analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi karya trianito triwikromo

30
ANALISIS STRUKUTURAL CERPEN “CERMIN, API, CERMIN, SUNYI” KARYA TRIANTO TRIWIKROMO Oleh : 1. Azmil Azizah (122144202) 2. Proborini Puspitasari (122144203) 3. Nofianita Wahyuni (122144205) 4. Sony Yanuar Wicaksono (122144215) 5. Nur Jelang Margadinata (122144017) JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

Upload: nofianita-wahyuni

Post on 21-Jun-2015

9.161 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

cerpen cermin api cermin sunyi adalah salah satu cerpen yang pernah dimuat di Jawa pos

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

ANALISIS STRUKUTURAL CERPEN

“CERMIN, API, CERMIN, SUNYI”

KARYA TRIANTO TRIWIKROMO

Oleh :

1. Azmil Azizah (122144202)

2. Proborini Puspitasari (122144203)

3. Nofianita Wahyuni (122144205)

4. Sony Yanuar Wicaksono (122144215)

5. Nur Jelang Margadinata (122144017)

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2012

Page 2: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Sang Maha Kuasa Allah SWT yang senantiasa

memberikan cahaya dalam setiap dentingan petang. Alhamdulillah atas segala

pelita yang diberikan-NYA dalam setiap liku kehidupan. Pun tak lupa, puji syukur

keharibaan sang Maha Hidup atas karunia rahmad yang tak pernah luput diberikan

tanpa diminta. Terima kasih atas segala nikmat berupa kesehatan jasmani dan

rohani, sehingga penulis tetap dapat menyelesaikan makalah analisis structural

cerpen ini.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Haris

Supratno atas nasihat dan saran yang senantiasa diberikan sehingga penyusunan

makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah yang berjudul “Teori

Analisis Struktural Terhadap Cerpen Cermin, Api, Cermin, Sunyi” berisi ulasan-

ulasan tentang hasil pembedahan unsure-unsur intrinsik dalam cerpen “Cermin,

Api, Cermin, Sunyi”.

Tiada gading yang tak retak, pepatah ini agaknya berlaku juga pada

makalah ini, kami sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah ini

tidak luput dari kesalahan-kesalahan yang kami lakukan. Maka dari itu, kami

memohon maaf yang seluas-luasnya atas segala kesalahan dan kekhilafan yang

terkandung dalam makalah ini. Kritik dan saran sangatlah diperlukan untuk

menambah setiap celah kesalahan dan kekhilafan dalam makalah ini. Oleh

karenanya, kami memohon agar pembaca yang budiman berkenan memberikan

kritik dan saran kepada kami atas makalah ini.

Surabaya, Oktober 2012

Penulis

Page 3: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

DAFTAR ISI

1. Halaman Judul ……………………………………….......i

2. Kata Pengantar ……………………………………….......ii

3. Daftar Isi ………………………………………...…iii

4. BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………...1

B. Rumusan Masalah ……………………………………….…..1

C. Tujuan …………………………………….……..2

D. Manfaat ………………………………….………..2

5. BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Struktur …………………….……………………..3

B. Konsep Tema ………………….………………………..3

C. Konsep Alur ……………….…………………………..4

D. Konsep Latar …………………………………………...5

E. Konsep Penokohan ……………………...……………………5

F. Konsep Sudut Pandang ………………………………………...…6

G. Konsep Gaya Bahasa ………………………………………...…7

6. BAB III PEMBAHASAN

A. Tema ………………………………..…………8

B. Alur ...……………………………..……........8

C. Latar ………………………………..….…….10

D. Penokohan ………………………………….……...11

E. Sudut Pandang ………..………………………...…......13

F. Gaya Bahasa ...…………………………………….…13

7. BAB IV SIMPULAN ...……………………………………….16

8. Daftar Pustaka ……………………………………...….17

9. Lampiran Cerpen …………………………………...…….18

Page 4: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan

manusiadengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan.

(Najid,2009:7). Pendapat lain mengatakan bahwa sastra adalah rekaman isi

jiwa pengarangnya; Sastra adalah bentuk yang memiliki keteraturan dan

pola; dan Sastra adalah alat penghibur, memberi rasa senang dan puas pada

pembaca, dan memberi manfaat pada pembaca.

Sastra dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu sastra

imajinatif dan sastra nonimajinatif. Sastra imajinatif meliputi puisi, prosa

fiksi, dan drama sedangkan sastra nonimajinatif meliputi esei, kritik, biografi,

sejarah, memoar, catatan harian, dan surat-surat.(Najid, 2009:13-18).

Dalam sebuah karya sastra terdapat berbagai pesan yang ingin

disampaikan oleh sang pengarang kepada para pembaca, baik secara tersirat

maupun tersurat. Pengajian karya tersebut perlu suatu pembedahan yang

memerlukan pengetahuan mengenai unsur-unsur karya sastra tersebut. Untuk

dapat mengaji suatu hasil karya sastra, seseorang harus terlebih dahulu

memahami dengan mantap unsur-unsur dala sebuah karya sastra agar terjadi

perbandingan yang baik dan kritis terhadap karya sastra tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah tema mayor dan tema minor dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Trianto Triwikromo ?

2. Apakah alur atau plot yang digunakan dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Trianto Triwikromo ?

3. Bagaimanakah latar dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Trianto Triwikromo ?

4. Bagaimanakah penokohan dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin, Sunyi”

karya Trianto Triwikromo ?

Page 5: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

5. Sudut pandang apa yang digunakan dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Trianto Triwikromo ?

6. Seperti apakah gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen“Cermin, Api,

Cermin, Sunyi” karya Trianto Triwikromo ?

C. Tujuan

1. Mengetahui tema mayor dan tema minor dalam cerpen“Cermin, Api,

Cermin, Sunyi” karya Trianto Triwikromo.

2. Menjelaskan alur atau plot yang digunakan dalam cerpen“Cermin, Api,

Cermin, Sunyi” karya Trianto Triwikromo.

3. Memaparkan latar dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Trianto Triwikromo.

4. Membedah penokohan yang ada dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Trianto Triwikromo.

5. Menyingkap sudut pandang yang digunakan oleh Trianto Triwikromo

dalam cerpen“Cermin, Api, Cermin, Sunyi”.

6. Menganalisis gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen“Cermin, Api,

Cermin, Sunyi” karya Trianto Triwikromo.

D. Manfaat

Memberikan pengertian dan penjelasan yang lebih mendalam atas

kajian pemaparan teori struktural cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Trianto Triwikromo.

Page 6: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Struktur

Dalam sebuah prosa fiksi yang termasuk sastra imajinatif terdapat dua

hal pokok yang kemudian oleh Wellek dan Warren (1989) disebut unsur

internal dan unsur eksternal. Unsur internal ialah unsur-unsur yang secara

factual saling berhubungan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur tersebut

adalah tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur

eksternal adalah unsur yang berasal dari luar karya sastra seperti politik,

budaya, agama, sosial, filsafat, dan yang lain.

Ada tiga unsur penting pada aspek internal dalam prosa fiksi. Ketiga

unsur tersebut ialah fakta cerita, sarana cerita, serta tema dan amanat cerita.

(Najid, 2009:23). Fakta cerita ialah hal-hal yang diceritakan dalam sebuah

prosa fiksi yang meliputi alur, tokoh, dan latar. Sarana cerita adalah hal-hal

yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detail cerita

meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada. Tema dan amanat cerita

adalah makna yang tersirat maupun tersurat yang menjadi dominator dalam

sebuah cerita yang fungsinya patut diteladani pembaca

B. Konsep Tema

Tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Pada hakikatnya tema

ialah permasalahan pokok yang merupakan tittik tolak pengarang dalam

menyusun cerita, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan

pengarang melalui karyanya. (Najid, 2009:34). Sedangkan Tarigan(1986:163)

mendiskripsikan tema sebagai suatu pernyataan mengenai hidup dan manusia,

suatu observasi, suatu keputusan, suatu pengumuman. Dengan demikian tema

adalah suatu rumusan permasalahan pokok yang digunakan pengarang untuk

menceritakan kehidupan dan manusia melalui sebuah cerita.

Tema dipergunakan untuk memberi nama bagi suatu pernyataan atau

pikiran mengenai sesuatu subyek, motif, atau topik. (Laverty [et al],

Page 7: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

1971:543). Tema terbagi menjadi dua jenis, yaitu tema mayor dan tema

minor. Tema mayor adalah tema pokok, tema utama, yaitu permasalahan

yang mendominasi keseluruhan isi cerita. Sedangkan tema minor atau tema

sampingan adalah peristiwa-peristiwa kecil yang mendukung keberadaan

tema mayor(Najid 2009 : 34).

C. Konsep Alur

Istilah lain yang sama maknanya dengan alur atau plot ini adalah trap

atau dramatic conflict. Keempat istilah ini bermakana “struktur gerak atau

laku dalam suatu fiksi atau drama” (Brooks and Warren, 1979:686). Alur juga

dapat diartikan sebagai runtutan peristiwa yang saling terhubung untuk

membangun jalannya sebuah cerita.

Berdasar atas proses penyusunan bagian-bagian alur, alur cerita dapat

dibedakan menjadi alur lurus dan alur sorot balik (flashback). Sebuah cerita

disebut beralur lurus apabila cerita tersebut disusun dari awal kejadian dan

diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya secara linier. Apabila

peristiwa dalam sebuah cerita tidak bergerak linier, cerita demikian disebut

beralur sorot balik. (Najid, 2009:27).

Tahapan alur dalam sebuah cerita dibagi atas lima tahapan, yaitu :

1. Exposition : pengenalan para tokoh, pembukaan hubungan-hubungan,

menata adegan, menciptakan suasana, penyajian sudut pandang.

2. Complication : peristiwa permulaan yang menimbulkan beberapa

masalah, pertentangan, kesukaran, atau perubahan.

3. Rising action : mempertinggi atau meningkatkan perhatian

kegembiraan, kehebohan, atau keterlibatan pada saat bertambahnya

kesukaran-kesukaran atau kendala-kendala

4. Turning point : krisis atau klimaks, titik emosi, dan perhatian yang

paling besar, serta mendebarkan, apabila kesukaran atau masalah

dihadapi dan diselesaikan.

5. Ending :penjelasan peristiwa-peristiwa, bagaimana caranya para tokoh

itu dipengaruhi, dan apa yang terjadi atas diri mereka masing-masing.

( Aldestein and Pival, 1976: 470).

Page 8: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

D. Konsep Latar

Latar atau setting adalah hal-hal yang terjadi dalam sebuah cerita yang

merujuk pada lingkungan fisik. Dalam pengertian lebih luas, latar mencakup

tempat dalam waktu dan kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat

dalam kegiatan itu. Latar kerapkali sangat penting dalam memberi sugesti

akan ciri-ciri tokoh, dan dalam menciptakan suasana sesuatu karya sastra.

Semua ini sering dikembangkan dengan pemerian atau deskripsi. (Laverty [et

al], 1971: 541).

Selain itu latar juga digunakan sebagai tempat pengambilan nilai-nilai

yang diungkapkan pengarang melalui ceritanya. Latar sebenarnya memiliki

dua tipe, yaitu fisikal(neutral) dan psikologis(spiritual). Latar fisikal

umumnya berupa benda-benda konkret, seperti meja, ruang makan, negara,

dan yang lain. Apabila latar fisikal tersebut mampu menggerakkan emosi

pembaca, maka latar tersebut juga berfungsi sebagai latar psikologis. (Najid,

2009:30).

E. Konsep Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mendukung peristiwa sehingga mampu

menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh disebut

penokohan.(Najid,2009:27). Penokohan atau karakterisasi dalam pandangan

Tarigan (1986:141) adalah proses yang dipergunakan oleh seseorang

pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Jadi dapat disimpulkan

bahwa penokohan adalah hasil pengkarakterisasian tokoh oleh seorang

pengarang.

Dalam suatu karya sastra, khususnya prosa fiksi seorang pengarang

biasanya mengelompokkan tokoh-tokoh fiksionalnya dalam tiga tipe, yaitu:

1. Tokoh utama ; tokoh pusat ( central character)

2. Tokoh penunjang ( supporting character )

3. Tokoh latar belakang ( background character )

(Tarigan,1986:143).

Page 9: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

Tokoh utama adalah tokoh yang terlibat dan umumnya menguasai

serangkaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Kadang-

kadang, suatu karya tidak hanya mempunyai satu orang tokoh utama, tetapi

beberapa orang tokoh utama. Tokoh latar belakang yaitu orang-orang yang

mendiami karya-karya sastra untuk memberikan ilusi atau bayangan dunia

nyata. Tokoh penunjang terdapat diantara tokoh utama dan tokoh latar

belakang yang sedikit menunjang alur atau tokoh-tokoh lainnya. Tokoh

penunjang dapat timbul muncul dalam seluruh adegan ataupun menghilang

sesudah berperan dalam satu adegan.

Ada tiga macam cara yang sering digunakan pengarang untuk

menggambarkan tokoh ceritanya. Ketiga cara tersebut ialah secara langsung

(analitik), secara tidak langsung (dramatik), dan campuran. Gambaran tokoh

secara langsung terjadi apabila pengarang langsung menguraikan atau

menggambarkan keadaan tokoh. Sebaliknya, apabila pengarang

memberitahukan keadaan tokoh secara samar maka pelukisan tokoh disebut

tidak langsung(Najid,2009:29).

F. Konsep Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) adalah posisi fisik, tempat persona/

pembicara melihat dan menyajikan gagasan-gagasan atau peristiwa-peristiwa;

merupakan perspektif/ pemandangan fisik dalam ruang dan waktu yang

dipilih oleh sang penulis bagi personanya, serta mencakup kualitas-kualitas

emosional dan mental sang persona yang mengawasi sikap dan nada.

(Tarigan, 1986:130).

Sudut pandang yang umum digunakan adalah :

1. Sudut pandangan yang berpusat pada orang pertama (first person

central point of view)

2. Sudut pandangan yang berkisar sekeliling orang pertama (first person

peripheral point of view)

3. Sudut pandangan yang ketiga terbatas (limited third person point of

view )

Page 10: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

4. Sudut pandangan orang ketiga yang serba tahu (third person omniscient

point of view). (Laverty [et al], 1971: 337).

Dalam sudut pandang yang berpusat pada orang pertama, sang

pencerita yang bertindak sebagai juru bicara menceritakan kisahnya dengan

menggunakan kata aku, saya. Dalam sudut pandang yang berkisar sekitar

orang pertama, sang pencerita menceritakan suatu cerita dengan

mempergunakan kata aku, saya; tetapi cerita itu bukan ceritanya sendiri. Di

sini sang pencerita bukan merupakan tokoh utama. Dalam sudut pandang

orang ketiga terbatas ini, sang pencerita tidak mempergunakan kata ganti saya

atau aku tetapi menceritakan cerita yang hanya diketahui oleh satu atau dua

tokoh utama. Sudut pandang orang ketiga serba tahu sang pengarang dalam

penyajian bahannya benar-benar mengetahui segala sesuatu yang pantas

diketahui mengenai segala tokohnya dan segala keadaan gerak tindakan atau

emosi yang terlibat di dalamnya.

G. Konsep Gaya Bahasa

Bahasa adalah suatu sarana interaksi sosial; fungsi utamanya adalah

komunikasi; korelasi psikologis sesuatu bahasa adalah kompetensi atau

kemamapuan komunikatif: kemampuan melaksanakan interaksi sosial dengan

bantuan bahasa. (Dik, 1979:5).

Gaya bahasa merupakan keterampilan sang pengarang dalam

memanfaatkan bahasa untuk menciptakan nada dan suasana yang tepat

sehingga dapat memukau para pembaca. (Tarigan, 1986:136). Tjahjono

(2011:56) mengungkapkan bahwa majas (gaya bahasa) merupakan cara yang

dipakai pembicara atau penulis untuk mendayagunakan potensi bahasa

sedemikian rupa agar tercapai efek semantik dan estetik pada diri pendengar

atau pembaca. Kesimpulannya gaya bahasa adalah cara yang dipakai oleh

pengarang dengan memanfaatkan bahasa untuk menciptakan efek estetik pada

tokoh dalam karya fiksi.

Secara garis besar majas itu dibedakan menjadi empat ragam, yaitu: 1.

Majas perbandingan, 2. Majas penegasan, 3. Majas sindiran, dan 4. Majas

pertentangan.

Page 11: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

BAB III

PEMBAHASAN

A. Tema

Secara umum tema yang digunakan cerpen “Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Triyanto Triwikromo ini adalah “Pemaksaan untuk mengakui

hal-hal yang tidak dilakukan.” Gambaran umum tentang tema cerpen

“Cermin, Api, Cermin, Sunyi” dapat dilihat dalam kutipan berikut. “Akan

tetapi, karena tidak gila, aku justru berhasrat menceritakan kegilaan para

serdadu dan perawat serta dokter yang tidak pernah mau percaya pada

kesehatan jiwaku. Bagaimana tidak gila jika mereka selalu memintaku

menjadi orang lain? Bagaimana tidak gila jika aku dipaksa menjadi

pembunuh untuk perbuatan yang tidak pernah kulakukan?” (Triwikromo,

2012:4)

Pada baris kedua terakhir, terdapat kalimat Bagaimana tidak gila jika

aku dipaksa menjadi pembunuh untuk perbuatan yang tidak pernah

kulakukan? Yang menjadi bukti bahwa tokoh aku selalu dipaksa untuk

menjadi pembunuh; untuk mengakui bahwa dirinya telah membunuh. Karena

permasalahan muncul dari awal hingga akhir cerita, maka dapat disimpulkan

bahwa tema ini merupakan tema mayor.

B. Alur

Dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya Triyanto

Triwikromo ini alur yang dipakai adalah alur flashback. Pada paragraf awal,

tokoh aku ingin menceritakan sesuatu yang pernah ia alami kepada pembaca.

Pada paragraph ketiga tokoh aku mulai menceritakan pengalaman yang

pernah ia alami. Dapat disimpulkan bahwa cerpen “Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Triyanto Triwikromo terjadi sebuah ketidaklinieran peristiwa

dalam sebuah cerita seperti pada terdapat pada kutipan berikut.

Page 12: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

Apakah kau pernah dipenjara dan disalib di ranjang api? Tidak hanya di satu sel, tetapi di empat penjara dan satu rumah sakit jiwa pada kurun 1965-1971? Jika pernah, kau pasti tidak sanggup menceritakan kepadaku sekecil apapun peristiwa yang kau alami dengan getir dan mungkin penuh tekanan itu. Karena itu sesungguhnya aku tidak ingin membeberkan kisah konyolku kepadamu. Aku yakin siapa pun akan menganggapku membualkan dongeng nonsens. Aku juga percaya mereka, mungkin juga kau, akan menganggap apapun yang kukatakan sebagai ceracauan orang gila. (Triwikromo, 2012:4)

Proses penyimpulan alur flashback ini mengacu pada teori yang

dikemukakan oleh Najid pada rujukan kajian pustaka.

Kutipan di atas juga merupakan tahapan alur berupa exposition karena

memuat pengenalan tokoh, penyajian sudut pandang, penciptaan suasana.

Tahapan alur kedua adalah complication pada cerpen “Cermin, Api,

Cermin, Sunyi” karya Triyanto Triwikromo permulaan pertentangan mulai

terlihat pada paragraf ketiga. Tokoh aku mulai dipaksa oleh interogator untuk

mengakui pembunuhan. Seperti pada kutipan berikut. “Kau tidak akan

dieksekusi hari ini jika mau mengakui ikut membunuh para jenderal dan

segera minta ampun.” (Triwikromo, 2012:4)

Tahapan alur selanjutnya adalah rising action yang terdapat dalam

kutipan berikut ini. “Hmm, aku tahu ini cara para serdadu rahasia Soeharto

membuat kami depresi. Mereka sungguh piawai memciptakan kepankan.

Mereka lebih tampil sebagai dokter rumah sakit jiwa yang mengerti seluruh

ceruk kejiwaan kami ketimbang sebagai tentara.”(Triwikromo, 2012:4).

Dalam kutipan tersebut mulai terdapat penambahan tekanan-tekanan yang

dilakukan oleh sipir yang membuat tokoh aku bertamabh depresi.

Tahapan alur yang keempat adalah turning point yang terdapat dalam

cuplikan berikut.

Apa maksud mereka menghukumku dengan cermin pantul membingungkan ini? Mereka ingin membuatku gila? Mereka ingin menerorku dengan seakan-akan memunculkan begitu banyak orang yang menguntitku? Atau jangan-jangan mereka sengaja menakuti-nakuti aku dengan puluhan hantu dibalik cermin agar aku segera mengaku telah terlibat dalam pembunuhan yang tidak pernah kulakukan? (Triwikromo, 2012:4)

Page 13: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

Pada tahap ini tokoh aku menjadi semakin depresi dengan

diletakkannya tokoh aku di ruangan penuh cermin agar dia segera mengaku

bahwa dia melakukan sebuah pembunuhan.

Ending pada cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya Triyanto

Triwikromo ini ketika tokoh aku tertidur untuk sementara waktu, tetapi masih

mempunyai rasa was-was akan penyaliban dan pembakaran yang akan

dilakukan terhadapnya yang terdapat dalam kutipan berikut ini. “Aku

memang tertidur. Aku tidak tahu kapan akan bangun lagi. Aku hanya

merasakana ancaman penyaliban dan pembakaran tubuhku tak akan

terhindarkan. Tentu saja aku tidak peduli. Saat ini aku hanya ingin tidur.

Tidur. Tidur.tidur…. dan tak bangun lagi…” (Triwikromo, 2012:4)

Proses penarikan tahapan alur ini merujuk pada teori yang terdapat

dalam kajian pustaka yang dikemukakan oleh Aldestein dan Pival bahwa

tahapan alur ada lima tahap yang tiap-tiap tahapannya telah dijelaskan

sebelumnya.

C. Latar

Latar tempat yang digunakan dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin,

Sunyi” karya Triyanto Triwikromo terdapat dalam beberapa tempat. Latar

tempat pertama adalah penjara dekat penjagalan sapi. “Aku memang

dipindah ke tiga penjara, tetapi semua berada di alas. Mula-mula mereka

memindahkan aku di sebuah tempat yang memungkinkan aku memndengar

sapi mengerang-erang kesakitan.” (Triwikromo, 2012:4)

Latar tempat yang kedua adalah sebuah ruangan berisi 15 cermin besar.

“Ketika kubuka mataku, aku berada di ruang serba cermin yang ditata

sedemikian rupa sehingga memantulkan begitu banyak tubuh. Kulihat 15

tubuhku di balik cermin itu.” (Triwikromo, 2012:4)

Latar tempat yang ketiga adalah bangsal yang penuh dengan pasien.

“Begitu bangun aku melihat kaki dan tanganku diikat di ranjang. Di kanan-

kiriku juga ada ranjang-ranjang dan tubuh-tubuh lain. Rupa-rupanya sekarang

aku dikurung di bangsal.” (Triwikromo, 2012:4)

Page 14: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

Selain latar tempat juga terdapat latar waktu. Peristiwa dalam cerpen

“Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya Triyanto Triwikromo ini terjadi pada

tahun 1965-1971. “Apakah kau pernah dipenjara dan disalib di ranjang api?

Tidak hanya di satu sel, tetapi di empat penjara dan satu rumah sakit jiwa

pada kurun 1965-1971?” (Triwikromo, 2012:4)

Suasana yang tergambar dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi”

karya Triyanto Triwikromo ini adalah menyedihkan, miris, karena terdapat

berbagai gejolak pemaksaan dan penekanan untuk mengakui pembunuhan

yang tidak dilakukan tokoh aku dan terdapat pula intimidasi terhadap tokoh

aku yang tidak mau mengakui bahwa ia telah terlibat dalam sebuah

pembunuhan para jenderal seperti yang tergambar dari cuplikan dialog

berikut. “Tetapi mengapa sampean katakan tempat ini sebagai sebuah

neraka? Karena tempat ini sebentar lagi akan dibakar dan kalian akan hangus,

kata sipir itu dingin.” (Triwikromo, 2012:4)

Latar fisikal dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Triyanto Triwikromo ini adalah penjara. “Akan tetapi mereka memindahkan

aku ke penjara lain. Dipindah ke penjara lain jelas merupakan berkah.” Selain

penjara ada juga cermin yang sekaligus berperan sebagai latar psikologis,

karena adanya cermin dalam cerpen ini mampu mempengaruhi emosi tokoh

utama sekaligus pembaca. “Yang jelas, mula-mula kubiarkan mereka

mempermainkanku dengan cermin yang sangat menyebalkan itu. Akan tetapi,

ketika kepanikan mulai muncul, aku ingin menghancurkan cermin itu.”

(Triwikromo, 2012:4). Pembaca diajak untuk turut merasakan betapa

tertekannya tokoh aku oleh cermin yang berada di sekelilingnya.

D. Penokohan

Tokoh utama dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Triyanto Triwikromo ini adalah tokoh aku, karena tokoh aku terlibat dalam

semua peristiwa yang terjadi. Sedangkan tokoh latar belakang adalah para

sipir, dan dokter. Tokoh penunjang dalam cerpen ini adalah Karna, karena ia

melakukan tugas “perorangan” dalam cerpen ini. Yang dimaksud tugas

perorangan adalah ketika Karna melakukan pengorekan informasi dari tokoh

Page 15: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

aku, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut. “Kau tidak akan dieksekusi

hari ini jika kau mau mengakui ikut membunuh para jenderal dan segera

minta ampun, kata interogator cantik berkumis halus yang entah mengapa

bernama Karna dan bukan Karina itu.” (Triwikromo, 2012:4).

Perspektif penentuan kedududkan tokoh di atas berdasar atas teori

tentang tokoh yang dikemukakan oleh Tarigan bahwa terdapat tiga tokoh

friksional yang bisa dilihat dalam prosa fiksi.

Karakter dari tokoh aku ialah berpendirian teguh seperti tergambar

dalam kutipan ini. “Aku masih terdiam. Kupikir lebih baik aku

menghabiskan waktuku di tempat ini daripada mengakui hal-hal yang tidak

kulakukuan untuk pada akhirnya ditembak oleh para serdadu di sembarang

tempat.” (Triwikromo, 2012:4).

Dalam hal ini pengarang melukiskan karakter tokoh melalui lukisan

sikap dan perilaku tokoh dalam menanggapi kejadian atau peristiwa. Tokoh

aku tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak mengakui turut ambil bagian

dalam pembunuhan para jenderal.

Karakter Karna sebagai tokoh penunjang ialah pintar.

Pengkarakterisasian Karna sebagai seorang yang pintar dapat diihat dari cara

tokoh aku melukiskan tanggapannya terhadap tokoh Karna. Perhatikan

kutipan berikut. “Akan tetapi, sungguh keliru menganggap Karna sebagai

perempuan bodoh. Dia tahu aku tak sungguh-sungguh mencium dan

menggigit bibirnya yang ranum itu.” (Triwikromo, 2012:4).

Sedangkan untuk karakter para sipir adalah penindas, karakter dari para

sipir dapat dilihat dari bagaimana tokoh aku memberikan gambaran mengenai

para sipir tersebut. “Hmm, aku tahu ini cara para serdadu rahasia Soeharto

membuat kami depresi. Mereka sungguh piawai memciptakan kepankan.

Mereka lebih tampil sebagai dokter rumah sakit jiwa yang mengerti seluruh

ceruk kejiwaan kami ketimbang sebagai tentara.”(Triwikromo, 2012:4).

Karaker yang dimiliki dokter seperti yang digambarkan oleh tokoh aku

adalah seorang yang lembut dan sabar. “Pria tampan ini dengan lembut

kemudian membisikkan kata-kata yang juga lembut di telingaku, Aku dokter

Page 16: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

yang akan merawatmu. Kau jangan sekali-kali melarikan diri dari rumah sakit

jiwa ini…” (Triwikromo, 2012:4).

Pengambilan kesimpulan karakter dalam cerpen ini merujuk pada

kajian pustaka bahwa cara pelukisan karakter tokoh dapat melalui 3 cara,

langsung, tak langsung, dan campuran. Dalam cerpen ini khususnya

pengarang melukiskan karakter para tokoh melalui tanggapan tokoh aku

terhadap tokoh lain dan bagaiman tanggapan tokoh aku akan peristiwa yang

terjadi yang kemudian keseluruhan tanggapan ini oleh Najid disebut

pencitraan tak langsung(dramatik).

E. Sudut Pandang

Trianto Triwikromo dalam cerpennya yang berjudul “Cermin, Api,

Cermin, Sunyi” menunjuk tokoh utama sebagai juru bicara untuk

menceritakan kisahnya dengan menggunakan subyek aku dan yang kemudian

oleh Laverty disebut sudut pandangan tepusat pada orang pertama seperti

dalam kutipan berikut ini. “Akan tetapi, karena tidak gila, aku justru

berhasrat menceritakan kegilaan para serdadu dan perawat serta dokter yang

tidak pernah mau percaya pada kesehatan jiwaku. Bagaimana tidak gila jika

mereka selalu memintaku menjadi orang lain? Bagaimana tidak gila jika aku

dipaksa menjadi pembunuh untuk perbuatan yang tidak pernah kulakukan?

(Triwikromo, 2012:4).

F. Gaya Bahasa

Terdapat beberapa majas atau gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen

“Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya Triyanto Triwikromo, anatara lain :

1. Majas Personifikasi

Majas personifikasi adalah majas yang melukiskan bahwa benda

yang sebernarnya mati, tidak bernyawa dapat berperilaku layaknya

manusia. Perhatikan kutipan berikut. “Karna mengangguk. Napasnya

memburu. Ada gairah menggelak ditahan.” (Triwikromo, 2012:4).

Dalam kalimat Napasnya memburu Trianto Triwikromo

Page 17: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

menggambarkan bahwa seolah-olah napas yang merupakan benda mati

dapat memburu Karna yang seorang manusia.

2. Majas Asosiasi

Majas asosiasi adalah majas yang membandingkan suatu hal

dengan hal lain dengan menggunakan kata bagai, seperti, bak, laksana,

seumpama, dan sebagainya. “Kedua aku bisa terhindar dari ancaman

eksekusi yang mengakibatkan perut seperti diaduk-aduk dan jantung

berdetak lebih kencang.” (Triwikromo, 2012:4). Dalam kutipan di atas

pengarang menggunakan kata seperti untuk membandingkan perasaan

ancaman eksekusi dengan persaaan ketika perut sedang diaduk-aduk.

3. Majas Hiperbola

Majas hiperbola ialah majas yang suatu hal atau keadaan dengan

berlebihan. Contoh dari majas hiperbola dapat dilihat dalam kutipan

cerpen berikut ini. “Dia benar-benar menyangka saat itu aku telanjang

dan dengan rakus menganggap para jenderal sebagai makanan yang

layak dilahap tanpa sisa, tanpa tulang-temulang.”(Triwikromo, 2012:4).

4. Majas retoris

Majas retoris adalah majas berupa kalimat Tanya yang tidak

memerlukan jawaban. Perhatikan kutipan berikut. “Apakah kau pernah

dipenjara dan disalib di ranjang api? Tidak hanya di satu sel, tetapi di

empat penjara dan satu rumah sakit jiwa pada kurun 1965-1971?”

(Triwikromo, 2012:4). Pertanyaan Apakah kau pernah dipenjara dan

disalib di ranjang api? Tidak hanya di satu sel, tetapi di empat penjara

dan satu rumah sakit jiwa pada kurun 1965-1971?merupakan

pertanyaan retoris, karena jawabannya sudah jelas bahwa pada kurun

waktu 1965-1971 terdapat pemenjaraan bahkan pembantaian orang-

orang yang dituduh sebagai anggota komplotan PKI. Jadi sudah jelas

pertanyaan tersebut sudah mempunyai jawaban.

Page 18: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

Majas-majas diatas secara umum dapat dikelompokkan dalam empat

kelompok majas yang sebelumnya sudah terdapat dalam kajian pustaka.

Majas personifikasi, majas asosiasi, majas hiperbola dikelompokkan ke dalam

majas perbandingan karena kelompok majas ini berusaha mengungkapkan

suatu hal dengan membandingkan dengan hal lain. Sedangkan majas retoris

termasuk dalam kelompok besar majas penegasan karena memberikan

penekanan terhadap pengertian suatu kata atau ungkapan.

Page 19: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

BAB IV

SIMPULAN

1. Tema mayor dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya Triyanto

Triwikromo adalah “Pemaksaan untuk mengakui hal-hal yang tidak

dilakukan.”

2. Alur yang digunakan dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Triyanto Triwikromo adalah alur flashback.

3. Latar tempat yang digunakan dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi”

karya Triyanto Triwikromo adalah di penjara, ruang serba cermin, dan

bangsal penuh pasien. Latar waktu dalam cerpen adalah dalam kurun

waktu 1965-1971. Latar fisikal cerpen adalah penjara, sedangkan latar

psikologisnya adlah cermin.

4. Tokoh utama dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya Triyanto

Triwikromo adalah tokoh aku, tokoh latar belakang adalah para sipir dan

dokter, sedangkan tokoh penunjangnya adalah Karna. Karakter tokoh aku

adalah berpendirian teguh, watak para sipir adalah penindas, watak dokter

lembut dan sabar, dan karakter Karna adalah pintar.

5. Sudut pandang yang digunakan Trianto Triwikromo dalam cerpen

“Cermin, Api, Cermin, Sunyi” adalah sudut pandang yang terpusat pada

orang pertama.

6. Majas yang digunakan dalam cerpen “Cermin, Api, Cermin, Sunyi” karya

Triyanto Triwikromo adalah majas pesonifikasi, majas asosiasi, majas

hiperbola yang termasuk dalam kelompok majas perbandingan serta majas

retoris yang termasuk dalam kelompok majas penegasan.

Page 20: Analisis strukutural cerpen cermin, api, cermin, sunyi  karya trianito triwikromo

DAFTAR PUSTAKA

Aldestein, Michael E. and Jean G. Pival. 1976. The writing Comitment. New York: Harcourt Brace Javanovich, Inc.

Brook, Cleanth and Robert Penn Warren. 1979. Modern Rhetoric. New York: Harcourt Brace Javanovich, Inc.

Dik, Simon. 1979. Functional Grammar. Amsterdam: North Holland Publishing Company.

Laverty, Carrol D. [et al]. 1971. The Unity of English . New York: Harper& Row, Publisher.

Najid, Moh. 2009. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University press.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung : Angkasa.

Tjahjono, Tengsoe. 2011. Mendaki Gunung Puisi ke Arah Kegiatan Apresiasi. Malang: Bayumedia Publishing.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.