validasi metode analisis logam timbal dan cadmium dengan metode ssa (chapter i)

Upload: arfandy-appank-askardin

Post on 01-Mar-2016

88 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Validasi Metode Analisis Logam Timbal Dan Cadmium Dengan Metode SSA (Chapter I)

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kunyit (Curcuma longa Linn.) merupakan salah satu tanaman temu-

    temuan yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dibudidayakan (Rukmana,

    1994). Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting yang dapat dimanfaatkan

    sebagai bahan obat, bumbu masak, bahan pewarna, dan kosmetik. Khasiat

    terpenting tanaman ini berdasar kandungan kurkuminoidnya diantaranya adalah

    sebagai antibakteri, antioksidan, dan antihepatotoksik (Gounder & Lingamallu,

    2012; Singh dkk., 2010; Rukmana, 1994). Berdasarkan atas hal-hal tersebut, hasil

    komoditas pertanian sebagai tanaman obat ini sebagian besar digunakan untuk

    konsumsi, industri kecil obat tradisional (IKOT), dan industri obat tradisional

    (IOT) sedangkan sisanya untuk industri farmasi berkaitan dengan minimnya

    produk obat yang sudah melalui uji klinik (Anonim, 2014). Data mengenai

    penggunaan kunyit di Indonesia disajikan pada tabel I (Anonim, 2014).

    Tabel I. Penggunaan kunyit di Indonesia tahun 2002

    Penggunaan Jumlah dari beberapa tanaman obat di

    Indonesia (%)

    Konsumsi 40,93

    IOT 23,55

    IKOT 30,61

    Industri farmasi 4,91

  • 2

    Seiring dengan meningkatnya permintaan kunyit di Indonesia sebagai

    tanaman obat (Anonim, 2014), terdapat risiko pencemaran terhadap hasil

    komoditas pertanian khususnya kunyit dari adanya logam berat. Pencemaran

    logam berat yang berawal di tanah selanjutnya akan mencemari tanaman sebagai

    bahan pangan untuk dikonsumsi manusia (Widowati dkk., 2008). Logam berat

    yang masuk ke dalam tanah diantaranya melalui penggunaan pupuk dan pestisida,

    penimbunan debu, hujan, pengikisan tanah, dan limbah industri (Darmono, 1995).

    Akumulasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg) dalam

    tanaman dapat menimbulkan potensi toksisitas jika dikonsumsi oleh manusia

    (Bakkali dkk., 2009). Toksisitas yang ditimbulkan oleh kadmium diantaranya

    adalah gangguan fungsi ginjal, hati, dan sirkulasi darah (Widowati dkk., 2008).

    Sementara timbal dapat menyebabkan potensi yang tinggi terhadap terjadinya

    asma pada anak-anak (Wells dkk., 2014). Disamping itu, merkuri merupakan

    logam berat yang mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi (Syversen & Kaur,

    2012) dan dapat menimbulkan gangguan pernafasan dan sistem saraf (Widowati

    dkk., 2008).

    Dalam menanggapi pencemaran logam berat dalam bahan pangan, maka

    ditetapkan batas maksimum cemaran logam berat melalui Standar Nasional

    Indonesia (SNI 7387:2009). Batas maksimum kandungan Cd, Pb, dan Hg dalam

    rimpang kunyit masing-masing adalah 0,2 mg/kg, 0,5 mg/kg, dan 0,03 mg/kg

    (Anonim, 2009). Berdasarkan informasi tersebut, maka dibutuhkan metode

    analisis elemen sekelumit (trace element analysis) dalam kunyit. Prosedur

    tersebut diawali dengan tahap dekomposisi sampel kunyit melalui proses digesti

  • 3

    basah (wet digestion) yang cocok untuk membebaskan logam dalam jumlah

    sekelumit dari sampel kunyit (Mester & Sturgeon, 2003). Spektrofotometri

    serapan atom (SSA) nyala merupakan metode analisis yang sesuai untuk logam

    Cd dan Pb berkaitan dengan sensitivitas yang sesuai untuk analisis sekelumit dan

    spesifisitas yang tinggi, sistem pengaturan yang sederhana, kecepatan analisis

    yang tinggi, dan minimnya gangguan terhadap analisis menggunakan SSA nyala

    dibandingkan dengan metode analisis logam berat lainnya (Gennaro dkk., 2011;

    Beaty & Kerber, 1993). Sementara metode yang dapat digunakan untuk analisis

    logam merkuri adalah metode yang berbasis teknik uap dingin (cold vapor

    technique) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk logam Hg

    serta sistem pengaturan dan pengukuran yang lebih sederhana dibandingkan

    metode analisis logam Hg yang lain (Beaty & Kerber, 1993).

    Dalam upaya menjamin bahwa metode analisis terhadap ketiga logam

    berat tersebut dapat diterima validitas dan reliabilitasnya, maka perlu dilakukan

    validasi metode analisis logam Cd dan Pb secara SSA nyala dan Hg dengan

    Mercury Analyzer dalam rimpang kunyit yang belum pernah dilakukan

    sebelumnya.

    B. Rumusan Masalah

    a. Bagaimana gambaran hasil parameter validasi metode analisis kadmium

    dan timbal secara spektrofotometri serapan atom nyala dalam rimpang

    kunyit?

  • 4

    b. Bagaimana gambaran hasil parameter validasi metode analisis merkuri

    dengan Mercury Analyzer dalam rimpang kunyit?

    c. Bagaimana penerapan metode analisis yang telah divalidasi untuk

    penetapan kandungan kadmium, timbal, dan merkuri dalam rimpang

    kunyit yang ada di pasaran?

    C. Manfaat Penelitian

    Manfaat dari adanya penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai

    hasil parameter validasi metode analisis ketiga logam berat tersebut kepada

    peneliti lain untuk dapat diaplikasikan sebagai pengawasan terhadap kandungan

    ketiga logam berat tersebut dalam rimpang kunyit yang ada di pasaran.

    D. Tujuan Penelitian

    1. Melakukan validasi metode analisis kadmium dan timbal secara

    spektrofotometri serapan atom nyala dalam rimpang kunyit.

    2. Melakukan validasi metode analisis merkuri dengan Mercury Analyzer

    dalam rimpang kunyit.

    3. Menerapkan metode analisis yang telah divalidasi untuk penetapan

    kandungan logam kadmium, timbal, dan merkuri dalam rimpang kunyit

    yang ada di pasaran.

  • 5

    E. Tinjauan Pustaka

    1. Kunyit

    Kunyit merupakan tanaman dari spesies Curcuma longa Linn. sebagai

    tanaman herba tropis asli dari Asia Tenggara (Gounder & Lingamallu, 2012).

    Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah tropika maupun subtropika dan tumbuh

    sepanjang tahun di daerah-daerah dataran rendah sampai dataran tinggi 2.000

    meter di atas permukaan laut. Susunan tubuh tanaman kunyit terdiri atas akar,

    rimpang, batang semu, pelepah daun, daun, tangkai muda, dan kuntum bunga

    (Rukmana, 1994). Sistem perakarannya merupakan akar serabut berbentuk benang

    yang menempel pada rimpang. Rimpang kunyit bercabang-cabang dengan bentuk

    bulat panjang dan kulit rimpang berwarna kuning muda hingga jingga kecoklatan

    sementara dagingnya berwarna kuning hingga jingga terang agak kuning.

    Batangnya pendek dan semu dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup satu

    sama lain. Daunnya tumbuh berjumbai dan berwarna hijau sementara kuntum

    bunganya tumbuh tunggal berwarna putih pucat atau kuning. Klasifikasi kunyit

    menurut Linnaeus adalah sebagai berikut (Anonimb, 2014).

    Kingdom : Plantae

    Divisio : Magnoliophyta

    Kelas : Liliopsida

    Subkelas : Zingiberidae

    Ordo : Zingiberales

    Famili : Zingiberaceae

    Genus : Curcuma

  • 6

    Spesies : Curcuma longa Linn.

    Bagian terpenting dari tanaman kunyit adalah rimpangnya yang

    dimanfaatkan sebagai bahan obat, bumbu masak, bahan pewarna, dan kosmetik

    (Rukmana, 1994). Komponen utama yang terpenting dalam rimpang kunyit adalah

    kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa kurkumin dan

    turunannya dengan aktivitas biologisnya sebagai antibakteri, antioksidan, dan

    antihepatotoksik. Sementara kandungan lainnya adalah air, protein, lemak,

    mineral, serat kasar, karbohidrat, pati, karoten, dan tanin.

    2. Logam berat

    Logam berat merupakan unsur kimia dengan massa jenis lebih dari 5,0

    g/cm3 (Furini, 2012). Berdasarkan informasi dari tabel periodik unsur, bahwa dari

    109 unsur kimia terdapat 80 jenis logam berat di muka bumi ini (Widowati dkk.,

    2008). Ada jenis logam berat tertentu yang dibutuhkan oleh organisme sebagai

    mikronutrien antara lain adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain-lain. Sementara itu,

    ada jenis logam berat yang belum diketahui manfaatnya dan dapat bersifat toksik

    pada konsentrasi yang rendah, beberapa diantaranya adalah Hg, Cd, dan Pb.

    Namun demikian, keberadaan dari jenis-jenis logam tersebut jika berlebihan juga

    akan menimbulkan efek toksik (Furini, 2012).

    Logam berat masuk ke dalam tanah melalui penggunaan pupuk dan

    pestisida, penimbunan debu, hujan, pengikisan tanah, dan limbah industri

    (Darmono, 1995). Mobilitas logam berat di dalam tanah dipengaruhi oleh

    penyebaran akar dan mikroba dalam tanah (Furini, 2012). Logam berat masuk ke

  • 7

    dalam tanaman secara transeluler melalui membran plasma dari akar tanaman

    untuk didistribusikan ke seluruh bagian tanaman melalui sistem transportasi

    seluler tanaman. Hal tersebut menyebabkan akumulasi logam berat dalam bahan

    pangan khususnya pada hasil pertanian yang akan masuk dalam sistem rantai

    makanan (Widowati dkk., 2008). Secara umum, perjalanan logam sampai ke

    tubuh manusia disajikan pada gambar 1 (Marganof, 2003; Klaassen dkk., 1986).

    Gambar 1. Perjalanan logam sampai ke tubuh manusia

    Pencemaran logam berat dalam hasil pertanian tersebut secara tidak

    sengaja dapat dikonsumsi oleh manusia. Logam berat yang masuk dalam tubuh

    manusia dapat terakumulasi pada jaringan tubuh manusia yang dapat

    menyebabkan penyakit jika melebihi batas toleransi. Akumulasi logam berat

    tersebut diakibatkan oleh sifat logam berat yang relatif stabil dan dimetabolisme

    Batuan, gunung berapi

    Industri

    Limbah

    logam

    Darat Sungai

    Udara Laut

    Kolam Pertanian dan

    peternakan Fitoplankton

    Manusia Bentos

    Ikan Pangan,

    tanaman, dan

    hewan

    Air

    minum Zooplankton

  • 8

    secara lambat di dalam tubuh (Motarjemi dkk., 2014). Efek gangguan logam berat

    terhadap kesehatan manusia tergantung dari lokasi ikatan logam berat tersebut

    dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik beberapa jenis logam berat

    dapat menghalangi kerja enzim yang mengakibatkan terganggunya metabolisme

    tubuh, menyebabkan alergi, dan bersifat mutagenik, teratogenik, atau

    karsinogenik bagi manusia maupun hewan. Tingkat toksisitas logam berat

    terhadap manusia dari yang paling toksik diantaranya adalah Hg, Cd, Pb.

    a. Kadmium

    Kadmium (Cd) adalah logam padat berwarna putih perak mengkilap, tidak

    larut dalam basa, mudah bereaksi, dan menghasilkan kadmium oksida bila

    dipanaskan (Widowati dkk., 2008). Pada umumnya, Cd terdapat dalam kombinasi

    dengan klor (CdCl2) atau dengan belerang (CdSO3). Logam ini memiliki potensial

    elektroda negatif sehingga dapat larut dalam asam encer dengan melepaskan atom

    hidrogen (Vogel, 1979). Dalam tabel periodik unsur, Cd termasuk dalam

    golongan IIB dengan massa atom 112,41 dan valensi +2 (Claasen, 2001). Cd

    memiliki nomor atom 48 dengan konfigurasi elektron [Kr] 4d10

    5s2. Cd memiliki

    titik leleh 321oC dan titik didih 767

    oC.

    Kadmium diantaranya biasa digunakan pada isolasi listrik di kendaraan

    dan kapal terbang, pelapisan logam, sistem pencegahan kebakaran, kabel

    transmisi, TV, bahan dasar pewarnaan keramik, fotografi, dan fungisida (Suharto,

    2011). Kadmium secara alami terdapat dalam tanah vulkanik (Motarjemi dkk.,

    2014). Kemungkinan kontaminasi dari kadmium terhadap tanah dapat terjadi

  • 9

    sebagai akibat dari aplikasi penggunaan produk dengan unsur kadmium maupun

    dari cemaran udara atau air. Keberadaan kadmium dalam tanah dapat diserap oleh

    tanaman.

    Kadmium merupakan logam berat yang berefek fitotoksik bagi tanaman

    (Furini, 2012). Keberadaan kadmium dalam tanaman dapat memasuki siklus

    rantai makanan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Kadmium

    memiliki afinitas yang kuat terhadap hepar dan ginjal sehingga dapat

    menimbulkan kerusakan pada sel hepar maupun ginjal (Widowati dkk,, 2008).

    Efek kadmium terhadap kerapuhan tulang dan terjadinya proteinuria telah

    dilaporkan pada tahun 1940-an (Nordberg, 2009). Penyakit itai-itai dengan gejala

    kerapuhan tulang dan nyeri berat pada tulang sendi merupakan akibat dari efek

    induksi kadmium terhadap terjadinya osteomalasia. Disamping itu, kadmium

    dapat berikatan dengan sel darah merah dan protein. Interaksi antara kadmium

    dengan protein dapat menyebabkan gangguan terhadap enzim yang berpengaruh

    terhadap metabolisme tubuh (Darmono, 2001). Kadmium juga bersifat

    teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik.

    Semula metode yang dapat digunakan untuk analisis logam kadmium

    adalah metode volumetri dan gravimetri (Vogel, 1989). Sementara dengan

    dibutuhkannya metode analisis yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

    tinggi, maka metode analisis yang digunakan sekarang ini adalah spektrofotometri

    serapan atom nyala dan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry (GF-

    AAS) yang umum digunakan untuk analisis logam kadmium, Direct Current

    Plasma Atomic Emission Spectrometry (DCP-AES), Inductively Coupled Plasma

  • 10

    Atomic Emission Spectrometry (ICP-AES), Inductively Coupled Plasma-Mass

    Spectrometry (ICP-MS), dan kromatografi ion (Gennaro dkk., 2011; Beaty &

    Kerber, 1993).

    b. Timbal

    Timbal (Pb) adalah logam padat berwarna abu-abu kebiruan mengkilat

    serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Pb memiliki nomor atom 82 dengan

    konfigurasi elektron adalah [Xe] 4f14

    5d10

    6s2 6p

    2 (Claasen, 2001). Pb memiliki

    titik lebur 328oC dan titik didih 1740

    oC dan memiliki berat atom 207,20

    (Widowati dkk., 2008).

    Timbal merupakan logam berat yang paling berlimpah di muka bumi dan

    lingkungan perairan (Furini, 2012). Namun timbal juga berasal dari kegiatan

    manusia diantaranya adalah pertambangan, peleburan, bahan bakar, dan ledakan.

    Timbal banyak digunakan dalam industri aki, menaikkan angka oktan bensin,

    amunisi, serta industri paduan logam, pipa, dan solder (Suharto, 2011).

    Paparan timbal terhadap manusia dapat terjadi melalui inhalasi dan saluran

    pencernaan yang mempengaruhi kesehatan manusia khususnya pada anak-anak

    (Hu dkk., 2014). Selain berasal dari akibat tindakan mengonsumsi makanan,

    minuman maupun melalui inhalasi dari udara, paparan timbal juga bisa terjadi

    melalui kontak kulit, mata, maupun parenteral (Widowati dkk., 2008). Pengaruh

    timbal terhadap kesehatan anak-anak lebih besar daripada orang dewasa. Hal

    tersebut ditunjukkan dari efek timbal terhadap sistem imun yang mempengaruhi

    terjadinya asma pada anak-anak (Wells dkk., 2014). Timbal juga mempengaruhi

  • 11

    aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin serta dapat

    terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut.

    Semula metode yang dapat digunakan untuk analisis logam timbal adalah

    metode volumetri, kolorimetri, dan gravimetri (Vogel, 1989). Sementara dengan

    dibutuhkannya metode analisis yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

    tinggi, maka metode analisis yang digunakan sekarang ini adalah spektrofotometri

    serapan atom nyala dan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry (GF-

    AAS) yang umum digunakan untuk analisis logam timbal, Direct Current Plasma

    Atomic Emission Spectrometry (DCP-AES), Inductively Coupled Plasma Atomic

    Emission Spectrometry (ICP-AES), Inductively Coupled Plasma-Mass

    Spectrometry (ICP-MS), dan kromatografi ion (Gennaro dkk., 2011; Beaty &

    Kerber, 1993).

    c. Merkuri

    Merkuri (Hg) adalah logam cair berwarna putih perak dan mudah

    menguap pada suhu ruangan (Widowati dkk., 2008). Hg memiliki nomor atom 80

    dengan konfigurasi elektron [Xe] 4f14

    5d10

    6s2 (Vogel, 1979). Merkuri dapat larut

    dalam asam sulfat atau asam nitrit. Hg memiliki titik lebur -38,9oC dan titik didih

    356,6oC.

    Hg banyak digunakan dalam termometer, peralatan pompa vakum,

    barometer, electric rectifier dan electric switches, lampu asap merkuri sebagai

    sumber sinar ultraviolet, dan untuk sterilisasi air (Widowati dkk., 2008).

  • 12

    Merkuri merupakan logam berat yang memiliki toksisitas paling tinggi

    (Syversen & Kaur, 2012). Inhalasi akut dari logam merkuri dapat menyebabkan

    gangguan pernafasan sementara paparannya secara kronis dapat mengakibatkan

    gangguan sistem saraf pusat seperti tremor, gangguan khayalan, kehilangan

    ingatan, dan gangguan kognitif saraf (Widowati dkk., 2008).

    Metode analisis yang dapat digunakan untuk logam merkuri adalah

    Hydride Generation Atomic Absorption Spectrometry (HG-AAS) dan analisis

    dengan teknik uap dingin (cold vapor technique) yang banyak digunakan untuk

    logam merkuri (Beaty & Kerber, 1993).

    3. Digesti sampel

    Dalam preparasi matriks sampel padat untuk analisis elemen sekelumit

    (trace element), perlu dilakukan perubahan sampel padat tersebut menjadi sampel

    larutan (Mester & Sturgeon, 2003). Digesti sampel termasuk salah satu dari

    prosedur preparasi tersebut. Selain itu, digesti sampel dapat mendekomposisi

    seluruh komponen organik dan membebaskan logam dari matriks sampel (Soylak

    dkk., 2004). Metode yang umum digunakan untuk dekomposisi sampel adalah

    pengabuan kering (dry ashing) dan digesti basah (wet digestion).

    Pertimbangan dalam melakukan pemilihan metode dekomposisi

    tergantung pada karakteristik elemen yang akan dianalisis. Dalam metode

    pengabuan kering, temperatur yang digunakan untuk mengoksidasi komponen

    organik dalam sampel matriks adalah 400-500oC. Hal tersebut menjadikan metode

  • 13

    pengabuan kering tidak sesuai untuk penguapan elemen logam seperti merkuri

    (Hg) yang dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan.

    Metode digesti basah merupakan metode dengan menggunakan larutan

    asam sebagai agen pendekomposisi disertai dengan pemanasan (Mester &

    Sturgeon, 2003). Metode ini dapat mengeliminasi gangguan-gangguan dari

    adanya komponen selain analit dalam matriks sampel. Selain prosesnya yang lebih

    cepat dan temperatur yang digunakan lebih rendah sehingga cocok untuk beberapa

    elemen yang volatil, perlu dipertimbangkan bahwa temperatur yang digunakan

    dalam metode digesti basah tidak boleh melebihi titik didih asam atau campuran

    asam. Pertimbangan dalam pemilihan temperatur untuk metode digesti basah

    adalah berdasarkan tabel II (Mester & Sturgeon, 2003).

    Tabel II. Sifat fisik larutan asam mineral dan agen pengoksidasi dalam metode digesti basah

    Komponen Formula Berat molekul Densitas

    (kg/L)

    Titik didih

    (oC)

    Asam nitrat HNO3 63,01 1,42 122

    Asam klorida HCl 36,46 1,19 110

    Asam fluorida HF 20,01 1,16 112

    Asam peklorat HClO4 100,46 1,67 203

    Asam sulfat H2SO4 98,08 1,84 338

    Asam fosfat H3PO4 98,00 1,71 213

    Asam peroksida H2O2 34,01 1,12 106

    Penggunaan larutan asam atau campuran asam harus menghasilkan

    pelarutan analit yang diinginkan. Asam nitrat merupakan agen pengoksidasi

    primer universal yang paling banyak digunakan untuk mendekomposisi

    komponen organik yang hampir melarutkan semua logam kecuali kromium dan

  • 14

    alumunium. Sementara itu, asam perklorat sering kali ditambahkan bersamaan

    dengan asam nitrat untuk memperbaiki kualitas dari metode digesti basah melalui

    pembentukan garam perklorat dan garam nitrat yang sangat larut air (Twyman,

    2005; Mester & Sturgeon, 2003).

    4. Spektrofotometri serapan atom nyala

    Penggunaan spektrofotometri serapan atom sebagai metode analisis

    kuantitatif untuk banyak logam dan beberapa logam diperkenalkan oleh Walsh

    pada tahun 1955 (Welz & Sperling, 2005). Penentuan dan penetapan elemen

    logam dengan SSA didasarkan atas absorpsi energi sinar tampak atau ultraviolet

    oleh elemen logam pada level atomik dalam bentuk uap (Elwell & Gidley, 1975).

    Sampel yang akan dianalisis dengan SSA harus diuapkan ke dalam nyala dan

    diubah menjadi bentuk uap atomnya, sehingga nyala akan mengandung atom-

    atom yang akan dianalisis. Namun, proses atomisasi yang membutuhkan

    temperatur yang tinggi tidak cocok untuk elemen merkuri (Hg) yang menguap

    pada temperatur kamar sehingga Hg diukur dengan teknik uap dingin (cold vapor

    technique) yang dilakukan tanpa pemanasan (Beaty & Kerber, 1993).

    Prinsip absorpsi cahaya oleh atom dilakukan pada panjang gelombang

    resonansi yang spesifik untuk masing-masing elemen yang akan dianalisis (Beaty

    & Kerber, 1993). Cahaya pada panjang gelombang spesifik yang diabsorpsi oleh

    atom ini mempunyai cukup energi untuk meningkatkan energinya dari tingkat

    dasar ke tingkat eksitasi. Pengukuran elemen yang akan dianalisis berkaitan

    dengan intensitas absorpsi cahaya oleh atom yang proporsional terhadap

  • 15

    konsentrasi elemen pada proses atomisasi dalam nyala (Erxleben, 2009). Absorpsi

    atom dengan SSA tergantung pada banyaknya atom dalam keadaan azas.

    a. Mekanisme pengukuran pada SSA nyala

    Pada metode SSA nyala, sampel dalam bentuk larutan encer diaspirasikan

    melalui pipa kapiler menuju ruang pembakar dengan proses nebulisasi

    menghasilkan aerosol. Selanjutnya aerosol bercampur dengan gas pembakar dan

    oksidan seperti campuran asetilen-udara dalam tempat sampel kemudian dibakar

    pada nyala dengan temperatur 2125-2400oC. Selama proses pembakaran, elemen

    atom yang akan dianalisis direduksi menjadi bentuk uap atom bebasnya pada

    keadaan azas. Uap atom bebas tersebut dalam keadaan azas akan mengabsorpsi

    cahaya pada panjang gelombang yang spesifik tergantung karakteristik elemen

    atom yang akan dianalisis (Ma & Gonzalez, 1997; Beaty & Kerber, 1993).

    Intensitas sinar yang diabsorpsi bergantung pada banyaknya atom dalam keadaan

    azas sehingga proses atomisasi dalam nyala berpengaruh terhadap konsentrasi

    analit yang akan diukur. Proses atomisasi pada nyala dapat dilihat pada gambar 2

    (Beaty & Kerber, 1993).

    M+

    + A- M

    + + A

    - MA MA MA M

    o + A

    o

    (larutan) 1 (aerosol) 2 (padat) 3 (cair) 4 (gas) 5 (gas)

    Gambar 2. Proses atomisasi pada nyala

    Keterangan: 1. nebulisasi; 2. desolvasi; 3. liquifasi; 4. vaporisasi; 5. atomisasi

    M+ dan A

    - merupakan kation logam dan anion dalam sampel; serta M

    o dan A

    o adalah atom-atom

    bebas dalam keadaan azasnya

  • 16

    b. Instrumentasi SSA nyala

    Instrumentasi SSA nyala pada umumnya terdiri dari sumber sinar, tempat

    sampel (atomizer), monokromator, detektor, dan readout. Sistem instrumentasi

    SSA nyala dapat dilihat pada gambar 3 (Anonim, 2012).

    Gambar 3. Sistem instrumentasi SSA nyala

    1) Sumber sinar

    Sumber sinar yang digunakan untuk diabsorpsi oleh atom harus

    merupakan sinar dengan panjang gelombang yang spesifik untuk masing-masing

    atom (Beaty & Kerber, 1993). Lampu katoda berongga sebagai sumber sinar

    tunggal banyak digunakan pada SSA nyala (Kellner dkk., 1998). Lampu katoda

    berongga merupakan tabung silinder yang di dalamnya terdapat anoda dan katoda

    dan diisi oleh gas pengisi (neon atau argon) pada tekanan rendah. Proses emisi

    sinar diawali oleh adanya tegangan potensial yang diberikan antara katoda dan

    anoda sehingga menyebabkan gas pengisi terionisasi. Gas pengisi yang bermuatan

  • 17

    positif ini kemudian akan menabrak katoda sehingga elemen atom akan keluar dan

    diubah menjadi uap atomnya. Uap atom dalam keadaaan azas tersebut akan

    tereksitasi lalu memancarkan sinar dengan panjang gelombang yang sesuai

    dengan elemen atom yang akan dianalisis (Beaty & Kerber, 1993).

    2) Tempat sampel (atomizer)

    Tempat sampel merupakan tempat terjadinya atomisasi. Nyala merupakan

    salah satu metode atomisasi yang digunakan untuk mengubah sampel yang berupa

    padatan atau cairan menjadi uap atomnya yang masih dalam keadaan azas

    (Christian, 2003). Temperatur nyala merupakan parameter yang penting dalam

    pengaturan proses nyala (Beaty & Kerber, 1993). Temperatur untuk tipe nyala

    dalam SSA nyala disajikan pada tabel III (Beaty & Kerber, 1993). Tipe nyala

    diperoleh dari berbagai jenis gas pembakar (Christian, 2003). Tipe nyala yang

    paling banyak digunakan dalam SSA adalah gas asetilen-udara dan nitrous oksida-

    asetilen. Kebanyakkan elemen menggunakan tipe nyala asetilen-udara ketika

    senyawa refraktori menggunakan nitrous oksida-asetilen (Beaty & Kerber, 1993).

    Tabel III. Temperatur dari campuran tipe nyala

    Campuran gas Temperatur (oC)

    Udara-metana 1850-1900

    Udara-gas alami 1700-1900

    Udara-hidrogen 2000-2050

    Udara-asetilen 2125-2400

    N2O-asetilen 2600-2800

  • 18

    3) Monokromator

    Monokromator diletakkan diantara nyala dan detektor (Mulja &

    Suharman, 1995). Monokromator digunakan untuk memisahkan dan memilih

    panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dengan mengisolasi salah satu

    garis resonansi yang sesuai dengan elemen atom dari beberapa garis resonansi

    yang berasal dari sumber sinar (Welz & Sperling, 2005). Monokromator harus

    mampu melewatkan panjang gelombang pada garis resonansi tertentu.

    Monokromator kisi difraksi merupakan jenis monokromator yang umum

    digunakan pada SSA (Cantle, 1982).

    4) Detektor

    Sinar dengan panjang gelombang spesifik yang telah dipilih oleh

    monokromator kemudian masuk ke detektor. Detektor pada SSA berfungsi

    mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik (Mulja & Suharman,

    1995). Detektor yang banyak digunakan pada SSA adalah tabung penggandaan

    foton (photomultiplier tube). Arus listrik dari tabung penggandaan foton

    kemudian diamplifikasi dan diproses untuk menghasilkan sinyal yang

    menunjukkan besarnya absorpsi sinar yang terjadi pada sampel (Beaty & Kerber,

    1993).

    5) Readout

    Readout merupakan sistem yang digunakan untuk mengubah sinyal yang

    diterima dari detektor menjadi bentuk digital sehingga dapat mengurangi

  • 19

    kesalahan dalam pembacaan skala secara paralaks maupun kesalahan interpolasi

    di antara pembacaan skala serta dapat menyeragamkan tampilan data dalam

    satuan konsentrasi (Beaty & Kerber, 1993; Cantle, 1982).

    c. Gangguan pada SSA

    Gangguan yang utama pada sistem absorpsi atom adalah gangguan

    matriks, gangguan kimia, gangguan ionisasi, dan gangguan spektra. Gangguan-

    gangguan tersebut pada SSA dapat menyebabkan hasil pembacaan unsur yang

    dianalisis lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sebenarnya (Beaty & Kerber,

    1993).

    Gangguan yang terjadi pada proses tempat atomisasi nyala diawali dari

    proses nebulisasi (Beaty & Kerber, 1993). Jika matriks sampel mempunyai

    viskositas yang tinggi atau memiliki tegangan muka yang berbeda dari larutan

    standar, maka kecepatan pengambilan atau efisiensi dari proses nebulisasi bisa

    berbeda antara matriks sampel dengan standar. Hal tersebut dapat menyebabkan

    terjadinya perbedaan absorbansi karena perbedaan kecepatan nebulisasinya.

    Gangguan tersebut diantaranya akibat semakin tinggi konsentrasi dari larutan

    asam yang digunakan atau tingginya kandungan padat yang terlarut sehingga

    kesalahan dalam analisis dapat terjadi jika tidak dikenali atau dikoreksi. Metode

    perbandingan antara standar adisi dengan kalibrasi standar dapat dijadikan solusi

    untuk mengetahui adanya gangguan matriks sampel.

    Gangguan kedua terjadi pada proses atomisasi. Energi yang diperlukan

    harus cukup untuk mendekomposisi sampel menjadi bentuk atom bebasnya. Jika

  • 20

    dalam matriks sampel terdapat komponen yang dapat membentuk senyawa yang

    stabil terhadap panas dengan analit, maka proses tersebut dipengaruhi oleh adanya

    gangguan kimia. Hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan nyala dengan

    temperatur yang tinggi menggunakan campuran gas nitrous oksida-udara (Beaty

    & Kerber, 1993).

    Gangguan ketiga terjadi pada saat penggunaan nyala dengan temperatur

    yang tinggi. Jika terdapat tambahan energi terhadap atom, maka kemungkinan

    dapat mengeksitasi atom ke dalam bentuk tereksitasi atau dapat melepas elektron

    dari atom membentuk ion sehingga jumlah atom dalam keadaan azas yang akan

    mengabsorpsi sinar berkurang. Gangguan ionisasi dapat dieleminasi

    menggunakan elemen yang mudah terionisasi sehingga dapat menekan terjadinya

    ionisasi oleh analit (Beaty & Kerber, 1993).

    Gangguan spektra terjadi jika panjang gelombang unsur yang akan

    dianalisis berdekatan dengan panjang gelombang unsur yang lain dalam larutan

    yang dianalisis. Absorpsi cahaya oleh komponen yang ada dalam matriks sampel

    dapat menaikkan sinyal absorbansi. Hal ini disebabkan oleh adanya difusi partikel

    dapat terjadi ketika adanya konsentrasi garam yang tinggi dalam larutan yang

    terabsorpsi karena molekulnya tidak dapat terdisosiasi dalam bentuk atom

    (Kellner dkk., 1998).

  • 21

    5. Mercury Analyzer

    Prinsip pengukuran merkuri dengan Mercury Analyzer adalah berdasarkan

    teknik uap dingin (cold vapor technique) karena atom bebas Hg ditemukan pada

    temperatur kamar. Teknik ini termasuk dalam metode SSA tanpa pemanasan.

    Pada teknik ini, Hg direduksi menjadi atom bebasnya oleh agen pereduksi yang

    kuat seperti timah(II) klorida atau natrium borohidrida dalam sistem reaksi yang

    tertutup. Penggunaan gelembung udara atau gas argon dalam larutan dimaksudkan

    untuk mendorong uap atom bebas Hg menuju sel optik (Beaty & Kerber, 1993).

    Ketika atom melewati sel optik kemudian mengabsorpsi radiasi dari sumber sinar

    dengan panjang gelombang 253,7 nm, maka terjadi peningkatan absorbansi

    terukur yang proporsional dengan konsentrasi Hg pada sel absorpsi (Shrader &

    Hobbins, 2010).

    Secara umum, instrumen Mercury Analyzer terdiri atas wadah sampel

    (tempat proses reduksi raksa terjadi), pompa untuk udara atau gas pendorong

    (argon atau nitrogen), sumber sinar berupa Electrodeless Discharge Lamp (EDL),

    sel optik (tempat proses absorpsi atomik terjadi), monokromator, detektor, dan

    bagian readout (Shrader & Hobbins, 2010). Sistem instrumentasi pada Mercury

    Analyzer dapat dilihat pada gambar 4 (Anonimc, 2012).

  • 22

    Gambar 4. Sistem instrumentasi Mercury Analyzer

    6. Validasi metode analisis

    Validasi metode analisis merupakan proses untuk menjamin bahwa

    prosedur uji yang digunakan berada dalam standar yang diterima berdasarkan

    reliabilitas, akurasi, dan presisi untuk tujuan yang diharapkan (Lister, 2005).

    Jaminan tersebut didasarkan asumsi bahwa setiap pengukuran serupa yang

    dilakukan pada masa mendatang menghasilkan nilai terhitung yang cukup dekat

    atau sama dengan nilai yang sebenarnya dari jumlah analit dalam sampel

    (Gonzalez & Herrador, 2007).

    Validasi metode analisis dilakukan melalui penilaian terhadap parameter

    tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa

    parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Gonzalez &

    Herrador, 2007). Menurut International Conference on Harmonization (ICH),

    parameter validasi metode analisis yang digunakan adalah linieritas dan kisaran

    linier, sensitivitas yang dinyatakan dengan parameter batas deteksi dan batas

    kuantitasi, ketelitian, dan ketepatan (Anonim, 1994).

  • 23

    a. Linieritas dan kisaran linier

    Menurut ICH, linieritas merupakan kemampuan dari rentang konsentrasi

    yang telah ditentukan untuk mendapatkan hasil yang secara langsung proporsional

    terhadap jumlah atau konsentrasi analit dalam sampel (Ermer & Miller, 2005).

    Hasil pengukuran terhadap parameter linieritas dinyatakan dengan koefisien

    korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2). Sementara kisaran linier menurut ICH,

    merupakan interval antara konsentrasi terendah dan tertinggi dari analit dalam

    sampel yang menunjukkan kesesuaian pada level presisi, akurasi, dan linieritas.

    Persamaan yang menyatakan hubungan linier beserta koefisien korelasinya

    (r) adalah y = a + bx. Hubungan linier yang baik dicapai jika nilai a mendekati nol

    dan mempunyai koefisien korelasi r = -1 atau +1 (Harmita, 2004). Menurut Miller

    dan Miller (2005), suatu analisis dikatakan memiliki korelasi yang baik jika

    koefisien korelasi 0,99. Selain itu, mengacu pada pedoman Eurachem (1998),

    metode analisis bersifat linier pada kisaran tertentu jika R2 lebih besar dari 0,995.

    b. Sensitivitas

    Sensitivitas merupakan parameter yang menunjukkan besarnya kenaikan

    respon analitik karena bertambahnya satu satuan konsentrasi. Sensitivitas diukur

    dari tingkat kemiringan (slope) kurva kalibrasi. Sensitivitas metode memiliki

    korelasi positif dengan tingkat kemiringan. Semakin tinggi tingkat kemiringan,

    maka semakin tinggi sensitivitas metode (Utami, 2010). Sensitivitas metode juga

    dinyatakan dengan nilai batas deteksi (Limit of Detection) dan batas kuantitasi

    (Limit of Quantitation).

  • 24

    Menurut ICH, batas deteksi (LoD) merupakan jumlah terkecil analit yang

    dapat dideteksi dan memberikan respon yang signifikan dibandingkan dengan

    respon blanko atau noise tetapi tidak dapat dikuantitasi sebagai nilai yang pasti

    (Ermer & Miller, 2005; Miller & Miller, 2005). Sementara, batas kuantitasi (LoQ)

    menurut ICH adalah konsentrasi terkecil dari analit dalam sampel yang dapat

    dikuantitasi pada level presisi dan akurasi yang sesuai (Ermer & Miller, 2005).

    c. Ketelitian (presisi)

    Menurut ICH, presisi dinyatakan sebagai kedekatan dengan hasil diantara

    serangkaian pengukuran dalam beberapa kali pengambilan sampel dari sampel

    homogen yang sama pada kondisi yang dipersyaratkan (Ermer & Miller, 2005).

    Presisi dapat dinyatakan sebagai berikut:

    1) Keterulangan (repeatibility) yaitu ketelitian pada kondisi percobaan yang

    sama (berulang baik orangnya, peralatan, tempat, maupun waktunya).

    2) Presisi antara yaitu ketelitian pada kondisi yang berbeda, baik orang,

    peralatan, tempat, atau waktunya.

    3) Ketertiruan (reprodusibilitas) adalah presisi antara laboratorium satu

    dengan laboratorium lainnya.

    Presisi dapat dinyatakan dengan nilai simpangan baku relatif (RSD).

    Kisaran nilai RSD yang masih diperbolehkan menurut ketentuan Horwitz dan

    AOAC Peer Verified Methods Programe (PVM) berdasarkan level analitnya

    disajikan dalam tabel IV (Gonzalez & Herrador, 2007).

  • 25

    Tabel IV. Nilai persentase RSD yang diterima menurut Horwitz dan menurut AOAC PVM

    pada level analit tertentu

    Satuan % RSD Horwitz % RSD AOAC

    100% 2 1,3

    10% 2,8 1,8

    1% 4 2,7

    0,1% 5,7 3,7

    100 ppm 8 5,3

    10 ppm 11,3 7,3

    1 ppm 16 11

    100 ppb 22,6 15

    10 ppb 32 21

    1 ppb 45,3 30

    d. Ketepatan (akurasi)

    Ketepatan (akurasi) menurut ICH dinyatakan sebagai kedekatan hasil

    dengan nilai konvensi, nilai sebenarnya maupun nilai rujukan. Nilai akurasi dapat

    diekspresikan sebagai nilai perolehan kembali (recovery) sebagai perbandingan

    antara nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya (Ermer & Miller, 2005). Dalam

    penentuan nilai akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali

    penetapan kadar dengan tiga konsentrasi yang berbeda (Anonim, 1994). Data

    yang diperoleh selanjutnya dilaporkan sebagai nilai persentase perolehan kembali.

    Kriteria ketepatan tergantung pada ketelitian metode dan konsentasi analit

    dalam matriks. Nilai persentase perolehan kembali yang diperoleh dari hasil

    validasi metode analisis, sebaiknya memenuhi rentang nilai persen perolehan

    kembali (% recovery) yang masih diperbolehkan dan tidak menyimpang terlalu

    jauh dari accepted true value. Menurut Gonzalez dan Herrador (2007),

  • 26

    penyimpangan persentase perolehan kembali (% recovery) yang masih

    diperbolehkan tergantung pada besar konsentrasi analit dalam sampel dan

    disajikan pada tabel V (Gonzalez & Herrador, 2007).

    Tabel V. Persentase perolehan kembali (recovery) yang diterima sesuai dengan level

    konsentrasi analit

    Satuan konsentrasi Kisaran perolehan kembali (%)

    100% 98-102

    10% 98-102

    1% 97-103

    0,1% 95-105

    100 ppm 90-107

    10 ppm 80-110

    1 ppm 80-110

    100 ppb 80-110

    10 ppb 60-115

    1 ppb 40-120

    F. Landasan Teori

    Berhubungan dengan penetapan batas maksimum logam kadmium, timbal,

    dan merkuri dalam rimpang kunyit masing-masing sebesar 0,2 mg/kg, 0,5 mg/kg,

    dan 0,03 mg/kg (Anonim, 2009), maka diperlukan metode analisis yang dapat

    menetapkan kandungan ketiga logam tersebut di bawah batas maksimum residu

    dalam rimpang kunyit. Salah satu prosedur dekomposisi sampel kunyit untuk

    analisis logam kadmium, timbal, dan merkuri yang cocok adalah metode digesti

    basah. Untuk analisis logam kadmium dan timbal dapat digunakan SSA nyala,

  • 27

    sedangkan untuk analisis logam merkuri dapat digunakan mercury analyzer

    (Beaty & Kerber, 1993).

    Penggunaan metode digesti basah sebagai prosedur dekomposisi sampel

    dapat digunakan untuk mendekomposisi komponen organik dan membebaskan

    logam kadmium, timbal, dan merkuri dalam rimpang kunyit. Penggunaan metode

    digesti basah dimaksudkan untuk mengeliminasi gangguan matriks sampel

    terhadap logam kadmium dan timbal yang akan dianalisis menggunakan SSA

    nyala dan logam merkuri dengan Mercury Analyzer. Metode digesti basah yang

    diaplikasikan pada sampel kunyit jika menggunakan campuran asam disertai

    dengan pemanasan pada temperatur yang tepat dapat meminimalkan gangguan

    matriks sampel dan mencapai absorbansi yang optimal dalam analisis ketiga

    logam berat tersebut.

    Penggunaan SSA nyala dapat diaplikasikan pada logam kadmium dan

    timbal. SSA nyala memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap

    banyak logam. Sistem SSA nyala dapat menganalisis elemen logam sampai

    dibawah 1 ppm (Welz & Sperling, 2005). Sementara spesifisitas metode SSA

    nyala ditunjukkan oleh absorpsi sinar yang spesifik terhadap masing-masing

    logam setelah diuapkan menjadi atom bebasnya dalam nyala. Pengukuran

    absorpsi atom kadmium adalah pada panjang gelombang 228,8 nm sementara

    absorpsi atom timbal adalah pada panjang gelombang 217,0 nm.

    Penerapan Mercury Analyzer yang menggunakan prinsip cold vapor

    technique digunakan untuk analisis logam merkuri. Penerapan sistem Mercury

    Analyzer menggunakan teknik tanpa pemanasan untuk atomisasi logam merkuri

  • 28

    melalui penggunaan agen pereduksi yang kuat seperti timah(II) klorida atau

    natrium borohidrida untuk selanjutnya memasuki sel optik kemudian

    mengabsorpsi sinar dengan panjang gelombang 253,7 untuk mengeksitasi logam

    merkuri sehingga dapat diukur serapan atomnya. Sensitivitas Mercury Analyzer

    jauh lebih besar daripada SSA nyala. Batas deteksi logam merkuri menggunakan

    Mercury Analyzer berdasarkan teknik uap dingin ini dapat mencapai sekitar 0,02

    g/L (Beaty & Kerber, 1993).

    Untuk dapat mengaplikasikan metode analisis terhadap ketiga logam

    tersebut dalam rimpang kunyit diperlukan metode yang valid dan reliabel.

    Berdasarkan hal tersebut maka parameter dalam validasi metode analisis yang

    digunakan menurut International Conference on Harmonization (ICH) mencakup

    linieritas dan kisaran linier, sensitivitas yang mencakup batas deteksi dan batas

    kuantitasi, ketelitian, dan ketepatan.

    G. Hipotesis

    1. Prosedur validasi metode analisis kadmium dan timbal secara

    spektrofotometri serapan atom nyala dalam rimpang kunyit dapat

    memberikan hasil yang valid.

    2. Prosedur validasi metode analisis merkuri dengan Mercury Analyzer

    dalam rimpang kunyit dapat memberikan hasil yang valid.

    3. Kedua metode tersebut dapat diaplikasikan untuk menetapkan kandungan

    kadmium, timbal, dan merkuri dalam rimpang kunyit yang ada di pasaran.