cerita pendek

22
Hujan. Lagi. Cuaca di Jakarta memang benar-benar tidak bisa ditebak. Terkadang hari sedang cerah, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya tanpa memberi aba-aba. Dan yang dilakukan adalah berlari dengan cepat untuk mencari tempat berteduh. Sama seperti seorang gadis yang tengah berdiri dipinggir jalan menunggu kendaraan yang berlalu-lalang mulai berkurang dan memberinya kesempatan untuk menyebrang ke halte sebelum pakaiannya basah karena air hujan, walau nyatanya ia sedang berdiri dibawah pohon berdaun rindang yang tidak sepenuhnya membuat gadis itu terhindar dari hujan. Tiba-tiba, seorang pria berdiri disampingnya dengan payung yang juga ikut meneduhi gadis itu. “Tampan” batinnya. Tapi sayangnya ketampanan pria itu tidak membuatnya buta atau lupa akan dimana ia berpijak. Ia masih bisa merasakan gravitasi, bahkan masih dapat menyadari jika kendaraan mulai mengurang dan itu artinya ia siap untuk menyebrang. Pria itu juga mengikutinya hingga sampai di halte dan menutup payung biru dengan motif bunga-bunga berwarna putih. Ia heran, seorang pria mengenakan payung bermotif bunga? Tidakkah itu terlihat tidak normal? Biasanya kan pria tidak suka mengenakan payung dan memilih membiarkan pakaiannya basah kuyup karena hujan. Mungkin, pria yang ditemuinya kali ini berbeda. “Terimakasih untuk payungnya . ” ujar gadis itu sembari mengibas-ngibaskan tangannya ke lengan bagian kanan kaus panjang warna putih yang dikenakannya dari butiran hujan. Pria itu hanya tersenyum dan menatap lurus kedepan dengan dahi yang berkerut. Apa ada yang aneh?” tanyanya saat melihat sekilas ekspresi pria itu, masih sibuk dengan membersihkan baju dan tasnya yang basah. “Ah, tidak . ” jawab pria itu datar t anpa senyum sedikitpun. “Kau ke arah mana?” “Aku menunggu jemputan . ” ujar pria itu masih dengan nada yang sama. Datar.

Upload: suci-putri-mahendra

Post on 13-Jul-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

untuk anak sekolah

TRANSCRIPT

Page 1: Cerita Pendek

Hujan. Lagi. Cuaca di Jakarta memang benar-benar tidak bisa ditebak. Terkadang hari sedang cerah, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya tanpa memberi aba-aba. Dan yang dilakukan adalah berlari dengan cepat untuk mencari tempat berteduh. Sama seperti seorang gadis yang tengah berdiri dipinggir jalan menunggu kendaraan yang berlalu-lalang mulai berkurang dan memberinya kesempatan untuk menyebrang ke halte sebelum pakaiannya basah karena air hujan, walau nyatanya ia sedang berdiri dibawah pohon berdaun rindang yang tidak sepenuhnya membuat gadis itu terhindar dari hujan. Tiba-tiba, seorang pria berdiri disampingnya dengan payung yang juga ikut meneduhi gadis itu. 

“Tampan” batinnya.

Tapi sayangnya ketampanan pria itu tidak membuatnya buta atau lupa akan dimana ia berpijak. Ia masih bisa merasakan gravitasi, bahkan masih dapat menyadari jika kendaraan mulai mengurang dan itu artinya ia siap untuk menyebrang. Pria itu juga mengikutinya hingga sampai di halte dan menutup payung biru dengan motif bunga-bunga berwarna putih. Ia heran, seorang pria mengenakan payung bermotif bunga? Tidakkah itu terlihat tidak normal? Biasanya kan pria tidak suka mengenakan payung dan memilih membiarkan pakaiannya basah kuyup karena hujan. Mungkin, pria yang ditemuinya kali ini berbeda.

“Terimakasih untuk payungnya.” ujar gadis itu sembari mengibas-ngibaskan tangannya ke lengan bagian kanan kaus panjang warna putih yang dikenakannya dari butiran hujan. Pria itu hanya tersenyum dan menatap lurus kedepan dengan dahi yang berkerut. Apa ada yang aneh?” tanyanya saat melihat sekilas ekspresi pria itu, masih sibuk dengan membersihkan baju dan tasnya yang basah.

“Ah, tidak.” jawab pria itu datar tanpa senyum sedikitpun.

“Kau ke arah mana?”

“Aku menunggu jemputan.” ujar pria itu masih dengan nada yang sama. Datar.

“Oh, jadi dia menunggu jemputan.” Gadis itu berujar dalam hati.

“Bis nya sudah datang. Aku duluan. Sekali lagi terimakasih untuk payungnya.” Gadis itu berpamitan dan langsung menaiki bus dengan meninggalkan pria itu yang memasang ekspresi datar namun terlihat

Page 2: Cerita Pendek

seperti… ada sebuah keanehan saat ia bertemu gadis itu. Bagaimana bisa gadis itu terlihat biasa-biasa saja saat melihatnya?

****

“Dia tampan sekali! Aku ingin sekali menjadi kekasihnya.” Yah, begitulah kalimat yang selalu keluar dari para mahasiswi di SMA Bakti Mulya saat pria itu berjalan dengan coolnya didepan mereka. Tak ayal jika sesibuk apapun siswi yang tengah berdiri didepan loker mereka dan ketika pria itu hadir, akan ada saja waktu yang mereka buang hanya untuk menatap wajah tampan yang dirasa sudah kelewat batas itu. Contoh buruknya, para siswi itu mengabaikan kehadiran guru mereka yang secara tidak sengaja lewat bersamaan dengan pria itu.

Adryan Farrelino. Pria tampan dengan sejuta pesona yang dapat menarik satu wanita cantik hanya dengan senyuman yang tidak ada manis-manisnya. Tentu saja, senyuman itu tidak berarti apa-apa, hanya sebuah senyum untuk menarik wanita saja. Tidak ada tulus-tulusnya. Jika saja ia tidak dilahirkan dengan wajah tampan dan memikat itu, mungkin kini hidupnya akan terasa normal-normal saja, seperti kebanyakan pria lainnya. Tapi itu juga bukan salahnya. Tuhan memang sangat baik dan memberinya wajah yang tampan.

Pria sejuta wanita, begitu julukannya. Kata apalagi yang tepat untuk kelakuannya yang sering berganti-ganti pacar itu? Sebut sajalah Playboy. Dan kasihanlah mereka yang masih saja terpesona meskipun image pria itu terbilang buruk. Bahkan, ada seorang gadis gendut yang sangat terobsesi untuk memilikinya dan membuat gadis itu melakukan diet xtreme hanya untuk didekati oleh Farrel. Dan yah, gadis itu beruntung, obsesinya terwujud meski hanya menjadi kekasih Farrel selama dua hari.

*BRUK!!!*

Pria itu kontan terkejut saat seorang gadis yang dengan ceroboh menabraknya dan membuat beberapa buku yang dibawa gadis itu jatuh berantakan. Sebenarnya, itu tidak sepenuhnya salah gadis itu, karena mereka bertabrakan tepat dibelokan koridor dan itu wajar saja.

“Hey! bisa kau perhatikan jalanmu dengan baik?”

“Seharusnya kau yang...”

“Kau!” kedua orang itu serempak berseru dan saling menunjuk saat mereka mengetahui siapa orang yang menabrak dan ditabrak itu.

Page 3: Cerita Pendek

Tentu saja, hal itu membuat para mahasiswa yang memang awalnya sedang memperhatikan Farrel menjadi bertanya-tanya ada apa sebenarnya diantara dua manusia itu.

“Bagaimana kau bisa disini?” tanya gadis itu sembari membereskan novel terjemahan dengan ketebalan lima jari yang terjatuh dilantai dengan mengenaskan. Gadis itu memang sangat senang membaca novel meski harus membawa mereka ke sekolah dan akan menghabiskan waktu berlama-lama diperpustakaan hanya untuk membacanya dengan memberi alasan kepada petugas perpustakaan jika ia sedang membaca materi ulangan dengan khusyuk. Alasan yang bagus untuk menghindari omelan petugas perpustakaan yang akan memarahinya jika niat yang sebenarnya untuk membaca novel.

Farrel terkejut dengan pertanyaan gadis itu yang dirasanya cukup mustahil untuk mendapatkan pertanyaan semacam itu dikampus ini, apalagi dari seorang gadis. Astaga, gadis itu memang benar-benar tidak mengenalnya atau ia memang tidak setenar apa yang dibayangkan? Mana ada gadis yang tidak mengenalnya? Dan gadis itu benar-benar tidak seperti gadis lainnya, yang jika bertatapan muka dengannya akan kalap hingga tidak dapat berkata apa-apa. Tapi gadis itu… sama sekali berbeda dengan gadis lainnya.

“Jika kau memang belum tahu, aku menuntut ilmu disini.”

“Oh ya? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.” ujar gadis itu dengan membersihkan cover novel dari debu. “Ngomong-ngomong, terimakasih untuk payungnya kemarin.” Gadis itu berjalan dengan santainya melewati Farrel dan tatapan dari puluhan siswi-siswi yang mengintimidasi.

“Hey! kalo boleh tau, nama mu siapa?” panggil pria itu, menahan langkah kaki gadis yang berjalan membelakanginya dan menoleh menatapnya.

“Amanda Rachel. Panggil saja Rachel..”

****

“Kau baru saja bertemu Farrel?” tanya seorang gadis sebagai sapaan kepada Rachel yang baru saja memasuki kelasnya.

“Farrel? Siapa dia?” tanya gadis itu polos seolah ia memang tidak mengetahui siapa itu Farrel. Dan kenyataanya, ia memang tidak mengenal pria itu sebelumnya.

Page 4: Cerita Pendek

“Astaga, sepertinya kau harus mengenal dunia luar dan tidak terus-terusan membaca novel mu yang seberat barbel itu.” komentar gadis itu yang membuat Rachel mengernyit. “Kau benar-benar tidak tahu Farrel?”

“Tidak. Memangnya dia siapa, sampai-sampai aku harus mengenalnya begitu.”

“Ini..” ucap gadis itu menunjukan ponselnya pada Rachel yang menampilkan foto pria tersebut.

“Oh, dia. Dia menabrak ku dibelokan koridor dua tadi dan dia juga memberiku tumpangan payung kemarin siang. Memangnya kenapa?”

“Astaga Rachel! Kau beruntung sekali!!” seru gadis itu.

“Hei Hei! Apanya yang beruntung? Ngomong-ngomong, kau tahu darimana?”

“Beritanya sudah menyebar. Apapun tentang pria itu, akan secepat kilat menyebar. Aku yakin, kau akan menjadi tenar sebentar lagi.”

“Terdengar seperti kiamat. Artinya, aku tidak bisa lagi berjalan dengan sesuka hati dan membaca novel-novel ini diperpustakaan tanpa pandangan dari mereka-mereka itu.” keluh Rachel sembari menunjuk ke arah gadis-gadis dikelas mereka yang sedang menatapnya dan mungkin juga sudah tau berita itu. Hidupnya benar-benar tidak tenang semenjak beberapa menit yang lalu. Saat bertemu pria itu.

****

 

“Aku dengar kau sedang mengincarnya.” Farrel dikejutkan dengan suara seorang gadis dari belakang yang diketahuinya salah satu dari ribuan wanita yang mengejarnya. Ia menatap gadis itu yang berdiri menyandar ke tembok dan memainkan kuku-kuku lentiknya. Ayanna Mya. Gadis yang entah berapa lama menyukainya tanpa merasa bosan. Gadis itu adalah gadis yang paling mencolok dari yang lainnya karena selalu tertangkap oleh indra pengelihatannya dimanapun dia berada. Mungkin karena gadis itu yang bertahan lama menyukainya.

“Tidak ada hubungannya dengan mu,” Farrel membalikan tubuhnya dan kembali menatap gadis yang tengah duduk sendiri di taman

Page 5: Cerita Pendek

bagian tengah, dibawah pohon yang rindang dan terlihat sejuk. Gadis itu sedang membaca seraya mendengarkan musik dari earphone berwarna putih yang tertaut ditelinganya. Dan ia yakin jika yang dibaca gadis itu adalah novel terjemahan dengan tebal kira-kira lima jari.

“Aku bisa saja membantu mu untuk mendapatkan gadis itu. Mengingat kau tidak pernah merasa tertarik seperti ini terhadap seorang gadis,” tawar Mya yang mendapat tatapan antusias dari Farrel.

“Oke, bagaimana caranya?”

“Tapi tunggu, aku memiliki satu syarat untuk ini. Jika kau menyanggupinya aku akan memberimu bonus dengan memberitahu tentang gadis itu.”

Farrel mengerutkan dahinya dan menatap curiga pada gadis dihadapannya ini. “Syarat? Apa?”

“Setelah kau mendapatkan gadis itu atau membuat gadis itu jatuh cinta pada mu, kau harus meninggalkannya dan bersamaku. Bagaimana?”

Kecurigaannya terhadap gadis itu benar-benar terjadi. Gadis dihadapnnya ini… selalu memiliki cara untuk mendapatkan dirinya. Dan entah apa yang membuat Farrel sama sekali tidak tertarik pada gadis itu. Sekarang yang menjadi masalah, bagaimana jika dia yang jatuh cinta pada gadis itu? Apa yang harus dilakukannya? Mengingkari janji dan tetap bersama gadis itu atau… meninggalkannya dengan menyisakan perasaan cinta yang tak terbalaskan?

“Baiklah, aku setuju. Sekarang beritahu aku tentang gadis itu.” jawab Farrel.

“Dia Amanda Rachel. Pernah menjalani hubungan dengan orang seperti mu. Seorang playboy. Kekasihnya itu juga dingin dan mempesona, sama seperti seorang Adryan Farrelino. Entah apa yang gadis itu berikan pada kekasihnya dan membuat pria itu berhenti menjadi playboy dan bertahan dengannya, hingga suatu saat dimana pria itu dijodohkan dan meninggalkan Rachel. Membuat gadis itu seperti zombie. Bahkan novel terjemahannya itu terlihat tidak menarik untuk sekedar dipeganya. Itu sudah satu tahun yang lalu.” jelas Mya panjang lebar.

***

Page 6: Cerita Pendek

 Keesokan harinya, Farrel merasa bosan dan ingin jalan-jalan ke suatu tempat. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke toko buku. Tanpa disengaja, ia bertemu Rachel di toko buku itu dan mengikutinya.

“Aku tertarik padamu,” ucap Farrel akhirnya setelah sekian lama mengikuti langkah kaki Rachel yang terus berpindah-pindah dari bagian novel hingga buku pengetahuan yang ia yakin tak akan membuat gadis itu berminat untuk membelinya. “Bisakah kau menganggapku ada? Aku bukan hantu.” Rachel hanya diam. Mencoba mencerna kalimat yang baru saja keluar dari bibir pria itu. Sebenarnya, tidak perlu dicerna dalam-dalam seperti itu, ia hanya tidak yakin jika pria yang ditemuinya kurang dari seminggu itu mengatakan ketertarikan padanya.

“Jika kau lupa, ini tempat umum.” Rachel kembali berjalan meninggalkan Farrel. Ia hanya… shock. ”Apa itu bagian dari cara Adryan Farrelino untuk mendapatkan seorang gadis?” Batin gadis itu.

“Jika kau masih tetap mengacuhkan ku, aku akan mengatakannya dengan keras agar semua orang disini mendengar.”

“Oke!” putus gadis itu seraya menghembuskan nafas berat. “Masih ada beberapa buku dan novel yang harus kucari. Jika kau lelah, kau bisa pergi ke café dan tunggu aku disana jika kau mau.”

“Untuk apa aku pergi terlebih dahulu? Lagipula, tempat ini juga menyenangkan.”

“Lebih baik kau pergi saja dulu sebelum gadis-gadis itu menelanku hidup-hidup.” ujar Rachel sembari mengendikan dagunya ke arah remaja putri yang sibuk menatapnya dengan tatapan yang mengintimidasi.

“Seharusnya kau merasa bangga bisa dekat dengan ku seperti ini. Mereka itu iri, kau tahu?”

“Dengar, sejak aku bertemu dengan mu, ah bukan. Sejak kau menabrak ku, hidupku menjadi tidak tenang. Aku jadi tidak bebas membaca novel diperpustakaan karena tatapan-tatapan mereka yang mengerikan itu. Dan berdekatan denganmu malah memperburuk keadaan.” ujar Rachel melengos meninggalkan Farrel.

***

Page 7: Cerita Pendek

 

“Kau belum menjawabnya.” Farrel menarik pergelangan tangan Rachel sebelum ia berhasil masuk ke dalam taksi yang baru saja dihentikan olehnya.

“Menjawab apa?”

“Ketertarikan ku terhadap mu.”

“Kalau kau tidak bodoh, kau pasti tahu jika itu sama sekali bukan pertanyaan dan tidak membutuhkan jawaban. Lepaskan aku!” seru Rachel, mengibaskan tangannya hingga lepas dari cengkraman Farrel. Puluhan pasang mata mulai memperhatikan mereka sekarang. Bahkan beberapa orang yang berniat untuk memasuki pusat perbelanjaan itu malah berdiri dengan manisnya dan menonton aksi kedua manusia itu.

“Tapi aku membutuhkan jawaban darimu.”

“Jawaban apa yang ingin kau dengar dariku, hah?” cecar Rachel tajam. “Aku tidak tahu apa rencanamu melakukan semua ini padaku. Kau mencoba mendekatiku agar aku bisa kau dapatkan, begitu?”

“Apa hidupmu itu selalu dipenuhi oleh prasangka-prasangka buruk, hah? Aku hanya ingin mengenalmu, karena kau adalah gadis yang berbeda dari semua gadis yang pernah kutemui. Aku hanya penasaran pada sosok gadis bernama Amanda Rachel. Apa sulitnya memberi kesempatan untuk orang yang ingin berkenalan denganmu, hah? Apa kau memang orang yang tertutup atau karena image yang selama ini melekat padaku membuat mu tidak memberi kesempatan padaku untuk mengenalmu, hm?”

Rachel berdiri mematung setelah pria dihadapnnya ini mengatakan hal yang sama sekali tidak pernah didengarnya dari pria lain. Oh oke, ini bukan karena tidak ada pria yang mendekatinya. Hanya saja, pria-pria yang ingin mengenalnya tidak pernah mengatakan hal seperti ini.

“Masuklah,” ujar Farrel mendorong tubuh Rachel yang sedikit menegang masuk kedalam taksi yang masih menunggunya.

“Hati-hati.”

Mobil itu melaju dengan pelan. Meniggalkan Farrel yang masih berdiri dan memandang mobil itu hingga terlihat kecil dan akhirnya hilang dari pandangannya. Ia sepertinya tidak sadar akan apa yang baru dikatakannya tadi pada Rachel secara panjang lebar. Seperti sebuah

Page 8: Cerita Pendek

kata hati yang disuarakan. Tidak mengandung kebohongan. Perasaan yang benar-benar murni. Ia bahkan tidak pernah berkata jujur pada wanita manapun. Semuanya hanya rayuan belaka.

***

 

Setelah kejadian itu, Rachel sering dibicarakan oleh siswi-siswi disekolahnya. Banyak juga yang bertanya kepadanya,

“Apakah benar kalo Rachel benar-benar berpacaran dengan Farrel?”

“Apa benar Rachel sedang menjalin hubungan lebih dari sebatas teman dengan Farrel?”

Rachel pun bingung harus menjawab apa, ia hanya bisa terdiam dan membisu mendengar pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sampai akhirnya Farrel mengajak Rachel ke Cafe yang tidak jauh dari sekolah mereka.

“Kenapa mereka selalu menanyakan hal yang sama setiap bertemu dengan mu?” tanya Rachel yang merasa bosan akan pertanyaan yang dilontarkan setiap karyawan dan bahkan sang pemilik café yang bertanya jika ia adalah kekasih Farrel.

“Karena kau gadis pertama yang aku ajak kesini.”

Rachel mengernyit. Tidak mengerti akan jawaban Farrel yang ‘abu-abu’ seperti itu. Farrel dikenal memiliki banyak gadis, jadi terdengar mustahil jika ia tidak pernah mengajak seorang gadis ke tempat ini. “Mereka semua mengenalmu, bukankah itu artinya kau sering kesini?”

“Ya. Tapi, aku tidak pernah membawa satupun gadis kesini. Karena aku merasa disini adalah tempat yang nyaman untuk menghabiskan waktu kosong yang membosankan. Dan kenyamanan adalah hal utama bagiku. Jika aku membawa semua gadis yang pernah dekat denganku ke cafe ini, maka semua gadis yang pernah dekat denganku akan mencariku ke tempat ini. Aku tidak suka privasi ku diganggu,” jelas Farrel seraya menyesap Milkshake nya.

“Lalu, mengapa kau membawa ku ke tempat ini?”

Page 9: Cerita Pendek

“Karena kau membuatku nyaman. Dan aku juga tidak keberatan jika kau mencariku ke tempat ini,” jawab Farrel enteng, sukses membuat Rachel tersedak karena merasa kaget oleh jawaban Farrel yang diluar dugaannya.

“Ngomong-ngomong, kau tadi berkata jika tempat ini juga menjadi tempat menghabiskan waktu kosong yang membosankan. Aku pikir kau tidak pernah merasa bosan, karena waktu mu itu kan selalu dipenuhi oleh gadi-gadis diluar sana,” komentar Rachel.

“Aku juga manusia. Jadi, aku juga merasakan hal yang namanya bosan.”

“Lalu, apa kau tidak pernah bosan menggoda gadis diluar sana terus menerus?”

Pertanyaan yang tepat. Orang-orang terdekat Farrel belum pernah menanyakan hal itu padanya. Dan gadis itu melakukannya untuk yang pertama kalinya.

“Tentu saja bosan.”

“Kenapa kau tidak berhenti saja kalu begitu? Mengingat kelakuanmu itu sering membuat gadis diluar sana patah hati. Apa kau tidak kasihan pada mereka?”

“Bukan aku yang mendekati gadis-gadis itu terlebih dahulu. Harusnya mereka juga tahu jika aku tidak akan menjadikan mereka kekasih untuk jangka wanktu yang panjang. Gadis-gadis itu saja yang bodoh, masih saja mendekatiku.” jawab Farrel, membuat Rachel menatapnya tajam.

“Jika kau lupa, aku ini juga seorang gadis.” protesnya dengan tatapan yang mengerikan. Farrel hanya mengangguk pelan.

“Dan untuk soal bosan, aku baru saja berencana mengakhiri semuanya jika aku berhasil mendapatkanmu. Bukan untuk dipermainkan seperti mereka. Karena Tuhan memberikan sebuah pertemuan yang mentakdirkan ku pada pilihan terakhir untuk hidupku, yaitu kamu.”

***

 

“Dan untuk soal bosan, aku baru saja berencana mengakhiri semuanya jika aku berhasil mendapatkanmu. Bukan untuk dipermainkan seperti

Page 10: Cerita Pendek

mereka. Karena Tuhan memberikan sebuah pertemuan yang mentakdirkan ku pada pilihan terakhir untuk hidupku, yaitu kamu.”

Sudah berapa kali kalimat itu muncul dipikirannya? Entahlah, ia tidak menghitungnya. Adryan Farrelino. Pria itu datang tiba-tiba dan membuatnya berada di situasi yang tidak nyaman. Tapi disisi lain, pria itu, membuatnya merasakan apa yang pernah terjadi di masa lalu, bahagia. Sayangnya, kebahagian itu berakhir dengan kesedihan yang berkepanjangan. Membuatnya merasakan terpuruk pada lubang hitam cinta.

Trauma. Seolah ia masih ingat bagaimana takdir memutuskan sebuah perpisahan untuknya. Ia hanya takut, takut jatuh ke lubang yang sama. Mengalami hal yang pahit untuk kedua kalinya? Ia berharap tidak. Tapi, tak dapat dipungkiri juga olehnya jika sosok masa lalunya masih bertahan mendiami hatinya, bukan untuk waktu yang singkat.

Gadis itu baru saja akan menarik selimutnya sebelum ponselnya berdering, menandakan satu panggilan. Ia mengernyit menatap layar ponselnya yang menampilkan nama pria itu.

“Oh tidak. Tidak lagi,” keluh gadis itu sembari memutar-mutar poselnya, bingung antara menjawab panggilan itu atau mengabaikannya. Rachel menekan tombol merah pada ponselnya, memutuskan untuk tidak menjawab panggilan dari pria itu.

“Angkat panggilanku atau aku datang ke rumah mu!”

Pria itu memang selalu memilki ancaman yang sama sekali tidak bisa dihindari. Tidak mungkin kan, jika pria itu datang kerumahnya? Yang ada ibunya akan mengira jika pria itu adalah kekasihnya.

Rachel menyilangkan kedua kakinya diatas kasur, menunggu panggilan dari Farrel.

“Katakan saja apa maumu,” ujar gadis itu, tepat setelah ia mengangkat panggilannya.

“Tidak usah basa-basi dengan mengatakan aku sedang apa, oke?”

“Ngomong-ngomong, rumah mu bagus juga.”

“Kau sedang dimana, hah?” tanya Rachel waspada.

“Aku didepan rumah mu.”

Page 11: Cerita Pendek

“Aish! Aku menjawab panggilanmu agar kau tidak datang ke rumah ku! cepat pergi!” omel gadis itu pada ponsel yang menguhubungkannya dengan Farrel.

“Keluar atau… aku akan mengetuk pintu rumah mu, hm?”

“Beraninya kau! Tunggu.” Rachel mematikan panggilannya dan segera bangkit dari kasur, menghampiri pria yang sudah menunggu didepan rumah.

***

“Bagaimana kabarmu?” tanya seorang gadis memecah lamunan Rachel. Tidak biasanya gadis itu mengabaikan novelnya yang terbuka begitu saja.

“Buruk. Semalaman Farrel mengajak ku keluar dan aku pikir tubuhku menjadi tidak enak seperti sekarang,” keluh Rachel menutup novel nya dan memasukan benda itu kedalam tas nya.

“Ngomong-ngomong, aku jadi jarang bertemu denganmu semenjak kau dekat dengan Farrel.”

“Sepertinya, kau merindukanku.” cetus Rachel yang mendapat tatapan aneh dari sahabatnya itu.

“Ya. Sedikit.”

“Tentu saja. Kau pasti merindukanku walau hanya sedikit.” goda gadis itu seraya tersenyum.

“Aku pasti akan merindukamu Rachel.” ujar Isel lirih. “Setelah aku pindah.”

“Apa? Kau pindah?” tanya Rachel tak percaya. Waktunya bersama Isel benar-benar tidak ada selain jam pelajaran. Ia selalu bersama Farrel belakangan ini.

“Tapi, kenapa?”

“Kau pasti tahu kan, jika ayah ku seorang Diplomat. Dan tugasnya akan dipindahkan ke China. Tapi, karena sebenatar lagi kita akan lulus dan wisuda, ayah ku mengundurnya hingga aku selesai menimba ilmu disini.”

“Aku juga akan merindukan mu Isel, Jaga dirimu baik-baik.”

Page 12: Cerita Pendek

“Hei hei! Masih ada dua bulan lagi. Tidak usah menasehatiku seperti itu. Kau terlihat tua.” ejek Isel yang sukses membuat Rachel mendaratkan jitakan dikepala gadis itu.

“Ugh, pangeranmu datang.”

Rachel menoleh dan mendapati pria itu tengah berdiri dibelakang. Sial. Bagaimana cara membuat penampilan pria itu buruk, eh? Hanya dengan kaus berwarna biru dan jaket putih yang sederhana saja terlihat menyilaukan. Penampilan pria itu benar-benar berpotensi membutakan mata setiap orang buta yang memandangnya.

“Bisa tidak, kau tidak mengganguku untuk satu hari saja,” dengus gadis itu beralih menatap taman didepannya. Berusaha menjaga matanya sebelum buta karena terlalu lama menatap pria tampan dibelakangnya.

“Hei Isel, boleh aku pinjam sahabatmu?” tanya Farrel membuat Rachel menatap pria itu dengan mata membulat. Bukan karena bingung, tapi, karena pria itu mengetahui namanya. Menjadi gadis yang dikenal pria itu bukan hal mudah, pasalnya ia selalu dikelilingi gadis dan tidak mungkin juga jika Farrel menghafal setiap nama gadis yang menyukai dirinya, apalagi hanya seorang gadis yang menggilai ketampanannya yang diluar batas itu. Dan Isel, termasuk gadis yang beruntung.

“Bawa saja. Lagipula, aku tidak membutuhkannya,” ujar gadis itu enteng dan mendapat tatapan tajam dari Rachel.

“Aku akan menelanmu setelah ini, Isel!”

“Dagingku tidak enak. Kau akan sakit perut setelah memakannya. Sudah sana pergi!”

***

Hari demi hari, Rachel merasa jika Farrel ini benar-benar memiliki perasaan sayang dan cinta kepadanya. Tapi juga tak dapat dibohongi jika ia juga memilki perasaan yang sama dengan Farrel. Mencintai pria itu dengan perasaanya setelah sekian lama menutup diri pada pria lain. Tapi, traumanya akan masa lalu meleleh begitu saja saat Farrel masuk kedalam hidupnya. Menjadi pengganggu

menyebalkan yang ia rindukan. Perasaan seperti itu memang tak terelakkan. Memangnya siapa yang dapat menolak kehadiran cinta? Tidak ada.

Page 13: Cerita Pendek

Sudah lebih dari satu bulan ia mengenal Farrel. Mereka yang awalnya masih terlihat biasa saja dan canggung, kini hal itu sudah terpangkas oleh waktu. Farrel hanya sekali mengatakan jika ia tertarik dengan gadis itu, membuat Rachel berfikir, sebenarnya hubungan mereka itu apa? Farrel selalu memberi perhatian-perhatian kecil yang bahkan tidak terfikirkan oleh Rachel sendiri. Farrel sangat paham akan perasaannya yang mendalam pada Rachel dari awal pertemuan mereka di halte. Ia bahkan rela meninggalkan mantan pacarnya saat sedang makan disebuah café dan membawa payung mantannya itu untuk menghampiri Rachel.

***

“Kau mau apa?” tanya Farrel pada Rachel.

“Milkshake strawberry.”

Farrel mengangguk dan segera memesan satu milkshake strawberry dan Americano. Lonceng dibagian atas pintu café itu berbunyi, menandakan ada seseorang yang masuk. Rachel menolehkan kepalanya ke arah pintu itu dan terperanjat saat melihat pria yang mengenakan jubah dengan sentuhan modern sepanjang lutut berwarna hitam serta celana dan kaus yang dikenakan pria itu juga berwarna sama. Untuk waktu yang lama, pandangan mereka saling bertemu. Menemukan kisah masing-masing dimata mereka berdua.

“Rachel, mereka bilang….” Farrel menggantungkan kalimatnya saat melihat pemandangan didepannya. Dimana Rachel yang saling bertatap-tatapan dengan seorang pria yang pantas dikatakan tampan. “Tidak memilki milkshake strawberry.” lanjutnya yang langsung mengalihkan gadis itu, menatapnya.

“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya pria itu canggung.

“Kau menanyakan kabarku sekarang atau… satu tahun lalu?” gadis itu bertanya balik, membuat pria dihadapannya seolah terlihat merasa bersalah. “Seperti biasa. Aku selalu baik-baik saja,” ujar gadis itu, memamerkan senyum terpaksanya pada pria itu.

“Rafly Alfachri” ucapnya memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya, berniat berjabat dengan Farrel yang dengan baik disambut pria itu.

“Adryan Farrelino” balas Farrel ramah.

Page 14: Cerita Pendek

“Senang bertemu denganmu,” ujar pria itu.

“Aku berharap kita tidak akan bertemu denganmu disituasi seperti ini,” ujarnya mengakhiri pertemuan itu dan membalikan tubuhnya dan pergi meninggalkan café itu.

“Dia…”

“Aku tahu.” sela Farrel sebelum Rachel berhasil mengatakan siapa sebenarnya pria yang tadi bertemu dengan mereka.

“Masa lalumu?”

***

Keesokan harinya di sekolah, Rachel melangkah dengan cepat. Mencoba mencari sosok Farrel dikeramaian. Tidak sulit, ia hanya perlu menemukan teman-teman Farrel dan dia akan ada disana. Ia mulai tidak peduli dengan tatapan mahasiswa yang seolah menatapnya seperti orang gila, berlarian tanpa memandang jalan dan celingukan tidak jelas, ditambah raut wajah Rachel yang sangat khawatir. Takut jika ia tidak menemukan sosok . Takut akan kebenaran jika Farrel benar-benar meninggalkannya.

Rachel mulai lelah. Ia frustasi. Beberapa butiran bening mulai jatuh dari pelupuk matanya dan mebasahi pipinya. Ia… tidak berhasil menemukan Farrel dimana-mana, bahkan dibagian pelosok sekolah.

Kau tidak pergi. Ya, aku pasti bisa menemukanmu. Batin gadis itu yakin.

“Rachel!” panggil seorang gadis yang berlari mendekatinya. Gadis itu membungkuk dan memegang lututnya, menarik nafas dan mendongak menatap Rachel yang sudah berhasil mengahapus airmata dipipinya.

“Kau menangis?” tanya Isel, menatap tajam mata sahabatnya itu. Isel bisa melihatnya, ada sisa airmata di ekor mata gadis itu. Rachel menggeleng pelan dan tersenyum miris.

“Kau sudah mendengar kabarnya?”

“Apa?” tanya Rachel lirih.

“Kau benar-benar tidak mengetahuinya?” tanya Rachel sekali lagi untuk memastikan. Gadis itu lagi-lagi hanya mengangguk pelan. “Farrel… dia meninggalkan sekolah ini dan pindah ke China.”

Page 15: Cerita Pendek

Jantung gadis itu mencelos. Lututnya mendadak lemas dan tidak dapat menopang tubuh gadis itu dengan benar. Tubuhnya menjadi gemetar. Ini kenyataan dan… sangat pahit. Dugaanya semalam memang benar. Farrel akan meninggalkannya.

BRUK!!

Tubuh beserta novel gadis itu merosot ke lantai. Lagi, air matanya keluar dengan mudahnya. Sebenarnya, ia sama sekali bukan tipe gadis yang mudah menangis. Hanya saja, jika sudah menyangkut orang-orang yang dicintainya, air mata itu seolah dapat mengalir begitu saja.

Ia tidak peduli lagi dengan pandangan mahasisiwa maupun mahasisiwi yang hilir mudik menatapnya aneh. Biarkan mereka berkata jika ia gila, karena kenyataanya ia memang gila. Ia hancur. Ia hanya merasa hidup sendiri dan ingin meluapkan semua perasaanya saat ini. Bibirnya terlalu kelu untuk mengumpat tentang Farrel, bahkan sepatah kata pun tak dapat diucapnya.

Isel berjongkok didepan Rachel, meraih tangan Rachel dan menyeka air mata yang jatuh. Farrel… tidak sejahat yang ada didalam bayangannya. Farrel sangat jahat. Tega meninggalkan sahabatnya yang ia ketahui jika Rachel sudah menaruh hatinya pada Farrel. Dan Farrel, dia membawanya pergi. Entah akan kembali atau tidak. Kini, gadis dihadapannya, hidup ‘tanpa’ hati.

“Menangislah jika itu memang bisa membuatmu lebih lega.”

Air mata yang terus menetes semakin mengaburkan pandangan Rachel. Hingga tidak menyadari jika ada seorang gadis dibalik tembok yang sedang mengamatinya. Ayanna Mya. Tersenyum bak seorang pemenang.

“Jadi, ini caramu untuk membuatnya hancur, Farrel.” Rachel berujar pada diri sendiri dengan nada yang sinis.

***

Rachel mencoba membuka matanya yang terasa sangat rapat. Mungkin karena semalaman ia menangis. Ia bangkit dari kasunya dengan enggan. Berjalan ke arah meja makan, duduk dikursinya dan tidak melakukan apapun untuk waktu yang cukup lama. Buliran bening itu kembali jatuh, menetesi pipinya dipagi hari. Dengan gerakan pelan, ia menyeka air mata itu dan meraih beberapa roti beserta

Page 16: Cerita Pendek

selai strawberry. Gadis itu memasukan roti tersebut dengan gerakan yang sangat pelan dan kaku kedalam mulutnya.

Rachel berjalan kembali ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya diatas kasur. Menatap kosong ke arah atas, lalu matanya kembali mengeluarkan cairan lagi. air mata itu tidak bisa lagi dikontrolnya. Seolah matanya itu rusak.

Farrel tidak tahu betapa hancur dirinya sekarang. Atau bahkan, tidak ingin tahu? Pria itu pernah mengatakan jika tidak ingin merasakan kehancuran karena ditinggalkan olehnya. Tapi sekarang apa? Pria itu yang meninggalkannya. Menjadikannya seperti orang gila. Hancur tak bersisa.

“Farrel..” isaknya pelan.

Dua kali ia mengalami hal seperti ini. Membuatnya terlihat bodoh karena jatuh pada lubang yang sama. Seperti ini kah takdir mempermainkannya? Membuatnya jatuh lalu bangkit dan kemudian dihempaskan sekeras mungkin hingga jatuh lagi dan hancur. Seharusnya, ia memang tidak perlu mengenal pria lain dan jatuh hati lagi.

Semua sudah berlalu, ia juga tidak dapat memutar waktu kembali ke awal. Dimana ia masih bisa tersenyum dengan tulus, tidak merasakan sakit hati. Tidak membuat ia memilki kenangan pahit soal cinta.

Rachel pun bangkit dan merosot ke bawah sebelum kakinya berhasil melangkah. Ia menekuk kakinya dan membenamkan kepalanya disana. Isakan gadis itu semakin hebat, bahunya naik turun dengan begitu kencang. Ia mendongak, menyeka air matannya dengan kasar dan menatap tajam ke arah langit.

“AKU MEMBENCIMU FARREL!!” teriaknya, berhasil meluapkan perasaanya dua hari belakangan. Tapi semua itu tidak dengan cepatnya membuat Rachel kembali pada Rachel yang dulu. Semua butuh proses. Dan tidak mungkin jika gadis itu tidak meneteskan air matanya lagi.

“Farrel…”

***

Rachel berdiri dengan gugup dipelataran gedung yang akan dijadikan acara wisuda hari ini. Ia menunggu seseorang, yang kedatangannya

Page 17: Cerita Pendek

sangat diharapkan olehnya. Acara akan dimulai tiga puluh menit lagi dan ia tidak yakin bisa memulainya tanpa pria itu.

“Rachel, acaranya akan segera dimulai. Kau tidak masuk?” tanya pria paruh baya dengan suara beratnya, membuat Rachel tersadar dan menoleh ke sumber suara.

“Sebentar lagi, ayah. Aku sedang menunggu seseorang.” jawab gadis itu sopan dan tersenyum. Budiman, ayah Rachel membenarkan dasinya dan menepuk bahu putrinya.

“Ayah menunggumu lima belas menit, sayang.” Budiman berlalu meninggalkan putrinya yang masih bertahan disana.

Lima belas menit telah berlalu dan ia harus masuk, sesuai dengan ucapan ayahnya. Ia melangkah masuk dengan berat hati dan menunggu acaranya dimulai. Kepala sekolah dan beberapa guru mulai menyampaikan beberapa patah kata, termasuk ayahnya yang menjadi pemilik yayasan disekolah ini. Rachel memperhatikannya, namun tidak sepenuhnya. Ia masih berharap pria itu akan datang.

“Ngomong-ngomong, satu bulan lagi kau akan wisuda, ya?”

“Kau tidak memintaku untuk datang?”

“Tidak usah ku minta, kau juga akan datang.”

“Benar.”

Rachel kembali mengingat ucapan Farrel. Tanpa diminta, pria itu akan datang. Dia tidak perlu khawatir lagi. Dia akan datang. Yah, dia akan datang. Rachel baru mengingat jika sudah satu bulan Farrel pergi meninggalkannya tanpa memberi kabar. Apa pria itu baik-baik saja? Apa dia masih senang memepermainkan wanita? Apa pria itu merindukannya? Semua itu hanya akan menjadi pertanyaan terpendam saja. Tidak akan pernah terlontar dari bibir Rachel jika Farrel tidak ada dalam jangkauan matanya. Satu bulan, tidak benar-benar membuatnya kembali seperti dahulu. Ia masih sering melamun dan air matanya masih sering menetes jika mengingat pria itu. Ia sendiri bahkan berani menjamin jika ia tidak akan baik-baik saja tanpa pria itu.

“Aku disini,” ujar pria itu membuat Rachel seolah melayang ke langit ketujuh. Ia senang, bisa mendengar suara pria itu lagi. “Bukankah aku

Page 18: Cerita Pendek

sudah berjanji akan datang ke acara wisuda mu? Aku sudah disini, Rachel.”

Kenapa pengaruhnya se-dahsyat ini? Ia bahkan nyaris tidak bisa bernafas setelah mendengar suara pria itu lagi. Untuk jangka waktu yang lama tidak mendengar suara merdu itu dan kemuadian suara itu kembali mengisi gendang telinganya. Jika saja ia punya sayap, mungkin ia sudah terbang tanpa kendali memutari aula yang besar nan megah ini.

Rachel hanya terdiam. Tak sanggup berkata walau hanya satu abjad. Ia berusah menormalkan detak jantunganya dan semua kinerja oragn tubuhnya dulu saat ini. Semua terasa mati, berfikir jernih pun tidak bisa.

“Farrel” panggil Rachel, membuat Farrel menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

“Ini nyata. Kau tidak sedang bermimpi,” katanya meyakinkan Rachel dan meraih tangan gadis itu untuk menyentuh wajahnya. Rachel tersenyum dan meneteskan air mata haru nya. Dalam nada yang bergetar, Rachel bergumam…

“Kau… kembali.”

Farrel mengangguk pelan dan memejamkan matanya, merasakan sentuhan gadis itu yang dirindukannya.

“Aku akan selalu kembali kerumahku. Bagaimana bisa aku pergi meninggalkanmu jika jantung ini pun berdetak untukmu”

“Rachel, apa kau ingin tahu sesuatu?” tanya Farrel mengundang rasa penasaran Farrel.

“Apa itu?”

“Ada seorang pria yang sedang bersama seorang gadisnya, mereka saling bertatapan.”

Farrel merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak yang berisi cincin. Lalu, pria itu mengambil cincin tersebut dan menyematkannya di jari gadis itu dan mengatakan….”

Farrel menggantungkan kalimatnya saat ia berhasil menyematkan cincin ke jari telunjuk Rachel.

Page 19: Cerita Pendek

“Aku mencintaimu. Dari semua kekurangan dan setiap bagian terkecil yang ada pada dirimu.”

Rachel tersenyum. Ia tahu, kali ini Farrel tidak sedang bercanda. Dia serius. Dan ia juga tidak bisa membohongi perasaanya untuk mengatakan ‘tidak’, ia akan mengatakan ‘ya’ tanpa ada keraguan. Ia menaruh tangannya diatas pungggung tangan Farrel, menatap serius Farrel dengan mata yang berbinar bahagia.

“Aku juga mencintaimu. Dengan caraku yang mengikatmu dan menjadikanmu milikku untuk waktu sekarang, esok dan selamanya. Dan bagaimanapun keadaanya.”

*****

 

 

***