chf file ujian nnnn.doc

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.Definisi gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya. 1 Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang menderita CHF, biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung. 2 1

Upload: muhammad-tamlikha

Post on 18-Feb-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CHF file ujian nnnn.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa

tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.Definisi gagal

yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti gagal ditujukan pada

fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik

pada fungsi miokardium, gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung,

tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah

perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.1

Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5%

sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000 diantaranya

harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling

sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara 65 dan 75

tahun. Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun yang menderita CHF,

biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun. Faktor risiko terpenting

untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi

adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari

kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.2

Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh

kelainan katup akan menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat global

dan bukan tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun kedepan angka statistik ini akan

bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak segera memperhatikan faktor

risiko utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya

penanganan dari segala aspek baik secara biomedik maupun biopsikososial.Dan untuk itu

kasus ini diangkat sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar

dapat mengenal penyakit ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan teori

pengobatan yang rasional.

1

Page 2: CHF file ujian nnnn.doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Kasus

Identitas Pasien

Nama : Tn. M

No. RM : 189574

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 48 tahun

Alamat : Senaru

Suku : Sasak

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Tgl MRS : 29 Mei 2015

Tgl Pemeriksaan : 10 Mei 2013

Anamnesa

Keluhan Utama :

Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk Rumah Sakit mengeluh sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu dan

memberat ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan setelah melakukan

aktivitas, seperti berjalan, naik tangga. Sesak dirasakan terus-menerus terutama saat

berbaring. Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesaknya. Pasien lebih

nyaman tidur dengan menggunakan 3 bantal. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca.

Nyeri dada dirasakan kadang-kadang. Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke lengan kiri

dan dagu, terasa tertindih beban berat. Pasien semakin membatasi aktivitas fisik karena

bila banyak bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada.

2

Page 3: CHF file ujian nnnn.doc

Pasien juga mengeluh nyeri perut yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Nyeri

perut dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan menetap di daerah perut dan

dirasakan setiap hari. Mual (+), muntah(-), demam (-) pusing (-), sakit kepala (-).

BAB (+) dirasakan lancar 1-2 x sehari, bewarna kuning, kecoklatan konsistensi agak

lembek, darah (-), lendir (-). Nyeri (-). BAK (+) normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat asma, alergi, gastritis, stroke, dan Diabetes mellitus disangkal. Pasien

menderita tekanan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol obat

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung, asma disangkal

Riwayat Pengobatan :

Pasien mengaku pernah di opname di PKM

Riwayat Pribadi dan Sosial :

Pasien sedang tidak bekerja

Pasien memiliki kebiasaan jarang makan.

Riwayat minum alkohol (-), jamu (-)

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tanpak sesak

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi badan : 160 cm

Berat Badan : 75 kilogram

IMT = BB/TB2

= 75/1,602

= 29,2kg/m2 (Obesitas 1)

Tanda vital :

Nadi : 100x/menit

Suhu : 36.50C

Respirasi: 32x/menit

3

Page 4: CHF file ujian nnnn.doc

SPO2 : 84 % (O2)

Kepala : bentuk normocepali

Mata : CA: -/- IC: -/-, refleks cahaya +/+ isokor, edema palpebra: -/-, mata

cowong: -/-

Telinga : Pendengaran (+), Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung : Perdarahan (-), Sekret (-)

Mulut : Kering, tonsil T1-T1

Lidah : bentuk dan ukuran dalam batas normal

Leher : pembesaran kelenjar limfe -/-, DVS R+2 cmH2O

Thoraks :

Paru

Inspeksi : bentuk simetris (+), retraksi (+), pergerakan simetris

Palpasi

Fremitus raba : kiri = kanan

Nyeri tekan : (-)

Perkusi

Paru kiri :Sonor

Paru kanan : Sonor

Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior

Batas paru belakang kanan : CV Th. X dekstra

Batas paru belakang kiri : CV Th. XI sinistra

Auskultasi

Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi tambahan : Rh-/-, Wh -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak, Batas jantung kesan melebar 1 jari lateral Linea

Midclavicularis sinistra ICS VI

Auskultasi : Bunyi jantung I/II irregular (+), mur-mur (-), gallop (-)

4

Page 5: CHF file ujian nnnn.doc

Abdoment

Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, tumor (-)

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-) Hepar/Lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)

Ekstremitas - -

Akral hangat pada kedua ekstremitas, edema + +

Pemeriksaan Genital

Tidak dilakukan.

Pemeriksaan penunjang

a. Hasil pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter 03/06/2015 Normal

HGB 13.5 L : 13,0-18,0 g/dL

RBC 4.31 L : 4,5 – 5,5 [10^6/µL]

WBC 10.0 4,0 – 11,0 [10^3/ µL]

LYMPH 26 25-33 %

HCT 40.5 L : 40-50 [%]

MCV 94.0 82,0 – 100 [fL]

MCH 31.3 27,0-34,0 [pg]

MCHC 33.3 32,0-37,0 [g/dL]

PLT 227 170-380 [10^3/ µL]

b. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik :

Parameter 03/06/2015 Normal

GDS 95 N <140, DM <200

Ureaum 28.0 20-42

Creatinin 1.15 0.5-1.1

SGPT 15.5 < 40

Natrium 142 135-144

Kalium 3.8 3.6-5,2

5

Page 6: CHF file ujian nnnn.doc

Clorida 104 97-106

c. Hasil Pemeriksaan EKG (Elektrokardiografi) :

- Atrial fibrilasi (AF) dengan RVR

- Kesan : Atrial fibrilasi

d. Rontgen Thorax

- CTR > 50 %, Kesan : Kardiomegali

Assessment

CHF NYHA III

Atrial Fibrilasi

Planning

Pengobatan

- Posisi ½ duduk

6

Page 7: CHF file ujian nnnn.doc

- O2 2 Lpm

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Injeksi ranitidine 2x1 Amp

- Injeksi ferosemid 1-0-0

- PO : - Aspilet 80 mg 1 x 1

- Clopidogrel 75 mg 1x1

- Digoxin 0.25 mg 1x1

Prognosis

Quad ad vitam : Dubia at Bonam

Quad ad sanationam : Dubia at Bonam

Quad ad functionan : Dubia at Bonam

7

Page 8: CHF file ujian nnnn.doc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. GAGAL JANTUNG

1. Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan

oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi

dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara

cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen

dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

2. Etiologi

Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling

sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau

berkurangnya kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya

resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi

(AF).

Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit

miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari

penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.

Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung

kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.

Tabel 1. Penyebab gagal jantung

Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung hipertensi

Penyakit katup aorta

Penyakit katup mitral

Miokarditis

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri

Penyakit pulmonari kronik

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup trikuspid

Penyakit jantung kongenital

8

Page 9: CHF file ujian nnnn.doc

Kardiomiopati

Amyloidosis jantung 7

(VSD,PDA)

Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif

Gagal output rendah

Kelainan miokardium

Penyakit jantung iskemik

Kardiomiopati

Amyloidosis

Aritmia

Peningkatan tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan gagal

ventrikel kanan disebabkan

penyakit paru sekunder

Gagal output tinggi

Inkompetensi katup

Anemia

Malformasi arteriovenous

Overload volume plasma

Sumber: Concise Pathology 3rd Edition

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

a. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab

kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan

penyakit degeneratif atau inflamasi.

b. Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke

otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).

Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal

jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan

gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung

menyebabkan kontraktilitas menurun.

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal 

9

Page 10: CHF file ujian nnnn.doc

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi

serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai

kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak

jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal

jantung.

d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, 

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang

biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis

katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,

perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak

after load.

f. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan

beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,

tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat

menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan

abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

3. Klasifikasi

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA

Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

II

Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi

aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

10

Page 11: CHF file ujian nnnn.doc

Kelas

III

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan

istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

IV

Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.

Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan

akan semakin meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of Cardiology dan

American Heart Association.

Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)

Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai

abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat

dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural

jantung.

Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala

gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung

akut dan gagal jantung kronik.

a. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda

akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya

penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik

atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan

preload dan afterload dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut

dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau

dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.

11

Page 12: CHF file ujian nnnn.doc

b. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang

disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan

istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam

keadaan istirahat.

4. Patofisiologi

Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :

(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,

(2) meningkatnya afterload, atau

(3) gangguan pengisian ventrikel.

Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel

(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik,

sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau

pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal

jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,

gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung

sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh

secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya

kekakuan pada dinding ventrikel.

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-

keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas

miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi

aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana

terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun

pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui

penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi

paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung

membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis

dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu

terjadinya gagal jantung.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan

12

Page 13: CHF file ujian nnnn.doc

ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah

sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap

peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan

terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung

kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti

sistemik dan edema.

Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi,

meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk mengambil

natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk mengkompensasi tersebut

menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi remodeling.

Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II,

aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor neurohormonal

yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi

natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga terjadi kelelahan, nafas

pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat

istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air

terjadi pada paru-paru (kongesti) atau odema periferal.

Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung

untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan

darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-

Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.

a. Mekanisme Frank-Starling

Meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume

ventricular end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada

peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin

dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya.

Pada keadaan normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua

ventrikel.

Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung

cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung

yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular

end-diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif

13

Page 14: CHF file ujian nnnn.doc

ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami

peregangan yang berlebihan.

Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah

ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan

menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan

dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan

meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan

lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung.

b. Neurohumeral

1. Sistem saraf adrenergik

Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh

baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian dihantarkan ke

medulla melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf

simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin

(NE). Hal iniakan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan

kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.

2. Sistem renin angiotensin aldosteron

Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-

angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai

makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal,

memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular.

Renin memecah empat asam amino dari angiotensinogen I, dan

Angiotensin -converting enzyme akan melepaskan dua asam amino dari

angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2

protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi reseptor angiotensin I akan

mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan

pelepasan katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan

vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

14

Page 15: CHF file ujian nnnn.doc

Gambar sistem renin-angiostensin-aldosteron

3. Stres Oksidatif

Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen

species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari

ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II,

aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi

(tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi

hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga

15

Page 16: CHF file ujian nnnn.doc

akan mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan

bioavailabilitas NO.

c. Remodelling dan hipertrofi ventrikular

Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal menjelaskan

progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif

berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri

di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit

jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard

serta geometridan arsitektur ruangan ventrikel kiri.

Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan

meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload

dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta,

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik yang secara parallel menigkatkan

tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan

hipertrofi konsentrik.

Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume ventrikel,

sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang kemudian secara seri

pada sarkomer dan kemudian terjadi pemanjangan pada miosit jantung dan

dilatasi ventrikel kiri yang mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis

kalsium merupakan hal yang penting dalam perkembangan gagal jantung.

Hal ini diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung.

Gambar pola remodeling ventrikel (Medscape.com)

16

Page 17: CHF file ujian nnnn.doc

5. Gambaran Klinis

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :

a. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan

pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan

akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolik

dalam ventrikel kiri meningkat.

Tanda dan gejala:

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu

pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang

minimal atau sedang.

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama

dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam

jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil

katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan

bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

b. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel

kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya

gagal jantung kiri.

Tanda dan gejala:

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam

rongga abdomen.

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal

didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan

produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

17

Page 18: CHF file ujian nnnn.doc

Bendungan pada vena perifer (jugularis)

Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites.

Perasaan tidak enak pada epigastrium.

Gagal Jantung Kongestif

Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam

keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga

terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.

Tanda dan gejala:

Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.

6. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

a. Anamnesis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara

luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria

mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat

diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis

yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.

Kriteria mayor

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

18

Page 19: CHF file ujian nnnn.doc

Kriteria minor

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi (>120/menit)

b. Pemeriksaan Fisik

1. Tekanan darah dan Nadi

Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,

namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat.

Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya

penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik

disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer

menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan

kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pernapasan Cheyne-

Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap

tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan

PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah

arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi

dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat

dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas

berhenti sementara

2. Jugular Vein Pressure

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan

atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring

dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam

satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena

jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena

jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara

19

Page 20: CHF file ujian nnnn.doc

abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen  (abdominojugular

reflux positif). Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi

trikuspid.

3. Ictus cordis

Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak

memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika

kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah

ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan

denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.

4. Suara jantung tambahan

Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan

dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel

kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga

systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien

dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan

seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4)

bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi

diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada

pasien.

5. Pemeriksaan paru

Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari

transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan

edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan

dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika

ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales

tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak

ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian

ventrikel kiri yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan drainase

limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan

tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga

pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi

pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada

efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering

terkena adalah rongga pleura kanan.

20

Page 21: CHF file ujian nnnn.doc

6. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika

ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut

selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut,

terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan

drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada

CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan

hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan

indirect.

7. Edema tungkai

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun

namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi

dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan

terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu

berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan

pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan

dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.

8. Cardiac Cachexia

Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan

berat badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia

pada HF tidak diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk

peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat

hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut; peningkatan

konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan absorbsi

intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika ditemukan, cachexia

menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal

jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-

lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini

merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor

eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.

21

Page 22: CHF file ujian nnnn.doc

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi/Rontgen.

Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus

paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan

paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic

ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.

2. Pemeriksaan EKG .

Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung

( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor

pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).

3. Ekhokardiografi.

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang

menjadi penyebab gagal jantung.

7. Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi

Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus

diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat

badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari

untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari

hanya untuk gagal jantung berat.

Merokok : Harus dihentikan.

Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan

untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas

yang nyaman bagi pasien.

Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas

atau lembab

22

Page 23: CHF file ujian nnnn.doc

b. Terapi Farmakologi

a. Algoritma

Tabel 4. Terapi Obat menurut status fungsional pasien

Tabel 5. Terapi obat menurut NYHA

b. Jenis Obat

1. Diuretik

23

Page 24: CHF file ujian nnnn.doc

Mekanisme Kerja :

2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

24

KELAS DAN CONTOH: KEUNTUNGAN KERUGIAN

THIAZIDES:

Hydrochlorothiazide

Indapamide

Chlorthalidone

Perananannya telah

dikembangkan dalam

pengobatan hipertensi,

khususnya pada orang-

tua.

Dihubungkan dengan

hypomagnes-aemia,

hyperuricaemia , hyper-

glycemia, atau

hyperlipidaemia.

LOOP DIURETICS:

Furosemide

Ethacrynic acid

Bumetamide

Mempunyai efek yang

kuat, onset cepat

Dapat menyebabkan

hypokalemia atau

hypomagnesaemia

dihubung-kan dengan

kekurang patuhan

pemakaian obat.

POTASSIUM-SPARING

DIURETICS:

Spironolactone

Amiloride

Triamterene

Hasil positif terhadap

survival tampak pada

pemakaian spirono-

lactone; menghindari

kehilangan potassium

dan magnesium

Dapat menyebabkan

hyperkalemia dan azotemia,

khususnya jika pasien juga

memakai ACE-inhibitor.

Page 25: CHF file ujian nnnn.doc

ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk

penderita dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya

gejala.Tetapi,dengan pertimbangkan side effects seperti simtomatik

hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka terdapat

hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing

obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik

menunjukkan bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut

tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang

rendah dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil

yang efektif sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik.

Tabel 7. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF

3. Angiotensin Receptor Blockers

Indikasi pemakaian angiotensin II receptor antagonists (ARAs) pada

CHF yang telah diterima saat ini adalah pada pasien-pasien yang intolerans

terhadap ACE inhibitor yang menyebabkan batuk. Manfaat ARAs pada

populasi ini telah dikembangkan CHARM-Alternative study (Candesartan

in Heart failure Assessment of reduction in Mortality and Morbidity-

Alternative study). Pada penelitian ini , ARA candesartan secara signifikan

menurunkan ‘combined endpoint’ kematian kardiovaskular ataupun

hospitalisasi pasien-pasien CHF yang sebelumnya diketahui intolerans

terhadap ACE inhibitor.

25

Page 26: CHF file ujian nnnn.doc

Dua perbandingan langsung antara ARA dan ACE inhibitor yang

dilaksanakan pada pasien CHF. Penelitian yang lebih besar , ELITE II (the

Evaluation of Losartan in the Elderly II) melaporkan bahwa tidak

ditemukan perbedaan antara pemakaian losartan dan captopril, tetapi

’survival curve’ menunjukkan kecenderungan ‘survival’ yang lebih baik

pada pemakaian ACE inhibitor. Penelitian yang di-design serupa pada

pasien gagal jantung setelah miokard infark akut OPTIMAAL (the Optimal

Trial in Myocardial Infarction with the Angiotensin II Antagonist

Losartan) melaporkan outcome yang serupa.

VALIANT (the Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial),

salah satu penelitian besar pada pasien Gagal Jantung post-AMI

melaporkan terdapat ‘survival outcome’ yang identik antar 3 group

pengobatan :”Valsartan (suatu ARA) dosis tinggi”, ”Captopril dosis tinggi”

dan ”Kombinasi keduanya”.

Dua penelitian besar lain (the CHARM Added Trial and the

Valsartan Heart Failure Trial [Val-Heft]) meneliti impact ‘penambahan

suatu ARA pada ACE inhibitor pada pasien CHF’. Kedua penelitian

tersebut menunjukkan bahwa penambahan suatu ARA dengan signifikan

menurunkan risiko hospitalisasi CHF selanjutnya; tetapi impact-nya pada

mortality tidak tegas.

Kesimpulan dari penelitian-penelitian diatas bersama-sama,

menunjukkan bahwa ARAs dan ACE inhibitor bilamana dipakai dengan

dosis yang ekuivalent, akan memberi outcome yang sama, bila dipakai

sebagai terapi alternatif pada pasien CHF. Manfaat utama yang didapat

dengan penggabungan terapi ini pada pasien CHF tampaknya dalam

”penurunan hospitalisasi”

4. β Receptor Blockers

Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung,

mempunyai mekanisme kerja memperbaiki hemodinamika dan

simptomatik secara akut. Efek segera dari β-bloker sebaliknya dapat

memperburuk hemodinamik, kadang-kadang menyebabkan peburukan

gejala yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian obat ini di-kontra-

indikasikan pada pasien-pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-bukti

26

Page 27: CHF file ujian nnnn.doc

bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker memperbaiki fungsi jantung

dan menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF. Sesungguhnya

bukti-bukti pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada

banyak randomized controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan

trial-trial ACE inhibitor.

Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di-approved untuk pengobatan

gagal jantung di Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release

metoprolol succinate. Setiap jenis obat tersebut telah menunjukkan

penurunan mortalitas dan hospitalisasi pasien CHF seperti ditunjukkan

pada suatu trial besar placebo-controlled. Manfaat seperti ini tidak selalu

ditampakkan pada pemakaian β-bloker lain. Cardevilol atau Metoprolol

European Trial (COMET), membandingkan carvedilol dan standard-release

metoprolol tartrate, didapat hasil survival yang lebih baik pada pasien-

pasien yang mendapat carvedilol.

5. Additional Therapies Digitalis

Faktor keamanan dan efektifitas digoxin yang telah dipakai

dalam pengobatan gagal jantung selama 300 tahun, baru akhir-akhir ini

diketahui. Penelitian The Digitalis Investigation Group (DIG)

menunjukkan bahwa digoxin secara signifikan menurunkan

hospitalisasi pada pasien CHF yang sinus rhythm sejak awalnya dan

pada pasien-pasien CHF yang telah dengan maintenans ACE inhibitor

dan diuretik. Pada penelitian ini Digoxin mempunyai efek netral(tidak

mempengaruhi) terhadap mortalitas.Maka penelitian berdasarkan

evidence based meng-indikasikan pemakaian digoxin pada pasien CHF

adalah sebagai pereda simptom-simptom yang masih tetap ada walau

sudah memakai ACE inhibitor dan diuretika.

Dosis median harian adalah 0,25 mg/hari dan trough blood level

digoxin pada DIG study adalah 0,9 ng/mL. Terdapat bukti bahwa

peningkatan risiko intiksikasi digoxin (termasuk kematian) meningkat

dengan cepat bilamana dosis harian rata-rata melebihi 0,25 mg/hari

atau bila trough serum digoxin level melebihi 1,0 ng/mL. Pemakaian

dosis maintenans digoxin yang rendah (0,125 sampai 0,25 mg/hari)

kususnya penting pada pasien wanita dan pasien usia lanjut,

27

Page 28: CHF file ujian nnnn.doc

dikarenakan terdapatnya penurunan fungsi ginjal semakin

bertambahnya umur.Hal ini menjadi penting dikarenakan pada praktek

klinik pasien populasi gagal jantung usia lanjut merupakan porsi yang

terbesar.Selain itu, intoksikasi digoxin pada usia lanjut sukar dikenali.

Adanya obat-obat lain yang dipakai bersamaan (misal amiodarone,

verapamil) yang dapat meningkatkan kadar serum digoxin

menyebabkan perlunya penurunan dosis maintenans.

Digoxin dapat juga dipakai untuk meng-kontrol atrial fibrillasi,

yang terdapat pada sampai sepertiga pasien CHF. Perlunya pemakaian

digoxin untuk meng-kontrol heart rate pada pasien-pasien atrial fibrilasi

telah dipertanyakan sejak ditemukannya b-bloker; tetapi pada penelitian

pada pasien CHF dan atrial fibrilasi kronis baru-baru ini menunjukkan

outcome yang lebih baik didapat pada pemakaian digoxin bersama

carvedilol dibandingkan dengan terapi obat tersebut sendiri-sendiri.

Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan

jenis komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah kematian

tiba-tiba (sudden death). Kematian tiba-tiba selama latihan biasanya berhubungan

dengan penyakit jantung struktural dan mekanisme yang paling umum adalah fibrilasi

ventrikel. Kebanyakan kematian karena latihan pada pasien jantung terjadi pada saat

aktivitas yang melebihi latihan normal karena kurangnya perhatian akan gejala-gejala

yang ditimbulkan oleh latihan.

8. Prognosis

CLASS SYMPTOMS 1-YEAR

MORTALITY*

I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5 %

II Dyspnoea or fatigue on moderate physical exertion 10 %

III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %

IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.

Tabel 8. New York Heart Association Classification

II. NSTEMI (Non ST Elevasi Miokard Infark)

28

Page 29: CHF file ujian nnnn.doc

1. Definisi

Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu

kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada

prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan

jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya nekrosis

miokard berupa peningkatan biomarker jantung.

Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih

disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan

CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer

setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American

Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen

ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat

menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan

miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai

keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan

ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST

ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.

2. Etiologi

Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh

adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta

Insufisiensi.

Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak

stabil :

a. Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris

tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh

koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak

aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung

jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak

mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi

pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari

29

Page 30: CHF file ujian nnnn.doc

timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup

pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan

bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat

akan terjadi angin tak stabil.

b. Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya

angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena

interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti

lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya

trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak

berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah

berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk

memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan

fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan

platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,

vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut

berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam

memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

c. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.

Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh

platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan

spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat

menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan

trombus.

d. Erosi Pada Plak Tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan

migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya

perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan

penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.

e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik

30

Page 31: CHF file ujian nnnn.doc

3. Patofisiologi

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan

suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan

penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara

pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang

bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis.Pada saat beban kerja suatu

jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan

oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan

akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri

koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat

berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian

akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.Adanya endotel yang

cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk

menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat

menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat

penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau

blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%.

Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai

darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai

menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses

pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam

laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang

berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang,

suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif

untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan

menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan

demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.

4. Klasifikasi

31

Page 32: CHF file ujian nnnn.doc

Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada

keseragaman.Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.

a. Berdasarkan angina :

1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya

nyeri dada

2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I bulan, tapi

tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir

3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara akut baik

sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

b. Keadaan klinis:

1) Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau

febris

2) Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak

3) Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

c. Intensitas pengobatan:

1) tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal

2) timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar

masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang

maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

5. Diagnosis

a. Anamnesis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina

yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat

dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas

yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai

muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani

seringkali tidak ada yang khas.

b. Pemeriksaan Fisik

Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat

terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada waktu

serangan angina.

c. Pemeriksaan Penunjang

32

Page 33: CHF file ujian nnnn.doc

1) EKG

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat

normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.

Tujuan dari stress test adalah:

a) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak

b) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah

utama akan

c) memberi hasil positif kuat.

Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi

segmen STdisertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang

ikatan His dan tanpaperubahan segmen ST dan gelombang T. perubahan EKG

pada ATS berdifat sementaradan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri

ataupun bersamaan. Perubahan tersebutimbul di saat serangan angina dan

kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhanangina hilang dalam

waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atauterjadi

elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.20

2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB

Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak

melebihi50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitive

untuk nekrosis ototmiokard, tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini

menunjukkan pentingnyapemeriksaan kadar enzim secara serial untung

menyingkirkan adanya IMA

6. Skor Resiko TIMI

Skor resiko merupakan suatu metode untuk stratifikasi resiko, dan angka faktor

resiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia

berat rekuren) pada 14 hari sekitar antara 5% dengan skor resiko 0-1, sampai 41%

dengan skor resiko 6-7.skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada

penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu

registry. Dengan meningkatnya skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar

secara progresif pada terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa

receptor blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus konservatif.

33

Page 34: CHF file ujian nnnn.doc

Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan clopidogrel

menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor resiko juga efektif

dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien setelah pulang.

Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI

- Usia > 65 tahun

- > 3 faktor risiko PJK

- Stenosis sebelumnya > 50%

- Deviasi ST

- > 2 kejadian angina < 24 jam

- Aspirin dalam 7 hari terakhir

- Peningkatan petanda jantung

Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI.

7. Penatalaksanaan

a. Tindakan Umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner,

pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian

morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun

sudah mendapat nitrogliserin.

b. Terapi Medika Mentosa

1) Obat anti-iskemia

a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,

dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi

wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah

oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki

aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid

dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian

intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti

dengan per oral.

Preparat :

Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual

Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit

Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit

Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual

34

Page 35: CHF file ujian nnnn.doc

Isodil 5-10 mg tablet sublingual

Cedocard 5-10 mg tablet sublingual

b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek

penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam

beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi

pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.

c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan

menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :

- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan

penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek

inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)

- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival

dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan

fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan

afterload memberikan keutungan pada golongan nondihidropiridin pada

sindrom koroner akut dengan faal jantung normal (Contoh : verapamil

dan diltiazem).

2) Obat anti-agregasi trombosit

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina

tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti

platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP

Iib/IIIa.

a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi

kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51%

sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin

dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari

dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.

b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan

obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan

aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping

granulositopenia.

c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat

menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .

35

Page 36: CHF file ujian nnnn.doc

Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian

kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75

mg/hari.

d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan

terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa

menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat

dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat

golongan ini yang telah disetujui :

- absiksimab suatu antibodi mooklonal

- eptifibatid suatu siklik heptapeptid

- tirofiban suatu nonpeptid mimetik

Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil

maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-

kasus angina tak stabil. 21

3) Obat anti-trombin

a) Unfractionated Heparin

Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai

polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang

berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja

menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein

plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada

penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk

mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).

b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.

Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan

terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada

di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux.

Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat

disuntikkan secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan

laboratorium.

c) Direct Thrombin Inhibitors

36

Page 37: CHF file ujian nnnn.doc

Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena

bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat

oleh plasma protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan

angka kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan

bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada

pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin

dapat menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat

heparin (HIT).

4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan

iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan

penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila

disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG)

mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan faal

jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah

atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan

PCI merupakan pilihan utama.

Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary

angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan

serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh

sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau

brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit,

balon yang ada di kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak

dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang

sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan

ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh baru

ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau

arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam

arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang

bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi

tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.17

c. Terapi Non Medika Mentosa

1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan

volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut

37

Page 38: CHF file ujian nnnn.doc

jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga

berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat.

Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga

terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.

2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

III. ATRIAL FIBRILASI (AF)

1. Definisi

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai

dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut

jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu

takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan

deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses

mekanik atau pompa darah jantung.

2. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap

ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru

pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode

pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini

juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24

jam tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7

hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari

kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.

d. Kronik/permanen AF

38

Page 39: CHF file ujian nnnn.doc

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,

penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk

mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga

sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF

kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang

dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48

jam

3. Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,

diantaranya adalah :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1. Penyakit katup jantung

2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3. Hipertrofi jantung

4. Kardiomiopati

5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal

chronic)

6. Tumor intracardiac

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1. Pericarditis/miocarditis

2. Amiloidosis dan sarcoidosis

3. Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

1. Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1. Hipertiroid

2. Feokromositoma

e. Neurogenik

1. Stroke

2. Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1. Infark miocardial

g. Obat-obatan

39

Page 40: CHF file ujian nnnn.doc

1. Alkohol

2. Kafein

h. Keturunan/genetik

4. Tanda dan Gejala

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada

perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung,

ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF

juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke

jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi,

lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut.

5. Faktor Resiko

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung Koroner

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik

g. Post. Operasi jantung

h. Usia ≥ 60 tahun

i. Life Style

6. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple

wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau

depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah

berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari

atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini

menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan

menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang

berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet

reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal,

40

Page 41: CHF file ujian nnnn.doc

tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi

depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan

kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium

biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan

kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik

dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF.

A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry Atrial Fibrilasi

7. Stratifikasi Risiko dan Pencegahan Tromboemboli

Tromboprofilaksis yang optimal pada pasien dengan fibrilasi atrium bersifat personal,

sesuai dengan kondisi setiap pasien, serta membutuhkan beberapa penilaian utama

berupa stratifikasi risiko tromboembolik, pertimbangan untuk memilih antara terapi

antikoagulan atau antiplatelet, dan penilaian risiko perdarahan sebagai komplikasi

penggunaan obatobatan tersebut. Risiko kejadian tromboembolik dan stroke pada

pasien dengan fibrilasi atrium tidaklah sama, terdapat berbagai factor klinis lain yang

turut berkontribusi terhadap risiko tersebut. Oleh karena itu, pendekatan pencegahan

stroke pun berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Berbagai kriteria

klinis dan ekokardiografis telah dipakai dalam beberapa model stratifikasi risiko. Salah

satu model yang paling populer dan sukses dalam identifikasi pencegahan primer

pasien dengan risiko tinggi stroke adalah indeks risiko CHADS2 (Congestive heart

failure, Hypertension, Age >75 years, Diabetes mellitus, and prior Stroke or transient

ischaemic attack/TIA).

41

Page 42: CHF file ujian nnnn.doc

Indeks risiko CHADS2 merupakan suatu sistem skoring kumulatif yang memprediksi

risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Skoring CHADS2 memberikan poin

2 untuk adanya riwayat stroke atau TIA sebelumnya, sedangkan untuk masing-masing

faktor klinis lainnya seperti usia > 75 tahun, hipertensi, diabetes mellitus dan gagal

jantung kongestif diberikan 1 poin. Semakin tinggi kumulasi poin CHADS2 yang

dimiliki pasien dengan fibrilasi

atrium, semakin besar pula risiko untuk terkena stroke.

8. Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan

irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah

adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu

penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi

sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan

irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion).

Salah satu cara pemilihan agen antitrombotik dapat didasarkan pada indeks

risiko CHADS2. Pasien dengan skor CHADS2 0 tidak memerlukan antikoagulan dan

dapat diterapi dengan aspirin 81-325 mg (I/A). Antikoagulan diperlukan untuk skor

CHADS2 2 atau lebih besar, dengan mempertimbangkan risiko perdarahan. Untuk

pasien dengan skor CHADS2 1, baik aspirin maupun warfarin dapat digunakan.

Pemilihan agen antitrombotik di klinis lebih lanjut dapat berdasarkan Panduan

ACC/AHA/ESC tahun 2006.

42

Page 43: CHF file ujian nnnn.doc

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah

adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan

atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari

terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.

Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari

berbagai macam, diantaranya adalah :

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses

pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.

Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai

puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%.

Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk

D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ±

40 jam.

2. Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit

(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2

ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di

dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi

dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat

43

Page 44: CHF file ujian nnnn.doc

menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan

darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan

denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat

tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan

menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih

efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang

abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan

pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.

2. β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut

jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi

kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati

Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri

adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama

dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,

yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan

elektrik (Electrical Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a. Amiodarone

b. Dofetilide

c. Flecainide

d. Ibutilide

44

Page 45: CHF file ujian nnnn.doc

e. Propafenone

f. Quinidine

2. Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat

logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah

mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus

sinus rhythm).

3. Operatif

a. Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan

pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah

utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat

elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya AF.

b. Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi

pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi

untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.

c. Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di

jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

45

Page 46: CHF file ujian nnnn.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

2. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta

3. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes

Kardiologi. Erlangga : Jakarta

4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.

5. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Di akses 06 Juli

2015

6. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001.

7. Barriento, Aida Sua´rez; Romero, Pedro Lo´pez; Vivas, David and et al. Circadian

Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011. Accessed 06 Juli

2015.Avalaibaleform:http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-

2011-CircadianVariations.pdf

8. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for The

Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath

Conference

46

Page 47: CHF file ujian nnnn.doc

9. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST dalam

Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.

10. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.

11. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S., Bambang

S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.

Edisi IV. FK UI. Jakarta

12. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines

for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without

persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov 2011. Avalaible

form:http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-ST-

segment-elevation.aspx.

13. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna

Publishing;2009.hal.1728-34.

14. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-12-04.

Archived from the original on 2009-03-28.

15. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship

between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with

nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.

16. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan

Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A

prospective echocardiographic study". Circulation 82 (3): 792–7.

17. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3.

Jakarta. EGC, 1522-27.

18. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality:

United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.

19. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in

cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61 (2): 755–9.

20. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of

chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28

(10): 973–7.

21. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-

87.

47

Page 48: CHF file ujian nnnn.doc

22. Lucia Kris Dinarti, Leonardo Paskah Suciadi. Stratifikasi Risiko dan Strategi

Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium. Departemen Kardiologi Rumah Sakit

dr.Sardjito, Yogyakarta, nstalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Siloam, Jakarta, Maj

Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009.

48