chf

23
BAB I KASUS A. IDENTITAS Nama : Tn. T Usia : 61 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : diketahui Tanggal masuk : 20 Juni 2014 B. KELUHAN UTAMA Sesak napas C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang dengan keluhan sesak napas. Sesak napas saat beraktivitas, aktivitas fisik ringan dapat membuat sesak, sesak berkurang apabila pasien beristirahat. Posisi berbaring tidak menambah rasa sesak pasien. Nyeri kepala cekot-cekot. Batuk berdahak (+) batuk tidak dominan pada malam hari. Perut mual, muntah >5 kali. Perut tidak terasa sebah. Tidak ada nyeri telan. Terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah. Nafsu makan menurun. Sulit untuk buang air besar, buang air kecil lancar. Pasien mengeluh lemas dan mudah lelah jika beraktivitas seperti biasa. Pasien merupakan penderita DM sejak ± 6 bulan yang lalu. D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat penyakit jantung disangkal 1

Upload: zulhida-yuni

Post on 14-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

t

TRANSCRIPT

BAB IKASUSA. IDENTITASNama: Tn. TUsia: 61 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: diketahuiTanggal masuk : 20 Juni 2014

B. KELUHAN UTAMASesak napas

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGPasien datang dengan keluhan sesak napas. Sesak napas saat beraktivitas, aktivitas fisik ringan dapat membuat sesak, sesak berkurang apabila pasien beristirahat. Posisi berbaring tidak menambah rasa sesak pasien. Nyeri kepala cekot-cekot. Batuk berdahak (+) batuk tidak dominan pada malam hari. Perut mual, muntah >5 kali. Perut tidak terasa sebah. Tidak ada nyeri telan. Terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah. Nafsu makan menurun. Sulit untuk buang air besar, buang air kecil lancar. Pasien mengeluh lemas dan mudah lelah jika beraktivitas seperti biasa. Pasien merupakan penderita DM sejak 6 bulan yang lalu.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULURiwayat penyakit jantung disangkal

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGATerdapat riwayat penyakit DM dalam keluarga, tidak ada riwayat penyakit jantung dalam keluarga.

F. PEMERIKSAAN FISIKKesan Umum: baikKesadaran: Sadar penuhVital Sign: Nadi : 93 kali/menit reguler, isi dan tegangan cukupTekanan Darah : 149/106 mmHgRR : 24 kali/menitSuhu : 36,5Kepala: normochepal, rambut tumbuh merata, tidak mudah rontokMata: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada edema palpebraHidung: tidak ada napas cuping hidung, tidak ada epistaksisMulut: sianosis perioral negatif, lidah kotor negatif, tidak ada sariawan, faring hiperemis negatifLeher: tidak ada perbesaran limfonodi, tidak ada deviasi trakea, tidak ada perbesaran tiroid, tampak distensi vena leher JVP R+5Thorax:Inspeksi : simetris (+), retraksi (-)Perkusi : sonor (+)Palpasi : taktil fremitus (+)Auskultasi : pulmo : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)Cor : S1 S2 reguler, takikardi (-), bising sistolik positif, gallop (-)Abdomen:Inspeksi : abdomen supel, tidak ada tanda peradangan maupun massaAuskultasi : bising usus (+)Perkusi : timpani (+), liver lobus kanan 9cm lobus kiri 6cmPalpasi : hepar : hepar tidak teraba. Lien tidak terabaEkstremitas: terdapat edema pada kedua tungkai bawah. Akral hangat. CRT120 kali/menit)

Refluks hepatojugular

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

G. Penatalaksanaan Diuretik oral maupun parenteral tetap merupaka ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (atrial fibrilasi atau SVT lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi apabila fungsi ginjal menurun (ureum creatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3.5 meq/L).Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian obat jenis ini.Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

BAB IIIPEMBAHASAN

Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Umumnya gejala dari gagal jantung berupa sesak napas yang spesifik pada saat istirahat atau beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga. Serta tanda-tanda dari gagal jantung berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai, dan objektif ditemukan abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung atau decompensatio cordis karena terdapat 2 kriteria mayor yaitu : distensi vena jugularis dan peninggian tekanan vena jugularis. Kriteria minor didapatkan edema ekstremitas.Dari hasil lab didapatkan penurunan creatinin dan kenaikan asam urat.Dari EKG tampak irama normo sinus dengan frekuensi normal 75x/menit. Axis menunjukkan normo axis.Terdapat R aksen pada lead III, AVL, dan AVF. Tidak ada gambaran left ventricular hyperthrophy maupun right ventricular hyperthrophy.Pasien mendapatkan terapi O2 3-4 liter/menit, infus RL 16 tpm mikro, injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam, injeksi lasix 1 ampul/8 jam, metrformin 500 mg 1-0-1, digoxin 3x1, miozidin 2x1, dan KSR 1x1. Injeksi ranitidinRanitidin ialah suatu histamin antagonis reseptor H-2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pada pasien ini mengeluh perut mual sehingga diberikan ranitidin. Furosemid Merupakan golongan diuretik kuat yang efektif terhadap pengobatan edema akibat gangguan jantung, hati, atau ginjal serta hipertensi. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada penyakit jantung dan sebaiknya digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema). DigoxinDigoxin merupakan golongan digitalis yang memiliki efek kardiovaskular langsung dan tidak langsung. Digoxin pada tingkat molekular menghambat Na+/K+ ATPase. Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoxin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmitter. Digoxin terutama digunakan untuk meningkatkan kemampuan kontraksi jantung dalam keadaan gagal jantung. KSRPotassium adalah kation utama dari cairan intraseluler dan menginduksi impuls syaraf di jantung, otak, otot rangka, otot halus, memelihara fungsi normal ginjal, keseimbangan asam basa, metabolisme karbohidrat, dan sekresi gastrointestinal. Potassium chloride merupakan terapi yang efektif untuk mencegah dan mengobati hipokalemi. Miozidine Merupakan golongan trimetazidine yang merupakan obat anti angina pectoris. Metformin Merupakan obat golongan biguanid yang banyak dipakai. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa di usus sesudah asupan makan.Gagal jantung adalah gangguan multisistem yang ditandai dengan kelainan jantung, otot rangka, dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatik dan kompleks pola perubahan neurohormonal. Disfungsi sistolik dan diastolik adalah suatu keadaan untuk mendeskripsikan apakah kelainan utama dari miokardium adalah ketidakmampuan dari ventrikel untuk berkontraksi dan mengeluarkan darah atau untuk mengisi darah dengan normal. Disfungsi sistolik adalah hasil dari berkurangnya sarkomer dimana ini merupakan akibat dari pengurangan kontraksi secara keseluruhan maupun sebagian atau akibat peningkatan impedansi ke ejeksi ventrikel kiri. Peningkatan di preload dapat menyebabkan short-term kompensasi untuk mengurangi kontraktilitas yang akan meningkatkan impedansi. Meskipun begitu, kompensasi jangka panjang biasanya memicu hipertrofi dari miokardium, yang merupakan hasil dari penempatan sarkomer baru yang akan meningkatkan ukuran dari miosit. Remodeling juga memicu pengurangan dari pemendekan rantai sarkomer. Semua faktor ini menyebabkan pemendekan serat dan juga memicu berkurangnya fraksi ejeksi dari ventrikel kiri. Karenanya, end sistolik volume akan meningkat.Pada pasien ini dalam kriteria New York Heart Association termasuk dalam gagal jantung derajat 3 karena saat melakukan aktifitas fisik ringan pasien sudah merasa sesak napas, dan sesak napas membaik ketika beristirahat.

BAB IVKESIMPULAN

Kesimpulan pada kasus ini adalah :1. Berdasarkan gejala klinis, pasien ini sesuai dengan gejala pada gagal jantung yaitu terdapat 2 kriteria mayor yaitu distensi vena jugularis dan peninggian tekanan vena jugularis. Serta terdapat 1kriteria minor yaitu : edema ekstremitas.2. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya r aksen pada lead III, AVL, dan AFV.3. Pada pasien ini berdasarkan kriteria New York Heart Association termasuk dalam gagal jantung stage 3.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC:287-305.Fauci. 2008. Harrisons Principle of internal Medicine. 17th Edition. McGraw Hill Company: USA.Katzung. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 11th Edition. MmcGraw Hill Company: China.Panggabean. 2009. Gagal Jantung. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Intern Publishing: Jakarta.Price, Sylvia A 1994. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC. Jakarta. 582 593.

1