cerita pendek by adam zuyyinal

49
1| neodv8.blogspot.com Cerita Pendek Sumber: neodv8.blogspot.com

Upload: adam-zuyyinal

Post on 09-Aug-2015

79 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

1 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

CeritaPendek

Sumber: neodv8.blogspot.com

Page 2: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

2 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.

Berkat limpahan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas

saya. Dalam penyusunan Cerita pendek saya telah berusaha

semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan saya. Namun

sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan

kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa.

Kami menyadari tanpa arahan dari guru pembimbing serta

masukan – masukan dari berbagai pihak tidak mungkin kami bisa

menyelesaikan tugas ini. Cerita pendek ini dibuat sedemikian

rupa semata-mata untuk membangkitkan kembali minat baca

siswa/i dan sebagai motivasi dalam berkarya khususnya karya

tulis. Untuk itu penulis hanya bisa menyampaikan ucapan terima

kasih kepada semua pihak yang terlibat, sehingga kami bisa

menyelesaikan cerita pendek ini.

Demikian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Pangkal Pinang,29 April 2015

Page 3: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

3 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Daftar Isi

Cover ------------------------------------------------------1Kata Pengantar------------------------------------------2Daftar Isi----------------------------------------------------------------3

Cerita Pendek:1 .Agonia Senja( Novieta Tourisia) ----------------------4

2. Ajak Aku Melihat Kunang-Kunang(Mustafa Ismail)--7

3. AKU DATANG MEMENUHI PANGGILAN-MU(Eddy D. Iskandar)----13

4. Atheis(M. Dawam Rahardjo)----------------------------------16

5. BAWAH REMBULAN (F. Moses)--------------------------------- 20

6.Bohonglah Sekali Lagi(Yustine Pravitasmara Dewi)-----23

7. Cerita Perempuan(Yonathan Rahardjo)-------------------26

8. COKELAT VALENTINE(Ni Komang Ariani)--------------29

9. Dendam Darah Revolusi(Restoe Prawironegoro Ibrahim)------32

10. Duel Dua Bajingan(Fahrudin Nasrulloh)------------------34

11. Gerhana Mata(Djenar Maesa Ayu)-----------------39

12. KUCING TETANGGA (Thamrin, TI)-------------------41

13. Si Pemabuk itu Bertobat (Isbedy Stiawan ZS)-----------44

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 4: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

4 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Suara MerdekaMinggu, 16 Maret 2008

Agonia SenjaCerpen: Novieta Tourisia

KAMI melanggar peraturan. Seharusnya batas waktu penggunaan kolam renang apartemenadalah pukul delapan, namun lewat dari dua jam yang ditentukan kami justru barumenceburkan diri ke dalam kolam. Saya katakan padanya bahwa saya tidak bisa berenang,saya takut air dan takut tenggelam. Karena itu ia menuntun saya dari sisi depan. Gerakannyasangat tenang, terlihat jelas ia sedang berusaha menciptakan keberanian pada diri saya untukmelenyapkan segala macam ketakutan yang ada.

Namun di pertengahan kolam, saya menghilang. Menyelam dengan bebas pada kedalamandua koma lima meter hingga membuatnya kesal bukan kepalang. Sudah capek-capekmenuntun sampai tiga puluh meter jauhnya, ternyata yang dituntun mahir berenang, bahkanmenyelam hingga nyaris menyentuh dasar kolam. Maka ia menantang saya menyelam dalamkolam renang berukuran olimpiade ini bolak-balik tanpa jeda, dan menerima tantangannyatanpa berpikir dua kali.

***

IA tidak menyadari, saya tak sedikit pun berusaha memenangkan perlombaan ini. Saya terlalumenikmati air kolam yang hangat beradu dengan dingin menusuknya sang bayu. Sayamengayun kedua tangan dan kaki seirama dengan roda waktu, seolah saya diciptakan sebagaimakhluk air bernama penyu bermata sayu.

Ketika ia telah jauh mendahului saya, tiba-tiba saya berhenti. Sesuatu yang hilang sepertimenyeret saya ke belakang serupa jalinan memento, membuat penasaran akan rasanyakematian. Semakin penasaran karena degup jantung tak juga menemukan titik pemberhentian.Saya tak berkedip hingga tiga puluh detik pertama, menanti. Setelahnya menutup masing-masing kelopak mata perlahan, masih menanti. Saya segera mengerti bagaimana rasanyaberada di tengah palung menuju alam bawah sadar. Saya dapat mencium aroma kematian:serupa wangi sedap malam yang membusuk, sebagai pengiring dayang-dayang langitberlentera kelam. Saya kesurupan, dirasuki setan malam nan pendiam.

Seperti tersadar akan pemberhentian yang tidak wajar, ia menyelam ke arah saya lantasmenarik lekas-lekas tubuh yang nyaris tak menyisakan kehidupan ini. Ia mengangkat lalumerebahkan saya di atas gazebo pinggir kolam berkelambu sutra abu-abu. Bertanya: apa,kenapa, bagaimana, atas nama apa. Apa dan apa dan apa dan hanya ada apa. Tidak apa-apa,jawab saya. Ia diam tetapi saya tahu ia bicara, tidak melalui kata-kata yang lahir dari suara.

Semilir angin semakin merengkuh saya jauh dari realita menuju kedamaian imitasi. Pelukan taklagi terasa hangat, malah kelewat panas seperti hendak melebur saya untuk dijadikan santapantengah malam. Akan tetapi dan terus-terusan hanya ada tetapi, saya ingin, ingin, dan semakiningin dipeluk oleh ia tanpa harus dilepaskan, tanpa harus lagi-lagi kedinginan. Demi Tuhan.Keinginan saya untuk dipeluk semakin menjadi-jadi, semakin tak tertahankan, semakin sulitdilawan. Dan demi setan saya malah hanya bisa diam, bungkam, bahkan tak mampuberdeham.

Mungkin dingin bisa saja membuat saya ngilu, tapi tak seharusnya menjadikan saya bisu.Sekarang saya benar-benar sekarat. Rasanya mau mampus saja buru-buru, tanpa harusdihibahkan kelu seperti itu. Kenapa, kenapa, kenapa, saya bertanya. Tidak akan terjadi apa-apa, semoga saja, saya meyakinkan diri, dan mencari doa.

Doa. Datanglah melalui tarian angin mahagemulai. Bisikkan mantra penyuci jiwa lewat telingadan biarkan ia meranggas di jantung nan rapuh ini tanpa perlu dilukai. Kan kunikmati sayatdemi sayat pada permukaannya hingga ruh dan raga sama-sama terkulai. Datang, datanglah,walau tengah malam ini saja. Beri kesempatan agar hati ini mendorong mulut untukmelayangkan suara kepadanya atas nama rasa. Izinkan diri menyampaikan keinginan untukdipeluk oleh ia, sang pelindung nan setia melagukan kasih penidur, sebagai penawar rasa sakitakan ketidakabadian. Ajarkan jiwa ini menerima segala yang sepatutnya diterima, meski lewatsebait doa.

***

Page 5: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

5 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

SAYA yakin Dia di Atas sana mendengar dan mewujudkan permohonan saya akan kirimansurga bernama doa. Sebab kengiluan tak lagi ada, digantikan bara hangat yang berembuslewat napasnya pada mulut saya. Ia melukis lengkung lidah mesra di dalamnya, sembaridihantui kepanikan akan degup jantung saya yang meski tak lagi ngilu namun semakinmelemah dan memberi getaran kecil seolah memohon ampun untuk segera diakhiri. Jantungsaya berbicara, mewakili pita suara yang sungguh tak sanggup melahirkan kata. Detik itu pulasaya percaya, segalanya akan mati sia-sia sekali pun cinta sebagai peran utama. Saya tahu,keabadian selalu tamat secara berkala dan sudah semestinya saya siap digantung koma.

Sepertinya saya memang sengaja disiksa; tak diizinkan hidup secara utuh, mati pun perlusertifikasi. Terlebih karena seumur hidup dapat dihitung dengan jari seberapa sering sayaberdoa demi kebaikan. Ingatan hilang dihantam sunyi. Nyeri membebat kepala hinggameruntuhkan kapabilitas memori. Nyeri itu turut mengendap di setiap persendian, membuatsaya terbujur kaku. Saya mati rasa, namun berada di ambang ketidaksadaran justrumenguatkan saya untuk tetap bertahan, meski kekuatan itu terletak pada titik tengahkelemahan. Mungkin ini yang dinamakan fase kematian. Sakit yang menegarkan, perih yangmembebaskan. Seperti dibuai akan panorama duniawi ketika naik gondola raksasa yangputarannya senantiasa mendebarkan.

Ia yang saya cintai masih terus berusaha menciptakan keajaiban, menjemput kehidupan agarkembali menyulut ruh saya yang perlahan memadam. Saya merasa kalut, sebab ruh saya takmau hidup kembali untuk mencicipi manis cinta yang justru perih di dada karena ketulusannyatak akan mampu terbayarkan oleh saya, manusia pesakitan dengan berjuta obsesi akankematian. Saya yakin ia akan bahagia justru tanpa saya, tanpa halusinasi saya yangberlebihan, dan tanpa harus dibuat tersiksa karenanya.

Tersirat dalam benak yang mulai redup ini untuk menghisap cintanya terlebih dulu sampaihabis, sampai ia tak sudi lagi memberi satu keping di antaranya, sampai ia muak denganperasaannya sendiri, sampai akhirnya tidak memedulikan saya bersama jasad kaku ini di sini.Namun rasanya percuma. Sebab hingga detik ini ia tak putus-putus mentransfer doa dalam lirihbisikan melalui telinga saya sembari mengatakan agar tetap bertahan menguatkan diri dansenantiasa menyadari bahwa ia selalu berada di sisi saya.

***

SAYA memang digantung koma, namun bukan berarti tak lagi tersisa air mata. Tetesan itumenyeruak keluar dari lingkar mata serupa guratan pada cabang pepohonan. Saya menangisbukan untuknya, melainkan diri sendiri. Jika harus saya hitung satu demi satu pengkhianatanyang telah saya lakukan di belakangnya tanpa pernah sekali pun ia ketahui hingga hari ini, akanada lebih dari sepuluh nama yang tertera di dalamnya, lebih dari sepuluh cerita yang nantinyaterbaca, dan lebih dari sepuluh hati yang tercabik dan meluka, bagian yang tersulit untuk diobatidengan penawar apa pun kecuali hati itu sendiri.

Saya pengkhianat, tapi saya mencintainya. Mencintainya tanpa mengharap balasan namunpada kenyataannya cinta saya kepadanya kalah telak oleh cinta yang ia berikan kepada saya.Tak akan pernah mampu saya mengimbangi perasaannya yang sudah berada di puncak darisegala tingkat. Saya pengkhianat, tapi saya tak pernah meninggalkannya. Ada magnet yangmenarik saya dan kutub-kutubnya memompa lembut jantung hati ini untuk terus berdegupsetiap kali saya bersamanya. Saya pengkhianat, tapi saya takut dikhianati. Mungkin karena itutak henti-hentinya saya menyiksa diri dengan berkhianat ke sana kemari, menikmati perih lukapada jiwa-jiwa yang dikhianati, mengais habis kebahagiaan mereka. Saya pengkhianat, tapipada akhirnya saya tak mendapatkan apa-apa. Saya kehilangan hampir segalanya, dan bukantak mungkin segera kehilangan ia juga.

Seharusnya saya lekas mengakhiri hidup ketika masih menyelam tadi dan menjauh darijangkauannya agar ia tak bisa menarik saya ke daratan yang alih-alih malah membuat sayatersiksa seperti ini. Atau seharusnya saya tak pernah berkhianat kepada siapa pun, sehinggatak perlu ada balasan semacam ini. Atau seharusnya ia tak mencintai saya lebih dari cinta yangsaya berikan, sebab kini jurang perbedaan kadarnya terlihat kian membesar. Selalu ada''seharusnya''. Seharusnya selalu ada.

Saya sempat mengira astana dasamuka mengirimkan musikalisasi dari gending lembah ngaraisebagai lagu pengiring kematian saya, namun suara samar-samar itu terdengar semakin jelasdan bukan gending lembah ngarai yang mendamaikan, melainkan sirine ambulans putihdengan lampu merah nyalang di atasnya. Ruh saya marah. Ia menghujat orang-orang yangberkerumun di sini dan menganggap saya sebagai tontonan cuma-cuma. Ia mengamuk padadayang-dayang langit berlentera kelam yang tak datang membawanya ke astana dasamuka

Page 6: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

6 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

untuk dibunuh dan dilahirkan kembali. Ia mencabik jantung saya yang degupnya tak jugaberhenti sedari tadi.

Saya ingin merengkuhnya ke dalam jasad ini kembali, agar kami menyatu lagi dan kelakmembenahi segala sesuatu yang telah kami hancurkan hingga porak poranda. Namun ia taksudi dan malah berteriak lantang tepat mengena di ulu hati saya. Ia tahu, jika ia kembali bersatudengan jasad ini, saya hanya akan menyiksanya perlahan-lahan dengan menjadi makhlukTuhan yang terpuji. Tidak akan ada lagi pengkhianatan dan dusta yang kelak melahirkan dosa.Adapun ia terlahir sebagai pendosa sejati. Dosa adalah sumber kehidupannya. Ia akanmengupayakan segalanya untuk bisa memenangkan peperangan dengan jasad saya yangmenginginkan kebaikan dan membutuhkan penyucian diri, karenanya saya pasti akan kalah. Disinilah kali terakhir saya diberi kesempatan untuk memberdayakan akal pikiran sebagaimanusia. Saya diberikan pilihan: berperang dengan ruh sendiri selama jasad ini menopangnyakembali demi pembersihan jiwa, atau mengizinkan ruh itu mendapatkan kehendaknya untukterlepas dari jasad saya selamanya.

Akhirnya pilihan saya jatuh pada pilihan kedua. Sebab walau bagaimana pun, saya pasti kalahdan ia selalu menang. Jika saya terus-terusan berperang dengannya tanpa ada titik temu dibibir pintu, saya yakin, ketika suatu saat nanti kesalahan kami terulang kembali, jasad ini telahmembusuk bahkan sebelum saya menyadarinya. Saya tak ingin itu terjadi. Saya juga sadar, ruhini telah berusaha membebaskan diri dari saya sekian lama, namun saya tak pernah peduli,sebab saya mencintai lelaki itu, dan untuk mencintai seorang manusia dengan ruh dan jasadyang saling melengkapi, saya harus tetap hidup dan tidak boleh mati.

Saya terharu bahwa pada detik-detik menjelang babak akhir kehidupan ini, masih ada hati yangmencintai saya, yang tidak semata-mata menginginkan saya, meski ia tak berhasil menolongsaya. Air mata tak lagi berupa cairan, ia telah menyatu dengan angin, sehingga kekasih sayatak tahu betapa pedih yang saya rasakan saat harus meninggalkannya, sebelum saya sempatmengatakan maaf dan mengecup kelopak bibirnya untuk terakhir kalinya.

***

SAYA pasrah. Ruh saya menari-nari gemulai, menyeringai lebar dengan lidah api yang terjulurdari mulutnya. Ia akan dilahirkan kembali nun jauh di sana, di astana dasamuka. Sementarajasad yang selama ini menjadi topangannya, tempat saya merelakan tubuh ini berkhianat kesana kemari pada tubuh-tubuh yang juga pengkhianat oleh sebab hasrat ruh yang melewatibatas, harus rela juga ketika pada akhirnya hanya akan berakhir di kotak kayu pengap danpanjangnya pas-pasan yang dinamakan peti mati.***

Catatan:

agonia: rasa sakit yang amat sangat

Jumat, 01 Februari 2008

11:55 WIB

Page 7: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

7 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Suara PembaruanMinggu, 10 Februari 2008

Ajak Aku Melihat Kunang-KunangCerpen: Mustafa Ismail

Lelaki itu membuka komputer, lalu mengaktifkan Yahoo! Messenger. Ia meneliti satu persatunama-nama di sana. Beberapa temannya sedang online. Tapi lebih banyak tidak. Sudah sore,pikirnya, teman-teman yang biasa mengaktifkan YM di kantor, sudah mulai pulang. Rus inginmenyapa beberapa teman yang tinggalnya terpisah-pisah di berbagai kota dan luar negeri.

Tak hanya nama-nama, ia juga memperhatikan kata-kata yang diletakkan di depan nama-namaitu, yang seringkali menjadi cermin apa yang sedang dirasakan atau dilakukan teman-temannya.“Sedang keluar”, “Bos yang manis”, “Menunggu musim duren”, “Bete deh…”, “Kamuketahuan….” dan sebagainya. Ia memperhatikan satu persatu, sambil senyum-senyum melihat“catatan status online” itu.

Matanya kemudian tertumbuk pada nama lain: Mawar. Ia menulis “status onlinenya” dengansangat puitis: “Ajak aku melihat kunang-kunang.” Ah, ia langsung tersugesti untuk menyapaMawar. Sudah lama ia tidak bertemu perempuan hitam manis dengan rambut sebahu dan lesungpipit itu.

Dulu, Rus itu satu kantor dengan Mawar. Mereka sangat dekat. Tapi pelan-pelan kedekatan ituberjarak. Seseorang kemudian sering menjemput Mawar. Ia tidak mengenal lelaki itu. Mawarselalu mengelak menceritakan tentang dia. Ia hanya berkata: “Itu sepupuku. Kantornya dekatsini, makanya sambil pulang ia mampir menjemputku.”

Rus pun tidak bertanya lebih jauh. Tapi suatu kali, Mawar mengajak Rus bertemu di sebuah kafe.Meski satu kantor, mereka pergi sendiri-sendiri ke kafe yang biasa mereka kunjungi itu. Itudilakukan agar teman-teman kantor tidak tahu mereka dekat.

Rus tidak ingin terlihat sebagai lelaki yang mengingkari keluarga. Mawar pun tidak ingin tampaksebagai gadis yang dekat dengan suami orang. Jadi di kantor, tak seorang pun yang tahuhubungan khusus mereka. Ketika di kantor, mereka berlaku sebagaimana layaknya rekan-rekankerja lainnya. Rus kepala bagian personalia, dan Mawar adalah staf di bagian keuangan.

Pengakuan di kafe itu sungguh mengejutkan. “Aku mau menikah, Mas,” katanya.

Rus terdiam sesaat. Matanya memandang Mawar tanpa berkedip. Mawar tersenyum. Tapi bukansenyum yang biasa dilihat Rus. Senyum ini agak getir. Ia seperti merasa menyesal telahmengatakan sesuatu kepada Rus. “Maafkan aku, Mas. Aku tahu, Mas sangat mencintai keluargaMas.”

“Ya. Sebetulnya akulah yang salah karena telah mengagumimu dan mengharapkanku terus dekatdenganku.” Suara Rus sangat pelan. Mawar menatap lelaki di depannya itu dengan mata takberkedip. Mereka saling tatap. Tapi pelan-pelan Mawar menunduk, dan beberapa tetes beningmengalir di pipinya.

“Maafkan aku Mas. Aku juga mengagumi dan mengharapkan Mas selalu dekat denganku,tapi…..”

“Ya, aku paham.” Rus berusaha tenang. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannyaperlahan. “Siapakah lelaki itu?”

“Mas pasti sudah tahu.”

“Lelaki yang sering menjemputmu?”

“Dia bukan lelaki yang cocok denganku. Kami terpaksa berpisah beberapa bulan lalu.”

“Lalu siapa?”

Page 8: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

8 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

“Safar.”

“Safar Yoga?”

Rus segera terbayang seorang lelaki tinggi kurus hitam manis yang dulu mejanya di kantor persisdi sebelah Rus, ketika awal-awal bekerja di kantor itu. Tapi setahun bekerja, Safar pindah keperusahaan lain. Kudengar, terakhir ia menjadi kepala bagian penjualan pada sebuah perusahaanritel.

“Dia tetanggaku, Mas.”

“Safar cerita banyak tentangku?”

Mawar tersenyum.

“Ia bercerita bahwa ketika sama-sama mahasiswa ia berhasil merebut Santi dariku?”

Mawar menggeleng.

“Atau ia bercerita suatu kali kami berantam di kampus karena ia menggoda Nova, pacarku?”

Mawar juga menggeleng.

“Atau dia cerita bahwa aku dan dia lama tidak ngobrol karena masalah perempuan. Bahkanketika satu kantor pun kami jarang bertegur sapa meski meja kami bersebelahan?”

“Tidak. Ia tidak menceritakan apa yang Mas ungkapkan. Ia memang tahu kedekatan kita, tapi iatidak mengatakan apa-apa. Justru ia merasa tidak enak ketika aku dekat dengannya. Ia takut Mastersinggung. Tapi aku berhasil meyakinkannya bahwa Mas orang terpelajar dan sangat mencintaikeluarga Mas. Mas tidak mungkin mencintai lebih dari satu perempuan.”

Rus terdiam. Agak lama. Lalu, ia melirik arloji, dan buru-buru ia mengatakan: “Sudah malam.Kita harus pulang. Aku akan mengantarmu.”

“Tidak usah, Mas. Aku naik taksi saja.”

Mereka beranjak. Rus berjalan ke arah tempat parkir. Mawar berhenti di teras gedung. Tak lama,sebuah mobil minibus silver lewat dan berhenti di sana. Seseorang melongok dari dalam mobildan berbicara dengan Mawar. Lalu Mawar pun naik.

Dari jauh, Rus tertunduk diam. Ia tak langsung ke tempat parkir tadi, tapi berdiri di sebuah sudutmemperhatikan Mawar. Ia bisa melihat jelas lelaki yang memberhentikan mobilnya di depanMawar dan mengajaknya pergi. Dia adalah Safar. Ia tidak mengerti mengapa Safar selalumenang dalam soal perempuan.

Dua bulan kemudian, Rus menerima surat pengunduran diri Mawar. “Aku mau pulang ke Yogya,Mas. Mengurus usaha orangtua,” katanya.

“Bagaimana dengan Safar?”

“Dia sementara di Jakarta, tapi nanti setelah menikah ia juga akan ikut mengurusi usahaorangtuaku.”

“Aku hanya berharap kamu bahagia.” Suara Rus pelan, dan menatanya menatap Mawar dalam-dalam.

“Terima kasih, Mas. Saya berharap kita bisa menjadi saudara.”

Rus mengangguk. “Ya, kamu saudaraku.” Ia ingin mencium dan merangkul Mawar karenabegitu terharu, tapi ia mengurungkan niat itu. Ia juga berusaha menahan tetes air mata, meskipunmatanya terasa berkedap-kedip dan agak panas.

Sementara Mawar buru-buru pamit dan membiarkan Rus terdiam di kursi memandang tubuhnya

Page 9: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

9 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

hilang di balik pintu. Yang sempat ia dengar hanya sebuah isak kecil yang ditahan.

*

Ini pertama kali Mawar online di Yahoo Messenger, setelah setahun kepindahannya ke Yogya,dan mereka tidak saling sapa. Yang membikin penasaran ia muncul dengan kalimat yangsungguh puitis: ajak aku melihat kunang-kunang. Ia tak sabar untuk menyapanya. Rus pun mulaimengetik pesannya, bertukar kata dengan Mawar.

Rus: Mawar, aku ingin mengajakmu melihat kunang-kunang. Berdiri dari jendela di lantaisebelas kantor kita dulu, dan melihat ke gelap malam. Di situ beribu-ribu kunang-kunangmembentuk lautan cahaya, saling-silang dan meluncur-naik.

Rus: Atau berdirilah di tengah sawah atau kebun ketika matahari telah terbenam. cahaya-cahayaitu bagai tetes salju yang meliuk-liuk seperti camar-camar di pantai.

Mawar: Wah….

Mawar: Sayangnya udah menelusuri penjuru Yogya dan belum juga menemukannya, Mas.

Rus: Masa sih?

Rus: Atau pejamkan mata…

Rus: Bayangkan seribu kunang-kunang meliuk-liuk di rambutmu, terbang ke sana kemari, sepertimelompat dari ranting ke ranting. Lalu, bayangkan dirimu ada di sebuah gurun, dengan rumput-rumput hijau, dan sebatang pohon di belakangmu. Lalu seribu kunang-kunang menyerbu daripohon itu, hinggap di pucuk-pucuk rumput itu, dan membentuk gurun cahaya.

Mawar: Kok serem Mas, hihi…

Mawar: Satu kunang-kunang sudah cukup kok, hehe.

Rus: Bukannya lautan cahaya itu indah.

Mawar: Setitik cahaya yang bisa dimiliki dan digenggam erat lebih indah daripada lautan cahayayang mudah sirna…

Rus: Jika terus merawatnya, gurun cahaya tidak akan sirna.

Rus: Dan bayangkan seribu kunang-kunang itu kemudian membentuk satu kunang-kunang abadiyang terus terbang meliuk-liuk di rambutmu.

Mawar: Haha.

Rus: Mawar serius ingin melihat kunang-kunang?

Mawar: Iya, hehe.

Rus: Bayangkan ini…..

Rus: Seseorang datang dari jauh, menyapamu, kemudian menjelma kunang-kunang yang selaluberkedap-kedip setelah matahari terbenam. Ia selalu membuat jalanmu begitu terang berderang.

Rus: Bayangkan juga jika ada seribu kunang-kunang yang kemudian menyatu menjadi satukunang-kunang. Betapa terangnya jalanmu.

Mawar: Ya, sungguh indah Mas.

Rus: Mawar, coba ceritakan apa yang kamu lakukan jika kunang-kunang datang padamu.

Mawar: Melihat saja sudah cukup puas mas. Aku tak ingin memiliki karena justru akanmelukainya

Page 10: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

10 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Rus: Tidak ingin kunang-kunang itu selalu bersamamu?

Mawar: Tidak.. Tapi pengen dia ada pas aku ingin melihatnya. Tak perlu harus terus bersama.Kebersamaan yang terus menerus dipaksakan seringkali menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.

Rus: Apakah kunang-kunangmu telah terbang jauh?

Mawar: Belum pernah merasa memiliki satu kunang-kunang pun, Mas. Jadi masih terus mencari,kunang-kunang yang mau setia hadir saat aku pengen melihatnya. Yang cahayanya takkanpernah pudar.

Mawar: makluk kecil lemah namun mampu memberikan cahayanya untuk menerangi.

Rus: Sungguh mengharukan.

Rus: Jika aku punya kunang-kunang, aku akan segera mengirim satu untukmu

Mawar: Mau mas…Tapi jangan sampai melukainya ya.

Mawar: Untuk apa dimiliki dan dinikmati tapi dia terluka.

Rus: Mawar benar.

Rus: Tapi lebih baik memiliki sambil terus merawatnya agar tidak terluka.

Rus: Pernahkah pada satu hari dulu, mawar takjub pada kunang-kunang? Atau mawar punyakenangan bersama kunang- kunang?

Mawar: Dulu di kebun di rumahku banyak kunang-kunang mas.

Mawar: Tiap malam…

Mawar: Sering aku sama adikku, berdua menggelar tikar di halaman rumah, menikmati kunang-kunang. Kami seringkali menangkapi mereka dan menaruh dalam botol.

Mawar: Sayang sekarang sudah tak ada lagi kunang-kunang.

Mawar: Mereka pergi seiring pergerakan usiaku menjadi dewasa.

Mawar: Betul, ada banyak yang bisa kita miliki dan kita rawat.

Mawar: Tapi kunang-kunang sepertinya tercipta hanya untuk dilihat.

Mawar: Tak akan ada yang bisa memiliki dan merawat.

Rus: Rumah Mawar di Yogya?

Rus: Sekarang masih ada kebun itu?

Mawar: Rumahku di Karanganyar, Solo.

Mawar: Kebunnya masih ada, tapi kunang-kunangnya menghilang. Dulu juga banyak burungjalak dan kutilang, tiap kali panen padi harus “ngoyak-oyak” para makhluk itu. Tapi sekarangsudah tak ada semua.

Rus: Mengapa kunang-kunang itu hilang?

Rus: Burung jalak dan kutilang bagaimana?

Mawar: Sawah-sawahnya sudah jadi perumahan, mas.

Mawar: Sawah yang tersisa sudah pakai pestisida semua.

Page 11: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

11 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Rus: Wah.

Ia tidak sempat melanjutkan percakapan itu, karena tiba-tiba status Mawar sign off alias offline.Rus menunggu Mawar online kembali. Boleh jadi, ada sesuatu gangguan yang menyebabkanpercakapan itu terputus. Ia terus memelotoi komputer. Semenit, dua menit, lima menit, hinggasetengah jam, Mawar tak juga sign in kembali.

Rus jadi gelisah. Mungkinkah listrik tiba-tiba mati, atau mungkin baterai laptopnya drop. Iamengambil telepon genggam dan mengetikkan sms kepada Mawar. Tapi, sms itu tak terkirim. Iamakin gelisah, apa yang sesungguhnya terjadi.

Tapi Rus tidak hendak beranjak dari komputer. Meski sudah hampir magrib, dan sebagiantemannya sudah meninggalkan kantor, ia masih tetap menunggu. Siapa tahu sebentar lagi Mawaronline kembali atau sms yang dikirimkannya masuk ke telepon genggam Mawar.

Benar, selepas magrib, Mawar online kembali. Ia langsung menyapa.

Rus: Kok tadi off tiba-tiba.

Mawar: Iya nih, laptopku tiba-tiba hang, tidak jalan.

Rus: Ya sudah, nggak apa-apa.

Rus: Oh ya, sudah punya momongan?

Mawar : Momongan apa? Aku belum kawin Mas.

Rus: Safar?

Mawar: Aku sudah melupakannya. Mungkin ia juga sudah melupakan aku.

Rus terdiam sejenak. Ia tidak tahu harus menuliskan apa di “box dialog” yahoo messenger. Tiba-tiba perasaannya jadi tidak menentu. Rupanya sifat Safar yang gonta-ganti perempuan belumberakhir, sehingga sampai sekarang ia belum menikah. Tapi mengapa itu juga dilakukanterhadap Mawar. Mawar terlalu baik untuk disakiti.

Mawar: Mas…..

Rus : Iya

Mawar: Kok diam sih?

Rus: Nggak. Sebentar, ada telepon masuk.

Rus berusaha berbohong. Ia tidak ingin pikirannya tertebak.

Rus: Mawar….

Mawar: Iya Mas

Rus: Aku ingin menjadi kunang-kunang untukmu.

Mawar: Mas sudah cukup lama menjadi kunang-kunangku.

Rus: Tak mudah melupakanmu.

Mawar: Aku juga setengah mati untuk berhenti memikirkan Mas, berusaha untuk menjauh dariMas. Sampai kemudian aku terpaksa pindah ke Yogya, karena tak kuat terus bertemu denganMas.

Rus: Mengapa harus menjauhiku?

Page 12: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

12 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Mawar: Mas sudah tahu jawabannya.

Rus: Tapi, tidak bolehkah aku kembali menjadi kunang-kunang untukmu. Atau, paling tidak,biarkan aku mengajakmu melihat kunang-kunang.

Baru saja pesan itu terkirim, status Mawar kembali sign off. Pembicaraan terputus. Rus tidaktahu, apakah Mawar sempat membaca pesan terakhirnya itu. Tapi, sungguh, ia ingin sekalimengajak Mawar melihat kunang-kunang, berdiri dari lantai sebelas kantornya, atau di sebuahtaman pada senja yang temaram.

Rus tidak beranjak dari komputer. Ia menunggu Mawar online kembali. Kali ini, denganperasaan sungguh berdebar-debar. ***

Page 13: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

13 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Sabtu, 08 Desember 2007

AKU DATANG MEMENUHI PANGGILAN-MUCerpen: Eddy D. Iskandar

LABBAIK Allahumma labbaik, labbaika la syarikalaka labbaik. Innal hamda wanni`mata laka walmulka, la syarikalak...

Talbiyah itu terus berkumandang memenuhi ruangan. Aku mendengarnya begitu mencekam,mendebarkan, membuatku terpana. Ada sesuatu yang membuatku terguncang. Jutaan suaraitu menggema. Entah dari mana. Padahal di dalam ruangan tak ada siapa-siapa, kecuali aku,sendiri.

Tiba-tiba seperti ada yang menggiringku untuk melangkah. Aku tak tahu pasti apakah akuberjalan di atas tanah, atau di udara. Yang kurasakan tubuhku begitu ringan, seakan melayang-layang. Lalu aku tiba di suatu tempat, entah di mana. Di hadapanku sudah berdiri seseorangberpakaian putih-putih, menyambutku dengan kedua lengannya yang merentang lebar-lebar.

Sesaat aku tertegun. Aku sangat mengenal wajah itu. Wajah tua renta, dengan tubuh bungkuk,yang biasa berdiri di pertigaan sebuah kompleks perumahan. Ia selalu menadahkan topianyaman yang sudah kusam. Setiap aku lewat, kumasukkan uang seribu, kadangkala dua ribuatau lima ribu ke dalam topi itu. Dan ia selalu membalasnya dengan doa yang itu-itu juga. "Ooo,terima kasih, Den. Terima kasih. Semoga rezekinya banyak, jadi haji yang mabrur?."

Aku tak tahu pasti, apakah doa itu diucapkannya juga kepada yang lain, atau hanya khususkepadaku saja. Yang pasti, aku tak pernah melihat ada orang lain, ketika ia berada di tempatitu. Atau aku tak pernah melihat ada orang lain yang memberi uang kepada dia.

Mengapa aku begitu terikat secara emosional kepada dia, aku juga tak tahu. Aku selalu merasaiba melihat wajah dan keadaan tubuhnya yang renta.

Kadangkala aku memergoki dia sedang makan di tepi jalan, di bawah rimbun pohon, sambilmenyembunyikan wajahnya ke dalam topinya. Bahkan sekali waktu, aku pernah melihat diasedang shalat dzuhur di tepi jalan, di atas sajadah yang bersih.

Sempat terpikir, ingin menghampiri dan bertanya lebih jauh tentang dia, tapi selalu urung danurung lagi. Ah, untuk apa, bukankah ia sama saja seperti peminta-minta yang lainnya. Padahal,jauh dalam lubuk hatiku, ada sesuatu yang membuatku penasaran. Begitu banyak pengemis dijalanan, tapi aku merasakan ada sesuatu yang lain jika memerhatikannya.

Dan lelaki tua itu sekarang ada di hadapanku. Wajahnya seolah memancarkan cahaya. Begitubersih. Berseri.

Ia menyuruhku mebersihkan tubuh, lalu memberiku kain putih, sama seperti yangdikenakannya.

Ia mengajakku salat tengah malam, salat tahajud.

Ia membacakan doa dalam bahasa Arab, tapi aku seperti mendengarkan artinya dalam bahasaIndonesia.

"Ya, Allah karuniakanlah haji yang mabrur, sai yang diterima, dosa yang diampuni, amal salehyang diterima, dan usaha yang tidak akan mengalami rugi. Wahai Tuhan Yang MahaMengetahui apa-apa yang terkandung dalam hati sanubari. Keluarkanlah aku dari kegelapan kecahaya yang terang benderang. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala hal yangmendatangkan rakhmat-Mu dan keteguhan ampunan-Mu, selamat dari segala dosa danmendapat berbagai kebaikan, beruntung memperoleh surga, terhindar dari siksa neraka.Tuhanku, puaskanlah aku dengan anugerah yang telah Engkau berikan, berkatilah untukku atassemua yang Engkau anugerahkan kepadaku dan gantilah apa-apa yang gaib dari pandangankudengan kebajikan dari-Mu. Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan diakhirat dan hindarkanlah kami dari siksa neraka."

Usai berdoa, ia menangis sesenggukan. Lalu aku pun terbawa ke dalam keharuan yang tulusitu, keharuan yang ikhlas itu, keharuan yang mengalir begitu saja, dalam tangis yang menderas.

Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Pada saat kedua telapak tanganku terbuka,ia tak ada lagi di hadapanku. Aku berteriak memanggilnya. Tapi suaraku seakan menembusruang hening.

Page 14: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

14 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Lalu aku terbangun. Duduk termangu di tepi ranjang. Melihat ke arah jam dinding. Pukul tigadinihari.

"Tahajud…," aku mendengar bisikan itu, bisikan yang membuatku bergerak menuju ke kamarmandi untuk berwudu.

Ini adalah tahajudku yang pertama kali.

**PUKUL tujuh pagi, baru saja aku mau berangkat ke kantor, seorang lelaki muda berpakaianrapi, datang kepadaku.

"Maaf, Pak. Saya disuruh pimpinan saya untuk menemui Bapak," kata lelaki itu."Ada urusan apa? Siapa pimpinan Bapak?" tanyaku terheran-heran."Saya dilarang menyebutkan namanya. Pokoknya, Bapak diminta menemuinya jam satu siang.Ini alamat kantornya."

Aku tertegun. Membaca kantor perusahaannya, ia seorang pengusaha sukses. Tapi siapanamanya? Apa urusannya denganku? Mengapa merahasiakan namanya? Dari mana pula iamengenalku?

Aku masih termangu, ketika lelaki itu mengingatkan.

"Jangan lupa pukul satu siang. Pimpinan saya sangat sibuk, tapi ia sengaja meluangkan waktuuntuk bertemu dengan Bapak."

Meskipun dalam keadaan bingung, aku menganggukkan kepala.

Pukul satu siang aku sudah tiba di kantornya. Aku disuruh menunggu di ruangan kerjanya yangluas dan sejuk. Begitu aku disuruh untuk masuk, ia seperti sengaja tak mau langsung bertatapmuka. Aku menunggu selama lima menit.

Orang itu muncul dari arah lain. Tinggi tegap. Gagah. Tampan. Ia menghampiriku sambiltersenyum. Begitu berhadapan, aku terperangah.

"Masih ingat aku?" tanyanya."Alfarizi," gumamku."Ya, ya, aku Alfa. Syukurlah kau masih ingat aku."

Lalu kami berpelukan.

Alfarizi, dia teman sekolahku waktu di SMA. Anak tukang becak. Ia sering menunggak iuransekolah, karena orang tuanya memang miskin. Tapi semangat belajarnya tinggi. Pintar. Cerdas.Aku sering membantu, membayar iuran sekolah, atau membelikan buku pelajaran. Kadangkala,aku berbohong kepada ibuku, pura-pura meminta uang untuk keperluan sekolah, padahal untukkepentingan Alfarizi.

Ketika kami lulus SMA, aku pindah ke kota lain. Kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi. Kami tidaksempat bertemu lagi. Bahkan aku mengira, ia tak meneruskan sekolah, mungkin kerja, jadiburuh pabrik.

Dan kini, setelah tiga puluh lima tahun berpisah, ia sudah jadi orang yang sukses. Pimpinansebuah perusahaan besar. Aku tak ingin banyak bertanya tentang kesuksesannya, sebab akupercaya pada satu hal tentang Alfarizi; ia pintar, cerdas, ulet, dan pantang menyerah.Ibadahnya juga kuat.

Ia baru dua Minggu ditugaskan memimpin perusahaan di kota ini. Ia bilang, ia ingat dulu akupindah ke kota ini. Lalu ia mencari-cari alamatku. Hingga menemukannya berikut tempatkubekerja.

Kami bercerita panjang lebar, sampai akhirnya ia bilang....

"Aku banyak berhutang budi padamu. Aku bisa begini, salah satunya karena andil kebaikanmusewaktu di SMA. Aku selalu berharap suatu ketika aku bisa bertemu denganmu, ingin sekaliaku membalas kebaikanmu."

Page 15: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

15 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Nggak perlu diingat-ingat, aku ikhlas kok. Aku nggak mengharapkan balasan. Bahkan aku ikutbangga, karena kau jadi orang yang sukses," kataku, benar-benar tulus.

"Begini saja. Kalau ada kesulitan, bilang saja padaku, sebagaimana aku dulu, jika ada kesulitandalam urusan membayar uang sekolah, selalu mengemukakannya padamu."

Aku terharu sekali mendengar ucapannya itu. Memang banyak keperluan yang belumterpenuhi, tapi aku selalu bersyukur sebab bisa mengatasi segala kebutuhan rumah tangga,termasuk biaya untuk sekolah anak-anakku. Tapi aku tak mau mengemukakan hal itu. Akuhanya bisa mengucapkan, "Terima kasih."

Ia memandangku, lalu mengusap pundakku.

"Yang ini jangan kau tolak. Tahun ini aku ingin menunaikan ibadah haji bersama istriku, dan akuberharap kau dan istrimu juga ikut bersama. Semua biaya biar aku yang menanggungnya."

Aku tertegun. Ini benar-benar di luar dugaan.Subhanallah.... Alangkah bagianya istriku bila mendengar berita ini!Tiba-tiba saja aku ingat mimpi itu.Labbaik Allahumma labbaik!. Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah!

**PULANG kantor, pukul lima sore, mobilku dihentikan oleh beberapa orang yang sedangberkerumun di tepi jalan. Aneh, begitu banyak mobil yang lewat, tapi mereka malahmenghentikan mobilku.

Salah seorang menuntunku ke halaman sebuah rumah kosong. Ia meminta tolong agar akumembawa seseorang ke rumah sakit.

Aku melihat seorang lelaki tua tergeletak di atas sajadah.

Ya, Allah! Lelaki tua itu. Pengemis itu. Dia yang datang dalam mimpiku. Dia yang selalumenyampaikan do`a, agar aku banyak rezeki dan jadi haji yang mabrur.

Aku menghampirinya. Innalillahi wa inna ilaihi roji`uunn. Ia sudah meninggal. Dan semuaterheran-heran menyaksikan aku menitikkan air mata.

"Aku melihat kedamaian dalam penderitaanmu. Aku menemukan cahaya di wajahmu. Semogaengkau jadi ahli surga," bisik hatiku. ***

Bandung, 2007

Media Indonesia

Page 16: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

16 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Minggu, 02 September 2007

AtheisCerpen: M. Dawam Rahardjo

KAKAK kami Suparman kini tinggal di Jakarta menjelang masa pensiun. Tapi ia tidak terikat.Karena ia mengelola sebuah perusahaan konsultan sendiri, dengan karyawan sekitar 50 orang. Iaadalah seorang arsitek lulusan ITB. Setelah lulus, ia melamar sebagai arsitek di sebuahperusahaan. Setelah mendapatkan pengalaman, ia mendirikan perusahaan sendiri bersamabeberapa orang kawannya. Usahanya ini boleh dikatakan maju, berkat kegiatan pembangunan diIbu Kota.

Kakak kami itu ialah saudara tertua dalam keluarga kami yang tinggal di sebuah desa bernamaJatiwarno di Wonogiri. Sekitar 30 kilometer dari Kota Solo. Daerah tempat tinggal kami itudikenal kering. Dulu sering kali menjadi berita di koran karena kelaparan. Di zaman kolonialpernah terjadi busung lapar. Kini Wonogiri tidak lagi kering seperti dulu karena di situ dibangunwaduk Gajah Mungkur. Sekarang sudah ada ladang-ladang ubi kayu dan jagung selain sawahpadi. Waduk ini juga menjadi pusat pariwisata yang dikunjungi terutama oleh orang-orang Solo.Keluarga kami, keluarga Parto Sentono lebih populer dipanggil Kiai Parto adalah sebuahkeluarga yang religius. Ayah kami itu adalah seorang petani yang juga berperan sebagai ulamalokal karena ia adalah santri lulusan Mamba'ul Ulum dan tinggal di pesantren Jamsaren. Jadi iapernah berguru kepada KH Abu Amar, Ulama Solo yang masyhur itu. Itulah sebabnya Kiai Partomengirim kami, anak-anaknya, ke pesantren sebagai lembaga pendidikan.

Mas Parman sebagai anak tertua dikirim ke Gontor Ponorogo yang jaraknya tidak jauh dari desakami. Kakak saya yang kedua Muhammad Ikhsan dipondokkan ke Pesantren Pabelan di bawahpimpinan Kiai Haji Hamam Ja'far. Saya sendiri sebagai anak ketiga cukup bersekolah diMadrasah Al-Islam, Honggowongso, Solo. Jadi saya punya dua orang adik. Yang pertama,dikirim ke Tebu Ireng, sedangkan adik saya yang paling bontot disuruh belajar ke madrasahMu'alimat Muhammadiyah, Yogyakarta.

Walaupun semuanya berlatar belakang pendidikan pesantren, kami semua mempunyai profesiyang berbeda-beda, misalnya Mas Parman menjadi seorang arsitek, sedangkan saya sendirimenjadi petani jagung dan ubi kayu meneruskan pekerjaan bapak. Karena itulah, saya adalahanak yang paling dekat dengan keluarga dan menyelenggarakan pertemuan halalbihalal setiaptahun dengan keluarga.

Bapak merasa sangat bangga anaknya bisa masuk ke pondok modern Gontor. Mas Parmansendiri juga merasa mantap berguru dengan Kiai Zarkasi dan Kiai Sahal. Di masa sekolah dasar,kami semua dididik langsung oleh bapak kami. Mas Parman ternyata berhasil menjadi seorangsantri yang cerdas. Bapak sangat berharap kelak Mas Parman menjadi seorang ulama modern.Bapak memang tidak mengikuti perkembangan anaknya itu sehingga ia merasa terkejut ketikapada suatu hari ia berkunjung ke Gontor, anaknya itu ternyata sudah tidak lagi bersekolah di situ.Namun sebentar kemudian, ia mendengar di mana anaknya berada. Ternyata Mas Parman yangpandai matematika itu ikut ujian SMP negeri dan lulus dengan nilai yang sangat baik. Iakemudian melamar untuk bersekolah di Solo dan diterima di SMA 2 atau SMA B yang terletakdi Banjar Sari. Sekolahnya itu berdekatan dengan SMA 1 jurusan sastra budaya. Sehingga iabanyak bergaul dengan pelajar-pelajar sastra. Walaupun belajar ilmu eksakta, Mas Parmanternyata punya bakat seni. Ia bisa melukis dan membuat puisi. Ia ikut di klub sastra remaja yaitusastra remaja Harian Nasional di Yogya. Bapak tidak bertanya banyak kepada anak sulungnyaitu. Walaupun ia merasa sangat kecewa dan agak marah karena Mas Parman telah mengambilkeputusan besar tanpa berkonsultasi dengan Bapak dulu. Saya mewakili keluarga menanyakanperihal keputusannya itu kepada Mas Parman. "Mas, kenapa tidak minta izin bapak dulu ketikaMas keluar dari Gontor?," tanyaku pada suatu hari.

"Kalau aku bilang dulu pada bapak, pasti tidak dikasih izin," jawabnya.

"Kenapa pula Mas berani mengambil keputusan besar itu?" tanyaku lagi. "Aku ternyata tidakbetah tinggal di pondok. Aku merasa pesantren ini adalah sebuah masyarakat buatan. Kamihidup menyendiri, dilarang bergaul dengan penduduk desa. Kami di pondok menganggap dirisebagai keluarga ndoro," jawabnya lagi.

"Itu kan karena kepentingan para santri sendiri supaya tidak terkontaminasi oleh pengaruh luar,"

Page 17: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

17 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

jelas saya.

"Tapi hidup kan menjadi artifisial, santri hanya diajar sesuatu yang baik tapi tidak mengetahuidunia nyata yang tidak terlalu bersih. Malah banyak kotornya."

"Kalau hanya itu alasannya, mengapa Mas tetap mengambil keputusan?" tanya saya.

"Terus terang saja, aku sendiri jenuh dan bosan hidup di pondok. Aku memahami jika sebagiansantri melakukan homo bahkan mencuri-curi bergaul dengan perempuan di luar pondok."

"Nah, itulah akibatnya kalau para santri tidak disiplin."

"Pokoknya aku bosan, yang lebih mendasar lagi aku tidak bisa menerima pelajaran-pelajaranagama. Kupikir pendidikan semacam itu tidak berguna, karena tidak membekali santri untuk bisahidup dalam realitas yang sering keras itu di luar dunia pesantren. Jadi apa gunanya aku bersusahpayah mencapai kelulusan. Itulah maka aku mengambil keputusan untuk pindah sekolah."

"Mas Ikhsan ternyata senang nyantri di Pabelan," ujar saya.

"O... Pabelan itu beda dengan Gontor, Kiainya juga alumni Gontor, tapi ia bisa berbeda denganGontor. Santri Pabelan bebas bergaul bahkan diharuskan. Kiai Hamam bisa menerima saran dariLP3ES untuk menyelenggarakan program lingkungan hidup. Pesantren bahkan menyediakan airbersih yang diolah dari kali Pabelan untuk penduduk desa. Kiai Hamam juga membuatpemandian umum desa. Sehingga santri-santrinya bisa bergaul dengan penduduk desa setiap pagisore sambil mandi bersama."

Mas Parman kemudian melanjutkan perubahan di dalam hidupnya. "Har, aku inginmemberitahukan padamu, perubahan pola hidupku di Solo. Aku sekarang sudah tidakmenjalankan salat, juga puasa Ramadan," katanya jujur.

"Mas, apakah ini tidak terlalu jauh? Ibu bapak pasti akan marah besar sama Mas," jawab saya.

"Ya jangan dilaporkan ke ibu bapak, tapi ceritakan saja apa adanya kepada Mas Ikhsan,barangkali ia bisa menerima dengan kepala dingin." Saya kemudian berpisah dengan MasParman dan melaksanakan wasiatnya. Tidak henti-hentinya saya berpikir dan merenung,sehingga memberatkan pikiran saya. Sebagai adik kandung, saya menyayangkan keputusan danlangkah radikal Mas Parman. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa sehingga hanya bisa menerimadengan sedih yang menjadi unek-unek terus-menerus. Sebab, saya pun juga ingin jawabanterhadap masalah-masalah yang ditimbulkan keputusan kakak saya itu. Saya khawatir sikapnyaitu akan memengaruhi kakak dan adikku yang lainnya sehingga unek-unek itu saya sampaikankepada Mas Ikhsan. Ia juga tampak terkejut tapi hanya terdiam saja tanpa reaksi. Karena itu akuminta kepada Mas Ikhsan untuk bertemu sendiri dengan Mas Parman.

Akhirnya, pada suatu hari, Mas Ikhsan menyempatkan diri untuk bertemu langsung dengan MasParman di Solo. Ia tinggal di daerah Manahan. Berikut ini adalah laporan Mas Ikhsan kepadakudari hasil pertemuannya dengan Mas Parman. "Aku diajak Mas Parman pada suatu malam disuatu warung hik yang masyhur dengan jualan wedang ronde dan makanan tradisional Surakarta.Mas Parman memang romantis. Dia tidak ragu mengajakku menikmati suasana Solo di waktumalam yang dirasakan rakyat jelata. Terkesan olehku bahwa ia memang merakyat hidupnya.Karena setiap kali kami berbincang-bincang, selalu saja ada orang yang menyapa. Ada juga parapengemis dan gelandangan. Di warung hik itulah aku mencoba secara tenang menanyakanbanyak hal kepada Mas Parman.

"Mas, aku sudah mendengar semua cerita mengenai dirimu dari adik kita, Haryono, terus terangsaja aku terkejut. Timbul seribu satu pertanyaan dalam pikiranku, aku masih seorang santri yangbaik dan terus bercita-cita menjadi ulama pemikir modern. Sebagai adik, aku tidak bisamemahami sikapmu. Bahkan aku tidak percaya dengan cerita Haryono, aku juga sudah tanyakepada Haryono bagaimana pandangannya. Tapi ia tidak banyak memberi penjelasan sehinggaaku harus langsung bertemu denganmu. Mohon jangan tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan dan komentarku. Aku bahkan ingin belajar kepada Mas, yang memiliki sebuahpengalaman dramatis."

"O... boleh saja, jadi aku sekarang sudah tidak menjalankan kewajibanku sebagai seorang

Page 18: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

18 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

muslim."

"Kalau begitu, Mas telah murtad?" tanyaku.

"Ya, sebelum hukuman murtad dijatuhkan kepadaku, aku lebih baik keluar saja dulu dari Islam.Sekarang siapa pun juga tidak berhak menghakimiku."

"O... begitu, aku pun tidak akan menghakimimu. Cuma aku ingin bertanya apakah Mas telahmeninggalkan seluruh akidah Islam?" tanyaku ingin tahu.

"Ya, aku sekarang seorang atheis, aku sudah tidak percaya kepada Tuhan."

"Lalu status Mas sekarang sebagai apa?" tanyaku.

"Aku sudah menjadi humanis. Aku bercita-cita ingin menjadi pemikir bebas."

"Untuk menjadi orang seperti itu kan tidak perlu meninggalkan akidah. Islam memberikebebasan."

"Ya aku tahu, aku hanya ingin mengatakan bahwa selama di Gontor aku tidak pernahmemperoleh penjelasan yang memuaskan mengenai Tuhan. Dan mengapa orang harus percayakepada Tuhan. Aku ingin bebas dari belenggu akal dan aku harus bisa mendasarkan perilakukuberdasarkan rasionalitas. Tidak dibelenggu iman dan syariat. Sekarang ini aku merasakan dirikumenjadi orang bebas, tanpa belenggu. Ketika menjadi orang Islam aku merasa terjatuh ke dalambelenggu. Sekarang ini aku merasa mengalami pencerahan."

"Mas kan tahu bahwa Islam itu mengajarkan perbuatan baik berdasarkan iman. Jadi manusiamemerlukan Tuhan untuk bisa berbuat baik."

"Inilah yang saya tidak setujui dalam Islam. Seperti kamu tahu sendiri, perbuatan baik itu tidakdiakui Tuhan jika tidak didasarkan kepada iman. Mengapa harus begitu. Buddha Gautamamengajarkan perbuatan-perbuatan baik tanpa mensyaratkan iman kepada-Nya. Demikian pulaKonghucu. Aku suka dengan dua agama yang kita sebut sebagai agama bumi itu. Aku inginmenjadi orang baik tanpa iman. Kalau mendengar keteranganmu itu terkesan olehku bahwaTuhan itu adalah ciptaan manusia sendiri, bukannya sebaliknya."

"Astaghfirullahal'adzim."

"Dalam kenyataannya, agama itu hanyalah candu yang membius dan membuat lupa terhadapkesengsaraan dan penindasan yang menimpa mereka."

"Berlindung aku dari bisikan semacam itu."

"Sorry ya, jangan anggap aku sesat. Semuanya itu sudah kupikirkan dan kurenungkan dalam-dalam. Pokoknya aku ingin bebas menjadi humanis."

"Tapi aku yakin bahwa Islam akan membawaku ke sana, tapi sampean punya pendapat yang laindan aku ingin belajar darimu sebagai seorang kakak tertua."

"Kamu tidak perlu jawaban verbal dariku. Lihat saja perbuatanku. Bukankah agamamumengajarkan bahwa Tuhan itu akan bisa ditemui dengan perbuatan baik di dunia ini."

"Kalau gitu, Mas masih percaya kepada Tuhan."

"Tidak! Aku tidak bisa percaya pada adanya Tuhan. Aku hanya ingin berbuat baik kepadasesama manusia berdasarkan alasan-alasan yang rasional saja."

"Wah, menurutku manusia yang percaya kepada Tuhan itu tentu akan terdorong untuk berbuatbaik, karena itu apa salahnya kita percaya akan adanya Tuhan."

"Ya terserah. Cuma saya tidak mau percaya kepada Tuhan yang diciptakan manusia. Tuhanbegini, sama saja dengan dewa-dewa Hindu maupun Yunani."

Page 19: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

19 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Begitulah Mas Ikhsan menceritakan kembali dialognya. "Lalu bagaimana tanggapan dansikapmu?"

"Lakumdinukum waliyadin, biar dia percaya apa yang ia percayai dan kita percaya apa yang kitapercayai."

"Lalu bagaimana pandanganmu mengenai kakak kita itu?"

"Aku tidak menganggap dia orang sesat. Ia hanya memilih suatu jalan hidup. Dalam hatiku, akupercaya bahwa Mas Suparman itu sebetulnya percaya kepada Tuhan. Cuma dia tidak maumerumuskan apa Tuhan itu. Bukankah agama kita mengajarkan bahwa apa pun yang kitapikirkan mengenai Tuhan, itu bukan Tuhan. Jadi Tuhan itu diimani saja, tidak perludirasionalkan. Walaupun teori-teori mengenai Tuhan boleh saja dikemukakan. Biar dia tidakpercaya kepada Tuhan, asalkan ia berbuat baik dan melaksanakan ajaran Islam menurut ukuran-ukuran kita. Tidak perlu kita mensyaratkan iman kepadanya."

Mas Suparman yang kini sudah menjelang masa pensiun itu sekitar enam puluh lima tahunannampaknya, paling tidak menurut kesan saya, telah mencapai apa yang ia cita-citakanberdasarkan kebebasan yang ia yakini. Saya berpendapat bahwa pada dasarnya, kakak kami itumasih seorang muslim yang baik. Hidupnya sesuai dengan sepuluh wasiat Tuhan yangdidendangkan Iin dan Jaka Bimbo.

Pertama aku masih percaya bahwa ia masih punya iman dalam lubuk hatinya yang paling dalam.Seperti kata Jalaludin Rumi dan Al Halaj, ia pada akhirnya akan memperoleh pengertian Tuhanyang sebetulnya melekat pada dirinya sendiri jika ia masih tetap bisa menjalankan hidup yangbenar berarti Allah masih membimbingnya. Cuma, dia tidak tahu dan tidak mengaku. Malah sayaberpendapat bahwa sikap Mas Parman itulah yang mencerminkan Tauhid yang semurni-murninya. Wallahu'alam. Kedua, ia berbuat baik kepada ibu bapaknya, ia tidak pernah maumenyakiti kedua orang tuanya. Harus kami akui bahwa di antara kami, Mas Parmanlah yangpaling banyak membantu orang tua kami. Ketiga, ia bisa menjaga harta anak-anak yatim, yaituadik-adiknya, ia tidak mau mengambil bagian warisannya. Ia serahkan semuanya kepada kita.Mas Parman juga membuat yayasan yang menampung anak-anak yatim. Tutur katanya tidakpernah menyakiti orang lain, ia selalu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan tercela.***

Lampung Post

Page 20: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

20 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Minggu, 23 Desember 2007

BAWAH REMBULANCerpen: F. Moses

AWALNYA aku takut. Lama-lama jadi terbiasa. Hidup bersama orang-orang masa lalu di kotaini. Tanpa siang. Semua waktu adalah malam. Kadang hadir sebuah rembulan di langit.Membuatku senantiasa merasa sunyi walaupun sebenarnya aku suka sekali melihat rembulan.Malam rembulan.

Seorang penduduk, salah satu dari orang-orang masa lalu, pernah berkata padaku, kalausebenarnya mereka letih untuk kembali bekerja ketika siang hari. Karena itulah merekaberkeputusan membakar siang. Membakar matahari.

Memang sudah lama aku mendengar kala waktu?yang katanya tanpa siang di kota ini. Siangsudah tak ada lagi. Siang telah menjadi malam. Kadang mereka juga kerap berpetuah padapendatang yang kebingungan kerena menetap di kota yang selalu malam. Dalam ingatan,selintas petuah mereka terdengar: kau tak perlu ragu, jika hendak menetap di kota ini. Kataitulah yang masih terngiang sampai saat ini. Jangan pernah ragu.

Ya. Selalu terngiang. Lantas, aku kembali berpikir, kenapa cemas? Cemas bagian sisi manusia.Kerap menghancurkan.

Tentang cemas, bagi orang-orang masa lalu hanyalah milik orang tak punya rasa syukur.Makanya, dahulu orang-orang masa lalu sepakat membakar matahari yang baginya membuatletih dan cemas. Terkadang sakit. Entah sakit yang bagaimana. Karena terbit sampaitenggelam matahari hanya menjadikannya bekerja. Alasan cengeng. Tapi sekarang merekasenang, petanda separuh hari telah mereka bakar. Semata, supaya tidak bekerja. Kalaupunbekerja, paling hanya untuk tidur. Tindakan aneh. Tidak masuk akal, tapi begitulah kedaannya.Begitulah seterusnya.

Di hari yang selalu malam ini, terkadang aku melihat anak-anak kecil tampak riang bergembiratanpa beban. Betis ceking tanpa alas kaki, sambil bertelanjang dada, berlarian mengitarilapangan. Kembali lagi, dalam ingatanku, konon hal tersebut bagi mereka adalah ritual.Petanda bentuk penghormatan terhadap leluhur orang-orang masa lalu. Setiap hari merekalakukan itu, sambil mengitari api unggun, mulai anak-anak sampai orang tua. Berkeliling.Begitulah seterusnya.

Sekali lagi, setiap hari malam rembulan. Dalam tatapan aku selalu melihat anak-anak berlarian.Saling kejar-kejaran. Dan remaja berpasang-pasangan, para orang tua asyik duduk tenang disetiap balkon depan rumahnya. Mereka menikmati malam. Malam bersahaja. Malam tak pernahmati.

Dalam sepanjang malam seperti ini, aku menikmati. Malam rembulan. Aku ingin mengertisemua ini. Aku tidak tahu, mengapa sedemikian berani mereka membakar siang. Aku makinhanyut oleh rasa ingin tahu. Menggelisahkan.

***Sungguh unik kehidupan di kota ini. Semua orang mampu menikmati kehidupan seperti ini.Barangkali inilah suatu kehidupan yang tak pernah ada di muka bumi ini. Kota tanpa siang.Selalu malam. Tanpa matahari.

Seperti tadi aku bilang, sekali lagi, semua orang mampu menikmati kehidupan seperti ini.Kecuali, perempuan itu. Sering aku memperhatikannya menyendiri. Sebenarnya hal itukuperhatikan sejak pertama kali di kota ini. Aku tidak tahu namanya. Kerap aku memperhatikan,setiap gelagatnya jauh seperti perempuan umumnya yang selalu mampu menikmati malam.Tapi, sepertinya ia justru ternikmati sebagai suatu kesunyian. Bermain sunyi. Barangkali.

Suatu ketika, aku memandangnya dari kejauhan. Ia jauh dari keramaian umumnya. Denganlangkah amat perlahan aku mendekatinya. Aku mendengar isak tangis perempuan itu. Sekalilagi, kembali aku tak tahu. Entah kenapa ia menangis. Aku pun ragu untuk lebih mendekat.Hanya bertanya dalam hati. Menduga-duga.

Dugaan salah. Di malam rembulan ini, yang tanpa siang, masih ada perempuan menangis.Menangis setiap saat. Sepengetahuanku, sejak kota ini menjadi malam tanpa siang, sungguhpenuh suka cita. Tanpa duka. Terlebih oleh perempuan tengah menangisi kota ini. Kotanyasendiri. Sekali lagi, aku makin hanyut oleh rasa ingin tahu--selain keingintahuanku tentangmengapa sedemikian berani orang-orang di kota ini membakar siang. Membakar matahari.

Page 21: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

21 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Suasana aku nikmati menjadi begitu sunyi. Sunyi di balik derai tawa semua orang. Sunyi karenaperempuan menangis. Menjadikan bukit-bukit tidak lagi tawarkan keindahan dari bayang-bayang selimut malam. Apalagi pagi, ketika embun membayang-bayangi bukit di tampakkejauhan. Laut juga tidak membawa debur ombak lagi. Apalagi ombak saling balap. Yangtersisa hanya gelap. Bermahkota bulan. Malam rembulan.

Kini aku benar-benar mendekati perempuan itu. Di belakangnya. Rupanya ia tahu. Tanpakusadari, ia menangis sambil berkata-kata. Kata bersama isaknya yang terbata-bata. Sekarangaku benar-benar mendengarnya. Suatu hal paling aku inginkan.

Seketika itu pula kudengar ia berkata. Sambil terisak-isak. Menjadikannya terdengar terputus-putus.

"Inikah kotaku? Kota hancur. Mati. Orang-orang serakah. Matahari sudah mereka hancurkan.Matahari sudah tak milik kota ini lagi. Hancur. Langit tak punya salah. Langit kehilanganmataharinya. Kota ini tak bercahaya lagi. Semua mata pada gelap! Barangkali pikirannya pundemikian."

Aku tak mengerti. Ucapnya bercampur isak begitu menampakkan emosi batinnya terasa olehku.Terputus-putus. Sebisa mungkin aku merasakannya. Aku diam. Aku biarkan sampai ia berkata-kata kembali. Cukup lama aku menunggu. Kembali terlihat olehku, ia tampak sibuk memainkanjemarinya. Mengelus-elus putih kuku kerasnya. Memijat tangan lembutnya sendiri. Rasanyaseperti menghitung-hitung irama kegelisahannya. Gundah. Rasanya banyak pula ingindikatakannya. Kata kesal. Barangkali sesal.

Aku pun memulainya. Setidaknya ia kembali untuk berkata-kata lagi. Aku mendengar kata-katanya kembali. Tidak jelas. Sekuat tenaga, aku berusaha menangkap maksudnya. Sekuattenaga, aku ingin mengerti kegelisahan mendaging dari miliknya. Rasanya. Ucap kesal dansesal terdengar banyak. Sulit aku mengungkapkannya. Ungkapan mengalir dan seterusnya.Begitulah.

***Aku kembali ke rumah. Melintasi jalan-jalan sepi. Lengang: Sembari masih teringat perempuanitu. Oh, kehidupan malam. Malam rembulan. Kau membuat aku selalu bertanya-tanya. Entahkehidupan macam apa ini. Mengapa sedemikian nekat orang-orang kota ini membakar siang.Membakar matahari.

Dalam pikiran, barangkali khayalan dalam angan, terlintas: Aku dan kekasihku masihberjauhan. Jarak jauh. Jarak terpisah oleh lautan. Bahkan pulau. Aku di sini, seperti aku bilangtadi, di pulau pada kota tak tanpa matahari. Siang mati. Sudahlah, aku hanya bayang. Sepertibayang dari wujud cahaya rembulan. Berpendar. Dari bulan tersiram matahari di pulau sana.Aku tak tahu. Di sini masih dan akan terus tanpa matahari. Malam selamanya. Sudahlah,sepertinya jadi makin mengigau sepanjang perjalanan ini. Gelap. Lengang. Selalu dan masih dibawah rembulan.

***Seperti tak tersadar. Entah kemana aku melangkahkan kaki ini. Terus berjalan. Di bawahrembulan mengitari kota ini. Seperti kukatakan tadi, kehidupan orang-orang di sini seperti lebihbercahaya. Entah cahaya bagaimana. Bahkan cahaya apa. Dari pancaran mata orang-orang disini tak menampakkan sebuah beban. Beban kosong. Kelamaan terkesan tak berpengharapan.

Seketika, kembali aku jumpai perempuan itu. Di pertigaan jalan itu. Seperti ada sesuatuditunggunya. Tampak berpenampilan berbeda dari sebelumnya. Tampak anggun. Di bawahsinar rembulan, tampak cahaya menyepuh seluruh tubuhnya. Tak seperti aku lihat sebelumnya.Meskipun demikian, auranya masih menggelisahkan. Ia masih menangis. Entah ke berapakalinya. Entah karena apa lagi.

Kembali perlahan, aku mendekatinya. Amat perlahan. Entah kegelisahan apalagi darinya. Yangkutahu, sejak pertama memang cukup banyak seolah ia gelisahkan. Aku sudah mendekat. Iatampak menangis. Seperti kala waktu aku menjumpainya.

Kali ini aku ingin berkata padanya, tapi tak dapat. Kecuali dalam hati: Entah kegelisahan apalagikau punya. Padahal ingin banyak berkata-kata padanya. Ingin tahu, kesal maupun sesalnya.

Cukup lama aku menunggunya. Penasaran. Mungkin aku harus memulainya. Semata,memancingnya bicara.

Inilah kesekian kalinya kulihat kau menangis lagi. Entah duka apa kau punya.

Page 22: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

22 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Malam tak ada lagi. Sungguh jahanam. Aku kehilangan segalanya dari orang-orang serakahyang telah membakar matahari."

Aku masih tak mengerti maksud bicaranya. Aku hanya melihat ia menangis kembali. Terisak-isak. Entah kepada siapa pula ia tujukan kata-kata itu. Entah apa yang mengganggunya.

Tiba-tiba ia kembali berkata.

"Aku merindukan lelakiku dan matahariku. Semua di sini pada puas. Kepuasan mematikankehidupan siang. Orang-orang di sini hanya ingin enaknya saja. Selalu menikmati malam.Menghalalkan haram. Mengharamkan halal. Lelakiku terbunuh karena memertahankan siang.Sekarang hanya malam. Malam di kota penuh kejahatan. Aku merindukan terang."

Dengan langkah amat perlahan aku meninggalkannya. Tampak olehku dari kejauhan, ia masihberbicara seorang diri. Sambil sesekali terisak-isak. Aku kembali berjalan. Entah ke mana.Tidak ingin pulang ke rumah.

Ada sepi dan ramai. Kembali aku melintasi orang-orang menikmati malam bawah rembulan.Anak-anak masih tak letih berlarian. Penduduk kota masih dengan nikmatnya. Entah nikmatyang bagaimana. Semua tampak tanpa beban. Tempaan angin dari arah teluk cukup membuatdingin. Di kota selalu malam aku masih terus bertanya dalam hati. Kegilaan apa yangmenjadikan mereka nekat membakar matahari.

Setiap hari, di malam bawah rembulan. Aku masih melewati ruas-ruas jalan di kota ini. Kotapekat. Kota nekat. Setibanya di pertigaan jalan itu, di sudut tembok, aku kembali melihatperempuan tengah menangis. Seorang diri. Kali ini bukan yang tadi kujumpai. Rasanya takperlu lagi aku dekati. Hanya dalam hati: Entah kesedihan apalagi yang kau punya.***Telukbetung, November 2007

Suara KaryaSabtu, 23 Juni 2007

Page 23: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

23 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Bohonglah Sekali LagiCerpen: Yustine Pravitasmara Dewi

Kuingin kau berbohong padaku. Seperti yang kau utarakan kemarin, dan yang kemarin dulu itu.Ketika redup mentari berpendar di pucuk daun dan ketika kerumunan itu tak lagi bersamamu,kau mulai dengan kisah kebohonganmu yang pertama kepadaku.

"Aku sayang padamu," bisikmu lirih hampir tak terdengar, ditingkah bising kendaraan yanglewat. Telingaku hampir tak menangkap makna kalimat yang kau ucapkan, sampai kesadarankumemaksaku memahaminya. "Mimpikah aku ?" hanya segitu yang bisa terlontar dalam benak.

Bisikan lirihmu seolah memberi pesan akan sesuatu yang terlontar spontan dan kau sendiriterkejut mendengarnya. Duniaku berhenti beberapa detik.Senyap. Kosong. Harmoni mengisinya.

Kurasa itu tak kan lagi terjadi. Tetapi aku adalah pemimpi dan mimpiku sering bertolak belakangdengan kenyataan. Ketika itulah bohongmu yang kedua melantun bagai nada yang baru tercipta.Kau ucapkan beserta segala daya pikatmu yang hampir selalu merobohkan hati setiapperempuan.

Aku, pun terinfeksi virus pikatmu. Tapi tidak terlena dan mengejarmu bersama kertas yangkupaksa untuk kau tanda tangani seperti yang lain. Kelelahan yang selalu kulihat dalam sorotmatamu, seolah tak kan pernah kupahami maknanya. Roda yang kita mainkan tidak pernahberputar lamban, selalu cepat dan amat cepat, sering kita terengah bersamanya. Namun, lelahmubukan karena itu. Rasa dalam hatiku merindu akan jawab itu, yang kutahu takkan pernah kudapatdarimu. Bukan pula dari mereka, wajah-wajah cantik itu.

Malam telah jatuh menggantikan siang kita dan kau tampak seperti model iklan rokok lokaldengan raut seperti Brad Pitt dalam balutan hitam-hitam.Sempurna.

Tak lagi mampu kukendalikan diriku padamu. Kau pun berikan dirimu kepadaku. Waktutergenggam oleh tangan-tangan kita.

Dan itu terulangi! Tidak seperti kali pertama kebohonganmu, kali ini bohongmu terdengar lebihjelas dan membuatku membeku sekaligus menjentikkan api yang selama ini padam dalam hatiku."Aku sayang kamu."(Bohong!)

Aku tahu, itu. Tetapi aku mulai menikmati bohongmu dan kuletakkan peranku pula disitu.Karena kita adalah pemain yang tak kan berhenti untuk peran-peran dalam naskahNya. Begitulahkatamu, disuatu waktu. Meyakinkanku pada sesuatu yang kau yakini.

"Apakah peranku bagimu, silumankah aku?" tak ada jawabmu, hanya angin berdesir di sekelilingkita. Bulan pucat tak bisa menyembunyikan senyumanmu demi melihat kerutan di dahiku.Biarlah menjadi rahasia alam akan apa yang kita rasakan ini. Jangan lagi memaknainya,menanyakannya atau mengharapkannya di waktu yang akan datang.

"Tak berartikah ini bagimu?" aku belum puas dengan penjelasan retoris itu. Dan mulaimemaksanya. Selintas beberapa wajah cantik mencoba mengingatkanku pada posisiku. Tanpamakna.

"Kau memberikan padaku warna lain pada kanvasku, itu berarti banyak sekali." Itulah yangterucap darimu dan menepis tanganku dari tanganmu. Kehangatan tiba-tiba lenyap. Aku mulaimenggigil."Aku harus pergi!""Jangan. Kataku, jangan pergi," kuulangi pintaku lirih."Tinggallah," kuingin tetap berbagi peran denganmu."Baiklah. Janjimu begitu."

"Selamat malam, terima kasih," dan itulah kata yang terdengar dari bibirmu. Hanya punggungmuyang kulihat meninggalkanku dalam semua renunganku akanmu. Tak kan aku berdiam dalamtamansari ini jika tanpamu. Kupupus semuanya tentangmu dan menegaskan diriku akan segala

Page 24: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

24 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

kebohonganmu yang lalu. Tak bisa!

Ku tak mungkin jatuh cinta kan ? tidak sekarang, tidak denganmu. Pesonamu menjeratku tapiaku tak kan membiarkan diriku jatuh cinta kepadamu. Tak kan pernah kupercaya segala tuturmukepadaku, dan ku akan selalu menganggap bohong apa pun yang kau ucapkan kepadaku,termasuk yang itu...yang dua kali kau sampaikan padaku.

* * *

Esok, ketika hari berganti akan kuserahkan laporan akhir tahun seperti yang kau minta. Ituberarti pekerjaan paling melelahkan bagiku terselesaikan satu minggu sebelum deadline yangtelah kau tetapkan. Aku mau menyelesaikan secepatnya. Kemudian, Tuhan, berikan kekuatanpadaku, kuingin pergi darimu, jika semua ini sia-sia.

Tapi kemudian, hal itu terjadi, seperti setiap aku marah padamu. kau seperti bertelepati padaku.Kau selalu tahu tentang apa pun yang kupikirkan. akanmu.

Senyummu mengembang. Kupandangi matamu, berharap bisa menguak kebohongan itu darisana.

Agak sulit menciptakan kebohongan pada mata, dan aku melihat segalanya disana mengatakanitu. Kerinduanmu terpancar dari kedalaman pandanganmu. Kau ulurkan tanganmu menyentuhijariku. Kurasa inginkan lagi. Kau yang seolah tak pernah kehabisan kata kini terdiam dalampandang yang bertemu, terkunci disana oleh kekuatan yang lebih besar dari yang kita bisapahami.

"Sadarlah, betapa indahnya persahabatan ini. Dan jika waktu membawa kita saling jauh, kitaakan tetap bertemu lagi dalam indahnya rasa ini."

Air mataku mulai menderas tanpa mampu lagi kutahankan. Persahabatankah ini semua bagimu?Sesalku dalam hati. Kutinggalkan engkau dengan tumpukkan laporan akhir tahun yang bahkantak sempat kau sentuh. Bergegas menuju ruanganku, dan berencana membenamkan diri disanasementara waktu.

Telepon di mejaku berdering. Kau. Segera kututup lagi. Semenit kemudian kau telah duduk dimejaku."Apa yang membuatmu sedih?" tanyaku, pelan.

Aku hanya mengajakmu melihat realitas yang ada. Kita adalah manusia - manusia rapuh yangseringkali salah melihat pertanda dalam hidup kita sendiri. Aku tak ingin kita salah langkahdalam hal ini. Aku bersamamu sekarang, kau tahu ini adalah ketulusan yang ...

"Tapi, kenapa ? Kau telah membuatku jatuh cinta padamu, dan kau katakan kini kita akanberpisah suatu hari nanti!" raungku memotong kata-katanya."Karena kita tidak tahu pada apa yang terjadi besok, Diajeng."

Sapaan itu selalu berhasil meluluhkan hatiku. Tapi kini aku butuh lebih dari hanya sekedarsapaan "diajeng" itu. Di tengah tetesan air mataku, kulihat dia melakukan sesuatu yang akankukenang selama hidup, dikeluarkannya saputangan dan menghapus air mataku dengan sabar.

Kini ia berpindah berdiri di belakangku, membimbingku menuju sofa di seberang meja. Direngkuhnya kepalaku dan ciuman lembut itu menghapus habis isakku.

"Aku tak pernah bisa berbohong, pada siapapun, juga padamu. Aku tak kan pernah katakan janjiyang tak bisa kupenuhi karena mungkin alam ini tak mendukungnya."

"Kau pernah berbohong padaku." Kembali aku terisak kini."Kapan ?""Ketika kau katakan kau sayang padaku." Dia mengerutkan dahinya, tak mengerti.

"Kau bohong dengan mengatakan kau sayang padaku," kataku meneruskan. Dan aku ingin sekalikau tetap berbohong padaku, jangan katakan kita akan berpisah suatu hari nanti. Itu sungguhmenyakitkanku.

Page 25: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

25 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Aku sayang kamu " itu terucap lagi darimu....... dan dengan menghapus lagi air mataku kaumemintaku bersamamu makan siang.

"Jangan katakan itu kalau hanya untuk sementara." desisku"Kau membuatku makin tak mengerti Diajeng. Sudahlah, mari kita makan siang sekarang.""Aku pasti jelek karena menangis."Kau menggelengkan kepala kuat-kuat sambil berjalan menuju pintu.

Kupandangi punggungnya yang melangkah pergi, seperti kala itu. Tapi aku tahu kini, aku harusberada di sampingnya, selalu. Untuk makan siang, dan untuk hari-harinya, dengan ketulusankupada kebohongannya.***

* 12 Mei 2007. (Kagem SS:Happy B-day)

Seputar IndonesiaMinggu, 09 Desember 2007

Page 26: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

26 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Cerita PerempuanCerpen: Yonathan Rahardjo

Mereka duduk berdua di dalam kamar si perempuan. Si lelaki adalah tamu yang diundangmenurut janji bersama.Cahaya siang membuat semua kelihatan terang. Sangat jelas kondisi siperempuan, sejelas lelaki yang bertamu dan duduk berhadapan.

SAMBUTAN tuan rumah yang ramah, tampak dari roman wajah perempuan. Bahasa tubuhseadanya dan tidak dibuat-buat membuat si lelaki merasa nyaman berada di dalam kamar kosyang terdiri dari ruang utama dipisahkan dengan dapur dan kamar mandi oleh tembok penyekat.

Hidangan makanan ringan memang membuat si tamu merasa nyaman. Namun, perbincanganmengalir lancar membuat mereka lebih satu hati dan perasaan. Apalagi, mereka punyapengalaman yang sama tentang sebuah kehidupan di sebuah pedesaan lereng gunung tepi hutan.

”Aku di Lembaga Peduli Lingkungan paling lama hanya dua minggu. Di sana aku sangat sukamemetik daun labu, sampai lima kilo, untuk kumakan hanya dengan cabe dan garam. Pulang-pulang kulitku gosong terbakar matahari.” Si lelaki tersenyum mendengar uraian siperempuan,sambil membayangkan suasana yang sama juga ia rasakan ketika ia bergabungdengan lembaga itu, bahkan lebih lama.

”Aku sangat suka kondisi alami seperti di Lembaga Peduli Lingkungan. Sudah ada tanah didaerah kelahiranku untuk menjadi tempat semacam,”lanjut si perempuan. “Tinggal beli tanah,minta sumbangan- sumbangan lalu mendirikan lembaga peduli lingkungan di situ kan?” “Hihi..Aku sudah ada tempat di daerah kelahiranku, di tepi pantai.” “Tinggal membuat program kan. Itusudah tipikal di banyak tempat semacam. Kamu perlu menguraikan dalam tulisan.”

”Soal itu sebetulnya aku sudah banyak ngomong,tapi aku tidak bisa menuliskannya. Aku nggakbisa nulis.” “Caranya gampang, ngomong saja dan rekam di tape.” “Nanti kamu yangmenuliskannya.” “Ya tulis sendiri. Kalau nggak gitu ya nyuruh orang nulis.” “Sebetulnya akujuga pernah pinta orang menuliskan ceritaku.” “Cerita apa?” “Tentang aku.” “Kisah nyata?”

”Ya semacam itu.’ “Di mana?” “Tabloid Wanita.” Pembicaraan tentang kenangan di lingkunganlereng gunung tepi hutan berubah menjadi cerita kehidupan pribadi si perempuan. “Berapapanjang?” “Dua halaman.” “Ceritanya bagaimana?” “...” Si perempuan diam, tak menjawab.

”Rahasia?” “Ya... Ya, tentang kisahku yang sayangnya ditulis terlalu vulgar. Laki-laki yangtersangkut dalam cerita itu merasa cerita itu tentang dia juga.Setelah membaca, ia langsungmenelepon si wartawan. Ia tanya identitas orang dalam ceritanya, dan diberitahu tokoh utamanyaadalah aku. Iapun menghubungi aku.”

”Kok kamu begitu.? Menceritakan kehidupan pribadi kalian pada orang bahkanmempublikasikannya?” “Itu kan kenyataan hidupku sendiri.” “Kisahmu melibatkan orang..Dengan mempublikasikan lalu membuatnya tahu dan bertanya pada penulisnya, berarti adaindikasi kamu mencemarkan nama baiknya.” “Tidak. Aku menyembunyikan namanya.” “Tapiorang kan bisa menerka.”

”Itu kisah hidupku sendiri. Dokumen pribadiku, walau menyangkut dia.” “Kamu publikasikanjuga cerita yang menyangkut laki-laki itu. Kekeliruanmu, sebelumnya kamu tidak memberitahudia.” “Setelah ia menghubungiku, ia berkata, seandainya sebelumnya aku memberitahu, tentuada yang bisa ia lakukan untuk menolong problemaku.” “Nah...? “Tertarik, kamu dengan ceritaitu?”

”Tertarik.” “Orang belum tahu ceritanya kok sudah tertarik.” “Sampai aku bilang begitu, berarticerita itu menarik. Apa maksudmu menceritakan kisahmu pada orang biar ditulis di tabloidwanita itu?” “Ada..” “Untuk menyadarkan orang?” “Bukan.” “Agar orang lain tidak mengalamihal yang sama?” “Tidak.” “Agar apa?”

”Supaya bila ada orang yang bertanya tentang kasusku itu, aku tidak banyak bicara lagi.Langsung kutunjukkan tabloid itu biar dibaca, sehingga mudah menjelaskan permasalahanku.”“Selain ia yang tersangkut dalam cerita itu, sampai saat ini tidak ada orang lain yang tahu bahwacerita di media itu adalah tentang aku. Tabloid itu cukup terkenal. Aku berdoa semoga tidak adaorang lain yang tahu.” “Untuk dijadikan buku, cerita itu bagus sekali. Tidak hanya diceritakan

Page 27: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

27 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

tentang percintaannya saja. Tapi juga diwarnai hal-hal lain yang ada dan terjadi pada masa ceritaitu terjadi. Sehingga, menjadi karya seperti karangan Novelis Maestro.” “...”

”Cerita yang demikian,banyak miripnya dengan kejadian yang dialami banyak orang lain.”“Betul.” “Aku pernah menonton sinetron,cerita awalnya mirip dengan ceritaku. Tapi kelanjutandan akhirnya berbeda.” “...”

”Jadi dalam menghadapi masalah yang awalnya sama, ada sikap berbeda dari si pelakudibanding sikapku.” “...” “Semua itu justru membentuk sikapku jadi tegar saat menghadapimasa-masa sulit serupa itu. Sikap tegar ini tidak dimiliki oleh para pelaku yang banyak kutemuipada cerita lain.Mereka wanita yang suka mengalah dan kalah dalam menghadapi problemsemacam.” “...”

”Dalam kebiasaanku sehari-hari, aku menjadi terbiasa dengan gaya hidup mandiri. Kalau adagenteng bocor dan lain- lain pekerjaan yang dekat dengan lelaki, aku bisa menangani.” “...”

”Namun meski begitu, dulu aku juga wanita yang lemah. Lemah lembut. Kalau pulang ke desamisalnya, tanganku selalu dipegang oleh temanku. Kalau ada apa-apa dengan perilaku dankesalahanku, aku suka menjawab ya,ya,ya?, cuma menurut dan pasrah terhadap kemarahan dantuntunan orang tua.” “...”

”Dengan kejadian itu, aku menjadi lebih tegar. Tidak lembek lagi. Kurasakan pengaruh besarakibat tragedi hidupku ditulis wartawan itu..membentuk perubahan sikap padaku.” “...” “Terlalupendek kok ceritaku itu. Sebetulnya bisa diperpanjang untuk menjadi satu cerita novel. Nantimanggil Novelis kita..” “Novelis besar sekalian saja. Atau bahkan Novelis Maestro.”

”Haha meledek!” “Tidak. Memang cerita semacam itu kadang butuh orang yang tepat untukmenuangkannya dalam bentuk tulisan.? ?Kamu kan juga suka menulis...” “Kalau tulisanku, pastipunya gaya tersendiri.” “Soal perselingkuhan juga?” “Ya, bisa.” “Kalau begitu kamu bisamenuliskan tentang perselingkuhanku.” “Cerita apa lagi ini? Lain dari yang tadi?” “...” “Ceritalain lagi?” “...Tulis ya..” “Beres.”

”Ceritanya, temanku banyak yang cowok. Tapi, ada satu cewek yang tipenya mirip dengan aku.Kami pun menjadi sahabat. Hingga, suatu saat ia membuatku merasa berhutang budi padanya.Maka, ketika aku melakukan sesuatu yang terkait dengannya, aku merasa sangat bersalah danberdosa.” “Apa itu?” “Aku malu menceritakannya padamu.” “Kan kamu minta ditulis...”

Hening sejenak.. ?Suatu saat, di tempat terpencil jauh dari orang, dalam kondisi terdesak akumelakukan....? ?...Apa?? ?....Selingkuh dengan suaminya. ..Dan, aku merasa sangat bersalahkarena mengkhianati temanku.? ?...?

”Untungnya sekembalinya di kantor, aku dan suaminya bisa melupakan kejadian itu sama sekali.Aku dan suaminya tak menunjukkan sesuatu yang aneh terhadap teman-temanku, juga kepadatemanku itu. Kejadian itu kami simpan dengan rapat.” “...” “Tapi aku tetap merasa bersalah,minta ampun sama Tuhan, bahkan sampai naik Haji segala.” “...”

”Ternyata setelah aku sadari, aku merasa sangat bersalah karena lelaki itu adalah suami orang.Aku kasihan pada istrinya, temanku sendiri. Dan aku sendiri yang rugi, karena setelah itu, lelakiitu pasti lupa padaku. Karena ia sudah punya istri, yang pasti harus lebih diperhatikannya. Akumerasa rugi, karena aku masih bujang. Beda kalau aku melakukannya dengan lelaki yang jugabujang.” Suasana hening. Angin berhembus menerbangkan plastik bekas pembungkus dihalaman kompleks kos-kosan. Angin usil mendorong pintu kamar koskosan itu menutup. Cahayakamar berkurang. Si lelaki mendekat ke arah si perempuan sang tuan rumah.

Makin mendekat. Dipegangnya bahu si perempuan. Ditatapnya tajam mata si perempuan. Sebuahtanya terucap dari bibir mengiringi rasa yang menembus mata dan luruh ke jantung merekaberdua. “Kamu.... suka kehidupan pribadimu ditulis dari kenyataan dan pengalaman.. ya?”“Kamu mau kan menuliskannya?”

”Agar orang tahu kisahmu, lalu lakilaki yang kamu ceritakan bersamamu mencarimu karenamalu namanya kamu cemarkan namun tetap juga belas hati padamu, lalu kamu mengalamiperubahan sikap dalam hidupmu, seperti ceritamu yang pertama?” “Apa maksudmu?” “Aku maumenuliskan kisah kita.”

Page 28: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

28 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

”Apa itu?” ... Tanpa ucap, keesokan harinya, beberapa koran memberitakan peristiwa denganilustrasi foto cukup besar dan berwarna, dengan judul tulisan besar. Salah satunya:“PENGARANG DAN PEREMPUAN TEWAS BERPELUKAN” **

Minggu, 10 Februari 2008

Page 29: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

29 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

COKELAT VALENTINECerpen : Ni Komang Ariani

Sungai Barito sore hari, saat lanting-lanting berserakan di sepanjang sungai. Di sebuah rumahkayu yang berjubel di pinggir sungai. Bau sampah tumpukan enceng gondok,ranting, dahankayu,dan serta bangkai pelbagai jenis binatang terasa akrab di hidung.Keriuhan yang selalusama.

Aku tak dapat melihatmu.Tak dapat menyentuhmu. Aku hanya bisa mencium baumu.Mendengar napasmu.Menghitung detak jantungmu.Juga menikmati suara lembutmu. Suarayang memang diciptakan untukku. Suara merdu sekaligus tegas.Suara serak sekaligus ramah.

Tak ada yang pernah memberikan itu selain kamu. Aku memujamu. Memujamu sepenuhjiwaku. Mengapa engkau begitu baik lelakiku? Mengapa engkau datang untuk mendengarkanaku, saat semua orang abai? Apa yang kamu inginkan dari aku. Tubuh inikah, wajah inikah?Cantikkah aku, hingga mau merayu aku untuk mendapatkan tubuh ini? Aku tak percaya, akutelah tumbuh sejak lama.Selamanya laki-laki, bapak-bapak, anakanak hingga nenek-nenek abaipadaku.

Tidak ada yang datang untuk mendengarkan aku. Mengapa kau lakukan? Apa maksudtersembunyi di belakang kepalamu. Adakah yang ingin engkau rebut dariku. Apakah itu? Gubukdarurat di sekitar rumah sesak inikah, atau handphone kecil di tanganku? Untuk itukah kaulakukan semua ini?

*** Padamu kulihat mata Ibu.Padamu kudengar suara Ibu. Bahkan tangantangan Ibu pun kaumiliki. Siapakah engkau sesungguhnya? Matamu yang tak bergerak memberi nuansa teduh.Tak ada mata yang memerah atau membesar karena marah, seperti mata Ibu. Siapakahengkau perempuan sebatang kara? Mengapa engkau sendirian dalam rumah sesak ini. Ah, akutidak peduli.

Keberadaanmu di rumah sesak ini membuatku bisa pulang. Kepadamu, aku sungguh merasapulang.Kau rumah kecil yang hangat perempuanku. Aku tidak ingin pergi jauh-jauh dari rumah.Aku ingin pergi dan pulang ke rumah.Tetapi mengapa engkau selalu mempertanyakanku,mencurigai kedatanganku? Rugikah engkau bila aku datang karena aku menikmati rumahkecilmu yang hangat? Jangan perempuanku, aku tak dapat hidup tanpanya.Aku tak bisameneruskan hidup tanpanya.Tidak bisa meneruskan detak di jantungku juga embus di napasku.

***

“Katakan sesungguhnya dari mana asalmu?”

“Aku ingin dilahirkan di negeri di mana semua mata seperti matamu!”

“Kau hendak menghinaku?”

“Tidak, sama sekali. Matamu adalah mata Ibu. Dunia amat indah bila semua orang memilikimata ibu. Aku ingin berenang-renang dalam lautan mata Ibu yang menatapku!”

“Aku tak punya Ibu, juga tak punya Ayah. Aku lahir dari segumpal awan hitam, untuk tinggal disegumpal awan hitam lainnya.”

“Aku hanya ingin pulang, aku hanya ingin kepadamu!”

“Seriuslah sedikit. Kau bisa melihatku, bisa kau ceritakan bagaimana aku!”

“Kau perempuan cokelat dengan dua tangan. Alis tebal dan rambut panjang. Suaramu seindahembun, sentuhanmu selembut angin semilir. Kau adalah Ibu. Kau adalah pulang!”

“Kau menganggapku laksana Ibu?”

“Ya, aku ingin memelukmu, ingin memilikimu selamanya. Aku ingin memiliki pulang.”

“Kau telah punya rumah dan punya pergi.Kau bisa pulang kapan saja!”

“Aku memang punya rumah dan punya pergi, tapi aku tidak bisa pulang. Bolehkah akumempunyai pulang darimu. Bolehkah aku membagi pulangmu!”

Page 30: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

30 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

“Aku tak pernah punya pergi, jadi juga tak pernah punya pulang. Bagaimana membaginyadenganmu. Aku hanya punya cerita kelam. Maukah kau berbagi cerita kelamku?”

“Cerita kelam apakah itu, ceritakanlah padaku, setelah itu hadiahi aku dengan pulang.Berjanjilah kau terima pemberian setimpal ini. Anugerahkanlah aku pelukan, dan kehangatanpulang sepanjang hidupku. Karena aku hanya perlu pulang.”

“Baiklah, bila itu yang kau inginkan.”

***

Namaku Val, lengkapnya Valentine. Nama yang amat indah untuk dua orang yang memadukasih di sebuah taman cinta. Sepasang kekasih yang berjanji sehidup semati. Sepasangkekasih yang lari dari kemewahan kedua orangtua, demi cinta sejati. Barangkali merekapengagum kisah cinta Romeo-Juliet, Sampek-Engtay, Jayaprana-Layonsari yang relamengorbankan apa pun demi cinta sejati mereka.

Perpaduan kasih mereka melahirkan buah hati. Buah cinta yang diharapkan menyempurnakanikrar bersama. Namun kelahiranku menjadi petaka. Ayah ibuku adalah sepasang pangeran danputri. Ayah adalah laki-laki tampan, gagah dan rupawan.Ibu adalah perempuan jelita, dengankeindahan tiada dua.Keduanya berkulit putih bening, laksana titisan para raja zaman dulu.

Dari rahim perempuan rupawan itu, lahirlah aku. Perempuan cokelat dengan dua tangan, jugabermata buta ini. Kutuk dari manakah itu? Kemarahan pun meledak. Ayah sungguh kecewa danmenuduh perselingkuhan. Sementara ibu memandangku dengan tak rela. Tak sudi ia, rahimnyadilewati bayi jelata sepertiku. Lalu apa yang dapat kulakukan. Bagaimana aku tahu dari buahpercintaan dua lain jenis yang tak berselingkuh itu lahir aku. Bagaimana aku bisa paham.Mungkin saja, nenek moyang kedua orangtuaku, entah garis ke berapa menyelipkan seorangperempuan cokelat sepertiku, yang suatu ketika muncul. Sungguh aku tidak tahu.

Aku telah terlahirkan dari sepasang yang tak berselingkuh itu.Kemarahan Ayah seperti gayungbersambut dengan ketidaksudian ibu. Mereka akhirnya bersepakat pada sesuatu yang amataneh.Mereka bersepakat menganggap aku sebagai kecelakaan yang harus dilupakan. Akuakan dilupakan dan dianggap tak pernah terjadi. Mereka akan memulai hari baru, denganmemotong kehadiranku dari hidup mereka.

Mereka menghitung hari kapan percintaan dilakukan, dan terbangun hari itu sebagai hari yangsungguh-sungguh baru. Namaku pun telah diganti.Tak lagi Valentine. Tapi menjadi cokelat.Namun, ditulis dengan Chocolate. Sesuatu yang nikmat untuk dimakan. Aku boleh dipanggilChoco. Seorang tukang kebun dibeli untuk menjadi induk semangku. Disuruhnya aku dibawajauh ke negeri seberang, di mana napas dan bau tak mungkin bertemu. Setelah beberapa bulanaku dilupakan.

Si tukang kebun hidup sebagai orang baru. Saat usiaku sepuluh tahun, si tukang kebuntenggelam terseret arus. Istrinya menyusul enam bulan kemudian, demam berdarahmerenggutnya setelahsepekan didera panas dingin. Tertinggallah aku di gubuk ini, yang kianlama kian berdesakan, dengan keahlian hanya menganyam topi.

“Sudah…?”

“Aku pikir sudah.!”

“Kau masih ingat bukan dengan janjimu?”

“Kau masih inginkan itu?”

“Tentu saja. Tentu kau tepati bukan?”

“Apakah kau pun lahir dari cerita kelam, hingga menuntut pulang dariku!”

“Kau selalu bercuriga. Apakah cerita kelamku akan membuatmu berubah pikiran, tak lagimenepati janji?”

“Aku tidak habis mengerti, mengapa kau menginginkan perempuan cokelat ini? Aku hanyacokelat. Chocolate!”

Page 31: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

31 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

“Apakah pikiranmu tak jauh dari cokelat dan putih. Mengapa putih bagimu selalu lebih baik daricokelat. Tidakkah kau tahu seperti namamu, cokelat amat nikmat untuk dimakan. Amat lezatuntuk dinikmati!”

“Aku tidak percaya padamu!”

“Kau boleh saja tidak percaya, tapi kau tepati janjimu kan?”

“Setelah kau ceritakan cerita kelammu!”

“Setelah itu kau akan berubah pikiran?”

“Aku akan menepati janji jika masih kau inginkan!”

“Aku boleh pulang kepadamu, Valentine,kepadamu Chocolate?”

“Tentu saja!”

***

Seputar IndonesiaMinggu, 05 Agustus 2007

Page 32: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

32 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Dendam Darah RevolusiCerpen: Restoe Prawironegoro Ibrahim

Tiba-tiba Pak Sentot memekik,”Tidak! Tidak! Aku bukan pahlawan, tapi pengkhianat bangsadan negara.”Pak Sentot memukulkan tinjunya ke dinding.”Yah…,aku bukan pahlawan, catatbaik-baik.”

Jarot bangkit mendekat pada Pak Sentot. ”Baiklah, kalau Bapak tidak mau disebut pahlawan, tapiyang jelas. Bapak bukan pengkhianat, kan?” bujuk Jarot pada Pak Sentot yang memang tidaksenang dipuji. Pak Sentot berbalik menghadap Jarot, lalu memandang para pemuda itu satu persatu.

”Kalian tidak tahu, dan memang tidak ada yang tahu kecuali diriku sendiri dan Tuhan.Hariini,adalah hari akhir dari kebohonganku yang besar. Aku adalah mata-mata Belanda yangmenyusup menjadi tentara,” orang tua itu menjambak rambutnya dan para pemuda ituterperangah.

”Kenapa kalau perang aku berani sambil berdiri, sebab aku telah mengenakan suatu tanda.Dengan tanda itu, Belanda tak mungkin menembakku. Kenapa aku berani menghadang konvoiBelanda sendirian, sebab yang kulakukan sebenarnya bukan menghadang, tapi aku memberitahukalau mereka diancam bahaya oleh tentara Indonesia yang menghadang di jembatan yang akandilaluinya. Pak Sentot kembali berhenti beberapa saat dan melihat kedua telapak tangannya.”

Kedua tanganku ini telah berlumur dosa, kendati pada akhirnya aku banyak membunuh Belanda.Yah, aku memang membunuh Belanda dengan kenekatan di luar akal. Aku memang yangmembakar gedung mesiu di markas Belanda. Aku memang telah tiga kali menaiki tank danmenghancurkannya. Yah… aku memang banyak membunuh Belanda, tapi bukan untuk bangsadan negara.Tidak! Melainkan, karena dendamku yang membara.

Yah… serangan Belanda yang membabi buta telah membunuh kedua orang tuaku. Aku jadinyabalik pantat. Oleh karenanya, orang lain mengatakan aku pemberani, patriotik, dan macam-macam sebutan lainnya.Tapi, aku sendiri telah menganggap diriku gila.” Barangkali Pak Sentotsudah puas melihat cucunya hidup merdeka. Bisa mencari ilmu dengan leluasa dan fasilitashidup yang cukup, serta dengan jabatannya sendiri selaku penjaga masjid. Memang, orang yangdijuluki ”singa revolusi” dari Desa Bentengsari itu, makin tua kian alim.

Ia selalu menolak pemberian hadiah dari mana pun datangnya, yang selalu dikaitkan denganperjuangannya semasa revolusi dulu. Malah tidak jarang ia menolak sambil menangis. Padahal,menangis dulunya pantangan bagi pemuda Sentot.Teman-temannya yang gugur oleh peluruBelanda tidak ada yang ditangisi, kecuali dijadikan pelecut semangatnya. Bahkan, ketika ayahibunya mati dengan perantara mortir Belanda, ia hanya meratap dengan ekspresi dendam yangmembara.

”Aku akan balas bajingan-bajingan itu!” Itulah kalimat yang dipekikkan usai mengubur jenazahibu bapaknya. Tapi, sikap Pak Sentot itu membuat para pemuda di kampungnya semakinpenasaran.Terutama Jarot, yang memelopori pemuda-pemuda itu untuk membukukan ceritaperjuangan Pak Sentot dengan teman-temannya, khususnya yang sekampung. Ayah Jarot sendiriadalah sahabat karib Pak Sentot yang gugur di medan laga.

Entah untuk kali yang ke berapa pemuda-pemuda itu dikecewakan oleh Pak Sentot. Lagi-lagimereka pulang dengan tangan hampa. Pak Sentot yang dirayu dengan bermacam-macam caratetap saja bungkam. Wajar kalau ia tambah wibawa. Betapa tidak,pada saat orang lainramairamai menuntut haknya sebagai veteran empat-lima,Pak Sentot malah bungkam tentangperjuangannya. Sebetulnya, sejarah kecil yang ditulis oleh para pemuda itu sudah hampir selesai.

Tinggal menunggu pelengkap dari pelaku utamanya,yaitu Pak Sentot.Tapi, kini jalan semakinsempit bagi mereka untuk mengorek cerita dari Pak Sentot. ”Bagaimana, apakah kita tetapmenunggu cerita dari Pak Sentot?” tanya Jarot pada teman-temannya. ”Aku pikir tak usah.Tohcerita yang kita tulis sudah dapat dipertanggungjawabkan…” jawab Bondan. ”Ya… empat

Page 33: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

33 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

sumber sudah cukup,” Tarsih menopang pendapat Bondan. ”Cukup sih cukup… tapi kalau PakSentot mau memberi keterangan, buku yang kita tulis akan lebih sempurna. Sebaiknya kita cobasekali lagi,” sanggah Umar diplomatis, ”aku punya ide….” ”Coba jelaskan!” pinta Jarot yangpenasaran.

Umar mengangguk-angguk kepala. ”Ayo, Mar, jelaskan. Penasaran sih kita,” sambung Tarsih taksabar. ”Okey, tapi kita duduk dulu. Jangan di tengah jalan seperti ini!” Mereka setuju denganusul Umar. Dan, sebentar kemudian, mereka sudah duduk di ruang tamu rumah Tarsih. ”Idekusimple saja,”Umar memotong suaranya dengan minum-minuman yang baru saja dikeluarkanoleh Tarsih.

”Kita tidak usah meminta cerita pada Pak Sentot. Kita baca saja cerita yang telah kita tulis dihadapan dia, kemudian Pak Sentot tinggal menjawab benar atau tidak.Tapi, risikonya kita bisadianggap sebagai pemuda yang tak sopan dan tidak menghargai kepahlawanannya.” ”Gawatjuga,” desah Umar.,Yang lain pada diam, menimbang-nimbang akhirnya mereka setuju denganide yang dianggap kurang sopan itu. *****

Pak Sentot semakin menunduk. Air matanya mulai bergulir membasahi kedua pipi tuanya. Kinibetul-betul terbayang kembali suasana revolusi dulu. Terbayang ayah Jarot yang matidisampingnya. Terbayang Baco, komandannya yang mati bersama temantemannya.

Terbayang kedua orang tuanya yang mati mengerikan kena mortir Belanda.Yah, semuanyaterbayang kembali dengan jelas. Dan, Pak Gatot sampai sekarang belum bisa melupakankeberanian temannya ini, yang menaiki tank Belanda lalu memasukkan granat tangan kedalamnya. Yah,semua cerita itu dibenarkan oleh Pak Sentot.Tapi, di wajah tuanya itu tak tampaksedikit pun kebangaan, malah guratan-guratan sedih tampak jelas. Barangkali ia ingat teman-temannya yang telah gugur.

”Kami betul-betul bangga sebagai pemuda di desa ini mempunyai pahlawan yang gagahberani…” puji Jarot polos. ”Sekarang semuanya sudah jelas. Kalau kalian tetap inginmengukuhkan riwayatku, silakan! Dan, tulislah dengan huruf besar ”Sentot Pengkhianat Bangsa”sebagai judulnya. Aku rela dan siap menerima cacian. Bahkan kutukan,” katanya.

”Tapi aku bersyukur,tidak dikaruniai anak oleh Tuhan. Sebab, aku khawatir jika anak-anakkutidak bisa menerima kenyataan bahwa ayahnya adalah pengkhianat bangsa….”Orang tua itumenyudahi pengakuannya. Lalu kembali menatap pemuda-pemuda itu satu per satu. Tampaksekali mereka kecewa mendengar penjelasannya. ”Kalian kecewa mendengar penjelasanku?””Tidak, kami tetap kagum…,” jawab Jarot tegas. ”Kagum?” ”Ya, Pak Sentot telah menebusnyadengan setimpal!” ”Setimpal!” ”Yah…” Pak Sentot tercengang.

”Aku ingin tanya pada kalian, selaku pemuda, dapatkah kalian memaafkan aku?”suara PakSentot melemah dan dia mendekat pada Jarot. ”Kenapa tidak, Pak,” Jarot yang menjawab karenayang lain masih diliputi rasa tidak percaya. ”Biar tuntas kuberitahukan juga, bahwa ayahmuJarot, tidak mati oleh siulan peluru Belanda, melainkan kutembak sendiri, lantaran aku khawatirdia akan membuka rahasiaku….” Jarot langsung lemas mendengar pengakuan tambahan dari PakSentot itu.

Buku yang dipegangnya jatuh dan terbuka.Terbaca oleh Pak Sentot sebuah kalimat yang diberigaris bawah, ”Aku bangga Ayah gugur membela bangsa”. ”Jarot, nilai kepahlawanan ayahmutidak berkurang,” Farida berusaha mengurangi kegoncangan Jarot. ”Yah… Pak Sentot hanyaperantara syahidnya ayahmu saja,” tambah Darsi menopang Farida. ”Kasihan kau anakmuda.Sebetulnya ayahmu sama seperti aku, pengkhianat. Hanya dia lebih licik.Yang kumaksudrahasiaku adalah dendamku pada Belanda.”

Sayang kata-kata Sentot itu cuma dalam hati. Ia memang ingin mengutarakan biar tuntas. Biarsejarah ini lurus.Tapi ia melihat Jarot sudah lunglai. Jarot memang sangat membanggakan jiwakepahlawanan ayahnya. Pak Sentot membenamkan wajahnya ke dinding. Oh Tuhan, ampunihamba-Mu yang tak mampu meluruskan sejarah ini.***Catatan; Jakarta: 25 Juli 2007.

Suara MerdekaMinggu, 13 Januari 2008

Page 34: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

34 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Duel Dua BajinganCerpen: Fahrudin Nasrulloh

Di tebing jurang Wuluh di Bukit Kumbang, onggokan mayat-mayat berserakan di mana-mana.Gubuk-gubuk padepokan lantak terbakar. Amis darah meruap, menjelma bebayang hantu ditelanasap dan menyarang pedat ke rongga-rongga batu karang.

Roh mayat-mayat beterbangan

Diterpa cahaya purnama

Yang lahir dan yang mati

Tinggal kisah di sekotak peti

Jadi kenangan esok hari

Malam terus merayapi rasa kelam. Tapi kobaran api kian menerbangkan lelatu kematian.Membubung tinggi. Hitam pekat berliuk-liuk. Bergulung-gulung bagai ribuan naga sanca yangberlesatan menerobos angkasa. Di atas purnama bersaput warna kuning jingga, kejahatan malamitu bak geriap ajal yang membelit bayangan pandangan mata yang durja.

Ia mendengus beringas. Tatapannya sangar. Mengoceh ngalor-ngidul. Mulutnya memuncratkanludah banger. Baunya bisa semaputkan orang. Ia berjubah hitam. Bertubuh gempal. Tegapgagah, tampan. Tapi rautnya penuh parut bekas bacokan. Mengerikan dan angker. Omongannyangawur. Mbelgedhes! Mbelgedhes! Semprotan itu selalu ia semburkan ketika amarahnya muntap.

Tubuhnya dekil. Bau bangkai babi. Petakilan tingkahnya. Berangasan bila melihat perempuanayu montok. Tak malu ngocol di jalanan. Memang ia suka menumpahkan berahi di sembarangjalan. Ia menghunus pedang bergagang naga. Matanya memancarkan kilat bersaput kejora.Melesat ia, secepat lawa, di atas selembar daun jati, menembus pepohonan. Berlayangan dariranting ke ranting. Seperti gagak maut yang mengibaskan kepak bengis sekarat, melengkingkankesumat, amuknya terpanggang dendam membara. Sekujur tubuhnya bergetar gemuruh angkara.

Di Bukit Kumbang, kobaran api masih berjilat-jilat, lelaki itu berdiri bak arca yang bangkit darikutukan zalimnya. Jubah hitamnya berkibar-kibar diterpa sangit malam. Ingatan yang lamur,sayup-sayup terbayang di pelupuk mripatnya simbahan darah sang guru, Ki Padas Getas. Bagaijanin mimpi beraroma keji, pembumihangusan padepokan Bukit Kumbang baginya betul-betulmenorehkan tragedi yang memilukan. Empat puluh murid Ki Padas Getas binasa dengan caramengerikan. Puluhan kitab warisan Syekh Karamuk musnah terbakar. Sebagian dilenyapkan keJurang Wuluh, sebagian dirampok para pemburu kitab di bawah pimpinan bajingan Pieter ZanBoven, si Belanda pincang bermata buta.

Lelaki itu berkelebat di udara. Tangannya mengusap-usap wajah buruknya. Sembari memekik, iaberteriak lantang ketika melihat Pieter tergopoh-gopoh bersama dua orang berbaju hitam yangmenggembol bungkusan besar.

"Mau lari ke mana kau, Landa bangsat!? Hayo hadapi aku, jika kau benar-benar pembunuhbayaran Kompeni laknat itu!"

Mendengar celometan itu, Pieter hanya terkekeh-kekeh sengir menatap tingkah pongahSawungpati. Seraya meludah-ludah jijik, ia duduk berleha-leha dan bersiul-siul ngece disebongkah karang. Mengelus-elus pistolnya bergagang emas. Sebilah keris berwarangka kuningkemerah-merahan tersengkelit di pinggangnya

"Sawungpati, jangan cuma pamer kesaktian, Kau! Aku tak akan lari dari kematian. Akulah tuandari segala kematian. Dan kematianmu tinggal selangkah lagi. Dan malam inilah malamterakhirmu. Ketahuilah, Ki Padas Getas dan semua muridnya sudah mati dengan peluru-peluruberajah babiku ini. Memang mereka pantas mampus. Ia telah bersekongkol dengan Surapati yangmempecundangi dan membunuh Kapten Francois Tack di Kartasura. Karena itu, aku dapatbayaran banyak dari Kompeni untuk membunuh semua sahabat dan antek-antek Surapati."

Page 35: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

35 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Bangsat kalian semua! Persetan dengan Kompeni! Juga Sri Sunan yang jadi begundal danboneka kaum kafir itu. Kalian sebut Surapati sebagai bandit pengacau. Tapi dia sahabatku yangpunya keyakinan dan jiwa ksatria, dan bagiku, dia-lah yang layak menjadi raja di tlatah Jawa,ketimbang Sri Sunan yang dungu, gampang membunuh, dan gelap kekuasaan itu. Terlebih lagi,kalianlah perampok negeri kami! Bangsat! Jiancurit! Anjing najis kalian semua!!! Cuih!Bedebah! Cuih!"

"He he he, Siapa yang lebih anjing bin babi hoi, murid begajulan! Kau curi Kitab Bajra TapakGeni Ki Padas Getas. Kau cabuli putrinya, Ni Mayang Wulan, hingga ia terhina dan gantung diri.Kau tak pernah bergabung dengan laskar Surapati dalam peperangan sekalipun. Hidupmu cumakau buang untuk berhura-hura. Berjudi. Sabung ayam. Merampok dan menjarahi harta juragan-juragan Cina. Main perempuan hingga zakarmu kena raja singa. Ha ha ha, kau lebih laknat dariiblis, Sawungpati! Dan sekarang, kita ini sama-sama biadab, Sawungpati! Kau tak terima jugajika sekarang aku melakukan kejahatan yang sebenarnya lebih sesat dari kejahatanmu!"

Dua murid murtad Ki Padas Getas itu gencar saling berserapah dan lempar tuduhan. Pieter, sijangkung merit beraut mayat, bertulang bak jrangkong. Dengusan napasnya bagai memletikkanrambut pasir api yang kuasa membangkitkan mimpi buruk bagi siapa pun yang terjebak menatapkesangaran wajahnya. Ketangkasannya bertarung sabung memang setara dengan Sawungpatiyang telah menguasai Kitab Bajra Tapak Geni. Namun pelor-pelor pistolnya yang berajah gaibitulah, yang banyak membikin gentar musuh. Bahkan Kompeni juga orang-orang Mataram punmenggigil menghadapinya.

"Pieter, kenapa kau tega membunuh guru kita?"

"Ia pantas mati. Bukan perkara aku dibayar oleh Kapten Eygel untuk membinasakannya. Tapiaku yakin, jika tak kubunuh si bongkeng bau tanah itu, dia pasti nanti kau bunuh juga dan kaurampas pula kitab saktinya. Dan ternyata benar dugaanku."

"Tapi mengapa pula kau lenyapkan semua kitab Syekh Karamuk?"

"Aku sudah mempelajarinya semua. Termasuk kitab babon Segara Ireng Kalimatul Arsy walMaut. Aku yakin, tak seorang pun pewarisnya yang khatam mengamalkannya. Kecuali aku. Aku.Akulah pewaris tunggal semua ilmu guru yang kelak menjadi jawara di tlatah ini yang tiadatandingnya."

"Sontoloyo, celeng demit begejil!! Terbakarlah leluhur bejatmu di alam baka, bangsat!"

"Hei, lancang benar kau sebut-sebut roh leluhurku di Den Haag yang telah beristirahat dengantenang. Memang, aku sudah telanjur jadi iblis. Aku bukan pengabdi Kompeni, bukan budaksiapa pun. Akulah tuan dari kebejatanku sendiri, dari segala kejahatan dunia. Sudahlah! Janganbanyak cincong kau! Hayo kita bertarung!!!" Ciaaatttttt!!!

Ciaw, ciow, cah cih cuh

Mata elang sambar menyambar

Bayangan getih bersintakan

Digulat dendam, silir menyilir

Yahoi, jurus-jurus beradu

Menetak nadi, gemetar pepati

Ciaw, ciow, cah cih cuh

Pieter berkelebat. Menghambur ke arah Sawungpati. Sementara, dua pengikutnya, jawara buleperanakan; Gajul van Deer dan Bajul van Keer telah bersiap-sigap menyerang dari sisi kanan dankiri.

"Hoi, Kalian menyingkirlah! Ini urusanku dengan Sawungpati. Jangan ikut campur!!!"

Page 36: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

36 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Kami berdua juga ingin menguji kesaktian Sawungpati, Tuan!" pekik Bajul van Keer.

"Benar, Tuan, aku juga sudah gatal ingin meremukkan kepala si durjana ini!" sambung Gajul vanDeer.

"Jamput! Dasar kroco-kroco tak tahu diri. Kalian bukan tandingannya. Jangan membantahperintahku! Atau kubunuh kalian sekarang!?"

Seketika keduanya ciut nyali dan nyengir seperti disawuri kotoran anjing. Mereka mundurbarang lima tombak. Bersungut-sungut gentar campur grundel sambil mondar-mandirmengayun-ayunkan pedang dan kapak mereka.

Bagi Gajul dan Bajul, mereka hanya sekali menyaksikan pertarungan dua pendekar urakan itu.Inilah persabungan kedua mereka setelah, lima tahun sebelumnya, Pieter dicocor mripat kirinyadengan jurus Tapak Carang Goyang oleh Sawungpati hingga buta dan kemiren kaki kanannyatertetak pedangnya hingga pincang. Tapi Sawungpati juga terluka cukup memedihkan. Karenasabetan keris Wotyamadipati milik Pieter, hampir sekujur wajahnya penuh carut luka.Mengerikan. Menyayat pandangan.

Dalam sekejap keduanya sudah bertarung sengit. Berlompatan di udara. Menukik. Menghunus.Saling sambar menyambar dengan jurus masing-masing. Hunjaman demi hunjaman keris Pietermenyodok ke wajah Sawungpati. Sabetan pedang Sawungpati juga berkali-kali menjurus ke dadaPieter, namun ia tangkas berkelit lincah.

Sesekali keduanya berkelebatan dari bongkahan karang satu ke bongkahan karang yang lain. Jikatak hati-hati, mereka bisa terpeleset terjerumus ke Jurang Wuluh. Tapi mereka bukan pendekarurakan biasa yang ceroboh seperti dua cecunguk Pieter yang keberanian dan ketangguhannyaterbilang kacangan.

Hiaattt!.... Ciahhhh!....

Ciaaatttt!.... Heahhh!....

Gema suara mereka melengking menggelegar hebat. Denting keris dengan pedang memekakkantelinga. Percikannya bak tebaran timah panas berpletikan ke mana-mana. Menggiriskan bulukuduk. Memaksa mata tersodok berkejap sebab kilaunya memerihkan tatapan. Membunarkanjarak pandang. Memusingkan kepala bagi siapa saja yang jika berani coba-coba membukakedipan mata.

Tiba-tiba Sawungpati mundur tiga langkah. Menata kuda-kuda. Membuka jurus-jurus dari KitabBajra Tapak Geni. Kaki kirinya dilipat dan ditapakkan di dengkul kanannya. Matanya terpejam.Dua telapak tangannya saling dirapatkan dan diacungkan ke langit. Mulutnya komat-kamitmerapalkan mantra:

aji bajra tapak geni

segara langit segara bumi

lipat pati latu getih

biqudratillahi mautika

rajiun wa laknatun

Pieter tidak tinggal diam. Lima pelor berajah babi telah siap dibidikkan. Namun ia juga berjaga-jaga dengan mendaraskan mantra dari Kitab Segara Ireng Kalimatul Arsy wal Maut:

aji geni ireng segara areng

sipat Gusti sipat langgeng

sipat menus sipat pati

Page 37: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

37 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

matia sajroning dzat Gusti

la ilaha illallahu Muhammadar rasulullahu

Serentak keduanya saling menerjang. Kibasan, pukulan, dan sodokan sama-saama merekalancarkan.

Pieter mulai keteter. Dengan susah payah ia berkelit dan menangkis pukulan dan tendanganSawungpati. Sawungpati terus mendesak. Jurus kelima Bajra Tapak Geni ia tukikkan ke ulu hatiPieter. Sial. Pieter tak sempat menghindar. Kecepatan pukulan itu melebihi desahan napasnyayang mulai ngos-ngosan. Ia terjengkang tiga langkah ke belakang. Sambil memegangi uluhatinya, Pieter menghirup setarikan napas.

"Ha, ha, ha, bagaimana rasanya Bajra Tapak Geni-ku, Pieter? Jantungmu bisa-bisa ambrol dangosong!!! Ha, ha, ha!!!"

Pieter tak meladeni ocehan itu. Sekilat lepas ia tembakkan pistolnya. Sawungpati tergeregapmenghindar. Berjumpalitan bagai kutu loncat. Empat tembakan dapat ia tepiskan. Tapi satupeluru menyarang di perutnya. Darah mulai menetes. Ia merintih-rintih, nyengar-nyengirkesakitan. Wajahnya yang bercarut luka kini memerah. Pelor rajah babi memang dengansendirinya merasuk ke seluruh aliran darah dan membuat si terluka makin garang dan lepaskendali bagai celeng alas mengamuk menyerang musuhnya.

Sementara Pieter mulai terhuyung-huyung dan berjalan terdingklang-dingklang sembarimemegangi ulu hatinya dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih tetap menodongkanpistol yang kosong itu ke jidat Sawungpati. Ia tahu tak ada waktu lagi mengisi peluru, lantasmembuang pistol.

Pieter segera mencabut Keris Wotyamadipati. Keringat dingin menderas meleleri sekujurtubuhnya. Ia semakin gemetar merasakan keampuhan pukulan Bajra Tapak Geni itu. Sawungpatijuga mencabut pedangnya. Tapi pedang ini bukan pedang pusaka. Kendati pedang ini pernahmembikin picak dan pincang si Pieter. Itu pun karena gabungan jurus pedang dengan denganajian Bajra Tapak Geni.

Keduanya saling berhadapan dalam jarak dua tombak. Tampaknya inilah pertarungan hidup-matimereka. Lalu keduanya saling menyerang.

Crasss.... Jlepp....

Akhkhkh.... Eighghrrhghrrr...

Tebasan pedang Sawungpati membuntungkan tangan kiri Pieter. Mata Pieter mengerjap-ngerjap.Menatap dengan nanar ke purnama yang hendak tenggelam dijemput fajar. Pieter limbung.Gontai, dan tersungkur tepat di kaki Sawungpati.

Adapun Sawungpati lebih tragis lagi, keris Wotyamadipati menancap di lehernya hingga tembuske tengkuk. Darahnya muncrat membasahi sekujur tubuhnya. Namun ia tetap berdiri tegapdengan mata mendelik. Nyalang mripatnya seolah mau menghirup cahaya fajar yang mulaimenyingsing. Mulutnya hendak memekikkan sesuatu. Tapi tak kuasa. Lalu ia terjatuh tersimpuh.Meregang nyawa. Suaranya mengorok-orok sesenggrokan. Seperti suara sapi kejang yangdisembelih.? Sejenak kemudian, kepalanya tertunduk. Dan darahnya yang menghitam kental itumasih saja merembes dari lehernya.

Dengan cekatan Gajul dan Bajul menyingkirkan Pieter dari posisi Sawungpati yang tewasbersimpuh itu. Pieter barangkali hanya pingsan sebab kehabisan darah. Tapi pukulan Sawungpatiitu juga sangat mematikan. Akhirnya, dengan membopong Pieter beserta barang jarahan lainkeduanya cepat-cepat meninggalkan Bukit Kumbang itu.***

Lembah Pring, Jombang, 2006-2007

Page 38: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

38 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

KompasMinggu, 20 Mei 2007

Page 39: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

39 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Gerhana MataCerpen: Djenar Maesa Ayu

Malam selalu memberi ketenangan. Banyak kenangan yang begitu mudah dikais dalam ruang-ruang kegelapan. Kenangan yang memang hanya layak mendekam dalam gelap itu seolahmengacung-ngacungkan telunjuknya meminta waktu untuk diingat setiap kali malam bergulir, diatas pembaringan tanpa kekasih yang tak akan hadir.

Banyak orang yang begitu takut pada malam. Pada gelap. Pada sesuatu yang membuat mata kitaseolah buta dan mau tak mau harus meraba-raba. Membuat jantung mereka berdegup lebihkencang. Membuat mereka tak tenang. Membuat mereka rela menukar ketidak-tenangan itudengan harga listrik walaupun harganya semakin tinggi menjulang.

Tapi saya selalu merasa malam memberi ketenangan. Semakin gelap semakin ramai. Hampirmenyerupai pasar malam yang ingar bingar namun tanpa penerangan. Sehingga saya tak pernahmerasa ketakutan. Tak pernah merasa tak tenang. Sepanjang mata memandang, hanyalahkegelapan. Tubuh kelihatan amat samar. Namun, suara-suara begitu jelas terdengar. Begitudekat. Sedemikian dekat sehingga aroma napas si empunya suara itu di hidung terasa melekat.Mata saya mulai merapat, semakin gelap, semakin semuanya akhirnya begitu terang terlihat.

Mungkin karena itulah saya begitu membutuhkan cinta. Seperti malam. Seperti gelap. Cinta punmembutakan. Saya tidak butuh kacamata matahari demi mendapatkan gelap di kala siangmenyala. Saya tidak perlu menutup semua tirai dan pintu serta menyumbat sela-sela terbukayang membiarkan cahaya menerobos masuk supaya kegelapan yang saya inginkan sempurna.Saya hanya perlu mencinta dan dengan seketika butalah mata saya.

Saya menamakan kebutaan itu gerhana mata. Orang-orang menamakannya cinta buta. Apa punnamanya saya tidak peduli. Saya hanya ingin mendengar apa yang ingin saya dengar. Saya hanyaingin melihat apa yang ingin saya lihat. Dan hanya ialah yang saya ingin lihat, sang kekasih baklentera benderang dalam kegulitaan pandangan mata saya. Dari sinarnyalah saya mendapatkansiang yang kami habiskan di ranjang-ranjang pondok penginapan. Saling menatap seakan hanyasiang itu hari terakhir kami bisa saling bertatapan. Saling menyentuh seakan hanya siang itu hariterakhir kami bisa saling bersentuhan. Dan melenguh seakan hanya siang itu hari terakhir kamibisa saling mengeluarkan lenguhan.

Di saat-saat seperti itu, di kebutaan seperti itu, saya tak perlu meraba-raba. Tak pernah ada waktuuntuk berpikir apa yang akan terjadi di hari esok. Apakah benar masih ada hari esok. Atauapakah masih perlu akan hari esok. Walaupun tidak jarang kebutaan yang memabukkan ituterganggu oleh suara-suara dari luar dunia, seperti suara-suara ponsel yang berdering tak henti-hentinya, namun dengan seketika gerhana mata bekerja. Suara-suara ponsel yang menggangguitu berubah menjadi suara lagu. Lembut mendayu-dayu. Tak saya sadari lagi ketika tubuhnyapelan-pelan memisah dan menjauh. Tak terdengar suaranya yang sengaja dibuat lirih ketikamenjawab panggilan telepon dan mengatakan kalau ia sedang tidak ingin diganggu denganalasan penyakit lambungnya tengah kambuh. Saya tetap merasakan tubuhnya melekat. Saya tetapmendengar suaranya melantunkan senandung yang membuat saya merasa itulah saat terindahuntuk sekarat. Saya masih melihat matanya sedang menatap. Mata yang seperti mengatakanbahwa tidak ada siapa pun di dunia ini yang berarti kecuali saya. Tidak ada apa pun di dunia iniyang lebih penting dari saya. Mata saya pun semakin buta. Dicengkeram gerhana. Semakinkabur. Semakin dalam ke muara cinta tubuh ini tercebur.

Kami hanya bertemu kala siang. Kala api rindu sudah semalaman memanggang. Kala segalagaris maupun lekukan amat nyata terlihat dengan mata telanjang. Segala garis maupun lekukanitu selalu diikuti bayang-bayang. Dan dalam bayang-bayang itulah kami betemu dan bersatu. Disanalah kami saling menjamu keinginan antara satu dengan yang satu.

Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi ataumalam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang sayainginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.

Banyak yang tambah mempertanyakan. Kenapa harus buta? Kenapa tidak menggunakan mataasli demi melihat pagi asli atau malam asli. Kenapa harus menciptakan buta yang tak asli?Karena cinta, saya bilang. Dalam cinta saya bisa merasakan segala sesuatunya asli, walaupun di

Page 40: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

40 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

kala pagi dan malam yang tak asli.

Terus terang, saya tidak pernah dapat memastikan apakah pertanyaan-pertanyaan itu asli.Kadang saya merasa pertanyaan-pertanyaan itu tidak datang dari orang-orang, melainkan datangdari diri saya sendiri. Sehingga saya pun tak dapat memastikan apakah jawaban saya asli. Karenatidak mungkin sesuatu yang asli lahir dari yang tak asli.

Namun lagi-lagi perasaan ini terasa asli. Walaupun kami hanya bertemu kala siang, atau kalapagi dan malam yang tak asli. Kalimat di bungkus kondom "ASLI, SERATUS PERSEN ANTIBOCOR" yang kami robek sebelum bercinta pun asli. Hangat kulitnya yang tak berjarak.Gerakan tubuhnya yang sebentar menarik sebentar menghentak. Bunyi ranjang berderak. Jantungkeras berdetak. Suara yang semakin lama semakin serak, adalah asli. Membuat saya selalumerasa tak pernah cukup dan ingin mengulanginya kembali.

Saya tahu, saya akan bisa mengulanginya lagi. Tapi dengan satu konsekuensi. Harus mengertistatusnya sebagai laki-laki beristri. Bertemu kala siang, bukan kala pagi atau malam hari. Kalasiang dengan durasi waktu yang amat sempit. Bukan kala pagi atau malam hari yang terasa amatpanjang dalam penantian dan rindu yang mengimpit. Membuat saya kerap merasa terjepit.Antara lelah dan lelah. Antara pasrah dan pasrah. Saya terjebak dan berputar-putar pada duapilihan yang sama. Saya jatuh cinta.

Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika, mungkin tak akan seperti inisaya tak berdaya. Mungkin suara-suara yang kerap menghantui dengan pertanyaan dan jawabanakan lain bunyinya. Mungkin malam akan membuat saya takut. Dan dengan tubuh lain ke dalamselimut saya akan beringsut. Juga tak akan ada siang di mana saya meradang dan menggeleparatas tubuh yang menyentuh di atas seprai kusut lantas terhenti oleh dering panggilan ponsel yangmembuat satu-satunya fungsi pada tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut.

Mungkin?

Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya. Dan kami bisa tinggaldalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi danmalam. Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam.Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena cinta telahmembutakan kami berdua.

Mungkin?

Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya telah melingkarcincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini menumpahkan air. Diatas pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir.***

Jakarta, 2 Oktober 2006 11:06 AM

RepublikaMinggu, 04 Mei 2008

Page 41: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

41 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

KUCING TETANGGACerpen: Thamrin, TI

Istriku tiba-tiba jadi pembenci kucing nomor satu. Tiap ada kucing mendongakkan kepalanya kecelah pagar halaman rumah kami, dia langsung menghardiknya. Yang berhasil menerobosmasuk barangkali akan digebuknya.

Kucing-kucing itu milik Nyonya Siska, tetangga kami seblok. Dia istri Idris, oknum pejabatPemda yang mendadak kaya. Rumah gedung dua pintu mereka penuh kucing kampung dankucing angora. Karena bau kucing-kucing itu, istriku jadi tak menyukai Bu Idris, seperti harambaginya menginjakkan kaki di rumahnya.

"Begitu kita masuk, Yah, sudah tercium bau tahi kucing di mana-mana. Sofa dan kursi mejamakan yang mahal-mahal pun sobek-sobek dicakar kucing," kata istriku. "Dan, dibiarkan.Paling, katanya, Pus, atau Linda, jangan begitu. Itu kursi mahal. Huh, gemas aku.""Tapi, katamu, kau belum pernah ke rumahnya," kataku.

"Memang," jawabnya tangkas. "Tapi, kan tercium dari luar pagar."

"Lalu, sofanya yang cabik-cabik?"

"Ibu-ibu bilang begitu!"

Kebencian istriku menjadi-jadi ketika musim kucing kawin tiba. Suara jeritannya sama riuhnyadengan jeritan kucing hendak bersenggama.

"Jangan-jangan kau benci pada pemiliknya, bukan pada piaraannya itu," kataku menggoda.

"Apa?!" istriku berteriak gusar.

"Kau iri pada kekayaan mereka."

"Apa? Yang ia curi bukan milikku, tapi milik rakyat dan negara. Lagi pula, hampir semua pejabatnegeri ini koruptor. Tambah satu..., kecil."

"Husss!"

"Bodo!"

Yang suka berkeliaran di depan rumah kami kebanyakan kucing kampung, yang dibiarkanmencari makan sendiri. Sedangkan kucing angora ia kurung di rumah dan dibelikan ikan,daging, serta susu. Itu sebabnya, kata gunjingan, para pembantu rumah tangga jarang betahbekerja di rumah Bu Idris. Mereka hanya kebagian tahu dan tempe.

Kalau ada kucing sakit, dibawa ke dokter hewan. Tapi, ketika para pembantu sakit, palingdibelikan aspirin atau jamu tolak angin. Namun, kepada ibu-ibu tetangganya, Bu Idris berdalih,"Saya sendiri makan tahu-tempe. Saya juga suka minum jamu."

Berkerumunnya kucing kampung Bu Idris di depan rumah kami, karena kami "memelihara"banyak tikus. Siang-malam loteng rumah kami sering riuh-rendah oleh lalu-lalang dan cericittikus yang berkeliaran mencari makanan. Apa saja mereka ganyang. Kaleng roti biskuit seringmampu mereka gulingkan ke lantai, dan isinya mereka ludasi.

Sialnya, mereka kian pintar membedakan santapan yang aman dengan yang membawa ajal.Makanan beracun hampir tak mereka sentuh, kecuali anak-anaknya yang kurangberpengalaman. Sedang tikus biang dan pejantan segera membiakkan generasi baru.

"Jangan-jangan ini tikus yang lari dari rumah Bu Idris, atau yang ia kirim," anakku, Isna,meledek ibunya.

"Husss!" sergahku.

"Sebenarnya, mereka kemari karena merasa dianaktirikan dengan kucing-kucing impor itu,"kata istriku.

Page 42: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

42 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Itu karena kita tidak memelihara kucing," kata Ita, adik Isna.

"Memelihara kucing? Amit-amit deh," sungut ibunya.

Tikus-tikus pun mengamuk. Karena semua makanan, mentah dan matang, kami jejalkan kekulkas, mereka kini memakan karpet, sandal karet, sepatu kulit, dan apa saja. Pralon rompal,membuat air tanah macet, dan air PAM melimpahi rumah. Singkong dan ubi di kebun kecil disamping rumah juga tumpas. Istriku berhenti mengumpati; ia mulai putus asa.Rekan-rekanku di kantor, yang aku ceritai, menyalahkan kelemahanku -- istriku lebih dominan."Pertama-tama, kau harus tertibkan istrimu, baru tikus," Maulana mengajukan resep.

"Rumahmu penuh tikus, tapi istrimu membenci kucing, padahal kucing pemangsa tikus."

"Katamu, lahan rumahmu itu bekas kebun singkong dan ubi," kata Johan yang sering kerumahku. "Aku tahu di sebelahnya sawah, yang diuruk untuk pemukiman baru. Tahu kaukenapa rumahmu dikerjai tikus?" katanya.

Teman-teman tersenyum menunggu ketajaman analitis Johan yang terkenal itu. "Tadinya tikus-tikus menetap dan mencari makan di lahan rumah itu sebelum rumahmu berdiri," simpulMarjohan.

"Mengapa sekarang?" protesku.

"Ketika rumahmu dibangun, mereka mengungsi ke sawah, dan memangsa padi atau palawija.Sedang sekarang kan sawahnya sudah diuruk untuk bakal pemukiman."

"Tapi, kenapa rumahku?" protesku.

"Karena istrimu itu! Ia mempersonanongratakan kucing-kucing itu," kata mereka serentak.Aku termenung. Johan memintaku memeriksa saluran air rumah. "Apakah airnya mengalir kesawah?" tanyanya.

"Memang. Sejak gorong-gorong depan rumah suka meluap di musim hujan, kami membukasaluran air ke sawah."

"Ya," sela Johan. "Dari situlah tikus-tikus itu leluasa keluar-masuk. Tutup saluran itu, alirkan airlimbah kembali ke gorong-gorong. Dan biarkan kucing-kucing itu melakukan 'operasi jaringmerah'."

Aku mengangguk pelan.

Saran Johan aku laksanakan tanpa meminta persetujuan istriku, yang ternyata setuju saja."Tapi, jika hujan dan airnya melimpah, kita bisa dimaki orang se-RW."

"Biar. Kita yakinkan mereka, itu gara-gara para oknum Pemda yang korup dan mau terimasogok. Developer membangun perumahan berfasilitas kelas kambing. Membengkakkan biayaproyek dan memerosotkan mutu. Orang-orang kayak si tikus Idris itu."

"Husss!" sergahku.

"Biar!" kata istriku enteng. "Masak, kepala bagian saja bisa punya rumah bertingkat dua kapling,dan tiga sedan mewah. Dasar tikus."

Setelah saluran air itu ditutup, tikus-tikus itu tak bisa lagi keluar masuk ke dan dari rumah kami.Sekarang, rasakan! Tapi tidak juga. Tak bisa keluar dari rumah, para tikus kian merajalela:makanan, pipa pralon, kabel listrik dan telepon, pakaian dan sepatu, mereka lahap semua.Seperti hendak membalaskan dendam: mereka menggerogoti sedikit lalu mencabik-cabiknya.

"Idris lu!" kutuk istriku.

"Sssst!"

"Ah, kau! Kau kayak penegak hukum saja, takut sama koruptor!"

Suatu sore di hari libur Imlek, aku, istriku, dan ketiga anakku duduk-duduk di beranda. Akumelihat wajah istriku lebih berseri.

Page 43: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

43 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Tumben Ibu kalian ceria hari ini?" godaku.

"Emang. Aku girang dia akan pindah dari sini."

Aku sudah bisa menebak, tapi bertanya juga:

"Siapa yang mau pindah?"

"Keluarga tikus itu. Rupanya si Idris dapet sabetan lagi, dan membeli rumah mewah baru diKelapa Gading."

"O ya, Bu? Enak dong mereka," timpa Isna.

"Sekarang enak. Nanti di akhirat tahu rasa," ujar istriku.

"Lalu kenapa kau senang?" kataku.

"Tampang kayak gitu jauh-jauh sajalah."

Tiba-tiba seekor kucing kampung melompat dari para-para rumah kami. Matanya liar danbersinar di keremangan senja. Dia seperti kaget dan ketakutan melihat kami, yang menatapnyananap. Yang lebih kaget aku dan anak-anakku. Bukan saja berhasil lolos masuk ke rumahkami, kucing abu-abu bertotal hitam itu mencengkeram seekor tikus sebesar tinju lelaki dirahangnya yang bertaring tajam. Darah segar menetes dari tubuh tikus hitam keabu-abuan itu.Matanya terbeliak, seperti tak percaya ada kucing masuk ke rumah dan menangkapnya.

"Ya. Sejak pemiliknya dipastikan akan pindah ke Kelapa Gading, aku membiarkan kucing-kucing kampung itu masuk dan berpesta pora," ujar istriku dengan senyum puas.

Suara KaryaSabtu, 15 September 2007

Page 44: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

44 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Si Pemabuk itu BertobatCerpen: Isbedy Stiawan ZS

SI PEMABUK itu kini tampak sungguh-sungguh bertobat. Sarung hitam berlurik kotak-kotakmelilit tubuhnya, piyama (kau menyebut baju koko) dan peci-semuanya berwarna putihmempermanis kehadirannya di mesjid ini.

Pada shaf ketiga di sudut kiri, ia bergeming. Pandangnya tak jalang, tatapnya tiada nyalang.Lurus ke bawah, persis pada sajadah di mana keningnya rebah saat sujud. Tak ada yang pedulipada si pemabuk itu-ia tampak kini sungguh-sungguh bertobat-yang setiap jamaah mesjid initahu padanya; mengenal siapa lelaki itu secara akrab seperti tahu pada diri sendiri. Si pemabukitu terkenal amat karib berulah. Meski semua orang juga tahu kalau ia telah melunasi rukunkelima dari rukun Islam.

"Tapi sepulang dari Mekah bukan benar-benar tobat, tapi malah banyak bikin maksiat," sindirjamah yang juga masuk dalam jalajan pengurus mesjid. Ia lalu menggelari si pemabuk itusebagai tomat: pergi ke Mekah karena tobat dan pulang kembali maksiat. "Haji tomat. Mau pergitobat, sepulang haji malah kumat," sahut yang lain.

Si pemabuk itu acuh pada gunjingan tetangga, apatah lagi jemaah mesjid yang acap meliwatiwarung Ali tempat ia biasa nongkrong menenggak alkohol. Ia juga tetap bergeming meski terlalusering orang yang bergunjing sampai ke telinganya. Ia berpikir, selagi ia tak meminta uang ataumemeras orang lain, tak jadi soal benar gunjingan itu. Kata guru mengajinya waktu ia kecilmasih selalu diingatnya dan tak akan pernah hilang dalam kenanganya: "Lebih baik pemabukyang kemudian bertobat sehingga disebut bekas pemabuk, daripada bekas ustad karenatergelincir ke lubang maksiat."

Guru mengajinya yang lain (maklum ia kerap berganti guru mengaji karena alasan bosan atauingin banyak menimbu ilmu agama dari banyak guru) pernah bercerita lalu menyimpulkan:"Seorang pelacur akhirnya dimasukkan ke surga oleh Tuhan hanya karena ia telah menolongseekor anjing yang nyaris mati kehausan."

Pada hari lain, guru mengaji yang lain lagi, juga bercerita di sela jeda anak-anak istirahatmengaji, bahwa pernah terjadi di zaman nabi seorang pembunuh yang telah membunuh 99 oranglalu ia bertobat. Akan tetapi, sebelum ia sempat memasuki mesjid ia meninggal. Lalu malaikatmenghitung jumlah langkah dari pertama kali ia berniat untuk bertobat dengan jarak mesjid."Ternyata pembunuh itu lebih dekat pada mesjid saat Tuhan mengambil nyawanya. Jadi, Tuhantak pernah alpa dan lalai mencatat setiap niat seseorang. Mereka itu mati dalam keadaan khusnulkhotimah. Tahu artinya khusnul khotimah?" ustad mengajukan pertanyaan. Hanya si pemabukyang tahu artinya dan menjawab: "Meninggal dalam keadaan (berbuat) baik, Ustad!"

Ustad mengangguk. Tersenyum. Sebatang lidi yang semula tegak dan siap mengelus kulit parasantri kembali ditarik dan diletakkan di sebelah ustad. Semua santri riang-gembira. Tapi, parasantri tak bisa mengerti, menginjak remaja sahabatnya itu lupa pada khalaqoh, tak pernah lagimembuka Alquran, enggan bersarung dan berpeci. Apalagi begitu ia merantau ke kota danberistri perempuan kota, kemudian mengambil rumah di kompleks perumahan sangat sederhana(RSS). Mungkin karena acap bergaul dengan orang-orang kota ia pun sudah melupakan aromakampung, tempat pengajian, bahkan juga surau yang memang sulit ditemui di kota besar.

"Kau sudah sangat lain sekarang," tukas sohibnya di kampung dan bersama-sama belajar mengajidengan ustad Mustofa Bisri. "Jangan-jangan di rumahmu sudah tak lagi menyimpan Alquran?"

"Ini kota besar, kawan!" ia menyela. "Kalau aku masih tinggal di kampung, sudah lama aku mati.Mungkin kau hanya ingat namaku, tapi tak pernah melihatku lagi. Aku akan mati kelaparan!""Apakah begitu, semua orang kota berpikiran seperti itu?" sohibnya berujar.Ia diam. Kembali menenggak air alkohol dalam seteguk habis."Sudahlah, tak perlu berkhotbah. Kalau kau mau, silakan minum pula."

"Kalau cuma minum, jangankan sebotol tapi sepeti pun aku bisa habiskan tanpa mabuk. Tapi apauntungnya bagiku?" tantang sohibnya, kemudian ingin beranjak. Tetapi, si pemabuk memegangkerah baju sohibnya itu dari belakang. Ia hendak meninju wajah temannya, tapi rekannya semasakecil lebih cepat memuntahkan tinjunya ke wajah si pemabuk hingga terhuyung. "Selamatmenikmati perihmu itu, dan itu belum seberapa"

Page 45: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

45 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Ia tak dendam. Meski sejak itu ia tak lagi berjumpa sohibnya semaca kecil dan sama-samaberguru dengan ustad Mustofa Bisri, Haji Zawawi, dan Kiyai Kromo.

* * *

SI PEMABUK itu ternyata sudah berkali-kali menginap gratis di balik jeruji. Keluar masuk buikarena mabuk maupun digaruk saat berpesta di rumah bordil sudah jadi langganannya. Tetapi, yatetapi, ia tak pernah jera. Apalagi kemudian ia berkawan dengan keponakannya yang wartawan-juga pemabuk-dan "menguasai" beberapa tempat hiburan malam, makin jauh saja ia padakehidupan surau. Kehidupannya menjadi-jadi. Kacau. Ia memilih hidup menggelandang setiapmalam daripada pulang menemui istrinya dan berpelukan. Hingga 20 tahun ia berumah tangga,belum juga dikuriania anak.

Itulah yang menyebabkan ia merasa kesepian jika tinggal di rumah. Hanya istrinya yang mulaitua dan tak lagi menarik wajahnya seperti saat ia sunting dulu yang menemaninya.. "Mungkin iakecewa pada rumah tangganya," seloroh tetangga sebelah rumahnya."Ia bermabuk-mabuk karena ingin lari dari kenyataan!""Tapi itu salah, ia tak bisa bersembunyi dari realita!""Mungkin juga baginya itu yang membahagiakannya.""Cuma, cara seperti itu jelas semu.""Ya." Yang lain mengangguk.

* * *

SI PEMABUK itu yang telah menenggelamkan nama sesungguhnya yakni Aulianuddin, kinimembuat semua orang di kompleks perumahan itu terpengarah. Pada Ramadhan tahun ini iasambangi mesjid setiap jelang Isya hingga usai tarawih. Bersarung hitam lurik kotak-kotak,berpiyama dan berpeci warna putih, tak ketinggalan pula sorban ala pejuang Palestin melilitlehernya hingga ke dada.

Ia tampak khusyuk. Tidak pernah berpaling ke kiri dan kanan, kecuali untuk mengucap salamsetiap habis rakaat terakhir. Setelah itu ia kembali tenggelamkan wajahnya ke bawah, jemarinyabergerak bagai menari di antara biji-biji tasbih, bibirnya bergerak meski amat lambat. Ia pastisedang berzikir. Menyebut asma-asma Allah. Usai tarawih, ia pun keluar mesjid tanpa menyapasiapa pun."Syukurlah kalau ia sudah bertobat.""Semoga ia khusnul khotimah.""Husts," seseorang mengingatkan. "Pak Aulianuddin itu masih jauh bau tanah. Ia masih muda!""Aku tak mendoakan dia cepat mati."

Si pemabuk itu bergeming pada bisik-bisik jamaah mesjid. Ia acuhkan semua gunjingan. Iaberpikir, ia tak mengganggu orang lain. Ke mesjid itu ia hanya ingin salat berjamaah, bukanmengemis atau merampas pahala jamaah lain. Ia hendak mengadu, selain mengenang masa anak-anak di kampung saat bulan Ramadhan ia habiskan waktu malamnya di surau: tarawih, tadarus,solat wajib, dan amal sunah lainnya.

"Kadang aku juga rindu suasana seperti di kampung dulu, apakah salah?" ia beralasan ketika Ali-pemilik warung rokok dan minuman alkohol di sudut gang-merasa heran ketika melihatperubahan dirinya. "Suatu ketika, entah kapan, kau pun akan mengalami hal yang sama. Apakahkau salah?""Tidak juga.""Karena itu, apa yang kulakukan ini benar kan?""Benar. Sangat benar," cetus Ali. "Hanya saja, abang cepat sekali berubah. Itulah yangmembuatku terheran-heran."

"Kau tak pernah mendengar cerita tentang orang yang telah membunuh 99 orang lalu ketikahendak menggenapkan 100 orang ia tobat, tapi sebelum ia mewujudkan niatnya denganperbuatan ke 100 ia keburu mati. Malaikat pun menghitung langkahnya, ternyata ia lebih dekatpada perbuatan baik maka ia pun dimasukkan ke surga. Begitu pula kisah seorang pelacur yangtelah menolong seekor anjing kehauasan, maka karena kebaikannya itu terhapuslah dosa-dosanya.""Ah!" Ali hanya mendesah. Mungkin terpana, mungkin pula tak percaya.

Page 46: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

46 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

* * *

PADA malam ke 11 tarawih, kami kehilangan si pemabuk. Ia tak terlihat di shaf biasa ia solat.Hampir setiap jamaah yang tahu dan mengenal Aulinuddin mencari-cari. Saling berpaling kekiri-kanan atau pun belakang, sudut kanan mesjid. Tapi tetap tiada. Si pemabuk itu dipastikan taklagi ke mesjid untuk berjamaah salat Isa dan tarawih.Ke mana gerangan? Jamaah mesjid bertanya-tanya.

Usai tarawih salah seorang jamaah menyambangi warung Ali, bertanya apakah melihat sipemabuk. Ali hanya menggeleng. Ia mengaku tak melihat si pemabuk itu. Bahkan ia mengira,Aulinuddin di dalam mesjid: masih bertasbih ataupun tadarus. "Tadi ia berbuka puasa di sini,lalu saya tak tahu ke mana ia pergi.""Apa ia bersarung dan berpeci?" selidik jamaah mesjid ingin tahu lebih jauh."Hanya pakai kopiah.""Ohhh"

Tiba-tiba Ali menuding telunjuknya. "Itu dia Bang Aulia!" kemudian ia memanggil, "Bang BangAulia, sini, dari mana?!"Si pemabuk itu mendekat. Wajahnya tetap tertunduk.

"Ada apa? Memangnya mengapa?" ia balik tanya begitu dekat. Kini wajahnya tegak. MenatapAli dan salah seorang jamaah mesjid yang tadi mencarinya.

"Ah, tidak. Tidak apa-apa, cuma kami merasa kehilangan, ketika bang Aulia tidak tarawih dimesjid. Mungkin abang sibuk di kantor atau ada kerjaan di rumah?" jawab jamaah mesjid.

"Hanya itu?" sinis si pemabuk. "Saya pikir, saya bukanlah apa-apa dan tak memberikan apa punsebagai jamaah. Saya tak dihitung jika datang, dan tak merasa hilang kalaupun absen. Sayahanyalah si pemabuk yang mengemis untuk diakui telah bertobat. Tetapi tak satu pun jamaahyang acuh, bahkan saya merasa dikucilkan. Layaknya seekor anjing kudis yang lapar dan haus didekat bak sampah yang telah kosong karena baru saja diangkut isinya ke dalam truk. Dan anjingitu nyaris mati karena kelaparan dan haus, tapi tak satu pun manusia yang peduli"

"Begitukah abang mengganggap kami?" suara jamaah masjid itu bergetar. "Abang salah terka,abang terlalu jauh menafsir. Bahkan kami tak hendak membuat bang Aulia tersinggung lalu takhendak lagi ke mesjid jika kami menyapa atau mengacuhkan, maka itu kami seperti mendiamkanabang."

"Saya merasa tak ada artinya di hadapan jamaah. Saya merasa diri saya sangatlah kotor, pendosa,yang tak pantas beriba lagi. Semua mata jamaah saya rasakan selalu menujah dan mengulitiseluruh isi yang ada di dalam tubuh saya. Seakan hendak menghakimi saya," katanya. "PadahalTuhan saja tak memedulikan apakah yang datang padanya hamba yang kotor dan pendosa,karena di hadapan Tuhan hanyalah niat, iman, dan keikhlasan untuk beribadah. Dan, saya sudahniatkan untuk beribadah. Saya hanya pertaruhkan iman saya di hadapan Tuhan, saya pun sudahikhlas untuk berserah semata kepada-Nya. Tapi."

"Abang salah kalau berpikiran seperti itu. Abang sudah terlalu jauh menafsir, tapi sayang tidaktepat dan malah berakibat suudzon. Percayalah bang, kami tak seburuk apa yang disangkakanabang. Kalau kami begitu takabur namanya, kami juga merasa tak lebih bersih dan sucidibanding abang.""Tapi."

"Rasulullah saja yang sudah dijamin masuk surga, ia masih selalu beribadah dan berdoa memintaagar di masukkan surga. Itu artinya, sebagai manusia, ia meyakini pernah khilaf dan silaf.Apalagi kita yang hanya pengikutnya, yang jauh dari sahabat atau orang-orang salaf," tekanjamaah mesjid itu meyakini si pemabuk itu.

"Tapi, saya sudah merasa menemukan apa yang saya idamkan sebagai jamaah bukan di mesjidini, melainkan di mesjid seberang. Meski saya harus mengayunkan kaki saya sejauh 2.000 metertak jadi masalah, semoga itu tabungan untuk menambah amal saya. Saya meyakini setiapperbuatan mesti selalu dibarengi dengan perjuangan dan pengorbanan, mungkin sebagai jihadsaya di jalan-Nya, insya Allah"

Page 47: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

47 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

"Amin," imbuh jamaah mesjid. Tiba-tiba ia melihat tubuh si pemabuk itu tampak layu dan pipih.Dan, ia terlambat bergerak untuk menahan tubuh yang berdiri di depannya itu ketika luruh.Tubuh pemabuk itu terjerembab, menggelepar sekejap dan diam.

Semua orang tahu bahwa pemabuk itu belakangan sering sakit-sakitan. Ia komplikasi: paru-paru,darah tinggi, terganggu jantung, dan ginjal. Ali segera menyetop angkutan kota. Beberapa orangmenggotong dan menaikkan si pemabuk ke atas mobil. Yang lain mengabari istri si pemabuk dirumah agar menyusul ke rumah sakit. Jamaah tarawih yang baru keluar dari mesjid berkerumun,saling tanya dan saling jawab. Cuma, sepertinya mereka sepakat-setidaknya doa danpengharapan mereka-meski Aulianuddin mati di depan warung tempat biasa mabuk, nasibnyasama dengan kisah pembunuh 99 orang maupun pelacur penolong seekor anjing. ***

* Lampung, 27 September 2006; 00.33(revisi 12 September 2007; 21.30

Page 48: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

48 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

Daftar PustakaNeovd8.blogspot.com

PT.GMTH.Adam Zuyyinal.Spd

Page 49: Cerita Pendek By Adam Zuyyinal

49 | n e o d v 8 . b l o g s p o t . c o m

BiodataNama : Adam Zuyyinal AdibTempat Tanggal Lahir :Sungailiat,21 Mei 2000Kelas :X MM