chapter 3 part 2 metopen i love you
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, TINGKAT MATERIALITAS DAN
INDEPENDENSI TERHADAP PEMBERIAN OPINI AUDIT
DI YOGYAKARTA
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002). Tujuan akhir dari
proses auditing ini adalah menghasilkan laporan audit. Laporan audit inilah yang
digunakan oleh auditor untuk menyampaikan pernyataan atau pendapatnya kepada
para pemakai laporan keuangan, sehingga bisa dijadikan acuan bagi pemakai laporan
keuangan. Audit atas laporan keuangan merupakan jasa yang dilakukan oleh auditor
(Kushasyandita, 2012).
Auditor adalah seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai
dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (Arens, 1995). Auditor harus
dapat melaksanakan tugas pemeriksaan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan
pedoman yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik sehingga
dapat menghasilkan opini auditor yang tepat dan dapat dipercaya oleh para pemakai
(Permatasari, 2010). Opini audit merupakan final report atas audit yang dilakukan dan
merupakan kemampuan profesional dan keberanian diri auditor untuk mengumpulkan
secara benar. Dengan pemberian opini oleh auditor sesuai kode etik yang berlaku,
tentu ini akan membawa citra positif bagi masyarakat dan dunia usaha (Permatasari,
2011). Auditor sebagai profesi yang dituntut atas opini atas laporan keuangan perlu
menjaga sikap profesionalnya. Masyarakat sangat menghargai profesi yang
menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesi,
karena dengan demikian masyarakat akan merasa terjamin untuk memperoleh jasa
yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan.
Dalam Standar Profesi Akuntan Publik SA Seksi 200 PSA No. 04 (2001)
menyatakan bahwa “Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan
pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang profesional dalam
bidang akuntansi dan bidang auditing. Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis
untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut.
Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang
dikemukakan oleh Hastuti et al. (2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu
pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi
dan hubungan dengan rekan seprofesi. Auditor harus memiliki sikap profesionalisme
dan juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk
mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan
publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Selain menyangkut masalah professional tersebut, para pengguna jasa KAP
sangat mengharapkan agar para auditor dapat memberikan opini yang tepat, namun
dalam praktiknya masih kerap sekali terjadi pemberian opini akuntan yang tidak
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam SPAP. Sehingga patut diduga
ketidaksesuaian ini antara lain oleh belum optimalnya tingkat keprofesionalan auditor
dalam mengumpulkan bukti audit dan banyakanya materialitas yang terdapat dalam
laporan keuangan klien tersebut, yang pada gilirannya berdampak pada
ketidaktepatan pemberian opini akuntan (Ida Suraida, 2005). Pertimbangan
materialitas merupakan pertimbangan profesional yang dipengaruhi persepsi auditor
atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang meletakkan
kepercayaan pada laporan keuangan (SPAP 2001, SA Seksi 312 : para 10).
Menurut Knapp (1985) dalam Mayangsari (2003) kemampuan auditor untuk
tetap independen akan mempengaruhi pemberian pendapat audit, meskipun ada
tekanan dan intervensi dari pihak manajemen. Faktor independensi ini merupakan
salah satu faktor yang sangat sensitif terhadap profesi akuntan publik, karena banyak
kasus manipulasi bisnis yang melibatkan profesi akuntan publik. Hal tersebut
membuat kepercayaan publik terhadap profesi akuntan publik menjadi luntur. Dapat
disimpulkan bahwa keahlian dan independensi yang dimiliki auditor sangat
mempengaruhi kinerja auditor dalam memberikan pendapat audit.
Berdasarkan penelitian sebelumnya (Permatasari, 2010) yang menghasilkan
kesimpulan, bahwa profesionalisme auditor dan tingkat materialitas berpengaruh
signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap ketepatan pemberian opini,
peneliti tertarik untuk membuktikan apakah ketepatan pemberian opini oleh auditor
akan berubah jika peneliti menambahkan variabel independensi sebagai variable
independen baru diluar variabel yang telah diteliti sebelumnya. Alasan peneliti
menambahkan variabel baru diluar variabel yang telah diteliti adalah karena peneliti
akan melakukan generalisasi dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan uraian diatas
mengenai faktor apa saja yang bisa mempengaruhi ketepatan pemberian opini auditor,
peneliti merumuskan judul penelitian sebagai berikut: “Pengaruh Profesionalisme
Auditor, Tingkat Materialitas dan Independensi terhadap Ketepatan Pemberian
Opini Audit di Yogyakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, kami
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apakah profesionalisme auditor berpengaruh terhadap ketepatan pemberian
opini pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Yogyakarta?
2. Apakah tingkat materialitas berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini
pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Yogyakarta?
3. Apakah tingkat independensi berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini
pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Yogyakarta?
4. Apakah profesionalisme auditor, tingkat materialitas, dan tingkat
independensi berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini secara
simultan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Kota Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan generalisasi berdasarkan
penelitian sebelumnya dengan menambahkan variable independen baru diluar
variable yang telah diteliti sebelumnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Kontribusi teori : Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan, sebagai referensi tambahan, dan diharapkan mampu memberikan
kontribusi bagi pengembangan teori yang berkaitan dengan profesionalisme auditor,
tingkat materialitas, dan tingkat independensi terhadap ketepatan pemberian opini.
BAB II
DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Auditing
2.1.1 Pengertian Auditing
Auditing berasal dari bahasa latin, yaitu “audrie” yang berarti mendengar atau
memperhatikan. Menurut Mulyadi (1990), auditing merupakan suatu proses
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai
pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan. Adapun definisi lain auditing yaitu
2.1.2 Jenis – jenis Auditing
Auditing umumnya digolongkan menjadi tiga golongan (Arna, 2009)
1. Audit laporan keuangan
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor
independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk
menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran
laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi
berterima umum. Hasil auditing terhadap laporan keuangan tersebut
disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit, laporan audit ini
dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan seperti pemegang
saham, kreditur, dan kantor pelayanan pajak.
2. Audit Kepatuhan
Kepatuhan adalah asudit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang
diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit
kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat
kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
3. Audit Operasional
Operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau
bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan
audit operasional adalah untuk :mengevaluasi kinerja, mengidentifikasi
kesempatan untuk peningkatan, membuat rekomendasi untuk perbaikan.
Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak
ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta
dilaksanakannya audit tersebut.
2.2 Auditor
2.2.1 Pengertian Auditor
Auditor adalah seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai
dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (Arens, 1995). Ditinjaui dari
sudut profesi akuntan public, auditor adalah pemeriksaan (examination) secara
objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan
untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi
tersebut (Mulyadi, 2002).
2.2.2 Jenis – jenis Auditor
Pada umumnya auditor dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Auditor Independen (Akuntan Publik)
Auditor professional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat
umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh
kliennya dan akuntan public bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan perusahaan.
2. Auditor Pemerintah
Auditor professional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas
pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan
oleh unit – unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban
keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
3. Auditor Intern
Auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara maupun swasta) yang
tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya penjagaan terhadapp kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.3 Opini Audit
2.3.1 Pengertian Opini Audit
Opini audit merupakan opini yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran
penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukan audit. Ikatan
Akuntan Indonesia (2001) menyatakan bahwa laporan audit harus memuar suatu
pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam semua hal jika nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab auditor bersangkutan. Auditor menyatakan pendapatnya
mengenai kewajaran laporan keuangan auditan, dalam semua hal yang material yang
didasarkan atas kesesuaian penyusunan laporan keuangan tersebut dengan prinsip
akuntansi berterima umum (Mulyadi, 2002). Jika auditor tidak dapat mengumpulkan
bukti kompeten yang cukup atau jika hasil pengujian auditor menunjukkan bahwa
laporan keuangan yang diauditnya disajikan tidak wajar, maka auditor perlu
menerbitkan laporan audit selain laporan yang berisi pendapat wajar tanpa
pengecualian.
2.3.2 Jenis Opini Audit
Auditor sebagai pihak yang independen di dalam pemeriksaan laporan keuangan
suatu perusahaan, akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang
diauditnya. Ada lima kemungkinan pernyataan pendapat auditor independen (Mulyadi,
2002 : 19) yaitu :
a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)
Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan
dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia jika memenuhi kondisi berikut ini :
1. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia digunakan untuk
menyusun laporan keuangan.
2. Perubahan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.
3. Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah
digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan,
sesuai dengan akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan
(Unqualified Opinion Report With Explanatory Language)
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan
keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan
klien, auditor dapat menambahkan laporan hasil auditnya dengan bahasa penjelas.
Berbagai penyebab paling penting adanya tambahan bahasa penjelas (Arens,
1995 :50) :
1. Adanya ketidakpastian yang material.
2. Adanya keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan.
3. Auditor setuju dengan penyimpangan terhadap prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian akan diberikan oleh auditor jika dijumpai
hal-hal sebagai berikut :
1. Lingkup audit dibatasi oleh klien.
2. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat
memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar
kekuasaan klien maupun auditor.
3. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
4. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
d. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion)
Auditor akan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan
klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan klien. Selain auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga auditor
dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar, maka informasi
yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat
dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi untuk
pengambilan keputusan.
e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer Opinion)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no
opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat
adalah :
1. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
2. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan
pendapat tidak wajar adalah pendapat tidak wajar diberikan dalam keadaan
auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan pendapat karena ia
tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan yang
diaudit.
2.4 Profesionalisme Auditor
2.4.1 Pengertian Profesionalisme
Menurut pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi
tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standard
baku dibidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya
dengan mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme
dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang
memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme adalah suatu atribut
individul yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau
tidak (Lekatompessy, 2003 dalam Herawati dan Susanto, 2009:3).
Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh
nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat
profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan
(Badudu dan Sutan, 2002:848).
Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib
melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai
seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan
ketidakjujuran. Arens et al. (2003). Sebagai profesional, auditor mengakui
tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan
seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan
pengorbanan pribadi. Seorang auditor dapat dikatakan profesional apabila telah
memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia), antara lain (Wahyudi dan Aida, 2006:28).
2.4.2 Konsep Profesionalisme
Perilaku profesionalisme merupakan cerminan dari sikap profesionalisme,
demikian pula sebaliknya sikap profesional tercermin dari perilaku yang profesional.
Hall R (Syahrir, 2002:23) mengembangkan konsep profesionalisme dari level
individual yang digunakan untuk profesionalisme eksternal auditor, meliputi lima
dimensi :
1. Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam
dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan
yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara
total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup
dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan
diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi
utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian
kepuasan material.
2. Kewajiban sosial (Sosial obligation), yaitu pandangan tentang
pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
masyarakat ataupun oleh professional karena adanya pekerjaan
tersebut.
3. Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa
seorang professional harus mampu membuat keputusan sendiri
tanpa tekanan dari pihak yang lain.
4. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation),
yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan
profesional adalah rekan sesame profesi, dan bukan pihak luar yang
tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan
mereka.
5. Hubungan dengan sesama profesi (Professional community
affiliation), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan,
termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal
sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui
ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya.
Penelitian dengan menggunakan dimensi profesionalisme seperti
tersebut diatas belum diteliti secara lebih luas, tetapi beberapa
penelitian empiris mendukung bahwa profesionalisme adalah bersifat
multidemensi walaupun tidak selalu identik bila diterapkan pada
anggota kelompok yang berbeda. Belum diperoleh pengertian yang
memadai mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada seorang auditor
professional pada saat mereka menggunakan pertimbangan mereka
dalam membuat keputusan yang penting, ditengah tengah tekanan,
hambatan , dan kesempatan dalam lingkungan kehidupan mereka
sehari-hari.
2.5 Materialitas
2.5.2 Pengertian Materialitas
Pengertian materialitas dapat berarti signifikan atau esensial. Dalam
pengertian akuntansi, materialitas tidak dapat diartikan begitu saja. Banyak definisi
yang telah dikembangkan oleh para ahli atau badan yang berwenang untuk
memberikan pengertian yang tepat mengenai materialitas. Menurut Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 312 materialitas merupakan besarnya
informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari
keadaaan yang melingkupinya, dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan
orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Dalam Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan (KDPPLK) paragraf 30
materialitas dianggap sebagai ambang batas atau titik pemisah daripada suatu
karakteristik kualitatif pokok yang dimiliki informasi agar dianggap berguna.
Informasi dianggap material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau mencatat
informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pemakai
laporan keuangan.
FASB (The Financial Accounting Standard Board) menjelaskan konsep
materialitas sebagai penghilangan atau salah saji suatu item dalam laporan keuangan
adalah material jika, dalam keadaan yang tertentu, besarnya item tersebut mungkin
menyebabkan pertimbangan orang yang reasonable berdasarkan laporan keuangan
tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh adanya pencantuman atau peniadaan
informasi akuntansi tersebut.
2.6 Independensi
2.6.1 Pengertian Independensi
Menurut Standar Profesi Akuntan Publik 2001 seksi 220 PSA No.04 Alinea 2,
independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya
untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern).
Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab
bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap
tidak memihak yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan
pendapatnya. Menurut Kasidi (2007) sikap tidak memihak ini dapat dibentuk dalam
dua sudut pandang yaitu :
1. Independensi dalam sikap mental (Independence in fact) yang berarti akuntan
dapat menjaga sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan pemeriksaan.
2. Independensi dalam penampilan (Independence in appearance) yang berarti
akuntan bersikap tidak memihak menurut persepsi pemakai laporan
keuangan.
2.7 Penelitian Terdahulu
No
.
Peneliti/
Tahun
Judul Penelitian Variabel Hasil
1 Permatasar
i/ 2010
PENGARUH
PROFESIONALISM
E AUDITOR DAN
TINGKAT
MATERIALITAS
TRHADAP
KETEPATAN
PEMBERIAN
OPINI
Profesionalis
me Auditor
( X1), Tingkat
Materialitas
(X2),
Ketepatan
Pemberian
Opini
Akuntan
Publik (Y)
1. Terdapat pengaruh
signifikan antara variabel
Profesionalisme
Auditor (X1) dan Tingkat
Materialitas (X2)
terhadap variabel Ketepat
an Pemberian Jenis Opini
Akuntan Publik(Y)
secara simultan.
2. Terdapat pengaruh
positif (+) signifikan
antara variabel
Profesionalisme
Auditor (X1)
terhadap variabe
lKetepatan Pemberian
Jenis Opini Akuntan
Publik (Y) secara parsial.
3. Terdapat pengaruh
negatif (-) signifikan
antara variabel Tingkat
Materialitas (X2)
terhadap variabel
Ketepatan Pemberian
Jenis Opini Akuntan
Publik (Y).
2 Ariyanto /
2007
PENGARUH
PEMERIKSAAN
INTERIM,
LINGKUP AUDIT,
DAN
INDEPENDENSI
TERHADAP
PERTIMBANGAN
OPINI AUDITOR
Pemeriksaan
Interen (X1),
Lingkup audit
(
X2) ,Independ
ensi (X3)dan
Pertimbangan
Pemberian
Opini (Y)
variabel pemeriksaan
interim,
lingkup audit dan
independensi baik secara
simultan maupun
parsial berpengaruh
terhadap pertimbangan
pemberian opini auditor
pada BPK RI Perwakilan
(STUDI KASUS
PADA BPK RI
PERWAKILAN
PROVINSI BALI)
Provinsi Bali.
3 Suraida /
2005
PENGARUH
ETIKA,
KOMPETENSI,
PENGALAMAN
AUDIT DAN
RISIKO
AUDIT
TERHADAP
SKEPTISISME
PROFESIONAL
AUDITOR DAN
KETEPATAN
PEMBERIAN
OPINI AKUNTAN
PUBLIK
1. Variabel
Etika (ξ1)
2. Variabel
Kompetensi
(ξ2)
3. Variabel
Pengalaman
Audit (ξ3)
4. Variabel
Tingkat
Risiko Audit
yang
direncanakan
(ξ4)
5. Variabel
Skeptisisme
Profesional
1. Etika, kompetensi,
pengalaman audit dan
risiko audit berpengaruh
terhadap
skeptisisme profesional
auditor baik secara
parsial maupun secara
simultan.
Secara parsial pengaruh
etika, kompetensi,
pengalaman audit dan
risiko audit
terhadap skeptisisme
profesional auditor.
2. Etika, kompetensi,
pengalaman audit, risiko
audit dan skeptisisme
Auditor (η1)
6. Variabel
Ketepatan
pemberian
opini akuntan
publik(η2)
profesional
auditor berpengaruh
positif terhadap
ketepatan pemberian
opini akuntan
publik baik secara parsial
maupun secara simultan.
4 Dian /
2012
PENGARUH
PROFESIONALISM
E, INDEPENDENSI,
KOMPETENSI,
ETIKA PROFESI,
DAN
PENGETAHUAN
AUDITOR DALAM
MENDETEKSI
KEKELIRUAN
TERHADAP
KETEPATAN
PEMBERIAN
OPINI OLEH
Profesionalis
me (X1),
Independensi
(X2),
Kompetensi
(X3), Etika
profesi (X4),
Pengetahuan
Auditor (X5) ,
Ketepatan
pemberian
opini (Y)
Hasil uji regresi
ditemukan bahwa
profesionalisme,
independensi,
kompetensi,
pengetahuan auditor
dalam mendeteksi
kekeliruan memiliki
pengaruh positif
signifikan terhadap
ketepatan pemberian
opini audit oleh auditor.
Sedangkan etika profesi
memiliki pengaruh
AUDITOR negatif signifikan
terhadap ketepatan
pemberian opini audit
oleh auditor.
Kompetensi merupakan
variabel independen
yang paling dominan
terhadap ketepatan
pemberian opini audit
oleh auditor.
5 Aulia /
2012
PENGARUH
INDEPENDENSI
DAN
PENGALAMAN
KERJA AUDITOR
TERHADAP
PEMBERIAN
OPINI AUDIT
DENGAN AUDIT
FEE SEBAGAI
VARIABEL
Independesi
(X1),
pengalaman
kerja (X2),
audit fee
(Z),pemberian
opini (Y)
Independensi dan
Pengalaman kerja
masing-masing
berpengaruh secara
signifikan terhadap
pemberian opini audit
dan audit fee merupakan
variabel moderating
yang melemahkan pada
variabel independensi,
sedangkan untuk
MODERATING ;
STUDI EMPIRIS
PADA KANTOR
AKUNTAN
PUBLIK DI
WILAYAH
JAKARTA
variabel Pengalamn
kerja audit fee bukan
merupakan variabel
moderating.
6 Kusuma /
2012
PENGARUH
PROFESIONALISM
E AUDITOR, ETIKA
PROFESI DAN
PENGALAMAN
AUDITOR
TERHADAP
PERTIMBANGAN
TINGKAT
MATERIALITAS
Profesionalis
me (X1),
Etika profesi
(X2),
Pengalaman
auditor (X3),
Tingkat
Materialitas
(Y)
Profesionalisme Auditor,
Etika Profesi dan
Pengalaman secara
bersama sama mempunyai
pengaruh yang signifikan
terhadap Pertimbangan
Tingkat Materialitas.
2.8 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian
ini adalah :
H1 : Profesionalisme auditor memiliki pengaruh positif terhadap ketepatan
pemberian opini.
H2 : Tingkat materialitas memiliki pengaruh positif terhadap ketepatan
pemberian opini.
H3 : Independensi memiliki pengaruh positif terhadap ketepatan pemberian
opini.
H4 : Profesionalisme auditor, tingkat materialitas, dan independensi
memiliki pengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini.
Keempat hipotesis di atas didasarkan pada perkiraan sementara peneliti yang
menyatakan bahwa profesionalisme auditor, tingkat materialitas dan independensi
memiliki pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini.
2.8.1 Profesionalisme Auditor
Profesi auditor diharapkan oleh banyak orang untuk dapat meletakkan
kepercayaan pada pemeriksaan dan pendapat yang diberikan sehingga
profesionalisme menjadi tuntutan utama seseorang yang bekerja sebagai auditor
eksternal. Penelitian sebelumnya oleh Permatasari (2012), Dian (2012), serta Kusuma
(2012) menyatakan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh terhadap ketepatan
pemberian opini.
H1 : Profesionalisme auditor memiliki pengaruh positif terhadap ketepatan
pemberian opini.
2.8.2 Tingkat Materialitas
Auditor yang mempunyai pengalaman yang berbeda, akan berbeda pula dalam
memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan
pemeriksaan dan juga dalam memberi kesimpulan audit terhadap obyek yang
diperiksa berupa pemberian pendapat. Pada saat auditor mempertimbangkan
keputusan mengenai pendapat apa yang akan dinyatakan dalam laporan audit,
material atau tidaknya informasi, mempengaruhi jenis pendapat yang akan diberikan
oleh auditor. Informasi yang tidak material atau tidak penting biasanya diabaikan oleh
auditor dan dianggap tidak pernah ada. Tetapi jika informasi tersebut melampaui
batas materialitas (materiality), pendapat auditor akan terpengaruh. Pertimbangan
auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan
keuangan (Kusuma, 2012). Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang
dilakukan Permatasari (2010) yang menyatakan bahwa tingkat materialitas
berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini. Berdasarkan penjelasan
di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Tingkat materialitas memiliki pengaruh positif terhadap ketepatan pemberian
opini.
2.8.3 Independensi
Menurut Taylor 1997 dalam Susiana & Arleen(2007) ada dua aspek
independensi yaitu independensi sikap mental dan independensi penampilan,
penelitian ini menguji pengaruh dari independensi terhadap integritas laporan
keuangan yang dinyatakan melalui berapa besar fee audit yang dibayarkan klien
kepada auditor, jika KAP menerima fee audit yang tinggi maka KAP akan
menghadapi tekanan ekonomis untuk memberikan opini bersih. Penelitian diatas
mencerminkan bahwa independensi berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini,
pernyataan ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Ariyanto (2007),
Dian (2012) serta Aulia (2012) yang menyatakan bahwa independensi berpengaruh
signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit. Berdasarkan penjelasan di atas,
maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
H3 : Independensi memiliki pengaruh terhadap ketepatan pemberian opini.
2.8.4 Profesionalisme Auditor, Tingkat Materialitas, dan Independensi
Profesionalisme Auditor paling berpengaruh terhadap Ketepatan Pemberian
Jenis Opini Akuntan Publik. Hal ini dikarenakan variabel Profesionalisme Auditor
dinilai dengan menggunakan kode etik yang telah disusun oleh Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI), dimana menurut Sukrisno Agoes (2004: 43) kode etik
adalah pedoman bagi para anggota Ikatan Akuntan Indonesia untuk bertugas secara
bertanggung jawab dan objektif. Auditor yang manjalankan etika profesi dengan baik
adalah yang mampu memahami dan mengamalkan kode etik profesi akuntan publik
yang berupa prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap
individu dalam Kantor Akuntan Publik (KAP), yang memberikan jasa professional
yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam
standar profesi dan kode etik profesi.
Berdasarkan penelitian Permatasari (2010) hasil dari pengujian hipotesis yang
diajukan yakni terdapat pengaruh Profesionalisme Auditor dan Tingkat Materialitas
terhadap Ketepatan Pemberian Jenis Opini Akuntan Publik secara simultan maupun
parsial hasilnya adalah signifikan. Artinya perubahan yang terjadi pada pengaruh
Profesionalisme Auditor dan Tingkat Materialitas akan mempengaruhi Ketepatan
Pemberian Opini.
Walaupun variabel Tingkat Materialitas lebih kecil nilainya dibandingkan
variabel Profesionalisme Auditor, bukan berarti variabel Tingkat Materialitas tidak
memberi pengaruh terhadap Ketepatan Pemberian Opini. Bahwa dalam menentukan
Ketepatan Pemberian Jenis Opini Akuntan Publik hingga menerbitkan suatu
pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan, auditor haruslah selalu
menggunakan keahliannya. Hal ini sesuai dengan Alvin A. Arens, Elder, dan Mark S.
Beasley (2003:81), mengemukakan bahwa dalam konsepnya, tingkat materialitas
berpengaruh langsung terhadap ketepatan opini yang diterbitkan.
Seorang auditor selain memiliki keahlian teknis yang sempurna, apabila tidak
disertai dengan sikap independen, maka auditor tersebut akan kehilangan sikap tidak
memihak yang justru sangat penting dalam mempertahankan pendapatnya.
Independensi adalah salah satu faktor yang menentukan kredibilitas pendapat auditor.
Dua kata kunci dalam pengertian independensi adalah : (1) objektivitas, yaitu suatu
kondisi yang tidak bias, adil, dan tidak memihak, dan (2) integritas, yaitu prinsip
moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan mengemukakan fakta apa adanya
(Iz Irene, 2004:35).
Independensi auditor dibedakan menjadi dua, yaitu independen dalam
kenyataan (independence in fact) dan independen dalam penampilan (independence
in appearance). Independen dalam kenyataan merupakan suatu kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam
pemeriksaannya (Mulyadi, 2002:62). Independen dalam penampilan merupakan
keyakinan dari pemakai laporan keuangan atau masyaraka bahwa independen dalam
kenyataan telah dicapai (Sanyoto G, 2002:60).
Independensi yang merupakan variabel independen baru diluar variable
independen yang telah diteliti sebelumnya juga memiliki pengaruh signifikan
terhadap ketepatan pemberian opini. Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang
dilakukan Dian (2012) juga Aulia (2012) yang menyatakan bahwa Independensi
berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini. Berdasarkan penjelasan
di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
H4 : Profesionalisme auditor, tingkat materialitas dan indenpendensi secara simultan
berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Obyek, Populasi, dan Sampel
a. Obyek
Obyek merupakan suatu entitas yang akan diteliti (Jogiyanto, 2010).
Obyek dari penelitian ini adalah KAP di Yogyakarta, dimana Yogyakarta
memiliki 12 KAP. penulis ingin ketahui apakah auditor di KAP Yogyakarta
memberikan opini dengan tepat.
b. Populasi penelitian
Populasi adalah seluruh item yang ada ( Jogiyanto, 2005). Dengan
mengacu pada definisi tersebut, maka yang menjadi populasi didalam
penelitian ini adalah seluruh auditor atau akuntan publik pada KAP di
Yogyakarta.
c. Sampel penelitian
Sampel adalah pemilihan sejumlah item tertentu dari seluruh item yang
ada dengan tujuan mempelajari sebagian item tersebut untuk mewakili seluruh
itemnya (Jogiyanto, 2005). Sampel yang dipilih dari populasi dianggap
mewakili keberadaan populasi. Adapun teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Teknik Purposive sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi
berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Dalam penelitian ini, kriteria penentuan sampel meliputi akuntan publik
dengan jabatan rekan/partner di 12 KAP di Yogyakarta yang memiliki rata –
rata pengalaman bekerja selama lebih dari 10 tahun.
3.2 Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel dependen dan
variabel independen. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen (bebas). Variabel
independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain .
Dalam penelitian ini, peneliti menguji variabel independen, yaitu profesionalisme
auditor, tingkat materialitas, dan independensi terhadap variabel dependen yaitu
ketepatan pemberian opini audit.
3.3 Operasionalisasi Variabel
No Variabel Konsep Dimensi Elemen1 Profesionalisme
auditor (X1)Seperangkat prinsip – prinsip moral yang mengatur tentang perilaku professional (Agoes, 2004)
1.Pengabdian terhadap profesi2.Kewajiban social3.Kemandirian4.Keyakinan terhadap profesi5.Hubungan dengan sesama profesi
Interval dalam wujud skala likert.
2 Tingkat materialitas (X2)
Besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi dilihat dari
1.Seberapa penting tingkat materialitas2.Pengetahuan tentang tingkat materialitas3.Risiko audit
Interval dalam wujud skala likert.
keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2002).
4.Materialitas menentukan kewajaran laporan keuangan5.Penentuan tingkat materialitas6.Ketepatan tingkat materialitas
3 Independensi (X3) Menurut SPAP 2001 seksi 220, independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
1.Besarnya fee audit2.Pengungkapan kecurangan klien3.Pemberian fasilitas dari klien4.Penggantian auditor oleh klien5.Lama mengaudit klien6.Hubungan baik dengan klien
Interval dalam wujud skala likert.
4 Ketepatan pemberian opini (Y)
Laporan audit yang menjelaskan ruang lingkup dan temuan audit yang diekspresikan
1.Pengalaman2.Skeptisme audit
Interval dalam wujud skala likert.
Profesionalisme auditPpPor (X1)
Tingkat materialitas (X2)
Independensi (X3)
Ketepatan Pemberian Opini
(Y)
dalam bentuk opini mengenai kewajaran laporan keuangan (Agoes, 2004).
3.4 Model Penelitian
Variabel independen (X1 – X3)
Keterangan :
X = Independen Y = Dependen
3.5 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data
yang diperoleh dari responden secara langsung.
Profesionalisme Auditor (X1)
Tingkat Materialitas
(X2)
Independensi (X3)
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik kuesioner.
Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya ( Sugiyono, 2008 ). Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik kuesioner secara personal dimana kuesioner disampaikan dan
dikumpulkan langsung oleh peneliti dari auditor KAP di kota Yogyakarta.
BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Uji Pendahuluan
r xy=n(∑ XY )−(∑ X )(∑ Y )
√ [n(∑ X2)−(∑ X )2|n(∑Y 2)−(∑Y )2]
4.1.1 Uji Alat
1. Uji Validitas
Jogiyanto (2010), mengemukakan bahwa validitas menunjukkan seberapa
nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas
berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai
sasaranya. Pengukuran dikatakan valid jika mengukur tujuannya dengan nyata
atau benar. Pada penerapannya uji validitas dalam penelitian ini menggunakan
validitas isi ( content validity).
Keterangan :
r = koefisien korelasi
XY = jumlah perkalian item dengan total item
X = tingkat skor indikator yang diuji / nilai dari setiap pertanyaan
Y = total skor indikator
n = jumlah sampel
Kriteria:
Nilai r kemudian dihubungkan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari rumus di atas
lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid, dan sebaliknya.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurannya.
Reliabilitas berhubungan dengan akurasi dari pengukurannya. Suatu pengukur
dikatakan reliable (dapat diandalkan) jika dapat dipercaya. Supaya dapat
dipercaya, maka hasil dari pengukurannya harus akurat dan konsisten, dikatakan
konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil
yang tidak berbeda (Jogiyanto, 2010). Pada penelitian ini ). Reliabilitas
instrumen penelitian ini diuji dengan Cronbach’s coefficient alpha.
r11=[ kk−1 ] [1−∑ σb
2
V t2 ]
Dimana:
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ σb2
= jumlah varian butir/item
V t2 = varian total
Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan
teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6.
4.1.2 Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
(Jogiyanto,2010). Rumus uji Kolmogorov-Smirnov :
Dn = supx | Fn (x) – F (x) |
Keterangan :
Supx = supremum dari himpunan jarak
Menurut Ghozali (2005), distribusi data dapat dilihat dengan membandingkan
Z-hitung dengan tabel Z-tabel dengan criteria sebagai berikut :
- Jika nilai probabilitas (Kolmogorov Smirnov) < taraf signifikansi 5% (0,05)
maka distribusi data dikatakan tidak normal.
- Jika nilai probabilitas (Kolmogorov Smirnov) > taraf signifikansi 5% (0,05),
maka distribusi data dikatakan normal.
2. Uji Multikolineritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Multikolinearitas adalah
situasi adanya korelasi variabel –variabel bebas antara satu dengan lainnya.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel
independen. Santoso (2000).
VIF = 1 / Tolerance
Kriteria:
Jika VIF lebih besar dari 5, maka antar variabel bebas (independent variable)
terjadi persoalan multikolinearitas Ghozali, (2005).
3. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastistas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan uji Glejser.
Dimana:
Xi : variabel independen yang diperkirakan mempunyai hubungan erat dengan
variance (δi²)
Vi : unsur kesalahan
Kriteria:
[ ei ] = B1Xi +vi
Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisistas dengan probabilitas
signifikansinya dibawah tingkat kepercayaan 5% (Ghozali, 2005).
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi yang
digunakan terjadi korelasi antar kesalahan pengganggu. Uji autokorelasi pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW-test).
Gejala tidak terjadinya korelasi antar kesalahan pengganggu pada model regresi
yang digunakan jika nilai Durbin-Watson terletak antara batas atas atau upper
bound (du) dan (4-du). Ghozali (2005)
Dimana:
d = nilai Durbin Watson
Σei = jumlah kuadrat sisa
Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai d-tabel. Hasil
perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti kriteria sebagai berikut:
Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif
Jika d > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasi negatif
Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi
Jika dl < d < du atau (4 – du), berarti tidak dapat disimpulkan
4.2 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
profesionalisme auditor, tingkat materialitas, dan independensi terhadap ketepatan
pemberian opini.
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah :
Y = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3 + e
Dimana :
Y = Ketepatan pemberian opini
a = konstanta
X1 = Profesionalisme auditor
X2 = Tingkat materialitas
X3 = Independensi
e = error
4.2.1 Uji T
Uji t diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen secara individual. Langkah – langkah menguji
hipotesis dengan uji T :
a. Merumuskan hipotesis
Ha = Xn > 0
Artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Ha
(Hipotesis alternarif) adalah suatu pernyataan yang diterima jika data
sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesis nol adalah salah.
b. Menentukan taraf signifikansi
Taraf signifikansi yang digunakan sebesar α = 10%, karena hipotesis
penelitian menunjukkan pengaruh positif.
c. Merumuskan t hitung dan pengambilan keputusan
Rumus t hitung : (Gujarati, 1997)
Dimana :
b : nilai parameter
Sb : standard error dari masing – masing nilai parameter
Pembuatan keputusan yang akan dilakukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut ini :
t = bSb
Ha : X1, X2, X3 > 0
Keterangan :
- Ha diterima jika t-hitung > t-tabel
- Ha ditolak jika t-hitung < t-tabel
4.2.2 Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersama – sama. Langkah – langkah
untuk menguji hipotesis dengan uji F adalah :
a. Merumuskan hipotesis
Ha : X1 : X2 : X3 > 0
Ha diterima
α = 0,1
t-hitung
Ha ditolak
t-tabel
Artinya variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen
secara bersama – sama. Ha adalah suatu pernyataan yang diterima jika data
sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesis nol adalah salah.
b. Menentukan taraf signifikansi
Taraf signifikansi yang digunakan sebesar α = 10%, karena hipotesis
penelitian menunjukkan pengaruh positif.
c. Merumuskan F hitung dan pengambilan keputusan
Rumus F-hitung : (Sunyoto, 2011)
F-hitung¿R2/(k−1)
(1−R2 )/ (n−k )Dimana :
R = koefisien determinasi
k = banyaknya variabel bebas
n = banyaknya sampel
Maka dengan derajat keyakinan tertentu :
F - hitung
Ha diterimaHa ditolak
F - tabel
1. Ha diterima jika F-hitung > F-tabel, yang berarti secara bersama –
sama variabel independen secara signifikan memepengaruhi
variabel dependen.
2. Ha ditolak jika F-hitung < F-tabel, yang berarti secara bersama –
sama variabel independen secara signifikan tidak mempengaruhi
variabel dependen.
4.3 Rencana Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian akan membandingkan antara hipotesis penelitian
yang ada dengan hasil – hasil penelitian sebelulmnya yang diulas secara akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Dwi AnaningTyas. 2006. “ Pengaruh Pengalaman Terhadap PeningkatanKeahlian Auditor dalam Bidang Auditing ”. Skripsi. Universitas IslamIndonesia. Yogyakarta.
Arens dan Loebbecke. 1995. Auditing Englewood Cliffs. New Jersey: Prentice Hall.Badudu, J.S dan Sutan Mohammad Zain. (2002). Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Boynton, Johnson, Kell. 2002. Modern Auditing. Erlangga : Jakarta.
Elfarini, Eunike Christina. 2007. “ Pengaruh Kompetensi dan Independensi AuditorTerhadap Kualitas Audit ”. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan.Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gibbins, Michael. Propositions About The Psychology of Professional Judgment inPublic Accounting. Journal of Accounting Research. Spring Vol. 22 No. 1, 1984.
Hastuti et al. 2003. “Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap TingkatMaterialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi. Padang.
Holmes, W Arthur, David E Burns (Moh. Badjuri). Auditing Norma dan Prosedur Ed9.
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00020-AK%202.pdf . Diakses 16 Maret
2013.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=15&submit.y=29&submit=prev&page=2&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Feakt%2F2003%2Fjiunkpe-ns-s1-2003-32499042-2104-penugasan_audit-chapter2.pdf . Diakses 16 Maret 2013.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. IAI. Jakarta.Penerbit Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2006. Standar Profesional Akuntan Publik + SuplemenInterpretasi. 2002 – 2006. Salemba Empat. Jakarta.
Jogiyanto. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. BPFE. Yogyakarta.
Kasidi. 2007. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor PersepsiManajer Keuangan Perusahaan Manufaktur Di Jawa Tengah”. Tesis S2.Universitas Diponegoro. Semarang.
Knapp, M. C. 1985. Audit conflict: An empirical study of the perceived ability ofauditors to resist management pressure. The Accounting Review 60 (April):
202-211.
Kushasyandita, Sabrhina. 2012. “Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit,Etika, dan Gender Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor MelaluiSkeptisisme ProfesionalAuditor”. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Lekatompessy. 2003. “Analisis Variabel-Variabel Anteseden dan KonsekuensiOrganisasional Profesional Akuntan di KAP dan Industri”. Tesis S2.Universitas Diponegoro. Semarang.
Mayangsari, Sekar. 2003. “ Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi TerhadapPendapat Audit : Sebuah Kuasieksperimen ”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.6, No.1, 1-22. Jakarta.
Mulyadi. 1990. Pemeriksaan Akuntan (Edisi Ke-3). Badan Penerbitan STIE YKPN.Yogyakarta.
Mulyadi. 2008. Auditing. Salemba Empat. Jakarta.
Permatasari, Carolina. 2010. “ Pengaruh Faktor Keahlian Dan IndependensiTerhadap Kualitas Audit Pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang “. Jurnal. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 95 h.
Permatasari, Carolina. 2011. “ Pengaruh Faktor Keahlian dan IndependensiTerhadap Kualitas Audit”. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. PT Elex Media Komputindo Gramedia. Jakarta
Standar Profesional Akuntan Pubik (SPAP). 2001. Salemba Empat. Jakarta.
Suraida, Ida. 2005. “ Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko
Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian
Opini Akuntan Publik ”. Sosiohumaniora. Vol.7, No.3, 186-202. Universitas Padjadjaran Bandung.
Syahrir. 2002. “Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Akuntan Publik Dengan
Kinerja, Kepuasan Kerja, Komitmen, dan Keinginan Berpindah”. Tesis S2.
Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
KUESIONER PENELITIAN
Data Responden
1. Nama :
2. Umur : tahun
3. Jenis Kelamin : (a) Pria (b) Wanita
4. Masa Kerja : tahun
5. Golongan :
6. Pendidikan terakhir :
7. Pendidikan dan pelatihan tentang audit yang pernah diikuti: ……kali
Petunjuk Pengisian
Silahkan memberikan jawaban anda dengan memberikan tanda silang (X) pada
pilihan jawaban yang tersedia:
- SS : SANGAT SETUJU
- S : SETUJU
- N : NETRAL
- TS : TIDAK SETUJU
- STS : SANGAT TIDAK SETUJU
Profesionalisme auditor (X1)
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Profesionalisme Auditor Dimensi
Pengabdian Terhadap Profesi
STS TS N S SS
1 Saya menggunakan segenap pengetahuan, kemampuan dan pengalaman saya dalammelaksanakan proses pengauditan.
2 Saya akan tetap teguh pada profesi sebagai auditor meskipun saya mendapatkantawaran pekerjaan lain dengan imbalan yang lebih besar.
3 Saya mendapatkan kepuasan batin dengan berprofesi sebagai auditor.
4 Pekerjaan sebagai auditor sudah menjadi cita-cita saya sejak dulu sampai nanti.
5 Saya berlangganan dan membaca secara rutin majalah dan jurnal tentang eksternal auditdan publikasi profesi lainnya.
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Profesionalisme Auditor Dimensi
Kewajiban Sosial
STS TS N S SS
1 Profesi eksternal auditor adalah profesi yang penting di masyarakat.
2 Profesi eksternal auditor mampu menjaga kekayaan negara atau masyarakat.
3 Profesi eksternal auditor merupakan profesi yang dapat dijadikan dasar kepercayaan masyarakat terhadap pengelola kekayaan negara.
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Profesionalisme Auditor Dimensi
Kemandirian
STS TS N S SS
1 Saya merencanakan dan memutuskan hasilabora saya berdasarkan abor yang saya temui dalam proses pemeriksaan.
2 Dalam menyatakan pendapat atas aboran keuangan saya tidak berada dibawah tekanan
manajemen.3 Dalam menentukan pendapat atas aboran
keuangan saya tidak mendapatkan tekanan dari siapapun.
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Profesionalisme Auditor Dimensi
Keyakinan Terhadap Profesi
STS TS N S SS
1 Pemeriksaan atas laporan keuangan untuk menyatakan pendapat tentang kewajaranlaporan keuangan hanya dapat dilakukan oleh eksternal auditor.
2 Eksternal auditor mempunyai cara yang dapat diandalkan untuk menilai kompetensieksternal auditor lain.
3 Ikatan eksternal auditor harus mempunyai cara dan kekuatan untuk pelaksanaan standaruntuk eksternal auditor.
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Profesionalisme Auditor Dimensi
Hubungan Dengan Sesama Profesi
STS TS N S SS
1 Saya ikut memiliki organisasi dimana saya bekerja.
2 Saya selalu berpartisipasi dalam pertemuan para eksternal auditor.
3 Saya sering mengajak rekan – rekan seprofesi untuk bertukar pendapat tentang masalahyang ada baik dalam satu organisasi maupun oraganisasi lain.
4 Saya mendukung adanya organisasi ikatan eksternal auditor.
Tingkat Materialitas (X2)
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Materialitas
STS TS N S SS
1 Materialitas adalah suatu konsep yang vital dalam proses pengauditan.
2 Materialitas berhubungan dengan karakteristik suatu statement, fakta, item yang
diungkapkan atau metode berekspresi yang berpengaruh pada judgment seorang auditor.
3 Dalam menyusun rencana audit saya akan mempertimbangkan resiko yang akan ditemuiselama proses audit.
4 Materialitas suatu rekening akuntansi salah saji menjadi faktor pertimbangan utama dalammenentukan kewajaran laporan keuangan.
5 Dalam menentukan suatu transaksi itu material atau tidak saya menggunakan dasarpengalaman dalam proses audit.
6 Dalam menentukan ketepatan tingkat materialitas saya menggunakan dasar pengetahuan dan kecakapan dalam melaksanakan pekerjaan audit.
7 Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh kemampuan auditor membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.
8 Ketepatan dalam menentukan tingkat materialitas ditentukan oleh komitmen auditorterhadap pekerjaannya.
Independensi (X3)
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Independensi
STS TS N S SS
1 Besarnya fee audit yang saya terima tidak akanmempengaruhi saya dalam melaporkan kesalahan klien.
2 Saya mengungkapkan semua kesalahan atau kecurangan klien.
3 Saya menemukan beberapa kesalahanpencatatan yang disengaja oleh auditee, semua kesalahan tersebut saya laporkan meskipun saya memperoleh fasilitas yang cukup baik dariauditee.
4 Saya melaporkan kesalahan klien meskipun klien dapat mengganti posisi saya dengan
mudah.5 Masa kerja dengan klien yang sama tidak akan
mempengaruhi saya dalam menyatakan pendapat.
6 Auditee meminta temuan yang ada tidak dicantumkan dalam laporan audit. Saya akanmenolak permintaan auditee tersebut meskipun yang bersangkutan adalah kenalan baik saya.
7 Saya tidak akan membatasi lingkup pertanyaan pada auditee, meskipun yang bersangkutan adalah kenalan baik saya.
Ketepatan Pemberian Opini (Y)
NO Pernyataan Dibawah Ini Berhubungan Dengan Ketepatan Pemberian Opini
STS TS N S SS
1 Sikap independensi auditor terhadap klien akan memengaruhi ketepatan pemberian opini
auditor2 Besarnya tingkat materialitas akan
mempengaruhi pemberian opini auditor
3 Profesionalisme auditor mempengaruhi pemberian opini auditor