chapter iii-v honey comb.pdf

118
BAB III RANGKA KAKU ( RIGID FRAME ) III.1. Pendahuluan Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas elemen – elemen linear, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan pada ujung – ujungnya oleh titik hubung yang dapat mencegah rotasi relatif diantara elemen struktur yang dihubungkan. Dengan demikian elemen struktur ini menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya pada balok menerus, struktur rangka kaku adalah statis tak tentu. Banyak struktur rangka kaku tampaknya sama dengan sistem post and beam, tetapi pada kenyataannya struktur rangka kaku memiliki perilaku yang berbeda dikarenakan adanya kekuatan titik hubung pada rangka kaku. Titik hubung dapat cukup kaku sehingga memungkinkan kemampuan untuk memikul beban lateral pada rangka. III.2. Prinsip – Prinsip Umum Cara yang paling konvensional dalam memahami perilaku struktur rangka kaku adalah dengan membandingkan perilakunya terhadap beban dengan struktur balok menerus. Perilaku keduanya sangat berbeda dalam hal titik hubung, pada rangka kaku titik hubungnya bersifat kaku, sedangkan pada balok menerus titik hubungnya tidak kaku. Pada rangka kaku apabila memikul beban vertikal, kolom pada rangka dapat mengurangi rotasi balok. Hal ini berarti mengikatnya lendutan ditengah bentang elemen horizontal pada rangka, kolom memiliki kecenderungan menahan putaran sudut ujung balok. Kecenderungan ini menyebabkan berkurangnya defleksi pada bentang balok. Universitas Sumatera Utara

Upload: djoko-susilo-jusup

Post on 26-Sep-2015

32 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • BAB III

    RANGKA KAKU ( RIGID FRAME )

    III.1. Pendahuluan

    Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas elemen elemen

    linear, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan pada ujung ujungnya oleh titik

    hubung yang dapat mencegah rotasi relatif diantara elemen struktur yang dihubungkan.

    Dengan demikian elemen struktur ini menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya pada

    balok menerus, struktur rangka kaku adalah statis tak tentu.

    Banyak struktur rangka kaku tampaknya sama dengan sistem post and beam, tetapi

    pada kenyataannya struktur rangka kaku memiliki perilaku yang berbeda dikarenakan adanya

    kekuatan titik hubung pada rangka kaku. Titik hubung dapat cukup kaku sehingga

    memungkinkan kemampuan untuk memikul beban lateral pada rangka.

    III.2. Prinsip Prinsip Umum

    Cara yang paling konvensional dalam memahami perilaku struktur rangka kaku adalah

    dengan membandingkan perilakunya terhadap beban dengan struktur balok menerus. Perilaku

    keduanya sangat berbeda dalam hal titik hubung, pada rangka kaku titik hubungnya bersifat

    kaku, sedangkan pada balok menerus titik hubungnya tidak kaku. Pada rangka kaku apabila

    memikul beban vertikal, kolom pada rangka dapat mengurangi rotasi balok. Hal ini berarti

    mengikatnya lendutan ditengah bentang elemen horizontal pada rangka, kolom memiliki

    kecenderungan menahan putaran sudut ujung balok. Kecenderungan ini menyebabkan

    berkurangnya defleksi pada bentang balok.

    Universitas Sumatera Utara

  • Titik hubung kaku tidak dapat benar benar memberikan tahanan rotasi karena dibebani,

    maka balok cenderung berotasi, yang berarti juga menyebabkan kolom cenderung berotasi.

    Dengan demikian, titik hubung itu berfungsi sebagai satu kesatuan, yang berarti apabila titik

    ujung itu berotasi, maka sudut relatif antara elemen elemen yang dihubungkan tidak

    berubah ( apabila sudut antara balok dan kolom semula 90, setelah titik hubung berotasi,

    sudut tersebut tetap 90. Besar rotasi titik hubung ini tergantung pada kekakuan relatif antara

    balok dan kolom. Apabila kolom semakin kaku relatif kepada balok, maka ujung kolom

    terhadap balok tersebut semakin mendekati sifat jepit, sehingga rotasi ujung semakin kecil

    (bagaimanapun rotasi meskipun kecil selalu terjadi).

    Dari tinjauan desain, perilaku yang dijelaskan di atas secara umum berarti bahwa

    balok pada sistem rangka kaku yang memikul beban vertikal dapat didesain relatif lebih kecil

    daripada balok pada sistem post-and-beam. Ukuran relatif kolom ini akan semakin

    dipengaruhi apabila tekuk juga ditinjau karena kolom pada struktur rangka mempunyai

    tahanan ujung, sedangkan struktur kolom pada post-and-beam tidak.

    Perbedaan lain antara struktur rangka kaku dengan struktur balok menerus adalah

    adanya reaksi horizontal pada struktur rangka kaku, sementara pada struktur balok menerus

    tidak ada.

    Struktur Balok Menerus Struktur Rangka Kaku

    Gambar III.2.1 Perilaku umum struktur kaku.

    Universitas Sumatera Utara

  • Adanya gaya horizontal ini dapat mudah dimengerti apabila kita meninjau dahulu struktur

    rangka kaku yang salah satu tumpuan sendinya kita ubah menjadi rol yang dapat bergerak

    horizontal. Bentuk defleksinya akan seperti terlihat pada Gambar III.3.2. Karena pada

    kenyataannya tumpuan tersebut adalah sendi ( atau mungkin jepit ), maka harus ada gaya

    horizontal yang mempertahankan posisi titik tumpuan semula. Pondasi untuk rangka harus

    didesain untuk memikul gaya dorong horizontal yang ditimbulkan oleh beban vertikal yang

    bekerja padanya. Sedangkan pada struktur balok menerus, kolomnya tidak memikul gaya

    horizontal, akibatnya struktur pondasinya lebih sederhana dibandingkan pondasi rangka kaku.

    III.3. Analisis Rangka Kaku

    (a) Beban vertikal menyebabkan ujung bawah kolom bergerak kea rah luar struktur.

    (b) Apabila salah satu tumpuan sendi dilepaskan, pada struktur terjadi gerakan horizontal. Gaya yang diperlukan untuk mengembalikan struktur ke bentuk semula sama dengan tendangan horizontal yang timbul di lokasi yang sama.

    Gambar III.2.2 Gaya dorong (thrust) pada struktur rangka kaku yang memikul beban vertikal. [Schodek, Daniel L, STRUKUTUR]

    Universitas Sumatera Utara

  • C. Metode Analisis Pendekatan

    Metode analisis yang diuraikan di sini didasarkan atas asumsi penyederhanaan. Oleh

    karena itu , solusinya pun hanya merupakan pendekatan. Sekalipun demikian, analisis

    pendekatan yang diuraikan disini sangat berguna dalam tahap prarencana untuk menentukan

    bentuk dan ukuran struktur elemen tersebut. Estimasi ini dapat dipakai untuk analisis

    selanjutnya, dengan menggunakan metode yang lebih eksak. Banyak asumsi yang dapat

    dibuat untuk analisis pendekatan ini merupakan hal penting diperhatikan karena semakin

    banyak asumsi yang dibuat, semakin eksak solusinya.

    D. Rangka Satu Bentang

    Beban Lateral

    (a) Bentuk rangka terdefleksi.

    (b) Diagram benda bebas untuk bagian bagian rangka yang dipisah pada titik belok (titik momen

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada Gambar III.3.1 diperlihatkan reaksi untuk rangka kaku sendi. Ada empat reaksi yang

    belum diketahui (RaH, RaV, RdH dan RdV), sedangkan persamaan keseimbangan statika

    hanya ada tiga (Fx = 0, Fy = 0 dan M = 0). Dengan demikian rangka ini dianggap statis

    tak tentu berderajat satu. Khusus pada rangka ini kita masih dapat mencari reaksi vertikan

    RaV dan RdV dengan cara menuliskan jumlah momen (akibat gaya reaksi dan beban luar)

    terhadap salah satu tumpuan (lokasi momen sama dengan nol). Dengan demikian, untuk

    keseluruhan struktur :

    Ma = 0 : - Ph + RaV (0) + RaH (0) + RdV (L) + RdH (0) = 0

    Sehingga RdV = Ph/L ()

    Fy = 0 : - RaV + RdV = 0 atau -RaV + Ph/L = 0

    Sehingga RaV = Ph/L ()

    Fx = P RaH RdH = 0 ,atau RaH + RdH = P

    Jelas bahwa gaya reaksi ini dapat diperoleh hanya karena kondisi khusus bahwa kedua

    reaksi horizontal (yang belum diketahui besarnya) melalui titik pusat momen yang kita ambil.

    (d) Diagram Momen.

    (c) Diagram benda bebas balok, kolom dan titik hubung. Karena segmen-segmen tersebut tidak dipisahkan pada titik momen nol, maka ada momen internal pada gambar ini.

    Gambar III.3.1 Analisis penyederhanaan untuk rangka kaku satu bentang yang memikul beban lateral. [Schodek, Daniel L,

    STRUKUTUR]

    Universitas Sumatera Utara

  • Kita tidak mungkin menentukan reaksi horizontal RaH dan RdH hanya dengan persamaan

    keseimbangan.

    Untuk melanjutkan analisis ini dapat digunakan fakta bahwa pada elemen elemen

    struktur terdapat titik belok. Dengan menggambarkan sketsa bentuk defleksi struktur tersebut,

    lokasi titik belok dapat diperkirakan. Pada Gambar III.3.1(a) titik belok berada pada tengah

    bentang. Dengan diketahuinya titik belok dapat diperoleh lokasi momen internal yang

    besarnya nol. Dengan demikian dapat diperoleh satu persamaan tambahan yang berasal dari

    kondisi momen nol. Sehingga struktur tersebut dapat kita modelkan menjadi struktur tertentu

    (tiga sendi) dengan memisahkan model struktur tersebut menjadi dua bagian ( Gambar

    III.3.1(c) ). Untuk struktur bagian kiri :

    Mn = 0

    P (0) + RaV (L/2) RaV (h) = 0

    (Ph/L) (L/2) = RaV (h) dan RaH = P/2 ()

    Dengan meninjau keseimbangan gaya horizontal keseluruhan struktur, kita akan memperoleh

    RdH yang besarnya sama dengan RaH yaitu P/2 (). Dengan demikian semua reaksi telah

    kita peroleh (RaH=P/2, RaV=Ph/L, RdH=P/2 dan RdV=Ph/L). Karena semua reaksi telah

    diketahui, maka gaya V, momen M dan gaya aksial N pada struktur dapat diperoleh dengan

    meninjau setiap elemen ( lihat diagram benda bebas pada gambar III.3.1(b)). Kita akan

    menggunakan notasi sebagai berikut :

    Mxy = Momen pada elemen struktur x y diujung elemen struktur yang berkumpul

    di titik hubung x.

    Gaya geser dan gaya normal (atau aksial) dihitung dengan meninjau keseimbangan gaya pada

    masing masing bagian. Sebagai contoh, Vbc = Ph/L dari Fv = 0. Momen dihitung dengan

    mengkalikan gaya geser yang ada dengan panjang efektif batang. Jadi setiap batang dianggap

    sebagai balok kantilever dengan beban terpusat diujungnya. Hasil hasilnya dapat dilihat

    pada Gambar III.3.1.

    Universitas Sumatera Utara

  • Momen balok yang disebutkan diatas, dapat pula diperoleh dengancara yang sedikit

    berbeda yang menggunakan diagram benda bebas lain. Diagram benda bebas pada Gambar

    III.3.1(c) menunjukkan bagaimana struktur tersebut dapat diuraikan atas elemen elemen

    balok, kolom dan titik hubung. Konsep mengisolasi titik hubung rangka dan meninjau

    keseimbangannya sama dengan cara yang digunakan dalam menganalisis rangka batang.

    Perbedaannya , pada rangka batang titik hubungnya berupa sendi yang tidak mengalami

    momen, sedangkan pada rangka kaku, titik hubungnya berupas jepit yang mengalami momen.

    Perbedaan yang lainnya terdapat pada rangka batang keseimbangannya hanyalah pada

    keseimbangan translasional (vertikal dan horizontal) sedangkan pada rangka kaku memiliki

    keseimbangan rotasional (momen) dan juga keseimbangan translasional.

    Cara keseimbangan titik hubung. Seperti yang telah kita tinjau, momen di puncak

    kolom B-A diakibatkan oleh reaksi horizontal :

    Kolom B A : Mba = (P/2)h = Ph/2

    Jadi, pada titik hubung B ada momen yang sama besar dengan momen diatas, tetapi

    berlawanan arah. Agar keseimbangan rotasional terpenuhi, maka harus ada momen pada B

    C. Momen ini timbul pada balok.

    Titik hubung B : -Mba + Mbc = 0

    Mbc = Ph/2

    Peninjauan yang sama juga dapat dilakukan untuk kolom C D dan titik hubung D.

    Kolom C D : Mcd = (P/2)h = Ph/2

    Titik hubung C : -Mcd + Mcb = 0

    Mcb = Ph/2

    Terlihat bahwa momen ujung balok ini sama dengan yang telah kita peroleh sebelumnya.

    Gambar III.3.1(c) tidak hanya memperlihatkan keseimbangan momen balok, kolom dan titik

    hubung tetapi juga keseimbangan gaya vertikal dan horizontal. Diagram momen dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • digambarkan setiap balok dan kolom. Dengan meninjau gaya gaya yang bekerja, terlihat

    jelas bahwa setiap elemen struktur memiliki diagram momen yang bervariasi secara linear.

    Kita telah menggunakan perjanjian tanda momen lentur untuk elemen struktur

    horizontal (balok), yaitu momen lentur positif apabila terjadi tegangan tarik disisi bawah

    penampang. Untuk menggambarkan momen lentur elemen vertikal kita harus mebuat

    perjanjian tanda khusus. Cara yang umum adalah dengan meninjau elemen struktur tersebut

    dari kanan (hal ini sama dengan memutar batang 90 berlawanan jarum jam).

    Beban Vertikal

    Proses umum analisis pendekatan pada rangka yang memikul beban vertikal hampir

    sama dengan analisis pendekatan pada rangka yang memikul beban horizontal (lateral).

    Perhatikan rangka kaku pada Gambar III.3.2(a) yang memiliki kedua tumpuan sendi pada

    tumpuan kolom. Langkah pertama analisis adalah dengan menggambarkan sketsa bentuk

    defleksi rangka dan menetapkan titik belok sperti pada Gambar III.3.2(a).

    Penentuan titik belok untuk rangka yang dibebani vertikal lebih rumit daripada rangka

    yang dibebani lateral. Apabila titik hubung tidak dapat berputar sama sekali (jadi bersifat jepit

    penuh), lokasi titik belok pada balok adalah 0,21L dari kedua ujung balok (STRUKTUR-

    Daniel L.Schodek). Karena sebenarnya terjadi rotasi titik hubung tetapi bukan rotasi bebas

    seperti sendi, maka kondisi ujung terjadi rotasi titik terletak diantara kondisi jepit penuh dan

    sendi. Dengan demikian lokasi titik belok berada diantara 0L dan 0,21L dari titik hubung.

    Universitas Sumatera Utara

  • Jelas bahwa beban vertikal pada struktur ini menyebabkan timbulnya momen, baik

    pada balok maupun pada kolom. Momen maksimum pada balok dapat terjadi di tengah

    bentang maupun di ujung ujungnya. Sedangkan momen maksimum pada kolom terjadi pada

    ujungnya.

    III.4. Desain Rangka Kaku

    Desain struktur rangka kaku adalah proses yang tidak mudah. Apabila persyaratan

    persyaratan fungsional suatu gedung mengharuskan penggunaan rangka, maka desain dimensi

    dan geometri umum rangka yang didesain pada umumnya sudah pasti, dan masalah desain

    (a) Rangka yang dibebani. Titik belok terjadi di dekat ujung ujung balok. Lokasinya dianggap seperti tergambar.

    (b) Diagram benda bebas bagian bagian rangka yang dipisahkan pada titik belok. Geser, momen dan gaya aksial diperoleh dengan menggunakakn analisis statika

    (c) Diagram Momen.

    Gambar III.3.2 Analisis Penyederhanaan rangka kaku yang memikul beban vertikal. [Schodek, Daniel L, STRUKUTUR]

    Universitas Sumatera Utara

  • lebih dipusatkan pada titik hubung, jenis material dan ukuran dari elemen penampang elemen

    struktur.

    A. Pemilihan Jenis Rangka

    Derajat kekakuan struktur rangka tergantung antara lain pada banyak dan lokasi titik

    titik hubung sendi dan jepit (kaku). Beberapa jenis struktur rangka terlihat pada Gambar

    III.4.1. Titik hubung sendi maupun jepit seringkali diperlukan untuk maksud maksud

    tertentu. Meminimumkan momen rencana dan memperbesar kekakuanadalah tujuan tujuan

    dari desain umum dan memilih jenis rangka. Tinjauan lain meliputi kondisi pondasi dan

    kemudahan pelaksanaan. Dalam hal momen desain, perhatikan bahwa pada rangka rangka

    dalam gambar tersebut terdapat distribusi dan besar momen yang berbeda beda, yang berarti

    ukuran elemen elemen struktur yang dihasilkan. Defleksi dan momen pada struktur tiga

    sendi lebih besar daripada struktur dua sendi, kemudian dengan menggunakan balok

    kantilever, momen dapat dikurangi.

    Gaya gaya dan momen yang timbul pada rangka khususnya peka terhadap kondisi

    ujung, seperti terdapat pada Gambar III.4.2, yang semuanya identik terkecuali titik

    hubungnya. Beban yang sama akan menghasilkan gaya gaya dan momen yang berbeda pada

    keempat rangka ini.

    Universitas Sumatera Utara

  • Perhatikan bahwa momen sama sekali tidak terjadi pada rangka batangan, yang

    mengindikasikan bahwa ukuran batangnya dapat didesain lebih kecil. Dengan

    membandingkan rangka pada Gambar III.4.4(d) dengan yang ada pada rangka digambar

    III.4.3(c) (rangka table top). Sementara itu, momen di balok pada rangka table top ada.

    Perbedaan juga terlihat pada gaya aksial yang mengandung arti bahwa rangka table top

    umumnya memerlukan material yang lebih banyak untuk memikul beban, dibandingkan

    dengan struktur yang pertama, sehingga lebih dikehendaki khususnya dari kriteria ini saja.

    Namun, karena adanya keharusan untuk mempunyai kekakuan pada kolom dan tumpuannya,

    maka struktur pertama yang mempunyai sendi diatas kolom memerlukan pondasi yang jauh

    lebih besar dibandingkan dengan struktur table top , yang memiliki sendi di dasar. Momen

    maksimum yang timbul dirangka pada Gambar III.4.2(b), yang memiliki titik hubung jepit

    dan dasar jepit, lebih kecil daripada yang terjadi pada dua struktur negatif dan positif pada

    rangka jepit penuh ini sama dengan yang terjadi momen pada kolom seperti pada struktur

    sebelumnya. Namun, perlu diingat bahwa desain elemen struktur didasarkan pada momen

    negatif dan momen positif, bukan pada jumlah momennya. Momen total yang terjadi pada

    Gambar III.4.1 Jenis jenis struktur yang mempunyai bentuk yang didasarkan pada momen lentur yang terjadi.

    Universitas Sumatera Utara

  • semua kasus mempunyai distribusi yang lain untuk kondisi ujung dan jenis elemen struktur.

    Apabila semua faktor, termasuk juga beban vertikal, ditinjau maka rangka kaku pada Gambar

    III.4.2(d) merupakan jenis struktur yang paling menguntungkan ditinjau dari efisiensi

    struktural. Akan tetapi dalam hal pendesainan pondasi akan menimbulkan banyak masalah.

    Penggunaan tumpuan sendi seperti terlihat pada Gambar III.4.2(c) mungkin saja

    merupakan pilihan terbaik. Momen yang diakibatkan oleh turunnya tumpuan rangka yang

    mempunyai tumpuan sendi akan lebih kecil daripada yang terjadi jika tumpuan rangkanya

    jepit. Selain itu, pondasi untuk rangka yang bertumpuan sendi tidak perlu mempunyai

    kemampuan untuk memikul momen. Gaya dorong horizontal (akibat beban vertikal) juga

    biasanya lebih kecil daripada rangka yang bertumpuan jepit.

    Gambar III.4.2.1 Menentukan bentuk struktural satu bentang berdasarkan momen lentur yang ada dan kondisi ujung.

    Universitas Sumatera Utara

  • B. Momen Desain

    Apabila jenis rangka telah ditentukan, maka analisis dapat dilakukan dan ukuran

    elemen struktur dapat ditentukan menurut beban horizontal dan beban vertikal yang terjadi.

    Untuk menentukan momen desain, diperlukan kombinasi kombinasi penggabungan antara

    beban beban yang bekerja tersebut. Gambar III.4.3 mengilustrasikan proses ini untuk

    mendesain rangka kaku sederhana. Dalam beberapa hal, momen momen akibat beban

    horizontal dan vertikal dapat saling mereduksi. Momen kritis terjadi apabila momen momen

    akibat kedua beban tersebut saling memperbesar. Perlu diingat bahwa, beban lateral umumnya

    dapat mempunyai arah yang berlawanan dengan yang diasumsikan, karena itu umumnya

    beban yang terjadi akan menimbulkan momen yang saling memperbesar.

    Gambar III.4.2.2 Menentukan bentuk struktural satu bentang berdasarkan momen lentur yang ada dan kondisi ujung.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam hal beban lateral sangat besar dibandingkan dengan beban vertikal, momen

    yang diakibatkan oleh beban lateral akan dominan sehingga momen desain pada titik hubung

    (joints) juga besar. Apabila beban yang dominan adalah beban vertikal, maka momen desain

    kritis terdapat pada balok (pada tengah bentang balok). Pada kolom, momen kritisnya selalu

    terdapat pada titik ujungnya.

    Pembahasan diatas tidak dimaksudkan untuk mempersulit masalah penentuan beban

    parsial yang memberikan momen terbesar. Meskipun peninjauan lebih lanjut mengenai efek

    beban sebagian pada rangka merupakan hal yang sangat penting. Apabila momen maksimum

    kritis telah diperoleh, juga gaya aksial dan gaya geser internal, penentuan ukuran penampang

    elemen strukturaldapat dilakukan. Ada dua pilihan dalam melakuakn penentuan ukuran

    (a) Momen akibat gaya lateral.

    (b) Momen akibat gaya veritkal.

    (c) Momen pada balok akibat kombinasi beban vertikal dan beban lateral.

    (d) Elemen struktur yang dihasilkan mempunyai tinggi konstan diberi ukuran sesuai dengan momen akibat kombinasi beban vertikal dan lateral. Gambar III.4.3 Momen desain kritis pada rangka satu bentang. [Schodek, Daniel L,

    STRUKUTUR]

    Universitas Sumatera Utara

  • penampang, yang pertama adalah mengidentifikasikan momen dan gaya gaya internal yang

    maksimum pada struktur secara global, kemudian melakukan desain struktur tersebut

    berdasarkan besarnya momen maksimum dan gaya gaya internal maksimum struktur

    sehingga ukuran penampang yang diperoleh akan konstan di seluruh panjang elemen struktur

    tersebut. Hal ini berarti ukuran elemen penampang akan berukuran lebih (oversized) pada

    seluruh bagian dari struktur kecuali pada titik kritis struktur tersebut. Pilihan kedua adalah

    melakukan desain bentuk penampang sebagai respons terhadap variasi gaya momen kritis

    dalam arti desain penampang akan menghasilkan ukuran yang berbeda beda sesuai dengan

    momen dan gaya gaya internal yang diterimanya. Pilihan pertama jika dibandingkan dengan

    pilihan kedua akan terlihat tidak efesien dibandingkan dengan pilihan kedua, tetapi lebih

    diinginkan karena tinjauan dari pelaksanaannya.

    C. Penentuan Bentuk Rangka

    Elemen elemen suatu rangka kaku dapat didesain mempunyai ukuran yang

    merupakan respons langsung terhadap momen dan gaya gaya internal yang dipikulnya.

    Dalam Gambar III.4.2 , rangka didesain untuk mengikuti momen lentur yang ada dalam satu

    pembebanan. Perhatikan struktur rangka yang terlihat pada Gambar III.4.4.

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila tinggi elemen struktur didesain menurut besarnya momen di masing masing

    penampang (untuk sementara pengaruh gaya internal lainnya diabaikan) dan tidak ada

    penyimpangan dari hal ini, maka akan diperoleh konfigurasi momen seperti pada Gambar

    III.4.3 untuk setiap kondisi pembebanan yang kita tinjau. Karena jenis momen yang

    diakibatkan oleh beban vertikal sangat berbeda dengan momen akibat beban lateral, maka

    bentuk dari desain struktur yang akan diperoleh juga sangat berbeda. Kita perlu meninjau

    struktur rangka yang telah didesain berdasarkan satu jenis pembebanan, dan rangka itu

    mengalami kondisi pembebanan lainnya karena hal ini sering terjadi pada struktur gedung

    aktual.

    Apabila beban vertikal bekerja pada struktur tesebut, akan timbul momen seperti pada

    Gambar III.4.4(c). Selanjutnya struktur didesain berdasarkan efek kombinasi momen akibat

    beban vertikal dan beban lateral. Tentunya kita ingin mengetahui apakah dengan cara

    demikian kita dapat menemukan struktur rangka yang efisien. Dengan membandingkan besar

    momen yang timbul akibat beban vertikal pada jenis struktur pelengkung tiga sendi dengan

    momen yang timbul pada struktur (yang semula ditunjau) dua sendi (lihat Gambar III.4.4(d)),

    jawabannya jelas tidak. Penyelipan suatu sendi pada balok (yang ditentukan berdasarkan

    beban lateral) akan menyebabkan terjadinya distribusi momen yang tidak diinginkan pada

    balok karena momen jauh lebih besar daripada yang ada pada rangka dua sendi. Akibat

    besarnya momen tersebut, ukuran penampang yang diperlukan juga akan jauh lebih besar.

    Pendekatan dengan menggunakan respons terhadap beban vertikal sebagai rencana

    awal tidak mungkin dilakukan karena struktur empat sendi tidak stabil.

    Pilihan yang dapat digunakan adalah menentukan ukuran penampang berdasarkan

    momen negatif dan positif maksimum yang mungkin terjadi di setiap penampang akibat

    kedua jenis pembebanan tersebut. Konfigurasi struktur rangka yang akan diperoleh dari cara

    Universitas Sumatera Utara

  • ini adalah seperti pada Gambar III.4.4(f). Konfigurasi tersebut tidak optimum untuk kondisi

    beban vertikal maupun beban lateral, tetapi dapat memenuhi kondisi simultan kedua jenis

    pembebanan tersebut.

    Rangka yang terlihat pada Gambar III.4.4(f) menunjukkan karakteristik kebanyakan

    desain rangka. Disekitar titik hubung sering dilakukan pembesaran penampang (atau

    penguatan) yang merefleksikan fakta bahwa momen di bagian tersebut lebih besar

    dibandingkan dengan bagian lain.

    III.5. Kriteria Desain dan Analisis

    Untuk melakukan analisis maupun mendisain dari sutau struktur perlu ditetapkan

    kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan pendimensian/pemodelan

    struktur tersebut. Kriteria kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

    A. Kemampuan Layanan (Service ability)

    Struktur harus mampu memikul beban rancang secara aman, tanpa kelebihan

    tegangan pada material dan mempunyai batas deformasi yang masih dalam daerah yang

    diizinkan. Kemampuan suatu struktur untuk memikul beban tanpa mengalami kelebihan

    tegangan diperoleh dengan menggunakan faktor keamanan dalam mendesain elemen struktu.

    Dengan memilih ukuran serta bentuk dari struktur dan tentu saja materialnya, taraf tegangan

    pada struktur dapat ditentukan pada taraf yang masih dapat diterima secara aman, sehingga

    kelebihan tegangan pada material tidak terjadi. Pada dasarnya kriteria kekuatan merupakan

    hal yang sangat penting.

    Aspek lain mengenai kemampuan layanan suatu struktur adalah mengenai deformasi

    yang diakibatkan oleh beban, deformasi yang ditimbulkan haruslah masih dalam batas yang

    telah ditetapkan. Deformasi yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan

    tegangan pada suatu bagian struktur. Defleksi atau deformasi yang besar dapat diasosiasikan

    dengan struktur yang tidak aman, apabila deformasi yang didesain besar, maka deformasi

    tersebut haruslah didontrol dengan memvariasikan kekakuan struktur.

    Universitas Sumatera Utara

  • B. Efisiensi

    Kriteria ini mencakup juga tujuan untuk mendisain struktur yang relatif lebih

    ekonomis. Ukuran yang sering digunakan adalah banyaknya material yang diperlukan untuk

    memikul beban yang diberikan pada ruang dalam kondisi dan kendala yang ditentukan.

    Respons struktur di setiap bentangnya tentu saja berbeda beda, untuk itu perencanaan dapat

    saja dibuat dengan mengambil momen maksimum yang terjadi, atau merencanakan dimensi

    sesuai dengan diagram momen yang terbentuk.

    C. Konstruksi

    Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural. Sangat mungkin

    terjadi bahwa perakitan elemen elemen struktural akan efesien bila materialnya mudah

    dirakit. Faktor umum yang mempengaruhi kemudahan pelaksanaan pada suatu struktur adalah

    tingkat kerumitan struktur tersebut, yang dinyatakan dalam banyaknya bagian bagian

    elemen yang terlibat dan derajat relatif usaha yang diperlukan dalam merakit bagian bagian

    elemen tersebut sehingga menjadi suatu struktur secara utuh.

    III.6. Hubungan antar Panjang Bentang dan Jenis Struktural

    Panjang bentang selalu merupakan salah satu faktor penentu dalam memilih respons

    struktur untuk suatu situasi tertentu. Ada sistem struktural yang yang cocok untuk selang

    bentang tertentu dan tidak cocok untuk lainnya.Untuk memberikan gambaran bagaimana

    setiap sistem (dan materialnya) dapat mempunyai bentang maksimum, Gambar III.6.1

    mengilustrasikan interval bentang yang umum untuk setiap sistem struktur dan materialnya.

    Kegunaan bentang struktural akan jelas apabila kita mengingat bahwa momen desain

    untuk suatu beban terdistribusikan merata sebanding dengan panjang bentang. Mengali

    panjang bengan dua misalnya, akan memperbesar momen menjadi empat kalinya. Tentu saja

    ukuran elemen struktural yang ada sangat bergantung pada momen desain yang ada.

    Pendekatan untuk suatu pilihan sistem struktural juga bergantung pada faktor ini. Karena

    Universitas Sumatera Utara

  • alasan itulah diperlukan sistem struktural yang dapat memberikan pilihan yang efisien untuk

    mengimbangi momen eksternal yang ada. Untuk suatu momen yang diberikan, besar gaya

    atau tegangan internal yang timbul di daerah tarik maupun tekan bergantung langsung pada

    momen yang timbul. Semakin tinggi struktur tersebut semakin besar lengan momennya, dan

    semakin kecil tegangan atau gaya tarik maupun tekan yang timbul.

    Proses desain yang cocok untuk suatu interval bentang, menggunakan prinsip prinsip

    yang telah disebutkan diatas. Kepekaan momen desain terhadap bentang adalah hal kritis.

    Untuk bentang kecil, semua pilihan struktur pada Gambar III.6.1 memungkinkan untuk

    digunakan. Akan tetapi apabila bentangnya semakin besar, momen desainnya akan membesar,

    beberapa bentang tersebut akan menjadi kurang layak. Elemen struktur bertinggi konstan,

    seperti balok misalnya, pada umumnya berukuran relatif dangkal sehingga penambahan

    panjang bentang akan diikuti dengan bertambahnya besar tegangan dan gaya tarik serta tekan

    Gambar III.6.1 Selang bentang untuk berbagai jenis sistem struktur [Lambert, F.W,

    STRUCTURAL STEEL WORK]

    Universitas Sumatera Utara

  • yang membentuk kopel. Karena tinggi elemen struktur itu terbatas, maka penambahan ukuran

    bentang tidak selalu dapat diimbangi dengan menambah lengan momen maupun dengan cara

    lain (misalnya dengan cara memperlebar flens). Dengan demikian elemen struktur tersebut

    tidak cocok dengan bentang yang sangat besar. Kontrol defleksi juga mungkin merupakan

    tinjauan yang menentukan. Tentu saja, apabila tinggi struktural selalu diperbesar mengikuti

    momen desain yang diakibatkan oleh bentang yang semakin besar, gaya internalnya dapat

    dibuat tetap konstan. Hal inilah yang terjadi dalam pembentukan rangka batang, kabel,

    maupun pelengkung dan portal. Struktur tersebut relatif tinggi sehingga memberikan lengan

    momen internal yang sangat besar. Dengan demikian gaya gaya yang membentuk kopel

    tahanan dapat relatif kecil, dan strukturnya akan masih dapat memberikan momen tahanan

    sangat besar. Jadi sstruktur tersebut dapat digunakan pada bentang yang besar.

    III.7. Desain Balok Profil IWF Tersusun

    Seperti terlihat pada Gambar III.6.1 profil IWF dari pabrik hanya mampu mencapai

    bentang sekitar 44 meter. Namun, kekuatan material dari baja sebenarnya dapat mencapai

    bentang yang lebih besar lagi. Untuk mensiasati hal tersebut, baja IWF standard dari pabrikan

    dapat dimodifikasi dengan menambah inersia penampangnya, dengan cara menambah tinggi

    ukuran penampang profil IWF tersebut. Hal ini dapat mengefektifkan kemampuan layanan

    dari baja IWF standar menjadi lebih besar dari normalnya. Tentu saja dalam melakukan

    modifikasi terhadap penampang tersebut haruslah dilakukan dengan penuh perhitungan agar

    penampang tersebut dapat bekerja sesuai dengan batasan batasan kekuatan yang diinginkan.

    Baja IWF merupakan salah satu jenis material yang sangat mudah dimodifikasi, selain dapat

    dimodifikasi dengan cara menambah ukuran tinggi penampangnya, baja IWF juga dapat

    dimodifikasi untuk menyesuaikan ukuran penampang profilnya dengan hasil dari momen

    desain struktural.

    Universitas Sumatera Utara

  • Seperti halnya dalam perencanaan yang umum, kekuatan material, ukuran

    penampang, dan tentunya besarnya inersia dari penampang merupakan faktor faktor penting

    dalam hal pendisainnan suatu struktur. Kekuatan material yang dipakai umumnya seragam

    dan mempunyai ketetapan tersendiri sehingga tidak mungkin dimodifikasi, sedangkan ukuran

    penampang dan inersia dari penampang dapat dirubah sesuai ketentuan dan keperluannya.

    Ada dua jenis modifikasi yang umum pada baja IWF, yaitu tappered beam dan

    honeycomb beam. Pada tappered beam, ide modifikasinya adalah melakukan pendimensian

    penampang sesuai dengan kebutuhan momen desain pada setiap stationing struktural. Hasil

    desainnya tentunya membuat ukuran penampang non-prismatis yang mengikuti alur dari

    diagram momen desain. Sedangkan yang kedua adalah honeycomb beam, ide modifikasinya

    adalah menambah tinggi dari suatu profil baja IWF standard secara keseluruhan (konstan

    sepanjang bentang) untuk keperluan akan momen desain maksimum pada struktur. Hasil

    desainnya tentunya membuat ukuran penampang yang lebih tinggi dari sebelumnya.

    A. Tappered Beam

    Kegunaan dari balok non-prismatis ini menjadikan suatu profil yang lebih efektif pada

    bentang yang umumnya besar sehingga dapat mengeleminasikan kolom kolom bagian

    dalam struktur. Sehingga menciptakan ruang yang luas didalamnya. Tappered beam dapat

    diperoleh dengan dua cara, yang pertama adalah dengan mengelas dua profil sayap dengan

    satu pelat yang sebelumnya telah berbentuk non-prismatis menjadi sebuah profil non-

    prismatis (tappered beam) dan cara yang kedua adalah dengan memotong sebuah profil IWF

    dengan sudut tertentu dan kemudian membalikkan salah satu potongannya ke ujung potongan

    yang lainnya lalu mengelasnya menjadi satu profil lagi (lihat Gambar III.7.1 untuk lebih

    jelasnya).

    Kelengkungan dapat diaplikasikan pada balok tappered beam jika diperlukan. Saat

    balok non-prismatis ini dibuat dari profil IWF , kedua bagian yang terpotong dapat disatukan

    dengan kelengkunan yang diperlukan. Kemudian ujung bagian yang akan dilas sepanjang

    Universitas Sumatera Utara

  • badan ditahan sesuai dengan bentuk yang diinginkan, lalu pengelasan dimulai dengan bentuk

    seperti tadi.Garis netral pada profil non-prismatis tersebut akan mengikuti (sejajar) dengan

    garis las yang dibuat. Dalam pengerjaan pembuatan tappered beam ini, tidak boleh ada gaya

    gaya luar maupun gaya dalam yang terjadi pada profil, ini dimaksudkan balok hasil

    pengelasan nantinya tetap pada bentuk rencana.

    Pada balok non-prismatis yang terbentuk dari dua sayap dan satu pelat non-prismatis,

    kelengkungan yang diperlukan dapat dibentuk dengan cara sederhana, yaitu dengan

    memotong badan pelat menjadi kelengkungan yang diperlukan. Pelat sayap kemudian

    ditarik dengan ketat melawan pelat badan untuk menjadikan kelengkungan. Pengelasan

    dilakukan pada saat kedua bagian tersebut ditahan seimbang, dengan cara ini seharusnya tidak

    ada masalah dengan torsi pada saat pengelasan berlangsung.

    Aplikasi dari Tappered Beam untuk rangka atap

    Jika tappered beam digunakan (sisi yang miring berada disebelah atas) untuk

    konstruksi rangka atap, maka kemiringan yang dimiliki oleh tappered beam dapat dijadikan

    saluran drainase yang baik. Dengan memvariasikan tebal penampang pada ujung ujung

    balok, genteng / seng dapat cepat mengalirkan air ke talang di antara dua profil balok.

    Gambar III.7.1 Cara pembuatan tapered beam dari profil IWF.

    Universitas Sumatera Utara

  • Untuk atap datar (sisi yang miring berada dibawah), banyak kombinasi untuk rangka

    atap yang bisa dilakukan. Contohnya, pada struktur yang memiliki tiga bentang, bentang yang

    ditengah dapat digunakan tappered beam yang sisi miringnya menghadap keatas, untuk

    membuat kemiringan pada atap, sedangkan dua bentang dibagian terluar tappered beam yang

    digunakan menghadap ke bawah tapi tentunya dengan kemiringan yang mengikuti bentang

    dibagian tengah struktur.

    Masalah dengan kemampuan menahan beban lateral pada tappered beam sama saja halnya

    dengan balok biasa. Pada umumnya rangka atap adalah struktur kaku, untuk itu momen

    desain yang ditimbulakan mempunyai nilai maksimum pada titik hubungnya, sehingga

    diperlukan bagian terdalam (momen inersia terbesar) penampang pada titik hubung tersebut.

    Pada tappered beam bagian kritisnya tidak terdapat pada momen maksimum (tengah bentang

    maupun pertemuan titik hubung), lihat Gambar III.7.3, pada lengan rangka kau detailnya

    haruslah relatif terhadap tekanan (desain elastis).

    Gambar III.7.2 Tappered beam digunakan untuk menopang system drainase pada atap, pada gambar telihat pada kedua

    ujung balok yang bersatu digunakan talang .Sedangkan untuk balok memanjangnya digunakan tappered beam yang

    menghadap ke bawah.

    Universitas Sumatera Utara

  • Akibat dari pengurangan ketinggian pada ujung tappered beam (dalam rangka atap seperti

    diatas), hubungan antara balok dan kolom mungkin menghasilkan kemempuan layanan yang

    kecil terhadap beban lateral. Untuk kasus ini, beberapa lengan pengaku mungkin diperlukan

    untuk menopang beban lateral tersebut.

    Sekilas, banyak terjadi penghematan (terutama berat material) yang terjadi pada sistem

    tappered beam ini, namun ini sebenarnya tidak sebagus yang terlihat. Pertama, luasan pada

    area sayap tetaplah sama (lihat Gambar III.7.3). Kedua, kedalaman profil tappered beam di

    tengah bentang harus dibesarkan (melebihi kedalaman profil IWF normal) ini dikarenakan

    kemiringan yang diciptakan dari momen kritis pada bagian kritis (sekitar L ) yang harus

    mampu ditutupi dengan tinggi penampang pada ujung bentang (lihat Gambar III.7.4). Karena

    titik kritis tersebut, perlu direncanakan inersia yang mampu menutupi momen desain yang

    terjadi. Karena hal tersebut, penghematan yang terjadi sebenarnya tidaklah relatif besar

    dengan profil IWF normal.

    Menentukan Tinggi (Kedalaman) Kritis Profil dan Kemiringan Tappered Beam

    Tinggi kritis penampang dari tappered beam (yang mana tinggi aktual pada sebuah

    titik bentang) haruslah sama dengan tinggi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan

    momen inersia yang dapat melayani momen desain pada titik tersebut.

    Pada kasus beban terbagi rata, dengan perletakan balok sederahana, kemiringan balok

    tappered beam harus didefleksi (dengan menggunakan fungsi tangen) antara ketinggian

    minimum yang diperlukan dengan panjang bentang, ini dimaksudkan agar kemiringan

    tappered beam mempunyai ketinggian yang cukup disetiap titik bentangnya. Perencanaan

    balok non-prismatis dengan titik kritis pada bentang akan menghasilkan penghematan berat

    yang maksimum sekitar 78,6% (lihat Gambar III.7.4).

    Universitas Sumatera Utara

  • Penampang tappered beam pada titik kritis adalah :

    Formulasi untuk section modulus dapat disederhanakan dengan :

    Jika section modulus yang diperlukan untuk tahanan momen yang telah diketahui, ketinggian

    yang diperlukan dapat diketahui dengan cara :

    atau,

    Gambar III.7.4 Perbandingan Berat Relatif dari tiap pengambilan titik kritis pada Tappered beam. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    df= ketinggian antara titik berat flens

    dw= tinggi web db = tinggi profil keseluruhan

    Universitas Sumatera Utara

  • Untuk Perletakan Sederhana dengan Beban Terbagi Rata, balok Tappered Beam :

    Jika dikombinasikan maka akan menjadi :

    Untuk merencanakan kemiringan dari lengkunan akibat ketinggian kritis dititik dx pada

    sepanjang bentang, maka dapat digunakan persamaan berikut (dengan acuan pada jarak x )

    (dalam radian) :

    Gambar III.7.5 Balok non-prismatis (tappered beam) pada perletakan sederhana dengan beban terbagi rata.

    Universitas Sumatera Utara

  • Karena titik kritis berada pada jarak L, maka dengan mensubstitusikan x = L diperoleh

    (dalam radian) :

    Pada titik kritis x = L juga dapat kita peroleh :

    dan,

    Namun jika pembebanan yang dilakukan pada bentang tidak seragam, maka

    persamaan persamaan diatas tidak dapat digunakan. Pada bagian lampiran, Tabel 1, dapat

    dilihat beberapa persamaan yang dapat digunakan apabila pembebanan yang diberikan tidak

    seragam.

    Perencanaan Tappered Beam secara umum

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar III.7.6 menunjukkan cara penentuan sudut potong dan garis potong pada

    tappered beam yang menghasilkan tinggi yang berbeda beda pada setiap ujungnya, pada

    perencanaan tappered beam seringkali konsultan (perencana) menentukan terlebih dahulu

    ukuran ukuran penampang minimum yang dapat dipakai pada titik titik hubung rangka.

    Setelah mendapatkan ukuran ukuran penampang minimum tersebut, barulah konsultan

    tersebut memilih sebuah profil IWF yang sesuai dengan kebutuhan ukuran minimum

    penampang yang telah ditentukan.

    Metode yang paling umum digunakan dalam perencanaan tappered beam adalah

    dengan metode momen area yang diperlukan. Setiap titik dalam suatu bentang tentu saja

    memiliki momen yang berbeda, sehingga memerlukan momen inersia minimum yang berbeda

    beda. Pada metode momen area ini, penampang yang direncanakan berdasarkan momen

    pada titik titik hubung dan tengah bentang, maupun (bila direncanakan) pada sembarang

    titik desain. Dengan metode ini, ukuran dcl dan de dapat diketahui tinggi minimumnya, dari

    perbedaan tinggi yang diperoleh dan panjang bentang yang direncanakan maka sudut potong

    dan garis potong dapat diketahui, sehingga langkah selanjutnya tinggal menentukan profil

    IWF yang sesuai.

    Gambar III.7.6 Tappered beam .

    Universitas Sumatera Utara

  • Pengontrolan pada balok tappered beam dapat dilakukan disepanjang bentang.

    Pelaksanaan kontrol merupakan hal penting, mengingat pada umumnya momen yang timbul

    berbentuk kurva, sehingga terkadang sudut yang direncanakan dapat memotong garis kurva

    (titik kritis).

    Pada Gambar III.7.7, titik pendimensian berada pada ujung ujung bentang, tinggi

    minimum pada ujung bentang jepit do diperoleh dari momen desain Mo , sedangkan tinggi

    penampang pada ujung bebas (d1) diperoleh dari M4 (dikarenakan M4 = 0), maka tinggi

    minimum penampang adalah dua kali tebal flens profil IWF .

    Sedangkan pada jarak X1, X2 dan X3 merupakan stationing pengecekkan. Untuk tiap

    titik momen pengkontrol yang ditimbulkan berbeda beda sehingga Momen Inersia yang

    diperlukan pada setiap jarak ( X ) berbeda.

    Gambar III.7.7 Perencanaan Tappered beam pada kantilever.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada Gambar III.7.8, titik pendimensian berada pada tengah dan ujung ujung

    bentang, tinggi minimum pada tengah bentang (d1) diperoleh dari momen desain M4 ,

    sedangkan tinggi penampang pada perletakan (d0) diperoleh dari M1. Pada jarak kontrol X1,

    X2 dan X3 momen yang dihasilkan (berturut turut) adalah M1, M2 dan M3.

    Jika mengasumsikan bentuk profil persegmennya adalah seperti pada gambar III.7.9,

    maka dengan mensubtitusikan tingggi yang diperoleh akibat kemiringan sepanjang bentang

    dapat diperoleh inersia yaitu sebagai berikut :

    Gambar III.7.8 Perencanaan Tappered beam pada balok perletakan sederhana.

    Gambar III.7.9 Penampang pada tiap segmen.

    Universitas Sumatera Utara

  • Besaran momen pengkontrol yang telah kita peroleh pada Gambar III.7.7 dan Gambar

    III.7.8 (momen yang tidak dipakai dalam desain) jika dibandingkan dengan momen inersia

    persegmennya dapat melakukan kontrol terhadap momen yang timbul.

    Untuk melawan gaya gaya dalam yang mungkin terjadi (gaya normal dan gaya

    lintang), profil tappered beam diasumsikan dapat melawannya dengan tinggi a (lihat Gambar

    III.7.6). Sehingga tidak terjadi gaya gaya dalam pada bagian las.

    B. Honeycomb (Castelled) Beam

    Konsep desain dari open web adalah memberikan tinggi maksimum kepada profil

    IWF strandard. Tinggi yang dihasilkan dari pembuatan lubang pada badan akan

    meningkatkan section modulus dan momen inersia, sehingga menghasilkan penampang yang

    lebih kuat dan kaku. Selain itu, dengan cara ini berat sendiri yang ditimbulkan akan berkurang

    (beratnya tetap pada profil awal) sehingga menimbulkan efek domino pada berat struktur

    secara menyeluruh.

    Balok honeycomb dibuat dengan cara memotong secara zig zag sepanjang garis

    netralnya. Lihat Gambar III.7.10. Pemotongan akan menghasilkan dua buah bagian yang

    sama, kemudian bagian - bagian tersebut saling disatukan tiap ujung ujung potongannya.

    Hasilnya, balok yang ada akan memiliki tinggi yang lebih besar dibandingkan dari

    sebelumnya.

    Memulai desain dengan balok IWF standar yang lebih ringan balok honeycomb

    dirancang untuk dapat memikul beban yang lebih besar. Untuk desain struktur bangunan

    Gambar III.7.10 Honeycomb Beam.

    Profil IWF dipotong sepanjang bentang

    Kemudian disatukan kembali pada ujung ujung potongannya untuk memperoleh profil yang lebih tinggi

    Universitas Sumatera Utara

  • pemanfaatan bagian lubang biasanya digunakan sebagai sistem pemipaan struktur, sistem

    jaringan kabel elektrikal, dan sistem jaringan kabel telekomunikasi , sehingga pipa pipa dan

    kabel kabel tidak mengurangi volume ruang dari struktur tersebut. Lihat Gambar III.7.11.

    Pada bangunan seperti hotel atau perkantoran jarak antara lantai dan plafond dapat dikurangi,

    sehingga menghasilkan ruangan yang lebih besar.

    Selain pemanfaatan itu, balok open web ini juga menghasilkan sirkulasi udara untuk

    kebutuhan mesin mesin untuk struktur pabrik.

    Sistem pengelasan yang dilakukan pada balok castella sama halnya dengan sistem

    pengelasan pada balok tappered (non prismatis), yaitu dengan penggunaan semi-

    automatic las lengkung. Dengan sistem ini badan penampang dapat 100% tersambung.

    Jika pemotongan sepanjang bentang dilakukan dengan menggunakan kemiringan

    (seperti pada tappered beam), maka akan menghasilkan tappered open-web . Lihat

    Gambar III.7.12. Cara ini dapat digunakan untuk melakukan penghematan material yang lebih

    besar lagi dibandingkan dengan cara tappered beam ataupun dengan honeycomb beam

    normal.

    Gambar III.7.11 Bagian lubang pada Honeycomb Beam digunakan untuk sistem pemipaan dan jaringan kabel. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    Gambar III.7.12 Tappered open-web. Universitas Sumatera Utara

  • Dua open-web juga dapat disatukan bersama untuk digunakan sebagai kolom

    dengan momen inersia yang sangat besar antara sumbu x x dan sumbu y y. Lihat Gambar

    III.7.13. Sebagai pengkaku digunakan pelat kopel dengan jarak jarak tertentu pada bagian

    ujung sayap profilnya.

    Geometri dari Garis Potong Honeycomb Beam

    Garis potong zig-zag dan bentuk geometri dari potongan badan akan menentukan

    hasil bentuk penampang yang akan diperoleh.

    Gambar III.7.13 Kolom dengan menggunakan open-web.

    Potong IWF sepanjang garis zig - zag

    Balok open-web

    Gambar III.7.13 Geometri dari Garis Potong Honeycomb Beam dan hasilnya. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    Universitas Sumatera Utara

  • Sudut potong () memiliki besar antara 45 dan 70, umumnya perencanaan besar

    sudut () adalah 45 dan 60. Sudut ini haruslah cukup mampu menahan gaya geser

    horizontal sepanjang garis netral badan agar tidak melebihi batas kemampuan profil.

    Jarak e mungkin akan bervariasi sesuai kebutuhan akan penempatan pipa dan kabel,

    dan/atau untuk jarak yang dibutuhkan untuk mengelas akibat adanya sudut lubang. Akibat

    dari jarak e dibesarkan, maka kemampuan layanan terhadap gaya geser ( D ) dan normal ( N )

    sepanjang Tsection akan meningkat. Akan tetapi, ada batasan sepanjang apa jarak e dapat

    digunakan.

    Kemampuan Layanan kepada Gaya yang Diberikan

    Gambar III.7.14 Balok honeycomb dengan beberapa variasi sudut. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    Universitas Sumatera Utara

  • Fungsi sayap pada balok memikul sebagian besar dari beban dan gaya gaya internal

    yang ada, kehilangan dari area badan tidak begitu mempengaruhi balok untuk memikul

    momen selama tinggi tampang cukup untuk menghasilkan inersia yang diperlukan.

    Sedangkan, geser ( D ) dan normal ( N ) yang dipikul pada badan harus diperhatikan

    (walaupun dalam perencanaan seluruh gaya gaya internal ditampung oleh sayap). Pada

    setiap bagian badan yang bolong, dua Tsection akan berperan sebagai penahan gaya geser ( D )

    dan gaya normal ( N ). Sehingga tinggi Tsection akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan

    layanan terhadap gaya geser dan normal.

    Pada tengah bentang b ( pada Gambar III.7.15 ), gaya geser sangat kecil (pada

    Mmaks, D = 0 ) dan mungkin hanya memiliki efek yang kecil terhadap kekuatan balok. Pada

    bagian a dimana geser yang ada besar, gaya geser yang ada haruslah dapat menahan gaya

    geser tersebut.

    Kemampuan layanan terhadap geser seperti pada Gambar III.7.16, umumnya titik

    bengkok berada pada bagian atas dan bawah dari Tsection . Pada Tsection , dipengaruhi momen

    akibat geser (yang diasumsikan berada pada bagian tengah penampang, tepat berada di tengah

    lubang ), diasumsikan terbagi rata antara dua buah Tsection . Sebenarnya, desain dan perilaku

    terhadap geser pada open-web sama dengan Vierendeel truss.

    Gambar III.7.15 Balok honeycomb dengan pembebanan terbagi rata.

    Universitas Sumatera Utara

  • Anggapan utama dalam melakukan desain balok honeycomb adalah :

    Bagian atas dan bawah pada balok diasumsikan menahan gaya tekan dan gaya tarik

    yang timbul dari pembebanan yang dilakukan. = M/Sb . Pada sepanjang bentang

    tetap diasumsikan gaya tarik dan tekan yang terjadi ditransfer pada bagian Tsection .

    Untuk dicatat, bahwa perlunya pengecekan untuk kemampuan layanan terhadap gaya

    gaya lateral pada bagian Tsection ini, dan penyebaran gaya gaya tersebut ke kedua

    bagian Tsection melalui sudut dan jarak yang dibentuk pada badan utuh ke badan yang

    memiliki lubang.

    Geser vertikal yang ditahan oleh bagian badan yang utuh dan bagian yang bolong.

    Tentunya bagian yang kritis adalah bagian yang mempunyai lubang. Oleh karena itu,

    analisa geser vertikal dilakukan pada bagian Tsection .

    Pada bagian lubang, geser vertikal (D) dibagi rata ke bagian atas dan bawah Tsection ,

    asumsikan ketinggian Tsection adalah sama.

    Gambar III.7.16 Analisa balok honeycomb yang menahan gaya geser (VT). [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada sepanjang bentang, momen inersia yang digunakan adalah momen inersia yang

    dihasilkan oleh dua buah bagian Tsection.

    Tekuk pada badan akibat gaya geser

    Ada dua metode yang dapat digunakan dalam melakukan pemeriksaan terhadap geser

    pada balok sepanjang garis netral :

    Dengan menggunakan persamaan yang umum terhadap gaya geser. Dengan

    mengasumsikan bagian badan penampang solid.

    Kemudian meningkatkan besaran gaya geser yang terjadi dengan rasio panjang bagian

    badan yang utuh (s) dibandingkan dengan bagian badan yang berlubang (e).

    Maka, akan diperoleh persamaan :

    Gambar III.7.17 Gaya geser V1 dan V2 dibagi rata ke bagian Tsection atas dan Tsection bawah. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    Gambar III.7.18 Rasio pengkali berdasarkan panjang s dibandingkan panjang e. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded

    Structures.]

    Universitas Sumatera Utara

  • Menganggap bagian Tsection sebelah atas cukup mampu menahan gaya geser sebagai

    bagian yang bebas dari balok. Perbedaannya pada metode ini gaya geser yang diterima

    pada ujung bagian segmen ditransfer menjadi gaya geser pada garis netral pada

    sepanjang bentang. Lihat Gambar III.7.19.

    Dengan mengsubstitusikan :

    Gaya geser horizontal ini kemudian dipecah dengan area netto dari bagian badan

    penampang (e dan tw) untuk mendapatkan gaya geser ultimate terhadap profil.

    Dengan menggunakan free body pada Gambar III.7.19, ambil momen pada titik y.

    atau,

    Gambar III.7.19 Gaya geser (V) yang diterima ditransferkan menjadi gaya geser horizontal pada garis netral

    penampang. [ Blodgett, Omer W, 1991.: Design Of Welded Structures.]

    Universitas Sumatera Utara

  • Asumsikan, gaya geser vertikal rata rata pada titik y menjadi :

    sehingga,

    Garis Besar Umum untuk Mendesain Balok Open-Web

    Desain dari balok open web dapat dirumuskan dengan langkah langkah dibawah.

    Asumsikan perbandingan momen inersia yang dirancang akan sebesar 1.5 normal. Ini

    bukanlah sebuah faktor keamanan rancangan yang akan dibuat. Kemudian pilih profil

    IWF standar yang memiliki momen inersia diantara momen inersia perlu dengan

    momen inersia standar rancang minimum. Untuk mengetahui hubungan dari balok

    open web yang dirancang dengan standard dipakai perbandingan K1.

    Berdasarkan koefisien K1 , dapat ditentukan tinggi bagian lubang minimum yang

    harus didesain.

    Gambar III.7.20 Penentuan tinggi bagian lubang minimum.

    Universitas Sumatera Utara

  • Periksa dengan kemampuan tinggi tampang Tsection minimum dengan gaya geser

    vertikal yang terjadi.

    Dianggap Tsection sepenuhnya memikul gaya geser vertikal. Dimana berdasarkan

    perhitungan sebelumnya diperoleh :

    Tentukan lebar potongan (e) minimum. Dengan terlebih dahulu menentukan besaran

    sudut zig zag profil (antara 45 dan 70).

    Dimana K2 adalah koefisien dari persamaan :

    * = dapat diasumsikan bahw gaya geser ( V ) yang terjadi sekitar 95 % dari maksimum

    nya, karena lubang panel pertama akan berada relatif jauh dari tumpuan.

    Gambar III.7.21 Penentuan tinggi Tsection minimum.

    dimana

    Universitas Sumatera Utara

  • Setelah diperoleh profil open web yang dirancang. Inersia profil dapat

    ditentukan. Inersia yang dipakai seperti yang diuraikan sebelumnya adalah inersia

    pada bagian badan yang berlubang ( dua Tsection ).

    Setelah semua kontrol gaya gaya yang terjadi dilakukan dengan menggunakan

    kontrol IWF standard. Periksa tumpuan dari akibat gaya geser yang terjadi.

    Jumlah Lubang dan Panjang Hasil Desain Balok Honeycomb

    Seringkali pada bagian tepi (tumpuan) terjadi lubang yang tidak diinginan pada saat

    melakukan konstruksi. Lubang yang terjadi biasanya terletak pada bagian tumpuan dari

    bentang. Teknik penghilangan lubang tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan

    mengisi kekosongan lubang yang dibutuhkan memakai pelat atau mengubah metode

    pemotongan yang dilakukan. Pengisian lubang dengan cara memakai pelat tentunya dapat

    diasumsikan juga sebagai penambahan kekuatan diujung bentang (tumpuan). Lihat Gambar

    III.7.23. Perkiraan jumlah lubang yang terjadi (n) pada balok dengan panjang Lb dan panjang

    Gambar III.7.22 Kontrol geser pada titik tumpuan.

    Universitas Sumatera Utara

  • bentang hasil desain Lg dapat diketahui dengan menggunakan rumus yang terdapat pada

    gambar.

    Metode kedua adalah, penggunaan besar lubang yang tidak seragam. Hal ini

    dimaksudkan agar tidak terjadi penambahan pelat pada kedua ujungnya. Pemanjangan bagian

    e (agar lubang sesuai dengan panjang rencana) haruslah pada titik dimana gaya geser vertikal

    minimum. Ini dimaksudkan agar pemodifikasian panjang e tidak berpengaruh pada analisa

    sebelumnya. Lihat Gambar III.7.24.

    Gambar III.7.23 Pengerjaan honeycomb beam secara konvensional yang menimbulkan lubang pada salah satu ujung balok.[ Blodgett, Omer W, 1991.: Design

    Of Welded Structures.]

    Gambar III.7.23 Penambahan pelat pada ujung balok.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dapat dilihat pada gambar, pada bagian tengah rancang mempunyai panjang lubang yang

    berbeda. Dengan cara ini juga lebar bentang tetap pada lebar profil IWF awal (tidak terjadi

    kehilangan panjang bentang).

    Gambar III.7.23 Sebuah Balok Honeycomb yang memiliki lubang yang tidak seragam.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB IV

    ANALISA DAN PEMODELAN STRUKTUR

    IV.1. Pembebanan Pada Struktur

    Beban dan Kombinasi Beban

    Beban dan kombinasi beban akan ditentukan oleh peraturan aplikasi bangunan. Beban-

    beban dan kombinasi beban akan mengacu kepada SNI-1726-2002. Untuk tujuan desain,

    beban nominal akan dipakai sebagai beban yang ditentukan oleh peraturan bangunan yang

    dapat dipakai, bukan beban terfaktor. Berikut kombinasi pembebanan dengan menggunakan

    analisis elastis, dan yang akan digunakan dalam perhitungan tugas akhir ini :

    U = 1,4 D

    U = 1,2 D + 1,3 W

    Desakan angin (qw) yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah sebesar 60

    kg/cm. Pembebanan yang dilakukan pada strutur terlebih dahulu akan dianalisa sehingga

    diperoleh besaran beban yang sebenarnya pada setiap bagian dari struktur tersebut.

    Input data yang diberikan ke dalam program analisa struktur adalah beban yang telah

    dianalisa dan berat sendiri struktur pada model diprogram analaisa struktur diabaikan, karena

    berat struktur yang dimodelkan dianalisa pada tipe pembebanan D (dead loads). Sedangkan

    pembebanan W (wind loads) dipisahkan menjadi dua, yaitu beban angin kiri dan beban angin

    kanan. Perjanjian tanda akan beban desak atau hisap terlebih dahulu dianalisa sebelum diinput

    ke program analisa struktur.

    IV.2. Pemodelan Struktur

    A. Material

    Pada tugas akhir ini, material baja yang digunakan untuk pemodelan struktur portal

    tappered dan portal honeycomb adalah material baja sebagai berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • Tegangan Izin Baja ( baja ) = 160 N/mm

    Teganga Izin Sambungan ( sambungan) = 240 N/mm

    E = 200000 Mpa

    B. Pemodelan Struktur

    Konstruksi bangunan baja yang akan direncanakan adalah sebuah portal dengan

    bentang 30 meter, dengan jarak antar portal sebesar 6 meter. Kemiringan sudut balok portal

    sebesar 15 dengan ketinggian kolom 7 meter. Kemudian model portal tersebut akan

    dikerjakan dengan kombinasi pembebanan berdasarkan SNI-1726-2002.

    Untuk meninjau momen dan gaya gaya internal yang dihasilkannya, digunakan

    program analisa struktur. Pada pemodelan struktur digunakan analisis struktur dua dimensi

    yaitu pada bidang x z, sehingga struktur dianggap tidak bergoyang ke arah y.

    IV.3. Analisa Struktur

    Gambar IV.3.1 Model struktur yang akan dianalisa.

    Universitas Sumatera Utara

  • Diketahui : Konstruksi seperti gambar di atas

    Jarak portal 6 m

    Tegangan Izin baja, izin baja = 160 N/mm2

    sambungan = 240 N/mm2

    Direncanakan :

    - Dimensi gording

    - Dimensi profil konstruksi dengan Tapperd beam

    - Dimensi profil konstruksi dengan Honeycomb beam

    Perencanaan :

    PERENCANAAN GORDING

    Maka, panjang kuda kuda pada konstruksi tersebut adalah 16,56 m.

    Panjang satu jarak gording = 2,0 m (asumsi awal), maka :

    4 m

    30 m 1 m 1m

    7m

    150

    Universitas Sumatera Utara

  • 3,0

    3,0

    1,84 m 1,84 m 1,84 m

    lx

    ly

    Track stang

    Gading kap

    150

    Sb y Sb x

    - Banyaknya lapangan gording :

    - Jarak gording :

    Maka jarak antar gording adalah 1,84 m.

    Dimensi Gording

    Perencanaan gording dengan memakai track stang. Direncanakan gading gading kap

    memiliki 3 medan ekonomis, dimana dan

    1. Muatan Tetap

    Berat sendiri atap

    Berat sendiri gording

    q total

    Universitas Sumatera Utara

  • qad

    Sb x

    Sb y 150

    2. Desakan Angin

    a. Angin datang, qa = 60 kg/m2

    Koef

    qad = - 0,1

    b. Angin pergi

    Koef = 0,4

    qap

    kg/m

    Mx qa = 0

    My qa = 1/8 . qap . l2

    = 1/8. (-44,16). 62

    Universitas Sumatera Utara

  • = 198,72 kg/m

    3. Muatan Tak Terduga

    P = 100 kg PMI, Bab III Pasal 3 Ayat 20

    My = 1/4 . P. cos . l

    = 144,88 kgm

    Mx = 1/4 . P . sin . l/2

    = 19,41 kgm

    Kombinasi Momen

    Momen yang paling maksimum adalah :

    My total = ( 4,34 q + 173,64 ) kgm

    Mx total = ( 1,165 q + 27,12 ) kgm

    Rencanakan dengan profil channel tipis ( 125 x 50 x 20 x 4,5 )

    q = 8,32 kg/m F = 10590 cm2

    Wx = 34,7 cm3 ix = 4,77 cm

    Wy = 9,38 cm3 iy = 1,81 cm

    Ix = 217 cm4

    Iy = 33,1 cm4

    Universitas Sumatera Utara

  • Kontrol Tegangan

    Rumus Umum

    Kontrol Lendutan

    Maka,

    Kesimpulannya F < Fmin.( ok!)

    Universitas Sumatera Utara

  • h

    t

    d b

    h = 125 mm Wx = 34,7 cm3

    b = 50 mm Wy = 9,38 cm3

    d = 20 mm Ix = 217 cm 4

    t = 4,5 mm Iy = 33,1 cm4

    F = 10590 cm2

    q = 8,32 kg/m

    Profil Gording yang dipakai adalah Clips 125 x 50 x 20 x 4,5

    Jumlah profil Clips yang diperlukan adalah :

    Gording Kiri = Jumlah kap gording + 1 = 9 + 1 = 10 buah

    Gording Kanan = Jumlah kap gording = 9 buah

    Total Goding = 10 + 9 = 19 buah

    Universitas Sumatera Utara

  • C

    150 D B

    A B

    4 m

    7 m

    1 m 30 m 1m

    PERHITUNGAN BEBAN BEBAN YANG BEKERJA

    a). Beban Atap

    Panjang L miring = 2 ( 16 / cos 150 )

    = 33,13 m

    Panjang L datar = 32 m

    Berat Gording = qb gording x Jumlah gording x

    = 8,32 kg/m x 19 x 6

    = 948,48 kg

    = 9.484,8 N

    Berat Atap = qatap x x l

    = 3,6 kg/m2 x 6 m x 33,13 m

    = 715,62 kg

    = 7.156,2 N

    Berat w = berat gording + berat atap

    = 948,48 + 715,62

    =1664,1 kg

    Universitas Sumatera Utara

  • q2

    q1

    q3

    q4

    = 16.641 N

    Berat besi penyambungan = 25% (berat w)

    = 416,025 kg

    = 4.160,25 N

    Berat total = berat w + berat besi penyambung

    = 2080,125 kg

    = 20.801,25 N

    qekivalent = 20801,25 N / 33,13 m = 627,8 N/m

    Maka, P pada gording ujung = (627,8 N/m x 0,5 x 1,84 m ) = 577,5 N

    P pada gording tengah = (627,8 N/m x 1,84 m ) = 1.155 N

    b). Beban Angin

    Angin Kiri

    Beban desak (qw) = 600 N/m2

    Jarak kuda kuda = 6,0 m

    Beban angin = q1 = 0,9 . qw . = 3240 N/m

    Universitas Sumatera Utara

  • q2

    q1

    q3

    q4

    = q2 = (0,02 0,4) . qw . = -360 N/m

    P pada gording ujung = 331,2 N

    P pada gording tengah = 662,4 N

    = q3 = -0,4 . qw . = - 1440 N/m

    P pada gording ujung = 1324,8 N

    P pada gording tengah = 2649,6 N

    = q4 = -0,4 . qw . = - 1440 N/m

    Angin Kanan

    Beban desak (qw) = 600 N/m2

    Jarak kuda kuda = 6,0 m

    Beban angin = q1 = - 0,4 . qw . = -1440 N/m

    = q2 = - 0,4 . qw . = -1440 N/m

    P pada gording ujung = 1324,8 N

    P pada gording tengah = 2649,6 N

    = q3 = (0,02 0,4) . qw . = -360 N/m

    P pada gording ujung = 331,2 N

    Universitas Sumatera Utara

  • P pada gording tengah = 662,4 N

    = q4 = 0,9 . qw . = 3240 N/m

    b). Beban Akibat Berat sendiri penampang

    Tappered Beam

    Direncanakan penampang menggunakan modifikasi profil IWF 450 x 200 x 9 x 14

    sepanjang 3,56 meter dan profil IWF 400 x 200 x 8 x 13 sepanjang 12 meter untuk

    balok dan modifikasi profil IWF 400 x 200 x 8 x 13 sepanjang 7 meter untuk kolom.

    Honeycomb Beam

    Direncanakan penampang menggunakan modifikasi profil IWF 300 x 200 x 9 x 14

    sepanjang 15,56 meter untuk balok dan profil IWF 450 x 200 x 9 x 14 sepanjang 7

    meter untuk kolom.

    654N/m

    954 N/m s/d 636 N/m 660 N/m

    Universitas Sumatera Utara

  • OUTPUT BIDANG MOMEN , BIDANG GESER dan BIDANG NORMAL RANGKA

    A. TAPPERED BEAM

    Bidang Momen (N,meter)

    U = 1,4 D

    U = 1,2 D

    U = 1,3 W

    Bidang Momen Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Momen Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Momen Akibat Beban Angin

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,2 D + 1,3 W

    Bidang Lintang (N,meter)

    U = 1,4 D

    Bidang Momen Akibat Beban Mati , Beban Sendiri dan Beban Angin

    Bidang Lintang Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,2 D

    U = 1,3 W

    U = 1,2 D + 1,3 W

    Bidang Lintang Akibat Beban Mati , Beban

    Sendiri dan Beban Angin

    Bidang Lintang Akibat Beban Angin

    Bidang Lintang Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,2 D

    Bidang Normal (N,meter)

    U = 1,4 D

    U = 1,3 W

    Bidang Normal Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Normal Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Normal Akibat Angin

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,2 D + 1,3 W

    B. HONEYCOMB BEAM

    Bidang Momen (N,meter)

    U = 1,4 D

    Bidang Momen Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Normal Akibat Beban Mati , Beban Sendiri dan Beban Angin

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,2 D

    U = 1,3 W

    U = 1,2 D + 1,3 W

    Bidang Momen Akibat Beban Mati , Beban Sendiri dan Beban Angin

    Bidang Momen Akibat Beban Angin

    Bidang Momen Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,4 D

    Bidang Lintang (N,meter)

    U = 1,2 D

    U = 1,3 W

    Bidang Lintang Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Lintang Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Lintang Akibat Beban Angin

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,2 D + 1,3 W

    U = 1,2 D

    Bidang Normal (N,meter)

    U = 1,4 D

    Bidang Normal Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Bidang Lintang Akibat Beban Mati , Beban Sendiri dan Beban Angin

    Bidang Normal Akibat Beban Mati dan Beban Sendiri

    Universitas Sumatera Utara

  • U = 1,3 W

    U = 1,2 D + 1,3 W

    Bidang Normal Akibat Beban Mati , Beban Sendiri dan Beban Angin

    Bidang Normal Akibat Beban Angin

    Universitas Sumatera Utara

  • Station 700

    M = 155.981,44 Nm

    D = 15.731,06 N

    N = 29.224,22 N

    PERENCANAAN PENAMPANG RANGKA dan PERENCANAAN SAMBUNGAN

    A. Tappered Beam

    A.1. PERENCANAAN RANGKA TAPPERED BEAM

    Station 000

    M = 0

    D = 28.835,06 N

    N = 30.626,96 N

    Check penggunaan modifikasi profil awal IWF 400 x 200 x 8 x 13

    A.1.1 Perencanaan Kolom Tappered Beam

    300cos150150 +=

    a mm

    500cos250250 +=

    b mm

    /2 = 0,820 = 1,640

    Universitas Sumatera Utara

  • 300

    200 500

    200

    300

    13

    8

    200

    F section = 7.392 mm2

    x = 150 mm

    y = 100 mm

    Maka profil yang diperoleh adalah :

    Check Station 000

    Inersia Maksimum

    421x

    4

    22

    32

    4

    21

    31

    21

    cm 12.086,67

    2 cm 5.357,65

    ..12/1

    cm 1.371,38

    ..12/1

    2

    =

    +=

    =

    +=

    =

    +=

    +=

    xx

    x

    x

    xxx

    III

    YbhbhI

    YbhbhI

    III

    Universitas Sumatera Utara

  • cm 4,84 =

    =AI

    iy y 3cm 78,805

    .5,0=

    =h

    IW xx

    l lk

    4

    21

    4

    22

    32

    4

    21

    31

    21

    cm 51,734.1

    2 cm 66,866

    ..12/1

    cm 17,1

    ..12/1

    2

    =

    +=

    =

    +=

    =

    +=

    +=

    yyy

    y

    y

    yyy

    III

    XbhhbI

    XbhhbI

    III

    ( ) ( ) ( )3cm 448,176

    2/1..4/1.2/1.

    =

    += ffwwx thttbhhtS

    Kontrol Tekuk

    2,44102,3 ilk

    cm 495 22/1

    min

    ==

    =

    ==

    llk

    22

    221

    2

    2

    N/mm 160 ........................ N/mm 20,2

    56,1

    N/mm 10,11

    .

    N/mm 35,13

    ..

    =

    +=

    =

    +=

    =

    =

    AN

    WM

    tISD

    x

    wx

    x

    cm 12,78 =

    =AIix x

    Universitas Sumatera Utara

  • 13

    500

    200

    F section = 9.072 mm2

    mm 100ymm 250

    ==x

    4

    21

    4

    22

    32

    4

    21

    31

    21

    421

    4

    22

    32

    4

    21

    31

    21

    cm 35,735.1

    2 cm 67,866

    ..12/1

    cm 2,02

    ..12/1

    2

    cm 05,319.41

    2 cm 17.109,65

    ..12/1

    cm 76,099.7

    ..12/1

    2

    =

    +=

    =

    +=

    =

    +=

    +=

    =

    +=

    =

    +=

    =

    +=

    +=

    yyy

    y

    y

    yyy

    xxx

    x

    x

    xxx

    III

    XbhhbI

    XbhhbI

    III

    III

    YbhbhI

    YbhbhI

    III

    Check Station 700

    Inersia Maksimum

    cm 21,34 =

    =AIix x

    ( ) ( ) ( )3cm 857,776

    2/1..4/1.2/1.

    =

    += ffwwx thttbhhtS

    cm 4,37 =

    =AI

    iy y 3cm 76,652.1

    .5,0=

    =h

    IW xx

    Universitas Sumatera Utara

  • l lk

    Kontrol Tekuk

    22

    221

    2

    2

    N/mm 160 ........................ N/mm 102,49

    56,1

    N/mm 102,36

    .

    N/mm 08,4

    ..

    =

    +=

    =

    +=

    =

    =

    AN

    WM

    tISD

    x

    wx

    x

    Maka, Modifikasi dari profil IWF 400 x 200 x 8 x 13 dapat dipakai untuk penggunaan rangka

    kolom.

    A.1.2 Perencanaan Balok Tappered Beam

    Station 000

    M = 154.890,53 Nm

    D = 23.719,34 N

    N = 21.335,12 N

    Station 388

    M = 110.772,76 Nm

    D = 15.884,8 N

    2,483113,27 ilk

    cm 495 22/1

    min

    =

    =

    =

    =

    =

    llk

    Universitas Sumatera Utara

  • N = 19.695,9 N

    Station 000 sampai dengan Station 388

    Station 1552

    M = 49.317,26 Nm

    D = 17.251,36 N

    N = 14.117,67 N

    Check penggunaan modifikasi profil awal IWF 450 x 200 x 9 x 14

    400cos200200 +=

    a mm

    500cos250250 +=

    b mm

    /2 = 0,740

    = 1,480

    Universitas Sumatera Utara

  • 400

    200 500

    200

    500

    14

    200

    9

    F section = 10.130 mm2

    x = 250 mm

    y = 100 mm

    Maka profil yang diperoleh adalah :

    Check Station 000

    Inersia Maksimum

    421x

    4

    22

    32

    4

    21

    31

    21

    cm 41.900

    2 cm 16.538,29

    ..12/1

    cm 8.823,41

    ..12/1

    2

    =

    +=

    =

    +=

    =

    +=

    +=

    xx

    x

    x

    xxx

    III

    YbhbhI

    YbhbhI

    III

    Universitas Sumatera Utara

  • cm 4,27 =

    =AI

    y y

    3cm 690.1 .5,0

    =

    =h

    IW xx

    l lk

    4

    21

    4

    22

    32

    4

    21

    31

    21

    cm 35,735.1

    2 cm 67,866

    ..12/1

    2,0cm

    ..12/1

    2

    =

    +==

    +=

    =

    +=

    +=

    yyy

    y

    y

    yyy

    III

    XbhhbI

    XbhhbI

    III

    ( ) ( ) ( )3cm 907,36

    2/1..4/1.2/1.

    =

    += ffwwx thttbhhtS

    Kontrol Tekuk

    7,607

    198,6 ilk

    cm 848,8 22/1

    min

    =

    =

    =

    ==

    llk

    cm 20,3 =

    =AIix x

    Universitas Sumatera Utara

  • 400

    200

    13

    8

    22

    221

    2

    2

    N/mm 160 ........................ N/mm 107,91

    56,1

    N/mm 107,67

    .

    N/mm 7,5

    ..

    =

    +=

    =

    +=

    =

    =

    AN

    WM

    tISD

    x

    wx

    x

    Station 388 sampai dengan Station 1552

    Check penggunaan modifikasi profil IWF 450 x 200 x 9 x 14 atau penggunaan profil

    IWF 400 x 200 x 8 x 13.

    Periksa penggunaan profil terlemah, IWF 400 x 200 x 8 x 13.

    F section = 8.410 mm2 Ix = 23.700 cm4

    x = 200 cm Iy = 1.740 cm4

    y = 100 cm ix = 16,80 cm

    Wx = 1.190 cm3 iy = 4,54 cm

    Universitas Sumatera Utara

  • lk l

    Inersia Maksimum

    4

    21

    22

    32

    21

    31

    21

    421

    22

    32

    21

    31

    21

    cm 1.740

    2

    ..12/1

    ..12/1

    2

    cm 700.23

    2 ..12/1

    ..12/1

    2

    =

    +=

    +=

    +=

    +=

    =

    +=

    +=

    +=

    +=

    yyy

    y

    y

    yyy

    xxx

    x

    x

    xxx

    IIIXbhhbI

    XbhhbI

    III

    IIIYbhbhI

    YbhbhI

    III

    ( ) ( ) ( )3cm 662,976

    2/1..4/1.2/1.

    =

    += ffwwx thttbhhtS

    Kontrol Tekuk

    748,6

    186,9 ilk

    cm 848,8 22/1

    min

    =

    =

    =

    =

    =

    llk

    cm 54,4cm 8,16

    cm 190.1 3

    =

    =

    =

    y

    x

    x

    ii

    W

    Universitas Sumatera Utara

  • = 150

    = 450

    x = 600 mm

    22

    221

    2

    2

    N/mm 160 ........................ N/mm 109,18

    56,1

    N/mm 108,89

    .

    N/mm 03,6

    ..

    =

    +=

    =

    +=

    =

    =

    AN

    WM

    tISD

    x

    wx

    x

    Maka, penggunaan dari modifikasi profil IWF 450 x 200 x 9 x 14 sepanjang 3,88 meter dan

    penggunaan profil IWF 400 x 200 x 8 x 13, dapat dipakai pada rangka balok struktur.

    A.2. PERENCANAAN SAMBUNGAN RANGKA TAPPERED BEAM

    A.2.1 Titik B

    M = 155.981,44 Nm

    D = 23.719,34 N

    N = 29.224,22 N

    Universitas Sumatera Utara

  • 600

    100

    100

    100

    100

    100

    h

    a

    b

    x

    100

    Rencanakan baut d = 20 mm

    cm 7,10

    x

    cm 0,942

    . ..4/1.22

    =+

    =

    =

    =

    baah

    sda

    profil

    baut

    ( )4

    33

    cm 45.791,42

    .3/1..3/1

    =

    += xhaxbI x

    Nmm 9,1155.437.19 cos

    H1/2-x-hN'MM'

    N 22.089,4 sincos'

    N 30.474,9 sincos'

    =

    +=

    ==

    =

    +=

    DNN

    NDD

    Gaya gaya yang bekerja

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    50

    50

    50

    tw = 8 mm

    ( )

    2N/mm 167,35

    '

    =

    =

    xa I

    xhM

    2

    2

    N/mm 7,04 ..4/1.

    '

    =

    =dn

    NN

    ( )22

    221

    2

    2

    N/mm 240 ............................... N/mm 175,24

    3

    N/mm 9,7 ..4/1.

    '

    =

    ++=

    =

    =

    Na

    dnD

    Tebal Pelat Penyambung

    ( )[ ]

    ( )

    N 221.935,62

    2/t0,61 PI

    Nmm 331.502.192, 2/t-yP 0,6M

    N 55.025,36 .

    w

    w

    1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    wty

    AP

    Rencanakan tebal pelat 20 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • 600

    50

    100 100

    50 100

    h

    b

    a

    x

    50

    100 50

    22

    221

    2

    2

    2

    N/mm 160 ...................................... N/mm 132,26

    56,1

    N/mm 55,48 .

    N/mm 112,66 ..6/1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    =

    tsI

    tbM

    M

    Gunakan pelat penyambung 600 x 200 x 20 mm.

    M = 44.671,8 Nm

    D = 17.251,3 N

    N = 14.117,6 N

    A.2.2 Titik C

    Rencanakan baut d = 20 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • cm 7,10

    x

    cm 0,942

    . ..4/1.22

    =+

    =

    =

    =

    baah

    sda

    profil

    baut

    ( )

    4

    33

    cm 45.791,42

    .3/1..3/1

    =

    += xhaxbI x

    Nmm ,445.395.342 cos

    H1/2-x-hN'MM'

    N 9.171,59 sincos'

    N 30.317,38 sincos'

    =

    +=

    ==

    =

    +=

    DNN

    NDD

    Gaya gaya yang bekerja

    ( )

    2N/mm 48,87

    '

    =

    =

    xa I

    xhM

    2

    2

    N/mm 2,92 ..4/1.

    '

    =

    =dn

    NN

    ( )22

    221

    2

    2

    N/mm 240 ............................... N/mm 52,98

    3

    N/mm 6,47 ..4/1.

    '

    =

    ++=

    =

    =

    Na

    dnD

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    50

    50

    50

    tw = 8 mm

    P

    Tebal Pelat Penyambung

    ( )[ ]

    ( )

    N 74.028,95

    2/t0,61 PI

    Nmm 459.145,87 2/t-yP 0,6M

    N 16.635,72 .

    w

    w

    1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    wty

    AP

    Rencanakan tebal pelat 20 mm

    22

    221

    2

    2

    2

    N/mm 160 ...................................... N/mm 41,47

    56,1

    N/mm 18,5 .

    N/mm 34,43 ..6/1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    =

    tsI

    tbM

    M

    Gunakan pelat penyambung 600 x 200 x 20 mm.

    Universitas Sumatera Utara

  • 200 220

    N 338.520

    .

    N/mm 84,63

    08,93.220200

    N/mm 93,08

    2

    2

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    flensflens

    flens

    xterjadi

    AP

    WM

    l1 = 20 cm

    l2 l2

    Anggap tebal las 5 mm

    ( )N 102.954,7

    200.91,0..21/2 160.

    . . 11

    =

    =

    =

    tbs

    CAP geser

    A.2.3 Sambungan pada badan

    Station 388

    M = 110.772,76 Nm

    D = 15.884,8 N

    N = 19.695,9 N

    Wx min = 1190 cm3

    A pelat penyambung A flens

    200 x tp 13 x 200

    Ambil tebal pelat 20 mm.

    Sambungan Flens

    Universitas Sumatera Utara

  • 400

    hp

    Tebal plat = 20 mm

    200 220

    ( )mml

    llt

    ClasAP

    NPPPP

    las

    geser

    98,358 . . .2.2/1.

    .. .

    6,782.117 2

    2

    22

    22

    2

    12

    =

    =

    Rencanakan l2 = 400 mm

    Sambungan Badan

    2

    2

    N/mm 84,63

    08,93.220200

    N/mm 93,08

    =

    =

    =

    =

    flens

    xterjadi W

    M

    34

    33

    . 167,0 6,3487

    ..12/1..12/1

    p

    p

    xx

    hcm

    hbhb

    penyambungI badanI

    Rencanakan hp = 25 cm

    Universitas Sumatera Utara

  • 400 400

    250 400

    ( )( )

    penyambungpelat 2 Untuk cm 33,208.5penyambungpelat 1 Untuk cm 2.604,16

    25.2.12/1

    4

    4

    3

    =

    =

    =

    platI

    platI

    x

    x

    Rmaks (Dmaks) = 15.884,8 N

    NmmplatWM xwebplat

    000.463.8

    . .2

    =

    =

    Pusat las

    ( )[ ] ( )

    ( )[ ] ( )[ ] ( ) ( )[ ] ( )[ ]4

    22332x

    mm ,6339.629.000

    15,24625015,246250400400.12/12250.12/12/250400.2

    mm 15,246

    40021.

    400250400.2

    =

    ++++=+

    =+

    =

    yII

    x

    Universitas Sumatera Utara

  • ( )

    ( )

    ( )

    ( )22

    221

    2

    2

    2

    y

    T

    N/mm 160.x 0,6 N/mm 27,4

    N/mm 0,16

    .2/1

    N/mm 17,20

    2/250.

    N/mm 21,17

    15,246400.

    Nmm 245.453.438, .2/1M

    Nmm 241.221.938, 12,246400..2/1

    =

    ++=

    =

    =

    =

    +=

    =

    +

    =

    =

    +=

    =

    =

    xyy

    y

    yx

    Tx

    yx

    T

    s

    makss

    AD

    IIM

    IIM

    MM

    DM

    Universitas Sumatera Utara

  • l lk

    44,2

    112,5 ilk

    495cm 22/1

    min

    =

    =

    =

    ==

    llk

    450

    200

    B. Honeycomb (Castelled) Beam

    B.1. PERENCANAAN RANGKA HONEYCOMB BEAM

    kg/m 0,76cm 76,96

    cm 4,4cm 6,18

    cm 870.1

    500.33

    cm 1490

    2

    4

    4

    3

    ==

    =

    =

    =

    =

    =

    qA

    iiI

    cmIW

    y

    x

    y

    x

    x

    B.1.1 Perencanaan Kolom

    M = 155.506,5 Nm

    D = 28.767,2 N

    N = 35.941,3 N

    Check Profil Awal IWF 450 x 200 x 9 x 14

    ( ) ( ) ( )3cm 813,7965

    2/1..4/1.2/1.

    =

    += ffwwx thttbhhtS

    Kontrol Tekuk

    Universitas Sumatera Utara

  • 22

    221

    2

    2

    N/mm 160 ........................ N/mm 113,84

    56,1

    N/mm 113,43

    .

    N/mm 76,7

    ..

    =

    +=

    =

    +=

    =

    =

    AN

    WM

    tISD

    x

    wx

    x

    Maka, profil IWF 450 x 200 x 9 x 14 dapat digunakan pada perencanaan kolom.

    B.1.2 Perencanaan Balok Honeycomb (Castella)

    profilWMterjadi

    x

    =

    M = 154.415,58 Nm

    D = 23.033,50 N

    N = 21.070,31 N

    3 09,965 cmWx

    Asumsikan perbandingan tinggi profil IWF standard dengan IWF modifikasi sekitar 1,5.

    3cm 643,4 5,1

    (perlu) (profil)

    xxWW

    Universitas Sumatera Utara

  • 24

    4

    3

    cm 83,3

    1900cm

    300.13

    cm 893

    =

    =

    =

    =

    A

    IcmI

    W

    y

    x

    x

    D

    h tw

    Coba profil WF 300 x 200 x 9 x 14

    1,08

    (perlu) 1

    =

    =x

    x

    WWK

    Tinggi potongan honeycomb minimum

    ( )mm 24

    11

    hKHh

    Ambil h = 150 mm

    mmhhHh

    75''2=

    =

    Check tinggi potongan tampang minimum terhadap geser vertikal

    ( )!.........................................99,1975

    4,02'

    okemmmmt

    Dhprofilw

    Dianggap geser vertikal ditahan sepenuhnya oleh h

    Universitas Sumatera Utara

  • 300

    75

    150

    75

    450

    75

    150 450

    100

    14

    180,5

    450

    75

    218

    200

    9

    K2 = . . = 8,03

    Lebar potongan tampang minimum

    Rencanakan :

    = 450

    K2 = 8,03

    mm 75,492

    tan 2

    2

    eKhe

    Gunakan e = 100 mm

    Universitas Sumatera Utara

  • l lk

    59,7

    197,13 ilk

    1100cm 22/1

    min

    =

    =

    =

    ==

    llk

    Diasumsikan perletakan gording terletak pada bagian badan yang utuh (tidak berlubang) dan

    diberikan perkuatan berupa pelat pengkaku. Sehingga, balok IWF castella berperilaku seperti

    balok IWF normal.

    kg/m 0,76cm 76,96

    cm 4,4cm 6,18

    cm 870.1

    500.33

    cm 1490

    2

    4

    4

    3

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    qA

    iiI

    cmIW

    y

    x

    y

    x

    x

    Kontrol Tekuk

    22

    221

    2

    2

    N/mm 160 ........................ N/mm 115,066

    56,1

    N/mm 114,79

    .

    N/mm 59,6

    ..16,1

    =

    +=

    =

    +=

    =

    =

    AN

    WM

    HtD

    x

    wmaks

    Maka, penggunaan dari modifikasi profil IWF 300 x 200 x 9 x 14 dapat digunakan pada

    balok.

    Universitas Sumatera Utara

  • 700

    250

    50

    150

    150

    150

    150

    h

    b

    x

    a

    50

    B.2. SAMBUNGAN RANGKA HONEYCOMB BEAM

    Rencanakan baut d = 20 mm

    B.2.1 Titik B

    M = 154.415,5 Nm

    D = 8.823,7 N

    N = 18.098,9 N

    Universitas Sumatera Utara

  • cm 5,10

    x

    cm 0,628

    . ..4/1.22

    =+

    =

    =

    =

    baah

    sda

    profil

    baut

    ( )4

    33

    cm 51.371,55

    .3/1..3/1

    =

    += xhaxbI x

    ( )( )Nmm 2159.918.31

    /2/1''

    N 15.198,5 sincos'

    N 13.207,4 sincos'

    =+=

    ==

    =+=

    casHxhNMM

    DNN

    NDD

    Gaya gaya yang bekerja

    ( )

    2N/mm 185,22

    '

    =

    =

    xa I

    xhM

    2

    2

    N/mm 4,84 ..4/1.

    '

    =

    =dn

    NN

    ( )22

    221

    2

    2

    N/mm 240 ............................... N/mm 190,19

    3

    N/mm 4,2 ..4/1.

    '

    =

    ++=

    =

    =

    Na

    dnD

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    50

    50

    50

    tw = 9 mm

    Tebal pelat penyambung

    Rencanakan tebal pelat 20 mm

    22

    221

    2

    2

    2

    N/mm 160 ...................................... N/mm 143,56

    56,1

    N/mm 60,2 .

    N/mm 122,3 ..6/1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    =

    tsI

    tbM

    M

    Gunakan pelat penyambung 700 x 200 x 20 mm.

    ( )[ ]

    ( )

    N 240.869,3

    2/t0,61 PI

    Nmm 71.630.346, 2/t-yP 0,6M

    N 59.719,66 .

    w

    w

    1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    wty

    AP

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    150

    150

    150

    150

    50

    250

    700

    a

    h

    x

    b

    Rencanakan baut d = 20 mm

    B.2.2 Tititk C

    M = 44.717,06 Nm

    D = 12.063,7 N

    N = 12.073,9 N

    cm 10,5

    x

    cm 0,628

    . ..4/1.22

    =+

    =

    =

    =

    baah

    sda

    profil

    baut

    ( )4

    33

    cm 51.371,55

    .3/1..3/1

    =

    += xhaxbI x

    Universitas Sumatera Utara

  • 50

    50

    50

    50 P

    tw = 9 mm

    Nmm ,445.819.832 cos

    H1/2-x-hN'MM'

    N 8.540,3 sincos'

    N 14.777,6 sincos'

    =

    +=

    ==

    =

    +=

    DNN

    NDD

    Gaya gaya yang bekerja

    ( )

    2N/mm 53,4

    '

    =

    =

    xa I

    xhM

    2

    2

    N/mm 2,7 ..4/1.

    '

    =

    =dn

    NN

    ( )22

    221

    2

    2

    N/mm 240 ............................... N/mm 58,3

    3

    N/mm 4,7 ..4/1.

    '

    =

    ++=

    =

    =

    Na

    dnD

    Tebal pelat penyambung

    Universitas Sumatera Utara

  • Rencanakan tebal pelat 20 mm

    22

    221

    2

    2

    2

    N/mm 160 ...................................... N/mm 43,93

    56,1

    N/mm 18,5 .

    N/mm 37,4 ..6/1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    =

    tsI

    tbM

    M

    Gunakan pelat penyambung 700 x 200 x 20 mm.

    B.2.3 Sambungan pada badan

    ( )[ ]

    ( )

    N 73.835

    2/t0,61 PI

    Nmm 499.759,2 2/t-yP 0,6M

    N 18.306,2 .

    w

    w

    1

    =

    +=

    =

    =

    =

    =

    wty

    AP

    Universitas Sumatera Utara

  • N 193.954,7

    .

    N/mm 48,3

    473,66.245225

    N/mm 52,6

    2

    2

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    flensflens

    flens

    xterjadi

    AP

    WM

    225 245

    Anggap tebal las 5 mm

    ( )N 102.954,7

    200.91,0..21/2 160.

    . . 11

    =

    =

    =

    tbs

    CAP geser

    l1=200 mm

    l2 l2

    Station 1200

    M = 70.658,1 Nm

    D = 12.774,5 N

    N = 13.539,2 N

    Wx min = 1343,73 cm3

    A pelat penyambung A flens

    200 x tp 14 x 200

    Ambil tebal pelat 20 mm.

    Sambungan Flens

    Universitas Sumatera Utara

  • Tebal plat = 20 mm

    450 hp

    2N/mm 52,6

    .245225

    =

    = terjadiweb 225 245

    ( )mml

    Clt

    ClasAP

    NPPPP

    las

    geser

    5,137 . . .2.2/1.

    .. .

    6,122.45 2

    2

    22

    22

    2

    12

    =

    =

    Rencan