik. Inilah sebenarnya yang dimaksud oleh nilai Kementrian Keuangan
‘kesempurnaan’, kita terus perbaiki semua proses dan hasil secara terus
menerus sehingga menjadi lebih baik. Beberapa hal yang menjadi renungan
saya disetiap tempat tugas antara lain;
1. Pada tahun-tahun pertama, kenali tugas dan fungsi kita disetiap tempat
tugas kita. Kenali medan, staf / rekan kerja dan para stakeholder kita.
2. Diagnosa permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Kiranya tidak
salah kalau orang bijak mengatakan bahwa ‘diagnosa penyakit adalah
separuh dari kesembuhan’. Sebagus apapun obatnya tidak akan
menyembuhkan kalau diagnosa penyakitnya salah.
155
3. Cari solusi-solusi permasalahan, lakukan inovasi-inovasi untuk mendapatkan
hasil terbaik terus-menerus. Jangan cepat puas / cepat nyaman dengan
kondisi yanga ada.
Bekerja bersama sebuah tim dan dapat berbagi kepada orang lain
adalah suatu kebahagiaan. Berguna bagi orang lain adalah sebuah nilai
universal, sebagaimana jargon sebuah media di Yogyakarta “Migunani
Tumraping Liyan” atau jargon sebuah sekolah di Magelang “Nafi’un Lighoirihi”
yang artinya berguna bagi orang lain. Sebuah hadits Nabi sangat relevan :
Khairunnaas anfa’uhum linnaas, sebaik-baiknya manusia adalah yang
memberi manfaat kepada orang lain. Semoga menjadi renungan untuk kita
semua. Selamat bekerja untuk Indonesia.
156
Rapat Kecil, Awal Transformasi untuk Indonesia
Sarimin
Pelaksana pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
“Saya bermimpi bahwa suatu saat nanti kita tidak lagi disibukkan
dengan urusan clerical dan berhadapan dengan tumpukan kertas laporan
rekening dari KPPN. Namun kita bisa melakukan penatausahaan dan
monitoring rekening secara online dan real time. Bahkan saya bermimpi
ruangan kita berisi beberapa monitor yang terhubung internet dan dari situ kita
29
157
bisa memantau ribuan rekening pemerintah serta langsung bisa melakukan
konfirmasi sebab sistem kita terhubung dengan sistem perbankan dan KPPN
maupun Kanwil DJPBN.” Rudy Widodo - Direktur Pengelolaan Kas Negara, awal
2012.
Untaian kalimat harapan itu langsung masuk ke dalam hatiku dan terus
terngiang di benakku hingga hampir meneteskan air mataku. Teringat
pekerjaan yang aku lakukan saat melakukan rekapitulasi laporan daftar
rekening dari seluruh KPPN dari hardcopy, padahal sudah berulang kali
ditekankan agar disampaikan dalam bentuk Excel. Laporan daftar rekening itu
pun juga sering kali melebihi tenggat waktu yang ditentukan dan sulitnya
melakukan konfirmasi.
Aku pun menengok raut wajah atasanku Kasi Penatausahaan Rekening
Bendahara Instansi (PRBI), Hermawan Sukoasih, dan Kasubdit Rekening
Pemerintah Lainnya dan Bendahara Instansi (RPLBI), Yuni Wibawa, yang
tampak tertegun dan menahan nafas. Sepertinya, dalam benak mereka juga
berkecamuk pikiran yang sama denganku. Kalimat bernada mimpi dari
Direktur yang baru beberapa bulan menjabat itu seakan menjadi pelecut
semangat kami untuk mencurahkan segala upaya untuk melakukan
transformasi menyeluruh dalam penatausahaan rekening pemerintah.
Seusai pertemuan dengan Direktur PKN itu, Kasubdit RPLBI langsung
mengadakan rapat kecil dengan beberapa kasi terkait dan saya sebagai
pelaksana teknis. Dalam rapat itu, dibahas kondisi dan analisis keadaan atas
penatausahaan rekening pemerintah saat itu dan kemungkinan langkah yang
bisa dilakukan untuk mencapai mimpi Direktur PKN yang rupanya menjadi
mimpi yang sama bagi kami semua.
Sebagai pelaksana teknis, saya menyampaikan kondisi-kondisi yang
ada misal: masih terpisahnya antara penatausahaan Rekening Bendahara
dengan RPL. Padahal, keduanya termasuk rekening milik K/L yang dasar
158
pengaturannya sama. Dan keduanya harus disajikan sebagai lampiran dalam
LKKL. Selain itu, penatausahaan dan pelaporan rekening masih dilakukan
secara manual menggunakan excell dan dilakukan secara berjenjang (KPPN
ke Kanwil lalu Kanwil mengkompilasi dulu baru kemudian disampaikan ke Dit.
PKN). Hal lainnya adalah perubahan
dan status rekening yang tidak
terupdate secara real time akan
memberikan informasi yang bias
termasuk kelengkapan informasi
setiap rekening (misal: apakah sudah
TNP atau tidak) belum ter-
administrasikan dengan baik. Dan
mengingat jumlah rekening yang
ditatausahakan mencapai ribuan,
tidak jarang lembur harus dilakukan.
Terlebih bila tim pemeriksa datang
dan meminta data rekening
pemerintah hari itu juga.
Dalam rapat itu akhirnya diputuskan langkah-langkah yang bisa
dilakukan untuk mewujudkan pembangunan aplikasi yang terintegrasi antara
rekening Bendahara dengan RPL dalam database tunggal yang bisa diakses
oleh semua KPPN dan Kanwil sesuai kewenangan masing-masing. Selain itu,
wacana revisi peraturan yang ada juga harus mulai diinisiasi.
Setelah rapat kecil itu, hari-hariku banyak disibukkan dengan konsep
prosedur, komponen data dan laporan yang akan dituangkan dalam aplikasi
yang akan dibangun bersama Kasi PRBI. Sedangkan Kasubdit RPLBI lebih fokus
pada upaya pembangunan/pengembangan aplikasinya. Disinilah kesabaran
kami diuji saat permintaan pembangunan aplikasi itu tidak mendapat respon
.
159
yang baik dari unit terkait. Saya pun sempat patah arang membayangkan
akan berhadapan kembali dengan pekerjaan clerical dan manual.
Saat-saat seperti itulah peran Kasubdit RPLBI sangat terasa untuk
menyemangatiku bahkan membangkitkan semangatku dengan mengatakan
bahwa dia berhasil melobi salah seorang pegawai yang memiliki kemampuan
programming untuk membangun aplikasi rekening sesuai permintaan kami.
Semangatku pun kembali membuncah dan saya beserta Kasi PRBI akhirnya
secara intens berkomunikasi dengan pegawai itu untuk membangun aplikasi
yang diharapkan.
Tahun 2012 menjadi masa
pembangunan aplikasi yang diwujudkan
berupa Modul Rekening pada aplikasi
PBN Open yang secara default bisa
diakses setiap pegawai DJPBN. Namun,
untuk keamanan, hanya pegawai/
pejabat yang diajukan saja yang bisa
mengaksesnya. Selanjutnya, ada tugas
besar untuk menyampaikan dan
mensosialisasikan keberadaan modul itu
kepada seluruh KPPN dan Kanwil DJPBN.
Padahal tidak ada dana sama sekali
untuk melakukannya. Solusinya, mau
tidak mau, sosialisasi dilakukan dengan
memanfaatkan sarana email, telepon/
selular bahkan chatting. Dan sejak itulah,
saya merelakan nomor pribadi tersebar dan menjadi Contact Person untuk
operasionalisasi modul rekening tersebut. Pernah suatu kali saya harus
menerima telepon selama setengah jam lebih untuk membimbing secara
detail bagaimana mengoperasionalkan modul rekening. Namun saya
.
.
160
menjalaninya dengan senang hati karena sadar itu adalah bagian dari upaya
mewujudkan mimpi transformasi pengelolaan rekening pemerintah milik K/L
yang pada akhirnya mampu menghasilkan output inovasi dan terobosan baik
berupa perbaikan prosedur kerja/proses bisnis, pengembangan aplikasl sistem
informasi maupun perubahan budaya kerja.
Yah, dari hasil rapat kecil itulah kini saya bisa langsung mengetahui dan
melaporkan data rekening pemerintah secara real time tanpa perlu
berhadapan dengan pekerjaan clerical dan manual plus tumpukan kertas
laporan sebab tahun 2013 sudah fully implemented. Saya pun bisa langsung
mengonfirmasi detail surat izin dari KPPN sebab aplikasi itu juga memfasilitasi
upload PDF surat izin. Saya pun juga tak perlu berhadapan dengan waktu
yang lama sebab KPPN bisa langsung menginput di aplikasi dan saya langsung
bisa mengaksesnya. Terjadi pula penyederhanaan proses bisnis sehingga KPPN
bisa langsung menyampaikan laporan ke Dit. PKN tanpa melalui Kanwil dulu
namun Kanwil tetap bisa memantau dan melakukan pembinaan karena juga
bisa mengakses data laporan KPPN.
Upaya transformasi itu juga mendapat apresiasi dari BPK. Temuan BPK
pada tahun 2012 dan 2013 menyebut Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum tidak dapat melakukan monitoring dengan baik terhadap rekening
pemerintah, sebagai wujud bahwa pengelolaan rekening pemerintah harus
dibenahi, namun di tahun 2014 temuan itu sudah down grade karena
pemerintah telah berupaya memperbaiki tata kelola dan ketentuan baru
melalui penerbitan PMK No. 252/PMK.05/2014 yang menggabungkan dan
menyempurnakan beberapa peraturan yaitu PMK No. 57/PMK.05/2007, PMK
No. 58/PMK.05/2007, PMK No. 67/PMK.05/2007 dan PMK No. 05/PMK.05/2010
dan aplikasi rekening yang teritegrasi
161
Kini, saat menulis kisah ini, saya tak lagi disibukkan urusan clerical dan
hardcopy sebab semua data sudah ada dalam aplikasi web based yang
menyajikan data lengkap dan real time.
Namun, di saat saya menulis kisah ini, saya tidak lagi bersama Kasi dan
Kasubdit yang hadir saat rapat kecil itu dilakukan. Mereka telah mutasi ke
tempat baru. Namun, momen itu masih melekat seolah kami masih bersama
mendengar kalimat mimpi Direktur PKN saat itu. Sebentar lagi, mimpi itu akan
terwujud seutuhnya. InsyaAlloh. Untuk kita, untuk Indonesia. (@rie)
162
Meniti Jalan Setapak Menuju Kesempurnaan
Eko Purbono
Kepala Bagian Manajemen Informasi SDM, Biro SDM
Sekretariat Jenderal
Masih teringat dalam ingatan ketika dilantik menjadi pajabat di Biro
Sumber Daya Manusia (SDM), perasaan Penulis bercampur aduk. Ada rasa
senang, khawatir, sedih karena meninggalkan tempat kerja serta kawan lama
dan sebagainya. Ternyata perasaan khawatir yang mendominasi adalah
pekerjaan Penulis sehari-hari. Gimana tidak khawatir kalau Penulis diberikan
tanggung jawab untuk melakukan Pemutakhiran (Updating) Data
30
163
Kepegawaian sebanyak kurang lebih 69.000 Pegawai dengan variasi elemen
data yang beragam, seperti data pokok, pendidikan & pelatihan, grading,
jabatan, jabatan tambahan, karya tulis, data keluarga, keahlian khusus dan
sebagainya. Pelan tapi pasti penulis mencoba untuk ‘metani’ (cari kutu dalam
bahasa Jawa) permasalahan dalam mengelola Data Kepegawaian tersebut.
Penulis menyadari jika masalah data pegawai yang tidak update maka akan
banyak proses pengambilan keputusan di bidang kepegawaian yang tidak
pas nantinya, belum lagi adanya komplain dari Pegawai jika datanya tidak
Update. Untuk itu mari kita simak hasil ‘metani’ plus kiat-kiat dalam
permasalahan data kepegawaian tersebut.
Pada bulan Maret tahun 2009 terdapat Sistem Informasi Kepegawaian
(SIMPEG) yang sedang diimplementasikan oleh Biro SDM dengan prakarsa dari
Tim Reformasi Birokrasi (TRB) yang diketuai oleh Bapak DR. Marwanto, MA
(sekarang Direktur Jenderal Perbendaharaan). SIMPEG yang dibuat saat itu
masih terbatas untuk dipakai oleh
para pengelola kepegawaian
untuk mengupdate data
pegawai di masing-masing unit
nya, sedangkan pegawai
Kemenkeu pada saat itu belum
mempunyai media untuk
berinteraksi langsung dengan
Biro SDM. Setelah beberapa
bulan, penulis memanfaatkan
media yang dinamakan
Website/situs Biro SDM dengan
alamat www.sdm.depkeu.go.id dengan memakai satu basis data (database)
yaitu basis data SIMPEG. Di dalam Website atau situs tersebut penulis
menggagas Modul yang disebut sebagai ‘Modul Update Data’ dimana fungsi
.
164
dari modul tersebut adalah untuk memberikan kesempatan bagi pegawai
melakukan updating data sesuai dengan data riil yang dimiliki oleh pegawai.
Update data dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja (mirip seperti
tagline merk minuman ringan yang terkenal itu) dan data akan diverifikasi oleh
pengelola kepegawaian yang telah ditunjuk oleh Biro SDM guna menjaga
integritas dan validitas data.Total elemen data pegawai yang sudah diupdate
adalah sebanyak 20.844 di tahun 2013 dan 36.342 elemen data pegawai di
tahun 2014 dengan kriteria seorang bisa mengupdate lebih dari satu elemen
data. Kalau diasumsikan bahwa satu elemen data membutuhkan 4 lembar
copy, maka pada tahun 2013 Kemenkeu bisa menghemat 83.376 lembar
kertas dan pada Tahun 2014 bisa menghemat 145.368 lembar kertas,
bayangkan berapa jumlah pohon yang bisa diselamatkan. Tetapi dampak
yang lebih signifikan adalah pegawai bisa langsung mengupdate data
kepegawaiannya sesuai dengan kenyataan serta para pengelola SDM dapat
dengan tepat dan cepat memutuskan hal-hal yang berkenaan dengan proses
bisnis ke-SDM-an seperti untuk promosi, mutasi, pemberian tunjangan keluarga,
dan sebagainya.
Masalah lain adalah terkait proses Kenaikan Pangkat (KP). Proses ini
adalah satu proses administrasi yang dibutuhkan oleh seluruh PNS Kemenkeu.
Masalah muncul ketika proses KP ini harus melalui proses entry melalui Sistem
Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK). SAPK adalah sistem pelayanan
kepegawaian yang dibuat oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dimana
Badan tersebut adalah Badan yang ditunjuk untuk melakukan proses
administrasi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia. Sebelum penulis
masuk ke biro SDM, seluruh PNS Kemenkeu hanya bisa ‘pasrah’ dengan nasib
status kenaikan pangkatnya. Jika mereka beruntung dan punya teman di
bagian kepegawaian atau di Biro SDM, barulah mereka dapat mengetahui
dengan cepat tentang status serta keberlangsungan proses kenaikan
pangkatnya.
165
Penulis mulai memikirkan benefit apa yang bisa diperoleh antara
pemakaian SAPK BKN sebagai aplikasi terpusat dalam proses KP dengan
kebutuhan Keterbukaan Informasi untuk pegawai. Penulis mulai
memanfaatkan ‘sharing folder’ yang ada di Portal BKN dengan membuat fitur
kecil di situs Biro SDM yang dinamakan “Pemantauan Proses Kenaikan Pangkat
Pegawai.” Di dalam fitur tersebut setiap proses KP bisa dilihat secara langsung
oleh masing-masing pegawai (jika pegawai tersebut naik pangkat) setelah
pegawai login ke situs Biro SDM. Bahkan secara otomatis status KP nya
langsung dikirim ke email Kemenkeu yang memang dimiliki oleh setiap
pegawai Kemenkeu. Manfaat adanya fitur pemantauan kenaikan pangkat ini
adalah untuk mengurangi ‘ketergantungan’ pegawai dengan unit pengelola
kepegawaian untuk menanyakan proses kenaikan pangkatnya serta dalam
rangka Keterbukaan Informasi bagi pegawai Kemenkeu. Manfaat lain dari fitur
tersebut adalah untuk memantau kurang/tidaknya dokumen yang harus
disertakan dalam proses KP. Sampai dengan tulisan ini dibuat (Tanggal
08/05/15 Pukul 17.00), diperoleh data 169 pegawai yang merasa puas (85,35%)
166
dengan fitur Pemantauan KP dan 29 orang yang tidak puas (14,65%). Jumlah
pegawai yang berpartisipasi adalah 198 pegawai (Hasil survei bisa dilihat di
situs Biro SDM). Alhamdulillah masih lebih banyak yang puas, begitu pikir
Penulis.
Selain data-data yang
bersifat softcopy, Penulis
bertanggung jawab untuk
menyimpan hardcopy berupa
dokumen-dokumen kepegawaian.
Jenis-jenis dokumen yang disimpan
pun bermacam-macam, mulai dari
Surat Keputusan (SK) Calon
Pegawai Negeri Sipil sampai
dengan dokumen-dokumen SK
yang lainnya seiring dengan
perkembangan karir dan perjalanan hidup seorang pegawai. Pada saat
Penulis datang pertama kali, proses pemberkasan masih dilakukan secara
manual. Ruang penyimpanan dokumen pegawai masih lembab, gelap dan
konon ada hantu ’noni Belanda’ di ruangan tersebut karena letaknya di
bangunan peninggalan jaman Belanda. Penulis pun melakukan penataan
dan hasilnya dapat terlihat perbedaaan sebagai berikut :
.
167
Sebelum Sesudah
Selain dari pengerjaan fisik dalam rangka penataan dokumen/dossier
kepegawaian tersebut Penulis juga menggagas sistem pencarian dossier
pegawai atau disebut dengan SIMPEDOS (Sistem Pencarian Dossier Pegawai).
Tujuan dari dibuatnya SIMPEDOS ini adalah untuk memigrasikan dossier secara
fisik ke dalam bentuk digital dan dimasukkan ke dalam satu database.
Sebagaimana kita ketahui bahwa jika dokumen dalam bentuk kertas rawan
akan kerusakan baik secara alami seperti rapuh, dimakan rayap, lembab, dan
lain-lain maupun secara kecelakaan/kelalaian seperti hilang, terbakar, banjir,
gempa bumi dan sebagainya. Untuk itu maka perlu langkah preventif
terhadap hal-hal tersebut di atas dan SIMPEDOS adalah jawabannya. Salah
satu tugas dan fungsi yang Penulis miliki adalah proses peminjaman dossier
oleh pihak-pihak yang memerlukan dan biasanya dalam pencarian dossier
memakan waktu lebih-kurang 1 Hari, namun setelah SIMPEDOS diterapkan,
maka peminjaman dossier bisa dilakukan kurang dari 1 Menit. Memang
SIMPEDOS masih dipakai secara terbatas oleh Bagian tempat Penulis bekerja,
akan tetapi ke depan Penulis akan mengintegrasikannya dengan SIMPEG dan
Website Biro SDM guna dossier yang sudah terdigitalisasi dan dapat
dimanfaatkan oleh seluruh pegawai Kemenkeu atau stakeholder lainnya jika
membutuhkan.
168
Demikian hal-hal yang dapat Penulis sampaikan untuk kiat-kiat meniti
jalan setapak ke arah kesempurnaan terutama didalam pekerjaan Penulis
sehari-hari. Insya Allah paparan dari Penulis ini dapat menginspirasi dan
memotivasi kepada seluruh pegawai Kemenkeu untuk lebih membuat
torobosan-terobosan yang lebih baik lagi guna kemajuan Kementerian
Keuangan. Yakinlah bahwa kita bisa mewujudkannya. Aaamiin.
169
Kisah Sebuah Kantor Kecil di Kota Besar
Yetty Yulianty
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Ini adalah kisah saya di sebuah kantor yang sudah saya tinggalkan.
Setiap kejadian di sana menyisakan senyum bagi saya. Barangkali sepanjang
perjalanan karir saya, di tempat inilah saya benar-benar mendedikasikan
seluruh energi yang saya punya untuk membangun kantor ini.
Memelihara semangat itulah inti dari semuanya. Jangan dikira hanya
pegawai yang ditempatkan di daerah terpencil dan jauh saja yang memiliki
31
170
semangat dan motivasi yang turun naik, menurut saya tidak demikian. Bahkan
mereka yang berkantor di ibukota pun mengalami hal yang sama, jika tidak
mendapatkan perhatian dan bimbingan sesuai kebutuhannya.
Ketika pada awalnya bulan oktober tahun 2012 saya diberi kesempatan
untuk memimpin KPPBC tipe pratama Kantor Pos Pasar Baru, tidak terbayang
satu kesulitan pun di benak saya, dengan pengalaman kerja selama kurang
lebih 17 tahun bekerja dan saya sudah memiliki pengalaman di berbagai
penugasan (di bidang teknis kepabeanan, audit, kepegawaian,
perbendaharaan) yang membuat saya cukup percaya diri ketika
diperintahkan untuk menjadi Kepala Kantor setingkat eselon IV yang memiliki
pegawai tidak lebih dari 20 orang.
Ternyata medan yang dihadapi tidak semudah yang saya semula
bayangkan, ketika saya datang pertama kali, masuk melewati ruang tunggu
yang kumuh ditambah spanduk anti korupsi yang dipasang seadanya dengan
huruf-huruf besar berwarna merah. Wow, kesan pertama saya inilah kantor
terburuk sepanjang perjalanan mutasi saya di DJBC. “Harap maklum, Bu,” kata
Kaur Umum seperti bisa membaca fikiran saya ketika itu. “Bea Cukai disini kan
cuma numpang sama kantor pos, jadi mau dibikin bagus juga percuma,”
lanjutnya.
Di hari-hari berikutnya, sangat terasa bahwa hanya sedikit pegawai
yang punya rasa memiliki terhadap kantor, ketika pekerjaan sudah selesai,
mereka pergi entah kemana, sibuk dengan urusan di luar tugas, dan kembali
sore harinya pada saat absen. Kedisiplinan berpakaian dinas pun luntur karena
lokasi kantor yang berada di kantor orang, bayangkan semua orang
berseragam oranye, dan hanya kami yang memakai seragam biru seperti
satpam kantor pos, mungkin ini juga salah satu alasan mengapa para
pegawai saat itu enggan memakai pakaian dinas. Sedikit demi sedikit saya
berusaha mengembalikan kami semua pada khitah-nya bahwa semua
171
pegawai DJBC dituntut untuk bersikap profesional dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna jasa, memiliki aturan jam kerja, dan berpakaian
dinas yang harus ditaati. Selalu saya tekankan bahwa kantor kita adalah
kantor kecil, tapi merupakan satu display pelayanan yang diberikan oleh DJBC
kepada masyarakat.
Saat itu, jika kita menyempatkan
diri mengunjungi ruang pemeriksaan
paket, kita akan melihat bahwa ruang
pemeriksaan paket berada di ruangan
seperti aula, proses pemeriksaan
terhadap paket-paket dari luar negeri
yang masih terhutang bea-nya
menyatu dengan paket-paket lain. Hal
ini sangat berisiko karena besar
kemungkinan ada paket yang hilang
sebelum dilakukan pemeriksaan,
mengingat terlalu banyak orang yang
tidak berkepentingan masuk. Untuk meminimalisir hal tersebut, saya bersama
teman-teman melakukan koordinasi intensif dengan pihak PT Pos Indonesia
untuk menyediakan ruang pemeriksaan Bea Cukai yang steril, dan dipisahkan
dari paket-paket yang merupakan tanggung jawab PT Pos. Alhamdulillah,
dengan komunikasi yang baik dan itikad untuk sama-sama memberikan
pelayanan baik dan cepat untuk masyarakat, pihak PT. Pos Indonesia
merespon dengan membuatkan ruangan pemeriksaan yang steril. Itu adalah
salah satu bentuk sinergi kami, DJBC dan PT. Pos Indonesia.
Dari segi pengawasan, ketika ditunjuk menjadi Kepala KPPBC Tipe
Pratama Kantor Pos Pasar Baru bulan Oktober 2012, dan pada raker di bulan
Desember 2012 disampaikan oleh Direktorat Pencegahan Penyelundupan (P2)
bahwa dalam 2 tahun terakhir, penyelundupan narkotika, yang berhasil
.
172
digagalkan melalui Barang Kiriman lewat Kantor Pos hanya 3 kali, seharusnya
bisa lebih banyak lagi. Ketika itu, saya yang awam terhadap pengawasan,
mencoba belajar bersama-sama dengan teman-teman di KPPBC Pasar Baru
untuk menemukan formula yang mungkin bisa meningkatkan pengawasan
penyelundupan narkotika melalui kiriman pos.
Formula tersebut dimulai dari meminta penambahan sarana dan
prasarana, berkordinasi dengan kantor pusat dan kantor wilayah untuk selalu
memperoleh info yang up to date dan modus yang berkembang berkaitan
dengan maraknya peredaran narkotika. Dan info tersebut selalu dibagikan
kepada seluruh pegawai baik yang berinteraksi langsung dengan
pemeriksaan maupun yang ada di unit pendukung seperti urusan umum,
Kepatuhan Internal dan Layanan Informasi. Tujuannya adalah apabila ada
pergantian pemeriksa karena satu dan lain hal, siapa pun yang menggantikan
sudah memiliki informasi yang terbaru. Beberapa hal yang mungkin bisa
dijadikan contoh bagi kantor-kantor kecil lainnya yang memiliki SDM terbatas,
yang kami lakukan adalah mensinergikan semua unit terutama P2 dan
Pemeriksa Fisik, bahwa tanggungjawab untuk mengawasi paket-paket
tersebut ada di 2 lini yaitu P2 dan pemeriksa fisik.
Apabila ada paket
mencurigakan yang mungkin lolos dari
pemeriksaan P2, pemeriksa tidak
hanya melakukan penilaian terhadap
jumlah dan jenis barang tetapi juga
tetap waspada terhadap
kemungkinan ada tempat tersembunyi
di paket-paket tersebut. Kami juga
mengubah cara pemeriksaan lebih
mendalam, yaitu menjadi dua kali
pemeriksaan jika paket-paket tersebut
.
173
berasal dari negara-negara suspect, seperti: India, Iran, Belanda, dan
sebagainya. Seraya mengucap syukur Alhamdulillah, usaha kami
membuahkan hasil dengan keberhasilan KPPBC Pasar Baru menegah
penyelundupan narkotika melalui barang kiriman pos sebanyak 18 kali dalam
periode 2 tahun (2012-2014).
Lain pengawasan, lain pula dari segi pelayanan. Untuk kantor kecil
dengan anggaran minim seperti KPPBC Pasar Baru biaya untuk membuat
website sangatlah mahal, sedangkan kami memerlukan sarana untuk
menampung keluhan para pengguna jasa barang kiriman terutama mereka
yang berkecimpung di dunia belanja online yang tidak asing dengan media
sosial. Jika tidak puas tapi tidak tau
cara menyalurkannya mereka bisa
curhat di mana saja, di surat
pembaca, di media sosial, di blog,
dan sebagainya. Untuk mengatasi
hal tersebut, saya menggagas
untuk membuat akun twitter
@BC_PasarBaru, sehingga apa pun
bentuk keluhan dari mereka dapat
kita jawab dan kita berikan solusi
secara cepat, yang Alhamdulillah
sampai hari ini telah memiliki hampir
500 followers.
Untuk mengedukasi masyarakat, terutama para pengguna jasa barang
kiriman melalui kantor pos, kami telah melakukan pemetaan bahwa mereka
ini adalah orang-orang yang minim pengetahuan tentang peraturan dan
tata cara mengimpor barang melalui barang kiriman kantor pos. Mereka
jarang mencari tahu bagaimanakah aturan dan tata caranya, langsung
memesan barang via online, dan ketika barang kiriman sampai di Indonesia
.
174
mereka diminta membayar bea masuk dan pungutan pajaknya mereka baru
complain. Sehingga cara efektif yang kami pilih salah satunya adalah dengan
menyelipkan leaflet tentang barang kiriman pada paket-paket pos secara
random. Dengan harapan masyarakat yang menerima dapat membaca dan
akhirnya mengerti prosedur pengiriman barang impor melalui pos dan bisa
berbagi ilmu dengan komunitasnya
Satu pengalaman besar yang saya peroleh dari sebuah kantor kecil
yang bernama KPPBC tipe Pratama Kantor Pos Pasar Baru itu adalah bahwa
semangat kerja, jika tidak dipupuk akan hilang, tiap atasan harus men-
challenge agar pegawai senantiasa bekerja dengan penuh semangat,
prestasi sekecil apapun harus dihargai. Ketika sebagian orang mencibir bahwa
prestasi yang diperoleh kantor kami bukanlah hal yang luar biasa, selalu saya
tanamkan, bahawa ini mungkin prestasi kecil untuk kantor besar seperti KPU
Tanjung Priok atau KPPBC Soetta, tapi untuk kantor kecil seperti KPPBC Pasar
Baru, ini adalah prestasi yang sungguh-sungguh luar biasa, dan kita semua
sebagai bagian dari kantor ini patut bangga.
175
Inovasi Proses Bisnis Melalui Desain Flowchart dan Infografis dalam Rangka Transformasi Kementerian Keuangan
Syena Idfilandu
Pelaksana pada Biro Umum
Sekretariat Jenderal
Transformasi tidak hanya berupa gagasan dari pimpinan. Transformasi
tidak dapat terwujud hanya dari pembahasan rapat oleh para pejabat eselon.
Transformasi bukan sekedar kajian dari staf ahli maupun konsultan. Transformasi
tidak hanya dituangkan dalam lembaran peraturan yang ditulis dengan
bahasa hukum. Transformasi juga dapat dituangkan dalam sebuah karya
desain, karena sejatinya perubahan dimulai dari hal-hal yang kecil.
32
176
Itulah semangat yang saya bawa untuk mengubah proses bisnis yang
sebelumnya dipandang terlalu rumit, bertele-tele, dan membosankan,
menjadi lebih ringkas, mudah dimengerti, dan lebih menarik dipandang.
Menurut saya, alangkah baiknya jika proses bisnis yang ada dikemas dalam
bentuk dan desain yang menarik.
Dengan pengalaman bekerja di instansi pemerintahan yang relatif
masih baru dan awam, saya tetap memberanikan diri untuk membawa
perubahan di Bagian Rumah Tangga, Biro Umum, Sekretariat Jenderal. Meski
baru menjalani On The Job Training (OJT) CPNS selama kurang lebih 5 bulan,
saya tidak mau diam saja. Di usia produktif ini, saya ingin berbuat sesuatu demi
perubahan, walaupun dari hal terkecil sekalipun.
Saya memiliki passion dalam bidang desain grafis, terutama desain
berbasis vektor. Itulah yang saya manfaatkan untuk membuat perubahan.
Dengan berbekal imajinasi dan aplikasi desain berbasis vektor (Corel Draw X7),
saya membuat Flowchart berbagai
macam Proses Bisnis yang ada di
Bagian Rumah Tangga. Selama
beberapa bulan saya melakukan
Inovasi Proses Bisnis yang dimulai
dengan mengumpulkan Analisis Beban
Kerja Bagian Rumah Tangga, Biro
Umum (data diambil dari berbagai
sumber, yaitu dari website
http://bebankerja.depkeu.go.id/,
softcopy, maupun langsung bertanya
ke Pegawai yang bersangkutan menangani layanan/PIC). Selanjutnya, dari
data ABK yang masih mentah masih perlu diringkas tanpa mengubah esensi
dari proses bisnis itu sendiri, sehingga menjadi lebih ramping dan mudah
divisualisasikan dalam desain gambar. Setelah data dianggap sudah cukup
.
177
memadai, tahap selanjutnya adalah membuat desain melalui Corel Draw X7.
Tahap ini merupakan tahap yang paling lama dan sulit, semakin detail desain
maka semakin lama pula waktu pembuatannya. Tahap selanjutnya adalah
verifikasi keabsahan desain, yang melibatkan Pegawai bersangkutan / PIC.
Setelah proses bisnis terkonfirmasi, tahap selanjutnya adalah mengedarkan
desain tersebut ke berbagai sudut ruangan kantor yang strategis, sehingga
dapat dibaca oleh para stakeholder. Dengan demikian, keberadaan
Flowchart tersebut dapat memudahkan stakeholder dalam mendapatkan
informasi yang diinginkan. Dampaknya, para stakeholder lebih mudah
memahami tata cara untuk mendapatkan pelayanan di Bagian Rumah
Tangga, Biro Umum.
Saat ini, sudah ada total 7 Proses Bisnis yang dikemas dalam bentuk
Flowchart. Salah satunya adalah Flowchart Proses Perbaikan Alat Pengolah
Data, yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
178
179
Selain Flowchart, beberapa waktu yang lalu saya juga sempat
membuat Infografis yang outputnya tidak hanya digunakan di lingkungan
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, tetapi juga digunakan oleh
Eselon I lainnya, contohnya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
sesuai gambar di bawah ini:
Perubahan yang saya buat berupa Flowchart Proses Bisnis dan
Inofografis memang masih sangat kecil pengaruhnya bagi Transformasi
Kementerian Keuangan. Tetapi saya yakin, dengan semangat perubahan
tinggi menuju Kementerian Keuangan yang lebih baik, tidak ada kata tidak
mungkin bagi saya untuk terus berkembang dan berinovasi sehingga cepat
atau lambat, inovasi tersebut berdampak pada kemajuan Kementerian
Keuangan pada umumnya, dan Sekretariat Jenderal pada khususnya.
180
Inspirasi Transformasi melalui e-Auction DJKN Kementerian Keuangan
Tim e-Auction
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Lelang sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan
Pengumuman Lelang. Lelang memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi publik, fungsi
privat, dan fungsi budgeter. Fungsi publik, lelang dilaksanakan untuk
33
181
menjalankan hak-hak publik dan penegakan hukum (law enforcement),
diantaranya pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan dan
amar putusan lembaga peradilan. Fungsi privat, lelang sebagai sarana jual
beli. Fungsi budgeter, adanya pungutan negara dalam pelaksanaan lelang,
berupa bea lelang dan pajak-pajak sebagai salah satu sumber penerimaan
negara.
Pasal 54 Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor
106/PMK.06/2013 tentang
Perubahan Atas PMK Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, penawaran
lelang dapat dilakukan secara
tertulis tanpa kehadiran peserta
lelang melalui email dan internet,
keduanya dikenal dengan istilah e-
auction.
Sebelum diimplementasikannya e-
auction, fungsi publik lelang sebagai bagian penegakan hukum dan
pemenuhan hak-hak publik terlihat lebih kuat dan menonjol, sedangkan fungsi
privat dan fungsi budgeter belum sepenuhnya terlaksana. Harga jual yang
terbentuk dari lelang dengan kehadiran (konvensional) belum optimal, karena
berkumpulnya para peserta lelang justru dimanfaatkan untuk saling
berkooperasi atau bahkan saling intimidasi.
Pengembangan Aplikasi e-auction
Aplikasi e-auction terdiri dari Aplikasi Lelang Email (ALE) dan Aplikasi
Lelang Internet (ALI). Dalam rangka pengembangan e-auction, melalui
Kepdirjen Nomor Kep-76/KN/2014 dibentuk Tim. ALE dibangun oleh Tim e-
.
182
Auction DJKN Evaluasi pada tahun 2013, sudah diimplementasikan secara
nasional sejak Januari 2014. Dalam mengembangkan aplikasi e-auction, Tim
telah melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Penyesuaian bisnis proses
Langkah pertama pengembangan e-auction melakukan penyesuaian
bisnis proses lelang. Pertama, dari lelang dengan kehadiran peserta lelang
menjadi peserta lelang tidak hadir. Kedua, bisnis proses manajemen uang
jaminan lelang, khususnya penyetoran Uang Jaminan melalui virtual account,
yang sebelumnya pengembalian Uang Jaminan melalui media cek, menjadi
pengembalian melalui mekanisme pemindahbukuan antar rekening bank
dengan menggunakan aplikasi cash management perbankan. Bagi petugas
pada KPKNL, penyetoran uang jaminan melalui virtual account selain
memudahkan pemeriksaan dan validasi, juga dalam pengawasan.
2. Pembangunan e-auction
Pembangunan e-auction dikerjakan secara mandiri oleh para pegawai
DJKN, dengan basis utama penyesuaian bisnis proses lelang yang mendukung
183
terciptanya optimalisasi harga jual barang dari proses lelang. e-auction
dibangun berbasis internet dan terdiri dari dua sub sistem, yaitu aplikasi untuk
peserta lelang (front end) dan aplikasi untuk petugas KPKNL (back-end).
Pemisahan ini ditujukan untuk meningkatkan keamanan sistem.
Untuk memenuhi standar layanan publik berbasis internet, e-auction
telah memperoleh sertifikat kelayakan uji Quality Assurance oleh Pusintek
Kementerian Keuangan dan dilakukan pendaftaran (hosting) alamat domain
e-auction berbasis secure (“https”) serta sertifikasi keamanan oleh lembaga
“Comodo CA”.
3. Kemitraan strategis dengan perbankan dan keterlibatan pihak lain
Pelaksanaan e-auction pada KPKNL membutuhkan Kemitraan strategis
dengan perbankan melalui layanan internet banking dan nomor virtual
account tanpa biaya, yang dilakukan dengan PT Bank BNI (Pesero), PT Bank
Mandiri (Persero) dan PT Bank BRI (Persero). Kedua fitur layanan perbankan,
internet banking dan virtual account memudahkan Bendahara Penerimaan
KPKNL dalam melakukan pengecekan setoran uang jaminan lelang secara
real time dan pengembalian uang jaminan lelang gratis. Nomor virtual
account bermanfaat untuk menertibkan dan memudahkan penyetoran uang
jaminan lelang, karena nomor virtual account mencerminkan identitas peserta
lelang.
4. Berbagai pihak yang terlibat dalam e-auction
Berbagai pihak yang terlibat dalam e-auction (KPKNL, Pemohon Lelang,
Peserta Lelang/masyarakat). Pemohon lelang dalam lelang eksekusi, sebagai
pengguna jasa lelang terdiri dari lembaga peradilan, kreditor pemegang hak
tanggungan, kreditor pemegang hak jaminan fidusia, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Kepolisian, Balai Harta Peninggalan, Panitia Urusan Piutang Negara,
Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, kurator, dan lain-
lain. Lelang non eksekusi wajib, pemohon/penjual adalah seluruh
184
kementerian/lembaga, Bank Indonesia, dan BUMN/BUMD yang berbentuk
selain Persero. BUMN/BUMD yang berbentuk persero, badan hukum, badan
usaha, dan perorangan, dapat bertindak selaku pemohon/penjual dalam
lelang non eksekusi sukarela.
KPKNL sebagai unit terdepan dalam pelayanan lelang e-auction,
utamanya Kepala Seksi Lelang , Pejabat Lelang dan Bendahara Penerimaan
menjadi salah satu kunci utama penerapan e-auction. Demikian juga
masyarakat umum sebagai peserta lelang juga menjadi pihak yang
mengajukan penawaran melalui e-auction. Dengan demikian banyak pihak
harus mengikuti perubahan sebagai akibat dari inovasi pelayanan e-auction.
Output
Tujuan utama pelaksanaan e-auction adalah peningkatan kualitas
pelayanan lelang melalui terwujudnya lelang yang mudah, cepat, efisien,
optimal sekaligus adil. Tujuan ini sekaligus menjadi manfaat dari e-auction.
E-auction terbukti mudah dan efisien, karena peserta dapat mengikuti
e-auction darimana saja dan kapan saja (sepanjang masih masa penawaran),
tanpa hadir diruang lelang. Efisien, karena dengan e-auction peserta lelang
dapat mengikuti lelang di seluruh KPKNL pada saat yang bersamaan tanpa
harus hadir di lokasi lelang. Waktu, biaya transportasi dan akomodasi dapat
dihemat dari penyelenggaraan e-auction ini, Peserta dalam lelang e-auction
dapat menggunakan mobile gadget seperti laptop dan smartphone. Data
185
tahun 2015 sudah diikuti sebanyak 1.489 peserta lelang dengan 2.539
penawaran.
Cepat, karena penawaran lelang dengan cepat dalam hitungan detik
diterima oleh petugas KPKNL penyelenggara e-auction dan uang jaminan
secara cepat segera dikembalikan kepada peserta yang kalah lelang melalui
pemindahbukuan.
E-auction membuat harga
optimal, didukung oleh fakta tahun
2014, pelaksanaan e-auction atas
aset kelolaan eks PT PPA pada
KPKNL Sidoarjo (29/09/2014) dibuka
pada harga limit Rp24 miliar, terjual
Rp35 miliar, bongkaran gedung
rektorat Universitas Indonesia dari
limit Rp365 juta terjual menjadi
Rp1,266 miliar, sebidang tanah di Karawang dari limit Rp37,5 miliar terjual Rp45
miliar. KPKNL Bontang satu paket alat berat dengan dari limit Rp 573 juta terjual
Rp1,17 miliar. Pada tahun 2015, e-auction telah dilaksanakan oleh 69 KPKNL di
seluruh Indonesia. Dari total 1.852 lot barang yang dilelang, 638 lot laku (34%)
E-auction adil, karena setiap orang mempunyai kesempatan yang
sama untuk menawar dan membeli barang yang dijual lelang. Para peserta
lelang bebas menawar dan terhindar dari pengaruh/intimidasi atau tekanan
dari peserta lelang lainya. Adil juga bagi penjual/pemohon lelang, karena
memperoleh harga barangnya yang optimal.
.
186
Pengakuan dan Penghargaan
Atas inovasi layanan publik ini sebagai bagian dari program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan, telah masuk sebagai kelompok 99
Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2015 oleh Kementerian PAN dan RB.
Kiat-kiat dalam melakukan perubahan
E-auction merupakan inovasi layanan publik ini bagian dari trasnformasi
Kementerian Keuangan, yang esensinya suatu perubahan. Keberhasilan dari
suatu perubahan, diperlukan peran internal dan eksternal. Terkait eksternal
diperlukan sosialisasi kepada para pengguna jasa yaitu para pemohon
lelang/penjual maupun sosialisasi kepada para masyarakat peserta lelang.
Untuk itu telah dan akan dilakukan terus menerus sosialisasi kepada
masyarakat untuk memahami dan menerima perubahan dari lelang
konvensional (dengan kehadiran peserta lelang) menjadi e-auction (tanpa
kehadiran peserta lelang).
Terkait internal, diperlukan peran aktif dari pemimpin (Direktur Jenderal),
middle manager (para Kepala Kantor pelayanan/KPKNL), serta front liner yaitu
para Pejabat Lelang dan Bendaharawan Penerima diseluruh kantor
pelayanan. Peran pimpinan terlihat dengan adanya penetapan IKU 20%
frekuensi lelang harus melalui e-auction. Peran middle manager terlihat
sebagai pimpinan kantor di dalam melakukan e-auction, terhadapnya juga
dilakukan dengan adanya upaya-upaya pemahaman mengenai e-auction
sekaligus sebagai ujung tombak DJKN didalam melakukan sosialisasi e-auction
kepada para pengguna jasa.
Terhadap para Pejabat Lelang dan Bendaharawan Penerima dilakukan
melalui pendidikan dan latihan yang terus menerus serta pendampingan
kepada para Pejabat Lelang dan Bendaharawan Penerima untuk familier
menggunakan e-auction, sekaligus sebagi ujung tombak pelaksana e-auction.
187
Satgas Penanganan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya
Nur Fathoni
Direktorat Intelijen dan Penyidikan,
Direktorat Jenderal Pajak
Jika Anda pergi ke Glodok, Mangga Dua, Pasar Kenari atau beberapa
tempat lain di Jakarta dan Anda menginginkan untuk mencari atau membeli
faktur pajak bukanlah hal yang sulit. Faktur pajak ibarat komoditas yang bisa
diperjualbelikan sesuka hati tanpa mengharuskan adanya transaksi yang
mendasari atau underlying transaction. Para penjual dan pembeli melakukan
transaksi jual beli faktur pajak secara terbuka seolah-olah hal tersebut
merupakan hal yang legal, padahal tindakan penerbitan dan/atau
34
188
penggunaan faktur fiktif merupakan tindak pidana di bidang perpajakan
dalam Undang-Undang KUP. Begitulah salah satu potret penyalahgunaan
faktur pajak yang terjadi di Jakarta.
Berawal dari keprihatinan atas masih maraknya kasus penerbitan dan
penggunaan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya
atau lebih dikenal dengan sebutan “faktur fiktif” yang dalam banyak kasus
telah di perjualbelikan oleh pihak-pihak yang ingin menghindari pembayaran
pajak, Kasubdit Pemeriksaan Bukti Permulaan, Abdul Azis, menggagas
pembentukan Satgas Penanganan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan
Transaksi yang Sebenarnya (selanjutnya disebut Satgas) di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir 2013. Pembentukan Satgas ini diharapkan
menjadi terobosan baru yang efektif untuk memberantas peredaran faktur
fiktif.
Beberapa fakta terkait faktur fiktif dan penanganannya di Direktorat
Jenderal Pajak. Pertama, selama ini penegakan hukum berupa pemeriksaan
bukti permulaan dan penyidikan lebih banyak dilakukan terhadap penerbit
faktur fiktif. Sementara penerbit faktur fiktif biasanya berupa jaringan dan men-
setting usia perusahaan antara 2-3 tahun sehingga ketika dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan Wajib Pajak penerbit sudah tidak aktif lapor SPT
dan keberadaannya tidak diketahui. Kedua, kasus-kasus penerbitan faktur fiktif
yang berhasil diungkap melalui kegiatan penyidikan dan masuk pengadilan
banyak yang divonis percobaan atau hukuman beberapa bulan saja, dan
kerugian negara pun masih bisa diganti dengan kurungan. Ketiga, jaringan
penerbit faktur fiktif banyak menggunakan alamat dan identitas palsu atau
menggunakan “boneka-boneka” yang tidak tahu menahu terkait penerbitan
faktur fiktif. Keempat, terhadap para pengguna faktur fiktif hanya dilakukan
himbauan untuk pembetulan SPT. Kelima, hasil kegiatan himbauan terkait
penggunaan faktur fiktif berdasarkan laporan bulanan Kanwil DJP seluruh
189
Indonesia per akhir 2013 menunjukkan, recovery rate kerugian negara hanya
sekitar 21%.
Belum tegasnya penindakan terhadap para pengguna faktur fiktif bisa
jadi menjadi salah satu penyebab masih suburnya penerbitan dan
penggunaan faktur fiktif sehingga diperlukan tindakan yang lebih keras
terhadap mereka. Di sisi lain, tenaga PPNS yang ada di Direktorat Jenderal
Pajak masih terbatas. Berdasarkan hal-hal tersebut Satgas menawarkan
konsep pananganan faktur fiktif secara efektif, yaitu terhadap jaringan
penerbit faktur fiktif dilakukan kegiatan penanganan tindak pidana yang
diketahui seketika (lebih dikenal dengan istilah operasi tangkap tangan).
Sedangkan terhadap Wajib Pajak pengguna faktur fiktif dilakukan klarifikasi
oleh Account Representative dan Kepala Seksi Waskonnya dengan
didampingi oleh Penyidik PNS Kanwil DJP atau Direktorat Intelijen dan
Penyidikan dan dilakukan di Kantor Pusat DJP. Kedua hal tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk recovery kerugian negara dan menciptakan deterrent
effect bagi Wajib Pajak yang lain.
Bukanlah perkara mudah untuk
melaksanakan ide pembentukan
Satgas. Sebelum Satgas dibentuk,
dilakukan rapat koordinasi dengan
seluruh Kepala KPP se-DKI Jakarta dan
selanjutnya dilakukan sosialisasi ke
seluruh Kanwil DJP yang ada di DKI
Jakarta karena DKI Jakarta akan
dijadikan pilot project. Dalam setiap
kegiatan sosialisasi selalu berlangsung
seru karena KPP menganggap
penanggulangan penerbitan/
penggunaan faktur fiktif adalah tugas
.
190
Direktorat Intelijen dan Penyidikan dan tidak perlu melibatkan KPP. Belum lagi
terkait apakah kegiatan klarifikasi tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan atau tidak karena merupakan
hal baru. Dalam diskusi yang cukup hangat dan kadang panas tersebut, tim
dari Kantor Pusat DJP selalu menegaskan bahwa urusan faktur fiktif tidak hanya
monopoli Direktorat Intelijen dan Penyidikan, perlu peran serta KPP dan Kanwil
DJP terutama dalam hal pengawasan Wajib Pajak untuk mencegah
menjamurnya peredaran faktur fiktif. Satgas menawarkan data yang cukup
valid untuk dilakukan klarifikasi sehingga pilihan bagi Wajib Pajak hanya dua,
membayar pajak terutang dan pembetulan SPT Masa PPN atau dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan. Hasil kegiatan ini tentu sangat membantu
penerimaan KPP sebagai extra effort. Selain itu, kegiatan klarifikasi dalam
rangka Satgas, meskipun tidak diatur secara khusus dalam suatu peraturan
perundang-undangan perpajakan, kegiatan ini juga tidak bertentangan
dengan ketentuan yang ada, khususnya Undang-Undang KUP, sehingga boleh
dilakukan.
Satgas merupakan kegiatan tim yang melibatkan beberapa direktorat
di KPDJP, Kanwil DJP, dan KPP dengan Direktorat Inteldik sebagai fasilitatornya.
Sejak Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-30/PJ/2014 tentang Pembentukan
Satgas Penanganan Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang
Sebenarnya ditandatangani tanggal 27 Februari 2014, Satgas melakukan
kegiatan klarifikasi di Lantai 23 Gedung Utama KPDJP mulai tanggal 3 Juni
sampai dengan 16 Desember 2014. Selama periode tersebut, Satgas telah
berhasil memanggil 653 Wajib Pajak dengan tingkat kehadiran 76,42%, Wajib
Pajak yang tidak hadir sebagian besar adalah Wajib Pajak layer dan tidak
ditemukan keberadaannya. Dari Wajib Pajak yang hadir, 81% diantaranya
mengaku bahwa transaksinya tidak benar dan bersedia melakukan
pembayaran PPN terutang dan pembetulan SPT Masa PPN terkait. Sedangkan
dari sisi nilai, jumlah PPN yang diklarifikasi adalah Rp 934,2 miliar, jumlah PPN
191
yang disetujui untuk dibayar adalah Rp 715,36 miliar, dan jumlah PPN yang
telah disetor adalah Rp 291,86 miliar. Selain itu, selama 2014 telah dilakukan
operasi tangkap tangan sebanyak 5 kali dengan nilai kerugian negara
mencapai Rp 274,9 miliar dan melibatkan 16 tersangka.
Mengingat hasil kegiatan Satgas pada tahun 2014 cukup baik, Direktur
Intelijen dan Penyidikan menyetujui untuk memperpanjang masa tugas Satgas
pada tahun 2015 dan memperluas cakupan wilayah kerja menjadi seluruh
Kanwil DJP di Pulau Jawa. Sistem pengawasannya pun juga diubah dari
manual menjadi melalui suatu aplikasi yang ditambahkan dalam Approweb
DJP.
Keberadaan Satgas 2014 setidaknya menunjukkan kepada internal DJP
dan stakeholder bahwa penyelewengan terkait faktur pajak masih terjadi dan
menimbulkan kerugian negara yang tidak kecil. Untuk memberantas praktik
penerbitan/penggunaan faktur fiktif memerlukan peran serta dan kerja sama
semua pihak terkait di DJP terutama Seksi Pelayanan dan Seksi Pengawasan
dan Konsultasi di KPP, Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan
di Kanwil DJP, dan Direktorat TIP, TPB, TTKI, P2Humas, dan Inteldik di KPDJP.
Usulan terkait pencegahan dan pemberantasan faktur fiktif dituangkan dalam
Laporan Akhir Satgas 2014 dan telah ditindaklanjuti dengan pembahasan
dengan subdirektorat dan direktorat terkait.
192
Suksesnya kegiatan Satgas
tidak lepas dari satu kata, yaitu
SINERGI. Kata ini mudah untuk
diucapkan tetapi tidak gampang
untuk diaplikasikan. Perlu
kesadaran bersama baik di level
staf maupun eselon. Ketika semua
pihak terkait memandang bahwa
Satgas adalah tujuan bersama
dan memerlukan kontribusi
bersama maka kegiatan Satgas
dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Sebagai penyemangat
bagi kami para pelaksana,
Kasubdit saya sering memberikan
nasihat “Jika bekerja hanya melaksanakan tugas rutin, itu biasa dan standar
saja. Biasakan membuat ide-ide baru dan melakukan tugas atau kegiatan
tambahan maka kepuasan yang Anda peroleh akan berbeda dan Anda
berada di atas rata-rata”.
.
.
193
Penerapan Sistem Informasi dalam Program Perencanaan Peraturan Perundang-undangan dengan Aplikasi SIMFONI
Bakhtiar Amaludin, dikisahkan oleh Yunis Kripsiawan
Watuaji
Pelaksana pada Biro Hukum
Sekretariat Jenderal
Pada Tahun 2012, terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor
123/PMK.01/2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Menteri
Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Pimpinan Unit Organisasi
Eselon I, Dan Keputusan Pimpinan Unit Organisasi Eselon I di Lingkungan
Kementerian Keuangan. Dalam peraturan tersebut mengatur, salah satunya,
35
194
terkait program perencanaan peraturan. Program perencanaan ini
merupakan suatu upaya dalam rangka meningkatkan koordinasi penyusunan
peraturan perundang-undangan yang merupakan lingkup tugas Kementerian
Keuangan secara terencana, terpadu dan sistematis dalam jangka waktu satu
tahun.
Pada mulanya, program perencanaan tersebut dilakukan secara
manual. Prosesnya dimulai dari inventarisasi rencana, kompilasi, monitoring,
hingga pelaporan. Setelah proses tersebut berjalan, ditemukan beberapa
hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan tersebut antara lain,
banyaknya jumlah produk hukum, banyaknya stakeholder, serta ragam
produk hukum. Terlebih dengan proses manual, hambatan-hambatan tersebut
menyebabkan pelaksanaannya kadang menjadi kurang efisien. Selain itu,
human error juga beberapa kali terjadi, sehingga menyebabkan
ketidakakuratan data.
Berawal dari beberapa
masalah tersebut, Bakhtiar Amaludin,
Pelaksana di Biro Hukum, berinisiatif
untuk memanfaatkan Teknologi
Informasi dan Komunikasi sehingga
lahirlah aplikasi Simfoni (Sistem
Informasi Program Perencanaan
Penyusunan Peraturan Perundang-
Undangan Kementerian Keuangan
RI).
Aplikasi Simfoni digunakan
sebagai salah satu terobosan dalam
mendukung pelaksanaan Program Perencanaan Peraturan Perundang-
Undangan di Lingkungan Kementerian Keuangan (Program Perencanaan).
Hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip pelaksanaan proses legislasi
.
.
195
(legislative process) yang baik yang menekankan pada asas efisiensi dan
transparansi.
Pada awalnya, yakni pada tahun 2012, aplikasi Simfoni dikembangkan
dalam bentuk aplikasi Desktop (Simfoni Versi 1.0). Kemudian, perbaikan dan
penyempurnaan dilakukan pada tahun 2013 menjadi Simfoni Versi 2.0.
Selanjutnya, pada tahun 2014, Aplikasi sSimfoni dikembangkan berbasis web
(Simfoni Web Versi 1.0/ www.simfoni.kemenkeu.go.id) dan terakhir
disempurnakan lagi menjadi Simfoni Web Versi 2.0.
Pengguna Aplikasi Simfoni
Secara umum pengguna Aplikasi Simfoni dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
1. Unit organisasi pengusul rancangan peraturan (Unit Pengusul). Unit
Pengusul merupakan unit organisasi di Lingkungan Kementerian Keuangan
yang memprakarsasi penyusunan rancangan peraturan Perundang-
undangan. Kelompok ini terdiri dari dua level koordinator yakni Koordinator
Eselon I dan Koordinator Eselon II.
2. Biro Hukum. Biro Hukum sebagai pusat koordinasi perencanaan peraturan
perundang-undangan di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki
tugas melakukan koordinasi dan monitoring rancangan peraturan dari
masing-masing unit pengusul terkait yang kemudian hasilnya dikompilasi
dan dilaporkan kepada pimpinan secara periodik.
Manfaat dan Kemudahan
Beberapa manfaat dan kemudahan dalam aplikasi Simfoni adalah sebagai
berikut:
1. Mempercepat dan menyeragamkan data inventarisasi rancangan
peraturan.
2. Mempermudah proses monitoring status penyelesaian rancangan
peraturan secara kronologis dalam satu sistem yang terintegrasi.
196
3. Penyusunan laporan program perencanaan penyusunan peraturan yang
lebih variatif karena dapat diseleksi sesuai dengan beberapa parameter
yang diinginkan.
4. Menyediakan Early Warning System terkait kontrol waktu penyelesaian
proses penyusunan rancangan peraturan.
5. Sarana pertukaran dan manajemen file terkait penyusunan rancangan
peraturan perundang-undangan.
Implementasi
Program Perencanaan menggunakan Aplikasi Simfoni meliputi empat tahap,
yakni:
1. Inventarisasi. Pada akhir tahun guna mempersiapkan Program Perencanaan
tahun berikutnya, Biro Hukum melalui Surat Sekretaris Jenderal meminta
kepada unit organisasi Eselon I pengusul untuk mengirimkan usulan
rancangan peraturan kepada Sekretariat Jenderal.
2. Mapping dan Cleansing. Hingga tahap ini, aplikasi Simfoni memasukkan
semua item peraturan ke dalam kelompok Daftar Tunggu (Pending List).
Selanjutnya Biro Hukum melakukan penelaahan terhadap tiap usulan
rancangan peraturan untuk kemudian menyetujui atau menolak usulan
dari Unit Pengusul. Usulan yang disetujui diklasifikasikan ke dalam kelompok
Daftar Prioritas sebagai kelompok peraturan yang diprioritaskan untuk
diselesaikan dalam tahun berjalan. Sistem secara otomatis memberikan
kode perencanaan berupa ID unik atas usulan yang disetujui. Usulan
peraturan yang ditolak akan tetap berada di Pending List. Selain masuk ke
dalam Daftar Prioritas, suatu usulan peraturan dapat pula masuk ke dalam
kelompok Kumulatif Terbuka ataupun Diluar Perencanaan.
3. Monitoring. Masing-masing PIC, baik Unit Pengusul maupun Biro Hukum,
dituntut untuk secara konsisten, tertib, dan tepat waktu melakukan input
data dan update status selama tahapan proses penyusunan peraturan.
197
4. Pelaporan. Setiap akhir tahun atau ketika dibutuhkan sewaktu-waktu,
Kepala Biro Hukum menyampaikan laporan kepada Sekretaris Jenderal
dan Menteri Keuangan tentang perkembangan program perencanaan
penyusunan peraturan perundangan di lingkungan Kementerian
Keuangan. Melalui aplikasi Simfoni, masing-masing unit Eselon I/II pengusul
dapat mencetak daftar ataupun rekap rencana penyusunan peraturan
yang diusulkannya.
Harapan Pengembang
Aplikasi Simfoni telah berjalan selama dua tahun, namun, bakhtiar sebagai
pengembang berharap agar aplikasi Simfoni tidak hanya sekedar untuk
inventarisasi dan monitoring, tapi juga dapat dilengkapi dengan beberapa hal
seperti:
1. Media Komunikasi antara perancang peraturan perundang-undangan
dan stakeholder.
198
2. Knowledge Center/Pusat referensi ilmu hukum dan penyusunan peraturan
perundang-undangan bagi para perancang peraturan perundang-
undangan.
3. Integrasi dengan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH)
Kementerian Keuangan.
4. Integrasi dengan Sistem Perencanaan dan Penganggaran (Implementasi
atas konsep integrasi kerangka regulasi dengan sistem perencanaan
pembangunan nasional)
RALAT
BUKU CITRA
CATATAN INSPIRASI TRANSFORMASI
Inovasi dan Terobosan untuk Inspirasi Perubahan
halaman 58
kalimat "Awalnya Bakhtiar, sebagai pegawai Subbagian Jasa Keuangan III
diminta oleh atasannya, Ambarwati Retno Dewi, Kasubbag Jasa Keuangan III,
untuk mengadakan sistem informasi guna memonitor daftar pekerjaan apa
saja yang harus diselesaikan dalam unit kerjanya."
seharusnya:
"Awalnya Bakhtiar, sebagai pegawai Subbagian Hukum Jasa Keuangan III
diminta oleh atasannya, Eva Theresia Bangun, Kepala Bagian Hukum Jasa
Keuangan dan Perjanjian, untuk mengadakan sistem informasi guna
memonitor daftar pekerjaan apa saja yang harus diselesaikan dalam unit
kerjanya."