cermin dunia kedokteran

62

Upload: titi-afrida-sari

Post on 24-Nov-2015

112 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • Diterbitkan oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma

    Daftar Isi : 2. Editorial

    International Standard Serial Number: 0125 913X No. 49, 1988 K

    TasiArtikel:

    3. Masalah Penyakit Tidak Menular serta Kebijaksanaan Penanganannya dalam Pelita IV

    8. Registrasi Kanker 13. Karsinogen Kimiawi dan Mikokarsinogen 18. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan terjadinya Kanker

    Payudara Pada Wanita di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta 22. Pengukuran "Output" Radiasi Pesawat Radioterapi Pada

    Rumah Sakit di Seluruh Indonesia 25. Penelitian Radiasi dan Kesehatan 27. Penelitian Bidang Radiologi dan Kesehatan

    30. Aktivitas Iodium Sebagai Germisida 33. Taman Penitipan Anak 37. Kelainan Jantung Pada Penyakit Kawasaki 41. Ilmu Kedokteran Pencegahan dalam Upaya Pemberantasan

    Diare di Puskesmas Kabupaten Malang 44. Malaria Berat 47. Pengamatan Virus Dengue di Beberapa Kota di Indonesia,

    1986 49. Pehanganan, Pengelolaan dan Pengembangbiakan Hewan

    Percobaan 55. Pengalaman Praktek 57. Humor Ilmu Kedokteran 59. Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran

    arya Sriwidodo

    ulisan dalam majalah ini merupakan pandang-n n tidak e bijakan n

    Alamat redaksi: Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp.4892808 Penanggung jawab/Pimpinan umum: Dr. Oen L.H. Pemimpin redaksi : Dr. Krismartha Gani, Dr. Budi Riyanto W. Dewan redaksi : DR. B. Setiawan, Dr. Bam-bang Suharto, Drs. Oka Wangsaputra, DR. Rantiatmodjo, DR. Arini Setiawati, Drs. Victor Siringoringo. Redaksi Kehormatan: Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro, Dr. R.P. Sidabutar, Prof. DR. B.Chandra, Prof. DR. R. Budhi Darmojo, Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo, Drg. I. Sadrach. No. Ijin : 151/SK/Dit Jen PPG/STT/1976, tgl.3 Juli 1976. Pencetak : PT. Temprint. /pendapat masing-masing penulis dalalu merupakan pandangan atau ke 60. Abstrak-abstrak

    stansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis

  • Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang terpenting di negara-negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia. Akan tetapi, dengan berubahnya pola kehidupan masyarakat yang berwujud sebagai urbanisasi, meningkatnya sarana pendidikan; disertai tindakan-tindakan di bidang kesehatan seperti perbaikan transportasi antara desa dan kota, masuk-nya listrik ke desa, makin efektifnya usaha-usaha pencegahan seperti imuni-sasi, perbaikan gizi dan pencegahan lingkungan; maim kasus-kasus penyakit menular secara relatif akan berkurang, dan penyakit penyakit yang tergolong tidak menular cenderung untuk meningkat.

    Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, telah mengadakan Seminar Penyakit Tidak Menular selama enam hari, yaitu dari tanggal 5 Oktober 1987 sampai dengan 7 Oktober 1987, dan dari tanggal 21 Oktober 1987 sampai dengan 14 Oktober 1987. Topik-topik yang diseminar-kan itu akan dimuat dalam majalah Cermin Dunia Kedokteran secara ber-sambung.

    Untuk bagian pertama ini, akan dibahas tujuh topik, antara lain Masalah Penyakit Tidak Menular serta Kebijaksanaan Penanganannya

    dalam Pelita IV Registrasi Kanker Karsinogen Kimiawi dan Mikokarsinogen Faktor-faktor yang berhubungan dengan Terjadinya Kanker Payudara

    Pada Wanita di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta Pengukuran "Output" Radiasi Psawat Radioterapi Pada Rumah Sakit di

    Seluruh Indonesia Penelitian Radiasi dan Kesehatan Penelitian Bidang Radiologi dan Kesehatan.

    Selamat membaca ! Redaksi

    Cermin Dunia Kedokteran No. 49, 1988 2

  • Artikel

    Perkembangan Masalah AIDS

    Suriadi Gunawan Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

    Departemen Kesehatan RI, Jakarta

    PENDAHULUAN

    Kesehatan merupakan salah satu segi dari kualitas hidup yang tercermin pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi sandang, pangan, perumahan, kesehatan, ke-sempatan memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang layak, kebebasan dari rasa takut dan rasa tidak tentram, kebebasan memeluk agama/kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesempatan untuk mengembangkan daya cipta serta berkreasi, yang sesungguhnya merupakan tujuan dan sasaran pokok pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

    Derajat kesehatan merupakan hasil interaksi dari empat faktor: yakni faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.

    Upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita, secara berangsur-angsur berkembang ke arah kesatuan upaya kesehatan yang mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang terpadu dan berkesinambungan.

    Upaya kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, social budaya, ekonomi dan biologik yang bersifat dinamis dan kompleks.

    Untuk menghadapi tanangan upaya kesehatan ini, perlu disusun Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang merupakan tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal, sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

    Dasar-dasar pembangunan kesehatan nasional menurut SKN adalah: 1) Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia. 2) Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam

    memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. 3) Penyelenggara upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat, serta dilaksanakan terutama melalui upaya peningkatari dan pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang diperlukan. 4) Setiap bentuk upaya kesehatan harus berasaskan peri-kemanusiaan yang berdasarkan -Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak dan bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan. 5) Sikap, suasana kekeluargaan, kegotong-royongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan di bidang kesehatan. 6) Sesuai- dengan asas adil dan merata, hasil-hasil yang dicapai dalam pembangunan kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk. 7) Semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi dan mentaati segala ketentuan perundang-undangan dalam bidang kesehatan. 8) Pembangunan kesehatan nasional berlandaskan pada ke-percayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta ber-sendikan kepribadian bangsa. POLA PENYAKIT DAN KECENDERUNGANNYA MEN-JELANG TAHUN 2000

    Menurut survai kesehatan rumah tangga 1980, sebab-sebab kematian yang terpenting ialah radang saluran per-nafasan, diare, tetanus, tuberkulosis dan penyakit kardio--vaskulerr .

    Kurang lebih separuh dari semua kematian di Indonesia terjadi pada bayi dan anak di bawah lima tahun (balita). Angka kematian bayi di Indonesia telah menurun. akan tetapi masih cukup tinggi, kira-kira 90 per 1000 kelahiran

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 3

  • hidup. Sedangkan angka kematian balita umur 14 tahun masih kira-kira 20 per 1000.

    Lebih dari 70% kematian bayi disebabkan radang saluran nafas, diare dan tetanus yang sebenarnya dapat dihindar kan' dengan usaha preventif yang lebih efektif, antara lain meliputi imunisasi, perbaikan gizi dan penyehatan lingkungan. Pelayanan kuratif/pengobatan dalam hal ini sangat ter-baths peranannya. `

    Usaha-usaha menurunkan angka kematian telah mulai menunjukkan hasilnya dan hal ini antara lain dilihat dari meningkatnya umur harapan hidup waktu lahir yang kini mencapai 55,5 tahun pada pria dan 57,2 tahun untuk wanita.

    Faktor penting yang akan mempengaruhi kesehatan ialah terjadinya perubahan pola kehidupan masyarakat yang makin 4cepat. Listrik dan televisi sudah/akan masuk desa, transportasi yang lebih baik akan mendekatkan desa dengan kota dan kesempatan memperoleh pendidikan menimbulkan harapan-harapan buru.

    Pulau Jawa dalam tahun 2000 akan menyerupai Island City. Ditambah dengan pusat-pusat urbanisasi di luar Jawa, Indonesia akan mengalami pengaruh urbanisasi. Perubahan gaya hidup yang terjadi akibat urbanisasi dan meningkatnya umur harapan hidup waktu lahir akan merubah polapenyakit. Penyakit menular secara relatif akan berkurang, tetapi penyakit tidak menular antara lain penyakit kardiovaskuler, kw-ricer, diabetes, kecelakaan, keracunan, penyakit jiwa, penyakit -sendi, degeneratif cenderung untuk meningkat.

    Menurut survai kesehatan rumah tangga, dalam kurun waktu tersebut telah terjadi kenaikan yang nyata dari penyakit tidak menular (tabel 1 dan 2). Tabel 1. Pola sebab kematian penduduk menurut survai Kesehatan Ramah Tangga tahun 1972 dan 1980.

    No. DIAGNOSA 1972 (%) 1980 (%)

    1. Radang akut saluran pernapasan bagian bawah 12,0 19,9

    . 2. Penyakit diare 16,9 18,8 3. Penyakit kardiovaskuler 5,1 9,9 4. Tuberkulosis 6,0 8,4 5. Tetanus 4,6 6,5 6. Penyakit susunan saraf 5,1 5,0 7. Kelainan hati 4,2 8. Cedcra dan kecelakaan 2,1 3,5 9. Neoplasma/kanker 1,3 3,4

    10. Tifus perut 2,1 3,3 11. Penyakit tnfeksi dan parasit lain 3,0 12. Komplikasi kehamilan dan persalinan 2,2 2,5 11. Penyakit neonatal 2,4 14. Lain-lain 40,0 6,8

    15. Tidak jelas 4,8

    Jumlah 100,0 100,0

    Penyakit kardiovaskuler,. menyebabkan 9,9% dari semua kematian, dan prevalensinya 5,9 per 1000 penduduk. Tahun

    Tabel 2. Perbandingan pola penyakit yang prevalen menurut Survai Kesehatan Ruttish Tangga dalam Tahun 1972 dan 1980.

    1972 1980

    No. Penyakit Jumlah Pende-

    rita

    per 100

    Jumlah Pende-

    rita

    Per 100

    1. Radang saluran pernafasan bagian atas 980 0,9 3.796 3,1

    2. Penyakit kulit 721 0,6 1.013 0,8 3. Radang saluran pernafasan bagian bawah 422 0,4 1.041 0,9

    4. Penyakit diare 297 0,3 947 0,8 5. Tuberkulosis 577 0,5 732 0,6 6. Radang mata 244 0,2 451 0,4 7. Penyakit kardiovaskuler 120 0,1 717 .0,6 8. Penyakit susunan otot rangka dan jaringan ikat lain 26 0,0 442 0,4

    9. Malaria 279 0,2 219 0,2 10. Anemia 182 0,2 250 0,2 11. Penyakit susunan saraf 74 0,1 254 0,2 12. Penyakit rematik 94 0,1 321 0,3 13. Penyakit gigi dan jaringan

    penyangga 70 0,1 293 0,2 14. Penyakit infeksi dan parasit 170 0,1 268 0,2 15. Kecelakaan 55 0,1 248 0,2 16. Lain-lain 1.319 1,2 2.937 2,4

    Jumlah 5.547 13.929

    1980 diperkirakan terdapat 855.000 penderita penyakit kardiovaskuler dan 177.000 kematian. Sejak tahun 1970 terjadi perubahan pola penyakit kardiovaskuler, di mana penyakit jantung iskemik menggeser penyakit jantung rematik pada tempat pertama. Di suatu desa di Jawa Tengah, prevalensi penyakit jantung 1,8% dari penduduk; 46,4% penyakit jantung iskemik; 17,9% penyakit jantung rematik; 14,3% penyakit jantung hipertensi; 10,7% Penyakit jantung bawaan dan 7,1% penyakit jantung pulmonik .

    Faktor risiko penting untuk penyakit jantung iskemik ialah merokok, hipertensi, hiperkolesterolemi, obesitas, diabetes dan ketegangan jiwa/stres. Faktor-faktor tersebut di atas cenderung meningkat dhnasa yang akan datang. Hipertensi cukup luas terdapat di Indonesia, di man berbagai survai menghasilkan prevalensi yang berkisar antara 6 15%. Prevalensi tersebut meningkat dengan umur, sehingga pada golongan usia di atas 50 tahun mencapai lebih dari 20%. Diabetes mellitus juga menjadi faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung. Survai Universitas Diponegoro menunjukkan, 1,46% dari penduduk di atas 14 tahun di Semarang menderita diabetes3. Penyakit jantung pulmonik masih sering dijumpai dan faktor pen3iebabnya ialah penyakit paru-paru menahun, merokok dan polusi udara. Penyakit jantung bawaan diperkirakan mempunyai insidensi sebesar 0,8% dari jumlah kelahiran. Diperkirakan setiap tahun lahir sekitar 45.000 bayi dengan kelainan jantung bawaan.

    Penyakit kanker, mempunyai insidensi minimal 50 per 100.000 penduduk. Insidensi yang lebih realistik untuk Indonesia diperkirakan 100 per 100.000 penduduk4. Di-perkirakan akan terjadi 10.000 kasus kanker baru dalam tahun 1985. Jumlah kasus seluruhnya diperkirakan sekitar

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 4

  • 400.000 orang. Dalam survai kesehatan rumah tangga tahun 1972, ditemukan 1,4% dari kematian disebabkan kanker, sedangkan dalam tahun 1980 angka tersebut mencapai 3,9%. Lokasi kanker yang paling sering ditemukan ialah: leher rahim, payudara, kulit, nasofaring, hati, kelenjar getah bening, paru-paru, indung telur, usus besar/rektum dan kelenjar gondok. Dengan perkembangan sisio-ekonomi dan peningkatan umur harapan hidup, pola penyakit 1 anker akan berubah. Secara relatif kanker paru, payudara, indung telur, badan rahim, usus besar, pankreas dan prostat akan bertambah. Sebaliknya kanker hati, leher rahim, mulut dan kulit akan berkurang. Di Rumah Sakit Soetomo Surabaya penderita kanker merupakan 2,3% dari semua penderita yang dirawat dan dalam tahun 1974 1978 terjadi kenaikan rata-rata 20% pertahun. Sebagian besar penderita datang dalam stadium lanjut, dan. yang datang stadium dini (stadium II ke bawah) hanya 17,4% untuk kanker payudara dan 23,3% untuk kanker leher rahims.

    Kecelakaan/cedera, prevalensinya diperkirakan 2 per 1000 penduduk, sedangkan kematian akibat kecelakaan/ cedera merupakan 3,5% dari semua kematianl. Kecelakaan lalu lintas terus bertambah setiap tahun antara 9,1% sampai 13,8% (1970.1980). Dalam tahun 1980 terjadi 51.387 kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 11.456 kematian dan 59.771 luka-luka6. Penderita kecelakaan/cedera yang dirawat di Rumah Sakit merupakan 10% dari semua pen: derita yang dirawat dalam tahun 1980 dan 4% dari morbiditas di Lombok dan 7% di Yogjakarta disebabkan kecelakaan.

    Penderita yang dirawat di bagian bedah rumah-sakit Karyadi Semarang akibat kecelakaan lalu lintas adalah : cedera otak 60%, patah lengan atas 9%, patah tulang tengkorak/ punggung/dada 7,5% dan cedera bagian dada/perut/pinggul 2%7. Penelitian di 11 rumah sakit di Jakarta dalam tahun 1972 menemukan 437 kasus keracunan dengan case fatality rate 4,2%. Sebab-sebab keracunan terpenting yang ditemukan ialah jenf,kol, minyak tanah, barbiturat, singkong, salisilat dan pestisida .

    Psikosis, diperkirakan prevalensinya 13 per 1000 pen-duduk dan Neurosis 4060 per 1000 penduduk9. Penelitian di Kecamatan Tambora, Jakarta menunjukkan sekitar 20% dari pengunjung Puskesmas menderita gangguan mental emosi-onal. Karies dentis, sangat tinggi prevalensinya, 57% pada

    penduduk berumur 8 tahun (DMFT rata-rata 1,23) dan meningkat menjadi 83% pada penduduk usia 3544 tahun (DMFT rata-rata 5,27)9.

    UPAYA PEMBERANTASAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

    Salah satu pokok upaya kesehatan menurut SKN ialah pen-cogahan dan pemberantasan penyakit yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah akibat buruk lebih .lanjut dari penyakit10. Dalam menentukan penyakit mana yang diberantas dipertimbangkan halhal sebagai berikut : a. Angka kesakitan atau angka kematian yang tinggi b. Yang dapat menimbulkan wabah c. Yang terutama menyerang anak-anak, ibu dan angkatan

    kerja

    d. Yang terutama menyerang daerah-daerah pembangunan sosial ekonomi

    e. Adanya metode dan teknologi efektif f. Adanya ikatan internasional. Tujuan dan sasaran upaya pemberantasan penyakit tidak me-nular dalam Repelita IV ialahll1) Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler, kanker, kecelakaan dan penyakit tidak menular lainnya. 2) Meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. 3) Peningkatan sarana kesehatan untuk mengatasi penyakit tidak menular. 4) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang menjamin kesehat-an/mencegah penyakit. Kebijaksanaan yang perlu ditempuh ialah sebagai berikut: 1) Upaya didasarkan pada preventif dan promotif. 2) Kegiatan pelayanan kuratif dan rehabilitatif diutamakan pada pengobatan jalan. 3) Upaya kesehatan dilakukan dengan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna, dan biayanya dapat dipikul oleh masyarakat dan negara. 4) Pelayanan kesehatan diutamakan untuk golongan masya-rakat yang berpenghasilan rendah dengan peran serta aktif dari masyarakat. 5) Upaya dilaksanakan dalam kerjasama lintas sektoral dengan semua bidang yang berkaitan dengan kesehatan/masalah pe-nyakit tidak menular. Langkah-langkah yang perlu diambil meliputi : 1) Pengumpulan data dan penelitian tentang masalah penyakit tidak menular. 2) Menyiapkan wadah dalam struktur Departemen Kesehatan untuk menanggulangi masalah penyakit tidak menular. 3) Pengaturan dan koordinasi berbagai kegiatan penyuluhan untuk memberantas penyakit tidak menular, antara lain usaha untuk mengurangi kebiasaan merokok, mengurangi kecelakaan dan sebagainya. 4) Peningkatan sarana untuk menanggulangi penyakit tidak menular. 5) Mengadakanpilot project screeningselektif untuk menemu-kan golongan risiko tinggi antara lain untuk hipertensi, kanker tertentu, diabetes dan penyakit lainnya pada Puskesmas di daerah tertentu. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

    Upaya penelitian dan pengembangan kesehatan bertujuan untuk memberikan sarana cipta ilmiah dan teknologi yang di-perlukan dalam pembangunan kesehatan dan diharapkan mampu memberi masukan berupa : 1) Pengertian yang lebih baik mengenai masalah-masalah ke-sehatan di negara kita. 2) Saran mengenai kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada atau yang mungkin timbul. 3) Teknologi yang lebih efisien dan efektif dari pada yang dipakai sekarang. 4) Pemikiran yang inovatif di bidang pemberian pelayanan kesehatan supaya lebih merata dan terjangkau oleh masyarakat.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 5

  • 5) Informasi mengenai segala sesuatu yang akan menghambat atau dapat mempercepat pencapaian tujuan dan sarana pem-bangunan kesehatan.

    Upaya litbang kesehatan juga merupakan salah satu komponen sistem ilmu pengetahuan dan teknologi nasional. Semua langkah yang diambil harus searah dengan kebijaksana-an Menteri Negara Riset dan teknologi dalam mengembangkan kemampuan nasional di bidang riset dan teknologi dalam rangka menunjang transformasi masyarakat agraris menuju industrialisasit 2

    Masalah penelitian yang perlu ditangani dapat dikelom-pokkan dalam permasalahan yang menyangkut derajat ke-sehatan, upaya kesehatan- serta manajemen upaya kesehatan dan partisipasi masyarakat, yang meliputi antara lain :

    1)1Conseptualisasi dan pengertian kualitas hidup dalam konteks pembangunan kesehatan. 2) Monitoring derajat kesehatan untuk mengetahui kecen-derungannya. 3) Perkiraan masalah dan gangguan kesehatan pada waktu ini dan masa yang akan datang dan perumusan strategi pe-nanggulangannya. 4) Pengembangan berbagai teknologi atau metode untuk menanggulangi masalah kesehatan yang menyangkut rakyat banyak. 5) Pengkajian cara-cara tradisional mengenai penggunaan obat dan pengobatan untuk dipadukan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern guna mempercepat tercapainya sasaran pembanguhan kesehatan. 6) Pengkajian mengenai kondisi sosial budaya dan potensi swadaya masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri. 7) Penelitian untuk memperoleh pengertian tentang proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat pemerintahan maupun masyarakat. 8) Penelitian mengenai sistem pelayanan kesehatan serta pembiayaannya. 9) Telaah mengenai peranan hukum di bidang kesehatan yang meliputi hak, kewajiban dan keadilan yang menyangkut kesehatan. 10) Pengembangan usaha preventif/promotif dan cara-cara hidup sehat yang dapat dilakukan sendiri oleh masyarakatl3. PENELITIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

    Penelitian penyakit tidak menular diarahkan untuk me-ngetahui besarnya masalah dan mengembangkan metodologi penanggulangannya yang dilaksanakan dengan mengutamakan pertibahan perilaku masyarakat, perbaikan lingkungan hidup dan periggunaan teknologi secara tepat guna. Langkah-langkah yang perlu diambil meli puti antara lain: 1) Mengembangkan standardisasi, klasifikasi dan registrasi penyakit. 2) Melaksanakan studi epidemiologi (deskriptif dan analitik). 3) Mengembangkan studi intervensi misalnya dalam bentuk proyek panduan. 4) Mengembangkan studi evaluatif program dan kegiatan yang dilaksanakan.

    Beberapa kelompok penyakit yang perlu mendapat per-hatian ialah :

    1. Penyakit kanker. 2. Penyakit kardiovaskuler. 3. Penyakit endokrin dan metabolik antara lain diabetes

    dan penyakit kelenjar tiroid. 4. Penyakit gigidan mulut. 5. Kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan. 6. Penyakit jiwa dan syaraf. 7. Penyakit alatpancaindera. 8. Penyakit respiratorik kronik. 9. Penyakit sendi dan rernatik. 10. Penyakit bawaan & keturunan. 11. Penyakit akibat radiasi. 12. Lain-lain penyakit dan gangguan kesehatan kronik.

    Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular (PPPTM) di-bentuk dengan SK Menteri Kesehatan No. 558/Menkes/SK/ 1984 tanggal 31 Oktober 1984 sebagai lanjutan dari Pusat Penelitian Kanker dan Pengembangan Radiologi.

    PPPTM bertugas melaksanakan penelitian penyakit tidak menular berdasarkan kebijaksanaan. teknis Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan peraturan per-undang-undangan yang bt:rlaku. Pada saat ini PPPTM mem-punyai lima puluh orang pegawai yang setengahnya adalah tenaga teknis (sarjana dan sarja muda) tetapi baru tiga orang yang berstatus fungsional peneliti.

    Anggaran rutin PPPTM tahun 1985/1986 berjumlah Rp. 81,8 juta dan Rp. 58,8 juta di antaranya ialah untuk belanja pegawai.

    Anggaran pembangunan (proyek penelitian penyakit tidak menular) tahun 1985/1986 berjumlah Rp. 45.887.000,00 dan ini merupakan 5% dari DIP Badan Litbang Kesehatan sebesar Rp. 841.275.000,00.

    Untuk meningkatkan kegiatan penelitian penyakit tidak menular perlu dikembangkan suatu jaringan kerjasama antara Departemen Kesehatan, Universitas/Konsorsium Ilmu Kesehat-an, dan badan-badan lain, baik pemerintah maupun swasta. Lampiran

    Proyek Penelitian 19821985 Pusat Penelitian penyakit Tidak Menular

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

    1. Penelitian epidemiologi kecelakaan lalu lintas di Jakarta. 2. Penelitian 131I uptake dan scanning normal kelenjar gondok di

    Sukabumi. 3. Survai penyakit periodontal pada penduduk usia produktif di

    Jawa Barat. 4. Penelitian registrasi kanker Population Based di Yogjakarta. 5. Survai beberapa faktor risiko dari penyakit jantung koroner di

    Jakarta. 6. Penelitian kalibrasi output pesawat radioterapi. 7. Penelitian kesehatan pegawai negeri yang menduduki jabatan

    eselon I, II dan III di Jakarta. 8. Survai kesehatan kerja pada industri kecil dan petani di wilayah Jabotabek. 9. Penelitian frekuensi dan jenis gangguan mental emosional pada

    pengunjung Puskesmas Tambora, Jakarta. 10. Penelitian pola penyakit pada penduduk di daerah slum Jakarta. 11. Penelitian gangguan metabolisme pada pasien retardasi mental

    di Jakarta. 12. Survai kesehatan gigi pada anak SD UKGS dan Non UKGS di

    Jawa Tengah dan di DKI Jakarta.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 6

  • 13. Survai penyakit jantung pada masyarakat pedesaan di Ungaran Jawa Tengah.

    14. Penelitian pengobatan otitis media akutadengan H2O2 di Surabaya. 15. Penelitian prevalensi hipertensi di Depok. 16. Penelitian pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga mengenai

    kanker di Cimanggis, Jawa Barat. 17. Penelitian eksplorasi terhadap sebab-sebab terjadinya kebiasaan

    merokok pada masyarakat Surakarta. 18. Penelitian registrasi kanker Hospital Based di Bandung, Jogjakarta

    dan Surabaya. 19. Penelitian registrasi kanker di 17 laboratorium patologi. 20. Penelitian pengaruh erobik terhadap derajat kesehatan jasmani

    pada beberapa kelompok masyarakat di Surakarta. 21. Penelitian penyakit jantung koroner pada dokter RSCM/FKUI.

    KEPUSTAKAAN 1. Rencana pokok Program Pembangunan Jangka Panjang Bidang

    Kesehatan 1983/1984 1988/1989: Departemen Kesehatan RI Jakarta, 1983.

    2. Rencana Pembangunan 5 tahun ke empat 1984/1985 1988/ 1989. Buku III khususnya Bab. 22 (Ilmu Pengetahuan, teknologi dan penelitian) dan Bab. 23 (kesehatan). Departemen Penerangan RI, Jakarta 1984.

    3. Kebijaksanaan dan rencana Jangka Panjang Pengembangan Penelitian bidang Kesehatan, Konsorsium Ilmu Kedokteran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Jakarta, 1982.

    4. Pola Dasar Pengembangan Kemampuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Badan Litbang Kesehatan, Jakarta

    1985. 5. Loedin AA. Pendekatan baru dalam penelitian kesehatan badan

    Litbangkes. Jakarta, 1981. 6. Ratna P Budiarso click. Laporan Survai Kesehatan Rumah Tangga

    1980. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta, 1981.

    7. Djokomoeljanto R et al. A Community study of diabetes mellitus in an urban population in Semarang, Indonesia Second Symposium of Diabetes in Asia, Japan, 1975.

    8. Boedhi Darmojo R. Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia Makalah Seminar. Penyakit Kardiovaskuler, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta, 28 29 September 1981.

    9. Suriadi Gunawan; Laporan Hasil Penelitian Bidang Penyakit Tidak Menular dan Radiologi 1975 1983. Pusat Penelitian Kanker dan Pengembangan Radiologi Badan Litbang Kesehatan, Jakarta, 1983.

    10. Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta, 1982.

    11. Suriadi Gunawan. Program Penelitian Penyakit Tidak Menular. Makalah Penataran Tenaga Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, 10 Februari 1 Maret 1986.

    12. Munir R dkk. Morbiditas dan Mortalitas di Indonsia; Suatu penelitian pada 6 desa di Yogjakarta dan Lombok, 1980. Lembaga Demografi FEUI, Jakarta.

    13. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran : Penelitian sebab sebab kematian di masyarakat, Kotamadya Bandung. Laporan Penelitian Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Universitas Padjadjaran 1981/1982, Bandung.

    14. Sukarja IDG. Masalah Kanker di Rumah Sakit Dr. Sutomo, Surabaya. Naskah Seminar Kanker Badan Litbangkes., tanggal 2829 Agustus 1980, Jakarta.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 7

  • Registrasi Kanker

    Dr Marwoto Partoatmodjo Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular Badan Penelitfan dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

    Jakarta.

    Penanggulangan penyakit kanker di Indonsia belum di-masukkan dalam program yang diprioritaskan dalam upaya kesehatan nasional, karena masih banyak masalah-masalah lain yang lebih mendesak yang harus ditanggulangi seperti penyakit infeksi, angka kematian yang tinggi pada anak balita, dan lain sebagainya.

    Ini tidak berarti bahwa masalah kanker tidak ada di Indo-nesia, sebab di kemudian hari bila masalah-masalah penyakit infeksi, dan lain-lainnya sudah dapat diatasi, maka masalah kanker akan tampak lebih menonjol. Tidaklah benar anggapan yang berpendapat, kanker adalah suatu penyakit di negara-negara industri Barat saja. Diperkirakan setengah dari insidensi kanker setiap tahun, yang.berjumlah 5,8 juta kasus di seluruh dunia, berasal dari negara sedang berkembang dan bagian ini dperkirakan akan terus bertambah, antara lain karena per-ubahan demografik (pertambahan penduduk, pertambahan golongan manula) dan'perubahan lingkungan (bertambahnya urbanisasi dan meniru-niru cara hidup dan kebiasaan Barat).

    Sebelum dapat direncanakan suatu program penanggulang-an penyakit kanker yang lebih baik, pertama-tama hells ada gambaran dari pola penyakit tersebut untuk itu perlu data statistik dari penyakit kanker yang diperoleh dari registrasi. Statistik yang baik dapat membantu menentukan program-program mana yang harus diprioritaskan dalam menanggulangi masalah kesehatan, apakah itu penyakit kanker atau masalah kesehatan yang lain. Sedangkan untuk masalah kanker sendiri, jenis jenis mana yang harus diprioritaskan dalam penang-gulangannya. Selain itu juga dipakai untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang menanggung risiko tinggiuntuk suatu jenis kanker tertentu, yang perlu program penanggulangan khusus. Juga dapat dipakai sebagai dasar dalam penilaian keberhasilan suatu program penanggulang-an.

    Variasi pola penyakit kanker sangat dipengaruhi oleh

    lingkungan, masyarakat (manusianya) dan waktu. Maka bila. registrasi sudah dapat dilakukan dengan baik, tidaklah mus-

    tahil jika nanti dijumpai variasi pola kanker yang berbeda-beda untuk daerah-daerah di Inaonesia.

    Suatu registrasi yang dapat mencerminkan insidensi se-benarnya dari suatu penyakit adalah suatu Population Based Registration. Suatu Population Based Cancer Registration di Indonesia yang bersifat nasional masih terlalu sulit pe-laksanaannya, baik yang menyangkut segi biaya, tenaga maupun sarana.

    Suatu Hospital Based Cancer Registration tampaknya lebih mudah dikerjakan karena biayanya akan lebih sedikit namun, masih diperlukan tenaga yang berdedikasi dan kerja-sama yang baik. Bagian Catatan Medik suatu rumah sakit akan dapat membantu banyak dalam pelaksanaan registrasi ini, bila mendapat tambahan tenaga tersebut dan ada kerja sama yang baik antara bagian-bagian dengan bagian Catatan Medik dari rumah sakit. Namun angka yang diperoleh bukanlah angka insidensi nasional. Data yang diperoleh lebih banyak dipakai untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, antara lain untuk memudahkan follow up, memperoleh data mengenai penderita yang sembuh mengenai cara pengobatan dan riwayat penyakitnya, untuk merencanakan rumah sakit itu sendiri, namun juga untuk membantu penyelenggaraan registrasi yang lebih luas (Population Based Registries) dan sebagainya.

    Registrasi yang lebih sederhana ialah Pathology Based Cancer Registration. Lebih sederhana karena jumlah laborato-rium masih terbatas, dan data hasil pemeriksaannya telah ter-sedia. Namiin, kegunaannya juga terbatas yaitu minimum insidensi frekuensi relatif, distribusi geografis jenis-jenis tumor, dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi masalah kanker di suatu daerah atau untuk menilai hasil dari suatu program penanggulangannya. Agar diperoleh-hasil yang lebih baikperlu diikutsertakan juga bagian-bagian sitologi dan hematologi.

    Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, bekerja sama dengan peneliti dari bagian lain di luar Badan Litbang telah melakukan penelitian registrasi kanker, baik Population Based maupun

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 8

  • Hospital Based dan Pathology Based.

    REGISTRASI KANKER DI RUMAH SAKIT CIPTO MA-NGUNKUSUMO TAHUN 19751978

    Penelitian registrasi ini bersifat prospektif dan dilakukan selama 3 tahun. Data diambil dari flap Bagian atau Unit di RSCM. Untuk melaksanakan tugas tersebut telah dibentuk suatu panitya yang susunannya ditentukan oleh Kepala RSCM dan Dekan FKUI. Oleh panitia dibuat suatu forn}ulir registrasi yang mencatat 30 variabel mengenai kasus kanker. Formulir dikumpulkan sebulan sekali. Hasilnya adalah sebagai berikut : Tahun 19751976 tercatat 492 kasus. Tahun 19761977 tercatat 962 kasus. Tahun 19771978 tercatat 1152 kasus. Jumlah seluruhnya ada : 2606 kasus, laki-laki ada 846 dan perempuan 1760. Urutan kelompok umur penderita adalah sebagai berikut umur 40-49 tahun (20,87%) umur 30-39 tahun (15,54%) dan umur 5059 tahun (13,28%). Berdasarkan lokasi urutannya adalah serviks uteri (ICD 180) 24,3%, payudara (ICD 174) 14,7% dan nasofaring (lCD 147) 4,8%. Data tersebut di atas belum lengkap, karena variabel dalam formulir yang tersedia tidak dapat diisi sepenuhnya hanya sebagian saja dari data yang dapat diisi. Hal ini disebab-kan karena data yang ada di catatan medik belum lengkap, antara lain karena koordinasi antara Bagian-bagian dengan Catatan Medik Pusat belum berjalan sebagaimana mestinya. Untuk registrasi kanker yang baik di rumah sakit-rumah saldt perlu sarana yang lengkap di Catatan Medik Pusat dengan petugas-petugas yang dididik/terlatih, penuh dedikasi dan biaya yang cukup. SURVEI KANKER DI 17 RUMAH SAKIT DI JAKARTA

    Telah dilakukan survei penyakit kanker yang bersifat retrospektif pada tahun 1978 di 17 rumah sakit di Jakarta untuk penderita yang dirawat selama tahun 1977 berdasar data dari Catatan Medik Pusat dan dilakukan di bawah pengawasan dokter (Lihat Tabel 1). Hasilnya adalah sebagai berikut :

    Variabel yang dapat diisi hanya 3040%. Kasus yang di-laporkan berjumlah 2056 kasus, ini merupakan 1,2% dari semua penderita, untuk semua penyakit yang dirawat. Per-bandingan penderita wanita : pria, kurang lebih 3 : 2 (1183 : 873). Kelompok umur berkisar antara 0 . sampai lebih dari 80 tahun. Kasus terbanyak, pada kelompok umur 30 sampai 59 tahun, dengan puncak pada umur 45 sampai 50 tahun (Lihat Tabel 2). Dari semua kasus hanya 747 kasus mendapat pemeriksaan histopatologik, 202 kasus sitologik dan 147 kasus hematologik. Pada wanita, kanker serviks uteri merupa-kan yang terbanyak 36.5%, payudara 15,3%, dan ovarium 5,6%. Sedang pada pria kanker paru menduduki tempat ter-atas 18,1%, hati 17.9%, dan nasofaring 14,3%. Urutan sepuluh macam kanker terbanyak berdasarkan lokasi dan umur dapat dilihat pada Tabel 2. Dari 45 kelompok lokasi, kasus di sepuluh lokasi terbanyak berjumlah 75% (1577/2056) dari seluruh kasus kanker yang dilaporkan. Dari 1577 kasus ini, 454 penderita tidak ditantum-kan suku bangsa (Lihat tabel 3). Berdasarkan pekerjaan dari 1577 kasus, 647 penderita disertai

    Tabel 1. Jumlah kasus kanker berdasarkan jenis kelamin di 17 Rumah Sakit di Jakarta tahun 1987.

    Jumlah penderita

    Nama rumah sakit

    Wanita Pria Jumlah

    1. Cipto Mangunkusumo 520 237 757 2. St. Carolus 117 108 2253. Kanker 129 72 2014. Sumber Waras 82 109 1915. Persahabatan 54 100 1546. Husada 54 76 1307. Cikini 65 53 1188. Gatot Subroto 72 37 1109. Fatmawati 28 27 55

    10. Pertamina 13 14 2711. Pelni 11 11 2212. Islam 7 14 2113. Budi Kemulyaan 13 0 1314. Jakarta 7 4 1115. Mintoharjo 7 4 1116. Koja 2 4 67. Atmajaya 1 3 4 Jumlah 1.183 873 2.056

    keterangan mengenai jenis pekerjaan, yang masih dicantumkan sebagai status penderita, bukan jenis pekerjaan yang sebenar-nya. PENELITIAN REGISTRASI "HOSPITAL BASED" DI RUMAH SAKIT-RUMAH SAKIT KABUPATEN JAWA BARAT.

    Penelitian ini bersifat retrospektif dengan mengumpulkan penderita kanker yang dirawat di 7 rumah sakit selama tahun 1978. Hasilnya adalah sebagai berikut : 1. RSU Bekasi (Kabupaten Bekasi) 7 kasus 2. RSU Kerawang (Kabupaten Kerawang) 65 kasus 3. RSU PMI (Kabupaten Bogor) 115 kasus 4. RSU Syamsudin (Kabupaten Sukabumi) 83 kasus 5. RSU Serang (Kabupaten Serang) 15 kasus 6. RSU Kebon Jati (Kabupaten Bandung) 39 kasus 7. RSU Tasikmalaya (Kabupaten Tasikmalaya) 42 kasus'

    Jumlah kasus 367 kasus Kanker terbanyak yang dilaporkan berdasarkan lokasi adalah 1. Payudara (ICD 174) 16,3% 2. Serviks uteri (ICD 180) 8,9% 3. Kulit (ICD 173) 5,1% 4. H a t i (ICD 155) 4,9% 5. Jaringan lunak (ICD 171) 5,1% Berdasarkan umur penderita, kanker terbanyak pada wanita adalah kelompok umur 4049 tahun dan pria umur 5059 tahun. Pengisian variabel dalam formulir hanya sekitar 35% saja. PENELITIAN REGISTRASI KANKER "PATHOLOGY BASED" PADA TAHUN 1979 DI 13 PUSAT PATOLOGI DI INDONESIA Data yang diinginkan dikelompokkan menjadi 3 golongan I. Data umum penderita, II. Data klinis,

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 9

  • Tabel 2. Jumlah kasus kanker terbanyak berdasarkan lokasi dan umur di 17 rumah sakit di Jakarta tahun 1977.

    Umur No. ICD IX Lokasi 0 10 20 30 40 50 60 70 80+ N.S.

    Total

    1. 180 Serviks Uteri 10 109 136 105 56 8 8 . 3 432 2. 162 Paru-paru 4 5 15 50 66 57 19 6 222 3. 155 Hati 3 4, 10 46 39 55 36 16 2 3 214 4. 174 Payudara 1 2 5 47 56 45 18 6 2 182 175

    5. 147 Nasofaring 2 5 13 34 60 44 11 4 173 6. 154 Rektum 6 18 17 19 17 5 2 84 7. 208 Lekemia 7 1-7- 16 8 18 8 5 4 77 8. 200 Limfosarkoma 1 4 6 17 20 18 3 6 1 76

    9. 183 dst Ovarium

    7

    10

    9

    18

    15

    6

    1

    1

    67

    10. 153 Kolon 9 7 5 10 11 6 2 50 Total 14 37 90 310 419 282 220 75 22 8 1577

    N.S. : Not Specified (Tanpa keterangan). 2 Kanker payudara pada pria. 10 kasus terbanyak 1577 3 semua kasus = 2056 = 4 Tabel 3. Jumlah kasus kanker terbanyak berdasarkan golongan etnik

    di 17 rumah sakit di Jakarta tahun 1977.

    Etnik No. Lokasi ICD IX Jawa Sumatra Cina Lain N.S.

    Jumlah

    1. Cerviks Uteri 186 22 110 23 91 432 2. Paru-paru 99 23 50 10 40 2223. Hati 97 18 33 8 58 214 4. Payudara 49 8 18 4 103 182 5. Nasofaring 81 18 26 9 39 1736. Rektum 26 3 15 6 34 847. Lekemia 28 6 15 7 21 778. Limposarkoma 24 8 5 6 33 76

    9. dst Qvarium

    45

    2

    12

    8

    67

    10. Kolon 6 3 14 27 50 Jumlah 641 111 1 298 73 454 1577

    N.S. : Not Specified (Tanpa keterangan). 454 Tanpa keterangan = 29%.

    III. Data Bagian Patologi Anatomik, dengan kurang lebih 35 variabel. Penelitian ini merupakan survei retrospektif untuk kasus-kasus kanker tahun 1977; 1978 dan 1979. Jumlah kasus yang terkumpul 24711 dengan perincian seperti tercantum dalam Tabel 5.

    Jumlah kasus terbanyak di 10 lokasi dapat dilihat pada rabel 6. Pengisian formulir dinilai kurang, walaupun data mengenai laboratorium asal, tahun diagnosa, jenis kelamin, umur dan No.mor ICD dapat dilengkapi. Dari data ini masih dapat diketahui frekuensi relatif dan insidensi minimum di masingmasing daerah.

    Suatu registrasi kanker population based pernah dilakukan oleh Suripto dkk. dari Universitas Gajah Mada Jogjakarta dengan Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan.

    Tempat penelitian adalah Kotamadya Jogjakarta dan Kabu-paten Bantul. Semua Rumah sakit (6 buah) dokter praktek swasta, Puskesmas-puskesmas, Laboratorium patologi anato-mik (2 buah) dan fasilitas kesehatan lainnya diikutsertakan dalam penelitian ini.

    Di Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul (26.641 jiwa) dilakukan survai dari rumah ke rumah terhadap semua penduduk dengan mengerahkan tenaga mahasiswa Fakultas Kedokteran tingkat akhir, dengan menggunakan formulir bagi semua orang yang diperiksa. Bagi penduduk yang dicurigai sebagai penderita kanker yang diketemukan di rumah sakit, puskesmas, praktek swasta dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain, disiapkan pula formulir tersendiri untuk diteliti lebih Ianjut. Pada mass persiapan diberikan penjelasan dan latihan cara pengisian formulir pada semua pelaksana registrasi ini.

    Tujuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. menentukan insidensi di Kabupaten Bantul dan Jogjakarta 2. menentukan insidensi di Kecamatan Srandakan 3. menentukan insidensi secara intensif dengan mengikut

    sertakan instansi formal dan informal. Hasil yang diperoleh selama 1 tahun adalah 19 kasus

    kanker baru di Kotamadya Jogjakarta dan 384 kasus di Kabu-paten Bantul. Dengan perhitungan ASR dikemukakan kesim-pulan sebagai berikut (Soeripte et al) .

    Insidensi Aged Standardised Rate (ASR) kanker wilayah Kodya Jogjakarta dan Kabupaten Bantul (Hospital Based) mempunyai pola distribusi yang tidak berbeda dengan di Daerah Istimewa Jogjakarta.

    Inidensi ASR kanker di Kecamatan Srandakan yang di-dapat dari survai Population Based mempunyai distribusi mendekati pola kanker di wilayah Kotamadya Jogjakarta dan Kabupaten Bantul (Tabel 7).

    Studi intensif Population Based menunjukkan bahwa insidensi ASR yang didapat jauh lebih tinggi dari pada yang didapat dari studi Hospital Based (2 sampai 4 kali lebih tinggi). TAHUN 1983 REGISTRASI KANKER "PATHOLOGY BASED"

    Formulir yang digunakan lebih sederhana sesuai petunjuk UICC (Lyon) yang terdiri atas 7 variabel , 1. nomor registrasi,

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 10

  • Tabel 4. Sepuluh jenis kanker terbanyak berdasarkan pekerjaan penerita di 17 rumah sakit di Jakarta tahun 1977. Jenis Pekerjaan

    o. Lokasi I

    bu R

    Pak.

    k

    Swas-

    t

    Bu-

    r

    Pela-

    j

    Tani

    Dok-

    t

    Lain-

    l

    N.S.

    Jumlah

    Serviks Ut i

    162

    14

    21

    19

    216

    432Paru- 3 2 . 1 1 222Hati 3 1 7 2 1 214Payudar 1 1 1 1 1 182Nasofari 2 2 2 3 7 173Rektum 8 7 2 2 6 84Lekemia 8 9 9 6 4 77Limfosar

    koma 1

    18 2 2 5

    376

    Ovarium 2 3 3 ; 3 67

    0Kolon 2 2 3 4 3

    950

    Jumlah 205

    152

    123

    15

    11

    21

    3 117

    930

    1577N.S. : (Not Specified) Tanpa keterangan.

    930 Tanpa keterangan : 59%. R.T.: Rumah tangga.

    Semula, tujuan penelitian diharapkan dapat berlangsung

    terus untuk memperoleh data kanker yang dapat dipergunakan antara lain mengetahui insidens mini-mum, frekuensi relatif, perubahan pola kanker dari tahun ke tahun, menentukan daerah dengan masalah kanker tertentu dan juga untuk mengetahui hasil usaha penanggulangan kanker di suatu daerah.

    Dalam Tabel 8 dapat dilihat 10 lokasi kasus kanker terbanyak pada pria dan wanita. Pada 13 kasus tidak dicantumkan jenis kelaminnya. Jumlah semua kasus 6386 dan 13 kasus yang tidak dicantumkan jenis kelaminnya (6399).

    Dui Surabaya baru diterima data satu triwulan, sebanyak 419 kasus, jika pada triwulan-triwulan berikutnya jumlah ka - .susnya sama karenayang belum diterima adalah 1257 (3 x 419). Dengan demikian

    Tabel 6. Lokasi terbanyak pada _hasil registrasi tahun 19771979 dari 13 Laboratorium Patologi di Indonesia.

    label S. Jumlah penderita kanker yang telah

    diregistrasi pada laboratorium Patologi menurut tempat dan jenis kelamin pada tahun 1977 1979*

    1977 1978 1979

    oTempat P W P W P W Ju

    mlahMedan 46 8

    32

    78

    15

    61

    0139

    4Padang 10 1 1 1 1 1 85Palemba 11 1 1 2 1 1 87Bandung 29 5 2 6 2 5 26Jogjakart 12 1 1 1 1 1 78Semaran 33 5 2 4 2 4 22Solo 28 1 1 2 1 3 94

    Surabaya 51 9 3 6 3 6 23Malang 83 2 1 4 1 4 15Denpasar 11 1 9 1 1 1 85Ujung 11 1 1 2 2 4 12Manado 62 9 7 1 4 1 50Jakarta 10 1 1 1 1 1 84Jumlah 29

    994

    8292

    8295

    0343

    4325

    58524

    711* Angka-angka ini adalah jumlah data dari 3 tahun. 2. jenis kelamin, 3. umur, 4. golongan etnik, 5. lokasi

    kanker, 6. diagnosa patologi dan 7. sifat/penyebaran. Ikut serta dalam penelitian ini 15 Laboratorium Patologi

    Ana tomik : 12 dari Fakultas Kedokteran Negeri, dan 3 Laboratoriurn Patologi Anatomik lain yang tidak terkait dengan rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran Negeri. Ke 12 Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Negeri menjadi koordinator dalam pengumpulan data di wilayah masing-masing. Tidak semua laboratorium swasta ikutserta, yaitu dari laboratorium swasta Medan, Bandung, dan Ujung Pandang. Demikian pula tidak diperoleh data dari Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan

    Laboratorium swasta di Jakarta.

    o.Lokasi Jumlah Frekuensi

    RelatifServiks uteri 4161 16,8% Payudara 3152 12,8%Kulit 1954 7,9%Nasofaring 1397 5,6%Limfosarkoma 1243 . 4,7%Ovarium din 1150 3,9%Limfe sekunder 960 3,7%Rektum dan 911 3,7%Hati . 900 3,6%Jaringan ikat .476 1,9%Lain-lain 8407 34,1% Jumlah 24711 100,0%

    Tabel 7. Age Standardised Rate (ASR) Kanker di kecamatan Srandakan (Population Based) dibandingkan dengan ASR kanker di wilayah Kotamadya Jogjakarta dan Kabupaten Bantul (Hospital Based) di Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta 1980-1981.

    ICD Lokasi ASR Kanker

    di

    ASR Kanker

    Kodya

    ASR Kanker

    di kan Kabu

    paten Jogjakart

    aPria 147

    Nasofaring ,

    9,21 3,01 4,95

    153 Kolon 9,21 2,08 0,85154 Rektu 9,13 3,94 3,11173 Kulit 18,26 4,54 4,70Wani

    taKulit " 8,17 3,41 3,71

    174 PayudWanit 24,55 13,97 6,67

    180 Servikuteri 8,17 11,32 7,69

    183 Ovariu 5,42 6,53 2,89

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 11

  • Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 12

  • Tabel 8. Registrasi kanker Pathology Based di Indonesia 1983 dengan 20 urutan terbanyak jenis kanker berdasarkan lokasi.

    No. Lokasi Jumlah ICD

    1052 754 532 505 406 307 257 247 191 189 145 142 127 106 103 92

    180 174 .173 190 147 183 154 200 171 193 155 182 172 170 160 153

    90 190 86 181

    78 146

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

    10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19: 20.

    Serviks uteri Payudara Kulit Limfe sekunder Nasofaring Ovarium Rektum Limfo sarkoma dst Jaringan ikat Tiroid Hati Korpus uteri Melanoma Tulang Hidung Usus besai Mata Plasenta Orofaring Kandung kemih 69 188

    jumlah semua kasus dalam 1 tahun ada 7643 kecuali yang 13. Kanker terbanyak berdasarkan lokasi pada wanita ialah: serviks uteri (ICD 180) : 1052, payudara (ICD 174) : 754 dan ovrium (ICD 183) : 307. Pada pria urutannya ada-I'ah sebagai berikut : limfe sekunder (ICD '196) 306, nasofaring (ICD 147) : 287 dan kulit (ICD 173) : 285. (Tabel 9 dan 10). Hal yang menarik dari hasil registrasi ml antara lain ialah tingginya kasus nasofaring pada wanita yang menempati urutan pertama di Medan. Data dari Medan ini.belum termasuk data'laboratorium swasta.

    Tabel 9. Registrasi kanker Pathology Based 1983 dengan 10 urutan

    jenis kanker terbanyak berdasarkan lokasi pada wanita di Indonesia.

    No. Lokasi Jumlah ICD

    1. Serviks uteri 1052 180 2. Payudara wanita 754 1743. Ovarium 307 1834. Kulit 274 1735. Limfe sekunder 199 1966. Tiroid' 142 1937. Korpus uteri 140 1828. Nasofaring 119 1479. Rektum 117 154

    10. Limfo sarkoma dst 103 200

    Tabel 10. Registrasi kanker Pathology Based 1983 dengan 10 urutan jenis kanker terbanyak berdasarkan lokasi pada pria di Indonesia

    No. Lokasi Jumlah ICD

    1. Limfe sekunder 306 196 2. Nasofaring 287 1473. Kulit 258 1734. Limfosarkoma dst 144 2005. Rektum 140 1546. Hati 109 1557. Jaringan ikat 94 1718. Melanoma 64 1729. Hidung 59 160

    10. Kandung kemih 59 188

    KESIMPULAN

    Secara keseluruhan terlihat bahwa (diluar kanker kulit) kanker serviks dan payudara masih merupakan kanker yang paling banyak diketemukan, baik dengan penelitian Pathology Based, Hospital Based maupun penelitian Population Based, sedang kanker nasofaring, termasuk dalam 5 jenis tumor ter-banyak. Tetapi ada perbadaan dalam urutan dari kanker hati pada penelitian Pathology Based dan Hospital Based. Pada penelitian Hospital Based kanker ini menempati urutan ke 3, sedang pada Pathology Based, kanker hati secara keseluruhan tidak termasuk dalam 5 jenis tumor terbanyak. Perbedaan ini tampak lebih nyata pada tumor ganas paru-paru, yang me-nempati urutan ke 2 di 17 rumah sakit di Jakarta, tetapi tidak termasuk dalam 10 jenis tumor terbanyak pada penelitian Pathology Based.

    Mengingat keterbatasannya pada saat ini, penggunaan data penelitian Pathology Based harus dilakukan dengan hatihati.

    Banyak hambatan dijumpai dalam upaya mengumpulkan data kanker ini. Bila penelitian tersebut akan ditingkatkan menjadi suatu registrasi, perlu adanya biaya yang memadai, kemauan dan kerjasama yang baik.

    KEPUSTAKAAN

    1. Didit Tjindarbumi dkk. Registrasi Kanker di Rumah Sakit Cipto

    Mangunkusumo tahun 1975-1978. Rumah Sakit Ciptomangun-kusumo/Pusat Penelitian dan Pengembangan Radiologi, Jakarta 1980.

    2. Soeripto dkk. Penelitian Registrasi Kanker Population Based di Daerah Istimewa Jogyakarta. l,akultas Kedokteran Universitas Gajah Mada & Kanwil Departemen Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Jogyakarta. 1985

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 13

  • Karsinogen Kimiawi dan Mikokarsinogen

    DR. Iwan T. Budiarso DVM., M.Sc *

    Staf Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I, Jakarta

    PENDAHULUAN

    Telah diketahui, tubuh manusia atau hewan terdiri dari berbagai alat tubuh dan jaringan. Alat tubuh atau jaringan ter-sebut tersusun dari unit-unit yang sangat kecil, disebut sel. Sel-sel ini mempunyai fungsi yang berlainan, akan tetapi mereka memperbanyak jumlahnya dengan cara pembelahan yang sama. Dalam keadaan normal, proses pembelahan itu diatur sedemikian rupa sehingga jumlah sel barn yang dibentuk ada-lah sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menggantikan sel-sel yang sudah usang atau mati, agar bentuk alat tubuh atau jaringan tersebut tetap tersusun dalam proporsi yang seimbang dan serasi. Bilamana proses pembelahan sel itu menyimpang dan tidak dapat dikendalikan, akan menimbulkan pertumbuhan yang abnormal. Pertumbuhan abnormal ini disebut neoplasia atau tumbuh ganda. Penyebab dan/atau faktor-faktor penyelewengan proses pembelahan sel itu banyak macamnya, di antaranya yang sekarang sering diperbincangkan ialah yang disebabkan oleh bahan-bahan bersifat kimia dan mikotoksin. Karsinogen Kimiawi 1) Teer

    Tahun 1775, Percival Pott dengan sangat jeli dalam peng-amatannya dapat menghubungkan bahwa karsinoma skrotum tukang pembersih cerobong asap rumah'adalah akibat debu jelaga cerobong yang menempel pada kulit skrotum, sehingga ia adalah orang yang pertama mengetahui tentang bahan karsinogenik.

    Tahun 1918, Yamagiwa dan Ichikawa adalah tim peneliti pertama yang melaporkan bahwa bila teer dioleskan pada te-linga kelinci akan mengakibatkan karsinoma kulit.

    Tahun 1933, Cook, Hewett dan Hieger dapat mengidentifi-kasikan bahwa 3,4 Benzopyrene adalah salah satu konstituen

    Staf Peneliti/Dosen Part Time, Bagian Patologi Anatomi, Fakultas

    Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta

    karsinogenik yang terkandung di dalam teer. Tahun 1981 kelompok keija dari IARC/WHO melaporkan,

    sampai mat ini telah ditemukan lebih dari 500 bahan yang bersifat karsinogenik pada hewan percobaan (IARC Mono-graphs on the Evaluation of the Carsinogenic Risk of Chemi-cals to Humans Volume 1 28). Walaupun tidak mungkin untuk mengekstrapolasikan hasil penelitian ini untuk meng-hitung risikonya terhadap manusia, akan tetapi ini adalah cukup betalasan untuk mengambil kesimpulan bahwa sesuatu bahan yang sudah menunjukkan sifat karsinogenik pada lebih dari satu jenis hewan percobaan, dapat juga bersifat karsinogenik pada manusia.

    Antara 1971 dan 1981, kelompok kerja dari IARC telah dapat mengumpulkan berbagai data hasil penelitian mengeiiai beberapa jenis bahan kimiawi dan hasil ikutan industri yang dapat bersifat karsinogenik pada manusia. Data tersebut setelah dianalisis dan dikaji secara seksama, menunjukkan, dari jumlah 5672 bahan kimia yang dievaluasi ternyata 43 macam di antaranya diduga kemungkinan besar berhubungan erat dengan timbulnya kanker pada manusia. Ke 43 bahan tersebut terdapat dalam tabel yang terlampir. Kebanyakan bahanbahan tersebut di atas (label 1) diidentifikasikan berdasarkan pad penelitian epidemiologik atau laporan kasus. 2) Sakarin (Saccharin)

    Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-kira 550 kali lebih manis dari pada gula biasa. Oleh karena itu ia sangat populer dipakai sebagai bahan pengganti gula.l

    Tikus-tikus percobaan yang diberi makan 5% sakarin se-lama lebih dari 2 tahun, menunjukkan kanker mukosa kandung kemih (dosisnya kira-kira setara 175 gram sakarin sehari untuk orang dewasa seumur hidup).

    Sekalipun hasil penelitian ini masih kontroversial, namun kebanyakan para epidemiolog dan peneliti berpendapat, sakarin memang meningkatkan derajat kejadian kanker kandung kemih pada manusia kira-kira 60% lebih tinggi pada para pemakai, khususnya p.ada lcaum laki-laki. Oleh karena itu,

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 14

  • Tabel 1 Chemicals. Groups of chemicals, industrial processes and occupational exposures associated with (or strongly suspected to be associated with) the induction of cancer in humans (compiled from Volume 128 of the IARC Monographs on the Evaluation of the -Carcinogenic Risk of Chemicvals to Humans).

    I. Chemicals, group of chemicals, industrial processes and occupational

    exposures that are carcinogenic for humans. -. 1. Aminobiphenyl 2. Arsenic and arsenic compounds 3. Asbestos 4. Auramino (manufacture of) 5. Benzene 6. Benzidine 7. N.N. Nis (2-chlorocthyl)2 daphtylamina 8. Bis (chioromethyl) other and technical grade chloromethyl

    methyl ether 9. Bood and shoe manefacture and repair (certain occupations) 10. Chromium and certain chromium compounds 11. Conjugated oestrogens 12. Diethylstilbestrol 13. The furniture and cabinet making industry (certain occu pations) 14. Haematite mining (radon?) 15. Isopropyl alcohol (manufacture of using the strong acid process) 16. Melphalan 17. Mopp 18. Mustard gas 19. 2 Naphthylamine 20. Nickel refming 21. Rubber manufacturing industry (certain occupations) 22. Soots, tars and oils 23. Vinylchloride

    II. Chemicals or groups of chemicals that are probably carcinogenic for humans SUB GROUP A HIGHER DEGREE OF HUMAN EVIDENCE. 1. Alflatoxins 2. Azathioprine 3. Cadmium and certain cadmium compounds 4. Chlorambucil 5. Nickel and certain nickel compounds 6. Tris (1aziridinyl) phosphine sulphide (thiotepa) 7. Treosulphan SUB GROUP B LOWER DEGREE OF HUMAN EVIDENCE 1. Acryloritrile 2. Amitrc ie 3. Auraminc 4. Beryllium and certain beryllium compounds 5. Carbon tetrachloride 6. Dimethyl carbamoyl chloride 7. Dimethyl sulphate 8. Ethylene oxide 9. Iron dextran complex 10. Oxymetholone 11. Phenacetin 12. Polychlorinated biphenyls a. This table does not include known human carcinogens such an is

    tobacco smoke, betel quid and alcoholic never a go since they have not yet been included within the Monographs diagramme.

    b. Added by the secretariat subsequent to the ad hoc IARC Working Group held in January 1979.

    c. Nitrogen mustard, vincristine and procarbasine. Food and Drug Administation (FDA), AS menganjurkan untuk membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita kencing manis dan obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap harinya.'

    3) Siklamat (Cyclamate) Siklamat adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-

    kira 30 kali lebih mains dari pada gula tebu (dengan kadar siklamat kira-kira 0,17%). Bilamana kactar larutan dinaikkan sampai dengan 0,5%, maka akan terasa getir dan pahit.2

    Siklamat dengan kadar 200 u gram per ml dalam medium biakan sel leukosit dan monolayer manusia (in vitro) dapat mengakibatkan krbmosom sel-sel tersebut pecah. Tetapi hewan percobaan yang diberi sikiamat dalam jangka lama tidak me nunjukkan pertumbuhan ganda.

    Barkin dkk., disiter oleh Reynolds dan Prasod melapor kan bahwa pada 3 orang laki-laki yang konsumsi sodium Siklamat dengan dosis 5075 mg/kg bb setiap han selama 18 bulan sampai 6 tahun mengakibatkan kanker kandung kemth dan tumor multipel lain.

    Di Inggris penggunaan Siklamat untuk makanan dan minum an sudah dilarang, demikian pula di beberapa negara Eropah dan Amerika Serikat. 4) Nitrosamin

    Sodium nitrit adalah bahan kristal yang tak berwama atau sedikit semu kuning. ra dapat berbentuk sebagal bubuk, butir butir atau bongkahan dan tidak berbau. Garam mi sangat di gemari sebagai bahan p dan untuk mempertahankan warna ash daging serta memberikan aroma yang khas umpama nya seperti sosis, keju, kornet, dendeng, ham d11

    Untuk pembuatan keju dianjurkan supaya kandungan sodium nitrit tidak melampaui 50 ppm, sedangkan untuk bahan pengawet daging dan pemberi aroma yang khas ber variasi antara 150 500 ppm.

    Sodium nitrit adahah precursor dan nitrosamines, dan nitrosammes sudah dibuktikan bersifat karsinogenik pada berbagai jenis hewan percobaan. Oleh karena itu, pemakaian sodium nitrit harus hati-hati dan tidak boleh melampaui 500 ppm. Makanan bayi sama sekali dilarang mengandung sodium nitrit. 5) Zat Pewarna Sintetis

    Dari hasil pengamatan di pasar-pasar ditemukan 5 zat pe-warna sintetis yang paling banyak digemari di Indonesia adalah warna merah, kuning, jingga, hijau dan coklat. Dua dari lima4 zat pewarna tersebut, yaitu merah dan kuning adalah Rhodamine-B dan metanil yellow. Kedua zat pewarna ini ter-masuk golongan zat pewarna industri untuk mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman. -

    Hasil penelitian SihombingNainggolan dkk4,5 menunjuk-kan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada tikus dan mencit mengakibatkan limfoma. 6) Monosodium Glutamat

    Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin adalah penyedap masakan dan sangat populer di kalangan para ibu rumahtangga, waning nasi dan rumah makan. Hampir setiap jenis makanan masa kini dari mulai mil-milan untuk anak-anak seperti chiki, taro dan sejenisnya, mie bakso, masakan cina sampai makanan tradisional sayur asam, lodeh dan bahkan sebagian masakan padang sudah dibubuhi MSG/vetsin.

    MSG/Vetsin pertama kali dilaporkan oleh DR. Hob dapat menyebabkan Chinese Restaurant Syndrome. Sejak itu bet-puluh-puluh laporan, baik bersifat anekdot maupun penelitian

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 15

  • menunjang laporan tersebut.7,8,9MSG/Vetsin secara konsisten mengakibatkan degenerasi

    dan nekrosi sel-sel neuron di dalam hipotalamus pada bayi mencit, tikus, kera dan ayaml0-18. Ia juga mengakibatkan retinopati pada mencit dan juga mengakibatkan degenerasi dan nekrosis sel-sel syaraf lapisan dalam retina secara in vitro19,20. Di samping itu, yang lebih penting dan berbahaya ialah bahwa hasil- pirolisa MSG/vetsin menghasilkan 2 zat kimia baru, yakni 2-amino 6 metil-dipirido-imidazole (Glu-P-1) dan 2 amino dipirido-imidazole (Glu-P-2)21. Kedua zat ini dibuktikan oleh Matsumoto dkk22 menyebabkan mutagenik dengan uji Ames pada strain Salmonella typhimurium TA 98.

    Takayama dkk23 melaporkan, kedua zat tersebut dapat mengakibatkan terutama kanker koloh dan hati, di samping kanker ginjal, otak dan jaringan lemak pada tikus dan mencit. Micokarsinogen 1) Islanditoksin dan Luteoskirin

    Setelah perang dunia II selesai, Jepang sebagai negara kalah perang terpaksa menerima bantuan dari negara tetangganya, dan beras- bantuan yang diterima Jepang seringkali kualitasnya kurang baik karena tercemar cendawan sehingga berwarna kuning, dan disebut dengan nama Yellow Rice Disease. Cendawan penyebabnya ialah Penicellium islandicum. Bilamana tikus-tikus diberi makan beras kuning ini, dalam waktu satu bulan saja akan mengalami radang hati. Bila dibiarkan terus makan lebih lama, setelah lewat 4 bulan banyak hewan percobaan tersebut mengidap kanker hati24.

    P. Islandicum menghasilkan 2 macam metabolit beracun dan diberi nama masing-masing islanditoksin dan luteoskirin. Islanditoksin adalah siklopeptida yang mengandung gugusan khlorin (cyclochloretin). Toksin ini menyebabkan degenerasi perilobuler dan nekrosis pada hati. Sedangkan luteoskirin

    adalah derivat hidroksiantrasinon dan mengakibatkan degenerasi lemak dan nekrosi sentrolobuler. Dan kedua-duanya dapat menimbulkan kanker hati. 2) Aflatoksin

    Pada tahun 1960 di Inggris tiba-tiba dilanda suatu wabah keracunan, makanan pada peternakan ayam kalkun dan me-nelan korban tidak kurang dari 100.000 ekor. Lancaster dkk.25 menemukan, penyebabnya adalah racun cendawan Aspergillus flavus. Kemudian Nesbitt dkk.26 dapat mengisolir dan memumikan racun tersebut dan diberi nama aflatoksin. Aflatoksin terdiri dari 4 macam komponen, yaitu : B1, B2,,G 1 dan G2. Tiap-tiap komponen dapat dipisahkan satu sama lain secara murni. Aflatoksin B disebut demikian karena meman-carkan warna biru (blue) dan G karena bersinar hijau (green) bila disinari dengan sinar ultra-violet. Struktur kimianya terdiri dari inti counmarin yang disenyawakan dengan cincin bifuran.

    Dari ke-4 komponen, BI adalah yang paling beracun dan juga bersifat karsinogen yang ekstrim. Bilamana 15 ppb (part per billion) B1 diberikan pada tikus, setelah 770 minggu akan timbul kanker , haM. Hampir semua hewan percobaan seperti bebek, kalkun, marmot, kelinci, anjing dan bahkan ikan sangat peka terhadap aflatoksin. Mencit pun dapat kena, akan tetapi ia jauh lebih resisten bila dibandingkan hewan lain.

    Aflatoksin di samping dihasilkan oleh A. flavus, ia juga dapat dihasilkan oleh A. oryzea, A. ochraceus, A. niger, Peni-cillium pubarum dan rhizopus sp.

    Dari hasil penelitian epidemiologi di Mosambik27, Swazi-lan28, Thailand29,30 dan Uganda menunjukkan, jumlah afla-toksin yang termakan penduduk berkorelasi positif dengan kejadian kanker hati. Umpamanya di Uganda di mana telah dikumpulkan 480 contoh makanan rakyat dan setelah dianalisa terhadap aflatoksinnya, 30% dari contoh tersebut adalah positif aflatoksin dan di antaranya 4% kadarnya melebihi 400 ppm (part.per million). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa distribusi kejadian kanker hati di antara penduduk berbanding lurus dengan derajat pencemaran aflatoksin di dalam makanan mereka. Di Indonesia, Pang31,32,33 telah melaporkan mengenai hubungan pencemaran aflatoksin dalam makanan terhadap kejadian kanker hati. Ia menyatakan, derajat kontaminasi racun ini berbanding lurus dengan kejadian kanker pada hati. Hasil analisa beberapa contoh bahan makanan yang dikumpulkan dad beberapa pasar di Bogor (Tabel 2) dan tempat lain (Tabel 3 dan 4) menunjukkan bahwa makanan yang mengandung aflatoksin kadarnya sering kali jauh melampaui safety margin. Safety margin di Indonesia belum diadakan, akan tetapi di negara-negara barat ditetapkan berkisar antara 520 ppb. 3) Sterigmatosistin

    Mikotoksin ini dihasilkan oleh Aspergilies versicolor, A. nidurans dan Bipolaris sp. Racun ini kira-kira berkekuatan sepersepuluh aflatoksin. Hasil eksperimen menunjukkan, sterigmatosistin dapat menimbulkan kanker hati pada berbagai jenis hewan percobaan dalam waktu kira-kira 42 minggu, dengan dosis berkisar antara 0,3 sampai 0,5 mg/kg/hari 4.4) Patulin dan Penicillic Acid

    Kedua mikotoksin ini dihasilkan oleh berbagai jenis Peni-cillium dan Aspergillus. LD 50-nya berkisar antara 1025 mg/kg berat badan dan disuntikkan secara intravenus. Bilamana toksin ini disuntikkan dengan dosis berulang secara subkutan pada tikus, maka ia akan menimbulkan sarkoma di tern-pat bekas suntikan355) Rugulosin

    Mikotoksin ini dihasilkan Penicillium rugulosum dan P. Brunneum36

    Rumus bangun kimia dan sifat toksinnya mirip sekali luteoskirin yang dihasilkan P. islandicium. Bilamana diberikan pada hewan percobaan ia dapat menimbulkan kanker hati. 6) Griseofulvin

    Griseofulvin adalah metabolit Penicillium griseofulvum. Ia berkhasiat sebagai antibiotika dan sampai sekarang ' masih di-gunakan sebagai obat pemberantas infeksi cendawan superfisial (superfical mycosis) terutama yang disebabkan trichophyta pada jari jari kuku. Di lain pihak ia juga bersifat mikokarsino-gen, karena bila disuntikkan secara subkutan atau dicampurkan dalam makanan dan diberikan pada mencit-mencit dalam jangka lama, akan menimbulkan kanker hati dengan incedence rate tinggi37,38. 7) Penicillium viridicatum

    P. viridicatum strain Purdue di samping dapat mengakibat-

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 16

  • Tabel 2 Kadar Aflatoksin pada beberapa jenis Bahan Makanan & Jamu

    Jenis Bahan Kadar Aflatoksin (ppb)*

    1. Kacang tanah 404100 2. Oncom 51300 3. Tempe 028 4. Kecap 043 5. Tahu 0 6. Jamu 01190

    t ppb = part per billion Data Label ini diperoleh dari Pusat Penelitlan dan Pengembangan Gizi, Sedan Litbang Kesehatan, Dep. Kes. Jalan Semboja, Bogor. Tabel 3 Kadar Aflatoksin pada kacang tanah, bungkil kacang, minyak kacang dan oncom Bandung*

    Jenis Bahan Jumlah Contoh B1 G1

    1. Kacang Tanah 20 180 353 2. Bngkil Kacang 20 126 174 3. Minyak Kacang 20 61 82 4. Oncom Mentah 39 67 120 5. Oncom Goreng 16 41

    Tabel 4. Kadar Aflatoksin pada makanan asal kacang tanah*

    Jenis Makanan Jumlah Contoh B1 G1

    1. Kacang Goreng 4 0 0 2. Kacang Goreng Tepung 3 0 3

    3. Enting-enting Kacang 2 170 93

    4. Tauco 5 83 49 5. Pindakaas 3 13 0

    * Data pada Tabel 3 dan 4 berasal dari laporan Joint FAO/WHO/ UNDP Cont. on Mycotxin. Kenyatta Center, Nairobi, Kenya 1977 kan hepatorenopati, bila ia dimakankan pada mencit-mencit dalam kadar rendah dan jangka panjang (5255 minggu) akan menimbulkan adenoma dan adenokarsinoma pada paru-paru dengan incidence rate lebih dari 50%3? P. viridicatum. strain Purdue adalah tidak sama seperti strain Denmark, karena ia tidak menghasilkan okratoksin A,aflatoksin atau sterigmatoistin Jadi toksin yang dihasilkan strain Purdue pasti Jens ksin lain dan sampai sekarang belum diketahui identitasnya.

    KESIMPULAN dengan hanya menyajikan beberapa contoh bahan kimia

    rsinogenik, disamping bahan kimia industri lain, yang sehari- hari dipergunakan sebagai zat tambahan makanan (food Meditives) dan dipakai secara meluas di kalangan masyarakat banyak (karena harganya relatif sangat murah), maka bahaya dalam jangka panjang sudah dapat diramalkan. Untuk pen- cegahan hal ini, lembaga yang berwenang harus sudah berani

    melakukan tindakan preventif mulai sekarang dan jangan menunggu-nunggu kalau sudah ada korban. Bahan-bahan kimia yang dikemukakan .umumnya adalah bersifat hepato-karsinogenik, jadi tidak mustahil dalam 2 dasawarsa yang akan datang kasus-kasus hematoma akibat food additives akan sangat meningkat.

    Hal lain yang perlu diingatkan, cara pemakaian MSG/ vetsin yang sudah sangat meluas dan berlebihan pada saat ini perlu mendapat perhatian khusus, karena hasil pirolisa MSG menghasilkan 2 zat kimia barn; GluPI dan Glu-P-2, adalah sangat mutagenik dan karsinogenik, khusus terhadap hati dan kolon, disamping terhadap ginjal, otak dan lain-lain.

    Demikian pula dengan beberapa contoh tentang mikokar-sinogen, dapatlah dimengerti bahwa makanan yang diolah dan disimpan secara sembarangan akan dicemari oleh berbagai jenis cendawan. Hal ini disamping dapat membahayakan manusia dan ternak, ia jugs dapat mengakibatkn kerugian ekonomi dan man power yang besar.

    Banyak kejadian tumbuh ganda di beberapa negara, khiisusnya di daerah tropik, yang dahulu tidak diketahui sebabnya, kemungkinan besar sekarang ialah akibat golongan mikotoksin, apabila kausa agen lain seperti bakteri, virus, kimia dan nutrisi sudah dapat disingkirkan.

    Bilamana kita memperhatikan adat kebiasaan dan ke-gemaran di Indonsia akan makanan yang berasal daripada hasil proses peragian seperti tempe, oncom, tauco, tape, dan sebagainya dan hasil pengawetan makanan seperti trasi, ikan asin, dendeng dan sebagainya, dimana seringkali cara peng-olahannya begitu sederhana dan kurang memperhatikan soal kebersihan, sehingga tidak mustahil bahwa makanan dan hasil pengolahan tersebut tercemari oleh berbagai jenis cendawan saprofit. Begitu juga cara proses pengeringan dan penyimpanan hasil pertanian dan ikutannya seperti kacang tanah, bungkil kacang, kopra, bungkil kopra, gaplek dan sebagainya, biasanya kurang kering, sehingga bahan makanan yang demikian di-makan oleh manusia dan hewan dapat membahayakan kesehat-annya.

    Dengan demikian bila penelitian dapat diarahkan ke bahan kimia khusus food additives dan mikotoksin, tidak mustahil dalam waktu yang tidak lama akan ditemukan, bahwa kelainan tumbuh ganda yang dahulu tidak tahu apa faktornya, sekarang mungkin dapat diterangkan.

    KEPUSTAKAAN

    1. Reynolds JEF and Prasad AB. Saccharin, dalam buku: Martindale the Extra Pharmacopocia, 28 th Ed. 1982. hal. 429 430.

    2. Reynolds JEF and Prasad AB. Sodium Syclamate, dalam; buku: Martindale the Extra Pharmacopoeia, 28 ch, ed. 1982 hal. 430 431.

    3. Reynolds JEF and Prasad AB. Sodium Nitrite, dalam buku: Martindale the Extra Pharmacopocia, 28 ch ed. 1982. hal. 392:

    4. Sihombing G. .An Exploratory study on three Synthetie colouring matters commonly used as food colours in Jakarta. M.Sc. thesis. Seameo and Faculty of medicine, University of Indonesia, Jakarta, 1978.

    5. Budiarso IT, Nainggolan Sihombing G, Oey Kam Nio. Kelainan Patologi Pada Mencit dan tikus disebabkan zat warn Rhodamine-B dan Metanil Yellow, Bulletin Penelitian Kesehatan, 1983; 11 = 36 43.

    6. Ho Man Kwok R. Chinese restaurant sysdrome. New Engl J Med,

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 17

  • 1968; 278 : 296. 7. KenneyRA & Tridball CS. Human susceptibility to oral monosodium

    glutamate. AM J Clin Nurt. 1972; 25 : 140146. 8. Schaumburg hh & Byck R. Sin cib-syn Accent on glutamate. New Engl J

    Med 1968; 279: 105. 9. Schaumburg HH, Byck, Gerstl R. & Mashman JH. Monosodium glutamate

    : its Pharmacology and role in the chinese restaurant syndrome. Science, 1969; 163 : 828.

    10. Burde RM, B & J. Acute effect of oral and subcutaneous administration of monosodium glutamate on the arcuate nucleus of the hypothalamus in mice and rats. Nature, 1971; 233s: 58 60.

    11. LemkeyJohnson N, Reynold WA. Nature and extent of brain lesions ingestion of monosodium glutamate. A light and electron microscope study. J neuropath Exp Neuro. 1974; 33 : 7497.

    12. Mushahwar IK. & Koeppe RE. The texiciy of monosodium glutamate in young rats. Biochem Biophys Acta, 1971; 244 : 318-321.

    13. Onley JW & Sharpe LG. Brain lesion in an infant rhesus monkey treated with monosidium glutamate. Science, 1969; 166386388.

    14. Onley JW. Brain lesions, obesity and other distrubances in mice treated with monosodium gluta mate. Science. 1969; 164 : 719721.

    15. Onley JW & Ho OL. Brain damage in infanct mice following oral intake of glutamate, aspartate or cysteine. Natural, 1970; 277 : 609610.

    16. Onley JW, Sharpe LG & Feigin RD. Glutamateinduced brain damage in infant primates. J Neuropath Exp Neuro, 1972; 31 : 464488.

    17. Robinson B, Snapir N & Perek M. Agebependent sensitivity to monosodium gluta nate including brain damage in the chicken. Poultry Science. 1974; 53 : 1539 1542.

    18. Snapir N, Robinson B & Perek M. Development of brain damage in the male domestic fowl injected with monosodium glutamate at five days of age. Path Europ. 1973; 8 : 265 275.

    19. Lucas DR & Newhouse JP. The toxic effect of monosodium glutamate on the inner layers of the retina. AMA Opth, 1957; 58 : 193 201.

    20. Onley JW. Glutamateinduced ratinal degeneration in neonatal mice. Electron microscopy of the acute evolving lesion. J Neuropath Expl Neuro. 1969; 28 : 455 474.

    21. Yamamoto T. Tsuji K Kosuge T, et al. Isolation and Structure determination of mutagenic substance in Lglutamic acid pyrolysate, Prec, Japan Acad 54. Ser. B, 1978.

    22. Matsumoto T Yoshida, D Migusaki S and Okamoto H. Mutagenic Activity of amino Acid Pyrolyrates in salmonella typhimurium TA 98. Mutation Research, 1977; 48 : 279 286.

    23. Takaya S, Masuda M,-Mogami M, Ohgaji H, Sato S and Sugimura T. Induction of cancers in the intestine, liver and various other Organs of Rats' by feeding mutagens from glutamic acid pyrolysate. Gann 1984; 75 : 207 213.

    24. Miyake M,. and Saito M. Liver injury and liver tumors induced by toxins of Penicillium islandicium Sopp. growing on yellowed rice. Dalam buku Mycotoxins in foods tuffs ED GN. Wogen the MIJ Press : 1965; Hal. 133 146.

    25. Lancester MC, Jenkins FP and Philp JM. Toxicity associated with certain samples of groundnuts. Nature, 1981; 192 : 1095.

    26. Nesbitt BFL, Kolly. A Toxic metabolites of Aspergillus flevus. Nature, 1962; 195 : 1063.

    27. Van Rensburg SJ, Vander Watt JJ, Purchase P, Cuotinbo L and Markam fl. Primary liver cancer rate and aflatoxin in cake in a high area. So Afr Med J. 1974; 48 : 2508a2508d.

    28. Keen P and Martin P. Is aflatoxin carcinogenic in man The avidence in Swaziland. Trop Geog Med. 1971; 23 : 4453.

    29. Shank RC, Bourgeois CH, Keschamras N and Chedavimol P. Aflatoxins in autopsy specimens from Thai children with an acute disease of unknown aetiology, Fd Cosmet Toxicol, 1971; 9 : 501607.

    30. Shank RC, Bhamarapravati N, Gordon JE and Wogen GM. Dietery aflatoxins and human liver. cancer In Incidence of primary liver cancer in two municipal population of Thailand. Fd Cosmet, Toxicol 1972; 10 : 171 179.

    31. Pang RTL, Purwokoesoemo SH and Karyadi D. Aflatoxin and primary cancer of liver in men. A study on 9 cases. Paper presen-

    ted at the 4th Asian Pacific Conprase of Gestroenterologi, 512 Februaria. 32. Pang RTL, Huseini and Karyadi F. Aflatoxin and primary hepatic cancer

    in Indonesia. Paper presented at the V World Congress of Gestroenterology, 13 19 October 1974, Mexico.

    33. Pang RTL. Aflatoxin dalam epidemiologi karsinoma hati primer. Kertas kerja yang disajikan pada Simposium Nasional Kanker Saluran Makanan, Jakarta, 24 26 Nopember 1977.

    34. Kurata H. Carcinogenic mycotoxin and sterigmatocyctin. Modern Media 1972; 18 : 546.

    35. Dickens F and Jones HEH. Carcinogenic activity of series of reactive lactones and related substaances, Brit J Cancer, 1961; 51: 85.

    36. Breen J. Studies in the biochemistry of microorganisme. XIV. Rugulasin a crustalline coloring matter of Penicillium rugulosum. Biochem J. 1955; 60 : 618 626.

    37. - Epstein SS, Andreas J, Joshi S and Mantel N. Hepato carcinogenicity of griseofulvin following parenteral administration to infanct mice. Cancer Res 1967; 27 : 1900.

    38. Hurst EW and Paget GE. Protoporphyrin, cirrhosis and hepatoma in the livers of mice givin griseofulvin. Brit J Derm. 1963; 75:105.

    39. Zwicker GM and Carlton WW. Prolonged administration of Penicillium viridicatum to mice Prelimanary report of carcinogenicity. fd. Cosmet Toxicol. 1973; 11 : 989 994.

    40. Forgac .1 and Carll WT. Mycotoxicoses, Adv Vet Sci,1962; 7 : 273-382. 41. Greenberg SR. The Vascular effect of monosodium glutamate. Am J Clin

    Nutr, 1973; 26 : 1 2. 42. Shibata S and Udagawa S. Metabolic products of fungi. XII Isolation of

    rugulosin from Penicillium brunneum Udegawa. Chain. Pharm Bul. 1963;11: 402 403.

    Ucapan Terima Kasih. Penulis mengucapkan ban yak terima kasih kepada Bapak Kepala

    Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, yang telah menyediakan dana untuk pengumpulan rufukanrujukan untuk penulisan naskah inf.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 18

  • Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Kanker Payudara pada Wanita

    di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta

    Dra. Reflinar Rosfein, MSc Staf Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

    Departemen Kesehatan RI, Jakarta PENDAHULUAN

    Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang penting dibandingkan dengan kanker lain yang banyak terdapat pada wanita.

    Di Amerilca Serikat, menurut the American Cancer Society Inc. dalam tahun 1957 terdapat 22.459 wanita yang meninggal karena kanker payudara dan pada tahun 1958 terdapat 60.000 yang menderita kanker tersebut. Dalam tahun 1980 lebih dari 108.000 wanita didiagnosa menderita kanker payudara dan lebih dari 35.000 wanita meninggal disebabkan kanker tersebut.

    Angka insidensi kanker payudara (carcinoma mammae) yang umurnya telah disesuaikan dengan penduduk dunia (age-adjusted world insidence) tidak sama pada semua negara; seperti di Hawaii,Manitoba, Connecticut, 60 per 100.000 pen-duduk wanita, dan di Jepang di bawah 20 per 100.000 pen-duduk.

    Kematian karena kanker payudara yang paling tinggi adalah di Inggris, Belanda, Irlandia, Americka Serikat, sedangkan di Asia Tenggara angka kematian rendah, kurang dan 10 per 100.0001.

    Di Uni Soviet, kanker payudara wanita pada tahun 1979 menduduki urutan kedua terbanyak2, dan di Singapura me-rupakan urutan pertama dari 10 kanker terbanyak pada wanita3.

    Di Indonesia angka insidensi kanker yang sesungguhnya belum diketahui dengan pasti, namun data yang telah dikum-pulkan di Rumah Sakit-Rumah Sakit besar menunjukkan pe-ningkatan prevalensi 28% penderita kanker setahun4.

    Hasil penelitian yang diadakan oleh Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular (d/h. Pusat Penelitian Kanker dan Radiologi), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di 17 Rumah Sakit di Jakarta tahun 1977 menunjukkan, kanker payudara menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak pada wanitas .

    Data kanker payudara di beberapa Bagian Patologi Anatomi

    dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 : Data kanker payudara pada wanita di beberapa Pusat Patologi Anatomi

    Urutan Terbanyak No. Pusat Patologi Anatomi Tahun

    1 2 3 4 1. FK-UNAND Padang 1978 1 2. FK-UI Jakarta 19681976 1 3. FK-UNHAS Ujung 19771981 1

    4.Pandang FK-UNPAD Bandung

    19701973

    1

    5. FK-UNDIP Semarang 19771981 1 6. FK -UNBRAW Malang 19771981 1 7. FK-UGM Yogyakarta 19701973 1 8. FK-UNUD Bali 19771979 1 9. FK-UNSTRATManado 19771981 1 10. FK-USU Medan 19771981 1

    Data tersebut di atas hanya menggambarkan frekuensi

    relatif kanker payudara pada wanita dan belum menggambar-kan keadaan sebenarnya di masyarakat. Sampai saat ini belum diketahui penyebab yang pasti kanker payudara, tetapi David et. al menyebutkan beberapa faktor yang berhubungan dengan etiologi kanker antara lain suku bangsa, status perkawinan, umur melahirkan anak pertama, riwayat keluarga, status sosial ekonomi, obesitas, usia haid pertama dan tumor jinak payu-dara6.

    Penelitian yang pernah diadakan di negara-negara lain, se-cara deskriptif, studi kasus kontrol (retrospektif) dan prospek-tif, menunjukkan faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan terjadinya kanker payudara antara lain ialah hormonal, reproduktif, genetik/riwayat keluarga, riwayat tumor jinak payudara, radiasi pengion, trauma payudara, terpapar pada zat-zat karsinogenik, virus, obesitas dan status sosial ekonomi.

    Maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mempelajari apakah faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi wanita Indonesia.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 19

  • TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui beberapa faktor

    yang berhubungan dengan terjadinya kanker payudara pada wanita dan faktor-faktor mana yang penting. Definisi kasus

    Kasus adalah semua penderita kanker payudara yang di-kumpulkan atas dasar pemeriksaan klinik dan patologi anato-mik baik yang dirawat maupun berobat jalan dan yang masih hidup serta bertempat tinggal di wilayah D.K.I. Definisi kontrol

    Kontrol adalah penderita wanita yang pernah sakit penyakit lain tetapi bukan kanker payudara yang sedang dirawat atau berobat jalan di bagian bedah rumah sakit-rumah sakit tersebut. Penderita dijodohkan menurut umur dengan interval 5 tahun dan jenis kelamin. Bahan dan Metoda

    Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol yang dilakukan di 12 rumah sakit di Jakarta dengan data yang di-kumpulkan antara Januari 1984 Juli 1985. Perhitungan jumlah sampel dipakai rumus Two Sample Case Study' .

    Setelah dilakukan perhitungan jumlah sampel yang diperlukan berdasarkan penelitian terdahulu, maka jumlah sampel minimum untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol sebanyak 194 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara melalui penggunaan kuesioner. Analisa data dilakukan dengan Odds ratio, Mc Nemar Chi Square Test dan regresi ganda binair menurut Feld-stein.

    HASIL PENELITIAN Dari Bagian Medical Record di 12 Rumah sakit (Januari

    1984 - Juli 1985) diperoleh sebanyak 236 kasus. Kasus yang berhasil ditemui di lapangan hanya - 77 orang (32,6%). Pen-derita yang tidak berhasil ditemukan karena rtieninggal dunia 87, pindah alamat 32, tidak dikenal sama sekali oleh Rt. 38 dan tidak bersedia diwawancarai 2 orang. Untuk melihat karakteristik sampel yang "hilang" dilakukan pengujian me-nurut umur, agama dan pekerjaan, dengan uji Chi Square. Hal ini penting supaya sampel yang diperoleh dapat ,digeneralisir untuk seluruh sampel. Karakteristik kasus yang ditemukan dan "hilang" menurut umur, agama dan pekerjaan dengan uji Chi Square tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.

    Dari hasil uji kemaknaan Mc Nemar's test dari 15 faktor yang diuji dan diperkirakan mempunyai hubungan atau pe-ngaruh yang bermakna terhadap terjadinya kanker payudara ternyata hanya ada 4 faktor saja (Tabel 2) yaitu : 1. Umur antara 1835 tahun mempunyai risiko tinggi dari-

    pada umur melahirkan di bawah 18 tahun. 2. Riwayat keluarga yang pernah menderita kanker payudara. 3. Riwayat menderita tumr jinak payudara, 4. Riwayat pernah mengalami radiasi pengion. Selanjutnya dilakukan analisa regresi ganda binair (Full model, = 0,05). Hasil yang menunjukkan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker payudara adalah : 1. Usia melahirkan anak 1835 tahun 2. Riwayat trauma 3. Riwayat tumor jinak 4. Radiasi pengion

    Juga dilakukan perhitungan nilai ajusted rate, dan adjusted

    ratio dari masing-masing variabel bebas berdasarkan nilai koefisien regresi yang diperoleh untuk melihat dengan jelas pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap terjadinya kanker payudara.

    Tabel 2 : Hull Analisa Odds ratio dan Uji Mc Memar Untuk Seluruh Variabel Penderita Kanker Payudara Wanita Dari 12 Rumah sakit di Jakarta 19841985

    Keterangan Risiko No. Varlabel

    Rendah Tinggi odds Ratio

    (Range) X2

    1. Menarche > 13 th < 13 th 0,67

    (Umur haid I) (0,241,9) 0,27

    2. Status Kawin Tak kawin 2,33Perkawinan (0,608,99) 0

    3. Melahirkan Pemah Tak pernah 1,67anak (0,604,63) 0,56

    4. Jumlah anak Banyak Sedikit 0,7 (0,351,30) 0,74

    5. Usia 35 th 1melahirkan (0,147,10) 0

    7. Menyusukan Ya Tidak 1,25 (0,503,14) 0,06

    8. Pil KB Tidak Ya 1,375 (0,553,41) 0,21

    9. Operasi Ya Tidak 1indung telur (0,323,13) 0

    10. Riwayat Tidak ada Ada 8Keluarga (1,0064,0) 4*

    11. Tumor Tak pernah Pernah 5,2 payudara (2,0013,6) 12*

    12. Obesitas Negatif Positif 1,13 (0,422,85) 0

    13. Sosial Rendah Tinggi 0,94ekonomi (0,471,87) 0

    14. Trauma Tak pernah Pernah 0,71 (0,232,22) 0,08

    15. Radiasi Tak pernah Pernah 0,34 (0,180,65) 10,03*

    * = Bermakna.

    PEMBAHASAN Dari 12 Rumah Sakit jumlah kasus yang tercatat dari

    catatan medik sebanyak 236 penderita kanker payudara dan yang ditemui_ sebanyak 77 kasus dan cukup representatif untuk jumlah sampel minimum.

    Dari 15 variabel dalam penelitian ini hanya 4 variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker payudara yaitu :

    1) Usia melahirkan anak pertama merupakan salah satu faktor terjadinya kanker payudara.

    Dari perhitungan adjusted rate dan ratio dari nilai-nilai koefisien regresi, dapat dilihat, melahirkan anak pertama pada umur 1835 tahun mempunyai risiko 2,15 kali lebih besar dari pada yang melahirkan anak pertama pada usia di bawah 18 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulus.

    Sastrawinata dan Bratakoesoema9 menemukan, perkawin-an dan kehamilan pada usia di bawah 18 tahun mengakibatkan antara lain : anemia, hipertensi, meningkatnya frekuensi partus lama, meningkatnya frekuensi partus buatan dan tinggi-

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 20

  • Tabel 3 : Perhitungan Adjusted Rate dan Ratio dari Koefisien Regresi Penderita Kanker Payudara Wanita di 12 Rumah Sakit di Jakarta 1984-1985

    Variabel . n1 bl Jl. b1n1Jl. b1n1

    N (3)(5)

    AdjustedRate = Crude

    Rate + 6

    Ratio

    1 2 3 4 5 6, 7 8

    Haid pertama X14 = 1

    15

    0,3917

    5,8755

    0,0382

    0,3535

    0,1465

    0,27 X34 = 0 139 0 0,0382 0,8382 Status perkawinan X 1 = 1

    10

    0,0435

    0,435

    0,0029

    0,0424

    0,0424

    1,10 X1 = 0 144 0 0,0029 0,4971 Melahirkan anak X15 = 1

    18

    0,4622

    8,3196

    0,0542

    0,4082

    0,9082

    2,02 X15 = 0 136 0 0,054 0,45 Jumlah anak X2 = 1

    56 0,028 5,7568 0,0374 0,0654 0,0654 1,22

    X2 = 0 98 0 0,0374 0,4626 Usia melahirkan 1835 tahun X3 = 1

    119 0,3041 36,1879 0,2349 0,0692 0,8382 2,15

    0,0701 0,2382 X3 = 0 35 0 0,2349 0,265 1 Usia melahirkan > 35 tahun X4 = 1

    2

    ]

    0,2546

    0,5092

    0,0033

    0,2513

    0,7513

    1,51 X4 = 0 152 0 0,0033 0,4967 Menyusukan anak X5 = 1

    24

    0,2202

    5,2848

    0,0343

    0,1879

    0,3121

    0,67 X5 = 0 130 0 0,0343 0,4657 Makan pil X6 = 1

    21

    0,0106

    0,2226

    0,0145

    0,0915

    0,49085

    0,98

    X6 = 0 133 0 +0,0145 0,50145 Operasi indung telur X7 = 1

    142

    0,0206

    2,9252

    0,019

    0,0016

    0,4984

    0,96 X7 = 0 12 0 0,019 0,519 Riwayat keluarga X11 = 1

    11

    0,1834

    2,0174

    0,0131

    0,1703

    0,6703

    1,38 X11 = 0 143 0 0,0131 0,4869 Tumor jinak X12 = 1

    35

    0,4390

    15,365

    0,0998

    0,3392

    0,8392

    2,10

    X12 = 0 119 0 0,0998 0,4002 Obesitas X10 = 1 .

    17

    0,1862

    3,1654

    0,0206

    0,1656

    0,6656

    1,39

    X 10 = 0 137 0 0,0029 0,4794 Sosial ekonomi X9 = 1

    91

    0,0598

    5,44186

    0,0353

    0,0245

    0,4755

    0,89

    X9 = 0 63 0 +0,0353 0,5353 Trauma X8 = 1

    14

    0,3391

    4,7474

    0,0308

    0,2983

    0,2017

    0,38

    X8 = 0 140 0 +0,0308 0,5308 Radiasi pengion X13 = 1

    65

    0,3001

    19,5065

    0,1267

    0,1834

    0,3166

    0,51

    X13 = 0 89 0 +0,1267 0,627

    Keterangan : Crude rate = 15477 = 0,5

    n l = frekwensi faktor penyebab ke/adian kanker payudara. b1 = nilai regresi masing-masing faktor Jl. b1n1 = /umlah b1 dikalikan n1N = jumlah seluruh kejadian kanker dan kontrol 154 orang. nya angka kematian pada ibu. Dari penelitian ini diperoleh juga hasil ibu-ibu yang melahirkan di atas 35 tahun mempunyai risiko kanker payudara lebih rendah 1,51 kali, melahirkan pada usia 18-35 tahun risiko 2,15 kali. 2) Riwayat menderita tumor jinak payudara merupakan faktor terpenting untuk terjadinya kanker payudara pada wanita dibandingkan variabel-variabel lainnya(Tabel 3). Dari perhitungan adjusted rate dan ratio, terlihat, wanita yang pernah menderita tumor jinak payudara mempunyai risiko 2,10 kali lebih besar daripada wanita yang tak pernah menderita tumor jinak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di luar negeril . 3) Trauma pada payudara memberi kontribusi kurang lebih 34% terjadinya kanker payudara bila nilai variabelvariabel independen lainnya tetap (koefisien regresi -0,3391). Dalam penelitian ini ternyata trauma memperkecil risiko terjadinya kanker payudara, hal ini mungkin karena dari hitungan adjusted rate dan ratio wanita yang pernah mendapat trauma pada payudara mempunyai risiko 0,38 kali lebih kecil daripada wanita yang tidak pernah mendapatkan trauma. Akan tetapi para ahli m_asih berbeda pendapat tentang hal ini, bahwa trauma dapat memperbesar risiko terjadinya kanker payudara'' . Mungkin definisi operasional trauma kurang tepat dan jelas karena trauma bisa berbentuk macam-macam. 4) Radiasi pengion memberikan kontribusi kurang lebih 30% terjadinya kanker payudara bila nilai variabelvariabel lainnya tetap (koefisien regresi -0,30001). Dari perhitungan adjusted rate dan ratio, bahwa wanita yang pernah mendapat radiasi pengion mempunyai risiko 0,51 kali lebih kecil untuk mendapatkan kanker payudara daripada wanita yang tidak pernah diradiasi. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian di luar negeri, di mana kenaikan frekuensi kanker payudara barn terlihat setelah masa laten kurang lebih 16 tahun12. Dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kasus dan kontrol, karena tidak diketahui kapan penderita dan kontrol diradiasi dan berapa kali. KESIMPULAN

    Dari 12 Rumah sakit jumlah kasus yang tercatat dari catatan medik sebanyak 236 penderita kanker payudara dan yang ditemui.sebanyak 77 kasus.

    Hanya ditemukan 4 faktor yang.terbukti mempunyai hubungan yang bermakna terjadinya kanker payudara, yaitu usia melahirkan anak, riwayat menderita trauma payudara, riwayat tumor jinak payudara dan riwayat radiasi pengion.

    KEPUSTAKAAN

    1. Doll R, Muir C, Waterhouse J. Cancer incidence in five

    Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 1992 21

  • 1. continents. Vol IL Springer-Verlag Berlin-Heidelberg-New York, 1970.

    2. Parkin DM, M. Smans cs Muir, Cancer Incidence in the US SR, International Agency for Research on Cancer Lion, 1962, Edited in Lyon.

    3. Shanmugaratnam KHP, Lee & NE Day W. Davis. Cancer Incidence in Singapore 1958-1977.

    4. Hoepoedio, RS. Penanggulangan kanker terpadu, Medika, Nomor 4, Tahun 11, April 1985.

    5. Saleh, Soekoyo. Registrasi kanker di 17 Rumah Sakit d