cerita adipati
TRANSCRIPT
CERITA ADIPATI ONJE
DALAM NASKAH-NASKAH BABAD
SKRIPSI
Yang diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sastra
Oleh
Nama : Diana Wisnandari
Nim : 2151402009
Prodi : Sastra Jawa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang
Panitia Ujian Skripsi.
Semarang, Januari 2007
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Sukadaryanto, M.Hum. Yusro Edy Nugroho, S.S, M.Hum. NIP 131764057 NIP 132084945
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Semarang
pada hari : Selasa
tanggal : 30 Januari 2007
Panitia Ujian Skripsi
Ketua, Sekretaris,
Prof. Dr. Rustono Drs. Mukh Doyin, M.Si. NIP 131281222 NIP 132106367
Penguji I,
Drs. Hardyanto NIP 131764050
Penguji II, Penguji III,
Drs. Sukadaryanto, M.Hum Yusro Edy Nugroho, S.S, M.Hum NIP 131764057 NIP 132084945
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 30 Januari 2007
Diana Wisnandari
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
” Pergi bertempur tidak mencari kemenangan,
tapi pulang membawa keberhasilan”
Persembahan:
1. Keluargaku di Purbalingga
2. Keluargaku di Pati
3. Komandan, Staff
dan Anggota Menwa Sat. 902 Unnes
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Cerita
Adipati Onje dalam Naskah-naskah Babad” sebagai salah satu syarat mencapai
gelar sarjana sastra di Universitas Negeri Semarang.
Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat dorongan, saran, kritik dan
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Negeri Semarang selaku pimpinan Universitas Negeri
Semarang.
2. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin dalam
pembuatan skripsi.
3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan
kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Drs. Sukadaryanto, M.Hum sebagai dosen pembimbing I dan Yusro Edy
Nugroho, S.S, M.Hum sebagai dosen pembimbing II.
5. Bapak ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah
membekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk penulisan skripsi ini.
6. Ayah dan bunda yang senantiasa memberikan doa dan restunya kepada
saya.
7. Mas Joko yang selalu setia menemani serta memberikan dorongan
semangat kepada saya.
vii
8. Bapak Supeno Adi Warsito yang bermurah hati memberikan izin untuk
memotret naskah Babad Onje.
9. Bapak Baruna, bapak Bangun, bapak Damri, bapak Mintoharjo, bapak
Adil, bapak Hadi, serta bapak Maksudi yang telah memberikan banyak
informasi untuk penulisan skripsi ini.
10. Sahabatku Pradnya Permanasari (nana), adik kecilku Ikasari Astarina atas
kebersamaan yang indah ini.
11. Teman-teman Menwa Yudha 26 atas korsanya.
12. Teman-teman Sastra Jawa ’02 atas kerja samanya
13. Serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu saya nyatakan disini bahwa segala kekurangan yang ada dalam skripsi
ini adalah tanggung jawab saya dan bukan kesalahan pembimbing saya.
Semarang, 30 Januari 2007
Penulis
viii
SARI
Wisnandari, Diana. 2006. Rekonstruksi Cerita Adipati Onje. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahaha dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing II : Yusro Edy Nugroho, S.S, M. Hum, Pembimbing I Drs. Sukadaryanto, M. Hum.
Kata kunci: Naskah, Babad Onje, Rekonstruksi cerita.
Tradisi teks Babad Onje hidup dalam bentuk lisan dan tulisan. Perbedaan
teks-lisan menunjukkan bahwa tradisi lisan mempunyai kecenderungan berubah sehingga melahirkan versi-versi dan variasi-variasi. Babad Onje merupakan salah satu bentuk karya sastra yang ada di masyarakat yang disimpan oleh perorangan. Babad tersebut menceritakan tentang pengangkatan bupati Onje pertama oleh Sultan Hadiwijaya beserta silsilah keturunannya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian ini.
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana rekonstruksi cerita Adipati Onje dari teks yang ada.
Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian adalah melestarikan karya sastra tradisional khususnya babad, sehingga dapat dipakai sebagai penunjang pengembangan kebudayaan nasional. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menyajikan suntingan sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya, sehingga bisa membantu memudahkan masyarakat untuk membaca dan memahami naskah Babad Onje.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode landasan, adalah metode yang diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya di bandingkan dengan yang lain diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah dan lain-lainnya dan oleh karena itu mengandung paling banyak bacaan yang baik. Maka naskah tersebut dipandang paling baik dan dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. kemudian dilengkapi dengan naskah lain yang ada hubungannya dengan isi naskah tersebut.
Sumber data dalam penelitian ini adalah teks naskah ’Babad Purbalingga’ dan naskah ’Serat Sejarah Rupi Onje’. Naskah yang dijadikana landasan dalam penelitian ini adalah naskah Babad Onje yang berjudul ’ Punika Serat Sejarah Babad Onje’. Analisis data yang digunakan adalah dengan cara mengelompokkan naskah-naskah kemudian membaca dan menilai (resensi) semua naskah yang ada, mana yang dapat dipandang sebagai naskah objek penelitian dan mana yang tidak. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode landasan. Hasil penelitian ini berupa penyajian rekonstruksi teks Babad Onje milik Bapak Soepeno Adi Warsito beserta aparat kritiknya.
Penelitian terhadap naskah jawa khususnya babad masih memerlukan penanganan yang lebih lanjut guna menghasilkan temuan yang konseptual yang
ix
lebih dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kehidupan sekarang untuk itu perlu disarankan agar segera ditingkatkan upaya-upaya yang mengarah pada usaha eksplorasi informasi yang sungguh-sungguh dari dunia naskah serta akan muncul usaha-usaha baru dalam penelitian berikutnya dimasa yang akan datang.
Dukungan dari lembaga yang terkait dengan pengembangan kebudayaan juga harus lebih dioptimalkan dan berlangsung secara terus menerus bagi usaha pemberdayaan budaya melalui rekonstruksi teks, guna menyiapkan tenaga peneliti yang terampil dan paham terhadap kebudayaan sendiri.
Dengan, keterbatasan naskah Babad Onje tersebut, penulis menyarankan kepada lembaga terkait untuk menindaklanjuti pengembangan kebudayaan secara optimal sehingga masyarakat Purbalingga pada khususnya dan masyarakat Jawa pada umumnya lebih tahu tentang isi serta pesan yang terkandung di dalam babad tersebut, dengan demikian akan lebih mencintai budaya jawa dan melestarikannya.
x
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ..................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
PERNYATAAN............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA....................................................................................................... vi
SARI................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
1.2 Pembatasan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Permasalahan ................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Manfaat ............................................................................................ 4
BAB II LANDASAN TEORITIS .................................................................. 5
2.1 Filologi ............................................................................................ 5
2.1.1 Pengertian filologi ................................................................... 5
2.1.2 Objek Filologi ......................................................................... 6
2.1.2.1 Naskah ............................................................................ 7
2.1.2.2 Teks ................................................................................ 7
2.1.2.3 Tempat Penyimpanan Naskah ........................................ 8
2.2 Kritik Teks ...................................................................................... 8
xi
2.2.1 Pengertian Kritiks Teks ........................................................... 8
2.2.2 Pengertian Transliterasi ........................................................... 10
2.3 Metode Penyuntingan Teks ............................................................. 12
2.4 .............................................................................................Terje
mahan Teks ...................................................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 15
3.1 Data dan Sumber Data ..................................................................... 15
3.2 Metode Penelitian ........................................................................... 16
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 16
3.4 Teknik Analisis ................................................................................ 17
BAB IV REKONSTRUKSI CERITA ADIPATI ONJE ................................ 19
4.1 Deskripsi Naskah ............................................................................. 19
4.2 Wujud Teks Babad Onje .................................................................. 21
4.3 Suntingan Teks.................................................................................. 41
4.3 Aparat Kritik ..................................................................................... 46
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 49
5.1 Simpulan .......................................................................................... 49
5.2 Saran ................................................................................................. 49
Daftar Pustaka ................................................................................................. 51
Glosarium......................................................................................................... 53
Lampiran ......................................................................................................... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Babad Onje merupakan cikal bakal penulisan Babad Purbalingga (Sugeng
Priyadi, 2002:161). Tradisi teks Babad Onje hidup dalam bentuk lisan dan tulisan.
Perbedaan teks-lisan menunjukkan bahwa tradisi lisan mempunyai kecenderungan
berubah sehingga melahirkan versi-versi dan variasi-variasi. Hal ini terjadi karena
faktor lupa atau proses interplorasi. Namun pada dasarnya kerangka teks tetap dan
tidak berubah.
Timbulnya karya sastra dengan nama babad di Jawa diperkirakan mulai
berkembang selambat-lambatnya pada akhir abad 17 M. Pada jaman Kartasura,
Djajadiningrat (dalam Darusuprapta 1913: 301) bahkan mungkin lebih awal lagi,
pada paruh pertama 17 M. Pada masa Mataram mulai bangkit dan mekar sekitar
tahun 1635 M de Graaf (dalam Darusuprapta 1953: 11).
Bertepatan dengan perkembangan istilah nama babad di Jawa yang
diperkirakan selambat-lambatnya abad 17 M. Di sini Babad Onje pun ikut
mewarnai perkembangan babad di kawasan Banyumas. Adanya para penguasa
atau para bupati di lingkungan Banyumas, tak ketinggalan pula kekuasaan di
bagian utara yang kini menjadi Kabupaten Purwokerto, Purbalingga serta
Banjarnegara. Timbulnya kabupaten-kabupaten dapat diibaratkan seperti
tumbuhnya jamur di musim penghujan. Kabupaten-kabupaten seperti Onje,
Penisian, Cipaku, Arenan, Purbadana merupakan bekas kota Kabupaten yang
berdiri sekitar sebelum tahun 1560 (A.M Kartasoedirdja, 1941:3).
1
2
Babad berarti ’merombak atau menebang pohon-pohon yang ada dihutan
dan semak belukar’. Poerwadarminta (1939:23) membedakan kata babad yang
ditulis berakhir dengan huruf ”d” yang berarti: 1) cerita peristiwa yang telah
terjadi 2) di babadi yang berarti ’ditebang dan dibersihkan (hutan belukar, pohon-
pohon, untuk dijadikan desa’; sedangkan kata babat ditulis berakhir dengan huruf
”t” yang berarti ’isi perut, tempat menghancurkan makanan binatang pemamah
biak’. Dengan demikian baik babad maupun babat dalam segala
perkembangannya kemudian berarti ’lukisan cerita perilaku sejarah yang bertalian
dengan pembukaan hutan, atau pendirian negeri, dan peristiwa yang telah atau
dianggap terjadi yang melatarbelakangi’. Agaknya di sini dalam pengertian Babad
Onje lebih cocok jika ditulis dengan huruf ”d”, karena Babad Onje juga
menceritakan terjadinya desa Onje.
Karya tulis ini mencoba memberikan gambaran mengenai karya sastra
Babad, khususnya karya sastra yang berjudul Serat Sejarah Babad Onje. Naskah
ini memakai kertas berukuran 10,5 x 8,5 cm, 107 halaman. Teks berhuruf Arab
pegon, berbahasa Jawa krama dan ngoko. Naskah pernah dijadikan bahan
penulisan skripsi di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada. Naskah ini milik
keluarga keturunan bupati Onje, yang isinya tentang pengangkatan bupati Onje
pertama oleh Sultan Hadiwijaya beserta silsilah keturunannya. Desa Onje
sekarang terletak di daerah Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga,
Karesidenan Banyumas, Propinsi Jawa Tengah.
3
1.2 Pembatasan Masalah
Karya tulis ini mempunyai obyek penelitian naskah sebagai salah satu
peninggalan masa lampau. Apabila hendak mengadakan rekonstruksi teks tersebut
maka naskah-naskah yang ada direkonstruksi secara bertahap sambil melakukan
emendasi. Yaitu salah satu bacaan salah dibetulkan menurut bacaan yang benar,
yang terdapat dalam naskah-naskah lain. Setelah itu baru dapat menentukan atau
memilih, kemudian menerapkan metode mana yang diharapkan mampu
menghasilkan teks yang mendekati asli, teks yang bersih dari kekeliruan-
kekeliruan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka maslalah yang akan dikaji dalam
skripsi ini adalah tentang rekonstruksi cerita Babad Onje yang akan dilengkapi
dengan naskah lain yang ada hubungannya dengan isi naskah tersebut. Dalam
Babad Purbalingga berisi tentang daerah Purbalingga yang menyangkut desa Onje
yang isinya demikian, Ki Tepus Rumput bertapa, di dalam tapanya beliau
mendapat firasat dapat menemukan cincin wasiat milik Kanjeng Sultan Pajang
yang telah hilang. Atas keberhasilannya menemukan cincin wasiat tersebut Ki
Tepus Rumput diberi hadiah seorang istri Sultan dan diangkat menjadi adipati di
desa Onje. Babad Purbalingga merupakan koleksi Museum Sanabudaya dengan
nomor kode PBA 271. Di samping dua naskah tersebut, di Cipaku juga ditemukan
naskah Serat Sejarah Rupi Onje. Naskah ini koleksi Baruna, Penatus Cipaku,
Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Hal itulah yang akan dijadikan bahan untuk
melengkapi data dalam penyusunan karya tulis ini.
4
1.3 Permasalahan
Karya tulis diungkapkan tak lain adalah untuk mengetahui keadaan dan
kejadian pada waktu itu, serta latar belakang yang melahirkan karya ini sebagai
hasil karya sastra. Babad Onje memang menarik untuk dikaji terutama bagi
masyarakat Purbalingga yang mengakaui kehadiran cerita tersebut. Berdasarkan
masalah di atas maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana rekonstruksi
cerita Adipati Onje dari teks-teks yang ada?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui hasil
rekonstruksi cerita Adipati Onje.
1.5 Manfaat
Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Memberikan sumbangan kepada usaha melestarikan dan menggali warisan
budaya bangsa yang berupa naskah-naskah lama.
2. Melestarikan nilai-nilai luhur tinggalan nenek moyang.
3. Manfaat yang lain adalah untuk mengantisipasi hasil-hasil kebudayaan Jawa
khususnya babad agar tidak hilang dari masyarakat akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Filologi
2.1.1 Pengertian filologi
Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang
luas yang mencakup bidang kebahasan, kesastraan, dan kebudayaan. Kata
filologi menurut etimologi, filologi berasal dari kata Yunani Philos yang
berarti ’cinta’. Dan logos yang berarti ’kata’, atau senang. Arti ini kemudian
berkembang menjadi ’senang belajar’, senang ilmu’, dan ’senang kesastraan’
atau senang ’kebudayaan ’ Baried (1983:1).
Lebih lanjut Baried (1983:2) berpendapat bahwa menurut istilah
filologi mempunyai beberapa arti sebagai berikut:
1. Filologi pernah dipandang sebagai hermeneutik atau ilmu tafsir teks yang
dihubungkan dengan bahasa dan kebudayaan masyarakat yang memiliki
teks tersebut.
2. Filologi dipakai juga sebagai istilah untuk menyebut studi bahasa atau
linguistik.
3. Filologi pernah diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang segala hal
sesuai yang pernah diketahui orang.
4. Filologi ada juga yang mengartikan sebagai ilmu sastra karena yang dikaji
karya sastra. Saat ini filologi ada yang mengartikan sebagai ilmu bantu
5
6
satra karena filologi menyiapkan teks-teks sastra, khususnya sastra klasik
agar siap dikaji.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Baried, Lubis (2001:16)
menjelaskan pengertian filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra
dalam arti luas yang mencakup bidang bahasa, sastra dan kebudayaan.
Sementara itu, menurut Sudardi (2001:1) pengertian filologi adalah suatu
disiplin ilmu yang meneliti secara mendalam naskah-naskah klasik dan
kandungannya.
Jadi, menurut penulis filologi adalah ilmu yang mempelajari naskah
beserta pembahasan dan penyelidikan kebudayaan bangsa berdasarkan naskah
kuno atau klasik. Dari naskah kuno atau klasik itu orang dapat mengetahui
latar belakang kehidupan masyarakat pada zaman dahulu misalnya, adat-
istiadat, agama, kesenian, bahasa, pendidikan dan sebagainya.
2.1.2 Objek Filologi
Setiap ilmu mempunyai objek penelitain, tidak terkecuali filologi yang
bertumpu pada kajian naskah dan teks klasik. Naskah-naskah yang menjadi
objek material penelitian filologi adalah naskah yang ditulis pada kulit kayu,
bambu, lontar dan kertas. Penyebutan istilah ’klasik’ pada teks-teks Nusantara
hakekatnya lebih ditekankan pada masalah waktu dan periode masa lampau
yang di Indonesia biasanya disebut dengan ”pramodern” yaitu suatu kondisi
waktu dimana pengaruh Eropa belum masuk secara intensif (Lubis 2001:25).
Objek penelitian filologi adalah teks dari masa lampau yang tertulis di
atas naskah yang mengandung nilai budaya (Sudardi 2001:3). Menurut Baried
7
(1985:3-4) filologi mempunyai objek naskah dan teks. Oleh karena itu, perlu
dibicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah, teks, dan tempat
penyimpanan naskah.
2.1.2.1 Naskah
Menurut Baried (1983:54) naskah merupakan benda kongkret yang
dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan yang disebut
naskah (handschrift). Di Indonesia bahan naskah yaitu dapat berupa lontar,
kayu, bambu, rotan, dan kertas Eropa. Naskah menurut Ikram (1994:3) adalah
wujud fisik dari teks. Tulisan-tulisan pada kertas disebut naskah, dalam bahasa
inggris naskah disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam bahasa
belanda disebut handsckrift (Djamaris 1990:11).
Naskah adalah semua hasil tulisan tangan yang menyimpan berbagai
ungkapan cipta, rasa dan karsa manusia yang hasilnya disebut hasil karya
sastra, baik yang tergolong dalam arti umum maupun dalam arti khusus yang
semuanya merupakan rekaman pengetahuan masa lampau bangsa pemilik
naskah (Dipodjojo 1996:7).
2.1.2.2 Teks
Menurut Baried (1984:4) teks adalah sesuatu yang abstrak. Teks
filologi ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan. Teks lisan yaitu suatu
penyampaian cerita turun-temurun kemudian ditulis dalam bentuk naskah.
Naskah itu kemudian mengalami penyalinan kemudian dicetak. Teks tulisan
dapat berupa tulisan tangan (naskah) dan tulisan cetakan.
8
Menurut Lubis (2001: 30) teks adalah kandungan atau isi naskah. Teks
terdiri atas isi dan bentuk. Isi teks mengandung ide-ide atau amanat yang ingin
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Di dalam proses penurunannya,
secara garis besar dapat disebutkan ada tiga macam teks yaitu: teks lisan, teks
tulisan, dan teks cetakan.
2.1.2.3 Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah biasanya disimpan pada berbagai perpustakaan dan museum
yang terdapat di berbagai negara. Naskah-naskah teks nusantara pada saat ini
sebagian tersimpan di museum-museum di 28 negara, yaitu Afrika Selatan,
Austria, Belanda, Belgia, Ceko, Denmark, India, Indonesia, Inggris, Irlandia,
Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Malaysia, Norwegia, Polandia, Portugal,
Prancis, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Spanyol, Swedia, Swiss, Thailand,
dan Vatikan (Chambert-lior 1999:203-243). Sebagian naskah lainnya masih
tersimpan dalam koleksi perseorangan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan objek filologi berupa
naskah dan teks. Jadi, naskah adalah hasil tulisan tangan yang berwujud fisik,
dan di dalamnya menandung nilai-nilai, sedangkan teks adalah isi dari naskah
yang di dalamnya mengandung amanat.
2.2 Kritik Teks
2.1.1 Pengertian kritik Teks
Tugas terpenting seorang filolog adalah melakukan kritik teks
terhadap sejumlah naskah yang ditemukan dengan menilai mutu teks serta
9
fungsinya dari aspek tertentu. Melalui kerja yang dilakukan dengan metode-
metode filologi, seorang filolog dapat meruntut sejarah sebuah naskah.
Sebuah rekonstruksi teks dapat dihasilkan dari suatu karya yang ditulis oleh
seorang penulis pada kurun waktu berabad-abad yang lalu (Robson, 1994:16).
Dalam penelitian ini, dengan melihat sejumlah metode pengkajian naskah
yang lazim dipergunakan untuk meneliti naskah, maka dipilihlah metode
landasan yang menempatkan sebuah naskah Babad Onje untuk disunting
sebagai dasar kajian serta mempertimbangkan naskah Babad Purbalingga
dan naskah Serat Sejarah Rupi Onje sebagai sumber acuan.
Menurut Han (dalam Djamaris 1991:11) inti kegiatan filologi dapat
dikatakan penetapan bentuk sebuah teks yang paling autentik. Tujuan
penelitian filologi ialah mengungkapkan kembali kata-kata semurni mungkin.
Adapun pemurnian teks disebut kritik teks.
Menurut Sudjiman (dalam Djamaris 1991:1) pengertian kritiks teks
yaitu pengkajian dan analisis terhadap naskah dan karangan terbitan untuk
menetapkan umur naskah, identitas pengarang, dan keautentikan karangan.
Jika terdapat berbagai teks dalam karangan yang sama, kritiks teks berusaha
menentukan mana diantaranya yang otoriter dan yang asli. Usaha ini
dilakukan untuk merekonstruksi teks.
Sementara itu, menurut Sutrisno (dalam Djamaris 1991:12) tujuan
kritik teks adalah menghasilkan suatu teks yang paling mendekati teks asli.
Teks asli oleh peneliti filologi dari kesalahan yang terjadi selama penyalinan
berulang kali. Demikian pula isi naskah telah tersusun kembali seperti semula
10
dan bagian-bagian naskah yang tadinya kurang jelas dijelaskan sehingga
seluruh teks dapat dipahami sebaik-baiknya.
2.2.2 Pengertian Transliterasi
Menurut Baried (1983:65) transliterasi artinya penggantian jenis
tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Istilah ini
dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi dengan pengertian yang
sama yaitu penggantian jenis tulisan naskah. Penggantian jenis tulisan pada
prasasti umumnya memakai istilah transkripsi. Apabila istilah transkripsi
dibedakan dari istilah transliterasi, maka transkripsi artinya salinan atau
turunan tanpa mengganti macam tulisan, jadi hurufnya tetap sama. Mengenai
pengertian transkripsi, Pedoman Umum Pembentukan Istilah (1975)
memberikan batasan pengubahan teks dari satu ejaan yang lain (alih ejaan)
dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan,
misalnya: coup d’etat menjadi ’kudeta’ psycology menjadi ’psikologi’. Dalam
hal penyalinan kata-kata asing seperti contoh di atas dapat kiranya dipakai
pedoman salinan disesuaikan dengan lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Pendapat tersebut senada dengan Sudardi (2001:29) yang menjelaskan
pengertian transliterasi adalah pengalihan dari huruf dan dari abjad yang satu
ke abjad yang lain.
Transliterasi adalah penggantian dari huruf demi huruf dan dari satu
abjad ke abjad yang lain misalnya huruf Arab-Melayu ke huruf latin (Lubis,
2001:80). Adapun pendapat Sudjiman (1994:99) transliterasi yaitu alih
11
aksara, penggantian jenis aksara (yang ada umumnya kurang dikenal) dengan
aksara dari abjad yang lain (yang dikenal dengan baik).
Transliterasi merupakan salah satu langkah dalam penyuntingan teks
yang ditulis dengan huruf Arab Melayu. Salah satu tugas peneliti filologi
dalam transliterasi adalah menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah,
khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam
bahasa lama dipertahanakan bentuk aslinya, tidak disesuaikan penulisannya
dengan penulisan kata menurut Ejaan Yang Disempurnakan supaya data
mengenai bahasa lama dalam naskah tidak hilang (Djamaris, 199: 4-5).
Transliterasi sangat penting untuk memperkenalkan teks-teks lama
yang tertulis dengan huruf daerah karena kebanyakan orang sudah tidak
mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan daerah dalam hal transliterasi
perlu diikuti pedoman yang berhubungan dengan pembagian kata, ejaan dan
pungutasi (Baried, 1983:31). Yang dimaksud dengan pungutasi adalah 1)
tanda baca yang berfungsi sebagai tanda penuturan kalimat, seperti koma,
titik koma, titik, titik dua, tanda tanya, tanda seru, dan tanda petik, tanda
seperti itu biasanya digunakan untuk teks prosa; 2) tanda metra yang
berfungsi sebagai tanda pembagian puisi yaitu sebagai pembatas larik, bait,
dan tembang, tanda itu biasanya digunakan dalam teks puisi. Seperti
diketahui teks-teks lama ditulis tanpa memperhatikan unsur tata tulis yang
merupakan kelengkapan wajib untuk memahami teks. Hal ini berkaitan
dengan gaya penceritaan yang mengalir terus karena dulu teks dibawakan
atau dibacakan pada peristiwa-peristiwa tertentu untuk dihayati dan dinikmati
12
bersama-sama. Penulisan kata-kata yang tidak mengindahkan pemisahannya
serta penempatan tanda baca yang tidak tepat dapat menimbulkan arti yang
berbeda, sedang pada ejaan prinsip dasarnya adalah keajegan di samping
mengikuti ejaan yang sudah dibakukan.
Dalam transliterasi naskah Babad Onje dari tulisan Arab ke tulisan
latin, di sini dicantumkan huruf-huruf arabnya sekaligus penafsirannya ke
dalam tulisan latin. Huruf-huruf arab yang tertulis di bawah ini adalah huruf
yang digunakan dalam Babad Onje.
Semua huruf-huruf Arab yang tertera di atas tersebut adalah huruf yang
digunakan dalam naskah Babad Onje, sedangkan penafsiran isi doanya diambil
dari juz’amma.
پ خ
پ
tā = t; (4) = ت bā = b; (3) = ب alif = a; (2) = آ (1) ث = tsa = ts;
hā = h; (7) = ح jim = j; (6) = ج (5) د khā = kh; (8) = خ = dāl = d;
ذ (9) = dzāl= dz; (10) ر = rā = r; (11) ز = zai = z; (12) س = sīn = s;
ش (13) = syīn = sy; (14) ص = shād = sh; (15) ض = dlād = dl;
;ghain =gh = غ ain = `; (19)` = ع zhe = zh; (18) = ظ tha = th; (17) = ط (16)
;lam = l = ل kaf = k ; (23) = ك qof = q; (22) = ق fa = f; (21) = ف (20)
;hamzah = a = ء wau = w; (27) = و nun = n; (26) = ن mim =m; (25) = م (24)
;dha = dh = د ga =g; (31) = ک ya = y; (30) = ي ha = h; (29) = ه (28)
.ca = c = چ tha = th; (34) = ط nya = ny; (33) = پ (32)
13
2.3 Metode Penyuntingan Teks
Menurut Baried (1983: 67) metode landasan merupakan metode yang
diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul
kualitasnya di bandingkan dengan yang lain diperiksa dari sudut bahasa,
kesastraan, sejarah dan lain-lainnya dan oleh karena itu mengandung paling
banyak bacaan yang baik. Maka naskah tersebut dipandang paling baik dan
dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode
induk atau legger.
Dalam penyajian ini yang akan dijadikan landasan atau induk teks adalah
Babad Onje. Kemudian ’Babad Purbalingga dan Serat Sejarah Rupi Onje’
dipakai sebagai pelengkap jika dirasa menunjang dan bila menemui kesulitan.
Dalam penyajian Babad Onje yang dianggap lebih tua, karena jika dilihat dari
sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lainnya mengandung banyak bacaan yang
baik. Di samping itu juga karena Babad Onje merupakan sebuah naskah yang
belum disalin jadi masih asli tulisan tangan, sedangkan Babad Purbalingga dan
Serat Sejarah Rupi Onje sudah dalam keadaan translitersi atau salinan berupa
ketikan. Maka dari itu Babad Purbalingga dan Serat Sejarah Rupi Onje hanya
akan digunakan untuk melengkapi.
2.4 Terjemahan Teks
Terjemahan merupakan masalah tersendiri dalam penelitian teks, baik teks
klasik maupun teks sastra daerah. Jika tanpa penyajian terjemahan, setidaknya ada
sinopsis atau ikhtisar, yaitu penuturan yang ringkas tetapi merangkum keutuhan
14
isi. Pada dasarnya terjemahan adalah penggantian bahasa dari bahasa yang satu ke
bahasa yang lain atau pemindahan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Keberhasilan
terjemahan amat bergantung pada 1) pemahaman yang sebaik-baiknya terhadap
bahasa sumber, yaitu bahasa yang diterjemahkan; 2) penguasaan yang sempurna
terhadap bahasa sasaran, yaitu bahasa yang digunakan untuk menterjemahkan; 3)
pengenalan latar belakang penulisan baik tentang diri penulis maupun masyarakat
bahasanya.
Maksud dan tujuan terjemahan ini diusahakan seperti teks semula, yaitu
menggunakan penggantian kata demi kata apabila mungkin, yang disebut
terjemahan lurus. Kemudian menggunakan terjemahan isi atau makna, yaitu kata-
kata yang diungkapkan dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan kata-
kata bahasa saran yang sepadan. Setelah itu, digunakan pula terjemahan bebas
yaitu keseluruhan teks bahasa sumber diganti dengan bahasa saran secara bebas.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang berupa teks
naskah Babad Onje milik Bapak Soepeno Adi Warsito anggota DPRD Golkar
Kabupaten Purbalingga, Karesidenan Banyumas Propinsi Jawa Tengah. Sumber
data penelitian ini adalah naskah Babad Purbalingga yang terdapat dalam naskah
S.144 koleksi Museum Sanabudaya Yogyakarta dalam ”Kempalan Cariyos
Legendaris Banyumasan” kumpulan naskah tersebut ditulis dalam bahasa jawa,
aksara latin, prosa. Berisi 4 buah cerita yang salah satunya adalah Babad
Purbalingga. Naskah ini disusun dari sumber lisan dan tertulis, yang disimpan
oleh ahli waris, diteliti, diadakan perbandingan dengan beberapa sumber,
kemudian disusun oleh A.M. Kartasudirdja, kepala sekolah SD (Verrolg School)
di Selanegara, Purbalingga, antara tahun 1939-1941. Alihaksara ini disalin dari
karya Kartasudirdja oleh petugas Panti Boedaja di Yogyakarta pada tahun 1941.
Di samping kedua naskah tersebut akan dicantumkan pula naskah ”Serat Sejarah
Rupi Onje” milik Baruna, penatus Cipaku, Kecamatan Mrebet, Purbalingga.
Naskah ini berisi tentang teks Serat Sejarah Rupi Onje yang sudah
ditransliterasikan oleh Drs. Riboet Darmosoetopo dari jurusan Arkeologi, Fakultas
Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977.
15
16
3.2 Metode Penelitian
Metode landasan merupakan metode yang diterapkan apabila menurut
tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya di bandingkan
dengan yang lain diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah dan lain-lainnya
dan oleh karena itu mengandung paling banyak bacaan yang baik. Maka naskah
tersebut dipandang paling baik dan dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi.
Metode ini disebut juga metode induk atau legger.
Varian-variannya hanya dipakai sebagai pelengkap atau penunjang.
Seperti halnya pada metode atas dasar bacaan mayoritas, pada metode landasan
ini varian-varian yang terdapat dalam naskah-naskah lain seversi dimuat dalam
aparat kritik, yaitu bahan pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara studi pustaka. Studi pustaka dapat diartikan membaca naskah yang
berhubungan dengan penelitian ini. Penulis membaca dan memahami naskah
Babad Onje, kemudian memilih bagian-bagian mana yang sesuai dengan
penelitian. Selanjutnya menentukan data yang akan dijadikan untuk penelitian.
17
3.4 Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan adalah cara kerja penelitian Djamaris
(1977: 23-29) memberikan penawaran tentang cara kerja penelitian filologi
tersebut, yaitu dengan mengerjakan beberapa langkah sebagai berikut.
1. Melakukan inventarisasi naskah dengan cara mendata semua naskah babad
yang ada hubungan dengan Babad Onje dari berbagai katalogus yang ada
di perpustakaan-perpustakaan, museum, buku-buku yang membicarakan
pernaskahan, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pernaskahan,
maupun koleksi perorangan.
2. Melacak sejumlah naskah babad yang ada hubungannya dengan Babad
Onje berdasarkan beberapa katalogus atau buku-buku yang telah dibaca.
Selanjutnya berusaha untuk mendapatkan naskah-naskah salinan
(kopi)nya.
3. Membaca sejumlah naskah salinan (kopi) naskah Babad Onje yang telah
didapatkan.
4. Mendeskripsikan naskah, yaitu dengan menjelaskan keadaan naskah,
kertas, watermark, catatan mengenai isi naskah, dan pokok-pokok isi
naskah.
5. Membandingkan naskah, suatu teks biasanya diwakili lebih dari satu
naskah yang tidak selalu sama isi bacaannya atau bahkan beda dalam
berbagai hal. Untuk menentukan teks yang paling dapat
18
dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan, perlu melakukan
pembandingan naskah.
6. Mengetahui dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasikan
atau teks yang akan disunting.
7. Menyunting teks.
19
BAB IV
REKONSTRUKSI CERITA ADIPATI ONJE
4.1 Deskripsi Naskah
1. Naskah A
Koleksi Bapak Soepeno Adi Warsito. Naskah berjudul ”Punika Serat
Sejarah Babad Onje” (137 hlm, bhs jawa krama dan ngoko, aksara Arab
pegon).
Naskah Babad Onje, naskah milik Bapak Soepeno Adi Warsito,
anggota DPRD Kabupaten Purbalingga. Judul naskah tertulis pada bagian
depan berbunyi ’Punika Serat Sejarah Babad Onje, ’Inilah Kitab Sejarah
Babad Onje’. Naskah ini ditulis pada kertas berukuran 10,5 x 8,5 tebal 137
halaman, terbagi atas 107 halaman teks dan 30 halaman kosong. Ukuran
teksnya 9 x 7,5 cm. Isi tiap-tiap halaman rata-rata 7 baris. Naskah ditulis
dengan menggunakan huruf Arab pegon, dan berbahasa Jawa krama dan
ngoko. Keadaan hurufnya agak sukar dibaca karena merupakan hasil karya
beberapa tangan atau ditulis oleh lebih dari seorang. Naskah berisi tentang
pengangkatan bupati Onje pertama oleh Sultan Hadiwijaya beserta silsilah
keturunannya.
2. Naskah B
Koleksi Museum Sanabudaya. Nomor PBA 271/ Naskah berjudul
”Kempalan Cariyos Legendaris banyumasan” (40 hlm, bhs jawa krama,
aksara latin).
19
20
Naskah Babad Purbalingga merupakan bagian ’Kempalan Cariyos
Legendaris Banyumasan’, koleksi perpustakaan Museum Sanabudaya, nomor
PBA 271. Teks diketik dengan huruf latin pada kertas berukuran 17 x 25 cm,
tebal 40 halaman. Waktu penulisannya pada tanggal 10 juni 1939, di
Selanegara, oleh Bapak A.M. Kartasoedirdja, menggunakan bahasa jawa
krama dengan huruf latin. Naskah berisi tentang Ki Tepus Rumput bertapa, di
dalam tapanya beliau mendapat firasat yaitu dapat menemukan cincin wasiat
milik Kanjeng Sultan Pajang yang hilang. Atas keberhasilannya dapat
menemukan cincin tersebut Ki tepus Rumput diberi hadiah seorang istri Sultan
dan diangkat menjadi adipati di desa Onje.
3. Naskah C
Koleksi Bapak Baruna Penatus Cipaku. Naskah berjudul ”Serat Sejarah
Rupi Onje” (12 hlm, bhs Jawa krama, aksara latin).
Naskah Babad Onje, naskah milik Bapak Baruna Penatus Cipaku,
Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Karesidenan Banyumas, Propinsi
Jawa Tengah. Judul naskah tertulis pada bagian depan berbunyi ’Serat Sejarah
Rupi Onje’. Naskah ini ditulis pada kertas berukuran 11 x 9 cm tebal 12
halaman yang berisi teks Serat Sejarah Rupi Onje yang sudah
ditransliterasikan oleh Drs. Riboet Darmosoetopo Jurusan Arkeologi, Fakultas
Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977. Isi naskah tidak jauh
beda dengan naskah-naskah sebelumnya, bedanya naskah ini berisikan pepali-
pepali yang juga terdapat dalam naskah Babad Purbalingga.
21
4.2 Wujud Teks Babad Onje
/1/, /2/, /3/ kosong.
/4/tidak dapat ditafsirkan karena isinya tidak jelas.
/5/punika dunga wicara ba’da adan allahumma rabbahadihi da’watittamah
wasshalatu alqaimatahu ati Sayidina muhammadi alwasilata wab’aftshu
makoma mahmudalladzi waattah innakaltuh lifud mi’ad
/6/ s.d /12/kosong.
/13/alhamduliladzi wa’adz tahu ya arhamarahimina inakaltuh lifulmi’awalu
rabbi a’idzini min kulaika lamun.......adzab Allahi. Punika dunga wicara ing
antarane .....allahumma nauwir qulubana Allahu akriwalmura tibati walayina
qulubana bi taufik wallatif walhamdullillah al khabir walhidayah.
/14/ kosong.
/15/, /16/merupakan sebuah doa yang tidak lengkap jadi tidak disunting disini.
/17/ s.d /20/ kosong.
/21/Punika serat sejarah Babad Onje. Ingkang mertapa ing Onje nami Kiyai
Tepus Rumput, sampuning mertapa lajeng suwita dhateng Kanjeng Sultan
Pajang. boten antawis lami wonten dhawuh undhang: ”Sapa sira bocah
ingsun kang bisa anjuput ali-aliningsun, Socaludira wasiyat, saiki kalebu
aneng sumur jumbleng. Ingkang abdi boten wonten ingkang saguh mendhet,
amung Kiyai Tepus Rumput
22
/22/satuhune ora nana Pangeran aning ingsun kang abadan kang anyawa
kang anduweni nyawa kabeh urip
/23/bumi tinemu bumi yen suwunga pasahkerahe anemu bumi tinemu dening
bumi layah saking Ore-ore kang anemu kang tinemu iya awak piyambak kang
punika pakanira kawruhana yen jeneng pakanira sukma Maha Suci dadi
pakanira aja angrasa mati aja angrasa rusak kalbune
/24/ca saben-saben rahina wengi iman suci ma’lum roh tetep mulih langgeng
suci sampurna giling badan suci sarira gumilang-gilang kadi gedhah
winasuhan mulih kejatining palang kajati sampurna jat munggah kejapatu
urip salawase nuli kejapatu nanging urip kena mati langgeng tan kena owah
/25/masih sukar ditafsirkan karena tanpa tanda baca.
/26/Bismilahir rahmanir rahiim tsa pangalasan tedhak saking Pangeran
ngulang. Onje badan kabeh kawengku dening sih kanugrahaning Pangeran
tedhak saking Pangeran Gegeseng. Sutu ilang cintaning angen-angen
ilallaha. Punika pangalasan malih tedhak Pangeran Alu Dusuri lan ilang
banyu urip dzat les sukma mulya alam jati sampurna. Punika kang
pangandika Pangeran ning dhateng Pangeran Kalijaga adhi, punika
pamejang dhateng andika ing pelayaran punika wau
/27/Pagendholan, wondenten perdikan Onje inggih kalulusaken merdekanipun
nanging dipunelong ingkang kalih gerumbul: Tuwanwisa, Pesawahan,
ingkang merdika kantun Onje kemawon lan dipunelong malih kantun Onje
Pekauman kemawon, Tahun sadasa dipunbedhah dados sabin, long sewu,
ingkang punika inggih taksih mardika.
/28/kaparingan dhusun tigang grumbul: Tuwanwisa, Pesawahan lan Onje,
kapidados angreksa pepundhen sarta kinen angadegaken jumungah
23
keparingan nami Ngabdullah ing Onje nunten seda Kiyai Ngabei Dhenok,
ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug, nunten Kiyai Ngabei kondur,
nunten Kiyai Cakrayuda putra Toyamas, nunten Kiyai Ngabei kondur, nunten
ketampen dhateng Kiyai Ngabei Dipayuda kang saking
/29/Kanjeng Suhunan sumare ing Tegalwangi. Ketampen dhateng kang putra
kang jumeneng suhunan Mangkurat bumi Onje. Nunten ketampen dhateng
putra kang jumeneng Suhunan Mas seda ing Selong, ingkang madeg nata
Kanjeng Pakubuwana ingkang punika silep Kabupaten ing Onje. Ingkang
gumantos Kiyai Ngabei Dhenok ing Pamerden, kersanipun Kiyai Ngabei
Dhenok ing Pamerden, kersanipun Kiyai Ngabei Dhenok, Ki Pangulu Onje
Kapacak perdikan.
/30/Kersane Suhunan anjenengaken banon dhateng kawula tengahan,
kapundhutan damel kawula saleksa, aturing kawula tengahan boten nyanggi
damel kawula saleksa. Lan pamenipun Kiyai Tumenggung Pangsangangan
kalih Tumenggung Yudabangsa den pengkoni bumi tengahan lan dencacah,
Onje kabukten kawula tigang lawe, dencacah kapanggih kawanatus, kalintir
dalah tiyang Purbasari kinarya bantu dhateng kawula iya luwiyah lan
sasurude
/31/dhateng Pangeran Sayidiyah Kemuning, nunten dhateng Pangeran
Sayidiyah Krapyak nunten ketampen dhateng Kanjeng Sultan Kuwasa gugur
ing Pandomasan. Onje mantuk dhateng kotan kalihatus malih, kang jumeneng
patih ingkang putra Kiyai Wiraguna, ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking
Onje, nunten dipunprentah tiyang dhusun dhateng Kiyai Wiraguna, sasurude
Kiyai Wiraguna ketampen dhateng Pangeran Sukowati, lan sasurude Sultan
ketampen dhateng Suhunan Plered.
/32/Onje, ana dene ratune Padhomasan Timbang. Purbasari satus, Bobotsari
Kertanegara satus, Kadipaten satus, Kantawijayan satus, Bodhas Mertasanan
24
Mertamenggalan satus, Toyareka satus kawan dasa, Selanga Kalikajar pitung
dasa, Onje kalihatus, lan sasurude Kanjeng Sultan Pajang, ketampen dhateng
Kiyai Agung Matawis, sasurude Kiyai Agung Metawis, ketampen
/33/isinya sama dengan /30/.
/34/menawi wus kelar angembat watang iku gawanen malebu sareng sampun
dugi ing mangsa, nunten kasaosaken malebet, pangandikane Kanjeng Sultan,
ingsun darma bae ya sira kang anduweni anak iku dadi wewinih ana ing desa,
lan manira paringi bumi karya wolungatus tigang lawe sarta katandhan
upacaraning bupati, lan kaparingan nama Kiyai Dipati Anyakrapati ing Onje,
lan manira gawani sentana kami sepuh pitung somah dadia emban-embane
aning
/35/tumpangi. Inggih sakelangkung saking panuwun kula. Lan sira manira
paringi bumi karya rongatus mardika. Lan sira manira sengkakaken ing luhur
sinebut Kiyai Ageng Ore-ore. Nunten lajeng mantuk dhateng dhusun Taruka
ing Onje, sareng dugi ing mangsa zhohir ingkang putra miyos kakung, lajeng
ngunjuki uninga dhateng Kanjeng Sultan Pajang, nunten ngandika Kanjeng
Sultan: ”Iya sira reksanen bocah iku dibecik, besuk
/36/ingkang saguh mendhet, lajeng dipunpaikani dinamelan sumur ing
sandhingipun, nunten kepanggih kagungan dalem supe lajeng kapundhut kalih
Kanjeng Sultan Pajang,, dhawuhe Kanjeng Sultan: ”Ingsun ora wani sapa-
sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun bocah desa asal Menoreh
putrane Kiyai Menoreh, uga dipati Menoreh iya reksanaken ananging iya wus
meteng oleh kapat tengah iki, iki poma-poma aja ko
/37/masih sukar ditafsirkan karena tidak ada tanda bacanya, ada 6 baris.
25
/38/Punika serat sejarah Babad Onje. Ingkang mertapa ing Onje nama Kiyai
Tepus Rumput, sampuning tapa lajeng suwita dhateng Kanjeng Sultan
Pajang, boten antawis lami wonten dhawuh undhang: ”Sapa bocah ingsun
kang bisa anjuput ali-aliningsun, socaludira wasiyat, saiki kalebu ning sumur
jumbleng”. Ingkang abdi sami boten wonten ingkang saguh mendhet, amung
Kiyai Tepus Rumput
/39/sumur jumbeleng, ingkang abdi boten wonten ingkang saged mendhet
amung Kiyai Tepus Rumput
/40/ingsun ora wani-wani sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun
bocah desa asal putrane Kiyai Dipati Menoreh iya rawatana ananging iya
wus meteng olih kapat tengah iya iku poma-poma aja kowe tumpangi, inggih
sakelangkung saking panuwun
/41/kula lan sira manira paringi bumi karya rongatus mardika lan sira
manira sengkakaken ing luhur sinebut Kiyai Ageng Ore-ore, nunten lajeng
mantuk dhateng dhusun Teruka ing Onje, sareng dugi ing mangsa zhohir
ingkang putra miyos kakung lajeng ngunjuki uninga dhateng
/42/Kanjeng Sultan Pajang, nunten angendika Kanjeng Sultan iya sira
reksanen bocah iku dibecik, besuk
/43/ ..........cicing mohing ikilah ngilmu panglepasan tedhak saking Pangeran
Bismillahir rahmanir rahiim osik sirnaning badan kabeh kawengku dening
asih kanugerahaning Pangeran. Punika panglepasan tedhak saking Pangeran
Geseng. Sirullah edzat ciptaning
/44/angen-angen illallahu. Ikilah panglepasan malih dus urip dinusah ing
banyu urip sir edzat lan sukma mulya ing alam jati sampurna. Punika kang
26
pangandikane Pangeran Benang dhateng Pangeran Kalijaga adhi punika
pamejang manira dhateng andika ing Paleran, punika budi
/45/bumi tinemu yen suwunga pasangkerane bumi tinemu dening bumi liyan
saking awak piyambak kang anemu kang tinemu punika iya awak piyambak
kang anemu punika palairan kawruhana yen jeneng pakanira iya sukma Maha
suci dadi pakanira aja angrasa mati aja angrasa rusak kalbune
/46/ana patining sukma tan ana patining sukma punika ngalam kesampurnan
iki lafazhe bismillahir rahmanir rahiim asyhadu kahanan ingsun ilahi
rupaningsun, illallahu Pangeran ingsun, satuhune ora ana Pangeran
ananging ingsun kang abadan kang anyawa kang anduweni nyawa kabeh urip
/47/tan kenang pati langgeng tan kenang owah mulya langgeng tan kawor-
kaworan ilang tan kena ing lali jenenging manira iki nuwallan. Punika
panglepasan malih asyhadu welasaning tauhid nyata sampurna kang lesah
syahadat nyata sampurna kang ilang onine rahina wengi jenenge sukma
arabe Allahu
/48/akbar iya iki sejatining Islam. Punika pujine wong arep mati derapon
sampurna wicara saben-saben rahina wengi iman suci badan ma’lum roh
tetep mulya langgeng badan suci sampurna gilang-gilang badan suci sarira
gemilang-gilang kadi gedhan winasuhan mulih
/49/kejatining suci pulang kejatining sampurna dat munggah kejapatu
ananging urip salawase mulih kejapatu nanging urip tan kenang mati
langgeng tan kenang owah mulih maring qudsaqullahu illallahu
/50/Punika dunga hasyah. Bismillahir rahmanir rahiim Bismillahinnuri,
nurun ’ala nurin walhamdullillahi ladi halaqa assamawati walardli waja’ala
27
zhulumati wanuri waanzala tahurata ’ala jabalithuri kitabi masthuri
walhamdullillahi alladi huwa bilghinai madzkurun
/51/wabil’izzi waljalali masyhurun walhamdullilahi alladzi halaqa
assamawati walarda waja’ala athulumatin wannuri tsumma aladzdzi yakafaru
birabbihim ya’diluna ka ha ya ’asha ha mim ’in syin qa iyakana’budu wa iya
kanasta’in ya huya ya qayumu. Allahu lathifun bi’ibadini
/52/yarzuku man yasyau wahuwal qawiyul ’azizu ya kafi kulla syaiin aklii
washrif’ani kulla syaiin inaka qadirun ’ala kulli syaiin biyadikal hairun
innaka ’ala kulli syaiin qadirun allahumma ya katsirunnawali wa ya
daimalwishalli wa ya husnul fa’ali wa ya razaqal’ibadi ’ala kulli halin
allahumma indahala saku
/53/fi imanibika walam a’lam bini lubtu ’annu wa aqulu la ilaha illallahu
muhammadu rasullahi allahumma in dahalasysyaku walkulru fi tahuhidi
iyyaka walam a’lam bihi tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu
rasulullahi allahumma asyabhatu fi ma’rifati iyyaka
/54/walam a’lam bini tubhu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu
rasullahi allahuma in dahala al’ujbu warriyau walkibriyau fi qalbi walam
a’lam bihi tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi
allahuma in jara
/55/alkadzibu ’ala lisani walam ’alam bini tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha
illallahu muhammadu rasulullahu allahumma in dahalanhifaqu fi qalbi min
adzunubi al’aghairi walkabalri walam a’lam bihi tubu ’anhu wa aqulu la
ilaha illallahu
/56/muhammadu rasulullahi allahumma ma asydaita ilaiya min hairin walam
asykurhu tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi
28
allahumma bima qadar ta li min amrin walam ardlihi walam a’lam bihi tubhu
’anhu wa aqulu
/57/la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi allahumma ma an’amta ’ala
iyam min ni’matin fa ’ashaituka wagnafaltu ’an syukrika walam a’lam bihi
tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi allahumma
ma manahtu
/58/bihi ’ala iyya min hairin falam ahmad hu ’alaihi walam a’lam bihi tubtu
’anhu wa aqulu la ilaha illallahu muhammadu rasulullahi Allahumma
madlaya’tu mihi’umuri walam tardla bihi tubtu ’anhu wa aqulu la ilaha
illallahu muhammadu rasullihi allahumma bima auhaina aujubta
/59/ajma’ina wa anittabi’ina lahun biinsahin ila yaumidihi wansurha
warhamaa ’ahum birahmatika ya arhamarrahimina. Ya Allah. ya hayyu ya
qayumu ya la ilaha illa anta. ya Allah. Ya wasi’u maghfiratun ma’ahum ya
arhamarrahimin.
/60/jami’il ambiyai walmursalina wa’alal malaikatil muqarabina wa’ala
‘ibadillahi asyyalihina, min anlissamawati walardli waradlillahu tabaraka
wata’ala dawilqadir ajaliyi abi bakrin wa’ umuri wa’usmani wa’aliyi wa’an
airi ashabi rasulullahi
/61/allahumma salli wasalim ‘ala sayidina muhammadin fil auwalina washalli
wasalim ‘ala sayidina muhammadin fil ahirin washalli wasalim ‘ala sayidina
fi kulli waqtin wahina washalli wasalim ‘ala sayidina muhammadin
filamalailla a’la illa yaumidina washali wasalim ‘ala
/62/allahu lahu rubani rutib waila hadlarati habiyil mushthafa shallallahu
‘alaihi wasalam syaiun lillahi alfatihati waila rawani abanaa adama
waumina hama falyatahassalu bainahum ila yaumidini syaiun lillahi allatihati
29
/63/warazaqta wa amitta wa ahyaita ila yaumi tub’atsu man afhaita wasyalla
tasliman katsiran walhamdullillahi rabbil ‘alamina
TAMAT
/64/ s.d /69/do’a yang tidak dapat ditafsirkan karena isinya tidak jelas.
/70/wa syufqatini wabihaqi wa hilatihi wabihaqi ishaqa wadiyah yahatini
wabihaqi isma’il wafidzatini wabihaqi yusufa wahura batihi wabihaqi musa
wa ayatihi wabihaqi haruna wahurmatihi wabihaqi nudin wahaiatihi
wabihaqi luthin
/71/wajiratihi yunusa wada’watihi wabihaqi wa ainalin wakara amatihi
wabihaqi zakariya awathaha ratihi wabihaqi ‘isa wasaya hatihi wabihaqi
muhammadin shalla allaha ‘alaihi wasalam wasyafa ‘atihi antagfirlaha
walidaina wali ‘ulama ina waanta hudzabiyadi
/72/wata’thiyani suali watablughuni amali waan tasrifa ‘anni kulla man
‘adani birahmatika ya arhammarrahimina la ilaha illa anta subhanaka la
ilaha illa anta aina kuntu min atzalimin allahumma ya hayu ya qayumu la
ilaha illa anta ya allahu
/73/astaqfiruka waatubu ilaika fastajabna lahu wannajaina minalghami
wakadalika hunjlalmu’minina wahasbuna allahu wani’malwakil la haula
walaquwata hasbi allahu la ilaha illallahu ’alaihi tawakaltu wahuwa rabbil
’arsyi al’ithim walahaula
/74/wala quwwata illa billahil ’azhiim washalla allahu ’ala sayidina
muhammadin wa’ala alihi washabihi ajma’in subhana wabbika rabbil ’izati
’amma yashifuna wasalamu ’alal mursalina alhamdullilahirabbil ’alamina.
30
/75/ Ikilah ayat pitu.
1. Bismillahir rahmanir rahiimqul lan yudlibana illa ama kataba allahu
laha huwa maulana wa’ala allahi faltawakal almu’minuna
2. Bismillaahir rahmanir rahiim wain yamsaka allahu bidluri fala
/76/Kasyifa lahu ila huwa waniyurdika bihairin fala rada lifadlihi yushibu
bihi man yashu min ’ibadihi wahuwa al gafururrahim.
3. Bismillahir rahmaanir rahiim wama min dabatin fi ardli ila ’ala
allahi rizqona waya’lamu
/77/ mustaqarraha wamustawuda ’aha kullum fi kitabi mubihin
4. Bismillahir rahmannir rahiim inni tawakaltu ’ala allahi rabbil
warabbukumma min dabatin illa huwa amhidzu biha shiyatika ina
rabbi
5. Bismillahir rahmannir rahim
/78/ wakayin min dabatin lahu latahmilu razaqaha allahu yarzu quha
waiyakum wahuwa assami’u al’alimu.
6. Bismillahir rahmanir rahiim mayaftani allahu lihnasi min rahmatin
fala mumsika lahawama yumsika fala mursala lahu min ba’dihi
/79/ wahuwa al’azizu alhakimi.
7. Bismillaahir rahmaanir rahiim walaina saatahum min mahqi
assamawati walardli layaqu luha allaha qul afara altum matad’una
min duni allahi in uridhi bidlurin nai hunnaka syifatin auridhin
birahmati
/80/hal huna mumsikatin rahmati qul nabiya allahu ’alaihi yatawakali
almutawakiluna allahuma inhi as’aluka almanah daimah waqalbah nasyi’an
wanasaluka ghilama na fi’an wanasaluka yaqihan shadiqah wanasaluka
dinah
31
/81/qaiman wanasaluka al’aliyatan min kulli baitin wanasaluka dawamah
al’afiyatan wanasaluka tamami al’afiyati wanasaluka allusyakara ’ala
al’afiyati wanasaluka alghaniu ’an ilyasi ya rabbal ’alamina
/82/ikilah dunga shalawat barkah saking Syayid Ahmad Albadawi radlilahu
’anhu ing jerone dunga iki pirang-pirang rahsa ing dalem bab olihe
anggampangaken rizqi zhohir lan bathin mangka liyane iku akeh malih
faidahe
/83/mangka nuli amaca Bismillahir rahmaanir rahiim nuli amacaa qulhu
sakuwasane tumeka maring surat fatihah lan tumeka maring surat Baqorah
alif lam mim lan maring ayat ulaika ’alahudan lan ayat kursi ikilah rupane
wailaihukum ilahu wahidu la ilaha illa huwa hayul qayum lata’ buduhu
/84/Sinatun wala naumu lahu ma fissamawati wama filardli man dalladzi
yasfa’u ’indahu illa biidnihi ya’lamuna baina aidihim wama khalfahum waia
yunithuna bisyaiin min ’alimini illa bimasyaa wasi’a kursihussamawati wal
ardli walla ya ’uduhu fizhuma wahuwa
/85/’aliyul ’zhim. La ikrahafidihi qad tabayana lakum arrasdu minalghayi
faman yakfu bithaghutiu wayumiti billahi faqadzi asatamsaka bil’urwatil
usyqa la inafisalana wallahu assami’u ’alimun (Q.S. Al Baqarah: 256) allahu
walahuddzina
/86/amanu yuhri juhum minazhulumatin ila anhari waladzina kafaru auli
ya’uhum atha ghutu yuhri jihum minahnuri ila zhulumatin ulaika ashabul hari
hum fiha haliduna (Q.S. Al Baqarah: 257) lillahi ma fissamawati wama
filardli wa in tubtu ma fi anfusikum autuhluhu yuhasikum
/87/bihilu fayaghfiru limayasyau wayu’adzibu man wallahu ‘ala kulli syaiin
qadirun (Q.S Baqarah:284) amana arrasulu bima unzila ilaihi min wirabihi
32
walmu’minun kullun amana billahi wamalaikatihi wakutubihi warusulihi la
anufariqu baina ahadin min rusulini waqalu sami’ana waatha’ana
ghufrahaka
/88/rabbana wailaika almadlirun (Q.S.Al Baqarah: 285) layukallifullahu
nafsan illa wus’aha lana ma kasabat wa ’alaiha maktasabat rabbana
latu’ahidana ina siha auahthana rabbana wala tahmil ’alaina isron kamma
namaltahu ’ala aladina min qablina rabbana wala tunamilha malatha
thamaqata lana bihi wa’fu’ana waghfirlana
/89/warhamma anta maulana fahsurna ’alalqaumil kafirina. (Q.S. Al
Baqarah: 286) irhamna ya arhamarrahimina. rahmatu allahi wabarakatuhu
’alaikum ahlu albaiti innahu amilu majidun innama yuridu allahu liyud niba
’anakumul rahman ahlu albaiti wayuthanirukum tathhira
/90/inallaha wamalaikatahu yushaluna ’ala annabiyi ya ayuhaladina
amanushalu’alaihi wasalimu tasliman allahumma shalli wasalim afdlala
asshalati ’ala as’adi mahlufatika sayidina muhammadin wa’ala ali sayidina
muhammad ’adada am’alumatika
/91/wamida adakalimatika kullama dakaraka aladda kiruna waghafala ’an
dikrika alghafiluna. Allahumma shalli wasalim afdlala ashalati ’ala asa’li
mahlu qatika murilhudal ma’a ��’lumatika wamida dakalimatika
/92/kulama dakaraka. addzakiruna waghafala ’an dikrika alghafiluna
allahumma shalli wasalim afdlala asshalati ’ala as’adi mahfuqatika assyamsi
addluna muhammadin wa’ala ali muhammad ’ada wama’lumatika
wamidakalimatika dakaraka
/93/addzakiruna waghafala ’an dikrika alghafiluna. Allahumma shalli
wasalim afdlala asshalati ’ala as’adi mahluqatika badri adujali.
33
muhammadin wa’ala ali muhammad ’adada ma’lumatika wamidada
kalimatika kulama dakaraka dakiruna waghafala
/94/’an dikrika alghafiluna. Allahumma shalli wasalim ’ala sayidina
muhammadin wa’ala ali muhammad, kamma barakta ’ala ibrahim wa’ala ali
ibrahim, wabarik ’ala muhammad wa’ala ali muhammad, kamma barakta
’ala ibrahim wa’ala ali ibrahim, fil’alamina rabbana innaka hamidumajidu
/95/allahumma shalli wasalim ’ala sayidina muhammadin wa’ala ali
muhammad nisabiqi lilhalqi wanuruhu rahmatan allaha lil’alamina.
zhunuruhu ’adada man madla min halqina waman baqiya waman sa ’ida
waman saqiya minhum shalatan tastaghriqul ’ada watuhitnu
/96/bilhadi shalatan laghayatanlaha wala intinaa wala amada wala inqidlaa
lana shalawatuka allai shalaita ‘alaihi shalatan daimatan bihi waamka
wabaqiyatan bibaqaika wa’ala alihi waashlabihi kadalika wasalim tsaaliman
katsiran mitsla dalika walhamdulillahi
/97/‘aladalika wasalim waradli allahu ta’ala ‘an kulli syahadatina waashabi
sayidina rasulullahi ajma’in wahasbuha allaha wani’mal wakila la haula
wala quwwata illabillahil ‘aliyil ‘azhiim. astagfirullahil ‘azhiim. alladzi la
ilaha alla huwal hayul qayumu waatubu
/98/illahi tahubatan wamaghfiratan tahubatan ‘abdi musi’in zhalimin
laamliku anafsin naf’an waladlaran walamautan walahayatan walanusyuran
musta syafi’an ila allahi bikalimati manfilataini ‘alal lisani saqilatain filmizan
habibataini illa rahmat subhana allahi al’izhiim. subhana
/99/allahi wabihamdihi. a’udzubillahiminas syaithanirrahiim wamatuqali
ni’mu li anfusikum min hairin tajiduhu ‘indallahi huwa habuzu waa’zhamu
34
ajran wastaghfiru allahi anallahu ghafururrahiim. nawaetu taqarubaillallahi
ta’ala bikalimatika attahuhidi afdlalu bidrika fa’alam
/100/annahu la illaha illallahu. Punika partingkahe shalat hajat iki patang
raka’at rong salam ikilah lafazhe: ushali sunatan lilqadlai nujahati rak’ataini
’ala lillahi ta’ala allahu akbar.
/101/sangka wacane ba’da patihan amaca surat ihlash kaping sapuluh sangka
raka’at kapindho amaca surat ihlash kaping rong puluh lan raka’at kaping
telu kaping telungpuluh lan raka’at kaping pat iya patangpuluh sangka
sawuse tutug
/102/saka amacaa yahanahu kaping satus lan amacaa yamanahu kaping satus
lan amacaa yadayanu kaping satus lan amacaa ing lapazh astaghfirullahi
al’azhiim aladdzi la ilaha illa huwalhayyul qoyyumu kaping satus.
TAMAT
/103/lan sayogya wong kang amaca shalawat iki kudu eling ing shifate
Kanjeng Nabi Muhammad lan malih kudu suci saking hadats lan waqtune
olihe amaca ba’da maghrib ping telu, ba’da shubuh ping telu. Ikilah dungane
shalawat
/104/allahumma shalli wasalim wabarik ’ala sayidina wamolana syajaratil
ashli annura niyati walam ati alqabdlati arrahmaniyati waaddlali alhilmiqati
alinsaniyati waasyrofashshuroti aljismaniyati wama’dani al asrori
arrabaniyati wahazaihil ’uluwi
/105/bae iya sira kang aduwe anak iki dadi wewinih ana ing desa lan manira
paringi bumi karya wolung-atus tigang lawe sarta katandha upacaraning
35
bupati lan keparingan nama Kiyai Dipati Anyakrapati ing Onje, lan manira
gawani sentana kami sepuh pitung somah dadia embah-embahe aning
/106/desa Onje anadene ratune pandhomasan Timbang Purbasari satus,
Bobotsari Kertanegari satus, Kadipaten satus, Kontawijayan satus, Bodhas
Mertasaran Mertamenggalan satus, Toyareka satus kawan dasa, Selanga Kali
/107/Kajar pitung dasa. Onje kalih-atus lan sasurude Kanjeng Sultan Pajang
ketampen dhateng Kiyai Agung Metawis lan sasurude Kiyai Agung Metawis
ketampi dhateng Pangeran Sayidiyah Kemuning nunten ketampen dhateng
Pangeran Sayidiyah Krapyak. Nunten ketampen dhateng Kanjeng
/108/Sultan Kuwasa gugur ing Padhomasan. Onje mantuk dhateng kotan
kalih-atus malih. Kang jumeneng patih ingkang putra Kiyai Wiraguna
ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking Onje nunten dipun-prentah tiyang
dhusun dhateng Kiyai Wiraguna. Sasurude Kiyai
/109/Wiraguna ketampen dhateng Pangeran Sokawati lan sasurude Sultan
ketampen dhateng Suhunan Plered. Kersane Suhunan anjenengaken banon
dhateng kawula tengahan kapundhutan damel kawula saleksa aturing kawula
tengahan boten nyanggi damel kawula saleksa
/110/lan pamehipun Kiyai Tumenggung Pangsengangan kalih Tumenggung
Yudabangsa denpengkoni bumi tengahan lan dencacah Onje kabukten kawula
tigang lawe dencacah kepanggih kawanatus. kelintir dalah tiyang Purbasari
kinarya bantu
/111/dhateng kawula iya luwiyah lan sasurude Kanjeng Suhunan sumare ing
Tegal Wangi, ketampen dhateng ingkang putra kang jumeneng Suhunan Emas
seda ing Selong ingkang madeg nata Kanjeng Suhunan Paku Buwana ingkang
punika silep kabupaten
36
/112/ing Onje. Ingkang gumatos Kiyai Ngabei Dhenok ing Pamerden
kersanipun Kiyai Ngabei Dhenok Ki Pangulu Onje kepacek perdikan
keparingan dhusun tigang gerombol: Tuwanwisa, Pesawahan, Onje,
kapitados angreksa pepundhen sarta ekon angadegaken jumngah keparingan
/113/nami Kiyai Ngabdullah ing Onje nunten seda Kiyai Ngabei Dhenok
ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug nunten Kiyai Ngabei kondur,
nunten ketampen Kiyai Ngabei Cakrayuda asal saking Toyamas. Nunten kiyai
Ngabei Cakrayuda kondur ketampen
/114/dhateng Kiyai Ngabei Dipayuda kang saking Pagendholan. Wondenten
perdikan Onje inggih kalulusaken mardikanipun nanging dipun-elong ingkang
kalih gerombol: Tuwanwisa, Pesawahan, ingkang merdika kantun Onje
kemawon lan dipun-elong malih kantun Onje
/115/ pekauman kemawon. Tahun sadasa dipun-bedhal dados sabin, elong
sewu, ingkang punika inggih mardika. kiyai embah Dipati Anyakrapati putra
embah Antinegari. Antinegari aputra embah Jawangsa. Jawangsa aputra
embah Ngabdullah ngabdullah aputra embah
/116/ Sutarudin. Sutarudin aputra Kiyai Samirudin. Kiyai Samirudin aputra
Kiyai Nur Muhammad. Kiyai Nur Muhammad aputra Kiyai Wiryabatsari.
Kiyai Wiryabatsari saka aputra Kiyai Yudantaka sampun dumugi turun
kaping sanga dugine dhateng Kiyai Yuda.
/117/Kiyai Dipati anedhakaken Kiyai Antinegari. Kiyai Antinegari
anedhakaken Kiyai Jawangsa. Kiyai Jawangsa anedhakaken Kiyai
Ngabdullah. Kiyai Ngabdullah anurunaken Kiyai Sutarudin. Kiyai Sutarudin
anurunaken Kiyai Samirudin.
/118/Samirudin anurunaken Kiyai Nur
37
/119/kosong.
/120/terdapat 2 baris catatan yang tak jelas.
/121/ s.d /131/kosong.
/132/terdapat tulisan dengan menggunakan huruf jawa tetapi tulisannya tidak
jelas.
/133/kosong.
/134/merupakan rangkaian dari halaman 13.
/135/tidak dapat ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca.
/136/tidak dapat ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca.
/137/ kosong.
Catatan Babad Onje
1. hal. 4 merupakan rangkaian dari halaman 136 namun belum dapat
ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca atau sakl, ada 7 baris.
2. hal. 5 merupakan rangkaian dari halaman 135, juga masih sukar
ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca, ada 4 baris. Lalu di bagian
bawah yang belum dapat ditafsirkan ada 4 baris lagi yang berbunyi:
punika dunga wicara ba’da adan allahumma rabbahadihi da’watittamah wasshalatu alqaimatu ati sayidina muhammadi alwasilata walfadlilaha wassyarafa waddarajata al’aliyatar rafiah wab’aftshu makoma mahmudalladzi waattah innaka latuh lifud mi’ad
38
3. hal. 13 merupakan rangkaian dari halaman 134 yang penulisannya terbalik
(sesuai dalam naskah) dan itu merupakan sambungan dari hal. 5 sebagai
berikut:
alhamduliladzi wa’adz tahu ya arhamarahimina inakaltuh lifulmi’awalu rabbi a’idzini min kulaika lamun.......adzab Allahi. Punika dunga wicara ing antarane .....allahumma nauwir qulubana Allahu akriwalmura tibati walayina qulubana bitaufik wallatif walhamdullillah al khabir walhidayah.
4. hal. 15, 16 merupakan sebuah doa yang tidak lengkap jadi tidak disunting
disini.
5. hal. 21, 27, s.d 32, 34, s.d 36 adalah berisi teks Babad Onje, kemudian
pada halaman 38 s.d 42, 105 s.d 118 juga berisi teks Babad Onje, jadi
kesimpulannya bahwa dalam sebuah naskah terdapat dua teks yang sama
dengan bentuk tulisan yang berbeda.
6. hal. 22 ternyata sama dengan hal. 46 larik 6, 7 dan hal. 47, dan hal. 48
larik 1, 2.
7. hal. 23 sama dengan hal. 45 dan hal. 46 larik 1 s.d 4.
8. hal. 24 sama dengan hal. 48 larik 3 s.d 7 dan hal. 49 larik 1 s.d 4.
9. hal. 25 dan 37 tulisannya sejenis, tanpa tanda baca atau sakl yang masih
sukar ditafsirkan.
10. hal. 26 sama dengan hal. 41 dan 42.
11. hal. 33 merupakan catatan yang ada dalam selembar kertas bergaris tetapi
ikut difoto karena terdapat dalam naskah Onje namun ternyata isinya sama
dengan hal. 30 larik 1 s.d selesai dan hal. 29 larik 1.
12. hal. 39 sama dengan hal. 38 larik 8 s.d 10 dan hal. 36 larik 1 s.d 5.
13. hal. 40 sama dengan hal. 36 larik 5 s.d 10 dan hal. 35 larik 1.
39
14. hal. 41 sama dengan hal. 35 larik 2 s.d 8.
15. hal. 42 sama dengan hal. 35 larik 8 s.d 11 dan hal. 34 larik 1 s.d 4.
16. hal. 43 s.d 49 tidak ada hubungannya dengan Babad Onje.
17. hal. 50 s.d 63 adalah do’a hasyah dengan bahasa arab yaitu do’a yang
terdapat di dalam naskah.
18. hal. 64 s.d 74 juga do’a-do’a berbahasa arab yang juga tidak ada
hubungannya dengan babad Onje.
19. hal. 75 s.d 81 berisi ayat-ayat al-Quran yaitu Surat Hud: 6, 56; Surat Al’
ankabuut: 60; Surat Faathir: 2.
20. hal. 82 s.d 104 adalah do’a sholawat, Surat Al-baqarah: 255 atau ayat
kursi, 256, 257, 284, 285, 286; cara sholat hajat dan do’a yang dibaca
selama sholat tersebut sampai selesai.
21. hal. 105 sama dengan hal. 34 larik 4 s.d 10 dan merupakan sambungan
dari hal. 42.
22. hal. 106 sama dengan hal. 32 larik 1 s.d 6.
23. hal. 107 sama dengan hal. 32 larik 7 s.d 10 dan hal. 31 larik 1 s.d 3.
24. hal. 108 sama dengan hal. 31 larik 3 s.d 8.
25. hal. 109 sama dengan hal. 31 larik 8 s.d 10.
26. hal. 111 sama dengan hal. 30 larik 9, 10 dan hal. 29 larik 1 s.d 4.
27. hal. 112 sama dengan hal. 29 larik 7 s.d 10 dan hal. 28 larik 1 s.d 4.
28. hal. 113 sama dengan hal. 28 larik 4 s.d 9
29. hal. 114 sama dengan hal. 28 larik 10 dan hal. 27 larik 1 s.d 6.
40
30. hal. 115 sama dengan hal. 27 larik 6 s.d 9 dan masih disambung lagi
seperti berikut ini:
Kyai embah Dipati Anyakrapati aputra embah Antinegari. Antinegari aputra embah Jawangsa. Jawangsa aputra embah Ngabdullah. Ngabdullah aputra embah (hal. 115) Sutarudin. Sutarudin aputra Kyai Samirudin. Kyai Samirudin aputra Kyai Nur Muhammad. Kyai Nur Muhammad aputra Kyai Wiryabetsari. Kyai Wiryabetsari saka aputra Kyai Yudantaka sampun dumugi turun kaping sangan dugine dhateng Kyai Yuda (hal. 116).
31. hal. 117 mirip dengan hal. 115 larik 5 s.d 7 dan hal. 116 larik 1, 2. untuk
lebih jelasnya seperti berikut:
Kyai Dipati anendhakaken Kyai Antinegari. Kyai Antinegari anendhakaken Kyai Jawangsa. Kyai Jawangsa anendhakaken Kyai Ngabdullah. Kyai Ngabdullah anurunaken Kyai Sutarudin. Kyai Sutarudin anurunaken Kyai Samirudin. Kyai (hal. 117).
32. hal. 118 mirip dengan hal. 116 larik 2 s.d 6 sebagai berikut:
Samirudin anurunaken Kyai Nur Muhammad. Kyai Nur Muhammad anurunaken Kyai Wiryabetsari. Kyai Wiryabetsari aputra Kyai Yudantaka (hal. 118).
33. hal. 120 terdapat 2 baris catatan yang tidak jelas.
34. hal. 132 terdapat tulisan dengan menggunakan huruf jawa yang masih
sukar ditafsirkan.
35. hal. 134 merupakan rangkaian dari halaman 13.
36. hal. 135 merupakan rangkaian dari halaman 5 yang masih sukar
ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca, ada 4 baris. Kemudian di
bawahnya ini ada 4 baris yang telah ditransliterasikan di catatan nomor 3.
37. hal. 136 merupakan rangkaian dari halaman 4 namun belum dapat
ditafsirkan karena tidak terdapatnya tanda baca, ada 7 baris.
38. Habis.
41
4.3 Suntingan Teks
Setelah diadakan perbandingan dari ketiga naskah yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat kesamaan pada teks A, teks B dan teks C yang
tersimpan di beberapa tempat penyimpanan naskah yang berbeda.
Naskah A dipilih untuk ditransliterasikan dan diterjemahkan dengan
pertimbangan bahwa naskah tersebut merupakan naskah yang lengkap dan
merupakan naskah yang masih asli. Pertimbangan lain untuk menentukan naskah
A sebagai teks yang disunting adalah perkiraan bahwa secara fisik kondisi
kertasnya jauh lebih tua dari naskah-naskah yang lain. Di samping itu naskah A
juga tersimpan di perorangan (masih merupakan koleksi pribadi).
Di bawah ini disajikan teks yang bersih dari kekeliruan dari bentuk tulisan
yang keempat pada halaman 38 dan bentuk tulisan kelima pada halaman 39 s.d 42
dan halaman 105 s.d 116.
Punika serat sejarah Badad Onje. Ingkang mertapa ing Onje nama Kyai
Tepus Rumput. Sampuning tapa lajeng suwita dhateng Kanjeng Sultan Pajang.
Boten antawis lami wonten dhawuh undhang, ” Sapa bocah ingsun kang bisa
anjuput ali-aliningsun, Socaludira wasiyat, saiki kalebu ning sumur jumbleng”.
Ingkang abdi sami boten wonten ingkang saguh mendhet, amung Kyai
Tepus Rumput /38/ ingkang saged mendhet. Lajeng dipunpaikani dinamelan
sumur ing sandhingipun, nunten kepanggih kagungan dalem supe, lajeng
kapundhut kalih Kanjeng Sultan Pajang, dhawuhe Kanjeng Sultan, /39/ ” ingsun
ora wani-wani, sapa kang anemokaken manira paringi bojoningsun bocah desa
asal Menoreh, Putrane Kyai Dipati Menoreh, iya rawatana, ananging iya wus
meteng olih kapat tengah, iya iku poma-poma aja kowe tumpangi”.
”inggih sakelangkung saking panuwun /40/ kula”
”lan sira manira paringi bumi karya rongatus mardika, lan sira manira
sengkakaken ing luhur sinebut Kiyai Ageng Ore-ore.
42
Nunten lajeng mantuk dhateng dhusun teruka ing Onje. Sareng dugi ing
mangsa zhohir ingkang putra miyos kakung lajeng ngunjuki uninga dhateng /41/
Kanjeng Sultan Pajang.
Nunten angandika Kanjeng Sultan, ”Iya sira reksanen bocah iku dibecik,
besuk menawi wus kelar angebat watang, iki gawanen melebu”.
Sareng sampun dugi ing mangsa nunten kasaosaken melebu.
Pangandikane Kanjeng Sultan, ”ingsun derma /42/ bae, iya sira kang anduweni
anak. Iki dadi wewinih ana ing desa, lan manira paringi bumi karya wolungatus
tigang lawe, sarta katandha upacaraning bupati, lan keparingan nama Kiyai
Dipati Anyakrapati ing Onje, lan manira gawani sentana kamisepuh pitung
somah dadia emban-embane aning /105/ desa Onje. Ana dene ratune
Pandhomasan Timbang, Purbasari satus, Bobotsari Kertanegari satus, Kadipaten
satus, Kontawijayan satus, Bodhas Mertasanan Mertamenggalan satus, Toyareka
satus kawan desa, Selanga Kali /106/ kajar pitung desa, Onje kalihatus”.
Lan sasurude Kanjeng Sultan Pajang ketampen dhateng Kiyai Agung
Metawis, lan sasurude Kiyai Agung Metawis ketampi dhateng Pangeran
Sayidiyah Kemuning. Nunten ketampen dhateng Pangeran Sayidiyah Krapyak.
Nunten ketampen dhateng Kanjeng /107/ Sultan Kuwasa gugur ing Padhomasan.
Onje mantuk dhateng Kotan kalihatus malih. Kang jumeneng patih ingkang putra
Kiyai Wiraguna, ingkang ibu Kiyai Wiraguna asal saking Onje, nunten
dipunprentah tiyang dusun dhateng Kiyai Wiraguna. Sasurude Kiyai /108/
Wiraguna ketampen dhateng Pangeran Sukowati. Lan sasurude Sultan ketampen
dhateng Suhunan Plered. Kersane Suhunan anjenengaken banon dhateng kawula
tengahan, kapundhutan damel kawula saleksa /109/ lan pamanipun Kiyai
Tumenggung Pangsengangan kalih Tumenggung Yudabangsa denpengkoni bumi
tengahan lan dencacah Onje kabukten kawula tigang lawe dencacah kepanggih
kawanatus. Kelintir tiyang Purbasari kinarya bantu /110/ dhateng kawula iya
luwiyan. Lan sasurude kanjeng Suhunan sumare ing ing Tegal Wangi, ketampen
dhateng ingkang putra kang jumeneng Suhunan Emas seda ing Selong, ingkang
madeg nata Kanjeng Suhunan Paku Buwana.
43
Ingkang punika silep Kabupaten /111/ ing Onje, ingkang gumatos Kiyai
Ngabei Dhenok ing Pamerden. Kersanipun Kiyai Ngabei Dhenok, Ki Pangulu
Onje kepacak perdikan keparingan dhusun tigang gerombol: Tuwanwisa,
Pesawahan, Onje, kapidados angreksa pepundhen sarta kon angadegaken
jumngah, keparingan /112/ nami Kiyai Ngabdullah ing Onje, nunten seda Kiyai
Ngabei Dhenok ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug. Nunten Kiyai
Ngabei kondur, nunten ketampen Kiyai Ngabei Cakrayuda asal saking Toyamas,
nunten Kiyai Ngabei Cakrayuda kondur, ketampen /113/ dhateng Kiyai Ngabei
Dipayuda kang saking Pagendholan. Wondenten perdikan Onje inggih
kalulusaken mardikanipun nanging dipunelong ingkang kalih gerombol:
Tuwansiwa, Pesawahan, ingkang merdika kantun Onje kemawon, dipunelong
malih kantun Onje /114/ Pekauman kemawon. Taun sadasa dipunbedhal dados
sabin, elong sewu ingkang punika inggih merdika.
Kiyai embah Dipati Anyakrapati aputra embah Antinegari, Antinegari
aputra embah Jawangsa, Jawangsa aputra embah Ngabdullah, Ngabdullah
aputra embah /115/ Sutarudin, Sutarudin aputra Kiyai Samirudin, Kiyai
Samirudin aputra Kiyai Nur Muhammad, Kiyai Nur Muhammad aputra Kiyai
Wiryabetsari, Kiyai Wiryabetsari maka aputra Kiyai Yudantaka sampun dumugi
turun kaping sangan dugine Kiyai Yuda /116/.
Terjemahan
Inilah kitab sejarah Babad Onje. Yang bertapa di Onje bernama Kiyai
Tepus Rumput. Setelah bertapa lalu mengabdikan diri kepada Kanjeng Sultan
Pajang. Tidak lama berselang ada pemberitahuan: “Siapa saja yang dapat
mengambil cincin saya, Socaludira wasiat sekarang masuk ke dalam sumur
jumbleng”.
Semua abdi tidak ada yang sanggup mengambil, hanya Kiyai Tepus
Rumput /38/ yang dapat mengambil. Kemudian dengan menggunakan akalnya
dibuatlah sumur di dekat jumbleng, akhirnya dapat ditemukan cincin milik raja,
lalu diminta oleh Kanjeng Sultan Pajang, perintah Kanjeng Sultan, /39/ “Saya
tidak berani sama sekali, siapa yang menemukan cincin akan kuberi istriku yang
44
berasal dari desa Menoreh, putra Kiyai Dipati Menoreh, dan rawatlah, tetapi ia
sudah mengandung selama empat setengah bulan, pesanku ini sungguh-sungguh
jangan kau campuri.
“Ya berterima kasih sekali /40/ hamba.”
“Dan kau akan kuberi tanah garapan untuk dikerjakan seluas 200 grumbul,
dan kau akan kuberi julukan kelak Kiyai Ageng Ore-ore.”
Kemudian pulang ke dhukuh teruka di desa Onje. Setelah sampai pada
waktunya lahir, lahirlah seorang anak laki-laki. Lalu Ki Tepus Rumput memberi
tahu kepada /41/ kanjeng Sultan Pajang.
Kemudian bersabdalah Kanjeng Sultan, “Ya kaulah yang merawat anak itu
baik-baik, besuk jika anak itu sudah mampu melayamkan tombak, bawalah
kemari.”
Setelah sampai pada waktunya kemudian dipersembahkan masuk (ke
kraton Pajang). Kanjeng Sultan bersabda, “saya hadiahkan /42/ saja, ya kaulah
yang mempunyai anak. Ini menjadi bibit di desa, dan kuberi tanah garapan untuk
dikerjakan seluas 875, dengan ditandai upacara bupati, dan sentana kamisepuh
atau pengikut kaum kepala desa sebanyak tujuh keluarga supaya menjadi
pembantu di /105/ desa Onje. Adapun Padhomasan Timbang nama rajanya,
Purbasari 100, Bobotsari Kertanegari 100, Kontawijayan 100, Bodhas Mertasanan
Mertamenggalan 100, Toyareka 140, Selanga Kali /106/ Kajar 70, Onje 200.”
Dan setelah Kanjeng Sultan Pajang wafat diturunkan kepada Kiyai Agung
Metawis, dan setelah Kiyai Agung Metawis wafat diberikan kepada Pangeran
Sayidiyah Krapyak. Kemudian diterima oleh Kanjeng /107/ Sultan Kuwasa gugur
di Padhomasan. Onje kembali ke Kotan 200 lagi. Yang menjadi patih adalah
putranya yang bernama Kiyai Wiraguna, ibu Kiyai Wiraguna itu berasal dari
Onje, lalu diperintahlah orang-orang desa (Onje) oleh Kiyai Wiraguna. Setelah
Kiyai / 108/ Wiraguna wafat diterima oleh Pangeran Sokawati. Dan setelah Sultan
wafat diterima oleh Suhunan Plered. Suhunan berkehendak menamakan banon
kepada hamba menengah, dimintai tagihan hamba seratus, menurut laporan
hamba menengah tidak punya utang seratus, /109/ dan paman (Suhunan Plered)
yaitu Kiyai Tumenggung Pangsengangan dengan Tumenggung Yudabangsa
45
dikuasakan tanah menengah dan dibagi lagi, Onje mendapat 75 kemudian dibagi
lagi akhirnya mendapat 400, diturunkan dengan bantuan kerja orang Purbasari
/110/ kepada hambanya, sisa tersebut. Dan setelah Kanjeng suhunan wafat
dimakamkan di Tegal Wangi, diterima oleh putranya yang bertahta Suhunan
Emas yang wafat di Selong, yang berkuasa menjadi raja adalah Kanjeng Suhunan
Paku Buwana.
Kemudian daripada itu tenggelamlah (kabupaten) /111/ di Onje, yang
menggantikan adalah Kiyai Ngabei Dhenok di Pamerden. Kiyai Ngabei Dhenok
menghendaki Ki Pangulu Onje mendapat tanah perdikan lalu diberi tiga kelompok
desa: Tuwanwisa, Pesawahan, Onje, dipercaya merawat makam nenek moyang
serta diperintahkan mendirikan jamah, diberi /112/ nama Kiyai Abdullah di Onje,
lalu Kiyai Ngabei Dhenok wafat, diterima oleh putranya yaitu Kiyai Ngabei
Gabug. Kemudian Kiyai Ngabei wafat, lalu diterima oleh Kiyai Ngabei
Cakrayuda yang berasal dari Banyumas, kemudian Kiyai Ngabei Cakrayuda
wafat, diterima /113/, oleh Kiyai Ngabei Dipayuda yang berasal dari
Pagendholan. Adapun tanah perdikan Onje tetap menjadi tanah perdikan, tetapi
dikurangi dua kelompok: Tuwanwisa, Pesawahan, yang merdeka tinggal Onje
saja, dan dikurangi lagi tinggal Onje /114/ Pekauman saja. Tahun 10 dibedah
dijadikan sawah, long sewu, yang merdeka sampai saat ini.
Kiyai embah Dipati Anyakrapati berputra embah Antinegari , Antinegari
berputra embah Jawangsa, Jawangsa berputra embah Ngabdullah, Ngabdullah
berputra embah /115/ Sutarudin. Sutarudin berputra Kiyai Samirudin. Kiyai
Samirudin berputra Kiyai Nur Muhammad, Kiyai Nur Muhammad berputra Kiyai
Wiryabetsari, Kiyai Wiryabetsari berputra Kiyai Yudantaka. Sampai kepada Kiyai
Yuda itu telah mencapai jenjang keturunan yang ke sembilan /116/.
4.3 Aparat Kritik
Dalam teks Babad Onje terbukti ada tujuh bentuk tulisan tangan. Ketujuh
bentuk tulisan itu kira-kira demikian. 1) bentuk pertama terdapat pada halaman 4,
5, 13, 134, 135, 136, bentuk tulisan tersebut ada yang diberi tanda baca atau sakl
46
ada pula yang tidak. Halaman-halaman tersebut merupakan catatan-catatan yang
masih sukar ditafsirkan; 2) bentuk tulisan kedua terdapat pada halaman 21 saja,
bentuknya ramping dan kecil-kecil, tidak diberi sakl. Pada halaman 21 tempat
dimulainya teks Babad Onje; 3) bentuk tulisan ketiga terdapat pada halaman 22,
23, 24, 25, 37, bentuknya agak besar dibandingkan dengan halaman 21, juga tidak
diberi sakl, isinya tidak ada sangkut pautnya dengan Babad Onje, sehingga tidak
akan ikut disunting di sini namun disertakan dalam lampiran; 4) bentuk tulisan
yang keempat terdapat pada halaman 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 38,
agak sukar dibaca, diberi tanda baca, agak kecil-kecil dan tulisannya rapat-rapat,
rata-rata 10 baris tiap halaman. Isinya tidak semuanya tentang Babad Onje; 5)
bentuk tulisan yang ke lima terdapat pada halaman 39-116, hurufnya besar-besar,
mudah dibaca diberi tanda baca, tulisan rata-rata 7 baris tiap halaman, isinya
banyak yang menyangkut Babad Onje yaitu halaman 39, 40, 41, 42, 105, s.d 116.
bentuk tulisan kelima inilah yang jumlah halamannya sekitar 77 halaman; 6)
bentuk tulisan yang keenam terdapat pada halaman 117 dan 118, tulisan agak
besar hampir mirip dengan bentuk tulisan yang kelima, namun cara pemberian
tanda baca agak lain yaitu tipis-tipis tidak begitu jelas. Isinya menyangkut tentang
Babad Onje; 7) bentuk tulisan yang ke tujuh terdapat pada halaman 33, tulisan
besar-besar agak bulat-bulat, sukar dibaca, hanya satu halaman saja.
Teks yang berisi mengenai Babad Onje yaitu pada halaman 21, 39 s.d 42,
105, s.d 116 dan pada halaman 27 s.d 32, 34 s.d 36, 38, 117, 118. Susunan
halaman 27 dan seterusnya sampai dengan halaman 118 itu terbalik, dapat
diurutkan jika dengan memperhatikan teks pada halaman 21, 39, s.d 42, 105 s.d
47
116 yang dalam pemenggalan kata tidak sama dengan teks tersebut. Maka dari itu
untuk menyajikan teksnya perlu mengadakan pemulihan dari berbagai bentuk
tulisan menjadi satu teks yang benar-benar bersih dari kekeliruan serta lengkap
isinya.
Setelah mengadakan perbandingan dari ketiga naskah tersebut, maka
ditemukan perbedaan-perbedaan sebagai berikut:
1. Teks A menyebutkan bahwa Ki Tepus Rumput bertapa kemudian
mengabdi ke Pajang, lain pula teks B menyebutkan bahwa Ki Tepus
rumput datang ke Pajang hanya karena menyerahkan cincin yang baru
didapat ketika bertapa selama kurang lebih 40 hari, sedangkan teks C tidak
disebutkan.
2. Nama cincin yang ditemukan Ki Tepus Rumput dalam teks A bernama
’Socaludira’, sedangkan nama cincin dalam teks B ’Sasraludira’,
sedangkan dalam teks C tidak disebutkan.
3. Teks A menyebutkan bahwa cincin yang hilang masuk ke dalam
jumbleng, kemudian Ki Tepus Rumput membuat sumur di dekat jumbleng
untuk mengambil cincin, sedangkan dalam teks B disebutkan bahwa cincin
diperoleh dengan mudah karena setelah Ki Tepus Rumput mendapat
wirasat pada malam harinya kemudian tahu-tahu cincin tersebut sudah
terletak di sebelah kanannya ketika bertapa, teks C tidak disebutkan.
4. Setelah Ki Tepus Rumput diangkat menjadi adipati akan diberi julukan Ki
Ageng Ore-ore dan putranya kelak jika menjadi adipati akan diberi julukan
Kiyai Dipati Anyakrapati, itu terdapat dalam teks A, dalam teks B dan C
48
tidak ada kata-kata yang menyebutkan julukan baik untuk Ki Tepus
Rumput maupun untuk putranya kelak.
5. Teks A menyebutkan bahwa pemberian tanah seluas 200 dan 875 ha
diterima oleh Ki Tepus Rumput, sedangkan teks B dan C tidak disebutkan.
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
rekonstruksi dari ketiga naskah tersebut adalah bahwa tokoh utama dalam ketiga
babad tersebut adalah Ki Tepus Rumput, atas jasanya menemukan cincin milik
Sultan Pajang. Cincin tersebut kemudian diserahkan kepada raja Pajang, betapa
senangnya raja Pajang setelah cincin tersebut ditemukan. Kemudian sesuai dengan
janji raja Pajang bahwa siapa saja yang menemukan cincin tersebut apabila
perempuan akan dijadikan istri, sedangkan kalau laki-laki akan diberi hadiah
seorang selir tercantik yang paling dikasihi, tetapi Raja Pajang berpesan kepada
Ki Tepus Rumput untuk tidak melakukan hubungan suami istri dulu karena pada
waktu itu selir Raja Pajang sedang mengandung empat bulan. Raja tidak hanya
menghadiahkan seorang istri saja kepada Ki Tepus Rumput, tapi Raja juga
menganugerahkan jabatan kepada Ki Tepus Rumput sebagai Adipati di Desa Onje
dan diberi tanah seluas 200 dan 875 ha.
5.2 Saran
Penelitian terhadap naskah jawa khususnya Babad masih memerlukan
penanganan yang lebih lanjut guna menghasilkan temuan yang konseptual yang
lebih dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kehidupan sekarang, untuk itu perlu
disaranakan agar segera ditingkatkan upaya-upaya yang mengarah pada usaha
49
50
eksplorasi informasi yang sungguh-sungguh dari dunia naskah serta akan muncul
usaha-usaha baru dalam penelitian berikutnya dimasa yang akan datang.
Dukungan dari lembaga yang terkait dengan pengembangan kebudayaan
juga harus lebih dioptimalkan dan berlangsung secara terus menerus bagi usaha
pemberdayaan budaya melalui rekonstruksi teks, guna menyiapkan tenaga peneliti
yang terampil dan paham terhadap kebudayaan sendiri.
Dengan keterbatasan naskah Babad Onje tersebut, penulis menyaranakan
kepada lembaga terkait untuk menindaklanjuti pengembangan kebudayaan secara
optimal sehingga masyarakat Purbalingga pada khususnya dan masyarakat Jawa
pada umumnya lebih tahu. Dengan demikian akan lebih mencintai budaya jawa
tersebut dan melestarikannya.
51
51
DAFTAR PUSTAKA
Atmo, Tri. 1997. ”Sejarah Lahirnya Kabupaten Purbalingga”. Purbalingga: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga.
Baried Baroroh. 1983. “Pengantar Teori Filologi”. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Behrend, T.E. 1990. “Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara”. Jilid I: Museum
Sanabudaya Yogyakarta. Jakarta: Djambanan. Chambert-Lior, Henridan Oman, Fathurahman. 1999. “Khazanah Naskah:
Panduan Koleksi Naskah-naskah Indonesia Sedunia”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Darusuprapta. 1980. “Jenis Sastra Nusantara: Sastra Sejarah Khusus Babad”.
Yogyakarta. Dipodjojo, Asdi. 1996. “Memperkirakan Titimangsa Suatu Naskah”. Yogyakarta:
Penerbit Lukman Ofset Yogyakarta. Djamaris, Edwar. 1991. “Metode Penelitian Filologi”. Jakarta: Pusat
Pengembangan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. ________. “Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik”. Jakarta: Balai Pustaka. Hadi, Dian Choirul. 2006. ”Hikayat kalika dan dinamika Kajian Filologis sebuah
Perwujudan Nilai-nilai Moral”. Semarang: Skripsi FBS Universitas Negeri Semarang.
Humas Setda Purbalingga.“Kyai Arsantaka dalam Warta Braling”. Pada edisi
Juli-September 2003. Ikram, Achadiati. 1994. “Kodikologi Melayu di Indonesia”. Depok: Universitas
Indonesia. Kartasoedirja, A.M. 1973. “Babad Purbalingga”. Koleksi Museum Sanabudaya
PBA 271, Yogyakarta. Lubis, Nabila. 2001. “Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi”. Jakarta:
Penerbit Yayasan Media Alo Indonesia.
52
52
Machmud, Yunus. 1973. “Kamus Arab-Indonesia”. Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah/ Penafsiran Al-Quran, Jakarta.
__________. “Juz’amma dan Terjemahannya”. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Quran Departemen Agama, Jakarta, 1977, Cetakan kelima. Mardiwarsito, L. 1981. “Kamus Jawa Kuna-Indonesia”. Jakarta: Nusa Indah. Mcglynn H, John. 1999. “Bahasa dan Sastra”. Jakarta: Indonesia Heritage. Nugroho, Arief. ”Tatal Masjid Demak Ada di Desa Onje” dalam Suara Merdeka
pada edisi 10 Oktober 2006. Nugroho, Yusro Edy. 2001. “Serat Wulang Putri Suntingan Naskah dan
Interpretasi Teks (sebuah tinjauan hermeneutik terhadap sastra piwulang karya nyi Adisara)”. Jakarta: Tesis Universitas Indonesia.
Poerwadarminta, W.J.S. 1961. “Kamus Umum Bahasa Indonesia”. Jakarta: Balai
Pustaka. __________. 1977. “Baosastra Jawi-Indonesia”. Jakarta: Nusa Indah, cetakan
kelima. Priyadi, Sugeng. 2002. “Banyumas Antara Jawa dan Sunda”. Semarang: Mimbar
The ford Foundation Yayasan Adikarya Ikapi. Purwaningsih, Endang. 1986. “Babad Onje (Transliterasi, Terjemahan-
Perbandingan dengan Babad Purbalingga)”. Yogyakarta: Skripsi Universitas Gadjah Mada.
Romadoni. 2004. “Pedoman Membaca Arab Melayu”. Jakarta: PT. Intimedia
Cipta Nusantara. Sudardi, Bani. 2001. “Dasar-dasar Teori Filologi”. Surakarta: Sastra Indonesia.
Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret. Sudjiman, Panuti. 1994. “Filologi Melayu”. Jakarta: Pustaka Jaya. Tim. 2002. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Balai Pustaka. Tim. 1976. “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan”.
Jakarta: P.N. Balai Pustaka. Wikurnia, 2006. “Kajian Filologis dalam Hikayat Cerita Seorang Bodoh dan
Seorang Cerdik dan Interpretasi Nilai Moral”. Semarang: Skripsi FBS Universitas Negeri Semarang.
53
53
GLOSARIUM
(di)babadi : ditebang dan dibersihkan (hutan belukar, pohon-pohon, untuk
dijadikan desa
(Ka)pat : empat
Abdi dalem : sebutan untuk pegawai kraton
Adipati : jabatan perdana mentri; orang kepercayaan
Babad : sastra sejarah dalam tradisi sastra Jawa
Babat : isi perut, tempat menghancurkan makanan binatang pemamah
biak
Cipaku : nama salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Purbalingga
Derma : memberikan untuk orang lain
Dipunpaikani : dianugerahi/ diberi
Jumngah : jamaah
Katanda : ditandai
Krama : ragam bahasa Jawa dalam ranah kesastraan dan ada unsur
hormat
Miyos : lahir, keluar
Ngoko : ragam bahasa Jawa dalam ranah kesastraan dan tidak ada unsur
hormat
Nunten(nuli) : kemudian
Nyaosi : memberi
Onje : nama salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Purbalingga
Patih : (jabatan) perdana menteri; orang kepercayaan
Penatus : lurah; kepala desa
Sentana : pengiring lurah desa
Silep : tertutup; terlewati
Sira : sebutan dalam bahasa jawa yang diperuntukkan bagi orang lain
(kamu, anda)
Somah : istri
54
54
Titi mangsa : waktu penulisan atau penyalinan naskah
Tumenggung : bupati; jabatan yang dalam lingkungan kraton
Wasiyat : pesan dari orang yang mau mati; pusaka
Watermark : suatu tanda atau gambar yang terdapat pada kertas-kertas Eropa,
sebagai tanda khusus dari industri kertas yang memproduksi
kertas itu
Winih : bibit
Zhohir :
55
Lampiran
Gb. Sampul naskah Babad Onje
Gb. Halaman judul naskah Babad Onje ”Punika Serat Sejarah babad Onje”
56
Gb. Naskah Babad Onje yang menggunakan huruf jawa (tulisannya tidak jelas).
Gb. Naskah Babad Onje yang tidak jelas
57
Gb. Naskah yang tidak terdapat tanda baca atau sakl
Gb. Naskah babad Onje yang bentuk tulisannya terbalik
58
Gb. Jenis tulisan yang terdapat dalam Babad Onje
59
Gb. Catatan dalam secarik kertas yang terdapat dalam naskah Babad Onje
Gb. Do’a yang terdapat dalam naskah Babad Onje