chapter ii_39.pdf
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. FUNGSI KOGNITIF
II.1.1. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar
seperti berpikir, mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi
kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan,
pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan,
menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dkk. 2000).
II.1.2. Domain Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif terdiri dari: (Modul Neurobehavior PERDOSSI,
2008)
a. Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau
memperhatikan satu stimulus dengan mampu mengabaikan
stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil
hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks
sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan
mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi
merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam
periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan
Universitas Sumatera Utara
-
mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan
fungsi eksekutif.
b. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan
modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika
terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori
verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak
dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu :
1. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk
menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi
yang normal. Metode yang dapat membantu menilai
kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien
menulis atau berbicara secara spontan.
2. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk
memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan
dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
perintah tersebut.
3. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu
pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang.
Universitas Sumatera Utara
-
4. Penamaan
Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai
suatu objek beserta bagian-bagiannya.
Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal
maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi
otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa
karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi
neuroanatomi.
c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan
penyandian informasi, proses penyimpanan serta proses
mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses
tersebut akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi
dalam tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu
antara stimulus dengan recall, yaitu :
1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu
antara stimulus dengan recall hanya beberapa detik.
Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk
mengingat (attention)
2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama
yaitu beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun.
3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya
bertahun-tahun bahkan seusia hidup.
Universitas Sumatera Utara
-
Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan pasien. Istilah amnesia secara umum merupakan efek
fungsi memori. Ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah
brain insult disebut amnesia anterograd. Sedangkan amnesia
retrograd merujuk pada amnesia pada yang terjadi sebelum brain
insult. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah
memori pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan
memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas
sering mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia psikogenik jika
amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan
tidak dijumpai defek pada recent memory.
d. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan
konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam
gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok.
Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus
parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.
Menggambar jam sering digunakan untuk skrining
kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan
dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
e. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu
proses kompleks seseorang dalam memecahkan masalah /
Universitas Sumatera Utara
-
persoalan baru. Proses ini meliputi kesadaran akan keberadaan
suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta memecahkan
/ mencari jalan keluar suatu persoalan.
II.1.3. Anatomi Fungsi Kognitif
Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri
dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut
sistem limbik. Sistem limbik terdiri dari amygdala, hipokampus, nukleus
talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus,
formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria, forniks,
traktus mammilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras
penghubung sistem ini (Waxman, 2007).
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran,
motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak
berikut ini merupakan bagian dari sistem limbik
1. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada
hemisfer kanan predominan untuk belajar emosi dalam keadaan
tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar
emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka
panjang, pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses
pembelajaran.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori
spasial.
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung,
tekanan darah dan kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary
bodies dan septal nuclei. Adapun forniks berperan dalam
memori dan pembelajaran.
6. Hipothalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui
produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut
jantung, lapar, haus, libido dan siklus tidur / bangun, perubahan
memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon
membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus
sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke korteks
serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat
pengaturan fungsi kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke
korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran.
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru.
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan
komponen asosiasi (Markam, 2003, Devinsky dkk. 2004).
Universitas Sumatera Utara
-
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara
lain :
1. Lobus frontalis
Pada lobus frontalis mengatur motorik, prilaku, kepribadian,
bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa
dan sintesis. Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan
sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi
anatomik dengan struktur limbik dan adanya perubahan emosi
bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan
visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual,
auditori, taktil) dari area sosiasi sekunder. Karena menerima
input dari berbagai modalitas sensori sering disebut korteks
heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensorik (cross
modal association). Sehingga manusia dapat menghubungkan
input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat atau
pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran,
penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan
seleksi rangsangan auditorik dan visual.
Universitas Sumatera Utara
-
4. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer,
visuospasial, memori dan bahasa (Markam, 2003).
II.2. TES UNTUK MENILAI FUNGSI KOGNITIF
II.2.1. Cognitive Performance Scale (CPS)
Pemeriksaan Cognitive Performace Scale ini pertama sekali
diperkenalkan oleh Morris pada tahun 1994, dengan 5 bentuk
pengukuran. Dimana bentuk bentuk pengukuran tersebut meliputi status
koma (comatose status), kemampuan dalam membuat keputusan
(decision making), kemampuan memori (short term memory), tingkat
pengertian (making self understood) dan makan (eating). Tiap kategori
dibagi dalam 7 grup, dimana pada skala nol (0) dinyatakan intact sampai
skala enam (6) dinyatakan sebagai gangguan fungsi kognitif yang sangat
berat (very severe impairment). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa
CPS memberikan penilaian fungsi kognitif yang akurat dan penuh arti
pada populasi dalam suatu institusi (Hartmaier dkk. 1995 ).
Skor CPS didasarkan pada :
(a) Apakah seseorang itu koma
(b) Kemampuannya dalam membuat keputusan
(c) Kemampuannya untuk membuat dirinya sendiri mengerti
(d) Apakah terdapat gangguan pada short-term memory atau
delayed recall
Universitas Sumatera Utara
-
(e) Apakah terdapat ketergantungan dalam self performance dalam
hal makan (eating)
Skor CPS :
(a) Nol : jika tidak terdapat gangguan dalam kemampuan membuat
keputusan, membuat dirinya sendiri mengerti dan recent
memory.
(b) Satu : jika terdapat satu dari kriteria di bawah ini
(i) Apabila kemampuan dalam membuat keputusan modified
independence atau moderately impared
(ii) Apabila kemampuan untuk membuat dirinya sendiri
mengerti, biasanya, kadang kadang, jarang/tidak pernah
mengerti atau
(iii) Terdapat gangguan recent memory
(c) Dua : jika terdapat dua dari kriteria di bawah ini
(i) Apabila kemampuan dalam membuat keputusan modified
independence atau moderately impared
(ii) Apabila kemampuan untuk membuat dirinya sendiri
mengerti, biasanya, kadang kadang, jarang/tidak pernah
mengerti atau
(iii) Terdapat gangguan short-term memory atau delayed recall
Universitas Sumatera Utara
-
(d) Tiga : jika terdapat paling tidak dua dari kriteria (b) dan satu dari
kriteria di bawah ini
(i) Kemampuan dalam membuat keputusan moderately
impaired atau
(ii) Kemampuan untuk membuat dirinya sendiri mengerti,
kadang kadang atau jarang/tidak pernah mengerti
(e) Empat : jika kedua kriteria berikut terpenuhi
(i) Kemampuan dalam membuat keputusan moderately
impaired dan
(ii) Kemampuan untuk membuat dirinya sendiri mengerti,
kadang kadang atau jarang/tidak pernah mengerti
(f) Lima : jika kemampuan membuat keputusan severely impaired
(g) Enam : jika satu dari kriteria berikut terpenuhi
(i) Kemampuan dalam membuat keputusan severely impaired
dan terdapat ketergantungan penuh dalam hal makan atau
(ii) Keadaan koma
Kemampuan dalam membuat keputusan maksudnya adalah kemampuan
membuat keputusan setiap hari tentang tugas atau aktivitas hidup sehari-
hari, dibagi atas 4 yaitu :
a. Independent : keputusan tentang rutinitas sehari-hari konsisten
dan terorganisir.
Universitas Sumatera Utara
-
b. Modified independence : aktivitas sehari-hari terorganisir, mampu
membuat keputusan dalam situasi yang sudah biasa namun terdapat
kesulitan dalam membuat keputusan apabila dihadapkan dengan tugas
atau situasi yang baru.
c. Moderately impaired : dibutuhkan peringatan, isyarat dan
pengawasan dalam merencanakan dan memperbaiki rutinas sehari-hari.
d. Severely impaired : pengambilan keputusan sangat terganggu,
tidak pernah/sangat jarang membuat keputusan.
Kemampuan membuat dirinya sendiri mengerti dibagi atas 4, yaitu :
a. Mengerti : dapat menyatakan ide secara jelas.
b. Biasanya mengerti : terdapat kesulitan dalam menemukan kata
yang tepat dalam berkomunikasi sehingga responnya terlambat.
c. Kadangkadang mengerti : terdapat kemampuan yang terbatas
tetapi dapat menyatakan permintaan yang berhubungan dengan
kebutuhan dasar (seperti makanan, minuman, tidur, toilet).
d. Jarang/tidak pernah mengerti: terdapat bunyi atau bahasa tubuh
yang spesifik yang dimengerti secara terbatas oleh orang yang merawat
(contoh menunjukkan adanya nyeri atau butuh ke toilet).
Universitas Sumatera Utara
-
II.2.2. Mini Mental State Examination ( MMSE)
Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) ini awalnya
dikembangkan untuk skrining demensia, namun sekarang digunakan
secara luas untuk pengukuran fungsi kogntif secara umum. Pemeriksaan
MMSE kini adalah instrumen skrining yang paling luas digunakan untuk
menilai status kognitif dan status mental pada usia lanjut (Kochhann dkk.
2009, Burns dkk. 2002).
Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah tes yang
paling banyak dipakai. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah
tes yang paling sering dipakai saat ini. Penilaian dengan nilai maksimal
30, cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data
dasar dan memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Skor
MMSE normal 24 30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan
gangguan fungsi kognitif (Folstein dkk. 1975, Asosiasi Alzheimer
Indonesia, 2003).
Pada penelitian MMSE di Medan, yang dilakukan pada 473 orang
sehat dengan rentang usia 16 75 tahun dan dengan berbagai latar
belakang pendidikan dan pekerjaan didapatkan nilai yang berbeda untuk
masing masing usia dan pendidikan yang berbeda (Sjahrir dkk. 2001).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 1. Nilai MMSE berdasarkan usia
Dikutip dari : Sjahrir H.,Ritarwan K.,Tarigan S.,Rambe AS., Lubis ID., Bhakti I. The Mini Mental State Examination in healthy individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J Southeast Asia.2001;6:19-22. Tabel 2. Nilai MMSE berdasarkan tingkat pendidikan
Dikutip dari : Sjahrir H.,Ritarwan K.,Tarigan S.,Rambe AS., Lubis ID., Bhakti I. The Mini Mental State Examination in healthy individuals in Medan, Indonesia by age and education level. Neurol J Southeast Asia.2001;6:19-22.
Universitas Sumatera Utara
-
Pada penelitian Sjahrir, 2001, tabel 1 menunjukkan median, kuartil
atas dan kuartil bawah skor MMSE sesuai usia dan pada tabel 2
menunjukkan median, kuartil atas dan kuartil bawah skor MMSE sesuai
dengan tingkta pendidikan. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan
yang signifikan antara usia dan skor MMSE namun terdapat hubungan
antara skor MMSE dengan tingkat pendidikan, dimana skor yang semakin
tinggi ditemukan pada subjek dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
juga, dengan nilai korelasi +0.36, p < 0,05. Namun pada penelitian ini
ditemukan perbedaan yang tidak signifikan antara skor MMSE dengan
jenis kelamin. Skor MMSE rata-rata untuk pria 27,0 dan wanita 26,8
(Sjahrir dkk. 2001).
Instrumen ini disebut mini karena hanya fokus pada aspek kognitif
dari fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood,
fenomena mental abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State
Examination (MMSE) menilai sejumlah domain kognitif, orientasi ruang
dan waktu, working and immediate memory, atensi dan kalkulasi,
penamaan benda, pengulangan kalimat, pelaksanaan perintah,
pemahaman dan pelaksanaan perintah menulis, pemahaman dan
pelaksanaan perintah verbal, perencanaan dan praksis. Instrumen ini
direkomendasikan sebagai screening untuk penilaian kognitif global oleh
American Academy of Neurology (AAN) (Kochhann dkk. 2010).
Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) dijadikan
metode skrining untuk memantau perkembangan demensia. Secara
Universitas Sumatera Utara
-
umum MMSE berkorelasi baik dengan berbagai pemeriksaan fungsi
kognitif lainnya. Nilai cut-off yang bervariasi menyokong nilai sensitifitas
dan spesifisitas yang maksimal pada populasi yang berbeda. Skor nya
dapat mengalami bias oleh karena dasar tingkat pendidikan, bahasa dan
kultur, yang mana pasien dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat
diklasifikasikan sebagai demensia dan pasien lainnya dengan tingkat
pendidikan yang tinggi dapat terlupakan. Skor 23 dengan tingkat
pendidikan sampai high school, dan skor ke 25 dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi sering kali digunakan sebagai indikasi
terdapat gangguan fungsi kognitif secara signifikan. Nilai MMSE secara
umum menurun seiring dengan pertambahan usia. Meskipun skor rata
rata yang rendah pada orang usia lanjut dapat mengakibatkan prevalensi
demensia yang semakin meningkat pada kelompok usia lanjut. Skor 30
tidak selalu berarti fungsi kognitifnya normal dan skor 0 tidak berarti
secara mutlak bahwa fungsi kognitifnya tidak ada (Woodford dkk. 2007).
II.2.3. General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG)
Pemeriksaan General Practitioner Assessment of Cognition
(GPCOG) merupakan salah satu bentuk dari Cambridge Cognitive
(CAMCOG). Pemeriksaan CAMCOG merupakan bagian tersendiri untuk
pemeriksaan fungsi kognitif dari Cambridge Examination for Mental
Disoreders of the Elderly (CAMDEX). Cambridge Cognitive (CAMCOG)
merupakan instrumen yang terstandarisasi yang digunakan untuk menilai
Universitas Sumatera Utara
-
tingkat demensia dan untuk menilai tingkat gangguan kognitif. Pengukuran
ini menilai orientasi, bahasa, memori, atensi, kemampuan berpikir abstrak,
persepsi dan kalkulasi. Akibat adanya berbagai bentuk CAMCOG untuk
menilai fungsi kognitif dalam berbagai tingkat kesulitan maka salah satu
kelebihannya adalah kemampuannya untuk mendeteksi gangguan kognitif
yang ringan (Burns dkk. 2002, Huppert dkk. 1995).
Pemeriksaan GPCOG ini dipublikasi tahun 2002, yang terdiri 9 item
cognitive dan 6 item informasi, yang diperoleh dari Cambridge Cognitive
Examination, Psychogeriatric Assesssment Scale. General Practitioner
Assessment of Cognition (GPCOG) memerlukan waktu 4 5 menit dalam
melakukan penilaian dan memiliki akurasi diagnostik yang sama dengan
MMSE dalam mendeteksi demensia (Brodaty dkk. 2002).
Bentuk CAMCOG lainnya yaitu Revised CAMCOG (CAMCOG-R)
dan Rotterdam CAMCOG (R-CAMCOG). Pemeriksaan CAMCOG-R
dipublikasi pada tahun 1999 oleh Roth, Huppert, Mountjoy dan Tym.
Revised CAMCOG (CAMCOG-R) meningkatkan kemampuan menilai
dalam menentukan berbagai bentuk demensia dan untuk membuat
diagnosa klinis yang berdasarkan ICD-10 dan DSM-IV. Sedangkan R-
CAMCOG dipublikasikan tahun 2000, R-CAMCOG merupakan versi yang
lebih singkat dari CAMCOG yang terdiri dari 25 item. Diperlukan 10 25
menit dalam melakukan penilaian ini dan sama akuratnya dengan
CAMCOG pada demensia pasca stroke (Inge de Koning dkk. 2000).
Universitas Sumatera Utara
-
II.4. KERANGKA TEORI
GPCOG
MMSE CPS
FUNGSI KOGNITIF
Jones K.dkk (2010) Skor CPS yang semakin tinggi berhubungan dengan gangguan fungsional dan demensia yang semakin besar dibandingkan dengan skor CPS yang lebih rendah.
Bula CJ. dkk (2009) Pasien dengan CPS abnormal memiliki resiko kematian yang semakin tinggi hanya apabila disertai dengan nilai MMSE yang abnormal juga.
Wellens dkk (2012) Skor MMSE
-
II.5. KERANGKA KONSEP
Usia lanjut
MMSE CPS
GPCOG
Universitas Sumatera Utara