chapter iii v(1)

90
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Bahan kimia dan biologi yang digunakan pada sintesis surfaktan alkanolamida dari asam laurat dan alkanolamina adalah: a) Asam laurat dengan kemurnian 99% dari P.T. Sinar Oleochemical International Medan dan Asam Oleat dari E Merck. b) Alkanolamina, yaitu Dietanolamina dan N-metil glukamina dari E Merck. c) Enzim imobil/terikat. Dua jenis enzim imobil digunakan yaitu Novozym 435 ® (lipase tipe B dari Candida antarctica yang diikat oleh resin acrylic, aktivitas 7000 PLU/gram pada 60 o C) dan Lipozym TL IM ® yang diperoleh dari Novo Nordisk Industries (Denmark). d) Pelarut, yaitu n-heksan, tert-butanol, tert-amil alkohol dan isopropanol, semuanya dari E Merck. e) Bahan analisis yaitu KOH, Phenolpthalein, Aseton, Metanol, Tri fluoro acetic acid (TFA) semuanya dari E Merck. 3.1.2 Peralatan Peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian terdiri dari: a) Labu bertutup 250 ml dan penangas berisi mineral oil. b) Hot Plate buatan Ika-Laboratory ® yang dilengkapi dengan pengaduk magnetis. c) Filter vakum, saringan keramik dan kertas saring, digunakan untuk memisahkan campuran produk dengan enzim. d) Rotary Evaporator, digunakan untuk menguapkan sisa pelarut. e) Buret, pipet tetes, erlenmeyer, beaker glass, labu takar, pipa kapiler, digunakan untuk analisis bilangan asam dan karakterisasi produk. f) Peralatan analisis, yaitu Spektrometer Fourier Transform-Infra Red (FTIR) seri 1100 dari Perkin Elmer, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) seri 200 dari Perkin Elmer dan Spektrometer Proton Nuclear Magnetic Resonance ( 1 H-NMR) seri JEOL/NJ60 dari Shimadzu.

Upload: hendra-agustinus-marbun

Post on 24-Jul-2015

144 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter III v(1)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian

3.1.1 Bahan

Bahan kimia dan biologi yang digunakan pada sintesis surfaktan alkanolamida

dari asam laurat dan alkanolamina adalah:

a) Asam laurat dengan kemurnian 99% dari P.T. Sinar Oleochemical

International Medan dan Asam Oleat dari E Merck.

b) Alkanolamina, yaitu Dietanolamina dan N-metil glukamina dari E Merck.

c) Enzim imobil/terikat. Dua jenis enzim imobil digunakan yaitu Novozym

435® (lipase tipe B dari Candida antarctica yang diikat oleh resin acrylic,

aktivitas 7000 PLU/gram pada 60oC) dan Lipozym TL IM® yang diperoleh

dari Novo Nordisk Industries (Denmark).

d) Pelarut, yaitu n-heksan, tert-butanol, tert-amil alkohol dan isopropanol,

semuanya dari E Merck.

e) Bahan analisis yaitu KOH, Phenolpthalein, Aseton, Metanol, Tri fluoro

acetic acid (TFA) semuanya dari E Merck.

3.1.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian terdiri dari:

a) Labu bertutup 250 ml dan penangas berisi mineral oil.

b) Hot Plate buatan Ika-Laboratory® yang dilengkapi dengan pengaduk

magnetis.

c) Filter vakum, saringan keramik dan kertas saring, digunakan untuk

memisahkan campuran produk dengan enzim.

d) Rotary Evaporator, digunakan untuk menguapkan sisa pelarut.

e) Buret, pipet tetes, erlenmeyer, beaker glass, labu takar, pipa kapiler,

digunakan untuk analisis bilangan asam dan karakterisasi produk.

f) Peralatan analisis, yaitu Spektrometer Fourier Transform-Infra Red (FTIR)

seri 1100 dari Perkin Elmer, High Performance Liquid Chromatography

(HPLC) seri 200 dari Perkin Elmer dan Spektrometer Proton Nuclear

Magnetic Resonance (1H-NMR) seri JEOL/NJ60 dari Shimadzu.

Page 2: Chapter III v(1)

g) Reaktor berpengaduk multi-tahap, yang terdiri dari tabung kaca, motor

pengaduk buatan Ika-Laboratory® dan 2 (dua) jenis pengaduk.

3.2 Tahapan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahapan pekerjaan penelitian yaitu:

1) Penelitian Pendahuluan,

2) Penelitian Optimasi,

3) Penelitian Pengembangan Proses

3.2.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan nilai terbaik dari masing-

masing variabel proses. Variabel proses yang diamati adalah waktu reaksi, jenis dan

konsentrasi enzim, jenis dan rasio pelarut, rasio molar substrat, serta temperatur reaksi.

Bagan alir penelitian pendahuluan dan rincian kegiatan ditunjukkan pada Gambar 3.1.

3.2.1.1 Penyediaan bahan

Bahan yang digunakan adalah dua jenis alkanolamina yaitu dietanolamina dan

N-metil glukamina dan satu jenis asam lemak yaitu asam laurat.

3.2.1.2 Penetapan variabel

Tahapan – tahapan untuk menetapkan nilai terbaik dari setiap variabel adalah:

a) Penentuan waktu reaksi, jenis dan konsentrasi enzim

Amidasi asam laurat dengan alkanolamina diawali dengan melakukan screening

dua jenis enzim lipase terimobilisasi yaitu adalah Novozym 435® dan Lypozym TL

IM®. Penelitian dilakukan pada rasio mol amina : asam laurat 2:1, rasio pelarut n-

heksan:asam laurat 2:1 (v/b), konsentrasi enzim:asam laurat 10% (b/b) dan temperatur

30oC. Selama reaksi berlangsung dilakukan aliquot setiap 4 jam sekali untuk di analisis

bilangan asamnya, dan setelah konversi asam lemak konstan, reaksi dihentikan. Waktu

reaksi pada saat konversi asam lemak telah konstan ditetapkan sebagai nilai terbaik.

Jenis enzim yang memberikan nilai konversi asam lemak yang tinggi dipilih untuk

penelitian selanjutnya. Level konsentrasi enzim yang dipilih, ditentukan dengan

mengamati nilai persen konversi asam lemak pada 5 level konsentrasi enzim:asam

laurat (b/b) yaitu 6%, 8%, 10%, 12% dan 14% (Herawan, 2004).

Page 3: Chapter III v(1)

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Pendahuluan

b) Penentuan jenis dan rasio pelarut

Keberadaan pelarut dalam sebuah reaksi yang melibatkan biokatalis akan

mempengaruhi aktifitas dan stabilitas reaksi enzimatik. Pada penelitian ini dilakukan

percobaan terhadap empat jenis pelarut organik yaitu n-heksan, isopropanol, terbutanol

dan tert amilalkohol, pada rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1, konsentrasi

enzim:asam laurat 10% (b/b), rasio pelarut:asam laurat 2:1 (v/b) dan temperatur 30oC.

Mulai

2. PENETAPAN VARIABEL Waktu reaksi,

Jenis dan konsentrasi enzim, Jenis dan rasio pelarut, Rasio molar substrat, Temperatur reaksi.

3. SETUP PERALATAN

Labu bertutup, Hot plate,

Pengaduk magnetik, Penangas minyak.

1. PENYEDIAAN BAHAN

Alkanolamina, Asam laurat, Enzim imobil.

4. SINTESIS ALKANOLAMIDA Sintesis lauroil-dietanolamida

SIntesis lauroil-N-metil glukamina

5. PEMURNIAN PRODUK

6. ANALISIS DATA Analisis bilangan asam, % konversi asam laurat

LUARAN, NILAI TERBAIK DARI:

Waktu reaksi Jenis dan konsentrasi enzim

Jenis dan rasio pelarut Rasio molar substrat Temperatur reaksi

Selesai

Page 4: Chapter III v(1)

Pelarut yang memberikan persen konversi asam laurat terbesar selanjutnya ditentukan

rasionya dengan mengamati empat nilai rasio pelarut:asam laurat (v/b) yaitu 1:1, 2:1,

3:1, 4:1.

c) Penentuan rasio molar substrat

Penentuan nilai rasio molar substrat dilakukan dengan menggunakan 5 nilai

rasio molar amina:asam laurat yaitu 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 dan 5:1. Variabel tetap adalah

konsentrasi enzim 10% (b/b asam laurat), rasio pelarut:asam laurat 2:1 (v/b) dan

temperatur 30oC.

d) Penentuan temperatur reaksi

Penentuan temperatur reaksi dilakukan dengan menggunakan 4 nilai temperatur

yaitu 30, 40, 50 dan 60oC. Variabel tetap adalah konsentrasi enzim:asam laurat 10%

(b/b), rasio pelarut:asam laurat 2:1 (v/b) dan rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1.

3.2.1.3 Setup peralatan

Peralatan yang digunakan adalah hot plate, labu bertutup, pengaduk magnetik

dan penangas yang berisi mineral oil.

3.2.1.4 Sintesis alkanolamida

Pada tahap ini diamati dua reaksi amidasi yaitu sintesis lauroil-dietanolamida

dan lauroil-N-metil glukamida, berturut-turut pada Gambar 3.2 dan 3.3.

Gambar 3.2 Sintesis Lauroil-dietanolamida

HON

OH

H

HOCH3

O

10+

H2O

HON

CH3

O

10

OH

+HN C

H2O

CH3

O

10

OH

enzim,pelarutDietanolamina Asam laurat

Lauroil-dietanolamida Ester

Page 5: Chapter III v(1)

Gambar 3.3 Sintesis Lauroil-N-metil glukamida

3.2.1.5 Pemurnian produk

Pemurnian produk dilakukan dengan melarutkan campuran produk dalam

heksan dan dipisahkan dari enzim dengan menggunakan filter vacuum. Produk amida

yang bercampur dengan heksan dipisahkan dengan menggunakan rotary evaporator

pada 90oC. Penentuan suhu penguapan didasarkan pada titik didih heksan yaitu 69oC.

Produk yang masih mengandung asam laurat dan amina berlebih selanjutnya dicuci

dengan aseton. Aseton akan melarutkan asam laurat dan amina sedangkan fraksi yang

tidak terlarut ialah amida dan amina. Produk amida diperoleh sebagai lapisan bawah dan

asam laurat sisa akan larut bersama aseton sebagan produk atas.

3.2.1.6 Analisis data

Pada tahap pendahuluan, analisis data yang dilakukan adalah analisis bilangan

Asam. Analisis bilangan asam dilakukan sesuai metode Porim (1995). Besarnya

persentase penurunan kandungan asam lemak merupakan indikator untuk menentukan

nilai terbaik. Persentase asam lemak yang terkonversi diperoleh dari rumus berikut:

%100% ×−

=awalasambilangan

akhirasambilanganawalasambilangankonversi (3.1)

CH2OHOH

H

HOOHH

H

H

OH

NH

CH3

+

OH

OCH3

10

CH2OHOHH

OHOHH

H

H

OH

NCH3

CH3

O

10

CH2OOH

H

OH

OHH

H

H

OH

NH

CH3

CH3

O

n

N-metil glukamina Asam laurat

Lauroil-N-metil glukamida 6-O-lauroil-N-metil glukamina

H2O

enzim,pelarut

Page 6: Chapter III v(1)

3.2.2 Penelitian optimasi

Penelitian optimasi bertujuan untuk mengamati pengaruh individu maupun

interaktif dari variabel percobaan pada sintesis alkanolamida dari asam laurat dan

alkanolamina. Bagan alir penelitian optimasi ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Bagan Alir Penelitian Optimasi

3.2.2.1 Penyediaan bahan

Bahan yang digunakan adalah dua jenis alkanolamina yaitu dietanolamina dan

N-metil glukamina dan satu jenis asam lemak yaitu asam laurat.

Mulai

2. PENETAPAN VARIABEL Konsentrasi enzim,

Rasio molar substrat, Temperatur

3. SETUP PERALATAN Labu bertutup, Hot

plate, Pengaduk magnetik,

Penangas minyak

1. PENYEDIAAN BAHAN

Alkanolamina, Asam laurat,

Enzim imobil, Pelarut.

4. SINTESIS ALKANOLAMIDA Sintesis lauroil-dietanolamida,

SIntesis lauroil-N-metil glukamina.

5. PEMURNIAN PRODUK

6. ANALISIS DATA Analisis bilangan asam, % konversi asam laurat

LUARAN Analisis pengaruh variabel,

Analisis variansi, Uji verifikasi model.

Selesai

Page 7: Chapter III v(1)

3.2.2.2 Penetapan variabel

Optimasi dilakukan untuk memperoleh persen konversi asam lemak yang

optimum menggunakan Metode Permukaan Sambutan (Response Surface Methodology,

RSM). Sebanyak tiga variabel penelitian (temperatur, rasio molar substrat, konsentrasi

enzim) dirancang mengikuti bentuk Central Composite Design (CCD), yang terdiri

dari 8 point (titik) faktorial, 6 point aksial dan 6 point sentral (Montgomery, 1997).

Variabel dan level yang dikembangkan untuk sintesis lauroil-dietanolamida ditunjukkan

pada Tabel 3.1 dan untuk sintesis lauroil-N-metil glukamida ditunjukkan pada Tabel

3.2. Nilai titik pusat (center point) pada kedua reaksi tersebut merupakan nilai terbaik

dari masing-masing variabel yang memberikan persen konversi terbaik pada penelitian

tahap pendahuluan. Eksperimen aktual yang dilakukan dan dikembangkan dari model

ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.1 Variabel dan Level gang Dikembangkan untuk Sintesis Lauroil-dietanolamida

Level terkode variabel Variabel -1,682 -1 0 1 1,682 Konsentrasi enzim (%,b/b asam laurat)

6,64 8 10 12 13,36

Rasio molar substrat (DEA: AL)

1,3:1 2:1 3:1 4:1 4,7:1

Temperatur (oC) 41,6 45 50 55 58,4

Tabel 3.2 Variabel dan Level yang Dikembangkan untuk Sintesis Lauroil-N-Metil Glukamida

Level terkode variabel Variabel -1,682 -1 0 1 1,682 Konsentrasi enzim (%,b/b asam laurat)

4,64 6 8 10 11,36

Rasio molar substrat (MGL:AL) 1:3 1:2 1:1 2:1 3:1

Temperatur (oC) 33,18 40 50 60 66,82

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan regresi berganda untuk memenuhi

persamaan polinomial berikut:

Y =β1+ β2 X1 +β3 X2 +β4 X3 +β5 X1 X2+ β6 X2 X3 +β7 X1 X3 +β8 X12 +β9

X22 +β10

X32 + ε

(3.2)

Page 8: Chapter III v(1)

dimana: Y = variabel respon yang diukur yaitu % konversi asam lemak atau % yield amida β1 - β10 = konstanta linier, kuadratik dan interaksi X1 = konsentrasi enzim X2 = rasio molar substrat X3 = temperatur ε = residual/galat

Tabel 3.3 Eksperimen aktual yang dilakukan dan dikembangkan dari model

Nomor

Percobaan Konsentrasi enzim (X1)

Rasio molar substrat (X2)

Temperatur (X3)

1 -1 -1 -1 2 1 -1 -1 3 -1 1 -1 4 1 1 -1 5 -1 -1 1 6 1 -1 1 7 -1 1 1 8 1 1 1 9 -1,682 0 0

10 1,682 0 0 11 0 -1,682 0 12 0 1,682 0 13 0 0 -1,682 14 0 0 1,682 15 0 0 0 16 0 0 0 17 0 0 0 18 0 0 0 19 0 0 0 20 0 0 0

Prediksi model regresi, analisis variansi (ANOVA) dan uji verifikasi model

dilakukan menggunakan software MINITAB R.14®. Variabel reaksi yang optimal akan

menghasilkan persen konversi asam laurat yang maksimum.

3.2.2.3 Setup peralatan

Peralatan yang digunakan sebagaimana setup peralatan subbab 3.2.1.3.

3.2.2.4 Sintesis alkanolamida

Pada tahap ini juga diamati dua reaksi amidasi yaitu sintesis lauroil-

dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida sebagaimana subbab 3.2.1.4.

3.2.2.5 Pemurnian produk

Pemurnian produk yang dilakukan adalah sebagaimana pemurnian produk pada

subbab 3.2.1.5.

Page 9: Chapter III v(1)

3.2.2.6 Analisis data

Analisis data yang dilakukan adalah sebagaimana analisis data pada subbab

3.2.1.6.

3.2.3 Penelitian pengembangan proses

Tahap Pengembangan Proses bertujuan untuk meningkatkan perolehan

alkanolamida dan efisiensi proses melalui penambahan amina bertahap, kondisi tanpa

pelarut, recoveri enzim, penggunaan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dan aplikasi

bioreaktor berpengaduk multi-tahap. Bagan alir penelitian pengembangan proses

diberikan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Bagan Alir Penelitian Pengembangan Proses

Mulai

2. PENETAPAN VARIABEL Penambahan amina bertahap,

Kondisi tanpa pelarut, Penggunaan asam oleat,

Aplikasi bioreaktor, Recoveri enzim.

3. SETUP PERALATAN Labu bertutup, Hot

plate, Pengaduk magnetik, Penangas minyak,

Bioreaktor multi-tahap.

1. PENYEDIAAN BAHAN

Alkanolamina, Asam laurat, Asam

oleat,

4. SINTESIS ALKANOLAMIDA Sintesis lauroil-dietanolamida,

SIntesis lauroil-N-metil glukamina, Sintesis oleoil-dietanolamida.

5. PEMURNIAN PRODUK

6. ANALISIS DATA Analisis bilangan asam, % konversi asam laurat,

FTIR, 1H-NMR, HPLC, HLB, Sifat fisika kimia lain.

LUARAN Peningkatan perolehan

dan efisiensi proses.

Selesai

Page 10: Chapter III v(1)

3.2.3.1 Penyediaan bahan

Bahan yang digunakan adalah dua jenis alkanolamina yaitu dietanolamina dan

N-metil glukamina dan dua jenis asam lemak yaitu asam laurat dan asam oleat.

3.2.3.2 Penetapan variabel

Variabel penelitian pada tahap pengembangan proses adalah: a) Penambahan amina bertahap

Pengamatan penambahan amina bertahap diamati pada sintesis lauroil-

dietanolamida dan sintesis lauroil-N-metil glukamina. Penelitian dilakukan pada waktu

reaksi dan jenis enzim terbaik dari 3.2.1.2.a serta konsentrasi enzim, rasio molar

substrat dan temperatur terbaik dari 3.2.2.2. Penambahan amina dilakukan mulai dari

dua hingga empat tahap.

b) Sintesis tanpa pelarut

Penelitian sintesis tanpa pelarut diamati pada sintesis lauroil-dietanolamida,

yang dilakukan pada waktu reaksi dan jenis enzim terbaik dari 3.2.1.2.a serta

konsentrasi dan rasio mol substrat terbaik dari 3.2.2.2. Pengamatan sintesis tanpa

pelarut diamati pada temperatur bervariasi dari 50 hingga 70 oC.

c) Penggunaan asam oleat

Pada pengamatan ini asam oleat direaksikan dengan dietanolamina

menghasilkan oleoil-dietanolamida. Skema reaksi sintesis oleoil-dietanolamida

diberikan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Skema Reaksi Sintesis Oleoil-dietanolamida

HON

OH

H

HO

O

7

+H2O

HON

O

OH+

HN CH2O

O

OH

enzim,pelarut

Dietanolamina Asam oleat

Oleoil-dietanolamida Ester

CH3

6

7

CH3

6 7

CH3

6

Page 11: Chapter III v(1)

Penelitian menggunakan asam oleat dioptimasikan menggunakan variabel dan

level desain eksperimen yang sama dengan sintesis lauroil-dietanolamida yang

diberikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.3. Asam oleat digunakan sebagai sumber asam

lemak dengan dua pertimbangan, pertama asam oleat terdapat dalam jumlah besar di

Indonesia yaitu dari turunan minyak kelapa sawit, dan kedua, wujud asam oleat yang

cair menyebabkan asam oleat mudah diinkorporasikan ke dalam suatu produk yang

berbentuk cairan.

d) Pembesaran skala menggunakan bioreaktor dan recoveri enzim

Penggunaan bioreaktor bertujuan untuk mengamati sintesis alkanolamida pada

skala yang lebih besar, sementara recoveri enzim bertujuan untuk mengamati kinerja

enzim jika digunakan secara berulang. Penelitian dilakukan pada waktu reaksi dan jenis

enzim terbaik dari 3.2.1.2.a serta konsentrasi enzim, rasio mol substrat dan temperatur

terbaik dari 3.2.2.2. Rentang variabel yang digunakan pada penelitian diberikan pada

Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Rentang perubahan variabel operasi

Variabel Rentang Jenis pengaduk Turbin A dan Turbin B Kecepatan pengaduk 150 dan 250 rpm Penggunaan kembali enzim 1 – 4 kali

3.2.3.3 Setup peralatan

Peralatan yang digunakan pada pengamatan penambahan amina bertahap,

penggunaan asam oleat dan kondisi tanpa pelarut adalah sebagaimana setup peralatan

subbab 3.2.1.3.

Pengamatan pembesaran skala dan recoveri enzim dilakukan dalam satu unit

reaktor berpengaduk multi-tahap. Skema reaktor berpengaduk multi-tahap dan jenis

turbin yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Kecepatan pengaduk dirancang 150 dan 250 rpm, dengan tujuan agar pengaliran

dalam suatu bejana adalah pengaliran jenis transisi. Diharapkan pada pengaliran jenis

transisi pengadukan yang diberikan tidak merusak biokatalis. Hubungan antara

kecepatan pengadukan dengan jenis aliran dinyatakan dengan bilangan Reynolds

agitasi, dimana pada 10 < Rea < 10.000 aliran disekitar pengaduk adalah jenis aliran

transisi (Geankoplis, 2003).

Page 12: Chapter III v(1)

Gambar 3.7 Skema Reaktor Berpengaduk Multi-tahap dan Jenis-jenis Turbin yang Digunakan dalam Sintesis

Bilangan Reynolds agitasi untuk putaran motor 150 rpm:

1618000187,0

)783,68)(5,2)(001769,0(..2

===μ

ρnDaRea

Bilangan Reynolds agitasi untuk putaran motor 250 rpm:

2697000187,0

)783,68)(167,4)(001769,0(..2

===μ

ρnDaRea

Nilai Da=1,3 cm (0,04 ft) ; μ = 278 cP (0,000187 lb/ft.dt) ; ρ = 1,102 kg/m3

(68,783 lb/ft3).

Keterangan Gambar : (1) Motor pengaduk (2) Kolom kaca (3) Poros (4) Impeler turbin

Keterangan Dimensi Kolom : Dt = 38 mm Da = 0,5 Dt = 19 mm W = 0,2 Da = 3,8 mm C = 1/3 Dt = 12,7 mm Da < Z < 2Da Dirancang Z= 30 mm H total = 300 mm

W

Dt

Da C

Z

H

1

2

3

4

Jenis A Jenis B

Page 13: Chapter III v(1)

Satu unit kolom kaca dan impeler jenis turbin bersusun dipasang pada

pertengahan kolom yang dihubungkan dengan motor pengaduk pada satu buah poros.

Pengaduk Impeler dihubungkan dengan motor pengaduk menggunakan satu buah poros.

Impeler jenis turbin dipilih karena dapat bekerja pada rentang viskositas yang cukup

luas dan sangat sesuai untuk mensuspensikan padatan (Geankoplis, 2003). Dua jenis

turbin berdaun dua di pilih yaitu turbin lurus (jenis A) dan turbin lengkung 450 (jenis

B). Kolom bioreaktor diletakkan di dalam penangas minyak dan campuran reaksi di

dalam kolom dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu minyak 55oC.

3.2.3.4 Sintesis alkanolamida

Pada tahap ini juga diamati dua reaksi amidasi yaitu sintesis lauroil-

dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida sebagaimana subbab 3.2.1.4.

3.2.3.5 Pemurnian produk

Pemurnian produk yang dilakukan adalah sebagaimana pemurnian produk pada

subbab 3.2.1.5.

3.2.3.6 Analisis data

Surfaktan yang dihasilkan dari reaksi amidasi tahap pengembangan proses

dianalisis secara kualitatif, kuantitatif dan sifat fisika kimianya. Analisis alkanolamida

yang dilakukan adalah:

a. Analisis dengan Spektrometer FTIR

Struktur surfaktan dikonfirmasikan dengan spektrum infra merah (FT-IR)

buatan Perkin Elmer.

b. Analisis dengan Spektroskopi 1H-NMR

Struktur surfaktan juga dikonfirmasikan dengan spektrum 1H-NMR buatan

Shimadzu.

c. Analisis dengan HPLC

Analisis kuantitatif dilakukan dengan HPLC buatan Perkin Elmer.

d. Analisis sifat fisika kimia

Uji karakterisasi sifat fisika kimia yang dilakukan yaitu Bilangan Asam (Metode

PORIM 1995), Bilangan Hidroksi, Bilangan Penyabunan, Densitas, Viskositas, pH,

Nilai HLB, Kelarutan (dalam air, metanol, n-heksan, aseton). Prosedur analisis sifat

fisika-kimia diberikan pada Lampiran 3.

Page 14: Chapter III v(1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis alkanolamida dengan cara amidasi dua jenis amina yaitu dietanolamina

dan N-metil glukamina dengan asam laurat dilakukan secara enzimatik. Substrat amina

dan asam laurat merupakan molekul dengan polaritas dan kelarutan yang berbeda. Asam

laurat larut dalam pelarut hidrofobik, sedangkan alkanolamina sedikit larut dalam

beberapa pelarut. Beberapa jenis pelarut dipilih untuk digunakan pada sintesis ini yaitu

n-heksan, isopropanol, tert-butanol dan tert-amil alkohol, sedangkan enzim yang

digunakan adalah enzim komersial Novozym 435® (lipase dari C. Antarctica) dan

Lypozym TL IM® berbentuk pelet. Enzim imobilisasi ini stabil dalam media alkali dan

mudah direcoveri. Asam oleat juga dipilih sebagai pembanding yang mewakili asam

lemak rantai panjang dan rangkap untuk direaksikan dengan dietanolamina.

Hasil penelitian yang diperoleh dipaparkan mulai dari hasil penelitian

pendahuluan, hasil penelitian optimasi dan hasil penelitian pengembangan proses.

Pengembangan proses yang diamati adalah penambahan amina bertahap, sintesis tanpa

pelarut, penggunaan asam oleat, pembesaran skala dan recoveri enzim.

4.1 Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan sintesis dua jenis amida yaitu lauroil-

dietanolamida dari asam laurat (AL) dengan dietanolamina (DEA) dan lauroil-N-metil

glukamina dari asam laurat (AL) dengan N-metil glukamina (MGL). Penelitian

pendahuluan bertujuan untuk menentukan nilai terbaik dari masing-masing variabel

proses. Variabel proses yang diamati adalah jenis dan konsentrasi enzim, jenis dan rasi

pelarut, rasio molar substrat, waktu dan temperatur reaksi.

4.1.1 Penentuan jenis enzim

Sintesis alkanolamida dilakukan di dalam pelarut organik, dimana aktivitas

enzim di dalam pelarut organik lebih rendah dibandingkan di dalam air (Schmitke, dkk.

1995). Beberapa cara telah dilakukan untuk meningkatkan aktivitas enzim di dalam

pelarut organik diantaranya mengikat enzim pada suatu media yang berpori. Person,

dkk. (2002) mengamati bahwa pengikatan enzim atau imobilisasi enzim mampu

meningkatkan penyebaran enzim ke dalam media reaksi dan mencegah partikel enzim

teragregasi. Pemilihan enzim yang imobil yang sesuai dilakukan pada dua jenis enzim

Page 15: Chapter III v(1)

lipase komersial yaitu adalah Novozym 435® dan Lypozym TL IM®. Penelitian

dilakukan pada rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1, konsentrasi enzim 10% (b:b

asam laurat) dan temperatur 30oC (Maugard, dkk. 1997; Kurniasih 2008). Reaksi

berlangsung selama 24 jam, aliquot dilakukan setiap 4 jam sekali dan dilakukan analisa

bilangan asam.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Penentuan jenis enzim pada sintesis lauroil-dietanolamida ditunjukkan pada

Gambar 4.1. Diperoleh bahwa penurunan bilangan asam terbesar terdapat pada lipase

jenis Novozym. Konversi produk dietanolamina yang diperoleh berkisar 52%,

sedangkan untuk Lipozym adalah 26%. Berdasarkan hasil yang diperoleh ditetapkan

penggunaan Novozym sebagai biokatalisator untuk sintesis asam laurat dengan

dietanolamina pada tahap selanjutnya.

Gambar 4.1 Penentuan Jenis Enzim dan Waktu Reaksi pada Sintesis Lauroil- dietanolamida dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1,

Pelarut n-heksan, Konsentrasi Enzim 10 % (b:b AL), T=30 oC

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil penentuan jenis enzim pada sintesis lauroil-N-metil glukamida ditunjukkan

pada Gambar 4.2. Diperoleh bahwa penurunan bilangan asam terbesar atau persen

konversi asam lemak terbesar terdapat pada lipase jenis Novozym. Konversi produk N-

metil glukamida menggunakan Novozym berkisar 40%, sedangkan untuk Lipozym

diperoleh 23%. Berdasarkan hasil yang diperoleh ditetapkan penggunaan Novozym

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80

Waktu Reaksi (Jam)

Kon

vers

i (%

)

NovozymLypozim

Page 16: Chapter III v(1)

sebagai biokatalisator untuk penelitian optimasi sintesis lauroil N-metil glukamida

selanjutnya.

Sintesis alkanolamida dari asam laurat dengan kedua jenis amina yaitu

dietanolamina dan N-metil glukamina menunjukkan bahwa penggunaan Novozym

menghasilkan persen konversi yang lebih tinggi. Hasil yang sejalan diamati oleh De

Zoete, dkk. (1999), dimana hal ini disebabkan karena kekhususan ruang dan geometri

lipase dari C.antarctica sesuai dengan molekul substrat yang digunakan. Sehingga

bagian aktif enzim tersebut dapat berikatan dengan molekul substrat melalui suatu

mekanisme yang khas dan selektif. Enzim Lipozym kelihatannya mempunyai

kekhususan yang kurang dengan substrat yang digunakan.

Gambar 4.2 Penentuan Jenis Enzim dan Waktu Reaksi pada Sintesis Lauroil-

N-metil glukamida dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1, Pelarut n-heksan, Konsentrasi Enzim 10 % (b:b AL), T=30 oC)

4.1.2 Penentuan waktu reaksi

Pengamatan waktu reaksi terbaik yang dibutuhkan pada sintesis lauroil-

alkanolamida dilakukan pada rasio mol amina terhadap asam laurat 2:1, konsentrasi

enzim 10% (b:b asam laurat) dan temperatur 30oC. Reaksi berlangsung hingga persen

konversi asam lemak bernilai konstan.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80

Waktu Reaksi (Jam)

Kon

vers

i (%

)

NovozymLypozim

Page 17: Chapter III v(1)

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil penentuan waktu reaksi yang sesuai juga ditunjukkan pada Gambar 4.1,

dimana diperoleh bahwa reaksi yang dikatalis oleh Novozym 435® menghasilkan

konversi asam lemak yang tinggi untuk pasangan substrat asam laurat-dietanolamina.

Pada umumnya, reaksi yang melibatkan katalis hayati (enzim) berlangsung

dalam waktu reaksi yang cukup lama, hal ini berkaitan dengan kemampuan lipase untuk

merombak atau mensintesis suatu substrat pada kondisi tertentu. Gambar 4.1

menunjukkan bahwa pada waktu reaksi 24 hingga 40 jam, diperoleh konversi sekitar

52%. Bila reaksi berlangsung hingga 72 jam, perolehan telah konstan pada kisaran 65%.

Hanya saja, mulai waktu 48 jam diamati pada campuran reaksi telah terbentuk busa

yang diperkirakan merupakan hasil hidrolisis suatu amida. Hidrolisis basa suatu amida

bersifat serupa dengan penyabunan ester, dengan produk yang terbentuk berupa garam

karboksilat dan suatu amina bebas (Fessenden dan Fessenden, 1999). Sehingga

meskipun setelah waktu 72 jam persen konversi asam lemak mencapai 65% namun

perolehan amida diperkirakan tidak tinggi karena selain reaksi amidasi juga terjadi

hidrolisis amida dalam suasana basa menjadi garam karboksilat.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka untuk percobaan berikutnya ditetapkan

waktu reaksi selama 24 jam dengan pertimbangan bahwa peningkatan waktu reaksi

tidak memberikan peningkatan perolehan produk amida yang nyata. Disamping itu

penelitian pendahuluan dilakukan pada temperatur 30oC, sehingga upaya peningkatan

konversi melalui peningkatan temperatur sangat mungkin dilakukan meskipun waktu

reaksi cukup singkat yaitu 24 jam. Hasil yang sama juga diperoleh Kurniasih (2008)

pada sintesis asam lemak sawit distilat dengan dietanolamina menggunakan enzim

Lypozym, dimana waktu reaksi 24 jam merupakan waktu reaksi optimal.

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil penentuan waktu reaksi pada sintesis lauroil-N-metil glukamida

ditunjukkan pada Gambar. 4.2. Ilustrasi pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada

waktu reaksi 24 jam, diperoleh konversi asam lemak sekitar 40%. Dengan peningkatan

reaksi hingga 48 jam diperoleh persen konversi sebesar 45% dan setelah waktu reaksi

72 jam tercapai, perolehan telah konstan pada kisaran 45%.

Keadaan ini menunjukkan aktivitas lipase Candida antarctica telah mengalami

penurunan bila waktu reaksi ditingkatkan lebih dari 48 jam. Penurunan aktivitas enzim

lipase ini disebabkan karena keterbatasan perpindahan massa dimana pada campuran

reaksi tidak dapat dihindarkan timbulnya produk padat dalam jumlah besar dan/atau

reaksi mencapai keseimbangan dimana laju forward reaksi sama dengan laju backward

Page 18: Chapter III v(1)

reaksi, sehingga persen konversi asam lemak tidak mengalami perubahan. Berdasarkan

kondisi tersebut, maka untuk pengamatan berikutnya ditetapkan waktu reaksi selama 48

jam dengan pertimbangan bahwa persen konversi asam lemak telah konstan pada waktu

reaksi 48 jam.

Sintesis lauroil-N-metil glukamida memerlukan waktu lebih lama untuk

mencapai konversi konstan dibandingkan sintesis lauroil dietanolamida. Hal ini

diperkirakan karena lauroil N-metil glukamida menggunakan sumber amina rantai

panjang C6 berbanding lauroil-dietanolamida yang menggunakan sumber amin rantai

pendek C3.

4.1.3 Pemilihan jenis pelarut

Enzim lipase dapat bekerja dengan baik pada pelarut organik (Gautam dan

Tyagi, 2005). Untuk itu, empat jenis pelarut organik isopropil alkohol (log P=0,05), tert-

butanol (log P=0,4), tert-amil alkohol (log P=1,5) dan n-heksan (log P=3,5), dipilih

untuk digunakan dalam sintesis.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Perbandingan keempat jenis pelarut organik tersebut terlihat pada Gambar 4.3

dimana reaksi amidasi asam laurat dengan dietanolamina dengan melibatkan enzim

lipase memberikan hasil yang baik pada pelarut n-heksan (logP=3,5). Pemilihan pelarut

n-heksan juga didasarkan atas studi yang dilakukan oleh Rahman, dkk. (2003) yang

menyatakan bahwa n-heksan, benzen dan heptan merupakan pelarut yang memberikan

hasil yang baik pada sintesis alkanolamida. Penggunaan n-heksan mempunyai beberapa

keunggulan antara lain toksisitas n-heksan lebih rendah serta n-heksan bersifat inert,

sehingga tidak mereduksi campuran produk.

Pengamatan yang dilakukan oleh Basri, dkk. (1997) pada sintesis enzimatik ester

asam lemak menunjukkan hasil yang sama, dimana mereka mengamati bahwa aktivitas

lipase lebih tinggi pada pelarut organik non polar dengan nilai log P lebih besar dari 2.

Hanya saja, menurut Faber (1997), pelarut dengan log P bernilai 2 sampai 4

seperti n-heksan, melarutkan hanya sejumlah kecil air, dan penggunaannya pada reaksi

enzimatik harus lebih berhati-hati karena aktivitas enzim pada penggunaan pelarut ini

tidak dapat diprediksi. n-Heksan merupakan pelarut non polar, yang tidak

menghilangkan air esensial enzim, dan membiarkan molekul enzim dalam penyesuaian

aktifnya. Pelarut ini juga mempunyai struktur rantai lurus yang tidak besar yang mana

hal ini sangat berlawanan dengan ketiga pelarut non polar lainnya yang digunakan yang

mempunyai rantai cabang.

Page 19: Chapter III v(1)

Gambar 4.3 Penentuan Jenis Pelarut pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil penentuan jenis pelarut pada sintesis lauroil-N-metil glukamida

ditunjukkan pada Gambar 4.4. Terlihat bahwa reaksi amidasi dengan melibatkan enzim

lipase memberikan hasil yang baik pada pelarut tert-amil alkohol. Tert-amil alkohol

merupakan pelarut yang protic-polar dimana bukan merupakan substrat lipase dan

bersifat non-toksik. Pelarut ini sudah digunakan untuk sintesis alkanolamida dari asam

oleat yang dikatalisis oleh enzim lipase. Kelarutan N-metil-glukamina di dalam pelarut

ini adalah 6 g/liter pada 55 oC (Maugard, dkk. 1998). Perbedaan keaktifan enzim pada

berbagai jenis pelarut disebabkan karena tingkat perubahan dari hidrasi enzim

dipengaruhi oleh pelarut dan bukan karena efek langsung pelarut terhadap enzim atau

substrat (Ee Lin Soo, dkk. 2003).

Pada penelitian ini, satu mol asam laurat yang direaksikan dengan 1 mol N-metil

glukamina akan menghasilkan 1 mol lauroil-N-metil glukamida dan satu mol air.

Keberadaan air akan mengganggu kesetimbangan dan mengurangi perolehan amida

karena air akan bereaksi dengan ester laurat menjadi asam laurat. Penggunaan tert-amil

alkohol (log P=1,5) yang bersifat hidrofilik kelihatannya justru bermanfaat pada sintesis

ini karena tert-amil alkohol mengambil air yang terbentuk dan membiarkan air essensial

yang diperlukan oleh enzim sehingga keaktifan enzim tetap terjaga.

47.9

43.4

40.6

46.3

36 38 40 42 44 46 48 50

nhek

san

isop

ropa

nol

tertb

utan

olte

rt am

ilalk

ohol

Jeni

s Pe

laru

t

Konversi (%)

Page 20: Chapter III v(1)

Gambar 4.4 Penentuan Jenis Pelarut pada Sintesis Lauroil- N-metil glukamida

dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)

Pengamatan yang sama juga diperoleh Bouquet, dkk. (1999) pada sintesis α-

butil glukosida menggunakan lipase dalam pelarut organik tert-amil alkohol. Diamati

bahwa tert-amil alkohol merupakan pelarut yang inert dan sesuai untuk digunakan

karena dapat melarutkan baik substrat asil maupun alkohol.

4.1.4 Penentuan rasio pelarut

Penggunaan rasio pelarut yang tepat dapat meningkatkan kehomogenan substrat,

memberikan pengaruh positif terhadap kinerja enzim dan pada akhirnya diharapkan

dapat memberikan perolehan produk yang baik. Penelitian penentuan rasio pelarut

diamati pada rasio n-heksan:asam laurat sebesar 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 (v/b).

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil percobaan pada Gambar 4.5, yaitu pengamatan sintesis lauroil-

dietanolamida, menunjukkan bahwa rasio pelarut terhadap asam laurat sebesar 2:1 (v:b)

memberikan perfoma terbaik.

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil penentuan rasio pelarut yang optimum pada sintesis lauroil-N-metil

glukamida ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dari gambar tersebut diperoleh bahwa pada

rasio 1:1 dan 1:2, konversi asam lemak yang diperoleh masih di bawah 40%. Pada rasio

42.20

32.77

40.22

43.24

0 10 20 30 40 50

nhek

san

isop

ropa

nol

tertb

utan

olte

rtam

ilal

koho

l

Jeni

s Pe

laru

t

Konversi (%)

Page 21: Chapter III v(1)

1:3 konversi mencapai 45 % pada sintesis lauroil-N-metil glukamida selama 48 jam dan

temperatur 30 oC.

Gambar 4.5 Penentuan Rasio Pelarut n-heksan:AL pada Sintesis Lauroil-

dietanolamida dari AL+DEA (Pelarut n-heksan, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)

Gambar 4.6. Penentuan Rasio Pelarut tert-amil alkohol:AL pada Sintesis Lauroil-N-metil glukamida dari AL+MGL (Pelarut tert-amil alkohol, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)

44.5

51

40.2

45

0 10 20 30 40 50 60 70

1:1

2:1

3:1

4:1

Ras

io P

elar

ut

Konversi (%)

38.72

39.18

45.92

37.29

0 10 20 30 40 50 60

1:1

2:1

3:1

4:1

Ras

io P

elar

ut

Konversi (%)

Page 22: Chapter III v(1)

Kelihatannya pada rasio 1:1 dan 1:2 jumlah pelarut yang ada belum cukup untuk

melarutkan substrat dengan sempurna. Pada rasio 1:4, pelarut yang tersedia sudah

berlebih sehingga pelarut tert-amil alkohol justru mengambil air esensial yang

diperlukan enzim untuk menjaga keaktifannya sehingga konversi asam lemak menjadi

rendah.

4.1.5 Penentuan konsentrasi enzim

Pengamatan pengaruh konsentrasi enzim pada amidasi asam laurat dengan

menggunakan enzim terimobilisasi dari Novozym 435® dilakukan pada 5 level

konsentrasi enzim (b:b asam laurat) yaitu 6%, 8%, 10%, 12% dan 14%.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil pengamatan penentuan konsentrasi enzim diamati pada Gambar 4.7.

Terlihat bahwa perolehan produk terbaik terdapat pada konsentrasi 10%. dan aktifitas

enzim mengalami penurunan pada konsentrasi enzim yang lebih tinggi. Hal ini

menggambarkan adanya batasan aktifitas enzim, karena terbatasnya substrat yang

tersedia.

Gambar 4.7 Pengaruh Konsentrasi Novozym pada Sintesis Lauroil- dietanolamida dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1,

Pelarut n-heksan, T=30 oC, t = 24 jam)

52.15

60.6264.33

57.1652.14

10

20

30

40

50

60

70

80

6 8 10 12 14Konsentrasi Novozym (b/b asam laurat)

Kon

vers

i (%

)

Page 23: Chapter III v(1)

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Pengaruh konsentrasi Novozym pada reaksi antara asam laurat dengan N-metil

glukamina ditunjukkan pada Gambar 4.8. Secara keseluruhan diamati bahwa persen

konversi asam laurat akan sedikit meningkat dengan bertambahnya jumlah enzim yang

digunakan. Penelitian oleh Torres dan Otero (2001) juga menunjukkan bahwa

penggunaan sejumlah besar enzim sebagai biokatalis akan meningkatkan jumlah donor

asil yang membentuk kompleks asil-enzim. Akan tetapi persen konversi asam lemak

yang tertinggi tidak dijumpai pada penggunaan enzim lipase yang terbanyak. Perolehan

produk terbaik terdapat pada konsentrasi 8%. Hal ini berarti pada konsentrasi 8% (b:b

asam laurat), rasio antara substrat dan enzim yang dipilih sudah sesuai dimana

penggunaan enzim lebih dari 8% tidak lagi meningkatkan konversi asam lemak karena

substrat yang tersedia sudah terbatas.

Gambar 4.8 Pengaruh Konsentrasi Novozym pada Sintesis Lauroil- N-metil glukamida dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1,

Pelarut tert-amil alkohol, T=30 oC, t = 24 jam)

4.1.6 Penentuan rasio substrat alkanolamina:asam laurat

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Penentuan rasio molar substrat pada sintesis lauroil-dietanolamida ditunjukkan

pada Gambar 4.9. Sintesis dilakukan menggunakan dietanolamina berlebih sehingga

asam laurat berperan sebagai reaktan pembatas yang diobservasi. Pengamatan dilakukan

43.54

47.1545.92

35.56 35.54

30

35

40

45

50

55

6 8 10 12 14

Level Novozym (%) (b/b asam laurat)

Konv

ersi

(%)

Page 24: Chapter III v(1)

pada level rasio substrat DEA:AL 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 dan 5:1, dimana pada rasio tersebut

pH reaksi berturut-turut adalah 6; 6,5; 7; 8 dan 9.

Dari Gambar 4.9 diketahui perolehan produk yang besar pada rasio substrat 2:1

dan 3:1 masing-masing sebesar 50,3% dan 47,5%. Hanya saja sebagai center point pada

penelitian optimasi dipilih rasio 3:1 karena jika rasio 2:1 sebagai center point maka

pada level -1,682, rasio substrat dapat menjadi 1:2 (mol amina:mol asam laurat) yang

artinya asam laurat tidak lagi menjadi reaktan pembatas sehingga persen konversi asam

laurat akan rendah.

Gambar 4.9 Penentuan Rasio Substrat pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

dari AL+DEA (Pelarut n-heksan, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Pengamatan penentuan rasio substrat pada sintesis lauroil-N-metil glukamida

dilakukan pada level rasio substrat MGL:AL 1:6, 1:3, 1:1, 3:1 dan 6:1, dimana pada

rasio tersebut pH reaksi berturut-turut adalah 5 ; 6 ; 7 ; 8 dan 9. Penentuan molar rasio

substrat diamati pada Gambar 4.10. Rasio optimal diperoleh pada rasio 1:1. Jika reaksi

dipilih menggunakan donor asil berlebih maka sintesis cenderung untuk menghasilkan

lebih banyak ester. Menurut Ee Lin Soo, dkk.(2004), jika menggunakan donor asil

berbasis minyak yang murni, harus digunakan rasio molar yang sama untuk

memperoleh yield yang baik.

43.5

50.3

47.5

40.4

25.7

0 10 20 30 40 50 60 70

1:1

2:1

3:1

4:1

5:1

Ras

io D

EA :

AL

Konversi (%)

Page 25: Chapter III v(1)

Gambar 4.10 Penentuan Rasio Substrat pada Sintesis Lauroil-N-metil glukamida dari AL+MGL (Pelarut tert-amil alkohol, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), T=30 oC, t = 24 jam)

Perbedaan molar rasio substrat terbaik antara sintesis lauroil-dietanolamida (3:1)

dengan sintesis lauroil-N-metil glukamida (1:1) kelihatannya disebabkan karena

pengaruh pH. Perubahan pH lingkungan dapat berpengaruh terhadap efektifitas bagian

aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. pH rendah dan pH tinggi dapat

menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan menurunkan aktivitas enzim.

Kedua sintesis diamati bekerja optimum pada pH yang sama yaitu 7. Sehingga

meskipun rasio molar substrat kedua sintesis berbeda, tetapi diamati pada rasio substrat

tersebut pH reaksi adalah sama. Jika digunakan substrat asam laurat berlebih, maka

amina akan teresterifikasi menjadi amina ester yang akan mengurangi konversi amina

menjadi amida. Par Tufvesson, dkk. (2004) mengamati bahwa yield amina ester dapat

dikurangi dengan menggunakan konsentrasi amina yang tinggi di dalam campuran

reaksi. Akan tetapi pada kondisi ini, amina berlebih yang tidak mudah larut ini akan

menghambat perpindahan massa sistem sehingga akan menurunkan perolehan.

Disamping itu penggunaan amina berlebih akan meningkatkan biaya surfaktan yang

dihasilkan dan akan menyulitkan dalam pemurnian produk.

4.1.7 Penentuan level temperatur

Penelitian pendahuluan untuk menentukan temperatur optimum pada sintesis

alkanolamida dilakukan pada 4 level temperatur berbeda, yaitu 30°C, 40°C, 50°C dan

33.58

42.85

45.92

42.28

28.17

0 10 20 30 40 50 60 70

6:1

3:1

1:1

1:3

1:6

Ras

io m

ol M

GL:

AL

Konversi (%)

Page 26: Chapter III v(1)

60°C. Pemilihan temperatur ini didasarkan pada keaktifan enzim lipase yang mampu

bekerja pada kisaran temperatur 30°C-80°C (Reetz, 2002).

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil pengamatan pengaruh temperatur pada sintesis lauroil-dietanolamida

ditunjukkan pada Gambar 4.11 dimana ditunjukkan bahwa pada suhu 60 oC diperoleh

persen konversi asam lemak yang tinggi yaitu 75%. Pengamatan yang sama diamati

oleh Herawan (2004), dimana trans-esterifikasi minyak inti sawit dengan di-alkil

karbonat secara enzimatik berlangsung optimal pada suhu 60oC dan akan menurun pada

suhu 70oC. Akan tetapi sintesis alkanolamida pada suhu diatas 60 oC akan menunjukkan

perubahan warna produk akhir. Untuk itu suhu 60 oC hanya dapat digunakan sebagai

level atas dan sebagai center point digunakan suhu 50 oC yang perolehan konversinya

sudah cukup tinggi yaitu 71,16%.

Gambar 4.11 Penentuan Level Temperatur pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

dari AL+DEA (Rasio DEA:AL 2:1, Pelarut n-heksan, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), t = 24 jam)

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil pengamatan pada Gambar 4.12 menunjukkan hasil penentuan level

temperatur pada sintesis lauroil-N-metil glukamida. Diperoleh bahwa persen konversi

asam lemak terbaik adalah pada temperatur 50 oC. Pada temperatur di atas 50 oC, persen

konversi relatif sedikit berkurang, yang mungkin disebabkan oleh denaturasi lipase.

52.15

61.22

71.16

75.89

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

30

40

50

60

Tem

pera

tur (

oC)

Konversi (%)

Page 27: Chapter III v(1)

Hasil ini sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Kurniasih (2008) yang menunjukkan

bahwa alkanolamida dapat terbentuk tanpa adanya enzim dan meningkat dengan

meningkatnya temperatur. Rentang temperatur dimana kerja Novozyme lebih efisien

diharapkan pada 50–60 oC.

Gambar 4.12 Penentuan Level Temperatur pada Sintesis Lauroil- N-metil

glukamida dari AL+MGL (Rasio MGL:AL 2:1, Pelarut tert-amil alkohol, Konsentrasi Novozym 10 % (b:b AL), t = 24 jam)

4.2 Hasil Optimasi Kondisi Penelitian

Optimasi kondisi penelitian bertujuan untuk memprediksi model, mengamati

pengaruh interaksi dari ketiga variabel percobaan yang disusun dalam central composite

design (CCD), serta menentukan konversi optimum yang dapat diperoleh dari sintesis

lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida. Sintesis lauroil-dietanolamida

dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan dietanolamina menggunakan pelarut

n-heksan dan enzim Novozym 435® pada waktu reaksi 24 jam, sementara sintesis

lauroil-N-metil glukamida dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan N-metil

glukamina menggunakan pelarut tert-amil alkohol dan enzim Novozym 435® pada

waktu reaksi 48 jam. Pemilihan kedua jenis pelarut, enzim dan waktu reaksi ini

diperoleh dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan.

45.92

47.21

61.34

57.21

0 10 20 30 40 50 60 70 80

30

40

50

60

Tem

pera

tur

(o C)

Konversi (%)

Page 28: Chapter III v(1)

4.2. Hasil Optimasi Kondisi Penelitian

Optimasi kondisi penelitian bertujuan untuk memprediksi model, mengamati

pengaruh interaksi dari ketiga variabel percobaan yang disusun dalam central composite

design (CCD), serta menentukan konversi optimum yang dapat diperoleh dari sintesis

lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida. Sintesis lauroil-dietanolamida

dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan dietanolamina menggunakan pelarut

n-heksan dan enzim Novozym 435® pada waktu reaksi 24 jam, sementara sintesis

lauroil-N-metil glukamida dilakukan dengan mereaksikan asam laurat dengan N-metil

glukamina menggunakan pelarut tert-amil alkohol dan enzim Novozym 435® pada

waktu reaksi 48 jam. Pemilihan kedua jenis pelarut, enzim dan waktu reaksi ini

diperoleh dari hasil terbaik pada penelitian pendahuluan.

Page 29: Chapter III v(1)

4.2.1 Optimasi sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil optimasi sintesis lauroil-dietanolamida dalam nilai persen konversi asam

laurat dan persen yield lauroil-dietanolamida ditunjukkan pada Tabel 4.1. Persen

konversi asam laurat diperoleh dari selisih antara nilai bilangan asam di awal dan di

akhir reaksi. Nilai persen yield diperoleh setelah campuran produk dimurnikan dan

dianalisis menggunakan HPLC.

Tabel 4.1 Hasil Optimasi Sintesis Lauroil-dietanolamida

Konsentrasi enzim (X1)

Rasio molar substrat (X2)

Temperatur (X3)

Konversi (%)

Yield (%)

No

Kode Aktual Kode Aktual Kode Aktual 1 -1 8 -1 2:1 -1 45 59,0976 97,310 2 1 12 -1 2:1 -1 45 54,8019 97,740 3 -1 8 1 4:1 -1 45 66,8476 87,575 4 1 12 1 4:1 -1 45 68,8093 92,100 5 -1 8 -1 2:1 1 55 74,1895 96,960 6 1 12 -1 2:1 1 55 73,5281 97,985 7 -1 8 1 4:1 1 55 53,7296 35,815 8 1 12 1 4:1 1 55 62,5261 68,600 9 -1,682 6,64 0 3:1 0 50 59,9053 64,995

10 1,682 13,36 0 3:1 0 50 62,6835 93,490 11 0 10 -1,682 1,3:1 0 50 60,1662 98,415 12 0 10 1,682 4,7:1 0 50 56,3411 76,945 13 0 10 0 3:1 -1,682 42,6 72,2923 92,905 14 0 10 0 3:1 1,682 58,4 73,0046 41,845 15 0 10 0 3:1 0 50 73,2581 89,615 16 0 10 0 3:1 0 50 73,3259 42,725 17 0 10 0 3:1 0 50 72,2782 17,815 18 0 10 0 3:1 0 50 72,9754 85,605 19 0 10 0 3:1 0 50 72,8837 94,905 20 0 10 0 3:1 0 50 73,6821 67,440

Dari data persen konversi dan persen yield pada Tabel 4.1 selanjutnya dilakukan

analisis menggunakan Metode Permukaan Sambutan (RSM) dengan bantuan software

MINITAB 14®. Metode Permukaan Sambutan adalah sekumpulan metode matematika

dan teknik-teknik statistik yang bertujuan membuat model dan mengukur kekuatan

hubungan serta pengaruh variabel respon dan variabel prediktor (Iriawan dan Astuti,

2006). Variabel respon pada sintesis ini adalah persen konversi asam laurat atau persen

yield lauroil-dietanolamida dan variabel prediktor adalah konsentrasi enzim, rasio molar

substrat dan temperatur.

4.2.1.1 Prediksi model

Agar model persamaan yang dibuat tidak menyimpang jauh, tahap awal dalam

RSM adalah memprediksi model regresi dan dilanjutkan dengan analisis variansi

(ANAVA) dan uji verifikasi model. Model regresi yang dibuat bertujuan untuk

Page 30: Chapter III v(1)

mengetahui hubungan antara persen konversi asam laurat (Y) dengan konsentrasi

Novozym (X1), rasio molar asam laurat terhadap dietanolamina (X2) dan temperatur

(X3), serta untuk mengoptimalkan respon yaitu konversi asam laurat. Pada tabel 4.2

berikut dicantumkan hasil prediksi koefisien regresi untuk menyusun model permukaan

sambutan sintesis lauroil-dietanolamida.

Tabel 4.2 Hasil Prediksi Koefisien Regresi untuk Menyusun Model Permukaan Sambutan Sintesis Lauroil-Dietanolamida

Term Coef P Constant 73.0455 0.000 Konsentrasi Novozym 0.7669 0.029 Rasio mol DEA : AL -1.1816 0.003 Temperatur 1.1434 0.003 Konsentrasi Novo*Konsentrasi Novo -4.0206 0.000 Rasio mol DEA : AL * Rasio mol DEA : AL -5.0956 0.000 Temperatur*Temperatur -0.0063 0.983 Konsentrasi Novo*Rasio mol DEA : AL 1.9644 0.001 Konsentrasi Novo*Temperatur 1.3086 0.008 Rasio mol DEA : AL * Temp. -6.6524 0.000 Unusual Observations for Konversi (%) Obs StdOrder Konversi(%) Fit SE Fit Residual St Resid 5 5 74.190 72.789 0.908 1.400 2.20 R 14 14 73.005 74.951 0.864 -1.946 -2.80 R Keterangan: Coeff = koefisien model regresi P = nilai uji P, bernilai signifikan jika P < α

Nilai uji P digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan dua

variabel. Faktor signifikansi yang digunakan adalah α=0,05. Variabel bernilai signifikan

jika nilai P < α. Berdasarkan Tabel 4.2, model persamaan yang dapat menunjukkan

hubungan variabel reaksi dan interaksinya terhadap persen konversi asam laurat (YAL)

pada sintesis lauroil-dietanolamida diperoleh sebagai berikut:

YAL = 73,0455 + 0,7669X1 - 1,1816 X2 + 1,1434 X3 - 4,0206 X12 – 5,0956 X2

2 –

0,0063 X32 + 1,9644 X1.X2 + 1,3086 X1.X3 – 6,6524 X2.X3 (4.1)

Sedangkan model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi

terhadap persen yield (YAL+DEA) ditunjukkan oleh persamaan berikut :

YAL+DEA = 77,819 + 6,348X1 – 10,399X2 – 11,806X3 + 1,732X12 + 4,715X2

2 –

2,464X32 + 4,482 X1.X2 + 3,607 X1.X3 – 9,394 X2.X3 (4.2)

Page 31: Chapter III v(1)

Terhadap model regresi orde dua yang diperoleh terlebih dahulu akan dilakukan

analisis variansi dan uji verifikasi model sebelum model regresi diplot sebagai respon

permukaan dan kontur permukaan. Dari hasil prediksi koefisien pada Tabel 4.2 di atas,

juga diketahui bahwa konsentrasi Novozym memberikan pengaruh yang positif sebesar

0,7669 dan signifikan terhadap pembentukan produk. Demikian juga interaksinya

dengan rasio mol dietanolamina memberikan efek positif dan signifikan sebesar 1,9644.

Tetapi kuadrat variabel konsentrasi Novozym memberikan efek negatif sebesar -4,020.

Interaksi konsentrasi dengan temperatur memberikan efek positif 1,3086 dengan nilai P

0,008. Hal ini menunjukkan adanya batasan dalam penggunaan biokatalis, rasio molar

dietanolamina dan temperatur yang dilibatkan pada reaksi. Rasio mol dietanolamina

terhadap asam laurat turut memberikan pengaruh yang signifikan pada -1,1816, dan

interaksinya dengan temperatur (X2.X3) memberikan efek negatif yang juga signifikan.

Variabel temperatur, turut memberikan efek positif yang signifikan

dibandingkan variabel lainnya sebesar 1,1434, akan tetapi kuadrat variabel temperatur

memberikan efek negatif yang tidak signifikan. Ini menunjukkan bahwa laju reaksi

enzimatis antara asam lemak dengan dietanolamina banyak dipengaruhi oleh besarnya

konsentrasi Novozym dan temperatur. Namun penggunaan variabel konsentrasi

Novozym dan rasio mol dietanolamina terhadap asam laurat juga memiliki batasan

tertentu, sebab dalam reaksi enzimatis dikenal adanya hambatan oleh substrat (Par

Tufvesson, dkk. 2007).

Dalam analisis statistik MINITAB 14®, dapat dilakukan analisis terhadap

unusual observation. Unusual observation adalah kondisi dimana residual antara nilai

pengamatan dengan prediksi memiliki penyimpangan yang cukup besar dari

pengamatan lainnya. Dengan adanya analisis terhadap besarnya nilai penyimpangan,

dapat dilakukan penajaman dan peninjauan pengamatan pada penelitian selanjutnya.

Berdasarkan analisis statistik pada Tabel 4.2 diketahui unusual observation berada pada

run (order model) 5 dan 14. Berdasarkan hasil analisis persen konversi pada Tabel 4.1,

konversi lauroil-dietanolamida yang menghasilkan unusual observation adalah 74,1895

% untuk run 5 dan 73,0046 % untuk run 14.

4.2.1.2 Analisis variansi (ANAVA)

Analisis variansi (ANAVA) digunakan untuk memeriksa signifikansi model

regresi yang diperoleh. Tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis variansi model regresi

untuk sintesis lauroil-dietanolamida.

Page 32: Chapter III v(1)

Tabel 4.3 Hasil Analisis Variansi Model Permukaan Sambutan untuk Sintesis Lauroil-dietanolamida

FAKTOR DF SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 1007.34 1007.344 111.927 90.99 0.000 Linear 3 44.95 44.954 14.985 12.18 0.001 Square 3 563.78 563.781 187.927 152.77 0.000 Interaction 3 398.61 398.608 132.869 108.01 0.000 Residual Error 10 12.30 12.301 1.230 Lack-of-Fit 5 11.16 11.155 2.231 9.73 0.130 Pure Error 5 1.15 1.146 0.229 Total 19 1019.65 R-Sq 98.8 R-Sq(adj) 97.7 S 1.109 DF= derajat kebebasan SS= jumlah kuadrat kesalahan Adj SS = jumlah kuadrat beertambahnya variabel Adj MS = kuadrat tengah = SS:DK F = sebaran F, untuk pengujian kesesuain model P = nilai P, untuk pengujian kesesuaian model α = taraf signifikansi, diambil 5 % = 0,05 R-sq = kuadrat total R-sq(adj) = kuadrat karena perlakuan S = kuadrat karena error:residual:penyimpangan

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa model linier (P=0,01), model

kuadratik (P=0) maupun model nonlinier yang mengikut sertakan interaksi antarfaktor

(P=0) adalah signifikan karena nilai P ketiganya kurang dari α yang digunakan yaitu

0,05. Hal ini berarti ketiga model adalah tepat untuk digunakan pada sintesis lauroil-

dietanolamida.

Akurasi sebuah model persamaan regresi dapat dilihat dari nilai koefisien

determinasi R2. Sebab nilai koefisien determinasi R2 mencerminkan besarnya pengaruh

yang diberikan oleh variabel penelitian. Semakin besar nilai R2 suatu model, maka

model semakin baik. Variabel bebas yang digunakan akan menunjukkan pengaruh dan

interaksi yang akan tercermin dan persamaan regresi.

Hasil analisis model permukaan sambutan untuk sintesis lauroil-dietanolamida

pada Tabel 4.3 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 98,8 %, nilai R2 (Adj)

sebesar 97,7 % dengan nilai S sebesar 1,109. Semakin besar nilai R2 suatu model, maka

model semakin baik, karena sebanyak 98,8 % perolehan amida ditunjukkan oleh tiga

variabel penelitian pada Tabel 4.1, yaitu konsentrasi Novozym, rasio mol

dietanolamina: asam laurat dan temperatur.

Selain melalui analisis variansi, uji kenormalan model juga dapat dilihat melalui

lack of fit. Hasil analisis pada tabel ANAVA menunjukkan hasil uji lack of fit (LOF)

Page 33: Chapter III v(1)

yang juga dapat digunakan untuk menguji kecukupan model. Bila digunakan sebuah

hipotesis. Hipotesisnya adalah:

Ho : Tidak ada lack of fit , jika P > α

H1 : Ada lack of fit, jika P < α

Hipotesis awal yang mengatakan tidak ada lack of fit berarti model yang dibuat telah

sesuai dengan data, sedangkan hipotesis alternatif berarti model yang telah dibuat belum

mewakili data. Hipotesis awal akan diterima jika nilai P > α.

Dari hasil analisis statistik, diperoleh harga lack of fit bernilai P= 0,130. Apabila

digunakan nilai α sebesar 5%, maka hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat

sudah mewakili data karena P > 0,05.

4.2.1.3 Uji verifikasi model

Uji verifikasi model dilakukan dengan memeriksa kesesuaian residual dengan

asumsi yang disyaratkan. Asumsi yang biasa diambil dalam ANAVA adalah asumsi

normalitas, asumsi homoskedastisitas dan asumsi independensi.

a) Asumsi normalitas

Asumsi normalitas dapat diketahui dengan berbagai cara, salah satu diantaranya

adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Interpretasi kenormalan menggunakan uji Kolmogorov

Smirnov (KS) dilakukan menggunakan nilai signifikansi (α) = 0,05. Berdasarkan data

statistik Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4 untuk α = 0,05 dan jumlah pengamatan

sebanyak 20 pengamatan diperoleh 0,294 (uji dua arah).

Gambar 4.13 Grafik Probabilitas Normal Residual

RESI1

Perc

ent

210-1-2

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

>0.150

-2.79221E-15StDev 0.8046N 20KS 0.092P-Value

Page 34: Chapter III v(1)

Nilai ini akan dijadikan pedoman dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan

uji kenormalan data penelitian. Nilai statistik Kolmogorov yang diperoleh dari

pengamatan pada Gambar 4.13 yaitu KS=0,092, kurang dari nilai statistik Kolmogorov

dari Lampiran 4. Apabila KS < KS1- α maka disimpulkan bahwa residual model regresi

linier yang dibuat telah mengikuti distribusi normal.

Apabila diperhatikan dari plot kenormalan pada Gambar 4.13, terlihat bahwa

sebaran data residualnya berada di persekitaran garis lurus. Sebaran cenderung

membentuk garis lurus, sehingga asumsi kenormalan dapat dikatakan tidak dilanggar.

Keputusan bahwa suatu data telah mengikuti distribusi normal diperkuat oleh informasi

rata-rata residual (mean) sebesar -2,79221.10-15. Rata-rata residual sangat kecil karena

mendekati 0. Oleh karena itu, kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah asumsi

kenormalan residual pada suatu model regresi telah dipenuhi oleh model regresi dan

model regresi yang dibuat telah sesuai dan dapat digunakan.

b) Asumsi homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas dimaksudkan untuk mengetahui kehomogenan variansi.

Gambar 4.14 menunjukkan plot residual dengan fitted value (taksiran model) pada

sintesis lauroil-dietanolamida. Dari plot pada Gambar 4.14 terlihat bahwa sebaran data

cenderung acak dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa

asumsi homogenitas variansi (homoskedastisitas) dipenuhi.

Gambar 4.14 Plot Residual dengan Fitted Vvalue pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

Fitted Value

Res

idua

l

757065605550

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

-2.0

Page 35: Chapter III v(1)

c) Asumsi independensi

Asumsi independensi bertujuan untuk mengetahui apakah antara sesama variabel

bebas saling berhubungan atau berkorelasi. Gambar 4.15 digunakan untuk memeriksa

residual dengan order model pada sintesis lauroil-dietanolamida.

Gambar 4.15 Plot Residual dengan Order Model pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

Dari plot pada Gambar 4.15 terlihat bahwa sebaran data residual versus urutan

(order) cenderung acak dan tidak berpola, sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi

independensi dipenuhi.

4.2.1.4 Analisis pengaruh variabel

a) Pengaruh konsentrasi enzim dan rasio molar substrat

Gambar 4.16 menunjukkan plot respon kontur dan respon permukaan pada

pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan rasio mol dietanolamina:asam laurat

terhadap konversi asam lemak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konversi

dietanolamida akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi enzim dan rasio

mol dietanolamina hingga batasan tertentu. Plot kontur ini mengekspresikan bahwa

peningkatan konversi asam laurat lebih tajam pada peningkatan rasio mol dietanolamina

dibandingkan dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Bertambahnya rasio mol

dietanolamina akan menyebabkan peningkatan konsentrasi campuran. Pada konsentrasi

substrat yang tinggi, peluang terjadinya tumbukan antar partikel semakin besar,

sehingga kemungkinan terjadinya reaksi amidasi semakin besar.

Observation Order

Res

idua

l

2018161412108642

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

-2.0

Page 36: Chapter III v(1)

Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol DEA : AL : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam

Gambar 4.16 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim Novozym dan Rasio Mol Dietanolamina:Asam Laurat

Konversi (%)

40

50

60

6 8 10 12

Konsentrasi Novozym (%b/b A L

K i (%)60

70

43

Rasio mol DEA : A L212

L)

Konsentrasi Novozym (%b/b AL)

Ras

io m

ol D

EA :

AL

72

68

6460

60

60 56

56

56 52

5248

72

68

6460

60

60 56

56

56 52

5248

13121110987

4.5

4.0

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

Page 37: Chapter III v(1)

Permukaan kontur menunjukkan bahwa konversi maksimum dapat diperoleh

apabila rasio mol dietanolamina:AL berada pada 3:1, sedangkan konsentrasi Novozym

10%-11%. Pada kondisi reaksi ini, dapat diperoleh konversi amida mencapai 73%. Hal

ini diikuti dengan tinjauan bahwa untuk penggunaan rasio mol amina yang lebih besar

dari 3:1 baik pada level konsentrasi Novozym yang rendah atau tinggi diperoleh

penurunan konversi produk.

Hasil yang berlawanan diperoleh oleh Maugard, dkk. (1998) dimana rasio N-

metil glukamina:asam oleat yang optimal adalah 1:3 dan jumlah asam oleat yang

berlebih akan menghasilkan kelarutan yang baik dari amina melalui pembentukan

pasangan ion dengan asam laurat sehingga akan meningkatkan yield.

b) Pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur

Pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur terhadap konversi

ditunjukkan pada Gambar 4.17. Terlihat bahwa ekspresi respon temperatur pada

konsentrasi enzim yang rendah adalah tetap. Manakala pada konsentrasi enzim > 14%,

peningkatan temperatur akan meningkatkan konversi secara nyata. Lebih lanjut diamati

bahwa peningkatan konsentrasi akan meningkatkan konversi asam laurat baik pada level

temperatur rendah maupun tinggi, meskipun konversi yang maksimum diperoleh pada

temperatur 55 – 60 oC dan konsentrasi Novozym 435 ® 10-11 %.

Dari kontur pada Gambar 4.17, dapat diketahui bahwa dengan mendesain

kondisi temperatur pada 55°C-60°C serta konsentrasi Novozym pada 10 - 11% dapat

menghasilkan perolehan % konversi lauroil-dietanolamida yang maksimum. Pada level

temperatur ini memungkinkan terjadinya peningkatan aktifitas enzim lipase terhadap

reaksi amidasi. Kenaikan konsentrasi pada penggunaan temperatur di level tetap pada

awalnya akan meningkatkan perolehan produk. Tetapi pada akhirnya, kenaikan

konsentrasi akan menurunkan perolehan produk yang cukup tajam. Hal ini

menunjukkan bahwa pada temperatur > 60°C enzim lipase kurang aktif bekerja. Kondisi

ini mengekspresikan bahwa temperatur dapat memicu aktifitas enzim lipase pada

substrat asam laurat pada reaksi amidasi.

c) Pengaruh temperatur dan rasio mol substrat

Respon permukaan pada Gambar 4.18 menunjukkan bahwa pada temperatur 40-

45 oC, perolehan % konversi lauroil-dietanolamida meningkat seiring dengan tingginya

penggunaan rasio mol DEA:AL. Reaksi dengan perolehan produk terbesar berada pada

kondisi temperatur 55 – 60 oC. Respon kontur menunjukkan bahwa untuk mendapatkan

perolehan persentase produk dietanolamida yang maksimum, variabel temperatur dapat

Page 38: Chapter III v(1)

Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol DEA : AL : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam

Gambar 4.17 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Temperatur pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

Konversi (%)

60

65

6

Konsentrasii Novozym (%b/b A L

8 10 12

K i (%)70

75

L)

2

5550

T e4540

5

emperatur (oC)

Konsentrasi Novozym (%b/b AL)

Tem

pera

tur

(oC)

74

72

7070

68

68

6666

64

64

62

62

74

72

7070

68

68

6666

64

64

62

62

13121110987

58

56

54

52

50

48

46

44

42

Page 39: Chapter III v(1)

Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol DEA : AL : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam

Gambar 4.18 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Temperatur dan Rasio Mol Substrat

Konversi (%)

40

60

40

T

0 45

Temperatur50 55

r (oC)

Konversi (%)

80

43

Rasio mol DEA : AL215

Temperatur (oC)

Ras

io m

ol D

EA :

AL

80

75

70

70

65

65

60

60

55

5550

5080

75

70

70

65

65

60

60

55

5550

50

585654525048464442

4.5

4.0

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

Page 40: Chapter III v(1)

didesain pada 55-60°C dan rasio mol Amina:AL pada 2:1 sampai 3:1. Pada kondisi

tersebut, perolehan konversi dapat mencapai 74%.

Rasio mol lauroil-dietanolamida memberikan pengaruh yang lebih besar

daripada temperatur terhadap pembentukan dietanolamida. Pada kondisi temperatur

60°C, peningkatan rasio mol pada awalnya mampu meningkatkan perolehan dengan

cukup besar, tetapi pada akhirnya akan memberikan penurunan perolehan yang cukup

tajam. Hal ini berhubungan dengan adanya hambatan oleh produk pada reaksi

enzimatis. Dalam hambatan produk, aktifitas enzim secara langsung dipengaruhi oleh

konsentrasi substrat dan produk didalam lingkungan mikro enzim (Mangunwidjaja dan

Suryani, 1994). Pada kondisi ini hambatan produk berasal dari telah penuhnya ruang

aktif enzim yang berikatan dengan substrat, sehingga enzim tidak mampu lagi

mensintesa substrat.

4.2.2 Optimasi sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil optimasi sintesis lauroil-N-metil glukamida dalam persen konversi asam

laurat dan persen yield ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dari data persen konversi pada

Tabel 4.4 selanjutnya dilakukan analisis menggunakan RSM. dengan variabel respon

persen konversi asam laurat dan variabel prediktor adalah konsentrasi enzim (X1), rasio

molar substrat (X2) dan temperatur (X3).

Tabel 4.4 Hasil Optimasi Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida

Konsentrasi enzim (X1)

Rasio molar substrat (X2)

Temperatur (X3)

Konversi (%)

Yield (%)

No

Kode Aktual Kode Aktual Kode Aktual 1 -1 6 -1 1:2 -1 40 22,2626 100,000 2 1 10 -1 1:2 -1 40 34,9000 100,000 3 -1 6 1 2:1 -1 40 49,6770 98,715 4 1 10 1 2:1 -1 40 48,5094 98,595 5 -1 6 -1 1:2 1 60 37,4432 96,180 6 1 10 -1 1:2 1 60 60,0419 76,980 7 -1 6 1 2:1 1 60 53,3536 100,000 8 1 10 1 2:1 1 60 51,3102 98,520 9 -1,682 4,64 0 1:1 0 50 63,2683 93,825

10 1,682 11,36 0 1:1 0 50 47,1429 98,535 11 0 8 -1,682 1:3 0 50 40,2351 98,120 12 0 8 1,682 3:1 0 50 42,1445 99,325 13 0 8 0 1:1 -1,682 33,18 53,3408 97,485 14 0 8 0 1:1 1,682 66,82 63,8406 97,235 15 0 8 0 1:1 0 50 61,1199 98,795 16 0 8 0 1:1 0 50 72,4641 97,495 17 0 8 0 1:1 0 50 65,0563 97,610 18 0 8 0 1:1 0 50 72,5051 96,600 19 0 8 0 1:1 0 50 54,7180 96,795 20 0 8 0 1:1 0 50 60,0419 98,020

Page 41: Chapter III v(1)

4.2.2.1 Prediksi model regresi

Hasil prediksi koefisien regresi untuk menyusun model regresi sintesis lauroil-N-

metil glukamida ditunjukkan pada Tabel 4.5. Berdasarkan Tabel 4.5, model persamaan

yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi dan interaksinya terhadap persen

konversi asam laurat (YAL) pada sintesis lauroil-N-metil glukamida diperoleh sebagai

berikut:

Y = 64,518 + 0,3592 X1 + 3,7647 X2 + 4,7199 X3 - 4,5314 X12 – 9,4867 X2

2

– 3,3346 X32 – 4,8059 X1.X2 + 1,1357 X1.X3 – 4,2306 X2.X3 (4.3)

Tabel 4.5 Hasil Prediksi Koefisien Regresi untuk Menyusun Model Permukaan Sambutan Sintesis Lauroil-N-metil Glukamina Term Coef P Constant 64.5180 0.000 Konsentrasi Novozym (%b/b AL) 0.3592 0.883 Rasio mol MGL : AL 3.7647 0.144 Temperatur (oC) 4.7199 0.075 Konsentrasi Novozym (%b/b AL)* -4.5314 0.079 Konsentrasi Novozym (%b/b AL) Rasio mol MGL : AL* -9.4867 0.002 Rasio mol MGL : AL Temperatur (oC)*Temperatur (oC) -3.3346 0.180 Konsentrasi Novozym (%b/b AL)* -4.8059 0.153 Rasio mol MGL : AL Konsentrasi Novozym (%b/b AL)* 1.1357 0.722 Temperatur (oC) Rasio mol MGL : AL*Temperatur (oC) -4.2306 0.203

Unusual Observations for Konversi (%) Obs StdOrder Konversi%) Fit SE Fit Residual St Resid 9 9 63.268 51.097 6.848 12.171 2.21 R

Keterangan: Coeff = koefisien model regresi P = nilai uji P, bernilai signifikan jika P < α

Sedangkan model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan variabel reaksi

terhadap persen yield (YAL+MGL) ditunjukkan oleh persamaan berikut :

YAL+MGL = 97,5941 – 0,943X1 + 1,8084X2 – 1,9075X3 - 0,7573X12 +

0,1416X22 – 0,3401X3

2 + 2,2 X1.X2 – 2,57 X1.X3 + 3,5062 X2.X3 (4.4)

Dari hasil prediksi koefisien pada Tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa

bahwa konsentrasi Novozym memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,3592 dan

tidak signifikan terhadap pembentukan produk. Kuadrat konsentrasi dan interaksinya

Page 42: Chapter III v(1)

dengan rasio mol memberikan efek negatif sebesar -4,5314 dan -4,8059. Manakala

interaksi konsentrasi Novozym dengan temperatur memberikan efek positif 1,1357.

Kuadrat rasio mol N-metil glukamina terhadap asam laurat memberikan pengaruh yang

signifikan pada -9,4867; dan interaksinya dengan temperatur (X1.X2) memberikan efek

negatif yang tidak signifikan.

Variabel temperatur, turut memberikan efek positif sebesar 4,7199, akan tetapi

kuadrat variabel temperatur memberikan efek negatif sebesar -3,3346. Dengan

menggunakan MINITAB 14®, dilakukan analisis terhadap unusual observation agar

dapat dilakukan penajaman dan peninjauan pengamatan pada penelitian selanjutnya.

Berdasarkan analisis statistik pada Tabel 4.5 diketahui unusual observation berada pada

run 9, dimana konversi asam lemak yang menghasilkan unusual observation adalah

63,2683 % yang diperoleh dari konsentrasi Novozym 4,64 %, rasio mol MGL:AL 1/1

dan temperatur reaksi 50 oC.

4.2.2.2 Analisis variansi (ANAVA)

Hasil analisis variansi model regresi untuk sintesis lauroil-N-metil glukamida

ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Variansi Model Permukaan Sambutan untuk Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida

FAKTOR DF SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 2385.1 2385.1 265.01 3.43 0.034 Linear 3 499.6 499.6 166.52 2.16 0.156 Square 3 1547.3 1547.3 515.77 6.68 0.009 Interaction 3 338.3 338.3 112.76 1.46 0.284 Residual Error 10 772.2 772.2 77.22 Lack-of-Fit 5 517.6 517.6 103.51 2.03 0.227 Pure Error 5 254.6 254.6 50.92 Total 19 3157.3 S = 8.787 R-Sq = 75.5% R-Sq(adj) = 53.5% DF= derajat kebebasan SS= jumlah kuadrat kesalahan Adj SS = jumlah kuadrat beertambahnya variabel Adj MS = kuadrat tengah = SS:DK F = sebaran F, untuk pengujian kesesuain model P = nilai P, untuk pengujian kesesuaian model α = taraf signifikansi, diambil 5 % = 0,05 R-sq = kuadrat total R-sq(adj) = kuadrat karena perlakuan S = kuadrat karena error:residual:penyimpangan

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa model kuadratik (P=0,009) adalah

signifikan karena mempunyai nilai P kurang dari α yang digunakan yaitu 0,05. Hal ini

Page 43: Chapter III v(1)

berarti model kuadratik adalah tepat untuk digunakan pada sintesis lauroil-N-metil

glukamida.

Hasil analisis model permukaan sambutan untuk sintesis lauroil-N-metil

glukamida pada Tabel 4.6 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 75,5 %.

Nilai R2 (Adj) sebesar 53,5 % dengan nilai S sebesar 8,787. Hal ini berarti 75,5%

perolehan amida ditunjukkan oleh tiga variabel penelitian, yaitu konsentrasi Novozym,

rasio mol N-metil glukamina:asam laurat dan temperatur. Dari hasil analisis statistik,

diperoleh harga lack of fit bernilai P= 0,227. Apabila digunakan nilai α sebesar 5%,

maka hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat telah dapat mewakili data karena P

> 0,05.

4.2.2.3 Uji verifikasi model

Uji verifikasi model dilakukan dengan memeriksa kesesuaian

residual/error/penyimpangan, dengan asumsi yang disyaratkan. Asumsi yang diambil

adalah asumsi normalitas, asumsi homoskedastisitas dan asumsi independensi.

a) Asumsi normalitas

Asumsi normalitas diketahui menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Berdasarkan data statistik Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4 untuk α = 0,05 dan

jumlah pengamatan sebanyak 20 pengamatan diperoleh 0,294 (uji dua arah). Nilai

statistik Kolmogorov yang diperoleh dari pengamatan yaitu KS=0,103, kurang dari nilai

statistik Kolmogorov dari Lampiran 4. Apabila KS < KS1- α maka disimpulkan bahwa

residual model regresi linier yang dibuat telah mengikuti distribusi normal.

Apabila diperhatikan dari plot kenormalan pada Gambar 4.19, terlihat bahwa

sebaran data residualnya berada di persekitaran garis lurus. Sebaran cenderung

membentuk garis lurus, sehingga asumsi kenormalan tidak dilanggar. Keputusan ini

diperkuat oleh informasi rata-rata residual sebesar 6,217249.10-16 yang sangat kecil

karena mendekati 0. Oleh karena itu, kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah

asumsi kenormalan residual pada suatu model regresi telah dipenuhi oleh model regresi

dan model regresi yang dibuat telah sesuai dan dapat digunakan.

b) Asumsi homoskedastisitas

Gambar 4.20 menunjukkan plot residual dengan fitted value (taksiran model)

pada sintesis lauroil-N-metil glukamida. Terlihat bahwa sebaran data cenderung acak

dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi

homogenitas variansi (homoskedastisitas) dipenuhi.

Page 44: Chapter III v(1)

Gambar 4.19 Grafik Probabilitas Normal Residual

Gambar 4.20 Plot Residual dengan Fitted Value pPada Sintesis

Lauroil-N-metil Glukamida

c) Asumsi independensi

Asumsi independensi bertujuan untuk mengetahui apakah antara sesama variabel

bebas saling berhubungan atau berkorelasi. Dari plot pada Gambar 4.21 terlihat bahwa

RESI1

Perc

ent

151050-5-10-15

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

>0.150

6.217249E-16StDev 6.375N 20KS 0.103P-Value

Fitted Value

Res

idua

l

6560555045403530

15

10

5

0

-5

-10

Page 45: Chapter III v(1)

sebaran data residual versus urutan (order) cenderung acak dan tidak berpola, sehingga

dapat dikatakan bahwa asumsi independensi dipenuhi.

Gambar 4.21 Plot Residual dengan Order Model pada Sintesis Lauroil-N-metil

Glukamida

4.2.2.4 Analisis pengaruh variabel

a) Pengaruh konsentrasi enzim dan rasio molar substrat

Interaksi dari tiga variabel percobaan dalam central composite design (CCD)

dianalisis melalui respon permukaan (surface response) dan kontur. Grafik respon

permukaan tiga dimensi dan kontur untuk pengaruh konsentrasi Novozym terhadap

rasio mol N-metil-glukamina:Asam laurat dapat diplot dengan menggunakan

konsentrasi Novozym pada sumbu y dan rasio mol N-metil-glukamina terhadap asam

laurat pada sumbu x dan respon konversi asam laurat pada sumbu z dengan kondisi

temperatur reaksi tetap. Dari respon tersebut akan diketahui level variabel yang dapat

digumakan untuk mendapatkan konversi asam laurat yang optimum.

Asam laurat dan N-metil-glukamina adalah molekul dengan polaritas dan

kelarutan yang berbeda. Asam laurat larut dalam pelarut hidrofobik, sedangkan N-metil-

glukamina sedikit larut dalam beberapa pelarut. Pelarut yang polar protik yaitu tert-amil

alkohol dipilih untuk sintesis N-metil-glukamida karena merupakan pelarut yang

nontoksik dan alkohol ini bukan merupakan substrat lipase. Disamping itu tert-amil

alkohol dapat melarutkan N-metil-glukamina dengan kelarutan 6 g/l pada 55oC

(Maugard, dkk. 1997).

Observation Order

Res

idua

l

2018161412108642

15

10

5

0

-5

-10

Page 46: Chapter III v(1)

Sumber Amina : N-metil glukamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : Tert amil alkohol, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 4,64%; 6%; 8%; 10%; 11,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol MGL : AL : 1:3 ; 1:2; 1:1; 2:1; 3:1 Rasio pelarut/amina : 3/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 33,18 oC; 40 oC; 50 oC; 60 oC; 66,82oC Waktu reaksi : 48 jam

Gambar 4.22 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Rasio Mol

Konversi (%)

0

20

40

-2

Konsentrasii Novozym (%b/b A L)

2 -1 0 1

K i (%) 40

60

10

Rasio mol MGL : A L-1-2

)

Konsentrasi Novozym (%b/b AL)

Ras

io m

ol M

GL :

AL

64

56

48

48

40

40

32

32

2416

64

56

48

48

40

40

32

32

2416

1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Page 47: Chapter III v(1)

Novozym dari Candida antarctica dipilih sebagai katalis karena enzim

imobilisasi ini tersedia secara komersial, stabil dalam media organik serta mudah

direcoveri. N-metil-glukamina yang mengandung beberapa gugus hidroksil yang akan

bereaksi dengan asam laurat untuk menghasilkan produk yang tidak diinginkan, seperti

N-metil-glukamina monoester dan N-metil-glukamina amida ester. Oleh karena itu

penting sekali menemukan kondisi operasi yang tepat dari amidasi N-metil-glukamina

dengan asam laurat.

Pengaruh konsentrasi enzim terhadap rasio mol N-metil-glukamina:asam laurat

ditunjukkan pada Gambar 4.22. Pengamatan pada Gambar 4.22 menunjukkan bahwa

konversi asam laurat akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi enzim dan

rasio mol N-metil-glukamina hingga batasan tertentu. Plot permukaan ini

mengekspresikan bahwa peningkatan konversi asam laurat lebih tajam pada

peningkatan rasio mol alkanolamina dibandingkan dengan bertambahnya konsentrasi

enzim. Bertambahnya rasio mol substrat akan menyebabkan peningkatan konsentrasi

campuran. Pada konsentrasi substrat yang tinggi, peluang terjadinya tumbukan antar

partikel semakin besar, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi amidasi semakin besar.

Hal ini bersesuaian dengan hasil analisis statistik, bahwa variabel rasio mol N-metil-

glukamina terhadap asam laurat memberikan efek positif walaupun tidak signifikan

pada sebesar 3,7647. Hal ini ditunjukkan pada kondisi reaksi dengan konsentrasi

Novozym 6% (b/b AL), memberikan kisaran konversi sebesar 60% bila rasio mol N-

metil-glukamina terhadap asam laurat dinaikkan.

Permukaan kontur menunjukkan bahwa nilai maksimum konversi asam laurat

dapat diperoleh apabila rasio mol MGL:AL 1:1, sedangkan konsentrasi Novozym 8%-

9%. Pada kondisi reaksi ini, dapat diperoleh konversi amida mencapai 72,3%. Hal ini

diikuti dengan tinjauan bahwa untuk penggunaan rasio mol amina:AL 1:3 baik pada

level konsentrasi Novozym yang rendah atau tinggi diperoleh penurunan konversi

produk.

Kondisi ini merupakan hasil interaksi antara konsentrasi Novozym dengan rasio

mol N-metil-glukamina yang bernilai negatif dan tidak signifikan. Hal ini

dimungkinkan oleh interaksi antara biokatalis dengan asam laurat, yang diiringi dengan

peningkatan rasio N-metil-glukamina sehingga terjadi pembatasan oleh substrat

terhadap reaksi amidasi enzimatis ini. Batasan oleh substrat adalah kondisi dimana

seluruh substrat telah membentuk kompleks enzim substrat, sehingga tidak ada lagi

ruang aktif (active site) dalam enzim untuk dapat berikatan atau mengadakan kontak

dengan substrat. Setelah membentuk enzim substrat yang aktif dan bersifat sementara,

Page 48: Chapter III v(1)

maka akan terurai kembali apabila reaksi yang diinginkan untuk pembentukan produk

telah terjadi. Kondisi ini menyebabkan peningkatan rasio substrat tidak lagi mampu

meningkatkan konversi produk. Hasil yang sama juga diperoleh Kurniasih (2008) pada

sintesis alkanolamida dari asam lemak sawit distilat dengan dietanolamina.

b) Pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur

Gambar 4.23 menunjukkan ekspresi respon permukaan pengaruh konsentrasi

enzim dan temperatur terhadap % konversi asam laurat pada rasio mol MGL:AL tetap.

Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi Novozym sangat mempengaruhi perolehan %

konversi. Ekspresi permukaan kurva menunjukkan bahwa kondisi optimum reaksi

terhadap temperatur terdapat pada pusat lengkungan kurva. Hal ini memungkinkan

penggunaan temperatur yang moderat yaitu 50°C - 55°C pada reaksi untuk perolehan

produk optimum yang diwujudkan oleh pengaruh yang sangat positif sebesar 4,7199.

Untuk penggunaan konsentrasi Novozym yang tinggi pada temperatur level rendah

dapat menurunkan perolehan produk, tetapi pengaruh yang diberikan oleh temperatur

lebih besar dari pada konsentrasi Novozym.

Dari respon kontur pada Gambar 4.23, dapat diketahui bahwa dengan mendesain

kondisi temperatur pada 50°C-55°C serta konsentrasi Novozym 8% b/b AL) dapat

menghasilkan perolehan % konversi asam laurat yang maksimum. Pada level

temperatur ini (50°C-55°C) memungkinkan adanya peningkatan aktifitas enzim lipase

terhadap reaksi amidasi. Kenaikan temperatur pada penggunaan konsentrasi Novozym

pada level tetap pada awalnya akan meningkatkan perolehan produk, tetapi pada

akhirnya, kenaikan temperatur akan menurunkan perolehan produk yang cukup tajam.

Hal ini menunjukkan bahwa pada level temperatur > 60°C, enzim lipase berkurang

kereaktifannya. Kondisi ini mengekspresikan bahwa temperatur dapat memicu aktifitas

enzim lipase pada substrat asam laurat pada reaksi amidasi. Penggunaan level

temperatur >66,82°C dapat mengakibatkan Candida antarctica mengalami proses

denaturasi. Apabila proses denaturasi terjadi, maka bagian aktif enzim akan berkurang

dan kecepatan reaksinya akan mengalami penurunan.

c) Pengaruh temperatur dan rasio mol substrat

Respon permukaan pada Gambar 4.24 menggambarkan, bahwa pada temperatur

kurang dari 40oC, perolehan % konversi asam laurat meningkat seiring dengan

tingginya penggunaan rasio mol N-metil- glukamina:AL pada reaksi. Hal ini

diwujudkan oleh analisis statistik yang memberikan nilai positif pada variabel rasio mol

N-metil- glukamina dan temperatur. Tetapi pengaruh yang signifikan diberikan oleh

temperatur dibandingkan dengan rasio mol substrat.

Page 49: Chapter III v(1)

Sumber Amina : N-metil glukamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : Tert amil alkohol, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 4,64%; 6%; 8%; 10%; 11,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol MGL : AL : 1:3 ; 1:2; 1:1; 2:1; 3:1 Rasio pelarut/amina : 3/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 33,18 oC; 40 oC; 50 oC; 60 oC; 66,82oC Waktu reaksi : 48 jam

Gambar 4.23 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Temperatur

Konversi (%)

30

40

50

-2

Konsentrasii Novozym (%b/b A L

2 -1 0 1

Ko e i (%)

60

L)

10

T e-1-2

1

emperatur (oC)

Konsentrasi Novozym (%b/b AL)

Tem

pera

tur

(oC)

65

60

55

50

50

4545

40

65

60

55

50

50

4545

40

1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Page 50: Chapter III v(1)

Sumber Amina : N-metil glukamina Sumber Asam lemak : Asam Laurat Pelarut, Enzim : Tert amil alkohol, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 4,64%; 6%; 8%; 10%; 11,36% (b/ b asam laurat) Rasio mol MGL : AL : 1:3 ; 1:2; 1:1; 2:1; 3:1 Rasio pelarut/amina : 3/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 33,18 oC; 40 oC; 50 oC; 60 oC; 66,82oC Waktu reaksi : 48 jam

Gambar 4.24 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Temperatur dan Rasio Molar Substrat

Konversi (%)

0

20

40

-2

Ras

2 -1 0 1sio mol MGL : AL

Konversi (%) 40

60

10 Temperatur (oC)-1

-2

Rasio mol MGL : AL

Tem

pera

tur

(oC)

64

56

48 48 40

40

32

2416

64

56

48 48 40

40

32

2416

1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Page 51: Chapter III v(1)

Grafik tiga dimensi untuk pengaruh temperatur dan rasio mol ini, memperlihatkan

bahwa perolehan produk terbesar berada pada kondisi temperatur pada titik pusat

(center point) yaitu 50oC serta rasio mol substrat 1:1 sampai 2:1.

Rasio mol substrat berpengaruh terhadap kondisi asam-basa reaksi, yang pada

akhirnya akan mempengaruhi selektivitas reaksi. Jika rasio N-metil-glukamina:asam

laurat lebih kecil dari satu, media reaksi akan asam. Pada kondisi ini gugus amina akan

terprotonasi sehingga tidak dapat bereaksi dengan asil-enzim. Hal ini mendorong

terjadinya esterifikasi N-metil-glukamina. Berlawanan dengan itu, jika rasio lebih besar

dari satu, media reaksi akan lebih basa dan amidasi N-metil-glukamina akan lebih besar

karena gugus amina akan lebih reaktif. Rasio N-metil-glukamina:asam laurat 1:1

menunjukkan hasil kompromi antara yield asilasi dengan kemoselektivitas. Hasil

pengamatan yang sejalan yaitu oleh Dolores dkk. (2002) memperoleh kesimpulan

bahwa penambahan basa (seperti trietil amin) melalui peningkatan rasio amina kedalam

campuran reaksi, akan meningkatkan yield amidasi.

4.3 Penelitian Pengembangan Proses

Pada tahapan pengembangan proses beberapa pengamatan dilakukan yaitu:

1) Penambahan amina, baik dietanolamina maupun N-metil glukamina secara

bertahap sepanjang proses sintesis dimana diharapkan asam laurat akan

mengambil amina secara efisien dan sistem tidak terlalu viskos sehingga

perpindahan massa tidak terhambat.

2) Penggunaan proses tanpa pelarut. Sintesis tanpa menggunakan pelarut dilakukan

pada reaksi asam laurat dengan dietanolamina. Sintesis lauroil-N-metil

glukamida dari N-metil glukamina dengan asam laurat tidak diamati tanpa

menggunakan pelarut karena kedua substrat berada dalam fasa padat, dan

mencairkan N-metil glukamina membutuhkan temperatur yang tinggi.

3) Penggunaan asam oleat sebagai substrat asam lemak rantai panjang dan

berikatan rangkap. Sebagaimana sintesis lauroil-dietanolamida, pada sintesis

oleoil-dietanolamida dari asam oleat dengan dietanolamina akan dilakukan

optimasi sintesis untuk mengamati pengaruh variabel yang sama dengan sintesis

lauroil-dietanolamida, yaitu konsentrasi enzim, rasio molar substrat dan

temperatur, terhadap persen konversi asam lemak yang diperoleh.

4) Pembesaran skala menggunakan bioreaktor berpengaduk multi-tahap.

Pengamatan ini sebagai langkah awal untuk memproduksi surfaktan lauroil-

dietanolamida, lauroil-N-metil-glukamida dan oleoil-dietanolamida pada skala

Page 52: Chapter III v(1)

yang lebih besar, dimana diharapkan hasil yang diperoleh dapat dikembangkan

pada industri hilir oleokimia.

5) Penggunaan enzim berulang atau recoveri enzim. Enzim lipase komersial

Novozym dipilih untuk digunakan karena sesuai untuk sintesis alkanolamida,

mudah dipisahkan dari campuran produk serta yang utama, dapat digunakan

kembali secara berulang. Penggunaan berulang ini akan menghemat biaya

penggunaan enzim, mengingat bahwa biokatalisator enzim, baik yang disintesis

sendiri maupun yang komersial, memerlukan biaya yang tinggi untuk

memperolehnya.

4.3 Penelitian Pengembangan Proses

Pada tahapan pengembangan proses beberapa pengamatan dilakukan yaitu:

6) Penambahan amina, baik dietanolamina maupun N-metil glukamina secara

bertahap sepanjang proses sintesis dimana diharapkan asam laurat akan

mengambil amina secara efisien dan sistem tidak terlalu viskos sehingga

perpindahan massa tidak terhambat.

7) Penggunaan proses tanpa pelarut. Sintesis tanpa menggunakan pelarut dilakukan

pada reaksi asam laurat dengan dietanolamina. Sintesis lauroil-N-metil

glukamida dari N-metil glukamina dengan asam laurat tidak diamati tanpa

menggunakan pelarut karena kedua substrat berada dalam fasa padat, dan

mencairkan N-metil glukamina membutuhkan temperatur yang tinggi.

8) Penggunaan asam oleat sebagai substrat asam lemak rantai panjang dan

berikatan rangkap. Sebagaimana sintesis lauroil-dietanolamida, pada sintesis

oleoil-dietanolamida dari asam oleat dengan dietanolamina akan dilakukan

optimasi sintesis untuk mengamati pengaruh variabel yang sama dengan sintesis

lauroil-dietanolamida, yaitu konsentrasi enzim, rasio molar substrat dan

temperatur, terhadap persen konversi asam lemak yang diperoleh.

Page 53: Chapter III v(1)

9) Pembesaran skala menggunakan bioreaktor berpengaduk multi-tahap.

Pengamatan ini sebagai langkah awal untuk memproduksi surfaktan lauroil-

dietanolamida, lauroil-N-metil-glukamida dan oleoil-dietanolamida pada skala

yang lebih besar, dimana diharapkan hasil yang diperoleh dapat dikembangkan

pada industri hilir oleokimia.

10) Penggunaan enzim berulang atau recoveri enzim. Enzim lipase komersial

Novozym dipilih untuk digunakan karena sesuai untuk sintesis alkanolamida,

mudah dipisahkan dari campuran produk serta yang utama, dapat digunakan

kembali secara berulang. Penggunaan berulang ini akan menghemat biaya

penggunaan enzim, mengingat bahwa biokatalisator enzim, baik yang disintesis

sendiri maupun yang komersial, memerlukan biaya yang tinggi untuk

memperolehnya.

4.3.1 Penambahan amina bertahap

a. Sintesis lauroil-dietanolamida

Sintesis lauroil-dietanolamina pada penggunaan asam laurat berlebih akan

menjadikan reaksi cenderung membentuk ester. Manakala penggunaan dietanolamina

berlebih diharapkan akan membentuk amida dengan ikatan yang lebih efektif. Untuk itu

sintesis lauroil-dietanolamida lebih baik jika menggunakan amina berlebih. Hanya saja

penambahan amina berlebih secara bersamaan cenderung mengentalkan campuran dan

menghambat perpindahan massa, untuk itu dicoba menambahkan amina secara bertahap

agar reaksi lebih efisien dalam mengambil amina yang tersedia.

Pengamatan dilakukan menggunakan kondisi reaksi optimal yang diperoleh pada

tahap optimasi. Asam laurat sebanyak 0,05 mol direaksikan dengan 0,15 mol

dietanolamina (rasio substrat AL:DEA pada 1:3) menggunakan 10 % (b:b AL)

Novozym, pelarut n-heksan, waktu reaksi 24 jam pada temperatur 55 oC. Penambahan

dietanolamina dilakukan mulai dari dua hingga empat tahap, untuk dibandingkan

dengan hasil optimasi menggunakan satu tahap penambahan amina. Pada penambahan

amina dua tahap, amina ditambahkan setelah reaksi berjalan nol (0) dan 12 jam. Pada

penambahan amina tiga tahap, amina ditambahkan setelah reaksi berjalan 0, 8 dan 16

jam. Manakala pada penambahan amina empat tahap, dietanolamina ditambahkan

setelah reaksi berjalan 0, 6, 12, dan 18 jam.

Hasil pengamatan penambahan dietanolamina diberikan pada Gambar 4.25.

Secara umum diamati bahwa penambahan amina secara bertahap akan meningkatkan

persen konversi asam lemak yang digunakan. Bila dibandingkan dengan satu tahap

Page 54: Chapter III v(1)

penambahan amina (konversi asam laurat 73,68%) diperoleh bahwa tahapan

penambahan amina yang memberikan konversi asam lemak terbaik adalah pada dua

tahap yaitu 79,78%. Meskipun demikian hasil yang dicapai pada penggunaan 3 tahap

juga mendekati hasil pada dua tahap, manakala hasil 4 tahap mengalami penurunan

dibanding 2 dan 3 tahap. Dapat disimpulkan bahwa ketika dilakukan penambahan

amina tahap 2 dan seterusnya, masih cukup banyak asam laurat yang belum bereaksi

yang dapat membentuk pasangan ion dengan fraksi dietanolamina yang ditambah.

Gambar 4.25 Pengaruh Penambahan Amina secara Bertahap Terhadap Persen Konversi Asam Laurat pada Sintesis Lauroil-Dietanolamida

Menurut Par Tufvesson, dkk. (2007), untuk mencegah kehilangan amina,

disarankan untuk:

1) Membawa reaksi tetap ke arah pembentukan amida ester dengan menambahkan

hanya ½ bagian alkanolamina dan pada saat yang bersamaan, mengaplikasikan

kondisi vakum untuk menghilangkan air yang terbentuk. Vakum dihentikan

setelah beberapa jam dan porsi ke-2 amina ditambahkan. Konsentrasi yang

tinggi dari amida ester dan konsentrasi yang rendah dari asam akan tercapai pada

setengah bagian pertama reaksi. Ketika setengah bagian kedua amina

ditambahkan, amida ester akan terkonversi menjadi amida dan yield dapat

mencapai 80%.

2) Strategi kedua adalah menambahkan amina dalam porsi yang kecil untuk

memastikan bahwa konsentrasi amina tidak pernah melebihi asam bebas, hal ini

73.6879.78 79.68

74.63

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 tahap 2 tahap 3 tahap 4 tahapTahap penambahan Dietanolamina

Kon

vers

i (%

)

Page 55: Chapter III v(1)

dilakukan untuk menjaga amina tetap dalam bentuk protonasinya, bentuk non

volatil. Dengan cara ini sangat memungkinkan untuk menghilangkan air dari

reaksi tanpa menghilangkan amina.

Salah satu cara meningkatkan efisiensi proses adalah dengan menambahkan

amina secara bertahap serta menerapkan kondisi vakum pada sintesis alkanolamida.

Hanya saja kondisi vakum memerlukan tambahan biaya operasional. Untuk itu perlu

dioptimalkan upaya meningkatkan konversi asam lemak dan perolehan amida melalui

optimasi variabel-variabel proses.

b) Sintesis lauroil-N-metil-glukamida

Pengamatan dilakukan menggunakan kondisi reaksi optimal yang diperoleh pada

tahap optimasi. Asam laurat sebanyak 10 gram direaksikan dengan 9,74 gram N-metil

glukamina (rasio AL:MGL 1:1) menggunakan 8 % (b:b AL) Novozym, pelarut tert-

amil-alkohol, waktu reaksi 48 jam pada temperatur 50 oC. Penambahan N-metil-

glukamina dilakukan mulai dari dua hingga empat tahap, untuk dibandingkan dengan

hasil optimasi menggunakan satu tahap penambahan amina. Pada penambahan amina

dua tahap, N-metil glukamina ditambahkan setelah reaksi berjalan nol (0) dan 24 jam.

Pada penambahan N-metil glukamina tiga tahap, N-metil glukamina ditambahkan

setelah reaksi berjalan 0, 16 dan 32 jam. Manakala pada penambahan N-metil-

glukamina empat tahap, N-metil glukamina ditambahkan setelah reaksi berjalan 0, 12,

24, dan 36 jam. Hasil pengamatan penambahan N-metil glukamina diberikan pada

Gambar 4.26.

54.72 55.21

67.93 66.80

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

1 tahap 2 tahap 3 tahap 4 tahapTahap Penambahan N-metil glukamina

Konv

ersi

(%)

Page 56: Chapter III v(1)

Gambar 4.26 Pengaruh Penambahan Amina secara Bertahap Terhadap Persen Konversi Asam Laurat pada Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida

Secara umum diamati bahwa penambahan N-metil glukamina secara bertahap

akan meningkatkan persen konversi asam lemak yang digunakan. Hasil terbaik yang

diperoleh adalah pada penambahan amina 3 tahap yaitu 67,93 %, dan pada 4 tahap

penambahan, asam lemak yang terkonversi telah konstan pada nilai 66-67 %.

Penambahan amina secara bertahap juga telah diamati oleh Par Tufvesson, dkk. (2007)

pada sintesis alkanolamida dari asam laurat dengan etanolamina. Sintesis alkanolamida

dijalankan dengan menambahkan hanya ½ bagian etanolamina pada awal reaksi. Ketika

etanolamina sisa ditambahkan, amida ester akan terkonversi menjadi amida dengan

yield sekitar 75%, sedangkan asam yang tidak bereaksi tetap 23%. Dari pengamatan ini

serta dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penambahan

amina secara bertahap cukup menjanjikan sebagai salah satu cara meningkatkan

perolehan amida dan sekaligus mengeliminasi jumlah ester-amida yang terbentuk.

4.3.2 Sintesis tanpa pelarut

Pengembangan sintesis dilakukan antara lain dengan menggunakan proses tanpa

pelarut. Pelarut mempunyai manfaat untuk menghomogenkan campuran reaksi, hanya

saja beberapa peneliti mencoba untuk meminimalkan penggunaan pelarut guna

mengurangi efek penguapan pelarut terhadap lingkungan, memperkecil volume reaktor,

serta memudahkan dalam proses pemurnian (Herawan, 2004; Tornvall, dkk. 2007).

Pengamatan dilakukan menggunakan kondisi reaksi optimal yang diperoleh pada

tahap optimasi. Asam laurat sebanyak 0,05 mol direaksikan dengan 0,15 mol

dietanolamina (rasio substrat AL:DEA 1:3) menggunakan 10 % (b:b AL) Novozym,

waktu reaksi 24 jam pada temperatur bervariasi dari 50 hingga 70 oC.

Hasil pengamatan kondisi tanpa pelarut ditunjukkan pada Gambar 4.27. Terlihat

bahwa kondisi tanpa pelarut akan menurunkan perolehan lauroil- dietanolamida.

Konversi asam lemak yang mendekati keadaan menggunakan pelarut adalah bila reaksi

dijalankan pada suhu 50oC. Konversi tanpa pelarut pada suhu ini sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan menggunakan pelarut yaitu 70,01% berbanding 73,07 %.

Manakala pada suhu yang lebih tinggi, kenaikan suhu justru menurunkan konversi asam

lemak hingga 50% lebih rendah dibandingkan kondisi tanpa pelarut pada suhu 50oC.

Kelihatannya pada suhu ini, enzim menjadi berkurang keaktifannya. Untuk itu dapat

disimpulkan bahwa kondisi tanpa pelarut dapat diterapkan pada sintesis lauroil-

Page 57: Chapter III v(1)

dietanolamida, pada suhu yang moderat, agar enzim masih terjaga keaktifannya. Secara

umum, untuk menjalankan reaksi enzimatik pada kondisi tanpa pelarut, paling sedikit

satu reaktan berada dalam fasa cair. Temperatur reaksi karena itu merupakan parameter

yang penting yang harus dipilih dengan mempertimbangkan titik lebur dan kelarutan

reaktan.

Gambar 4.27 Pengamatan Pengaruh Penggunaan Pelarut n-heksan Terhadap

Persen Konversi Asam Laurat pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

Pengamatan sintesis alkanolamida pada kondisi tanpa pelarut juga diamati olef

Par Tufvesson, dkk. (2007). Produk yang diinginkan adalah lauroil-etanolamida dengan

titik lebur 89oC, sedangkan reaktan adalah asam laurat (titik lebur 44oC) dan

etanolamina (titik lebur 10oC). Jika asam laurat dan etanolamina dicampur maka akan

membentuk pasangan ion asam-amina. Pada jumlah yang equimolar reaktan akan

terionisasi sempurna menghasilkan amida yang viskos dan mempunyai titik lebur lebih

kurang 80oC.

Viskositas yang tinggi menjadikan perpindahan massa yang rendah dan

mengakibatkan waktu reaksi yang sangat panjang. Campuran reaksi yang terdiri dari

jumlah yang equimolar asam dan amina akan menjadi tidak tepat untuk konversi

enzimatik. Penurunan viskositas yang dramatik diamati jika menggunakan setengah

jumlah etanolamina. Dapat dikatakan bahwa asam berlebih berlaku sebagai pelarut. Dari

pengamatan yang dilakukan oleh Par Tufvesson, dkk. (2007), sangat menarik untuk

70.01

35.10 32.37

73.07 73.0068.05

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

50 60 70Temperatur (oC)

Kon

vers

i (%

)

Tanpa n-heksanDengan n-heksan

Page 58: Chapter III v(1)

dikaji lebih lanjut mengenai pengamatan secara simultan antara kondisi tanpa pelarut

dan penambahan amina bertahap untuk meningkatkan konversi asam yang diperoleh.

4.3.3 Penggunaan asam oleat sebagai sumber asam lemak

Selain asam laurat reaksi amidasi juga diamati menggunakan asam oleat yang

mewakili asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Kondisi reaksi yang meliputi rasio

mol substrat, jenis dan konsentrasi enzim, jenis dan rasio pelarut, temperatur dan waktu

reaksi dipilih sama dengan kondisi reaksi amidasi asam laurat dengan dietanolamina.

Penelitian menggunakan asam oleat dioptimasi menggunakan variabel dan level desain

eksperimen sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.2 untuk sintesis lauroil-

dietanolamida, dan hasil optimasi sintesis oleoil-dietanolamida dari asam oleat

dipaparkan pada Tabel 4.7.

4.3.3.1 Prediksi model

Agar model persamaan yang dibuat tidak menyimpang jauh, tahap awal dalam

RSM adalah memprediksi model regresi dan dilanjutkan dengan analisis variansi

(ANAVA) dan uji verifikasi model.

Model permukaan sambutan yang dibuat bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara persen konversi asam laurat (Y) dengan konsentrasi Novozym (X1), rasio molar

asam oleat terhadap dietanolamina (X2) dan temperatur (X3), serta untuk

mengoptimalkan respon yaitu konversi asam oleat.

Tabel 4.7 Hasil Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida

Konsentrasi enzim (X1)

Rasio molar substrat (X2)

Temperatur (X3)

No

Kode Aktual Kode Aktual Kode Aktual

Konversi (%)

1 -1 8 -1 2:1 -1 45 75,17592 1 12 -1 2:1 -1 45 73,56693 -1 8 1 4:1 -1 45 52,44864 1 12 1 4:1 -1 45 65,96485 -1 8 -1 2:1 1 55 85,78836 1 12 -1 2:1 1 55 81,84247 -1 8 1 4:1 1 55 42,43968 1 12 1 4:1 1 55 54,79839 -1,682 6,64 0 3:1 0 50 46,4999

10 1,682 13,36 0 3:1 0 50 55,177411 0 10 -1,682 1,3:1 0 50 55,208012 0 10 1,682 4,7:1 0 50 46,356213 0 10 0 3:1 -1,682 42,6 45,924214 0 10 0 3:1 1,682 58,4 41,7288

Page 59: Chapter III v(1)

15 0 10 0 3:1 0 50 39,058016 0 10 0 3:1 0 50 68,010017 0 10 0 3:1 0 50 30,030218 0 10 0 3:1 0 50 42,960019 0 10 0 3:1 0 50 44,450420 0 10 0 3:1 0 50 42,1185

Pada Tabel 4.8 berikut dicantumkan hasil prediksi koefisien regresi untuk

menyusun model permukaan sambutan sintesis oleoil-dietanolamida.

Tabel 4.8 Hasil Prediksi Koefisien Regresi untuk Menyusun Model Permukaan Sambutan Sintesis Oleoil-dietanolamida

Term Coef P Constant 43.8639 0.000 Konsentrasi Novozym 2.5565 0.533 Rasio mol amina:asam laurat -8.4653 0.058 Temperatur -0.6842 0.866 Konsentrasi Novozym* 6.0140 0.150 Konsentrasi Novozym Rasio mol amina:asam laurat* 5.9941 0.151 Rasio mol amina:asam laurat Temperatur*Temperatur 3.5349 0.381 Konsentrasi Novozym* 3.9287 0.465 Rasio mol amina:asam laurat Konsentrasi Novozym*Temperatur -0.4368 0.934 Rasio mol amina:asam laurat* -5.0079 0.356 Temperatur Unusual Observations for Konversi (%) Obs StdOrder Konversi (%) Fit SE Fit Residual St Resid 11 11 55.208 75.055 11.402 -19.847 -2.16 R Keterangan: Coeff = koefisien model regresi P = nilai uji P, bernilai signifikan jika P < α

Berdasarkan Tabel 4.8, model persamaan yang dapat menunjukkan hubungan

variabel reaksi dan interaksinya terhadap persen konversi asam oleat pada sintesis

oleoil-dietanolamida diperoleh sebagai berikut:

Y = 43,8639 + 2,5565X1 – 8,4653 X2 – 0,6842 X3 + 6,0140 X12 + 5,9941 X2

2

+ 3,5349 X32 + 3,9287 X1.X2 – 0,4367 X1.X3 – 5,0079 X2.X3 (4.5)

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap unusual observation dimana

berdasarkan Tabel 4.8 diketahui unusual observation berada pada run (order model) 11.

Berdasarkan hasil analisis persen konversi pada Tabel 4.8, konversi oleoil-

dietanolamida yang menghasilkan unusual observation adalah 55,2080 %.

Page 60: Chapter III v(1)

4.3.3.2 Analisis variansi (ANAVA)

Analisis variansi (ANAVA) digunakan untuk memeriksa signifikansi model

regresi yang diperoleh. Tabel 4.9 menunjukkan hasil analisis variansi model permukaan

sambutan untuk sintesis oleoil-dietanolamida.

Tabel 4.9 Hasil Analisis Variansi Model Permukaan Sambutan untuk Sintesis Oleoil-Dietanolamida

FAKTOR DF SS Adj SS Adj MS F P Regression 9 2433.2 2433.2 270.4 1.26 0.359 Linear 3 1074.3 1074.3 358.1 1.67 0.235 Square 3 1033.3 1033.3 344.4 1.61 0.249 Interaction 3 325.6 325.6 108.5 0.51 0.686 Residual Error 10 2140.7 2140.7 214.1 Lack-of-Fit 5 1341.0 1341.0 268.2 1.68 0.292 Pure Error 5 799.7 799.7 159.9 Total 19 4573.9 R-Sq 53.2 R-Sq(adj) 38,57 S 14.63 DF= derajat kebebasan SS= jumlah kuadrat kesalahan Adj SS = jumlah kuadrat beertambahnya variabel Adj MS = kuadrat tengah = SS:DK F = sebaran F, untuk pengujian kesesuain model P = nilai P, untuk pengujian kesesuaian model α = taraf signifikansi, diambil 5 % = 0,05 R-sq = kuadrat total R-sq(adj) = kuadrat karena perlakuan S = kuadrat karena error:residual:penyimpangan

Hasil analisis model permukaan sambutan untuk sintesis oleoil-dietanolamida

pada Tabel 4.9 menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 53,28 %. Nilai R2 (Adj)

sebesar 38,57 % dengan nilai S sebesar 14,63. Pada pengamatan ini sebanyak 53,28 %

perolehan amida ditunjukkan oleh tiga variabel yaitu konsentrasi Novozym, rasio mol

dietanolamina/asam oleat dan temperatur. Dari hasil analisis statistika, diperoleh harga

lack of fit bernilai P= 0,292. Apabila digunakan nilai α sebesar 5%, maka hal ini

menunjukkan bahwa model yang dibuat telah dapat mewakili data karena P > 0,05.

4.3.3.3 Uji verifikasi model

Untuk memeriksa kesesuaian residual diambil asumsi sebagai berikut.

a) Asumsi normalitas

Berdasarkan data statistika Kolmogorov Smirnov pada Lampiran 4 untuk α =

0,05 dan jumlah pengamatan sebanyak 20 pengamatan diperoleh KS1- α = 0,294 (uji dua

arah Kolmogorov Smirnov). Nilai statistik Kolmogorov yang diperoleh dari pengamatan

yaitu KS=0,121, kurang dari nilai statistik Kolmogorov dari Lampiran 4. Apabila KS <

Page 61: Chapter III v(1)

KS1- α maka disimpulkan bahwa residual model regresi linier yang dibuat telah

mengikuti distribusi normal. Apabila diperhatikan dari plot kenormalan pada Gambar

4.28, terlihat bahwa sebaran data residualnya berada di persekitaran garis lurus. Jika

sebaran cenderung membentuk garis lurus maka asumsi kenormalan residual tidak

dilanggar.

Gambar 4.28 Grafik Probabilitas Normal Residual

b) Asumsi homoskedastisitas

Hasil uji homoskedastisitas ditunjukkan pada Gambar 4.29 dimana terlihat

bahwa sebaran data cenderung acak dan tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat

dikatakan bahwa asumsi homogenitas variansi (homoskedastisitas) dipenuhi.

Gambar 4.29 Plot Residual dengan Fitted Value pada Sintesis Oleoil-dietanolamida

Fitted Value

Res

idua

l

8070605040

30

20

10

0

-10

-20

RESI1

Perc

ent

3020100-10-20-30

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

>0.150

-1.48770E-15StDev 10.61N 20KS 0.121P-Value

Page 62: Chapter III v(1)

c) Asumsi independensi

Asumsi independensi bertujuan untuk mengetahui apakah antara sesama variabel

bebas saling berhubungan atau berkorelasi. Gambar 4.30 digunakan untuk memeriksa

residual dengan order model pada sintesis oleoil-dietanolamida. Dari plot pada Gambar

4.30 terlihat bahwa sebaran data residual versus urutan (order) cenderung acak dan tidak

berpola, sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi independensi dipenuhi.

Gambar 4.30 Plot Residual dengan Order Model pada Sintesis Oleoil-dietanolamida

4.3.3.4. Analisis pengaruh variabel

a) Pengaruh konsentrasi enzim dan rasio molar substrat

Kurva yang dihasilkan pada Gambar 4.31 menunjukkan plot respon kontur dan

respon permukaan, pada pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan rasio mol

dietanolamina:asam oleat terhadap persen konversi asam oleat. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa konversi asam oleat akan meningkat baik pada level konsentrasi

enzim rendah maupun tinggi, akan tetapi hanya pada rasio mol dietanolamina:asam

oleat (DEA:AO) 1,5:1 sampai 1:1. Manakala pada peningkatan rasio mol DEA:AO

maka akan menurunkan konversi asam oleat hingga 40% jika konsentrasi enzim 8 – 10

% (b:v AO), dimana nilai konversi ini merupakan nilai minimum. Hasil ini berlawanan

dengan sintesis alkanolamida dari asam laurat dengan dietanolamina, dimana pada

konsentrasi Novozym 8-10% konversi asam laurat justru bernilai maksimum.

Observation Order

Res

idua

l

2018161412108642

30

20

10

0

-10

-20

Page 63: Chapter III v(1)

Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Oleat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/v asam oleat) Rasio mol DEA : AO : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam

Gambar 4.31 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Rasio Mol Dietanolamina:Asam Oleat pada Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida

Konsentrasi Novozym (%b/v AO)

Ras

io m

ol D

EA:A

O

9084

78 78

72

66

66

60

54

48

42

13121110987

4.5

4.0

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

Konversi (%)

40

60

6

Konsentrasii Novozym (%b/v A O

8 10 12

K i (%)80

100

O)

2

43Ras2

1

4

sio mol DEA :A O

Page 64: Chapter III v(1)

Menurut De Zoete, dkk. (1996) hal ini kelihatannya karena reaksi menggunakan

substrat asam oleat lebih lambat bila menggunakan lipase dari C.antarctica (Novozym

435) dibandingkan lipase jenis lainnya. Fenomena permukaan kontur menunjukkan

bahwa nilai maksimum konversi oleoil-dietanolamida dapat diperoleh apabila rasio mol

dietanolamina:AO adalah 1,5:1 – 1:1, dan konsentrasi biokatalis 6%-8%. Pada kondisi

reaksi ini, dapat diperoleh konversi amida mencapai 85,79%. Hal ini diikuti dengan

tinjauan bahwa untuk penggunaan rasio mol amina yang lebih besar 3:1 baik pada level

konsentrasi biokatalis yang rendah atau tinggi diperoleh penurunan konversi produk.

Sama seperti sintesis lauroil-dietanolamida, sintesis oleoil-dietanolamida juga

optimal jika digunakan n-heksan sebagai pelarut. Selain dari tingkat polaritas pelarut

sebagaimana yang didiskusikan sebelumnya, struktur kimia dan alami pelarut juga

memegang peranan penting dalam memastikan kemampuan pelarut untuk digunakan

pada reaksi berkatalis enzim. Sintesis dietanolamida cenderung lebih sesuai

menggunakan pelarut organik non polar karena jika digunakan pelarut polar seperti

asetonitril dan etil asetat maka pelarut akan mengambil air dari molekul enzim,

sehingga aktivitas dan penyesuaiannya berkurang.

n-Heksan merupakan pelarut non polar, yang tidak menghilangkan air esensial

enzim, dan membiarkan molekul enzim dalam penyesuaian aktifnya. Pelarut ini juga

mempunyai struktur rantai lurus yang tidak besar dimana hal ini berbeda dengan ketiga

pelarut polar lainnya yang digunakan yaitu tert-butanol, tert-amil alkohol dan

isopropanol yang mempunyai rantai cabang. Ee Lin Soo, dkk. (2003) sebelumnya juga

melaporkan bahwa penurunan yield sejalan dengan peningkatan jumlah cabang dari

pelarut.

b) Pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur

Pengamatan pengaruh konsentrasi enzim dan temperatur terhadap konversi

ditunjukkan pada Gambar 4.32. Dari kurva yang dihasilkan terlihat bahwa ekspresi

respon temperatur dan konsentrasi enzim pada nilai center point adalah bernilai

minimum. Manakala pada konsentrasi Novozym 435 ® 6% dan 13%, konversi asam

oleat bernilai maksimum pada level temperatur 42,6 0C dan 58,4 0C.

Selain daripada itu, peningkatan temperatur maupun penurunan temperatur,

keduanya akan meningkatkan konversi secara nyata. Lebih lanjut diamati bahwa

peningkatan konsentrasi akan meningkatkan konversi pada penggunaan konsentrasi

enzim yang sesuai. Dari kontur pada Gambar 4.32, dapat diketahui bahwa dengan

mendesain kondisi temperatur pada 55°C-60°C serta konsentrasi Novozym pada 12 -

13% dapat menghasilkan perolehan % konversi oleoil-dietanolamida yang maksimum.

Page 65: Chapter III v(1)

Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Oleat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/v asam oleat) Rasio mol DEA : AO : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam

Gambar 4.32 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Konsentrasi Enzim dan Temperatur pada Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida

Konsentrasi Novozym (%b/v AO)

Tem

pera

tur

(oC)

706560

6060

5555

50

45

706560

6060

5555

50

45

13121110987

58

56

54

52

50

48

46

44

42

Konversi (%)

50

60

6

Konsentrasii Novozym (%b/v A O

8 10 12

K i (%)

70

80

O)

2

550

T e4540

55

emperatur (oC)

Page 66: Chapter III v(1)

Penelitian oleh Ee Lin Soo, dkk. (2003) juga menunjukkan bahwa penggunaan

sejumlah besar enzim secara signifikan akan meningkatkan jumlah donor asil yang

membentuk kompleks asil-enzim, sehingga akan meningkatkan konversi asam lemak.

Ee Lin Soo, dkk. (2003) juga mengamati bahwa asam oleat merupakan substrat terbaik

diikuti dengan asam palmitat. Hanya saja Ee Lin Soo, dkk. (2003) belum mengamati

sintesis surfaktan asam amino jika menggunakan asam laurat.

c) Pengaruh temperatur dan rasio mol substrat

Menurut Maugard, dkk. (1998), alkanolamina tidak larut dalam pelarut

hidrofobik seperti n-heksan, akan tetapi dengan adanya asam oleat, alkanolamina akan

larut dengan membentuk pasangan ion; kelarutan alkanolamina akan meningkat dengan

meningkatnya rasio asam:amina. Jika rasio asam:amina adalah 6 maka 100%

alkanolamina akan terlarut. Hanya saja penggunaan asam berlebih akan memicu

terbentuknya ester. Untuk itu pada optimasi sintesis oleoil-dietanolamida tidak

digunakan asam oleat berlebih, serta diatur rasio molar substrat yang tepat agar

dihasilkan amida yang maksimum dan ester yang minimum. Plot respon permukaan dan

respon kontur yang diperoleh diberikan pada Gambar 4.33.

Respon permukaan pada Gambar 4.33 menunjukkan bahwa pada konsentrasi

Novozym 6,64 %, perolehan persen konversi oleoil-dietanolamida meningkat seiring

dengan meningkatnya temperatur, manakala reaksi dengan perolehan produk terbesar

berada pada kondisi temperatur 55 – 60 oC yaitu mencapai 85%. Selain daripada itu

respon kontur juga menunjukkan bahwa untuk mendapatkan perolehan persentase

produk dietanolamida yang maksimum, variabel temperatur dapat didesain 55-60°C dan

level rasio mol DEA:AO pada 2:1 sampai 1:1. Pada kondisi tersebut, perolehan konversi

dapat mencapai 85,79%. Temperatur reaksi pada plot ini terlihat memberikan pengaruh

yang lebih besar daripada rasio mol substrat terhadap pembentukan oleoil-

dietanolamida. Pada kondisi temperatur 60°C, peningkatan rasio mol pada awalnya

mampu meningkatkan perolehan dengan cukup besar, tetapi pada akhirnya justru

memberikan penurunan perolehan yang cukup tajam, dimana perolehan minimum 40%

diperoleh pada rasio mol DEA:AO maksimum 4,7:1.

Fenomena ini berhubungan dengan adanya hambatan oleh produk pada reaksi

enzimatis. Dalam hambatan produk, aktifitas enzim secara langsung dipengaruhi oleh

konsentrasi substrat dan produk didalam lingkungan mikro enzim (Mangunwidjaja dan

Suryani, 1994). Pada kondisi ini hambatan produk berasal dari telah penuhnya ruang

aktif enzim yang berikatan dengan substrat, sehingga enzim tidak mampu lagi

mensintesa substrat.

Page 67: Chapter III v(1)

Sumber Amina : Dietanolamina Sumber Asam lemak : Asam Oleat Pelarut, Enzim : n-heksan, Novozym 435 Konsentrasi enzim : 6,64%; 8%; 10%; 12%; 13,36% (b/v asam oleat) Rasio mol DEA : AO : 1,3:1 ; 2:1 ; 3:1 ; 4:1 ; 4,7:1 Rasio pelarut/amina : 2/1 (v/b asam laurat) Temperatur : 41,6 oC; 45 oC; 50 oC; 55 oC; 58,4oC Waktu reaksi : 24 jam

Gambar 4.33 Respon Permukaan dan Kontur dari Plot Temperatur dan Rasio Mol Substrat pada Optimasi Sintesis Oleoil-dietanolamida

Rasio mol DEA:AO

Tem

pera

tur

(oC)

80

70

60 60

50

40

80

70

60 60

50

40

4.54.03.53.02.52.01.5

58

56

54

52

50

48

46

44

42

Konversi (%)

40

60

1

Ra

2

asio mol DE3 4

EA:AO

Konversi (%)80

100

4

550 T45

40

555Temperatur (oC)

Page 68: Chapter III v(1)

Dari pengamatan respon permukaan dan respon kontur untuk pengaruh rasio mol

substrat, konsentrasi Novozym dan temperatur terhadap persen konsersi asam oleat

didapati bahwa nilai pusat (center point) yang digunakan pada sintesis oleoil-

dietanolamida justru menghasilkan persen konversi yang minimum manakala pada

sintesis lauroil-dietanolamida bernilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

dan level untuk desain eksperimen lauroil-dietanolamida tidak dapat langsung

digunakan sebagai variabel dan level untuk desain eksperimen oleoil- dietanolamida.

Dengan kata lain, untuk setiap sintesis suatu alkanolamida harus terlebih dahulu

dilakukan penelitian pendahuluan untuk mencari nilai perkiraan optimum untuk setiap

variabel.

Dari kedua jenis substrat asam lemak yang digunakan, asam laurat kelihatan

lebih efisien jika digunakan sebagai donor asil, walaupun asam oleat juga memberikan

hasil yang cukup baik. Ini disebabkan karena kecenderungan Novozym untuk lebih

memilih asam lemak rantai pendek dan sedang, sementara Lipozyme lebih memilih

asam lemak rantai panjang (Soledad, dkk. 2000).

Maugard, dkk. (1998) melakukan reaksi amidasi metil ester asam lemak dengan

N-metil glukamina secara enzimatik dan memperoleh surfaktan alkanolamida dengan

komposisi 80% amida, 15% amida ester dan 5% N-metil-glukamina. Pada komposisi

ini, untuk bahan baku industri, tidak diperlukan pemisahan campuran dan dapat

langsung digunakan untuk formulasi kosmetika.

4.3.4 Pembesaran skala menggunakan bioreaktor

Beberapa peneliti telah mengamati bahwa bioreaktor multi-tahap dapat

digunakan pada sintesis yang memerlukan waktu tinggal dan keseragaman yang tinggi

serta pengadukan yang tidak boleh merusak sel, seperti pada reaksi enzimatik (Mohd

Sobri Takriff, dkk. 1998 dan Xu 1996). Selain itu, pada bioreaktor berpengaduk, pH

reaksi dapat lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan bioreaktor packed-bed dimana

kontrol pH merupakan faktor yang berpengaruh pada reaksi enzimatik (Senthuran, dkk.

1999). Untuk itu dicoba diamati pengaruh variabel operasi reaktor terhadap perolehan

persen konversi asam lemak pada sintesis asam laurat dengan dietanolamina dan N-

metil glukamina, maupun asam oleat dengan dietanolamina.

Pengamatan pembesaran skala menggunakan bioreaktor diamati pada ketiga

sintesis yang dilakukan yaitu sintesis lauroil-dietanolamida (AL+DEA), lauroil-N-metil

glukamida (AL+MGL) dan oleoil-dietanolamida (AO+DEA). Sintesis lauroil-

dietanolamida dan oleoil-dietanolamida pada bioreaktor multi-tahap dilakukan selama

Page 69: Chapter III v(1)

48 jam dengan pembesaran skala lima kali lebih besar dari skala penelitian optimasi,

rasio mol substrat dietanolamina:asam lemak 3:1, konsentrasi Novozym 10% (b:b asam

lemak), temperatur 55 oC dan menggunakan pelarut n-heksan. Sintesis lauroil-N-metil

glukamida dilakukan selama 48 jam dengan pembesaran skala lima kali, rasio mol

substrat MGL:AL 1:1, konsentrasi Novozym 8% (b:b asam laurat) dan menggunakan

pelarut tert-amil alkohol.

a) Pengaruh jenis pengaduk

Hasil pengamatan pengaruh jenis pengaduk diamati pada Gambar 4.34 dan 4.35,

masing-masing pada putaran motor pengaduk 150 dan 250 rpm. Untuk ketiga sintesis

yang diamati, pada putaran motor 150 rpm, pengaduk jenis B (turbin lengkung 45o)

memberikan nilai persen konversi asam lemak yang lebih besar. Peningkatan konversi

yang nyata dijumpai pada sintesis lauroil-N-metil glukamida, dimana pengaduk jenis B

mampu meningkatkan konversi asam laurat hingga 15 % dibandingkan penggunaan

pengaduk jenis A.

Pada putaran motor 250 rpm, dijumpai pengamatan yang sedikit berbeda,

dimana secara keseluruhan pengaduk jenis A dan B memberikan perolehan persen

konversi yang hampir sama. Dari hasil pengamatan pada Gambar 4.34 dan 4.35

diperoleh bahwa secara keseluruhan pengaduk jenis B memberikan perolehan persen

konversi yang lebih besar, hanya saja efek tersebut tidak begitu nyata jika putaran motor

pengaduk juga besar (250 rpm), sehingga pengaduk jenis A (turbin lurus) juga dapat

digunakan pada pembesaran skala ini jika bekerja pada putaran motor 250 rpm.

Dari pemaparan di atas diperoleh bahwa kedua jenis pengaduk mempunyai

kinerja yang hampir setanding, meskipun pengaduk jenis B memberikan persen

konversi yang lebih baik. Hal ini kelihatannya disebabkan karena pada pengaduk jenis

B yaitu turbin lengkung 45o, fluida mendapat kesempatan untuk bergerak secara aksial

dan radial dengan sama kuatnya sehingga pencampuran lebih baik dan perpindahan

masa juga terjadi secara aksial di dalam kolom.

b) Pengaruh putaran motor pengaduk

Hasil pengamatan pengaruh putaran motor pengaduk terhadap persen konversi

asam lemak ditunjukkan pada Gambar 4.36 dan 4.37. Pengamatan pengaruh putaran

motor dilakukan pada dua jenis putaran motor yaitu 150 rpm dan 250 rpm.

Pengamatan menggunakan pengaduk jenis A pada Gambar 4.36 menunjukkan bahwa

secara keseluruhan putaran motor 150 rpm justru memberikan persen konversi yang

lebih tinggi dibandingkan putaran motor 250 rpm.

Page 70: Chapter III v(1)

Gambar 4.34 Pengaruh Jenis Pengaduk, padaPutaran Motor 150 rpm

Gambar 4.35 Pengaruh Jenis Pengaduk, pada Putaran Motor 250 rpm

Gambar 4.36 Pengaruh Putaran Motor Pengaduk, pada Pengaduk Jenis A (turbin lurus)

Gambar 4.37 Pengaruh Putaran Motor Pengaduk, pada Pengaduk Jenis B (turbin lengkung 450)

Hasil yang berlawanan hanya dijumpai pada reaksi AL+MGL. Pengamatan pada

Gambar 4.37 yaitu menggunakan pengaduk jenis B juga menunjukkan hasil yang sama

dimana peningkatan nilai putaran motor pengaduk dari 150 rpm menjadi 250 rpm justru

menurunkan konversi asam lemak dari ketiga reaksi yang diamati. Dari kedua gambar

tersebut diamati bahwa peningkatan kecepatan pengadukan justru menurunkan persen

konversi asam lemak dan disimpulkan bahwa kecepatan pengadukan yang lebih tinggi

45

50

55

60

65

70

75

80

85

A BJenis Pengaduk

Konv

ersi

(%)

AL+DEA, 150 rpm

AL+MGL, 150 rpm

AO+DEA, 150 rpm

45

50

55

60

65

70

75

80

85

A BJenis Pengaduk

Kon

vers

i (%

)

AL+DEA, 250 rpm

AL+MGL, 250 rpm

AO+DEA, 250 rpm

45

50

55

60

65

70

75

80

85

150 250Putaran Motor (rpm)

Kon

vers

i (%

)

AL+DEA, jenis A

AL+MGL, jenis A

AO+DEA, jenis A

45

50

55

60

65

70

75

80

85

150 250Putaran Motor (rpm)

Kon

vers

i (%

)

AL+DEA, jenis B

AL+MGL, jenis B

AO+DEA, jenis B

Page 71: Chapter III v(1)

dari 150 rpm kelihatannya mengganggu reaksi enzimatik dan menurunkan konversi

asam lemak pada sintesis alkanolamida.

Secara keseluruhan, kinerja bioreaktor multi-tahap sudah cukup baik. Dari ketiga

sintesis yang diamati, perolehan persen konversi asam lemak ketiga sintesis di dalam

bioreaktor mempunyai nilai yang sebanding dengan hasil optimasi konversi asam lemak

ketiga sintesis di dalam labu reaksi menggunakan pengaduk magnetik. Untuk sintesis

lauroil-dietanolamida persen konversi asam lemak yang diperoleh adalah 72,65 % di

bandingkan dengan persen konversi pada tahap optimasi yaitu 73,05 %. Untuk sintesis

lauroil-N-metil glukamida persen konversi asam lemak yang diperoleh adalah 66,06 %

di bandingkan dengan persen konversi optimasi yaitu 64,88 %. Untuk sintesis oleoil-

dietanolamida persen konversi asam oleat jika menggunakan bioreaktor adalah 67,91 %

di bandingkan dengan persen konversi pada tahap optimasi reaksi yaitu 43,86 %.

4.3.5 Recoveri enzim

Salah satu penelitian terkini dari sintesis enzimatik dalam pelarut organik adalah

sintesis senyawa amida menggunakan lipase imobil (De Zoete, dkk. 1996; Maugard,

dkk. 1998; Dolores, dkk. 2002; dan Par Tufvesson, dkk. 2007). Keunggulan utama dari

penggunaan lipase pada sintesis senyawa amida adalah karena lipase bersifat

kemoselektif sehingga dapat memproteksi gugus amina agar tidak terkarbonasi dengan

CO2 (Dolores, dkk. 2002). Disamping itu enzim lipase, terutama yang imobil, dapat

direcovery hingga lebih dari 15 kali sehingga menghemat biaya pemakaian katalis (Par

Tufvesson, dkk. 2007). Recoveri enzim bertujuan untuk memaksimalkan pemakaian

enzim. Recoveri enzim diamati pada sintesis lauroil-dietanolamida, sintesis lauroil-N-

metil glukamina maupun oleoil-dietanolamida pada bioreaktor multi-tahap.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil pengamatan recoveri enzim untuk sintesis lauroil-dietanolamida

ditunjukkan pada Gambar 4.38. Diamati bahwa secara keseluruhan enzim Novozym

dapat digunakan hingga 4 kali. Hanya saja persen konversi asam lemak yang diperoleh

mengalami penurunan. Pada keseluruhan pengamatan, penurunan yang nyata diamati

pada pemakaian enzim yang ke 3 dan ke 4 dimana enzim kehilangan aktifitasnya hingga

persen konversi asam lemak menurun hampir 40%.

Hal ini kemungkinan enzim tidak begitu mampu mempertahankan akifitasnya,

karena sebelum digunakan kembali enzim disimpan sementara pada suhu 10 oC.

Penyimpanan enzim sementara dilakukan karena penelitian tidak terus-menerus

dilaksanakan dari ulangan ke satu hingga ulangan ke empat. Menurut Dolores, dkk.

Page 72: Chapter III v(1)

(2002), konversi asam lemak yang rendah pada reaksi amidasi enzimatik di dalam

pelarut organik juga mungkin disebabkan karena terjadinya kompetisi antara sintesis

dan hidrolisis amida dalam reaksi, dimana baik sintesis amida maupun hidrolisis amida

dapat dikatalisis oleh enzim yang sama.

Gambar 4.38 Pengamatan Recoveri Enzim pada Sintesis Lauroil-dietanolamida

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil pengamatan recoveri enzim pada sintesis lauroil-N-metil glukamida

diperoleh pada Gambar 4.39. Diamati bahwa secara keseluruhan enzim Novozym dapat

digunakan hingga 4 kali. Penurunan persen konversi asam laurat pada pemakaian enzim

berulang tidak begitu nyata pada sintesis lauroil-N-metil-glukamida. Setelah

penggunaan hingga empat kali, persen konversi asam lemak masih cukup tinggi, yaitu

pada kisaran 40-50%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sintesis lauroil-N-metil-

glukamida, enzim Novozym masih memungkinkan untuk digunakan kembali lebih dari

4 kali. Satu periode sintesis adalah 2 hari (48 jam), penggunaan 4 kali ulang dilakukan

selama 12 hari reaksi karena ada selang waktu dua hari enzim yang telah digunakan

disimpan sementara di lemari pendingin. Hal ini berarti enzim masih dapat digunakan

lebih dari dua minggu, mengingat setelah 12 hari kemampuan enzim Novozym

mengkonversi asam lemak masih tinggi.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4Penggunaan Enzim ke:

Kon

vers

i (%

)

Jenis A, 150 rpmJenis B, 150 rpmJenis A, 250 rpmJenis B, 250 rpm

Page 73: Chapter III v(1)

Gambar 4.39 Pengamatan Recoveri Enzim pada Sintesis Lauroil-N-metil glukamida

c) Sintesis oleoil-dietanolamida

Hasil pengamatan recoveri enzim pada sintesis oleoil-dietanolamida diperoleh

pada Gambar 4.40. Diamati bahwa secara keseluruhan enzim Novozym dapat

digunakan hingga 4 kali. Penurunan yang nyata juga diamati pada pemakaian enzim

yang ke 3 dan ke 4. Walaupun demikian penurunan ini lebih besar dari pada penurunan

konversi pada sintesis lauroil-N-metil glukamida dan lauroil-dietanolamida.

Jisender, dkk.(2004) mengamati penggunaan kembali enzim pada 60oC selama 5

jam. Diperoleh bahwa enzim tidak kehilangan aktivitas katalitiknya pada 60oC dan

dapat digunakan kembali hingga 6 kali (run 1-6 dalam 95,8%, 89%, 70%, 97,7%, 96 %

yield), tanpa diperlukan perlakukan diantara run dan dengan sedikit kehilangan

aktivitas. Par Tufvesson, dkk. (2007) yang mengamati stabilitas enzim Novozym pada

90oC mengamati bahwa enzim yang disiapkan adalah sangat stabil pada kondisi reaksi

yang dipilih kira-kira 14 hari reaksi pada 90oC jika air diuapkan dan 7 hari jika air tetap

berada dalam sistem. Profil ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ee Lin So, dkk.

(2004), yang menyatakan bahwa enzim lipase sangat sabil walaupun pada temperatur

yang bervariasi hingga 4-5 hari dan hasil penelitian Herawan (2004) bahwa untuk

sintesis selama 24 jam, enzim Novozym dapat digunakan hingga empat kali.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4Penggunaan Enzim ke:

Kon

vers

i (%

)

Jenis A, 150 rpmJenis B, 150 rpmJenis A, 250 rpmJenis B, 250 rpm

Page 74: Chapter III v(1)

Gambar 4.40 Pengamatan Recoveri Enzim pada Sintesis Oleoil-dietanolamida

4.4 Analisis dan Karakterisasi Produk

Alkanolamida yang disintesis diperoleh dari reaksi amidasi asam laurat dengan

alkanolamina yaitu dietanolamina dan N-metil glukamina. Reaksi ini menghasilkan

berturut-turut lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil-glukamida. Selain dari reaksi

amidasi, maka reaksi antara asam laurat dengan gugus OH dari suatu alkanolamina akan

menjadi ester. Reaksi esterifikasi ini bersifat reversibel dimana dengan adanya air

berlebih maka ester akan cenderung menjadi asam karboksilat kembali. Reaksi

esterifikasi tidak diharapkan pada sintesis ini sehingga rendemen ester yang dihasilkan

harus sekecil mungkin.

Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan asam laurat

secara terbatas. Disamping itu, menurut Fessenden dan Fessenden (1989), jika hasil

yang diharapkan adalah ester dengan rendemen tinggi, maka lebih baik dilakukan

esterifikasi antara alkohol dengan suatu anhidrida asam atau suatu klorida asam yang

akan bereaksi recara ireversibel. Reaksi esterifikasi antara suatu alkohol dengan suatu

asam karboksilat bersifat kurang reaktif dibandingkan alkohol dengan anhidrida asam.

Dengan demikian, pengaturan kondisi reaksi yang optimum antara asam laurat dengan

alkanolamina diharapkan dapat memperbesar alkanolamida yang dihasilkan dan

meminimalkan ester yang terbentuk.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4Penggunaan Enzim ke:

Kon

vers

i (%

)

Jenis A, 150 rpmJenis B, 150 rpmJenis A, 250 rpmJenis B, 250 rpm

Page 75: Chapter III v(1)

4.4. Analisis dan Karakterisasi Produk

Alkanolamida yang disintesis diperoleh dari reaksi amidasi asam laurat dengan

alkanolamina yaitu dietanolamina dan N-metil glukamina. Reaksi ini menghasilkan

berturut-turut lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida. Selain dari reaksi

amidasi, maka reaksi antara asam laurat dengan gugus OH dari suatu alkanolamina akan

menjadi ester. Reaksi esterifikasi ini bersifat reversibel dimana dengan adanya air

berlebih maka ester akan cenderung menjadi asam karboksilat kembali. Reaksi

esterifikasi tidak diharapkan pada sintesis ini sehingga rendemen ester yang dihasilkan

harus sekecil mungkin.

Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan asam laurat

secara terbatas. Disamping itu, menurut Fessenden dan Fessenden (1989), jika hasil

yang diharapkan adalah ester dengan rendemen tinggi, maka lebih baik dilakukan

esterifikasi antara alkohol dengan suatu anhidrida asam atau suatu klorida asam yang

akan bereaksi recara ireversibel. Reaksi esterifikasi antara suatu alkohol dengan suatu

asam karboksilat bersifat kurang reaktif dibandingkan alkohol dengan anhidrida asam.

Dengan demikian, pengaturan kondisi reaksi yang optimum antara asam laurat dengan

alkanolamina diharapkan dapat memperbesar alkanolamida yang dihasilkan dan

meminimalkan ester yang terbentuk.

4.4.1 Analisis spektrum FTIR

Sebagaimana halnya suatu ester, senyawa alkanolamida juga mempunyai gugus

karbonil. Resapan karbonil spektrum inframerah berada pada 1630-1840 cm-1. Hanya

saja posisi karbonil untuk alkanolamida dan ester memiliki perbedaan, dimana posisi

resapan alkanolamida adalah pada 1630-1700 cm-1, manakala resapan ester pada 1740

cm-1. Secara spesifik, spektrum infra merah untuk beberapa hasil penelitian dipaparkan

sebagai berikut.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Gambar 4.41 menunjukkan spektrum inframerah bahan baku dietanolamina

murni. Ikatan yang menimbulkan absorbsi inframerah yang merupakan karakteristik

amina adalah ikatan C-N dan N-H, disertai dengan ikatan O-H bila amina dalam bentuk

Page 76: Chapter III v(1)

alkanolamina. Dietanolamina menunjukkan absorbsi uluran OH dan NH yang jelas dan

berimpit pada 3000-3700 cm-1. Pita uluran NH hanya memiliki satu peak saja karena

hanya terdapat satu H pada N, atau dietanolamina merupakan amina sekunder. Pita

uluran NH dijumpai pada 3310,62 cm-1. Disamping itu absorbsi oleh ikatan NH ini

kurang intensif dibandingkan resapan oleh OH karena pada amina ikatan hidrogen lebih

lemah dan NH kurang bersifat polar. Dietanolamina menunjukkan absorbsi C-N(1020 –

1250 cm-1) pada daerah sidik jari yaitu pada 1054,56 cm-1 dan absorbsi C-C pada 937,66

cm-1. Tekukan NH dijumpai pada 1654,43 cm-1, tekukan CH pada 1458,66 cm-1 dan

tekukan OH pada 1364,47 cm-1.

Gambar 4.42 menunjukkan spektrum inframerah untuk bahan baku asam laurat.

Golongan asam karboksilat menunjukkan resapan C=O yang khas dan juga

menunjukkan pita OH yang terbedakan pada daerah sekitar 3300 cm-1 dan miring ke

dalam pita CH alifatik. Spektrum yang terbedakan dibanding spektrum OH alkohol ini

adalah jika asam karboksilat yang digunakan berbentuk dimer berdasarkan ikatan

hidrogen. Asam laurat yang digunakan berada pada konsentrasi di bawah 0,01 M

sehingga tidak berada dalam bentuk dimer berikatan hidrogen melainkan dalam bentuk

monomer diskrit.

Karenanya resapan uluran OH dari asam laurat tidak lebar tetapi sangat intensif.

Resapan ini terdapat pada 2917,71 cm-1 dan 2849,77 cm-1 yang merupakan resapan khas

dari vibrasi uluran C-H sp3 yang didukung dengan vibrasi tekukan C-H sp3 pada daerah

bilangan gelombang 1464,94 cm-1. Resapan karbonil dijumpai pada 1700 – 1725 cm-1,

hanya saja karena adanya konjugasi, resapan ini bergeser ke frekuensi yang lebih rendah

pada pada 1699,89 cm-1 dengan intensitas yang cukup kuat. Daerah sidik jari asam

laurat menunjukkan uluran C-O pada 1299,82 cm-1. Spektrum yang menunjukkan

puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 721,01 cm-1 adalah vibrasi rocking

(CH2)n dari asam laurat.

Gambar 4.43 menunjukkan spektrum FTIR senyawa lauroil-dietanolamida,

dimana terlihat puncak resapan pada daerah bilangan gelombang 3362,57 cm-1 yang

menunjukkan adanya gugus OH. Adanya OH ini didukung oleh tekukan OH pada

1409,61 cm-1. Vibrasi CH sp3 muncul pada daerah bilangan gelombang 2924,07 cm-1

2853,43 cm-1 yang didukung dengan munculnya resapan pada daerah bilangan

gelombang 1466,90 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekukan CH sp3. Spektrum

yang menunjukkan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 721,28 cm-1 yang

merupakan vibrasi rocking (CH2)n untuk n>4. Vibrasi gugus C=O (karbonil) muncul

pada daerah bilangan gelombang 1621,73 cm-1 dan C-N pada 1563,50 cm-1 yang

Page 77: Chapter III v(1)

merupakan gugus khas dari N-C=O amida. Ikatan C-N juga dinyatakan oleh uluran C-N

pada 1068,88 /cm.

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Gambar 4.44 menunjukkan spektrum inframerah bahan baku N-metil glukamina

murni. Ikatan yang menimbulkan absorbsi inframerah yang merupakan karakteristik

amina adalah ikatan C-N dan N-H, disertai dengan ikatan O-H bila amina dalam bentuk

alkanolamina. N-metil glukamina menunjukkan absorbsi uluran OH dan NH yang jelas

dan berimpit pada 3378,58 cm-1. Pita uluran NH hanya memiliki satu peak saja karena

hanya terdapat satu H pada N, atau N-metil glukamina merupakan amina sekunder.

Disamping itu absorbsi oleh ikatan NH ini kurang intensif dibandingkan resapan oleh

OH karena pada amina ikatan hidrogen lebih lemah dan NH kurang bersifat polar.

Uluran alkil CH2 dijumpai pada bilangan gelombang 2973,36 cm-1. N-metil glukamina

menunjukkan absorbsi C-N pada daerah sidik jari yaitu pada 1186,97 cm-1 dan absorbsi

C-C pada 939,83 cm-1. Tekukan CH dijumpai pada 1464,20 cm-1, tekukan OH pada

1379,05 cm-1. Tekukan OH mempunyai mempunyai intensitas yang kuat karena

banyaknya gugus OH pada N-metil glukamina.

Gambar 4.45 menunjukkan hasil analisis spektrum inframerah pada sintesis

lauroil-N-metil glukamida menggunakan rasio amina/asam laurat 4:1 atau amina

berlebih. Puncak resapan pada daerah bilangan gelombang 3372,45 cm-1 menunjukkan

adanya gugus OH dalam amida. Adanya OH ini didukung oleh tekukan OH pada

1406,70 cm-1. Vibrasi regangan metilen (-CH2-) muncul pada bilangan gelombang

2923,24 cm-1 sedangkan vibrasi regangan metin (-CH- tersier) muncul pada 2853,31

cm-1. Vibrasi ini didukung oleh munculnya resapan pada daerah bilangan gelombang

1465,69 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekukan CH sp3. Spektrum yang

menunjukkan puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 721,55 cm-1 yang

merupakan vibrasi rocking (CH2)n untuk n>4. Vibrasi gugus C=O (karbonil) muncul

pada daerah bilangan gelombang 1622,03 cm-1 dan C-N pada 1557,40 cm-1 1 yang

merupakan gugus khas dari N-C=O amida. Adanya ikatan C-N dinyatakan oleh uluran

C-N pada 1082,95 cm-1, sedangkan puncak ester yang berada pada 1700 cm-1 tidak

terbentuk.

Gambar 4.46 menunjukkan spektrum FTIR pada pengamatan bertahap sintesis

lauroil-N-metil glukamida. Analisis dilakukan pada waktu 0 jam, 24 jam, 45 jam dan 48

jam. Ketika hanya asam laurat dilarutkan dalam tert-amil alkohol, hanya satu pita

karbonil diamati pada 1699,89 cm-1. Pada saat mulai sintesis (nol jam), yaitu setelah N-

Page 78: Chapter III v(1)

metil glukamina ditambahkan ke dalam medium, pita asam karbonil menghilang dan

pita 1558,53 cm-1 terdeteksi yang menunjukkan adanya ion karboksilat. Penambahan

pita ini menunjukkan asam laurat bertindak sebagai fasa transfer katalis untuk N-metil

glukamina. Di dalam tert-amil alkohol (pelarut dengan konstanta dielektrik yang

rendah) pasangan ion ini sangat stabil. Turunan ester akan dihasilkan selama tahap awal

reaksi yaitu setelah sintesis berjalan selama 24 hingga 45 jam, akan tetapi akan habis

seluruhnya pada akhir reaksi yaitu setelah 48 jam. Hasil yang sama diamati oleh

Maugard, dkk. (1998) pada sintesis oleoil-N-metil glukamida, serta oleh Orellana-Coca,

dkk. (2007) pada sintesis oleoil-epoksi stearat secara enzimatik.

4.4.2 Analisis spektrum 1H-NMR Spektrum 1H-NMR diperoleh menggunakan tetrametilsilana (TMS, (CH3)4Si)

sebagai internal standar dan CDCl3 sebagai pelarut pada 1H-NMR spektrometer jenis

JEOL/NJ60.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Diagram spektrometer 1H-NMR senyawa lauroil-dietanolamida ditunjukkan

dalam Gambar 4.47. Dari spektrum pada Gambar 4.47 diperoleh 6 lingkungan proton

pergeseran kimia, yaitu δ = 0,9 ppm (t, 3H); 1,4 ppm (m, 18H); 2,2 ppm (t, 2H); 2,9

ppm (s, 4H); 3,7 ppm (m, 4H); dan 5,7 ppm (s, 2H).

Pergeseran kimia pada δ = 0,9 ppm (t, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari

CH3 pada ujung rantai senyawa lauroil-dietanolamida. Untuk δ = 1,4 ppm (m, 18H)

menunjukkan 18 buah proton pada gugus H3C-(CH2)9- (dari atom C2 sampai C10).

Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 2,2 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada

gugus CH2-C=O. Untuk δ = 2,9 ppm (s, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus

CH2-N-CH2. Pergeseran kimia pada δ = 3,7 ppm (m, 4H) menunjukkan 4 buah proton

pada gugus (CH2)-OH. Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 5,7 ppm (s, 2H)

menunjukkan 2 buah proton pada gugus –OH pada ujung gugus lauroil-dietanolamida.

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Diagram spektrometer 1H-NMR senyawa lauroil-N-metil glukamida ditunjukkan

dalam Gambar 4.48. Dari spektrum lauroil-N-metil glukamida diperoleh 7 lingkungan

proton pergeseran kimia, yaitu δ = 0,9 ppm (t, 3H); 1,4 ppm (m, 20H); 2,2 ppm (s, 2H);

2,8 ppm (t, 3H); 3,3 ppm (s, 3H); 3,8 ppm (s,4H); dan 5,7 ppm (s, 5H).

Page 79: Chapter III v(1)

Pergeseran kimia pada δ = 0,9 ppm (t, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari

CH3. Untuk δ = 1,4 ppm (m, 20H) menunjukkan 20 buah proton pada gugus -(CH2)n.

Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 2,2 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada

gugus –CH2-C=O. Untuk δ = 2,8 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada gugus -

CH2-N. Pergeseran kimia pada δ = 3,3 ppm (s, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari

N-CH3. Untuk δ = 3,8 ppm (s, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus -CH.

Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 5,7 ppm (s, 5H) menunjukkan 5 buah proton pada

gugus –OH.

c) Sintesis oleoil-dietanolamida

Diagram spektrometer 1H-NMR senyawa oleoil-dietanolamida ditunjukkan

dalam Gambar 4.49. Dari spektrum pada Gambar 4.49 diperoleh 7 lingkungan proton

pergeseran kimia, yaitu δ = 0,9 ppm (t, 3H); 1,4 ppm (m, 28H); 2,1 ppm (t, 2H); 2,9

ppm (s, 4H); 3,7 ppm (m, 4H); 5,3 ppm (s, 1H); dan 5,7 ppm (s, 2H).

Pergeseran kimia pada δ = 0,9 ppm (t, 3H) menunjukkan tiga buah proton dari

CH3 pada ujung rantai senyawa oleoil-dietanolamida. Untuk δ = 1,4 ppm (m, 28H)

menunjukkan 28 buah proton pada gugus -(CH2)n- Sedangkan pergeseran kimia pada δ

= 2,1 ppm (t, 2H) menunjukkan 2 buah proton pada gugus CH2-C=O. Untuk δ = 2,9

ppm (s, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus CH2-N-CH2. Pergeseran kimia

pada δ = 3,7 ppm (m, 4H) menunjukkan 4 buah proton pada gugus (CH2)-OH.

Pergeseran kimia pada δ = 5,3 ppm (s, 1H) diberikan oleh proton alilik HC=CH-.

Sedangkan pergeseran kimia pada δ = 5,7 ppm (s, 2H) menunjukkan 2 buah proton

gugus –OH pada ujung gugus oleoil-dietanolamida.

4.4.3 Analisis spektrum HPLC

Analisis HPLC dilakukan untuk mengetahui komposisi produk. Standard dari

komposisi bahan baku dan produk ditentukan dari perbedaan waktu retensi yang

dihasilkan antara bahan baku dan produk. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan

karena bahan baku berasal dari bahan yang hampir murni (kemurnian > 99%).

Disamping itu, analisis spektrum HPLC dilakukan dengan beberapa

pertimbangan yang merujuk dari literatur sebagai berikut:

1) Analisis yang dilakukan oleh Par Tufvesson, dkk. (2007) pada sintesis asam

laurat dengan etanolamina menghasilkan lauroil-etanolamida. Analisis asam

laurat, amida dan amida ester dilakukan menggunakan HPLC pada kolom fasa

Page 80: Chapter III v(1)

Kromasil C18 dari Chromtech (150x4,6 mm, 5 mm, 100A)) menggunakan

Perkin Elmer HPLC system Seri 200. Menurut Par Tufvesson, dkk. (2007) waktu

retensi untuk amida 3,4 menit, asam laurat 5,4 menit dan amida ester 14,2

menit.

2) Analisis yang dilakukan oleh Maugard, dkk. (1997) pada sintesis asam oleat

dengan N-metil glukamina menghasilkan oleoil-N-metil glukamida. Analisis

menggunakan HPLC ini menggunakan kolom Supelcosil LC 18, 5 μm (250 x

4,6 mm) menggunakan fasa gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v). Menurut

Maugard, dkk. (1997) waktu retensi N-metil-glukamina tercatat pada menit ke-

2, amida menit ke 6,3 dan asam oleat menit ke 11,45.

Analisis HPLC pada penelitian ini dilakukan pada kolom HPLC Perkin Elmer

seri 200 dengan spesifikasi berikut:

Jenis kolom : Silika C-18, 4 μm

Panjang gelombang : 280 nm

Flow rate : 1 ml/menit

Pressure : 2200 psia

Temperature : 40oC

Sebagai fasa gerak digunakan metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v). Bahan baku

dianalisis, untuk dibandingkan dengan perubahan komposisi produk.

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Hasil spektrum HPLC untuk bahan baku sintesis lauroil-dietanolamida yaitu

asam laurat dan dietanolamina diberikan pada Tabel 4.10, manakala hasil spektrum

HPLC produk yaitu lauroil-dietanolamida diberikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.10 Hasil Analisis HPLC Bahan Baku Sintesis Lauroil-dietanolamida

No. Nama Bahan Kode Analisa RT Area % Area

1 Asam Laurat a 1.515 103275.00 9.58 (AL) 7.014 601622.12 55.82 8.516 372949.88 34.60 b 1.519 92145.00 12.67 7.028 483856.81 66.53 8.613 151220.19 20.79 2 Dietanolamina a 1.428 65124.35 57.11 (DEA) 1.676 489153.00 42.89 b 1.424 649968.87 57.84 1.681 473861.13 42.16

Page 81: Chapter III v(1)

Tabel 4.11 Hasil Analisis HPLC sintesis Lauroil-dietanolamida

No Konsentrasi

Enzim (%b/b laurat)

Rasio molar

DEA:AL

Temperatur (oC)

Kode Analisa RT Area %

Area

1 8 2:1 45 a 1.706 777475.5 2.67 3.827 13515374.0 46.47 4.488 14793929.0 50.86 b 1.722 836613.0 2.71 3.845 13911909.0 45.01 4.477 16160963.0 52.282 12 2:1 45 a 1.698 648074.0 2.14 3.833 15978414.0 52.88 4.289 3688576.2.0 12.21 4.601 9901306.8 32.77 b 1.719 734315.0 2.38 3.827 15550126.0 50.29 4.31 4527529.5 14.64 4.579 10106080.0 32.693 8 4:1 45 a 1.585 2227668.0 7.27 3.809 14886555.0 48.59 4.616 13521670.0 44.14 b 1.641 2139071.5 6.32 3.823 16187922.0 47.82 4.648 11713087.0 34.64 12 4:1 45 a 1.588 1636042.5 8.36 3.797 10162762.0 51.91 4.67 7778445.6 39.73 b 1.587 1511063.0 7.44 3.809 10800238.0 53.18 4.762 7996188.8 39.385 8 2:1 55 a 1.582 794086.0 3.13 3.81 12637090.0 49.83 4.806 11930848.0 47.04 b 1.582 667662.5 2.95 3.810 11546612.0 51.09 4.793 10387528.0 45.96

Page 82: Chapter III v(1)

Hasil Spektrum HPLC senyawa lauroil-dietanolamida juga ditunjukkan pada

Gambar 4.50 dan 4.51.

Gambar 4.50 Hasil Spektrum HPLC Senyawa Lauroil-dietanolamida Menggunakan

Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v) pada Konsentrasi Novozym 8%, Rasio Molar DEA:AL = 4:1 dan Temperatur 55oC

Gambar 4.51 Hasil Spektrum HPLC Senyawa Lauroil-dietanolamida Menggunakan

Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v) pada Konsentrasi Novozym 10%, Rasio Molar DEA:AL = 3:1 dan Temperatur 50oC

Page 83: Chapter III v(1)

Gambar 4.50 menunjukkan spektrum HPLC pada pengamatan menggunakan

konsentrasi Novozym 8%, rasio molar DEA:AL = 4:1 dan temperatur 55oC. Hasil

spektrum HPLC menunjukkan bahwa waktu retensi untuk lauroil-dietanolamida adalah

pada 3,72-4,37 menit, dan waktu retensi bahan baku dietanolamina adalah pada 1,43 –

1,63 menit. Gambar 4.51 menunjukkan spektrum HPLC pada pengamatan

menggunakan konsentrasi Novozym 10%, rasio molar DEA:AL = 3:1 dan temperatur

50oC. Hasil spektrum HPLC menunjukkan bahwa waktu retensi untuk lauroil-

dietanolamida adalah pada 3,67-4,51 menit, dan waktu retensi bahan baku

dietanolamina adalah pada 1,48 – 1,69 menit.

Pengamatan spektrum HPLC dari Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 serta Gambar 4.50

dan 4.51 menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan pada sintesis lauroil-

dietanolamida yaitu asam laurat dan dietanolamina masing masing mempunyai waktu

retensi 7-8,5 menit dan 1,4-1,6 menit, sementara produk yang dihasilkan yaitu lauroil-

dietanolamida mempunyai waktu retensi 3,8-4,6 menit. Pada beberapa sampel, pada

menit ke 4,8 juga ditemukan amida-ester yaitu N-O-dilauroil-dietanolamida. Komposisi

produk yang dihasilkan pada kondisi reaksi optimum adalah: dietanolamina sisa + 4,5 %

dan produk lauroil-dietanolamida + 95,5 %. Hasil selengkapnya analisis HPLC

diberikan pada Lampiran 2.

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Hasil spektrum HPLC untuk bahan baku sintesis lauroil-N-metil glukamida

yaitu asam laurat dan N-metil glukamina diberikan pada Tabel 4.12, manakala hasil

spektrum HPLC produk yaitu lauroil-N-metil glukamida diberikan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.12 Hasil Analisis HPLC Bahan Baku Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida

No. Nama Bahan Kode Analisa RT Area % Area

1 Asam Laurat a 1.515 103275 9.58 (AL) 7.014 601622.12 55.82 8.516 372949.88 34.60 b 1.519 92145 12.67 7.028 483856.81 66.53 8.613 151220.19 20.79 2 N-Metil a 1.507 1444779 30.6 glukamina 1.67 3276911 69.4 (MGL) b 1.506 1123849.68 31.34 1.67 2462648.32 68.66

Page 84: Chapter III v(1)

Tabel 4.13 Hasil Analisis HPLC Sintesis Lauroil-N-metil Glukamida

Konsentrasi Enzim

Rasio mol AL/MGL Temperatur No

(% b/b laurat) mol/mol (oC)

Kode Analisa RT Area % Area

1 6 1:2 40 a 3.517 3127887.3 43.91 4.125 3995785.7 56.09 b 3.51 3214626 44.58 4.104 3996740 55.42 2 10 1:2 40 a 3.514 2044692.2 45.43 4.165 2456156.9 54.57 b 3.497 1991447.8 45.72 4.155 2363885.3 54.28 3 6 2:1 40 a 1.437 28433.34 0.59 1.673 30051.16 0.63 3.526 2168626.9 45.38 4.04 2552105.1 53.4 b 1.476 32305 0.73 1.691 27571 0.62 3.569 2055199.2 46.51 4.073 2304211.4 52.14 4 10 2:1 40 a 1.459 52611.69 0.71 1.67 50147.81 0.67 3.52 3469775.6 46.56 4.045 3880188.4 52.06 b 1.472 55017.5 0.73 1.686 52889.5 0.7 3.351 3450584.5 45.83 4.028 3970893.5 52.74 5 6 1:2 60 a 1.425 70651.24 1.29 1.646 54928.26 1 3.451 2716566 49.5 4.065 2483044 45.24 b 1.456 69442.49 1.36 1.672 52809.51 1.02 3.491 2620349.4 51.41 4.082 2355261.6 46.21 6 10 1/2 60 a 1.501 273699.2 10.73 1.677 314587.3 12.33 3.507 1126365.4 44.14 4.152 837131.33 32.81 b 1.495 292619.43 11.55 1.661 289557.57 11.43 3.483 1137330.8 44.9 4.159 813421.24 32.11 7 6 2/1 60 a 3.503 4908482.5 49.13 4.15 5082509.5 50.87 b 3.471 4911832.4 50.17 4.166 4878101.6 49.838 10 2/1 60 a 1.443 62098.6 0.72 1.701 76868.4 0.89 3.472 4591724.5 53.38 4.206 3870500 45 b 1.462 56929.26 0.65 1.721 61022.74 0.69 3.493 4664890.3 52.92 4.165 4032081.7 45.74

Page 85: Chapter III v(1)

Hasil Spektrum HPLC bahan baku dan produk sintesis lauroil-N-metil

glukamida juga ditunjukkan pada Gambar 4.52 dan 4.53. Gambar 4.52 menunjukkan

spektrum HPLC bahan baku N-metil glukamina dimana waktu retensi untuk lauroil-N-

metil glukamina adalah pada 1,51 – 1,66 menit.

Gambar 4.52 Hasil Spektrum HPLC Bahan Baku N-metil Glukamina

Menggunakan Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v)

Gambar 4.53 Hasil Spektrum HPLC Senyawa Lauroil-N-metil Glukamina

Menggunakan Fasa Gerak metanol:air:TFA (80: 20: 0,3 v/v/v) pada Konsentrasi Novozym 6%, Rasio Molar MGL:AL = 2:1 dan Temperatur 60oC

Page 86: Chapter III v(1)

Gambar 4.53 menunjukkan spektrum HPLC senyawa lauroil-N-metil glukamida

pada pengamatan menggunakan konsentrasi Novozym 6%, rasio molar MGL:AL = 2:1

dan temperatur 60oC. Hasil spektrum HPLC menunjukkan bahwa waktu retensi untuk

lauroil-N-metil glukamida adalah pada 3,59 menit. Pengamatan spektrum HPLC dari

Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 serta Gambar 4.52 dan 4.53 menunjukkan bahwa bahan baku

yang digunakan pada sintesis lauroil- N-metil glukamida yaitu asam laurat dan N-metil

glukamina masing masing mempunyai waktu retensi 7-8,5 menit dan 1,5-1,6 menit,

sementara produk yang dihasilkan yaitu lauroil-N-metil glukamida mempunyai waktu

retensi 3,5-4,2 menit. Komposisi produk yang dihasilkan pada kondisi reaksi optimum

adalah: N-metil glukamina sisa + 3,5 % dan lauroil-N-metil glukamida + 96,5 %.

c) Sintesis oleoil-dietanolamida

Hasil spektrum HPLC untuk bahan baku dan produk sintesis lauroil-

dietanolamida diberikan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hasil Analisis HPLC Bahan Baku dan Produk Sintesis Oleoil-dietanolamida

No. Nama Bahan Kode Analisa RT Area % Area

1 Dietanolamina a 1.428 65124.35 57.11 1.676 489153 42.89 b 1.424 649968.87 57.84 1.681 473861.13 42.16 2 Asam Oleat a 1.417 10379 18.38 7.603 24883.75 44.06 8.571 21215.25 37.56 b 1.427 8794 23.59 7.634 25428.5 68.21 8.632 3058 8.2 3 AO-DEA 18 a 3.525 1077430 100 b 3.562 1134839 100 4 AO-DEA 19 a 3.55 616779.9 48.29 3.77 660369.1 51.71 b 3.532 684320.22 47.71 3.747 750125.28 52.29 5 AO-DEA 20 a 3.55 774192.35 32.03 3.796 1642854.65 67.97 b 3.553 909451.8 37.34 3.799 1526102.2 62.66

Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa bahan baku yang digunakan yaitu asam oleat dan

dietanolamina, masing masing mempunyai waktu retensi 7,6-8,6 menit dan 1,4-1,6

menit dimana hasil ini mendekati waktu retensi rujukan (Orellana-Coca, dkk. 2007).

Page 87: Chapter III v(1)

Produk yang dihasilkan adalah oleoil-dietanolamida yang mempunyai waktu retensi 3,5-

3,8 menit.

4.4.4 Analisis sifat fisika kimia

a) Sintesis lauroil-dietanolamida

Karakteristik produk lauroil-dietanolamida diberikan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Karakteristik Produk Lauroil-dietanolamida

Karakteristik Lauroil-dietanolamida

Kode Sampel DEA 609 DEA 613 Bilangan Asam 100,58 104,23 Bilangan Penyabunan 77,87 80,45 Bilangan Hidroksi 703,14 749,44 Densitas (gr/ml) 1,2196 1,2322 Viskositas (cP) 684 825 pH 7 7 Kelarutan Aseton Tidak larut Tidak larut Heksan Sedikit larut Sedikit larut Etanol Larut Larut Metanol Larut Larut Air Terdispersi Terdispersi HLB 4,52 4,56

b) Sintesis lauroil-N-metil glukamida

Karakteristik produk lauroil-N-metil glukamida diberikan pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Karakteristik Produk Lauroil- N-metil Glukamida

Karakteristik Lauroil-N-metil Glukamida Kode Sampel MGL 605 MGL 609 Bilangan Asam 64,34 74,05 Bilangan Penyabunan 48,27 45,46 Bilangan Hidroksi 459,30 383,25 Densitas (gr/ml) 1,1020 1,1066 Viskositas (cP, 27-29 oC) 278 283 pH 8 8 Kelarutan Aseton Tidak larut Tidak larut Heksan Sedikit larut Sedikit larut Etanol Larut Larut Metanol Larut Larut Air Terdispersi Terdispersi HLB 5 7,72

Page 88: Chapter III v(1)

c) Sintesis oleil dietanolamida

Karakteristik produk oleoil-dietanolamida diberikan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Karakteristik Produk Oleoil-dietanolamida

Karakteristik Oleoil-dietanolamida

Kode Sampel DEA 609 DEA 613 Bilangan Asam 68,2 93,56 Bilangan Penyabunan 48,16 66,79 Bilangan Hidroksi 679,57 686,26 Densitas (gr/ml) 1,3148 1,3195 Viskositas (cP, 27-29 oC) 813 1356 pH 7 7 Kelarutan Aseton Tidak larut Tidak larut Heksan Sedikit larut Sedikit larut Etanol Larut Larut Metanol Larut Larut Air Terdispersi Terdispersi HLB 5,88 5,72

Menurut Gupta, dkk. (1983), ciri-ciri surfaktan yang digunakan sebagai emulsi

pada makanan, kosmetik dan obat-obatan adalah mempunyai rentang nilai HLB 2-18

serta mempunyai tingkat toksisitas dan iritasi yang rendah. Lebih lanjut Gupta, dkk.

(1983) menyatakan bahwa pada nilai HLB 3-8 surfaktan bertindak sebagai emulsi air

dalam minyak, pada nilai HLB 8-13 sebagai emulsi minyak dalam air dan pada 15-18

sebagai solubilizer. Hasil analisis HLB sintesis alkanolamida menunjukkan bahwa nilai

HLB yang diperoleh berkisar antara 4,5 – 8. Hal ini menunjukkan bahwa surfaktan yang

dihasilkan dapat bertindak sebagai emulsi air dalam minyak.

Ikatan amida pada surfaktan alkanolamida diketahui sangat potensial untuk

berinteraksi dengan ikatan hidrogen. Disamping itu kepolaran ikatan amida akan

meningkatkan hidrofilisitas/kelarutan dalam air dari surfaktan alkanolamida (Stjerndahl

dan Holmberg, 2005), sehingga secara keseluruhan penggunaan alkanolamida sebagai

salah satu surfaktan yang potensial dapat dipertimbangkan.

Page 89: Chapter III v(1)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai optimasi sintesis

surfaktan alkanolamida yaitu lauroil-dietanolamida dan lauroil-N-metil glukamida dari

asam laurat (AL) dengan dietanolamida (DEA) dan N-metil glukamina (MGL), dapat

diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1) Pada tahap pendahuluan, jumlah asam laurat yang terkonversi menjadi alkanolamida

dipengaruhi oleh variabel reaksi. Sintesis lauroil-dietanolamida memberikan

konversi asam laurat terbaik jika menggunakan enzim Novozym 435® dengan

konsentrasi 10% (b/b AL), pelarut n-heksan dengan rasio pelarut 2:1 (v/b AL),

temperatur 50oC, waktu reaksi 24 jam serta rasio molar substrat (DEA:AL) 3:1.

Sintesis lauroil-N-metil glukamida memberikan konversi asam laurat terbaik jika

menggunakan enzim Novozym 435® dengan konsentrasi 8% (b/b AL), pelarut tert-

amil alkohol dengan rasio pelarut 3:1 (v/b AL), temperatur 50oC, waktu reaksi 48

jam serta rasio molar substrat (MGL:AL) 1:1.

2) Pada tahap optimasi :

a) Untuk sintesis lauroil-dietanolamida, peningkatan temperatur maupun

konsentrasi enzim kedua-duanya memberikan pengaruh yang signifikan untuk

meningkatkan konversi asam laurat pada reaksi AL+DEA dan kondisi

optimum yang diperoleh adalah, rasio molar DEA:AL 3:1; konsentrasi

Novozym, 10-11% serta temperatur 55-60 oC dengan konversi asam laurat

maksimum 73,05 % dan persen yield 77,82 %.

b) Untuk sintesis lauroil-N-metil glukamida efek temperatur paling signifikan

pada reaksi AL+MGL dan kondisi optimum yang diperoleh adalah, rasio

molar DEA:MGL 1:1; konsentrasi Novozym, 8 % serta temperatur 50-55 oC

dengan konversi asam laurat maksimum 64,52 % dan persen yield 97,59 %.

3) Pada tahap pengembangan proses :

a) Penambahan amina2 hingga 3 tahap menghasilkan konversi asam lemak yang

lebih tinggi dibanding satu tahap penambahan amina.

b) Penerapan kondisi tanpa pelarut dapat dijalankan pada sintesis lauroil-

dietanolamida pada temperatur reaksi 50oC.

Page 90: Chapter III v(1)

c) Penggunaan enzim hingga empat kali ulangan masih memberikan hasil yang

baik yang ditandai dengan kemampuan konversi asam laurat yang masih

tinggi.

d) Pembesaran skala reaksi menggunakan bioreaktor menghasilkan bahwa

pengaduk jenis B memberikan persen konversi yang lebih baik karena pada

pengaduk jenis B, fluida mendapat kesempatan untuk bergerak secara aksial

dan radial dengan sama kuatnya sehingga perpindahan massa juga lebih baik.

Selain itu disimpulkan bahwa kecepatan pengadukan yang lebih tinggi dari

150 rpm akan menurunkan konversi asam lemak.

e) Pada penggunaan asam oleat sebagai sumber asam lemak kondisi optimum

yang diperoleh untuk reaksi AO+DEA adalah, rasio molar substrat 1:1-2:1

(DEA/AO); konsentrasi Novozym, 6-8 % (b/v AO) serta temperatur 55-60oC

dimana akan menghasilkan konversi asam oleat 43,86 %.

4) Setelah melalui tahap purifikasi, diperoleh karakteristik produk sebagai berikut: pH

7-8, hidrophilic lipophilic balance (HLB) bernilai 4-8 dan larut terhadap pelarut

organik seperti n-heksan, etanol, metanol serta terdispersi dalam air.

5.2 Saran

Beberapa hal berikut ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk

pengembangan penelitian selanjutnya.

1) Untuk melanjutkan penelitian sebagaimana objektif pada disertasi ini perlu diamati

recoveri enzim hingga lebih dari empat kali, agar dapat dipastikan bahwa enzim

imobil dapat digunakan lebih dari 25 kali sebagaimana rujukan dari literatur.

2) Pengembangan proses sintesis menggunakan bioreaktor pada skala yang lebih besar

disarankan untuk menggunakan sekat (baffle) pada dinding reaktor maupun diantara

pengaduk. Hal ini dimaksudkan agar pencampuran yang dihasilkan lebih homogen.

3) Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan studi pada pengaruh

aktifitas air terhadap reaksi amidasi enzimatis, misalnya dengan penambahan

molecular sieve.

Berdasarkan paparan di atas diharapkan agar hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan baru pada kemajuan ilmu pengetahuan dalam sintesis

alkanolamida secara enzimatik dan masukan bagi industri oleokimia untuk digunakan

sebagai salah satu bahan surfaktan baru yang ramah lingkungan.