cetakan pertama, desember 2013 hak cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi...

227
i Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang All right reserved Kementerian Kesehatan RI, Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Penulis : Sugianto, dkk Layout : Dewi Desain Sampul : Suci Wiji Lestari Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari C-1 Jakarta Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 293 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm ISBN 978-602-235-528-1 Diterbitkan oleh : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013 Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933 Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id Didistribusikan oleh : Tim Riskesdas 2013 Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta Sanksi Pelangaran Undang undang Hak Cipta 2002 1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Upload: lynga

Post on 04-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

i

Cetakan Pertama, Desember 2013

Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang All right reserved Kementerian Kesehatan RI, Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Penulis : Sugianto, dkk Layout : Dewi Desain Sampul : Suci Wiji Lestari Editor : Susilowati Herman, Nurul Puspasari C-1 Jakarta Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes, 2013, 293 hlm. Uk 21 cm x 29,7 cm ISBN 978-602-235-528-1 Diterbitkan oleh : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Anggota IKAPI No. 468/DKI/XI/2013 Jl. Percetakan Negara No 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226 Telepon : (021) 4261088 Ext.123 Faksimilie (021) 4243933 Email: [email protected]; Website: terbitan.litbang.depkes.go.id Didistribusikan oleh : Tim Riskesdas 2013 Copyright (C) 2013 pada Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta

Sanksi Pelangaran Undang undang Hak Cipta 2002 1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau

memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil Hak Cipta Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Page 2: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

ii

RISET KESEHATAN DASAR

RISKESDAS 2013

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENULIS:

1. Sugianto, SKM, M.ScPH 2. Fauzan, SKM, M.Kes

3. Asih Setyani, SKM, M.Kes 4. Mutiara Prihatini, M.Sc

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

TAHUN 2013

Page 3: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

iii

Page 4: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

i

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum wr. wb.

Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karuniaNya Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 telah dapat diselesaikan. Dalam laporan ini dimunculkan perkembangan status kesehatan masyarakat Indonesia khususnya yang berkaitan indikator yang telah disepakati pada Millenium Development Goals (MDG) untuk tingkat nasional dan tingkat provinsi.

Pelaksanaan pengumpulan data Riskesdas 2013 dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013, di 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) mengerahkan sekitar 10.000 enumerator yang menyebar di seluruh kabupaten/kota, seluruh peneliti Balitbangkes, dosen Poltekkes, Jajaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Perguruan Tinggi. Untuk data kesehatan masyarakat, berhasil dihimpun data dasar kesehatan dari 300.000 sampel rumah tangga. Untuk data biomedis, berhasil dihimpun dan diperiksa spesimen urin dan darah dari 25.000 sampel rumah tangga.

Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan di 5 kabupaten/kota, dengan 150 Blok Sensus, 3750 rumah tangga dan 15000 anggota rumah tangga.

Proses manajemen data mulai dari data dikumpulkan, kemudian dientri ke komputer yang dilakukan di masing-masing daerah, selanjutnya cleaning data dilakukan di Badan Litbangkes. Proses pengumpulan data dan manajemen data ini sungguh memakan waktu, stamina dan pikiran, sehingga tidaklah mengherankan bila diwarnai dengan dinamika kehidupan yang indah dalam dunia ilmiah.

Perkenankanlah kami menyampaikan penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus atas semua kerja cerdas dan penuh dedikasi dari seluruh peneliti, litkayasa dan staf Balitbangkes, rekan sekerja dari BPS, para pakar dari Perguruan Tinggi, Para Dosen Poltekkes, Penanggung Jawab Operasional dari jajaran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, seluruh responden, enumerator, serta semua pihak yang telah berpartisipasi mensukseskan Riskesdas. Simpati mendalam disertai doa kami haturkan kepada mereka yang mengalami kecelakaan sewaktu melaksanakan Riskesdas.

Secara khusus, perkenankan ucapan terima kasih kami dan para peneliti kepada Ibu Menteri Kesehatan yang telah memberi kepercayaan kepada kita semua, anak bangsa, dalam menunjukkan karya baktinya.

Kami telah berupaya maksimal, namun pasti masih banyak kekurangan, kelemahan dan kesalahan. Untuk itu kami mohon kritik, masukan dan saran, demi penyempurnaan Riskesdas dimasa yang akan datang.

Billahit taufiq walhidayah, wassalamu‟alaikum wr. wb.

Jakarta, 1 Desember 2013 Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

dr. Siswanto, MPH, DTM

Page 5: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

ii

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Dalam lima tahun terakhir ini Pembangunan Kesehatan telah diperkuat dengan tersedianya data dan informasi yang dihasilkan oleh Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas. Tiga Riskesdas telah dilaksanakan di Indonesia, masing–masing pada tahun 2007, 2010, dan 2013. Riskesdas 2013 berbasis komunitas, mencakup seluruh provinsi di Indonesia dan menghasilkan data serta informasi yang bermanfaat bagi para pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan. Dengan adanya data dan informasi hasil Riskesdas, maka perencanaan dan perumusan kebijakan kesehatan serta intervensi yang dilaksanakan akan semakin terarah, efektif dan efisien. Saya minta agar segenap pengelola dan pelaksana pembangunan kesehatan memanfaatkan data dan informasi yang dihasilkan Riskesdas dalam merumuskan kebijakan dan mengembangkan program kesehatan, demi terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya. Saya juga mengundang para pakar perguruan tinggi, para pemerhati kesehatan, para peneliti Badan Litbangkes, dan para anggota APKESI (Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia) untuk mengkaji hasil Riskesdas 2013, guna mengindentifikasi asupan bagi peningkatan Pembangunan Kesehatan dan penyempurnaan Sistem Kesehatan Nasional. Dengan demikian dapat dikembangkan tatanan kesehatan yang semakin baik bagi Rakyat Indonesia. Ucapan selamat dan apresiasi saya sampaikan kepada para responden, enumerator,para penanggung jawab teknis Badan Litbangkes dan Poltekkes, para penanggung jawab operasional dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, para pakar dari universitas dan BPS, serta semua pihak yang terlibat dalam Riskesdas 2013 ini. Peran dan dukungan anda sangat penting dalam mendukung upaya menyempurnakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pembangunan Kesehatan di negeri ini. Semoga buku ini bermanfaat. Billahitaufiq walhidayah, Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 1 Desember 2013 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI

Dr. dr. Trihono, MSc

Page 6: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

iii

RINGKASAN

A. Ringkasan eksekutif

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan riset kedua yang mengumpulkan data dasar dan indikator kesehatan setelah tahun 2007 yang merepresentasikan gambaran wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Indikator yang dihasilkan antara lain status kesehatan dan faktor penentu kesehatan yang bertumpu pada konsep Hendrik Blum. Pertanyaan penelitian yang menjadi dasar pengembangan Riskesdas 2013 adalah: 1) bagaimanakah pencapaian status kesehatan masyarakat di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; 2) Apakah telah terjadi perubahan masalah kesehatan spesifik di setiap provinsi, dan kabupaten/kota; 3) Apa dan bagaimana faktor-faktor yang melatarbelakangi status kesehatan masyarakat di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; 4) Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masalah kesehatan; dan 5) Bagaimana korelasi antar faktor terhadap status kesehatan? Laporan ini baru dapat menjawab pertanyaan penelitian 1, dan 2 sedangkan pertanyaan penelitian 3, 4, dan 5 akan dilaporkan tahun 2014 dalam bentuk analisis lanjut.

Untuk menjawab kelima pertanyaan tersebut, dirumuskan tujuan antara lain yaitu penyediaan data dasar dan status kesehatan dan faktor penentu kesehatan, baik di tingkat rumah tangga maupun tingkat individual, dengan ruang lingkup sebagai berikut: 1) Akses dan pelayanan kesehatan; 2) Farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional; 3) Kesehatan lingkungan; 4) Pemukiman dan ekonomi; 5) Penyakit menular; 6) Penyakit tidak menular; 7) Cedera; 8) Gigi dan mulut; 9) Disabilitas; 10) Kesehatan jiwa; 11) Pengetahuan, sikap dan perilaku; 12) Pembiayan kesehatan; 13) Kesehatan reproduksi; 14) Kesehatan anak; 15) Pengukuran antropometri (berat badan, tinggi/panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar perut) dan tekanan darah; 16) Pemeriksaan indera mata dan telinga; 17) Pemeriksaan status gigi permanen; 18) Pengambilan spesimen darah dan urin, garam dan air rumah tangga.

Disain Riskesdas 2013 merupakan survei cross sectional yang bersifat deskriptif. Populasi dalam Riskesdas 2013 Provinsi DIY adalah seluruh rumah tangga di 5 kabupaten/kota sebanyak 150 BS, 3750 RT dan 15.000 ART menjadi sampel Riskesdas DIY 2013. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam Riskesdas 2013 dirancang terpisah dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Susenas 2013.

Keterbatasan Riskesdas 2013 mencakup: 1) non-sampling error antara lain: blok sensus yang tidak terjangkau atau terjadi konflik di wilayah tersebut, RT yang tidak dijumpai, anggota RT yang tidak bisa diwawancarai karena tidak ada ditempat sampai waktu pengumpulan data selesai, 2) estimasi tingkat kabupaten tidak bisa berlaku untuk semua indikator karena keterbatasan jumlah sampel untuk keperluan analisis.

Seluruh hasil Riskesdas ini bermanfaat sebagai masukan dalam pengembangan kebijakan dan perencanan program kesehatan. Dengan 1.060 variabel yang dikelompokkan berdasarkan dua jenis kuesioner (RKD13.RT dan RKD13.IND), maka hasil Riskesdas 2013 telah dan dapat digunakan antara lain untuk melihat kecenderungan perubahan beberapa indikator yang sama dengan Riskesdas 2007, pengembangan riset dan analisis lanjut, penelusuran hubungan kausal-efek, dan pemodelan statistik.

Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 10,9 persen (2007) meningkat menjadi 12,2 persen (tahun 2013). Dua kabupaten yang prevalensinya tinggi adalah Gunung Kidul diikuti Bantul, dan dua kabupaten/kota yang prevalensinya <10 persen terjadi di Kulonprogo dan Kota Yogyakarta. Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup serius, dengan prevalensi provinsi sebesar 19,1 persen, bervariasi dari yang terendah di Kota Yogyakarta (16,2%) sampai yang tertinggi (23,3%) di Gunung Kidul. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan,

Page 7: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

iv

dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 5,0 persen (2007) menjadi 7,2 persen (2013).

Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari 14,9 persen tahun 2007 menjadi 9,4 persen tahun 2013. Variasi antar kabupaten sangat mencolok dari terendah di Bantul (4,12%) sampai yang tertinggi di Sleman (13,0%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan juga pengumpulan data panjang bayi lahir, dengan angka propinsi bayi lahir pendek <48 cm adalah 28,6 persen, bervariasi dari yang tertinggi di Kota Yogyakarta (39,7%) dan terendah di Sleman (22,6%).

Ada perbaikan untuk cakupan imunisasi lengkap yang angkanya meningkat dari 67,6 persen (2007) menjadi 83,2 persen (2013), akan tetapi masih dijumpai 15,9 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 1,0 persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga membaik adalah kunjungan neonatal (KN) 3 meningkat dari 66,9 persen (2007) menjadi 70,0 persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari 84,7% tahun 2007 menjadi 84,4% tahun 2013).

Untuk pelayanan kesehatan ibu antara lain penggunaan KB saat ini (cara modern maupun cara tradisional), dimana untuk angka propinsi 55,5 persen persen (2013), dengan variasi antar kabupaten mulai dari yang terendah di Kota Yogyakarta (49,8%) sampai yang tertinggi di Gunung Kidul (62,9%). Sebanyak 54,2 persen menggunakan cara modern: 43,1 persen penggunaan KB hormonal, dan 20,1 persen non-hormonal. Menurut metodenya 19,6 persen penggunaan kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan 34,6 persen non-MKJP. Selain penggunaan KB dikumpulkan juga cakupan pelayanan masa hamil, persalinan, dan pasca melahirkan.

Dari pemetaan penyakit menular yang mencolok adalah penurunan angka period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,8 persen tahun 2013. Untuk menjadi catatan penurunan prevalensi diasumsikan tahun 2007 pengumpulan data tidak dilakukan secara serentak, sementara tahun 2013 pengumpulan data dilakukan bersamaan di bulan Mei-Juni. Terjadi juga kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua umur dari 0,44 persen (2007) menjadi 1,2 persen (2013). Prevalensi TB – paru masih di posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,3%). Terjadi peningkatan prevalensi hepatitis semua umur dari 0,1 persen tahun 2007 menjadi 0,3 persen tahun 2013.

Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi peningkatan dari 8,3 persen tahun 2007 menjadi 12,8 persen tahun 2013. Hal yang sama untuk stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 7,1 per 1000 (2007) menjadi 10,0 per 1000 (2013). Demikian juga untuk diabetes melitus yang berdasarkan wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,6 persen (2013).

Terjadi penurunan prevalensi kebutaan penduduk umur ≥6 tahun dari 0,9 persen (2007) menjadi 0,2 persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta pterygium 11,7 persen. Untuk gangguan pendengaran tercatat 2,7 persen pada penduduk ≥5 tahun dengan antar kabupaten dari yang terendah di Bantul (1,4%) dan tertinggi di Kulonprogo (4,2%).

Terjadi penurunan prevalensi gangguan emosional dari 9,6 persen (2007) menjadi 8,1 persen (2013). Angka propinsi disabilitas tahun 2013 adalah 11,5 persen, bervariasi dari yang terendah di Sleman (7,0%) sampai yang tertinggi di Kulonprogo (17,5%). Sedangkan untuk masalah cedera, terjadi peningkatan dari 7,2 persen (2007) menjadi 12,35 persen (2013), dengan variasi antar kabupaten dari yang terendah di Kulonprogo (10,76%), sampai yang tertinggi di Gunung Kidul (15,55%).

Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas terjadi penurunan dari tahun 2007 (23,8 persen) menjadi 21,2 persen di tahun 2013, 43 persen laki-laki dan 0,2 persen perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 0,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 11,5 persen perokok pada

Page 8: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

v

kelompok tidak bekerja, dan 22,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 10 batang di DI Yogyakarta .

Untuk kesehatan lingkungan, untuk rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum „improved‟ 81,7 persen, dan variasi antar kabupaten dari yang terendah di Kulonprogo (75,0%) dan yang tertinggi Gunung Kidul (90,4%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi „improved‟ sebanyak 72,1 persen (2013), dengan kabupaten yang tertinggi di Sleman81,4 persen dan terendah di Kota Yogyakarta 51,2 persen.

Ringkasan hasil per topik riskesdas 2013 disajikan pada tulisan berikut ini.

B. Ringkasan hasil

Akses pelayanan kesehatan

Akses pelayanan kesehatan yang didapatkan dari Riskesdas 2013 merupakan tingkat pengetahuan RT terhadap jenis pelayanan kesehatan terdekat yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Jenis pelayanan kesehatan yang ditanyakan ada 8 jenis yaitu keberadaan: (1) RS pemerintah; (2) RS swasta; (3) puskesmas atau pustu; (4) praktek dokter atau klinik; (5) praktek bidan atau rumah bersalin; (6) posyandu; (7) poskesdes atau poskestren; dan (8) polindes. Selain data itu juga diketahui tentang keterjangkauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan tersebut yang dilihat dari jenis moda transportasi, waktu tempuh, dan biaya menuju fasilitas kesehatan tersebut.

Proporsi RT mengetahui keberadaan RS pemerintah sebanyak 77,9 persen, sedangkan RS swasta 82,4 persen. RT yang mengetahui keberadaan RS pemerintah tertinggi Kulonprogo (87,0%) sedangkan terendah Gunung Kidul (59,3%). Pengetahuan RT tentang keberadaan RS swasta tertinggi Kota Yogyakarta (94,0%) dan terendah Gunung Kidul (54,3%). Pengetahuan RT tentang keberadaan praktek bidan atau rumah bersalin adalah 65,1 persen, tertinggi di Kulonprogo (78,1%) dan terendah di Kota Yogyakarta (41,7%). Pengetahuan tentang keberadaan posyandu sebanyak 71,5 persen, tertinggi di Kulonprogo (87,1%) dan terendah di Sleman (64,7%).

Proporsi RT yang menggunakan berbagai moda transportasi sepeda motor menuju RS pemerintah di perkotaan 79,2 persen dan perdesaan 70,6 persen. Untuk penggunaan kendaraan umum di perkotaan 6,6 persen dan perdesaan 16,4 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi di perkotaan 1,8 persen sedangkan di perdesaan 1,8 persen.

Waktu tempuh RT menuju fasilitas kesehatan ke RS pemerintah lebih dari 60 menit sebanyak 1,6 persen, sedangkan ke Rumah Sakit Swasta 1,7 persen. Berbeda dengan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan ke puskesmas atau pustu, praktek dokter atau klinik, praktek bidan atau rumah bersalin, poskesdes atau poskestren, polindes dan posyandu hanya membutuhkan waktu 16-30 menit atau kurang.

Biaya transportasi paling banyak sejumlah Rp.10.000,00 atau kurang untuk menuju RS pemerintah (88,0%), RS swasta (91,2%), puskesmas atau pustu (97,6%), dokter praktek atau klinik ( 97,5%) dan praktek bidan atau rumah bersalin (98,2%). Demikian juga biaya transportasi ke poskesdes atau poskestren (97,8%), polindes (100,0%) dan posyandu (100%).

Farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional

Bahasan farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional (yankestrad) bertujuan mengetahui proporsi RT yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), proporsi RT yang memiliki pengetahuan benar tentang obat generik (OG) dan sumber informasi tentang OG, serta jenis dan alasan memanfaatkan Yankestrad dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Sejumlah 103.860 atau 50,7 persen dari 294.959 RT di Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpan obat untuk swamedikasi, dengan proporsi tertinggi RT di Kota Yogyakarta (72,9%) dan terendah di

Page 9: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

vi

Gunung Kidul (41,4%). Rerata sediaan obat yang disimpan hampir 3 macam. Dari 50,7 persen RT yang menyimpan obat, proporsi RT yang menyimpan obat keras 37,7 persen dan antibiotika 20 persen. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Terdapat 78,1 persen RT menyimpan obat keras dan 90 persen RT menyimpan antibiotika yang diperoleh tanpa resep. Jika status obat dikelompokkan menurut obat yang „sedang digunakan‟, obat „untuk persediaan‟ jika sakit, dan „obat sisa‟ maka 16,2 persen RT menyimpan obat sedang digunakan 24,3 persen RT menyimpan obat sisa dan 24,2 persen RT yang menyimpan obat untuk persediaan. Obat sisa dalam hal ini adalah obat sisa resep dokter atau obat sisa dari penggunaan sebelumnya yang tidak dihabiskan. Seharusnya obat sisa resep secara umum tidak boleh disimpan karena dapat menyebabkan penggunaan salah (misused) atau disalah gunakan atau rusak/kadaluarsa.

RT yang pernah mendengar atau mengetahui mengenai OG sebanyak 51,4 persen. 80,7 persen RT mempunyai persepsi OG sebagai obat murah, 83,3 persen obat program pemerintah, 58,7 persen OG berkhasiat sama dengan obat bermerek dan 24,3 persen OG adalah obat tanpa merek dagang. Sumber informasi tentang OG di perkotaan maupun perdesaaan paling banyak diperoleh dari tenaga kesehatan (63,1%). Oleh karena itu masih sangat perlu promosi mengenai obat generik secara strategik terutama di era Jaminan Kesehatan Nasional.

Yankestrad terdiri dari 4 jenis, yaitu yankestrad ramuan, keterampilan dengan alat, keterampilan tanpa alat, dan keterampilan dengan pikiran. Sejumlah 89.753 dari 294.962 (44,0%) RT di Indonesia memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan proporsi RT yang memanfaatkan yankestrad tertinggi di Bantul (65,5%) dan terendah di Sleman (28,1%). Jenis yankestrad yang dimanfaatkan oleh RT terbanyak adalah keterampilan tanpa alat (72,6%) dan ramuan (58,2%). Alasan utama RT memanfaatkan yankestrad terbanyak secara umum adalah untuk menjaga kesehatan/kebugaran, kecuali yankestrad keterampilan dengan pikiran alasan pemanfaatannya berdasarkan tradisi/kepercayaan. Hasil ini menunjukkan bahwa pemanfaatan yankestrad masih cukup banyak.

Kesehatan lingkungan

Air minum

Proporsi RT yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar 81,7 persen (perkotaan: 79,8%; perdesaan:85,9%). Kabupaten dengan proporsi tertinggi untuk RT yang memiliki akses terhadap air minum improved adalah Gunung Kidul (90,4%) sedangkan kabupaten terendah adalah Kulonprogo (75,0%).

Berdasarkan gender, ART yang biasa mengambil air di Indonesia pada umumnya adalah laki-laki dewasa dan perempuan dewasa (masing-masing 47,9% dan 51,9%). Masih terdapat anak laki-laki (0,1%) dan anak perempuan (0,1%) berumur di bawah 12 tahun yang biasa mengambil air untuk kebutuhan minum RT.

Secara kualitas fisik, masih terdapat RT dengan kualitas air minum keruh (2,6%), berwarna (1,1%), berasa (1,1%), berbusa (0,3%), dan berbau (1,0%). Berdasarkan kabupaten, proporsi RT tertinggi dengan air minum keruh adalah di Kulonprogo (7,0%), berwarna juga di Kulonprogo (2,5%), berasa adalah di Kota Yogyakarta (2,6%), berbusa dan berbau juga di Kota Yogyakarta (0,8%, dan 3,5%).

Proporsi RT yang mengolah air sebelum diminum di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar 80,3 persen. Dari 80,3 persen RT yang melakukan pengolahan air sebelum diminum, 97,0 persennya melakukan pengolahan dengan cara dimasak. Cara pengolahan lainnya adalah dengan dijemur di bawah sinar mata hari/solar disinfection (2,4%), dan disaring saja (0,6%).

Sanitasi

Proporsi RT di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri adalah 84,5 persen, milik bersama sebanyak 11,0 persen, dan fasilitas umum adalah 1,5 persen. Masih terdapat RT yang tidak memiliki fasiltas BAB/BAB sembarangan, yaitu sebesar 3,0 persen. Kabupaten tertinggi RT yang tidak memiliki fasilitas BAB/BAB sembarangan adalah Bantul (5,7%).

Page 10: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

vii

Proporsi RT yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved (kriteria JMP WHO–Unicef) di Indonesia adalah sebesar 72,1 persen. Kabupaten tertinggi proporsi RT yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved adalah Sleman (81,4%) dan terendah Kota Yogyakarta (51,2%).

Untuk penampungan air limbah RT di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya di penampungan tertutup di pekarangan (49,4%),12,1 persen menggunakan penampungan terbuka di pekarangan, dan 20,2% langsung ke got/sungai. Sedangkan dalam hal pengelolaan sampah RT umumnya dilakukan dengan cara dibakar (53,4%) dan hanya 33,0 persen yang diangkut oleh petugas. Cara lainnya dengan cara ditimbun dalam tanah, dibuat kompos, dibuang ke kali/parit/laut dan dibuang sembarangan. Kabupaten dengan proporsi RT yang mengelola sampah dengan cara dibakar tertinggi adalah Gunung Kidul (83,5%).

Perumahan

Berdasarkan status penguasaan bangunan, sebagian besar RT di Daerah Istimewa Yogyakarta menempati rumah milik sendiri (77,6%), sisanya kontrak, sewa, menempati milik orang lain, milik orang tua/sanak/ saudara atau menempati rumah dinas. Menurut kepadatan hunian, terdapat 94,2 persen rumah dengan kepadatan hunian lebih dari atau sama dengan 8 m

2 per orang (padat). Untuk

kondisi ruangan dalam rumah, sebagian besar ruangan-ruangan terpisah dari ruang lainnya. Begitupula dalam hal kebersihan, sekitar tiga perempat RT kondisi ruang tidur, ruang keluarga maupun dapurnya bersih dengan pencahayaan cukup. Kurang dari 50 persen RT yang dilengkapi dengan jendela yang dibuka setiap hari. Dalam penggunaan bahan bakar untuk keperluan RT, yang menggunakan bahan bakar aman (listrik, gas/elpiji) sebesar 6,5 persen dan 60,1 persen, di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Untuk pencegahan gigitan nyamuk dalam rumah, sebagian besar RT menggunakan obat anti nyamuk bakar (42,6%), diikuti oleh Repelen (15,2%), Insektisida (13,4%), kelambu (6,7%), dan kasa nyamuk (2,4%). Sekitar 28 persen RT di Indonesia menyimpan/menggunakan pestisida/ insektisida/pupuk kimia dalam rumah.

Penyakit menular

Penyakit menular yang dikumpulkan dalam Riskesdas 2013 berdasarkan media/cara penularan yaitu: 1) melalui udara (Infeksi Saluran Pernafasan Akut/ISPA, pneumonia, dan TB paru); (2) melalui makanan, air dan lainnya (hepatitis, diare); (3) melalui vektor (malaria).

Ditularkan melalui udara

Period prevalence Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk adalah 23,3 persen. Kabupaten dengan ISPA tertinggi adalah Gunung Kidul (28,0%).

Prevalensi Pneumonia Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 adalah 1,2 persen. Kabupaten dengan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Gunung Kidul.

Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013 sebesar 0,3 persen. Kabupaten dengan TB tertinggi adalah Bantul.

Ditularkan melalui makanan, air dan lainnya

Prevalensi hepatitis tahun 2013 (0,3%) tiga kali lebih tinggi dibanding tahun 2007. Kabupaten dengan prevalensi tertinggi hepatitis adalah Kulonprogo.

Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 1,7 persen dan 3,8 persen. Kabupaten dengan insiden maupun period prevalence diare tertinggi adalah Kota Yogyakarta. Insiden diare pada kelompok usia balita di Daerah Istimewa Yogyakarta dijumpai sebesar 3,8 persen dan kabupaten dengan insiden diare balita tertinggi adalah Gunung Kidul.

Page 11: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

viii

Ditularkan vektor

Insiden Malaria penduduk Indonesia tahun 2007 adalah 0,07 persen dan tahun 2013 adalah 0,1 persen. Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 0,5 persen. Kabupaten dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Kota Yogyakarta dan Gunung Kidul.

Penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.

Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara berupa gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis dokter/tenaga kesehatan atau kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM (berdasarkan diagnosis atau gejala). Prevalensi kanker, gagal ginjal kronis, dan batu ginjal ditentukan berdasarkan informasi pernah didiagnosis dokter saja. Untuk hipertensi, selain berdasarkan hasil wawancara, prevalensi juga disampaikan berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah.

Prevalensi asma, PPOK, dan kanker berdasarkan wawancara di Daerah Istimewa Yogyakarta masing-masing 6,9 persen, 3,1 persen, dan 4,1 per mil. Prevalensi asma dan PPOK lebih tinggi pada laki-laki, prevalensi kanker lebih tinggi pada perempuan.

Prevalensi DM dan hipertiroid di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan jawaban pernah didiagnosis dokter sebesar 2,6 persen dan 0,7 persen. DM berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 3,0 persen. Prevalensi hipertensi pada umur ≥15 tahun di Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 12,8 persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 12,9 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh nakes. Prevalensi hipertensi di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥15 tahun sebesar 25,7 persen. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki.

Prevalensi jantung koroner berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,6 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,3 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,2 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,4 persen. Prevalensi stroke di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 10,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 17,0 per mil. Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.

Prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,3 persen dan penyakit batu ginjal sebesar 1,2 persen. Prevalensi penyakit sendi berdasarkan pernah didiagnosis nakes di Daerah istimewa Yogyakarta 5,6 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala 22,7 persen.

Cedera

Prevalensi cedera adalah 12,35 persen, dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Gunung Kidul (15,55%) dan terendah di Kulonprogo (10,76%). Perbandingan hasil Riskesdas 2007 dengan Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi cedera dari 7,2 persen menjadi 12,35 persen.

Page 12: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

ix

Penyebab cedera terbanyak, yaitu jatuh (41%) dan kecelakaan sepeda motor (39,2%). Proporsi jatuh tertinggi di Gunung Kidul (50,3%) dan terendah di Kota Yogyakarta (32,6%). Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007, Riskesdas 2013 menunjukkan kecenderungan penurunan proporsi jatuh dari 45,4 persen menjadi 41 persen. Berdasarkan karakteristik, proporsi jatuh terbanyak pada penduduk umur ≥75 tahun, perempuan, tidak sekolah, petani/nelayan/buruh, di perdesaan, dan pada kuintil terbawah.

Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di Kota Yogyakarta (55,0%) dan terendah di Sleman (33,7%). Proporsi terbanyak terjadi pada umur 15-24 tahun, laki-laki, tamat SMP/MTS, status pekerjaan lainnya, dan kuintil menengah.

Tiga urutan terbanyak jenis cedera yang dialami penduduk adalah luka lecet/memar (73,7%), terkilir (24,1%) dan luka robek (14,6%). Adapun urutan proporsi terbanyak untuk tempat terjadinya cedera, yaitu di jalan raya (43,8%), rumah (37,2%), sekolah (6,0%) dan area pertania (5,1%).

Gigi dan mulut

Untuk mengetahui besarnya permasalahan di bidang kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh perlu dilakukan pengukuran di masyarakat. Melalui Riskesdas 2013, telah dilakukan pengumpulan data berbagai indikator kesehatan gigi dan mulut masyarakat, dengan cara wawancara dan observasi dengan menggunakan instrumen genggam (kaca mulut) dan bantuan penerangan sinar matahari atau lampu senter. Wawancara dilakukan pada responden semua umur. Data yang didapat adalah masyarakat bermasalah gigi dan mulut, tindakan yang diterima oleh responden dari tenaga medis gigi dan EMD. Untuk perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (umur ≥10 tahun) dan pemeriksaan gigi serta melihat kondisi gigi dan mulut (umur ≥12 tahun).

Prevalensi Daerah Istimewa Yogyakarta masalah gigi dan mulut adalah 32,1 persen. Secara keseluruhan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi sebesar 10,3 persen (EMD). Ditemukan EMD tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun, EMD pada perempuan (11,5) lebih besar dari EMD laki-laki (9,0), dan EMD meningkat pada status ekonomi lebih tinggi (EMD teratas: 13,9). Prevalensi menyikat gigi setiap hari adalah 93,6 persen.

Untuk perilaku benar dalam menyikat gigi berkaitan dengan faktor gender, ekonomi, dan daerah tempat tinggal. Ditemukan sebagian besar penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta menyikat gigi pada saat mandi pagi maupun mandi sore, (72,7%). Menyikat gigi dengan benar adalah setelah makan pagi dan sebelum tidur malam, untuk Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan hanya 3,4 persen.

Indeks DMF-T menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi.Indeks DMF-T merupakan penjumlahan dari indeks D-T,M-T, dan F-T. Indeks DMF-T ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur.Indeks DMF-T lebih tinggi pada perempuan (6,1) dibanding laki-laki (5,6). Namun untuk kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi kuintil, semakin rendah nilai DMF-T, hal ini terlihat pada kuintil indeks kepemilikan terbawah nilai DMF-T nya 7,6, sedangkan untuk yang teratas nilai DMF-T nya lebih rendah (4,8%).

Disabilitas

Bahasan disabilitas bertujuan mendapatkan pemahaman seutuhnya tentang pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan termasuk penyakit atau cedera yang dialami. Setiap orang memiliki peran tertentu, seperti bekerja dan melaksanakan kegiatan/aktivitas rutin yang diperlukan. Kuesioner disabilitas dikembangkan oleh WHO untuk mendapatkan informasi sejauh mana seseorang dapat memenuhi perannya di rumah, tempat kerja, sekolah atau area sosial lain, hal yang tidak mampu dilakukan atau kesulitan melakukan aktivitas rutin (WHO, 2010). Informasi besaran masalah disabillitas dapat dimanfaatkan untuk menyusun prioritas dan mengevaluasi efektivitas dan kinerja program kesehatan.

Page 13: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

x

Riskesdas 2013 menunjukkan 88,5 persen penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta disability free. Interpretasi lain adalah penduduk Indonesia cenderung tidak menganggap kesulitan sangat ringan yang dialami dalam melakukan aktivitas rutin, sebagai hal yang menyulitkan. Status disabilitas berbanding lurus dengan umur, namun berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan. Kelompok non pekerja merupakan kelompok dengan disabilitas tertinggi (15,7%). Kulonprogo merupakan kabupaten dengan prevalensi disabilitas tertinggi (17,5%) dan Sleman terendah (7,0%).

Kesehatan jiwa

Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta 2,7 permil. Gangguan jiwa berat terbanyak di Kulonprogo. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta 8,1 persen. Kabupaten dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Kulonprogo diikuti Kota Yogyakarta.

Pengetahuan, sikap, dan perilaku

Pengetahuan, sikap dan perilaku dikumpulkan pada penduduk kelompok umur 10 tahun atau lebih.

Proporsi penduduk berperilaku cuci tangan benar tertinggi terjadi di Gunung Kidul yaitu 55,7 persen. Proporsi penduduk berperilaku BAB benar tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta sebesar 99,8 persen.

Rerata batang rokok yang dihisap perhari penduduk umur ≥10 tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 15,1 batang (setara satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 25-29 tahun sebesar 29,4 persen, pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (43,0% banding 0,2%). Berdasarkan jenis pekerjaan, wiraswasta adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (27,3%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun tertinggi pada tahun 2013 yang merupakan perokok aktif setiap hari adalah di Gunung Kidul (23,9%). Dibandingkan dengan penelitian Global Adults Tobacco Survey (GATS) pada penduduk kelompok umur ≥15 tahun, proporsi perokok laki-laki 67,0 persen dan pada Riskesdas 2013 sebesar 43,0 persen, sedangkan pada perempuan menurut GATS adalah 2,7 persen dan 0,2 persen menurut Riskesdas 2013. Proporsi mengunyah tembakau menurut GATS 2011 pada laki-laki 1,5 persen dan perempuan 2,7 persen, sementara Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi laki-laki 1,3 persen dan 3,1 persen pada perempuan.

Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 20,8 persen. Proporsi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dengan perilaku sedentari ≥6 jam perhari 17,1 persen.

Proporsi perilaku konsumsi kurang sayur dan atau buah 84,6 persen, menurun dibandingkan tahun 2007 (86,1%). Perilaku konsumsi makanan berisiko ≥1 kali perhari pada penduduk umur ≥10 tahun paling banyak konsumsi bumbu penyedap (77,8%), diikuti makanan dan minuman manis (69,2%), dan makanan berlemak (50,7%).

Sebanyak 5,1 persen penduduk mengonsumsi mi instan ≥1 kali per hari. Laki-laki lebih banyak mengkonsumsi mie instan lebih dari 1 kali per hari dibandingkan perempuan (10,8% dibandingkan 9,5%).

Proporsi RT dengan PHBS baik adalah 52,4 persen. Proporsi RT PHBS baik pada tahun 2007 adalah sebesar 58,27persen.

Page 14: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xi

Pembiayaan

Kepemilikan Jaminan Kesehatan

Sebanyak 32,5 persen penduduk Daerah istimewa yogyakarta belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ ASABRI dimiliki oleh sekitar 11,9 persen penduduk, Jamsostek 4,7 persen, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 3,7 persen dan 2,5 persen. Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamkesmas (41%) dan Jamkesda (7,7%).

Kabupaten Kulonprogo adalah kabupaten yang paling tinggi cakupan kepemilikan jaminan diantara kabupaten lain, yaitu sekitar 82,7 persen penduduk atau hanya 17,3 persen yang tidak punya jaminan apapun. Sebaliknya Sleman menjadi kabupaten dengan cakupan kepemilikan jaminan kesehatan yang paling rendah dan 45,8 persen penduduknya tidak punya jaminan.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, Jamkesmas dimiliki oleh kelompok penduduk terbawah, menengah bawah dan menengah, masing-masing sebesar 80,8 persen, 64,9 persen dan 43,9 persen. Akan tetapi Jamkesmas dimiliki juga pada penduduk menengah atas (24,9%) dan teratas (6,6%).

Mengobati sendiri

Proporsi penduduk Indonesia yang mengobati sendiri dalam satu bulan terakhir dengan membeli obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 32,4 persen dengan rerata (median) mengeluarkan uang sebanyak Rp. 5.000,00. Kota Yogyakarta merupakan kabupaten/Kota tertinggi (36,5%) dengan pengeluaran sebesar Rp. 8.000,00. Sebaliknya, Kulonprogo merupakan kabupaten terendah (30%) dengan rerata pengeluaran terbesar untuk mengobati sendiri (Rp. 4.000,00).

Rawat jalan

Sebanyak 16,3 persen penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan biaya rerata yang dikeluarkan sebesar Rp. 35.000,00. Kulonprogo merupakan kabupaten tertinggi yang melakukan rawat jalan (19,9%) dengan biaya rerata sebesar Rp. 30.000,00. Kota Yogyakarta merupakan kabupaten/kota terendah dalam pemanfaatan fasilitas rawat jalan (13,0%) dengan pengeluaran rerata sebesar Rp. 60.000,00. Rerata pengeluaran terbesar rawat jalan Rp. 60.000,00 di Kota Yogyakarta.

Sumber biaya rawat jalan secara keseluruhan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta masih didominasi (66,7%) pembiayaan yang dibayar oleh pasien sendiri atau keluarga (out of pocket), kemudian berturut-turut disusul pembiayaan oleh Jamkesmas/jamkesda (22,8%) sedangkan yang terendah adalah pembiayaan oleh asuransi swasta dan dibiayai lebih dari satu sumber (0,6%). Sumber biaya rawat jalan dari Askes/ASABRI sebesar 4,7 persen, Jamsostek 0,9 persen, tunjangan kesehatan perusahaan 0,7 persen, sumber lainnya 2,9 persen.

Rawat inap

Dalam satu tahun terakhir 4,4 persen penduduk Indonesia melakukan rawat inap dengan biaya rerata sebesar Rp. 2.000.000,00.

Sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sekitar 53,2 persen. Selanjutnya berturut-turut adalah Jamkesmas/Jamkesda 21,3 persen, sebanyak 6,6 persen penduduk indonesia yang rawat inap menggunakan lebih dari satu sumber biaya dan 6,5 persen dari Askes/Asabri. Sementara itu sumber biaya untuk rawat inap dari Jamsostek digunakan oleh 3,0 persen RT, 3,2 persen dari asuransi kesehatan swasta dan 2,6 persen dari tunjangan kesehatan perusahaan.

Page 15: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xii

Kesehatan reproduksi

Blok Kesehatan Reproduksi yang dikumpulkan bertujuan untuk menyediakan informasi cakupan pelayanan kesehatan ibu terkait dengan indikator MDG yaitu pelayanan KB, pelayanan kesehatan selama masa hamil sampai masa nifas.

Permasalahan kesehatan reproduksi di mulai dengan adanya perkawinan/hidup bersama. Di antara perempuan 10-54 tahun, 0,02 persen menikah pertama kali pada umur kurang dari 15 tahun dan 1,97 persen menikah pada umur 15-19 tahun. Menikah pada usia dini merupakan masalah kesehatan reproduksi karena semakin muda umur menikah semakin panjang rentang waktu untuk bereproduksi.

Angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun, meskipun sangat kecil (0,02%) dan kehamilan pada umur remaja (15-19 tahun) sebesar 1,97 persen. Apabila tidak dilakukan pengaturan kehamilan melalui program keluarga berencana (KB) akan mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia.

Pelaksanaan program keluarga berencana dinyatakan dengan pemakaian alat/cara KB saat ini. Pemakaian alat KB modern yang dinyatakan dengan CPR modern di antara WUS (wanita usia kawin 15-49 tahun) merupakan salah satu dari indikator universal akses kesehatan reproduksi. Hasil Riskesdas 2013, pemakaian cara/alat KB di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 55,5 persen dan CPR modern sebesar 54,2 persen. Diantara penggunaan KB modern tersebut, sebagian besar menggunakan cara KB suntikan (22,9%), dan merupakan penyumbang terbesar pada kelompok non MKJP dan jenis hormonal. Pelayanan KB di Indonesia sebagian besar diberikan oleh bidan (79,9%) di fasilitas pelayanan swasta yaitu tempat praktek bidan (43,6%).

Setiap ibu hamil menghadapi risiko terjadinya kematian, sehingga salah satu upaya menurunkan tingkat kematian ibu adalah meningkatkan status kesehatan ibu hamil sampai bersalin melalui pelayanan ibu hamil sampai masa nifas.Pada Riskesdas 2013, indikator cakupan pelayanan ibu hamil sampai masa nifas diperoleh dari informasi riwayat kehamilan berdasarkan kelahiran yang terjadi pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara.

Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir seluruh ibu hamil di Daerah Istimewa Yogyakarta (99,1%) sudah melakukan pemeriksaan kehamilan (K1) dan frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilannya adalah 96,5 persen. Adapun untuk cakupan pemeriksaan kehamilan pertama pada trimester pertama adalah 88,8 persen dan frekuensi ANC 1-1-2 atau K4 (minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester ketiga) sebesar 85,5 persen. Tenaga yang paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (69,6%) dan tempat pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek bidan (43,5%).

Proses persalinan dihadapkan pada kondisi kritis terhadap masalah kegawatdaruratan persalinan, sehingga sangat diharapkan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hasil Riskesdas 2013, persalinan di fasilitas kesehatan adalah 98,9 persen. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (dokter spesialis, dokter umum dan bidan) mencapai 99,9 persen.

Pelayanan kesehatan masa nifas dimulai dari 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Terdapat 93,5 persen ibu bersalin yang mendapat pelayanan nifas pertama pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan (KF1), periode 7 sampai 28 hari setelah melahirkan (KF2) sebesar 74,2 persen dan periode 29 sampai 42 hari setelah melahirkan (KF3) sebesar 50 persen. Akan tetapi angka untuk KF lengkap yang dicapai baru sebesar 43,7 persen. Ibu bersalin yang mendapat pelayanan KB pasca bersalin sebanyak 45,2 persen.

Kesehatan anak

Untuk kesehatan anak, cakupan imunisasi dasar lengkap semakin meningkat jika dibandingkan tahun 2007, 2010 dan 2013 yaitu menjadi 83,2 persen di tahun 2013. Persentase tertinggi di Sleman

Page 16: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xiii

(92,2%) dan terendah di Gunung Kidul (74,6%). Cakupan pemberian vitamin A hampir sama 84,7 persen (2007) dan 84,4 persen (2013).

Kunjungan neonatal pada 6-48 jam pertama (KN1) telah dilakukan pada 80,5 persen bayi yang dilahirkan. Kunjungan neonatal lengkap sampai dengan 28 hari dilakukan oleh 70 persen bayi lahir.

Informasi tentang berat badan lahir dan panjang badan lahir anak balita didasarkan kepada dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota RT (buku KIA, KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya). Sebanyak 79,8 persen balita dengan catatan berat badan lahir dan 75,9 persen balita dengan catatan panjang badan lahir. Masih terdapat 9,4 persen bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu kurang dari 2.500 gram. Persentase bayi dengan panjang badan lahir pendek (<48 cm) cukup tinggi, yaitu sebesar 28,6 persen. Jika dikombinasikan antara BBLR dan panjang badan lahir pendek, maka terdapat 6,2 persen balita yang BBLR dan juga memiliki panjang badan lahir pendek.

Pemantauan pertumbuhan balita yang dilakukan setiap bulan menunjukkan bahwa persentase balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir cenderung meningkat dari 5,0 persen (2007), menjadi 7,2 persen (2013).

Persentase inisiasi menyusu dini kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 60,3 persen.

Riskesdas 2013 menyajikan informasi prevalensi anak usia 24-59 bulan yang mengalami kecacatan. Kecacatan yang dimaksud adalah semua kecacatan yang dapat diobservasi, termasuk karena penyakit atau trauma/kecelakaan. Data ini menunjukkan bahwa persentase anak tuna wicara dan tuna netra sebanyak 0,14 dan 0,17 persen.

Persentase cara perawatan tali pusar pada anak usia 0-59 bulan dengan tidak diberi apa-apa sebanyak 45,8 persen di 2013, tetapi yang diberi betadine/alkohol masih lebih besar (53,6%). Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun sebesar 10,3 persen, tertinggi di Kota Yogyakarta (18,7%), dan terendah di Gunung Kidul (0,6%).

Kesehatan indera

Prevalensi kebutaan sebesar 0,2 persen, jauh lebih kecil dibanding prevalensi kebutaan tahun 2007 (0,9%). Prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas tertinggi ditemukan di Kulonprogo (0,5%) diikuti Bantul (0,3%), Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta (masing-masing 0,2%). Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di Sleman (0,0%).

Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun keatas sebesar 0,3 persen.

Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea, dan katarak berturut-turut adalah 14,1 persen; 10,2 persen; dan 2,0 persen. Prevalensi pterygium tertinggi ditemukan di Gunung Kidul (26,9%), diikuti Bantul (15,6%) dan Kulonprogo (15,2%). Sleman mempunyai prevalensi pterygium terendah, yaitu 7,0 persen, diikuti oleh Kota Yogyakarta7,9 persen.

Prevalensi kekeruhan kornea tertinggi ditemukan di Bantul (18,4%), diikuti oleh Gunung Kidul (14,4%) dan Kulonprogo (8,1%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Kota Yogyakarta (3,3%) diikuti Sleman (3,9%).

Prevalensi katarak tertinggi di Kulonprogo (7,1%) diikuti oleh Gunung Kidul (1,8%) dan Sleman (1,4%). Prevalensi katarak terendah ditemukan di Bantul (0,9%) diikuti Kota Yogyakarta (1,1%). Tiga alasan utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena ketidaktahuan (63,1%), ketidakmampuan (4,8%), dan ketidakberanian (9,1%).

Prevalensi ketulian Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,13 persen dan prevalensi gangguan pendengaran sebesar 2,7 persen.

Page 17: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xiv

DAFTAR ISI (sesuaikan halaman) KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

SAMBUTAN........................................................................................................................... ii

RINGKASAN ......................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ xxviii

DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................................... xxix

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Ruang Lingkup Riseksdas 2013 ................................................................... 2

1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 2

1.4 Tujuan Riskesdas 2013................................................................................ 2

1.5 Kerangka Pikir.............................................................................................. 3

1.6 Alur Pikir Riskesdas 2013............................................................................. 4

1.7 Pengorganisasi Riskesdas 2013 ................................................................... 6

1.8 Manfaat Riskesdas 2013 .............................................................................. 6

1.9 Persetujuan Etik Riskesdas 2013................................................................. 7

BAB 2. METODOLOGI RISKESDAS .................................................................................... 8

2.1. Desain ........................................................................................................... 8

2.2. Lokasi ............................................................................................................ 8

2.3. Populasi dan Sampel .................................................................................... 8

2.4. Variabel ......................................................................................................... 10

2.5. Alat Pengumpul Data dan Cara Pengumpulan Data .................................... 11

2.6. Manajemen Data ........................................................................................... 12

2.7. Keterbatasan Data ........................................................................................ 14

2.8. Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 15

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 16

3.1. Akses dan Pelayanan Kesehatan ................................................................. 16

3.2. Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional ........................................... 25

3.3. Kesehatan Lingkungan ................................................................................. 32

3.4. Penyakit Menular ........................................................................................... 57

3.5. Penyakit Tidak Menular ................................................................................. 67

3.6. Cedera .......................................................................................................... 78

3.7. Kesehatan Gigi dan Mulut ............................................................................. 86

Page 18: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xv

3.8. Disabilitas…………………………………………………………………………..

3.9. Kesehatan Jiwa .............................................................................................

93

97

3.10. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ................................................................. 101

3.11. Pembiayaan .................................................................................................. 118

3.12. Kesehatan Reproduksi ................................................................................. 125

3.13. Kesehatan Anak dan Imunisasi .................................................................... 136

3.14. Status Gizi ..................................................................................................... 150

3.15. Kesehatan Indera .......................................................................................... 179

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 191

Lampiran .................................................................................................................................. 193

Page 19: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Nama Tabel Hal Tabel 2.1.1 Distribusi sampel yang dapat dikunjungi menurut kabupaten/kota, Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 9 Tabel 3.1.1 Persentase keberadaan fasilitas kesehatan berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 201 16 Tabel 3.1.2 Persentase keberadaan fasilitas kesehatan berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 17 Tabel 3.1.3 Persentase moda transportasi ke RS Pemerintah berdasarkan kabupaten/

kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 18 Tabel 3.1.4 Persentase moda transportasi ke RS Pemerintah berdasarkan

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 18 Tabel 3.1.5 Moda transportasi ke puskesmas/pustu berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 19 Tabel 3.1.6 Persentase moda transportasi ke puskesmas/pustu berdasarkan

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 19 Tabel 3.1.7 Persentase waktu tempuh ke rumah sakit pemerintah berdasarkan

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 20 Tabel 3.1.8 Persentase waktu tempuh ke Rumah Sakit Pemerintah berdasarkan

Karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 20 Tabel 3.1.9 Persentase waktu tempuh ke puskesmas atau pustu berdasarkan

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 20 Tabel 3.1.10 Persentase waktu tempuh ke puskesmas atau pustu berdasarkan

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 21 Tabel 3.1.11 Persentase rumah tangga menuju posyandu sesuai waktu tempuh menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 21 Tabel 3.1.12 Persentase waktu tempuh ke posyandu berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 22 Tabel 3.1.13 Persentase waktu tempuh ke polindes berdasarkan kabupaten/kota,

Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013 22 Tabel 3.1.14 Persentase waktu tempuh ke polindes berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 23 Tabel 3.1.15 Persentase biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah

berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 23 Tabel 3.1.16 Persentase biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah

berdasarkan karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 24 Tabel 3.1.17 Persentase biaya transportasi menuju puskesmas berdasarkan

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 24 Tabel 3.1.18 Persentase biaya transportasi menuju Posyandu berdasarkan

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 24 Tabel 3.2.1 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang

disimpan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 25

Tabel 3.2.2 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat berdasarkan jenis obat menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 26

Page 20: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xvii

Tabel 3.2.3 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 27

Tabel 3.2.4 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 27

Tabel 3.2.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 28

Tabel 3.2.6 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG) menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 201 28

Tabel 3.2.7 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 29

Tabel 3.2.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan persepsinya tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 29

Tabel 3.2.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi tentang obat generik (OG) menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 30

Tabel 3.2.10 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut kabupaten, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 31

Tabel 3.2.11 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 31

Tabel 3.3.1 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 32

Tabel 3.3.2 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber air untuk keperluan rumah dan karakteristik rumah tangga, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 32

Tabel 3.3.3 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air minum menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 33

Tabel 3.3.4 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber air minum dan karakteristik rumah tangga, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 33

Tabel 3.3.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 34

Tabel 3.3.6 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 34

Tabel 3.3.7 Proporsi rumah tangga berdasarkan jarak sumber air minum rumah tangga terhadap penampungan tinja menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 34

Tabel 3.3.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan jarak sumber air minum rumah tangga terhadap penampungan tinja menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 35

Tabel 3.3.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan waktu dan jarak ke sumber air minum, menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 35

Tabel 3.3.10 Proporsi rumah tangga berdasarkan waktu dan jarak ke sumber air minum menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

35

Page 21: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xviii

Tabel 3.3.11 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air dalam rumah tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 36

Tabel 3.3.12 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 36

Tabel 3.3.13 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 36

Tabel 3.3.14 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 37

Tabel 3.3.15 Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 37

Tabel 3.3.16 Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 37

Tabel 3.3.17 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 38

Tabel 3.3.18 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

38 Tabel 3.3.19 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penyimpanan air minum

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 39 Tabel 3.3.20 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penyimpanan air minum

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 39 Tabel 3.3.21 Proporsi rumah tangga berdasarkan akses ke sumber air minum

*) menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 39 Tabel 3.3.22 Proporsi rumah tangga berdasarkan akses ke sumber air minum

*) menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 40 Tabel 3.3.23 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 40 Tabel 3.3.24 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar

menurut karakteristik rumah tangga, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 41

Tabel 3.3.25 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat buang air besar menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 41

Tabel 3.3.26 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat buang air besar menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

42 Tabel 3.3.27 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja,

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 42 Tabel 3.3.28 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 43 Tabel 3.3.29 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi

berdasarkan kriteria JMP WHO – unicef 2006 menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 43

Tabel 3.3.30 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi berdasarkan kriteria JMP WHO – Unicef 2006 menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 44

Page 22: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xix

Tabel 3.3.31 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 44

Tabel 3.3.32 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 45

Tabel 3.3.33 Proporsi rumah tangga berdasarkan sarana pembuangan air limbah menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 45

Tabel 3.3.34 Proporsi rumah tangga berdasarkan sarana pembuangan air limbah menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

46 Tabel 3.3.35 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penampungan sampah

organik menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 46

Tabel 3.3.36 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penampungan sampah organik menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 46

Tabel 3.3.37 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 47

Tabel 3.3.38 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 47

Tabel 3.3.39 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 47

Tabel 3.3.40 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 48

Table 3.3.41 Proporsi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 48

Table 3.3.42 Proporsi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 48

Table 3.3.43 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis plafon/langit-langit terluas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 49

Tabel 3.3.44 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis plafon/langit-langit terluas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 49

Table 3.3.45 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis dinding terluas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 49

Table 3.3.46 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis dinding terluas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 50

Table 3.3.47 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis lantai terluas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 50

Table 3.3.48 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis lantai terluas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 50

Table 3.3.49 Proporsi rumahtangga menurut lokasi rumah menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 51

Table 3.3.50 Proporsi rumah tangga berdasarkan lokasi sekitar rumah menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 51

Table 3.3.51 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber penerangan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 51

Table 3.3.52 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber penerangan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 52

Page 23: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xx

Table 3.3.53 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis bahan bakar/energi utama menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 52

Table 3.3.54 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis bahan bakar/energi utama menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 52

Table 3.3.55 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang tidur, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 53

Table 3.3.56 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang tidur, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 53

Table 3.3.57 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang dapur, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 53

Table 3.3.58 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang dapur, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 54

Table 3.3.59 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang keluarga, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 54

Table 3.3.60 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang keluarga, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 55

Table 3.3.61 Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 55

Table 3.3.62 Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 56

Table 3.3.63 Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku menguras bak mandi dalam seminggu menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 56

Table 3.3.64. Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku menguras bak mandi menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 56

Table 3.3.65 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 57

Table 3.3.66 Proporsi rumah angga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 57

Tabel 3.4.1. Period prevalence ISPA, pneumonia, pneumonia balita, dan prevalensi pneumonia menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

58

Tabel 3.4.2 Period prevalence ISPA, pneumonia, pneumonia balita, dan prevalensi

pneumonia menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 59

Tabel 3.4.3. Diagnosis, pengobatan dengan obat program,dan gejala tuberkulosis menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 60

Tabel 3.4.4 Diagnosis, pengobatan dengan obat program,dan gejala tuberkulosis menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 61

Page 24: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxi

Tabel 3.4.5 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 62

Tabel 3.4.6 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 63

Tabel 3.4.7 Proporsi Penderita hepatitis A, B, C, dan hepatitis lain menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 64

Tabel 3.4.8 Penggunaan oralit dan zinc pada diare balita menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 64

Tabel 3.4.9 Insiden dan prevalensi malaria menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 65

Tabel 3.4.10 Insiden dan prevalensi malaria menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 65

Tabel 3.4.11 Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program dan penderita malaria yang mengobati sendiri menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 66

Tabel 3.4.12 Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program dan penderita malaria yang mengobati sendiri menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 66

Tabel 3.5.1. Prevalensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis, kanker menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 69

Tabel 3.5.2. Prevalensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis dan kanker menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 70

Tabel 3.5.3 Prevalensi diabetes*, hipertiroid*, hipertensi * pada usia 15 tahun keatas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 72

Tabel 3.5.4. Prevalensi diabetes*, hipertiroid*, hipertensi* menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 73

Tabel 3.5.5. Prevalensi jantung koroner*, gagal jantung*, stroke* menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 74

Tabel 3.5.6 Prevalensi jantung koroner, gagal jantung, stroke menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta2013 75

Tabel 3.5.7. Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, penyakit batu ginjal, penyakit sendi

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 77 Tabel 3.5.8. Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, penyakit batu ginjal, penyakit sendi

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 78 Tabel 3.6.1 . Prevalensi cedera dan penyebab menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 80 Tabel 3.6.2 . Prevalensi cedera dan penyebabnya menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 81 Tabel 3.6.3 Proporsi jenis cedera menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta 2013 82 Tabel 3.6.4 Proporsi jenis cedera menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta 2013 83 Tabel 3.6.5 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 84 Tabel 3.6.6 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 85

Page 25: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxii

Tabel 3.7.1 Proporsi penduduk yang bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir sesuai effective medical demand menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 86

Tabel 3.7.2 Proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 87

Tabel 3.7.3 Proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 88

Tabel 3.7.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 89

Tabel 3.7.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 90

Tabel 3.7.6 Komponen D, M, F dan Index DMF-T menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 92

Tabel 3.8.1 Proporsi penduduk menurut komponen disabilitas dan tingkat kesulitan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 94

Tabel 3.8.2 Indikator disabilitas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 95

Tabel 3.8.3 Indikator disabilitas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 96

Tabel 3.9.1 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 98

Tabel 3.9.2. Prevalensi gangguan jiwa berat menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 98

Tabel 3.9.3 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan Self Reporting Questionnaire-20)* menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 99

Tabel 3.9.4. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan Self Reporting Questionnaire-20)* menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

100

Tabel 3.10.1. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang

air besar dan cuci tangan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 101

Tabel 3.10.2 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan kebiasaan merokok menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 102

Tabel 3.10.3 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun berdasarkan kebiasaan merokok menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 103

Tabel 3.10.4. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 104

Tabel 3.10.5. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan usia pertama kali merokok tiap hari menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 104

Tabel 3.10.6. Proporsi penduduk umur≥ 10 tahun menurutusia pertama kali merokok tiap hari berdasarkan karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 105

Tabel 3.10.7. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut usia mulai merokok menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 106

Page 26: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxiii

Tabel 3.10.8. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut usia pertama kali merokok menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 107

Tabel 3.10.9. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut jenis rokok yang dihisap menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 108

Tabel 3.10.10. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut jenis rokok yang dihisap menurut karakteristik, Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 108

Tabel 3.10.11. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan perilaku merokok dalam gedung/ruangan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Tabel 3.10.12. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam gedung menurut karakteritik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 109

Tabel 3.10.13. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 110

Tabel 3.10.14. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga menurut karakteritik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 110

Tabel 3.10.15. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 111

Tabel 3.10.16. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun kebiasaan mengunyah tembakau menurut karateristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

112 Tabel 3.10.17 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun sesuai jenis aktivitas fisik menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013 113 Tabel 3.10.18 Proporsipenduduk umur ≥10 tahun dengan konsumsi makanan minuman

tertentu menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 114 Tabel 3.11.1 Proporsi penduduk berdasarkan kepemilikan jaminan kesehatan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 119 Tabel 3.11.2 Proporsi penduduk berdasarkan kepemilikan jaminan kesehatan menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 120 Tabel 3.11.3 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran

biayanya menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 121

Tabel 3.11.4 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biayanya menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 122

Tabel 3.11.5 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta median biaya yang dikeluarkan (Rp) berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 123

Tabel 3.11.6 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta median biaya yang dikeluarkan (Rp) berdasarkan karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 123

Tabel 3.11.7 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat jalan berdasarkan karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 124

Tabel 3.11.8 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 125

Tabel 3.12.1. Indikator utama, unit analisis dan jumlah sampel yang digunakan

Blok Kesehatan Reproduksi, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 126

Page 27: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxiv

Tabel 3.12.2 Persentase WUS kawin menurut penggunaan alat/cara KB saat ini dan indikator CPR menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 127

Tabel 3.12.3 Proporsi WUS kawin yang menggunakan cara KB modern, jenis/cara KB dan jangka waktu efektivitas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 128

Tabel 3.12.4 Persentase WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern menurut tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 129

Tabel 3.12.5 Persentase pemeriksaan kehamilan serta cakupan indikator ANC menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 129

Tabel 3.12.6 Persentase tenaga kesehatan yang memberi pelayanan ANC menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 130

Tabel 3.12.7 Persentase semua kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara menurut konsumsi zat besi dan jumlah hari mengkonsumsi zat besi selama kehamilannya dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 131

Tabel 3.12.8 Persentase cara persalinan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 133

Tabel 3.12.9 Persentase penolong persalinan kualifikasi tertinggi menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 134

Tabel 3.12.10 Persentase tempat bersalin menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 134

Tabel 3.12.11 Proporsi pelayanan kesehatan ibu nifas dari riwayat kelahiran periode 1 Januari 2010 sd wawancara menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

135

Tabel 3.12.12 Persentase kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sampai saat

wawancara menurut pelayanan KB pasca salin dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 136

Tabel 3.13.1 Informasi sampel dan indikator yang dikumpulkan untuk topik kesehatan anak dan imunisasi, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

136 Tabel 3.13.2. Persentase berat badan lahir anak umur 0-59 bulan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 137

Tabel 3.13.3. Persentase berat badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 138

Tabel 3.13.4 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 139

Tabel 3.13.5 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 139

Tabel 3.13.6 Persentase imunisasi dasar pada anak usia 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

140 Tabel 3.13.7 Persentase imunisasi dasar pada anak usia 12-59 bulan menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 141 Tabel 3.13.8 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-59 bulan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 141

Tabel 3.13.9 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

142

Page 28: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxv

Tabel 3.13.10 Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 142

Tabel 3.13.11 Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 143

Tabel 3.13.12 Persentase jenis kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 143

Tabel 3.13.13 Persentase jenis kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 144

Tabel 3.13.14 Persentase cara perawatan tali pusar dari anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 145

Tabel 3.13.15 Persentase proses mulai menyusu dari anak usia 0-23 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 145

Tabel 3.13.16 Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 146

Tabel 3.13.17 Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 146

Tabel 3.13.18 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun yang menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 146

Tabel 3.13.19 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 147

Tabel 3.13.20 Persentase kategori umur ketika disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 148

Tabel 3.13.21 Persentase orang yang menyarankan untuk melakukan sunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 149

Tabel 3.13.22 Persentase orang yang menyarankan untuk melakukan sunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 149

Tabel 3.13.23 Persentase pesunat anak perempuan usia 0-11 tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 150

Tabel 3.14.1 Prevalensi status gizi balita BB/U menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 154

Tabel 3.14.2 Prevalensi status gizi balita TB/U menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 154

Tabel 3.14.3 Prevalensi status gizi ballita BB/TB menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

154 Tabel 3.14.4 Prevalensi status gizi balita BB/U menurut karakteristik, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta 2013 156 Tabel 3.14.5 Prevalensi status gizi balita TB/U menurut karakteristik, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta 2013 157 Tabel 3.14.6 Prevalensi status gizi balita BB/TB menurut karakteristik, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta 2013 158

Page 29: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxvi

Tabel 3.14.7 Prevalensi status gizi TB/U usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 160

Tabel 3.14.8 Prevalensi status gizi IMT/U Usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 160

Tabel 3.14.9 Prevalensi status gizi TB/U usia 5 – 12 tahun menurut karakteristik responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

161 Tabel 3.14.10 Prevalensi status gizi IMT/U usia 5 – 12 tahun menurut karakteristik

responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 162 Tabel 3.14.11 Prevalensi status gizi TB/U usia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 163 Tabel 3.14.12 Prevalensi status gizi IMT/U usia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 163 Tabel 3.14.13 Prevalensi status gizi TB/U usia 13 – 15 tahun menurut karakteristik

responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 201 165 Tabel 3.14.14 Prevalensi status gizi IMT/U usia 13 – 15 tahun menurut karakteristik

responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 166 Tabel 3.14.15 Prevalensi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 167 Tabel 3.14.16 Prevalensi status gizi IMT/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 167 Tabel 3.14.17 Prevalensi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik

responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 168 Tabel 3.14.18 Prevalensi status gizi IMT/U Usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik

responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 169 Tabel 3.14.19 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) menurut kategori

IMT dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 170 Tabel 3.14.20 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT,

jenis kelamin menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 171

Tabel 3.14.21 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan kategori IMT, jenis kelamin, menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 172

Tabel 3.14.22 Prevalensi Status gizi penduduk dewasa (> 18 tahun) berdasarkan kategori IMT menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 172

Tabel 3.14.23 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 173

Tabel 3.14.24 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 174

Tabel 3.14.25 Nilai rerata lingkar lengan atas (LILA) penduduk wanita umur 15-49 tahun dan wanita hamil menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 176

Tabel 3.14.26 Prevalensi risiko kurang energi kronis (KEK) penduduk wanita umur 15-49 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 177

Tabel 3.14.27 Prevalensi risiko kurang energi kronis (KEK) penduduk wanita umur 15-49 tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 177

Tabel 3.14.28 Prevalensi wanita hamil beresiko tinggi menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 178

Page 30: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxvii

Tabel 3.14.29 Prevalensi ibu hamil berisiko tinggi menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 179

Tabel 3.15.1 Prevalensi koreksi refraksi, low vision, dan kebutaan pada responden usia 6 tahun keatas tanpa/dengan koreksi optimal menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 181

Tabel 3.15.2 Prevalensi koreksi refraksi, kebutaan, dan low vision pada responden 6 tahun ke atas tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 182

Tabel 3.15.3 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

183 Tabel 3.15.4 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 184 Tabel 3.15.5 Prevalensi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak

pada responden semua umur menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

185 Tabel 3.15.6 Prevalensi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak

pada responden semua umur menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

186 Tabel 3.15.7. Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun

keatas sesuai tes konversasi menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

187 Tabel 3.15.8 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun

keatas sesuai tes konversasi menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 188

Tabel 3.15.9 Prevalensi morbiditas telinga pada responden usia 2 tahun keatas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

189 Tabel 3.15.10 Prevalensi morbiditas telinga pada responden usia 2 tahun keatas menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 190

Page 31: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Nama Gambar Hal

Gambar 1.5.1 Kerangka pikir Riskesdas 2013 dikembangkan dari Gabungan Sistem Kesehatan WHO dengan konsep model BLUM 3

Gambar 1.6.1 Alur Pikir Riskesdas 2013 5 Gambar 3.2.1 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat dan jenis obat yang

disimpan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 26 Gambar 3.2.2 Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun

terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 30

Gambar 3.12.1. Proporsi pemanfaatan tenaga fasilitas kesehatan dalam mendapatkan pelayanan KB, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 128

Gambar 3.12.2 Persentase kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara yang melakukan pemeriksaan kehamilan menurut tempat saat menerima pelayanan ANC dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 131

Gambar 3.12.3 Persentase kepemilikan buku KIA yang ditunjukkan oleh ibu menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 132

Gam,bar 3.12.4 Persentase observasi isian amanat persalinan pada buku KIA yang ditunjukkan oleh ibu menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 133

Page 32: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxix

DAFTAR SINGKATAN

5T 5 jenis komponen ANC meliputi 1) timbang berat badan dan ukur tinggi badan; 2) ukur tekanan darah/tensi; 3) pemberian tablet tambah darah; 4) pemberian imunisasi tetanus toksoid dan 5) ukur tinggi fundus.

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome

AKABA Angka Kematian Balita

AKB Angka Kematian Bayi

AKDR Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

AKG Angka Kecukupan Gizi

AKI Angka Kematian Ibu

AKI Angka Kematian Ibu

ALH Anak Lahir Hidup

AMH Anak Masih Hidup

ANC Ante Natal Care

ART Anggota Rumah Tangga

BAB Buang Air Besar

Balitbangkes Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

BB/TB Berat Badan menurut Tinggi Badan

BB/U Berat Badan menurut Umur

BP Balai Pengobatan

BPS Badan Pusat Statistik

BS Blok Sensus

BTA Basil Tahan Asam

CO Carbon Monoksida

D Diagnosis

DAM Depot Air Minum

DIY Daerah Istimewa Yogyakarta

DKBM Daftar Komposisi Bahan Makanan

DPT Diphtery Pertusis Tetanus

DPT-HB Diphtery Pertusis Tetanus-Hepatitis B

DST Drug susceptibility test

EQAS External Quality Assurance Scheme

Faskes Fasilitas Kesehatan

FDC Fixed Dose Combination

G Gejala

HIV Human Immunodeficiency Virus

IMT Indeks Massa Tubuh

IMT/U Indeks Massa Tubuh menurut Umur

ISTC International standard for TB Care

JMP Joint Monitoring Program

K1 Kunjungan pertama kali.

K4 Kunjungan 4 kali dengan kriteria minimal sekali pada trimester

Page 33: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxx

pertama, minimal sekali pada trimester kedua dan minimal dua kali pada trimester ketiga.

KB Keluarga Berencana

KEPK Komisi Etik Penelitian Kesehatan

KF Kunjungan Nifas

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KMS Kartu Menuju Sehat

KMS Bumil Kartu Menuju Sehat Ibu Hamil

KN1 Kunjungan Neonatal 1

KN2 Kunjungan Neonatal 2

KN3 Kunjungan Neonatal 3

LQAS Lot Quality Sampling Assesment

M.tb Mycobacterium tuberculosis

MDG Millenium Development Goals

MDGs Millenium Development Goals

MDR Multi Drug Ressistant

Nakes Tenaga Kesahatan

OAT Obat Anti Tuberculosis

ODHA Orang dengan HIV/AIDS

P2PL Pencegahan Penyakit dan Pengendalian Lingkungan

PAH Penampungan Air Hujan

PAM Perusahaan Air Minum

PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa

PDBK Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan

Penasun Pengguna Narkoba Suntik

PJT Penanggung Jawab Teknis

PNS Pegawai Negeri Sipil

Polindes Pos Bersalin Desa

Polri Polisi Republik Indonesia

PONED Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Dasar

Poskesdes Pos Kesehatan Desa

Posyandu Pos Pelayanan Terpadu

PPI Program Pengembangan Imunisasi

PPM Puskesmas Pelaksana Mandiri

PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PPS Petugas Pengumpul Spesimen

PRM Puskesmas Rujukan Mikroskopik

PUGS Pedoman Umum Gizi Seimbang

Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

Pustu Puskesmas Pembantu

PWS KIA Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak

RS Rumah Sakit

RSB Rumah Sakit Bersalin

RT Rumah Tangga

SP Sensus Penduduk

Page 34: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

xxxi

SPAL Sarana Pembuangan Air Limbah

Subdit Sub Direktorat

TB Tuberkulosis

TB/U Tinggi Badan menurut Umur

TNI Tentara Nasional Indonesia

Trimester Tiga bulanan

TT Tetanus toksoid

TT Tidak Tahu

UKP Umur Perkawinan Pertama

VCT Voluntary HIV Counseling and Testing

WHO World Health Organization

WNPG Wydia Karya Pangan dan Gizi

XDR Extensively Drug Ressistant

ZN Ziehl Neelsen

Page 35: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Visi rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Visi tesebut direalisasikan pada delapan misi pembangunan. Misi pembangunan kesehatan 2010-2014 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Sistem kesehatan nasional pada tahun 2012 memasukkan penelitian dan pengembangan dalam salah satu sub sistem dari tujuh sub sistem yang ada.

Untuk mencapai visi dan misi di atas, maka salah satu strategi Kementerian Kesehatan RI adalah “Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan serta berbasis bukti dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif”. Untuk itu diperlukan data kesehatan berskala nasional berbasis fasilitas maupun komunitas yang dikumpulkan secara berkesinambungan dan dapat dipercaya

i.

Dalam upaya menyediakan data kesehatan yang berkesinambungan maka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI melaksanakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Riskesdas merupakan Riset Kesehatan berbasis komunitas yang dirancang dapat berskala nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Riskesdas dilaksanakan secara berkala dengan tujuan untuk melakukan evaluasi pencapaian program kesehatan sekaligus sebagai bahan untuk perencanaan kesehatan. Pada buku ini, laporan difokuskan pada hasil pelaksanaan Riskesdas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada tahun 2007, Riskesdas pertama telah dilakukan, meliputi indikator kesehatan utama, yaitu status kesehatan (penyebab kematian, angka kesakitan, angka kecelakaan, angka disabilitas, dan status gizi), kesehatan lingkungan, konsumsi gizi rumah tangga, pengetahuan-sikap-perilaku kesehatan (Flu Burung, HIV/AIDS, perilaku higienis, penggunaan tembakau, minum alkohol, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan) dan berbagai aspek mengenai pelayanan kesehatan (akses, cakupan, mutu layanan, pembiayaan kesehatan), termasuk sampel darah anggota rumah tangga (kecuali bayi) pada sub sampel daerah perkotaan.

Hasil Riskesdas 2007 telah banyak dimanfaatkan oleh para pengambil keputusan dan penyelenggara program kesehatan baik di pusat maupun daerah. Selain telah digunakan sebagai bahan penyusunan RPJMN 2010-2014, data Riskesdas juga telah digunakan sebagai dasar penyusunan Indeks Pembangunan Kesehatan (IPKM) yang berguna untuk membuat peringkat kabupaten/kota berdasarkan hasil pembangunan kesehatan serta sebagai dasar Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK).

Pada tahun 2013 dilakukan kembali Riskesdas yang serupa dengan tahun 2007 yaitu dengan keterwakilan sampel hingga tingkat Kabupaten/Kota. Untuk pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut mewakili tingkat provinsi dan sampel biomedis mewakili tingkat nasional.

Tahapan persiapan Riskesdas 2013 telah dilakukan selama satu tahun pada 2012, diawali dengan meninjau kembali indikator kesehatan yang dikumpulkan pada Riskesdas 2007 untuk meningkatkan kualitas data. Selanjutnya beberapa indikator ditambahkan seperti Pemukiman dan Ekonomi, Farmasi, Kesehatan Mental ditambah informasi mengenai gangguan jiwa berat dan pasung, Kesehatan Reproduksi, Frekuensi Konsumsi Makanan Olahan yang Bersumber dari Tepung Terigu, Kesehatan Indera Pendengaran, Pemeriksaan Iodium dalam Air dan Pemeriksaan Iodium Urin pada Wanita Usia Subur (WUS). Indikator status ekonomi dikembangkan dari komposit variabel aset yang termasuk dalam blok Pemukiman dan Ekonomi. Untuk merespon polemik mengenai sunat

Page 36: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

2

perempuan, pada Riskesdas 2013 Sebaliknya ada satu indikator Riskesdas 2007 yang tidak dikumpulkan seperti konsumsi gizi rumah tangga dengan alasan akan dilakukan survei tersendiri. Demikian pula ada beberapa variabel yang tidak dikumpulkan antara lain ketanggapan pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, kebiasaan minum minuman beralkohol, pengetahuan tentang flu burung, dan kebisingan di sekitar rumah tangga.

Riskesdas diselenggarakan di seluruh Provinsi di Indonesia termasuk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berfungsi menyediakan informasi kesehatan yang mewakili kabupaten/kota di seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2. Ruang Lingkup Riskesdas 2013

Seperti telah diuraikan sebelumnya, fokus Riskesdas 2013 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah untuk mengumpulkan data berbasis masyarakat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan status kesehatan di tingkat kabupaten/kota, termasuk IPKM dan indikator MDGs kesehatan.

1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian untuk Riskesdas 2013 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu:

1) Bagaimanakah pencapaian status kesehatan masyarakat di tingkat provinsi, dan kabupaten/ kota tahun 2013?

2) Apakah telah terjadi perubahan masalah kesehatan spesifik di setiap kabupaten/kota?

3) Apa dan bagaimana faktor-faktor yang melatarbelakangi status kesehatan masyarakat di tingkat provinsi, dan kabupaten/kota?

4) Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan masalah kesehatan?

5) Bagaimana korelasi antar faktor terhadap status kesehatan?

Laporan ini baru dapat menjawab pertanyaan penelitian 1 dan 2 sedangkan pertanyaan penelitian 3, 4 dan 5 akan dilaporkan tahun 2014 dalam bentuk analisis lanjut.

1.4. Tujuan Riskesdas 2013 Tujuan Umum: Menyediakan informasi berbasis bukti untuk perumusan kebijakan pembangunan kesehatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan Khusus:

1) Menyediakan informasi untuk perencanaan kesehatan termasuk alokasi sumber daya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2) Menyediakan peta status dan masalah kesehatan di tingkat kabupaten/kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartapada tahun 2013.

3) Menyediakan informasi perubahan status kesehatan masyarakat yang terjadi dari 2007 ke 2013.

4) Menilai kembali disparitas wilayah kabupaten kota menggunakan IPKM. 5) Mengkaji korelasi antar faktor yang menyebabkan perubahan status kesehatan.

Page 37: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

3

1.5. Kerangka Pikir Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan kerangka pikir Riskesdas 2013 Nasional.

FUNGSI SISTEM KESEHATAN TUJUAN SISTEM KESEHATAN

-------: tidak dikumpulkan dalam Riskesdas 2013

Gambar 1.5.1 Kerangka pikir Riskesdas 2013 dikembangkan dari Gabungan Sistem Kesehatan WHO dengan konsep model BLUM

Manajemen Sumber daya

Akses Pelayanan Kesehatan Derajat Kesehatan

Pembiayaan Kesehatan Pemerataan & Keadilan

Pembiayaan Kesehatan

- Status Gizi - Kesehatan Reproduksi - Kesehatan Bayi dan Balita - Morbiditas Penyakit Menular - Penyakit Tidak Menular - Penyakit Bawaan, - Gangguan Indera - KesehatanJiwa dan gangguan

emosional - Gigi dan Mulut

- Cedera, - disabilitas - Kecacatan -Pemeriksaan Spesimen Darah - Status Iodium

- Pendidikan, Pekerjaan, Status Ekonomi

- Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kesehatan - Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

Kesehatan Lingkungan

Visi, Misi, strategi dan kebijakan

Page 38: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

4

1.6. Alur Pikir Riskesdas 2013

Alur pikir (Gambar 1.2) ini secara skematis menggambarkan enam tahapan penting dalam Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007 dan 2013. Keenam tahapan ini terkait erat dengan ide dasar Riskesdas untuk menyediakan data kesehatan yang sahih, akurat dan dapat dibandingkan serta dapat menghasilkan estimasi yang dapat mewakili rumah tangga dan individu sampai ke tingkat kabupaten/kota danprovinsi. Siklus yang dimulai dari Tahapan 1 hingga Tahapan 6 menggambarkan sebuah pemikiran yang sistematisdan berlangsung secara berkesinambungan. Dengan demikian, hasil Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 bukan saja harus mampu menjawab pertanyaan kebijakan, namun dapat memberikan arah bagi pengembangan kebijakan berikutnya.

Untuk menjamin kelayakan dan ketepatgunaan dalam penyediaan data kesehatan yang sahih, akurat dan dapat dibandingkan, maka pada setiap tahapan Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 dilakukan upaya penjaminan mutu yang ketat. Substansi pertanyaan, pengukuran dan pemeriksaan Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 mencakup data kesehatan yang mengadaptasi sebagian pertanyaan World Health Survey

ii tahun 2002 yang

dikembangkan oleh World Health Organization dan diacu oleh 70 negara di dunia.

Page 39: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

5

Gambar 1.6.1

Alur Pikir Riskesdas 2013

Policy

Questions

Research Questions

Riskesdas

2013

1. Indikator

Status gizi

Kesehatan Ibu dan Anak

Morbiditas PM, PTM, Cederadan Kesehatan Jiwa

Sanitasi lingkungan

Pengetahuan, sikap dan Perilaku

Disabilitas

Ekonomi

Akses dan Pembiayaan Pelayanan

Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

6. Laporan

Tabel Dasar

Hasil Pendahuluan Nasional

Hasil Pendahuluan Provinsi

Hasil Akhir Nasional

Hasil Akhir Provinsi

2. Disain Alat Pengumpul Data

Kuesioner wawancara, pengukuran, pemeriksaan

Validitas

Reliabilitas

Dapat diterima

5. Statistik

Deskriptif

Bivariat

Multivariat

Uji Hipotesis

3. Pelaksanaan Riskesdas 2013

Pengembangan manual Riskesdas

Uji Coba

Pengembangan modul pelatihan

Pelatihan pelaksana

Penelusuran sampel

Pengorganisasian

Logistik

Pengumpulan data

Supervisi / bimbingan teknis

Validasi

4. Manajemen Data Riskesdas 2013

Editing

Entry

Cleaning

Perlakuan terhadap missing data

Perlakuan terhadap outliers

Consistency check

Analisis syntax appropriateness

Pengarsipan

Page 40: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

6

1.7. Pengorganisasian Riskesdas 2013 Dasar hukum persiapan Riskesdas 2013 adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 113/MENKES/SK/III/2012 tentang Tim Riset Kesehatan Nasional Berbasis Komunitas Tahun 2012-2014. Organisasi persiapan pelaksanaan Riskesdas 2013 dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan No. HK.02.04/I.4/15/2013, tanggal 2 Januari 2013 tentang Tim Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.

Organisasi pengumpulan data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 adalah sebagai berikut:

1. Di tingkat provinsi dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi:

Tim Pelaksana di tingkat provinsi diketuai oleh Kadinkes Provinsi, Kasubdin Bina Program, Peneliti Badan Litbangkes, dan Kasie Litbang/Kasie Puldata Dinkes Provinsi.

2. Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Tim Pelaksana Riskesdas Kabupaten/Kota :

Tim Pelaksana di tingkat kabupaten/ kota diketuai oleh Kadinkes Kabupaten, Kasubdin Bina Program tingkat kabupaten, Peneliti Badan Litbangkes, Politeknik Kesehatan (Poltekkes), dan Kasie Litbangda Dinkes Kab/Kota.

Di tingkat kabupaten/kota dibentuk tim pengumpul dan manajemen data. Setiap tim pengumpul data mencakup 6 BS (150 Rumah Tangga). Tiap tim pengumpul data terdiri dari 5 orang yang diketuai oleh seorang ketua tim (Katim). Kualifikasi tim pengumpul dan manajemen data termasuk Katim, minimal mempunyai pendidikan D3 Kesehatan.

Tenaga pengumpul dan manajemen data direkrut dari Poltekkes, STIKES, Universitas (Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kedokteran Gigi), dll. Di beberapa daerah yang kekurangan tenaga pengumpul dan manajemen data digunakan staf dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan persetujuan kepala bidang masing-masing untuk dibebaskan dari tugas rutin.

1.8. Manfaat Riskesdas 2013

Manfaat Penelitian

1. Untuk kabupaten/kota:

a. Mampu menyusun perencanaan program lebih akurat sesuai perkembangan masalah kesehatan dalam enam tahun terakhir.

b. Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. c. Mampu merencanakan dan melaksanakan survei kesehatan lanjutan di wilayahnya.

2. Untuk provinsi dan pusat: a. Mampu memetakan perubahan masalah kesehatan dan menajamkan prioritas

pembangunan kesehatan antar wilayah. b. Mempunyai bahan advokasi yang berbasis bukti. c. Mampu merencanakan penelitian lanjutan sesuai dengan permasalahan kesehatan.

3. Untuk Peneliti

a. Sebagai sumber data untuk analisis lebih lanjut. b. Sebagai sumber data untuk pengembangan indeks kesehatan.

Page 41: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

7

4. Untuk Institusi Pendidikan a. Sebagai sumber data untuk bahan penulisan tugas akhir. b. Sebagai sumber data untuk analisis lebih lanjut dikaitkan dengan sumber data lainnya.

1.9. Persetujuan Etik Riskesdas 2013 Pelaksanaan Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013, telah memperoleh persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK), Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dengan nomor LB.02.01/5.2/KE.006/2013. Persetujuan etik, naskah penjelasan serta formulir Informed Consent (Persetujuan Setelah Penjelasan) dapat dilihat pada Lampiran.

Page 42: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

8

BAB 2. METODOLOGI RISKESDAS

2. 1. Desain

Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah survei dengan desain cross sectional. Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 terutama dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di Povinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terwakili oleh penduduk di tingkat provinsi dan kabupaten.

2. 2. Lokasi

Sampel Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 35 kabupaten/kota yang tersebar merata di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. 3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 adalah seluruh rumah tangga biasa yang mewakili 35 kabupaten/kota. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) 2010 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan BPS dengan two stage sampling, sama dengan metode pengambilan sampel Riskesdas 2007/Susenas 2007. Berikut ini adalah uraian singkat proses penarikan sampel dimaksud.

Penarikan sampel Blok Sensus

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memilih BS yang telah dikumpulkan SP 2013. Pemilihan BS dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi, dan rasio perkotaan/perdesaan. Untuk sampel biomedis, penarikan sampel dilakukan secara stratified random sampling dengan strata berdasarkan besarnya angka prevalensi malaria dan TB-paru hasil Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007. Jumlah sampel yang dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah sebesar 150 BS dengan 3.750 rumah tangga. Dari setiap kabupaten/kota diambil sejumlah BS yang representative (mewakili) rumah tangga/anggota rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Jumlah sampel BS, Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga dapat dikunjungi disetiap kabupaten dapat dilihat pada tabel 2.1.

Page 43: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

9

Tabel 2.1.1 Distribusi sampel yang dapat dikunjungi menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Blok Sensus Target

Sampel Kesehatan Masyarakat yang dikunjungi

Kesehatan Masyarakat

Blok Sensus

Rumah Tangga

Anggota Rumah Tangga

Kulon Progo 26 26 650 2.600

Bantul 32 32 800 3.200

Gunung Kidul 30 30 750 3.000

Sleman 35 35 875 3.500

Yogyakarta 27 27 675 2.700

Daerah Istimewa Yogyakarta 150 150 3.750 15.000

Page 44: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

10

Penarikan sampel Rumah Tangga /Anggota Rumah Tangga

Dari setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 (dua puluh lima) rumah tangga secara acak sederhana (simple random sampling). Pemilihan sampel rumah tangga ini dilakukan oleh Penanggung Jawab Tehnis Kabupaten yang sudah dilatih.

Penarikan sampel Biomedis

Sampel untuk pengukuran biomedis merupakan sub-sampel dari 1000 BS yang mewakili nasional. Pada BS yang terpilih untuk biomedis, rumah tangganya dan anggota rumah tangganya selain dikumpulkan variabel kesehatan masyarakat juga dilakukan pemeriksaan biomedis. Pemeriksaan biomedis meliputi pemeriksaan glukosa darah, hemoglobin dan malaria. Pemeriksaan dilakukan langsung di lapangan sedangkan untuk pengambilan sampel biomedis meliputi pengambilan sampel darah, urin, dan air.

2. 4. Variabel

Berbagai pertanyaan terkait dengan indikator bidang kesehatan dioperasionalisasikan menjadi pertanyaan riset dan akhirnya dikembangkan menjadi variabel yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai cara. Dalam Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 terdapat kurang lebih 315 variabel yang tersebar dalam 2 (dua) jenis kuesioner (lihat file terlampir), dengan rincian variabel pokok sebagai berikut:

Blok I. Pengenalan tempat

Blok II. Keterangan Rumah Tangga

Blok III. Keterangan Pengumpul Data

Blok IV. Keterangan Anggota Rumah Tangga

Blok V. Akses dan Pelayanan Kesehatan

Blok VI. Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional

Blok VII. Gangguan Kesehatan Jiwa Berat dalam Keluarga

Blok VIII. Kesehatan Lingkungan

Blok IX. Pemukiman dan Ekonomi.

Blok X. Keterangan Wawancara Individu

Blok XI, Keterangan Individu

a. Penyakit Menular

b. Penyakit tidak Menular

c. Cedera

d. Gigi dan Mulut

e. Ketidakmampuan/Disabilitas

f. Kesehatan Jiwa

g. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

h. Pembiayaan Kesehatan

Page 45: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

11

i. Kesehatan Reproduksi

j. Kesehatan Anak dan Imunisasi

k. Pengukuran dan Pemeriksaan

l. Pemeriksaan mata

m. Pemeriksaan THT

n. Pemeriksaan Status Gigi Permanen

o. Pengambilan Spesimen Darah dan Sampel Urin.

2. 5. Alat Pengumpul Data dan Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 menggunakan alat dan cara pengumpul data yang sama dengan Riskesdas 2013 nasional dengan rincian sebagai berikut:

1) Pengumpulan data rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.RT dan Pedoman Pengisian Kuesioner

a. Responden untuk Kuesioner RKD13.RT adalah Kepala Keluarga atau Ibu rumah Tangga atau Anggota Rumah Tangga yang dapat memberikan informasi.

b. Dalam Kuesioner RKD13.RT terdapat keterangan tentang apakah seluruh anggota rumah tangga diwawancarai langsung, didampingi, diwakili, atau sama sekali tidak diwawancarai.

2) Pengumpulan data individu pada berbagai kelompok umur dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.IND dan Pedoman Pengisian Kuesioner.

a. Responden untuk Kuesioner RKD13.IND adalah setiap anggota rumah tangga.

b. Khusus untuk anggota rumah tangga yang berusia kurang dari 15 tahun, dalam kondisi sakit maka wawancara dilakukan terhadap anggota rumah tangga yang menjadi pendampingnya.

3) Instrumen yang akan digunakan pada Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut:

a. Timbangan badan

b. Alat ukur tinggi badan

c. Alat ukur Lingkar pinggang dan Lengan atas

d. Lup, senter, pinhole, tali ukur 6 meter, snellen chart

e. Spekulum

f. Kaca mulut, antiseptik, tisu, sarung tangan, masker

g. Peralatan pemeriksaan dan pengiriman spesimen biomedis (darah, urin, air dan

garam)

4) Untuk data biomedis, hasil pemeriksaan darah dan pengambilan spesimen dikumpulkan

dengan menggunakan formulir tersendiri.

Page 46: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

12

2. 6. Manajemen Data

Proses manajemen data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 terdiri dari Receiving Batching, Edit, Entri, Penggabungan Data, Cleaning, dan Imputasi. Proses manajemen data dilakukan di lokasi pengumpulan data dan juga dipusat yaitu di Balitbangkes Jakarta. Proses yang dilakukan di lokasi pengumpulan data adalah Receiving Batching, Edit, Entri, pengiriman data, sedangkan proses lainnya dilakukan oleh tim manajemen data di Pusat. Tim Manajemen Data yang dipusatkan di Jakarta mengkoordinir manajemen data Riskesdas 2013 secara keseluruhan, baik proses maupun asal data. Terobosan manajemen data Riskesdas 2013 adalah hasil entri di lokasi pengumpulan data dikirim ke tim manajemen data melalui email dan laporan kemajuan pengumpulan data dan manajemen data dapat dikomunikasikan dan dilihat dalam web. Urutan kegiatan manajemen data secara rinci sebagai berikut.

2.6.1 Receiving Batching

Proses Receiving Batching adalah pencatatan penerimaan kuesioner hasil wawancara. Pencatatan dilakukan pada elektronik file yang berisi tentang identitas wilayah yang telah diwawancarai, jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga yang diwawancarai dan jumlah yang telah dientri. Manfaat dari proses ini untuk mencocokkan konsistensi jumlah data yg diwawancarai, dientri, dikirim, dan diterima oleh tim manajemen data. Selain itu untuk memantau sampel yang belum diwawancarai. Hal ini untuk menghindari adanya data yang hilang karena proses-proses input atau pengiriman elektronik.

2.6.2 Editing

Pengumpulan data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari empat pewawancara dan salah satunya merangkap menjadi Ketua Tim. Tim tersebut didampingi oleh penanggung jawab teknis (PJT) Kabupaten/Kota yang berfungsi sebagai supervisor yang terlibat langsung di lapangan selama kurang lebih satu bulan.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013, editing merupakan salah satu mata rantai yang secara potensial dapat menjadi kontrol kualitas data. Editing mulai dilakukan oleh supervisor atau PJT Kabupaten/Kota semenjak pewawancara selesai melakukan wawancara dengan responden. PJT Kabupaten/Kota harus memahami makna dan alur pertanyaan.

PJT Kabupaten/Kota melakukan editing kuesioner meliputi pemeriksaan kembali kelengkapan jawaban, termasuk konsistensi alur jawaban, untuk setiap responden pada setiap Blok Sensus. Kelengkapan jawaban dan konsistensi alur jawaban, antara lain seperti :

• Semua pertanyaan terisi sesuai dengan kelompok kriteria yang ditentukan, contoh pertanyaan kesehatan reproduksi hanya diperuntukkan bagi perempuan berumur 15-59 tahun.

• Blok pemeriksaan dan pengukuran sudah terisi • Memeriksa kesesuaian kode bahan makanan • Kelengkapan formulir TB dan formulir Malaria (T1 dan T2), termasuk stiker nomor

laboratorium, sebelum dilakukan entri data.

Page 47: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

13

2.6.3 Entry

Program entri data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 dikembangkan menggunakan software CSPro 4.0. Program entri tersebut mencakup kuesioner Rumah Tangga, individu, Konsumsi, dan Pemeriksaan Malaria-TB yang dapat diintegrasikan. Entri Data kuesioner kesmas dan hasil pemeriksaan RDT malaria dilakukan oleh tim pengumpul data di lokasi pengumpulan data. Sedangkan data hasil pemeriksaan spesimen TB dari PRM di-entri oleh PJT Kabupaten/Kota. Hasil pemeriksaan apusan darah tebal malaria dilakukan oleh Tim Puslitbang Biomedis dan Farmasi di Jakarta, maka entri data juga dilakukan oleh tim tersebut.

Pertanyaan pada kuesioner Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 ditujukan untuk responden dengan berbagai kelompok umur yang berbeda. Kuesioner tersebut juga banyak mengandung skip questions (pertanyaan lompatan) yang secara teknis memerlukan ketelitian untuk menjaga konsistensi dari satu blok pertanyaan ke blok pertanyaan berikutnya. Oleh karena itu maka dibuat program entri yang diperkuat dengan batasan-batasan entri secara komputerisasi. Prasyarat ini menjadi penting untuk menekan kesalahan entri. Hasil pelaksanaan entri data ini menjadi salah satu bagian penting dalam proses manajemen data, khususnya yang berkaitan dengan cleaning data.

Data elektronik yang berupa file hasil entri data diserahkan oleh pengumpul data kepada PJT Kabupaten/ Kota. PJT Kabupaten/ Kota menerima data elektronik tersebut dan mengirimnya ke Tim Manajemen Data melalui email bersama file Receiving Batching bernama “Formulir Kontrol Data.xls”. Pengiriman dilakukan setiap selesai entry 1 (satu) Blok Sensus. Setelah mengirim data elektronik dan file formulir kontrol data, PJT Kabupaten/Kota mengisi laporan kemajuan (progress report) berbasis web di http://puldata.litbang.depkes.go.id/adminweb/. Hasil kemajuan pengumpulan data, penerimaan data dan cleaning data dapat di akses melalui web di alamat http://puldata.litbang.depkes.go.id.

2.6.4 Penggabungan Data

File-file data yang telah dikirim oleh PJT Kab/ Kota, digabung oleh tim manajemen data. Setiap anggota tim manajemen data di Pusat, bertanggung jawab untuk menangani data dari 1 sampai dengan 2 provinsi. Penanggungjawab data melakukan penggabungan data, kemudian transfer data dari *.dat menjadi *.sav. Langkah selanjutnya cleaning sementara agar dapat segera memberi umpan balik pada tim pewawancara untuk memperbaiki data. Setelah seluruh data mempunyai status bersih sementara selesai digabung, dilanjutkan dengan penggabungan data elektronik secara nasional. Hasil penggabungan data dari 150 Blok Sensus terdiri dari file Rumah Tangga, file daftar Anggota Rumah Tangga, file Individu, file bahan makanan, file kandungan bahan makanan, dan file pemeriksaan TB paru.

2.6.5 Cleaning

Tahapan cleaning dalam manajemen data merupakan proses yang penting untuk menunjang kualitas. Proses ini dilakukan juga dalam Riskesdas 2013. Tim Manajemen Data di Pusat sudah melakukan cleaning awal pada data elektronik setiap provinsi pada saat menerima data elektronik dari PJT Kabupaten/Kota. Apabila ada data yang perlu dikonfirmasi ke tim pengumpul data di Kabupaten, maka tim Manajemen Data Pusat akan berkoordinasi dengan PJT Kabupaten untuk entri ulang bila perlu dan mengirimkan kembali yang sudah diperbaiki melalui email.

Cleaning sementara hanya dilakukan pada variabel-variabel tertentu yang dianggap sangat berisiko untuk salah. Setelah penggabungan keseluruhan provinsi, dilakukan cleaning variabel secara keseluruhan.

Page 48: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

14

Tim Manajemen Data menyediakan pedoman khusus untuk melakukan cleaning data Riskesdas. Perlakuan terhadap missing values, no responses, outliers amat menentukan akurasi dan presisi dari estimasi yang dihasilkan Riskesdas 2013.

2.6.6 Imputasi

Imputasi adalah proses untuk penanganan data-data missing dan outlier. Tim Manajemen Data melakukan imputasi data elektronik secara nasional. Pada data Riskesdas 2013 imputasi dilakukan untuk data-data kontinyu yang outlier. Sedangkan data missing hanya ada pada pertanyaan Blok Perilaku Seksual dan tetap dipertahankan missing dengan keterangan tidak bersedia menjawab.

2. 7. Keterbatasan Data Riskesdas 2013 Keterbatasan data Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 mencakup keterbatasan metodologis dan keterbatasan manajemen. Keterbatasan metodologi

Beberapa indikator MDGs Kesehatan tidak dapat dikumpulkan dalam Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 karena besar sampel yang tidak memadai dan cara pengumpulan/pengukuran/pemeriksaan yang tidak dapat dilaksanakan dalam survai kesehatan rumah tangga, yaitu :

1) Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) & Angka Kematian Ibu (AKI) 2) Prevalensi HIV/AIDS ibu hamil yang berusia antara 15-24 tahun 3) Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi 4) Rasio kehadiran disekolah anak yatim piatu berusia 10-14 tahun karena HIV/AIDS

terhadap kehadiran di sekolah anak yatim piatu berusia 10-14 tahun. 5) Angka kematian karena malaria 6) Angka kematian karena TB 7) Angka kesembuhan penderita TB

Keterbatasan manajemen operasional Beberapa keterbatasan yang disebabkan faktor manajemen antara lain adalah :

1) Blok sensus tidak terjangkau, karena ketidak-tersediaan alat transportasi menuju lokasi dimaksud, atau karena kondisi alam yang tidak memungkinkan. Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak berhasil mengumpulkan 4 BS yang terpilih.

2) Sejumlah rumah tangga yang menjadi sampel ternyata tidak seluruhnya dapat dijumpai oleh Tim Enumerator 2013. Rumah tangga yang berhasil dikunjungi Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 adalah sebanyak 98,6% yang tersebar di seluruh kabupaten/kota (lihat tabel 2.2).

3) Sejumlah anggota rumah tangga dari rumah tangga yang terpilih tidak seluruhnya bisa diwawancarai oleh Tim Enumerator Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013. Pada saat pengumpulan data dilakukan sebagian anggota rumah tangga tidak ada di tempat. Jumlah anggota rumah tangga yang berhasil dikumpulkan adalah 84,3 persen. (lihat tabel 2.2).

Page 49: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

15

2. 8. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengolahan dan analisis data dipresentasikan pada Bab Hasil dan Pembahasan Riskesdas yang mengikuti blok kuesioner Riskesdas. Jumlah sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 yang terkumpul seperti tercantum pada tabel 2.2.

Pada laporan ini seluruh analisis dilakukan berdasarkan jumlah sampel rumah tangga maupun anggota rumah tangga setelah missing values dan outlier dikeluarkan. Seluruh variabel Riskedas pada saat analisis dilakukan prosedur yang sama, yaitu mengeluarkan missing values dan outlier serta dilakukan pembobotan sesuai dengan jumlah masing-masing sampel.

Page 50: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

16

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan tujuan dari Riskesdas 2013 yaitu memberikan informasi terkini keadaan kesehatan masyarakat dan juga memperhatikan perubahan yang terjadi dari 2007 untuk beberapa indikator, seperti status gizi, beberapa penyakit menular dan penyakit tidak menular, cakupan pelayanan kesehatan, serta kondisi lingkungan. Seluruh pembahasan disajikan menurut provinsi dan karakteristik penduduk. Untuk masing-masing bahasan mencantumkan jumlah sampel yang teranalisis baik untuk rumah tangga dan anggota rumah tangga.

3.1. Akses dan Pelayanan Kesehatan

3.1.1 Keberadaan fasilitas kesehatan

Pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, puskesmas atau puskesmas pembantu, praktek dokter atau klinik, praktek bidan atau rumah bersalin, poyandu, poskesdes atau poskestren dan posyandu.

Pada tabel 3.1.1 bahwa pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan fasilitas kesehatan yang terbanyak adalah puskesmas (89,5%) dan terendah adalah polindes (3,1%). Jika lihat dari data kabupaten, maka di Kulonprogo, rumah tangga yang mengetahui keberadaan puskesmas (99,3%) dan terendah di Sleman (82,4%).

Sedangkan pengetahuan rumah tangga tentang polindes yang terbanyak di Kulonprogo (10,7%) dan terendah di Kota Yogyakarta (0,0%).

Tabel 3.1.1 Persentase keberadaan fasilitas kesehatan berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Keberadaan fasilitas kesehatan

RS

Pemerintah

RS

Swasta

Pusk/

Pustu

Praktek

dokter/

klinik

Praktek

bidan/

RB

Posyandu Poskesdes/

poskestren Polindes

Kulonprogo 87,0 83,7 99,3 68,6 78,1 87,1 20,6 10,7

Bantul 85,0 83,8 91,0 64,6 74,5 77,1 1,4 0,2

Gunung Kidul 59,3 54,3 95,1 57,5 62,2 66,4 3,6 3,0

Sleman 78,8 91,9 82,4 74,7 64,1 64,7 2,2 4,1

Kota Yogyakarta 80,9 94,0 90,5 75,2 41,7 74,9 0,5 0,0

Yogyakarta 77,9 82,4 89,5 68,5 65,1 71,5 3,9 3,1

Pada tabel 3.1.2 informasi tentang pengetahuan rumah tangga tentang fasilitas kesehatan tersebut menurut karakteristik tipe daerah bahwa puskesmas atau puskesmas pembantu di perkotaan sebanyak 86,8 persen dan di perdesaan sebanyak 95,5 persen. Sedangkan pengetahuan tentang keberadaan polindes di perkotaan sebanyak 1,2 persen dan di perdesaan sebanyak 7,4 persen.

Jika dilihat dari kuintil indeks kepemilikan, bahwa rumah tangga dengan kriteria terbawah mempunyai kecenderungan pengetahuan yang rendah terhadap keberadaan fasilitas kesehatan. Misalnya pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan rumah sakit pemerintah, pada kuintil terbawah sebanyak 60,9 persen dan pada kuintil teratas sebanyak 90,0 persen. Pada fasilitas kesehatan polinden terjadi, bahwa rumah tangga dengan kuintil menengah mengetahui keberadaan polindes sebanyak 2,4 persen dan kuintil menengah bawah sebanyak 4,2 persen.

Page 51: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

17

Tabel 3.1.2 Persentase keberadaan fasilitas kesehatan berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Keberadaan fasilitas kesehatan

RS Pemerintah

RS Swasta

Pusk/ Pustu

Praktek dokter/ klinik

Praktek bidan/

RB Posyandu

Poskesdes/ poskestren

Polindes

TempatTinggal

Perkotaan 81,8 89,6 86,8 73,2 63,5 70,3 1,9 1,2 Perdesaan 69,1 66,4 95,5 57,9 68,6 74,4 8,5 7,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 60,9 55,3 88,9 47,8 58,1 68,3 2,6 2,4 Menengah Bawah 73,2 77,3 94,1 59,7 64,9 76,4 4,9 4,2 Menengah 77,5 85,3 82,8 65,8 59,8 65,8 3,3 2,3 Menengah Atas 83,5 91,9 91,9 76,8 70,0 75,8 3,0 2,8 Teratas 90,0 95,9 90,1 86,8 71,2 71,1 5,5 3,8

3.1.2 Keterjangkauan fasilitas kesehatan

Keterjangkuan fasilitas kesehatan dalam riskesdas 2013 ini dilihat dari aspek moda transportasi, waktu tempuh (dalam satuan menit) dan biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan. Moda transportasi yang digunakan menuju fasilitas kesehatan tersebut berupa mobil pribadi, kendaraan umum, jalan kaki, sepeda motor, sepeda, perahu, transportasi udara (kecuali ke posyandu, poskesdes dan polindes) dan lainnya, yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Dalam penyajian hasil bahwa moda transportasi tersebut dibedakan menurut fasilitas kesehatan yang ada.

Persentase rumah tangga tentang waktu tempuh menuju fasilitas kesehatan dihitung dalam bentuk menit yang dibuat menjadi 4 kategori yaitu ≤15 menit; 16 – 30 menit; 31-60 menit dan > 60 menit. Sedangkan biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan dalam mata uang rupiah dibuat 4 kategori yaitu ≤ 10.000; >10.000 – 50.000; >50.000 – 200.000 dan >200.000.

Pada tabel 3.1.3 bahwa persentase rumah tangga menuju ke rumah sakit pemerintah yang terbanyak menggunakan sepeda motor (76,9%), paling sedikit jalan kaki (0,4%). Persentase rumah tangga yang menggunakan sepeda motor menuju rumah sakit pemerintah tertinggi di Bantul sebanyak 84,0 persen dan yang terendah di Gunung Kidul sebanyak 63,1 persen.

Persentase rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah menggunakan kendaraan umum terbanyak di Gunung Kidul (21,7%) dan terendah di Sleman (3,9%). Pada penggunaan yang lebih dari saru moda transportasi terbanyak di Kulonprogo (4,4%) dan terendah di Gunung Kidul (0,2%).

Persentase tentang penggunaan kendaraan pribadi menuju rumah sakit pemerintah terbanyak Sleman 14,1 persen dan terendah di Bantul 4,3 persen. Sedangkan transportasi dengan sepeda terbanyak Kulonprogo 6,0 persen.

Page 52: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

18

Tabel 3.1.3 Persentase moda transportasi ke RS Pemerintah berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Moda transportasi

Mobil

pribadi

Kendaraan

umum

Jalan

kaki

Sepeda

motor Sepeda Lainnya

Lebih

dari 1

moda

Kulonprogo 3,6 13,4 1,1 70,3 6,0 1,2 4,4

Bantul 4,3 6,9 84,0 2,6 0,2 2,0

Gunung kidul 8,6 21,7 2,0 63,1 1,2 3,2 0,2

Sleman 14,1 3,9 80,0 0,6 0,2 1,2

Kota Yogyakarta 7,7 12,4 0,3 73,5 2,4 1,4 2,3

Yogyakarta 8,7 9,3 0,4 76,8 2,0 0,9 1,8

Pada tabel 3.1.4 memberikan informasi menurut karakteristik bahwa rumah tangga yang menggunakan moda transportasi dengan sepeda motor menuju rumah sakit pemerintah di perkotaan sejumlah 79,2 dan di perdesaan sebanyak 70,6. Sedangkan yang menggunakan kendaraan umum di perkotaan 6,6 persen dan di perdesaan 16,4 persen. Rumah tangga yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi di perkotaan 6,6 persen dan perdesaan 16,4 persen. Pada rumah tangga yang menggunakan kendaraan pribadi di perkotaan 9,6 persen dan perdesaan 6,5 persen. Rumah tangga yang jalan kaki di perkotaan 0,2 persen dan perdesaan 0,9 persen.

Menurut kuintil indeks kepemilikan rumah tangga yang menggunakan sepeda motor pada penduduk menengah atas 89,6 persen dan terbawah 59,9 persen. Untuk penggunaan kendaraan umum pada penduduk teratas 2,8persen dan terbawah 28,6 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi pada penduduk terbawah 2,7 persen dan teratas 1,8 persen.

Tabel 3.1.4 Persentase moda transportasi ke RS Pemerintah berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Moda transportasi

Mobil pribadi Kendaraan

umum Jalan kaki

Sepeda motor Sepeda Lainnya

Lebih dari 1 moda

Tempat Tinggal Perkotaan 9,6 6,6 0,2 79,2 2,2 0,4 1,8 Perdesaan 6,5 16,4 0,9 70,6 1,7 2,0 1,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 1,5 28,6 1,8 59,9 3,5 1,9 2,7 Menengah Bawah 1,7 13,9 0,1 76,3 5,7 1,3 1,0 Menengah 1,8 7,1 0,4 86,1 1,7 1,0 1,8 Menengah Atas 3,6 3,8 0,2 89,6 0,6 0,4 1,8 Teratas 28,3 2,8 0,2 66,4 0,2 0,3 1,8

Page 53: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

19

Tabel 3.15 Moda transportasi ke puskesmas/pustu berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Moda transportasi

Mobil

pribadi

Kendaraan

umum

Jalan

kaki

Sepeda

motor Sepeda Lainnya

Lebih dari

1 moda

Kulonprogo 1,4 5,4 9,0 69,0 11,4 0,2 3,5

Bantul 2,3 1,6 6,1 81,1 8,5 0,5

Gunung kidul 1,3 7,8 21,7 65,9 1,4 0,9 1,0

Sleman 8,8 1,7 3,3 83,1 2,3 0,8

Kota Yogyakarta 1,9 3,7 30,9 57,5 4,0 0,8 1,2

Yogyakarta 4,0 3,5 11,5 74,7 4,9 0,3 1,1

Tabel 3.1.6 menjelaskan tentang persentase rumah tangga yang menggunakan moda transportasi menuju puskesmas/pustu menurut karakteristik tipe daerah dan kuintil indeks kepemilikan. Pada penggunaan sepeda motor di perkotaan 76,9 persen dan perdesaan 70,1 persen. Penggunaan kendaraan umum menuju RS swasta di perkotaan 2,2 persen dan perdesaan 1,7 persen. Rumah tangga yang jalan kaki menuju ke RS swasta di perkotaan 9,7 persen dan perdesaan 15,2 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari 1 moda transportasi di perkotaan 0,8 persen dan perdesaan 1,7 persen

Tabel 3.1.6 Persentase moda transportasi ke puskesmas/pustu berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Moda transportasi

Mobil pribadi Kendaraan

umum Jalan kaki Sepeda motor Sepeda Lainnya

Lebih dari 1 moda

Tempat Tinggal Perkotaan 5,2 2,2 9,7 76,9 5,0 0,2 0,8 Perdesaan 1,7 6,2 15,2 70,1 4,6 0,5 1,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 9,2 21,0 58,7 9,1 1,0 1,0 Menengah Bawah 0,7 4,1 13,3 69,8 10,3 0,2 1,7 Menengah 0,9 2,3 10,2 81,6 3,6 0,4 1,1 Menengah Atas 1,8 1,6 9,8 83,7 2,4 0,8 Teratas 15,5 1,7 5,5 75,8 0,3 0,1 1,1

Tabel 3.1.7 waktu tempuh menuju rumah sakit pemerintah ≤ 15 menit sejumlah 28,1 persen,16-30 menit sejumlah 49,8 persen, 31-60 menit sejumlah 20,5 persen dan >60 menit sejumlah 1,6 persen. Jika dilihat waktu tempuh ≤ 15 menit, maka terbanyak di Kota Yogyakarta 59,1 persen dan terendah di Sleman 17,7 persen. Pada waktu tempuh 16-30 menit menuju rumah sakit pemerintah terbanyak di Bantul 58,0 persen dan terendah di Kota Yogyakarta 37,7 persen. Pada waktu tempuh 31-60 menit, terbanyak di Kulonprogo 30,3 persen dan di Kota Yogyakarta 3,3 persen. Untuk waktu tempuh >60 menit terbanyak di Gunung Kidul 5,4 persen dan terendah di Bantul 0,7 persen.

Page 54: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

20

Tabel 3.1.7 Persentase waktu tempuh ke rumah sakit pemerintah berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kulonprogo 26,0 40,3 30,3 3,4

Bantul 29,8 58,0 11,5 0,7

Gunung kidul 25,5 42,0 27,1 5,4

Sleman 17,7 53,7 27,8 0,8

Kota yogyakarta 59,1 37,7 3,3

Yogyakarta 28,1 49,8 20,5 1,6

Tabel 3.1.8 waktu tempuh rumah tangga menuju rumah sakit pemerintah pada < 15 menit di perkotaan 33,5 dan di pedesaan 13,8, pada 16-30 menit di perkotaan 51 persen dan di perdesaan 46,6 persen. Pada waktu tempuh 31-60‟ di perkotaan 15,2dan di pedesaan 34,6, pada > 60 menit di perkotaan 0,3 persen dan di perdesaan 5,0 persen.

Menurut kuintil indeks kepemilikan degan waktu tempuh 16-30 menit pada penduduk teratas 57,0 persen dan terbawah 51,1 persen. Dengan waktu tempuh >60 menit pada penduduk terbawah 5,7 persen dan teratas 0,2 persen.

Tabel 3.1.8 Persentase waktu tempuh ke Rumah Sakit Pemerintah berdasarkan Karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Tempat Tinggal Perkotaan 33,5 51,0 15,2 0,3 Perdesaan 13,8 46,6 34,6 5,0

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 12,6 51,1 30,6 5,7 Menengah bawah 21,0 45,6 30,6 2,8 Menengah 29,9 49,1 20,6 0,5 Menengah atas 36,5 45,2 17,4 0,9 Teratas 32,1 57,0 10,7 0,2

Tabel 3.1.9

Persentase waktu tempuh ke puskesmas atau pustu berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kulonprogo 74,8 22,8 1,8 0,6

Bantul 87,2 11,7 1,0 0,1

Gunung kidul 79,2 19,1 0,6 1,2

Sleman 77,2 21,6 1,2

Kota yogyakarta 92,7 7,3

Yogyakarta 81,7 17,0 0,9 0,3

Page 55: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

21

Tabel 3.1.10 memberi informasi tentang waktu tempuh rumah tangga menuju puskesmas atau

puskesmas pembantu dilihat dari karakteristik tipe daerah dan kuintil indeks kepemilikan. Pada

rumah tangga dengan waktu tempuh ≤15 menit yang di perkotaan 84,2 persen dan perdesaan

76,8 persen. Sedangkan waktu tempuh >60‟ di perkotaan 0,0 persen dan perdesaan 0,9 persen.

Pada rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan dengan waktu tempuh ≤15‟ penduduk

teratas 76,9 persen dan terbawah 72,7 persen. Sedangkan dengan waktu tempuh >60‟ penduduk

terbawah 1,1 persen dan teratas 0,1 persen.

Tabel 3.1.10 Persentase waktu tempuh ke puskesmas atau pustu berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Tempat Tinggal Perkotaan 84,2 15,4 0,5 0,0 Perdesaan 76,8 20,4 1,8 0,9

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 72,7 24,2 2,1 1,0 Menengah bawah 76,6 21,2 1,6 0,6 Menengah 81,3 17,8 0,9 Menengah atas 86,0 13,8 0,2 0,1 Teratas 89,5 10,3 0,1 0,1

Tabel 3.1.11 waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu masih didominasi ≤ 15 menit sejumlah 97,8 persen dan disusul pada 16-30 menit sejumlah 2,0 persen. Jika dilihat waktu ≤ 15‟, terbanyak di Kota Yogyakarta 100,0 persen dan terendah di Kulonprogo 94,3 persen. Waktu tempuh 16-30‟ terbanyak di Kulonprogo 5,1 persen dan terendah di sleman 0,1 persen.

Untuk waktu tempuh 31-60‟ terbanyak di Bantul 0,4 persen dan terendah di Sleman dan Kota Yogyakarta 0 persen. Sedangkan waktu tempuh >60‟ terbanyak di Kulonprogo 0,4 persen.

Tabel 3.1.11

Persentase rumah tangga menuju posyandu sesuai waktu tempuh menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kulonprogo 94,3 5,1 0,2 0,4

Bantul 97,7 1,9 0,4

Gunung Kidul 94,9 4,7 0,2 0,2

Sleman 99,9 0,1

Kota yogyakarta 100,0

Yogyakarta 97,8 2,0 0,2 0,1

Page 56: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

22

Tabel 3.1.12 menampilkan waktu tempuh rumah tangga menuju posyandu menurut tipe daerah dan kuintil indeks kepemilikan. Untuk waktu tempuh ≤ 15 menit di perkotaan 98,9 persen dan perdesaan 95,6 persen. Dengan waktu 16-30 menit di perkotaan 1,0 persen dan perdesaan 4,1 persen.

Pada kuintil indeks kepemilikan dengan waktu tempuh ke posyandu ≤ 15 menit pada penduduk teratas 99,7 persen dan terbawah 94,7 persen. Dengan waktu tempuh 16-30 menit pada penduduk terbawah 5,0 persen dan teratas masing masing 0,2 persen

Tabel 3.1.12 Persentase waktu tempuh ke posyandu berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakeristik Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’ Tempat Tinggal

Perkotaan 98,9 1,0 0,2 0,0 Perdesaan 95,6 4,1 0,2 0,2

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 94,7 5,0 0,2 0,1 Menengah bawah 96,1 3,4 0,5 Menengah 97,9 1,7 0,2 0,3 Menengah atas 99,7 0,3 Teratas 99,7 0,2 0,0

Tabel 3.1.13 waktu tempuh rumah tangga menuju polindes secara nasional masih didominasi dengan waktu ≤15 menit sejumlah 84,2 persen dan disusul dengan waktu 16-30 menit sejumlah 15,8 persen. Dengan waktu tempuh ≤15 menit terbanyak di Bantul dan Kota Yogyakarta 100,0 persen dan terndah di Sleman 76,6 persen

Tabel 3.1.13

Persentase waktu tempuh ke polindes berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’

Kulonprogo 90,9 9,1

Bantul 100,0

Gunung Kidul 88,8 11,2

Sleman 76,6 23,4

Kota yogyakarta 100,0

Yogyakarta 84,2 15,8

Tabel 3.1.14 waktu tempuh rumah tangga menuju polindes ≤ 15 menit di perkotaan 85,4 persen dan perdesaan 83,5 persen. Dengan waktu tempuh 16-30 menit di perkotaan 14,6 persen dan perdesaan 16,5 persen. Pada kuintil indeks kepemilikan dengan waktu ≤ 15 menit pada peduduk teratas 99,1 persen dan terbawah 87,9 persen.

Page 57: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

23

Tabel 3.1.14 Persentase waktu tempuh ke polindes berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakeristik Waktu tempuh (menit)

< 15’ 16-30’ 31-60’ >60’ Tempat Tinggal

Perkotaan 85,4 14,6 Perdesaan 83,5 16,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 87,9 12,1 Menengah bawah 74,0 26,0 Menengah 69,3 30,7 Menengah atas 86,5 13,5 Teratas 99,1 0,9

Tabel 3.1.15 Pada biaya transportasi ini didominasi ≤ Rp.10.000 sejumlah 88,0 persen; > Rp.10.000,00 - Rp. 50.000,00 sejumlah 10,3 persen; > Rp. 50.000,00 - Rp. 200.000,00 sejumlah 1,6 persen dan > Rp. 200.000,00 sejumlah 0,1 persen. Pada biaya transportasi ≤ Rp. 10.000,00 menurut kabupaten terbanyak di Bantul 93,3 persen dan terendah di Gunung Kidul 76,6 persen.

Tabel 3.1.15

Persentase biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000

Kulonprogo 88,9 7,0 3,6 0,4

Bantul 93,3 6,2 0,5

Gunung Kidul 76,6 17,7 5,2 0,5

Sleman 87,3 11,7 1,0

Kota yogyakarta 90,1 9,7 0,1 0,1

Yogyakarta 88,0 10,3 1,6 0,1

Tabel 3.1.16 memberi informasi tentang karakteristik rumah tangga tentang biaya transportasi ≤ Rp. 10.000,00 menuju rumah sakit pemerintah di perkotaan 90,8 persen dan perdesaan 80,5 persen. Untuk biaya transportasi > Rp.10.000,00 – Rp. 50.000,00 di perkotaan 8,5 persen dan perdesaan 15,0 persen.

Jika dilihat dari kuintil indeks kepemilikan dengan biaya ≤ Rp. 10.000,00 pada penduduk menengah 94,2 persen dan terbawah 82,2 persen. Sedangkan pada biaya transportasi > Rp.10.000,00 – Rp. 50.000,00 pada penduduk teratas 15,9 persen dan menengah 4,6 persen.

Page 58: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

24

Tabel 3.1.16 Persentase biaya transportasi menuju rumah sakit pemerintah berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000

Tempat tinggal Perkotaan 90,8 8,5 0,7 0,0 Perdesaan 80,5 15,0 4,1 0,4

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 82,2 11,1 6,7 Menengah bawah 82,2 14,2 3,2 0,4 Menengah 94,2 4,6 1,0 0,2 Menengah atas 91,9 7,3 0,7 0,1 Teratas 82,7 15,9 1,3

Tabel 3.1.17 memberi informasi tentang biaya transportasi sekali jalan menuju puskesmas menurut kabupaten terbanyak pada besaran biaya ≤ Rp. 10.000,00 (97,6), kemudian antara > Rp.10.000,00 – Rp. 50.000,00 (2,3), > Rp. 50.000,00 – Rp. 200.000,00 (0,1) dan > Rp. 200.000,00 (0). Jika dilihat dari biaya transportasi ≤ Rp. 10.000,00 maka terbanyak di Bantul 99,1 persen dan terendah di Sleman 95,9 persen.

Tabel 3.1.17 Persentase biaya transportasi menuju puskesmas berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000 Tidak

menjawab

Kulonprogo 97,9 2,1 Bantul 99,1 0,9 Gunung Kidul 97,5 2,4 0,1 Sleman 95,9 3,8 0,3 Kota yogyakarta 98,8 1,2

Yogyakarta 97,6 2,3 0,1

Tabel 3.1.18 menampilkan biaya transportasi rumah tangga sekali jalan menuju posyandu menurut kabupaten semuanya dengan biaya ≤ Rp. 10.000,00 (100,0).

Tabel 3.1.18 Persentase biaya transportasi menuju Posyandu berdasarkan kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Biaya transportasi (rupiah)

≤ 10.000 >10.000 – 50.000 >50.000 – 200.000 > 200.000

Kulonprogo 99,9 0,1 Bantul 100,0 Gunung Kidul 99,8 0,2 Sleman 100,0 Kota Yogyakarta 100,0

Yogyakarta 99,9 0,1

Page 59: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

25

3.2. Farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional

Bahasan Farmasi dan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) bertujuan mengetahui proporsi rumah tangga (RT) yang menyimpan obat untuk swamedikasi, proporsi rumah tangga yang memiliki pengetahuan benar tentang Obat Generik (OG) dan sumber informasi tentang OG. Pertanyaan Yankestrad mencakup jenis dan alasan memanfaatkan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir.

3.2.1. Obat dan obat tradisional (OT) di rumah tangga

Sejumlah 50,7 persen rumah tangga di DIY menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi), dengan proporsi tertinggi rumah tangga di Kota Yogyakarta (72,9) dan terendah di Gunung Kidul (41,4). Rerata sediaan obat yang disimpan 3 macam, tertinggi di Kota Yogyakarta (3) dan terendah di Bantul (2) (Tabel 3.2.1).

Tabel 3.2.1

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat, dan rerata jumlah obat yang disimpan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Menyimpan Obat

Ya*) Rerata Jumlah Items Obat

Kulon Progo 43,1 2,91

Bantul 49,2 2,84

Gunung Kidul 41,4 2,87

Sleman 51,4 3,35

Kota Yogyakarta 72,9 3,63

Yogyakarta 50,7 3,2

*) Dalam persen (%)

Gambar 3.2.1 menunjukkan bahwa lebih dari separuh rumah tangga yang diteliti, menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat keras, obat bebas, antibiotika, obat tradisional dan obat-obat yang tidak teridentifikasi. Secara proporsi RT yang menyimpan obat keras 37,7 persen dan antibiotika 20,0 persen. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional.

Page 60: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

26

Gambar 3.2.1

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat dan jenis obat yang disimpan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Berdasarkan karakteristik, hampir tidak ada perbedaan dalam hal jenis obat yang disimpan di rumah tangga (Tabel 3.2.2)

Tabel 3.2.2

Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat berdasarkan jenis obat menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Obat Keras Obat Bebas Antibiotika Obat

Tradisional Obat Tidak

Teridentifikasi

Tempat Tinggal

Perkotaan 36,8 83,0 19,9 2,2 20,6

Perdesaan 40,7 74,2 20,5 8,7 18,6

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 28,9 69,8 15,5 5,8 17,4 Menengah bawah 31,3 75,9 20,8 5,3 18,2 Menengah 34,6 82,8 18,3 3,7 14,7 Menengah atas 41,3 86,0 18,9 2,4 18,2 Teratas 43,6 81,7 23,5 3,6 27,5

Tabel 3.2.3 menunjukkan rumah tangga menyimpan antibiotika dan obat keras yang diperoleh tanpa resep dokter. Tingkat propinsi, 78,1% rumah tangga menyimpan obat keras yang diperoleh tanpa resep dengan proporsi tertinggi di Bantul (82,5) dan terendah di Kota Yogyakarta (70,2). Sembilan puluh persen rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep, dengan kabupaten tertinggi di Bantul (92,6) dan terendah di Kulon Progo (85,5).

50,7

49,3

Menyimpanobat

Tidakmenyimpanobat

OK = Obat Keras OB = Obat Bebas AB = Antibiotik OT = Obat Tradisional

OTT = Obat Tidakteridentifikasi

Page 61: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

27

Tabel 3.2.3 Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat keras dan antibiotika tanpa resep menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Menyimpan obat

Obat Keras Antibiotika

Kulonprogo 76,6 85,5

Bantul 82,5 92,6

Gunung Kidul 73,5 88,6

Sleman 81,1 91,4

Kota Yogyakarta 70,2 87,6

Yogyakarta 78,1 90,1

Secara kabupaten tabel 3.2.4 menunjukkan apotek merupakan sumber utama mendapatkan obat rumah tangga dengan proporsi 66,4. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang memperoleh obat di apotek lebih tinggi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Namun, 15,1 persen rumah tangga memperoleh obat langsung dari tenaga kesehatan (nakes), proporsi tertinggi di perdesaan (18,4). Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, cenderung semakin tinggi memperoleh obat dari sumber nakes. Proporsi rumah tangga yang mendapatkan obat dari pelayanan kesehatan formal (puskesmas, rumah sakit, klinik) lebih tinggi di perdesaan (18,4) daripada di perkotaan (15,1).

Tabel 3.2.4 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber mendapatkan obat menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Apotek Toko obat/

warung Yankes formal

Nakes Lain-lain*

Tempat Tinggal

Perkotaan 66,4 24,7 17,3 15,1 3,5

Perdesaan 42,2 32,9 24,5 18,4 6,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 30,0 44,3 27,4 9,7 3,1 Menengah bawah 48,2 35,9 21,7 14,8 4,7 Menengah 62,8 24,6 15,7 16,5 4,6 Menengah atas 64,0 25,7 17,4 18,3 4,4 Teratas 73,0 17,9 18,6 16,2 4,3

Tabel 3.2.5 menunjukkan status obat yang ada di rumah tangga untuk tujuan swamedikasi. Status obat dikelompokkan menurut obat yang „sedang digunakan‟, obat „untuk persediaan‟ jika sakit, dan „obat sisa‟. Obat sisa dalam hal ini adalah obat sisa resep dokter atau obat sisa dari penggunaan sebelumnya yang tidak dihabiskan. Secara propinsi 47,9 rumah tangga menyimpan obat sisa, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk persediaan (49,0). Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat sisa juga lebih tinggi di perdesaan dan kuintil indeks kepemilikan menengah.

Page 62: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

28

Tabel 3.2.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan status obat yang disimpan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Status Obat di Rumah Tangga

Sedang digunakan Obat sisa Untuk persediaan

Tempat Tinggal Perkotaan 31,4 47,3 50,8 Perdesaan 33,5 49,8 37,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 34,0 48,7 34,1 Menengah bawah 32,3 46,9 36,0 Menengah 33,3 50,7 40,8 Menengah atas 29,6 43,4 56,6 Teratas 31,9 49,8 56,2

3.2.2. Pengetahuan rumah tangga tentang obat generik (OG)

Tabel pada sub-blok ini menyajikan informasi proporsi rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar dan ‟berpengetahuan benar‟, serta persepsi mengenai OG. Definisi rumah tangga ‟berpengetahuan benar‟ tentang OG adalah rumah tangga mengetahui bahwa obat generik merupakan obat yang khasiatnya sama dengan obat bermerek dan tanpa menggunakan merek dagang. Selain itu pada sub-blok ini juga disajikan proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi OG.

Tabel 3.2.6

Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG) menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Mengetahui tentang OG Pengetahuan tentang OG

Benar* Salah

Kulon Progo 36,2 15,0 85,0

Bantul 56,6 12,2 87,8

Gunung Kidul 22,9 11,9 88,1

Sleman 59,9 24,5 75,5

Kota Yogyakarta 71,9 10,2 89,8

Yogyakarta 51,4 17,1 82,9

*Berpengetahuan ‟BENAR‟ tentang Obat Generik (OG) adalah jika Rumah Tangga menjawab

‟YA‟ untuk pernyataan bahwa OG adalah ‟Obat yang khasiatnya sama dengan obat bermerek‟ dan ‟Obat tanpa merek dagang‟

Tabel 3.2.6 menunjukkan bahwa di Propinsi DIY, lebih dari separuh rumah tangga mengetahui atau pernah mendengar mengenai OG. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (82,9) tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang OG. Tabel 3.2.7 menunjukkan pengetahuan benar tentang OG rendah baik di rumah tangga perkotaan maupun di perdesaan. Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi proporsi RT dengan pengetahuan benar tentang OG.

Page 63: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

29

Tabel 3.2.7 Proporsi rumah tangga yang mengetahui dan berpengetahuan benar tentang obat generik (OG)

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Mengetahui tentang OG Pengetahuan tentang OG

Benar* Salah

Tempat Tinggal Perkotaan 60,8 17,3 82,7 Perdesaan 30,3 15,8 84,2

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 20,1 6,1 93,9 Menengah bawah 33,5 8,3 91,7 Menengah 49,6 15,0 85,0 Menengah atas 64,2 15,8 84,2 Teratas 80,8 24,8 75,2 *Berpengetahuan ‟BENAR‟ tentang Obat Generik (OG) adalah jika Rumah Tangga menjawab ‟YA‟ untuk pernyataan bahwa OG adalah ‟Obat yang khasiatnya sama dengan obat bermerek‟ dan ‟Obat tanpa merek dagang‟

Tabel 3.2.8 menunjukkan 80,7 persen rumah tangga mempunyai persepsi OG sebagai obat murah dan 83,3 persen obat program pemerintah. Sejumlah 58,7 persen rumah tangga mempersepsikan OG berkhasiat sama dengan obat bermerek. Persepsi tersebut perlu di promosikan lebih gencar untuk mendorong penggunaan OG lebih luas dan lebih baik dimasyarakat. Proporsi rumah tangga dengan persepsi bahwa OG adalah obat tanpa merek dagang, rendah (24,3), padahal persepsi tersebut adalah salah satu persepsi benar yang diharapkan diketahui masyarakat luas.

Tabel 3.2.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan persepsinya tentang obat generik (OG) menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Persepsi Responden Tentang OG

Obat Gratis

Obat Murah

Obat bagi

Pasien Miskin

Dapat dibeli di Warung

Obat tanpa Merek

Dagang

Khasiat sama dg

Obat Bermerek

Obat Program

Pemerintah

Tempat Tinggal Perkotaan 31,7 83,1 46,6 23,7 24,4 60,7 84,7 Perdesaan 41,9 69,6 51,2 19,8 23,6 49,8 77,2

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 43,2 74,7 56,8 23,7 28,4 37,4 75,4 Menengah bawah 42,2 77,1 55,2 23,1 18,8 45,1 78,1 Menengah 30,2 77,1 56,5 21,3 22,3 58,6 81,1 Menengah atas 33,2 82,2 47,2 25,3 19,2 63,3 86,7 Teratas 30,9 84,1 37,3 21,9 30,8 64,3 85,4

Sumber informasi tentang OG di perkotaan maupun perdesaaan paling banyak diperoleh dari media elektronik (61,3) dan tenaga kesehatan (54,3). Informasi oleh tenaga kesehatan ini, juga cenderung lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan teratas (Tabel 3.2.9). Sumber informasi OG dari media cetak dan elektronik lebih banyak di akses oleh rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Page 64: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

30

Tabel 3.2.9 Proporsi rumah tangga berdasarkan sumber informasi tentang obat generik (OG) menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Rumah tangga yang mengetahui tentang OG dan menyatakan sumber informasi OG diperoleh dari:

Media cetak

Media elektronik

Tenaga kesehatan

Kader, toma

Teman, kerabat

Pendidikan

Tempat Tinggal Perkotaan 33,7 63,4 54,1 14,4 21,5 10,5 Perdesaan 25,0 52,3 55,0 17,8 18,8 6,6

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 17,6 43,0 43,4 10,0 19,8 2,6 Menengah bawah 18,1 50,1 51,0 13,6 21,2 3,3 Menengah 22,9 58,8 47,9 12,6 17,6 10,2 Menengah atas 31,2 63,4 54,6 18,4 22,4 8,7 Teratas 46,6 69,0 61,2 15,2 22,3 14,1

3.2.3 Pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional (yankestrad)

Yankestrad terdiri dari 4 jenis, yaitu Yankestrad ramuan (pelayanan kesehatan yang menggunakan jamu, aromaterapi, gurah, homeopati dan spa), keterampilan dengan alat (akupunktur, chiropraksi, kop/bekam, apiterapi, ceragem, dan akupresur), keterampilan tanpa alat (pijat-urut, pijat-urut khusus ibu/bayi, pengobatan patah tulang, dan refleksi), dan keterampilan dengan pikiran (hipnoterapi, pengobatan dengan meditasi, prana, dan tenaga dalam).

Gambar dan tabel pada sub-blok ini menyajikan informasi proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam satu tahun terakhir, jenis-jenis Yankestrad yang dimanfaatkan serta alasan utama memanfaatkannya.

Gambar 3.2.2. Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir

dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

44

56

Memanfaatkanyankestrad

Tidakmemanfaatkanyankestrad

58,2

5,9

72,6

1,1 0

20

40

60

80

100

Yankestard Ramuan

Yankestrad ketrampilan

dgn alat

Yankestrad ketrampilan tanpa alat

Yankestrad ketrampilan dgn pikiran

Page 65: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

31

Sejumlah 44,0% rumah tangga di DIY memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir. Jenis Yankestrad yang dimanfaatkan oleh rumah tangga terbanyak adalah keterampilan tanpa alat (72,6) dan ramuan (58,2) (Gambar 3.2.2).

Tabel 3.2.10 Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut kabupaten, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Pernah memanfaatkan

Yankestrad

Yankestrad ramuan

Yankestrad ketrampilan dengan alat

Yankestrad ketrampilan tanpa

alat

Yankestrad ketrampilan

dengan pikiran

Kulon Progo 51,9 67,2 7,1 70,5 0,2 Bantul 65,5 68,7 4,8 74,3 0,6 Gunung Kidul 43,4 48,7 3,5 77,3 0,5 Sleman 28,1 47,6 5,2 66,5 2,4 Kota Yogyakarta 40,2 49,7 13,6 73,6 2,1

Yogyakarta 44,0 58,2 5,9 72,6 1,1

Tabel 3.2.10 menunjukkan proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad tertinggi di Bantul (65,5) dan terendah di Sleman (28,1). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad ramuan tertinggi di Bantul (68,7) dan yang terendah di Sleman (47,6). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan alat tertinggi di Kota Yogyakarta (13,6) dan terendah di Gunung Kidul (3,5). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat tertinggi di Gunung Kidul (77,3) dan terendah di Sleman (66,5). Proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan dengan pikiran tertinggi di Sleman (2,4) dan terendah di Kulon Progo (0,2),

Tabel 3.2.11

Proporsi rumah tangga yang pernah memanfaatkan Yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan jenis Yankestrad yang dimanfaatkan menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Pernah memanfaatkan

yankestrad

Yankestrad ramuan

Yankestrad ketrampilan dengan alat

Yankestrad ketrampilan tanpa

alat

Yankestrad ketrampilan

dengan pikiran

Tempat Tinggal Perkotaan 44,2 57,9 6,5 71,1 1,4 Perdesaan 43,5 58,7 4,4 76,0 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 42,6 67,0 3,0 67,6 0,1 Menengah bawah 47,6 65,7 1,1 69,4 0,2 Menengah 37,0 63,4 7,5 68,6 1,2 Menengah atas 46,6 52,8 7,0 79,4 2,4 Teratas 46,3 46,0 9,9 75,4 1,2

Tabel 3.2.11 menunjukkan proporsi rumah tangga yang memanfaatkan Yankestrad keterampilan tanpa alat di perdesaan (76,0) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (71,1). Sebaliknya, pemanfaatan Yankestrad keterampilan dengan alat di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan (6,5 vs 4,4). Yankestrad ramuan dimanfaatkan rumah tangga di perkotaan dan perdesaan dengan proporsi yang seimbang.

Page 66: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

32

3.3 Kesehatan lingkungan

Tabel 3.3.1 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga

Air

lede

ng/P

DA

M

air

lede

ng

ecer

an/m

embe

li

Sum

ur b

or/

pom

pa

Sum

ur g

ali

terli

ndun

g

Sum

ur g

ali t

idak

te

rlind

ung

Mat

a ai

r te

rlind

ung

Mat

a ai

r tid

ak

erlin

dung

Pen

ampu

ngan

ai

r hu

jan

Air

sung

ai/ d

anau

/ iri

gasi

Kulon Progo 13,3 0,7 1,6 52,3 16,4 8,0 7,7

Bantul 6,0 0,5 10,6 76,1 3,6 2,3 0,1 0,1 0,8

Gunung Kidul 27,2 0,5 0,5 37,4 5,9 4,8 2,5 20,9 0,5

Sleman 12,8 0,5 5,3 73,0 6,8 0,8

0,7

Kota Yogyakarta 15,0 0,5 30,2 41,5 12,8 0,1

Yogyakarta 14,0 0,5 8,3 61,5 7,5 2,5 1,2 4,1 0,3

Tabel. 3.3.2 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber air untuk keperluan rumah dan karakteristik rumah

tangga, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis sumber air untuk keperluan rumah tangga

Air

lede

ng/P

DA

M

air

lede

ng

ecer

an/m

embe

li

Sum

ur b

or/p

ompa

Sum

ur g

ali t

erlin

dung

Sum

ur g

ali t

idak

te

rlind

ung

Mat

a ai

r te

rlind

ung

Mat

a ai

r tid

ak

terli

ndun

g

Pen

ampu

ngan

ai

r hu

jan

Air

sung

ai/

dana

u/iri

gasi

Tempat tinggal

Perkotaan 13,3 0,6 11,0 67,5 6,4 1,0 0,0 0,0 0,3

Perdesaan 15,6 0,4 2,3 48,2 10,0 6,1 3,9 13,2 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 11,5 1,2 1,7 50,3 10,0 6,8 3,6 13,1 1,8

Menengah bawah 7,0 0,3 4,0 65,6 11,0 3,5 1,7 6,9

Menengah 16,7 0,4 7,5 64,8 6,6 1,4 1,0 1,6

Menengah atas 12,7 0,5 10,3 66,8 6,8 1,3 0,5 1,0

Teratas 21,1 0,3 16,0 57,8 4,1 0,6

0,1

Page 67: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

33

Tabel 3.3.3 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air minum menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis sumber air minum

Air

kem

asan

Air

isi u

lang

Air

lede

ng

Air

lede

ng e

cera

n/

mem

beli

Sum

ur b

or/p

ompa

Sum

ur g

ali t

erlin

dung

Sum

ur g

ali

tak

terli

ndun

g

Mat

a ai

r te

rlind

ung

Mat

a ai

r

tak

terli

ndun

g

Pen

ampu

ngan

ai

r hu

jan

Air

sung

ai/ d

anau

/ iri

gasi

Kulon Progo 6,0 2,9 11,2 0,2 1,7 49,2 13,7 7,9 7,2

Bantul 6,7 12,5 4,3 0,1 6,1 64,2 2,9 2,5 0,0 0,1 0,5

Gunung Kidul 1,8 4,2 23,2 0,5 0,8 39,6 3,4 4,7 1,0 20,2 0,5

Sleman 10,9 19,4 10,0 0,4 3,0 53,1 2,5 0,4

0,5

Kota Yogyakarta 35,3 4,2 5,7 0,2 21,2 24,1 9,2

0,1

Yogyakarta 10,6 11,5 10,6 0,3 5,4 49,6 4,6 2,4 0,9 3,9 0,2

Tabel 3.3.4 Proporsi rumah tangga menurut jenis sumber air minum dan karakteristik rumah tangga,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis sumber air minum

Air

kem

asan

Air

isi u

lang

Air

lede

ng

Air

lede

ng e

cera

n/

mem

beli

Sum

ur b

or/p

ompa

Sum

ur g

ali t

erlin

dung

Sum

ur g

ali t

ak

terli

ndun

g

Mat

a ai

r te

rlind

ung

Mat

a ai

r ta

k te

rlind

ung

pena

mpu

ngan

air

huja

n

Air

sung

ai/ d

anau

/ iri

gasi

Tempat tinggal

Perkotaan 14,0 15,0 9,0 0,3 6,8 50,0 3,8 0,9 0,0 0,0 0,2

Perdesaan 3,0 3,6 14,1 0,4 2,2 48,7 6,6 5,8 2,8 12,5 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 2,0 2,2 10,7 0,3 1,8 50,2 8,3 7,1 3,1 12,9 1,4

Menengah bawah 2,8 2,7 5,7 0,1 3,8 67,2 6,8 2,8 1,4 6,6 0,0

Menengah 5,8 17,9 13,4 0,8 5,0 49,7 3,8 1,6 0,5 1,4

Menengah atas 13,8 9,6 9,2 0,0 8,3 53,7 3,5 1,1 0,0 0,8

Teratas 25,8 22,0 13,6 0,2 7,0 29,1 1,8 0,6

Page 68: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

34

Tabel 3.3.5 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Rerata pemakaian air bersih per orang per hari (liter)

<7,5 7,5-19,9 20-49,9 50-99,9 100-300 > 300

Kulon Progo 0,3 1,8 7,4 22,4 59,4 8,8

Bantul

0,9 2,6 20,2 55,3 21,0

Gunung Kidul

9,4 23,5 25,3 35,2 6,6

Sleman 1,3 3,0 11,6 29,0 44,5 10,6

Kota Yogyakarta 0,9 8,1 26,5 33,2 27,4 3,9

Yogyakarta 0,6 4,1 12,8 26,0 45,0 11,5

Tabel 3.3.6 Proporsi rumah tangga berdasarkan rerata pemakaian air per orang per hari menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Rerata pemakaian air bersih per orang per hari (liter)

<7,5 7,5-19,9 20-49,9 50-99,9 100-300 >300

Tempat tinggal

Perkotaan 0,8 3,2 10,7 26,8 45,6 12,9

Perdesaan 0,1 6,0 17,6 24,1 43,7 8,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,3 7,0 17,9 25,3 41,9 7,6

Menengah bawah 0,1 4,6 13,3 25,1 47,0 9,8

Menengah 1,7 4,4 12,2 28,6 44,7 8,5

Menengah atas 0,1 2,6 11,0 25,0 47,3 13,9

Teratas 0,6 2,6 11,0 25,6 43,4 16,8

Tabel 3.3.7 Proporsi rumah tangga berdasarkan jarak sumber air minum rumah tangga terhadap

penampungan tinja menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Jarak sumber air minum thd penampungan tinja

<10 m > 10 m Tidak tahu

Kulon Progo 26,9 67,4 5,7

Bantul 41,6 54,1 4,3

Gunung Kidul 37,7 57,4 4,9

Sleman 35,8 62,4 1,7

Kota Yogyakarta 44,4 50,7 4,9

Yogyakarta 37,6 58,6 3,8

Page 69: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

35

Tabel 3.3.8 Proporsi rumah tangga berdasarkan jarak sumber air minum rumah tangga terhadap

penampungan tinja menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Jarak sumber air minum thd penampungan tinja

<10 m > 10 m Tidak tahu

Tempat tinggal

Perkotaan 38,5 57,9 3,5

Perdesaan 35,6 60,1 4,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 35,1 53,3 11,6

Menengah bawah 40,8 56,6 2,6

Menengah 37,9 59,7 2,4

Menengah atas 37,2 61,3 1,5

Teratas 34,9 63,9 1,2

Tabel 3.3.9

Proporsi rumah tangga berdasarkan waktu dan jarak ke sumber air minum, menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jarak yang diperlukan untuk memperoleh air kebutuhan minum

Dalam rumah

<100 m >100- 1000 m >1000 m < 6 menit 6-30 menit

31-60 menit

>60 menit

Kulon Progo 45,5 49,2 4,5 0,8 89,9 10,1

Bantul 65,8 31,3 2,2 0,7 93,8 5,8 0,4

Gunung Kidul 52,4 42,2 5,2 0,1 81,9 18,1

0,0

Sleman 91,1 8,7 0,2

99,7 0,3

Kota Yogyakarta 86,1 12,8 1,2

97,6 2,4

Yogyakarta 72,6 25,0 2,2 0,3 93,7 6,1 0,1 0,0

Tabel 3.3.10

Proporsi rumah tangga berdasarkan waktu dan jarak ke sumber air minum menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jarak Waktu

Dalam rumah

≤100 m >100 – 1000 m >1000 m <6 mnt 6-30 mnt 31-60 mnt > 60 mnt

Tempat tinggal

Perkotaan 81,6 17,0 1,2 0,2 97,1 2,7 0,2 0,0

Perdesaan 52,4 42,8 4,4 0,3 86,1 13,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 45,5 48,6 5,5 0,4 82,6 17,4

Menengah bawah 66,5 31,8 1,7

93,8 6,2

Menengah 75,3 22,7 1,5 0,5 96,0 3,6 0,3 0,0

Menengah atas 85,6 12,9 1,1 0,4 97,8 2,2

Teratas 83,5 14,7 1,7 0,1 96,0 3,7 0,2

Page 70: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

36

Tabel 3.3.11 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air dalam

rumah tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota ART mengambil air

Dewasa perempuan Dewasa laki-laki Anak perempuan Anak laki-laki

Kulon Progo 69,7 29,8 0,4

Bantul 41,6 57,9

0,5

Gunung Kidul 49,9 50,1

Sleman 52,6 47,4

Kota Yogyakarta 56,1 43,9

Yogyakarta 51,9 47,9 0,1 0,1

Tabel 3.3.12 Proporsi rumah tangga berdasarkan anggota rumah tangga yang biasa mengambil air menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik ART mengambil air

Dewasa perempuan Dewasa laki-laki Anak perempuan Anak laki-laki

Tempat tinggal

Perkotaan 43,8 55,8

0,3

Perdesaan 58,9 41,0 0,2

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 55,0 44,6

0,4

Menengah bawah 57,7 41,9 0,4

Menengah 48,6 51,4

Menengah atas 47,2 52,8

Teratas 42,4 57,6

Tabel 3.3.13 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Kualitas fisik air minum

Tidak keruh

Tidak berwarna

Tidak berasa

Tidak berbusa

Tidak berbau

Baik*

Kulon Progo 93,0 97,5 99,0 99,7 98,1 91,2

Bantul 98,1 98,8 98,6 99,8 98,9 96,9

Gunung Kidul 93,6 97,8 98,2 99,4 99,2 92,9

Sleman 99,6 99,9 100,0 100,0 100,0 99,6

Kota Yogyakarta 98,9 98,9 97,4 99,2 96,5 95,4

Yogyakarta 97,4 98,9 98,9 99,7 99,0 96,4

* baik = tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau

Page 71: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

37

Tabel 3.3.14 Proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Kualitas fisik air minum

Tidak keruh Tidak berwarna Tidak berasa Tidak berbusa Tidak berbau Baik*

Tempat tinggal

Perkotaan 98,8 99,3 99,1 99,8 99,0 97,8

Perdesaan 94,3 98,1 98,5 99,5 98,9 93,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 93,5 96,7 97,7 99,4 98,4 91,9

Menengah bawah 96,7 99,4 99,0 99,9 99,3 95,8

Menengah 97,8 99,1 99,3 99,6 98,9 97,0

Menengah atas 99,4 99,4 99,2 99,9 98,9 98,2

Teratas 98,5 99,4 99,2 99,9 99,3 97,8

*baik = tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau

Tabel 3.3.15

Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pengolahan air minum sebelum dikonsumsi

Ya Tidak

Kulon Progo 92,7 7,3

Bantul 84,1 15,9

Gunung Kidul 94,5 5,5

Sleman 72,1 27,9

Kota Yogyakarta 63,7 36,3

Yogyakarta 80,3 19,7

Tabel 3.3.16

Proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Pengolahan air minum sebelum dikonsumsi

Ya Tidak

Tempat tinggal

Perkotaan 73,8 26,2

Perdesaan 94,7 5,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 96,0 4,0

Menengah bawah 94,0 6,0

Menengah 78,2 21,8

Menengah atas 79,2 20,8

Teratas 58,8 41,2

Page 72: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

38

Tabel 3.3.17 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Cara pengolahan air*)

Pem

anas

an/

dim

asak

deng

an

peny

inar

an

mat

ahar

i

dita

mba

h la

ruta

n ta

was

/klo

rin

Dis

arin

g da

n di

tam

bah

laru

tan

taw

as/k

lorin

Dis

arin

g/fil

tras

i sa

ja

Kulon Progo 96,8 2,5 0,2

0,6

Bantul 97,6 2,2

0,2

Gunung Kidul 96,3 3,6

0,1

Sleman 97,2 1,7

1,1

Kota Yogyakarta 95,9 2,3

0,2 1,6

Yogyakarta 97,0 2,4 0,0 0,0 0,6 *)rumah tangga yang melakukan pengolahan air

Tabel 3.3.18 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Cara pengolahan air*)

Pem

anas

an/

dim

asak

deng

an p

enyi

nara

n m

atah

ari

dita

mba

h la

ruta

n ta

was

/klo

rin

Dis

arin

g da

n di

tam

bah

laru

tan

taw

as/k

lorin

Dis

arin

g/fil

tras

i saj

a

Tempat tinggal

Perkotaan 97,1 2,0

0,0 0,9

Perdesaan 96,8 3,0 0,1

0,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 96,4 3,5 0,1

Menengah bawah 96,7 3,1

0,2

Menengah 97,3 2,7

Menengah atas 99,1 0,7

0,1 0,2

Teratas 94,8 1,8

3,4 *)rumah tangga yang melakukan pengolahan air

Page 73: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

39

Tabel 3.3.19 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penyimpanan air minum menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Tempat penyimpanan air siap minum

Dispenser Teko/ceret/

termos/jerigen Kendi

Ember/ panci tertutup

ember/panci terbuka

Kulon Progo 11,9 85,5 2,3 0,2

Bantul 21,1 77,8 1,0 0,1

Gunung Kidul 10,3 87,3 1,3 0,9 0,3

Sleman 31,8 68,0 0,1 0,1

Kota Yogyakarta 37,8 61,3 0,2 0,7

Yogyakarta 23,9 74,9 0,8 0,3 0,1

Tabel 3.3.20 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penyimpanan air minum menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Tempat penyimpanan air siap minum

Dispenser Teko/ceret/

termos/jerigen Kendi

Ember/ panci tertutup

ember/panci terbuka

Tempat tinggal

Perkotaan 30,0 69,3 0,5 0,2

Perdesaan 10,2 87,5 1,5 0,6 0,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 6,5 91,8 1,5 0,3

Menengah bawah 9,9 88,8 1,1 0,0 0,2

Menengah 23,3 75,7 0,8 0,2

Menengah atas 27,3 71,6 0,3 0,7 0,1

Teratas 47,4 51,7 0,5 0,3

Tabel 3.3.21 Proporsi rumah tangga berdasarkan akses ke sumber air minum

*) menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Akses ke sumber air minum

Improved*) Unimproved**)

Kulon Progo 75,0 25,0

Bantul 83,8 16,2

Gunung Kidul 90,4 9,6

Sleman 77,2 22,8

Kota Yogyakarta 82,8 17,2

Yogyakarta 81,7 18,3 *)

Air ledeng/PDAM, sumur bor/pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung, penampungan air hujan, air kemasan (HANYA JIKA sumber air utk keperluan RT lainnya improved) **)

Air kemasan, air isi ulang (DAM), air ledeng eceran/membeli, sumur gali tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai/danau/irigasi

Page 74: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

40

Tabel 3.3.22 Proporsi rumah tangga berdasarkan akses ke sumber air minum

*) menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Akses ke sumber air minum

Improved*) Unimproved**)

Tempat tinggal

Perkotaan 79,8 20,2

Perdesaan 85,9 14,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 84,3 15,7

Menengah bawah 88,4 11,6

Menengah 76,6 23,4

Menengah atas 85,4 14,6

Teratas 75,0 25,0 * )

Air ledeng/PDAM, sumur bor/pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung, penampungan air hujan, air kemasan (HANYA JIKA sumber air utk keperluan RT lainnya improved) ** )

Air kemasan, air isi ulang (DAM), air ledeng eceran/membeli, sumur gali tak terlindung, mata air

tak terlindung, air sungai/danau/irigasi

Tabel 3.3.23

Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Fasilitas tempat buang air besar

Milik sendiri Milik bersama Umum Tidak ada

Kulon Progo 83,0 10,0 2,1 5,0

Bantul 83,7 9,1 1,5 5,7

Gunung Kidul 91,0 7,4 0,4 1,2

Sleman 85,5 11,0 1,1 2,5

Kota Yogyakarta 74,4 21,5 3,9 0,2

Yogyakarta 84,5 11,0 1,5 3,0

Page 75: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

41

Tabel 3.3.24 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar menurut karakteristik

rumah tangga, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Fasilitas tempat buang air besar

Milik sendiri Milik bersama Umum Tidak ada

Tempat tinggal

Perkotaan 82,7 12,5 1,7 3,1

Perdesaan 88,5 7,6 0,9 2,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 62,0 17,0 3,4 17,6

Menengah bawah 81,8 15,5 2,1 0,5

Menengah 83,5 15,1 1,4

Menengah atas 91,8 7,3 0,9

Teratas 98,1 1,9

Tabel 3.3.25

Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat buang air besar menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis tempat BAB*)

Leher angsa Plengsengan Cemplung/

cubluk/lubang tanpa lantai

Cemplung/ cubluk/lubang dengan

lantai

Kulon Progo 85,1 0,6 8,2 6,1

Bantul 96,4 0,2 3,1 0,4

Gunung Kidul 72,1 2,0 13,7 12,1

Sleman 98,8 0,8 0,0 0,4

Kota Yogyakarta 98,2 0,9 0,1 0,8

Yogyakarta 91,8 0,9 4,1 3,2 *)rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, bersama, umum

Page 76: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

42

Tabel 3.3.26 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat buang air besar menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis tempat BAB*)

Leher angsa Plengsengan Cemplung/ cubluk

tanpa lantai Cemplung/ cubluk

dengan lantai

Tempat tinggal

Perkotaan 97,8 0,4 1,2 0,6

Perdesaan 78,5 1,9 10,6 9,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 49,7 3,3 27,8 19,2

Menengah bawah 97,0 0,7 1,0 1,2

Menengah 98,8 0,5

0,8

Menengah atas 99,6 0,1

0,3

Teratas 99,3 0,7

*) rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, bersama, umum

Tabel 3.3.27 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja, menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Tempat pembuangan akhir tinja

Tangki septik

SPAL Kolam/ sawah

Sungai/danau/ laut

Lubang tanah

Pantai/ tanah lapang/kebun

Lainnya

Kulon Progo 78,2 1,8 1,8 2,9 14,5 0,7

Bantul 86,9 2,8 0,1 6,0 4,0 0,2

Gunung Kidul 68,7 2,8 0,9 2,0 25,0 0,3 0,4

Sleman 92,5 2,8 2,1 2,2 0,1 0,0 0,2

Kota Yogyakarta 70,1 19,5 0,1 10,3

Yogyakarta 82,7 4,7 1,1 4,1 7,1 0,2 0,1

Page 77: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

43

Tabel 3.3.28 Proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Tempat pembuangan akhir tinja

Tangki septik

SPAL Kolam/ sawah Sungai/

danau/laut Lubang tanah

Pantai/ kebun

Lainnya

Tempat tinggal

Perkotaan 86,6 5,8 1,0 4,8 1,7 0,1 0,1

Perdesaan 74,0 2,2 1,5 2,6 19,0 0,4 0,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 37,3 4,7 3,5 14,7 37,8 1,1 0,9

Menengah bawah 89,3 4,4 1,4 2,7 2,2

Menengah 88,2 6,8 1,1 2,9 1,0

Menengah atas 93,2 4,2 0,2 2,1 0,3

Teratas 96,0 3,2 0,5 0,3

Tabel 3.3.29 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi berdasarkan kriteria JMP

WHO – unicef 2006 menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Akses ke fasilitas sanitasi

Improved*) Unimproved**)

Kulon Progo 68,2 31,8

Bantul 76,5 23,5

Gunung Kidul 63,9 36,1

Sleman 81,4 18,6

Kota Yogyakarta 51,2 48,8

Yogyakarta 72,1 27,9 *)Fasilitas sendiri, sarana jamban leher angsa dan atau plengsengan, pembuangan akhir tinja di tangki septik

**)Tidak memiliki fasilitas, sarana jamban cemplung, pembuangan akhir tinja di tangki septik

Page 78: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

44

Tabel 3.3.30 Proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi berdasarkan kriteria JMP

WHO – Unicef 2006 menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Fasilitas sanitasi (JMP)

Improved Unimproved

Tempat tinggal

Perkotaan 74,0 26,0

Perdesaan 67,9 32,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 22,9 77,1

Menengah bawah 74,0 26,0

Menengah 73,2 26,8

Menengah atas 85,5 14,5

Teratas 94,1 5,9 *)

Fasilitas sendiri, sarana jamban leher angsa dan atau plengsengan, pembuangan akhir tinja di tangki septik **)

Tidak memiliki fasilitas, sarana jamban cemplung, pembuangan akhir tinja di tangki septik

Tabel 3.3.31 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Pembuangan air limbah kamar mandi/cuci/dapur

Ter

tutu

p di

pe

kara

ngan

/ S

PA

L

Pen

ampu

ngan

te

rbuk

a di

lapa

ngan

Pen

ampu

ngan

di

luar

pek

aran

gan

Tan

pa p

enam

pung

an

(di t

anah

)

Lang

sung

ke

got/s

unga

i

Kulon Progo 11,6 20,4 2,9 42,7 22,4

Bantul 53,0 9,9 2,2 15,3 19,5

Gunung Kidul 23,6 28,1 4,1 28,7 15,4

Sleman 69,6 6,0 2,4 5,3 16,9

Kota Yogyakarta 54,0 3,0 5,2 0,8 37,0

Yogyakarta 49,4 12,1 3,0 15,3 20,2

Page 79: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

45

Tabel 3.3.32 Proporsi rumah tangga berdasarkan penampungan air limbah menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Pembuangan air limbah kamar mandi/cuci/dapur

Ter

tutu

p di

pe

kara

ngan

/ SP

AL

Pen

ampu

ngan

terb

uka

di la

pang

an

Pen

ampu

ngan

di lu

ar p

ekar

anga

n

Tan

pa p

enam

pung

an

(di t

anah

)

Lang

sung

ke

got/s

unga

i

Tempat tinggal

Perkotaan 60,8 7,0 2,7 8,4 21,0

Perdesaan 24,0 23,3 3,7 30,6 18,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 19,1 22,1 3,0 35,5 20,3

Menengah bawah 39,5 17,1 4,9 22,9 15,7

Menengah 52,0 11,5 2,2 12,4 21,8

Menengah atas 61,5 7,1 3,7 7,1 20,6

Teratas 67,4 5,2 1,5 3,7 22,1

Tabel 3.3.33

Proporsi rumah tangga berdasarkan sarana pembuangan air limbah menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pembuangan air limbah dari kamar mandi/tempat cuci/dapur

Sendiri/ Rumah tangga Bersama/ komunal

Kulon Progo 91,6 8,4

Bantul 82,5 17,5

Gunung Kidul 90,7 9,3

Sleman 85,3 14,7

Kota Yogyakarta 58,3 41,7

Yogyakarta 82,7 17,3

Page 80: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

46

Tabel 3.3.34 Proporsi rumah tangga berdasarkan sarana pembuangan air limbah menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Pembuangan air limbah dari kamar mandi/tempat cuci/dapur

Sendiri/ Rumah tangga Bersama/ komunal

Tempat tinggal

Perkotaan 79,7 20,3

Perdesaan 92,2 7,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 74,5 25,5

Menengah bawah 81,2 18,8

Menengah 76,0 24,0

Menengah atas 84,9 15,1

Teratas 91,6 8,4

Tabel 3.3.35

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penampungan sampah organik menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Jenis tempat penampungan sampah organik

Tertutup Terbuka Tertutup dan Terbuka Tidak ada

Kulon Progo 8,4 75,0 4,9 21,5

Bantul 15,4 80,4 5,3 9,5

Gunung Kidul 8,9 82,8 2,4 10,6

Sleman 25,2 73,9 6,0 6,9

Kota Yogyakarta 44,1 56,4 11,7 11,2

Yogyakarta 20,3 75,2 5,7 10,2

Tabel 3.3.36

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis tempat penampungan sampah organik menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Jenis tempat penampungan sampah organik

Tertutup Terbuka Tertutup dan Terbuka Tidak ada

Tempat tinggal Perkotaan 26,2 72,2 7,0 8,6

Perdesaan 7,4 81,8 2,8 13,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 6,2 77,4 2,6 19,0

Menengah bawah 8,6 80,0 2,1 13,6

Menengah 16,3 76,9 3,8 10,6

Menengah atas 24,3 77,8 7,9 5,8

Teratas 42,0 64,8 11,1 4,3

Page 81: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

47

Tabel 3.3.37 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Cara pengelolaan sampah rumah tangga

Diangkut petugas

Ditimbun dalam tanah

Dibuat kompos Dibakar

Dibuang ke kali/parit/laut

Dibuang sembarangan

Kulon Progo 3,8 5,4 3,5 74,9 3,7 8,7

Bantul 22,1 5,5 2,3 62,4 6,2 1,6

Gunung Kidul 6,5 3,0 3,3 83,5 2,8 1,0

Sleman 44,4 4,9 2,6 41,9 4,0 2,1

Kota Yogyakarta 87,4 2,3 3,9 2,0 4,5

Yogyakarta 33,0 4,4 2,4 53,4 4,1 2,7

Tabel 3.3.38 Proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengelolaan sampah menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Cara pengelolaan sampah rumah tangga

Diangkut petugas

Ditimbun dalam tanah

Dibuat kompos

Dibakar Dibuang ke

kali/parit/ laut Dibuang

sembarangan

Tempat tinggal

Perkotaan 46,8 4,0 1,8 40,6 4,3 2,5

Perdesaan 2,0 5,5 3,9 81,9 3,5 3,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 7,0 4,1 4,1 74,0 6,0 4,8

Menengah bawah 15,5 7,0 2,7 67,0 5,0 2,9

Menengah 34,8 4,2 1,5 53,1 3,9 2,5

Menengah atas 42,3 3,4 2,6 45,6 4,1 2,0

Teratas 57,8 3,6 1,7 33,3 1,8 1,8

Tabel 3.3.39 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati

Milik sendiri

Kontrak Sewa Bebas

sewa (milik org lain)

Bebas sewa (milik orang tua/sanak/ saudara

Rumah dinas

Lain nya

Kulon Progo 88,4 1,2 0,2 0,6 9,2 0,4

Bantul 80,7 5,5 1,1 1,1 10,6 1,0 0,1

Gunung Kidul 96,6 0,5 0,3 0,0 2,1 0,4 0,1

Sleman 70,1 12,1 10,2 1,5 6,0 0,1

Kota Yogyakarta 55,1 13,1 11,6 3,3 12,9 3,6 0,5

Yogyakarta 77,6 7,4 5,3 1,2 7,6 0,8 0,2

Page 82: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

48

Tabel 3.3.40 Proporsi rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati

Milik sendiri Kontrak Sewa

Bebas sewa (milik orang

lain)

Bebas sewa (milik orang

tua/sanak/ saudara

Rumah dinas

Lain nya

Tempat tinggal

Perkotaan 70,2 10,6 7,6 1,7 8,8 1,0 0,2

Perdesaan 94,3 0,2 0,2 4,9 0,3 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 87,4 2,3 3,2 1,2 5,5 0,3 0,1

Menengah bawah 82,4 2,9 4,3 1,7 8,5 0,1 0,2

Menengah 66,2 13,3 10,5 1,6 7,8 0,6 0,1

Menengah atas 71,4 10,0 6,0 1,4 10,2 1,0 0,2

Teratas 83,4 6,9 1,8 0,5 5,6 1,7 0,2

Tabel 3.3.41 Proporsi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Kepadatan hunian

>8 m2/orang <8 m2/orang

Kulon Progo 96,6 3,4

Bantul 92,6 7,4

Gunung Kidul 98,2 1,8

Sleman 95,4 4,6

Kota Yogyakarta 85,5 14,5

Yogyakarta 94,2 5,8

Tabel 3.3.42 Proporsi rumah tangga berdasarkan kepadatan hunian menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Kepadatan hunian

>8 m2/orang <8 m2/orang

Tempat tinggal

Perkotaan 92,6 7,4

Perdesaan 97,6 2,4

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 91,5 8,5

Menengah bawah 93,7 6,3

Menengah 91,8 8,2

Menengah atas 95,2 4,8

Teratas 98,0 2,0

Page 83: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

49

Tabel 3.3.43 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis plafon/langit-langit terluas menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Jenis plafon/langit-langit rumah terluas

Beton Gypsum Asbes/GRC

board Kayu/tripleks

Anyaman bambu

Tidak ada

Kulon Progo 1,1 5,2 9,1 5,2 7,9 71,5

Bantul 3,1 5,2 17,8 3,4 2,6 67,9

Gunung Kidul 1,7 5,5 4,5 2,4 0,9 85,0

Sleman 8,9 12,2 24,2 10,7 1,6 42,5

Kota Yogyakarta 7,7 10,0 25,3 32,4 4,3 20,3

Yogyakarta 5,2 8,3 17,6 9,4 2,6 56,9

Tabel 3.3.44 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis plafon/langit-langit terluas menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Jenis plafon terluas

Beton Gypsum Asbes Kayu Anyaman bambu Tidak ada

Tempat tinggal

Perkotaan 6,7 9,6 22,9 12,0 2,4 46,4

Perdesaan 2,0 5,4 5,7 3,6 3,1 80,2

Kuintil Indeks kepemilikan

Terbawah 1,5 1,0 3,4 2,6 2,8 88,8

Menengah bawah 4,2 1,8 3,5 7,3 3,2 79,9

Menengah 6,0 3,2 16,1 12,2 3,0 59,6

Menengah atas 8,1 8,0 24,4 11,9 2,2 45,5

Teratas 5,3 25,2 36,2 11,3 2,1 19,9

Tabel 3.3.45 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis dinding terluas menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis dinding terluas

Tembok Kayu/papan/

triplek Bambu Seng

Kulon Progo 78,8 7,7 13,5 0,1

Bantul 93,9 4,7 1,4

Gunung Kidul 71,9 20,5 7,6 0,0

Sleman 97,2 2,2 0,6

Kota Yogyakarta 91,4 6,6 1,7 0,2

Yogyakarta 89,2 7,2 3,5 0,0

Page 84: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

50

Tabel 3.3.46 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis dinding terluas menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Dinding terluas

Tembok Kayu/papan Bambu Seng

Tempat tinggal

Perkotaan 94,6 4,1 1,3 0,1

Perdesaan 77,4 14,2 8,4 0,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 66,6 20,7 12,6 0,1

Menengah bawah 87,6 8,4 4,0 0,1

Menengah 93,1 4,5 2,4

Menengah atas 96,1 3,7 0,2 0,1

Tabel 3.3.47

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis lantai terluas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis lantai rumah terluas

Keramik.ubin/marmer/ semen

Semen plesteran retak

Papan/bambu/anya-man bambu/rotan

Tanah

Kulon Progo 55,1 29,6 15,3

Bantul 76,8 19,9 3,3

Gunung Kidul 59,1 31,2 0,0 9,7

Sleman 81,8 16,7 0,1 1,4

Kota Yogyakarta 82,3 17,3 0,4

Yogyakarta 73,8 21,5 0,0 4,7

Tabel 3.3.48

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis lantai terluas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis lantai rumah terluas

Keramik.ubin/marmer/ semen

Semen plesteran retak

Papan/bambu/anyaman bambu/rotan

Tanah

Tempat tinggal

Perkotaan 80,6 17,6 0,0 1,8

Perdesaan 58,7 30,2 11,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 43,6 38,3 18,1

Menengah bawah 61,4 33,5 5,1

Menengah 74,6 23,1 0,0 2,3

Menengah atas 85,5 13,7 0,8

Teratas 96,0 3,9 0,1

Page 85: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

51

Tabel 3.3.49 Proporsi rumah tangga menurut lokasi rumah menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Lokasi rumah di daerah kumuh

Ya Tidak

Kulon Progo 44,7 55,3

Bantul 9,5 90,5

Gunung Kidul 8,1 91,9

Sleman 7,0 93,0

Kota Yogyakarta 12,1 87,9

Yogyakarta 12,2 87,8

Tabel. 3.3.50

Proporsi rumah tangga berdasarkan lokasi sekitar rumah menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Lokasi rumah di daerah kumuh

Ya Tidak

Tempat tinggal

Perkotaan 9,5 90,5

Perdesaan 18,1 81,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 26,6 73,4

Menengah bawah 16,0 84,0

Menengah 9,0 91,0

Menengah atas 6,8 93,2

Teratas 6,1 93,9

Tabel 3.3.51 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber penerangan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis sumber penerangan rumah

Listrik PLN Listrik non

PLN Petromaks/aladin Pelita/sentir/obor Lainnya

Kulon Progo 99,7 0,2 0,2

Bantul 99,8 0,1 0,1 0,0

Gunung Kidul 99,7 0,3

Sleman 99,7 0,3 0,1

Kota Yogyakarta 99,5 0,3 0,0 0,1

Yogyakarta 99,7 0,2 0,0 0,0 0,0

Listrik: Listrik PLN dan non PLN Non listrik: Petromaks/ aladin, Pelita/sentir/ obor, lainnya

Page 86: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

52

Tabel 3.3.52 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber penerangan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis sumber penerangan rumah

Listrik PLN Listrik non

PLN Petromaks/aladin Pelita/sentir/obor Lainnya

Tempat tinggal

Perkotaan 99,7 0,2 0,0 0,1

Perdesaan 99,7 0,2 0,0 0,1

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 99,0 0,6 0,0 0,2 0,1

Menengah bawah 99,9 0,1

Menengah 100,0

Menengah atas 99,8 0,1 0,1

Teratas 99,6 0,4

Tabel 3.3.53

Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis bahan bakar/energi utama menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis bahan bakar/energi utama yang digunakan untuk memasak

Listrik Gas/elpiji Minyak tanah Arang/briket/batok

kelapa Kayu bakar

Kulon Progo 4,5 32,6 0,3 0,2 62,4

Bantul 4,1 62,6 0,6 0,0 32,6 Gunung Kidul 4,7 26,2

0,4 68,7

Sleman 7,6 76,2 0,6 0,1 15,4 Kota Yogyakarta 13,1 82,5 1,5 1,8 1,1

Yogyakarta 6,5 60,1 0,6 0,4 32,4 *)Bahan bakar aman: Tidak berpotensi menimbulkan pencemaran (listrik, Gas/ elpiji, minyak tanah)

Tidak aman: Berpotensi menimbulkan pencemaran (arang, kayu bakar)

Tabel 3.3.54 Proporsi rumah tangga berdasarkan jenis bahan bakar/energi utama menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis bahan bakar/energi utama yang digunakan untuk memasak

Listrik Gas/elpiji Minyak tanah Arang/briket/batok

kelapa Kayu bakar

Tempat tinggal

Perkotaan 7,3 73,0 0,7 0,4 18,5

Perdesaan 4,8 31,2 0,2 0,2 63,5

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 1,0 15,0 0,3 0,5 83,2

Menengah bawah 2,2 23,9 0,5 0,9 72,5

Menengah 6,7 72,1 1,1 0,4 19,7

Menengah atas 12,3 85,2 0,8

1,7

Teratas 8,9 90,7

0,1 0,3

Page 87: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

53

Tabel 3.3.55 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang tidur, keadaan ventilasi, pencahayaan

alami menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Ruangan tidur

Terpisah Bersih Jendela dibuka tiap

hari Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Kulon Progo 90,7 52,2 26,0 34,1 52,1

Bantul 93,8 79,0 41,5 44,7 72,5

Gunung Kidul 96,6 82,9 48,3 49,4 79,0

Sleman 96,1 84,7 56,0 62,1 82,0

Kota Yogyakarta 80,5 84,1 55,9 50,6 80,5

Yogyakarta 93,2 79,7 48,0 51,3 75,9

Tabel 3.3.56

Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang tidur, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Ruangan tidur

Terpisah Bersih Jendela dibuka tiap hari Ventilasi cukup Pencahayaan Cukup

Tempat tinggal

Perkotaan 92,5 82,7 50,4 53,3 78,6

Perdesaan 94,8 72,9 42,6 46,9 70,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 87,6 60,4 28,4 32,9 59,5

Menengah bawah 92,3 70,1 37,5 39,3 65,0

Menengah 91,3 80,5 48,1 47,6 75,4

Menengah atas 95,8 88,9 53,6 61,3 85,7

Teratas 97,8 93,3 67,0 70,2 89,2

Tabel 3.3.57 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang dapur, keadaan ventilasi, pencahayaan

alami menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Ruangan masak/dapur

Terpisah Bersih Jendela dibuka

tiap hari Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Kulon Progo 94,0 38,2 21,7 36,4 60,3

Bantul 93,8 70,5 25,4 43,3 76,3

Gunung Kidul 98,3 78,4 44,2 47,0 78,9

Sleman 93,4 77,4 42,5 53,1 80,5

Kota Yogyakarta 87,4 82,0 46,2 46,7 83,1

Yogyakarta 93,7 72,5 36,9 47,1 77,5

Page 88: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

54

Tabel 3.3.58 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang dapur, keadaan ventilasi, pencahayaan

alami menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Ruangan masak/dapur

Terpisah Bersih Jendela dibuka tiap hari

Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Tempat tinggal

Perkotaan 92,3 75,8 37,0 48,3 79,8

Perdesaan 96,8 65,2 36,8 44,5 72,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 89,7 54,1 19,4 32,1 61,1

Menengah bawah 94,7 58,3 27,2 34,7 69,9

Menengah 91,0 71,6 37,2 44,2 77,2

Menengah atas 94,4 83,0 40,2 54,0 85,2

Teratas 97,9 90,1 55,8 66,0 89,5

Tabel 3.3.59

Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang keluarga, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Ruangan keluarga

Terpisah Bersih Jendela dibuka

tiap hari Ventilasi cukup

Pencahayaan Cukup

Kulon Progo 76,6 55,4 29,6 40,2 64,0

Bantul 82,2 79,8 44,1 55,2 84,5

Gunung Kidul 94,2 83,9 52,5 54,8 84,4

Sleman 86,1 84,6 56,3 63,9 87,8

Kota Yogyakarta 72,1 84,0 54,7 50,0 83,3

Yogyakarta 84,0 80,3 49,7 56,1 83,5

Page 89: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

55

Tabel 3.3.60 Proporsi rumah tangga berdasarkan ketersediaan ruang keluarga, keadaan ventilasi, pencahayaan alami menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Ruangan keluarga

Terpisah Bersih Jendela dibuka tiap hari

Ventilasi cukup Pencahayaan Cukup

Tempat tinggal

Perkotaan 82,6 82,8 51,5 57,3 85,7

Perdesaan 87,2 74,7 45,8 53,2 78,6

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 76,0 62,1 31,7 40,6 69,9

Menengah bawah 82,1 72,1 41,8 49,1 76,6

Menengah 78,7 80,0 51,9 52,6 85,0

Menengah atas 87,8 89,2 55,0 63,8 90,4

Teratas 93,6 93,2 63,6 70,1 91,8

Tabel 3.3.61 Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Perilaku pencegahan gigitan nyamuk

Kelambu Obat nyamuk

bakar Kasa

nyamuk Repelen Insektisida Minum obat

Kulon Progo 14,7 45,4 2,5 16,4 7,3 0,8

Bantul 2,6 45,3 0,8 15,4 10,8 0,4

Gunung Kidul 24,2 39,7 2,2 20,5 4,2 0,1

Sleman 0,2 43,7 2,5 11,5 18,8 0,4

Kota Yogyakarta 1,1 35,9 5,7 16,5 22,0 0,7

Yogyakarta 6,7 42,6 2,4 15,2 13,4 0,4

Page 90: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

56

Tabel. 3.3.62 Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku pencegahan gigitan nyamuk menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Perilaku pencegahan gigitan nyamuk

Kelambu Obat nyamuk

bakar Kasa

nyamuk Repelen Insektisida

Minum obat

Tempat tinggal

Perkotaan 1,2 43,7 2,6 14,1 17,0 0,5

Perdesaan 19,0 40,3 2,0 17,6 5,4 0,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 16,5 34,7 1,5 12,7 2,1 0,4

Menengah bawah 10,9 42,3 1,7 15,5 4,7 0,2

Menengah 5,8 40,7 1,3 18,9 10,6 0,4

Menengah atas 1,9 45,4 2,1 13,1 15,1 0,8

Teratas 1,1 48,2 5,1 15,2 31,0 0,3

Tabel 3.3.63

Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku menguras bak mandi dalam seminggu menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Perilaku menguras bak mandi

Satu kali Lebih dari satu

kali Tidak pernah

Tidak menggunakan bak

Kulon Progo 32,9 34,4 10,0 22,7

Bantul 37,4 35,6 3,5 23,5

Gunung Kidul 36,3 30,9 5,4 27,4

Sleman 46,7 36,2 2,9 14,3

Kota Yogyakarta 31,0 43,0 4,5 21,5

Yogyakarta 39,3 35,7 4,4 20,6

Tabel. 3.3.64

Proporsi rumah tangga berdasarkan perilaku menguras bak mandi menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Perilaku menguras bak mandi

Satu kali Lebih dari satu kali Tidak pernah Tidak

menggunakan bak

Tempat tinggal

Perkotaan 40,9 37,0 3,3 18,8

Perdesaan 35,7 32,8 6,9 24,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 26,1 24,8 8,5 40,5

Menengah bawah 44,3 29,5 5,9 20,3

Menengah 40,8 37,9 4,2 17,1

Menengah atas 43,5 39,5 2,5 14,5

Teratas 39,1 43,8 1,9 15,2

Page 91: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

57

Tabel 3.3.65 Proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

Ya Tidak

Kulon Progo 31,0 69,0

Bantul 33,8 66,2

Gunung Kidul 34,6 65,4

Sleman 19,1 80,9

Kota Yogyakarta 29,8 70,2

Yogyakarta 28,0 72,0

Tabel 3.3.66 Proporsi rumah angga berdasarkan penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Penggunaan/penyimpanan pestisida/insektisida/pupuk kimia

Ya Tidak

Tempat tinggal

Perkotaan 26,3 73,7

Perdesaan 31,8 68,2

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 22,6 77,4

Menengah bawah 29,3 70,7

Menengah 27,2 72,8

Menengah atas 26,8 73,2

Teratas 33,2 66,8

3.4 Penyakit Menular

Informasi mengenai penyakit menular pada Riskesdas 2013 diperoleh dari seluruh kelompok umur dengan total sampel responden di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Informasi yang diperoleh berupa insiden, period prevalence dan prevalensi penyakit yang digali melalui teknik wawancara menggunakan kuesioner baku (RKD13.IND), dengan pertanyaan terstruktur secara klinis dan informasi laboratorium bila diperlukan. Responden ditanya apakah pernah didiagnosis menderita penyakit tertentu oleh tenaga kesehatan (D: diagnosis). Responden yang menyatakan tidak pernah didiagnosis, ditanyakan lagi apakah pernah/sedang menderita gejala klinis spesifik penyakit tersebut (G: gejala). Jadi insiden, period prevalence dan prevalensi penyakit merupakan data yang didapat dari D maupun G (DG) yang ditanyakan dalam kurun waktu tertentu.

Data penyakit menular yang dikumpulkan terbatas pada beberapa penyakit, yaitu penyakit yang ditularkan melalui udara (infeksi saluran pernapasan atas/ISPA, pneumonia, dan tuberkulosis), penyakit yang ditularkan oleh vektor (malaria), penyakit yang ditularkan melalui makanan, air, dan lewat penularan lainnya (diare dan hepatitis). Penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), MDG‟s dan program pengendalian hepatitis di Indonesia yang pertama kali dilakukan di dunia.

Page 92: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

58

3.4.1. Penyakit yang ditularkan melalui Udara

3.4.1.1. ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.

Tabel 3.4.1 Period prevalence ISPA, pneumonia, pneumonia balita, dan prevalensi pneumonia

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Periode prevalence

ISPA Periode prevalence

Pneumonia

Periode Prevalence Pneumonia Balita

(permil)

Prevalensi pneumonia

D DG D DG D DG D DG

Kulon Progo 7,3 24,8 0,3 2,0 5,7 21,7 0,7 6,0 Bantul 8,5 20,3 0,0 1,4 3,2 3,2 1,0 3,8 Gunung Kidul 12,9 28,0 0,1 1,9 14,5 1,5 5,8 Sleman 14,4 23,8 0,2 1,7 47,1 1,4 4,4 Kota Yogyakarta 10,0 19,9 0,2 2,2 10,7 50,4 0,3 4,0

Yogyakarta 11,3 23,3 0,2 1,7 3,2 27,8 1,2 4,6

Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun

(21,2). Menurut jenis kelamin, tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (lihat tabel 3.5.2)

3.4.1.2. Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang). Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu 1 bulan atau kurang dan dalam kurun waktu 12 bulan atau kurang.

Page 93: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

59

Tabel 3.4.2 Period prevalence ISPA, pneumonia, pneumonia balita, dan prevalensi pneumonia

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Period prevalence

ISPA Period prevalence

Pneumonia

Period prevalence Pneumonia Balita

(permil)

Prevalensi Pneumonia

D DG D DG D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 15,4 28,1

2,2 2,4 1-4 21,2 42,5 0,3 2,9 0,3 5,3 5-14 16,8 32,6 0,0 1,6 0,8 4,6 15-24 11,0 23,4 0,2 2,5 1,2 6,2 25-34 8,3 17,8 0,1 1,3 1,1 4,0 35-44 8,4 17,7 0,2 1,0 0,7 3,1 45-54 7,3 17,8 0,3 1,5 1,1 4,1 55-64 9,2 20,2 0,1 1,4 1,8 4,2 65-74 13,2 24,5 0,5 2,2 1,7 7,1 ≥75 11,2 22,6 0,2 2,1 1,9 5,5 Balita 0-11 bulan 21,9 12-23 bulan 1,1 49,6 24-35 bulan 8,7 18,1 36-47 bulan 11,3 48-59 bulan 4,0 33,9 Jenis Kelamin

Laki-laki 11,3 24,0 0,1 1,7 19,3 34,4 1,2 4,8 Perempuan 11,2 22,7 0,2 1,8 35,3 20,4 1,0 4,5 Pendidikan

Tidak sekolah 10,7 22,6 0,1 2,0 1,0 5,4 Tidak tamat SD/MI 6,8 14,8 0,3 0,8 1,5 5,0 Tamat SD/MI 8,4 18,5 0,0 1,1 1,1 5,7 Tamat SMP/MTS 9,6 21,4 0,3 1,8 1,0 4,6 Tamat SMA/MA 10,3 18,4 0,1 1,5 1,2 4,3 Tamat D1-D3/PT 10,7 22,6 0,1 2,0 0,9 2,7 Pekerjaan

Tidak bekerja 12,1 22,5 0,2 1,8 1,4 5,4 Pegawai 10,8 19,4 0,2 1,2 1,4 3,8 Wiraswasta 11,0 20,7 0,2 1,6 0,6 3,0 Petani/Nelayan/Buruh 12,6 24,4 0,2 2,4 1,1 5,1 Lainnya 11,8 22,7 0,2 1,9 1,7 4,3

Tempat Tinggal Perkotaan 11,3 22,0 0,2 1,6 2,6 33,5 1,0 4,1 Perdesaan 11,1 26,0 0,1 2,0 2,8 15,6 1,2 5,7 Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 12,3 27,5 0,1 2,6 1,0 6,2 Menengah Bawah 11,4 24,8 0,2 1,5 1,0 26,6 0,8 4,1 Menengah 11,2 24,3 0,3 1,7 21,1 1,2 5,1 Menengah Atas 10,8 21,5 0,0 1,6 2,6 55,4 1,0 4,4 Teratas 11,0 20,1 0,2 1,5 7,9 22,8 1,3 3,8

Page 94: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

60

3.4.1.3. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) yang dalam hal ini adalah TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utamanya adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan.

Penyakit TB ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤2 tahun berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan baik melalui pemeriksaan dahak, foto thoraks atau ke duanya, Berbeda dengan penyakit-penyakit menular yang lain, gejala TB tidak ikut dimasukkan dalam total jumlah penduduk dengan TB.

Tabel 3.4.3 Diagnosis, pengobatan dengan obat program,dan gejala tuberkulosis menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Diagnosis TB

Gejala TB

Batuk ≥ 2 mgg Batuk darah

Kulon Progo 0,1 5,3 2,0

Bantul 0,5 5,5 0,4

Gunung Kidul 0,2 5,5 1,1

Sleman 0,2 4,2 1,0

Kota Yogyakarta 0,2 4,1 0,5

Yogyakarta 0,3 4,9 0,9

Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.3 persen. Kabupaten dengan TB tertinggi adalah Bantul (0,5)

Page 95: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

61

Tabel 3.4.4 Diagnosis, pengobatan dengan obat program,dan gejala tuberkulosis menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Diagnosis TB Gejala TB

Batuk ≥ 2 mgg Batuk darah

Kelompok umur (tahun)

< 1 3,3

1-4 1,1 7,5 0,5

5-14 0,7 4,0 0,2

15-24 0,1 4,1 1,2

25-34 0,3 4,7 1,2

35-44

4,1 0,7

45-54 0,2 5,1 1,2

55-64 0,1 5,8 1,5

65-74

7,6 1,9

≥75 0,1 6,1 0,7

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,5 5,4 1,1

Perempuan 0,0 4,4 0,7

Pendidikan

Tidak sekolah 0,6 7,9 0,7

Tidak tamat SD 0,4 4,9 1,3

Tamat SD 0,1 5,2 1,7

Tamat SMP 0,4 4,3 1,0

Tamat SMA 0,0 4,3 0,4

Tamat D1/D2/D3/PT 0,2 3,4 0,9

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,1 4,7 0,9

Pegawai 0,2 3,9 0,4

Wiraswasta 0,4 3,9 1,8

Petani/Nelayan/Buruh 0,0 6,1 1,5

Lainnya

4,3

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,3 4,7 0,5

Pedesaan 0,2 5,3 1,7

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,1 6,2 1,5

Menengah Bawah 0,4 5,5 1,6

Menengah 0,2 4,7 0,6

Menengah Atas 0,4 5,0 0,5

Teratas 0,3 3,6 0,6

Page 96: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

62

Proporsi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dengan gejala TB adalah 4,9 persen dan 0.9 persen diantaranya mengalami batuk berdarah (tabel 3.4.3). Berdasarkan karakteristik penduduk Indonesia, yang paling banyak didiagnosis TB adalah penduduk usia 1-4 tahun. Menurut kuintil indeks kepemilikan, proporsi TB terendah terdapat pada kuintil indeks kepemilikan terbawah (0.1) (tabel 3.4.4)

3.4.2. Penyakit yang ditularkan melalui Makanan, Air dan lainnya

Penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan lainnya pada Riskesdas 2013 adalah diare dan hepatitis. Penyakit ini juga diteliti pada Riskesdas 2007. Pada Riskesdas 2013, pertanyaan diare ditambahkan dalam kurun waktu < 2 minggu, sesuai dengan kebutuhan program.

3.4.2.1. Hepatitis

Hepatitis adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A, B, C, D atau E. Hepatitis dapat menimbulkan gejala demam, lesu, hilang nafsu makan, mual, nyeri pada perut kanan atas, disertai urin warna coklat yang kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata karena tingginya bilirubin dalam darah). Hepatitis dapat pula terjadi tanpa menunjukkan gejala (asimptomatis).

Tabel 3.4.5 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Prevalensi Hepatitis Insiden Diare Insiden Diare balita

Period prevalence Diare

D DG D DG D DG D DG

Kulon Progo 0,5 1,3 1,4 2,5 1,6 2,8 3,6 6,5 Bantul 0,2 0,8 1,3 2,6 3,9 4,0 2,9 6,2 Gunung Kidul 0,1 0,9 1,3 2,1 5,7 6,6 3,9 5,4 Sleman 0,4 0,8 1,6 2,9 3,1 4,1 3,9 6,3 Kota Yogyakarta 0,4 0,9 4,0 7,1 5,5 10,7 5,8 10,3 Yogyakarta 0,3 0,9 1,7 3,1 3,8 5,1 3,8 6,6

Page 97: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

63

Tabel 3.4.6 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Prevalensi Hepatitis Insiden Diare

Insiden diare balita

Period prevalence Diare

D DG D DG D DG D DG

Kelompok umur (tahun)

< 1 2,3 5,1 2,8 6,4 1-4 0,2 0,9 4,2 5,1 7,5 9,5 5-14 0,2 1,0 2,0 3,1 4,2 6,2 15-24 0,4 1,3 1,9 3,6 5,0 8,9 25-34 0,2 0,5 1,5 3,9 3,2 7,5 35-44 0,4 0,8 1,2 2,2 3,1 5,1 45-54 0,1 0,6 1,2 2,4 3,3 6,2 55-64 0,7 1,4 2,1 3,1 3,0 4,6 65-74 0,2 1,1 0,6 1,7 1,9 3,6 ≥75 0,6 1,4 2,3 3,8 5,3

Kelompok umur balita 0-11 bulan 2,3 5,1 12-23 bulan 4,1 5,8 24-35 bulan 5,3 5,9 36-47 bulan 2,7 3,3 48-59 bulan 4,6 5,3

Jenis Kelamin Laki-laki 0,2 0,8 1,8 3,1 4,4 5,6 3,5 6,0 Perempuan 0,4 1,0 1,7 3,1 3,2 4,5 4,1 7,1

Pendidikan Tidak sekolah 0,3 1,0 1,8 2,8 4,2 5,9 Tidak tamat SD/MI 0,0 0,5 1,9 3,0 3,7 6,0 Tamat SD/MI 0,3 1,4 1,3 2,7 2,9 5,8 Tamat SMP/MTS 0,2 0,8 0,9 2,7 3,4 6,5 Tamat SMA/MA 0,6 1,0 1,6 2,9 3,6 6,9 Tamat D1-D3/PT 0,2 0,5 2,2 3,5 3,9 6,2

Pekerjaan Tidak bekerja 0,4 1,1 1,7 3,2 4,2 7,3 Pegawai 0,4 0,5 1,1 2,8 2,9 5,6 Wiraswasta 0,4 0,9 1,1 2,3 3,1 6,1 Petani/Nelayan/Buruh 0,2 1,0 1,6 2,8 3,3 5,7 Lainnya 0,6 0,9 3,4 1,4 5,9

Tempat Tinggal Perkotaan 0,4 0,9 1,9 3,5 3,8 5,3 3,9 6,9 Perdesaan 0,2 0,9 1,3 2,3 3,9 4,7 3,7 5,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 0,1 1,0 1,8 3,4 7,7 8,7 4,0 7,1 Menengah Bawah 0,3 1,2 1,5 3,0 3,8 4,3 3,6 6,6 Menengah 0,2 1,0 1,4 2,5 3,0 5,3 3,6 5,7 Menengah Atas 0,4 0,8 1,7 3,1 2,1 2,1 3,6 6,7 Teratas 0,4 0,6 2,2 3,6 4,1 6,3 4,3 6,8

Page 98: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

64

Tabel 3.4.7 Proporsi Penderita hepatitis A, B, C, dan hepatitis lain menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Jenis Hepatitis yang Diderita

Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis Lainnya

Kulon Progo 31,1 10,7 - -

Bantul - 0,9 - -

Gunung Kidul - - - -

Sleman - 29,5 - 8,3

Kota Yogyakarta 59,1 - - -

Yogyakarta 15,2 15,2 0,0 3,7

3.4.2.2. Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir.

Tabel 3.4.8 Penggunaan oralit dan zinc pada diare balita menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Oralit Zn

Kulon Progo 15,3 22,0

Bantul 17,3 25,5

Gunung Kidul 29,8

Sleman 40,6 3,3

Kota Yogyakarta 21,4 19,1

Yogyakarta 26,4 12,6

3.4.3. Penyakit yang ditularkan oleh Vektor (Malaria)

Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil atau panas naik turun secara berkala, dapat disertai sakit kepala, berkeringat, mual, muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun terakhir. Ditanyakan pula apakah pernah minum obat malaria dengan atau tanpa gejala panas. Untuk responden yang menyatakan “pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program kombinasi artemisinin dalam 24 jam pertama menderita panas atau lebih dari 24 jam pertama menderita panas dan apakah habis diminum dalam waktu 3 hari.

Page 99: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

65

Tabel 3.4.9 Insiden dan prevalensi malaria menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Insiden Malaria Prevalensi Malaria

D DG D DG

Kulon Progo 0,1 1,6 0,5 7,9 Bantul 1,6 0,3 5,5 Gunung Kidul 1,1 0,6 4,5 Sleman 0,1 1,3 0,4 4,3 Kota Yogyakarta 0,2 1,5 0,5 6,4

Yogyakarta 0,1 1,4 0,5 5,3

Tabel 3.4.10

Insiden dan prevalensi malaria menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Insiden Malaria Prevalensi Malaria

D DG D DG Kelompok umur (tahun)

< 1 1,2 4,6 1-4 1,7 5,8 5-14 1,8 0,6 6,1 15-24 0,1 1,0 0,5 7,0 25-34 1,7 0,4 5,1 35-44 1,7 0,5 5,3 45-54 0,2 1,7 0,4 4,6 55-64 0,1 0,7 0,2 3,9 65-74 0,4 0,6 3,2 ≥75 0,5 3,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 0,1 1,3 0,4 5,5 Perempuan 0,0 1,5 0,4 5,1

Pendidikan Tidak sekolah 1,1 0,5 4,6 Tidak tamat SD 1,9 0,6 6,3 Tamat SD 0,1 1,5 0,7 5,4 Tamat SMP 0,8 0,3 4,6 Tamat SMA 0,1 1,3 0,4 5,5 Tamat D1/D2/D3/PT 0,1 1,3 0,3 4,1 Pekerjaan Tidak bekerja 0,1 1,0 0,6 5,6 Pegawai 0,2 1,1 0,3 4,3 Wiraswasta 0,1 2,0 0,4 4,6 Petani/Nelayan/Buruh 0,0 1,3 0,5 5,6 Lainnya 1,6 0,2 4,6 Tempat Tinggal Perkotaan 0,1 1,5 0,3 5,2 Pedesaan 0,0 1,2 0,6 5,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,2 1,5 0,7 6,2

Menengah Bawah 1,6 0,3 5,7 Menengah 0,1 1,5 0,5 5,6 Menengah Atas 0,0 1,2 0,3 4,8 Teratas 0,0 1,1 0,4 4,5

Page 100: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

66

Tabel 3.4.11 Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program dan penderita malaria

yang mengobati sendiri menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Pengobatan penyakit malaria Minum obat anti malaria

dengan/ tanpa gejala khas malaria

Mendapatkan obat ACT program

Mendapatkan obat dalam 24 jam

pertama

Minum obat selama 3

hari

Kulon Progo 63,4 33,8 62,8 0,6

Bantul 6,8 100,0 100,0 0,3

Gunung Kidul 2,0

0,3

Sleman

0,3

Kota Yogyakarta 15,0 100,0 100,0 1,0

Yogyakarta 11,6 51,6 71,0 0,4

Tabel 3.4.12

Proporsi penderita malaria yang diobati dengan pengobatan sesuai program dan penderita malaria yang mengobati sendiri menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Pengobatan penyakit malaria

Mendapatkan obat ACT program

Mendapatkan obat dalam 24 jam pertama

Minum obat selama 3 hari

Kelompok umur (tahun)

<14

15-24 6,3

100,0

25-34 31,8 32,7 55,6

35-44

45-54 38,3 73,9 73,9

55-64 3,4 100,0 100,0

65-74

≥75

Jenis Kelamin

Laki-laki 17,0 54,2 64,5

Perempuan 5,6 43,0 92,6

Pendidikan

Tidak sekolah

Tidak tamat SD

Tamat SD 16,9 53,8 71,2

Tamat SMP 21,9 42,2 100,0

Tamat SMA 5,3

Tamat D1/D2/D3/PT 35,0 82,5 82,5

Pekerjaan

Tidak bekerja 3,3 12,0 100,0

Pegawai 3,7

Wiraswasta 19,2 91,6 91,6

Petani/Nelayan/Buruh 27,2 50,0 62,7

Lainnya

Tempat Tinggal

Perkotaan 5,5 78,1 78,1

Pedesaan 19,2 42,2 68,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 20,0 26,0 96,1

Menengah Bawah

Menengah 5,1

Menengah Atas 15,4 100,0 47,1 Teratas 13,6 82,5 82,5

Page 101: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

67

3.5 Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang dan perkembangan yang umumnya lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma, penyakit paru obstruksi kronis) dan diabetes (DM)

Tujuan Riskesdas 2013 dalam bidang PTM adalah untuk memperoleh gambaran penduduk dengan penyakit tidak menular. Data penyakit tidak menular didapat melalui pertanyaan/wawancara responden tentang penyakit tidak menular yang terdiri dari: (1) asma (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) (3) kanker (4) DM (5) hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal ginjal kronis (11) batu ginjal (12) penyakit sendi/rematik. Jenis pertanyaan meliputi: besaran PTM yang didiagnosis tenaga kesehatan, besaran PTM berdasarkan keluhan/gejala tertentu yang dialami oleh responden dan onset PTM yang didiagnosis tenaga kesehatan atau yang dialami responden.

Prevalensi penyakit adalah gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis tenaga medis/ kesehatan dan kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM. Pada kanker, gagal ginjal kronis dan batu ginjal hanya berdasarkan yang terdiagnosis dokter. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, untuk penyakit paru obstruksi kronis umur > 30 tahun, untuk penyakit kencing manis/diabetes melitus, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanya pada umur ≥ 15 tahun. Riwayat penyakit ditanyakan mengenai umur mulai serangan atau tahun pertama didiagnosis, sedangkan pertanyaan gejala ditanyakan mengenai pernah atau dalam kurun waktu 1 bulan mengalami gejala. Hipertensi dinilai melalui 2 cara yaitu wawancara dan pengukuran. Untuk hipertensi wawancara, ditanyakan mengenai riwayat didiagnosis oleh nakes, dan kondisi sedang minum obat anti-hipertensi saat diwawancara. Untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dilakukan pengukuran tekanan darah/tensi menggunakan alat pengukur/tensimeter digital. Setiap responden diukur tensinya minimal 2 kali. Jika hasil pengukuran ke-dua berbeda ≥10 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ke-tiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dengan pengukuran terakhir dihitung reratanya sebagai hasil ukur tensi.

Terdapat beberapa perbedaan pertanyaan dalam kuesioner Riskesdas (RKD) 2013 dibandingkan RKD 2007. Untuk kasus asma pada RKD 2007 ditanyakan apakah pernah didiagnosis asma oleh tenaga kesehatan, kemudian untuk yang menjawab tidak, dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada mengalami gejala asma seperti sesak dengan disertai mengi, dada rasa tertekan di pagi hari atau waktu lainnya? Pada RKD 2013 pertanyaan asma berdasarkan pertanyaan yang lebih komplit, seperti sesak yang timbul bila terpapar udara dingin/rokok/debu/ infeksi/kelelahan/alergi obat/makanan, ada gejala mengi/sesak lebih berat malam hari atau menjelang pagi/ gejala hilang dengan atau tanpa pengobatan. PPOK hanya ada pada RKD 2013. Pertanyaan PPOK berdasarkan gejala meliputi sesak, batuk berdahak, dan merokok dengan Indek Brinkman ≥ 200, sesak bertambah ketika beraktifitas dan bertambah dengan meningkatnya usia. Pertanyaan kanker pada RKD 2007, apakah pernah didiagnosis tumor/kanker oleh tenaga kesehatan? Hasilnya dinilai agak bias karena pertanyaan tumor/kanker meliputi tumor jinak dan ganas. RKD 2013 menanyakan apakah pernah didiagnosis kanker oleh dokter. Jadi lebih memfokuskan pada tumor ganas/kanker. Pertanyaan tentang hipertiroid tidak ada dalam RKD 2007 namun pada RKD 2013 ditanyakan apakah pernah didiagnosis hipertiroid oleh dokter? Prevalensi yang didapat berdasar pertanyaan tentu akan lebih rendah dari kenyataan sebenarnya karena biasanya penduduk berobat ke tenaga medis setelah ada gejala dimana penyakit sebenarnya sudah berlanjut. Tekanan darah pada waktu RKD 2007 diukur dengan tensimeter digital merk Omron tipe IA2 dan pengukuran dilakukan pada lengan kanan sesuai pedoman. RKD 2013 mengggunakan tensimeter digital merk Omron tipe IA1 karena tipe IA2 diskontinu dan sesuai pedoman, diukur pada lengan kiri. Orang Indonesia umumnya menggunakan lengan kanan yang lebih banyak gerak dari pada lengan kiri dan telah diketahui hasil pengukuran lengan kanan sedikit lebih tinggi dari

Page 102: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

68

lengan kiri. Pada RKD 2007 pertanyaan penyakit jantung digabung (kongenital/jantung koroner/ gagal jantung/jantung reumatik, dll) yaitu apakah pernah didiagnosis penyakit jantung oleh tenaga kesehatan? Pada RKD 2013 pertanyaan berupa apakah pernah didiagnosis menderita penyakit jantung koroner oleh dokter? Bagi yang belum terdiagnosis dilanjutkan dengan pertanyaan gejala sesuai kriteria “Rose Quesionnaire”. Untuk penyakit gagal jantung pertanyaan yang diajukan adalah apakah pernah didiagnosis penyakit gagal jantung oleh dokter? Bagi yang belum terdiagnosis dilanjutkan dengan pertanyaan gejala terkait gagal jantung. Pada RKD 2013 juga terdapat pertanyaan apakah pernah didiagnosis penyakit gagal ginjal kronis dan batu ginjal oleh dokter? Pertanyaan untuk stroke dan rematik sama dengan tahun 2007 yaitu apakah pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan dilanjutkan dengan pertanyaan gejala terkait penyakit.

Informasi hasil analisis penyakit tidak menular (PTM) meliputi (1) asma (2) PPOK (3) kanker (4) DM (5) hipertiroid (6) hipertensi (7) jantung koroner (8) gagal jantung (9) stroke (10) gagal ginjal kronis (11) batu ginjal (12) penyakit sendi/rematik disajikan dalam bentuk tabel. Untuk beberapa penyakit, ditambahkan bentuk grafik kecenderungan 2007 dan 2013. Tabel menunjukkan prevalensi nasional dan provinsi, serta karakteristik sosiodemografi. Istilah D dalam tabel berarti telah didiagnosis tenaga kesehatan, D/G adalah hasil diagnosis ditambah gejala (yang belum terdiagnosis). Untuk kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes diberi inisial D, dan gabungan kasus hipertensi berdasarkan diagnosis nakes dengan kasus hipertensi berdasarkan riwayat sedang minum obat hipertensi sendiri diberi istilah DO (diagnosis atau minum obat sendiri), hasil berdasarkan pengukuran diberi inisial U. Kecenderungan prevalensi penyakit dalam RKD 2007 dan 2013 (DM, hipertensi, stroke, dan sendi/rematik) disajikan dalam bentuk grafik.

3.5.1 Asma

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik di jalan napas. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala asma adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk produktif terutama pada malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan. Gejala tersebut memburuk pada malam hari, adanya alergen (seperti debu, asap rokok), sedang menderita sakit seperti demam. Gejala hilang dengan atau tanpa pengobatan. Didefinisikan sebagai asma jika pernah mengalami gejala sesak napas yang terjadi pada salah satu atau lebih kondisi: terpapar udara dingin dan/atau debu dan/atau asap rokok dan/atau stres dan/atau flu atau infeksi dan/atau kelelahan dan/atau alergi obat dan/atau alergi makanan dengan disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan/atau sesak napas lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika pertama kali merasakan sesak napas saat berumur < 40 tahun.

3.5.2 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

PPOK adalah penyakit kronik saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat (semakin lama semakin memburuk), disebabkan oleh pajanan faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan. Didefinisikan sebagai ppok jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas disertai batuk berdahak dan nilai indeks brinkman ≥200. Indeks Brinkman adalah jumlah batang rokok yang diisap, dihitung sebagai lama merokok (dalam tahun) dikalikan dengan jumlah rokok yang diisap per hari.

3.5.3 Kanker

Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus bertumbuh/ bertambah, immortal (tidak dapat mati). Sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar. Diagnosis kanker maupun jenis kanker ditegakkan berdasarkan hasil wawancara terhadap pertanyaan pernah didiagnosis menderita kanker oleh dokter.

Page 103: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

69

Tabel 3.5.1 Prevalensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis, kanker menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Asma* PPOK** Kanker*** (per mil)

Kulon Progo 7,6 4,6 5,0 Bantul 8,0 3,7 2,0

Gunung Kidul 5,9 3,5 4,0

Sleman 5,4 1,5 6,0

Kota Yogyakarta 9,8 3,7 3,0

Yogyakarta 6,9 3,1 4,1

*Semua umur berdasar wawancara gejala **Usia > 30 tahun berdasar wawancara gejala ***Semua umur menurut diagnosis dokter

Tabel 3.5.1 mencakup informasi prevalensi asma, PPOK, dan kanker di Provinsi DIY masing-masing 6,9 persen, 3,1 persen, dan 4,0 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta (9,8%), diikuti Bantul (8,0%), Kulon Progo (7,6%), dan Gunung Kidul (5,9%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Kulonprogo (4,6%), diikuti Bantul dan Kota Yogyakarta masing-masing (3,7%), Gunung Kidul 3,5 persen. Prevalensi PPOK lebih rendah dari kejadian sebenarnya, karena manifestasi klinis baru terlihat ketika fungsi paru sudah menurun. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di Sleman (6,0

0/00) diikuti Kulonprogo (5,0

0/00), dan terendah Bantul

(20/00).

Page 104: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

70

Tabel 3.5.2 Prevalensi penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis dan kanker menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden Asma* PPOK** Kanker***(‰)

Kelompok Umur

< 1 Tahun 1,2

1-4 Tahun 5,3

5-14 Tahun 8,3

15-24 Tahun 11,6 2,0

25-34 Tahun 7,9 0,8

35-44 Tahun 8,1 1,6 5,0

45-54 Tahun 4,7 3,2 9,0

55-64 Tahun 2,2 4,9 14,0

65-74 Tahun 2,3 5,4 9,0

75+ Tahun 1,4 6,1 1,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki 7,0 3,4 1,0

Perempuan 6,9 2,9 7,0

Pendidikan*

Tidak Sekolah 3,9 6,3 4,0

Tidak Tamat SD 7,0 4,8 6,0

Tamat SD 6,8 3,2 3,0

Tamat SMP 7,2 2,1 2,0

Tamat SMA 8,5 1,8 5,0

Tamat D1- D3, PT 7,0 2,5 7,0

Pekerjaan**

Tidak Kerja 8,4 4,5 5,0

Pegawai 6,4 1,4 5,0

Wiraswasta 8,3 2,9 4,0

Petani/Nelayan/Buruhh 5,5 3,3 5,0

Lainnya 5,6 0,4 3,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 7,2 2,8 4,0

Perdesaan 6,3 3,7 4,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 6,8 3,8 4,0

Menengah bawah 6,3 4,0 4,0

Menengah 6,6 3,1 3,0

Menengah atas 6,9 2,6 3,0

Teratas 7,9 2,1 6,0

Dari tabel 3.5.2 terlihat prevalensi asma, PPOK, dan kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi asma pada kelompok umur 15-24 tahun tertinggi, prevalensi PPOK tertinggi pada usia 75 tahun ke atas. Prevalensi asma dan PPOK pada laki-laki cenderung lebih tinggi dari pada perempuan, kanker lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Prevalensi asma terlihat lebih tinggi di perkotaan dibanding perdesaan, PPOK lebih tinggi di perdesaan dari perkotaan, hal ini perlu dianalisis lebih lanjut mengenai faktor risiko PPOK terbanyak. Prevalensi kanker di kota dan desa sama.

Page 105: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

71

3.5.4 Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/ diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang didapat setelah dewasa. Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan > 4 kg. Didefinisikan sebagai DM jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan sering buang air kecil & jumlah banyak dan berat badan turun.

3.5.5. Penyakit Hipertiroid

Penyakit hipertiroid adalah suatu keadaan ketika fungsi kelenjar gondok (tiroid) menjadi berlebihan. Kelebihan fungsi kelenjar tersebut meningkatkan produksi hormon tiroid yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Gejala penyakit hipertiroid antara lain: jantung berdebar-debar, berkeringat banyak, penurunan berat badan, cemas, tidak tahan terhadap udara dingin, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai hipertiroid jika pernah didiagnosis hipertiroid oleh dokter.

3.5.6 Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥ 18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Mengingat pengukuran tekanan darah dilakukan pada penduduk umur ≥ 15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur 15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan informasi.

Page 106: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

72

Tabel 3.5.3

Prevalensi diabetes*, hipertiroid*, hipertensi * pada usia 15 tahun keatas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Diabetes ** Hipertiroid**

Hipertensi

Wawancara** Pengukuran

D D/G D D O U

Kulonprogo 2,3 2,7 1,0 17,3 17,4 27,3

Bantul 2,0 2,4 0,7 11,3 11,3 20,8

Gunung Kidul 2,0 2,9 1,0 16,7 16,7 33,5

Sleman 3,1 3,3 0,3 9,9 10,0 23,7

Kota yogyakarta 3,4 4,2 1,1 13,2 13,7 27,7

Yogyakarta 2,6 3,0 0,7 12,8 12,9 25,7

*Usia > 15 tahun **Berdasar wawancara

Dari tabel 3.5.3 terlihat prevalensi diabetes dan hipertiroid di DIY berdasar wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 2,6 persen dan 0,7 persen. DM terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 3,0 persen. Prevalensi diabetes dan Hipertensi yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta. Prevalensi hipertensi di DIY yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,7 persen, tertinggi di Kota Yogyakarta (27,7%).

Dari tabel 3.5.4 terlihat prevalensi diabetes melitus berdasar diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun, mungkin pada kelompok ini banyak yang telah meninggal. Prevalensi hipertiroid cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan menetap mulai umur ≥ 45 tahun. Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM, dan hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan status ekonomi dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi.

Page 107: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

73

Tabel 3.5.4 Prevalensi diabetes*, hipertiroid*, hipertensi* menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Diabetes ** Hipertiroid**

Hipertensi

Wawancara** Pengukuran

D D/G D D D/O U

Kelompok Umur

15-24 Tahun 0,1 0,6 0,3 2,6 2,6 5,6 25-34 Tahun 0,5 1,1 0,7 4,4 4,4 10,7

35-44 Tahun 1,4 1,6 0,9 8,9 8,9 21,3

45-54 Tahun 5,1 5,4 1,0 15,6 15,9 31,6

55-64 Tahun 6,0 6,2 0,6 24,2 24,3 43,8

65-74 Tahun 6,3 6,8 0,9 31,0 31,5 56,4

75+ Tahun 4,1 5,4 0,9 33,5 33,7 64,8

Jenis Kelamin

Laki-Laki 2,3 2,7 0,2 8,4 8,5 22,9

Perempuan 2,8 3,3 1,2 17,0 17,1 28,3

Pendidikan* Tidak Sekolah 2,0 2,6 0,7 31,3 31,4 53,1

Tidak Tamat SD 2,8 3,9 0,5 20,7 21,0 38,7

Tamat SD 2,8 3,4 0,7 15,9 15,9 31,7

Tamat SMP 1,8 2,1 0,7 10,1 10,1 21,8 Tamat SMA 1,8 2,3 0,6 6,9 7,0 15,1

Tamat PT 5,5 5,6 1,3 10,3 10,5 24,3

Pekerjaan** Tidak Kerja 3,0 3,6 0,7 14,6 14,9 26,5

Pegawai 3,5 3,7 1,3 7,7 7,9 20,2 Wiraswasta 3,1 3,5 0,7 13,6 13,6 24,1

Petani/Nelayan/Buruh 1,2 1,6 0,5 13,4 13,4 28,3 Lainnya 2,8 4,2 0,5 13,1 13,2 29,9

Tempat Tinggal

Perkotaan 2,8 3,2 0,7 11,3 11,4 23,8

Perdesaan 2,0 2,6 0,8 15,7 15,8 29,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 1,2 1,8 0,8 14,8 14,8 30,6

Menengah bawah 1,3 1,8 0,4 16,0 16,0 28,7

Menengah 1,6 1,9 0,5 10,5 10,6 22,6

Menengah atas 3,6 4,1 0,7 11,1 11,2 24,7

Teratas 4,5 4,9 1,1 12,4 12,6 23,5 *Usia > 15 tahun**Berdasar wawancara

2.6.7 Penyakit Jantung

Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Responden biasanya mengetahui penyakit jantung yang diderita sebagai penyakit jantung saja. Cara membedakannya dengan menanyakan gejala yang dialami responden.

Page 108: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

74

2.6.7.1 Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman didada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh.

2.6.7.2 Penyakit Gagal Jantung

Gagal Jantung / Payah Jantung (Fungsi jantung lemah) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh yang ditandai dengan sesak nafas pada saat beraktifitas dan/atau saat tidur terlentang tanpa bantal, dan/atau tungkai bawah membengkak.

2.6.8 Stroke

Stroke adalah penyakit pada otak yang berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan/atau global. Munculnya mendadak, progresif dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan dan lain-lain.

Tabel 3.5.5 Prevalensi jantung koroner*, gagal jantung*, stroke* menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten

Jantung Koroner Gagal jantung Stroke(‰)

D D/G D/G

D D/G D/G

D D/G D/G

Kulon Progo 0,4 1,6 0,7 0,7 14,0 34,0

Bantul 0,2 0,7 0,0 0,2 7,0 11,0

Gunung Kidul 0,6 1,3 0,5 0,6 15,0 20,0

Sleman 0,7 1,0 0,2 0,3 8,0 10,0

Kota Yogyakarta 1,7 3,2 0,1 0,3 12,0 26,0

Yogyakarta 0,6 1,3 0,2 0,4 10,0 17,0

*Usia > 15 tahun

Tabel 3.5.5 menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasar wawancara terdiagnosis dokter di DIY sebesar 0,6 persen, dan berdasar terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 1,3 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter maupun menurut diagnosis dan gejala tertinggi di Kota Yogyakarta (1,7% dan 3,2%). Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di DIY sebesar 0,2 persen, dan yang terdiagnosis dokter dan gejala sebesar 0,4 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter maupun diagnosis dokter dan gejala tertinggi Kulonprogo (0,7%),

Prevalensi stroke di DIY berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 10,0 permil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala sebesar 17,0 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Gunung Kidul (15,0‰).

Page 109: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

75

Tabel 3.5.6 Prevalensi jantung koroner, gagal jantung, stroke menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta2013

Karakteristik Jantung Koroner Gagal jantung Stroke(‰)

D D/G

D/G

D D/G

D/G

D D/G

D/G

Kelompok Umur

15-24 Tahun 0,0 0,7 2,0

25-34 Tahun 0,1 1,0 0,0 0,0 3,0

35-44 Tahun 0,3 0,9 0,3 0,5 3,0 8,0

45-54 Tahun 1,2 1,8 0,2 0,4 10,0 16,0

55-64 Tahun 1,1 1,8 0,8 0,9 30,0 37,0

65-74 Tahun 1,9 2,2 0,7 1,0 37,0 59,0

75+ Tahun 2,1 3,3 0,5 0,5 45,0 70,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki 0,6 1,1 0,2 0,4 11,0 18,0

Perempuan 0,7 1,5 0,2 0,3 10,0 16,0

Pendidikan

Tidak Sekolah 1,0 1,8 0,7 0,9 29,0 44,0

Tidak Tamat SD 0,8 1,3 0,5 0,8 14,0 21,0

Tamat SD 0,5 1,6 0,2 0,2 11,0 21,0

Tamat SMP 0,5 1,1 0,1 0,2 6,0 9,0

Tamat SMA 0,5 1,1 0,3 0,3 5,0 9,0

Tamat PT 1,3 1,4 0,0 0,5 16,0 24,0

Pekerjaan

Tidak Kerja 0,9 1,7 0,3 0,4 17,0 26,0

Pegawai 0,8 0,8 0,1 0,1 6,0 9,0

Wiraswasta 0,4 1,2 0,1 0,5 5,0 9,0

Petani/Nelayan/Buruh 0,4 1,3 0,4 0,4 7,0 14,0

Lainnya 0,1 1,0 0,2 0,3 18,0 22,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,7 1,4 0,1 0,3 9,0 14,0

Perdesaan 0,5 1,2 0,5 0,6 14,0 24,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,2 1,0 0,2 0,3 11,0 21,0

Menengah bawah 0,3 1,1 0,3 0,3 9,0 15,0

Menengah 0,7 1,4 0,4 0,5 7,0 14,0

Menengah atas 0,8 1,3 0,2 0,4 10,0 17,0

Teratas 1,0 1,7 0,1 0,1 14,0 18,0

Tabel 3.5.6 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis dokter & gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur75+ tahun yaitu 2,1 persen. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter dan gejala lebih tinggi pada perempuan (0,7 dan 1,5). Prevalensi PJK berdasarkan diagnosis dokter lebih tinggi pada masyarakat lulusan PT, kemudian disusul pada masyarakat yang tidak bersekolah. Berdasar PJK terdiagnosis dokter dan diagnosis dokter dan gejala prevalensi lebih tinggi diperkotaan.

Page 110: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

76

Prevalensi penyakit gagal jantung tertinggi pada umur 55-64 tahun (0,8%), demikian juga ntuk yang terdiagnosis dokter dan gejala tertinggi pada umur 55-64 tahun (0,9%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi sama antaraperempuandan laki-laki (0,2%), berdasar didiagnosis dokter dan gejala prevalensi lebih tinggi laki-laki dibanding perempuan. Berdasarkan daerah tempat tinggal, prevalensi gagal jantung di pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan.

Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes, maupun yang didiagnosis nakes dan gejala, mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur, dan tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (45,00‰ dan 70,0‰). Prevalensi penyakit stroke yang terdiagnosis nakes maupun terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan.

Prevalensi stroke tertinggi pada masyarakat yang tidak sekolah baik yang didiagnosis nakes (29,0‰) maupun diagnosis nakes dan gejala(44,0‰) Prevalensi stroke di desa lebih tinggi dari di kota. Prevalensi tertinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik yang didiagnosis nakes maupun yang didiagnosis nakes dan gejala.

3.5.9 Penyakit ginjal

Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul akibat berbagai faktor, misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit metabolik atau degeneratif, dan lain-lain. Kelainan tersebut dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Pasien mungkin merasa nyeri, mengalami gangguan berkemih, dan lain-lain. Terkadang pasien penyakit ginjal tidak merasakan gejala sama sekali. Pada keadaan terburuk, pasien dapat terancam nyawanya jika tidak menjalani hemodialisis (cuci darah) berkala atau transplantasi ginjal untuk menggantikan organ ginjalnya yang telah rusak parah. Di Indonesia, penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai antara lain adalah penyakit gagal ginjal dan batu ginjal. Didefinisikan sebagai gagal ginjal kronis jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal ginjal kronis (minimal sakit selama 3 bulan berturut-turut) oleh dokter. Didefinisikan sebagai penyakit batu ginjal jika pernah didiagnosis mengalami penyakit batu ginjal oleh dokter.

3.5.10 Penyakit sendi/ rematik/ encok

Penyakit sendi/rematik/encok adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik pada sendi-sendi tubuh. Gejala klinik penyakit sendi/ rematik berupa gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan, merah, dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan/kecelakaan dan berlangsung kronis. Gangguan terutama muncul pada waktu pagi hari. Didefinisikan sebagai penyakit sendi/rematik/encok jika pernah didiagnosis menderita penyakit sendi/rematik/encok oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau ketika bangun tidur pagi hari pernah menderita salah satu gejala: sakit/nyeri atau merah atau kaku atau bengkak di persendian yang timbul bukan karena kecelakaan.

Page 111: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

77

Tabel 3.5.7 Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, penyakit batu ginjal, penyakit sendi

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota GGK Batu Ginjal Penyakit Sendi*

D D D D/G

Kulonprogo 0,3 1,8 6,9 32,3

Bantul 0,2 0,9 3,7 22,8

Gunung Kidul 0,5 1,5 11,5 37,5

Sleman 0,1 0,8 2,9 9,3

Kota Yogyakarta 0,5 2,2 6,2 25,6

Yogyakarta 0,3 1,2 5,6 22,7

*Usia > 15 tahun, hasil wawancara

Tabel 3.5.7 menunjukkan prevalensi gagal ginjal kronis berdasar didiagnosis dokter di DIY sebesar 0,3 persen. Prevalensi tertinggi di Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta sebesar 0,5 persen, terendah di Kabupaten Sleman sebesar 0,1 persen.

Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di DIY sebesar 1,2 persen. Prevalensi tertinggi di Kota Yogyakarta (2,2%), diikuti Kulonprogo (1,8%), Gunung Kidul (1,5%), Bantul (0,9%) dan terendah Kabupaten Sleman (0,8%).

Prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis nakes di DIY 5,6 persen dan berdasar diagnosis dan gejala 22,7 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Gunung Kidul (11,5%), dan terendah di Kabupaten Sleman (2,9%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul (37,5%), terendah di Kabupaten Sleman.

Page 112: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

78

Tabel 3.5.8 Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, penyakit batu ginjal, penyakit sendi menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik GGK Batu Ginjal Penyakit Sendi*

D D D D/G

Umur

15-24 Tahun 0,2 0,6 1,1 9,8

25-34 Tahun 0,2 0,9 2,1 14,0

35-44 Tahun 0,2 1,0 5,1 21,1

45-54 Tahun 0,2 1,8 6,1 28,4

55-64 Tahun 0,6 2,6 11,2 36,2

65-74 Tahun 0,5 1,1 14,0 39,8

75+ Tahun 0,3 1,3 15,1 45,4

Jenis Kelamin

Laki-Laki 0,4 1,8 4,3 19,3

Perempuan 0,1 0,7 6,8 26,0

Pendidikan

Tidak Sekolah 0,2 0,5 15,6 44,4

Tidak Tamat SD 0,3 1,7 11,3 34,3

Tamat SD 0,4 1,3 8,5 32,1

Tamat SMP 0,4 0,6 3,6 18,8

Tamat SMA 0,2 1,0 2,5 15,8

Tamat PT 0,0 2,7 2,2 11,0

Pekerjaan

Tidak Kerja 0,3 0,6 5,4 20,4

Pegawai 0,2 2,4 2,3 11,2

Wiraswasta 0,5 1,4 6,4 25,7

Petani/Nelayan/Buruh 0,2 1,2 7,4 30,6

Lainnya 0,5 5,5 20,7

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,2 1,2 4,0 18,2

Perdesaan 0,4 1,4 8,9 31,6

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,7 1,3 8,7 34,8

Menengah bawah 0,2 0,8 6,9 27,4

Menengah 0,1 0,6 5,0 21,0

Menengah atas 0,3 1,2 4,4 19,5

Teratas 0,2 2,3 4,0 14,9

Tabel 3.5.8 menunjukkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronis berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter tertinggi di kelompok usia 55-64 tahun, dan menurun sampai kelompok umur ≥75 tahun. Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan, prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perdesaan dibanding masyarakat perkotaan. Prevalensi tertinggi pada kelompok pendidikan pada kelompok pendidikan tamat SD dan tamat SLTP, dan terendah pada tamat PT.

Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya umur sampai kelompok usia 55-64 tahun, menurun pada kelompok umur 65-74 tahun dan meningkat sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun.

Page 113: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

79

Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (1,8%) dibanding perempuan (0,7%). Prevalensi tertinggi pada masyarakat dengan pendidikan tamat PT (2,7 ).

Prevalensi penyakit sendi berdasarkan wawancara yang didiagnosis nakes meningkat seiring dengan bertambahnya umur, demikian juga yang didiagnosis nakes dan gejala. Prevalensi tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (15,1% dan 45,4%). Prevalensi yang didiagnosis nakes lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki, demikian juga yang didiagnosis nakes dan gejala pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki.

3.6.Cedera

Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya (WHO, 2004). Kasus cedera diperoleh berdasarkan wawancara. Cedera yang ditanyakan adalah peristiwa yang dialami responden selama 12 bulan terakhir untuk semua umur. Yang dimaksud dengan cedera dalam Riskesdas adalah kejadian atau peristiwa yang mengalami cedera yang menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu. Untuk kasus cedera yang kejadiannya lebih dari 1 kali dalam 12 bulan, kasus cedera yang ditanyakan adalah cedera yang paling parah menurut pengakuan responden. Jumlah data yang dianalisis seluruhnya 8.334 orang untuk semua umur. Adapun responden yang pernah mengalami cedera 866 orang dan tidak cedera 7.468 orang. Responden yang mengalami cedera akibat kecelakaan transportasi sepeda motor sebanyak 505 orang. Khusus untuk analisis pemakaian helm diseleksi hanya pada kelompok umur 1 tahun keatas yang jumlahnya sekitar 505 orang. Skema jumlah data yang dianalisis sebagai berikut :

Jumlah total responden (semua umur) 8.334

Cedera 866

Tidak cedera 7.468

Penyebab cedera Transportasi sepeda motor

505

Penyebab lain 361

Umur < 1 tahun 0

Umur ≥ 1 tahun 505

Perilaku pakai helm 337

Page 114: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

80

3.6.1. Prevalensi cedera dan penyebabnya

Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab yang disengaja (intentional injury), penyebab yang tidak disengaja (unintentional injury) dan penyebab yang tidak bisa ditentukan (undeterminated intent) (WHO, 2004). Penyebab cedera yang disengaja meliputi bunuh diri, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti dipukul orang tua/suami/istri/anak, penyerangan, tindakan kekerasan/pelecehan dan lain-lain. Penyebab cedera yang tidak disengaja antara lain : terbakar/ tersiram air panas/bahan kimia, jatuh dari ketinggian, digigit/diserang binatang, kecelakaan transportasi darat/laut/udara, kecelakaan akibat kerja, terluka karena benda tajam/tumpul/mesin, kejatuhan benda, keracunan, bencana alam, radiasi, terbakar dan lainnya. Penyebab cedera yang tidak dapat ditentukan (undeterminated intent) yaitu penyebab cedera yang sulit untuk dimasukkan kedalam kelompok penyebab yang disengaja atau tidak disengaja. Penyebab cedera yang dituliskan dalam laporan ini adalah penyebab yang tidak disengaja. Prevalensi dan proporsi cedera menurut provinsi disajikan pada tabel 3.6.1.

Tabel 3.6.1 Prevalensi cedera dan penyebab menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Prevalensi Cedera

Penyebab cedera

Sepeda motor

Trans darat lain

Jatuh Benda tajam/ tumpul

Ter- bakar

Gigitan hewan

Ke- jatuhan

Ke- racunan

Lainnya

Kulon Progo 10,76 40,1 8,8 39,7 7,0 0,7 3,1 0,6

Bantul 10,92 43,2 14,8 35,1 5,0 0,5 1,3

Gunung Kidul 15,55 34,7 7,4 50,3 6,0 0,6 0,9 0,1

Sleman 12,14 33,7 9,6 41,7 3,6 1,1 7,5 2,6 0,2

Kota Yogyakarta 12,37 55,0 6,7 32,6 2,8 0,3 1,8 0,9

Yogyakarta 12,35 39,2 9,9 41,0 4,7 0,7 2,6 1,7 0,2

Prevalensi cedera Provinsi DIY adalah 12,35 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Gunung Kidul (15,55 persen) dan terendah di Kabupaten Kulon Progo (10,76 persen). Prevalensi cedera seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi DIY melebihi angka Nasional (8,2 persen). Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (41,0 %) dan kecelakaan sepeda motor (39,2 %). Adapun penyebab cedera lain yang mempunyai angka proporsi lebih dari 0 meliputi transportasi darat lain (9,9 %), terkena benda tajam/tumpul (4,7 %), gigitan hewan (2,6 %) dan kejatuhan (1,7 %). Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan proporsinya kecil (dibawah 0). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan pada Kota Yogyakarta (55,0 %) dan terendah di Kabupaten Sleman (33,7 %). Adapun untuk transportasi darat lain proporsi tertinggi terdapat di Kabupaten Bantul (14,8 %) dan terendah ditemukan di Kabupaten Gunung Kidul (7,4 %). Proporsi jatuh tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul (50,3 %) dan terendah di Kota Yogyakarta (32,6 %). Proporsi tertinggi terkena benda tajam/tumpul terdapat di Kabupaten Kulon Progo (7,0 %) dan terendah di Kota Yogyakarta (2,8 %). Penyebab cedera karena terbakar ditemukan proporsi tertinggi di Kabupaten Sleman (1,1 %) dan terendah di Kota Yogyakarta (0,3 %). Untuk penyebab cedera karena gigitan hewan tertinggi terdapat di Kabupaten Sleman (7,5 %) disusul Kabupaten Gunung Kidul (0,9 %), sedangkan tiga Kabupaten/Kota yang lain tidak dilaporkan ada kasus. Proporsi kejatuhan tertinggi ditemukan diKabupaten Kulon Progo (3,1 %) dan terendah di Kabupaten Gunung Kidul (0,1 %). Proporsi penyebab cedera karena keracunan tidak dilaporkan ada kasus.

Tabel 3.6.2

Page 115: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

81

Prevalensi cedera dan penyebabnya menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Cedera

Penyebab Cedera

Sepeda motor

Trans darat lain

Jatuh Benda tajam/ tumpul

Ter- bakar

Gigitan Hewan

Kejatuhan

Kelompok umur (thn)

< 1 3,6 100,0

1 – 4 13,7 11,9 8,6 74,6 3,3 0,6 0,9

5 – 14 18,1 16,9 21,6 51,0 5,3 0,1 2,6 2,5

15 – 24 18,6 65,5 6,4 20,6 3,1 1,9 0,8 1,3

25 – 34 10,2 58,7 2,9 32,3 2,4 3,5 0,2

35 – 44 7,9 47,9 4,8 33,6 6,6 1,3 2,1 3,7

45 – 54 8,9 39,8 7,8 37,2 9,5 0,6 3,7 0,7

55 – 64 9,4 26,9 7,2 45,1 7,7 8,0 4,1

65 – 74 9,0 15,5 11,8 69,1 0,9 2,3

75+ 11,4 4,2 7,2 79,0 4,8 4,8

Jenis Kelamin

Laki-laki 13,9 40,3 10,9 36,6 6,2 0,9 2,8 2,0

Perempuan 10,9 37,8 8,5 46,5 2,9 0,6 2,3 1,3

Pendidikan

Tidak sekolah 12,6 14,3 9,8 61,6 5,3 1,8 3,1 4,1

Tidak tamat SD/MI 13,7 19,7 17,3 50,9 7,3 0,3 3,7 0,6 Tamat SD/MI 11,6 32,7 12,5 42,2 5,2 4,6 2,7 Tamat SMP/MTS 14,6 52,5 8,4 30,7 3,2 0,8 3,5 0,4 Tamat SMA/MA 11,9 61,9 5,1 24,0 4,9 0,8 0,8 2,2 Tamat Diploma/PT 9,1 51,5 3,1 36,8 3,6 2,3 1,4 1,5

Status pekerjaan

Tidak bekerja 14,5 40,6 12,1 37,7 3,7 1,2 2,6 2,0 Pegawai 11,8 57,1 6,4 31,1 2,4 0,1 1,0 1,6 Wiraswasta 9,4 57,6 6,8 26,9 7,7 0,8 0,0 Petani/nelayan/ buruh 9,6 39,8 4,4 41,0 6,7 0,9 4,5 2,4 Lainnya 13,4 61,5 2,0 24,9 8,7 2,9

Tempat tinggal

Perkotaan 12,1 39,4 11,1 38,5 4,1 1,1 3,5 2,1 Perdesaan 12,9 38,9 7,5 45,7 6,0 0,1 0,7 0,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 13,2 30,7 9,6 52,2 2,3 0,3 2,4 2,2 Menengah bawah 12,4 40,8 9,6 37,5 4,8 0,8 4,8 1,7 Menengah 12,4 42,2 9,9 37,4 6,2 1,3 1,2 1,7 Menengah atas 13,6 41,5 8,4 39,6 7,2 0,1 1,6 1,2 Teratas 10,4 38,4 12,2 41,0 1,8 1,2 3,1 1,7

Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun (18,6 %), laki-laki (13,9 %), pendidikan tamat SMP/MTS (14,6 %), yang tidak bekerja (14,5 %),

Page 116: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

82

bertempat tinggal di perkotaan (12,9 %) dan pada terbawa (12,2 %) dan pada Indeks kuintil menengah atas (13,6 %). Ditinjau dari penyebab cederanya, proporsi tertinggi adalah cedera karena jatuh (100 %) pada kelompok umur <1 tahun, perempuan (46,5 %), tidak sekolah (61,6 %), petani/nelayan/buruh (41,0 %), tinggal di perdesaan (45,7 %) dan Kuintil terbawah (52,2 %). Selain itu penyebab cedera karena kecelakaan sepeda motor menempati peringkat kedua menunjukkan proporsi tertinggi yaitu 65,5 persen pada kelompok umur 15-24 tahun, laki-laki (40,3 %), tingkat pendidikan tamat SMA/MA (61,9 %), bekerja sebagai wiraswastawan (57,6 %), tinggal di perkotaan (39,4 %) dan Kuintil teratas (42,2 %). Sedangkan penyebab cedera transportasi darat lain proporsi tertinggi didapatkan pada umur 5-14 tahun (21,6 %), laki-laki (10,9 %), tidak tamat SD/MI (17,3 %), tidak bekerja (12,1 %) dan bertempat tinggal di perkotaan (11,1 %) dan kuintil teratas masing-masing (12,2 %).

3.6.2. Jenis Cedera

Jenis cedera merupakan jenis atau macam luka akibat trauma yang telah dialami yang dapat menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari. Seseorang yang cedera bisa mengalami minimal 1 jenis (multiple injuries). Gambaran proporsi jenis cedera yang diallami penduduk menurut Kabupaten/Kota disajikan pada Tabel 3.6.3

Tabel 3.6.3

Proporsi jenis cedera menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis Cedera

Lecet/ Memar

Luka robek

Patah Tulang

Terkilir Anggota Tubuh

terputus

Cedera Mata

Gegar otak

Lainnya

Kulon Progo 72,1 14,3 5,3 25,4 1,1 1,4 5,3

Bantul 72,6 16,3 5,9 24,7 0,7 0,7 0,2 3,4

Gunung Kidul 71,4 16,8 2,4 23,1 0,3 0,9 3,3

Sleman 75,4 11,3 4,9 21,9 0,0 1,4

Kota Yogyakarta 77,6 16,1 7,0 29,9 1,2 3,3

Yogyakarta 73,7 14,6 4,8 24,1 0,2 0,3 0,5 2,9

Persentase jenis cedera di DIY didominasi oleh luka lecet/memar sebesar 73,7 persen, terbanyak terdapat di Kota Yogyakarta 77,6 persen dan yang terendah di Kabupaten Gunung Kidul yaitu 71,4 persen. Jenis cedera terbanyak ke dua adalah terkilir, rata-rata di DIY 24,1 persen. Ditemukan terkilir terbanyak di Kota Yogyakarta sebesar 29,9 persen. Luka robek menduduki urutan ketiga jenis cedera terbanyak, jenis luka ini tertinggi ditemukan di Kabupaten Gunung Kidul sekitar 16,8 persen jauh dibawah angka Nasional yaitu 23,2 persen dan terendah di Kabupaten Sleman 11,3 persen. Jenis cedera lainnya persentasenya kecil, patah tulang 4,8 persen, anggota tubuh terputus 0,2 persen, cedera mata 0,3 persen dan geger otak 0,5 persen.

Adapun untuk gambaran proporsi jenis cedera menurut karakteristik responden disajikan pada Tabel 3.6.4

Page 117: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

83

Tabel 3.6.4 Proporsi jenis cedera menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Jenis Cedera

Lecet/ Memar

Luka robek

Patah Tulang

Terkilir Anggota Tubuh

terputus

Cedera Mata

Gegar otak

Lainnya

Kelompok umur (thn)

< 1 100,0

1 – 4 83,8 14,6 1,5 4,3 2,4

5 – 14 81,0 12,0 3,0 14,5 0,6 2,0

15 – 24 81,1 18,7 5,1 21,9 0,2 0,7 4,3

25 – 34 68,6 11,9 6,5 31,5 0,9 0,2 0,8

35 – 44 64,6 17,6 3,0 35,1 0,7 0,4 0,7 2,5

45 – 54 64,7 16,5 5,2 31,7 0,6 0,9 4,9

55 – 64 60,6 12,1 8,5 28,7 2,6 0,7 2,7

65 – 74 63,2 9,2 10,0 41,1 2,8

75+ 53,7 10,1 7,0 39,6 4,5

Jenis Kelamin

Laki-laki 73,8 17,6 4,3 24,1 0,4 0,2 0,2 2,2

Perempuan 73,7 10,9 5,5 24,1 0,4 1,0 3,8

Pendidikan

Tidak sekolah 60,5 11,2 5,6 29,2 2,0 2,2

Tidak tamat SD/MI 71,1 14,7 4,2 21,4 1,1 2,2

Tamat SD/MI 71,5 16,3 4,4 26,0 0,4 0,3 4,0

Tamat SMP/MTS 79,8 14,7 4,6 21,7 0,1 1,2 4,0

Tamat SMA/MA 73,2 17,6 5,8 29,7 0,7 0,4 0,3 0,9

Tamat Diploma/PT 71,0 8,1 8,0 30,9 8,9

Status pekerjaan

Tidak bekerja 75,3 11,6 4,5 24,3 0,3 0,0 0,5 4,1

Pegawai 73,6 12,0 7,6 31,6 0,3 3,0

Wiraswasta 62,3 18,9 6,5 35,4 2,5

Petani/nelayan/ buruh 66,7 19,8 5,1 29,1 0,7 1,3 1,1 2,7

Lainnya 77,3 20,6 4,0 24,4

Tempat tinggal

Perkotaan 74,1 13,7 5,4 24,7 0,3 0,4 0,3 2,9

Perdesaan 73,1 16,3 3,6 23,0 0,2 0,1 1,0 2,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 70,6 12,1 5,0 25,7 0,4 1,1 2,2

Menengah bawah 71,9 17,6 6,1 24,2 0,6 0,2 1,4 2,3

Menengah 75,3 13,5 3,5 19,7 0,3 3,7

Menengah atas 73,4 12,7 4,4 27,8 0,2 0,3 4,3

Teratas 77,0 17,5 5,3 22,7 0,1 1,0 1,5

Page 118: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

84

Tabel 3.6.4 memberikan gambaran proporsi jenis cedera menurut karakteristik responden. Proporsi jenis luka yang menunjukkan 3 urutan proporsi tertinggi adalah luka lecet/memar, terkilir dan luka robek. Berdasarkan kelompok umur, luka robek, anggota tubuh terputus dan cedera mata menunjukkan pola atau kecenderungan yang sama yaitu pada usia <1 proporsinya rendah, meningkat di usia muda dan menurun di usia lanjut. Adapun kecenderungan proporsi yang menggambarkan pola positif yaitu semakin bertambah umur proposinya tinggi ditunjukkan pada jenis cedera patah tulang dan terkilir. Kelompok umur yang mempunyai proporsi tertinggi untuk jenis cedera lecet/memar pada umur 15-24 tahun (77,1%), luka robek pada umur 25-34 tahun (26,9%), patah tulang pada umur 70 tahun keatas (10%), terkilir pada umur 65-74 tahun (43,1%), anggota tubuh terputus pada usia produktif (25-54 tahun) sekitar 0.4 persen, cedera mata pada umur 35 – 64 tahun sekitar 0,8 persen, gegar otak pada umur 65-74 tahun (0,9%) dan jneis cedera lainnya pada umur 75 tahun keatas (3,8%). Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar proporsi jenis cedera menunjukkan angka proporsi yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, kecuali pada jenis cedera lecet/memar, terkilir dan lainnya. Adapun jika berdasarkan pada pendidikan sebagian besar proporsi jenis cedera menunjukkan pola meningkat seiring dengan kenaikan tingkat pendidikan yaitu ada kecenderungan proporsi jenis cedera meingkat sejalan dengan tingkat pendidikan semakin tinggi. Sedangkan menurut status pekerjaan, proporsi jenis cedera tidak menunjukkan pola tertentu. Berdasarkan pada tempat tinggal, proporsi jenis cedera sebagian besar menunjukkan tidak ada perbedaan antar perkotaan dan perdesaan, kecuali pada proporsi lecet/memar lebih tinggi di perkotaan dan luka robek lebih tinggi proporsinya di perdesaan. Menurut tingkat pengeluaran perkapita per bulan tampak bahwa yang menunjukkan pola yang jelas hanya pada jenis cedera yang proporsinya menunjukkan 3 angka besar dibandingkan dengan jenis cedera lainnya yaitu luka lecet, luka robek dan terkilir. Luka lecet menunjukkan pola positif dengan semakin tinggi status ekonomi semakin besar proporsi luka lecetnya, sedangkan untuk luka robek dan terkirlir sebaliknya dengan semakin tinggi status ekonominya tampak jenis lukanya semakin menurun proporsinya.

3.6.3 Tempat Terjadinya Cedera

Tempat terjadinya cedera adalah lokasi atau area dimana peristiwa atau kejadian yang mengakibatkan cedera terjadi atau disebut juga dengan istilah TKP (Tempat Kejadian Perkara). Tempat kejadian cedera hanya menginformasikan data tentang lokasi/tempat tanpa disertai keterangan aktivitas yang sedang dilakukan responden pada saat kejadin cedera di lokasi tersebut. Keterangan tempat rumah dan sekolah termasuk lingkungan sekitarnya (indoor dan outdoor). Ruang lingkup pertanian termasuk perkebunan dan sejenisnya. Gambaran tentang tempat terjadinya cedera menurut kabupaten disajikan pada Tabel 3.6.5

Tabel 3.6.5

Proporsi tempat terjadinya cedera menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Tempat terjadinya cedera

Rumah Sekolah Olah raga

Jalan raya

Tempat umum

Industri Pertanian Lainnya

Kulon Progo 42,8 4,5 3,9 39,7 1,2 2,0 5,8

Bantul 34,1 7,0 4,3 49,6 2,0 1,0 1,6 0,3

Gunung Kidul 41,6 5,0 3,4 36,7 0,8 1,0 11,5 0,1

Sleman 37,5 6,8 5,5 42,7 2,2 0,8 4,3 0,3

Kota Yogyakarta 28,8 5,0 7,4 53,6 3,8 0,2 1,2

Yogyakarta 37,2 6,0 4,8 43,8 1,9 0,9 5,1 0,3

Persentase tempat terjadinya cedera di DIY paling banyak terjadi di jalan raya sebanyak 43,8 persen, terbanyak terdapat di Kota Yogyakarta 53,6 persen dan yang terendah di Kabupaten Gunung Kidul yaitu 36,7 persen. Tempat cedera terbanyak kedua adalah di rumah, rata-rata di

Page 119: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

85

DIY 37,2 persen. Cedera di rumah terbanyak di Kabupaten Kulon Progo sebesar 42,8 persen diikuti Gunung Kidul 41,6 persen dan Sleman 37,5 persen. Sekolah menduduki peringkat ketiga persentase tempat terjadinya cedera, dengan Kabupaten Bantul menduduki tempat terbanyak 7,0 persen diikuti Kabupaten Sleman 6,8 persen, Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta 5,0 persen. Adapun untuk gambaran proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik responden disajikan pada Tabel 3.6.6

Tabel 3.6.6 Proporsi tempat terjadinya cedera menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Tempat terjadinya cedera

Rumah Sekolah Olah raga

Jalan raya

Tempat umum Industri Pertanian Lainnya

Kelompok umur (th) < 1 100,0 1 – 4 76,1 6,0 0,3 17,1 0,6 5 – 14 50,2 17,3 7,2 23,1 0,7 1,5 15 – 24 15,8 4,4 5,5 70,8 2,5 0,7 0,4 25 – 34 22,9 0,6 10,9 58,3 2,1 1,0 4,3 35 – 44 31,0 0,5 1,9 49,9 3,8 5,3 6,5 1,2 45 – 54 38,4 0,6 42,7 2,9 1,4 13,9 55 – 64 34,5 5,5 2,0 35,7 0,9 2,3 18,2 1,0 65 – 74 54,4 1,4 21,9 21,0 1,2 75+ 80,6 0,1 1,5 12,0 2,6 3,1

Jenis Kelamin Laki-laki 31,4 6,4 8,1 44,9 1,8 1,4 5,6 0,3 Perempuan 44,4 5,5 0,7 42,4 1,9 0,3 4,5 0,3

Pendidikan Tidak sekolah 63,5 5,1 5,8 12,5 2,7 0,4 10,0 Tidak tamat SD/MI 50,6 13,5 4,8 24,7 0,7 5,3 0,3 Tamat SD/MI 27,7 10,6 3,7 41,7 1,1 1,2 13,7 0,4 Tamat SMP/MTS 26,4 3,3 3,8 58,1 1,5 1,1 5,3 0,5 Tamat SMA/MA 21,2 1,9 6,6 65,2 2,5 1,9 0,6 0,1 Tamat Diploma/PT 28,1 1,6 7,4 54,7 6,0 0,9 1,3

Status pekerjaan Tidak bekerja 33,6 9,9 6,4 47,1 1,2 1,7 0,2 Pegawai 19,4 1,6 10,9 61,8 2,2 2,2 0,4 1,4 Wiraswasta 24,5 0,2 3,3 60,5 3,2 0,7 6,8 0,8 Petani/nelayan/ buruh 32,5 1,4 0,1 39,6 3,4 3,2 19,8 Lainnya 23,5 70,7 2,6 3,2

Tempat tinggal Perkotaan 35,7 6,1 5,7 46,2 2,4 0,8 2,8 0,3 Perdesaan 40,1 5,8 3,1 39,4 0,8 1,1 9,5 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 37,7 5,3 2,6 38,0 2,8 1,2 12,6 Menengah bawah 36,2 6,8 3,6 43,0 1,3 1,3 7,9 Menengah 36,9 5,8 2,8 47,2 1,8 0,9 4,5 0,0 Menengah atas 38,9 4,2 7,4 43,7 1,9 0,7 2,1 1,0 Teratas 35,9 8,3 6,7 46,0 1,7 0,6 0,5 0,3

Menurut jenis kelamin, proporsi tempat kejadian cedera mayoritas lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan kecuali di rumah dan tempat umum. Menurut status pekerjaan tampak

Page 120: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

86

proporsi tertinggi pada yang tidak bekerja, di rumah, sekolah, dan tempat olah raga. Sedangkan di jalan raya, proporsi tertinggi pada lainnya. Adapun untuk area pertanian tampak proporsi tertinggi pada status pekerjaan sebagai buruh/petani. Berdasarkan tempat tinggal, mayoritas proporsi tempat kejadian di area pertanian menunjukkan lebih tinggi pada pedesaan dibanding perkotaan.

3.7. Kesehatan Gigi dan Mulut

Survei kesehatan gigi pertama kali dilaksanakan oleh Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, selanjutnya secara periodik dilaksanakan melalui survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, SKRT 2001, SKRT 2004, Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2007, dan Riskesdas 2013. (Kristanti, 1986, SKRT,1995, WHO, 1995, SKRT,2001, Riskesdas, 2007)

Riskesdas 2013 mengumpulkan data kesehatan gigi secara komprehensif yang meliputi indikator status kesehatan gigi, indikator jangkauan pelayanan dan perilaku kesehatan gigi. Pengumpulan data melalui wawancara maupun pemeriksaan gigi dan mulut dengan jumlah sampel keseluruhan responden. Wawancara dilakukan terhadap responden semua umur. Pertanyaan perilaku ditanyakan kepada kelompok umur ≥10 tahun. Pemeriksaan gigi dan mulut dilakukan pada kelompok umur ≥12 tahun. Hasil ini dapat dibandingkan dengan Riskesdas 2007 sebagai evaluasi keberhasilan intervensi berbagai program perbaikan derajat kesehatan gigi dan mulut penduduk Indonesia. (hasil lengkap di buku Riskesdas 2013 dalam Angka) (Riskesdas, 2007)

3.7.1. Effective Medical Demand

Effective Medical Demand (EMD) didefinisikan sebagai persentase penduduk yang bermasalah dengan gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir x persentase penduduk yang menerima perawatan atau pengobatan gigi dari tenaga medis.

Tabel 3.7.1 menggambarkan proporsi penduduk dengan masalah gigi dan mulut yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi dalam 12 bulan terakhir menurut Kabupaten kota. Kota Yogyakarta mempunyai masalah gigi dan mulut yang paling tinggi (40,4 %), kemudian tertinggi kedua adalah Kabupaten Kulon Progo (37,0 %) dan yang terendah adalah Kabupaten Sleman (26,1 %) dengan masing – masing EMD 14,1 persen, 10,2 persen, dan 9,6 persen.

Tabel 3.7.1 Proporsi penduduk yang bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir sesuai effective

medical demand menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Bermasalah Gigi dan

mulut (%) Menerima perawatan dari

tenaga medis gigi (%) Effective Medical Demand

(%)

Kulon Progo 37,0 27,6 10,2 Bantul 31,2 28,8 8,9 Gunung Kidul 35,4 30,6 10,8 Sleman 26,1 36,7 9,6 Kota Yogyakarta 40,4 34,7 14,1 Yogyakarta 32,1 31,9 10,3

Tabel 3.7.2 menunjukkan proporsi penduduk dengan masalah gigi dan mulut (potential demand) menurut karakteristik. Proporsi tertinggi pada usia produktif 35 – 44 tahun sebesar 36,6 persen. Demikian pula proporsi EMD 11,5 persen. Proporsi EMD pada perempuan (11,5%) lebih tinggi dibanding laki-laki (9,0%). Proporsi EMD pada jenis pendidikan tertinggi adalah kelompok penduduk tamat PT (18,0%) dan terendah pada kelompok penduduk tidak sekolah (7,7%). Berdasarkan jenis pekerjaan, kelompok pegawaimempunyai EMD terbesar (14,3%). dan EMD tertinggi berdasarkan indeks kuintil kepemilikan adalah pada kuintil teratas (13,9%).

Page 121: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

87

Tabel 3.7.2 Proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Bermasalah gigi dan

mulut (%) Menerima perawatan dari

tenaga medis gigi (%) Effective Medical

Demand(%)

Indeks Umur (WHO)

12 25,2 20,6 5,2 15 32,4 16,6 5,4 18 34,0 30,0 10,2 35-44 36,6 31,5 11,5 45-54 36,0 33,7 12,1 55-64 30,1 30,3 9,1 65+ 17,2 28,5 4,9

Kelompok Umur

0 0,2 100,0 0,2 1-4 18,4 29,9 5,5 5-9 39,6 38,7 15,4 10-14 28,2 23,2 6,5 15-24 33,6 29,6 9,9 25-34 39,1 35,2 13,8 35-44 36,6 31,5 11,5 45-54 36,0 33,7 12,1 55-64 30,1 30,3 9,1 65+ 17,2 28,5 4,9

Jenis Kelamin

Laki-laki 31,0 29,0 9,0 Perempuan 33,1 34,6 11,5

Tempat Tinggal

Perkotaan 31,0 32,8 10,2 Perdesaan 34,4 30,3 10,4

Pendidikan Tidak Sekolah 24,7 31,1 7,7 Tidak tamat SD 34,1 29,3 9,9 Tamat SD 31,3 26,9 8,4 Tamat SLTP 34,3 26,8 9,2 Tamat SLTA 35,6 33,2 11,8 Tamat PT 36,0 50,0 18,0

Pekerjaan Tidak kerja 30,0 30,6 9,2 Pegawai 36,6 39,1 14,3 Wiraswasta 35,3 35,1 12,4 Petani/nelayan/buruh 33,7 25,5 8,6 Lainnya 33,8 29,2 9,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 29,9 26,1 7,8 Memengah bawah 33,8 25,1 8,5 Menengah 31,5 27,8 8,7 Menengah atas 34,6 32,4 11,2 Teratas 30,0 46,2 13,9

Tabel 3.7.3 memperlihatkan proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut provinsi. Proporsi penduduk yang berobat ke dokter gigi spesialis terbanyak di Kabupaten Sleman (26,3%). Responden yang berobat ke dokter gigi lebih banyak di kota Yogyakarta (68,5%),

Page 122: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

88

dan Bantul sebesar 61,7 persen. Pemanfaatan pelayanan dokter gigi terendah di Kabupaten Gunung Kidul (56,0%). Pemanfaatan pelayanan perawat gigi terbanyak di Kabupaten Gunung Kidul (10,4 persen) dan terendah di Kota Yogyakarta (3,7 persen).

Proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut karakteristik dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka.

Tabel 3.7.3 Proporsi penduduk berobat gigi berdasarkan jenis tenaga pelayanan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/kota Dokter gigi

Spesialis (%) Dokter Gigi

(%) Perawat Gigi

(%)

Paramedik lainnya

(%)

Tukang gigi (%)

Lainnya (%)

Kulon Progo 8,4 59,3 4,9 23,3 1,4 6,7 Bantul 15,8 61,7 6,9 14,7 0,1 2,9 Gunung Kidul 5,8 56,0 10,4 29,9 1,2 3,4 Sleman 26,3 58,1 8,4 6,7 2,1 10,0 Kota Yogyakarta 18,1 68,5 3,7 7,9 2,0 1,8

Yogyakarta 16,4 60,3 7,4 15,3 1,4 5,4

Setiap orang perlu menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi dengan benar untuk mencegah terjadinya karies gigi. Pertanyaan tentang perilaku menyikat gigi dalam Riskesdas 2013 bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dan waktu menyikat gigi. Definisi berperilaku benar dalam menyikat gigi adalah kebiasaan menyikat gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam. Tabel 3.7.4 menunjukkan proporsi penduduk umur ≥10 tahun sebanyak 93,6 persen penduduk menyikat gigi setiap hari, proporsi tertinggi adalah Kota Yogyakarta (97,1%) dan terendah Kabupaten Kulon Progo (88.0%)

Sebagian besar penduduk DI Yogyakarta (88,6%) menyikat gigi pada saat mandi pagi, dengan urutan tertinggi adalah Kabupaten Sleman sebesar 92,9 persen. Sebagian besar penduduk juga menyikat gigi pada saat mandi sore, yaitu sebesar 77,4 persen dengan urutan tertinggi di Kabupaten Bantul sebesar 82,5 persen, dan yang terendah di Kabupaten Gunung Kidul sebesar 71,6 persen. Kebiasaan benar menyikat gigi penduduk DI Yogyakarta hanya 3,4 persen, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta mempunyai proporsi yang sama untuk perilaku menyikat gigi dengan benar yaitu 5,0 persen, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul 2,5 persen.

Page 123: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

89

Tabel 3.7.4 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Sikat Gigi

Setiap Hari

Waktu Menyikat Gigi Menyikat

gigi dengan benar

Mandi Pagi

Mandi Sore

Sesudah Makan Pagi

Sesudah Bangun

Pagi

Sebelum Tidur

Malam

Sesudah makan siang

Mandi Pagi dan

sore

Kulon Progo 88,0 84,5 75,3 7,0 12,4 29,8 8,5 69,4 5,0 Bantul 92,7 92,2 82,5 3,5 8,6 31,4 5,8 78,6 2,5 Gunung Kidul 92,3 78,7 71,6 4,0 17,8 29,3 11,7 63,4 2,5

Sleman 95,9 92,9 78,8 6,2 6,1 37,8 4,0 76,0 3,5

Kota Yogyakarta 97,1 88,2 74,2 6,7 14,2 47,0 5,2 69,1 5,0

Yogyakarta 93,6 88,6 77,4 5,2 10,6 34,8 6,6 72,7 3,4

Tabel 3.7.5 menggambarkan proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menurut karakteristik. Menurut Kelompok umur, usia produktif (35-44 tahun) mempunyai proporsi perilaku menyikat gigi dengan benar paling tinggi (4,5%). Berdasarkan tempat tinggal, responden di perkotaan lebih banyak berperilaku menyikat gigi benar dibandingkan perdesaan. Laki-laki (2,9%) lebih rendah dibandingkan perempuan (3,8%). Demikian pula semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, maka semakin baik perilaku menyikat gigi dengan benar. Berdasarkan jenis pekerjaan, kelompok pegawai lebih banyak berperilaku menyikat gigi dengan benar.

Page 124: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

90

Tabel 3.7.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menyikat gigi setiap hari dan berperilaku benar menyikat gigi menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Waktu Menyikat Gigi

setiap hari

setiap hari saat

mandi

saat mandi pagi

saat mandi sore

setiap hari sesudah

makan pagi

setiap hari sesudah

bangun tidur pagi

setiap hari sebelum

tidur malam

setiap hari sesudah

makan siang

Berperilaku benar menyikat

gigi

Indeks Umur (WHO)

12 98,7 82,4 94,6 83,0 5,8 6,0 31,2 6,5 4,3 15 99,6 80,9 94,6 84,0 4,8 4,6 30,5 4,8 1,7 18 100,0 75,9 95,1 77,3 8,5 5,7 41,7 2,7 3,6

35-44 99,1 70,7 86,1 75,6 6,1 12,1 36,9 6,9 4,5 45-54 97,5 74,2 87,1 80,2 4,6 10,9 30,4 6,2 3,1 55-64 90,0 69,4 82,7 76,8 6,3 14,5 27,7 9,8 3,6 65+ 58,2 61,4 79,0 71,5 4,8 15,2 20,7 10,0 2,0

Kelompok Umur

10-14 98,6 81,0 96,2 82,0 4,3 4,2 27,6 5,4 2,1

15-24 99,6 75,6 93,7 78,1 5,3 7,8 42,0 5,4 2,9

25-34 98,6 71,4 88,8 76,1 4,8 11,8 41,3 5,6 3,9

35-44 99,1 70,7 86,1 75,6 6,1 12,1 36,9 6,9 4,5

45-54 97,5 74,2 87,1 80,2 4,6 10,9 30,4 6,2 3,1

55-64 90,0 69,4 82,7 76,8 6,3 14,5 27,7 9,8 3,6

65+ 58,2 61,4 79,0 71,5 4,8 15,2 20,7 10,0 2,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 93,3 71,1 88,2 76,4 5,3 9,1 28,8 6,0 2,9

Perempuan 93,9 74,3 88,9 78,4 5,1 12,1 40,6 7,1 3,8

Tempat Tinggal

Perkotaan 94,9 74,8 91,3 78,6 5,2 9,1 37,7 5,0 3,4

Perdesaan 91,1 68,5 83,0 75,0 5,3 13,7 28,8 9,8 3,3

Pendidikan

Tidak sekolah 64,2 66,4 82,8 74,9 2,3 13,8 19,3 9,9 1,1

Tidak tamat SD 89,9 74,8 87,1 80,8 3,6 10,3 24,6 6,6 1,9

Tamat SD 93,2 74,2 87,1 80,8 4,1 10,8 23,9 7,9 1,9

Tamat SLTP 97,1 74,8 89,0 78,9 4,4 10,1 30,2 5,7 2,6 Tamat SLTA 98,8 72,0 90,7 75,5 5,7 10,1 42,1 5,8 4,0

Page 125: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

91

Karakteristik

Waktu Menyikat Gigi

setiap hari

setiap hari saat

mandi

saat mandi pagi

saat mandi sore

setiap hari sesudah

makan pagi

setiap hari sesudah

bangun tidur pagi

setiap hari sebelum

tidur malam

setiap hari sesudah

makan siang

Berperilaku benar menyikat

gigi

Tamat PT 99,1 69,6 88,4 72,3 10,1 11,5 58,7 6,1 7,9

Pekerjaan

Tidak kerja 74,4 25,6 91,6 77,6 5,3 9,4 37,7 5,9 3,2

Pegawai 73,3 26,7 90,1 76,4 8,0 9,7 44,3 6,0 5,7

Wiraswasta 72,4 27,6 88,7 75,7 4,6 10,7 38,2 6,2 3,6

Petani/nelayan/buruh 71,5 28,5 83,8 80,1 3,8 11,9 22,1 8,1 2,1

Lainnya 59,2 40,8 80,4 65,7 3,9 19,7 38,5 7,4 2,0

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 85,5 69,8 83,7 77,1 4,0 13,2 23,3 9,7 2,5 Menengah bawah 90,7 73,0 87,4 78,8 4,0 10,0 24,8 7,7 2,2

Menengah 94,4 71,9 89,1 76,3 3,9 10,4 35,1 5,9 2,8

Menengah atas 97,1 75,2 90,8 79,4 5,2 11,0 36,8 5,3 2,8

Teratas 97,6 72,4 89,8 75,5 8,2 9,4 48,2 5,7 6,0

Page 126: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

92

Indeks DMF-T merupakan penjumlahan dari komponen D-T, M-T, dan F-T yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang, baik berupa Decay/D (merupakan jumlah gigi permanen yang mengalami karies dan belum diobati atau ditambal), Missing/M (jumlah gigi permanen yang dicabut atau masih berupa sisa akar), dan Filling/F adalah jumlah gigi permanen yang telah dilakukan penumpatan atau ditambal. Indeks DMF-T menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi permanen.

Tabel 3.7.6

Komponen D, M, F dan Index DMF-T menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik D-T(X) M-T(X) F-T(X) DF-T(X) DMF-T(X)

Indeks Umur (WHO) 12 1,07 0,28 0,03 0,00 1,4 15 0,91 0,12 0,11 0,00 1,1 18 0,73 0,50 0,17 0,00 1,4 35-44 1,49 4,10 0,16 0,00 5,8 45-54 1,73 7,23 0,26 0,02 9,2 55-64 1,73 11,94 0,08 0,04 13,7 65+ 1,42 17,97 0,00 0,00 19,4

Kelompok Umur 12-14 0,88 0,20 0,02 0,01 1,1 15-24 0,81 0,36 0,13 0,02 1,3 25-34 1,66 2,35 0,19 0,03 4,2 35-44 1,49 4,10 0,16 0,00 5,8 45-54 1,73 7,23 0,26 0,02 9,2 55-64 1,73 11,94 0,08 0,04 13,7 65+ 1,42 17,97 0,00 0,00 19,4

Jenis Kelamin Laki-laki 1,25 4,25 0,13 0,02 5,6 Perempuan 1,32 4,69 0,14 0,02 6,1

Pendidikan Tidak sekolah 1,46 13,31 0,00 0,00 14,8 Tidak tamat SD 1,46 6,68 0,06 0,04 8,2 Tamat SD 1,13 6,21 0,03 0,00 7,4 Tamat SLTP 1,41 2,36 0,07 0,00 3,8 Tamat SLTA 1,30 2,85 0,17 0,02 4,3 Tamat PT 1,12 3,58 0,46 0,05 5,1

Status Pekerjaan" Tidak kerja 1,06 3,14 0,10 0,02 4,3 Pegawai 1,37 3,25 0,43 0,04 5,0 Wiraswasta 1,57 4,18 0,05 0,00 5,8 Petani/nelayan/buruh 1,58 8,64 0,06 0,01 10,3 Lainnya 1,37 5,70 0,13 0,00 7,2

Tempat Tinggal Perkotaan 1,00 4,20 0,17 0,01 5,4 Perdesaan 1,81 5,00 0,07 0,02 6,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 1,49 6,12 0,01 0,01 7,6 Menengah bawah 1,76 5,35 0,07 0,01 7,2 Menengah 0,96 3,96 0,10 0,02 4,9 Menengah atas 1,63 4,38 0,09 0,02 6,1 Teratas 0,93 3,61 0,29 0,02 4,8

Page 127: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

93

Tabel 3.7.7, menunjukkan indeks DMF-T menurut karakteristik. Index DMF-T meningkat seiring dengan bertambahnya umur terutama setelah usia 18 tahun yaitu sebesar 1,4 persen pada kelompok umur 12 tahun, kemudian 1,1 persen pada umur 15 tahun, 1,4 persen pada umur 18 tahun, 5,8 persen pada umur 34-44 tahun, 9,2 persen pada umur 45-54 tahun, 13,7 persen pada umur 55-64 tahun dan 19,4 persen pada umur 65 tahun keatas. Namun untuk kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi kuintil indeks, semakin rendah nilai DMF-T, hal ini terlihat pada kuintil indeks kepemilikan terbawah nilai DMF-T nya 7,6 persen sedang untuk yang teratas nilai DMF-T nya lebih rendah yaitu 4,8 persen.

3.8. DISABILITAS Instrumen untuk data disabilitas pada Riskesdas 2013 diadaptasi dari WHODAS 2 sebagai operasionalisasi dari konsep International classification of functioning (ICF), yang terdiri dari 12 pernyataan/komponen untuk mendapatkan informasi tentang status disabilitas seseorang. Instrumen ini dapat digunakan oleh enumerator non medis. Responden untuk topik disabilitas adalah mereka yang berusia 15 tahun keatas. Data yang dikumpulkan meliputi ada tidaknya kondisi disabilitas dalam kurun waktu satu bulan sebelum survei. Terdapat lima opsi jawaban untuk responden, yaitu 1) tidak ada kesulitan, 2) sedikit kesulitan/ringan, 3) cukup mengalami kesulitan/sedang, 4) kesulitan berat, dan 5) sangat berat/tidak mampu melakukan kegiatan. Selanjutnya bagi responden dengan jawaban 2, 3, 4 atau 5 ditanyakan lama hari mengalami kesulitan, terdiri dari jumlah hari sama sekali tidak mampu melakukan aktivitas rutin dan jumlah hari masih dapat melakukan aktivitas rutin walaupun tidak optimal. Rerata hari produktif hilang menggambarkan rerata kerugian yang dialami karena disabilitas. Indikator ini dapat digunakan menghitung nilai ekonomi karena disabilitas. Rerata hari hilang merupakan rerata kerugian yang dialami penduduk dengan disabilitas. Jumlah hari produktif hilang menggambarkan total hari hilang penduduk dengan disabilitas. Jumlah hari hilang berhubungan dengan prevalensi dan rerata hari hilang.

Page 128: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

94

Tabel 3.8.1 Proporsi penduduk menurut komponen disabilitas dan tingkat kesulitan,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Komponen disabilitas Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat berat

1. Sulit untuk berdiri dalam waktu lama

92,3 3,1 2,1 1,9 0,7

2. Sulit mengerjakan kegiatan rumah tangga

94,1 2,5 1,8 1,1 0,5

3. Sulit mempelajari/mengerjakan hal-hal baru

92,4 3,2 2,0 1,6 0,7

4. Sulit berperan dalam kegiatan kemasyarakatan

94,0 2,6 1,4 1,3 0,7

5. Besar masalah kesehatan yang mempengaruhi emosi

90,3 5,5 3,0 1,0 0,3

6. Sulit memusatkan pikiran selama 10 menit

92,9 3,5 2,2 1,0 0,3

7. Sulit berjalan jarak jauh 91,5 2,6 2,1 2,7 1,2 8. Sulit membersihkan tubuh 97,4 1,3 0,6 0,4 0,3 9. Sulit mengenakan pakaian 97,6 1,4 0,5 0,3 0,3 10. Sulit /bergaul dgn orang yang

belum dikenal 96,3 2,0 0,9 0,5 0,3

11. Sulit memelihara persahabatan

96,8 1,7 0,7 0,5 0,2

12. Sulit mengerjakan pekerjaan sehari-hari

95,3 1,9 1,4 0,8 0,6

Page 129: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

95

Tabel 3.8.2 Indikator disabilitas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Prevalensi Rerata hari produktif hilang

Total Tidak

mampu Masih

mampu

Kulon Progo 17,5 10,18 0,91 9,28

Bantul 14,2 7,69 0,65 7,04

Gunung Kidul 12,0 9,14 1,78 7,36

Sleman 7,0 7,52 1,04 6,48

Kota Yogyakarta 11,4 8,47 0,55 7,92

Yogyakarta 11,5 8,4 1,0 7,5

Tabel 3.8.2 menunjukkan prevalensi disabilitas, rerata skor, rerata hari produktif hilang, dan

jumlah hari hilang. Prevalensi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta dengan disabilitas sedang

sampai sangat berat sebesar 11,5 persen bervariasi dari yang tertinggi di Kulon Progo (17,5%)

dan yang terendah di Sleman (7,0 %). Rerata skor diperoleh dari sistem skoring WHODAS2,

dengan rerata skor maksimal 100, semakin tinggi rerata skor mencerminkan semakin berat

derajat disabilitas. Rerata skor penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 8,4 persen.

Rerata skor disabilitas tertinggi dimiliki penduduk di Kulon Progo (10,18%) sedangkan yang

terendah di Sleman (7,52). Rerata hari produktif hilang adalah rerata lama hari seseorang tidak

dapat berfungsi optimal dalam satu bulan, karena disabilitas. Rata–rata penduduk Daerah

Istimewa Yogyakarta tidak dapat berfungsi optimal selama 1,0 hari. Rerata hari produktif hilang

tertinggi di Gunung Kidul (1,78 hari) dan terendah di Kota Yogyakarta (0,55 hari).

Page 130: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

96

Tabel 3.8.3 Indikator disabilitas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Tidak Bermasalah Bermasalah

Kelompok umur 15-24 tahun 92,8 7,2 25-34 tahun 91,2 8,8 35-44 tahun 92,4 7,6 45-54 tahun 91,8 8,2 55-64 tahun 88,5 11,5 65-74 tahun 74,9 25,1 75+ tahun 47,6 52,4

Jenis kelamin

Laki-laki 90,2 9,8 Perempuan 86,8 13,2

Pendidikan Tidak sekolah 69,0 31,0 Tidak Tamat SD/MI 79,0 21,0 Tamat SD/MI 86,2 13,8 Tamat SMP/MTS 91,6 8,4 Tamat SMA/MA 93,2 6,8 Tamat D1-D3/PT 93,3 6,7

Pekerjaan

Tidak berkerja 84,3 15,7 Pegawai 94,8 5,2 Wiraswasta 90,9 9,1 Petani/nelayan/buruh 88,4 11,6 Lainnya 88,7 11,3

Tempat tinggal Perkotaan 89,4 10,6 Perdesaan 86,7 13,3

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 83,6 16,4 Menengah bawah 84,9 15,1 Menengah 90,5 9,5 Menengah atas 89,8 10,2 Teratas 91,7 8,3

Page 131: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

97

3.9 KESEHATAN JIWA Indikator kesehatan jiwa penduduk Indonesia yang dinilai pada Riskesdas 2013 adalah gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan pengobatannya. Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain gangguan persepsi berupa halusinasi, ilusi, gangguan isi pikiran berupa waham dan gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta adanya tingkah laku yang aneh baik agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis, diantaranya adalah skizofrenia. Gangguan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat oleh karena besarnya produktivitas yang hilang pada pasien serta keluarga dan berdampak pada beban biaya yang besar. Gangguan ini menghabiskan biaya pengeluaran kesehatan jiwa dan juga biaya pengeluaran kesehatan yang besar. Disamping gangguan jiwa berat, Riskesdas 2013 juga melakukan penilaian gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia seperti pada Riskesdas 2007. Gangguan mental emosional adalah istilah yang sama dengan distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan jiwa berat seperti psikosis dan skizofrenia, gangguan mental emosiional adalah gangguan yang dapat dialamisemua orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil diatasi. Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang menjadi lebih serius apabila orang yang mengalaminya dapat mengatasi atau melakukan pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan kesehatan atau pergi ke petugas kesehatan. Cakupan pengobatan ditanyakan melalui kunjungan terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan termasuk dikunjungi oleh petugas kesehatan.

3.9.1. Gangguan jiwa berat

Gangguan jiwa berat dinilai melalui serangkaian pertanyaan yang ditanyakan oleh petugas wawancara kepada kepala rumah tangga atau salah seorang pengganti kepala rumah tangga. Inti pertanyaan adalah mengenai ada tidaknya anggota rumah tangga (tanpa melihat umur) yang mengalami gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) pada rumah tangga tersebut. Angka prevalensi yang diperoleh merupakan prevalensi gangguan jiwa berat seumur hidup (life time prevalence). Untuk ART yang mengalami gangguan jiwa, ditanyakan mengenai ada tidaknya riwayat pemasungan selama hidup ART tersebut. Petugas wawancara telah dilatih mengenai cara melakukan wawancara serta pengetahuan singkat mengenai ciri-ciri gangguan jiwa. Dengan pelatihan singkat tersebut, petugas wawancara diajarkan cara melakukan klarifikasi atau verifikasi terhadap jawaban yang diberikan oleh kepala rumah tangga atau wakilnya. Keterbatasan pengumpulan data dengan cara yang disebutkan di atas adalah kemungkinan adanya kasus yang tidak dilaporkan serta kemungkinan diagnosis yang kurang tepat mengenai gangguan jiwa berat. Upaya untuk mengatasi kelemahan ini dilakukan dengan cara menetapkan batasan operasional bahwa yang dinilai pada Riskesdas ini adalah gangguan jiwa berat (psikosis atau skizofrenia) yang dapat diidentifikasi oleh masyarakat umum sehingga gangguan jiwa berat yang memiliki diagnosis tertentu dan memerlukan kemampuan diagnostik tinggi misalnya diagnosis dokter spesialis jiwa akan tidak terdata pada Riskesdas 2013.

Page 132: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

98

Tabel 3.9.1 Prevalensi gangguan jiwa berat menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) (per mil)

Kulon Progo 4,67 Bantul 4,00 Gunung Kidul 2,05 Sleman 1,52 Kota Yogyakarta 2,14 Yogyakarta 2,70

Berdasarkan tabel 3.9.1, terlihat bahwa psikosis terbanyak terdapat di Kabupaten Kulon Progo (4,47

0/00) diikuti Kabupaten Bantul, sedangkan Kabupaten Sleman memiliki angka yang

terendah (1,52 0/00). Prevalensi psikosis Provinsi DIY adalah 2,7 per mil.

Tabel 3.9.2

Prevalensi gangguan jiwa berat menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia)

(per mil)

Tempat Tinggal

Perkotaan 2,4

Perdesaan 3,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 3,7

Menengah Bawah 5,3

Menengah 1,4

Menengah Atas 1,4

Teratas 2,2

Dari Tabel 3.9.2 terlihat prevalensi gangguan jiwa berat lebih banyak terjadi di daerah perdesaan dibanding daerah perkotaan. Sedangkan berdasarkan tingkat pendapatan prevalensi gangguan jiwa berat paling banyak terjadi pada kelompok pendapatan menengah bawah (5,3

0/00) diikuti

pada kelompok terbawah dan kelompok teratas.

3.9.2. Gangguan mental emosional

Di dalam kuesioner Riskesdas 2013, pertanyaaan mengenai gangguan mental emosional terdapat pada kuesioner individu F01–F20. Gangguan mental emosional dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan SRQ diberikan kepada anggota rumah tangga (ART) yang berusia ≥ 15 tahun. Ke-20 butir pertanyaan ini mempunyai pilihan jawaban “ya” dan “tidak”.Nilai batas pisah yang ditetapkan pada survei ini adalah 6 yang berarti apabila responden menjawab minimal 6 atau lebih jawaban “ya”, maka responden tersebut diindikasikan mengalami gangguan mental emosional. Nilai batas pisah tersebut sesuai penelitian uji validitas yang pernah dilakukan (Hartono, Badan Litbangkes, 1995). SRQ memiliki keterbatasan karena hanya mengungkap status emosional individu sesaat (± 30 hari) dan tidak dirancang untuk diagnostik gangguan jiwa secara spesifik.

Page 133: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

99

Dalam Riskesdas 2013 pertanyaan dibacakan petugas wawancara kepada seluruh responden. ART yang dianalisis untuk gangguan mental emosional adalah orang yang berumur ≥15 tahun. Responden yang menjawab langsung atas pertanyaan yang dibacakan petugas wawancara. Jawaban yang diberikan oleh ART yang diwakili atau didampingi oleh keluarganya tidak dianalisis pada laporan ini. Alasan ART terpaksa diwakili atau didampingi oleh keluarganya oleh karena menderita gangguan jiwa berat dengan kemampuan komunikasi sangat buruk, menderita penyakit fisik berat atau disabilitas lainnya yang menyebabkan ketidakmampuan menjawab pertanyaan yang diberikan.

Tabel 3.9.3

Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas (berdasarkan Self Reporting Questionnaire-20)* menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Mental Emosional ()

Kulon Progo 12,1

Bantul 8,3

Gunung Kidul 8,3

Sleman 5,4

Kota Yogyakarta 11,4

Yogyakarta 8,1 *Nilai Batas Pisah (Cut off Point) ≥ 6

Dari Tabel 3.9.3 terlihat prevalensi orang yang mengalami gangguan mental emosional pada penduduk usia 15 tahun keatas di Propinsi DIY adalah 8,1 persen. Terdapat 4 Kabupaten/Kota dengan prevalensi diatas angka Propinsi yaitu Kulon Progo (12,1%), Kota Yogyakarta (11,4%), Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul masing-masing 8,3 persen.

Page 134: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

100

Tabel 3.9.4 Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas

(berdasarkan Self Reporting Questionnaire-20)* menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Gangguan Mental Emosional ()

Kelompok Umur (tahun) 15 – 24 9,5 25 – 34 8,5 35 – 44 7,0 45 – 54 7,2 55 – 64 8,7 65-74 9,1 75+ 20,1

Jenis kelamin Laki-laki 6,0 Perempuan 10,3

Pendidikan Tidak Sekolah 12,0 Tidak Tamat SD 12,3 Tamat SD 8,6 Tamat SLTP 8,3 Tamat SLTA 7,5 Tamat D1-D3/PT 4,0

Pekerjaan Tidak Bekerja 10,1 Pegawai 4,5 Wiraswasta 7,6 Petani/Nelayan/buruh 8,4 Lainnya 7,9

Tempat Tinggal Perkotaan 7,8 Pedesaan 8,9

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 10,7 Menengah Bawah 9,9 Menengah 8,0 Menengah Atas 7,1 Teratas 6,0

*Nilai Batas Pisah (Cut off Point) ≥ 6

Dari Tabel 3.9.4 terlihat gangguan mental emosional berdasarkan kelompok umur terbanyak pada umur 75 keatas. Perempuan lebih banyak mengalami gangguan emosional dibanding laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah mengalami gangguan mental emosional. Responden yang tidak bekerja lebih banyak mengalami gangguan mental emosional. Prevalensi gangguan mental emosional lebih tinggi di daerah perdesaan. Sedangkan prevalensi gangguan mental emosional berdasarkan tingkat pendidikan terlihat semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah mengalami gangguan mental emosional.

Page 135: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

101

3.10 Pengetahuan, sikap dan perilaku Pengetahuan, sikap dan perilaku dikumpulkan pada penduduk kelompok umur 10 tahun atau lebih. Topik yang dikumpulkan meliputi perilaku higienis, penggunaan tembakau, aktivitas fisik, perilaku konsumsi buah, sayur, makanan berisiko (makan/minum manis, makanan asin, makanan berlemak, makanan dibakar, makanan olahan dengan pengawet, bumbu penyedap, kopi dan minuman berkafein buatan bukan kopi) dan konsumsi makanan olahan dari tepung terigu.

3.10.1 Perilaku higienis

Perilaku higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan perilaku mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban. Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor (antara lain memegang uang, binatang, berkebun), setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah menggunakan pestisida/insektisida, dan sebelum menyusui bayi. (Promkes,2011)

Tabel 3.10.1 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar dan cuci

tangan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Berperilaku benar dalam hal

BAB* Berperilaku benar dalam hal cuci

tangan**

Kulon Progo 87,2 35,7 Bantul 94,0 46,3 Gunung Kidul 90,2 55,7 Sleman 97,3 52,6 Kota Yogyakarta 99,8 53,7

Yogyakarta 94,2 49,8

*) Perilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban **) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan, setiapkali tangan kotor (antara lain memegang uang, binatang, berkebun),setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, setelah menggunakan pestisida/insektisi, sebelum menyusui bayi, dan sebelum makan.

Dari tabel 3.10.1 menunjukkan bahwa rerata perilaku BAB di jamban di DIY adalah 94,2 persen. Kabupaten/kota tertinggi adalah Kota Yogyakarta (99,8%), terendah Kabupaten Gunung Kidul (90,2%).

Proporsi perilaku cuci tangan secara benar di DIY sebesar 49,8 persen, kabupaten/kota tertinggi adalah Kabupaten Gunung Kidul (55,7%), sedangkan terendah Kulonprogo (35,7%)

Page 136: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

102

3.10.2 Penggunaan tembakau

Informasi perilaku penggunaan tembakau dalam Riskesdas tahun 2013 dibagi menjadi dua kelompok yaitu perilaku merokok dengan hisap dan perilaku penggunaan tembakau dengan mengunyah, karena efek samping yang ditimbulkan akibat merokok dengan hisap dan dengan metode kunyah berbeda. Perokok hisap menimbulkan polusi pada perokok pasif dan lingkungan sekitarnya, sedangkan kunyah tembakau hanya berdampak pada dirinya sendiri.

Tabel 3.10.2 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan kebiasaan merokok menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Perokok saat ini Tidak merokok

Perokok setiap hari

Perokok kadang-kadang

Mantan perokok

Bukan perokok

Kulon Progo 19,6 8,3 9,9 62,3 Bantul 21,1 5,7 8,5 64,8 Gunung Kidul 23,9 3,9 6,6 65,6 Sleman 19,8 6,4 10,2 63,6 Kota Yogyakarta 21,9 4,3 11,0 62,9

Yogyakarta 21,2 5,7 9,1 64,1

Berdasarkan tabel 3.10.2 rerata proporsi perokok saat ini setiap hari di DIY adalah 21,2 persen. Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kabupaten Gunung Kidul dengan perokok setiap hari sebesar 23,9 persen.

Page 137: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

103

Tabel 3.10.3 Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun berdasarkan kebiasaan merokok menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Perokok saat ini

Perokok setiap hari Perokok kadang-kadang

Kelompok umur (tahun) 10-14 0,4 0,4 15-19 15,2 9,1 20-24 23,0 7,6 25-29 29,4 5,8 30-34 28,5 6,8 35-39 24,7 7,4 40-44 22,0 6,2 45-49 26,2 5,4 50-54 27,6 4,8 55-59 23,6 4,5 60-64 21,8 4,7 65+ 16,8 4,6

Jenis kelamin

Laki-laki 43,0 11,2 Perempuan 0,2 0,4

Pendidikan

Tidak sekolah 14,6 2,1 Tidak tamat SD 13,0 4,5 Tamat SD 22,2 5,0 Tamat SMP 24,3 6,1 Tamat SMA 25,7 8,3 Tamat PT 15,2 2,9

Pekerjaan

Tidak bekerja 11,5 7,5 Pegawai 26,5 6,6 Wiraswasta 27,3 5,6 Petani/nelayan/buruh 25,8 11,4 Lain-lain 26,5 5,9

Tempat tinggal

Perkotaan 21,1 5,7 Perdesaan 21,4 5,6

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 22,3 5,5 Menengah bawah 23,5 5,7 Menengah 23,8 6,9 Menengah atas 19,9 5,3 Teratas 17,1 5,1

Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 25-29 tahun sebesar 29,4 persen, sedangkan terendah umur 10-14 tahun sebesar 0,4 persen. Proporsi perokok setiap hari pada laki-laki (43,0 %) lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (0,2 %).

Page 138: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

104

Berdasarkan jenis pekerjaan, wiraswasta adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (27,3) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun padakuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Tabel 3.10.4

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pengunyah Tembakau saat ini

Setiap hari Terkadang

Kulon Progo 3.6 7,3 Bantul 2.0 3,0 Gunung Kidul 4.1 2,4 Sleman 1.3 1,5 Kota Yogyakarta 0.6 1,0

Yogyakarta 2.2 1,2 *) Kretek,putih dan linting setiap hari)

Proporsi penduduk umur ≥ 10 tahun dengan kebiasaan mengunyah tembakau atau smokeless setiap hari di DIY sebesar 2,2 persen, proporsi pengunyah tembakau setiap hari tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul (4,1%), terkadang mengunyah tembakau tertinggi di Kabupaten Kulonprogo (7,3%).

Tabel 3.10.5 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun berdasarkan usia pertama kali merokok tiap hari

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Usia pertama kali merokok tiap hari (tahun)

3 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

15 - 19 tahun

20 - 24 tahun

25 - 29 tahun

≥ 30 tahun

Kulon Progo 0.0 1,3 13,4 36,3 24,6 12,6 11,8

Bantul 0.0 1,5 10,1 47,0 24,0 10,2 7,2

Gunung Kidul 0.0 0,9 13,8 36,2 25,6 10,4 13,1

Sleman 0.0 0,3 9,2 45,7 26,9 9,2 8,6

Kota Yogyakarta 0.0 1,5 8,1 47,0 24,8 10,3 8,3

Yogyakarta 0.0 1,0 10,7 43,2 25,4 10,2 9,5

Page 139: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

105

Tabel 3.10.6 Proporsi penduduk umur≥ 10 tahun menurutusia pertama kali merokok tiap hari berdasarkan

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Usia mulai merokok tiap hari (tahun)

3 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

15 - 19 tahun

20 - 24 tahun

25 - 29 tahun

>= 30 tahun

Kelompok umur (tahun)

10-14 0.0 0,0 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0

15-19 0.0 0,6 17,5 81,8 0,0 0,0 0,0

20-24 0.0 0,2 11,9 69,3 18,5 0,0 0,0

25-29 0.0 0,2 7,7 47,3 39,8 5,0 0,0

30-34 0.0 0,0 9,2 53,5 22,9 13,2 1,2

35-39 0.0 1,1 7,3 38,2 32,4 15,6 5,4

40-44 0.0 2,6 12,5 34,9 30,4 10,2 9,3

45-49 0.0 1,4 7,6 36,3 30,0 12,8 11,9

50-54 0.0 0,2 10,7 27,1 26,9 12,3 23,0

55-59 0.0 2,4 7,1 37,1 16,7 17,0 19,7

60-64 0.0 2,0 13,6 27,3 22,3 14,5 20,2

+65 0.0 1,2 15,3 26,7 23,6 12,1 21,0

Jenis kelamin

Laki-laki 0.0 1,0 10,8 43,4 25,4 10,2 9,2

Perempuan 0.0 0,0 4,8 21,3 17,7 8,2 47,9

Pendidikan

Tidak sekolah 0.0 3,1 21,8 29,7 16,0 9,1 20,4

Tidak tamat SD 0.0 2,0 13,0 30,9 28,4 12,7 13,0

Tamat SD 0.0 2,0 14,1 35,2 23,5 10,4 14,8

Tamat SMP 0.0 0,7 14,4 44,2 23,5 10,2 7,0

Tamat SMA 0.0 0,3 6,7 52,3 25,5 9,3 5,8

Tamat PT 0.0 0,1 2,9 41,2 36,1 11,8 7,9

Pekerjaan

Tidak bekerja 0.0 0,4 11,8 64,7 15,2 2,5 5,4

Pegawai 0.0 0,5 5,5 40,2 28,8 14,2 10,8

Wiraswasta 0.0 0,6 9,0 40,2 31,4 10,3 8,5

Petani/buruh/Nelayan 0.0 0,9 8,3 25,2 15,5 41,5 8,6

Lain-lain 0.0 3,6 6,1 42,7 34,4 5,7 7,5

Tempat tinggal

Perkotaan 0.0 0,9 9,5 45,9 25,4 9,9 8,3

Perdesaan 0.0 1,1 13,1 37,9 25,4 10,8 11,7 Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 0.0 0,6 16,4 42,3 19,0 10,2 11,5

Menengah bawah 0.0 2,3 14,0 37,8 26,6 7,5 11,7

Menengah 0.0 0,2 9,4 46,3 23,7 12,7 7,8

Menengah atas 0.0 1,6 10,5 40,7 26,6 11,3 9,3

Teratas 0.0 0,1 4,4 49,4 29,6 9,1 7,5

Page 140: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

106

Tabel 3.10.7 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut usia mulai merokok menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/kota Usia mulai merokok (tahun)

3 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

15 - 19 tahun

20 - 24 tahun

25 - 29 tahun

≥ 30 tahun

Kulon Progo 0,0 6,3 23,9 41,0 14,7 7,8 6,3

Bantul 0,0 5,9 23,2 47,3 14,7 4,6 4,4

Gunung Kidul 0,0 2,6 21,4 41,4 19,8 6,5 8,3

Sleman 0,1 3,9 23,4 50,1 13,3 5,5 3,6

Kota Yogyakarta 0,1 3,7 32,1 47,9 10,5 3,3 2,4

Yogyakarta 0,1 4,4 24,1 46,5 14,7 5,4 4,8

Page 141: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

107

Tabel 3.10.8 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut usia pertama kali merokok menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Usia Pertama Kali Merokok (tahun)

3 - 4 tahun

5 - 9 tahun

10 - 14 tahun

15 - 19 tahun

20 - 24 tahun

25 - 29 tahun

≥ 30 tahun

Kelompok umur (tahun)

10-14 0,0 22,8 77,2 0,0 0,0 0,0 0,0 15-19 0,0 4,3 41,7 53,9 0,0 0,0 0,0 20-24 0,0 6,2 29,8 55,9 8,1 0,0 0,0 25-29 0,0 4,8 23,4 57,2 13,2 1,4 0,0 30-34 0,1 3,0 25,7 55,0 11,7 4,3 0,2 35-39 0,0 3,5 21,1 45,4 20,1 7,4 2,6 40-44 0,0 4,0 19,2 46,7 17,4 6,9 5,7 45-49 0,0 5,4 16,5 47,7 18,4 5,8 6,1 50-54 0,0 3,5 19,1 37,6 21,1 9,8 8,9 55-59 0,8 3,4 14,6 45,5 15,3 8,5 11,8 60-64 0,0 6,2 19,3 33,4 17,8 11,3 11,9 65+ 0,0 2,7 24,1 25,7 22,1 10,3 15,0

Jenis kelamin

Laki-laki 0,1 4,4 24,5 46,2 14,7 5,4 4,8

Perempuan 0,0 4,8 9,1 58,5 13,8 8,1 5,7

Pendidikan

Tidak sekolah 0,0 4,8 27,0 34,0 10,5 8,5 15,2 Tidak tamat SD 0,0 4,1 20,5 36,2 20,6 8,8 9,8 Tamat SD 0,2 6,6 23,3 39,5 17,9 5,9 6,6 Tamat SLTP 0,0 3,2 29,4 43,9 13,7 5,9 3,9 Tamat SLTA 0,0 3,9 23,5 53,7 12,4 3,7 2,9 Tamat D1-D3/PT 0,1 5,1 19,1 50,7 16,2 6,3 2,4

Pekerjaan

Tidak bekerja 0,0 5,2 31,1 50,0 8,6 2,3 2,7 Pegawai 0,0 2,6 20,8 48,7 14,3 7,5 6,1 Wiraswasta 0,0 3,6 23,2 50,3 14,7 4,7 3,5 Petani/buruh/Nelayan 0,1 2,7 15,1 60,5 12,1 4,9 4,7

Lain-lain 0,4 10,4 15,4 45,8 18,2 3,0 6,9

Tempat tinggal

Perkotaan 0,0 4,5 25,1 48,3 13,7 4,6 3,9

Pedesaaan 0,2 4,3 21,9 42,7 16,8 7,2 6,8

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 0,0 3,4 25,1 45,2 12,7 6,7 6,9

Menengah bawah 0,0 6,5 25,6 40,0 17,8 4,9 5,2

Menengah 0,2 4,0 22,8 48,1 14,8 6,2 4,0

Menengah atas 0,0 5,0 26,3 44,6 14,5 4,3 5,4

Teratas 0,1 2,8 20,7 54,8 12,9 5,5 3,2

Page 142: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

108

Tabel 3.10.9 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun menurut jenis rokok yang dihisap menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Jenis rokok yang dihisap

Kretek Rokok

Putih Rokok linting Cangklong/cerutu

Kulon Progo 69,0 46,6 29,6 0,6

Bantul 77,0 23,8 13,8 0,4

Gunung Kidul 55,6 35,9 38,2 0,7

Sleman 39,2 61,1 7,5 0,5

Kota Yogyakarta 35,5 75,6 3,2 0,7

Yogyakarta 55,4 46,3 17,4 0,6

Tabel 3.10.10

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok menurut jenis rokok yang dihisap menurut karakteristik, Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Jenis rokok yang dihisap

Kretek Rokok putih Rokok linting Cangklong/Cerutu

Kelompok umur (tahun) 10-14 30,8 69,2 0,0 0,0 15-19 40,4 68,8 1,2 0,0 20-24 40,9 69,2 1,1 0,2 25-29 46,9 58,4 9,2 0,3 30-34 58,3 58,0 9,8 0,0 35-39 56,5 51,9 6,5 0,3 40-44 63,5 43,9 15,9 0,1 45-49 63,7 40,2 13,3 0,1 50-54 69,0 30,3 21,7 0,7 55-59 66,1 24,3 37,2 0,3 60-65 70,7 12,5 49,3 0,8 +65 49,2 10,5 64,6 4,0

Jenis Kelamin

Laki-laki 55,6 46,1 17,4 0,6 Perempuan 39,0 58,9 15,9 0,0

Pendidikan

Tidak sekolah 44,1 8,9 70,2 1,3 Tidak tamat SD 61,0 31,2 42,9 1,6 Tamat SD 67,5 28,0 33,0 0,8 Tamat SMP 61,4 46,3 8,6 0,2

Tamat SMA 47,3 61,5 4,6 0,4

Tamat PT 48,4 58,3 2,5 0,2

Pekerjaan

Tidak bekerja 42.7 59.4 9.1 4.4 Pegawai 46.6 60.1 1.6 0.4 Wiraswasta 59.6 49.4 9.2 0.1 Petani/Nelayan/buruh 64.3 31.5 33.1 0.5 Lain-lain 60.5 52.9 5.0 2.4

Tempat tinggal Perkotaan 52,5 50,3 10,3 0,5 Perdesaan 60,9 38,4 31,3 0,8

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 57.5 32.2 40.8 0.0 Menengah bawah 61.5 37.1 23.1 0.4 Menengah 60.2 44.1 17.3 0.7 Menengah atas 52.1 53.1 5.8 0.7 Teratas 43.5 64.4 3.9 0.8

Page 143: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

109

Tabel 3.10.11 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan perilaku merokok dalam

gedung/ruangan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Perokok merokok dalam gedung/ruangan

Ya Tidak

Kulon Progo 71.9 28.1 Bantul 75.8 24.2 Gunung Kidul 82.2 17.8 Sleman 73.3 26.7 Kota Yogyakarta 58.5 41.5

Yogyakarta 73.9 26.1

Tabel 3.10.12 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam gedung menurut karakteritik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Perokok merokok dalam gedung/ruangan

Ya Tidak

Kelompok umur (tahun) 10-14 50.1 49.9 15-19 71.0 29.0 20-24 79.9 20.1 25-29 75.3 24.7 30-34 66.9 33.1 35-39 72.9 27.1 40-44 63.5 36.5 45-49 69.5 30.5 50-54 78.4 21.6 55-59 73.3 26.7 60-64 74.3 25.7 65+ 89.4 10.6

Jenis kelamin Laki-laki 73.9 26.1 Perempuan 75.8 24.2

Pendidikan

Tidak sekolah 91.7 8.3 Tidak tamat SD 79.0 21.0 Tamat SD 80.0 20.0 Tamat SLTP 72.8 27.2 Tamat SLTA 72.6 27.4 Tamat D1-D3/PT 49.3 50.7

Pekerjaan Tidak bekerja 74.9 25.1

Pegawai 60.0 40.0 Wiraswasta 73.4 26.6 Petani/buruh/nelayan 73.4 26.6 Lain-lain 71.4 28.6

Tempat tinggal Perkotaan 78.5 28.4 Perdesaan 78.5 21.5

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 84.3 15.7 Menengah bawah 74.5 25.5 Menengah 76.7 23.3 Menengah atas 74.2 25.8 Teratas 59.9 40.1

Page 144: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

110

Tabel 3.10.13 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah

tangga menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Perokok merokok di dalam rumah bersama ART

Ya Tidak

Kulon Progo 59.5 40.5 Bantul 67.9 32.1

Gunung Kidul 80.5 19.5 Sleman 65.6 34.4 Kota Yogyakarta 50.8 49.2

Yogyakarta 66.9 33.1 Tabel 3.10.14 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah

tangga menurut karakteritik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Perokok merokok di dalam rumah bersama ART

Ya Tidak

Kelompok umur (tahun)

10-14 50.1 49.9

15-19 66.5 33.5 20-24 73.1 26.9

25-29 73.2 26.8 30-34 60.1 39.9 35-39 57.6 42.4 40-44 57.4 42.6 45-49 67.9 32.1

50-54 69.1 30.9 55-59 71.3 28.7 60-64 69.0 31.0

65+ 73.6 26.4 Jenis kelamin

Laki-laki 67.2 32.8 Perempuan 36.7 63.3

Pendidikan Tidak sekolah 81.6 18.4

Tidak tamat SD 73.2 26.8 Tamat SD 72.2 27.8 Tamat SLTP 71.7 28.3 Tamat SLTA 63.7 36.3 Tamat D1-D3/PT 38.2 61.8

Pekerjaan Tidak bekerja 74.9 25.1

Pegawai 60.0 40.0 Wiraswasta 73.4 26.6 Petani/buruh/nelayan 73.4 26.6

Lain-lain 71.4 28.6

Tempat tinggal Perkotaan 63.9 36.1 Perdesaan 72.6 27.4

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 77.3 22.7 Menengah bawah 69.2 30.8 Menengah 70.9 29.1 Menengah atas 64.7 35.3

Teratas 51.9 48.1

Page 145: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

111

Tabel 3.10.15 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun yang mempunyai kebiasaan mengunyah tembakau

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Pengunyah Tembakau saat ini

Tidak Mengunyah Tembakau

Setiap hari Kadang-kadang

Mantan Tidak Pernah

Kulon Progo 3.6 1.5 4.2 90.7 Bantul 2.0 0.9 2.0 95.0 Gunung Kidul 4.1 0.8 1.2 93.9 Sleman 1.3 1.5 1.9 95.3 Kota Yogyakarta 0.6 0.1 4.3 94.9

Yogyakarta 2.2 1.1 2.3 94.4

Page 146: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

112

Tabel 3.10.16 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun kebiasaan mengunyah tembakau menurut karateristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Pengunyah Tembakau saat ini Tidak Mengunyah Tembakau

setiap hari kadang-kadang

Mantan Tidak Pernah

Kelompok umur (tahun)

10-14 0.7 0.5 0.2 98.6 15-19 0.9 0.5 0.9 97.7 20-24 1.0 0.6 2.7 95.7 25-29 1.2 1.1 0.6 97.1 30-34 1.0 1.7 0.7 96.5 35-39 0.4 1.2 0.3 98.1 40-44 0.7 0.5 1.3 97.5 45-49 0.7 0.9 1.5 96.9 50-54 1.4 0.5 2.2 95.9 55-59 2.4 2.9 2.5 92.1 60-64 4.3 2.3 3.9 89.5

65+ 11.2 1.6 10.1 77.1 Jenis kelamin

Laki-laki 1.3 1.2 1.6 96.0 Perempuan 3.1 1.0 3.1 92.9

Pendidikan Tidak sekolah 13.0 2.5 8.8 75.8 Tidak tamat SD 2.3 0.6 4.2 92.9 Tamat SD 1.9 0.9 1.5 95.7 Tamat SLTP 1.0 1.1 0.8 97.1 Tamat SLTA 1.0 1.0 1.5 96.4 Tamat D1-D3/PT 0.4 0.9 1.9 96.8

Pekerjaan Tidak bekerja 1.4 0.6 2.2 95.8 Pegawai 0.4 1.4 1.2 97.0

Wiraswasta 1.7 1.2 1.6 95.5 Petani/nelayan/buruh 2.2 3.8 1.2 92.8 Lain-lain 2,4 1,8 1,0 94,8

Tempat tinggal Perkotaan 1,7 1,0 0,9 96,3 Perdesaan 3,3 2,1 0,9 93,6

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 5,3 3,2 1,1 90,4 Menengah bawah 2,9 1,9 1,0 94,2 Menegah 2,1 1,2 0,9 95,8 Menengah atas 1,7 1,1 0,8 96,4 Teratas 1,6 1,1 0,8 96,5

Page 147: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

113

3.10.3 Perilaku aktifitas fisik

Aktifitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Dikumpulkan data frekuensi beraktifitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Aktifitas fisik berat adalah kegiatan yag secara terus menerus melakukan kegiatan fisik minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat dengan biasanya (misalnya menimba air, mendaki gunung, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll.) selama minimal 3 hari dalam satu minggu dan total waktu beraktifitas ≥1500 METminute. METminute aktifitas fisik berat adalah lamanya waktu (menit) melakukan aktifitas dalam satu rminggu dikalikan bobot sebesar 8 kalori. Aktifitas fisik sedang apabila melakukan aktifitas fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal 5 hari atau lebih dengan total lamanya beraktifitas 150 menit dalam satu minggu. Selain dari dua kondisi tersebut termasuk dalam aktifitas fisik ringan (WHO GPAQ, 2012; WHO STEPS, 2012)

Dalam RISKESDAS 2013 ini kriteria aktifitas fisik "aktif" adalah individu yang melakukan aktifitas fisik berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria 'kurang aktif' adalah individu yang tidak melakukan aktifitas fisik baik sedang ataupun berat.

Berikut proporsi penduduk melakukan aktifitas fisik “aktif” dan “kurang aktif” pada tabel 3.10.5

Tabel 3.10.17

Proporsi penduduk umur ≥10 tahun sesuai jenis aktivitas fisik menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013

Kabupaten/Kota Aktifitas fisik

Aktif Kurang aktif

Kulon Progo 31,3 68,7 Bantul 20,1 79,9 Gunung Kidul 51,3 48,7 Sleman 20,5 79,5 Kota Yogyakarta 19,4 80,6

Yogyakarta 27,5 72,5 *) Kurang aktif adalah tidak melakukan aktifitas fisik berat maupun sedang

Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 7 2,5. Ada3 kabupaten penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada diatas rata-rata DIY, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. 3.10.4 Perilaku konsumsi buah dan sayur

Data frekuensi dan porsi asupan sayur dan buah dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk dikategorikan „cukup‟ konsumsi sayur dan/atau buah apabila makan sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan ‟kurang‟ apabila konsumsi sayur dan/atau buah kurang dari ketentuan di atas.

3.10.5 Pola konsumsi makanan Tertentu

Perilaku mengonsumsi makanan/minuman manis, asin, berlemak, dibakar/panggang, diawetkan, berkafein, dan berpenyedap adalah perilaku berisiko penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi makanan berisiko dikelompokkan sering apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu kali atau lebih setiap hari.

Page 148: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

114

Tabel 3.10.18 Proporsi penduduk umur ≥10 tahun dengan konsumsi makanan minuman tertentu menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Konsumsi Makanan ≥1 kali sehari

Manis

Asin

Berlemak

Dipanggang

Hewani berpengawet

Penyedap Kopi Kafein selain

kopi

Kelompok Umur (thn) 10-14 52,5 26,0 41,6 5,0 6,5 76,6 7,2 3,10 15-19 50,7 26,1 41,0 4,9 5,0 77,0 15,9 5,1 20-24 52,7 26,5 40,9 4,8 4,8 77,7 25,9 6,2 25-29 53,0 26,4 39,9 4,5 4,3 77,9 30,1 6,6 30-34 53,6 26,3 40,4 4,4 4,1 78,6 35,1 6,4 35-39 54,0 26,6 41,3 4,6 3,9 78,6 37,4 6,4 40-44 54,5 27,5 42,1 4,4 3,10 78,8 38,8 6,0 45-49 54,9 26,7 42,6 4,0 3,5 77,8 39,1 6,2 50-54 54,3 27,0 41,5 4,0 3,3 77,1 39,2 5,6 55-59 52,9 25,3 39,7 3,9 2,8 76,5 39,2 5,6 60-64 52,9 25,6 37,8 3,8 3,1 75,1 37,5 5,2 65 + 51,9 23,6 35,6 3,1 2,4 72,7 32,7 4,4

Jenis kelamin Laki-laki 55,8 26,3 39,4 4,7 4,4 76,4 41,9 7,3 Perempuan 50,4 26,2 41,9 4,2 4,2 78,2 16,7 4,0

Pendidikan Tidak sekolah 47,3 24,9 36,5 6,9 3,1 75,3 33,1 4,4 Tidak Tamat SD 52,1 27,4 40,5 4,9 4,6 77,8 26,5 4,7 Tamat SD 52,2 29,3 42,8 4,1 3,5 79,9 31,7 5,4 Tamat SLTP 53,5 26,4 41,6 4,1 4,3 78,6 28,4 6,0 Tamat SLTA 55,4 22,7 39,1 4,1 4,9 75,3 29,0 6,5 Tamat D1-D3/PT 55,7 21,1 36,2 4,6 5,9 66,5 24,2 5,9

Pekerjaan

Pegawai 56,8 22,5 40,2 4,0 5,2 75,1 33,6 7,0 Wiraswasta 56,7 25,3 42,8 4,1 4,4 77,5 39,1 7,4 Petani/nelayan/buruh 53,1 28,4 39,0 4,8 2,8 77,9 46,2 6,2 Lainnya 55,3 24,8 42,1 4,8 3,9 76,6 34,7 7,1

Page 149: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

115

Karakteristik

Konsumsi Makanan ≥1 kali sehari

Manis

Asin

berlemak

dipanggang

Hewani berpengawet

Penyedap Kopi Kafein selain

kopi

Tempat tinggal

Perkotaan 55,5 25,3 43,4 3,6 5,2 77,7 26,7 6,2 Perdesaan 50,6 27,2 37,8 5,3 3,3 76,9 32,0 5,1

Kuintil indeks kepemilikan Terbawah 46,3 26,9 33,6 8,1 18,7 74,1 36,9 4,8 Menengah bawah 50,8 29,2 41,6 3,8 23,6 80,0 32,7 5,3 Menengah 54,0 28,3 45,0 3,5 27,7 80,4 29,9 5,7 Menengah atas 55,8 25,2 43,3 3,8 31,9 78,8 26,8 6,0 Teratas 55,9 22,2 37,2 4,1 35,5 72,2 23,3 6,0

Page 150: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

116

Dari tabel 3.10.13 bahwa perilaku penduduk mengonsumsi makanan/minuman manis bervariasi antar kelompok umur. Konsumsi makanan/minuman manislebih banyak pada laki-laki, dan penduduk di daerah perkotaan. Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan semakin besar proporsi penduduk mengonsumsi makanan manis. Perilaku konsumsi makanan berlemak ≥1 kali per hari bervariasi antar kelompok umur demikian pula dengan tingkat pendidikan, pekerjaan dan kuintil indeks kepemilikan. Konsumsi makanan berlemak ≥1 kali per hari lebih banyak pada perempuan (41,9), dan pada penduduk di daerah perkotaan. Berdasarkan tabel 3.10.13 menurut kelompok umur terlihat bahwa perilaku konsumsi makanan asin ≥1 kali per hari cenderung bervariasi, Penduduk yang tinggal di daerah perdesaan cenderung lebih banyakmengonsumsi makanan asin. Menurut kuintil indeks kepemilikan, proporsi tertinggi pada kuintil menengah bawah dan cenderung menurun pada kuintil yang lebih tinggi.

3.10.7 Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terdiri dari sepuluh indikator yang mencakup perilaku individu dan gambaran rumah tangga (Promkes 2009). Data PHBS pada tahun 2007 mengacu pada indikator PHBS yang sudah ditetapkan tahun 2004. Pada Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik, dan penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (≥8m

2/ orang), dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan

tanah. Pada PHBS tahun 2007 untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah delapan (8). PHBS diklasifikasikan “kurang” apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6) untuk rumah tangga mempunyai balita dan nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita.

Pada tahun 2011 telah dibuat indikator PHBS yang baru dan sedikit berbeda dengan indikator PHBS ditetapkan sebelumnya. Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 oleh Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan mencakup 10 indikator yang meliputi :1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan; 2) melakukan penimbangan bayi dan balita; 3) memberikan ASI ekslusif; 4) penggunaan air bersih; 5) mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; 6) memberantas jentik nyamuk; 7) memakai jamban sehat; 8)makan buah dan sayur setiap hari; 9) melakukan aktifitas fisik setiap hari; 10) tidak merokok dalam rumah. Pada PHBS tahun 2013 untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 7 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah tujuh (7). Penilaian PHBS rumah tangga baik diukur dengan batasan yang sama dengan penilaian rumah tangga PHBS tahun 2007 dimana kriteria rumah tangga dengan PHBS baik adalah rumah tangga yang memenuhi indikator baik sebesar 6 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang punya balita dan 5 indikator atau lebih untuk rumah tangga yang tidak mempunyai balita, Jumlah sampel rumah tangga dalam analisa PHBS ini adalah sebesar 294,959 (220,895 rumah tangga tanpa balita dan 74,064 rumah tangga yang memiliki balita),

Page 151: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

117

Dalam RISKESDAS 2013 indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2011, yaitu mencakup delapan indikator individu (cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktifitas fisik, merokok dalam rumah, memberi ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas jentik nyamuk), Pengertian indikator yang digunakan dalam PHBS RISKESDAS 2013 ini adalah sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan, Data ini didapatkan dari data persalinan yang terakhir yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari riwayat persalinan dalam tiga tahun terakhir sebelum survey (kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013)

2. Melakukan penimbangan bayi dan balita, Indikator ini menggunakan variable individu usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir,

3. Memberikan ASI eksklusif, Indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah diberikan ASI eksklusif diantara individu baduta usia 0 – 23 bulan, Pengertian pemberian ASI eksklusif dalam analisa ini adalah bayi usia ≤ 6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir saat wawancara atau individu baduta yang pertama kali diberi minuman atau makanan berumur enam bulan atau lebih,

4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan air bersih dan sabun saat sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, setelah menggunakan pestisida (bila menggunakan), setelah menceboki bayi dan sebelum menyusui bayi (bila sedang menyusui)

5. Memakai jamban sehat, Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku buang besar menggunakan jamban saja

6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasa melakukan aktifitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu,

7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari, Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa konsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu,

8. Tidak merokok dalam rumah, Pengertian tidak merokok di dalam rumah adalah individu yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah pada saat ada anggota rumah tangga lainnya serta memperhitungkan juga rumah tangga yang tidak ada anggota rumah tangga yang merokok,

9. Penggunaan air bersih, Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih dengan kategori baik untuk seluruh keperluan rumah tangga.

10. Memberantas jentik nyamuk, Rumah tangga dengan perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah rumah tangga yang menguras bak mandi satu kali atau lebih dalam seminggu atau yang tidak menggunakan bak mandi dan tidak mandi di sungai,

Page 152: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

118

3.11 Pembiayaan Kesehatan

Salah satu tujuan sistem kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan (health status), ketanggapan (responsiveness), dan keadilan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (fairness of financing) (WHO, 2000) Pada topik ini dikumpulkan informasi tentang jenis kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan, pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, dan sumber pembiayaan yang paling sering dimanfaatkan penduduk beserta besaran biaya yang dikeluarkannya.

Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres no 12 tahun 2013)

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 130 bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Unsur-unsur pembiayaan terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta, dan sumber lain.

Syarat pokok pembiayaan kesehatan meliputi: (1) jumlah harus memadai untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan tidak menyulitkan masyarakat yang memanfaatkan; (2) distribusinya harus sesuai dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan masyarakat; serta (3) pemanfaatannya harus diatur setepat mungkin agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang optimal (UU No. 36, 2009).

Pada Riskesdas 2013, analisis pembiayaan kesehatan meliputi kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan serta pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap berikut sumber dan besaran biayanya. Sumber biaya dibedakan menjadi Biaya sendiri, Asuransi Kesehatan Sosial (meliputi Askes PNS, Pensiun, Veteran, TNI/Polri), Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asuransi kesehatan Swasta, Tunjangan kesehatan dari Perusahaan, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

3.11.1. Kepemilikan Jaminan Kesehatan

Hasil analisis memberikan informasi tentang proporsi penduduk yang telah tercakup maupun yang tidak tercakup jaminan kesehatan. Jenis jaminan kesehatan terdiri dari; asuransi kesehatan (PNS, veteran, pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementrian Hukum dan Keamanan), JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan Jamkesda. Untuk kepentingan analisis Askes dan ASABRI dimasukkan dalam satu kelompok dikarenakan pemerintah juga membayar sebagian dari iuran jaminan tersebut.

Page 153: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

119

Tabel 3.11.1 Proporsi penduduk berdasarkan kepemilikan jaminan kesehatan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Jenis Jaminan Kesehatan

Askes/ Asabri

Jamsostek Askes Swasta

Perusahaan Jamkesmas Jamkesda Tidak punya

Kulon Progo 11,1 3,1 1,5 0,8 52,2 23,7 17,3 Bantul 11,8 4,8 2,7 2,4 48,1 4,1 30,0 Gunung Kidul 6,8 1,1 0,5 0,3 63,2 11,5 19,3 Sleman 15,6 5,8 6,1 3,9 22,0 2,8 45,8 Kota Yogyakarta 11,5 9,3 6,5 4,4 28,7 7,3 38,1

Yogyakarta 11,9 4,7 3,7 2,5 41,0 7,7 32,5

Tabel 3.11.1 menunjukkan 32,5 persen penduduk DIY belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ ASABRI dimiliki oleh sekitar 11,9 persen, Jamsostek 4,7 persen, asuransi kesehatan swasta sebesar 4,7 persen. Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamkesmas (41,0%). Kepemilikan jaminan kesehatan penduduk menurut kabupaten sangat bervariasi. Kabupaten Sleman menjadi provinsi yang paling tinggi cakupan kepemilikan Askes/Asabri, dan sebesar 45,8 persen penduduk Sleman tidak punya jaminan apapun. Tabel 3.11.2 menggambarkan kepemilikan jaminan menurut karakteristik penduduk meliputi kelompok umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan.

Page 154: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

120

Tabel 3.11.2 Proporsi penduduk berdasarkan kepemilikan jaminan kesehatan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Jenis Jaminan Kesehatan

Askes/ Asabri

Jamsostek Askes Swasta

Perusahaan Jamkesmas Jamkesda Tidak punya

Kel umur (tahun) 0 - 4 3,45 3,35 3,25 4,65 18,3 5,2 63,8 5 -14 8,8 3,85 3,15 2,45 45,1 6,55 33,35 15-24 15,55 5,1 4,25 4,0 31,7 5,75 37,2 25-34 5,6 11,75 6,4 2,65 37,5 8,05 34,8 35-44 8,9 5,35 3,25 3,1 43,15 10,2 30,5 45-54 17,35 2.25 3,85 1,45 44 8,4 26,35 55-64 18 0,5 1,35 1,05 49,8 10 22 65-74 20,7 0,9 0,4 51,4 5,9 23,7 75+ 9,93 1,7 1,1 49,47 6,36 34,07

Pekerjaan

Tidak bekerja 16,8 2,7 3,4 3,2 36,3 6,7 34,1 Pegawai 27,6 16,3 8,3 5,3 15,8 7,2 27,7 Wiraswasta 6,9 3,1 5,5 1,2 34,8 10,0 42,0 Petani/Nelayan/Buruh 1,8 2,1 0,2 0,3 68,8 8,5 21,4 Lainnya 9,6 4,4 3,6 1,7 42,9 12,3 28,8

Tempat tinggal

Perkotaan 13,7 5,8 5,1 5,1 3,5 32,1 5,6 Perdesaan 8,4 2,5 0,8 0,8 0,5 58,5 11,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,9 1,4 0,3 0,0 80,8 5,3 14,1 Menengah bawah 2,2 3,5 0,3 0,7 64,9 9,5 22,9 Menengah 7,1 3,6 1,7 1,9 43,9 9,7 35,5 Menengah atas 14,4 6,8 3,5 3,5 24,9 7,8 42,7 Teratas 29,9 6,9 10,9 5,3 6,6 5,7 40,0

Menurut tempat tinggal, penduduk di perkotaan lebih banyak yang memiliki jaminan kesehatan dibanding di perdesaan, untuk semua jenis selain jamkesda.

Kondisi kepemilikan jaminan menurut kelompok umur memberikan gambaran yang bervariasi antar kelompok bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Kelompok umur di 75 tahun ke atas adalah kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan (62,6%)

Kepemilikan jaminan kesehatan menurut status pekerjaan menunjukkan kelompok tertinggi yang tidak memiliki jaminan adalah kelompok wiraswasta (42,0%). Sebanyak 21,4 persen kelompok petani/ nelayan dan buruh masih belum memiliki jaminan kesehatan apapun.

Page 155: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

121

3.11.2. Mengobati Sendiri, Pemanfaatan Rawat Jalan dan Rawat Inap

Pola pencarian pengobatan seseorang dikategorikan dalam mengobati sendiri, memanfaatkan rawat jalan, dan memanfaatkan rawat inap. Informasi mengobati sendiri didapatkan dengan mengetahui perilaku seseorang yang pernah mengobati sendiri dengan cara membeli obat di apotik atau toko obat tanpa resep dalam satu bulan terakhir. Analisis pemanfaatan rawat jalan merupakan pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh seseorang dalam satu bulan terakhir untuk mengatasi gangguan kesehatan dirinya. Rawat Inap menurut Azwar Azrul (1996:73) suatu bentuk pelayanan kesehatan kedokteran intensif (hospitalization) yang diselenggarakan oleh rumah sakit, rumah sakit bersalin, maupun rumah bersalin. Pemanfaatan rawat inap ditanyakan dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Tabel 3.11.3 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biayanya

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Mengobati sendiri

% Rp

Kulon Progo 30,0 4.000,00

Bantul 33,2 5.000,00

Gunung Kidul 31,7 2.000,00

Sleman 31,5 5.000,00

Kota Yogyakarta 36,5 8.000,00

DI Yogyakarta 32,4 5.000

Tabel 3.11.3 menggambarkan proporsi penduduk DIY yang mengobati diri sendiri dalam satu bulan terakhir dengan membeli obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 32,4 persen dengan rerata pengeluaran sebesar Rp.5.000. Kota Yogyakarta merupakan kabupaten tertinggi (36.5%) dengan rerata pengeluaran sebesar Rp.8.000. Sebaliknya, Kulonprogo merupakan kabupaten dengan proporsi terendah (30.0%) dengan rerata pengeluaran sebesar (Rp.4.000).

Page 156: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

122

Tabel 3.11.4 Proporsi penduduk yang mengobati sendiri sebulan terakhir dan besaran biayanya menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Mengobati diri sendiri

% Rp

Kel umur

0-4 tahun 19,8 11.000 5-14 tahun 23,3 7.000 15-24 tahun 33,5 5.000 25-34 tahun 40,4 5.000 35-44 tahun 36,5 4.000 45-54 tahun 38,4 4.000 55-64 tahun 28,2 4.000 65-74 tahun 26,9 5.000 75+ tahun 21,5 5.000

Pekerjaan

Tidak bekerja 30,2 5.000,00 Pegawai 39,0 5.700,00 Wiraswasta 38,8 5.000,00 Petani/Nelayan/Buruh 32,4 2.000,00 Lainnya 28,2 3.000,00

Tempat tinggal

Perkotaan 33,4 6.000,00 Perdesaan 30,3 3.000,00

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 30,2 2.000,00 Menengah bawah 29,0 3.000,00 Menengah 33,3 5.000,00 Menengah atas 32,9 7.000,00 Teratas 35,3 10.000,00

Tabel 3.11.4 menggambarkan bahwa penduduk daerah perkotaan lebih banyak yang mengobati sendiri dengan cara membeli obat ditoko obat atau diwarung (33,4%) dari pada perdesaan (30,3%). Dari segi biaya, median biaya yang dikeluarkan perkotaan juga lebih besar, yaitu sebesar Rp.6.000,00. Di perdesaan, median biaya yang dikeluarkan untuk mengobati sendiri dengan membeli obat sebesar Rp. 3.000,00.

Menurut kuintil indeks kepemilikan, kelompok menengah bawah merupakan kelompok yang terbawah untuk mengobati sendiri (29.0%) namun dari sisi biaya yang dikeluarkan adalah terbesar diantara lainnya yaitu Rp. 3.000,00

Tabel 3.11.5 menggambarkan 16,3 persen penduduk DIY dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan median biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 35.000,00. Penduduk Kabupaten Kulonprogo merupakan kabupaten tertinggi yang melakukan rawat jalan (19,9%) dengan median biaya sebesar Rp. 30.000,00 dalam satu bulan terakhir.

Dalam satu tahun terakhir, 4,4 persen penduduk DIY melakukan rawat inap dengan median, biaya sebesar Rp. 2.000.000,00. Penduduk Kulonprogo ternyata selain tertinggi dalam pemanfaatan rawat jalan juga tertinggi untuk pemanfaatan rawat inap yaitu sebesar 5,2 persen dengan median biaya dalam satu tahun terakhir sebesar Rp. 1.100.000,00

Page 157: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

123

Table 3.11.5 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta median biaya yang dikeluarkan (Rp)

berdasarkan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Rawat Jalan Rawat Inap

% Rp % Rp

Kulon progo 19,9 30.000 5,2 1.100.000 Bantul 17,0 30.000 4,4 1.850.000 Gunung Kidul 17,2 30.000 4,7 1.170.000 Sleman 15,0 50.000 3,7 3.000.000 Kota Yogyakarta 13,0 60.000 5,0 2.450.000

DI Yogyakarta 16,3 35.000 4,4 2.000.000

.Tabel 3.11.6 Proporsi pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap beserta median biaya yang dikeluarkan (Rp)

berdasarkan karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Rawat Jalan Rawat Inap

% Rp % Rp

Kelompok umur

0-4 tahun 25,6 27,500 14,8 1,235,000 5-14 tahun 15,0 30,000 3,1 1,450,000 15-24 tahun 10,5 50,000 4,5 1,500,000 25-34 tahun 14,4 40,000 4,4 3,000,000 35-44 tahun 15,7 30,000 4,3 2,000,000 45-54 tahun 18,1 40,000 3,8 2,500,000 55-64 tahun 22,0 35,000 4,9 3,500,000 65-74 tahun 19,7 43,000 5,4 5,000,000 75+ tahun 19,6 40,000 5,7 2,500,000

Tempat tinggal Perkotaan 15,9 40,000 4,3 2,400,000 Perdesaan 17,1 30,000 4,6 1,170,000

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 17,0 25.000 4,4 1.100.000 Menengah bawah 17,2 30.000 4,4 1.850.000 Menengah 15,4 30.000 3,2 1.170.000 Menengah atas 15,9 40.000 4,4 3.000.000 Teratas 16,1 57.000 5,6 2.450.000

Tabel 3.11.6. menggambarkan sebesar 25,6 persen balita dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan kelompok ini merupakan kelompok proporsi tertinggi yang melakukan rawat jalan dengan biaya rerata sebesar Rp. 27.500,00 pada satu bulan terakhir, sedangkan kelompok 15-24 tahun adalah pemanfaat terendah.

Sebanyak 14,8 persen kelompok balita memanfaatkan rawat inap. Tabel 3.11.6 juga menggambarkan setelah usia lanjut pemanfaatan fasilitas rawat inap dan pengeluaran biaya dalam satu tahun terakhir semakin meningkat, dari segi persentase.

Pemanfaatan rawat jalan dan rawat inap di perkotaan lebih rendah dibandingkan perdesaan, biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan terakhir untuk rawat jalan di perkotaan sebesar Rp. 40.000,00 sedangkan di perdesaan sebesar Rp. 30.000,00.

Page 158: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

124

Biaya rawat inap satu tahun terakhir di perkotaan sebesar Rp. 2.400.000,00. Jumlah tersebut sekitar dua kali lipat biaya rawat inap di perdesaan, yaitu sebesar Rp. 1.170.000,00. Menurut kuintil indeks kepemilikan, pengeluaran untuk rawat jalan paling tinggi pada kelompok menengah bawah, untuk rawat inap paling tinggi pada kelompok penduduk kuintil teratas. Pemanfaatan tertinggi rawat jalan terdapat pada kuintil teratas, sedangkan pemanfaatan rawat inap terbanyak terdapat pada kuintil menengah atas.

3.11.3. Sumber Pembiayaan

Sumber biaya kesehatan menurut SKN terdiri dari biaya pemerintah dan masyarakat. Riskesdas 2013 memberikan informasi tentang proporsi sumber biaya kesehatan penduduk yang memanfaatkan rawat jalan dalam satu bulan terakhir dan atau rawat inap dalam satu tahun terakhir. Sumber biaya dikelompokkan menjadi: biaya sendiri, asuransi kesehatan (PNS, veteran, pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri), ASABRI (TNI/Polri aktif, staf Kementerian Hukum dan Keamanan), JPK Jamsostek, asuransi kesehatan swasta, tunjangan kesehatan dari perusahaan, Jamkesmas dan Jamkesda.

Pada Riskesdas 2013, penduduk diminta menyebutkan total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan (satu bulan terakhir) dan rawat inap (satu tahun terakhir). Hasil analisis besar biaya merupakan rerata total besar biaya dalam sebulan terakhir (rawat jalan) atau satu tahun terakhir (rawat inap) dengan menggunakan median.

Tabel 3.11.7 Proporsi penduduk menurut sumber biaya untuk rawat jalan berdasarkan karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Sumber Biaya Rawat Jalan Semua Fasilitas

Biaya Sendiri

Askes/ Asabri

Jamsostek Asuransi Swasta

Jamkesmas/ Jamkesda

Perusahaan Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Kelompok Umur

0 - 4 tahun 79,45 2,3 1,0

15.5

2,8 1,1 5-14 tahun 72,0 1,0 1,3 0,4 23,1

1,6 0,5

15-24 tahun 76,4 0,1 2,7 1,2 12,7 1,9 4,7 0,3 25-34 tahun 70,0 3,0 1,0 2,0 21,2 2,1 0,2 0,6 35-44 tahun 65,2 2,7 0,4 0,5 27,7 0,5 3,1

45-54 tahun 58,0 8,5 0,8 26,7 0,4 4,2 1,5

55-64 tahun 60,5 9,4 0,4 0,2 25,5 0,7 2,2 1,1 65-74 tahun 58,2 13,0 0,5 0,2 24,3 0,9 2,7 0,1

75+ tahun 64,5 8,4

22,8

4,4

Tempat tinggal

Perkotaan 70,5 4,6 1,1 0,8 17,8 1,1 3,7 0,5

Perdesaan 59,6 4,9 0,7 0,1 32,4 0,1 1,3 0,9

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 54,2 1,0 0,7

42,8

1,1 0,2 Menengah bawah 63,2 1,0 0,6 0.0 32,3

2,9

Menengah 63,9 3,8 0,2 0,1 27,2 0,4 3,4 1,1

Menengah atas 70,1 6,1 1,7 1,6 13,7 1,2 4,9 0,8

Teratas 77,9 9,9 1,3 0,9 5,7 1,8 1,6 0,8

Tabel 3.11.7 memperlihatkan bahwa menurut tempat tinggal, sumber biaya rawat jalan pada hampir semua jenis fasilitas kesehatan kecuali askes/asabri dan jamkesmas/jamklesda, lebih banyak dimanfaatkan di daerah perkotaan. Di daerah perdesaan lebih banyak memanfaatkan Jamkesmas dan Jamkesda.

Page 159: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

125

Menurut kuintil indeks kepemilikan, sumber biaya rawat jalan untuk semua jenis fasilitas kesehatan yang berasal dari biaya sendiri pada semua kelompok penduduk mempunyai proporsi lebih dari 54 persen. Pada penduduk kuintil terbawah didapati 54,2 persen melakukan rawat jalan dengan biaya sendiri atau tanpa jaminan kesehatan apapun dan pada penduduk teratas terdapat 77,9 persen. Sumber biaya rawat jalan dari Jamkesmas yang tertinggi adalah pada penduduk kuintil terbawah (42,8%), sebaliknya pada penduduk kuintil teratas ada 5,7 persen yang menggunakannya

Tabel 3.11.8 Sumber biaya yang dipakai untuk pengobatan rawat inap menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Sumber Biaya Rawat inap Semua Fasilitas

Biaya Sendiri

Askes/ Asabri

Jamsostek Asuransi Swasta

Jamkesmas/ Jamkesda

Perusahaan Sumber Lainnya

Lebih dr 1 Sumber

Kulon Progo 62,7 5,1 1,3

22,8

7,3 11,3 Bantul 39,5 6,2 1,7 4,6 28,2 7,0 1,6 5,9

Gunung Kidul 47,6 5,5

0,9 38,0

1,9 0,8 Sleman 66,4 7,4 8,2 4,5 5,4 2,7 4,6 16,1 Kota Yogyakarta 52,1 8,0 1,0 4,0 13,5 0,0 5,3 0,9

DI Yogyakarta 53,2 6,5 3.0 3,2 21,3 2,6 3,7 6,6

Tabel 3.11.9 memperlihatkan bahwa sumber biaya yang dipakai untuk rawat inap pada semua fasilitas kesehatan di DIY masih didominasi oleh biaya sendiri (out of pocket), yaitu sekitar 53,2 persen. Sebanyak 2 kabupaten memiliki persentase out of pocket diatas angka DIY. Selanjutnya, sumber biaya yang paling banyak digunakan untuk rawat inap berturut-turut paling tinggi adalah Jamkesmas/jamkesda sebesar 21,3 persen, dan terendah adalah biaya perusahaan sebesar 2,6%

3.12 Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Reproduksi (Kespro) mulai dimasukkan dalam Riskesdas tahun 2010, dan pada saat itu hanya memberikan gambaran nasional. Pada Riskesdas 2013 ini bertujuan untuk menyediakan menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi untuk tingkat nasional maupun provinsi sehingga provinsi memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu berbasis komunitas sebagai komplemen dari data rutin.

Tujuan dari blok kesehatan reproduksi adalah menyediakan informasi yang terkait dengan MDGs ke lima yaitu meningkatkan status kesehatan ibu dan isu kesehatan reproduksi.

Informasi yang dikumpulkan pada Blok Kespro sebagai berikut:

1. Kehamilan saat ini yaitu, kejadian kehamilan seluruh penduduk perempuan 10-54 tahun yang dilaporkan oleh rumah tangga pada saat wawancara.

2. Penggunaan cara/alat Keluarga Berencana (KB) saat ini

3. Cakupan pelayanan kesehatan ibu dari masa kehamilan sampai masa nifas (antenatal care /ANC, penolong persalinan dan pelayanan ibu nifas).

4. Isu kespro (umur perkawinan pertama kali, umur pertama kali melakukan hubungan seksual, kehamilanyang tidak diinginkan).

Pertanyaan blok kesehatan reproduksi terkait dengan masalah kesehatan ibu, ditanyakan kepada semua perempuan 10-54 tahun.

Page 160: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

126

Analisis data kesehatan reproduksi ini menggunakan 3 subset data hasil Riskesdas 2013, sebagai berikut;

1. Data keterangan anggota rumah tangga untuk mendapatkan proporsi penduduk yang sedang hamil saat ini.

2. Data individu perempuan 10-54 tahun untuk penggunaan cara/alat KB dan beberapa isu kespro. Untuk indikator CPR (Contraceptive Prevalence Rate) khusus WUS (wanita usia subur) 15-49 tahun berstatus kawin/ hidup bersama.

3. Data riwayat kelahiran (lahir hidup/lahir mati/keguguran) pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara, termasuk yang sedang hamil saat wawancara berlangsung. Untuk analisis cakupan pelayanan saat hamil sampai masa nifas menggunakan data dari seluruh kelahiran (lahir hidup/lahir mati)

Resume jumlah sampel yang digunakan untuk analisis disajikan dalam Tabel 3.12.1.

Tabel 3.12.1 Indikator utama, unit analisis dan jumlah sampel yang digunakan

Blok Kesehatan Reproduksi, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Indikator Unit Analisis

Proporsi Hamil

Proporsi kehamilan Semua anggota rumah tangga perempuan 10-54 tahun

PELAYANAN PROGRAM KB

Penggunaan KB saat ini, CPR, jenis KB yang digunakan

WUS (15-49 tahun) berstatus kawin

Tenaga & Tempat pelayanan KB modern

WUS kawin yg menggunakan KB modern

Alasan utama tidak KB WUS kawin yang tidak menggunakan KB

PELAYANAN KESEHATAN IBU

Masa Kehamilan:

Pemeriksaan kehamilan: K1, K1 ideal, K4 dan ANC 4x + Konsumsi zat besi, Buku KIA

Jumlah kelahiran (LH dan LM) dari riwayat kehamilan 1 Jan 2010 sd wawancara

Pelayanan ANC: - Tempat - Tenaga

Jumlah kelahiran (LH dan LM) periode 1 Januari 2010 sd saat wawancara, yang melakukan ANC

Saat Bersalin:

Cakupan pelayanan ibu bersalin: - Proporsi Linakes, - Proporsi tempat bersalin

Jumlah kelahiran (LH dan LM) periode 1 Jan 2010 sd wawancara

Masa Nifas:

Cakupan Masa Nifas (KF) Cakupan Kb Pasca Salin

Jumlah kelahiran (LH dan LM) periode 1 Jan 2010 sd wawancara

ISU KESEHATAN REPRODUKSI

- Umur perkawinan pertama - Umur pertama melakukan

hubungan seksual

Semua perempuan 10-54 tahun yang berhasil diwawancarai

Distribusi sampel blok kesehatan reproduksi perempuan 10-54 tahun menurut karakteristik dapat dilihat pada lampiran.

Page 161: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

127

3.12.1. Pelayanan Program Keluarga Berencana

Pelayanan KB merupakan upaya untuk mendukung kebijakan Program Keluarga Berencana Nasional. Salah satu indikator program KB adalah penggunaan KB saat ini dan CPR.

CPR yaitu persentase penggunaan cara/alat KB oleh pasangan usia subur (PUS) dalam hal ini adalah WUS kawin/hidup bersama (Rajaguguk, Omas Bulan, 2010).

Indikator penggunaan KB dan CPR KB modern ini memungkinkan untuk memberikan gambaran sampai tingkat provinsi dan Kab/Kota yang disajikan dalam Laporan Riskesdas Provinsi. Khusus untuk tempat dan tenaga yang memberi pelayanan KB, analisis dilakukan dari penduduk yang menggunakan KB modern.

Analisis penggunaan KB ini dilakukan pada kelompok WUS berstatus kawin dan hidup bersama. Pada saat analisis, penetapan jenis alat/cara KB merujuk pada efektivitas alat/cara KB yang digunakan. Apabila responden menggunakan lebih dari 1 alat/cara KB maka yang dipilih adalah yang paling efektif.

a. Pola penggunaan KB saat ini

Penggunaan alat/cara KB terdiri dari alat KB modern dan KB cara tradisional. Penggunaan menurut alat atau cara tersebut juga mencerminkan CPR KB modern dan CPR KB tradisional. Indikator CPR modern merupakan salah satu indikator MDGs kelima dengan target peningkatan CPR modern sebesar 65 persen (Kemenkes RI, 2011).

Tabel 3.12.2 Persentase WUS kawin menurut penggunaan alat/cara KB saat ini dan indikator CPR menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Menggunakan KB Saat ini CPR

Sekarang meng-

gunakan KB Pernah KB

Tidak Pernah

Total Cara

Modern

Cara Tradisio-

nal Total

Kulonprogo 58,8 23,2 18,0 56,8 2,1 58,8

Bantul 54,5 28,2 17,3 52,9 1,6 54,5

Gunung Kidul 62,9 23,4 13,7 61,9 1,0 62,9

Sleman 52,2 28,5 19,3 51,0 1,2 52,2

Kota Yogyakarta 49,8 25,5 24,7 49,1 0,7 49,8

Yogyakarta 55,5 26,5 18,0 54,2 1,3 55,5

Tabel 3.12.2 menunjukkan dominasi penggunaan alat/cara KB modern (54,2%). Kabupaten dengan penggunaan KB modern tertinggi adalah di Gunung Kidul (61,9%) dan terendah di Kota Yogyakarta (49,1%).

b. Penggunaan KB Jenis Kandungan Hormonal dan Jangka Waktu Efektivitas

Penggunaan KB menurut jenisnya dapat dilihat pada buku 2 Tabel 3.12.2. tentang jenis-jenis alat/cara KB yang digunakan menurut kelompok KB modern dan KB tradisional. Berdasarkan jenis alat KB modern tersebut dapat dikelompokkan menurut kandungan hormonal dan jangka waktu efektivitas alat KB modern yang digunakan.

Pengelompokan KB hormonal adalah KB modern jenis susuk, suntikan dan pil sedangkan non hormonal adalah sterilisasi pria, sterilisasi wanita, spiral/IUD, diafragma dan kondom. Pengelompokan jenis alat KB modern menurut jangka waktu efektivitas untuk MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) adalah susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita serta, spiral/IUD, sedangkan non MKJP adalah jenis suntikan, pil, diafragma dan kondom.

Page 162: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

128

Tabel 3.12.3 adalah proporsi penggunaan KB modern menurut kandungan hormonal dan jangka waktu efektivitas.

Tabel 3.12.3 Proporsi WUS kawin yang menggunakan cara KB modern, jenis/cara KB dan jangka waktu

efektivitas menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Cara

Modern

Cara KB Jangka Efektivitas

Cara KB Hormonal

Cara KB Non Hormonal

Jangka Panjang

Jangka Pendek

Kulonprogo 56,8 35,8 21,0 23,7 33,1

Bantul 52,9 31,3 21,8 18,5 34,5

Gunung Kidul 61,9 48,1 14,1 17,3 44,9

Sleman 51,0 26,7 23,8 18,5 32,0

Kota Yogyakarta 49,1 23,1 25,3 19,1 29,3

Yogyakarta 54,2 33,0 21,1 18,9 35,2

Kabupaten Gunung Kidul merupakan kabupaten yang paling banyak menggunakan alat/cara KB hormonal (48,1%), sedangkan Kota Yogyakarta (23,1%) merupakan kabupaten paling sedikit dalam penggunaan alat/cara KB hormonal. Alat/cara KB non hormonal paling banyak digunakan di Kota Yogyakarta (25,3%) dan paling sedikit di Kabupaten Gunung Kidul (14,1%).

c. Tempat dan Tenaga Penolong Persalinan

Informasi tempat dan tenaga pelayanan KB modern bermanfaat untuk mengevaluasi pelaksanaan program pelayanan KB

Gambar 3.12.1 Proporsi pemanfaatan tenaga fasilitas kesehatan dalam mendapatkan pelayanan KB,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013 Gambar 3.12.1 memperlihatkan penggunaan tempat pemberian pelayanan KB. Tempat yang banyak dikunjungi adalah praktek bidan (43,6%) dan paling kecil adalah polindes/poskesdes (0,1%).

14,7

21,4

1,8

0,3

2,9

43,6

0,8 0,1

0,9

13,6

RS

Puskesmas/pustu

Klinik

Tim KB/medis keliling

Praktekdokter

Praktek bidan

Praktek perawat

Polindes/poskesdes

Posyandu

Apotek/lainnya

Page 163: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

129

Tabel 3.12.4 Persentase WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern menurut tenaga kesehatan

yang memberikan pelayanan KB menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Dokter

kandungan Dokter umum

Bidan Perawat Tidak

berlaku Total

Kulon Progo 11,7 3,0 81,7 3,5 0,0 100,0 Bantul 17,0 2,4 78,3 2,2 0,0 100,0 Gunung Kidul 5,5 3,2 88,4 2,9 0,0 100,0 Sleman 12,8 3,7 82,8 0,8 0,0 100,0 Kota Yogyakarta 34,8 12,1 50,2 3,0 0,0 100,0

Yogyakarta 14,0 3,9 79,9 2,2 0,0 100,0

Tabel 3.12.4 juga menunjukkan proporsi WUS kawin berdasarkan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan KB. Tenaga yang paling banyak memberi pelayanan KB adalah bidan (79,9%), dibandingkan tenaga kesehatan lainnya.

3.12.4. Pelayanan kesehatan masa kehamilan, persalinan, dan nifas

Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu.Pemantauan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian Kesehatan menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat.

Terdapat 2 indikator MDGs yang diperoleh dari bagian ini yaitu cakupan ANC minimal 1 kali dan ANC minimal 4 kali serta proporsi penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

a. Pelayanan kesehatan ibu hamil dan indikator cakupan ANC

Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan/SPK (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010). Tenaga kesehatan yang dimaksud di atas adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat.

Pada laporan ini disajikan indikator ANC yang sesuai dengan MDGs (K1 dan ANC minimal 4 kali) maupun indikator ANC untuk evaluasi program pelayanan kesehatan ibu di Indonesia seperti cakupan K1 ideal dan K4.

Tabel 3.12.5 Persentase pemeriksaan kehamilan serta cakupan indikator ANC menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Melakukan ANC Cakupan ANC

K1 Tidak Total K1 ideal ANC K4 ANC min 4x

Kulon Progo 98,7 1,3 100,0 81,8 79,2 93,8

Bantul 100,0

100,0 94,0 88,9 97,5

Gunung Kidul 99,6 0,4 100,0 89,9 88,3 99,6

Sleman 97,8 2,2 100,0 87,5 83,4 93,5

Kota Yogyakarta 100,0

100,0 86,3 85,5 100,0

Yogyakarta 99,1 0,9 100,0 88,8 85,5 96,5

Page 164: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

130

Tabel 3.12.5 menunjukkan bahwa 99,1 persen dari kelahiran mendapat ANC (K1). Persentase K1 dan ANC minimal 4 kali merupakan indikator ANC tanpa memperhatikan periode trimester saat melakukan pemeriksaan kehamilan. Cakupan K1 bervariasi dengan rentang antara 97,8 persen (Sleman) dan tertinggi 100% (Bantul dan Kota Yogyakarta). Cakupan ANC minimal 4 kali, paling tinggi Kota Yogyakarta (100%) dan paling rendah adalah Kabupaten Sleman (93,5%). Selisih antara K1 dan ANC 4 kali menunjukkan adanya kehamilan yang tidak optimal mendapat pelayanan ANC.

Cakupan K1 ideal dan K4. Indikator K1 ideal dan K4 adalah indikator untuk melihat frekuensi yang merujuk pada periode trimester saat melakukan pemeriksaan kehamilan. Kementerian Kesehatan menetapkan K4 sebagai salah satu indikator ANC (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010).

Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan semasa hamil.Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal) seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester 1 hingga trimester 3. Hal ini dapat dilihat dari indikator ANC K4. Cakupan K1 ideal Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 88,8 persen. Cakupan K4 Daerah Istimewa Yogyakarta nasional adalah 85,5 persen dengan cakupan terendah adalah Kulon Progo (79,2%) dan tertinggi di Bantul (88,9%). Berdasarkan penjelasan di atas, selisih dari cakupan K1 ideal dan K4 secara nasional memperlihatkan bahwa terdapat 3,3 persen dari ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4).

b. Tenaga dan tempat pemeriksaan kehamilan

Tenaga kesehatan yang kompeten memberi pelayanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil adalah dokter kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2009). Fasilitas kesehatan disediakan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil dari rumah sakit hingga posyandu.

Tabel 3.12.6 Persentase tenaga kesehatan yang memberi pelayanan ANC menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Tenaga yang memberi pelayanan ANC

Total Dr kebidanan kandungan

Dr umum

Bidan Perawat

Kulon Progo 13,2

86,8 0,0 100,0

Bantul 25,1

74,9 0,0 100,0

Gunung Kidul 9,3 2,3 88,4 0,0 100,0

Sleman 47,0

53,0 0,0 100,0

Kota Yogyakarta 48,5 2,5 49,0 0,0 100,0

Yogyakarta 29,7 0,7 69,6 0,0 100,0

Tabel 3.12.6 adalah proporsi kelahiran yang mendapat ANC menurut tenaga yang melakukan pemeriksaan ANC. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan (69,6%) dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil.

Page 165: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

131

Gambar 3.12.2 Persentase kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara yang melakukan pemeriksaan

kehamilan menurut tempat saat menerima pelayanan ANC dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Gambar 3.12.3 adalah proporsi kelahiran yang mendapat pelayanan ANC menurut tempat menerima ANC. Fasilitas kesehatan yang terbanyak dimanfaatkan ibu hamil adalah praktek bidan (43,5%), dan paling sedikit adalah praktek dokter/klinik (5,9%).

c. Konsumsi zat Besi

Zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal. Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya (Depkes RI, 2001). Pada Riskesdas 2013 menanyakan apakah mengonsumsi zat besi selama hamil dan berapa hari mengonsumsi zat besi selama hamil. Zat besi yang dimaksud adalah semua konsumsi zat besi selama masa kehamilannya termasuk yang dijual bebas maupun multivitamin yang mengandung zat besi.

Tabel 3.12.7 Persentase semua kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara menurut konsumsi zat

besi dan jumlah hari mengkonsumsi zat besi selama kehamilannya dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Mengkonsumsi zat besi Jumlah hari mengkonsumsi*

Ya Tidak Total 90+ <90 Lupa

Kulon Progo 95,2 4,8 100,0 57,3 19,1 18,9

Bantul 94,0 6,0 100,0 68,2 2,4 23,4

Gunung Kidul 97,7 2,3 100,0 62,4 19,7 15,7

Sleman 97,1 2,9 100,0 50,0 9,6 37,6

Kota Yogyakarta 92,0 8,0 100,0 50,0 29,3 12,7

DI Yogyakarta 95,7 4,3 100,0 58,1 12,9 24,7

*) Kolom 5, 6 dan 7 pada Tabel 3.12.18 dan 3.12.19 merujuk pada jawaban responden yang mengkonsumsi zat besi (kolom 2)

Tabel 3.12.7 menunjukkan konsumsi zat besi dan variasi jumlah asupan zat besi selama hamil di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 95,7 persen. Di antara yang mengonsumsi zat besi tersebut, terdapat 58,1 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya. Kabupaten dengan asupan zat besi minimal 90 hari tertinggi di Bantul (68,2%) dan terendah di Sleman dan Kota Yogyakarta (50,0%)

20,4

8,6

21,7 5,9

43,5

RS

RB

Puskesmas/pustu

Praktek dokter/klinik

praktek bidan

Page 166: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

132

d. Kepemilikan buku KIA dan pelaksanaan P4K

Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) telah dirintis sejak 1997dengan dukungan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Buku KIA berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita). Buku KIA juga memuat informasi tentang cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak. Setiap kehamilan mendapat 1 buku KIA.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program terobosan Kementerian Kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan ibu sebagai upaya untuk menurunkan kematian ibu (Factsheet Ditjen Bina Kesehatan Ibu). P4K adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan, kader, tokoh agama/tokoh masyarakat untuk meningkatkan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam perencanaan persalinan, persiapan menghadapi komplikasi kehamilan/persalinan, perencanaan penggunaan kontrasepsi pasca persalinan bagi setiap ibu hamil dengan menggunakan media stiker sebagai penanda. Wujud penerapan P4K tersebut juga dituliskan pada Buku KIA dalam lembar „Amanat Persalinan‟. Setiap kehamilan yang mendapat buku KIA dan membuat perencanaan persalinan dituliskan pada lembar tersebut (Kementerian Kesehatan, 1997).

Pada Riskesdas 2013, enumerator menanyakan kepemilikan Buku KIA. Apabila responden bisa menunjukkan buku KIA, maka dilanjutkan dengan observasi 5 komponen P4K terhadap lembar Amanat Persalinan yang terkait dengan perencanaan persalinan, persiapan kegawatdaruratan dan perencanaan KB yaitu : 1. Penolong persalinan (nama-nama tenaga kesehatan yang akan menangani saat bersalin). 2. Dana persalinan (rencana sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk biaya persalinan). 3. Kendaraan/ambulans desa (kendaraan yang disiapkan untuk membawa ibu hamil menuju tempat

bersalin jika sewaktu-waktu akan melahirkan/perlu rujukan). 4. Metode KB (rencana jenis KB yang akan dipilih setelah melahirkan), dan 5. Sumbangan darah (nama-nama calon donor darah apabila sewaktu-waktu terjadi kasus

perdarahan/komplikasi lain yang memerlukan sumbangan darah).

Gambar 3.12.3 Persentase kepemilikan buku KIA yang ditunjukkan oleh ibu menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Hasil analisis menunjukkan responden yang memiliki buku KIA dan bias menunjukkan sebanyak 63,5 persen mereka yang memiliki namun tidak dapat menunjukkan dijumpai sebesar 27,3 persen.

63,5

27,3

9,2

Memiliki buku KIAmenunjukkan

Memiliki buku KIA tidakmenunjukkan

Tidak memiliki buku KIA

Page 167: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

133

Gambar 3.12.4 Persentase observasi isian amanat persalinan pada buku KIA yang ditunjukkan oleh ibu menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Gambar 3.12.4 menunjukkan hasil observasi buku KIA terhadap 5 komponen P4K menunjukkan bahwa isian penolong persalinan sebesar 38,0 persen, dana persalinan sebesar 11,8 persen, kendaraan/ambulans desa sebesar 9,7 persen, metode KB pasca salin sebesar 10,2 persen dan 8,6 persen untuk isian sumbangan darah. Kelengkapan isian pada semua komponen sebesar 5,9 persen dan 60,5 persen tidak ada isian.

e. Cara persalinan

Masa bersalin merupakan periode kritis bagi seorang ibu hamil. Masalah komplikasi atau adanya faktor penyulit menjadi faktor risiko terjadinya kematian ibu sehingga perlu dilakukan tindakan medis sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu dan anak.

Di Indonesia, bedah sesar hanya dilakukan atas dasar indikasi medis tertentu dan kehamilan dengan komplikasi (Depkes, 2001c). Pada Riskesdas 2013 menanyakan proses persalinan yang dialami. Tabel 3.12.8 menyajikan proporsi persalinan dengan bedah sesar menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 3.12.8 Persentase cara persalinan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Normal Vakum Forcep Operasi perut/

sesar Lainnya Total

Kulon Progo 86,6

13,4

100,0

Bantul 81,4 5,5 2,0 11,1

100,0

Gunung Kidul 88,7 4,0

7,3

100,0

Sleman 78,6

21,4

100,0

Kota Yogyakarta 65,9 5,3

28,6 0,3 100,0

DI Yogyakarta 81,0 2,8 0,5 15,7 0,0 100,0

Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan kelahiran bedah sesar sebesar 15,7 persen dengan proporsi tertinggi di Kota Yogyakarta (28,6%) dan terendah di Gunung Kidul (7,3%).

38

11,8 9,7 10,2 8,6 5,9

60,5

0

10

20

30

40

50

60

70

Page 168: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

134

f. Penolong persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten merupakan salah satu indikator MDGs target kelima. Tenaga kesehatan yang kompeten sebagai penolong persalinan (linakes) menurut PWS-KIA adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan. Kementerian Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2012 (Depkes, 2000c). Untuk mengukur kemajuan dalam mencapai target ini, responden ditanya mengenai siapa saja yang menolong selama proses persalinan. Dalam analisis Riskesdas, penolong persalinan dinyatakan dalam penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi apabila lebih dari satu penolong maka dipilih yang paling tinggi. Penolong persalinan dengan kualifikasi terendah apabila lebih dari satu penolong maka dipilih tenaga dengan kualifikasi yang paling rendah.

Tabel 3.12.9 Persentase penolong persalinan kualifikasi tertinggi menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Penolong persalinan kualifikasi tertinggi1

Penolong linakes2

Dr.kebid & kandungan

Dokter umum

Bidan Pera-wat

Dukun

Kelu-arga/ lain-nya

Tidak ada

peno-long

Total

Kulon Progo 24,5 3,5 72,0 0,0 0,0 0,0

100,0 100,0

Bantul 32,5

67,5 0,0 0,0 0,0

100,0 100,0

Gunung Kidul 23,0

76,6 0,0 0,0 0,0 0,4 100,0 99,6

Sleman 56,3 4,8 38,8 0,0 0,0 0,0

100,0 100,0

Kota Yogyakarta 77,2 0,2 22,2 0,0 0,0 0,0 0,3 100,0 99,7

Yogyakarta 41,7 2,0 56,2 0,0 0,0 0,0 0,1 100,0 99,9

Keterangan : 1) Jika penolong persalinan > 1, maka dipilih penolong dengan kualifikasi tertinggi 2) Penolong linakes adalah dokter kebidanan & kandungan, dokter umum dan bidan

g. Tempat persalinan

Tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan penanganan kegawatdaruratan tersedia fasilitas yang dibutuhkan atau minimal bersalin di fasilitas kesehatan lainnya sehingga apabila perlu rujukan dapat segera dilakukan. Sebaliknya jika melahirkan di rumah dan sewaktu-waktu membutuhkan penanganan medis darurat maka tidak dapat segera ditangani.

Tabel 3.12.10 Persentase tempat bersalin menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Tempat bersalin

RS RB/klinik/

praktek nakes Puskesmas/

pustu Polindes/

poskesdes Rumah/ lainnya

Total

Kulon Progo 37,6 48,4 11,0 1,5 1,5 100,0

Bantul 38,3 53,7 6,9

1,1 100,0

Gunung Kidul 21,4 75,2 3,4

100,0

Sleman 54,9 35,8 7,5

1,8 100,0

Kota Yogyakarta 47,3 36,8 15,6

0,3 100,0

Yogyakarta 41,0 50,0 7,8 0,2 1,1 100,0

Page 169: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

135

Tabel 3.12.10 menunjukkan 70,4 persen kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara terjadi persentase tertinggi di rumah bersalin/klinik/praktek nakes (50,0%) dan terendah di Poskesdes/Polindes (0,2%). Namun masih terdapat 1,1 persen yang melahirkan di rumah/lainnya.

h. Pelayanan Kesehatan Masa Nifas

Masa nifas masih merupakan masa yang rentan bagi kelangsungan hidup ibu baru bersalin. Menurut Studi Tindak Lanjut Kematian Ibu SP 2010 (Afifah dkk, 2011), sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Kementerian Kesehatan menetapkan program pelayanan atau kontak ibu nifas yang dinyatakan dalam indikator:

1) KF1, kontak ibu nifas pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan 2) KF2, kontak ibu nifas pada periode 7-28 hari setelah melahirkan dan 3) KF3, kontak ibu nifas pada periode 29-42 hari setelah melahirkan

Tabel 3.12.11 Proporsi pelayanan kesehatan ibu nifas dari riwayat kelahiran periode 1 Januari 2010 sd wawancara

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Periode mendapat pelayanan kesehatan masa nifas

(KF) KF lengkap 6 jam-3 hr 7-28 hr 29-42 hr

Kulon Progo 89,1 74,8 42,0 33,1

Bantul 92,7 72,7 47,8 40,8

Gunung Kidul 97,0 58,2 35,1 27,5

Sleman 91,6 85,2 60,4 57,4

Kota Yogyakarta 99,5 74,5 62,8 53,6

Yogyakarta 93,5 74,2 50,0 43,7

Tabel 3.12.11 memperlihatkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan masa nifas seiring dengan periode waktu setelah bersalin proporsi semakin menurun. Kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan masa nifas secara lengkap yang meliputi KF1, KF2 dan KF3 hanya 43,7 persen. i. Pelayanan KB Masa Salin

Salah satu program terobosan Kementerian Kesehatan dalam upaya melakukan percepatan penurunan angka kematian ibu adalah peningkatan KB pasca persalinan. KB pasca salin adalah penggunaan metode kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan sebagai langkah untuk mencegah kehilangan kesempatan ber-KB. Dalam Riskesdas 2013 menanyakan tentang pelayanan KB yang diterima pada periode masa nifas sampai 42 hari setelah melahirkan.

Page 170: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

136

Tabel 3.12.12 Persentase kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara menurut pelayanan KB

pasca salin dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Mendapat pelayanan KB pasca salin

Ya Tidak Total

Kulon Progo 49,2 50,8 100,0

Bantul 57,2 42,8 100,0

Gunung Kidul 32,3 67,7 100,0

Sleman 42,9 57,1 100,0

Kota Yogyakarta 43,1 56,9 100,0

Yogyakarta 45,2 54,8 100,0

Tabel 3.12.12 menunjukkan bahwa cakupan pelayanan KB pasca salin di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 45,2 persen dan bervariasi menurut kabupaten.

3.13 Kesehatan Anak dan Imunisasi

Topik Kesehatan Anak dan Imunisasi bertujuan untuk memberikan informasi tentang berbagai indikator kesehatan anak yang meliputi: prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR), perilaku perawatan tali pusar bayi baru lahir, cakupan pemeriksaan bayi baru lahir (pemeriksaan neonatal), prevalensi gangguan kesehatan (sakit) pada bayi usia neonatal, kepemilikan akte kelahiran anak balita, cakupan imunisasi, cakupan kepemilikan KMS anak balita dan Buku KIA, cakupan pemantauan pertumbuhan anak balita, cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan anak balita, prevalensi cacat lahir atau kecacatan pada anak balita, cakupan pemberian ASI, cakupan inisiasi menyusu dini (IMD), cakupan pemberian kolostrum, prevalensi pemberian makanan prelakteal, cakupan pemberian ASI eksklusif atau menyusui eksklusif dan sunat perempuan. Indikator yang terkait dengan prevalensi gangguan kesehatan (sakit) pada bayi usia neonatal, kepemilikan akte kelahiran anak balita, cakupan kepemilikan KMS anak balita dan Buku KIA, cakupan pemberian kolostrum dan prevalensi pemberian makanan prelakteal akan ditampilkan dalam buku seri kedua (Riskesdas 2013 dalam angka).

Sampel yang digunakan untuk mendapatkan informasi tersebut diperoleh dari anak umur 0-59 bulan dan anak perempuan umur 0-11 tahun. Gambar 3.13.1 menunjukkan jumlah sampel yang dianalisis sesuai indikator yang diukur. Mengingat keterbatasan jumlah sampel, maka untuk mendapatkan gambaran cakupan imunisasi tingkat kabupaten/kota, digunakan data anak usia 12-59 bulan.

Tabel 3.13.1 Informasi sampel dan indikator yang dikumpulkan untuk topik kesehatan anak dan imunisasi,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Sampel Indikator

Perempuan umur 0-11 tahun (N=833) Sunat perempuan Anak umur 0-59 bulan (N=705) Kunjungan neonatal

Berat dan panjang lahir Perawatan tali pusar Kepemilikan KMS dan buku KIA Kepemilikan akte kelahiran

Anak umur 6-59 bulan (N=651)

Cakupan vitamin A Pemantauan pertumbuhan

Anak umur 24-59 bulan (N=450) Kecacatan Anak umur 0-23 bulan (N=255) ASI dan MPASI Anak umur 12-23 bulan (N=143) Imunisasi

Page 171: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

137

Riskesdas 2013 mengumpulkan informasi tentang berat badan lahir dan panjang badan lahir pada anak umur 0-59 bulan. Berat badan lahir dan panjang badan lahir dicatat atau disalin berdasarkan dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya. Persentase anak balita yang memiliki catatan berat badan lahir adalah 52,6 persen.

3.13.1. Berat dan Panjang Lahir

Kategori berat badan lahir anak balita dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: <2500 gram (BBLR), 2500-3999 gram, dan ≥4000 gram.

Tabel 3.13.2 Persentase berat badan lahir anak umur 0-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Berat badan lahir

<2500 gr 2500 - 3999 gr ≥4000 gr

Kulonprogo 11,1 87,4 1,5 Bantul 4,1 95,3 0,5 Gunung Kidul 10,2 89,5 0,3 Sleman 13,0 85,7 1,3 Kota Yogyakarta 9,0 86,3 4,7

Yogyakarta 9,4 89,3 1,3

Tabel 3.13.2 menyajikan persentase berat badan bayi baru lahir anak balita menurut karakteristik anak, pendidikan kepala keluarga (KK), pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan.

Page 172: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

138

Tabel 3.13.3 Persentase berat badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Berat badan lahir

<2500 gr 2500 - 3999 gr >4000 gr

Kelompok Umur

0 – 5 bulan 10,4 88,3 1,4

6 – 11 bulan 12,9 87,1

12 – 23 bulan 9,3 86,8 3,9

24 – 35 bulan 11,0 88,0 1,0

36 – 47 bulan 10,3 89,7

48 – 59 bulan 5,2 94,2 0,6

Jenis Kelamin

Laki-laki 10,3 88,7 1,0

Perempuan 8,6 89,8 1,6

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 6,4 88,2 5,4

Tidak tamat SD 2,4 95,7 1,9

Tamat SD 11,0 88,3 0,7

Tamat SMP 13,0 86,8 0,3

Tamat SMA 9,6 89,3 1,2

Tamat D1/D2/D3/PT 7,1 90,7 2,2

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 3,7 95,2 1,1

Pegawai 7,3 89,8 2,9

Wiraswasta 10,0 88,9 1,1

Petani/Nelayan/Buruh 11,7 88,3

Lainnya 6,7 89,4 3,8

Tempat Tinggal

Perkotaan 9,2 89,2 1,6

Perdesaan 9,8 89,4 0,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 13,5 86,5

Menengah bawah 5,7 93,7 0,6

Menengah 12,3 86,5 1,1

Menengah Atas 10,7 86,6 2,7

Teratas 7,0 91,5 1,4

Page 173: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

139

Tabel 3.13.4 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Panjang badan lahir

<48 cm 48 - 52 cm >52 cm

Kulon Progo 27,7 70,8 1,5 Bantul 32,5 66,5 1,0 Gunung Kidul 26,8 71,5 1,7 Sleman 22,6 76,3 1,2 Kota Yogyakarta 39,7 57,3 3,0

Yogyakarta 28,6 69,9 1,5

Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik anak, pendidikan KK, pekerjaan KK, tempat tinggal, dan kuintil indeks kepemilikan disajikan pada Tabel 3.13.4.

Tabel 3.13.5 Persentase panjang badan lahir anak usia 0-59 bulan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Panjang badan lahir

<48 cm 48 - 52 cm >52 cm

Kelompok Umur 0 – 5 bulan 32,0 67,7 0,3 6 – 11 bulan 53,1 46,9 12 – 23 bulan 27,6 70,1 2,3 24 – 35 bulan 24,2 74,3 1,5 36 – 47 bulan 23,1 74,6 2,3 48 – 59 bulan 22,6 76,1 1,3

Jenis Kelamin Laki-laki 27,2 70,9 1,9 Perempuan 30,0 68,9 1,1

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 41,7 58,3

Tidak tamat SD 16,8 79,7 3,4 Tamat SD 29,3 70,7 Tamat SMP 38,5 61,2 0,3 Tamat SMA 26,2 71,2 2,6 Tamat D1/D2/D3/PT 23,8 74,6 1,7

Pekerjaan KK Tidak bekerja 28,5 64,8 6,7 Pegawai 23,3 74,2 2,5 Wiraswasta 29,0 69,6 1,5 Petani/Nelayan/Buruh 31,9 68,1 Lainnya 37,4 61,3 1,4

Tempat Tinggal Perkotaan 29,5 69,0 1,5 Perdesaan 26,8 71,8 1,4

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 37,7 62,3 Menengah bawah 33,5 66,0 0,6 Menengah 29,3 70,7 Menengah Atas 25,5 73,1 1,4 Teratas 23,2 72,8 3,9

Page 174: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

140

3.13.2. Kecacatan

Pada Riskesdas 2013 menyajikan informasi prevalensi anak usia 24-59 bulan yang mengalami kecacatan. Kecacatan yang dimaksud adalah semua kecacatan yang dapat diobservasi termasuk karena penyakit atau trauma/kecelakaan. Anak yang mempunyai kecacatan termasuk anak berkebutuhan khusus, seperti di bawah ini:

a. Tuna netra (penglihatan/buta) adalah anak yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Kaufman & Hallahan).

b. Tuna wicara (berbicara/bisu) adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen dan biasanya memiliki hambatan dalam berbicara, sehingga mereka biasa disebut tuna wicara.

Gangguan berbicara pada anak balita (<5 tahun) bisanya terjadi karena anak mengalami hambatan pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen yang berakibat anak mengalami hambatan berbicara. Jadi anak mengalami gangguan pendengaran dan berbicara (tuli bisu).

c. Down syndrome adalah kelainan genetik yang terjadi pada masa pertumbuhan janin (pada kromosom 21/trisomi 21) dengan gejala yang sangat bervariasi dari gejala minimal sampai muncul tanda khas berupa keterbelakangan mental dengan tingkat IQ kurang dari 70 serta bentuk muka (Mongoloid) dan garis telapak tangan yang khas (Simian crease). Ciri-ciri anak Down Syndrome adalah muka rata, hidung tipis (pesek), jarak antara kedua mata tampak lebih dekat, jarak ibu jari dan telunjuk pada jari kaki lebih lebar, garis tangan melengkung tidak terputus.

d. Tuna daksa (tubuh/cacat anggota badan) adalah anak yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuskular (syaraf otot) dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan termasuk polio dan lumpuh.

e. Bibir sumbing adalah kelainan pada bibir, langit-langit atas mulut atau kedua-duanya. f. Tuna rungu (pendengaran/tuli) adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran

baik permanen maupun tidak permanen.

3.13.3 Status Imunisasi

Tabel 3.13.6 Persentase imunisasi dasar pada anak usia 12-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Jenis Imunisasi Dasar

HB-0 BCG DPT-HB 3 Polio 4 Campak

Kulonprogo 100,0 100,0 100,0 91,1 100,0

Bantul 94,5 96,8 96,8 82,7 100,0

Gunung Kidul 98,3 98,3 89,3 90,5 91,8

Sleman 100,0 100,0 100,0 92,2 100,0

Kota Yogyakarta 100,0 100,0 85,6 81,4 100,0

Yogyakarta 98,4 98,9 95,1 88,3 98,1

Page 175: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

141

Tabel 3.13.7 Persentase imunisasi dasar pada anak usia 12-59 bulan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Persentase Imunisasi Dasar

HB-0 BCG DPT-HB Polio Campak

Jenis Kelamin

Laki-laki 97,8 97,8 95,6 90,3 96,6

Perempuan 99,0 100,0 94,6 86,4 99,5

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 100,0 100,0 100,0 82,7 72,6

Tidak tamat SD 98,7 98,7 100,0 91,1 98,7

Tamat SD 97,5 100,0 95,5 90,5 100,0

Tamat SMP 96,3 96,3 95,2 80,2 100,0

Tamat SMA 100,0 100,0 91,2 92,1 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 98,4 98,4 96,9 88,2 98,5

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Pegawai 99,3 99,3 97,8 87,0 100,0

Wiraswasta 98,9 98,9 94,3 89,0 98,9

Petani/Nelayan/Buruh 97,0 98,3 95,0 86,8 96,2

Lainnya 100,0 100,0 70,9 94,9 94,9

Tempat Tinggal

Perkotaan 99,3 99,3 95,8 86,1 99,3

Perdesaan 97,1 98,3 94,2 91,5 96,3

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 100,0 100,0 93,8 100,0 100,0

Menengah bawah 94,2 96,6 92,9 87,8 92,5

Menengah 99,3 99,3 92,6 84,2 99,3

Menengah Atas 100,0 100,0 97,6 89,7 99,1

Teratas 98,7 98,7 97,0 85,0 100,0

Tabel 3.13.8

Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Kelengkapan Imunisasi Dasar

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Imunisasi

Kulonprogo 89,7 10,3

Bantul 80,4 16,4 3,2

Gunung Kidul 74,6 24,3 1,1

Sleman 92,2 7,8

Kota Yogyakarta 75,5 24,5

Yogyakarta 83,2 15,9 1,0

Page 176: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

142

Tabel 3.13.9 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-59 bulan menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Kelengkapan Imunisasi Dasar

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Imunisasi

Jenis Kelamin

Laki-laki 83,3 14,8 1,9

Perempuan 83,1 16,9

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 55,3 44,7

Tidak tamat SD 91,1 8,9

Tamat SD 82,1 17,9

Tamat SMP 79,3 17,0 3,7

Tamat SMA 85,9 14,1

Tamat D1/D2/D3/PT 88,2 10,2 1,6

Pekerjaan KK Tidak bekerja 100,0

Pegawai 87,0 12,3 0,7

Wiraswasta 81,8 18,2

Petani/Nelayan/Buruh 79,0 19,2 1,7

Lainnya 70,9 29,1

Tempat Tinggal Perkotaan 84,1 15,4 0,4

Perdesaan 81,8 16,5 1,7

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 93,8 6,2

Menengah bawah 78,3 18,3 3,4

Menengah 72,6 27,4

Menengah Atas 89,0 11,0

Teratas 85,0 13,8 1,3

Tabel 3.13.10

Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pernah mengalami KIPI

Kulonprogo 39,3

Bantul 36,9

Gunung Kidul 47,2

Sleman 25,4

Kota Yogyakarta 30,5

Yogyakarta 33,4

Page 177: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

143

Tabel 3.13.11 Persentase keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) anak umur 12-59 bulan menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Pernah mengalami KIPI

Jenis Kelamin

Laki-laki 11,9

Perempuan 15,0

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 16,2

Tidak tamat SD 13,2

Tamat SD 16,3

Tamat SMP 2,9

Tamat SMA 15,8

Tamat D1/D2/D3/PT 17,0

Pekerjaan KK Tidak bekerja 5,4

Pegawai 15,4

Wiraswasta 12,8

Petani/Nelayan/Buruh 14,1

Lainnya 5,7

Tempat Tinggal Perkotaan 12,3

Perdesaan 15,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 14,0

Menengah bawah 9,2

Menengah 14,8

Menengah Atas 17,5

Teratas 11,8

Tabel 3.13.12 Persentase jenis kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Keluhan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Demam tinggi

Bengkak Kemerahan Bernanah Lainnya

Kulonprogo 1,3 7,9 9,2 2,1 1,1

Bantul 4,4 6,2 0,9

Gunung Kidul 4,1 3,9 7,7

Sleman

7,2 9,8 1,5 2,0

Kota Yogyakarta 5,9 13,6 10,8 2,9 1,6

Yogyakarta 1,6 6,7 8,6 1,3 1,0

Page 178: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

144

Tabel 3.13.13 Persentase jenis kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) pada anak umur 12-59 bulan menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Keluhan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Demam tinggi

Bengkak Kemerahan Bernanah Lainnya

Jenis Kelamin Laki-laki 2,3 5,5 7,3 0,9 0,3

Perempuan 0,9 7,9 9,8 1,8 1,6

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah

1,1 15,1

Tidak tamat SD 2,7 6,6 3,0

0,9

Tamat SD 2,0 10,0 12,0

Tamat SMP 1,6 2,7 0,3

Tamat SMA 1,3 9,1 9,6 4,0 0,6

Tamat D1/D2/D3/PT 3,3 5,7 10,5 0,2 4,1

Pekerjaan KK Tidak bekerja

3,8 1,5

Pegawai 1,6 8,9 12,3 3,4 0,3

Wiraswasta 0,5 7,1 4,9 0,3 3,3

Petani/Nelayan/Buruh 2,3 5,3 9,2 0,6 0,6

Lainnya 1,4 5,7 1,4

Tempat Tinggal Perkotaan 1,1 7,1 7,6 1,3 1,3

Perdesaan 2,4 6,0 10,3 1,3 0,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 2,8 5,5 9,1 1,1

Menengah bawah 1,6 4,7 6,5 0,7 0,4

Menengah 0,7 7,5 8,2 0,4

Menengah Atas 0,7 12,9 13,7 4,4

Teratas 2,5 2,7 5,6

3,9

Page 179: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

145

Tabel 3.13.14 Persentase cara perawatan tali pusar dari anak usia 0-59 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Cara Perawatan Tali Pusar

Tidak diberi apa-apa Diberi betadine/

alkohol Diberi obat tabur

Diberi ramuan/ obat tradisional

Kulonprogo 46,0 54,0 Bantul 50,0 49,3 0,8 Gunung Kidul 34,3 65,7 Sleman 49,5 49,8 0,8 Kota Yogyakarta 44,5 55,1 0,4

Yogyakarta 45,9 53,6 0,2 0,3

3.13.4 Pola Pemberian ASI

Dalam Riskesdas 2013 dikumpulkan data tentang pola pemberian ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak umur 0-23 bulan yang meliputi: proses mulai menyusu, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian kolostrum, pemberian makanan prelakteal, menyusui eksklusif, dan pemberian MP-ASI. Dalam buku ini ditampilkan proses menyusui dan menyusui ekslusif. Menyusui ekslusif jika anak usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja pada 24 jam terakhir dan tidak diberi makanan prelakteal.

Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting yang fundamental pada kelangsungan hidup bayi, kolostrum yang kaya dengan zat antibodi, pertumbuhan yang baik, kesehatan, dan gizi bayi. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi dan balita, Inisiasi menyusu dini mempunyai peran penting bagi ibu dalam merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum).

Menyusui dalam jangka panjang dapat memperpanjang jarak kelahiran karena masa amenorhoe lebih panjang, pemulihan status gizi yang lebih baik sebelum kehamilan berikutnya. UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah usia 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur 2 tahun. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasi kepada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Persentase proses mulai menyusui pada anak umur 0-23 bulan menurut kabupaten disajikan pada Tabel 3.13.15

Tabel 3.13.15 Persentase proses mulai menyusu dari anak usia 0-23 bulan menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Proses Mulai Menyusu

1 Jam (IMD) 1-6 Jam 7-23 Jam 24-47 jam ≥ 48 jam

Kulonprogo 63,5 24,3 3,0 2,9 6,3 Bantul 58,7 30,7 10,6 Gunung Kidul 35,9 51,6 1,6 5,0 5,8 Sleman 51,4 44,5 4,1 Kota Yogyakarta 43,1 36,0 10,4 10,5

Yogyakarta 50,7 39,1 0,7 6,5 3,1

Page 180: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

146

3.13.5 Cakupan Vitamin A

Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, untuk anak berusia enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan.

Tabel 3.13.16 Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul vitamin A selama enam bulan terakhir

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Menerima kapsul vitamin A

Kulon Progo 90,8 Bantul 80,8 Gunung Kidul 86,7 Sleman 80,6

Kota Yogyakarta 92,7

Yogyakarta 84,4

3.13.6 Pemantauan Pertumbuhan

Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (growth faltering) secara dini. Untuk mengetahui pertumbuhan tersebut, penimbangan balita setiap bulan sangat diperlukan. Penimbangan balita dapat dilakukan di berbagai tempat seperti Posyandu, Polindes, Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan yang lain.

Pada Riskesdas 2013, ditanyakan frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang frekuensi penimbangan ART untuk pemantauan pertumbuhan dalam 6 bulan terakhir. Idealnya dalam 6 bulan anak balita ditimbang minimal 6 kali.

Tabel 3.13.17 Persentase frekuensi penimbangan anak umur 6-59 bulan selama enam bulan terakhir menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Frekuensi penimbangan

≥4 kali 1 – 3 kali Tidak pernah

Kulon Progo 91,3 5,2 3,5 Bantul 89,3 7,9 2,8 Gunung Kidul 81,7 14,4 3,9 Sleman 63,9 22,3 13,8 Kota Yogyakarta 83,4 10,0 6,6

Yogyakarta 79,0 13,8 7,2

3.13.7 Sunat Perempuan Tabel 3.13.18

Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun yang menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pernah disunat

Kulon Progo 2,8 Bantul 17,1 Gunung Kidul 0,6 Sleman 9,9 Kota Yogyakarta 18,7

Yogyakarta 10,3

Page 181: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

147

Tabel 3.13.19 Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Pernah disunat

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah 4,1

Tidak tamat SD 11,8 Tamat SD 2,5 Tamat SMP 7,4 Tamat SMA 18,0 Tamat D1/D2/D3/PT 10,9

Pekerjaan KK Tidak bekerja 12,4

Pegawai 14,0 Wiraswasta 8,3 Petani/Nelayan/Buruh 8,8 Lainnya 6,8

Tempat Tinggal

Perkotaan 12,9 Perdesaan 5,0

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 6,0 Menengah bawah 10,3 Menengah 8,1 Menengah Atas 16,9 Teratas 8,6

Page 182: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

148

Tabel 3.13.20 Persentase kategori umur ketika disunat pada anak perempuan usia 0 - 11 tahun menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik 0 bulan 1-5 bulan 6-11 bulan 1-4 tahun 5-11 tahun

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 100,0

Tidak tamat SD

86,4 13,6

Tamat SD 30,8 62,0 7,2

30,8

Tamat SMP 100,0

Tamat SMA 6,3 90,6 3,2 6,2

Tamat D1/D2/D3/PT 83,5 16,5

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 93,1 6,9

Pegawai 9,1 88,5 2,4 10,0

Wiraswasta 94,4 5,6

Petani/Nelayan/Buruh 4,2 89,9 5,9 4,2

Lainnya 100,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 4,5 93,0 2,5 4,5

Perdesaan 8,5 77,6 2,0 11,9 8,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 15,6 47,9 36,5 15,6

Menengah bawah 95,2 4,8

Menengah 100,0

Menengah Atas 4,5 94,7 0,8

4,5

Teratas 10,1 89,9

10,1

Page 183: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

149

Tabel 3.13.21 Persentase orang yang menyarankan untuk melakukan sunat pada anak perempuan usia 0-11

tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Orang tua Keluarga Tokoh agama Tokoh adat

Kulon Progo

80,5

Bantul

95,4

Gunung Kidul

100,0

Sleman 17,5 61,7 18,8 31,5

Kota Yogyakarta 67,7 21,8

2,7

Yogyakarta 17,6 23,5 6,0 58,2

Tabel 3.13.22 Persentase orang yang menyarankan untuk melakukan sunat pada anak perempuan usia 0-11

tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Orang tua Keluarga Tokoh agama

Tokoh adat

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah

Tidak tamat SD 2,4

97,6

Tamat SD 38,8

47,3

Tamat SMP 48,1 12,9

51,9

Tamat SMA 9,3 29,2 9,9 59,1

Tamat D1/D2/D3/PT 43,3 63,0

10,1

Pekerjaan KK Tidak bekerja 6,3

82,9

Pegawai 21,1 41,4 14,3 42,7

Wiraswasta 29,6 32,7

32,9

Petani/Nelayan/Buruh 3,6

94,5

Lainnya 66,8

Tempat Tinggal Perkotaan 20,9 27,9 7,1 51,1

Perdesaan 96,2

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 11,5 11,5

68,9

Menengah bawah 17,7

82,3

Menengah 14,5 26,7

54,0

Menengah Atas 5,9 38,4 9,2 63,5

Teratas 42,8 19,1 12,2 28,0

Page 184: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

150

Tabel 3.13.23 Persentase pesunat anak perempuan usia 0-11 tahun menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Tukang sunat

Dukun bayi

Bidan Nakes lainnya

Pendidikan KK Tidak pernah sekolah

100,0

Tidak tamat SD 1,2 97,6

1,2

Tamat SD 42,1 57,9

Tamat SMP

71,4 28,6

Tamat SMA 78,0 18,5 3,5

Tamat D1/D2/D3/PT 10,1 43,3 46,5

Pekerjaan KK Tidak bekerja

82,9 17,1

Pegawai 62,0 24,4 13,6

Wiraswasta 0,5 59,1 32,2 8,2

Petani/Nelayan/Buruh 97,5 2,5

Lainnya

100,0

Tempat Tinggal Perkotaan 0,1 67,8 23,6 8,6

Perdesaan 96,2 3,8

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 66,4 33,6

Menengah bawah

82,3 17,7

Menengah 80,7 10,1 9,2

Menengah Atas 80,1 10,5 9,5

Teratas 0,5 46,2 42,7 10,6

3.14. STATUS GIZI Pada Riskesdas 2013, status gizi penduduk Provinsi DIY disajikan dalam 5 (lima) bagian yang terdiri dari 1. Status Gizi Balita, 2. Status Gizi anak umur 5 – 18 tahun, 3. Status gizi penduduk dewasa, 4. Risiko Kurang Energi Kronis, dan 5. Wanita Hamil Risti. 3.14.1. Status Gizi Balita 3.14.1.1. Cara Penilaian Status Gizi Balita Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang dan tinggi badan diukur menggunak analat ukur panjang/tinggidengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Page 185: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

151

Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri balita WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score darimasing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut : a. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator BB/U :

Gizi Buruk : Zscore < -3,0 Gizi Kurang : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0 Gizi Baik : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0 Gizi Lebih : Zscore > 2,0

b. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator TB/U:

Sangat Pendek : Zscore < -3,0 Pendek : : Zscore ≥- 3,0 s/d Zscore < -2,0 Normal : Zscore ≥ -2,0

c. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator BB/TB:

Sangat Kurus : Zscore < -3,0 Kurus : Zscore ≥ -3,0 s/d Zscore < -2,0 Normal : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0 Gemuk : Zscore > 2,0

d. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB:

Pendek-Kurus : Zscore TB/U < -2,0 dan ZScore BB/TB < -2,0 Pendek-Normal : Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0 Pendek-Gemuk : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0 TB Normal-Kurus : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0 TB Normal-Normal : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0 TB Normal-Gemuk : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0

Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut: Berdasarkan indikator BB/U:

Prevalensi gizi buruk : (S Balita gizi buruk/S Balita) x 100% Prevalensi gizi kurang : (S Balita gizi kurang/SBalita) x 100% Prevalensi gizi baik : (S Balita gizi baik/S Balita) x 100% Prevalensi gizi lebih : (S Balita gizi lebih/S Balita) x 100%

Berdasarkan indikator TB/U Prevalensi sangat pendek : (S Balita sangat pendek/S Balita) x 100% Prevalensi pendek : (S Balita pendek/S Balita) x 100% Prevalensi normal : (S Balita normal/S Balita) x 100%

Page 186: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

152

Berdasarkan indikator BB/TB:

Prevalensi sangat kurus : (S Balita sangat kurus/S Balita) x 100% Prevalensi kurus : (S Balita kurus/S Balita) x 100% Prevalensi normal : (S Balita normal/S Balita) x 100% Prevalensi gemuk : (S Balita gemuk/S Balita) x 100%

Berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB

Prevalensi pendek-kurus : (S Balita pendek- kurus/ S Balita)x100% Prevalensi pendek-normal : (S Balita pendek-normal/S Balita)x100% Prevalensi pendek-gemuk : (S Balita pendek-gemuk/S Balita)x100% Prevalensi TB normal-kurus : (S Balita normal-kurus/S Balita)x100% Prevalensi TB normal-normal : (S Balita normal-normal/S Balita)x100% Prevalensi TB normal-gemuk : (S Balita normal-gemuk/S Balita)x100%

Dalam laporan ini ada beberapa istilah status gizi yang digunakan, yaitu:

Berat Kurang : Istilah untuk gabungan gizi buruk dan gizi kurang (underweight) Kependekan : Istilah untuk gabungan sangat pendek dan pendek (Stunting) Kekurusan : : Istilah untuk gabungan sangat kurus dan kurus (Wasting)

3.14.1.2. Sifat-Sifat Indikator Status Gizi Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara UMUM. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena pendek (kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (akut). Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya KRONIS sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola asuh/ pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi PENDEK. Indikator BB/TB dan IMT/U memberikan indikasi masalah gizi yang sufatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan makanan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan dan indikator BB/TB dan IMT/U dapat juga memberikan indikasi kegemukan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada umur dini dapat berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit degenerative pada saat dewasa (teori Barker). MASALAH GIZI AKUT-KRONIS adalah masalah gizi yang memiliki sifat masalah gizi AKUTdan KRONIS. Sebagai contoh adalah anak yang KURUS dan PENDEK. 3.14.1.3. Status Gizi Balita menurut indikator BB/U

Pada Tabel 3.14.1. menyajikan prevalensi berat kurang (underweight) menurut kabupaten/kota di Provinsi DIY. Dapat dilihat bahwa secara provinsi , prevalensi berat kurang pada tahun 2013 adalah 16,2 persen, terdiri dari 4,0 persen gizi buruk dan 12,2 gizi kurang. Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi berat kurang secara provinsi harus diturunkan minimal sebesar 1.2 persen dalam periode 2013 sampai 2015. Diantara 4 kabupaten dan 1 kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, ada dua kabupaten yang memiliki prevalensi gizi berat kurang di atas angka prevalensi provinsi yaitu kabupaten Gunung Kidul dan Bantul yaitu 21,1 persen dan 16,4 persen.

Page 187: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

153

Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tiga kabupaten/kota di DIYyang memiliki prevalensi gizi berat kurang di bawah sasaran MDG atau sudah mencapai sasaran,yaitu: (1) Kulon Progo, (2) Sleman, (3) Kota Yogyakarta. Menurut WHO 2010

1 masalah kesehatan masyarakat sudah

dianggap serius bila prevalensi BB/U berat kurang pada prevalensi antara 20 persen - 29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila prevalensi berat kurang lebih besar atau sama dengan 30 persen. Pada Riskesdas 2013 yang dilaksanakan di DIY tidak ada prevalensi BB/U berat kurang pada balita dengan nilai 20 persen – 29.0 persen, hal ini berarti bahwa masalah berat kurang di Indonesia sudah bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi.

3.14.1.4. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator TB/U

Tabel 3.14.2 menyajikan prevalensi kependekan (stunting) menurut kabupaten/kota dan provinsi. Prevalensi kependekan secara provinsi tahun 2013 adalah 27,3 persen, yang terdiri dari 8,2 persen sangat pendek dan 19,1 persen pendek. Prevalensi kependekan diatas prevalensi provinsi terdapat di 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman dengan nilai masing-masing 31 persen dan 28.4 persen. Menurut WHO 2010

1, masalah kesehatan masyarakat dianggap prevalensi tinggi bila prevalensi

kependekan sebesar 30 – 39 persen dan prevalensi sangat tinggi bila diatas atau sama dengan 40 persen. Kabupaten Gunung Kidul menjadi satu-satunya kabupaten di DIY yang masuk dalam kelompok dengan prevalensi kependekan tinggi yaitu 31 persen.

3.14.1.5. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator BB/TB

Tabel 3.14.3. menyajikan prevalensi kekurusan menurut kabupaten/kota dan provinsi. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah keadaan sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z-score < -3,0 SD. Prevalensi sangat kurus secara provinsi tahun 2013 sudah cukup rendah yaitu 4,7 persen. Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 4,7 persen. Prevalensi sangat kurus diatas prevalensi provinsi adalah Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman yaitu 8,9 persen dan 5,1 persen. Pada tahun 2013 prevalensi kegemukan secara provinsi di DIY adalah 10,3 persen. Terdapat 3 kabupaten yang memiliki masalah kegemukan di atas angka provinsi dengan urutan prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu: (1) Gunung Kidul, (2) Sleman, dan (3) Bantul. Menurut WHO 2010

1 masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi BB/TB

Kurus antara 10,0 persen - 14,0 persen, dan dianggap kritis bila di atas atau sama dengan 15,0 persen. Pada tahun 2013, secara provinsi prevalensi BB/TB kurus pada balita sudah mencapai angka 4.7 persen. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan di DIY sudah bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Diantara 4 kabupaten dan 1 kota di DIY semuanya tidak termasuk dalam kategori masalah keseatan masyarakat.

1WHO 2010.Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators: Interpretation Guide.

Page 188: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

154

Tabel 3.14.1 Prevalensi status gizi balita BB/U menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status gizi BB/U Total (%) Gizi buruk

(%) Gizi kurang

(%) Gizi baik

(%) Gizi lebih

(%)

Kulon Progo 2,4 9,9 85,0 2,7 100 Bantul 2,1 15,5 81,9 0,5 100 Gunung Kidul 4,7 16,4 73,0 5,9 100 Sleman 5,5 10,0 81,8 2,7 100 Kota Yogyakarta 4,3 7,7 78,4 9,6 100

Yogyakarta 4,0 12,2 80,3 3,5 100

Tabel 3.14.2 Prevalensi status gizi balita TB/U menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status gizi TB/U*)

Total (%) Sangat pendek

(%) Pendek

(%) Normal

(%)

Kulon Progo 7,4 18,9 73,7 100 Bantul 9,9 16,4 73,7 100 Gunung Kidul 7,7 23,3 69,0 100 Sleman 8,5 19,9 71,6 100 Kota Yogyakarta 4,7 16,2 79,1 100

Yogyakarta 8,2 19,1 72,8 100 *) TB/U: tinggi badan menurut umur

Tabel 3.14.3

Prevalensi status gizi ballita BB/TB menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status gizi BB/TB Total (%) Sangat kurus

(%) Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Kulon Progo 2,2 2,2 89,1 6,6 100 Bantul 4,0 7,4 78,1 10,5 100 Gunung Kidul 8,9 4,6 73,1 13,4 100 Sleman 5,1 3,8 79,0 12,1 100 Kota Yogyakarta 1,7 5,1 89,1 4,0 100

Yogyakarta 4,7 4,7 80,2 10,3 100

Page 189: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

155

3.14.1.6. Prevalensi Status Gizi Balita Menurut Karakteristik Responden Tabel 3.14.4, sampai dengan Tabel 3.14.6, menyajikan prevalensi status gizi balita berdasarkan indikator BB/U, TB/U, BB/TB menurut karakteristik responden yang mencakup kelompok umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan kepala rumah tangga, pekerjaan kepala rumah tangga, tempat tinggal dan kuintil indeks kepemilikan rumah tangga. Kuintil indeks kepemilikan rumah tangga disajikan mulai terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas dan teratas mengindikasikan tingkat kesejahteraan terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas dan teratas. Prevalensi kependekan (sangat pendek dan pendek) terdapat pada balita kelompok umur 24 – 35 bulan (39 %). Prevalensi berat kurang (gizi buruk & gizi kurang) menunjukkan bahwa semakin bertambah umur balita semakin tinggi prevalensi masalah gizinya. Pada masalah kekurusan dan kegemukan menunjukkan bahwa semakin bertambah umur semakin menurun prevalensinya. Menurut jenis kelamin ditemukan bahwa prevalensi berat kurang dan kependekan pada balita perempuan lebih tinggi daripada balita laki yaitu berturut-turut sebesar 19,2 persen dan 29.6 persen. Sedangkan menurut tempat tinggal, prevalensi berat kurang dan kependekan di perkotaan lebih rendah daripada balita di perdesaan yaitu berturut-turut 15.7 persen dan 26 persen. Secara umum prevalensi berat kurang dan prevalensi kependekan pada balita memiliki pola yang konsisten dengan ketiga karakteristik responden tersebut. Prevalensi berat kurang, kependekan dan kekurusan semakin rendah seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga. Prevalensi anak balita kegemukan yang kepala rumah tangga tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD/MI memiliki prevalensi yang hampir sama. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga semakin tinggi pula prevalensi kegemukan pada balita. Hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah tingginya prevalensi kegemukan pada balita yang kepala rumah tangga nya tidak pernah sekolah yaitu 8,1 persen sedikit dibawah prevalensi kegemukan balita pada kepala rumah tangga yang berpendidikan SLTP (9,7 %). Jika dilihat prevalensi masalah gizi balita berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga terlihat bahwa pada jenis pekerjaan yang berpenghasilan relatif tetap prevalensi berat kurang, prevalensi kependekan dan kekurusan lebih rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang berpenghasilan tidak tetap. Sebaliknya, prevalensi kegemukan terlihat relatif lebih tinggi pada jenis pekerjaan berpenghasilan tetap dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak berpenghasilan tetap. Pola antara prevalensi berat kurang, kependekan dan kekurusan dengan kuintil indeks kepemilikan terlihat jelas. Semakin baik keadaan kesejahteraan rumah tangga semakin rendah prevalensi berat kurang. Tidak terdapat pola yang jelas antara prevalensi kegemukan dengan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita.

Page 190: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

156

Tabel 3.14.4 Prevalensi status gizi balita BB/U menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Status Gizi BB/U Total (%) Gizi buruk

(%) Gizi kurang

(%) Gizi baik

(%) Gizi lebih

(%)

Kelompok Umur

0-5 bln

5,8 92,0 2,2 100

6-11 bln 3,2 7,0 86,0 3,8 100

12-23 bln 7,7 7,4 81,5 3,5 100

24-35 bln 6,8 13,4 76,4 3,4 100

36-47 bln 2,4 19,9 74,8 3,0 100

48-59 bln 1,9 13,9 80,0 4,2 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 3,5 9,6 81,8 5,1 100

Perempuan 4,4 14,8 78,9 1,9 100

Pendidikan KK

Tidak sekolah

8,9 88,3 2,8 100

Tidak Tamat SD 7,6 14,9 72,8 4,7 100

Tamat SD 1,2 10,2 85,1 3,6 100

Tamat SLTP 8,0 16,9 74,1 1,0 100

Tamat SLTA 3,1 11,7 81,1 4,1 100

Tamat D1-D3/PT 3,3 9,7 82,1 5,0 100

Pekerjaan KK

Tidak berkerja 4,0 5,4 81,9 8,7 100

Pegawai 4,8 9,2 82,3 3,6 100

Wiraswasta 3,9 11,6 83,5 1,0 100

Petani/Nelayan/Buruh 3,8 15,5 77,0 3,7 100

Lainnya

12,1 80,1 7,8 100

Tempat Tinggal

Perkotaan 3,7 12,0 81,2 3,2 100

Perdesaan 4,5 12,8 78,7 4,1 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 3,3 15,5 79,0 2,2 100

Menengah Bawah 3,3 15,7 79,3 1,7 100

Menengah 3,2 13,1 79,0 4,7 100

Menengah Atas 8,2 13,0 76,5 2,3 100

Teratas 1,6 6,3 86,4 5,6 100

Page 191: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

157

Tabel 3.14.5 Prevalensi status gizi balita TB/U menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Status Gizi TB/U Total (%)

Sangat pendek

(%) Pendek

(%) Normal

(%)

Kelompok Umur

0-5 bln 10,7 19,5 69,8 100

6-11 bln 1,9 13,2 85,0 100

12-23 bln 5,1 20,0 74,9 100

24-35 bln 15,7 24,0 60,3 100

36-47 bln 9,7 20,5 69,9 100

48-59 bln 5,8 16,3 77,8 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 5,8 18,9 75,2 100

Perempuan 10,4 19,2 70,3 100

Pendidikan KK

Tidak sekolah 17,3 10,3 72,3 100

Tidak Tamat SD 8,2 16,9 74,8 100

Tamat SD 4,9 23,1 72,0 100

Tamat SLTP 15,2 17,6 67,1 100

Tamat SLTA 6,1 19,9 73,9 100

Tamat D1-D3/PT 4,7 17,6 77,6 100

Pekerjaan KK

Tidak berkerja 1,7 6,4 91,9 100

Pegawai 8,1 18,2 73,7 100

Wiraswasta 7,5 16,6 75,9 100

Petani/Nelayan/Buruh 9,2 21,9 68,9 100

Lainnya 9,7 28,8 61,5 100

Tempat Tinggal

Perkotaan 8,9 17,1 74,0 100

Perdesaan 6,7 22,8 70,5 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 7,5 24,9 67,6 100

Menengah Bawah 11,6 19,3 69,0 100

Menengah 2,6 25,3 72,1 100

Menengah Atas 7,6 17,7 74,6 100

Teratas 10,8 11,8 77,4 100

Page 192: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

158

Tabel 3.14.6 Prevalensi status gizi balita BB/TB menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Status Gizi BB/TB Total (%) Sangat kurus

(%) Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Kelompok Umur

0-5 bln 1,7 5,8 66,8 25,8 100

6-11 bln 4,9 18,4 68,3 8,3 100

12-23 bln 10,3 4,9 80,3 4,5 100

24-35 bln 4,2 6,4 81,3 8,1 100

36-47 bln 4,1 1,1 84,5 10,2 100

48-59 bln 2,2 0,3 85,6 11,8 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 4,8 4,1 80 11,1 100

Perempuan 4,7 5,4 80,5 9,5 100

Pendidikan KK

Tidak sekolah 8,1

69 22,9 100

Tidak Tamat SD 5,8 3,1 84 7,1 100

Tamat SD 2,3 2,7 86,2 8,8 100

Tamat SLTP 9,7 1,9 76,9 11,5 100

Tamat SLTA 3,9 6,4 82,7 6,9 100

Tamat D1-D3/PT 1,7 9,1 74 15,2 100

Pekerjaan KK

Tidak berkerja 6,3 8,6 79,4 5,7 100

Pegawai 4 5,9 81,3 8,8 100

Wiraswasta 3,6 5,5 79,8 11,2 100

Petani/Nelayan/Buruh 4,9 3,5 81,5 10,1 100

Lainnya 13,6 61,6 24,9 100

Tempat Tinggal

Perkotaan 4,3 5,1 80,9 9,7 100

Perdesaan 5,5 4,1 78,9 11,5 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 9,4 1,5 80,2 8,9 100

Menengah Bawah 2,2 3,7 88,0 6,1 100

Menengah 2,4 6,2 77,4 13,9 100

Menengah Atas 7,8 6,1 75,7 10,4 100

Teratas 3,3 4,9 80,5 11,2 100

Page 193: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

159

3.14.2. Status gizi anak umur 5-18 tahun Status Gizi anak umur 5-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga kelompok umur yaitu 5-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Indikator status gizi yang digunakan untuk kelompok umur ini didasarkan pada hasil pengukuran antropometri berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang disajikan dalam bentuk tinggi badan menurut umur (TB/U) dan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan baku antropometri anak 5-19 tahun WHO 2007 dihitung nilai Z_scoreTB/U dan IMT/U masing-masing anak. Selanjutnya berdasarkan nilai Z_score ini status gizianak dikategorikan sebagai berikut: Berdasarkan indikator TB/U: Sangat pendek :Z_score < -3, Pendek :Z_score ≥ -3,0 s/d < -2,0 dan Normal :Z_score ≥ -2,0 Berdasarkan indikator IMT/U: Sangat kurus :Z_score < -3,0 Kurus :Z_score ≥ -3,0 s/d < -2,0 Normal :Z_score ≥ -2,0 s/d ≤ 1,0 Gemuk : Z_score > 1,0 s/d ≤ 2,0 Obesitas :Z_score > 2,0 3.14.2.1 Status Gizi Anak Umur 5 -12 Tahun

3.14.2.1.1. Status Gizi Anak Umur 5 – 12 Tahun Menurut Indikator TB/U dan IMT/U

Pada Tabel 3.14.7. dapat dilihat bahwa secara provinsi prevalensi kependekan menurut TB/U pada anak umur 5-12 tahun, adalah 14,9 persen yang terdiri dari 2,1 persen sangat pendek dan 12,8 persen pendek. Prevalensi kependekan terendah di Kota DIY yaitu 10,5 persen dan tertinggi di kabupaten Kulon Progo yaitu 20,5 persen. Masih terdapat sebanyak 3 kabupaten dengan prevalensi kependekan di atas prevalensi provinsi yaitu Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo. Pada Tabel 3.14.8. dapat dilihat bahwa secara nasional prevalensi kekurusan pada anak umur 5 -12 tahun adalah 7,5 persen, terdiri dari 1,7 persen sangat kurus dan 5,8 persen kurus. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah di kabupaten Sleman yaitu 4.9 persen dan paling tinggi di kabupaten Gunung Kidul yaitu 10,9 persen. Sebanyak 3 kabupaten dengan prevalensi kekurusan diatas provinsi, yaitu Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul. Secara nasional masalah kegemukan pada anak umur 5-12 tahun masih cukup tinggi yaitu 16 persen. Prevalensi kegemukan diatas prevalensi provinsi terdapat di Kabupaten Gunung Kidul (18,5%) dan Kota DIY sebesar 29 persen.

Page 194: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

160

Tabel 3.14.7 Prevalensi status gizi TB/U usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi TB/U

Sangat Pendek

(%)

Pendek (%)

Normal (%)

Total (%)

Kulon Progo 4,5 16,0 79,5 100

Bantul 0,5 13,6 85,9 100

Gunung Kidul 3,7 16,4 79,8 100

Sleman 2,4 9,1 88,5 100

Kota Yogyakarta 10,5 89,5 100

Yogyakarta 2,1 12,8 85,1 100

Tabel 3.14.8 Prevalensi status gizi IMT/U Usia 5 – 12 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Obesitas (%)

Jumlah (%)

Kulon Progo 0,7 7,4 78,4 9,1 4,4 100

Bantul 0,5 7,7 80,2 7,7 3,9 100

Gunung Kidul 2,0 8,9 70,6 10,9 7,6 100

Sleman 3,1 1,8 80,0 7,4 7,8 100

Kota Yogyakarta 1,9 4,3 64,0 15,6 14,2 100

Yogyakarta 1,7 5,8 76,5 9,1 6,9 100

3.14.2.1.2. Status gizi anak umur 5-12 tahun menurut karakteristik responden Pada Tabel 3.14.9 berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dapat dilihat bahwa kependekan pada anak laki laki lebih tinggi (15,5%) dibandingkan anak perempuan (14,9%). Sedangkan menurut tempat tinggal, prevalensi anak kependekan di perkotaan lebih rendah dari anak di perdesaan. Prevalensi kependekan terlihat semakin rendah dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga. Prevalensi kependekan terlihat semakin rendah dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai dengan penghasilan tetap. Prevalensi kependekan juga semakin rendah dengan semakin tingginya kuintil indeks kepemilikan. Demikian pula halnya dengan prevalensi kekurusan (Tabel 3.14.10), terlihat pada anak laki-laki lebih tinggi yaitu 8,2 persen dibadingkan anak perempuan yaitu 6,7 persen. Menurut tempat tinggal prevalensi kekurusan di perkotaan sedikit lebih rendah dari anak di perdesaan yaitu berturut-turut sebesar 6,4 persen dan 9,4 persen. Prevalensi kekurusan berbanding terbalik dengan pendidikan kepala rumah tangga yaitu semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga semakin rendah prevalensi kekurusan. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah pada balita dengan kepala rumah tangga yang berpendidikan tamat SLTP.

Page 195: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

161

Sedangkan menurut jenis pekerjaan kepala rumah tangga, terlihat lebih banyak yang kurus pada anak dengan KK yang bekerja dengan jenis pekerjaan berpenghasilan tidak tetap (petani/nelayan/ buruh) yaitu sebesar 5.4 persen. Prevalensi kekurusan juga berbanding terbalik dengan keadaan ekonomi rumah tangga, semakin baik keadaan kuintil indeks kepemilikan rumah tangga semakin rendah prevalensi kekurusannya. Prevalensi kekurusan tertinggi (2,6%) ada pada anak dalam keluarga dengan kuintil indeks kepemilikan terendah dan prevalensi terendah (0.8%) pada kuintil indeks kepemilikan tertinggi. Prevalensi kegemukan pada anak laki-laki umur 5-12 tahun lebih tinggi dibandingkan anak perempuan yaitu sebesar 18,5 persen dan 13,4 persen. Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan lebih tinggi di perdesaan dibandingkan dengan prevalensi di perkotaan yaitu berturut-turut sebesar 16,2 persen dan 15,.9 persen. Prevalensi kegemukan terlihat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga. Pada pendidikan kepala rumah tangga SD kebawah, prevalensi kegemukan pada anak umur 5-12 tahun berkisar dari 10,5 persen sampai 14,2 persen, sedangkan pada kepala rumah tangga yang berpendidikan SLTP keatas berkisar dari 8,5 persen sampai 25,5 persen.

Tabel 3.14.9

Prevalensi status gizi TB/U usia 5 – 12 tahun menurut karakteristik responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi TB/U

Sangat Pendek (%)

Pendek (%)

Normal (%)

Jumlah (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

2,2 12,1 85,7 100

2,0 13,5 84,5 100

2,1 12,8 85,1 100 Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 4,5 9,0 86,5 100 Tidak tamat SD 2,3 27,8 69,9 100 Tamat SD 3,7 13,4 82,9 100 Tamat SLTP 2,9 16,9 80,2 100 Tamat SLTA 1,2 11,0 87,8 100

Tamat D1-D3/PT 0,5 6,2 93,3 100

Pekerjaan KK Tidak bekerja 3,8 10,2 86,0 100 Pegawai 0,9 9,1 90,1 100 Wiraswasta 1,0 12,5 86,5 100 Petani/nelayan/buruh 3,1 14,4 82,5 100 Lainnya 6,2 26,7 67,0 100

Tempat Tinggal Perkotaan 1,4 10,6 88,1 100 Pedesaan 3,5 16,9 79,6 100

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas

3,0 16,9 80,0 100

3,6 20,2 76,1 100

1,8 10,3 87,9 100

1,6 11,2 87,2 100

1,1 8,2 90,7 100

Page 196: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

162

Tabel 3.14.10 Prevalensi status gizi IMT/U usia 5 – 12 tahun menurut karakteristik responden,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Obesitas (%)

Jumlah (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 1,8 6,4 73,3 8,6 9,9 100

Perempuan 1,6 5,1 79,8 9,7 3,7 100

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 4,4 8,0 73,5 9,5 4,7 100

Tidak tamat SD 0,6 13,8 75,0 7,1 3,4 100

Tamat SD 2,1 5,4 79,7 8,3 4,5 100

Tamat SLTP 0,1 6,6 84,8 5,6 2,9 100

Tamat SLTA 2,9 5,1 73,5 9,0 9,5 100

Tamat D1-D3/PT

2,9 71,5 15,4 10,1 100

Pekerjaan KK

Tidak bekerja 0,8 5,1 69,8 18,4 5,9 100

Sekolah 1,7 4,5 76,4 8,6 8,9 100

Pegawai 1,9 5,7 72,2 11,2 9,0 100

Wiraswasta 1,4 7,0 80,0 7,0 4,6 100

Petani/nelayan/buruh 5,4 4,1 76,9 11,7 1,9 100

Lainnya

Tempat Tinggal

Perkotaan 1,9 4,5 77,6 8,3 7,6 100

Pedesaan 1,3 8,1 74,4 10,8 5,4 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 2,6 10,4 75,8 7,4 3,8 100

Menengah bawah 2,1 7,6 78,9 6,4 4,9 100

Menengah 2,3 6,1 77,7 7,9 6,1 100

Menengah Atas 1,4 3,8 82,3 5,5 7,0 100

Teratas 0,8 3,2 68,9 16,5 10,6 100

3.14.2.2 status gizi remaja umur 13 -15 tahun

3.14.2.2.1 Status gizi remaja umur 13 – 15 tahun menurut indikator TB/U dan IMT/U

Pada Tabel 3.14.11. disajikan mengenai prevalensi kependekan dan kekurusan pada remaja umur 13-15 tahun. Dapat dilihat bahwa secara provinsi, prevalensi kependekan pada remaja umur 13-15 tahun adalah 18,5 persen yang terdiri dari 4 persen sangat pendek dan 14,5 persen pendek. Prevalensi kependekan terendah di Kota Yogyakarta yaitu 10,8 persen dan tertinggi di Kabupaten Kulon Progo yaitu 31,3 persen. Sebanyak 2 kabupaten dengan prevalensi kekurusan diatas prevalensi provinsi yaitu Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo.

Page 197: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

163

Pada Tabel 3.14.12 dapat dilihat bahwa secara provinsi, prevalensi kekurusan pada remaja umur 13-15 tahun adalah 7,3 persen terdiri dari 2,4 persen sangat kurus dan 4,9 persen kurus. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah di Kabupaten Sleman yaitu 4,7 persen dan paling tinggi di Kabupaten Gunung Kidul yaitu 12,8 persen. Prevalensi kegemukan pada remaja umur 13-15 tahun di DIY sebesar 10,9 persen, terdiri dari 6,7 persen kegemukan dan 4,2 persen obesitas. Sebanyak 3 kabupaten/kota di DIY dengan prevalensi kegemukan diatas prevalensi provinsi, yaitu provinsi Bantul, Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Kabupaten dengan prevalensi kegemukan terendah adalah di Sleman (8%) dan prevalensi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo (13,41 %).

Tabel 3.14.11 Prevalensi status gizi TB/U usia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi TB/U

Sangat pendek (%)

Pendek (%)

Normal (%)

Jumlah (%)

Kulon Progo 1,3 29,8 68,8 100

Bantul 3,2 12,1 84,7 100

Gunung Kidul 5,1 15,9 79,0 100

Sleman 6,1 12,3 81,6 100

Kota Yogyakarta 1,3 9,5 89,3 100

Yogyakarta 4,0 14,5 81,4 100

Tabel 3.14.12 Prevalensi status gizi IMT/U usia 13 – 15 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Obesitas (%)

Jumlah (%)

Kulon Progo 5,0 6,9 74,7 5,4 8,0 100

Bantul

3,5 83,8 6,9 5,7 100

Gunung Kidul 4,6 8,2 77,3 7,2 2,7 100

Sleman 1,2 3,5 87,3 4,4 3,6 100

Kota Yogyakarta 4,4 3,6 78,5 11,5 2,0 100

Yogyakarta 2,4 4,9 81,8 6,7 4,2 100

Page 198: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

164

3.14.2.2.2. Status Gizi Anak Umur 13 - 15 Tahun Menurut Karakteristik Responden Menurut karakteristik responden (Tabel 3.14.13) , prevalensi kependekan pada remaja 13-15 tahun lebih banyak pada remaja perempuan (21,3%) daripada remaja laki-laki (15,4%). Prevalensi remaja yang tinggal di perdesaan lebih tinggi (22,9%) daripada yang tinggal di perkotaan (15,9%). Semakin rendah tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin tinggi prevalensi kependekan remaja umur 13-15 tahun, yaitu antara 23,4 persen sampai 32,6 persen. Untuk kepala keluarga dengan penghasilan tetap (pegawai dan wiraswasta) prevalensinya lebih rendah daripada remaja dengan kepala keluarga yang bekerja dan berpenghasilan tidak tetap (tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh serta lainnya). Menurut kuintil indeks kepemilikan, prevalensi kependekan remaja umur 13-15 tahun cenderung lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah yaitu antara 18,6 persen (teratas) sampai 33,4 persen (terbawah). Menurut karakteristik responden (Tabel 3.14.14), prevalensi kekurusan pada anak 13–15 tahun tidak jauh berbeda antara pada anak laki-laki (7,4 %) mapupun pada anak perempuan (7,2 %). Prevalensi kekurusan anak yang tinggal di perdesaan lebih tinggi (11,8 %) daripada yang tinggal di perkotaan (4,8%). Semakin rendah tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin tinggi prevalensi kekurusan anak umur 13–15 tahun, yaitu antara 8,3 persen (tamat SD) sampai 10,9 persen (tidak tamat SD sekolah). Pada kepala keluarga dengan penghasilan tetap (pegawai dan wiraswasta) prevalensi kekurusan lebih rendah dari anak dengan kepala keluarga yang bekerja dan berpenghasilan tidak tetap (tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh serta lainnya). Sebaliknya prevalensi kegemukan pada remaja perempuan umur 13–15 tahun (4,5 %) lebih tinggi daripada remaja wanita (3,8 %). Pada remaja umur tersebut yang tinggal di perkotaan prevalensi kegemukan (4,5 %) lebih tinggi dari pada yang tinggal di perdesaan (3,8 %). Semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, prevalensi kegemukan semakin tinggi yaitu 5,3 persen (D1-D3/PT). Prevalensi kegemukan pada yang kepala keluarganya bekerja sebagai pegawa adalah yang tertinggi (14,5 %), diikuti yang kepala keluarganya tidak bekerja (12,0 %), dan yang terendah pada remaja yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani/buruh/nelayan (9,4 %).

Page 199: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

165

Tabel 3.14.13 Prevalensi status gizi TB/U usia 13 – 15 tahun menurut karakteristik responden,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi TB/U

Sangat Pendek

(%)

Pendek (%)

Normal (%)

Total (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 3,0 12,4 84,6 100

Perempuan 4,9 16,4 78,7 100

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 4,2 28,4 67,4 100

Tidak tamat SD 4,7 22,9 72,4 100

Tamat SD 8,4 15,0 76,7 100

Tamat SLTP 2,6 18,4 79,0 100

Tamat SLTA 3,1 13,2 83,7 100

Tamat D1-D3/PT

2,7 97,3 100

Pekerjaan KK

Tidak bekerja

5,7 94,3 100

Pegawai 4,3 5,6 90,0 100

Wiraswasta 0,4 14,9 84,7 100

Petani/nelayan/buruh 6,1 20,3 73,6 100

Lainnya

17,0 83,0 100

Tempat tinggal

Perkotaan 4,1 11,8 84,0 100

Perdesaan 3,9 19,0 77,1 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 9,4 24,0 66,6 100

Menengah bawah 4,0 14,6 81,3 100

Menengah 2,5 20,5 77,0 100

Menengah atas 1,3 8,6 90,0 100

Teratas 3,9 8,3 87,8 100

Page 200: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

166

Tabel 3.14.14 Prevalensi status gizi IMT/U usia 13 – 15 tahun menurut karakteristik responden,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Jumlah (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 2,3 4,9 88,8 3,9 100

Perempuan 2,5 4,9 88,1 4,5 100

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 4,8 4,2 88,6 2,4 100

Tidak tamat SD 2,3 8,6 84,3 4,7 100

Tamat SD 4,3 4,0 86,4 5,3 100

Tamat SLTP

6,2 92,2 1,6 100

Tamat SLTA 3,0 4,0 88,4 4,5 100

Tamat D1-D3/PT

5,1 89,5 5,3 100

Pekerjaan KK

Tidak bekerja

1,4 84,1 14,6 100

Pegawai 1,9 3,7 89,9 4,5 100

Wiraswasta 0,9 2,9 93,9 2,3 100

Petani/nelayan/buruh 3,0 7,1 85,5 4,5 100

Lainnya 16,9

83,1

100

Tempat Tinggal

Perkotaan 1,8 3,0 90,8 4,5 100

Pedesaan 3,5 8,2 84,5 3,8 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah

100

100

Menengah bawah 1,9 5,9 88,6 3,6 100

Menengah 2,4 6,0 87,4 4,3 100

Menenegah atas 4,7 5,0 87,4 2,9 100

Teratas 1,3 3,8 88,2 6,7 100

3.14.2.3. Status Gizi Remaja Umur 16 – 18 Tahun

3.14.2.3.1.Status Gizi Remaja Umur 16 – 18 tahun Menurut TB/U dan IMT/U

Data yang disajikan pada Tabel 3.14.15 adalah mengenai status gizi remaja umur 16–18 tahun, dan secara provinsi prevalensi kependekan adalah 23,4 persen yang terdiri dari 1,9 persen sangat pendek dan 21,5 persen pendek. Sebanyak 3 kabupaten/kota dengan prevalensi kependekan diatas prevalensi provinsi, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul.

Page 201: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

167

Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16 – 18 tahun seperti disajikan pada tabel 3.14,16 menunjukkan bahwa secara provinsi prevalensi kekurusan sebesar 9,3 persen, terdiri dari 1,2 persen sangat kurus dan 8,1 persen kurus. Provinsi DIY hanya satu kabupaten yang memiliki prevalensi lebih tinggi dari prevalensi provinsi yaitu Kabupaten Bantul (10,5%).

Prevalensi kegemukan pada remaja umur 16–18 tahun sebanyak 9,9 persen (7,2% kegemukan dan 2,6% obesitas). Kabupaten/kota dengan prevalensi kegemukan tertinggi adalah Kota Yogyakarta (18,9%) dan terendah adalah Kabupaten Sleman (5,8%). Tiga kabupaten/kota di DIY dengan prevalensi kegemukan diatas prevalensi provinsi, Gunung Kidul, Kulon Progo dan Kota Yogyakarta.

Tabel 3.14.15

Prevalensi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi TB/U

Sangat pendek

(%)

Pendek (%)

Normal (%)

Jumlah (%)

Kulon Progo 0,9 28,3 70,8 100

Bantul

26,8 73,2 100

Gunung Kidul 1,2 28,6 70,2 100

Sleman 4,5 13,8 81,7 100

Kota Yogyakarta 1,2 15,9 82,9 100

Yogyakarta 1,9 21,5 76,5 100

Tabel 3.14.16 Prevalensi status gizi IMT/U usia 16 – 18 tahun menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Obesitas (%)

Jumlah (%)

Kulon Progo 3,8 5,4 79,7 7,8 3,3 100

Bantul 2,1 8,4 80,6 7,9 1,0 100

Gunung Kidul

7,7 82,3 7,6 2,5 100

Sleman

9,5 84,6 3,8 2,0 100

Kota Yogyakarta 1,4 7,4 72,2 12,9 6,0 100

Yogyakarta 1,2 8,1 80,9 7,2 2,6 100

3.14.2.3.2. Status Gizi Anak Umur 16 - 18 Tahun Menurut Karakteristik Responden Menurut Karakteristik responden (Tabel 3.14.17), prevalensi kependekan pada remaja laki-laki umur 16–18 tahun lebih tinggi (25,9 persen) dari anak perempuan (20,8%). Prevalensi kependekan anak yang tinggal di perdesaan lebih tinggi (30,6%) dari anak yang tinggal di perkotaan (20,5 %). Ada kecenderungan prevalensi kependekan semakin tinggi pada remaja yang pendidikan kepala keluarga semakin rendah, yaitu 10,3 persen (D1-D3/PT) dan 29 persen (tidak sekolah). Menurut pekerjaan kepala keluarga, yang berpenghasilan tetap (pegawai dan wiraswasta), prevalensi kependekan lebih rendah pada anak dengan kepala keluarga berpenghasilan tidak tetap

Page 202: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

168

(petani/nelayan/buruh dan tidak bekerja). Menurut kuintil indeks kepemilikan, ada kecenderungan prevalensinya semakin rendah pada responden yang berada pada kuintil teratas, yaitu 37 persen (kuintil terbawah) dan 18,5 persen (kuintil teratas).

Tabel 3.14.17

Prevalensi status gizi TB/U usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi TB/U

Sangat Pendek

(%)

Pendek (%)

Normal (%)

Jumlah (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 3,1 22,8 74,1 100

Perempuan 0,7 20,1 79,2 100

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah 4,3 29,0 66,7 100

Tidak tamat SD

30,0 70,0 100

Tamat SD 1,8 29,6 68,6 100

Tamat SLTP 2,7 30,4 66,9 100

Tamat SLTA 2,5 14,4 83,1 100

Tamat D1-D3/PT 10,3 89,7 100

Pekerjaan KK

Tidak berkerja

30,3 69,7 100

Pegawai 2,5 16,3 81,2 100

Wiraswasta

19,1 80,9 100

Petani/Nelayan/Buruh 3,3 24,1 72,6 100

Lainnya 38,7 61,3 100

Tempat Tinggal

Perkotaan 1,9 18,6 79,5 100

Pedesaan 2,0 28,6 69,4 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 1,9 35,1 63,0 100

Menengah bawah 1,2 28,9 69,9 100

Menengah 2,7 23,2 74,1 100

Menengah atas 1,7 13,5 84,8 100

Teratas 1,9 16,6 81,4 100

Menurut karakteristik responden (Tabel 3.14.18), prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun lebih banyak pada anak laki-laki (12,9%) daripada anak perempuan (5,3%). Prevalensi kegemukan pada remaja perempuan dan remaja laki-laki di DIY adalah sama yaitu (9,8%). Prevalensi kekurusan remaja yang tinggal di perdesaan (8,1%) tidak jauh berbeda dengan yang tinggal di perkotaan (9,8%). Prevalensi kegemukan pada remaja yang tinggal di perkotaan (10,3%) lebih tinggi dari yang tinggal di perdesaan (8,5%). Semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, prevalensi kegemukan semakin tinggi (13,8 % pada berpendidikan D1-D3/PT dan 2,1% pada yang tidak sekolah). Prevalensi kekurusan remaja umur 16-18 tahun menurut pekerjaan kepala keluarga tidak menunjukkan pola yang jelas. Prevalensi

Page 203: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

169

kegemukan terendah terdapat pada anak dengan kepala rumah tangga yang berpenghasilan tidak tetap (5.2%), prevalensi kegemukan pada remaja yang kepala keluarganya tidak bekerja paling tinggi yaitu 16 persen.

Tabel 3.14.18

Prevalensi status gizi IMT/U Usia 16 – 18 tahun menurut karakteristik responden, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden

Status Gizi IMT/U

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

Obesitas (%)

Jumlah (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 1,5 11,4 77,2 8,0 1,8 100

Perempuan 0,8 4,5 85,1 6,2 3,4 100

Pendidikan KK

Tidak pernah sekolah

12,1 85,8 2,1

100

Tidak tamat SD 2,5 5,0 84,4 5,2 3,0 100

Tamat SD

7,0 83,4 8,9 ,7 100

Tamat SLTP

9,2 85,8 ,9 4,1 100

Tamat SLTA 1,9 6,4 79,8 9,1 2,7 100

Tamat D1-D3/PT 2,1 13,0 71,1 10,5 3,3 100

Pekerjaan KK

Tidak bekerja

8,1 75,9 14,1 1,9 100

Pegawai 1,0 11,1 76,0 8,3 3,6 100

Wiraswasta 2,3 4,5 81,5 7,3 4,4 100

Petani/nelayan/buruh 1,0 8,0 85,8 4,9 ,3 100

Lainnya 7,1 80,0 12,9 100

Tempat Tinggal

Perkotaan 1,0 8,8 79,9 7,1 3,2 100

Pedesaan 1,6 6,5 83,4 7,5 1,0 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah

10,8 80,2 9,0

100

Menengah bawah 1,7 3,3 90,7 2,9 1,4 100

Menengah 0,8 8,7 80,3 8,2 2,1 100

Menengah Atas 1,8 5,4 83,3 5,7 3,8 100

Teratas 1,2 11,9 73,6 9,6 3,7 100

Page 204: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

170

3.14.3. Status Gizi Dewasa

Status gizi dewasa adalah penilaian status gizi penduduk diatas 18 tahun yang dinilai denganIndeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

( ) ( ) Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi penduduk dewasa adalah sebagai berikut: Kategori kurus IMT < 18,5 Kategori normal IMT ≥ 18,5 - <24,9 Kategori BB lebih IMT ≥ 25,0 - <27,0 Kategori obese IMT ≥ 27,0 3.14.3.1. Status gizi dewasa menurut indeks masa tubuh (IMT)

Tabel 3.14.19. menyajikan prevalensi penduduk umur dewasa menurut status IMT di masing-masing kabupaten/kota. Secara provinsi dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa di atas 18 tahun adalah: 15,2 persen kurus, dan 26,6 persen BB lebih dan obesitas. Permasalahan gizi pada orang dewasa cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Prevalensi tertinggi untuk obesitas adalah di Kabupaten Sleman (30,8%), dan yang terendah adalah 16,6 persen di Kabupaten Gunung Kidul. Berdasarkan jenis kelamin (Tabel 3.14.20), prevalensi penduduk laki-laki dewasa kurus adalah 16,2 persen dan pada perempuan adalah 14,1 persen. Prevalensi Obesitas pada laki-laki lebih rendah (21,8%) dibanding perempuan (32,4%). Tabel 3.14.21 menyajikan hasil tabulasi silang antara status gizi penduduk dewasa menurut IMT dengan beberapa variabel karakteristik responden. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi kurus, baik pada laki-laki maupun perempuan cenderung lebih tinggi pada kelompok umur muda (19 tahun ) dan kelompok umur tua (65 tahun keatas). Prevalensi obesitas cenderung mulai meningkat sampai umur 40 tahun, dan kemudian prevalensinya semakin rendah pada setiap kelompok umur. Prevalensi obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah perdesaan, sebaliknya prevalensi kurus cenderung lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi obesitas cenderung lebih tinggi pada kelompok penduduk dewasa yang berpendidikan lebih tinggi, dan sebaliknya prevalensi terendah pada responden yang tidak bekerja. Semakin tinggi kuintil Indeks Kepemilikan rumah tangga cenderung semakin tinggi pula prevalensi obesitas.

Tabel 3.14.19

Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 Tahun) menurut kategori IMT dan kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi IMT

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

Jumah (%)

Kulon Progo 17,8 60,6 10,7 10,9 100

Bantul 15,3 57,8 12,0 14,9 100

Gunung Kidul 20,8 62,6 8,4 8,2 100

Sleman 11,6 57,6 10,7 20,1 100

Kota Yogyakarta 12,7 51,9 12,6 22,8 100

Yogyakarta 15,2 58,3 10,8 15,8 100

Page 205: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

171

Tabel 3.14.20 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT, jenis kelamin menurut

karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Status Gizi Menurut IMT Laki-laki Status Gizi Menurut IMT Perempuan

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

Kelompok Umur

19 25,8 58,7 7,5 7,9 24,6 67,3 5,2 2,9

20 – 24 21,6 60,8 7,0 10,6 25,1 59,9 4,4 10,5

25 – 29 20,6 54,6 9,2 15,6 13,4 59,2 12,2 15,3

30 – 34 12,9 65,6 8,1 13,3 8,8 55,3 13,3 22,6

35 – 39 6,7 62,2 15,2 15,8 5,0 51,3 16,5 27,2

40 – 44 8,1 60,5 16,6 14,8 6,5 55,0 13,6 25,0

45 – 49 8,5 67,5 10,6 13,4 3,8 49,1 16,4 30,7

50 – 54 10,8 66,5 11,3 11,4 9,8 53,2 12,7 24,3

55 – 59 12,8 63,8 11,6 11,8 13,0 56,7 14,0 16,3

60 – 64 20,2 65,2 9,4 5,1 23,0 51,8 7,9 17,4

65 + 35,7 57,6 3,6 3,1 29,7 52,1 6,8 11,5

Pendidikan

Tidak pernah sekolah 37,6 57,0 2,6 2,7 33,7 52,3 5,8 8,2

Tidak tamat SD 21,6 67,8 6,6 4,0 16,8 56,5 9,9 16,9

Tamat SD 18,7 70,1 6,9 4,2 12,0 55,1 11,2 21,7

Tamat SLTP 17,3 67,8 8,4 6,5 10,0 59,3 13,7 17,0

Tamat SLTA 14,2 60,5 11,2 14,0 12,3 53,6 11,4 22,8

Tamat D1-D3/PT 5,7 45,8 18,2 30,2 8,9 50,7 15,7 24,6

Pekerjaan

Tidak bekerja 22,2 58,3 10,0 9,4 15,5 54,2 10,9 19,4

Pegawai 9,9 54,4 15,4 20,3 11,1 54,5 13,3 21,0

Wiraswasta 12,5 59,2 11,9 16,4 5,5 47,7 15,3 31,6

Petani/nelayan/buruh 19,1 69,4 6,3 5,1 18,5 58,9 9,5 13,1

Lainnya 16,3 65,0 6,0 12,7 14,7 56,7 11,6 17,1

Tempat Tinggal

Perkotaan 14,8 60,1 11,0 14,1 12,0 52,6 12,3 23,1

Pedesaan 19,1 66,0 8,2 6,7 18,2 58,2 10,2 13,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 26,3 65,8 6,1 1,8 22,5 60,0 7,6 9,9

Menengah bawah 18,9 67,2 8,1 5,8 21,1 57,2 8,4 13,3

Menengah 18,1 65,4 8,7 7,7 13,1 54,1 12,3 20,5

Menengah atas 13,9 60,7 10,2 15,2 10,4 53,3 13,8 22,5

Teratas 7,4 52,5 15,8 24,3 6,3 49,8 14,3 29,6

Page 206: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

172

Tabel 3.14.21 Persentase status gizi penduduk dewasa (>18 tahun) berdasarkan kategori IMT, jenis kelamin,

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota

Status Gizi Menurut IMT Laki-laki Status Gizi Menurut IMT Perempuan

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese ( )

Kulon Progo 19,1 64,8 9,3 6,8 16,5 56,5 12,0 15,0

Bantul 17,5 62,8 10,7 8,9 13,1 52,6 13,3 21,0

Gunung Kidul 21,4 65,4 7,5 5,7 20,4 60,1 9,1 10,4

Sleman 11,8 60,9 10,6 16,8 11,4 54,2 10,9 23,5

Kota Yogyakarta 14,8 55,5 11,9 17,8 10,7 48,5 13,2 27,6

Yogyakarta 16,2 62,0 10,1 11,7 14,1 54,6 11,6 19,8

Tabel 3.14.22

Prevalensi Status gizi penduduk dewasa (> 18 tahun) berdasarkan kategori IMT menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik

Status Gizi IMT

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

Jumlah (%)

Kelompok Umur

19 25,4 61,9 6,6 6,1 100

20 – 24 23,3 60,4 5,8 10,6 100

25 – 29 17,0 56,9 10,7 15,4 100

30 – 34 11,0 60,7 10,6 17,8 100

35 – 39 5,9 56,7 15,9 21,6 100

40 – 44 7,3 57,6 15,0 20,0 100

45 – 49 6,1 58,0 13,6 22,4 100

50 – 54 10,3 59,6 12,0 18,1 100

55 – 59 12,9 60,3 12,7 14,0 100

60 – 64 21,7 58,1 8,6 11,6 100

65 + 32,3 54,5 5,4 7,8 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 16,2 62,0 10,1 11,7 100

Perempuan 14,1 54,6 11,6 19,8 100

Pendidikan

Tidak pernah sekolah 34,9 53,8 4,8 6,5 100

Tidak tamat SD 18,7 61,1 8,6 11,6 100

Tamat SD 15,3 62,5 9,1 13,2 100

Tamat SLTP 13,7 63,5 11,0 11,7 100

Tamat SLTA 13,4 57,5 11,3 17,8 100

Tamat D1-D3/PT

7,4 48,4 16,9 27,3 100

Page 207: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

173

Karakteristik Responden

Status Gizi IMT

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

Jumlah (%)

Wiraswasta 9,2 53,7 13,5 23,7 100

Petani/nelayan/buruh 18,9 65,0 7,6 8,4 100

Lainnya 15,5 60,9 8,8 14,9 100

Tempat Tinggal

Perkotaan 13,4 56,4 11,6 18,6 100

Pedesaan 18,6 62,0 9,2 10,1 100

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 24,3 62,7 6,9 6,1 100

Menengah bawah 20,0 62,2 8,2 9,5 100

Menengah 15,7 59,9 10,5 13,9 100

Menengah atas 12,1 56,9 12,0 18,9 100

Teratas 6,9 51,1 15,0 27,0 100

3.14.3.2. Status gizi dewasa berdasarkan indikator lingkar perut (LP)

Tabel 3.14.22 dan Tabel 3.14.23 tersedia informasi mengenai prevalensi obesitas sentral menurut kabupaten/kota, jenis kelamin dan karakteristik responden. Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif/kronis. Untuk laki-laki dengan LP datas 90 cm atau perempuan dengan LP di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005). Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 25.6 persen. Sebanyak dua kabupaten/kota memiiki prevalensi obesitas sentral di atas angka prevalensi provinsi, yaitu Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.

Tabel 3.14.23 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Obesitas Sentral

(LP: L > 90, P >80) (%)

Kulon Progo 23,1

Bantul 24,4

Gunung Kidul 17,6

Sleman 28,1

Kota Yogyakarta 37,2

Yogyakarta 25,6

Page 208: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

174

Tabel 3.14.24 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur 15 tahun keatas menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Obesitas Sentral

(LP: L > 90, P >80) (%)

Kelompok Umur

15 – 24 12,2

25 – 34 24,6

35 – 44 32,2

45 – 54 35,6

55 – 64 30,9

65 – 74 22,4

75 + 17,9

Jenis Kelamin

Laki-laki 14,0

Perempuan 37,0

Pendidikan

Tidak pernah sekolah 17,5

Tidak tamat SD 24,1

Tamat SD 23,0

Tamat SLTP 19,9

Tamat SLTA 25,6

Tamat D1-D3/PT 45,2

Pekerjaan

Tidak bekerja 27,2

Pegawai 32,1

Wiraswasta 34,8

Petani/nelayan/buruh 15,6

Lainnya 26,2

Tempat Tinggal

Perkotaan 28,3

Pedesaan 20,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 14,4

Menengah bawah 17,6

Menengah 21,8

Menengah atas 31,7

Teratas 38,5

Page 209: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

175

3.14.4. status risiko kurang energikronis (KEK) pada wanita umur 15 -49 tahun (WUS) dan wanita hamil

Tabel 3.14.24 dan 3.14.25 disajikan gambaran masalah gizi pada wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun dan wanita hamil berdasarkan indikator Lingkar Lengan Atas (LiLA). Hasil pengukuran LiLA disajikan menurut kabupaten/kota dan karakteristik responden. Untuk menggambarkan adanya risiko kurang enegi kronis (KEK) dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi pada WUS digunakan ambang batasnilai rerata LILA<23,5 cm. Tabel 3.14.26 menggambarkan prevalensi risiko KEK tingkat nasional berdasarkan umur. Secara provinsi, prevalensi risiko KEK penduduk wanita usia 15 – 49 tahun sebanyak 24,9 persen. Nampak adanya kecenderungan, dengan meningkatnya umur nilai rerata LILA juga meningkat.

Tabel 3.14.26 menunjukkan prevalensi risiko KEK wanita hamil lebih tinggi dari wanita tidak hamil. Terdapat 3 kabupaten dengan prevalensi risiko KEK pada wanita hamil dan wanita tidak hamil di atas angka provinsi (22,6%) yaitu Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul. Prevalensi risiko KEK berdasarkan tabulasi silang antara prevalensi risiko KEK dengan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 3.14.26, adalah:

a. Pada wanita hamil maupun tidak hamil, prevalensi risiko KEK lebih tinggi pada kelompok umur lebih muda daripada kelompok umur yang lebih tua. Akan tetapi jika dilakukan pengelompokan umur, maka tidak terlihat adanya pola yang jelas.

b. Prevalensi risiko KEK pada wanita hamil lebih tinggi pada responden dengan tingkat pendidikan terendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD) dibanding tingkat pendidikan tertinggi (tamat PT).

c. Menurut pekerjaan responden, prevalensi risiko KEK wanita hamil tertinggi pada responden yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh, dan pada wanita tidak hamil tertinggi pada responden yang tidak bekerja.

d. Secara nasional, prevalensi risiko KEK lebih tinggi pada wanita yang di daerah perdesaan dibanding perkotaan.

e. Berdasarkan Kuintil Indeks Kepemilikan rumah tangga, menunjukkan prevalensi risiko KEK wanita hamil dan wanita tidak hamiltertinggi pada kuintil indeks kepemilikan teratas .

Page 210: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

176

Tabel 3.14.25 Nilai rerata lingkar lengan atas (LILA) penduduk wanita umur 15-49 tahun dan wanita hamil

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Umur (tahun)

Nilai rerata LILA

Hamil Tidak hamil

Rerata (cm) Standar deviasi (SD) Rerata (cm) Standar deviasi (SD)

15

23,8 3,3

16

24,1 3,3

17 24,1 ,00000 24,8 3,6

18 21,0 ,00000 23,3 3,3

19

23,4 3,4

20

23,9 3,2

21 22,8 2,1 23, 6 2,10

22 22,7 1,2 25,3 4,3

23 23,8 ,39475 25,5 3,5

24 23,2 2,2 25,1 4,2

25 27,1 ,77887 25,4 3,7

26 24,8 1,9 26,0 3,5

27 29,8 ,88660 25,6 3,2

28 24,6 ,00000 26,6 4,4

29 26,2 2,5 26,2 3,9

30 23,1 2,8 25,6 3,1

31 24,0 6,5 27,9 3,8

32 24,6 ,94306 26,4 3,1

33

27,5 4,1

34 23,5 3,7 26,8 4,5

35 25,8 2,10 28,0 3,7

36 26,23 2,10 28,5 3,7

37 26,2 2,6 28,12 3,8

38

28,0 4,3

39 25,0 ,00000 27,8 3,94

40 28,0 ,00000 28,1 4,0

41

27,5 4,0

42 23,0 ,00000 27,7 3,6

43 24,0 ,00000 27,4 3,6

44 19,0 ,00000 26,10 3,6

45 29,0 ,00000 28,3 3,9

46

27,9 4,1

47

28,6 3,6

48

28,1 3,8

49

28,0 3,8

Total 24,10 3,3 26,5 4,1

Page 211: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

177

Tabel 3.14.26 Prevalensi risiko kurang energi kronis (KEK) penduduk wanita umur 15-49 tahun

menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Proporsi risiko KEK (LILA < 23,5 cm)

Wanita hamil Wanita tidak hamil

Kulon Progo 35,4 16,5

Bantul 31,6 21,7

Gunung Kidul 37,4 28,0

Sleman 12,8 27,4

Kota Yogyakarta 12,8 20,1

Yogyakarta 22,6 24,0

Tabel 3.14.27

Prevalensi risiko kurang energi kronis (KEK) penduduk wanita umur 15-49 tahun menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Proporsi risiko KEK (LILA < 23,5 cm)

Hamil Tidak hamil

Kelompok umur (tahun) 15-19 50,0 28,3 20-24 41,9 47,7

25-29 24,3

30-34 17,1 33,6 35-39 8,6 1,5

40-44 15,5 46,7 45-59 9,7

Pendidikan

Tidak Sekolah 25,0 Tidak Tamat SD

15,3

Tamat SD 10,0 17,9 Tamat SMP 34,4 27,3

Tamat SMA 13,5 26,8

Tamat D1-D3/PT 46,5 20,6 Pekerjaan

Tidak Bekerja 24,0 29,8 Pegawai 27,3 23,5 Wiraswasta

11,8

Petani/Nelayan/Buruh 26,7 18,2 Lainnya 16,5 29,3

Tempat tinggal

Perkotaan 16,6 24,4

Pedesaan 40,1 23,0 Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 100,0 24,3 Menengah bawah 32,4 22,3 Menengah 6,8 25,9 Menengah atas 6,5 24,2 Teratas 32,5 22,9

Page 212: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

178

3.14.5. Wanita hamil berisiko tinggi

Pada Riskesdas 2013 disajikan prevalensi wanita hamil berisiko tinggi yaitu wanita hamil dengan tinggi badan< 150 cm. Data pada Tabel 3.14.27 menunjukkan prevalensi wanita hamil berisiko tinggi sebesar 38,4 persen. Terdapat 3 kabupaten dengan prevalensi wanita hamil berisiko tinggi diatas prevalensi provinsi, yaitu Kulon Progo, Kota Yogyakarta dan Bantul. Prevalensi wanita hamil risiko tinggi terbanyak di Kabupaten Kulon Progo (54,5%), dan terendah di Kabupaten Sleman (27,3%).

Tabel 3.14.28 Prevalensi wanita hamil beresiko tinggi menurut

kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Berisiko tinggi

(tinggi badan< 150cm) (%)

Kulon Progo 54,5

Bantul 47,4

Gunung Kidul 29,8

Sleman 27,3

Kota Yogyakarta 48,7

Yogyakarta 38,4

Kecenderungan prevalensi wanita hamil risiko tinggi berdasarkan tabulasi silang dengan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 3.18.28. adalah:

a. Prevalensi wanita hamil berisiko tinggi lebih banyak pada responden yang berpendidikan lebih rendah.

b. Prevalensi wanita hamil risiko tinggi lebih tinggi pada responden yang bekerja sebagai petani/ nelayan/buruh, tidak bekerja dan wiraswasta.

c. Menurut tempat tinggal responden, prevalensi risiko wanita hamil berisiko tinggi lebih banyak pada responden yang tinggal di perdesaan.

d. Berdasarkan Kuintil Indeks Kepemilikan rumah tangga, prevalensi wanita hamil berisiko tinggi cenderung lebih banyak pada kuintil indeks kepemilikan teratas, menengah atas dan menengah.

Page 213: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

179

Tabel 3.14.29 Prevalensi ibu hamil berisiko tinggi menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

3.15. KESEHATAN INDERA

Sistem indera merupakan salah satu sistem yang sangat berperan dalam mengoptimalkan proses perkembangan setiap individu. Sejak bayi sistem indera merupakan alat utama manusia untuk mengumpulkan berbagai informasi visual, audio, olfaktoris, rasa, dan fisik. Informasi visual ditangkap oleh mata (indera penglihatan), informasi audio ditangkap oleh telinga (indera pendengaran), informasi olfaktoris diterima oleh hidung (indera penciuman), informasi rasa ditangkap oleh lidah (indera perasa) dan informasi fisik diterima melalui permukaan kulit (indera peraba). Sekitar 90% informasi berupa informasi visual dan audio, yang dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengukuran fungsi indera yang lazim dilakukan secara objektif adalah pengukuran fungsi penglihatan (tajam penglihatan/visus) dan fungsi pendengaran (tajam pendengaran).

Data nasional yang menggambarkan besaran masalah gangguan indera penglihatan dan pendengaran terakhir dikumpulkan antara tahun 1993-1997 dan belum diperbarui hingga saat ini.

Karakteristik Berisiko tinggi

(tinggi badan < 150cm) (%)

Pendidikan

Tidak pernah sekolah -

Tidak tamat SD -

Tamat SD 47,6

Tamat SLTP 76,4

Tamat SLTA 22,7

Tamat D1-D3/PT 48,2

Pekerjaan

Tidak bekerja 49,3

Pegawai 6,9

Wiraswasta 57,3

Petani/nelayan/buruh 72,3

Lainnya 16,5

Tempat tinggal

Perkotaan 40,1

Pedesaan 33,5

Kuintil indeks kepemilikan

Terbawah 90,7

Menengah bawah 34,0

Menengah 57,8

Menengah atas 13,4

Teratas 47,2

Page 214: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

180

Riskesdas 2007 bermaksud menyediakan data tentang prevalensi kebutaan yang lebih mutakhir, tetapi karena metoda pengumpulan data masih dianggap tidak adekuat oleh organisasi profesi, maka data angka kebutaan yang dihasilkan dari Riskesdas 2007 juga dinilai kontroversial. Pada Riskesdas 2007, data termutakhir untuk prevalensi gangguan pendengaran masyarakat tidak dikumpulkan.

Riskesdas 2013 kembali mengumpulkan data prevalensi kebutaan dengan metoda yang serupa dengan Riskesdas 2007, tetapi sudah disempurnakan dan merupakan hasil diskusi dengan organisasi profesi. Organisasi profesi Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Indonesia (PERHATI) juga melengkapi Riskesdas dengan studi validasi yang akan dilaksanakan segera setelah semua data Riskesdas 2013 terkumpul. Studi validasi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat reliabilitas pengukuran prevalensi kebutaan dan ketulian dalam survei nasional berbasis komunitas.

3.15.1. Kesehatan Mata

Data yang dikumpulkan untuk mengetahui indikator kesehatan mata pada Riskesdas 2013 meliputi pengukuran tajam penglihatan menggunakan kartu tumbling-E (dengan dan tanpa pin-hole) pada responden usia 6 tahun keatas serta pemeriksaan segmen anterior mata terhadap responden semua umur. Pemeriksaan visus dan observasi morbiditas permukaan mata dilakukan di luar ruangan dengan sumber cahaya matahari, tetapi pemeriksaan lensa dilakukan dalam ruangan redup dengan bantuan pen-light. Pemeriksaan visus dilakukan dengan jarak pengukuran 6 atau 3 meter, dengan kartu E disesuaikan setinggi posisi mata responden yang diperiksa. Responden yang sakit berat dan tidak memungkinkan untuk duduk dan diperiksa visus dieksklusi dalam penghitungan prevalensi kebutaan, begitu pula responden yang menolak atau tidak dapat bekerja sama dengan tim enumerator.

Prevalensi low vision dan kebutaan dihitung berdasarkan hasil pengukuran visus dengan atau tanpa kaca mata/lensa kontak koreksi. Kebutaan didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik <3/60 atau dengan kata lain buta bilateral. Low vision didefinisikan sebagai visus pada mata terbaik ≤6/60 atau mencakup low vision bilateral dan buta unilateral yang disertai low vision unilateral. Prevalensi pterygium, kekeruhan kornea, dan katarak dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan dan observasi nakes pada semua responden tanpa batasan umur.

Keterbatasan pengumpulan data visus adalah tidak dilakukannya koreksi visus, tetapi dilakukan pemeriksaan visus tanpa pin-hole dan jika visus tidak normal (6/6 atau 20/20) dilanjutkan dengan pin-hole, seperti yang dilakukan saat Riskesdas 2007. Keterbatasan pengumpulan data prevalensi morbiditas permukaan mata dan lensa adalah kemampuan klinis pengumpul data (surveyor) yang bervariasi dalam menilai permukaan mata dan lensa menggunakan alat bantu pen-light, sehingga prevalensi tersebut cenderung kurang valid.

3.15.1.1 Prevalensi Kebutaan

Alat yang dipergunakan untuk pemeriksaan visus adalah tali pengukur jarak sepanjang 6 meter, satu set kartu tumbling E (ukuran besar untuk visus 6/60, sedang untuk visus 6/18, dan kecil untuk visus 6/6), serta penutup mata dengan pinhole. Disediakan 6 pilihan jawaban untuk kategori visus, yaitu:

1. Dapat melihat E kecil (jarak 6m) 2. Tidak dapat melihat E kecil, tetapi dapat melihat E sedang (jarak 6m) 3. Tidak dapat melihat E sedang, tetapi dapat melihat E besar (jarak 6m) 4. Tidak dapat melihat E besar (jarak 6m), tetapi dapat melihat E besar (jarak 3m) 5. Tidak dapat melihat E besar pada jarak 3m 6. TIDAK DIPERIKSA

Page 215: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

181

Interpretasi kode visus adalah sebagai berikut kode 1 berarti visus normal (6/6), kode 2 berarti gangguan visus ringan (visus kurang dari 6/6 sampai 6/18), kode 3 berarti low vision (visus kurang dari 6/18 sampai 6/60), 4 berarti severe low vision (kurang dari 6/60 sampai 3/60) dan kode 5 berarti buta(kurang dari 3/60). Visus tidak diperiksa jika responden berusia 6 tahun keatas, tetapi tidak kooperatif, atau tidak memungkinkan untuk diperiksa visusnya, seperti responden dengan kelainan jiwa berat atau mengalami kelumpuhan total.

SEVE LOW VISION

Tabel 3.15.1 Prevalensi koreksi refraksi, low vision, dan kebutaan pada responden usia 6 tahun keatas

tanpa/dengan koreksi optimal menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Pakai Kacamata/

Lensa kontak severe low vision Kebutaan

Kelompok umur (tahun) 6-14 2,6 7,2 15-24 10,2 8,6

25-34 7,0 15,4 0,1 35-44 7,6 15,3 0,1 45-54 13,6 29,2 0,2 55-64 16,1 53,5 0,4 65-74 11,5 79,1 0,7 75+ 8,1 93,3 2,0

Jenis kelamin

Laki-laki 7,3 21,7 0,2 Perempuan 11,0 27,9 0,3

Pendidikan

Tidak sekolah 3,0 55,1 0,8 Tidak tamat SD 4,5 23,6 0,4 Tamat SD 7,1 29,0 0,1 Tamat SMP 7,2 19,8 0,1 Tamat SMA 11,3 17,3 0,1 Tamat PT 22,6 22,9

Status Pekerjaan

Tidak bekerja 32,5 54,5 0,6 Pegawai 35,7 45,6 0 Wiraswasta 10,4 24,5 0,2 Petani/nelayan/buruh 11,2 95,1 0,3 Lainnya 7,2 26,1 0,3

Tempat Tinggal

Perkotaan 11,0 24,0 0,2 Perdesaan 5,5 26,6 0,3

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 3,0 30,0 0,6 Menengah bawah 4,9 28,9 0,3 Menengah 7,2 24,9 0,2 Menengah atas 11,7 22,9 0,1 Teratas 16,4 19,8 0,0

Page 216: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

182

Berdasarkan tabel 3.15.1 diketahui berdasarkan kelompok umur diketahui terdapat kecenderungan semakin bertambah umur maka penderita severe low vision dan kebutaan semakin meningkat, sedangkan pemakaian kacamata/lensa kontak juga semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan menurun pada 65 tahun keatas. Berdasarkan jenis kelamin pemakaian kacamata/lensa kontak, severe low vision dan kebutaan lebih banyak pada perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan semakin tinggi pendidikan semakin meningkat pemakaian kacamata/lensa. Sedangkan severe low vision dan kebutaan semakin tinggi pendidikan prevalinsinya semakin menurun. Berdasarkan status pekerjaan pemakaian kacamata/lensa kontak tertinggi pada pegawai, severe low vision tertinggi pada petani/nelayan/buruh, sedangkan kebutaan tertinggi pada responden tidak bekerja. Berdasarkan tempat tinggal, pemakaian kacamata/lensa kontak lebih banyak pada daerah perkotaan, sedangkan severe low vision dan kebutaan lebih banyak terjadi di daerah perdesaan. Berdasarkan pendapatan, pemakaian kacamata/lensa kontak meningkat seiiring dengan peningkatan pendapatan. Sedangkan prevalensi severe low vision dan kebutaan cenderung menurun seiring dengan peningkatan pendapatan.

Tabel 3.15.2

Prevalensi koreksi refraksi, kebutaan, dan low vision pada responden 6 tahun ke atas tanpa/dengan koreksi optimal menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pakai Kacamata/

Lensa kontak Severe Low vision Kebutaan

Kulon Progo 10,4 0,6 0,5

Bantul 15,1 0,4 0,3

Gunung Kidul 10,4 0,3 0,2

Sleman 5,6 0,1 0,0

Kota Yogyakarta 7,2 0,3 0,2

Yogyakarta 9,7 0,3 0,2

Dari Tabel 3.15.2 diketahui pemakaian kacamata/lensa kontak tertinggi di Kabupaten Bantul (15,1) diikuti Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul. Prevalensi severe low vision tertinggi di Kabupaten Kulon progo (0,6) diikuti Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Sedangkan prevalensi kebutaan tertinggi di Kabupaten Kulon (0,5) diikuti kabupaten Bantul.

3.15.1.2 Kelainan Permukaan Mata dan Lensa

Kelainan atau morbiditas permukaan mata yang diperiksa oleh surveyor adalah pterygium dan kekeruhan kornea, sedangkan kelainan lensa yang diharapkan dapat diidentifikasi oleh surveyor adalah kekeruhan lensa (katarak) yang tebal dan biasanya sudah disertai gangguan penglihatan. Pemeriksaan morbiditas permukaan mata dan lensa ini dilakukan pada semua responden.

Page 217: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

183

Tabel 3.15.3 Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut karakteristik,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Morbiditas Permukaan Mata

Pterygium Kekeruhan Kornea

Kelompok umur (tahun) 0-5 0,3 0,3 6-14 1,1 1,3 15-24 2,5 1,6 25-34 7,5 3,0 35-44 15,9 7,4 45-54 22,7 16,9 55-64 36,7 26,8 65-74 41,2 37,2 75+ 45,8 44,0

Jenis kelamin

Laki-laki 15,7 10,3 Perempuan 12,7 10,0

Pendidikan

Tidak sekolah 34,9 30,7 Tidak tamat SD 15,1 12,3 Tamat SD 21,5 14,2 Tamat SMP 14,0 8,9 Tamat SMA 9,2 5,3 Tamat PT 7,1 5,7

Status Pekerjaan

Tidak bekerja 9,6 8,5 Pegawai 9,5 6,0 Wiraswasta 16,8 11,1 Petani/nelayan/buruh 30,4 20,0 Lainnya 16,7 12,2

Tempat Tinggal

Perkotaan 10,3 8,9 Perdesaan 21,8 12,5

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 23,1 15,0 Menengah bawah 19,2 15,0 Menengah 13,0 9,2 Menengah atas 11,9 9,0 Teratas 7,0 4,8

Dari Tabel 3.15.3 berdasarkan kelompok umur diketahui prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea mata meningkat seiring bertambahnya usia. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea lebih banyak terjadi pada laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea menurun seiring peningkatan pendidikan. Berdasarkan status pekerjaan prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea paling banyak terjadi pada petani/ nelayan/buruh. Berdasarkan tempat tinggal prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea lebih

Page 218: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

184

banyak terjadi di daerah perdesaan. Berdasarkan tingkat pendapatan prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea menurun seiring peningkatan pendapatan.

Tabel 3.15.4

Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada responden semua umur menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Pterygium Kekeruhan kornea

Kulon Progo 8,5 8,8

Bantul 6,0 9,1

Gunung Kidul 11,1 17,2

Sleman 20,0 2,7

Kota Yogyakarta 12,2 3,5

Yogyakarta 11,7 8,0

Dari Tabel 3.15.4 diketahui prevalensi pterygium paling banyak di Kabupaten Sleman (20,0) melebihi angka DIY (11,7), diikuti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul. Sedangkan prevalensi kekeruhan kornea paling banyak terjadi di Kabupaten Gunung Kidul (17,2) melebihi angka DIY (8,0), diikuti Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.

Page 219: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

185

Tabel 3.15.5 Prevalensi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak pada responden semua

umur menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Katarak Alasan Belum Operasi

Tidak tahu kalau katarak

Tidak mampu membiayai

Takut Operasi

Kelompok umur (tahun) 0-5 0,0 6-14 0,0 15-24 0,1 25-34 0,0 35-44 0,4 99,9 45-54 2,0 84,6 8,0 55-64 4,7 72,0 5,3 65-74 12,1 66,7 1,1 8,8 75+ 16,9 40,6 13,8

Jenis kelamin Laki-laki 1,9 64,7 7,5 7,6 Perempuan 2,0 61,7 2,5 10,4

Pendidikan Tidak sekolah 8,9 59,1 2,1 9,9 Tidak tamat SD 2,7 78,9 9,3 4,5 Tamat SD 2,1 72,0 9,3 7,7 Tamat SMP 0,9 49,3 1,7 12,4 Tamat SMA 0,7 67,0 2,5 1,4 Tamat D1-D3/PT 1,5 23,1 28,9

Status Pekerjaan Tidak bekerja 2,4 50,8 1,6 9,5 Pegawai 0,4 58,8 21,8 Wiraswasta 1,2 79,5 7,8 10,7 Petani/nelayan/buruh 3,5 70,8 8,4 6,8 Lainnya 4,0 83,7 1,5 14,8

Tempat tinggal Perkotaan 1,3 52,4 5,7 11,6 Perdesaan 3,3 71,3 4,1 7,2

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 2,9 73,6 4,5 5,0 Menengah bawah 2,7 64,6 7,5 7,2 Menengah 1,8 63,9 1,9 11,2 Menengah atas 1,5 62,0 4,1 7,2 Teratas 1,2 42,6 4,9 19,7

Dari Tabel 3.15.3 berdasarkan kelompok umur diketahui prevalensi katarak meningkat seiring bertambahnya umur dengan prevensi tertinggi pada usia lebih dari 75 tahun (16,9). Prevelnsi katarak pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan prevalensi katarak menurun seiring dengan peningkatan pendidikan dan meningkat pada pendidikan D1-D3/PT.

Page 220: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

186

Berdasarkan status pekerjaan prevalensi katarak tertinggi pada petani/nelayan/buruh. Prevalensi katarak di daerah perdesaan lebih banyak terjadi dibanding daerah perkotaan. Berdasarkan tingkat pendapatan prevalensi katarak semakin menurun seiring peningkatan pendapatan. Sedangkan alasan belum operasi katarak sebagian besar karena tidak tahu kalau katarak.

Tabel 3.15.6 Prevalensi katarak dan tiga alasan utama belum menjalani operasi katarak pada responden semua

umur menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Katarak Alasan Belum Operasi

Tidak tahu kalau katarak

Tidak mampu membiayai

Takut Operasi

Kulon Progo 0,6 82,3 2,8 6,4

Bantul 0,3 58,6 10,3 10,3

Gunung Kidul 1,0 41,7 2,1 16,7

Sleman 0,9 55,3 6,4 14,9

Kota Yogyakarta 0,7 25,8 12,9 16,1

Yogyakarta 0,7 63,2 5,1 10,8

Dari Tabel 3.15.6 diketahui prevalensi katarak tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul (1,0%) diikuti Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sedangkan alasan belum operasi karena tidak tahu kalau katarak (63,2%) dan takut operasi (10,8%).

3.15.2 Kesehatan Telinga

Data yang dikumpulkan terkait status kesehatan telinga meliputi anatomi liang telinga, kelainan pada telinga tengah dan daerah retroaurikular, keutuhan gendang telinga, serta adanya gangguan fungsi pendengaran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik oleh nakes terlatih pada responden berusia 2 tahun keatas dan untuk fungsi pendengaran dilakukan tes konversasi bagi responden yang kooperatif dan tidak tuna wicara.

Keterbatasan pengumpulan data terkait kesehatan telinga adalah kemampuan klinis nakes yang sangat bervariasi dalam mengenali kelainan telinga dan retroaurikular. Keterbatasan untuk pengukuran tajam pendengaran adalah tidak tersedianya alat audiometer di lapangan, sehingga hanya dilakukan uji/tes konversasi.

3.15.2.1 Prevalensi Ketulian

Pada survei ini interpretasi dari skor yang digunakan adalah sebagai berikut: Pemeriksa membisikkan kalimat sederhana dan responden diminta mengulanginya. Jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “0”. Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan mengucapkan satu kalimat dengan volume suara normal dan responden kembali diminta mengulanginya. Jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “1” pendengaran NORMAL. Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan mengucapkan satu kalimat dengan volume suara yang lebih keras dan responden kembali diminta mengulanginya dan jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “2” gangguan pendengaran ringan. Jika responden tidak dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, pemeriksa akan meneriakkan satu kalimat pada telinga dengan fungsi pendengaran lebih baik dan responden kembali diminta mengulanginya dan jika responden dapat mengikuti kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “3 gangguan pendengaran sedang. Jika responden tidak dapat mengikuti teriakan kata-kata pemeriksa, maka skor responden adalah “4” ketulian.

Page 221: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

187

Tabel 3.15.7 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes konversasi

menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Gangguan Pendengaran Ketulian

Kelompok umur (tahun) 5-14 0,3 0,1 15-24 0,7 0,1 25-34 0,5 0,1 35-44 0,8 0,1 45-54 1,4 0,0 55-64 3,7 65-74 11,2 0,3 75+ 30,7 1,7

Jenis kelamin Laki-laki 2,7 0,1 Perempuan 2,7 0,2

Pendidikan Tidak sekolah 12,3 0,7 Tidak tamat SD 3,2 0,2 Tamat SD 3,1 0,1 Tamat SMP 1,1 0,1 Tamat SMA 0,7 Tamat PT 1,5

Status Pekerjaan Tidak bekerja 3,7 0,2 Pegawai 1,3 Wiraswasta 1,4 Petani/nelayan/buruh 3,5 0,1 Lainnya 1,6

Tempat Tinggal Perkotaan 2,1 0,2 Perdesaan 4,0 0,1

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 4,6 0,3 Menengah bawah 3,8 0,2 Menengah 2,2 0,2 Menengah atas 1,9 0,0 Teratas 1,7 0,1

Dari Tabel 3.15.7 berdasarkan kelompok umur diketahui prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian meningkat seiring bertambahnya umur. Gangguan pendengaran tertinggi pada kelompok usia 75 keatas (30,7%), sedangkan ketulian tertinggi juga terjadi pada usia 75 tahun keatas (1,7%). Prevalensi gangguan pendengaran berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan, sedangkan prevalensi ketulian pada perempuan (0,2%) lebih tinggi daripada laki-laki (0,1%).

Page 222: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

188

Prevalensi gangguan pendengaran dan ketuliaan berdasarkan tingkat pendidikan cenderung menurun seiring meningkatnya tingkat pendidikan. Gangguan pendengaran berdasarkan status pekerjaan tertinggi pada responden tidak bekerja diikuti petani/nelayan/buruh. Sedangkan ketulian tertinggi terjadi pada responden tidak bekerja. Prevalensi gangguan pendengaran di daerah perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan, sedangkan ketuliaan lebih tinggi di daerah perkotaan. Prevalensi gangguan pendengaran dan ketuliaan cenderung menurun seiring dengan peningkatan pendidikan.

Tabel 3.15.8 Prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes

konversasi menurut kabupaten/kota, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Gangguan Pendengaran Ketulian

Kulon Progo 4,2 0,1

Bantul 1,4 0,1

Gunung Kidul 4,1 0,1

Sleman 2,3 0,1

Kota Yogyakarta 2,9 0,4

DIY 2,7 0,1

Dari Tabel 3.15.8 diketahui prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian responden usia 5 tahun keatas sesuai tes konversasi terbanyak di Kabupaten Kulon Progo (4,2%) diikuti Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Sedangkan prevalensi ketulian paling banyak di Kota Yogyakarta (0,4%) dan empat kabupaten lain prevalensinya merata (0,1%).

Page 223: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

189

3.15.2.2 Morbiditas Telinga Tabel 3.15.9

Prevalensi morbiditas telinga pada responden usia 2 tahun keatas menurut karakteristik, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Karakteristik Responden Serumen dan Sekret dalam

Liang Telinga Abses/fistel Retroaurikular

Kelompok umur (tahun) 2-4 56,10 0,001 5-14 53,70 0 15-24 33,80 0 25-34 32,50 0,001 35-44 34,10 0,001 45-54 41,00 0,003 55-64 49,60 0,001 65-74 52,40 0 75+ 62,60 0,002

Jenis kelamin Laki-laki 45,50 0,001 Perempuan 39,20 0,0007

Pendidikan Tidak sekolah 61,40 0,0014 Tidak tamat SD 53,50 0,003 Tamat SD 44,00 0 Tamat SMP 39,40 0,0015 Tamat SMA 33,90 0,0003 Tamat PT 23,00 0

Status Pekerjaan Tidak bekerja 29,30 0,0055 Pegawai 22,80 0 Wiraswasta 27,30 0,001 Petani/nelayan/buruh 38,20 0,0029 Lainnya 33,60 0

Tempat Tinggal Perkotaan 43,50 0,0004 Perdesaan 40,20 0,0018

Kuintil Indeks Kepemilikan Terbawah 46,70 0,0003 Menengah bawah 50,60 0,0014 Menengah 44,90 0,0021 Menengah atas 40,80 0 Teratas 30,90 0,0001

Page 224: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

190

Dari Tabel 3.15.9 terlihat prevalensi morbiditas telinga berupa serumen dan sekret dalam liang telinga pada responden usia 2 tahun keatas menurut keelompok umur cenderung menurun pada kelompok usia produktif dan meningkat lagi seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi morbiditas telinga berupa serumen dan sekret dalam liang telinga pada responden usia 2 tahun keatas lebih banyak terjadi pada laki-laki dan menurut jenis pendidikan cenderung menurun seiring dengan tingginya tingkat pendidikan. Prevalensi morbiditas telinga berupa serumen dan sekret dalam liang telinga pada responden usia 2 tahun keatas tertinggi pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh dan daerah perkotaan prevalensinya lebih tinggi dibanding daerah perdesaan. Berdasarkan tingkat pendapatan prevalensi morbiditas telinga berupa serumen dan sekret dalam liang telinga pada responden usia 2 tahun keatas cenderung menurun seiring dengan tingginya pendapatan. Sedangkan prevalensi morbiditas berupa abses/fistel retroaurikular tidak bisa dijelaskan menurut karakteristik karena data terlalu kecil.

Tabel 3.15.10 Prevalensi morbiditas telinga pada responden usia 2 tahun keatas menurut kabupaten/kota,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2013

Kabupaten/Kota Serumen dan Sekret dalam

Liang Telinga Abses/fistel Retroaurikular

Kulon Progo 55,70 0,22 Bantul 70,80 0,00 Gunung Kidul 30,50 0,20 Sleman 23,60 0,00 Kota Yogyakarta 34,80 0,21

Yogyakarta 42,30 0,09

Dari Tabel 3.15.10 terlihat prevalensi morbiditas telinga pada responden usia 2 tahun keatas berupa serumen dan sekret dalam liang telinga tertinggi di Kabupaten Bantul (70,8) diikuti Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Sedangkan morbiditas telinga pada responden usia 2 tahun keatas berupa abses/fistel retroaurikular tertinggi di Kabupaten Kulon Progo (0,22) diikuti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul.

Page 225: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

191

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Singkat Pencapaian Millenium Development Goals Indonesia 2009.

2. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan 2002-2003. ORC Macro 2002-2003.

3. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan 2007. ORC Macro 2007.

4. Brown, Judith E. Et al., "Nutrition Through the Life Cycle, 2002. New York.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2007

6. Departemen Kesehatan RI. SKRT 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 1997

7. Departemen Kesehatan, Direktorat Epim-Kesma. Program Imunisasi di Indonesia, Bagian I, Jakarta, Depkes, 2003.

8. Departemen Kesehatan. 1995. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

9. Departemen Kesehatan. Survey Kesehatan Nasional. Laporan.Depkes RI Jakarta. 2001.

10. Departemen Kesehatan. Survey Kesehatan Nasional. Laporan.Depkes RI Jakarta 2004.

11. Depkes RI, 2003, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Keluarga, Jakarta.

12. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. 2009.

13. Djaja, S. et al. Statistik Penyakit Penyebab Kematian, SKRT 1995

14. Hardinsyah & D. Martianto. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Penerbit Wirasari. Jakarta.

15. Hardinsyah dan V. Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta 17-19 Mei 2004.

16. Institute of Medicine. 2005. Dietary Reference Intakes for Energy, Carbohydrate,Fiber, Fatty Acids. National Academy Press.

17. Kramer, M.S. and Kakuma, R. The Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding. A Systimatic Review. WHO. 2001.

18. Kumar N. and Zheng H. Stage-specific gametocytocidal effect in vitro of the antimalaria drug qinghaosu on Plasmodium falciparum. Parasitol. Res 1990;76:214-218.

19. LA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. Laporan SKRT 2001: Studi Kesehatan Ibu dan Anak.

20. Lembaga Demografi UI, 2013, Dasar-Dasar Demografi, Salemba Empat, Jakarta.

21. Papua Province Health Office. Case finding and treatment malaria patients 2006. Jayapura, Ministry of Health 2007.

Page 226: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

192

22. Petunjuk Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI., 2004

23. Policy Paper for Directorate General of Public Health, June 2002

24. Price RN, Nosten F, Luxemburger C ter Kuile FO, Paiphun L, Chongsuphajaisiddhi T. and White NJ. Effects of artemisinin derivatives on malaria transmissibility.Lancet 1996;347:1654-1658.

25. Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2005

26. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013

27. Sandjaja, Titiek Setyowati, Sudikno. Cakupan penimbangan balita di Indonesia. Makalah disajikan pada Simposium Nasional Litbang Kesehatan.Jakarta, 7-8 Desember 2005.

28. Sandjaja, Titiek Setyowati, Sudikno. Cakupan viramin A untuk bayi dan balita di Indonesia. Prosiding temu Ilmiah dan Kongres XIII Persagi, Denpasar, 20-22 November 2005.

29. Seri Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI, ISSN: 0854-7971, No. 15 Th. 1999

30. Sikka District Health Office. Malaria cases in Sikka District, 2000-2006. Maumere, Ministry of Health 2007.

31. UNICEF. Breast Crawl. Initiation of Breastfeeding by Breast Crawl. 2007.

32. WHO. Report of the Expert Consultation on the Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding. Geneva, Switzerland. 28-30 March 2013.

33. World Health Organization. Antimalarial drug combination therapy. Report of WHO Technical Consultation. WHO/CDS/RBM/2001.35. Geneva., WHO 2001.

34. World Health Organization. World Malaria Report 2008. WHO/HTM/GMP/2008.1. Geneva, WHO 2008.

iSistem Kesehatan Nasional (Peraturan pemerintah no. 72 tahun 2012)

iiWHO 2002. www.WHO.int/healthinfo/survey/en

Page 227: Cetakan Pertama, Desember 2013 Hak Cipta dilindungi oleh … · persen (2013), sedangkan prevalensi katarak semua umur tahun 2013 adalah 0,7 persen, kekeruhan kornea 8,0 persen, serta

193

LAMPIRAN

1) SK.Menkes untuk Riskesdas 2013 2) SK Korwil 3) Kuesioner Rumah Tangga (RKD10.RT) 4) Kuesioner Individu (RKD10.IND) 5) Persetujuan Etik 6) Informed consent 7) Rekomendasi Penelitian