chapter i
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
![Page 1: Chapter I](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/55cf99ad550346d0339e9c67/html5/thumbnails/1.jpg)
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika selatan yaitu Brazil kerena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit
di hutan Brazil jika dibandingkan dengan di Afrika. Pada kenyataanya tanaman
kelapa sawit hidup subur di luar daerahnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand
dan Papua nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi perhektar yang
lebih tinggi (Fauji dkk, 2005).
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawah dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911 (Fauzi dkk,2005).
Berbagai faktor dapat menyebabkan produksi kalapa sawit menurun salah satu
faktor tersebut adalah serangan hama tanaman. Serangan hama ini di areal kelapa sawit
dapat menimbulkan kerugian apabila tidak dikelolah dengan baik (Girsang dan Daswir
dalam Noprida,2009).
Hama dan penyakit yang menyerang di pembibitan tidak selalu sama dengan yang
ada di tanaman belum menghasilkan (TBM) dan di tanaman menghasilkan (TM). Di
wilayah pengembangan terutama di TBM sering mendapat serangan hama jenis ulat api
(Limacodidae), ulat kantong (Psychidae), kumbang penggerek (Oryctes sp) yang bersifat
permanen dan jenis mamalia yang bersifat sementara (Risza, 1995).
![Page 2: Chapter I](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/55cf99ad550346d0339e9c67/html5/thumbnails/2.jpg)
Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) dikenal sebagai hama yang menyerang
hampir di seluruh pertanaman kelapa di Indonesia dan merupakan salah satu hama yang
paling merusak (Mahmud, 1990). Di Indonesia kerugian yang ditimbulkan akibat
serangan kumbang Oryctes sp. cukup tinggi. Di Jawa saja diduga kehilangan produksi per
tahun berkisar 10-20 milyar rupiah (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008).
Areal TBM menjadi sasaran utama hama O. rhinoceros dengan pelepah-pelepah
muda yang mengering diantara daun-daun tua yang masih hijau (PPKS, 2004). Imago
menggerek terutama bagian sisi batang pada pangkal pelepah yang lebih rendah,
mencapai langsung titik tumbuh. Imago ini juga menyerang pelepah pertama pada
mahkota dengan memakan jaringan tanaman yang masih muda sehingga pertumbuhan
pelepah baru akan terganggu bentuknya dan mengganggu proses fotosintesis (PPKS,
1996).
Setiap hama mempunyai musuh alami yang dapat berupa parasit, predator
(pemangsa) atau penyakit. Kalau musuh-musuh alami ini tidak cukup banyak, maka
hama akan mudah berkembang biak (Mahmud, 1990). O. Rhinoceros dapat dikendalikan
dengan cara fisik, pengutipan langsung, kimia yaitu dengan penggunaan pestisida atau
dengan biologi yaitu penggunaan Metharizium anisophilae dan Baculovirus oryctes
(PPKS, 2004).
Pengendalian O. rhinoceros dengan insektisida granular mempunyai kelemahan
antara lain mahal dan mencemari lingkungan, sedangkan cara pengutipan dengan tangan
membutuhkan tenaga yang relatif banyak (Susanto, 2006). Pencegahan perkembangan O.
rhinoceros dapat dilakukan dengan menanam tanaman penutup tanah misalnya Mucuna
![Page 3: Chapter I](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/55cf99ad550346d0339e9c67/html5/thumbnails/3.jpg)
sp. sehingga hal ini akan mempersulit O. rhinoceros untuk meletakkan telur
(Prawirosukarto dkk, 2003).
Tanaman sistem peremajaan tanpa bakar (zero burning) dengan kondisi tanaman
tua yang banyak terserang Ganoderma boninse mengakibatkan tingginya serangan hama
O. rhinoceros pada tanaman sawit muda yang mengakibatkan kematian dan kerugian
secara materi. Metode pengendalian dengan menggunakan feromon sintetik dan
dikombinasikan dengan penggunaan senyawa kimia sebagai pelindung telah terbukti
meminimalkan kerusakan dan serangan hama O. rhinoceros pada tanaman sawit muda
(Chenon dan Pasaribu, 2005).
Feromon berperan dalam monitoring populasi hama sebagai bagian penting dalam
pengendalian hama secara terpadu serta dapat digunakan dalam pengendalian hama yang
berwawasan lingkungan. Penggunaan feromon dalam pengendalian hama O. rhinoceros
sudah dilakukan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa feromon agregasi
sintetik dapat menangkap kumbang O. rhinoceros betina lebih banyak dibanding
kumbang jantan (Alouw, 2007).
Feromon adalah bahan yang disekresikan oleh organisme dan berguna untuk
berkomunikasi secara kimia dengan sesamanya dalam sepesies yang sama. Berdasarkan
fungsinya ada dua kelompok feromon yaitu: Feromon releaser yang memberikan
pengaruh langsung pada sistem saraf pusat individu penerima untuk menghasilkan respon
tingkah laku dengan segera. Feromon ini terdiri dari tiga jenis, yaitu feromon sex,
feromon jejak, dan feromon alarm.Feromon primer yang berpengaruh pada sistem syaraf
endokrim dan reproduksi individu penerima sehingga menyebabkan perubahan-
perubahan fisiologis (Anonimus, 2010).
![Page 4: Chapter I](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/55cf99ad550346d0339e9c67/html5/thumbnails/4.jpg)
Kumbang O. rhinoceros jantan dan betina yang menggerek selalu berpindah-
pindah dari pohon yang satu ke pohon sekitarnya sehingga menyebabkan serangan
semakin meluas (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008). Biasanya serangan kumbang
O. rhinoceros akan diikuti oleh kumbang R. ferrugineus atau bakteri ataupun
cendawan, sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Keadaan seperti ini tanaman
mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal
(PPKS, 2004).
Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja sampai agak
malam (sampai dengan pukul 21.00 wib), dan jarang dijumpai pada waktu larut malam.
Dari pengalaman diketahui, bahwa kumbang banyak menyerang kelapa pada malam
sebelum turun hujan. Keadaan tersebut ternyata merangsang kumbang untuk keluar dari
persembunyiannya (PPKS, 2004).
Pada kelapa sawit yang ditanam pada tahun-tahun pertama, seekor kumbang
tanduk meyerang sebatang pohon selama 4-6 hari sebelum ia pindah menyerang pohon
lain. Akibatnya walaupun populasi yang kecil saja, tetapi populasi itu dapat
menyebabkan kerusakan besar pada kelapa sawit (PPKS, 1996).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
kemampuan Oryctes rhinoceros untuk menyebar berdasarkan arah mata angin dari timur-
barat pada tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan.
![Page 5: Chapter I](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081809/55cf99ad550346d0339e9c67/html5/thumbnails/5.jpg)
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan Oryctes rhinoceros menyebar pada areal tanaman
kelapa sawit pada musim hujan.
Hipotesis Penelitian
1. Diduga adanya pengaruh suhu, kelembaban,curah hujan dan angin terhadap
penyebaran Oryctes rhinoceros di lapangan.
2. Diduga adanya perbedaan kumbang O. rhinoceros yang betina dan jantan
yang tertangkap.
3. Diduga adanya hubungan antara penyebaran kumbang tanduk O.rhinoceros
dengan keadaan areal pertanaman kelapa sawit.
Kegunaan Penelitian
• Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Hama
dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
• Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.