cdk 091 kongres ke vi an rumah sakit seluruh indonesia (persi) dan hospital expo ke viii ii

145
91. Edisi Khusus (II ) Kongres Ke VI PERSI dan Hospital Expo Ke VII

Upload: revliee

Post on 27-Jul-2015

6.722 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

91. Edisi Khusus (II)Kongres Ke VI PERSI danHospital Expo Ke VII

Page 2: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Kongres Ke VI

Perhimpunan Rumah Sakit

Seluruh Indonesia

(PERSI)

dan

Hospital Expo Ke VII

II

Jakarta Hilton Convention Centre21 - 25 Nopember 1993

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 1

Page 3: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Tema :Meningkatkan Peran Rumah Sakit dalamMenyongsong Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua

2 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 4: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

CerminDunia Kedokteran

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAHDr Oen L.H.

REDAKSI KEHORMATAN

KETUA PENYUNTINGDr Budi Riyanto W

PEMIMPIN USAHARohalbani Robi

PELAKSANASriwidodo WS

TATA USAHASigit Hardiantoro

ALAMAT REDAKSIMajalah Cermin Dunia KedokteranP.O. Box 3105 Jakarta 10002Telp. 4892808Fax. 4893549, 4891502NOMOR IJIN151/SK/DITJEN PPG/STT/1976

Tanggal 3 Juli 1976

PENERBITGrup PT Kalbe FarmaPENCETAK PT Midas Surya Grafindo

- Prof. DR. Kusumanto SetyonegoroGuru Besar Ilmu Kedokteran JiwaFakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta

- Prof. Dr. R.P. SidabutarGuru Besar Ilmu Penyakit DalamSub Bagian Ginjal dan HipertensiBagian Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta

- Prof. Dr. Sudarto PringgoutomoGuru Besar Ilmu Patologi AnatomiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta

- Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo

Kepala Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan, Departemen Kesehatan RI,Jakarta

- DR. B. Setiawan Ph.D- DR. Ranti Atmodjo

Prof. DR. B. ChandraGuru Besar Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Airlangga,Surabaya

- Prof. Dr. R. Budhi DarmojoGuru Besar Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,Semarang

- Drg. I. Sadrachl.embaga Penelitian Universitas Trisakti,Jakarta

- DR. Arini SetiawatiBagian FarmakologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta

DEWAN REDAKSI

- Drs. Victor S. Ringoringo, SE, MSc.- Dr. P.J. Gunadi Budipranoto

PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagaiaspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut.

Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untukditerbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pemah dibahas ataudibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge-nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakanbahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yangberlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesiayang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhakmengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di-sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem-baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrakdalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrakberbahasa Inggris untuk karangan tersebut.

Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebihdisukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempatbekerjanya. Tabel/skema/grafikiilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor

sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keteranganyang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor unit sesuai denganpemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam CummulatedIndex Medieus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submittedto Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh :Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:William and Wilkins, 1984. Hal 174-9.Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.Dalam: Sodeman WA Jr, Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974 : 457-72.Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. CerminDunia Kedokt. 1990; 64 : 7-10.Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia KedokteranPO Box 3105Jakarta 10002

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahusecara tertulis.

Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai denganamplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pcndapat masing-masing penulisdan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempatkerja si penulis.

Page 5: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

CerminDunia Kedokteran

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

Daftar Isi :Manajemen Mutu

5. Manajemen Mutu dan Biaya Samsi Jacobalis8. Quality Assurance dalam Keperawatan – Rokiah Kusumapradja

16. Peranan Perawat dalam Efisiensi Penggunaan Sumber Daya – Mariani Situmorang23. Pelaksanaan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan di RS MMC Jakarta – Robby

Tandiari, J. Karnadi, Hadisudjono, Baharoeddin Ildrem S.28. Peningkatan Mutu Pelayanan di Rumah Sakit HR Waluyo Adi33. Budaya Mutu sebagai Bagian Integral Manajemen Rumah Sakit – Emmyr F. Moeis36. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan di RSUD Pasar Rebo, Jakarta –Achmad Harjadi39. Mutu dan Biaya Keperawatan – Maria I. Widjaja47. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Keperawatan – Tien Gartinah

Manajemen Keuangan

50. Paviliun Khusus Swasta di RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo – Soepardi Soedibyo53. Manajemen Keuangan – Catharina59. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dan Implikasinya terhadap Pengelolaan

Rumah Sakit – MH Widodo Soetopo63. Penilaian Kembali Penggunaan Metoda Barber-Johnson dalam Penilaian Efisiensi

Pelayanan Rumah Sakit di Indonesia –AL Slamet Riyadi68. Dilema yang Dihadapi Rumah Sakit Swasta yang Memiliki Kepedulian Sosial Arif

Hartono, Diah Rini Handjari69. Rumah Sakit Swakelola PT Timah – Hadisiswo Arsad74. Program Kesejahteraan untuk Staf Rumah Sakit dan Para Dokter – Hotbonar Sinaga78. Penerapan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Pelayanan Rumah Sakit dalam

Menyongsong PJPT II – Harun Affandie83. Effective Hospital Management – James E Wawoeroendeng

Manajemen Penunjang

89. Trend Pengelolaan Pelayanan Penunjang Rumah Sakit – Imelda Emilia Dharma91. Sistim Pelayanan Gizi di Rumah Sakit – Gunarti Yahya97. Peranan Rehabilitasi Medik dalam Menurunkan Lama Hari Rawat (LOS) – Gerry

Haryati100. Rumah Sakit Matra Laut – H. Sigit Widodo103. Data Linen di Rumah Sakit Islam Jakarta – HJSitiAmbarwati106. Efisiensi Pengclolaan Laboratorium di Rumah Sakit – Indika Pitono, Rustadi Sosro-

sumihardjo110. Survai Keamanan Pasien – Boy S. Sabarguna

Makalah Lain

115. Standar Perilaku sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan – Edi Sumarwoto118. Satuan Pengendali Intern dalam Pengelolaan Rumah Sakit (suatu pemikiran) – H.

Soemaryono Rahardjo122. Peranan Lembaga Konsultan bagi Peningkatan Sarana Pelayanan Kesehatan (Rumah

Sakit) – Emmyr F. Moeis123. Pembinaan Rumah Sakit melalui Instrumen Penilaian Penampilan Kerja dan Instrumen

Pengukuran Kemampuan – SK Poerwani129. Pengalaman Penerapan Peningkatan Kualitas Terpadu di RS Pelni Petamburan –

Hernawan131. Pelayanan Sosio Medik di Rumah Sakit PGI Cikini – Woro Setyanti , Agustina Ma-

katika, Tunggul Situmorang, Emmy Sahertian135. Kualitas Manajemen – pengalaman RS Islam Jakarta – H. Sugiat As.137. Konsep Pengembangan Dana Sehat di Lingkungan LSM Islam – H. Abdul Mukty143. The Effects of Current Flow through the Human Body and the Electrical Protection of

Patient Treatment Areas – Richard King

91. Edisi Khusus(II)

Kongres Ke VIPERSI

danHospital Expo

Ke VII

Maret 1994

Karya Sriwidodo WS

Page 6: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Artikel

Manajemen Mutu

Manajemen Mutu dan BiayaDr. H. Samsi Jacobalis

Jakarta

TRIKOTOMI MUTU, BIAYA DAN PEMERATAANTrikotomi dalam pemberian asuhan kesehatan adalah antara

mutu, biaya dan pemerataan. Tiga unsur itu saling mempe-ngaruhi, namun tidak selalu saling mendukung, bahkan dapatsaling berlawanan. Misalnya : biaya yang ditingkatkan dapatmengakibatkan pemerataan layanan juga bertambah, tetapi dapatjuga terjadi hal yang bertentangan. Jika biaya yang meningkat itukarena membeli teknologi yang mahal, dan pasien harus mem-bayar mahal pula untuk dapat menikmati teknologi itu, ini akanberarti justru berkurangnya pemerataan, karena sebagian ma-syarakat terpaksa harus tersisih dari kenikmatan mendapatlayanan.

Banyak negara industri yang dikenal sebagai welfare states(Inggris, Swedia, Jerman, Kanada, dan lain-lain) sedang menga-lami masalah berat dalam pembiayaan layanan kesehatan bagirakyat mereka. Umumnya mereka sedang berusaha melakukanrestrukturisasi sistem layanan kesehatan nasionalnya, karenabiaya makin lama makin melonjak tinggi. Sedang giat direnca-nakan cost containment tanpa mengorbankan mutu dan keter-jangkauan atau pemeratan layanan. Contoh yang palingmengesankan adalah Amerika. Di negara kaya itu sudah sejakbeberapa tahun terakhir biaya kesehatan naik dengan tajam.Tahun ini diperkirakan akan menjadi hampir 14% dari GNPnegara itu. Persentase itu adalah tertinggi di seluruh dunia. Tetapiapakah dengan meningkatnya biaya itu pemerataan juga jadilebih meningkat di sana ? Justru tidak. Saat ini lebih dari 38juta orang Amerika tidak terjangkau oleh layanan kesehatanyang memadai karena mereka tidak terlindung oleh asuransi.Biaya Iayanan kesehatan di negara itu sudah demikian tingginya,sehingga dalam biaya satuan (unit cost) satu mobil Amerika yangdiproduksi, biaya untuk pemeliharaan kesehatan buruh pabrik

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

adalah lebih tinggi daripada biaya pengadaan baja untuk mem-produksi satu mobil itu. Hal ini tentu mempunyai dampakmerugikan dalam persaingan dengan industri otomotif Jepangdan beberapa negara lain.

Ny. Hillary Clinton, yang mendapat tugas khusus daripresiden Clinton, telah siap dengan rancangannya untuk meng-atasi "krisis asuhan kesehatan" di negara adikuasa itu. Namunsaat ini ia sedang sibuk berargumentasi untuk mempertahankanrancangannya terhadap serangan-serangan gencar dari beberapaanggota Kongres yang sangat berpengaruh. Di kalangan ma-syarakat, terutama segmen tertentu, rancangan itu juga men-dapat dorotan tajam dan diperdebatkan oleh pihak-pihak yangpro dan kontra (Time, 27 September 1993).

Di Indonesia masalah pemerataan layanan kesehatan sangatdipentingkan, bahkan dijadikan salah satu kebijakan pokokdalam pembangunan sektor kesehatan nasional sejak Repelita I.Untuk itu ujung tombaknya adalah penyebaran Puskesmas danPuskesmas pembantu sampai ke pelosok-pelosok terpencil.Demikian juga program Posyandu, peningkatan ketahanan hidupanak, bidan desa, pos obat desa, dokter PTT dan lain-lain adalahprogram pemerataan layanan kesehatan seeara nasional. Upaya-upaya pemerataan itu tentu harus didukung dengan biaya. Harusdiakui bahwa demi pemerataan, dan dalam keterbatasan sum-berdaya, pada awal pembangunan kesehatan dulu mutu belumterlalu mendapat perhatian.

Namun sejak sekitar sepuluh tahun yang lalu situasi sudahmulai berubah. Peningkatan mutu juga dijadikan tujuan pem-bangunan kesehatan nasional. Sudah giat dikembangkan upaya-upaya menuju keseimbangan antara mutu, biaya dan pemerataanserta keterjangkauan layanan kesehatan. Sekarang dapat kira-kira diikhtisarkan perkembangan sebagai berikut :

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 5

Page 7: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

1) Kesadaran akan mutu makin berkembang. Sudah mulaimeluas pengalaman menggunakan beberapa eara untukmeningkatkan mutu. Banyak rumah sakit sudah mempunyaiprogram meningkatkan mutu, sekalipun terbatas.2) Sedang dikembangkan cara-eara untuk meningkatkan pem-biayaan layanan kesehatan, a.l. dengan pengembangan sistemJaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, cost recovery danpengswadanaan rumah sakit pemerintah, serta peningkatan peranserta swasta (termasuk kemungkinan investasi oleh swasta asing)dalam pengembangan sarana layanan kesehatan.3) Pemerataan layanan terus ditingkatkan.

KORELASI ANTARA MUTU DAN BIAYATantangan utama dalam manajemen mutu dan manajemen

biaya layanan kesehatan adalah bagaimana menyelenggarakanlayanan yang bermutu dengan biaya yang masih dalam bataskemampuan masyarakat dan pemerintah untuk mendukungnya.Dengan kata lain harus dapat ditetapkan berapa harga jasakesehatan yang bermutu baik dan apakah harga itu mampudibayar oleh pemerintah dan masyarakat. Perlu juga ditetapkanapa yang dimaksud dengan "bermutu baik". Menetapkan nilaimaterial tentang mutu tidak mudah, jika tidak mau dikatakantidak mungkin.

Mutu adalah abstrak dan subyektif. Untuk membuatnyarelatif "nyata" produksi jasa kesehatan diuraikan dalam kompo-nen-komponen yang relevan dengan mutu, yaitu struktur, prosesdan outcome. Struktur adalah masukan berupa sumberdaya yangrelatif mudah dikuantifikasikan dalam nilai uang.

Tetapi proses klinis sangat bervariasi, tergantung pada ba-nyak faktor kualitatif dalam sarana kesehatan (rumah sakit danlain-lain), antara lain padaperilaku manajemen, misi rumah sakit,"budaya" rumah saki t, faktor-faktorpsiko-sosial padaparapemberilayanan, tingkat pendidikan staf rumah sakit, kemampuan unsur-unsur penunjang, serta keadaan yang menyangkut pasien sendiri.Di samping itu tiap penyakit dan tiap pasien adalah unik, dan tiapdokter yang menangani pasien dengan penyakit tertentu itu jugamempunyai keunikan sendiri. Semua variabel itu sukar dikuan-tifikasikan, sehingga sukar juga ditetapkan padanan nilai uangnya.Oleh karena itu harga suatu proses yang rutin sekalipun (misalnyapertolongan pada persalinan normal) tidak mudah ditetapkansecara eksak, walaupun biasanya ada tarif paket untuk proses itu.Besar kemungkinan tarif itu tidak mewakili harga yang sebe-narnya dari proses itu. Demikian juga outcome sukardipadankandengan nilai uang. Sukar ditentukan berapa harga misalnyakeadaan "bebas dari rasa nyeri, sembuh dari penyakit, rasa puasatau tidakpuas terhadappengobatan, eacad setelah suatu tindakan,dan sebagainya."

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu asuhankesehatan sukar dipadankan dengan biaya, karena yang satuadalah abstrak dan kualitatif sedangkan yang lain eksak. Dengankata lain pemerintah dan masyarakat (selaku penyedia dana)tidak dapat mengatakan apakah mereka membayar lebih ataukurang untuk derajat mutu tertentu. Sebagai contoh nyata dariAmerika lagi : sekalipun dikatakan mutu asuhan kesehatanadalah terbaik di negara itu (karena manajemen mutu sudah

paling lama berkembang di sana), dan rakyat membayar mahaluntuk pemeliharaan kesehatan mereka (14% dari GNP), dalamtahun 1986 saja sudah 89% rakyat Amerika tidak puas denganasuhan kesehatan yang mereka terima (Blendon, World Hospi-tals, Vol 26 No. 1). Belum lagi kenyataan bahwa sekitar 15%orang Amerika tidak terjangkau oleh layanan kesehatan yanglayak. Jadi jelas sekali trikotomi antara biaya, mutu dan pemera-taan di negara itu.

MENGEVALUASI BIAYA DALAM LAYANAN KESE-HATAN

Dalam manajemen layanan kesehatan sekarang ini orangtidak boleh lagi beranjak dari pendirian : "pengobatan dilakukanberapapun biayanya" (treatment at any cost). Seperti juga dalamindustri lain, layanan kesehatan pun sekarang sudah beralihmenjadi "dipacu oleh biaya" (cost driven). Rumah sakit yangtidak mewaspadai prinsip ini lambat laun pasti akan mengalamikesulitan pembiayaan dan akhirnya mungkin harus gulungtikar.

Dalam manajemen rumah sakit sekarang (terutama rumahsakit swasta, BUMN, swadana) dituntut adanya kemampuanberiwraswasta dan penguasaan kiat-kiat bisnis. Dalam penye-lenggaraan rumah sakit yang akan semakin bersaing di masadepan harus disadari perlu adanyakeungggulan kompetitif (com-petitive advantage). Keunggulan itu tidak lain kecuali bersumberpada seni kemampuan manajemen :– Biaya (Cost),– Mutu (Quality),– Penyampaian jasa (Delivery).

Secara sederhana dapat dikatakan rumah sakit (atau saranapemberi layanan kesehatan yang lain) dapat bertahan dan ber-kembang apabila dapat menyediakan dan menyampaikan :• Jasa yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat• Jasa yang bermutu• Jasa yang diproduksi secara efisien• Jasa yang dipasarkan seeara efektif.

Seperti juga dalam industri lain, dalam manajemen rumahsakit pun efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya-sumberdayamenjadi sangat strategis. Efisiensi dapat diartikan sebagai :manfaat dieapai dengan sumberdaya yang seeara kuantitas dankuantitas tepat. Dengan kata lain mendapatkan nilai tambahtanpa pemborosan sumberdaya.

Yang dapat menjadi masalah adalah bahwa tidak semuamanfaat dalam asuhan kesehatan dapat diukur. Misalnya : ber-kurangnya rasa nyeri, berkurangnya stres, membaiknya mutukehidupan dan tereegahnya keeacatan adalah manfaat-manfaatyang sukar diukur dalam nilai uang. Paling-paling orang dapatmengatakan, andaikan hal-hal yang tidak diinginkan sampaiterjadi dan keadaan itu harus diatasi dengan upaya-upaya tertentu,dapat dihitung biayanya akan sebesar sekian rupiah. Jadi dapatdiperkirakan saja berapa rupiah yang dapat dihematkan karenahal-hal yang tidak diinginkan itu tidak terjadi. Di samping itubeberapa jenis biaya tidak langsung dalam layanan kesehatanjuga sukar dinilai seeara pasti, seperti misalnya biayapendidikantenaga kesehatan, biaya mengembangkan sikap dan perilaku

6 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 8: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

tenaga kerja dan lain-lain. Padahal pengetahuan, keterampilandan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh upaya pengem-bangan sumberdaya manusia tadi sangat potensial untukpeningkatan manfaat bagi pasien.

PERAN DOKTER DAPAT MENDUKUNG MANAJEMENMUTU DAN BIAYA

Di atas tadi dicontohkan bagaimana mutu yang ditingkatkandapat menekan biaya karena secara preventif dapat dihematbiaya untuk mengatasi outcome yang tidak diinginkan. Demikianjuga biaya yang digunakan secara efisien dapat meningkatkanmutu, seperti misalnya pemakaian obat secara rasional.

Di sini peran dokterlah yang paling strategis. Dokter adalahfaktor yang sangat menentukan dalam pemanfaatan dana untukkesehatan, bukan pasien atau pihak lain. Namun sayangnya paradokter umumnya bersikap kurang mendukung terhadap upayapenghematan biaya (cost containment) seeara langsung, baikoleh manajemen rumah sakit atau oleh pembayar pihak ketiga(JPKM, Askes, atau majikan perusahaan). Para dokter umumnyatidak sadar-biaya. Banyak yang masih berpikir bahwa pem-batasan biaya adalah pembatasan terhadap otonomi profesinya.Banyak yang masih menganut prinsip treatment at any cost.Banyak juga yang sengaja melanggar peraturan yang bertujuanmeningkatkan efisiensi biaya (misalnya standardisasi obat dirumah sakit) dengan alasan hal itu bertentangan dengan apa yangmereka dapat selama pendidikan, dan dapat merugikan pasien.Jadi yangdiperlukan sangat adalah perubahan sikap dan perilakupara dokteragarmereka mendukung upaya-upaya efisiensi biaya,dengan menielaskan tujuan akhirnya.

DAMPAK PENGHEMATAN BIAYA TERHADAP MUTUHarus diakui pendirian para dokter seperti di atas tadi tidak

seluruhnya salah. Memang dapat terjadi pemerintah atau pihak

asuransi kesehatan, karena keterbatasan sumberdaya, terpaksaseolah-olah lebih mementingkan aspek biaya dengan "mengor-bankan "aspek mutu. Suatu penelitian di luar negeri berkesim-pulan bahwa penghematan biaya di suatu unit perawatan intensifmemang dapat membawa outcome yang kurang baik, karena :• Ratio yang memburuk antara perawat dengan pasien• Pasien cepat-cepat dipindahkan dari ICU, padahal ia belumstabil• Makin banyak penggunaan tenaga tidak tetap, atau pem-bantu perawat yang kurang pengetahuan dan keterampilannya.• Tidak ada waktu untuk memberikan pendidikan pada pasienatau keluarganya• Pasien terpaksa dimasukkan lagi di ICU setelah baru sajadikeluarkan• Jumlah kegawatan meningkat sebagai akibat pemantauantidak sempurna• Ruang perawatan biasa tidak dapat memberikan layanankhusus yang dibutuhkan• Perhatian dokter berkurang, terutama kepada yang kurangmampu membayar

Sebaliknya dampak positif dapat juga terjadi akibat peng-hematan biaya, apabila :• Sumberdaya rumah sakit dimanfaatkan secara efisien danefektif sesuai dengan indikasi yang tepat• Digunakan teknologi tepat-guna• Obat digunakan seeara efektif• Produktifitas sumberdaya manusia ditingkatkan• Hari rawat dan jasaperawatan digunakan seeara lebih efisien,dan lain-lain.

Jadi dengan penghematan biaya dapat ditingkatkan atauditurunkan derajat mutu asuhan, tergantung pada tepat tidaknyapenghematan itu dinilai dan dihayati oleh para pelaksana.

No answer is also an answer

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 7

Page 9: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Quality Assurancedalam Keperawatan

Ny. Rokiah KusumapradjaRumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUANSistim Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa :

"Upaya kesehatan, termasuk upaya kesehatan di rumah sakit harus bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dandapat dijangkau oleh masyarakat luas. Untuk itu perlu digunakan

hasil pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi tepatguna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah danmasyarakat luas, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepadaperorangan" (1). Kriteria mutu pelayanan dalam hal ini tidaklahsemata-mata didasarkan pada mutu pengobatan dan tindakanmedis yang dilakukan saja, tetapi juga menyangkut aspek-aspeksosio-ekonomi seperti keterjangkauan biaya, perhatian pada ke-butuhan pelayanan individual pasien, dan kemampuan pemerin-tah dalam menunjang pembiayaan.

Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat men-capai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhiberbagai syarat, di antaranya : tersedia (available), wajar (appro-priate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (accept-able), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable),serta bermutu (quality). Kesemua syarat tersebut sama penting-nya dan pada akhir-akhir ini upaya meningkatkan mutu pelayan-an semakin mendapat perhatian yang lebih besar, hal ini mudahdipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutudapat diselenggarakan, bukan saja akan meningkatkan efekti-fitas pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga akan dapatmeningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan.

Salah satu tantangan terbesar dalam pemberian pelayanankesehatan di rumah sakit dewasa ini adalah terpenuhinyaekspektasi/harapan masyarakat akan mutu dan kapasitas pela-yanan rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yangmenjadi pendorong akan pentingnya mutu pelayanan di rumah

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PEPSI & Hospital Expo, Jakarta,21 — 25 November 1993.

sakit, di antaranya : semakin pesatnya perkembangan ilmu danteknologi khususnya dalam bidang kedokteran, yang mau tidakmau mengakibatkan biaya pelayanan menjadi mahal dan jugaadanya keterbatasan sumber daya rumah sakit sehingga dirasa-kan perlu adanya upaya agar pelayanan menjadi lebih efektif danefisien, adanya desakan perundang-undangan, dibakukannyastandar-standar pelayanan, tuntutan dari pihak ketiga (asuransi),meningkatnya tanggung jawab keprofesian, serta semakinmeningkatnya pendidikan dan sosial-ekonomi masyarakat.

Disadari bahwa mutu pelayanan yang kurang baik akanmenyebabkan pemborosan waktu dan sumberdaya, meningkatkankesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pelayanan danmeningkatkan risiko untuk terjadi kesulitan lainnya. Sedikitnya85% dari masalah pelayanan kesehatan adalah pada proses pe-laksanaan pelayanan, dan masalah pada proses tersebut adalahmasalahmanajemeM(2)

Di Indonesia, sejak awal tahun delapan puluhan masalahmutu pelayanan rumah sakit sudah banyak mendapat perhatian,khususnya oleh Departemen Kesehatan dan pengurus pusatPERSI, mengingat masih banyaknya kelemahan dalam sistempelayanan di rumah sakit. Departemen Kesehatan telah menge-luarkan berbagai standar di antaranya Standar Pelayanan RumahSakit.

Keperawatan sebagai salah satu profesi di rumah sakit yangc ukup potensial dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu,karena selain jumlahnya yang dominan, juga pelayanannyamenggunakan pendekatan metoda pemeeahan masalah seearailmiah melalui proses keperawatan. Demikian juga ditekankanpada standar pelayanan rumah sakit yang menyangkut upayamenjaga mutu khususnya pelayanan keperawatan, pada standar7 tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa :

8 Cermin Dania Kedokteran , Edisi Khasas No. 91, 1994

Page 10: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

"pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatanyang bermutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalamprogram pengendalian mutu di rumah sakit". Namun dalam pe-laksanaannya masih banyak mengalami hambatan, di antaranyabahwa keterlibatan perawat dalam upaya menjaga mutu sudahcukup banyak, tetapi masih terkotak-kotak sesuai dengan ke-panitiaan multidisiplin yang diikuti dan belum terkoordinasidengan baik, sehingga kurang efektif. Hal ini mendorong rumah-rumah sakit untuk memberi perhatian pada masalah tersebut.

Berikut ini akan dikemukakan tentang pengertian qualityassurance, mutu, mengapa perawat penting dilibatkan dalamprogram menjaga mutu, motivasi, tujuan, kaitan mutu denganstandar, indikator dan kriteria, unsur mutu, fungsi menjaga mutu,metoda, serta bagaimana membangun dan mengembangkanprogram menjaga mutu bidang keperawatan.

PENGERTIANQuality Assurance diterjemahkan sebagai menjaga mutu (3) ;

program tersebut sudah menjadi keharusan dan menjadi syaratmutlak bagi rumah sakit di Amerika agar dapat diakreditasikan.Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organization,mendefinisikan Quality Assurance sebagai : "Suatu programberlanjut yang disusun secara obyektif dan sistematis memantaudan menilai mutu dan kewajiban (appropriateness) asuhan ter-hadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuh-an pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang ter-terungkapkan(4).

Sedangkan Quality Assurance dalam keperawatan didefini-sikan sebagai : "assuring the clients of the quality of nursing carethey are given "(5)

Definisi di atas jelas mengungkapkan unsur-unsur yangmembedakan antara quality assurance dengan bentuk peer re-view, utilization review, inspeksi dan lain-lain yang sifatnyahanya penilaian sewaktu/insidentil.

MOTIVASI PROGRAM QUALITY ASSURANCE DIRUMAH SAKIT

Beberapa ahli mengemukakan bahwa program menjagamutu di rumah sakit menjadi penting karena adanya berbagaimotivasi, di antaranya :1) Motivasi umum : Program menjaga mutu dapat memberi-kan gambaran lebih jelas tentang wilayah kerja yang harusmendapat perhatian, baik masalah, faktor pendukung dan peng-hambat, maupun bagaimana eara mengatasinya.2) Motivasi manajemen : Berbagai metoda yang digunakandalam program menjaga mutu pada organisasi pelayanan kese-hatan berkaitan erat dengan proses manajemen. Hal ini terlihatdari proses penerapannya yang merupakan suatu prosesmanajemen berdasarkan sasaran (management by objectives),setiap bagian/unit kerja harus membuat sasaran/target yang jelasdan disepakati semua pihak dalam mencapai mutu pelayanan-nya.3) Motivasi bertanggung gugat (accountability); proses pro-gram menjaga mutu memungkinkan setiap staf rumah sakitmemberikan pelayanan yang bermutu seeara bertanggung gugat.

4) Motivasi profesional; setiap profesi dapat mengevaluasi dandievaluasi pelayanannya. Hal ini merupakan proses peningkatandan pengembangan profesi secara terus menerus dan program inimemungkinkan para profesional meningkatkan penampilanklinisnya, serta upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensipelayanan kesehatan yang diberikan. Demikian pula kelompokprofesi (peer) melibatkan diri seeara aktif dalam memantau danmenilai pelayanannya.5) Motivasi cost effectiveness; program ini merupakan tan-tangan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang berhu-bungan dengan informasi biayalsumber daya, sehingga alokasisumber daya menjadi lebih efektif dan efisien.6) Motivasi keselamatan (safety) bagi karyawan/pasien;Rumah Sakit harus yakin bahwa pelayanan tidak akan men-celakakan karyawan dan pasien baik seeara langsung maupuntidak langsung. Program menjaga mutu merupakan potensi agarlingkungan menjadi lebih aman bagi semua pihak.

TUJUANProgram menjaga mutu di rumah sakit akan memberikan

hasil yang optimal bila diraneang untuk memenuhi tujuan se-bagai berikut :– Meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan pasien– Menurunkan biaya operasional– Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan berkelanjutan– Menjaga mutu pelayanan sesuai standar dan peraturan yangberlaku.– Meningkatkan peneatatan dan dokumentasi pelayanan danasuhan pasien.– Membuat penilaian terhadap penampilan secara rasional– Meningkatkan tanggung gugat para profesional praktisi– Meningkatkan image yang positif terhadap rumah sakit– Meningkatkan sikap perilaku yang positif bagi karyawan– Membuat keputusan perencanaan jangka panjang.

Tujuan program menjaga mutu dalam keperawatan sebagaiberikut:• Memantau dan menilai asuhan pasien secara sistimatik agarefektif dan efisien :– Menggunakan metoda pemecahan masalah dalam pengen-dalian mutu asuhan pasien baik terhadap masukan, lingkungan,proses, keluaran.– Menentukan prioritas program yang akan dinilai oleh Timpengendali mutu.– Pencatatan masalah, dan pelaksanaan tindakan keperawat-an didokumentasikan secara rinci dalam dokumen asuhan pasien.• Meningkatkan tanggung gugat profesional seeara individu :– Keterlibatan setiap individu dalam program menjaga mutudan hasil mutu pelayanan yang dieapai, termasuk dalam penilaianpenampilan kerja tahunan individu.– Setiap unit kerja mengembangkan sistim penghargaan bagiindividu yang memberikan pelayanan terbaik.– Kepala bidang keperawatan bertanggung gugat untuk men-ciptakan lingkungan kerja dan mendorong stafnya untuk ikutterlibat dalam kegiatan menjaga mutu, serta menggunakantemuan-temuan yang ada untuk memelihara dan meningkatkan

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 9

Page 11: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

mutu pelayanan.• Membina hubungan kerja sama interdisiplin tim kesehatandalam proses program menjaga mutu :– Setiap pengawas perawatan unit paling sedikit satu kalipernah ikut terlibat dalam studi menjaga mutu interdisiplin.– Ikut serta dalam program menjaga mutu bidang terkait.– Tim menjaga mutu bidang keperawatan merupakan anggotadari tim menjaga mutu tingkat rumah sakit.– Mengajukan rekomendasi-rekomendasi pada tim menjagamutu tingkat rumah sakit.– Setiap tiga bulan memberikan laporan tertulis kepada timmenjaga mutu tingkat RS.• Mengatur alokasi sumber daya di bidang keperawatan se-cara efektif dan efisien :– Mengumpulkan data untuk mengidentifikasi kegiatan la-yanan pasien yang sedang berjalan apakah menggunakan sum-berdaya secara tepat.– Merekomendasikan strategi untuk meningkatkan efisiensipenggunaan sumber daya.– Mengukur produktivitas berdasarkan klasifikasi pasien, danbudget.• Membina perubahan untuk pengembangan praktek profesidan sistim pelayanan :– Membedakan kelemahan/kekurangan pengetahuan, sikapdan ketrampilan para perawat berdasarkan struktur dan sistimyang ada.– Menyampaikan masalah dan usulan pemecahannya kepadapejabat yang berwenang.

Oleh karena itu, upaya menjaga mutu pelayanan rumah sakitdiperlukan suatu tanggung jawab yang besar dari organisasi, halini harus tercermin di dalam tujuan dan misi organisasi, perenca-naan strategis organisasi, penganggaran, cara memberikan peng-hargaan, evaluasi terhadap prestasi, demikian juga atas suasanakerja, serta hendaknya menjadi komitmen penuh dari seluruhkaryawan di semua tingkatan rumah sakit.

MENGAPA KEPERAWATAN ?Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Peranannya di dalam pe-nyelenggaraan program menjaga mutu sangat potensial danstrategis, mengingat :• Di Amerika telah berkembang suatu spesialisasi keperawat-an dalam bidang Quality Assurance (Nurse Quality Assurance)yang berfungsi sebagai tenaga konsultan.• Pelayanan keperawatan dilaksanakan dengan pendekatanmetoda pemeeahan masalah melalui pelaksanaan proses kepera-watan, yang menjadi prinsip dasar program quality assurance.• Jumlah tenaga yang eukup dominan di rumah sakit dan ke-beradaannya di rumah sakit selama 24 jam secara terus menerus.• Semua perawat dari tingkat pengelola sampai praktisimengetahui sistim rumah sakit dengan baik , dan dalam posisiyang strategis untuk mengidentifikasi, mencegah dan memeeahkan masalah asuhan pasien, karena mereka mengetahuilebih banyak tentang pasien, kebutuhan pasien, masalah, po-tensi terjadinya kesalahan dan kecelakaan dalam pemberian

pelayanan.• Perawat mempunyai jalur komunikasi yang cukup baiksehingga dapat mengetahui di mana suatu kesalahan terjadi,mengapa terjadi, dan bagaimana meneegah masalah dan mem-buat koreksi yang dapat diterima.• Faktor pendukung lainnya bahwa perawat mempunyaipendidikan profesi, berpengalaman, mempunyai keterampilandalam observasi, dapat melakukan koordinasi dengan berbagaibidang terkait, mengetahui eara menyusun prioritas masalah,pemeeahan masalah, dan dapat melakukan pemantauan pasienserta integrasi pelayanan.

Maka peranannya dalam menyukseskan program menjagamutu secara menyeluruh menjadi sangat penting, karena perawatadalah kunei dalam mengidentifikasi dan memeeahkan masalahpelayanan dan asuhan pasien dalam sistim pelayanan di rumahsakit. Oleh karena itu keterlibatan perawat dalam program menjagamutu di rumah sakit adalah vital.

SEJARAH PERKEMBANGAN QUALITY ASSURANCEDALAM KEPERAWATAN

Berdasarkan sejarah perkembangannya masalah mutu da-lam pelayanan keperawatan bukanlah hal baru, karena FlorenceNightingale (1820–1910) seorang perawat Inggris yang ber-upaya meningkatkan eitra keperawatan sebagai profesi, banyakmenekankan aspek-aspek keperawatan yang terkait dengan mutupelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarangadalah "The hospital should do the patient no harm ", rumah sakitjangan sampai merugikan akan mencelakakan pasien. Selamaberlangsung perang Crime Florence Nightingale menyimpandata statistik kematian yang dijadikan dasar dalam upaya per-baikan pelayanan sehingga angka kematian menjadi menurun.Nightingale juga menetapkan standar yang digunakan untukperawat dalam melakukan tugasnya sehari-hari. Dalam bukunyaNotes on Nursing, di antaranya dikemukakan bahwa pentingnyaperawat untuk melihat tanda-tanda pasien dan perubahan pasiendari waktu ke waktu.

Tahun 1910 Komite di Amerika Serikat melakukan penilaianterhadap sekolah perawat, melaksanakan evaluasi yang meliputikebutuhan perawat, kepuasan pasien atas pelayanan perawat,dan pelayanan dokter.

Pada dekade 1940–1960 minat penelitian pelayanan kese-hatan lebih dititik beratkan pada struktur dan proses. Penelitiantelah dilaksanakan untuk mengetahui proses pelayanan yangdilakukan oleh perawat. Tahun 1959, Asosiasi Perawat Amerikamempublikasikan "Fungsi Standar dan Kwalifikasi Perawat".

Dekade '60 an Myrtle Aydelotte dan Marie Tener melakukanpenelitian tentang hubungan antara kegiatan perawat dan kesela-matan pasien. Pengukuran dalam penelitian tersebut, termasukjumlah jam pelayanan perawat, lama hari rawat, jumlah hari pe-rawatan pasien, jumlah hari perawatan pasca operasi, pola obatpenawar sakit, obat penenang, sekala pengukuran fisik mentalpasien.

Dekade '70 an program Quality Assurance berkembangpesat, sekalipun hanya berbentuk artikel-artikel. Beberapa alatproses dikembangkan antara lain The Slater Nursing Compe-

10 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 12: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

tencies Rating Scale untuk mengukur kemampuan atau kom-petensi yang ditunjukkan oleh perawat, dan Quality PatientsCare Scale (QUALPACS) untuk mengukur mutu pelayanan ke-perawatan yang diterima oleh pasien pada saat perawatan masihberlangsung.

Dekade 80 an ditandai dengan terjadinya perubahan-per-ubahan dalam sistim nilai, teknologi dan tantangan yang dihadapipara profesi pelayanan kesehatan. Keprihatinan muncul akibatmeningkatnya biaya pelayanan kesehatan, sehingga perhatianmakin besar terhadap upaya. Cost containment dalam efektifitasbiaya pelayanan kesehatan dan sekaligus memonitor mutu pela-yanan.

Demikian juga perkembangan keperawatan di Indonesiapada dekade 80 an, merupakan awal kebangkitan profesi kepe-rawatan, dengan mulai diperkenalkannya konsep keperawatansebagai profesi dan proses keperawatan sebagai pendekatanilmiah dalam memberikan asuhannya. Dibukanya pendidikantinggi di bidang keperawatan dan akreditasi pendidikan kepe-rawatan, dibuatnya standar terhadap keperawatan dan buku-buku pedoman lainnya serta dilaksanakan penelitian-penelitiantentang masalah keperawatan.

Berdasarkan uraian di atas terlihat jelas bahwa pada abadyang lalu upaya menjaga mutu (Quality Assurance) didorongoleh semangat profesi itu sendiri, sedangkan pada abad sekarangproses penetapan standar-standar pelayanan menjadi melem-baga melalui berbagai organisasi profesi, badan akreditasi danundang-undang. Walaupun keterlibatan para profesional masihterlihat dalam kegiatan tersebut melalui organisasi profesi.

MUTU, STANDAR, INDIKATOR DAN KRITERIA

MUTUSalah satu kesulitan dalam mendefinisikan mutu dalam

pelayanan kesehatan adalah karena kelekatannya denganunsursubyektifitas.

Batasan tentang mutu pelayanan banyak macamnya di an-taranya :• Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan suatuyang sedang diamati (Winston Dictionary 1956).• Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah di-tetapkan (Crosby, 1984).• Quality is .........the comparison of how the level of careactually provided compares with that which is defined as thewanted level of care (WHO, 1986).

Batasan di atas menggambarkan bahwa mutu pelayananhanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah melakukan pe-nilaian baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat dan ataupunkepatuhan terhadap standar.

Dalam praktek sehari-hari melakukan penilaian tidaklahmudah mengingat mutu pelayanan memiliki sifat multi dimen-sional, sehingga setiap orang dapat melakukan penilaian daridimensi yang berbeda tergantung latar belakang dan kepenting-an masing-masing. Hal ini terbukti berdasarkan hasil penelitianRoberts dan Prevorst (1987) bahwa ada perbedaan dimensiyaitu :

1)1) Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan : mutu pelayanankesehatan terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhikebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani,pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita olehpasien.2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan : mutu pelayananterkait pada dimensi kesesuaian pelayanan diselenggarakandengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atauotonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatansesuai dengan kebutuhan pasien.3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan : mutu pela-yanan kesehatan lebih terkait pada dimensi pemakaian sumberdana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuanpelayanan kesehatan mengurangi beban anggaran penyandangdana pelayanan kesehatan.

Untuk mengatasi perbedaan dimensi tersebut, maka di-sepakati bahwa pembicaraan tentang mutu pelayanan seyogya-nya dikaitkan dengan kehendak untuk memenuhi kebutuhanserta tuntutan para pemakai jasa pelayanan tersebut. Makinsempurna pemenuhan kebutuhan dan tuntutan tersebut, makinbaik pula mutu pelayanan kesehatan dengan ditandai rasa puaspada para pemakai jasa pelayanan (Client Satisfaction). Namundemikian timbul masalah bahwa kepuasan tersebut bersifatsubyektif dan sering ditemukan bahwa pelayanan kesehatanyang diberikan telah memuaskan pasien namun jika ditinjau darisyarat-syarat pelayanan kesehatan belum terpenuhi.

Maka secara umum disebutkan bahwa yang dimaksuddengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk padatingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, dalam menimbul-kan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuas-an rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuaidengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah di-tetapkan.

UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTUPELAYANAN

Berdasarkan uraian di atas dapat terlihat bahwa mutu pe-layanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan(performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengankeluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokterdan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahanderajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.

Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat di-pengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkung-an (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutupelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur ter-sebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatanketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuaidengan standar dan atau kebutuhan.

Unsur masukanUnsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik,

perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwaapabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 1 1

Page 13: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel andfacilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengankebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan(Bruce 1990).

Unsur lingkunganYang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,

organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila ke-bijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai denganstandar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diha-rapkan baiknya mutu pelayanan (6).Unsur proses

Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabilatindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah dite-tapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutupelayanan menjadi baik (Pena, 1984).

STANDARProgram menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan

keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebutadalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacukepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alatmenuju terjaminnya mutu.

Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antara-nya :• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk meng-ukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai di-inginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameteryang telah ditetapkan(6).• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian ter-tinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas peneri-maan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yangmasih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).

Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannyaberbeda, namun terkandung pengertian yang sama, yaitu me-nunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya tingkatideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentukminimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi te-tapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi(tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana programmenjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telahditetapkan maka disusunlah protokol. Adapun yang dimaksuddengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatupernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yangdipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dal am mengambilkeputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yangtelah ditetapkan.

Jenis standarsesuai dengan unsur-unsuryangterdapatdalamprogram menjaga mutu, dan peranan yang dimilikiunsur-unsurtersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat

dibedakan :1) Standar persyaratan minimal

Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harusdipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehat-an yang bermutu, yang dibedakan dalam :a) Standar masukan

Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal ter-selenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis,jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).b) Standar lingkungan

Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimalunsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggara-kan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besarkebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.c) Standar proses

Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsurproses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanankesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dannon medis (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutupelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan denganstandar proses.2) Standar penampilan minimal

Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalahyang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yangmasih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada unsurkeluaran maka sering disebut dengan standar keluaran ataustandar penampilan (Standard of Performance).

Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diseleng-garakan masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu di-tetapkan standar keluaran.

Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatanmaka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secaraobyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpang-an, perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauanstandar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki,maka perlu disusun prioritas.

INDIKATORUntuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah di-

tetapkan, maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yangmenunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang dite-tapkan. Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah dite-tapkan. Sesuai dengan jenis standar dalam program menjagamutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :1) Indikator persyaratan minimal

Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk padaukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, li ngkungan danproses. Apabilahasil pengukuran berada di bawah indikatoryangtelah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutupelayanan kesehatan yang diselenggarakan.2) Indikator penampilan minimal

Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada

12 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 14: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimalyang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini seringdisebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadapstandar penampilan berada di bawah indikator keluaran makaberarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak ber-mutu.

Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingindiketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhimutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang diperguna-kan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yangingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) makayang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).

KRITERIAIndikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari stan-

dar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan,proses ataupun keluaran.

Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatufasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan me-nilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih danrelevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.

BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITYASSURANCE)

Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tigajenis :1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective QualityAssurance)

Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebe-lum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebihditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitupemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sa-rana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemeninstitusi kesehatan.

Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif seringdimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perun-dang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi(Accreditation).2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent qualityassurance)

Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkurenadalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan ke-sehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan padastandar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis,keperawatan dan non medis yang dilakukan.3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (RetrospectiveQuality Assurance)

Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospek-tif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada stan-dar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayan-an kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifattidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan

.atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh pro-

gram menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissuereview, survei klien dan lain-lain.

FUNGSI-FUNGSI DALAM KEGIATAN MENJAGAMUTU

Pada dasarnya program menjaga mutu merupakan suatuproses kegiatan di RS yang dibakukan dan menjalankan fungsi-fungsinya : pemantauan (monitoring), menilai (evaluasi), danmelakukan tindakan (action) untuk koreksi pelayanan yangkurang baik.• Pemantauan (monitoring) adalah fungsi sistematik dan rutinmengumpulkan data dan informasi tentang proses dan outcomepelayanan. Satu hal yang penting mendapat perhatian agar fungsipemantauan berjalan dengan baik, maka sistim pencatatan, pen-dokumentasian, dan pelaporan harus ditata dengan baik.• Menilai (evaluasi) adalah menilai dan menganalisa data daninformasi yang terkumpul tentang proses dan outcome. Fungsiini adalah secara retrospektif mengidentifikasikan masalah yangtelah terjadi dalam pelayanan pasien atau hal-hal yang menyim-pang dari standar yang sudah ditetapkan.• Tindakan koreksi adalah berupa tindakan untuk memper-baiki kelemahan-kelemahan yang dapat berakibat kurangnyamutu atau kewajaran asuhan. Kelemahan yang ditemukan ber-dasarkan hasil analisa terhadap masalah, penyebab, dan lain-lain.Pada umumnya kelemahan tersebut disebabkan oleh faktor :kurangnya pengetahuan para pemberi pelayanan, sistim, input,proses dan lingkungan.

METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAMMENJAGA MUTU

Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakanmelalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.

Metoda yang paling sering digunakan adalah : Audit danSurvey.1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masuk-an, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuaistandar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkurenatau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin)atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutinatau merupakan suatu studi khusus.2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang di-berikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaanseperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian di-lakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasimemadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pela-yanan yang diberikan.3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interviewsecara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidakterstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi ter-hadap status fisik dan perilaku pasien.5) Dan lain-lain.

KOMPONEN PROGRAM MENJAGA MUTUKomponen penting program menjaga mutu, meliputi :

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 1 3

Page 15: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

• Identifikasi masalah asuhan pasien yang penting atau po-tensial, atau masalah terkait yang diminati.• Pengkajian terhadap penyebab dan lingkup masalah secaraobjektif, termasuk penentuan prioritas masalah bagi pencariandan pemecahan masalah.• Pelaksanaan program oleh orang yang tepat atau melaluirancangan mekanisme, kegiatan, dan pengambilan keputusanyang telah ditetapkan.• Pemantauan terhadap kegiatan yang telah dirancang untukmeyakinkan bahwa hasilnya dapat dicapai sesuai ketentuan.• Pencatatan dan dokumentasi memenuhi kebutuhan seluruhprogram untuk meningkatkan mutu asuhan pasien dan penam-pilan klinis.

PENGEMBANGAN PROGRAM MENJAGA MUTU

1. Organisasi• Penting adanya dukungan penuh dari pimpinan rumah sakit.• Panitia menjaga mutu bidang keperawatan hendaknyamenjadi bagian dari panitia menjaga mutu tingkat rumah sakit.• Pengorganisasian program menjaga mutu hendaknyamengarah pada 5 (lima) prinsip dasar :– Program harus berpengaruh dan mengatasi masalah sehari-hari terhadap pemberian pelayanan dan asuhan pasien.– Pengumpulan informasi dan pemecahan masalah dikoor-dinasikan dengan program menjaga mutu tingkat rumah sakit.– Jalur komunikasi dan kewenangan yang sudah ada di bidangkeperawatan, hendaknya digunakan sebaik-baiknya agar tidakduplikasi.• Gunakan sumber daya, waktu dari staf, tenaga ahli dibidang klinis dan administratif secara efektif dan efisien gunamengidentifikasi dan memecahkan masalah.• Pemecahan masalah asuhan pasien harus lebih diutamakandibandingkan memproduksi laporan atau mengembangkantehnik pengambilan data.• Membentuk panitia pengarah (steering committee)• Anggota panitia terdiri dari :– Kepala bidang perawatan/wakilnya– Konsultan program menjaga mutu– Pengelola Ruang Rawat Penyakit Dalam, Kesehatan Anak,Bedah, Gawat Darurat.– Perawat pengendali infeksi– Perawat lain yang dianggap perlu• Tugas panitia pengarah :– Bertanggung jawab untuk merencanakan pengumpulan danpelaporan informasi yang dibutuhkan.– Bertanggung gugat untuk seluruh kegiatan program men-jaga mutu dan menyusun agenda rapat dan kegiatan.– Penghubung antara staf perawat pengelola dengan perawatklinis.– Penghubung dengan program menjaga mutu tingkat rumahsakit.– Menugaskan staf keperawatan untuk duduk pada programmenjaga mutu tingkat rumah sakit/bidang terkait.– Mengembangkan program dan membuat rencana program

secara tertulis dan lain-lain.– Memantau dan melaksanakan kegiatan koreksi secaralangsung untuk masalah praktek keperawatan.– Menganalisis informasi yang dihasilkan dan membuatrekomendasi untuk perbaikan.• Adanya uraian tugas yang jelas bagi masing-masinganggota panitia dan tim pelaksana.

2. KoordinasiUntuk mencapai peningkatan mutu yang berkesinambung-

an diperlukan koordinasi multidisiplin, keterpaduan program,keterlibatan secara aktif dari semua pihak terkait, jalur komu-nikasi dan pelaporan yang baik dan adanya kelompok tertentuyang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program.

3. Perencanaan Program Menjaga MutuAgar pelaksanaan program menjaga mutu dapat mencapai

hasil yang optimal maka diperlukan rencana kerj a secara tertulis,yang terdiri dari :1) Maksud, filosofi dan tujuan program

Penjelasan secara tertulis tentang maksud dan tujuan yangakan dicapai program dalam upaya menjaga mutu, serta rumusanfilosofi yang menjelaskan pentingnya pengembangan programtersebut bagi profesi keperawatan baik sebagai individu maupunkelompok dalam kaitannya dengan penerapan standar danpenilaian pelayanan serta asuhan keperawatan.2) Ruang lingkup program, adalah merupakan penjelasan ten-tang lingkup kegiatan baik wilayah kerja maupun jenis layananyang akan dilaksanakan.3) Kewenangan dan tanggung jawab; penjelasan tentangkewenangan dan tanggung jawab dari panitia menjaga mutu.4) Organisasi program; penjelasan tentang susunan anggotapanitia pelaksana dan tatakerjanya.5) Metoda pelaporan dan mekanisme umpan balik; penjelasantentang metoda dan prosedur pelaporan dengan format yang',dirancang sesuai kebutuhan, serta hasil studi hendaknya dikomu-nikasikan kepada pihak yang terkait untuk tindakan perbaikan.6) Biaya; pelaksanaan program diperlukan biaya, oleh karenaitu perlu adanya perencanaan biaya baik jumlah maupun sum-bernya.7) Kerahasiaan; semua data/informasi yang dikumpulkan dandihasilkan, serta notulen rapat harus dijaga kerahasiaannya olehpanitia menjaga mutu, demikian juga individu yang terlibatdalam kegiatan program tersebut sebaiknya tidak mencantum-kan nama tetapi memakai kode tertentu.

4. Pelatihan StafProgram pelatihan sangat penting untuk meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan para petugas sehingga keberhasi-lan program dapat dicapai dengan baik.

5. Siklus Program Menjaga Mutua) Memilih topik studi– Identifikasi masalah– Mengkaji penyebab dan lingkup masalah– Menentukan prioritas masalah yang akan dipelajari.

1 4 Cermin Dania Kedokteran . Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 16: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

b) Menentukan tujuanc) Menyusun indikator sesuai topik studi dan mengembang-kan kriteriad) Mengesahkan kriteria yang sudah disusune) Merancang format pengumpulan dataf) Pengumpulan data dan pengukuran hasil pelayanan ber-dasarkan kriteria yang telah disepakatig) Pengolahan dan penyajian datah) Interpretasi hasili) Mengembangkan rencana tindakan perbaikanj) Pelaksanaan tindakan perbaikank) Tindak lanjut program.

6. PengawasanPengawasan efektif terhadap program sangat penting untuk

menjamin adanya penanggung jawab program dan memastikanbahwa kegiatan program dilaksanakan sesuai rencana dan hasil-nya dikomunikasikan kepada seluruh jenjang organisasi yangrrelevan.

KESIMPULAN1) Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumahsakit adalah penting dan sudah merupakan tuntutan karena ada-nya berbagai faktor penyebab. Untuk mencapai hasil yang baikmaka upaya tersebut harus dilaksanakan secara terpadu, multi-disiplin, melibatkan seluruh karyawan terkait, pasien/keluarga-nya, serta hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan(built-in) dari pelayanan itu sendiri, yang harus dilaksanakansecara terus menerus dan berkesinambungan.

Upaya menjaga mutu diperlukan suatu tanggung jawabyang besar dari organisasi yang harus tercermin dalam misi,tujuan, perencanaan, penganggaran dan evaluasi prestasi baikpenampilan pelayanan rumah sakit maupun setiap individu didalamnya, serta hendakny a menjadi komitmen penuh dari seluruhkaryawan di semua tingkatan rumah sakit.2) Keperawatan sebagai salah satu profesi di rumah sakitperanannya dalam upaya menjaga mutu cukup potensial danstrategis, serta keterlibatan para perawat dalam upaya menjagamutu saat ini sudah cukup banyak. Namun pelaksanaannyamasih terkotak-kotak dan kurang terkoordinasi dengan baiksehingga kurang efektif.3) Pengertian mutu pelayanan kesehatan banyak macamnyadan penilaiannya tidaklah mudah mengingat mutu memilikisifat multidimensional. Namun secara umum yang dimaksuddengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, dalam menimbul-kan kepuasan pada setiap pasien dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik danstandar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.4) Mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memantaudan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahihdan relevan dengan masukan, lingkungan, proses dan keluaran.5) Program menjaga mutu dapat dibedakan atas tiga jenis yaituprogram menjaga mutu prospektif, konkuren, dan retrospektif.Pelaksanaannya menggunakan metoda audit, survey, observasi,dan lain-lain.6) Untuk mencapai keberhasilan program maka diperlukandukungan penuh dari pimpinan, keterlibatan secara aktif darikaryawan, menggunakan sumber daya dan jalur komunikasiyang ada serta pemilihan topik studi hendaknya yang berpenga-ruh terhadap pelayanan dan merupakan pemecahan masalahsehari-hari dalam pemberian pelayanan dan asuhan pasien.7) Dirasakan perlu adanya pedoman pelaksanaan menjaga mutubidang keperawatan.

KEPUSTAKAAN

1. Dep. Kes. RI. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes, Jakarta, 1982.2. Rowland HS, Rowland BL. The Manual of Nursing Quality Assurance,

Aspen Publication Inc, Rockville, 1987.3. Samsi Jacobalis. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT Citra Windu

Satria, Jakarta, 1989.4. Joint Commission on Acreditation on Health Care Organization, Primer on

Indicator Development and Application, measuring Quality in Health Care,JCAHO, Oakbrook Terrace, III, 1990.

5. Nan Kemp, Richardson EW. Quality Assurance in Nursing Practice,Biddies LTD, London, 1990.

6. Donabedian A. Exploration in Quality and Monitoring Health Administra-tion, Ann Arbor, Michigan, 1980.

7. Azrul Azwar. Standar dalam Program Menjaga Mutu, MKMI, 1993; 5.8. Azrul Azwar. Konsep Mutu dalam Pelayanan Kesehatan, MKMI, 1993; 4.9. Blum HL. Planning for Development and Application of Social Change

Theory, Human Science Press, New York, 1984.10. Departemen Kesehatan RI. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Depkes,

Jakarta, 1992.11. Emilie Beck, Joseph ED. Quality Assurance/Risk Management : The

Nurses Prespective, Care Communication Inc, Chicago, 1981.12. Ell MF, Ell JD. Quality Assurance Demystified, M.E. Medical Information

System, Victoria Australia, 1991.13. Texas Hospital Association.Guidelinesto an Effective Quality Assurance

Program, Texas Society for Quality Assurance, Texas, 1984.14. Wiorld Health Organization. The Principles of Quality Assurance, Report

on WHO Meeting Barcelona, 1986.15. Dep. Kes. RI. Modul Pelatihan Rumah Sakit, Mutu Pelayanan Depkes,

Jakarta, 1992.

Cermin Dunia Kednkteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 15

Page 17: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Peranan Perawat dalam EfisiensiPenggunaan Sumberdaya

Mariani Situmorang, SKM, MHAStaf Direktur Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia (PPSDM),

Yayasan Kesehatan PG! Cikini, Jakarta.

PENDAHULUAN

Mutu pelayanan kesehatan senantiasa dituntut peningkatan-nya baik oleh konsumen kesehatan (health consumers), olehpemberi pelayanan kesehatan (health providers) dan olehpihak lain, misalnya pihak yang membiayai pelayanankesehatan (payers). Konsumen senantiasa mengharapkanpeningkatan mutu pelayanan seperti kemudahan memperolehpelayanan kesehatan yang bermutu, kecepatan dan ketepatanpelayanan, scrta biaya yang terjangkau. Tuntutan ini di-pengaruhi olch beberapa faktor, antara lain, kemajuan ilmupengetahuan dan teknologi, kemajuan di bidang komunikasidan informasi; meningkatnya tingkat pendidikan dan pen-dapatan; serta meningkatnya kesadaran masyarakat akanpentingnya keschatan.

Dalam situasi tersebut di atas dan dipengaruhi olch bcr-bagai faktor lain seperti : kesulitan ekonomi, perkembanganteknologi kedokteran (proliferation of medical technology),biaya kesehatan yang senantiasa meningkat (spiralling healthcosts), dan keterbatasan sumber daya, maka salah satu issuepcnting yang menjadi kepedulian pelayanan keschatan saat iniadalah efisiensi. World llealth Organisation menyatakanbahwa untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pclayanankcschatan, maka perhatian yang besar harus dibcrikan kcpadapeningkatan cfisicnsi dalam pcngalokasian dan penggunaansumbcrdaya yang terbatas ('). Kcpcdulian akan cfisicnsipelayanan keschatan dirasakan juga olch semua ncgara majuyang tergabung dalam Organization for Economic Cooperationand Development(2 ). Dinyatakan olch pengamat lain bahwa" . . . throughout the industrialized world, the main policy

Makalah ini disajikan pada Kongres Vl PERSI & Hospital Expo, Jakarta ,21 — 25 November 1993.

issue currently facing health care delivery systems appear tobe their efficiency "

(3). Suatu studi yang belum lama dilakukan

di Amerika mcnunjukkan bahwa, antara saat ini dan tahun2000, administrator pclayanan kesehatan harus mampu mcng-hadapi sembilan hal pokok yang sangat pcnting; dan halterpenting pertama adalah cost/finance(4) (Hudak et al, 1993).Di Indonesia, dikemukakan bahwa beberapa masalah yangdihadapi dalam pembiayaan kesehatan adalah keterbatasanbiaya, dan penggunaan biaya yang kurang efisien( 5 ).

Salah satu bagian integral dari pelayanan keschatan danyang sampai saat ini masih mengkonsumsi sebagian besaranggaran pclayanan kesehatan adalah pelayanan rumah sakit.Efisiensi pengelolaan rumah sakit akan memberi dampakbesar terhadap cfisiensi pelayanan keschatan. Rumah sakitperlu dikelola secara efisicn dan efektif dcngan memperhati-kan prinsip-prinsip ekonomi kcschatan.

Pclayanan rumah sakit, yang kegiatan pclayanannya di-laksanakan di berbagai divisi dan dibcrikan olch bcrbagaijenis tenaga keschatan dan non kesehatan dari latar bclakangprofcsi yang berbcda, bcrsifat majcmuk dan kompleks. Olehkarena itu, pengelolaan rumah sakit merupakan suatusistemmanajemen yang sangat kompleks, majcmuk dan luas yangterdiri dari bcrbagai divisi atau subsistem yang masing-masing memerlukan pengelolaan secara efektif dan efisicn.Druckcr mengcmukakan bahwa ". . . health service adminis-tration is one of the most difficult and complex management

challenges(6). Untuk senantiasa dapat memelihara danmeningkatkan mutu manajemen dan pclayanan rumah sakitmaka setiap subsistem dalam sistem manajemen rumah sakit

16 Cermin Dunia Kedokteran . Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 18: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

perlu dikelola secara profesional. Salah satu subsistempelayanan rumah sakit adalah subsistem pelayanan ke-perawatan.

Dan literatur diketahui bahwa divisi pelayanan keperawat-an adalah subsistem terbesar yang bertugas memberikanasuhan atau pelayanan yang merupakan fungsi inti pelayananrumah sakit dan berada di jajaran pelayanan terdepan. Disamping itu, sebagai suatu subsistem yang besar, maka untukpenyelenggaraan kegiatannya divisi keperawatan memerlukandan menggunakan biaya, supplies and equipment, serta sumberdaya manusia—tenaga keperawatan dan

non-keperawatan - dalamjumlah yang besar. Keadaan tersebut menyebabkandivisi perawatan sebagai pusat biaya (cost centre) yang perludikelola secara effisien dan profesional (7).

Tenaga keperawatan, di divisi pelayanan keperawatan,yang berperan, berfungsi dan bertanggung jawab dalamkeseluruhan kegiatan pelayanan keperawatan mempunyaiperanan yang besar dalam efisiensi penggunaan sumber dayadi divisi pelayanan keperawatan. Dalam makalah ini akandikemukakan peran perawat dalam efisiensi penggunaansumber daya. Namun, mengingat beragamnya jenis dantingkat asuhan keperawatan maupun jenis dan tingkatantenaga keperawatan maka tulisan akan dibatasi pada peranperawat eksekutif—administrator dan manajer keperawatan-sebagai penanggung jawab pengelolaan divisi pelayanankeperawatan.

Uraian dalam tulisan ini, yang meliputi ruang lingkupnursing administration, dan peran perawat eksekutif dalamefisiensi penggunaan sumber daya) disajikan berdasarkanbacaan dari literatur. Tujuan penulisan adalah memberikansedikit masukan khususnya bagi rekan-rekan perawat pesertaKongres PERSI VI. Kiranya uraian dalam garis besar inidapat dikembangkan dalam upaya meningkatkan manajemenpelayanan keperawatan untuk meneapai peningkatan mutupelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari mutupelayanan rumah sakit.

RUANG LINGKUP NURSING ADMINISTRATION

Sebelum mengemukakan peran perawat eksckutif dalamefisiensi penggunaan sumber daya, terlebih dahulu, akandiuraikan seeara ringkas pengertian dan ruang lingkupnursing administration yang merupakan tanggung jawabperawat eksekutif.

Nursing administration diberi batasan sebagai suatubidang studi dalam keperawatan yang berfokus pada pe-ngelblaan pelayanan keperawatan yang berfokus padapengelolaan pelayanan keperawatan yang terorganisir (admi-nistration of organized nursing services). Pengembanganpengetahuan nursing administration untuk dipraktekkansebagai suatu bidang studi terapan harus bersandar pada duaperspektif yang independen yaitu keperawatan dan mana-jemen. Namun nursing administration sebagai suatu bidangstudi memerlukan lebih banyak teori yang bersifat manajerialdari pada klinik. Perawat administrator bukanlah seorang

praktisi klinik yang orientasi utamanya adalah pasien secaraperorangan. Nursing administration pada dasarnya ber-kepedulian pada pengelolaan tiga macam clients yaitu : 1)patients as aggregates; 2) the nurses in practice within thesystem of organized nursing services; dan 3) the organizationof nursing service delivery.

Ada empat kelompok domain pengetahuan dan keterampil-an yang dibutuhkan di dalam nursing administration. Keempatdomain tersebut dapat dilihat pada Bagan I(10 ).

Bagan 1. Kelompok domain

Dijabarkan lebih lanjut bahwa fokus studi Nursing Requi-rements Domain adalah klien secara keseluruhan (clientaggregates) dalam konteks pelayanan keperawatan yangdiorganisir (organized nursing services). Client aggregatesmerupakan fenomena yang spesifik dalam nursingadministration sebab pelayanan keperawatan bertanggungjawab atas distribusi dan alokasi sumberdaya, serta peng-awasan mutu. Domain ini memberi penekanan pada pengem-bangan pengetahuan yang menjelaskan, menguraikan danmemprediksi fenomena pada klien secara keseluruhan danbukan klien secara perorangan. Konsep-konsep yang ber-hubungan dengan domain ini, antara lain, sistem pengklasi-fikasian pasien (patient classification systems), tingkatanasuhan (levels of care), mutu asuhan (quality of care), danDiagnostic Related Groups (DRGs). Pertanyaan (researchquestions) yang menjadi kepedulian (concern) domain ini,antara lain :1) Adakah hubungan antara patient acuity dengan cost ofcare, dengan nursing resource needs, dan dengan nursingjudgement of acuity?

2) Apakah alternatif pendekatan untuk menentukan nursingintensity dan kebutuhan pasien akan pelayanan perawatan?

3) Bagaimana hubungan antara intensitas asuhan keperawatan,karakteristik pasien tertentu dan biaya pelayanan perawatan.

Fokus studi Nursing Service Practice Domain adalahparadigma praktek keperawatan. Domain ini menekankandistribusi pelayanan keperawatan dalam suatu organisasi ter-tentu. Oleh karena itu konsep yang dibahas di sini adalahmodel praktek keperawatan, pengawasan dan pemeliharaanmutu (quality control), pengelolaan staf (staffing), penugasanasuhan pasien (patient-care assignment) dan lain-lain. Tiga

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 17

Page 19: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

pertanyaan yang menjadi kepedulian domain ini adalah :1) Komponen-komponcn apakah yang paling cost effectiveuntuk memberikan kepuasan, menurunkan komplikasi danmengurangi length of stay bagi kelompok pasien tcrtentu?2) Tingkat pendidikan dan ketrampilan apa yang harus di-miliki oleh para perawat agar mereka mampu memberikanasuhan yang the highest quality but the most cost effective?3) Bagaimanakah pola pengaturan staf (staffing patterns) yangpaling cost effective and efisien di unit-unit perawatan tertentu(in acute, intermediate, and long-term care unit)?

Sementara dua domain tersebut di atas lebih mefokuskanpada praktek klinik keperawatan, domain yang ketiga , NursingOrganization Domain berfokus pada model manajemen danstruktur organisasi. Domain meliputi pengembangan organi-sasi pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dariorganisasi rumah sakit yang bersifat kompleks. Dalam me-menuhi keperluan keperawatan pasien secara keseluruhan,nursing administration harus dapat memelihara dan menjaminbahwa pelayanan keperawatan dilaksanakan secara efektifdan efisien. Konsep yang termasuk dalam domain ini adalahpengetahuan umum tentang teori administrasi, organisasiserta manajemen yang kompleks, dan sistem manajemen ke-perawatan. Dalam domain ini dapat dilihat bahwa nursingmanagement adalah bagian dari nursing administration. Per-tanyaan yang menjadi kepedulian domain ini, antara lain :1) Adakah hubungan antara struktur organisasi divisi ke-perawatan dengan produktivitas staf keperawatan dalammemberikan asuhan kepada pasien?

2) Bagaimana cara mengukur dan meningkatkan produktivitaskeperawatan?

3) Level atau tingkat partisipasi bagaimana yang diperlukanolch perawat eksekutif, agar ia dapat berperan aktif dalampcmbuatan kcbijakan yang bcrsifat institution-wide, dan se-lanjutnya agar ia mampu membuat perencanaan, pengorgani-sasian dayanan keperawatan sccfisicn dan seefcktif mungkin?

Domain yang ke-empat, Environment Domain menyaji-kan framework untuk mengidcntifikasi fenomena dan konsepdi lingkungan divisi pelayanan keperawatan. Hal ini sangatdiperlukan untuk memahami keseluruhan fenomena di tigadomain lainnya Nursing Requirements, Nursing Service

Practice dan Nursing Organization. Pcrtanyaan yang menjadikcpcdulian domain ini adalah :

1 ) Apakah pcngaruh atau dampak pcngckangan biaya (costcontainment) terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasipclayanan kcperawatan?

2) Apakah cfck atau dampak suatu sistcm tertcntu, misalnyaDRGs, tcrhadap fungsi manajcr keperawatan dan mutuasuhan keperawatan di rumah sakit?

3) Apakah dampak sistcm pcmbayaran rumah sakit tcrhadapfungsi manajcr keperawatan dalam mengarahkan, mengeloladan mengawasi staf ?

18 Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No . 91, 1994

Dapat dilihat pada rincian di atas bahwa produk nursingadministration meliputi produk keperawatan dan manajemen.Teori ini sejalan dcngan pemikiran Anderson (1989) yangmenyatakan bahwa sebagai akibat meningkatnya kompleksitasmanajemen pelayanan kesehatan maka nursing administrationharus mengikuti perkembangan tersebut dan outcome nursingadministration harus mencakup high-quality nursing productdan high-qualiry management product.(")

PERAN PERAWAT EKSEKUTIF DALAM EFISIENSISUMBER DAYA

Menghadapi situasi dan kondisi seperti telah diuraikan padabagian Pendahuluan, dan merujuk kepada luasnya lingkupnursing administration seperti diuraikan di atas, maka peranperawat eksekutif berkembang menjadi luas, lebih kompleksdan lebih sukar. Dapat dianalisis bahwa perawat eksekutifmempunyai berbagai fungsi seperti planning, organizing,staffing, directing, dan controlling sumber daya yang diperlu-kan bagi terselenggaranya keseluruhan kegiatan pelayanankeperawatan yang tersebar di keempat domain dan meliputikegiatan asuhan keperawatan langsung (direct nursing care)dan asuhan keperawatan tidak langsung (indirect nursing care).

Sejalan dengan perluasan dan perkembangan perannyaserta guna pencapaian tujuan organisasi maka dituntut pulapeningkatan pengetahuan dan ketrampilan para perawateksekutif baik di bidang keperawatan maupun di bidangmanajemen yang meliputi manajemen sumber daya manusia,finansial, materi dan waktu. Dalam pengelolaan dan untukpencapaian missi organisasi (rumah sakit dan khususnyadivisi keperawatan), perawat eksekutif diharapkan mempunyaivisi ke depan dan senantiasa mampu mengikuti, mengantisipasi, dan mengadaptasi perubahan dan pergeseran dalamindustri pelayanan kesehatan (health care industries) yang serbatidak pasti (uncertain) dan terus berubah mengikuti kemajuaniptek dan .peningkatan demand masyarakat.

Fralic (1992) menyatakan bahwa keberhasilan divisi ke-perawatan sangat tergantung pada kompetensi dan ketrampilanperawat eksekutif(12). Decher dan Sullivan (1992), menegas-kan bahwa perawat eksekutif harus responsif terhadapmeningkatnya demand akan asuhan keperawatan yang higherquality but lower cost.( 13 ) Ahli lain, mengemukakan bahwakeberhasilan pengelolaan keperawatan akan sangat tergantungkepada perhatian dan kemampuan perawat eksekutif meng-hadapi , mcngatasi, dan mengantisipasi serta mengadaptasikesulitan (constraints) dan peluang (opportunities) yangtimbul( 14 ). Dijabarkan lebih lanjut bahwa di masa yang akandatang nursing administration akan sangat tergantung padacmpat hal utama, yaitu :

1) Kemampuan memahami dan mengaplikasikan pengetahuandan keterampilan di bidang ekonomi dan kcuangan ke dalamrcalitas pclaksanaan pclayanan keperawatan;

2) Ketrampilan mengembangkan dan mengelola sistim

Page 20: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

desentralisasi unit-unit pelayanan keperawatan dengankerangka kerja yang lebih profesional;

3) Visi dalam memimpin kontinuitas pelayanan keperawatandengan konteks kedewasaan profesi keperawatan (maturingnursing profession) dalam sistim pelayanan kesehatan yangterus berubah dan sumber daya yang terbatas; dan

4) Meningkatnya pengaruh teknologi terhadap peran danpengetahuan staf keperawatan dan fungsi perawat eksekutifdalam sistim pelayanan kesehatan.

Salah satu kriteria pemimpin pelayanan keperawatanadalah seorang perawat yang cakap, mempunyai kualifikasimanajer dan mempunyai kewenangan serta bertanggungjawab bagi berfungsinya pelayanan keperawatan(15)

Dengan memiliki pengetahuan, kemampuan dan ketram-pilan seperti terlihat dalam uraian-uraian tersebut di atasmaka diharapkan pengejawantahan peran perawat eksekutifdapat terlihat di semua domain nursing administration. Dalamefisiensi penggunaan sumber daya, perawat eksekutif dapatberperan melalui dan/atau dalam beberapa fungsi serta tugas-nya sebagai pengelola divisi pelayanan keperawatan. Efisiensi,dalam tulisan ini, diartikan sebagai komponen produktivitasyang membandingkan input dengan output, dan dapat di-hitung dcngan rumus di bawah ini(16)

Some Measure of Output (production)

Some measure of Input (labor, wages, or other resources)

Dalam tulisan ini peran perawat eksekutif dalam efisiensipenggunaan sumber daya (resources) di divisi pelayanankeperawatan akan dilihat dari dua sudut pandang, yaitu, 1)pertama sebagai pemrakarsa atau konseptor berbagai ide,kebijakan, strategi dan keputusan dalam lingkup tanggungjawabnya yang diperlukan untuk menentukan pola sistempengelolaan pelayanan keperawatan; dan 2) sebagai pengelola(perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta evaluasi)pengimplementasian kebijakan, strategi dan keputusan--keputusan dalam lingkup manajemen keperawatan sebagaibagian integral dari manajemen rumah sakit.

Melalui kerjasama perawat eksekutif dengan para ekse-kutif subsistem lainnya di rumah sakit, maka diharapkanpengimplementasian kebijakan, strategi dan keputusan yangdibuat berdasarkan visi serta analisis situasi yang kompre-hensif akan memberi dampak terhadap peningkatan mutuasuhan dan manajemen keperawatan yang dikelola secaraefisicn.

Berbagai studi dan penelitian di bidang manajemen ke-perawatan menunjukkan bahwa sistem pelayanan keperawatan— struktur organisasi keperawatan, bentuk penugasan asuhanpasien dan pendekatan proses keperawatan beserta diagnosiskeperawatan (nursing diagnosis) — yang dikelola secaraprofesional akan meningkatkan profesionalisme tenaga dan

profesi keperawatan, mutu asuhan keperawatan, dan me-ningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya. Perawat ekse-kutif berperan sangat besar dalam memilih dan menentukanmodel yang sesuai dengan situasi dan kondisi divisi pe-layanan keperawatan yang dikelolanya. Sebagai contoh,berikut ini akan disajikan secara ringkas uraian penugasanasuhan pasien dan pendekatan proses keperawatan sertahubungannya dengan peningkatan profesionalisme kepe-rawatan, peningkatan mutu asuhan keperawatan, kepuasanpasien, dan efisiensi penggunaan sumber daya.

Penugasan Asuhan Pasien

Beberapa model penugasan asuhan pasien telah dikenaldalam manajemen keperawatan. Namun disebutkan bahwa adatiga model utama penugasan asuhan pasien, yaitu FunctionalNursing, Team Nursing dan Primary Nursing(17). Perbedaanyang mendasar pada ketiga model ini terletak pada sistim ataupola pengaturan fungsi, tugas dan tanggung jawab yang di-emban oleh perawat dalam pengorganisir dan melaksanakanaktifitas yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan pasien.

Pada model Functional Nursing tanggung jawab dan tugaskeperawatan dibagi kepada dan dikerjakan oleh berbagaitingkatan tenaga keperawatan. Semua pemberi asuhan kepe-rawatan (care-givers) terlibat dalam perawatan pasien, tetapisetiap perawat hanya ditugaskan untuk melakukan satu jenistugas tertentu, misalnya me -monitor tanda-tanda vital, mem-bagikan obat, memberikan penyuluhan dan lain-lain. Penugas-an pada model ini mengakibatkan adanya fragmentasi tugas.Di samping itu, dari segi tenaga keperawatan bisa menyebab-kan infficient dan impersonal(17) .

Tidak seperti Functional Nursing, Team Nursing adalahsuatu sistem pemberian asuhan keperawatan dcngan mem-bentuk tim-tim keperawatan yang bertanggung jawab tcrhadappemberian asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien ter-tentu. Setiap tim terdiri dari beberapa orang tenaga ke-perawatan profesional dan non profesonal. Pada sistim inimasih terjadi fragmentasi tugas, tctapi tidak sebesar frag-mentasi pada sistim Functional. Di dalam praktek, sistim inimudah sekali menjadi duplikasi sistim fungsional.

Pada model yang ketiga, Primary nursing, penekanannyaterletak pada pcnugasan seorang perawat profesional atauregistered nurse, yang disebut sebagai Primary Nurse sebagaipenanggung jawab utama pemberi asuhan keperawatan ke-pada pasien tertentu. Primary nurse tersebut bertanggungjawab (responsible dan accountable) untuk seluruh kegiatanproses keperawatan — yang meliputi pengkajian, menentukandiagnosis keperawatan, pereneanaan, pengimplementasian,dan evaluasi tindakan keperawatan — mulai dari pasienmasuk sampai pasien pulang. Perawat bertanggung jawabpenuh selama 24 jam. Di dalam praktek, pada saat ketidak-hadirannya maka primary nurse (yang dibantu ()la tempkeperawatan dari tingkat yang lebih rendah (misalnya LPNsdan nursing assistants), dapat mendelegasikan pelaksanaanasuhan keperawatan kepada para perawat yang membantu-

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 91, 1994 19

Page 21: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

nya. Dengan sistim ini maka: tidak terjadi fragmentasi tugas;primary nurse akan mengelola asuhan keperawatan secarakomprehensif dan profesional; terjadi peningkatan hubunganterapetik antara perawat dan pasien, semua hal tersebut dapatmemberi dampak terhadap peningkatan profesionalisme,peningkatan autonomi profesi dan kepuasan bekerja bagiperawat, peningkatan kepuasan pasien akan mutu layanan danasuhan keperawatan, dan efisiensi penggunaan sumberdaya.

Masing-masing model mempunyai kelebihan dan ke-lemahan. Meskipun ada perbedaan pendapat di antara parapeneliti, namun bila dilihat dari segi peneapaian peningkatankualitas profesi keperawatan, peningkatan mutu asuhan ke-perawatan, peningkatan efektifitas dan efisiensi sumberdayamaka Primary Nursing merupakan model yang relatif paling

tepat.(17,18,19 ) Hasil studi menunjukkan bahwa model primary

nursing dapat menghemat biaya sebesar $1.30 per pasien perhari(20). Beberapa alasan yang dikemukakan dapat dilihatdalam kutipan berikut(17)

Functional Team Functional

Not cost-effective Not cost-effective Most likely to be costbecause : because : effective because :

1. Product (nursing 1. Product is of only 1. Product is of highcare is of poor moderate quality, quality since thequality owing to since expertise in person most pre-fragmentation; judgement and pared and bestthis results , in communication equipped to per-many complaints cannot be dele- form does so on afrom clients. gated from the continuing basis

care-planners for the same(team leaders) to clients.

2. Nursing staff easi- 2.

the care-givers(team members).

Turnover of nurs- 2. Turnover of nurs-ly becomes frus- ing staff is mo- ing staff is minimaltrated, and turn- derate but vari- because of higherover rate is usually able. level of satisfac-high, thus increas- tion experienceding cost of orien- by nurses.

3.

tation and of staffdevelopment.

Output from pro- 3. Same as for func- 3. Profesional nursesfessional nurses is tional nursing. do the job forlow since they are which they arenot required to being paid;perform the full "unproductive"job — the total time decreasesnursing process— dramatically.for which they arebeing paid.

Proses Keperawatan dan Diagnosis Keperawatan

Proses keperawatan (terdiri dari seperangkat kegiatankeperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosiskeperawatan, perencanaan, intervensi, dan evaluasi) memberi-kan cara yang logik dan rasional bagi para perawat dalammemberikan asuhan keperawatan secara tepat, efisien danefektif sesuai dengan kebutuhan pasien.(17,21)

Mengikuti pendekatan sistematik proses keperawatan,;maka perawat profesional menetapkan diagnosis keperawatan.berdasarkan data hasil pengkajian yang komprehensif akanmasalah kesehatan pasien (aktual dan potensial) serta pengkajian

akan sumberdaya dimiliki pasien yang akan bekerjasamadengan perawat untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan,Selanjutnya pereneanaan tindakan asuhan keperawatan dibuatberdasarkan diagnosis keperawatan yang telah ditegakkan.Oleh sebab itu, apabila pendekatan ini diaplikasikan secarabenar maka efisiensi penggunaan sumberdaya dapatditingkatkan. Berdasarkan hasil studi dilaporkan bahwapenerapan diagnosis keperawatan dapat menjadi dasar bagipecnapaian efisiensi dan efektifitas nursing administration(22).Di samping itu, diagnosis keperawatan meningkatkan oto-nomi, tanggung jawab, accountability, serta peransertaperawat dalam pencapaian tujuan asuhan keperawatan dantujuan divisi pelayanan keperawatan.

Saya berpendapat pengaplikasian proses keperawatan de-ngan diagnosis keperawatan dalam memberikan pelayanan,kepada pasien akan mendukung dan sejalan dengan kebijak-sanaan pembangunan Pelita VI, yang menyatakan: pengem-bangan sumber daya manusia diarahkan pada pembentukantenaga profesional yang mandiri dan beretos kerja tinggi,produktif, berkualitas, efisien, efektif dan berjiwa wiraswasta(dikutip dari GBHN 1993).

Melanjutkan uraian pada paragraf-paragraf sebelumnya,dalam peran sebagai pengelola pengimplementasian penugasanasuhan pasien dan penerapan proses keperawatan, maka peranperawat e ksekutif dapat terlihat dalam fungsi dan tugasnyamerencanakan sumber daya manusia (tenaga keperawatan dannon keperawatan), materi (supplies and equipment), danfinansial sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan seeara pro-fesional membuat prediksi dan pendistribusian jumlah tenagayang dibutuhkan serta pengalokasian sumber daya materi danfinansial sesuai dengan keperluan pelayanan akan membcridampak terhadap efisiensi penggunaan sumber daya. Ke-tidakmampuan melakukan pereneanaan yang baik dapatterlihat dari beberapa fenomena seperti tidak tepatnya dantidak meratanya distribusi tenaga di unit-unit keperawatan,menumpuknya supplies di unit-unit keperawatan kerenajumlah yang dipesan (dari tempat penyimpanan) jauh me-lebihi keperluan dan akhirnya tidak terpakai karena kada-luarsa, rusak atau hilang. Berdasarkan hasil studi diketahuibahwa rumah sakit kehilangan 1%/dollar/bulan untuk suppliesyang tidak terpakai (turn over)( 23 ).Dalam konteks manajemen yang lebih luas, perawat eksekutif

dapat berperan aktif dalam pengembangan strategic mana-gement yang terdiri dari tiga strategi utama: operation, con-trol, performance monitoring, and staff development.(24) Dalamhal operational control, antara lain perawat eksekutif dapatmengembangkan cara pendokumentasian yang dapat menjaminbahwa biaya pelayanan keperawatan telah terhitung denganakurat. Mereka juga diharapkan berperan aktif dan kreatifmenciptakan sistim pemeliharaan/pemantauan supplies danequipments keperawatan, serta meningkatkan kesadaran staf

20 Cermin Dunia Kedokteran. Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 22: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

keperawatan agar efisien dan efektif dalam penggunaansumber daya yang terbatas. Selanjutnya, perawat eksekutifdiharapkan berperan aktif dalam mengindentifikasi bidangyang mungkin dapat diteliti untuk meningkatkan efisiensipelayanan keperawatan.

Dalam performance monitoring, dan staffing, kemampuanperawat eksekutif merekrut, mengembangkan dan menempat-kan tenaga keperawatan profesional sesuai dengan keadaandan tingkat kebutuhan pasien akan asuhan keperawatan (yangdapat diketahui mclalui penetapan diagnosis keperawatan)akan meningkatkan efisiensi pendayagunaan tenaga ke-perawatan dan meningkatkan produktivitasnya. (Produktivitasdiartikan sebagai persentase waktu yang digunakan dalammemberikan direct care, indirect care, dan unit-relatedactivities dibandingkan dengan waktu yang digunakan untukpersonal activities.) Penelitian membuktikan bahwa apabiladikelola dengan bet-tar maka perawat profesional akan lebihproduktif daripada tenaga keperawatan non profesional.Dikemukakan lebih jauh, apabila produktivitasnya diper-hitungkan maka perawat profesional dinilai lebih cost-effectivedaripada tenaga keperawatan non profesional (24,.25) .

Penempatan perawat profesional di unit yang tidak sesuaidengan kemampuan dan keterampilannya adalah tidak efisiendan akan merugikan institus . Demikian juga halnya denganpenempatan yang tidak tepat bagi tenaga keperawatan yangtidak atau kurang mampu melakukan suatu tugas keperawatantertentu akan tidak efisien dan dapat merugikan institusi.Perawat cksekutif, dalam menghadapi perkembangan danperubahan profesi keperawatan dan pelayanan kesehatan,perlu mcrevisi atau mcrumuskan kembali (redefine) peran,fungsi dan tanggung jawab anggota tim keperawatan. Sejalandengan hal ini dan untuk peningkatan efisiensi, perlu disusundan dikembangkan standar pelayanan dan praktek ke-perawatan.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian perawat eksekutifadalah pengefisiensian penggunaan waktu pertemuan ataurapat dcngan staf keperawatan. Mempersiapkan rapat danmenentukan sebelumnya tujuan, topik bahasan rapat sertamode pcneapaian tujuan rapat tersebut akan sangat mem-bantu perawat eksekutif dalam memimpin rapat secara efisien.Di samping hal-hal yang tersebut di atas, perawat eksekutifdiharapkan dapat mengelola divisi pelayanan keperawatansedemikian rupa agar tercipta suasana yang menyenangkanschingga rumah sakit menjadi tempat kerja yang menyenang-kan. Selanjutnya diharapkan tidak terjadi angka turn overyang tinggi sebab turn over yang tinggi akan meningkatkanbiaya pengelolaan staf dan tidak efisien.

KESIMPULAN

Pada saat ini, dipengaruhi oleh berbagai faktor, institusipelayanan kesehatan dan herupaya untuk meningkatkanefisiensi pelayanan tanpa mengorbankan mutu pelayanan.Dalam sistem pelayanan rumah sakit, peningkatan mutumanajemen dan pengelolaan secara efisien diperlukan oleh

setiap unsur atau subsistem pelayanan rumah sakit. Divisipelayanan keperawatan, merupakan salah satu subsistim ter-besar dan berfungsi memberikan asuhan keperawatan yangmerupakan fungsi inti pelayanan rumah sakit.

Telah disampaikan secara ringkas bahwa untuk peneapaianpeningkatan mutu pelayanan keperawatan, kepuasan pasien,maka divisi pelayanan keperawatan perlu dikelola seearaprofesional oleh perawat eksekutif yang peran dantanggungjawabnya menjadi semakin berkembang, semakinluas dan komplek mengikuti peningkatan kompleksitas sistemmanajemen pelayanan kesehatan. Agar perawat eksekutifdapat berperan aktif dan mampu menghadapi, mengantisipasidan mengadaptasi perkembangan serta perubahan dipelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh kemajuan ilmupengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang kesehatan,maka perkembangan dan perluasan peran tersebut menuntutpula pengembangan dan peningkatan pengetahuan, kemampuan,serta ketrampilan perawat eksekutif di bidang keperawatandan menajemen.

Dengan perkembangan dan perluasan peran yang diikutidengan peningkatan pengetahuan, kemampuan serta ketram-pilannya, diharapkan perawat eksekutif dapat berperan aktifdan kreatif di semua domain nursing administration. Ter-masuk di dalamnya adalah peran dalam efisiensi penggunaansumber daya. Di dalam makalah ini disajikan secara ringkasdan dalam garis besar peran perawat eksekutif dalam efisiensipenggunaan sumber daya. Diuraikan peran perawat eksekutifsebagai pemrakarsa gagasan atau konseptor berbagaikebijakan, strategi dan keputusan-keputusan yang dibuatuntuk peningkatan mutu manajemen keperawatan sebagaibagian integral dari manajemen rumah sakit. Kemampuanperawat eksekutif membuat kebijakan dan keputusan dalammenentukan sistem atau pola pelayanan keperawatan, dandisertai dengan kemampuan mengelola

pengimplementasi-annyaakan memberi dampak yang besar terhadap penigkatanmutu pelayanan keperawatan dan peningkatan efisiensipenggunaan sumber daya.

KEPUSTAKAAN

1. World Health Organization, Economic Support for National Health forAll Strategies, Geneva: WHO, 1988.

2. Organization for Economic Co-operation and Development Helath CareSystems in Transition : The Search for Efficiency, Paris: OECD. 1991

3. Parkin D. Comparing Health Service Efficiency Across Countries, inA. Mc Guire et al (Eds), Providing Health Care: The Economics ofAlternative Systems of Finance and Delivery, New York: Oxford Uni-versity Press, 1991

4. Hundak RP et al. Health Care Administration in the Year 2000:Practitioners Views of Future Issues and Job Requirements, Hospital andHealth Service Administration, 23; 2 : 181-196.

5. Wasisto B. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Meningkatkan MutuPelayanan Keperawatan, Makalah pada Simposium Keperawatan dalamrangka Lustrum VI Akper St. Carolus, Jakarta, 21 September 1993.

6. Quick JC. et al. Health Administration can be Stresful but not Necessar-ily Disstresful, Hospital and Health Services Administration, 1986;101-111.

7. Hoffman FM, Financial Management for Nurse Managers, EastNorwalk, CT: Appleton Century, 1984.

Cermin Dania Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 2 1

Page 23: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

8. Mintzberg H. The Structuring of Organizations, New Jersey: PrenticeHall, 1979.

9. Strassen L. Designing Health Delivery Systems, J. Am. Nurs 1988; 18(9): 3-5

10. Kim HS. Nursing Knowlwdge and Theory: Implication for NursingAdministration. In : HB. Heyden, B. Richardson (Eds) InternationalAdministration of Nursing Services, Philadelphia: Charles Press, 1989

11. Anderson R. A Theory Development Role for Nurse AdministratorsJ. Am. Nurs. 1989; 19(5) : 23 - 9

12. Fralic MAF. Nursing Administration: The Next Decade. In : Decher PJ,Sullivan EJ (Eds), Nursing Administration: A Micro/Macro Approachfor Effective Nurse Executive, Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1992.

13. Decher PJ, Sullivan EJ. Nursing Administration: A Micro/MacroApproach for Effective Nurse Executive, Norwalk, CT: Appleton &Lange, 1992.

14. Porter-O ' Grady T. The Future of Nursing Administration. In : Decher,P.J, Sullivan E.J. (Eds). Nursing Administration: A Micro/MacroApproach for effective Nurse Executive, Norwalk, CT: Appleton &Lange, 1992

15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Standar Pelayanan RumahSakit, Jakarta: Dcpkes RI.

16. Ehrat KS. (1987) The Cost Quality Balance: An Analysis of Quality,

Effectiveness, Efficiency, and Cost. J. Am. Nurs. 1987; 17 (5) : 6-1417. Iyer PW et al, Nursing Process and Nursing Diagnosis, Philadelphia:

WB Saunders Co. 1986.18. Marram G. The Comparative Costs of Operating a Team and Primary

Nursing, J. Am. Nurs 1976; 5 (5) : 21-4.19. Gillies DE, Nursing Management: A System Approach, Philadelphia:

W.B. Saunders Co, 1982.20. Wolf GA. et al. Primary Nursing: The Impact on Nursing Costs within

DRGS", J. Am. Nurs. 1986; 16 (3): 9-11.21. Leddy S, Papper JM. Conceptual Basis of Professional Nursing, Phila-

delphia: JB. Lippincott Co. 1985.22. Maas ML. Nursing Diagnoses in a Professional Model of Nursing: Key-

stone for Effective Nursing Administration, J.Am Nurs. 1986; 16(12):29-42.

23. Cookston B. et al, A Comprehensive Charge System for Unit SuppliesJ. Am. Nurs. 1986; 16(4) : 31 - 4.

24. Do novan M.I Lewis G. Increasing Productivity and Decreasing Costs:The Value of RNs J. Am. Nurs. 1987; 17(9) : 16-8.

25. Minyard K. et al. RNs may Cost Less than You Think, J. Am Nurs,1986; 16(5) : 28-36.

26. Smith HL. et al. Nursing Departement Strategy, Planning, and Perfor-mance in Rural Hospital, J. Am. Nurs: 1993; 23(4): 23-34.

2 2 Cermin Dunia Kedokteran, E disi Khusus No. 91. 1994

Page 24: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

PelaksanaanUpaya Peningkatan Mutu Pelayanan

di Rumah Sakit MMCDr. Robby Tandiari, FICS*, Dr. J. Karnadi**, Dr. Hadisudjono***, Dr. Baharoedin I. Siregar****

* Direktur Utama RS MMC, ** Direktur Penunjang Medik, *** Direktur Medik, **** Direktur Adm. Umum & Keu.

PENDAHULUANSeperti yang disampaikan Guru Besar QA di Indonesia Dr

Samsi Jacobalis maka definisi QA di bidang Kesehatan adalah :Program rumah sakit memantau dan menilai seeara berlanjut,sistematik dan obyektif tentang asuhan kepada pasien dengantujuan mengidentifikasikan praktek-praktek yang menyimpangdan/atau masalah-masalah yang potensial, untuk kemudianmenentukan dan melaksanakan tindakan-tindakan koreksi yangakan menghasilkan peningkatan mutu asuhan kesehatan seearaterus-menerus dan/atau terpeeahnya masalah klinis. Definisi inibagi RS MMC juga berlaku dan menjadi pegangan.

Dalam definisi ini jelas arah tujuan QA yaitu : Untuk meng-hasilkan peningkatan mutu asuhan kesehatan secara terus me-nerus. Di RS MMC diusahakan agar arah tujuan ini bukan sajapeningkatan mutu asuhan kesehatan tetapi peningkatan mutuasuhan seluruh pelayanan. Ini berarti bahwa tiap segmen pela-yanan perlu jelas siapa pelaksana, penanggung jawab dan peng-awasnya.

Pada rapat kerja PERSI di Palembang tahun 1992 istilahQuality Management muneul. Istilah ini mengandung pengerti-an mutu managemen, bukan lagi mutu bidang kesehatan saja.Khusus di Rumah Sakit MMC hal ini yang diusahakan pening-katannya.

QA DI RS MMCSecara keseluruhan QA di RS MMC tidak secara eksplisit

diprogramkan tetapi lebih mirip built in karena seluruh kegiatanmanagemen mulai dari struktur organisasi, pelayanan medikmaupun keperawatan dan administrasi tertuju ke peningkatanmutu. Ini sesuai dengan TQM; beda mendasar TQM dengan QAadalah bahwa di TQM tertuju peningkatan mutu secara built in,

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo. Jakarta.2l - 25 November 1993.

bukan mengadakan inspeksi mutu.Di RS MMC tidak perlu suatu panitia adhoc QA atau suatu

program khusus QA karena strategi kelangsungan hidup rumahsakit ini terletak pada peningkatan kualitasnya. Memang diiden-tifikasi beberapa kelemahan dan diperbaiki dengan pemben-tukan panitia yang dinamakan KRA yang bertugas mencarimasalah dan memberi masukan pemeeahannya.

QA atau Quality Improvement dilaksanakan secara terusmenerus oleh unit kerja dalam bidang masing-masing. Peng-awasan kualitas seeara vertikal dilakukan oleh struktur dan se-eara antar regional oleh organisasi yang bersifat matriks yaituadanya Kepala lantai. Walaupun demikian harus diakui bahwakami belum berhasil meneapai tingkat kepuasan pelanggan yangsempurna karena masih saja ada keluhan seperti yang terlihatpada tabel.

PELAYANAN DI RS MMCPelayanan di RS MMC sama seperti di RS lain, terdiri

atas :1) Pelayanan Keperawatan2) Pelayanan Medik3) Pelayanan Penunjang Medik4) Pelayanan Penunjang Non Medik5) Pelayanan Administrasi Keuangan6) Pelayanan Purel

Barangkali yang berbeda adalah bahwa batas masing-masing butir pelayanan tersebut di atas jelas dan diusahakanterpisah. Hal ini jelas tampak di struktur organisasi dan jobdescription. Perbedaan lain adalah bahwa di rumah sakit yangdimiliki oleh pemodal ada lagi pelayanan yang dilakukan yangdituntut harus baik, yaitu :7) Pelayanan (administratip) pada pemilik.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, /994 23

Page 25: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pengawasan dan pemantauan dilakukan bukan saja vertikalsecara struktural tapi juga antar sektoral karena bentuk strukturorganisasi adalah kombinasi lini dan matriks. Sebagai contohgaris batas fungsi pelayanan adalah bahwa pelaksana kepera-watan tidak mengurus lagi fungsi pelayanan non medik ataupenyiapan kamar di rumah sakit, fungsi ini dilakukan oleh seksiRumah Tangga. Perawat tidak mengurus makan dan minumanpasieh, karena dilaksanakan oleh seksi Food & Beverage. Peng-awasan dilakukan Kepala seksi dan atasannya secara vertikal danKepala lantai secara horizontal. Kepala lantai ini mengawasiseluruh fungsi pelayanan di lantai dia berada. Kepala lantai ber-tanggung jawab pada Kepala rumah sakit. Sebagai instrumen,bidang keperawatan RS MMC sudah memiliki bukujob descrip-tion dan buku "prosedur teknis operasional".

QA DI BIDANG KEPERAWATANSebagai instrumen di RS MMC telah dibuat standar kepera-

watan sejak 1988. Standar ini terus menerus diperbaiki. Standarini di-enforce oleh Nursing Committee yang terdiri atas perawat-perawat senior Ibu Tati Nurhayati, Ibu Ludi dan konsultanperawatan yaitu Miss Mary Leigh. Selain Nursing Committee iniseperti juga di rumah sakit lain, ada Nosocomial Committee dibawah Dr. Thamrin yang berjalan baik sekali. Produknya berupabuku Standar Prosedur Kerja Pencegahan Infeksi Nosokomial diRS MMC.

Sebagai hasil komite ini ada beberapa indikator yang dapatdipantau terus yaitu :1) Angka infeksi nosokomial post operatif di RS MMC untuktahun 1992 0,119 untuk 1687 pasien.2) Pemeriksaan sterilitas air mesin HD dipantau secara berkala.3) Microbiology testing dari daerah-daerah high risk secararutin.

RS MMC mempunyai sistim sterilisasi berupa instrumenyang dipack tersendiri dan dapat dipantau expired datenya ka-rena menggunakan indikator warna dan didouble check denganpembiakan kuman.

KESELAMATAN PASIEN RAWAT INAPI) Gelang nama diberikan pada setiap pasien rawat inap.– Nama pasien– Nomor kamar– Nomor Medical Record– Tanggal masuk.2) Bel pasien di setiap bed dan kamar mandi dengan sistimkomunikasi dua arah.3) Kecuali kamar VIP, setiap tempat tidur dipasang papannama:– Nama pasien– Umur– Nama dokter– Diit.8) Di setiap tempat tidur dipasang bed side rail.9) Di setiap kamar mandi dipasang pegangan untuk pasienberdiri/duduk di closet.10) Di setiap lantai telah disiapkan emergency trolley lengkap

(alat/obat) untuk mempercepat pertolongan kepada pasien.11) Untuk membagikan obat-obat pasien digunakan trolley obat.Setiap pasien mempunyai satu Iaci/kotak obat. Trolley didorongke depan kamar pasien lalu obat disiapkan dan langsung diberi-kan. Khusus untuk obat injeksi disiapkan di kamar pasien.12) HIV test : – pra transfusi

– semua pasien expatriate.Untuk peningkatan mutu dilakukan berbagai macam train-

ing di RS MMC; training ini adalah :• In House, meliputi :– Lokakarya Keperawatan di RS Carolus – 25 orang– Bahasa Inggris dasar – 25 orang 3 bulan– Resusitasi dasar dan lanjutan 118 2X/tahun– In-house training dua kali satu bulan.• Di luar Rumah Sakit– Seminar/lokakarya– Luar Negeri, sudah 40 perawat dan staf non medik dikirimdalam 2 tahun belakangan ini untuk belajar di satu RS selama 1bulan.

QA DI BIDANG PELAYANAN MEDIK DAN PENUNJANGMEDIK

Sama seperti di bidang Perawatan maka di bidang Pelayan-an Medik RS MMC telah memiliki SOP. Harus diakui bahwabelum seluruh jenis penyakit dapat dibuat SOP. Standar prosedurteknis operasional rumah sakit telah ada. Rumah Sakit MMCmempunyai Dewan Medik yang dipimpin oleh Sejawat seniordan Guru-Guru Besar.

Sebagai indikator ada beberapa angka yang dapat disajikanantara lain :1) Pathology control report dari semua operasi apendisitis.Dibanding diagnosis klinis maka tingkat ketepatannya 99%.2) Data utilisasi peralatan canggih di RS MMC membuktikanbahwa penggunaan peralatan ini tidak berlebihan. PemeriksaanCT Scan inpatient di RS MMC jauh lebih rendah dari outpatient,52,42% foto CT Scan adalah kiriman RS lain. Hanya sekitar 9%CT Scan dibuat dari jumlah seluruh inpatient.

Ratio pemeriksaan Ro Thorax pasien yang dirawat di RSMMC adalah 41,01%; berarti tidak semua pasien yang dirawatdibuat foto paru.3) Deviasi standar hasil-hasil pemeriksaan laboratorium di-monitor terus menerus dan juga dibanding dengan laboratoriumterkenal lain di Jakarta.

Team work antar berbagai disiplin telah dijalankan :– Untuk kasus tertentu seperti critical cases.– Mortality dan morbidity meeting dilakukan untuk mencaridan menganalisa penyebab kematian.– Untuk pelayanan "pejabat/orang tertentu" yang agak seringdilayani di RS MMC. Hal ini harus dilakukan antara lain karenamemerlukan laporan ke instansi khusus.

Peningkatan kemampuan teknis pelayanan dilakukan de-ngan sedapat mungkin mengikuti perkembangan teknologi baru.

QA DI BIDANG PENUNJANG NON MEDIKSecara khusus disampaikan pengendalian barang atau sam-

2 4 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 26: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

pah yang dapat membahayakan lingkungan. Denganmenggunakan ciri dan warna khusus pada tempat pembuangansampah, akan memudahkan petugas lapangan untuk memilah-milah barang bekas pakai untuk dibawa atau dibuang ke tempatsampah yang sudah ditentukan.

Untuk itu pihak Rumah Sakit MMC sudah menetapkanwarna-warna kantong plastik sebagai wadah barang atau sam-pah, yaitu :

Warna Keterangan Digunakan untuk Ditujukan ke

Plastik Putih

Plastik Biru

Plastik Hitam

Plastik Merah

Plastik Keras

Box khusus

Linen kotor(bekas pakai)Linen terkontaminasiurine, faeces, darah,cairan-cairan tubuh(diproses dulu di bagian)Sampah rumah tangga(sisa makanan, daun,kertas)Kain kasa kotor, napkinbahan-bahan laborato-rium, darah, bahan-bahandaya tular tinggiBarang-barang tajam :spuit bekas, jarum, IVset, silet, scalpel dll.Kaleng, pecahan gelas,aerosol

Pencucian linen

Pencucian linen

Tempat pembakaran(dibakar)

Tempat pembakaran(dibakar)

Tempat pembakaran(dibakar)

Dibuang teratur

QA DI BIDANG ADMINISTRASI KEUANGANManagemen RS MMC mendapat tekanan dari berbagai arah

untuk memperbaiki urusan administrasi ini :• Dari pemerintah, antara lain perpajakan.• Dari pemilik yang selain memonitor terus menerus jugameminta akuntan public untuk mengaudit.• Dari para dokter yang bagi manajemen RS MMC termasukpelanggan yang harus diberi kepuasan. Ini menyangkut kete-patan dan kecepatan imbalan/honor jasa medik.• Dari pasien, mulai soal down payment sampai ke tarif.

Tuntutan pemilik akan peningkatan pelaporan administrasikeuangan sangat berat dan memaksa managemen ini bekerjakeras. Ini dapat diatasi dengan :I. Pembuatan decision tree yang jelas terutama tentangwewenang keuangan.2. Pembuatan format AB dan pelaporan yang memudahkanmonitoring.Dengan format AB dan pelaporan ini dimungkinkanpemantau- an :- kemampuan unit kerja- target tercapai atau tidak- variance antar produksi dan target- program menekan cost dan sebagainya.Sistim akuntansi di RS MMC tnulai tahun ini sudah akrual.Setiap hari dapat dipantau berapa revenue cash, credit cardmaupun AR. Admittance dan Billing Department dilengkapidengan instrumen-instrumen yang diperlukan dalam mengha-dapi pasien seperti discount policy dan deposit policy.

Tabel 1. Grafik Pasien O.K Pertahun RS MMC Kuningan

Tabel 2. Laporan Pasien CT Scan RS MMC Tahun 1992

No. Bulan In Patient Poll RS Lain Jumlah

1. Januari 38 21 63 1222. Februari 30 16 61 1173. Maret 34 9 33 764. April 27 23 34 845. Mei 29 29 50 1086. Juni 21 32 43 967. Juli 33 23 48 1048. Agustus 25 28 50 1039. September 44 22 68 134

10. Oktober 46 26 43 11511. November 44 34 69 14712. Desember 34 42 67 143

Total 415 305 629 1349

Rata-rata/Bulan 34,58 25,42 52,42 112,42

Tabel 3. Laporan Foto (In Patient) Tahun 1992

No. BulanJumlah pasienThorax foto

Jumlah pasien yangdiperiksa Rontgen

Jumlah pasienRawat Inap

1. Januari 1752. Debruari 1533. Maret 1384. April I l l5. Mei 1556. Juni 1537. Juli 1628. Agustus 1439. September 146

10. Oktober 15811. Nopember 14712. Desember 167

Total 1.808 2.839 4.409

Rata-rata/bulan 150,67

%/tahun 41,01%

BIDANG PURELDi RS MMC, customer atau pelanggan dibagi atas tiga

kelompok yaitu :I) Pelanggan pasien

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, /994 25

Page 27: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

2) Para dokter3) Karyawan.

Customer satisfaction dipantau dengan berbagai cara antaralain :1) Secara langsung, keluhan diatasi oleh Public Relation, Kepalalantai, Head Nurse atau Duty Manager yaitu Senior Nurse yangbertugas hari itu. Dalam decision tree sudah ditegaskan bahwabila masalah tidak dapat diatasi harus diteruskan ke Direkturyang jaga hari itu.2) Secara tidak langsung atau pendekatan prospektif dilakukandengan kuesioner. Hasil kuesioner ini dipakai untuk memacuunit pelayanan yang bersangkutan.

Kuesioner untuk customer satisfaction ini bukan saja di-lakukan kepada pelanggan pasien, tetapi juga kepada para dokter

Tabel 4. Hasil Evaluasi Pasien Rawat Inap Perhatian/Pelayanan & SikapPerawat

Tabel 5. Hasil Evaluasi Pasien Rawat Inap Kebersihan Ruang RawatInap

dan pada karyawan. Khusus untuk opinion survey ini dilakukandengan jasa pihak ke tiga.

PENUTUPSecara umum disampaikan bahwa di RS MMC diusahakan

quality assurance untuk seluruh pelayanan yang diberikan. Dibeberapa unit pelayanan yang tampaknya banyak masalah di-bentuk panitia kecil yang dinamakan panitia Key Result Area(KRA) bidang tertentu. Tahu n ini KRA yang diidentifikasiadalah bidang :1. Penerimaan pasien2. Perawatan3. Keamanan4. Makanan & Minuman5. Maintenance & Repair6. Pelayanan di RS MMC khususnya ditinjau dari pengamanan

Tabel 6. Hasil Evaluasi Pasien Rawat Inap Mutu dan Penyajian MakananPeriode 1988 — 1993

Tabel 7. Hasil Evaluasi Pasien Rawat Inap Pelayanan Administrasi Ke-uangan Periode 1990 -1993

26 Cermin Dunia Kedokteran. Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 28: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

terhadap ketentuan-ketentuan dan Undang-Undang Kesehatantahun 1992.

Panitia yang terdiri dari 3–4 orang bertugas mempelajarimasalah kemudian mengajukan alternatif-alternatif pemecahan-nya. Dengan cara ini seluruh karyawan diikut sertakan dalam

problem finding dan solving secara bergilir. RS MMC sekarangini melayani sekitar 240 perusahaan dan Kedutaan-KedutaanBesar. QA bagi RS seperti MMC sangat penting karena berkait-an dengan kunjungan-kunjungan Chief Medical Officer (CMO)dari Kedutaan-Kedutaan Besar atau Perusahaan langganan ini.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 27

Page 29: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

PeningkatanMutu Pelayanan di Rumah Sakit

Dr. H.R. Walujo Adi MPHRumah Sakit Paru-paru, Batu, Malang

PENDAHULUANPeningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan hasil guna/

dayaguna rumah sakit berkaitan dengan masalah pembiayaan,perencanaan dan teknologi tepat guna, pengelolaan rumah sakit,koordinasi lintas sektor dan lain-lain. Salah satu yang terpentingialah kemampuan pengelolaan rumah sakit yang harus dilak-sanakan secara profesional dengan pemahaman, kemampuanserta ketrampilan akan penerapan fungsi-fungsi managemensebagai suatu kesatuan sistim yang bersifat komprehensip.

Pendekatan yang selama ini bersifat Management bybudgeting harus bertahap diubah Management by objective danselalu mengarah kepada problem solving approach. Secara luasini berarti pengelola rumah sakit harus memahami bahwa rumahsakit adalah salah satu mata rantai pelayanan kesehatan yangberperan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang ada.Untuk ini setiap pengelola rumah sakit di Indonesia, mulai ber-pandangan jauh ke depan, sesuai dengan analisis pembangunankesehatan di Indonesia (DEPKES RI 1991) antara lain :

Derajat kesehatan akan menjadi lebih baik bila didukungoleh upaya-upaya khusus yang berkaitan dengan : Lingkungan,Upaya kesehatan dan Operasionalisasi dari kebijakan kesehatanyang jelas dan rinci, dengan memperhatikan issue pada masadepan yang berupa :a) Tenaga Kerjab) Ekonomic) Kelestarian KBd). Pendidikane) Kualitas dari peran serta masyarakat untuk upaya kesehatan.f) Peran serta swasta di bidang kesehatan.g) Peran wanita yang bergabung dalam organisasi maupunperorangan.

Pembiayaan kesehatan harus lebih efektif melalui :a) Desentralisasi managemen kesehatan.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

b) Koordinasi lintas sektor.c) Perencanaan dan teknologi tepat guna untuk rumah sakit.d) Penelitian dan pengembangan yang mendukung programkesehatan.

Dari uraian tersebut dfi atas, maka jelaslah bahwa pen-capaian tujuan dan terlaksananya fungsi rumah sakit masih ter-gantung pada managemen, pengelola/direktur serta pendalamanfalsafah negara.

Untuk itu maka penulisan ini membatasi diri hanya pada :I. Pandangan terhadap Rumah Sakit di masa depan.II. Managemen Rumah Sakit di masa depan.

I. PANDANGAN TERHADAP RUMAH SAKIT DIMASA DEPANHingga saat ini di Indonesia masih belum ada standardisasi

rumah sakit dan jarang sekali diadakan studi banding antararumah sakit (baik umum maupun khusus). Rumah sakit hinggasaat ini, juga di Indonesia, masih dianggap sebagai segalanyabagi masyarakat dan situasi ini berakibat pemberian kesempatandan tanggung jawab khusus. Harapan yang dibebankan kepadarumah sakit oleh masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat,profesi kesehatan yang bekerja di rumah sakit, pemilik rumahsakit (baik perorangan, kelompok umum, pemerintah) serta pe-nguasa (pembuat UU/Aturan) makin bertambah dan kompleksdari hari ke hari, Rumah sakit menjadi penting, nyata dan mahalbagi pelayanan kesehatan secara umum; oleh sebab itu dapatdifahami bila dibicarakan dan diteliti lebih sering. Seringkaliharapan dan kebutuhan pengguna rumah sakit berbenturan se-hingga menempatkan managemen rumah sakit dalam situasiyang kompleks untuk membuat keputusan. Keputusan yangtidak mudah biasanya ditempuh cara bertentangan dengan me-ningkatkan kebutuhan perawatan, di saat yang sama dikeluarkandana untuk penyembuhan dan pemberantasan. Dalam keadaan

28 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 30: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Gambar 1 : Model masalah

ini, biasanya rumah sakit disalahkan karena memakai anggaranyang berlebihan; keadaan ini didapat karena rumah sakit selaluberusaha segalanya untuk semua, hingga menempatkan dirinyadalam kedudukan rawan dan kritis.

Untuk mengurangi hal tersebut di atas, maka rumah sakit dimasa datang haruslah :1) Mempunyai misi dan tujuan yang jelas.2) Output yang dihasilkan serta dampaknya pada pelayanankesehatan masyarakat dapat diperhitungkan dan dievaluasi de-ngan nyata.3) Biaya yang bersaing dan dapat dijangkau antara lain me-lalui asuransi, J.P.K.M dan lain-lain.

Rumah Sakit haruslah menggunakan managemen ekonomisehingga biaya sepadan dengan pelayanan yang diberikan; ataubila tidak biarlah organisasi lain yang melaksanakan, sedangkanpelayanan medik dilakukan oleh organisasi lain pula.

Kita dapat mengharapkan peran serta dan tanggung jawabmasyarakat menjadi besar karena difusi informasi pada masakini dan mendatang besar sekali, sehingga kesadaran masyara-kat lebih besar. Rumah Sakit (Umum dan Khusus) wajib mem-berikan informasi sejak dini tentang pelayanan yang didapat,tingkat dan tipe dari perawatan yang ada, kemampuan yang di-miliki dari segi keahlian-teknologi, keterbatasan mutu yang me-nyangkut manusia, dana dan bahan. Rumah Sakit mempunyaiperanan sosial penting yang harus dimainkan agar pelayanankesehatan secara umum dapat dilaksanakan dan dapat diterimaoleh mereka yang membutuhkan pada masa mendatang dengantanggung jawab yang terbagi antara pengusaha dan organisasi

kemanusiaan, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.Penilaian hasil rumah sakit didapat bila kita mengusahakan

dengan sungguh-sungguh 3 (tiga) hal yang utama :a) Informasi Rumah Sakit yang benar dan akurat.b) Data statistik yang jujur dan benar.c) Metode evaluasi yang dinamis.Dari informasi/data, yang diperoleh oleh Rumah Sakit ialah :

- Data tentang kepuasan pelayanan.- Data mutu pelayanan.

- Data keterjangkauan biaya.Data kepuasan relatif mudah didapat, data mutu pelayanan agaksulit diterapkan, tetapi di Indonesia telah mulai diupayakanantara lain :- Upaya penentuan standar/akreditasi.- Review penerapan indikator tertentu.Juga upaya untuk mengembangkan dan memasyarakatkan :Perencanaan Rumah Sakit (SK Dirjen Yanmed 0215/YM/SET/PPL-III/1993), Quality Assurance, Risk Management dan TotalCare Management Program, Total Quality Management danlain-lain.Salah satu bentuk nyata adalah pelaksanaan pembenahan rumahsakit menjadi Instalasi Lembagd Swadana dan mutu dikaitkanpada :1) Quality Assurance Program.2) Process Oriented.3) Prioritas Utama.4) Orientasi penderita, termasuk kepuasan terhadap pelayananrumah sakit.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 29

Page 31: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

5) Dikaitkan dengan kemampuan profesional.6) Peningkatan mutu penggunaan alat (efektif/efisien).7) Tekanan pada :– Risk management– Kepuasan penderita– Penggunaan teknologi tepat guna– Pengendalian infeksi– Quality assurance dalam program pendidikan tenaga me-dik.

II. MANAGEMEN RUMAH SAKIT DI MASA MEN-DATANGDari model masalah, posisi manager diletakkan pada posisi

sentral. Karena banyak faktordan komponen yangharus ditangani,maka seorang manager rumah sakit di masa datang haruslahdipersiapkan sebaik mungkin. Saat ini rumah sakit lebih banyakdikelola secara administratip saj a, sehingga manager rumah sakitlebih banyak berperan sebagai administrator dari pada manager.

Di samping kemampuan administrator, managersesungguhnya mempunyai kemampuan yang lain :1) Kemampuan di bidang hukum (UUD/UU/Peraturan).2) Kemampuan yang memberi kemungkinan pelaku di RumahSakit berperan dalam hal yang berkaitan dengan prinsip eko-nomi dan pendidikan yang bermutu, pengalaman dalam praktekpendidikan berkelanjutan terutama dalam memimpin staff.Dalam banyak negara, juga di Indonesia kemampuan dan kondisitersebut berjalan sebagian; dalam mempersiapkan tenaga ma-nager rumah sakit, belum ada standar tertentu, masih berpegangpada standar pendidikan dasar dokter (masih dokter umum).Pendidikan khusus managemen rumah sakit baru dilaksanakandalam bentuk kursus yang sangat terbatas. Dasar pendidikanmanagemen khusus kesehatan sangat diperlukan untuk menutupkekurangan serta mengantisipasi keadaan rumah sakit menda-tang. Antisipasi terhadap masa datang haruslah dianggap se-bagai tantangan yang harus segera dijawab oleh karena :A) a. Kemajuan dan perkembangan health care system di negaramaju dan cepat.b. Perubahan demografi.c. Short-term Hospital lebih banyak diperlukan dari pada Longterm.d. Kemajuan bidang pengobatan, teknologi medis, biaya, healthservices delivery system, sistim informasi dan lain-lain.B) Kebutuhan yang meningkat di bidang health care servicesdikaitkan dengan dana yang terbatas. Pengaruh dari penggunaakhir, penderita dan institusi yang membiayai pelayanan kese-hatan (assuransi dan lain-lain) menjadi penting.C) Generasi dokter, perawat dan tenaga administrasi yang akanbekerja telah mempunyai pola dan gambaran yang baru, sebabdari pendidikan telah digambarkan, apa dan bagaimana suaturumah sakit harus dikelola pada tahun mendatang.

Dari gambaran tersebut di atas maka manager Rumah Sakitdi masa datang membutuhkan pendidikan akademik pada ber-bagai tingkat (BSc, MSc, Dr).

Gambar 2A. Gambaran hubungan perubahan yang berakibat berubahnyaRumah Sakit (Organisasi, Pendidikan dan lain-lain)

Gambar 2B.

3 0 Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 32: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pengetahuan yang harus dimiliki oleh Manager Rumah Sakit

SELINTAS PARADIGMA BARU : RISK MANAGEMENTSecara umum risk management adalah fungsi untuk me-

lindungi modal/dana dari satu institusi agar organisasi tersebuttetap hidup. Bila keadaan ini diterapkan pada rumah sakit, riskmanagement berarti menetapkan penekanan pada peningkatanpelayanan penderita dengan meminimalkan pengaruh/risiko dana,dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan pada penderita atauyang diperkirakan akan diberikan pada penderita. Selanjutnyaperhatian terhadap pelayanan penderita harus meliputi pertang-gungjawaban terhadap medical malpractice, peningkatan biayakeseluruhan dan pertolongan yang tidak sesuai dengan yangseharusnya.

Melindungi modal/danarumah sakitberarti organisasi rumahsakit tetap hidup yang pada gilirannya menghidupkan pelayananpenderita.

Proses risk management (pada Health/Hospital) menekan-kan pada 3 hal penting :1) Prioritas pendanaan

Setiap strategi operasional didahului dengan penetapan

prioritas dengan analisis risiko pendanaan, misalnya kebidananselalu lebih penting dari dermatologi jika dikaitkan dengankemungkinan malpraktek.2) Medical record sebagai alat utama untuk menganalisis

pelayananBila risiko pengelolaan menyangkut pelayanan penderita,

hasil kerja tersebut adalah medical record yang terisi, terjagadengan baik.3) Integrasi interdisiplin adalah ciri khusus pada setiap

kegiatan organisasi yang terkait di dalam rumah sakit

Gambar 4. Proses peningkatan mutu rumah sakit

Metode

* Administratip* Medik* Perawatan* Kepemimpinan* Satuan Tugas

Bekerja dengan semuasumber yang ada(Baik secara medikmaupun administratip)

Pengumpulan Data

Review oleh SatuanTugas

Biaya/Mutu

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 31

Page 33: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

PENUTUPTelah dipaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan da-

lam mengantisipasi masa datang dengan dikaitkan rumah sakit.Perubahan yang menyangkut demografi, lingkungan hidup,industrialisasi, pola budaya, pola penyakit dan epidemiologi.

perlu diantisipasi lebih dahulu di bidang manajemen rumahsakit, organisasi dan tatalaksana rumah sakit.

Tanpa perubahan mendasar manajemen dan sumberdayamanusia, antisipasi yang dilaksanakan akan menbjadi sia-sia,tidak efektif bahkan menjadi bumerang untuk rumah sakit padakhususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya.

32 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 34: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Budaya Mutu Sebagai Bagian IntegralManajemen Rumah Sakit

Emmyr F. Moeis, Drg., MARS.

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

ABSTRAK

Pasien yang memperoleh jasa rumah sakit memiliki harapan tertentu. Bila jasarumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkandalam waktu ke waktu; timbul pemikiran pada diri pasien bahwa inilah suatu jasapelayanan rumah sakit yang memiliki mutu.

Dengan menciptakan Budaya Mutu (Quality Culture) dalam lingkungan kerja rumahsakit, dapat diharapkan peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengankeinginan dan harapan pasien.

PENDAHULUANSeiring dengan membaiknya tingkat pendidikan,

meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat, serta ada-nya kemudahan di bidang transportasi dan komunikasi menye-babkan informasi semakin mudah diperoleh; di samping itu,majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta deras-nya arus informasi mengakibatkan sistem nilai dalam masya-rakat berubah. Akibatnya masyarakat cenderung menuntut pe-layanan umum yang lebih bermutu termasuk pelayanan kese-hatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan pelayanan lebihbermutu tadi, maka fungsi pelayanan kesehatan di rumah sakitsecara bertahap perlu ditingkatkan agar menjadi lebih efektif danefisien serta memberikan kepuasan terhadap pasien, keluargamaupun masyarakat.

Pelayanan rumah sakit yang baik tergantung dari kompe-tensi dan kemampuan para pengelola rumah sakit. Untukmeningkatkan kemampuan para pengelola rumah sakit tersebutselain melalui program pendidikan dan pelatihan, juga diper-lukan pengaturan atau penegakkan disiplin sendiri (self dici-pline) dari para pengelola rumah sakit serta adanya tanggung

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta.21- 25 November 1993.

jawab secara moral dan hukum dari pimpinan rumah sakit untukmenjamin terselenggaranya standar pelayanan yang baik. Ada-nya tanggung jawab yang harus dipikul oleh seluruh pengelolarumah sakit, tidak dapat dilaksanakan begitu saja karena terkaiterat dengan kebijaksanaan, tanggung jawab moral dan legal daripimpinan rumah sakit. Evaluasi yang dilakukan secara kontinu,dengan mempertimbangkan semua faktor-faktor yang berkaitandengan mutu pelayanan, akan mendorong penyempurnaan pe-layanan administrasi rumah sakit, pelayanan klinis, pendidikanprofesional, serta perawatan pasien yang lebih baik.

Makalah ini menguraikan tentang pentingnya budaya kerjayang berkaitan erat dengan mutu pelayanan yang diberikankepada masyarakat, dalam memenuhi kebutuhan dan keinginanpasien sebagai pengguna jasa rumah sakit. Dengan manajemanrumah sakit yang memiliki budaya mutu, diharapkan roda or-ganisasi dan pelayanan rumah sakit dapat berjalan denganlancar, sehingga rumah sakit dapat dikelola secara efisien danefektif; yang pada akhirnya akan meningkatkan citra rumahsakit.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 33

Page 35: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

MASALAH MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT DANKEADAAN SAAT INI

Dalam GBHN tahun 1988 ditegaskan bahwa mutu pela-yanan rumah sakit perlu ditingkatkan. Hal ini makin jelas terlihatpada Sistem Kesehatan Nasional dimana peningkatan mutupelayanan rumah sakit merupakan salah satu tujuan. Mutu pe-layanan rumah sakit sejak beberapa tahun terakhir telah menjaditopik bahasan, baik di kalangan PERSI, IDI, PDGI, DepKes sertaIkatan/Persatuan lainnya di bidang kedokteran/kesehatan. Sam-pai saat ini konsep maupun prinsip yang mendasari pengertiantentang mutu di bidang pelayanan kesehatan masih belum man-tap. Walaupun demikian Departemen Kesehatan tetap berusahamenyusunnya dengan penyempurnaan-penyempurnaan yangtengah dilakukan.

Yang menjadi masalah saat ini adalah belum dimilikinyabuku pedoman tentang mutu pelayanan. Hal ini berakibat tim-bulnya persepsi tentang mutu pelayanan yang berbeda-beda,baik dari segi pengertian, istilah, cara penerapan dan metodapengukuran. Tetapi di lain pihak, rumah sakit telah berupayasecara sendiri-sendiri meningkatkan mutu pelayanannya,walaupun belum ada standar, indikator atau kriteria yang berkaitandengan mutu pelayanan. Bahkan kesepakatan untuk proses danmekanisme pemantauan dan evaluasi belum ada.

Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh ter-sedianya sumberdaya dan interaksi dari pemanfaatannya yangdigerakkan melalui proses dan prosedur tertentu, sehinggamenghasilkan jasa atau pelayanan yang sesuai dengan keinginandan harapan pasien/masyarakat. Pada aspek sumberdaya ma-nusia, terdapat masalah kurangnya jumlah serta mutu tenaga,serta pendistribusian sumberdaya manusia. Pada aspek sumber-daya dana, dirasakan adanya keterbatasan dalam biaya, penggu-naan biaya yang kurang efisien dan distribusi yang kurangmerata. Dengan adanya kendala-kendala tersebut, akan mem-berikan dampak pada upaya peningkatan mutu pelayanan rumahsakit. Bahkan pada rumah sakit pemerintah dengan kondisipendanaan yang minim, memberikan dampak pada perilaku parapengelola rumah sakit dalam memberikan pelayanannya secara"seadanya", dan ini sudah menjadi ciri dari rumah sakit pe-merintah.

Diharapkan dengan pola unit swadana, akan didapat pe-ningkatan produktifitas kerja dan mutu. Disamping itu perludilakukan upaya-upaya lain untuk mengantisipasi tingginya biayaoperasional dan pemeliharaan rumah sakit, dengan meningkatkanefisiensi dan penghematan biaya (cost containment).

Disadari bahwa antara efisiensi dan mutu didapat suatukeadaan yang memiliki kedwiartian. Para pengelola rumah sakit,baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta, diha-rapkan memiliki kreativitas yang tinggi sehingga mampu men-ciptakan keseimbangan, keselarasan, keserasian antara efisiensidan mutu dimaksud.

Merujuk pada hal-hal tersebut di atas, dikaitkan denganharapan dan mutu keinginan yang dimiliki pasien, perlu kiranyadikembangkan budaya mutu di lingkungan pelayanan kesehatanpada umumnya dan rumah sakit khususnya. Keberhasilan pelak-

sanaan budaya mutu di kalangan industri dan perusahan-peru-sahaan manufaktur dapat dijadikan contoh konkrit.

MUTU BERARTI KELANGSUNGAN HIDUPBerbicaramengenai budaya mutu, kiranyaperlu ditekankan

bahwa setiap rumah sakit dapat menjadi rumah sakit yang ber-kualitas, bahkan dapat menjadi rumah sakit yang berkaliberdunia. Untuk menjadi rumah sakit yang berkualitas tidaklahmerupakan suatu pengecualian atau hanya merupakan suatualternatif saja. Menjadi rumah sakit yang berkualitas janganlahdikaitkan dengan besar atau kecilnya organisasi dan kapasitasrumah sakit, besarnya sisa hasil usaha ataupun kecanggihan dariperalatan teknologi yang disediakan oleh rumah sakit; tetapiharus dikaitkan dengan pelaksanaan peningkatan mutu pe-layanan dan produktifitas rumah sakit secara kontinu. Untukmencapai hal tersebut upaya peningkatan kualitas/mutu pe-layanan dari rumah sakit harus merupakan bagian integral darimanajemen rumah sakit, hal ini menentukan kelangsungan hidup(survival) dari rumah sakit itu sendiri.

Ada empat kekuatan yang dapat merupakan ancaman bagikelangsuangan hidup rumah sakit, yaitu masyarakat/pasiensebagai konsumen (Customers), Peersaingan antar rumah sakit(Competition), Biaya (Costs) dan masa gawat (Crisis).

Keunggulan pasien sebagai konsumen (Customers)Target utama dari suatu rumah sakit adalah ingin memenuhi

kebutuhan dan keinginan pasien akan pelayanan yang baik dannyaman, yang selalu berubah disertai sofistikasi yang tinggiselaras dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat. Dengansemakin banyaknya jumlah rumah sakit saat ini, yang jugaberkeinginan dalam meningkatkan mutu pelayanannya; hal manamenimbulkan suatu keadaan persaingan yang ketat di antararumah sakit. Bagi rumah sakit yang tidak meningkatkan mutupelayanan jasanya dan tidak melakukan inovasi-inovasi baru,akan ditinggalkan oleh pasien/masyarakat pengguna jasanya.Tidak sedikit rumah sakit yang memberikan/memiliki mottokerja yang menjanjikan suatu kepuasan pelayanan bagi pasien-nya, tetapi tidak dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh penge-lola rumah sakit tersebut.

Dengan adanya Quality Corporate Culture (QCC) pasienditempatkan pada posisi yang utama. Manajemen rumah sakitakan berusaha seoptimal mungkin untuk memenuhi segala kebu-tuhan pasien/masyarakat pengguna jasa rumah sakit, sertamengantisipasi harapan dan keinginan pasien. Inti dari aktifitasyang berkaitan dengan kualitas rumah sakit, seperti perencanaan,penganggaran, pemasaran, investasi; selalu dikaitkan dengankepuasan pasien. Untuk setiap keputusan yang diambil, se-baiknya didasari padapemenuhan keinginan dan kepuasan pasien.Rumah sakit yang mengutamakan kepuasan dan kepentinganpasien, akan memperoleh manfaat dan pegawai yang termoti-vasi. Pada akhirnya, pasien yang akan menetukan jenis pela-yanan jasa yang harus disediakan oleh rumah sakit, serta menen-tukan mutu pelayanan jasa tersebut; bukan rumah sakit. Tidakhanya kedua hal diatas yang akan ditentukan oleh pasien, tetapi

34 Cermin Dunia Kedokieran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 36: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

juga waktu pelayanan dan biaya pengobatari. Rumah sakit yangtanggap tentunya akan memfokuskan dirinya pada tingkat ke-puasan pasien serta akan meningkatkan mutu pelayanan untuklebih baik dari rumah sakit lainnya.

Budaya mutu membutuhkan suatu perubahan menyeluruhdari semua pelaksana roda organisasi dan manajemen rumahsakit untuk dicapainya persamaan persepsi dalam hal sikap(attitude) dan pandangan (outlook) terhadap mutu pelayananrumah sakit.

Persaingan antar rumah sakit (Competition)Munculnya begitu banyak rumah sakit merupakan bukti

adanya sambutan yang baik dari para investor dan usahawanterhadap Pola Kebijaksanaan Pemerintah yang menganjurkanpartisipasi swasta dalam bidang kesehatan. Mengingat sistempelayanan kesehatan yang kita anut pembiayaannya masihsebagian besar ditanggung oleh penderita itu sendiri, dengandemikian penderita pun mempunyai kebebasan untuk memilihrumah sakit yang disukai atau diyakininya. Disertai dengan gayapengelolapara usahawan masa kini maka sudah dapat diperkirakanbahwa keadaan seperti ini akan mewujudkan iklim dan suasanayang penuh persaingan. Adanya persaingan sebenarnya memacupeningkatan mutu pelayanan, tetapi bagi rumah sakit yangwalaupun tadinya tergolong bermutu baik jika tidak memper-hatikan pemeliharaan mutunya justru sebaliknya akan menjadiketinggalan dan tergeser ke golongan bermutu kurang baik,bahkan tidak mustahil oleh sebab tertentu malah terjadi penurunanmutu pelayanan rumah sakit itu. Dalam iklim persaingan ketatini, persaingan dapat terjadi dalam banyak bentuk, sejauh pasiendapat merasa terpenuhi kebutuhan dan keinginannya. Hal iniharus dilihat sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup usaharumah sakit yang dikelola.

Adalah sangat bijaksana, bila para pengelola rumah sakitselalu memiliki anggapan bahwa rumah sakit lain, dalam hal inidianggap sebagai pesaing; telah melakukan pelayanan lebih baikdan bermutu, lebih murah dan lebih cepat. Untuk hal itu, diper-lukan suatu mekanisme untuk memelihara mutu pelayanan rumahsakit, agar senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap per-ubahan tuntutan zaman.

Penghematan biaya (Costs).Biaya bahan-bahan/obat-obatan, biaya pemeliharaan alat-

alat, biaya pengadaan alat, gaji karyawan dan biaya sumberdayaenergi yang digunakan dari waktu ke waktu akan terus meningkat.Bila rumah sakit tidak melakukan penghematan dalam pem-biayaan (cost containment), maka hal tersebut akan mengurangisisa hasil usaha (SHU). Bagi rumah sakit yang ingin tergolongbermutu baik janganlah mempunyai pemikiran bahwa semuabiaya tadi dapat dibebankan dengan mudah kepada pasien yangmenerima pelayanan, yang akan mengakibatkan tingginya biayayang harus dibayar oleh pasien, atau dibebarikan kepada karya-wan sehingga mereka akan mendapat pengurangan nilai gaijinya.Peningkatan biaya dapat diatasi dengan meningkatkan produkti-firas serta memperbaiki mutu pelayanan secara kontinu.

Mengatasi masa gawat (Crisis)Rumah sakit yang tidak memiliki budaya mutu yang kuat,

tidaksiap dalam rnengantisipasi masa gawat yang dihadapi baikdalam waktu singkat maupun dalam waktu lama. Rumah sakityang memiliki budaya mutu dan tergolong bermutu baik selaluberada dalam suasana manajemen krisis (crisis management),sehingga selalu siap dalam menghadapi keadaan masa gawatyang sebenarnya. Rumah sakit tersebut tidak hanya dapat meng-antisipasi dengan baik keadaan masa gawat berdasarkan pre-diksinya yang tepat, tetapi karena manajemen rumah sakit ter-sebut selalu dalam keadaan siap untuk menghadapi masa gawatdengan melakukan perbaikan secara kontinu akan kemampuanyang ada agar tetap dapat bertahan hidup bila masa gawat itutiba, dalam bentuk apapun.

QUALITY, NOT PROFITABILITYBila manajemen rumah sakit memiliki kekhawatiran akan

kelangsungan hidupnya, mengapa tidak memikirkan mutu pela-yanannya terlebih dahulu, mengapa hanya memikirkan tinggi-nya SHU atau keuntungan yang diperoleh. Tidak semua penge-lola rumah sakit dapat memikirkan dengan baik dan tepat jalankeluar untuk memperoleh peningkatan SHU atau keuntungandari usaha yang telah dilakukan, tetapi semua orang dapat ber-fikir bagaimana cara meningkatkan mutu pelayanan yang diberi-kan. Karena dengan meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit,akan diperoleh peningkatan pendapatan rumah sakit. Rumahsakit yang hanya memikirkan SHU semata akan sulit meraihsukses dalam pengelolaannya, sebab arah manajemen para pe-

ngelola rumah sakit akan menjadi kabur.Budaya mutu memberikan tanggung jawab yang terfokus

bagi manajemen rumah sakit, pengurangan biaya, peningkatan dibidang produktifitas dan kerjasama kelompok, mempermudahpemecahan masalah dan pengambilan keputusan, serta diperolehdinamisasi organisasi dan ketrampilan perorangan. Kesemuatanggung jawab ini memiliki sinergi dan arti, apabila dikaitkandengan tujuan organisasi rumah sakit dalam meningkatkanmutu pelayanan pada pasien.

KEPUSTAKAAN

1. Atkinson P. CreatingCulture Change - The Key to Successful Total QualityManagement, 1990.

2. Bennet C. : Productivity and the Quality of Work Life in Hospitals, Ca-lifornia: American Hospitals Publishing Inc. 1983.

3. Berry H. : Managing the Total Quality Transformation, New York: McGraw-Hill, Inc., 1991.

4. Brown, Comola, J. Improving Productivity in Health Care, Florida : CRCPress Inc., 1988.

5. Donabedian A. The Quality of Care. How Can It Be Assessed ?, JAMA, 1988;260: 1743-48.

6. Jacobalis S. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit (Quality Assurance),PERSI, Jakarta, 1989.

7. Kirk R. Healthcare Quality & Productivity - Practical Management Tools,Maryland: Aspen Systems Inc., 1988.

Certain Dunia Kedokieran, Edisi Khusus No. 91, 1994 35

Page 37: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Upaya Peningkatan Mutu Pelayanandi Rumah Sakit Umum Daerah

Pasar Rebo, JakartaAchmad Harjadi

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, Jakarta

LATAR BELAKANGPemerintah Pusat pada tahun 1992 menetapkan 4 (empat)

rumah sakit Depkes sebagai unit swadana dan pada waktu ituhanya Pemerintah DKI Jakarta yang melaksanakan programswadana dengan menetapkan satu rumah sakitnya, RSUD PasarRebo, sebagai unit swadana Daerah.

Untuk meningkatkan kemampuan manajemen rumah sakit,Departemen Kesehatan melakukan intervensi kepada rumahsakit swadana dengan memberikan bantuan teknis berupa pro-gram : sistem akuntansi rumah sakit, manajemen keuangan,pentarifan, sistem informasi manajemen dan peningkatan mutupelayanan terpadu. Keempat rumah sakit Depkes masing-masing mendapat empat intervensi program sedangkan RSUDPasar Rebo mendapat satu intervensi program yaitu peningkatanmutu pelayanan terpadu.

Program peningkatan mutu pelayanan terpadu yang telahdisiapkan Depkes, diimplementasikan oleh konsultan swasta(yang ditunjuk Depkes) mulai September 1992 s/d Maret 1993.Mulai April 1993 sampai sekarang kegiatan ini dilaksanakansendiri oleh manajemen rumah sakit.

Kegiatan implementasi yang dilaksanakan adalah :1) Quality education training 4 hari, 30 fasilitator.2) Quality education training dilanjutkan dengan processconsulting bagi ke-tigapuluh fasilitator di atas.3) Quality assurance lecture 25 dokter, 6 kali @ 3 jam.4) Training on 5-S (kerapihan/kebersihan/ketertiban tempatketja), 5 kali @ 3 jam.5) Total quality management seminar 1 hari, untuk manajemenrumah sakit.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

6) Total quality management seminar 1 hari, untuk 5 dokter.Dari informasi di atas dapat dilihat bahwa intervensi yang

dilakukan oleh Depkes melalui kegiatan konsultan swasta ter-sebut sifatnya masukan teknis untuk meng-inisiasi kegiatanpeningkatan mutu. Tetapi bagaimana agar hal tersebut berjalanterus dan berkembang bukan menjadi ruang lingkup tanggungjawab konsultan melainkan tanggung jawab manajemen rumahsakit sendiri. Dengan demikian kesamaan persepsi antara ma-najemen dan konsultan merupakan hal yang sangat penting agarproses peningkatan mutu tidak menjadi layu sebelum berkem-bang.

Makalah ini mencoba memberikan gambaran tentangbagaimana RSUD Pasar Rebo memotivasi sumber daya ma-nusianya sejak program swadana masih dalam tahap dini (tahun1991). Dengan pendekatan partisipatif, kegiatan peningkatanmutu pelayanan yang di-inisiasi Depkes masih tetap berlangsungterus selaras dengan kegiatan peningkatan mutu pelayananmodel Pasar Rebo.

GAMBARAN UMUM RSUD PASAR REBOSatu dari 4 RSUD kelas C (1987 ditetapkan sebagai RSU

kelas C, sebelumnya RSTP) milik Pemda DKI Jakarta yangterletak di pinggir timur agak selatan Jakarta berbatasan denganDepok (Kab. Bogor), Pondok Gede (Bekasi) dan Cimanggis(Kab. Bogor). Merupakan UPT Dinas Kesehatan propinsi DKIJakarta (DKI Jakarta tidak mempunyai Dinas Kesehatan Ka-bupaten) dengan kapasitas 137 tempat tidur (kelas III : 117,kelas II : 20 dan tidak ada kelas I atau VIP). Berdiri di atas lahanseluas 13.400 meter persegi dengan luas bangunan 5.000 meter

3 6 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 38: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

persegi berupa bangunan 2 lantai:Pelayanan yang disediakan berupa rawat jalan, rawat inap,

gawat darurat, kamar operasi dan kamar bersalin/tindakan: Di-layani oleh 329 tenaga yang terdiri dari 15 dokter spesialis, 10dokter umum, 6 dokter gigi, 209 paramedis (perawatan dan nonperawatan) serta 89 non medis:

Tingkat pemanfaatan tahun 1992/1993 :Kunjungan rawat jalan : 127:151 kunjunganKunjungan gawat darurat : 11:321 kunjunganPasien masuk rawat inap : 6:819 orangHari rawat pasien rawat inap : 31:722 hariBed occupancy rate (BOR) : 75 %Jumlah operasi (B, S, K) : 2:526 tindakanJumlah partus (biasa/penyulit) : 1.431 partus

Sejak 1 Oktober 1992 telah melaksanakan ujicoba sebagaiunit swadana DKI Jakarta selama 3 tahun mulai 1992/93 s/d1994/95 (penetapan Gubernur sebagai unit swadana Juni 1992)dengan sasaran pada tahun 1994/95 seluruh biaya operasional(di luar gaji) dapat dipenuhi oleh rumah sakit sendiri.

STRATEGI RSUD PASAR REBO MENUJU SWADANASejak semula disadari bahwa kata kunci untuk keberhasilan

sebagai unit swadana (bahkan keberhasilan untuk tetap survive)adalah mutu pelayanan dan determinan yang paling besar ter-hadap mutu pelayanan adalah SDM (sumber daya manusia):Sementara itu disadari pula bahwa SDM adalah kelemahanutama RSUD Pasar Rebo:

Untuk mengatasi kelemahan yang ada dan mengantisipasiperkembangan ke depan, peningkatan SDM RSUD Pasar Rebotentunya tidak dilakukan hanya pada tahap persiapan ujicobaswadana saja, tetapi terus dilaksanakan pada tahap ujicoba danbahkan pada tahap swadana penuh (continuing process):

Oleh karena itu strategi pembinaan SDM seharusnya men-jadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan operasionalsehari-hari: Artinya, setiap kegiatan operasional yangmenghasilkan output teknis harus juga menghasilkan outputpembinaan SDM: Dengan demikian semua kegiatan (besar dankecil) secara sadar akan menjadi instrumen untuk pembinaanSDM:

Untuk dapat mengidentifikasi output pembinaan SDM (out-put sikap individu/kelompok) dari setiap kegiatan operasionalrumah sakit dibutuhkan manajer/supervisor yang terlatih/pekaterhadap hal tersebut: Ini membutuhkan upaya yang tekun danterus menerus dan melelahkan: Dan hal ini belum ada/diketahuiada acuannya, khususnya diorganisasi rumah sakit:

KEGIATAN PADA MASA PERSIAPAN UJICOBAKeppres 38/1991 mengenai swadana ditetapkan Nopember

1991: Walaupun demikian Depkes telah mencalonkan RSUDPasar Rebo (bersama 4 RSU Depkes dan 10 RSUD lain) sejakakhir tahun 1990:

Bulan Februari 1991 RSUD Pasar Rebo menyelenggarakanlatihan manajemen terapan dengan pendekatan team buildinguntuk kelompok supervisor (30 orang): Pendekatan team build-ing bertujuan :

1. Mendorong suasana harmonis di lingkungan kerja2. Adanya kesatuan bahasa di antara para karyawan3. Mendorong komunikasi terbuka4. Menimbulkan adanya itikad baik dalam bersikap5. Mendorong saling percaya antar anggota organisasi6. Adanya saling mendukung sesama anggota kelompok7. Upaya mengatasi/menyelesaikan perbedaan pendapat se-cara dewasa, lugas dan objektif:8. Ikhlas dalam menerima pimpinan:

Latihan ini dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan yangterus menerus dan bersinambungan di setiap unit/kelompokkerja maupun antar unit/kelompok kerja sepanjang tahun 1991dengan menggunakan pendekatan yang sama: Pada umumnyasetiap pertemuan dimulai dengan berbagai masalah teknis yangada dalam kelompok atau antar kelompok dan dihadiri oleh Pim-pinan dan dipandu oleh fasilitator: Kelompok dengan bantuanfasilitator makin lama makin mampu mengidentifikasi berbagaifaktor sikap individu/kelompok yang menjadi sebab atau faktorpenyulit dalam setiap penyelesaian masalah teknis: Pada akhirpertemuan biasanya masalah teknis dapat diselesaikan dandemikian juga dengan masalah sikap:

Kegiatan lain yang dilakukan adalah studi banding ke ber-bagai rumah sakit di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang bertujuanuntuk melihat langsung kelebihan yang dimiliki rumah sakityang dikunjungi dan melihat kemungkinan penerapannya diRSU Pasar Rebo. Sebelum studi banding seluruh peserta (35orang terdiri dari manajemen : 4 orang, supervisor/pelaksana : 30orang) disiapkan untuk pencapaian tujuan studi banding. Semuatemuan ditindak lanjuti sampai tuntas melalui pertemuan kelom-pok/antar kelompok:

Setelah berlangsung setahun, kami merasakan perubahansikap di kalangan petugas rumah saint, antara lain :• Adanya kesamaan persepsi dalam mengartikan rumah sakitPasar Rebo (apa, siapa, bagaimana, siapa saya dalam rumahsakit):• Pimpinan rumah sakit mendapat banyak informasi tentangkeadaan rumah saint langsung dari karyawan pelaksana ke-giatan/pelayanan (informasi yang valid dan reliable):• Karyawan bebas mengeluarkan pendapat (dapat diketahuitingkat pemahaman teknisnya):• Karyawan merasa dihargai:• Timbulsikapdewasadanpositippadaindividudalammeng-atasi/menyelesaikan beda pendapat:• Adanya rasa memiliki yang tinggi terhadap kelompok:• Adanya rasa bangga terhadap rumah sakit:• Rasa saling percaya antar pelaksana dan pelaksana kepadamanajer dan sebaliknya:• Timbul norma yang disepakati:• Timbul suasana terbuka (sangat manfaat dalam melihat/me-mecahkan/mengatasi masalah/beda pendapat:

KEGIATAN PADA MASA UJICOBATahun 1992 terbit Keputusan Gubernur tentang penetapan

RSUD Pasar Rebo sebagai unit swadana, Keputusan Gubernurtentang perubahan organisasi RSUD Pasar Rebo dan keputusan

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 37

Page 39: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Depkes untuk memulai program Implementasi Peningkatan Mutudi RSUD Pasar Rebo:

Dengan kondisi SDM/organisasi RSUD Pasar Rebo sepertidi atas, proses implementasi program Depkes mula-mula dirasa-kan agak alot masuknya tetapi pada akhirnya dapat bergulir cepatdan malahan berkembang: Alot karena proses penyamaan persepsiantara organisasi RSUD Pasar Rebo dan organisasi konsultanmembutuhkan waktu dan ketekunan sendiri: Bahwa kemudianbergulir cepat dan berkembang adalah karena doronganmanajemen yang sudah sama persepsinya:

Pelaksanaan perubahan struktur organisasi dan perubahansistem keuangan rumah sakit sebagai tindak lanjut KeputusanGubernur juga dilaksanakan secara perlahan dan hati-hati melaluipertemuan terus menerus dengan pendekatan teambuilding.RSUD Pasar Rebo dalam kegiatan ini selalu mendapat bantuanfasilitator dari BLKM Nasional Cilandak dan Pusdiklat Depkes:

Pada akhir tahun 1992 kami merasakan beberapa hasil yangcukup mendasar pada tingkat organisasi dan ini terasa sangatmembantu kelancaran pengelolaan rumah sakit, di antaranya :– Terbentuknya kelompok manajemen yang membantu pim-pinan– Tersusunnya missi rumah sakit– Tersusunnya rencana strategis rumah sakit– Kejelasan organisasi– Kejelasan dalam uraian tugas– Kesiapan karyawan dalam menerima perubahan:

KESIMPULAN1) Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit mau tidak mausudah menjadi keharusan bagi rumah sakit apabila rumah sakitingin tetap survive, terlebih lagi bagi rumah sakit pemerintahyang menjadi unit swadana:2) Untuk melakukan upaya peningkatan mutu, langkah per-tama yang harus dilakukan adalah penyamaan persepsi tentangmutu itu sendiri dan kegiatan apa yang perlu dilakukan terutamapada tingkat pembuat keputusan dan manajer pelaksana:3) Unsur SDM merupakan bagian yang paling penting dalampembinaan upaya peningkatan mutu yang terus menerus didalam suatu organisasi:4) Dari setiap kegiatan operasional sesungguhnya dapat ditariksesuatu atau disimpulkan sikap individu/kelompok yang dapatdimanfaatkan untuk pembinaan sikap SDM karyawan:5) Program GKM (gugus kendali mutu), 5-S (keberhasilan,ketertiban, kerapihan) dan lain-lain adalah beberapa kegiatanteknis yang dapat dilakukan di lingkungan rumah sakit:6) RSUD Pasar Rebo mencoba menerapkan upaya peningkatanmutu pelayanan dengan tujuan ganda, artinya selain tujuanpeningkatan mutu dapat terjadi ada juga tujuan sikap individulkelompok (individual/team development) yang juga dapat ter-capai. Ternyata pada masa pra ujicoba dan masa ujicoba pen-dekatan ini sangat membantu manajemen rumah sakit dalammengelola perubahan rumah sakit Pasar Rebo menjadi Unitswadana Daerah:

38 Cermin Dunia Kedokieran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Cermin Dunia KedokteranUntuk segala surat-surat, pergunakan alamat :

Redaksi

Majalah Cermin Dunia Kedokteran

P.O. Box 3105, Jakarta 10002

cantumkan

kodepos pada alamat lengkap anda

Page 40: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Mutu Dan Biaya PerawatanMaria I. Widjaja SKM

Rumah Sakit St: Carolus, Jakarta

PENDAHULUANDalam membahas mutu dan biaya keperawatan di rumah

sakit, saya awali dengan telaah sepintas tentang prakiraankecenderungan Pelayanan Keperawatan dalam konteks Pe-layanan Rumah Sakit:

Tingkat pendidikan masyarakat yang pada umumnya sudahlebih maju, menyebabkan makin meningkatnya kesadaran klienakan hak-haknya. Keadaan sosial ekonomi cenderung meningkat,berdampak pada perubahan pola hidup masyarakat dan meng-akibatkan pola penyakit yang makin beragam, serta meningkatkankebutuhan dan tuntutan dalam hal pelayanan: Umur rata-rataharapan hidup meningkat, sehingga komposisi penduduk usialanjut meningkat, semakin banyak penyakit degeneratif danpenyakit kronis:

Kemajuan iptek yang pesat memungkinkan lebih terse-dianya sistem informasi dan kemajuan iptek juga terkait dengankecanggihan dalam upaya menegakkan diagnosis yang meski-pun di satu sisi mempermudah pelaksanaan pekerjaan tapi di sisilain sering berdampak pada mahalnya biaya asuhan: Masyarakatdengan daya emban tinggi akan makin berkesempatan memi-lih pelayanan kesehatan, sedangkan masyarakat yang berdayaemban rendah harus berupaya untuk menjadi sehat denganbiaya yang makin tak terjangkau sehingga muncul upaya-upayaasuransi kesehatan:

Menghadapi berbagai perubahan tersebut, rumah sakitmenjadi semakin lebih luas orientasinya yaitu tidak hanya untukfungsi sosial, tapi juga fungsi pengembangan iptek dan fungsiekonomik.

Sehubungan dengan tuntutan kebutuhan untuk mengatasimasalah kesehatan yang semakin kompleks serta kemajuan iptek,munculnya berbagai profesi baru dan berbagai bidang spesial-

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21- 25 November 1993.

isasi dan subspesialisasi kedokteran, serta masyarakat yangsemakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya tentangkesehatan, menuntut kerjasama dan kolaborasi berbagai profesikesehatan. Semua profesi kesehatan harus menata diri meng-hadapi tuntutan kebutuhan masyarakat yang suclah semakinmeningkat tersebut:

Keperawatan dinyatakan sebagai bentuk pelayanan pro-fesional sejak Lokakarya Nasional 1983 dan selanjutnyakeperawatan sebagai ilmu; dilakukan oleh tenaga yang mem-punyai keahlian dan kewenangan serta perlu standar profesi:

Bertolak dari prakiraan kecenderungan yang dihadapi pela-yanan keperawatan yang demikian telah terjadi berbagai perge-seran khususnya dlalam sifat pelayanan keperawatan.Sifatpelayanan keperawatan yang semula berorientasi pada proseduratau instruksi dokter menjadi pelayanan yang berorientasi padail mu dan metoda ilmiah; dari teknologi sederhana menjaditeknologi canggih yang cenderung membuat pelayanan menjadibiaya tinggi: Selain itu sebagai dampak dari adanya spesialisasibidang kedokteran, pelayanan cenderung menjadi terfragmen-tasi, sehingga menuntut kemampuan lebih tinggi dari kepera-watan untuk mengintegrasikan semua pelayanan tersebut demikeutuhan klien sebagai pribadi: Lingkup praktek keperawatansudah semakin luas, memperkuat dan memperluas apa yangmerupakan fungsi kritis keperawatan pada tatanan akut dankronis:

Dengan melihat kecenderungan pelayanan keperawatan dirumah sakit dan berbagai pergeseran dalam sifat pelayanannya,maka keperawatan dalam menjawab tuntutan kebutuhan ma-syarakat akan pelayanan yang bermutu dan terjangkau, perlumemperhatikan berbagai kondisi antara lain menyangkut nilai-nilai sosial masyarakat, tuntutan masyarakat, saranadan prasarana

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 9/, /994 3 9

Page 41: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

serta sumber daya manusia yang tersedia serta karakteristikklien pengguna jasa: Perhatian masyarakat akhir-akhir ini ter-tuju kepada asuhan kesehatan dan khususnya terhadap mutu,biaya dan maknanya bagi kesejahteraan masyarakat:

Keperawatan perlu memikirkan bagaimana asuhan ke-perawatan dilaksanakan, bagaimana sistem pemberian asuhankeperawatan dikembangkan dan dibina, mutu keperawatan dijagaserta bagaimana sumber yang diperlukan dikembangkan dandiutilasi:

Dalam makalah ini akan dibahas tentang kepedulian pera-wat menghadapi persoalan pemberian asuhan yang bermutusementara berhadapan dengan meningkatnya biaya dan sumberdaya yang terbatas:

PENGERTIAN DASAR1) Asuhan Keperawatan

Merupakan tradisi yang sudah berlangsung lama bahwakeperawatan dipandang sebagai peran pemberi asuhan, bahkanada yang menyebutkannya sebagai the major caring profession:Dengan sebutan ini tidak mengherankan apabila masyarakatmengharapkan bentuk asuhan yang simpatik dari perawat.

Fungsi unik perawat menurut International Council ofNurses(ICN-1968) adalah (terjemahan bebas) :Membantu seseorang, sakit maupun sehat dalam pelaksanaanberbagai kegiatan yang mendukung kesehatan atau pe-nyembuhan (atau untuk meninggal dunia dengan tenang) yangseseorang dapat melakukannya tanpa bantuan apabila ia mem-punyai kekuatan, kemauan atau pengetahuan:

Dari batasan tersebut dapat dianalisis tiga hal pokok yaitupertama, tindakan keperawatan merupakan tindakan bantuan;kedua, bantuan diberikan untuk kegiatan-kegiatan yang bia-sanya dilakukan seseorang tanpa bantuan; dan ketiga, ketidak-mampuan yang menyebabkan seseorang memerlukan bantuanperawat diakibatkan oleh kurangnya kekuatan, kemauan ataupengetahuan: Dari mereka bahwa hakikat keperawatan adalahassisting, helping, and giving services: Selanjutnya dinyatakanbahwa pengelompokan fungsi dengan mana asistensi dan per-tolongan itu diberikan adalah pertama, berbagai fungsi umumasuhan diri (self-care) dan kedua, kegiatan-kegiatan yang me-rupakan dampak dari penyimpangan kesehatan atau penyakitseseorang: Oleh karena itu sejalan dengan fungsi utama medikadalah mendiagnosis penyakit dengan pandangan untukmemberi pengobatan dan penyembuhan, maka terdapat fungsiyang sama pentnignya pada keperawatan yaitu mengkaji keti-dak-mampuan dan ketidak-berfungsian seseorang berkaitandengan kegiatan asuhan diri dan menggantikannya dengantindakan asistensi dan pertolongan: Inilah yang dimaksudasuhan keperawatan:

Batasan tentang keperawatan yang dianut di Indonesia yangmerupakan produk Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun1983 banyak dipengaruhi oleh definisi ICN tersebut:

Selanjutnya batasan tentang asuhan keperawatan yangdirumuskan oleh kelompok kerja keperawatan Konsorsium IlmuKesehatan (1992), adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan

pada praktek keperawatan yang diberikan kepada klien padaberbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakanproses keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggungjawab keperawatan: Asuhan keperawatan ditujukan untukmemandirikan dan atau mensejahterakan klien, diberikan se-suai dengan karakteristik ruang lingkup keperawatan, dikelolasecara profesional dalam konteks kebutuhan asuhan kepera-watan:

2) Kedudukan Asuhan Keperawatan di dalam RumahSakit

Nampaknya Rumah Sakit secara dominan merupakan pusattempat terselenggaranya praktek keperawatan, tempat dua daritiga perawat memilih untuk berpraktek dan tempat konsumermengidentifikasi keperawatan: Departemen Keperawatan diRumah Sakit memberi layanan asuhan klien 24 jam sehari, 7hari seminggu: Sesungguhnya kedudukan asuhan keperawatandalam pelayanan di Rumah Sakit dapat bersifat independen,dependen dan bahkan interdependen terhadap berbagai pela-yanan yang ada di Rumah Sakit:

Fungsi-fungsi esensial perawat antara lain mengkontrollingkungan penyembuham, membantu rehabilitasi atau me-monitor dan menanggulangi klien dengan penyakit kronis.Lagipula perawat dalam menjalankan tugasnya banyak terkaitdengan mengawasi teknologi yang kompleks, memberi infor-masi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahamikebutuhan klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati:Tidak mengherankan apabila dalam upayanya memberi pela-yanan yang ideal tujuan utama pelayanan keperawatan diRumah Sakit menurut McEachern adalah memberi asuhankeperawatan yang efektif, terencana dengan baik dan amanbagi klien dan kedua adalah melaksanakan pendidikankeperawatan:

Agar keperawatan dapat menjadi pelayanan yang profesional,dalam praktek hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah ke-profesian meliputi ciri intelektual, komponen praktek, pelayanankepada masyaralat dan otonomi:

Melihat kegiatan praktek keperawatan pada umumnya dirumah sakit dan kecenderungan perkembangan keperawatan dimasa mendatang menghadapi meningkatnya tuntutan kebu-tuhan masyarakat di bidang pelayanan kesehatan, maka kitaperlu waspada terhadap beberapa hal di pelayanan keperawatandi rumah sakit, antara lain :1) Transfer teknologi kedokteran dan keahlian klinis kepadaperawat

Keterlibatan pada penerapan langsung teknologi medikmodern menimbulkan dilema bagi perawat yang harus terusmenerus memeriksa apakah berbagai teknologi sesuai untukmengubah kondisi klien dan untuk diagnostik dan regimenpengobatan: Namun dalam struktur rumah sakit, perawat tidakmempunyai otoritas mandiri untuk membuat keputusan tentangkapan dan bagaimana menerapkan teknologi medik yang saatini seringkali merupakan tanggung jawab langsung mereka.

Meskipun telah lama terjadi transfer teknologi dan keahlian

40 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 42: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

klinis dari dokter kepada perawat seperti pemberian suntikanintramuskuler, obat-obat intravena, catheter foley, namun posisikeperawatan tetap dianggap aneh, karena perawat seolah-olahdikotakkan untuk peran yang seringkali harus mengambil kepu-tusan dan beberapa bahkan menjadi faktor penentu hidup matiklien, tetapi peraturan rumah sakit hanya mengakui dokter yangmempunyai otoritas untuk membuat keputusan: Situasi tersebutdapat mengakibatkan perawat bekerja seperti robot, apa yangdiinstruksikan dokter dilaksanakan meskipun jelas bahwa haltersebut tidak tepat atau tidak untuk kepentingan klien. Tek-nologi berkembang dengan menakjubkan:Kewajiban kitauntuk mengingat bahwa teknologi diciptakan untuk pelayananmanusiawi, bukan sebaliknya: Upaya terencana harus dibuatuntuk membantu klien agar nyaman dengan teknologi bukantakut. Semakin teknologi digunakan, semakin mengundangsumber-sumber manusiawi kita untuk menjelaskan, me-nenangkan, untuk tetap menghadirkan sentuhan manusiawi danuntuk memperlihatkan kepedulian:

2) Perubahan Pola Praktek DokterTuntutan yang meningkat akan pelayanan kedokteran

spesialistik, terbatasnya jumlah dokter ahli, dan pertumbuhanjumlah rumah sakit yang cepat, mengakibatkan waktu paradokter secara fisik berada di rumah sakit tertentu menjadi ber-kurang. Keadaan tersebut memberi dampak perawat harusmengemban tanggung jawab yang makin besar untuk supervisidan membuat penilaian profesional tentang klien saat doktertidak di tempat:

Di samping itu, praktek medik spesialistik cenderungmeningkatkan jumlah dokter yang terlibat dalam asuhan klien:Keadaan tersebut menuntut terpeliharanya interaksi perawat/dokter dengan sejumlah spesialis yang keadaannya sibuk danpada kenyataannya seringkali perawat terpaksa membuatkeputusan mandiri saat dokter tidak ada: Spesialis berfokuspada persoalan khusus dan teknologi diagnostik serta terapetiktertentu untuk persoalan tersebut: Tanggung jawabnya terbatasuntuk pengintegrasian semua aspek asuhan. Oleh karena itu se-makin banyak spesialis terlihat dalam asuhan, sesungguhnyasemakin diperlukan perawat yang punya otoritas sah dalamkemandirian pengambilan keputusan untuk menjamin agar semuabagian dari "regimen medik" secara bersamaan sesuai dan bahwakeamanan serta kesejahteraan klien terjamin:

3) Hakekat Populasi KlienPerubahan pola praktek menyebabkan sedikit saja orang

yang masuk rumah sakit dengan sakit ringan dan lama hari rawatklien dengan masalah kompleks tebih pendek: Populasi klien dirumah sakit dengan sakit yang lebih parah, menyebabkan derajatketergantungan klien kepada perawat lebih besar dalam segalahal:

Klien karena hakikat keadaan sakitnya, memerlukan "peng-amatan yang konstan", penggunaan judgment klinis, danpengkoordinasian berbagai pelayanan yang diberikan oleh oranglain: Perawat harus mampu membedakan kapan suatu kondisimerupakan awal dari krisis yang mengancam kehidupan dari

sesuatu yang sifatnya ketidak-nyamanan yang biasa, sertamengambil tindakan yang dilandasi penilaian profesional (in-formed professional judgement): Kombinasi dari klien yanglebih kompleks keadaan sakitnya dan tidak adanya supervisimedik berkelanjutan, memerlukan perawat yang mandiriuntuk membuat keputusan penting: Namun struktur rumah sakitsaat ini belum mengakui kenyataan tersebut:

4) Koordinasi Pelayanan Rumah SakitKemampuan memberi asuhan dipengaruhi oleh kualitas

dan konsistensi dari pelayanan penujang:Pengorganisasian rumah sakit umumnya tidak memberi

perawat otoritas terhadap mereka yang menyediakan pelayananpenunjang: Perawat tidak mungkin mengalihkan sumber-sumberrumah sakit untuk melaksanakan fungsi-fungsi penunjang se-cara lebih tepat: Dengan situasi demikian perawat hanyapunya satu pilihan yaitu menyebarkan karyawan keperawatandari asuhan langsung untuk memberikan pelayanan penunjangtersebut:

Penggunaan waktu perawat untuk pelayanan penunjangmengakibatkan penurunan produktivitas dalam keperawatanklinis dan juga perawat kehilangan kontrol terhadap praktekmereka: Lagipula yang sangat disayangkan adalah bahwamaksud tujuan dan talenta terbaik akan hilang sia-sia bila pera-wat tak punya waktu untuk memberi asuhan langsung kepadaklien:

Dilema yang dihadapi para perawat adalah bahwa diamengemban tanggung jawab untuk keterlaksanaan pekerjaan,tapi tak punya kewenangan sah untuk pengambilan keputusansehubungan dengan pengalokasian sumber-sumber.

5) Ekspektasi KarirTenaga kerja perawat utamanya terdiri dari kaum wanita:

Dulu pekerjaan sebagai perawat kebanyakan merupakan pe-lengkap pendapatan keluarga, tetapi sekarang orang mulaimemandang karir sebagai komitmen seumur hidup: Ini menye-babkan bahwa akhir-akhir ini perawat mengharap pengidenti-fikasian diri sebagai "profesional", kondisi kerja yang memadaidan hubungan profesional:

Gambaran nyata tentang praktek keperawatan di rumahsakit seperti di atas dapat membuat keperawatan menyimpangdari hakikat idealnya sebagai asuhan manusiawi dan sebagaipelayanan yang dilandasi oleh ilmu dan kiat keperawatan:Meskipun nampaknya keperawatan di rumah sakit dianggapberpotensi besar dalam memberikan kontribusi yang bermaknapada pelayanan rumah sakit karena keunikan pelayanannyayang sifatnya konstan, berkelanjutan, kordinatif dan advokatif,namun untuk mewujudkan pelayanan tersebut secara bermututampaknya perlu lebih dulu dilakukan negosiasi ulang tentangkondisi hubungan kerja perawat - dokter - rumah sakit:

MUTU ASUHAN KEPERAWATAN1) Falsafah Dasar

Membahas mutu secara tepat bukan pekerjaan yang mu-dah, lebih-lebih untuk menetapkan dan mengkuantifikasi mutu

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No: 91, 1994 41

Page 43: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

asuhan kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanyaberbagai batasan tentang mutu asuhan kesehatan sebagai beri-kut :1) Bila mutu dapat diidentikkan sebagai service ideal, makadapat disimak pendapat Styles yang dikutip Leddy (1985)menyatakan : Pelayanan yang ideal meliputi kegiatan yangterorientasi pada tujuan utama, kemampuan untuk melaksana-kan, dan kepedulian terhadap sesama yang diwujudkan dalambentuk pengasuhan.2) Denis S: Tachiki (1993) : Service quality is the conformanceto customer's specifications:

Five dimensions of service quality :a) Tangibles : facilities, equipment, appearance of customercontact personnel:b) Reliability : dependablity, accuracy.c) Responsiveness : promptness, efficiency.e) Empathy : caring, individualized, need-meeting services:3) ICN (1993) : Quality health care : the extent to which theprocess of care increases the chance of desirable outcomes andreduces the chance of undesirable ones:

Kualitas asuhan tergantung tiga aspek asuhan yangmencakup :– Struktur : pengorganisasian, ketatalaksanaan, fasilitas,perlengkapan- Proses : ketenagaan, intervensi, klien- Keluaran : kesehatan individu dan masyarakat (fisik,emosional, sosial dan ekonomi), penggunaan sumber.

Oleh karena itu membahas mutu asuhan merupakan suatuupaya yang sangat kompleks.4) Henderson (1990) : "Excellence in nursing is dependentupon what the candidate brings to it, and that it can be measuredby the quality of the individual's personal life, by her/his contri-bution as a member of a community, as well as by the professionalservice he/she offers society. Excellence, suggests the well-rounded, or complete person".

Dari berbagai batasan atau pendapat tentang mutu dapatdisarikan tentang pentingnya memperhatikan ketiga unsur -masukan, proses dan keluaran, dan mengacu pada asuhankeperawatan yang bersifat manusiawi, dapat diterima, memuas-kan dan didasarkan atas objektif klien. Tanpa mengurangi artipenting fasilitas, perlengkapan dan khususnya tentang sumberdaya manusia sebagai unsur masukan, Henderson berpandanganbahwa kualitas calon perawat dapat mempengaruhi keunggulankeperawatan. Pandangannya ini agaknya perlu diperhatikan olehpara pengelola pendidikan keperawatan agar institusinyamampu memproduksi tenaga-tenaga yang berkualitas. Makajelas kiranya bahwa untuk memperoleh asuhan keperawatanyang bermutu di rumah sakit, perlu dicarikan cara-cara agarketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalampelayanan.

2) Keluaran dan ProsesIlmu keperawatan berdasarkan pada kerangka kerja teoritik

yang Was yang diterapkan ke praktek keperawatan melaluimetoda yang disebut proses keperawatan: Proses keperawatanmerupakan pendekatan pemecahan masalah secara terencana,

yang mempersyaratkan ketrampilan kognitif, teknis dan inter-personal, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien dankeluarga:

Teori dan proses keperawatan sebagai kerangka kerja me-rupakan hal yang sangat penting, namun untuk menghasilkansuatu keluaran yang bermutu yang harus diperhatikan adalahmodel atau sistem asuhan yang efektif dan efisien.Keterlaksanaan asuhan yang bermutu perlu dipersiapkan melaluisuatu model atau sistem pemberian asuhan keperawatan yangmantap: Sistem ini mengandung tujuh elemen utama yaitupengaturan struktur keperawatan, sistem penugasan, perbedaanpraktek perawat, penggunaan riset, sistem dokumentasi, formu-lir pengkajian klien waktu masuk, dan diagnosis keperawatan.

Dari ketujuh elemen tersebut sementara ini yang sangatkrusial dan dianggap tepat dibahas dalam forum ini adalahtentang Pengaturan Struktur Keperawatan (Nursing Govern-ance) dan Sistem Penugasan.

Pengaturan Struktur Keperawatan, yang mencakup tentangstruktur kewenangan dan kontrol telah bergeser dari modelbirokrasi yang terpusat menjadi partisipasi komite dan penge-lolaan unit secara mandiri. Pengaturan demikian penting untukmengembangkan sistem pemberian asuhan berarti bahwa stafklinis keperawatan bersatu dengan perawat eksekutif memban-gun lingkup praktek: Agar pengaturan struktur keperawatantersebut dapat terwujud perlu perubahan peran baik pada perawatstaf maupun pada perawat pengelola.

Sedangkan dalam elemen sistem penugasan terdapat duakomponen yaitu pendistribusian pekerjaan dan tanggung gugatuntuk asuhan. Pada penelitian terbukti ada pergeseran ke arahcase management. Konsep ini mencakup nilai yang terkaitdengan asuhan yang cost effective. Dengan case managementrencana terjabarkan untuk pemanfaatan sumber-sumber dankolaborasi antar disiplin. Untuk case management yang efektifperawat klinis perlu tambahan pengetahuan dan ketrampilandalam perencanaan asuhan, termasuk kolaborasi antar disiplin,negosiasi dan aspek finansial asuhan serta berbagai sumberkelembagaan dan komunitas.

Menjamin mutu asuhan tidak terlepas dan harus mulaidengan menetapkan standar. Hanya dengan penetapan standar,maka kualitas asuhan kesehatan dapat dicapai. Standardimaksudkan untuk menetapkan kualitas peiayanan agar ma-syarakat terlindungi dengan menjamin asuhan keperawatanyang kompeten dan terjangkau. Dengan adanya standar, akantersedia tolok ukur untuk keperluan perencanaan, implementasidan mengkaji kualitas pelayanan. Sebagai ukuran kualitas dankuantitas yang berlaku, standar harus memenuhi kebutuhanmasyarakat dan sesuai dengan sumber daya yang tersedia.

Dalam keperawatan dikenal tiga macam standar yaitu yangmempedomani pemberian asuhan atau proses keperawatan di-sebut standar praktek; yang menguraikan keluaran yangdiharapkan disebut standar asuhan dan standar keluaran adalahyang menguraikan hasil akhir asuhan yang diharapkan, terdiridari perubahan yang terukur dari pelaksanaan kegiatan kepera-watan: Ketiga standar ini mempunyai peranan penting dalammengevaluasi efektivitas kegiatan asuhan keperawatan: Namun,

42 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 44: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

keluaran dari kegiatan keperawatan tak lagi dapat dievaluasisecara tersendiri atau terisolasi.

Tentang keluaran dapat dilihat dari berbagai segi :ICN (1993) : Asuhan yang berkualitas mempunyai berbagai

elemen :1) Meningkatnya kesehatan dalam waktu sesingkat mungkin.2) Menekankan kepada pencegahan, penemuan dini dantreatment.3) Diberikan pada waktunya, tak tertunda.4) Dengan landasan pemahaman terjadi kerjasama dan partisi-pasi klien dalam membuat keputusan tentang proses asuhan.5) Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah dan cakap dalampenggunaan teknologi dan sumber-sumber keprofesian.6) Menunjukkan kesadaran akan stres dan kecemasan klien(dan keluarga) dengan concern akan kesejahteraan klien secaramenyeluruh:7) Memanfaatkan dengan efisien teknologi yang tepat dansumber-sumber asuhan kesehatan lain:8) Secara memadai didokumentasikan untuk memungkinkankontinuitas asuhan dan telaah sejawat.

Henderson (1990) :1) Decreased mortality rates among those she serves:2) Decreased morbidity rates with respect to certain diseasesor conditions such as impetigo in infants, rickets in children, orpuerperal sepsis in mothers:3) Decrease in symptoms of nursing neglect such as pressuresores or incontinence:4) Decrease in psychological withdrawal symptom, negativ-ism,ormutism.5) Decrease in dependency with respect to daily activities orthe degree of rehabilitation achieved:6) Favorable opinions of care given by the nurse as expressedby the patient, his family, other nurses, or associated medicalpersonnel:

Dari kedua sumber tersebut, nampak bahwa keluarandinyatakan dengan cara yang berbeda-beda; ICN lebih me-nekankan pada aspek kualitatif, sedangkan Henderson padaaspek kuantitatif.

Bertolak dari proses yang ditata dalam sistim pemberianasuhan keperawatan yang mantap dan dengan pandangan tentangkeluaran seperti di atas, maka keperawatan dalam upayanyamenjaga mutu sesungguhnya telah melakukan tanggung jawab-nya dengan mengembangkan dan memberlakukan standard ke-profesian sejak dari seleksi, persiapan sampai dengan praktekpara anggotanya.

Rangkaian inilah yang akan membuktikan kepada masya-rakat tentang bagaimana keperawatan memenuhi kewajibannyadalam kontrak sosialnya dengan masyarakat: Dengan kata lainkeperawatan akan menjamin bahwa pelayanan yang diberikanbermutu tinggi, bahwa yang melaksanakan adalah tenaga yangkompeten, dan akan berfungsi secara efektif:

3) Peran Asuhan Keperawatan dalam Menjaga Mutu diRumah SakitMenjaga mutu harus tetap menjadi misi utama rumah sakit

dan hal ini harus menjadi perhatian utama para pengelola kepe-rawatan: Para pengelola keperawatan harus menyadari bahwapendekatan kualitas dalam industri jasa kesehatan menjadisemakin penting dan terus menerus dikembangkan: Hal ini di-dasari pandangan dan kenyataan bahwa keperawatan merupakanposisi kunci karena sebagai departemen terbesar di rumah sakit,selain menyediakan pelayanan 24 jam sehari 7 hari seminggu,juga karena membawahi angkatan kerja terbesar – lebih dari50% tenaga kesehatan rumah sakit – dan mengelola palingtidak 50% dari anggaran rumah sakit: Pemahaman ini lebihditunjang lagi dengan kenyataan bahwa keperawatan mem-punyai kontak yang konstan dengan klien sehingga sesungguh-nya perawat sebagai profesional kesehatan menjadi sangat ber-harga dan perannya tidak dapat digantikan: Bahkan keperawatansering dianggap sebagai jantungnya rumah:sakit karena di dalamupaya mewujudkan pelayanan yang holistik bagi klien, kepera-watan pada posisi yang sedemikian diharapkan mampu mengkoor-dinasikan dan mengintegrasikan semua asuhan, treatment, danpelayanan yang diberikan kepada klien: Di samping itu kepe-rawatan juga berperan dalam menginterpretasikan dunia rumahsakit yang umumnya asing kepada klien dan keluarganya:

Keperawatan telah dianggap sebagai the major caringprofession namun pada kenyataannya kontribusi keperawatantidak selalu dikenal karena dalam tradisi rumah sakit pelayanankeperawatan tersembunyi dalam layanan asuhan kesehatanyang diberikan: Ini mengakibatkan kontribusi keperawatandalam mencapai status kesehatan kurang dipahami oleh parapengelola rumah sakit, profesional kesehatan lain, konsumen danbahkan oleh kalangan perawat sendiri: Di samping itu yangpenting adalah bahwa asuhan keperawatan tidak digunakansebagai ukuran keberhasilan rumah sakit.

Dalam rangka menjaga mutu keperawatan, perlu disadarioleh para pengelola rumah sakit bahwa keperawatan yang amantidak identik dengan keperawatan yang bermutu. Untuk me-wujudkan keperawatan yang bermutu di samping ketersediaanfasilitas yang memadai, ada faktor penting yang sangat menen-tukan asuhan yang bermutu yaitu sumber daya manusia perawat:Bentuk nyata pengadaan dan pengembangan sumber daya, padadasarnya akan berbeda antara satu institusi dengan institusilainnya tergantung keyakinan rumah sakit tentang hubunganantara mutu dan biaya: Selanjutnya semua ini terpulang kepadapara pengelola rumah sakit:

ASUHAN KEPERAWATAN DAN BIAYAKandungan biaya (cost-containment) adalah isu pokok dalam

sistim asuhan kesehatan dan suatu konsep yang harus dipahamioleh perawat pada saat pengetatan biayadan makin meningkatnyapermintaan akan asuhan kesehatan: Sebagai departemen terbesardi rumah sakit pelayanan keperawatan sangat peka terhadapkebijaksanaan yang menyangkut perincian biaya rumah sakit:Mengingat anggaran asuhan kesehatan semakin diteliti, paraperawat harus membuktikan keefektifan dalam biaya:

Secara khusus pemerintah meminta rumah sakit untuk dapatmengendalikan biaya asuhan: Implikasinya departemen kepera-watan di rumah sakit mempunyai fungsi yang sangat kompleks

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 4 3

Page 45: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

yang memerlukan pendidikan/pelatihan dan ketrampilan khusus,dan pada kenyataannya Nursing Service Administration telahberkembang menjadi ilmu seperti Hospital Administration: Dibanyak negara maju para perawat pada semua tingkat telahbanyak belajar tentang ekonomi rumah sakit; para administratordi sana mengakui bahwa perawat dapat mengontrol biaya rumahsakit.

Biaya pelayanan rumah sakit yang terkait dengan asuhankeperawatan dapat dibedakan antara biaya langsung untuk asuhankeperawatan dan biaya tidak langsung: Secara garis besar yangtermasuk biaya langsung adalah kegiatan-kegiatan asuhankeperawatan (termasuk memberi bantuan langsung dalam me-laksanakan fungsi-fungsi keperawatan pada tingkat unit), penge-lolaan unit keperawatan, dan hanya tugas-tugas memeliharapencatatan, ketatausahaan dan pengelolaan yang secara khususdiperlukan untuk pemberian asuhan keperawatan:

Sedangkan biaya yang tidak langsung terdiri dari kegiat-an-kegiatan yang dilaksanakan pada level administratif daridepartemen keperawatan, mencakup antara lain ketatalaksana-an umum dari departemen, pensupervisian keperawatan (pen-

supervisian umum pada sore hari, malam dan akhir minggu);pengelolaan lingkungan; pengklasifikasian klien; program j amin-an mutu keperawatan; ketenagaan dan rekrutmen keperawatan;pelayanan kependidikan keperawatan (orientasi, inservice, danpendidikan berkelanjutan, program pendidikan kesehatan klien,program-program khusus lain); dan riset keperawatan:

Penghitungan Biaya Pelayanan Keperawatan merupakanproses mengestimasi nilai moneter dari pemberian asuhan ke-perawatan kepada klien: Biaya keperawatan dapat diestimasi perklien, per jam atau per hari:

Maksud/tujuan menghitung biaya pelayanan keperawatanadalah untuk lebih memahami biaya pemberian asuhan kepe-rawatan dan membuatnya lebih tampak: Hal ini memberi infor-masi penting untuk digunakan dalam berbagai upaya untukmeningkatkan mutu asuhan sambil mengontrol biaya, dan untuksecara lebih efisien dan tepat mempertimbangkan dan mengem-bangkan sumber daya keperawatan:

Manfaat penghitungan biaya pelayanan keperawatan adalahuntuk menunjukkan bahwa keperawatan adalah suatu sumberpendapatan (dikenal sebagai revenue center) daripada suatubeban pada institusi asuhan kesehatan: Penetapan keperawatansebagai revenue center sangat penting bagi institusi pelayanankesehatan pemerintah maupun swasta karena kedua institusitersebut dibiayai danlatau dibayar kembali sesuai dengan biayayang dikeluarkan: Dengan demikian, rumah sakit dan parapraktisi yang memberi asuhan pasien dengan kebutuhan asuhankeperawatan yang lebih besar harus ditopang dengan pem-biayaan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut:Bila biaya keperawatan disatukan dalam harga kamar dan ma-kanan atau dikelompokkan di bawah biaya tenaga kerja kepe-rawatan (nursing labour costs), perkiraan layanan asuhan ke-perawatan sehari-hari diperlakukan sama untuk semua klien,tanpa menghiraukan intensitas asuhan yang sebenarnya merekaperlukan: Akibatnya, merupakan hal yang mustahil untuk men-dokumentasikan perbedaan dalam pola konsumsi sumber daya

keperawatan (dan perlunya perbedaan beban kasus dan cam-puran tingkat ketrampilan) di berbagai unit di seluruh rumahsakit:

Asuhan yang Cost-EffectivePenghitungan biaya dapat membantu mengkaji bagaimana

memenuhi tuntutan asuhan kesehatan, dengan sumber daya yangtelah ditetapkan, melalui pengidentifikasian pendekatan manayang paling cost-effective: Meskipun efektivitas biaya meru-pakan isu yang sulit untuk dihadapi baik yang kaitannya denganaspek metodologi dan maupun aspek moral, tapi hal ini diper-lukan guna pembuatan keputusan yang obyektif:

Perawat tidak dapat mengabaikan isu ini, karena keputusanpenting tentang alokasi sumber daya seperti campuran staf,tingkat gaji, jenjang ketenagaan dan pola giliran jaga nampak-nya harus ditinjau kembali apabila anggaran ketat: Sebagai pro-fesional, perawat harus menjamin bahwa sumber daya yangtersedia dimanfaatkan secara efektif untuk kemanfaatan klien;

harus mengevaluasi apakah sumber daya cukup untuk memenuhipermintaan klien; menunjukkan pendanaan yang kurang atauketidak-tepatan penggunaan dana dengan melaksanakan analisissasaran secara jelas tentang pembiayaan keperawatan dan kar-yawan asuhan kesehatan lainnya:

Bertolakdari penilaian keprofesian dan sudutpandang peng-asuhan mengenai hubungan biaya-mutu, para perawatharusmenyatakan dengan tegas bahwa mutu dan standar asuhan diberibobot yang tepat dalam keputusan tentang efektivitas biaya: Paraperawat sebenarnya merupakan penerima pembiayaan utamarumah sakit, tetapi mereka juga nampaknya merupakan kelom-pok yang paling langsung bertanggung jawab untuk pemberianasuhan kesehatan: Apabila terminologi akunting diaplikasikan,mereka akan menjadi kelompok paling bertanggung jawabuntuk "nilai tambah" atau untuk menambah revenue: Oleh karenaitu mereka mempunyai hak dan juga kewajiban menjadi pusatketerlibatan dalam keputusan tentang pembiayaan dan peng-alokasian sumber daya demi efektivitas yang maksimal dalampemberian asuhan.

Indikator keperawatan yang efektif atau keperawatan yangbermutu menurut ICN mengutip pendapat Edwardson (1989)adalah :1) Tidak adanya angka kesakitan dan komplikasi yang dapatdicegah:2) Perbaikan dalam tindakan asuhan diri dan kemampuan:3) Perbaikan dalam pengetahuan kesehatan dan sikap:

Memberi asuhan yang cost-effective perlu usaha keras: Paraperawat tidak hanya harus sadar akan biaya dan waste, tapiharusjuga selalu mengikuti berbagai temuan riset keperawatan yangbaru: Kadang-kadang temuan tersebut menawarkan berbagaialternatif yang sifatnya cost-effective yang dapat danharusdiintegrasikan ke dalam kebijaksanaan dan praktek kesehatan:Tantangan bagi keperawatan adalah :1) Mendapatkan data yang kokoh tentang berbagai intervensiasuhan keperawatan yang cost-effective, dan2) Mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan akses kepadaberbagai proses yang bertanggung jawab untuk memformu-

44 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 46: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

lasikan dan mengimplementasikan kebijaksanaan dan perubah-an praktek.

Berikut ini adalah beberapa rekomendasi yang dapat mem-perbaiki kualitas asuhan dan kandungan biaya.

Pengelolaan Asuhan Klien• Perawat yang bermutu memberi asuhan yang cost-effective:-

Riset di UK dan US menunjukkan bahwa para perawat yangbermutu memberi asuhan yang lebih tinggi mutunya: Lagipula,dalam angkatan kerja yang kecil jumlahnya tapi dengan prosen-tasi RN yang tinggi ternyata memberi asuhan yang lebih baik,dan lebih cost-effective: Juga terbukti bahwa menggantikan stafterlatih dengan pekerja yang tak terlatih secara bermakna me-nurunkan mutu asuhan: Para pengelola dapat menghemat uangmelalui peningkatan jumlah perawat bermutu sementara me-ngurangi jumlah total angkatan kerja mereka:• Pengelolaan keperawatan secara kasus meningkatkan kuali-tas dan menurunkan biaya:

Pengelolaan secara kasus merupakan metode pengkoor-dinasian dan pengintegrasian asuhan untuk klien yang membu-tuhkan pelayanan yang ekstensif: Perawat pengelola kasusmemberi pelayanan kepada klien selama rentang sehat-sakit(kadang-kadang melewati berbagai tatanan): Seringkali keluargadan mereka yang terkait dilibatkan dalam pelayanan tersebut:Perawat melakukan negosiasi dengan berbagai pemberi asuhandalam rangka mendapatkan pelayanan yang terbaik untuk klien-nya: Tujuan utamanya meliputi : optimalisasi kemampuan asuh-an diri, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, me-ngurangi fragmentasi asuhan di seluruh tatanan, meningkatkanmutu kehidupan, memberikan asuhan yang bermutu, dan merincikandungan biaya: Dengan advokasi klien, meningkatkan kesi-nambungan dan mengurangi fragmentasi, mutu asuhanditingkatkan sementara biaya dikurangi:

Program pengelolaan kasus terbukti dapat meningkatkanmutu asuhan dan menghemat biaya: Hal tersebut ditandai olehberbagai faktor antara lain pendidikan klien dan keluarga lebihbaik, identifikasi dini tentang berbagai masalah klien dan ber-bagai hambatan terhadap asuhan yang mengakibatkan dilaku-kannya intervensi yang bersifat proaktif; identifikasi dini akanberbagai kebutuhan klien yang pulang dari rumah sakit; me-

ngurangi penundaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan;pengurangan duplikasi asuhan, berbagai test dan tritmen yangtumpang tindih:• Penganggaran Unit dapat meningkatkan penghematan biayasementara meningkatkan standar asuhan:

Penganggaran unit adalah suatu situasi di mana setiap unitdiperbolehkan mengelola anggaran unit sendiri: Perawat KepalaRuang mengemban tanggung jawab untuk memelihara danmemesan peralatan dan perlengkapan serta mengevaluasi efek-tivitas biaya dari semua barang yang dibelanja:

Manfaat nyata dari penganggaran yang dibuat dan dikelolaperawat adalah kemampuan dan hasrat dari para perawat untukmempertimbangkan berbagai kebutuhan klien, dan tidak hanyadampak finansial dari keputusan pembelanjaan: Hal tersebutmungkin merupakan suatu kesempatan baru bagi perawat untuk

mempengaruhi asuhan.Dengan menunjukkan efektivitas dari suatu alternatif in-

tervensi pada keluaran pasien, para perawat akan bebas untukmemesan peralatan dan perlengkapan yang telah dianggap palingefektif bagi para kliennya: Misalnya pembalut yang lebih disukaiperawat, akan dibeli karena sudah terbukti dapat mengurangiwaktu penyembuhan dan karenanya menurunkan biaya secarakeseluruhan.

Penganggaran unit menuntut perawat memiliki lebihbanyak pengetahuan tentang akuntansi, penggunaan teknologi

baru seperti komputer, dan secara terus menerus belajar sendiritentang peralatan dan perlengkapan baru yang dapat meningkat-kan mutu asuhan klien.

Berbagai intervensi menuju keperawatan yang cost-effec-tive dapat disimak dari beberapa hal berikut :• Perawat pada tatanan klinis dapat melakukan intervensiyang cost-effective, seperti contoh :* Hasil dari studi tentang hubungan antara intervensi psiko-logik singkat oleh staf keperawatan dan hari rawat klien post-opmenunjukkan bahwa hari rawat turun ± 1 1 /4 hari:* Dengan diperkenalkannya perawat praktisi pada klinik kar-diologi di RS Puerto Rico, waktu dan biaya medik rumah sakitterkurangi dan kepuasan klien meningkat sesudah perawatmengadakan konsultasi berkala setiap minggu bagi pasien de-ngan kegagalan fungsi jantung kronis.• Penurunan biaya perlengkapan medik dengan rasionalisasipenggunaan, memperbaiki sistim persediaan, dan mendorongdaur ulang serta pembebasan waktu keperawatan untuk asuhanklien langsung dengan perancangan sistim dokumentasi asuhanklien, seperti contoh berikut :* Sistim persediaan barang

Analisis secara rinci oleh perawat tentang biaya/pemakaianperlengkapan dan peralatan pada tujuh unit bedah di Leeds,England, menjurus ke perbaikan sistim kontrol persediaan ba-rang dan penghematan biaya sejumlah L 68:000 (seharga 15%dari anggaran perlengkapan). Bidang utama dari perbaikan :– mengurangi persediaan perlengkapan yang berlebihan– memperbaiki daur ulang peralatan– pemesanan perlengkapan terkoordi'nasi– menemukan alternatif berbagai sumber peralatan dan per-lengkapan yang cost-effective:* Record Klien

Perancangan kembali berbagai formulir dan merancangflow-sheetyang dilakukan oleh sekelompok perawat dan perawatpengelola berakibat efisiensi penghematan ± $ 500:000 padarumah sakit dengan 962 tempat tidur di Minneapolis, Minnesota,US:• Perawat pengelola harus mengambil peran kepemimpinandalam kelompok kerja multidisiplin yang membahas dan me-neliti biaya keperawatan dan efektivitas biaya tersebut. Kelom-pok tersebut dapat terdiri dari campuran perwakilan dari ma-najemen umum, departemen keuangan/personalia dan profesiterkait lainnya dan termasuk ahli teknologi informasi apabilaanalisis dan penganggaran dikomputerisasi: Contoh dari apayang telah dilakukan dalam rangka memeriksa pembiayaan

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 45

Page 47: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

asuhan keperawatan di Mersey Region, England : ditetapkansuatu kelompok kerja yang dipimpin oleh perawat pengelola,yang melibatkan akuntan dan manajer umum: Kelompok me-meriksa berbagai isu tentang pembiayaan dan efektivitas-biayadan mengeluarkan rekomendasi antara lain :– menetapkan kredibilitas dan validitas dari metodologi per-mintaan– menyepakati metodologi pembiayaan yang diterima– mendorong riset mengenai metodologi pembiayaan– menjamin bahwa pengembangan pembiayaan terkait de-ngan berbagai program pengelolaan sumber daya dan mutu:

PENUTUPDari pembahasan tentang keterkaitan mutu dan biaya di

rumah sakit, maka sesungguhnya keperawatan memiliki potensibesar untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu dan sekaligusmengendalikan biaya rumah sakit dengan tetap memperhatikankeyakinan keperawatan tentang hak pasien, konsep asuhan yangbermutu yang artinya secara profesional dapat dipertanggungjawabkan dan asuhan yang bersifat manusiasi.

Agar kontribusi keperawatan menjadi nyata dalam pelayan-an rumah sakit, perlu negosiasi ulang tentang kondisi hubungankerja perawat-dokter-rumah sakit untuk menetapkan kembaliperan perawat dalam struktur dan pengelolaan rumah sakit sertahal-hal yang terkait di dalamnya, mencakup :1) Penghargaan dan upaya memantapkan posisi keperawatandalam hirarkhi rumah sakit:2) Keterlibatan perawat dalam berbagai perumusan kebijak-sanaan rumah sakit termasuk yang menyangkut kualitas danbiaya asuhan:3) Kesempatan perawat menyampaikan masukan untuk me-ningkatkan peran uniknya dalam asuhan klien:4) Pengembangan kemampuan keprofesian dari para perawatklinis melalui pendidikan berkelanjutan:5) Peluang/kesempatan perawat untuk berperan dalam pen-dekatan interdisiplin asuhan klien dengan disertai kejelasanwewenang dan tanggung gugatnya:6) Kemampuan administrator keperawatan dalam hal ketata-laksanaan keperawatan di rumah sakit:

Khususnya mengenai efektivitas biaya, ada beberapa saranbagi perawat secara individual, perawat pengelola, perawatpendidik dan organisasi profesi:• Perawat perlu berpartisipasi dalam riset; meningkatkan ataumembuat jaringan praktek dan intervensi inovatif yang cost-effective (baik yang sifatnya klinis maupun non klinis):• Perawat pengelola, perlu memahami seluk-beluk pem-biayaan; menjamin validitas metodologi pembiayaan; menjaminukuran-ukuran asuhan yang bermutu terintegrasi pada waktumengkaji efektivitas biaya; memberi arahan pada kelompokkerja multidisiplin yang membicarakan pembiayaan pelayanankeperawatan; menetapkan sistim yang mendorong riset yangdiprakarsai perawat tentang asuhan yang cost-effective danmembuat jaringan praktek yang inovatif; menjamin bahwa ang-garan keperawatan berkaitan dengan beban kerja dan campuranberbagai ketrampilan:

• Perawat pendidik perlu memasukkan unsur efektivitas biayadalam kurikulum; bersiap diri untuk menunjukkan efektivitasdalam biaya sejak dari awal pendidikan dasar maupun padapendidikan lanjut; mengadakan program pendidikan berkelan-jutan yang memungkinkan perawat menjadi up to date tentangtindakan dan berbagai program yang cost-effective, melakukanperan mereka dengan membuktikan dan memperbaiki keefek-tivan mereka dalam biaya.• Organisasi profesi harus menyadarkan perawat tentangperlunya menjadi cost-effective dan menjadi waspada dengantindakan-tindakan penghematan biaya; meningkatkan efektivi-tas biaya keperawatan bersama dengan institusi asuhan kese-hatan, departemen kesehatan, dan lembaga pemerintah lain sertamasyarakat; mendukung riset tentang biaya dan mutu kepera-watan baik pada tatanan klinik maupun non klinik; mendorongterwujudnya jaringan kerja yang bersifat nasional tentang praktek-praktek yang baik dalam cost-effective; bersama dengan perawatpendidik, mengembangkan kurikulum tentang efektivitas biayabagi pendidikan keperawatan dasar dan lanjutan:

KEPUSTAKAAN

1. Aiken LH. Nursing Priorities for the 1980's Hospital and Nursing Home.AJN, February 1981:

2. Buchan J: Cost-Effective Caring: International Nurse. Rev: 39,4, 1992.3. Creasia JL, Parker B. Conceptual Foundation of Professional Nursing

Practice. The C:V: Mosby Co: St: Louis, 1991:4. Cunningham CA: Professional Nursing Practice in the Hospital Setting.

Supervisor Nurse, August 1980.5. Ganong JM, Ganong WL: Nursing Management 2nd: Ed. An Aspen

Publication. London, 1980:6. Henderson V. Excellence in Nursing: AJN, April 1990:7. International Council of Nurses: Quality, Costs and Nursing: International

Nurses Day 1993:8. Iyer PW et al. Nursing Process and Nursing Diagnosis: W.B. Saunders Co.

Philadelphia, 1986:9. Kron T, Gray A. The Management of Patient Care - Putting Leadership

Skills to Work: W.B. Saunders Co. Philadelphia, 1987.10. Leddy S, Pepper JM. Conceptual Bases of Professional Nursing. Lippincott

Co. Philadelphia, 1985:11. Loughlin MA: Human Dignity in Nursing - Role of the Leader: 6th Asian

Conference of CICIAMS. July 26, 1993.12. McEachern MT. Hospital Organization and Management: Physician' Record

Co. Chicago, 1957.13. McFarlane JK. What do we mean by Care ?. Nursing Mirror, October 2,

1975:14. Nyberg J. The effects of Care and Economics on Nursing Practice. JONA

Vol: 20 No. 5. May 1990:15. Tachiki DS. Organizational Dimensions to Quality Control : Case Studies

of American Banks and Hospitals - paper presented at Pertemuan BulananPMII - TCC-Bidang Jasa. Jakarta, 22 Juni 1993.

16. Undang-undang No: 23 Tahun 1992 tentangKesehatan.17. Widjaja MI. Asuhan Keperawatan sebagai Inti Profesi Keperawatan -

Pidato Ilmiah dalam rangka Lustrum VI dan Reuni III. Akper St.Carolus.Jakarta, 22 September 1993:

18. Will GF. The Dignity of Nursing: Nursing, August 1988.19. Woke MM: Nursing Care Delivery System - Status and Vision. JONA Vol:

20 No. 5. May 1990.

4 6 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 48: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

PengembanganSumber Daya Manusia

dalam Bidang KeperawatanTien Gartinah, MN

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUANPerkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di segala

bidang, termasuk bidang kesehatan, perkembangan sosial-ekonomi masyarakat, serta perhatian terhadap hak azasi ma-nusia, menuntut adanya peningkatan pelayanan kepada ma-syarakat dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan kepe-rawatan.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak dimungkinkantanpa adanya pelayanan keperawatan; pelayanan keperawatanmerupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. DalamUndang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992 dinyatakan bahwadalam upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan digunakanberbagai ilmu termasuk ilmu keperawatan. Dengan demikiansetiap upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan harusdisertai dengan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan se-dangkan upaya yang sangat penting dalam meningkatkan mutupelayanan keperawatan adalah peningkatan sumber dayamanusianya yaitu pengembangan tenaga keperawatan terutamadalam rangka menyongsong PJPT II dalam bidang kesehatan.

Tujuan utama dari pengembangan sumber daya manusiaadalah mengurangi adanya kesenjangan pengetahuan daritenaga keperawatan yang ada terhadap perkembangan IPTEKkeperawatan/kesehatan yang mutakhir. Agar perkembangansumber daya manusia dalam bidang keperawatan ini terarah,maka dalam tulisan ini terlebih dulu akan dibahas tentang ber-bagai komponen untuk keterlaksanaan asuhan/pelayanan ke-perawatan dan berbagai aspek ketenagaan dalam keperawatan,sebelum membahas mengenai pengembangan sumber dayamanusia dalam bidang keperawatan.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PEPSI & Hospital Expo, Jakarta,21 - 25 November 1993.

BERBAGAI KOMPONEN UNTUK KETERLAKSANAANASUHAN/PELAYANAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan merupakan titik sentral pelayanankeperawatan sehingga mutu pelayanan keperawatan bahkan pe-layanan kesehatan di rumah sakit, tergantung dari mutu asuhankeperawatan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses ataurangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsungdiberikan oleh seorang ners kepada klien/pasien pada berbagaitatanan pelayanan kesehatan (antara lain rumah sakit) denganmenggunakan metodologi proses keperawatan, berpedomankepada standar keperawatan yang dilandasi etika keperawatan,dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.

Untuk terlaksananya asuhan/pelayanan keperawatan de-ngan baik tergantung dari berbagai komponen yaitu :

a) Metodologi KeperawatanMetodologi keperawatan adalah suatu pendekatan ilmiah

yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan se-hingga asuhan yang diberikan menjadi lebih efektif. Pendekatanatau cara tersebut telah dikenal yang disebut proses keperawat-an, terdiri dari beberapa tahapan yang diawali dengan pengkajiankemudian diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasimetodologi keperawatan tersebutdikatakan ilmiah karenadalampenerapannya terkandung unsur-unsur pengamatan, investigasi,analisis dan pemecahan masalah. Dengan demikian jika setiapasuhan keperawatan dalam pelaksanaannya menggunakan me-todologi keperawatan secara benar, mutu asuhan yang diharap-kan dapat tercapai.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 4 7

Page 49: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

b) Komponen KeilmuanPelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional dan

praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesionalmenggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dariberbagai ilmu dasar (biologi, fisika, bio-medik, perilaku, sosial)dan ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukanpengkajian, diagnosis, menyusun perencanaan, melaksanakanasuhan keperawatan dan evaluasi hasil-hasil tindakan kepe-rawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatanuntuk menentukan tindakan selanjutnya.

Adapun wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu yangmempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhandasar manusia yang terkait dengan masalah kesehatan melaluipengkajian mendasar tentang hal-hal yang melatar belakanginyaserta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai ke-butuhan dasar tersebut dengan memanfaatkan secara optimalberbagai sumber yang ada dan potensial.

c) FasilitasFasilitas di rumah sakit sebagai sarana penunjang dalam

pelayanan keperawatan/kesehatan juga merupakan k komponenyang menentukan untuk keterlaksanaan asuhan keperawatansecara baik. Dengan demikian pengadaan fasilitas di rumah sakityang sesuai dengan kebutuhan pelayanan keperawatan/kese-hatan perlu direncanakan dengan baik yaitu didasarkan padahasil analisis kebutuhan akan fasilitas di rumah sakit.

d) KetenagaanTerlaksananya asuhan/pelayanan keperawatan sangat ter-

gantung pada aspek ketenagaan/sumber daya manusianya baikdalam kualitas maupun kuantitas.

Tenaga keperawatan di rumah sakit yang merupakan tenagayang terbanyak diantara tenaga kesehatan sangatlah menentukankeberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Oleh karenaitu ketenagaan dalam keperawatan yang terkait dengan jenis,jenjang pelayanan keperawatan; tingkat pengelolaan serta bebankerja dan sifat pelayanan keperawatan perlu direncanakan se-baik-baiknya sehingga asuhan/pelayanan keperawatan yangberkualitas dapat tercapai.

BERBAGAI ASPEK KETENAGAAN DALAM KEPERA-WATAN

Sebagaimana telah dibahas, terlaksananya asuhan/pelayan-an keperawatan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh keadaantenaga keperawa an itu sendiri. Aspek-aspek yang perlu di-perhatikan mengenai ketenagaan dalam keperawatan meliputikualitas, kuantitas, pengadaan dan pembinaannya.

Berikut ini akan dibahas mengenai kualitas dan kuantitastenaga keperawatan :

1) Aspek Kualitas dalam Pengembangan Tenaga Kepe-rawatan

Telah dikemukakan bahwa asuhan keperawatan adalahmerupakan titik sentral pelayanan keperawatan. Asuhan kepe-rawatan sebagai pelayanan profesional dimungkinkan untuk di-laksanakan jika dalam pelayanan tersebut tercakup unsur praktekkeperawatan secara profesional disertai pengelolaan pelayanan

keperawatan secara profesional juga dan secara terus meneruspengembangan pengetahuan tenaga keperawatan dilaksanakanmelalui pendidikan in service maupun pendidikan keperawatanberkelanjutan. Di samping itu pengembangan ilmu keperawatanklinik juga terus dikembangkan melalui penelitian keperawatanklinik yang berorientasi kepada klien (Client Oriented Research).Dengan demikian pengembangan ketenagaan keperawatan dirumah sakit harus didasarkan pada unsur-unsur tersebut yaituterdapatnya perawat (nurse) praktisi, perawat (nurse) manajer,perawat (nurse) pendidik dan perawat (nurse) peneliti. Sehinggapelayanan keperawatan senantiasa berkembang terus sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mu-takhir bidang keperawatan/kesehatan.

2) Aspek Kualitas Tenaga Keperawatan dalam Jenis danJenjang Pelayanan Keperawatan

Dengan makin kompleksnya masalah kesehatan/kepera-watan mengakibatkan terjadinya fragmentasi pelayanan danperkembangan ilmu keperawatan, sehingga menuntut pengem-bangan spesialisasi dalam bidang keperawatan baik ilmunyamaupun pelayanannya di samping keperawatan umum. Sehinggadiperlukan adanya berbagai jenis dan jenjang tenaga kepera-watan yang disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kepe-rawatan. Tenaga keperawatan praktisi pada tingkat generalisterdiri dari perawat (nurse) generalis yang dipersiapkan melaluiprogram DIII keperawatan (Perawat Ahli Madya Keperawatan)dan Perawat Sarjana Keperawatan yang dibantu oleh asistenperawat. Sedangkan tenaga keperawatan praktisi pada tingkatspesialisasi terdapat 6 jenis spesialisasi yaitu keperawatan me-dikal bedah, keperawatan anak, keperawatan maternitas, kepera-watan komunitas, keperawatan jiwa dan keperawatan geriatrik.

3) Aspek Kualitas dalam Pengorganisasian dan Penge-lolaan

Pelayanan keperawatan yang bermutu perlu ditunjangdengan sistim pengorganisasian dan pengelolaan yang mantapmulai dari tingkat pengelolaan di ruangan sampai pada tingkatpengelolaan seluruh pelayanan keperawatan di rumah sakit(tingkat eksekutif). Pengelolaan pada tingkat ruangan sebaiknyasekurang-kurangnya dikelola oleh perawat ahli madya kepera-watan yang sudah berpengalaman dan telah mendapat sertifikatmengikuti pelatihan manajemen keperawatan untuk tingkatruangan. Sedangkan pada pengelolaan tingkat menengah di-harapkan sekurang-kurangnya dapat dikelola oleh perawat ahlidalam manajemen keperawatan dan pada tingkat eksekutif se-baiknya oleh perawat spesialis dalam manajemen keperawatan.

4) Aspek Kuantitatif dalam Pengembangan Tenaga Ke-perawatan

Penetapan jumlah atau kuantitas tenaga keperawatan perludidasarkan pada beban kerja dan sifat pelayanan/asuhan yangdiberikan yang berarti selain memperhatikan jumlah pasien atauklien yang dirawat juga memperhatikan derajat ketergantunganpasien/klien terhadap pelayanan keperawatan. Faktor yangmempengaruhi beban kerja tenaga keperawatan pasien, bebe-rapa banyak pasien yang masuk pada suatu waktu setiap bulan/tahun, rata-rata hari perawatan pasien, pengukuran perawatan

48 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 50: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

langsung (direct care) yaitu semua tindakan perawatan fisikaldan psikis yang diperlukan dan perawatan tidak langsung(indirect care) yang meliputi kegiatan administratif dan kegiatanpenunjang lainnya, frekuensi tindakan keperawatan yang dibu-tuhkan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberikanperawatan langsung dan tidak langsung pada masing-masingpasien, disain ruangan dan kelengkapan fasilitas.

Derajat ketergantungan klien tersebut dapat digolongkanmenjadi tiga kategori yaitu derajat ketergantungan minimal,derajat ketergantungan pertengahan dan derajat ketergan-tungan penuh.

Derajat ketergantungan minimal (self-care), menggambar-kan keadaan pasien/klien yang relatif mandiri. Pada ketergan-tungan pertengahan, menggambarkan pasien/klien dengan ke-tergantungan sebagian yaitu pasien/klien telah dapat melakukanbeberapa kegiatan seperti makan sendiri, mencuci muka sendiritetapi pada setiap kegiatannya masih memerlukan bantuan.Sedangkan pada ketergantungan penuh (total care), keadaanpasien/klien keseluruhannya tergantung kepada bantuan tenagakeperawatan seperti pasien koma atau tetraplegia.

PENGEMBANGAN TENAGA KEPERAWATANDari pembahasan di atas, jelas terkait antara kualitas asuh-

an/pelayanan keperawatan dengan kualitas tenaga keperawatan.Dengan demikian dalam upaya meningkatkan mutu asuhan/pelayanan keperawatan merupakan keharusan bagi institusi(rumah sakit) untuk mengembangkan sumber daya manusia(tenaga keperawatan) baik melalui pendidikan formal maupuninformal seperti :

1) Pendidikan Keperawatan BerlanjutPendidikan berlanjut dapat dilaksanakan dalam berbagai

jenjang sesuai kebutuhan pengembangan, serta sesuai dengankaidah-kaidah pendidikan berlanjut (continuing education).Rangkaian kegiatan pendidikan keperawatan berlanjut harusterarah kepada tuntutan kebutuhan, baik kebutuhan pelayanan/asuhan keperawatan, maupun kebutuhan para perawat sendiri,sebagai kelompok yang "mempunyai hak" untuk mendapat ke-sempatan menambah ilmu dan keterampilan, serta memperluaswawasan dalam keperawatan. Kegiatan pendidikan keperawatanberlanjut harus direncanakan dengan sebaik-baiknya sehinggatidak mengganggu kegiatan pelayanan/asuhan keperawatanyang ada, sesuai hakikat pendidikan berlanjut, sehingga pasienatau klien tidak dirugikan.

Pendidikan keperawatan berlanjut dapat menekankan isipendidikan antara lain kepada :a) Menambah pengetahuan dalam ilmu pengetahuan danteknologi bidang keperawatan.b) Menambah keterampilan keprofesian dalam bidang ke-perawatan, mencakup keterampilan intelektual, keterampilaninterpersonal dan keterampilan teknikal.c) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidangmanajemen keperawatan.d) Memperluas wawasan dalam keperawatan, termasuk wa-wasan keprofesian, kepemimpinan dalam keperawatan, sertaetika keperawatan dan hukum kesehatan.

e) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam melaku-kan penelitian keperawatan (nursing research).

2) Studi BandingDi samping melalui rangkaian kegiatan pendidikan kepe-

rawatan berlanjut seperti yang disampaikan di atas, perubahanperilaku (nurse behaviour) dapat juga dicapai melalui berbagaikegiatan studi banding ke berbagai rumah sakit model ataucontoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Studi banding yangdirencanakan secara baik, dan pemilihan tempat kunjungan yangtepat, dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkem-bangan sikap dan pandangan, serta wawasan tentang kepe-rawatan dari perawat yang turut dengan program ini. Melaluikegiatan yang demikian ini, dalam waktu singkat didapatkangambaran yang menyeluruh dan utuh (komprehensif) tentangkeperawatan, yang mungkin belum pernah dilihatnya, bahkanmungkin tidak mempunyai bayangan yang demikian.

3) Pembahasan Kasus KeperawatanBentuk kegiatan lain yang dapat mempengaruhi sikap,

menambah pengetahuan dan keterampilan profesional, adalahmelalui kegiatan pembahasan kasus keperawatan. Pembahasandilakukan secara ilmiah, dengan membahas landasan ilmu danetik setiap tahap proses keperawatan dan hasil asuhan kepera-watan secara keseluruhan. Melalui kegiatan yang demikian ini,para perawat lebih terlatih untuk melakukan penalaran ilmiahdan penalaran etik, yang merupakan kemampuan dasar yangpenting dalam pengambilan keputusan klinik. Dengan bertolakdari kasus yang dibahas, dapat dilakukan pula latihan keteram-pilan teknikal dalam keperawatan secara lebih terarah.

PENUTUPDalam upaya meningkatkan mutu pelayanan/asuhan ke-

perawatan di rumah sakit, pendekatan yang sebaiknya dilakukanadalah bertolak dari meningkatkan mutu asuhan keperawatan.Langkah yang paling strategik untuk meningkatkan mutuasuhan keperawatan adalah meningkatkan mutu tenaga kepe-rawatan yang ada di rumah sakit, baik yang bertanggung jawabpada praktek keperawatan, manajemen keperawatan, pendidikankeperawatan maupun penelitian keperawatan. Di samping ituharus ditunjang dengan pemantapan sistim pelayanan/asuhankeperawatan di rumah sakit, disertai pengembangan fasilitas pe-layanan/asuhan keperawatan serta membina iklim yang sehatdan terbuka.

KEPUSTAKAAN

1. Ma'rifin Husin. Profesionalisme Keperawatan. Konsorsium Ilmu KesehatanDir Jen Dikti Depdikbud Jakarta 5 Nopember 1992.

2. Ma'rifin Husin. Upaya Peningkatan Mutu Keperawatan melalui KerjasamaAntar Rumah Sakit. Konsorsium Ilmu Kesehatan Dir Jen Dikti DepdikbudJakarta 13 Oktober 1993.

3. Miller L. The Human Care Perspective in Nursing Administration. J NursAdministr 1987; 17: 10-12.

4. Wolff, Lu Vernbe et al. Fundamental of Nursing. 7th ed. Philadelphia:Lippincott Co. 1983.

5. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Pandangan tentang Ketenagaan da-lam Keperawatan sesuai Kaidah Keprofesian. Pernyataan Profesi Kepera-watan dalam RPP Tenaga Kesehatan, 12 Oktober 1993.

Cermin Dunia Kedokieran, Edisi Khusus No. 91, 1994 4 9

Page 51: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Manajemen Keuangan

Paviliun Khusus SwastaRumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo

Soepardi Soedibyo Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Swastanisasi di RS Dr Cipto Mangunkusumo didasarioleh S.K Men Kes No. 138 a/Men Kes/S.K/II/1988 tanggal 28Pebruari 1988 dan bertujuan untuk :1) Meningkatkan mutu perawatan meningkatkan citra pela-yanan.2) Memberikan kesempatan kepada seluruh dokter ahli me-rawat pasien swasta di RSCM.3) Memberikan kesempatan kepada tenaga medik memperolehpengetahuan/pengalaman dalam teknologi canggih.4) Menambah kesejahteraan bagi seluruh pegawai RSCM agarmotivasi kerjanya dapat ditingkatkan,5) Membantu anggaran RSCM untuk pengadaan dan peme-liharaan peralatan.6) Menyediakan anggaran tambahan untuk melaksanakanpenelitian.7) Membantu mengendalikan tarif rumah sakitswasta.

Sejak PKS berdiri, terus berkembang sampai sekarangdengan segala masalah yang dihadapinya. PKS II diresmikanpada Pebruari 1988, PKS I Juli 1988, PKS III Juli 1988, PKS IVApril 1991.

MACAM, KEGIATAN SWASTANISASI DI RSCM

1) Pelayanan Rawat NginapKapasitas sebesar 60 tempat tidur terdiri dari :

• PKS I 9 tempat tidur : 1 VIP A, 8 VIP B.• PKS II 9 tempat tidur : 1 VIP A, 8 VIP B.• PKS III 22 tempat tidur : 2 VIP B, 20 VIP C.• PKS IV 20 tempat tidur : VIP C./

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

2) Pelayanan Rawat JalanDisediakan dua kamar periksa yang dilengkapi dengan ECG

dan EECP.

3) Pelayanan Penunjang MedisFasilitas penunjang medis bagi pasien dari PKS mengguna-

kan fasilitas penunjang medis yang tersedia di RSCM.a) Radiologi, Laboratorium, Rehabilitasi Medis, dst.

Tarif bagi pasien PKS sama dengan tarif tertinggi di RSCM(pasien klas I) ditambah 40%; contoh : Foto paru tarif klasI Rp. 11.000,–, tarif PKS Rp. 15.000,–. Sedangkan tarif di RSSwasta Rp. 17.000,–.

Pembagian penghasilan : Dana sebesar tarif klas I disetorkanke RSCM, sisanya dibagi sebagai berikut : 70% untuk insentif diinstalasi penunjang, 30% untuk PKS-KPN.b) Gizi

Makanan diolah oleh instalasi gizi di dapur RSCM. Untukganti rugi penggunaan dapur, kepada RSCM dibayar Rp.

1.000,— perpasien dan untuk insentif kepada karyawan instalasi gizi jugadibayarkan Rp. 1.000,– per pasien.c) Farmasi

Barang-barang farmasi dikelola tersendiri dan dilakukanoleh apotik khusus swasta.

4) Pelayanan Non Medisa) Linen

Milik PKS sendiri, dicuci oleh tenaga PKS dengan bahansendiri. Alat cuci menggunakan alat RSCM; untuk ganti rugidibayarkan Rp. 100.000,– per bulan kepada RSCM.

50 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 52: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

b) TeleponDipasang 4 line telepon khusus untuk PKS, satu line di-

pergunakan RSCM. Pasien dapat menggunakannya tanpabiaya, kecuali interlokal.

5) Pelayanan Medis laina) Pada bulan Juli 1988 telah dibeli secara leasing 1 unit colordoppler echo untuk unit kardiologi dan sub unit kardiologi anak/penyakit dalam seharga Rp. 125.000.000,–; leasing dalamjangka waktu 2 tahun.b) Pada bulan Januari 1989 telah diadakan pengambilalihanleasing alat USG yang ada di sub unit ginjal.c) Pada bulan Juni 1989 telah ditandatangani perjanjian untukpinjam pakai alat hemodialisa dengan pihak swasta. Alat-alattidak dibeli koperasi, tetapi hanya dipinjam. Bahan habis pakaidibeli dari tarif pasien yang menggunakan alat ini adalahRp. 165.000,– (di RS Swasta Rp. 200.000,–). Biaya renovasiruangan yang dipergunakan (sebagian ruang bekas SKPD) di-tanggung perusahaan tersebut.

PEMANFAATAN PENGHASILANMenurut kebijaksanaan direktur mulai bulan September

1990, keuntungan dibagi dalam % sebagai berikut :1. FKUI : 10% dari laba bersih.2. RSCM : 40% dari sisa laba setelah dipotong 10%3. Koperasi : 40% dari sisa laba setelah dipotong 10%4. Pengembangan : 20% dari sisa laba setelah dipotong 10%

EVALUASI KEGIATAN PKS PADA TAHUN 1992

1) Pelayanan Rawat Inap1.1. Jumlah pasien :

PKS I 284PKS II 231PKS III 474PKS IV 427

1.416Apabila dikelompokkan berdasarkan kelas maka :VIP A 53VIP B 590VIP C 773

1.4161.2. Jumlah hari lama perawatan :

VIP A 849 hariVIP B 5.868 hariVIP C 10.185 hariRata-rata lama perawatan per pasien 10,7 hari.

1.3. BOR :PKS I 85,3%PKS II 94,1%PKS III 71,6%PKS IV 67,6%Rata-rata BOR PKS : 80%.

1.4. BOR menurut kelas :VIP A 88,9%

VIP B 89,3%VIP C 69,7%

2) Ruang Rawat ICU2.1. Jumlah tempat tidur

22.2. Jumlah pasien 782.3. Jumlah hari rawat 193 hari2.4. BOR 26,5%

(Juga dipakai RSCM pada kasus yang perlu isolasi)

3) Ruang Hemodialisa (08.00 – 20.00)3.1. Jumlah pesawat/alat 103.2. Jumlah pasien

Umum 232Askes 434

6663.3. Jumlah tindakan

Umum 1.897Askes 3.158

5.050

4) Ultra Sonografi4.1. Jumlah pasien yang membayar penuh 1204.2. Jumlah pasien yang tidak mampu/keringanan 87

207

5) Echo Color Doppler5.1. Pasien Anak

Yang membayar penuh 434Yang tidak mampu/keringanan 251

6855.2. Pasien Dewasa

Yang membayar penuh 73Yang tidak mampu/keringanan 413

486

6) Radioterapi (14.00 – 17.00)6.1. Pasien yang dilayani

Rawat Inap 574Rawat Jalan 1.054

1.6286.2. Jumlah tindakan rawat inap dan rawat jalan : 26.855.7) Radiodiagnostik (setelah jam 12.00 dan pemeriksaan khusus07.00 – 08.00)7.1. Pasien yang dilayani

Rawat Inap 1.726Rawat Jalan 6.710

8.4367.2. Jumlah tindakan

Rawat Inap 1.960Rawat Jalan 7.213

9.173

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 51

Page 53: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

8) Pelayanan Poll Rawat JalanJumlah pasien 6 – 7/hari.

9) Tindakan Operasia. Khusus 85b. Besar 136c. Sedang 71d. Kecil 16

308

MANFAAT PKS

a) Untuk Pegawai RSCM1) Bagi karyawan RSCM/FKUI golongan IV, apabila me-merlukan perawatan dengan fasilitas PHB, dapat memanfaatkanPKS IV (Ketentuan PKS No. 15/K.PKS/VII/1992). Jumlah kar-yawan yang telah memanfaatkan PKS IV sebanyak 25 orang.2) Membantu memberikan hadiah lebaran bagi seluruh pe-gawai RSCM dan dokter FKUI.3) Membantu insentif pendorong pasien (Rp. 200,–/pasien).

b) Untuk Pelayanan Pasien1) Memberikan subsidi kepada pasien yang kurang/tidakmampu.

Pasien tersebut dilayani dengan alat-alat PKS, yang peng-adaannya secara leasing, misal : Ultra Sonografi dan Echo ColorDoppler, maupun pasien Askes sejumlah Rp. 115.759.290,–.2) Meningkatkan mutu perawatan

Dengan adanya tarif PKS yang tinggi jika dibandingkandengan tarif RSCM, maka pasien akan mendapatkan pelayananmaupun mutu perawatan yang lebih baik sesuai dengan biayaperawatan yang telah dikeluarkan.3) Jumlah dokter ahli yang merawat pasien di PKS setiaptahun menunjukkan kenaikan.

c) Untuk FKUIMemberikan bantuan dana kepada FKUI untuk kegiatan

penelitian di FKUI sebanyak Rp. 43.872.205,–.

d) Untuk RSCM1) Tambahan uang masuk.2) Membantu membangun PTK.3) Membantu membangun ODC.4) Membangun PKS IV.

MASALAH YANG DIHADAPI PKS

1) Ruang Perawatan dan Parkira) Jumlah pasien yang menghendaki satu kamar untuk satupasien makin meningkat (VIP B).b) Tetap banyaknya pasien yang ingin dirawat di PKS (daftartunggu tetap banyak) sampai 30 pasien.c) Tempat parkir yang tidak memadai.

2) Tenagaa) Dokter sering diganti oleh asisten.b) Dokter mengubah/menghendaki tarif di luar standar tanpadiketahui pasien dari permulaan dirawat (sering sekali).c) Petugas non perawatan kurang cepat tanggap.

3) Penunjanga) Beberapa penunjang kapasitasnya sudah maksimal sehinggaterjadi keterlambatan dalam pelayanan, misal: Radioterapi daftartunggunya sampai 2 minggu.b) Hasil dari pemeriksaan penunjang memerlukan waktu sampai2 – 3 hari (karena dokternya hanya satu).c) Alat-alat yang ada sudah ketinggalan zaman (misal: EEG).d) Ruang tunggu dan ruang periksa campur dengan pasienbiasa.

4) Keuangana) Penggunaan ICU RSCM sering dimanfaatkan pasien untukmeminta tarif RSCM.b) Masih adanya pasien yang sulit untuk diminta uang muka/cicilan sehingga tidak dapat ditagih sampai pasien pulang.c) Masih banyaknya pasien minta keringanan.

52 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 54: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Manajemen Keuangan

Catharina, AkuntanRumah Sakit St. Carolus, Jakarta

PENDAHULUANPerkembangan rumah sakit yang merupakan suatu bentuk

usaha pelayanan kesehatan di Indonesia sejak Pelita I sampai saatini sangat pesat sekali, baik di sektor pemerintah maupun disektor swasta. Hal ini dapat dirasakan pada sekitar tahun 1989ketika pemerintah membuat kebijaksanaan mengikutsertakanmasyarakat dan pihak swasta untuk mengambil bagian dalampembangunan dan penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatandi rumah sakit melalui penanaman modal, baik modal asingmaupun modal dalam negeri.

Hal ini tentu berdampak langsung terhadap situasi perumahsakitan di Indonesia khususnya rumah sakit swasta baik yangbersifat profit maupun non profit. Keadaan nyata sehari-harimenunjukkan bahwa dengan semakin berkembangnya jumlahrumah sakit, semakin canggihnya alat-alat, dan semakin banyakjenis pelayanan yang ada akan meningkat pula tuntutan ma-syarakat terhadap pelayanan kesehatan/rumah sakit, sehinggadapat mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat diantara para pemberi pelayanan kesehatan yang akan menye-babkan berubahnya pola tatanan perumah sakitan di Indonesia.

Pemerintah khususnya Departemen Kesehatan dalammengantisipasi perkembangan pesat tersebut telah mengeluar-kan berbagai peraturan, agar rumah sakit/pelayanan kesehatanbaik yang profit oriented maupun yang non profit orienteddiharapkan dapat berjalan sesuai dengan kepentingan masyar-akat banyak tetapi tetap dapat mempertahankan kesinambunganusaha rumah sakit (pelayanan kesehatan).

Dalam melaksanakan fungsi sosialnya terutama rumahsakit yang non profit oriented sering diharapkan pada suatudilema yaitu di satu pihak harus menghadapi biaya-biaya yang

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21 — 25 November 1993.

terus meningkat dan tak terkendali akibat perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi serta inflasi, dan di lain pihak meng-hadapi ketidakmampuan masyarakat membayar jasa pelayanankesehatan yang semakin mahal. Dilema tersebut dapat meng-akibatkan situasi sebagai berikut :1) Bila rumah sakit melaksanakan fungsi sosialnya .dan tetapterus dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pe-ngetahuan dan teknologi, maka rumah sakit akan dihadapkanpada masalah cash flow.2) Bila rumah sakit tetap terus melaksanakan fungsi sosialnyadan membatasi diri dalam mengikuti perkembangan ilmu pe-ngetahuan dan teknologi, maka lambat laun mutu pelayanankesehatan rumah sakit akan menurun.3) Bila rumah sakit mengabaikan fungsi sosialnya dan hanyamelayani masyarakat yang dapat membayar saja sehingga ber-ubah menjadi for profit hospital, maka pada akhirnya rumahsakit akan berlomba untuk melayani orang-orang kaya saja danakan berubah menjadi institusi komersial.

Untuk menjaga keseimbangan situasi tersebut maka parapembuat keputusan di sektor pelayanan kesehatan harus me-nyadari bahwa usaha pelayanan kesehatan adalah suatu usahayang harus dikelola secara profesional dengan memperhatikanprinsip-prinsip ekonomi secara baik, sehingga secara otomatisakan menuntut setiap manajer rumah sakit agar menguasai de-ngan baik manajemen keuangan, tidak cukup hanya sekedarmengetahuinya saja. Hal ini sangat penting dan sangat me-nentukan. Manajemen keuangan rumah sakit bukan hanyasekedar proses akuntansi yang sehari-hari dilakukan, tetapi men-cakup semua aspek dari sistim pengambilan keputusan.

Dalam makalah ini asumsi penulis adalah bahwa para pe-

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 53

Page 55: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

serta seminar sudah mengetahui secara garis besar pengprtianmanajemen keuangan (karena sudah begitu sering diseminarkan)yang meliputi fungsi-fungsi strategis sebagai berikut :1) Perencanaan keuangan/anggaran.2) Pengelolaan keuangan termasuk pengawasan danpengenalian.3) Pemeriksaan keuangan.4) Sistim akuntansi untuk menunjang ketiga fungsi di atas.Manajemen keuangan yang baik akan terjadi apabila keempatfungsi tersebut di atas dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas secara singkathal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam sistim akuntansiyang merupakan tulang punggung dari suatu manajemen ke-uangan sehingga benar-benar dapat menujang ketiga fungsistrategis tersebut, berdasarkan aspek teori dan pengalamanteknis lapangan penulis.

ARTI DAN RUANG LINGKUP SISTIM AKUNTANSIIstilah sistim akuntansi mempunyai 3 pengertian pokok

yang sangat mendasar :1) Jikaditinjau dari sistim akuntansi yang menghasilkan outputberupa laporan tentang data dan informasi keuangan maka sistimakuntansi dibagi 2 yaitu :– Sistim akuntansi keuangan (financial accounting).– Sistim akun tansi manajemen (managerial accounting).2) Jika ditinjau dari segi pembukuan maka sistim akuntansidibedakan menjadi dua yaitu :– Sistim akuntansi cash basis.– Sistim akuntansi accrual basis.3) Jika ditinjau dari segi sistim akuntansi sebagai sistim danprosedur maka sistim akuntansi dapat dibedakan menjadi duayaitu :• Sistim akuntansi pokok yang terdiri dari klasifikasi rekening(chart of account) baik untuk rekening neraca maupun pen-dapatan dan biaya, buku besar dan buku pembantu, jurnal jurnal,formulir-formulir, dan dokumen--dokumen akuntansi atau daf-tar-daftar keuangan.• Sistim akuntansi pendukung dari sistim akuntansi pokokyang terdiri dari sisdur penjualan dan penerimaan uang, sisdurpembelian dan pengeluaran uang, sisdur pencatatan waktu kerjadan penggajian, sisdur produksi dan biaya produksi. Masing-masing prosedur dalam suatu sistim mempunyai hubungan yangerat, saling mempengaruhi, dan saling terintegrasi (total sistim)sehingga sulit untuk dipisahkan sendiri-sendiri.

Definisi sistim akuntansi sebagai sisdur menekankan pe-ngertian yang sangat teknis mengenai apa yang harus dikerjakan,dan bagaimana mengerjakananya.

ARTI PENYUSUNAN SUATU SISTIM AKUNTANSIPenyusunan suatu sistim akuntansi mempunyai dua penger-

tian :1) Penyusunan sisdur yang harus disesuaikan dengan strukturorganisasi dan sekaligus penciptaan formulir-formulir, jurnal-jurnal, buku besar dan buku pembantu, serta daftar keuanganuntuk suatu institusi yang masih baru dan belum pernah

menggunakan sistim akuntansi sebelumnya.2) Revisi atau penyempurnaan suatu sistim akuntansi yangsudah ada dalam suatu institusi, tetapi dianggap sudah tidaksesuai dengan kondisi dan situasi yang sedang berjalan maupunramalan situasi yang akan datang. Revisi semacam ini biasanyatidak dilakukan secara menyeluruh, akan tetapi dilakukan dalambeberapa fase dari sistim akuntansi yang sedang berjalan.

SIAPA YANG HARUS MENYUSUN SISTIM AKUNTANSIYang harus menyusun sistim akuntansi dari sautu institusi

adalah :1) Jika institusi baru akan berdiri dapat memilih konsultanmanajemen, kantor akuntan untuk menyusun sistim akuntansi.2) Jika institusi telah berdiri dan memiliki akuntan intern, makaakuntan intern mempunyai tugas utama untuk terus menerusmempelajari sistim akuntansi yang telah ada dan mengadakarevisi/penyempurnaan di sepanjang hidup institusi.

Jadi jelaslah bahwa pekerjaan penyusun sistim akuntansisebaiknya dilakukan oleh konsultan manajemen atau kantorakuntan atau akuntan intern yang memang memiliki dasar penge-tahuan mengenai sistim akuntansi.

KRITERIA/SYARAT-SYARAT POKOK YANG HARUSDIPENUHI OLEH PENYUSUN SISTIM AKUNTANSI

Untuk dapat menyusun sistim akuntansi yang cukup kom-pleks diperlukan latihan-latihan akuntansi tertentu, latihan initidak hanya merupakan suatu latihan praktek dasar aplikasi dariteori akuntansi tetapi juga harus memiliki syarat-syarat pokoksebagai berikut :1) Memiliki dasar pengetahuan mengenai sistim informasimanajemen.2) Memiliki dasar pengetahuan mengenai struktur organisasimengenai fungsi-fungsi akuntansi dalam suatu institusi besarmaupunkecil, dan dasar-dasar dalam penyusunan struktur or-ganisasi.3) Memiliki dasar pengetahuan mengenai penyusunan sistimakuntansi.4) Memiliki dasar pengetahuan mengenai prinsip-prinsipakuntansi yang berlaku di Indonesia "Prinsip Akuntansi In-donesia".5) Memiliki dasar pengetahuan mengenai prinsip dan praktekpemeriksaan (internal control) sehingga catatan dan informasiyang ada siap untuk dicek sewaktu-waktu melalui pemeriksaanintern yang tepat.6) Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pembukuandan perpajakan.7) Memiliki kemampuan untuk mengkoordinasikan seluruhunit yang ada dalam kaitannya dengan sistim akuntansi.8) Memiliki persepsi tentang kesediaan untuk selalu berubahsepanjang masa hidup institusi.9) Adanya dukungan penuh dari Top Manajemen.

Kriteria/syarat pokok tersebut di atas adalah kriteria-kriteriastandar yang seharusnya dimiliki oleh para penyusun sistimakuntansi yang baik. Semakin banyak kriteria yang dipenuhimaka pada umumnya sistim akuntansi dapat berjalan dengan

54 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 56: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

lebih baik dan tuntas, sedangkan semakin sedikit kriteria yangdipenuhi akan menyebabkan sistim akuntansi tetap dapat ber-jalan tetapi seadanya.

CONTOH BEBERAPA FORMAT LAPORAN YANGDIHASILKAN OLEH SUATU SISTIM AKUNTANSIRUMAH SAKIT/PELAYANAN KESEHATAN1) Neraca : lihat Lampiran 1.2) Pendaptan dan Biaya : lihat Lampiran 2.3) Sumber dan Penggunaan Dana : lihat Lampiran 3.4) Perubahan Susunan Modal Kerja : lihat Lampiran 4.5) Cash Flow : lihat Lampiran 5.6) Piutang : lihat Lampitanm 6.7) Controller Report (Laporan Perbandingan Antara Realisasidan Anggaran Pendapatan dan Biaya) : lihar Lampiran 7.

PENUTUPUntuk dapat menjadi pengambil keputusan yang baik maka

seorang manajer rumah sakit harus menguasai manajemen ke-uangan dengan baik. Supaya dapat menguasai manajemen ke-uangan dengan baik maka manajer rumah sakit jugaharusmemiliki pengetahuan mengenai sistim akuntansi. Karena de-ngan adanya sistim akuntansi yang baik akan mempermudahkeuangan.

Penyusunan suatu sistim akuntansi harus dilakukan olehorang yang mengerti dan mempunyai dasar yang mendalammengenai sistim akuntansi. Juga perlu adanya dukungan penuhdari top manajemen.

KEPUSTAKAAN1. Ascobat Gani. beberapa Pemecahan tentang Pengembangan Manajemen

Keuangan Rumah Sakit, FKM-UI, Jakarta 1985.2. Chamdani JI. Buku Pedoman Administrasi.3. Mehta H., Maher J. Hospital Accounting System and Controls. Englewood

Cliffs, NY : Prentice Hall, Inc. 1977.4. Zaki Baridwan. Sistim Akuntansi Penyusunan Prosedur dan Metode. Gajah

Mada University Press, 1979.5. Sri Suhesti, TH, Peran Rumah Sakit dalam Pengembangan JPKM. Latihan

Dasar Manajemen Rumah Sakit, Lembaga Pengembangan Manajemen Ke-sehatan, Perdhaki, 1993.

6. Garrett, R D. Hospital Computer Systems and Procedures Accounting Sys-tems, New York : Petrocelli/Charter, 1976.

Lampiran 1 Rumash Sakit "X" Neraca per 31 Desember 199X

No.Kode Jumlah

Nama Perkiraan Perkiraan Rp.

A. AktivaI. Aktiva LancarI. Kas2. Bank (Rp.)3. Bank (Valuta Asing)4. Deposito Berjangka5. Panjar/Uang Muka6. Piutang Lain-lain7. Persediaan Barang8. Piutang Penderita

II.Jumlah Aktiva Lancar (I)

Aktiva TetapI. Tanah2. Bangunan

3. Kendaraan Bermotor4. Inventaris

Jumlah Aktiva Tetap SebelumAkmulasi Penyusutan

5. Akumulasi PenyusutanJumlah Aktiva Tetap (II)Jumlah Aktiva Lancar +Aktiva Tetap (I + II)

III. Aktiva Lain-lainJumlah Aktiva (I + II + III)

B. PasivaI. Hutang Lancar1. Hutang Kepada Rekanan2. Uang Muka Perawatan3. Hutang Pajak4. Balas JasaPrestasiYangMasihHarusDibayar

Jumlah Hutang Lancar (1)II. Hutang Jangka PanjangIII. Pasiva Lain-lainIV. Modal dan Dana

ModalDana PembangunanSisa Hasil Usaha (Kerugian)

Jumlah Modal dan Dana (IV)Jumlah Pasiva (I + II + III + IV)

Lampiran 2 Rumah Sakit "X" Pendapatan dan Biaya Untuk PeriodeJanuari s/d Desember 199X

No. Nama PerkiraanKode

PerkiraanJumlah

Rp.

A. Pendapatan1. Unit Perawatan

2. Unit Rawa Jalan Spesialistik3. Unit Penunjang Medik4. Unit Balai Kesehatan Masyarakat

5.

Jumlah Pendapatan SebelumPerrawatan Cuma-cuma

Perawatan Cuma-cuma

B.Bl.1.

Jumlah Pendapatan (A)

Biaya OperasionalBiaya Operasional LangsungUnit Perawatan

2. Unit Rawat Jalan Spesilistik3. Unit Penunjang Medik4. Unit Balai Kesehatan Masyarakat

B2.

Jumlah Biaya OperasionalLangsung (B I )

Pendapatan Kotor (A – B l)Biaya Operasional Tak Langsung

1. Direksi dan Administrasi2. Departemen Personalia3. Departemen Logistik4. Pelayangan Umum dan Amdal

C.

Jumlah biaya OperasionalTak Langsung (B2)Jumlah Biaya Operasional(BI +B2)Pendapatan Bersih Sebelum Pendapatandan Biaya Non Operasional (a – B)

Pendapatan dan Biaya NonOperasional

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 55

Page 57: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pendapatan NonOperasionalBiaya Non Operasional

Jumlah Pendapatan (Biaya)Non Operasional (C)Pendapatan Bersih (A – B + C)

Lampiran 3 Rumah Sakit "X" Laporan Sumber dan Penggunaan DanaPeriode Tahun 199X

I. Sumber Dana1. Sisa Hasil Usaha (Kerugian) RP.....................2. Penyusutan RP.....................3. Penambahan Kredit Jangka Panjang RP.....................4. Penjualan Aktiva Tetap RP.....................5. Dan Lain-lain RP.....................

+Jumlah Sumber Dana RP

II. Penggunaan Dana1. Pembelian Tanah RP.....................2. Penambahan Bangunan RP.....................3. Pembelian Kendaraan Bermotor RP .4. Pembe;lian Inventaris R

P.....................5. Penurunan Kredit Jangka Pajang RP.....................6. Dan Lain-lain RP.....................

+Jumlah Penggunaan Dan RP

Penambahan (Penurunan) Dana (I – II) RP

Lampiran 4 Rumah Sakit "X" Laporan Perubahan Susunan Modal KerjaPeriode Tahun 199X

Lampiran 5 Pelayanan Kesehatan "X" Cash Flow Tahun 199X

Umur Piutang Jumlah %Penyisihan Piutang

Tak Tertagih

Belum Jatuh Tempo1 - 30 hari31 - 60 hari61 - 90 hari91 - 120 hari121-150hari151-180hari181-210hari211 - 240 hari241 - 270 hari271 - 300 hari301 - 330 hari331 - 365 hariLebih dari 365 hari

Total

A. Kenaikan Pos-pos Kerjs Disebabkan karena :I. Kenaikan Pos-pos Aktiva Lancar :1..........................................................................................Rp......................2.........................................................................................Rp......................3.........................................................................................Rp........................ +

Sub Total (A.I) Rp

II. Penurunan Hutang Jangka Pendek :1......................................................................................... Rp......................2.........................................................................................Rp......................3 ......................................................................................... Rp ........................+

Sub Total (A.II) Rp

B. Penurunan Modal Kerja Disebabkan Karena :I. Penurunan Pos-pos Aktiva Lancar :1.........................................................................................Rp ......................2 .........................................................................................Rp ......................3 .........................................................................................Rp........................+

Sub Total (A.I) Rp

II. Kenaikan Hutang Jangka Pendek :1 ....................................................................................... Rp......................

2.........................................................................................Rp.......................3.........................................................................................Rp........................+

Sub Total (A.11) Rp

Jumlah Penurunan Modal Kerja (B.I. + B.II.) Rp

Kenaikan (Penurunan) Modal Kerja (A-B) Rp

I. Saldo Awal1. Kas Tunai Rp2. Kas di Bank

A. Giro RpB. Deposito Rp

+Total Kas di Bank(12. = 1.2.A. + 1.2.B) RpTotal Saldo Awal(I = I.1. = I.2) Rp

II. Penerimaan Kas1. Penerimaan Kas dari

Pen enta Rp2. Penerimaan Kas dari

Piutang Penderita Rp3. Penerimaan Kas dari

Piutang Karyawan Rp4. Penerimaan Lain-lain Rp.......................

+Total Penerimaan (II) Rp

4III. Total I + II Rp.......................

IV. Pengeluaran Kas1. Untuk Pasien Rp.......................2. Untuk Material Rp.......................3. Untuk Kegiatan Rp.......................4. Untuk Pemelihanaan Rp.......................5. Untuk Karyawan Rp.......................6. Pengeluaran Lain-lain Rp.......................

+Total Pengeluaran (IV) Rp

V. Saldo Kas Untuk Kebu-tuhan Strategi (V = III - IV) Rp

VI. Invesrasi Rp.......................

VII. Saldo Kas Lebih (VII = V - VI) Rp.......................

56 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 58: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Rumah Sakit "X" Analisa Piutang Tahun 199X

BelumJatuh

Jumlah Piutang Setelah Tanggal Jatuh Tempo (Rp.)

No. Uraian Tempo(Rp.)

1-30Hari

31-60Hari

61-90Hari

91-120Hari

121-150Hari

151-180Hari

181-210Hari

211-240Hari

241-270Hari

271-300Hari

301-330Hari

331-365Hari

LebihDari

Total(Rp.)

365Hari

1.2.3.4.5.6.8.9.

10.

Total

Umur PiutangJumlah

(Rp.) %Penyisihan Piutang

Tak Tertagih

Belum Jatuh Tempo1 - 30 Hari31 -60 Hari6190 Han91- 120 Han121 - 150 Han151 - 180 Hari181 - 210 Han211 -240 Han241 - 270 Han271 - 300 Han301 - 330 Han331 - 365 HariLebih dan 365 Han

Total

Rumah Sakit " X" Controller Report Untuk Periode Januari s/d Desember 199X

Desember 199X Januari s/d Desember 199X

Anggaran RealisasiLebih/Kurang % No. Nama Perkiraan

KodePerkiraan Angaran Realisasi

Lebih/Kurang %

A.1.

PendapatanUnit Perawatan

2. Unit Rawat Jalan Spesialistik3. Unit Penunjang Medik4. Unit Balai Kesehatan Masyarakat5. Operasional Lain

6.

Jumlah Pendapatan SebelumPerawatan Cuma-cuma

Perawatan Cuma-cuma

B.1.

Jumlah Pendapatan (A)

Biaya OperasionalUnit Perawatan

2. Unit Rawat Jalan Sepsialistik3. Unit Penunjang Medik4. Unit Balai Kesehatan Masyarakat5. Operasional Lain

Jumlah Biaya Operasional Langsung (B 1)Pendapatan Kotor (A - B 1)

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 57

Page 59: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

B2. Biaya Operasional1. Direksi dan Administrasi2. Departem Personalia3. Departemen Logistik4. Pelayanan Umum dan Amdal

Jumlah Biaya OperasionalTak Langsung (B2)Jumlah Biaya Operasional (B1 + B2)

Pendapatan Bersih Sebelum Pendapatan danBiaya Non Operasional (A - B)

C. Pendapatan dan Biaya Non OperasionalPendapatan Non OperasionalBiaya Non Operasional

Jumlah Pendapatan (Biaya)Non Operasional (C)

Pendapatan Bersih (A - B + C)

58 Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 60: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Jaminan Pemeliharaan KesehatanMasyarakat dan Implikasinya

terhadap Pengelolaan Rumah SakitDr MH Widodo Soetopo, DPH

Staf Ahli Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

PENDAHULUANJaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM/

Managed Health Care) dalam Undang-undang No. 23 Tahun1992 pasal 66, disebutkan sebagai "Cara Penyelenggaraan danPengelolaan" upaya pemeliharaan kesehatan yang pembiaya-annya dilaksanakan secara pra-upaya. Pemeliharaan kesehatan,sebagaimana dimaksud pasal 10 UU No. 23/1992, merupakanpelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif, kura-tif dan rehabilitatif), terpadu, berkesinambungan, dengan mutuyang terjamin dan bertujuan melindungi dan meningkatkan de-rajat kesehatan masyarakat.

Cara (metoda) penyelenggaraan dan pengelolaan upayapemeliharaan kesehatan (JPKM) ini bertujuan mengefisienkanpemanfaatan (konsumsi) dan produksi (pelaksanaan) pelayanankesehatan, juga pengalokasian sumberdaya kesehatan. Tujuan diatas hanya dapat dicapai dengan jalan memadukan fungsi pe-meliharaan kesehatan dengan fungsi pembiayaannya, karenadengan pengelolaan secara terpadu ini akan dapat ditingkatkanpemerataan pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berkesi-nambungan dan bermutu, yang diselenggarakan secara ber-dayaguna dan berhasilguna (cost-effective).

JPKM sebagaimana dicantumkan dalam UU No. 23/1992juga merupakan ketetapan tentang Strategi Penyelenggaraan danPemerataan Pemeliharaan Kesehatan Paripurna dan Pembiayaan-nya, yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakatmelalui upaya pemeliharaan kesehatan yang bermutu, paripurna,berkesinambungan serta terjangkau oleh masyarakat dan sekali-gus juga merupakan strategi untuk mendorong, membina,mengatur dan mengawasi peranserta swasta dan dunia usaha

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21.- 25 November 1993.

dalam pembangunan kesehatan.Oleh karena itu untuk dapat menjadi penyelenggara peme-

liharaan kesehatan yang dikelola berdasarkan JPKM atau yangjuga sering disebut sebagai Badan PenyelenggaraProgram JPKM,diperlukan izin operasional.

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYA-RAKAT

JPKM di dalam pasal 66, UU No. 23/1992, ditetapkan se-bagai dasar/landasan (cara pengelolaan) setiap penyelenggaraanpemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan se-cara pra-upaya (pre-paid health care). Hakekat JPKM adalahcara pengelolaan yang mampu menjamin pemeliharaan kese-hatan paripurna, berkesinambungan dan bermutu, yang dise-lenggarakan secara berdayaguna dan berhasilguna. Ketetapanyang telah dibuat untuk menjadikan JPKM sebagai landasansetiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pem-biayaannya dilaksanakan secara pra-upaya merupakan satukeputusan yang diambil berdasarkan satu kajian jauh ke depandan merupakan antisipasi yang tepat untuk menghadapi dandapat mengendalikan meningkatnya biaya pemeliharaan ke-sehatan yang disebabkan karena makin meningkatnya usia ha-rapan hidup serta meningkatnya jenis dan jumlah penyakit me-nahun yang selain memerlukan berbagai pelayanan kesehatandengan frekuensi, intesitas, dan kecanggihan yang meningkatjuga biaya yang tinggi.

Beberapa cara pengelolaan yang dapat menjamin pelayanankesehatan paripurna dengan biaya yang terkendali dan mutuyang terjamin, dan juga yang merupakan ciri utamaJPKM antara

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 59

Page 61: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

lain adalah :1) Pembayaran Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) se-cara pra-upaya.

JPKM bertumpu pada cara pembayaran PPK secara pra-upaya berdasarkan Kapitasi (Prospective Payment System).Sebagai konsekuensi sistem pembiayaan ini, diperlukan adanyasatu ikatan kerja (contractual agreement) antara Badan Penye-lenggara dengan PPK. Ikatan ini akan menjamin terselengga-ranya pemeliharaan kesehatan yang paripurna dan berkesinam-bungan. Dalam ikatan kerja ini disepakati antara lain bahwa :a) PPK, menyetujui cara pembiayaan berdasarkan kapitasi danbersedia memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta pro-gram sesuai dengan apa yang tercantum dalam kontrak.b) Secara bersama sanggup menanggung beban finansial yangdisebabkan pemanfaatan yang berkelebihan (over utilization)atau disebabkan perhitungan biaya kapitasi yang terlampaurendah, serta membagi sisa anggaran cadangan bersama (with-hold) untuk satu kurun waktu tertentu, sesuai dengan kesepakatan.

Ketentuan ini juga dikenal sebagai Risk-Profit Sharing, ataukesepakatan menanggung risiko (kerugian) dan keuntungan (sisaanggaran cadangan) secara bersama. Dalam JPKM, "peserta"juga diikutsertakan dalam Risk Profit Sharing yang juga disebutsebagai Extended Risk Profit Sharing. Hal inilah yang mem-bedakan JPKM dari Managed Care yang diterapkan di AmerikaSerikat dalam bentuk Health Maintenance Organization (HMO).

Dari uraian di atas jelas bahwa JPKM sangat berbeda darisistem asuransi kerugian yang pembayaran PPK-nya dilaksana-kan secara fee for service dan di mana perusahaan asuransi selaluberusaha menekan biaya dengan jalan mengurangi jumlah pem-bayaran kepada PPK, dan sebaliknya PPK selalu berusaha untukmeningkatkan pendapatannya dengan melakukan berbagai tin-dakan medis yang mahal secara berlebihan.2) Struktur Pelayanan Kesehatan

Dalam menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan perludisusun dan distruktur pelayanan kesehatan yang sesuai dengankebutuhan peserta (antara lain sesuai dengan umur dan jeniskelamin) secara tidak berkelebihan dan juga tidak kurang.

Kegiatan ini bertujuan memberikan insentive kepada pe-serta agar dapat memanfaatkan pelayanan secara efisien sesuaikebutuhan dan kepada PPK untuk melaksanakan pelayanansecara yang paling efisien dengan mengutamakan pelayanankesehatan yang bersifat promotif dan preventif.3) Paket Pemeliharaan Kesehatan Dasar

Undang-undang Kesehatan menetapkan bahwa setiap Ba-dan Penyelenggara Wajib menyelenggarakan Paket Pemelihara-an Kesehatan Dasar (PPKD). Walaupun PPKD berisikan pela-yanan kesehatan yang paripurna mulai dari rawat jalan, rujukanke spesialis sampai perawatan Rumah Sakit dan Gawat Darurat,namun pelayanannya lebih ditekankan pada upaya yang bersifatpromotif dan preventif. Isi dan susunan PPKD dapat disesuaikandengan kebutuhan dan kemampuan suatu daerah.

Setiap pemanfaatan yang berlebihan maupun yang kurangdari kebutuhan seorang peserta di satu tingkat pelayanan akanmenyebabkan diperlukannya pelayanan yang lebih intensif ataudiberikannya pelayanan yang sebenarnya tidak diperlukan di

tingkat berikutnya. Hal ini akan menyebabkan meningkatnyabiaya kesehatan dan yang sekaligus juga akan merugikan semuapihak, karena dana cadangan bersama (withhold) akan habisterpakai.4) Quality Assurance dan Utilization Review

Karena ada kecenderungan bahwa PPK yang telah men-dapatkan pembayaran secara prospektif untuk tidak memberikanpelayanan ataupun memberikan pelayanan dengan mutu yangrendah, maka Badan Penyelenggara diharuskan menerapkansatu sistem/mekanisme untuk dapat memantau dan menilaipemanfaatan dan kualitas pelayanan yang telah diberikan olehPPK (Utilization Review dan Quality Assurance). Selain dari-pada itu dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, PPK harusmentaati segala ketentuan tentang Standar Pelayanan Medismaupun Standar Pelayanan Rumah Sakit yang telah ditetapkanPemerintah.5) Subsidi silang dalam Penyelenggaraan Paket Pemeli-haraan Kesehatan Dasar.

Undang-undang Kesehatan menyatakan bahwa JPKM harusmenjadi dasar/landasan penyelenggaraan pemeliharaan kesehat-an yang dibiayai secara pra-upaya, berasaskan usaha bersamadan kekeluargaan. Asas usaha bersama dan kekeluargaan iniberarti bahwa penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yangdibiayai secara pra-upaya merupakan kegiatan yang diikuti olehseluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat keke-luargaan.

Makna asas inilah yang menjadi landasan sistem subsidisilang (cross-subsidy) dalam JPKM. Sistem subsidi silang JPKMkarenanya bertumpu pada keikutsertaan semua orang dalammembiayai penyelenggaraan Paket Pemeliharaan KesehatanDasar sesuai dengan kemampuannya. Sebagai imbalannya setiappeserta akan mendapatkan manfaat sesuai dengan kebutuhan-nya, dan bukannya didasarkan pada besar atau kecil iurannya.Dengan demikian maka sistem subsidi silang JPKM dalampenyelenggaraan PPKD harus memperoleh dananya dari iuranseluruh lapisan masyarakat, dimana besar iurannya ditetapkansesuai dengan keadaan/kemampuan ekonomi suatu daerah, na-mun pendistribusiannya didasarkan pada besar biaya yang di-perlukan untuk penyelenggaraan PPKD sesuai dengan distribusirisiko/kebutuhan pelayanan kesehatan pesertanya (risk adjusted).

Hal ini berarti bahwa daerah-daerah yang secara ekonomisbelum cukup berkembang (kurang mampu) akan mendapatkansubsidi untuk penyelenggaraan PPKD dari daerah-daerah yangsecara ekonomis lebih berkembang. Bahkan seorang atau ke-lompok masyarakat maupun suatu daerah yang tidak mampumembayar iuran penyelenggaraan PPKD, akan mendapatkanmanfaat PPKD secara cuma-cuma. Demikian pula pendudukdengan risiko tinggi seperti orang-orang lanjut usia dan balitaakan mendapatkan subsidi silang dari mereka yang berisikorendah seperti mahasiswa dan pelajar. Dengan demikian merekayang berisiko tinggi dan biasanya dihindari oleh perusahaan-perusahaan asuransi untuk dapat menjadi peserta dalam suatuprogram asuransi ganti rugi, akan dapat memperoleh pelayanankesehatan sesuai dengan kebutuhannya, berkesinambungan danbermutu. Dengan cara menghimpun sebanyak mungkin peserta

60 Cermin Dania Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 62: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

(risk pool yang besar) maka besar iuran yang ditentukan ber-dasarkan gambaran epidemiologis baik secara Nasional maupunPropinsi (tanpa risk loading) akan dapat ditekan seminimalmungkin. Pengembangan lebih lanjut dan penerapan sistemsubsidi silang JPKM ini akan dilaksanakan secara bertahap.

Dari uraian tentang beberapa ciri JPKM di atas, dapatkiranya disimpulkan beberapa dampak JPKM terhadap PPK :1) Terjaminnya pendapatan PPK.2) Terjaminnya ketepatan pembiayaan.3) PPK dapat meningkatkan pendapatannya melalui pening-katan daya-saingnya (competitiveness) melalui penetapan tarifyang bersaing dan mutu pelayanan yang baik.

Selain itu ada kewajiban PPK, yaitu :1) Untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai kesepakat-an/kontrak.2) Bersedia untuk dipantau pemanfaatan (Utilization Review)dan mutu pelayanannya (Quality Assurance) oleh Badan Penye-lenggara, serta bilamana diperlukan mengadakan penyempur-naan dan peningkatan mutu pelayanannya, serta3) Mentaati segala ketentuan administratif sebagaimana di-tetapkan dalam kontrak/ikatan kerja.

Yang terpenting dan merupakan ciri utama JPKM adalahbahwa masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan akanmendapatkan pelayanan yang paripurna, terpadu, berkesinam-bungan dan bermutu sesuai kebutuhannya tidak berlebihan dantidak kurang dengan biaya yang terjangkau.

Walaupun penerapan JPKM sering dianggap tidak begiturumit dan cukup sederhana, namun implikasinya terhadap PPKtermasuk Rumah Sakit dan bahkan terhadap Sistem KesehatanNasional cukup luas, terutama dalam hal pengorganisasianmaupun pengelolaannya. Hal ini agaknya yang belum sepe-nuhnya disadari oleh banyak pihak.

JPKM DAN PENGELOLAAN RUMAH SAKITDengan berkembangnya berbagai Badan Penyelenggara

Pemeliharaan Kesehatan yang dikelola berdasarkan JPKM,maka akan berkembang pula suatu tata-hubungan baru (ber-dasarkan kontrak) antara Rumah Sakit dengan Badan Penye-lenggara Pemeliharaan Kesehatan. Ikatan kerja ini tentu akanmempunyai berbagai pengaruh terhadap Rumah Sakit, antaralain terhadap :1) Pemanfaatan dan Pendapatan Rumah Sakit

Dengan adanya Ikatan Kerja dengan Risk-Profit Sharingmaka akan ada kecenderungan bahwa tingkat hunian(occupancy) Rumah Sakit akan menurun. Untuk Rumah Sakityang pada saat ini tingkat huniannya sudah rendah hal inimungkin akan menimbulkan kekuatiran, apalagi kalau RumahSakit ini RS Swadana. Hal ini sebenarnya tidak perlu dikuatir-kan karena dengan pembayaran secara pra-upaya berdasarkankapitasi yang disertai dengan tingkat pemanfaatan (hunian) yangrendah, berarti bahwa makin banyak peserta JPKM yang akandapat dilayani oleh Rumah Sakit yang bersangkutan sebelumdicapainya tingkat Bed Occupancy Ratio (BOR) yang optimal.Ini berarti pula bahwa jumlah pendapatan (pre-payment income)rumah sakit akan meningkat, tetapi karena tingkat hunian/peman-

faatannya (utilization/BOR) rendah, maka profit/surplus akanmeningkat.2) Pengembangan Rumah Sakit.

Walaupun dewasa ini Bed-Population Ratio di Indonesiatermasuk yang terendah di Asia, namun dengan adanya ikatankerja antara Badan Penyelenggara Pemeliharaan Kesehatandengan Rumah Sakit yang cara pembayarannya berdasarkankapitasi dengan risk-profit sharing, agaknya merupakan carayang terbaik untuk dapat meningkatkan pemerataan pelayananRS dengan kualitas yang lebih baik serta biaya yang murah,tanpa perlu mendirikan/menambah Rumah Sakit baru.3) Pengorganisasian dan Pengelolaan Rumah Sakit.

Rumah sakit sebagai mitra kerja satu/beberapa Badan Pe-nyelenggara Pemeliharaan Kesehatan yang dikelola berdasarkanJPKM terikat dalam satu ikatan kerja. Sebagai konsekuensipembayaran secara pra-upaya maka Rumah Sakit ditantanguntuk dapat memberikan pelayanan dengan mutu yang sebaik-baiknya sesuai dengan standar pelayanan medis dan standarpelayanan rumah sakit, serta untuk memantau secara ketatpenggunaan sumberdayanya agar dapat menekan biaya pela-yanan.

Dengan perkataan lain rumah sakit harus mampu mem-berikan pelayanan yang bermutu dan sekaligus mampu me-ngendalikan biaya operasionalnya. Untuk dapat melaksanakanhal ini perlu kiranya para pengelola rumah sakit mengembang-kan beberapa hal, antara lain :a) Mekanisme untuk merasionalisasikan pelayanannya me-lalui antara lain penetapan prosedur dan protokol pengobatan.b) Mekanisme untuk pemanfaatan peralatan high-technologysecara tepat agar dapat mengoptimalkan manfaat pengobatansehingga dengan demikian dapat mengurangi lama dan biayaperawatan.c) Sistem Informasi Manajemen yang memadai, termasukrekam medis yang lengkap dan taat asas, yang dapat diman-faatkan untuk melaksanakan audit operational/performance,financial dan cost/benefit audit dan lain sebagainya.d) Sistim Policy and Procedure (Protap) untuk pengambilankeputusan yang sifatnya rutin.e) Activity Based Budgeting yang luwes/fleksibel atas dasarmana dapat dilakukan penghitungan cost per unit service/unitcost. Dengan dapat ditetapkannya unit cost ini maka dapat puladipantau pemanfaatan sumberdaya termasuk tenaga kesehatan.Semua ini tentunya memerlukan pula dikembangkannya satusistem akuntansi yang memadai.f) Berbagai Review Committee untuk memantau pemanfaatandan kualitas pelayanan (utilization review, quality assurance,pharmacy dan therapeutic committee, equipment reviewcommittee dan lain sebagainya) serta dihidupkannya kegiatanpeer review.g) Unit maupun kemampuan marketing/pemasaran termasukpula kemampuan untuk bernegosiasi dengan berbagai BadanPenyelenggara Program JPKM.h) Bila perlu organisasi rumah sakit disempurnakan agardapat dikelompokkan berbagai kegiatan yang sifatnya pe-layanan langsung (production cost center) maupun berbagai

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 61

Page 63: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

pelayanan yang sifatnya penunjang (support cost center).

Mengenai berbagai hal di atas tidak diperlukan pembahasanlebih lanjut.

PENUTUPDemikian telah diuraikan secara singkat tentang JPKM,

tujuan, ciri dan mekanisme pengelolaannya serta implikasinyaterhadap pengelolaan rumah sakit.

Semoga uraian singkat ini dapat membantu pelaksanaantugas Saudara sebagai pengelola rumah sakit.

62 Cermin Dunia Kedokaeran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 64: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Penilaian KembaliPenggunaan Metoda Barber Johnsondalam Penilaian Efisiensi Pelayanan

Rumah Sakit di IndonesiaA.L. Slamet Riyadi

Bidang R & D dan Management Audit Rumah Sakit Adi Husada, Surabaya

ABSTRAK

Metoda Barber Johnson merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan untukpenilaian efisiensi pengelolaan pelayanan rumah sakit. Sebagai metoda yang semuladikembangkan di negara-negara maju, maka penggunaannya sebagai suatu instrumenpenilaian dimungkinkan karena konsistensi sosio-budaya dan infrastrukturnya yangmendukung di negara-negara tersebut.

Dari hasil pemantauan di Indonesia terhadap parameter angka hunian (Bed OccupancyRate = BOR), rata-rata lama dirawat (Average Length ofStay= ALOS), rata-rata sebuahtempat tidur digunakan/tahun (Bed Turn Over = BTO) serta rata-rata sebuah tempat tidurdalam keadaan kosong (Turn Over Interval = TOI) yang meliputi berbagai rumah sakit(tahun 1989) maupun Adi Husada (1986 — 1990), ternyata tidak satupun sempat masukdalam daerah efisiensi Barber Johnson.

Secara hipotetik justru perlu dipertanyakan kembali apakah penerapan metodaBarber Johnson untuk Indonesia yang masih heterogen tidak perlu disesuaikan kembalidengan koreksi faktor, seperti dibedakan menurut klasifikasi akreditasi, tahapan Pelitadan sebagainya.

Walaupun demikian, metoda Barber Johnson bagi Indonesia masih tetap relevan bisadimanfaatkan untuk penilaian efisiensi pelayanan rumah sakit bila sebelumnya disertaidengan koreksi faktor sebagaimana tersebut di atas.

PENDAHULUANDengan diterapkannya standar pelayanan rumah sakit oleh

Departemen Kesehatan, maka peranan pusat data dan infor-masi dalam menejemen rumah sakit makin dirasakan ke-butuhannya. Kehadiran sistim peneatatan rekam medik dankaitannya timbal balik diharapkan dapat ikut membantu me-nilai sejauh mana keberhasilan misi rumah sakit itu. Untukdapat menilainya, perlu adanya kriteria dengan perangkattolok ukur yang sensitif. Secara mendasar kila dapat mem-bedakan setidak-tidaknya dalam tiga kriteria dengan masing-

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

masing tolok ukurnya, yaitu :(a) Kriteria yang dikaitkan dengan mutu pelayanan (medis dan

perawatan).(b) Kriteria yang berkaitan dengan penyelenggaraan me-

nejemennya (antara lain : efisiensinya).(c) Kriteria yang berkaitan dengan jangkauan pelayanan ke-

pada masyarakat (antara lain : cakupannya).Untuk kriteria pertama, landasan teoritik yang dapat

digunakan adalah quality assurance (QA) yang belakangandisempurnakan sebagai pendekatan quality improvement (QI)

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, /994 63

Page 65: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

yang lebih luas. Tersebut terakhir sudah meningkat sampaimenyentuh aspek kepuasan penderita (patient satisfaction),efisiensi dan jangkauan unit cost yang masih bisa terbayaroleh masyarakat banyak.

Dalam makalah ini, tekanan penyajian lebih diarahkanpada efisiensi, baik yang dituntut dari aspek penyelenggaraanmenejemen secara administratif maupun mutu pelayanansecara medis. Mutu pelayanan rumah sakit dalam pandanganpenderita dan keluarganya sulit dirasakan daripada aspek yangnonmedik sebagai perwujudan patient satisfaction sebelumselanjutnya ia mampu menilai mutu pelayanan itu sendirisecara medis.

Dengan kesadaran penderita dan keluarganya akan ke-butuhan jaminan mutu medik maupun sikap dan keramahansaat penerimaan penderita sejak awal (aksesibilitas) maka artiefisiensi dalam pendekatan Hospital Management tidak lagidapat diabaikan begitu saja. Sering pelayanan meths di rumahsakit menjadi tinggi unit costnya antara lain karena pe-nanggung pelayanan justru dilakukan tidak efisien. Berbagaifaktor yang mempengaruhi adanya inefficiency ini dapatdikemukakan karena adanya the medical uncertainityprinciples phenomene, unnecessary utilization, maupunberlakunya the law of medical money (Soelastomo, 1991/1992) yang sengaja tidak dikendalikan oleh dunia kedokterandi rumah sakit.

Berbagai fenomena di was terutama diketemukan di kota-kota besar berupa kecenderungan lamanya rawat inap (lengthof stay), rendahnya pemanfaatan tempat tidur karena masya-rakat akhirnya takut berobat di rumah sakit karena mahalnyabiaya (mengakibatkan rendahnya Bed Occupancy Rate), yangsemuanya berakibat pula terhadap tingginya biaya (unit cost).Lebih lanjut hal ini masih membawa dampak rendahnya BedTurn Over maupun makin panjangnya masa-masa tempat tiduryang kosong (Turn Over Interval). Ke-empat indikator ter-sebut secara bersama diluar negeri diterapkan untuk menilaiefisiensi melalui pendekatan apa yang disebut Area BarberJohnson.

Konsep Area Barber Johnson dari luar negeri ini ke-mudian secara mutatis mutandis diterapkan secara pukul rataterhadap rumah-rumah sakit di Indonesia yang berkembangdalam kondisi yang tidak sama dengan negara-negara majudari segi menejemen, tingkat ketertiban, sistim peneatatan danpelaporannya maupun sikap penilaian kesembuhannya.

Dalam makalah ini penerapan konsep Barber Johnson dinegara kita masih perlu dipertanyakan kembali apakah sudahdapat begitu saja digunakan tanpa modifikasi meningkatadanya perbedaan kondisi dengan negara-negara maju diatas ?Untuk mengkaji sejauh mana data ke empat indikator di atasbisa diterapkan dalam konsep Area Barber Johnson, marilahkita mengevaluasi berbagai data pencatatan terbatas yang ada.

KONSEP BARBER JOHNSONKonsep Barber Johnson di negara-negara maju digunakan

dalam menejemen rumah sakit untuk menilai efisiensi me-

nejemen perawatan. Indikator-indikator yang digunakan me-liputi antara lain ; angka hunian penderita rawat inap (BedOccupancy Rate = BOR), lama rata-rata perawatan penderitadi rumah sakit (Length of Stay = LOS), frekuensi peng-gunaan tempat tidur rata-rata/tahun oleh berbagai penderita(Bed Turn Over = BTO), maupun rata-rata lama sebuahtempat tidur berada dalam keadaan kosong (Turn OverInterval).

Konsep Barber Johnson tersebut untuk jelasnya dapat di-gambarkan melalui suatu standar grafik dengan daerahpenilaian efisiensi yang sudah ditetapkan oleh dua indikator(TOI dan LOS) secara korelatif menurut tingkat BOR danBTO.

Gambar I

T (TURN OVER INTERVAL DALAM HARI)

Kelemahan aplikasi di Indonesia.1) Garis BOR dalam grafik Barber Johnson dilukiskan se-bagai garis linier yang bertolak dari titik O. Ini berarti bahwapada BOR tertentu sudah dipastikan adanya hubungan korelasiyang positif antara LOS dan TOI. Artinya, meningkatkan LOSdi satu pihak akan diikuti oleh meningkatnya TOI secaraproporsional menurut garis linier.Bagi menejemen negara-negara maju, sistim ini bisa diguna-kan karena latar belakang budaya kepatuhan (disiplin) pen-derita maupun dokternya untuk menahan penderita dirawatbenar-benar dipatuhi secara proporsional. Konsistensi korelasiantara kedua indikator tetap bisa dipertanggung jawabkandalan penerapan garis liniernya. Bagi Indonesia mungkin halini masih merupakan kendala; bisa saja penderita "miskin"atau Askes karena tidak membayar cenderung diperpendek/dipulangkan sebelum waktunya. sebaliknya bagi penderitaprivat cukup mampu secara relatif lebih banyak "ditahan-tahan " . Keadaan fluktuatif ini bila diterapkan pada grafikkorelasi antara kedua indikator tersebut belum tentu me-menuhi garis linier.2) Kesatuan skala (dalam kesatuan hari) dalam standar grafik

64 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 66: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

untuk LOS tidak sama dengan TOI bila diukur panjangnya,yang sesungguhnya justru harus sama. Pada standar grafikBarber Johnson satu-kesatuan (hari) pada TOI ternyata lebihpanjang dari pada LOS ukurannya.3) Daerah (area) efisensi Barber Johnson dilukiskan denganvariasi dua hari, dimulai pada hari ke-1 sampai hari ketiga;area efisiensi Barber Johnson berupa kolom terpancungdengan batas bawahnya dibatasi secara standar oleh garisBOR 75%. Bagi rumah-rumah sakit di Indonesia kondisi inibelum tentu valid, karena kapasitas tempat tidur tidak di-rencanakan menurut kebutuhan maupun kemampuan dankebutuhan riil sehingga menimbulkan kesenjangan tingkatpencapaian BOR secara tidak proporsional.4) Tuntutan yang terlalu ideal bagi rumah sakit di Indonesiamasih harus dibuktikan melalui penelitian empirik tersendiri,apakah benar posisinya sudah tepat terbatasi oleh garis-garislinier BOR, BTO, LOS, dan TOI yang proporsional sebagai-mana gambaran Barber Johnson semula yang berlahan dibarat.

Kesimpulan dari adanya bebarapa kelemahan memacutimbulnya pertanyaan terhadap efektivitas grafik BarberJohnson, khususnya Area Efisiensi; apakah perlu modifikasiuntuk memenuhi kondisi di sini.

Tabel 1 . Indikator Pelayanan Rumah Sakit Umum Diperinci Menurut PemilikIndonesia, Tahun 1989.

No. Pemilik RSU. BOR LOS BTO TOI NDR GDR% Mati

< 48 JamRata-rata

KunjunganPoli/hari

1. Depkea 63,2 9 26 5 43 64 33,2 9052. Pemda Tk. 1 60,6 6 33 4 27 52 47,5 3153. Pemda Tk. II 51 5 38 5 18 44 58,9 1184. A B R I 41,3 7 21 10 14 21 34,6 1965. Dep. Lain/BUMN 47,6 7 24 8 11 21 46,3 1996. S w a a t a 51,9 6 31 6 18 34 46,6 105

Rata-rata 52,3 6 31 6 21 40 492 161

Sumber : Depkes (1989)

Length of Stay (LOS) rata-rata untuk semua kelompokrumah sakit pada tahun 1989 berlangsung 6 hari. Angka inimerupakan rata-rata dari berbagai jenis kasus maupun tingkatkasusnya. Untuk Bed Turn Over rata-rata mencapai 31 kalidan untuk TOI 6 hari.

Bila data di atas diaplikasikan dalam Area efisiensi BarberJohnson maka dapat ditelaah sebagaimana Gambar 2.

Hasil pencapaian pelayanan Rumah Sakit melalui peng-gambaran beberapa indikatornya di Indonesia tahun 1989pada Area Barber Johnson.

Grafik (gambar 2) menggambarkan posisi 5 kelompoksistim perawatan kita memang benar tidak efisien.

PENILAIAN DATA DI INDONESIADari data 1989, meliputi berbagai kelompok rumah sakit

yang sempat terpantau oleh Depkes didapatkankeadaanBOR yang masih rendah Tabel 1. Rata-rata untuk semuarumah sakit belum mencapai 60% (52,3%).

Gambar 2

T (TURN OVER INTERVAL DALAM HARI)

Rumah Sakit menurut stratifikasi pemilikan, yaitu :* Titik A, mewakili rumah sakit yang dimiliki Depkes. diIndonesia dengan TOI = 5 serta ALOS = 9 hari. Posisinyaberada di antara BOR 60 dan 70% (yaitu 63,2%), sedangkandari segi BTO ia diapit diantara 20 dan 30 (yaitu 26 kali/tahun).* Titik B, mewakili rumah sakit Pemerintah Daerah Pro-pinsi dengan TOI lebih pendek, yaitu 4 hari, sedangkanALOS adalah 6 hari, lebih singkat daripada Length of Staydari rumah sakit Depkes. Dari segi BOR ia masih dibatasioleh angka yang sama seperti pada rumah sakit Depkes, yaitupada BOR 60,6%; sebaliknya dari segi BTO, posisinyaberada di atas angka 30 kali.* Titik C, Merupakan rumah sakit yang dimiliki olehPemerintah Daerah Kabupaten/Tk. II dengan posisi TOIsama seperti rumah sakitDepkes. Yang berbeda adalah BOR-nyayang terletak antara 50 dan 60% (yaitu 51,5%) ALOS-nyaadalah 5 kali/tahun.* Titik D, adalah rumah sakit ABRI, merupakan titikdengan posisi paling jauh dari Area Barber Johnsondibandingkan dengan kelompok rumah sakit lain.* Titik E, merupakan rumah sakit yang dimiliki BUMNdengan TOI yang relatif lebih dekat dibandingkan denganrumah sakit milik ABRI, namun masih jauh dibandingkandengan rumah sakit milik Depkes, Propinsi, Kabupaten,maupun swasta.* Titik F, menggambarkan posisi rumah sakit milik swasta.

Dari penyebaran posisi berbagai kelompok rumah-rumahsakit itu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:a) Bila hanya dikaitkan terhadap indikator TOI dan ALOSsemata-mata, maka kesimpulan posisi rumah sakit terhadapArea Barber Johnson masih dapat diikuti secara mudah.b) Namun posisi tersebut di atas masih dipengaruhi pula olehkedua indikator lainnya, yaitu BOR maupun BTO-nya.c) Pembacaan untuk membedakan dua titik yang sudahmasuk dalam suatu Area Barber Johnson akhirnya masih

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 65

Page 67: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

harus dipertimbangkan kembali dimensi BOR dan BTO-nya.Makin besar BOR-nya makin baik, sebaliknya makin rendahmakin jelek.d) Dari keenam kelompok rumah sakit tersebut sampaidengan tahun 1989 ternyata tidak satupun yang mampumemasuki Area Barber Johnson. Ini berarti bahwa keseluruhanrumah sakit di Indonesia masih belum mampu menunjukkanperformance yang efisien. Sebab-sebabnya dibalik ini dapatberaneka ragam.

Salah satu contoh surveillance dari kelompok rumah sakitswasta yang sempat dipelajari datanya adalah dari RumahSakit Adi Husada yang dipantau sejak tahun 1986 sampaidengan tahun 1990 (tabel 2, gambar 3).

Tabel 2. Beberapa Pencapaian Pelayanan (BOR, TOI, BTO, ALOS)di RS. Adi Husada Tahun 1986 s/d 1990.

TAHUN BOR ALOS TOI BTO KAPASITAST.T.

1986 56,82% 8,71 6,40 24,62 3791987 59,56% 8,02 5,44 27,10 3521988 63,76% 8,45 4,51 29,29 3731989 61,97% 8,19 4,78 29,05 3731990 64,59% 8,37 4,18 30,19 373

Gambar 3

L(LENGTH OF STAY DALAM HARI )

Hasil P encapaian Pelayanan Rumah Sakit Adi HusadaSurabaya dalam Grafik Barber Johnson melalui beberapaindikasi tahun 1986 s/d 1990.

Analisis trend data performance Rumah Sakit Adi Husadaselama 5 tahun menunjukkan kecenderungan yang makinmendekati Area Barber Johnson. (Gambar 3) Pergerakanposisinya masih tetap berada dalam suatu area (daerah A/dengan garis tebal segi empat yang terbatasi oleh BOR60% - 70% dan BTO 20 - 30 kali. Penggambaran dalam areaini seyogyanya harus berada pada penggambaran pada area B.Karena pada area A ukuran TOI maupun ALOS yang satuankeduanya adalah "hari" ternyata tidak sama untuk ukuran saw

unitnya. Satu unit (1 hari) dari ukuran TOI adalah lebihpanjang dari pada ALOS.

Bila kesatuan unit TOI dan ALOS kita standarisir samapanjangnya setiap skala, maka penggambaran performancedari contoh Rumah Sakit Adi Husada justru harus beradadaerah B. Namun bila ini yang ditempuh, ia sudah bisa masukdaerah efisien sekalipun dari segi BTO-nya berada jauhmelebihi 30 dan BOR-nya ternyata di atas 80%. Di sinilahkita ragukan blanko standar dari Barber Johnson bila inginditerapkan di Indonesia. Karenanya, blanko Barber Johnsonmasih perlu ditinjau kembali, atau dilakukan modifikasiseperlunya.

Pada analisis korelasi maupun perhitungan reliabilitashubungan antar dua indikator yang terkait, maka hasilnyadapat dilaporkan sebagaimana data pada tabel 3.

Tabel 3 , Matriks Korelasi & Reliabilitas Hospital Basic ParameterRSAH 1986 - 1990

Sumber : RSAH 1990, Slamet Ryadi.

Dari tabel 3 di atas diketahui melalui suatu matriksbahwa antara dua indikator dapat dihitung hubungan korelasi(koefisien korelasi atau p) dan validitasnya (R). Bila dilihat

koefisien korelasi pencapaian sebagaimana hubungan antarindikator di atas, ternyata rata-rata sangat rendah antara 0,25dan 0,54. Koefisien tertinggi masih sekitar 0,54 yang terdapatpada hubungan BTO dengan TOI dengan validitas yang ter-besar 0,70. Antara ALOS dengan BTO terdapat hubungannegatif, yaitu dengan koefisien -0.25 yang berarti makin lamaALOS makin kecil, sebaliknya TOI-nya. Hubungan korelasinegatif juga terdapat antara BOR dengan TOI (dengankoefisien -0.48) serta antara BTO dengan TOI (dengankoefisien -0.54).

KESIMPULAN1) Dari data Rumah Sakit Adi Husada yang terpantau selama5 tahun terungkapkan bahwa hubungan korelasi antarvariabel/indikator (sebagaimana matriks label 3) menunjukkankorelasi yang sangat rendah (antara 0.25 - 0.54). Demikianpula tingkat validitas antar indikator (variabel).2) Data(cross sectional) berbagai kelompok Rumah Sakit diIndonesia 1989 maupun data Rumah Sakit Adi Husada(longitudinal) ternyata menunjukkan bahwa performance

6 6 Cerntin Dunia Kedokleran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 68: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Gambar 4

T(TURN OVER INTERVAL DALAM HARI)

pelayanan rumah sakit di Indonesia ternyata masih belummampu masuk dalam Area Barber Johnson.3) Dari kesimpulan sementara butir (2), patut disangsikanapakah model Area Barber Johnson yang standar ini perludimodifikasikan bagi kondisi di negara kita.4) Area Barber Johnson hendaknya dipertimbangkan kembaliuntuk di koreksi/digeser ke kanan, antara Turn Over Interval3 - 5 yang bisa ditargetkan situasional menurut tahap-tahappertumbuhan menegemen rumah sakit di Indonesia.(sebagaimana gambar 4).5) Adanya pola kasus dan penanganan masing-masing ke-lompok rumah sakit yang berbeda sudah tentu menciptakanperbedaan pula terhadap penampilan ke-empat indikator yangdibahas di atas.

Cermin Duniu Kedokterun, Edisi Khusus No. 91, 1994 67

Page 69: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Dilemayang Dihadapi Rumah Sakit Swasta

yang Memiliki Kepedulian SosialDr. Arif Hartono, Dr. Diah Rini Handjari

Rumah Sakit Harapan Jayakarta, Pulogadung, Jakarta

ABSTRAK

Masalah kepedulian sosial dan mengentaskan kemiskinan adalah topik yang padasaat ini sedang ramai didiskusikan oleh Pemerintah maupun pihak Swasta.

Rumah Sakit swasta pun tak luput dari sorotan Pemerintah karena Pemerintahtampaknya serius untuk mensukseskan PJPT II dan pembangunan kesehatan. Pemerin-tah pada umumnya dan Departemen Kesehatan khususnya sudah sejak awal menghimbaudan mendorong pihak swasta di bidang pelayanan kesehatan untuk memiliki kepeduliansosial; bahkan Pemerintah telah melibatkan modal swasta untuk bergerak di bidangpelayanan kesehatan.

Hasilnya bermunculan rumah sakit-rumah sakit swasta yang berkompetisi mem-bangun fasilitas kesehatan yang canggih dan memenuhi selera masyarakat IbukotaMetropolitan Jakarta. Sedangkan banyak pula rumah sakit swasta swadana dan ber-aspirasi sosial belum mampu mengembangkan diri karena kekurangan dana. Diuraikandilema dan kendala yang dihadapi rumah sakit swasta yang memiliki kepedulian sosialdan harus berkompetisi dengan rumah sakit-rumah sakit for profit.

68 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 70: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Rumah Sakit Swakelola PT TimahAlternatif Lain

Berdirinya Sebuah Rumah SakitDr. Hadisiswo Arsad

Rumah Sakit Bakti Timah, Pangkalpinang, Indonesia

ABSTRAK

Era globalisasi dunia menimbulkan perubahan-perubahan yang mendasar, khusus-nya di dunia pertimahan. Sebagai usaha untuk mempertahankan keberadaannya, PTTimah melaksanakan program restrukturisasi secara total berbagai aspek kegiatan per-usahaan.

Restrukturisasi bidang kesehatan mengacu pada prinsip bahwa pelayanan kesehatanyang melekat pada perusahaan sebagai bagian dari usaha pokok,(= core business) adalahyang bersasaran langsung untuk peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui usaha-usaha peningkatan derajat kesehatan mereka, yaitu pengembangan Hiperkes.

Di lain pihak sebagian besar fasilitas kesehatan perusahaan sebelumnya adalah dalambentuk rumah sakit; karena mempertimbangkan situasi daerah pada masa-masa tersebutyang belum memiliki sarana kesehatan sama sekali, maka berorientasi pada pelayananpenyembuhan. Keberadaan rumah sakit tersebut di banyak lokasi pada saat sekarang,relevansinya sudah berkurang oleh karena adanya Puskesmas di setiap kecamatan.Dengan demikian Rumah Sakit Perusahaan dalam proses restrukturisasi mengalamiperubahan-perubahan status, yaitu :1) Ditutup2) Perubahan fungsi menjadi Balai Hiperkes.3) Diserahkan ke Departemen Kesehatan.4) Khusus untuk Rumah Sakit di Pangkalpinang dan Rumah Sakit di Karimun, denganpertimbangan tetap dapat menunjang kegiatan timah, serta dapat mempertahankanpelayanan kesehatan bagi masyarakat terlepas dari kegiatan timah, dikembangkan me-lalui status swakelola, yang selanjutnya diharapkan dapat menuju bentuk kegiatanmandiri sepenuhnya.

Dari berbagai sudut pandang, keberhasilan Rumah Sakit Swakelola menuju kegiat-an mandiri masih perlu proses panjang dengan interaksi dari berbagai unsurdi dalam suatusistem yang hanya mengenal dua jenis rumah sakit yaitu rumah sakit pemerintah danrumah sakit swasta.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 6 9

Page 71: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

PENDAHULUANSetelah masuk tahun ketiga dari suatu perubahan sistem

yang sangat mendasar yaitu program restrukturisasi PT Tam-bang Timah (persero) sejak 1990 dan direncanakan berakhirpada 1995, maka Rumah Sakit Pusat Pangkalpinang PT Tam-bang Timah (persero) yang pada mulanya adalah sebuah RumahSakit Badan Usaha Milik Negara (Rumah Sakit Pemerintah)mulai menampakkan bentuk dasarnya dengan perubahan statussebagai Rumah Sakit Swakelola Perusahaan (tahap transisi) per1 Februari 1993 dan direncanakan menjadi Rumah Sakit yangmandiri dibawah Yayasan Bakti Timah (sebuah Rumah SakitSwasta) per 1 Januari 1994. Perubahan tersebut sebagai bagiandari Program Restrukturisasi perusahaan pada konteks pen-jabaran langkah teknis pelepasan asset perusahaan yang non-produktif dan bersifat layanan masyarakat.

Keinginan penulis untuk menginformasikan perubahan-perubahan tersebut sebagai sautu kajian kasus, yang diharapkandapat memberikan masukan bagi penentu kebijakan, khususnyadi bidang kesehatan meskipun hanya menyangkut bagian kecildari masyarakat Indonesia yang berlokasi jauh dari penyusunkebijakan dan kajian masih sangat superfisial mengingat prosessedang berjalan. Walaupun demikian terdorong oleh keyakinanbahwa dalam era globalisasi dengan kedenderungan "swasta-nisasi negara kesejahteraan" (1), program restrukturisasi mungkinjuga akan meluas ke BUMN dengan kondisi serupa lainnya,penulis mencoba menuangkan perkembangan ide/pikiran danlangkah nyata alternatif lain berdirinya sebuah rumah sakitakibat perubahan suprasistem dari rumah sakit yang ada didaerah. Hal ini dimungkinkan oleh karena penulis mendapatkesemaptan berperan selaku subjek maupun objek dari prosesperubahan tersebut.

Harapan penulis makalah ini dapat memberi kejelasan ten-tang proses perubahan yang terjadi, landasan pemikiran yangmengantisipasi perubahan tersebut, permasalahan-permasalahanyang menghadang dari sudut pandang idealisme profesi yangsedang mencari bentuk didasari sikap nasional, sikap etis dansikap profesional dengan kepekaan mengantisipasi tantanganpembangunan serta kebutuhan masyarakat pada saat kita me-masuki tahapan Pembangunan Jangka Panjang ke Dua BidangKesehatan, dikaitkan dengan kebijakan Pengembangan Wilayahdi daerah yang sedang berusaha melepaskan ketergantungannyadari pertambangan yang sedang bergulat pada akhir kehidupan-nya tetapi tetap berusaha mengembangkan wawasan baru yaitupenambangan berwawasan lingkungan dengan 2 strategi pokokyaitu pengembangan wialayah serta pembangunan berkelan-jutan.

Sistimatika penyampaian dimulai dengan ProgramRestrukturisasi PT Tambang Timah (persero), sebab harapanyang dikandungnya, perubahan dari sistem kesehatan perusahaansebagai konsekuensi dari kebijakan perusahan tersebut dan lan-dasan pemikiran dikembangkannya status Swakelola sebagaitahapan transisi berdirinya sebuah rumah sakit swasta di bawahYayasan, sebuah contoh perubahan dari sebuah Rumah SakitBadan Usaha Milik Negara menjadi sebuah rumah sakit mandiriyang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang selaras dengan

pengembangan konsep penambangan berwawasan lingkungan,pengembangan wilayah dan kebijakan pembangunan kesehatanpada repelita VI menuju terciptanya "Kesehatan Bagi semua"pada tahun 2000 (Health for all by the year 2000)

RESTRUKTURISASI PT TAMBANG TIMAH (PERSERO)Dunia pertimahan sedang dilanda masa suram, khususnya

bagi produsen. Permintaan timah relatif tidak mengalami per-tumbuhan hanya 1% pertahun dalam dasawarsa terakhir sebagaiakibat dari lambatnya pertumbuhan industri hilir pemakai timah,perkembangan teknologi elektronika dan diketemukannya sub-situsi timah. Di lain pihak suplai timah dunia meningkat, 7%pertahun, dengan diketemukannya tambang sangat kaya danmurah Brazil dan Cina (?). Ketidak seimbangan antara pertum-buhan permintaan dan penawaran, mengakibatkan harga timahmerosot.

Masa sekarang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harusterlepas dari beban-beban sosial dan lebih mengkonsentrasikanpada peluang untuk mendapatkan keuntungan. BUMN harusberbudaya swasta dalam mengelola usaha, memacu keinginanuntuk bersaing dalam menuju kearah profit( 2 ). Penyusun orga-nisasi diBUMN harus efisien dan ramping serta fleksibel. Sebaborganisasi dibuat untuk menampung pekerjaan, bukan untukmenampung personil(3 ). (Menteri Muda Keuangan Drs. NasrudinSumintapura).

Pemikiran-pemikiran tersebut diatas, menjelaskan bahwaprogram Restrukturisasi PT Timah tak bisa dielakkan. Programrestrukturisasi, usaha jangka panjang dengan sasaran menekanbiayaproduksiUS$ 4.500 per metrik ton di tahun 1995 dari US$6.130 per metrik ton di tahun 1990. Langkah-langkah teknisnyameliputi pemindahan Kantor Pusat (relokasi), perampinganorganisasi secara bertahap (reorganisasi), rehabilitasi peralatanproduksi (rekonstruksi) dan pelepasan asset non produktif.Restrukturisasi dimulai tahun 1990, tepatnya 19 Agustus 1991dengan keluarnya SuratMenteri Keuangan bahwarestrukturisasiyang membutuhkan dana Rp. 113 milyar didukung penuh Pe-merintah.

Restrukturisasi sebuah program besar baru selesai di tahun1995; pelaksanaan restrukturisasi harus utuh, konsekuen danrasional. Memiliki idealisme dan cita-eita yang tinggi untuksemakin meningkatkan sumbangan nyata bagi pengembanganwilayah di samping secara finansial (pajak & royalti), dalambentuk pengumpulan dan penyelarasan operasi penambangandengan rencana pengembangan wilayah yang dimiliki Pemerin-tah Daerah.

Pemikiran strategis bahwa timah di pulau Bangka akan habis25 tahun lagi dan PT Timah mempunyai konsep menjadikanpulau Bangka sebagai pulau industri, sebab pada dasarnya wilayahBangka mempunyai posisi yang sangat strategis dan ma-syarakatnya bersifat industris.

Komitmen PT Timah yang merupakan bagian dari wargaBangka, bahwa PT Timah tetap berfungsi seeara murni sebagaibadan usaha dengan persaingan yang ketat dan berat, tetapi PTTimah akan mengembangkan konsep pengembangan wilayah

70 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 72: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

dengan caramembantu wilayah untuk mandiri, menyumbangkanpikiran untuk pembangunan ekonomi Bangka,bersama-samasemua potensi yang ada. Realisasi antara lain dimulai melaluikerjasama dengan PT Koja B ahari untuk reparasi kapal bertonasekecil, kapal tunda tongkang di Air Kantung Sungailiat; Jugapembentukan pendirian politeknik di Sungai liat yang selanjutnyadiharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia profesional,perwira dan berdaya saing dan pulau Bangka dapat menjadi pusatterbentuknya manusia semacam itu.

Dengan demikian penglepasan asset fungsi sosial, bukansekedar untuk efisiensi, tapi adalah sejalan dengan upaya pe-ngembangan wilayah ini. Penglepasan asset dengan membentukKoperasi Jasa Usaha Bersama (KJUB), melepaskan tambangdarat, dok kapal, rumah sakit, angkutan BBM dan lain-lainbertujuan memberi kesempatan masyarakat berpartisipasi untukmenahan uang yang beredar jangan keluar dari Bangka.

REORGANISASI KESEHATAN PERUSAHAN &PENGLEPASAN ASSET RUMAH SAKIT PERUSAHAAN

Industri pertambangan di daerah merupakan pusat awal daripertumbuhan ekonomi wilayah ditemukan bahan tambang ter-sebut. Karena jebakan mineral umumnya ditemukan di daerahterpencil, maka industri pertambangan merupakan industri pi-onir sebelum industri lain muneul. Karena jauh dari lingkungansekitarnya, maka segala fasilitas dan sarana infrastruktur pen-dukung harus dibangun dalam rangka pengembangan tambangtersebut.

Dengan demikian pada awal program restrukturisasi PTTambang Timah (persero) memiliki 8 Rumah Sakit di Bangka, 4Rumah Sakit di Belitung dan 2 Rumah Sakit di Kepulauan Riau(1 buah di pulau Singkep dan 1 buah di pulau Karimun),dengan706 tempat tidur tersebar di pusat-pusat penambangan (setingkatkecamatan). Terdiri atas 2 tipe C dan 12 tipe D (data 1987), yangberorientasi pada pemenuhan kebutuhan pengobatan (kuratif).

Dalam proses perubahan dilandasi kebijakan bahwa bagianyang melekat pada perusahaan, yang langsung terkait denganproduktifitas karyawan adalah kegiatan-kegiatan higiene per-usahan & kesehatan kerja (hiperkes), sedangkan kegiatanyang bersifat kesejahteraan tenaga kerja yaitu kegiatanpengobatan untuk karyawan, keluarga dan pensiun adalahbagian yang tidak melekat pada perusahaan akan dilepaskan danuntuk selanjutnya mempergunakan fasilitas pengobatan daerahyang sudah berdiri, misalnya Puskesmas dan Rumah SakitUmumDaerah untuk Bangka, Belitung dan Singkep, sedangkanuntuk Jakarta dengan memanfaatkan kerjasama dengan RSPelni Petamburan.

Maka pada awal Program Restrukturisasi Timah untukbidang kesehatan perusahaan, dilaksanakan :a) Yang melekat pada perusahan, dengan kegiatan utamanyaadalah hiperkes dan pelayanan gawat darurat hanya tinggal di 6lokasi dan nama rumah sakit dirubah menjadi balai hiperkes.b) Rumah sakit sejumlah 5 buah di daerah yang telah diting-galkan, dihibahkan ke Pemerintah Daerah langsung untuk diman-faatkan sesuai kebutuhan Pemda (masih dalam proses).

c) RS Pusat (di Pangkalpinang-Bangka, Tanjungpandan-Beli-tung, Dabo-Singkep) dan RS Wilasi type C di Mentok-Bangkadan Tanjung Balai-Karimun) diserahkan ke Departemen Kese-hatan, dengan harapan dapat tetap dipertahankan fungsinyasebagai rumah sakit.

Setelah melalui masa 2 tahun (1991-1992) ketidakpastian,pada akhir 1992, dengan pertimbangan bahwa RS Pangkalpi-nang-Bangka dan RS Tanjung Balai-Karimun memiliki potensiuntuk mandiri dan kesehatan yang masih ada, maka per 1 Febru-ari 1993 kedua RS dimintakan kembali dari DepartemenKesehatan dan statusnya di dalam bentuk Swakelola (subsidi gajidari PT Timah untuk tenaga kesehatan yang masih merupakankaryawan PT Tambang Timah) dan 1 Januari 1994 diharapkansudah mampu mandiri (tanpa subsidi gaji lagi) hanya PT Timahmemberikan captive market.

RUMAH SAKIT SWAKELOLA PT TAMBANG TIMAH(PERSERO)

Khususnya dalam makalah ini pembahasan dibatasi padaRS Pusat Pangkalpinang PT Tambang Timah (Persero), RumahSakit yang telah berperan sebagai pusat rujukan untuk per-ubahaan dan masyarakat Bangka, Belitung dan Singkep padamasa lalu, yang sudah berdiri sejak 1911.

DASAR PEMIKIRANAdanya kesulitan Departemen Kesehatan untuk menerima

RS Pangkalpinang maupun RS lainnya dari PT Timah, karenaperaturan kepegawaian tidak dapat mengangkat tenaga-tenagakesehatan yang ada, kecuali masih memenuhi persyaratan umurdan pendidikan (hanya ± 20%); Departemen Kesehatan tidakmemprogramkan pendirian Rumah Sakit baru Daerah TingkatII, tapi lebih memprioritaskan pendanaan/penggunaan anggaranyang lebih efektif ke pengembangan primary health careyang memiliki jangkau lebih luas dalam konteks pelayanankesehatan (health care) sebagai sasaran pembangunan kesehatanNasional yang memprioritaskan pada golongan masyarakat yangberpenghasilan rendah, baik di pedesaan maupun di perkotaan,dengan perhatian khusus pada daerah terpencil, kelompok ma-syarakat terasing, daerah pemukiman baru termasuk daerahtransmigrasi dan daerah perbatasan.

Terdorong oleh kepedulian sosial dalam usaha memper-tahankan lapangan kerja yang sudah ada dan kesadaran akanmasih terbatas/kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yangsudah ada (jumlah tempat tidur dibandingkan penduduk barupada angka 0,2 - 0,3 tempat tidur per 1000 penduduk), makatimbul kesepakatan/komitmen di kalangan tenaga kesehatan RSPusat Pangkalpinang untuk menajukan pengelolaan sendiri dengankonsep tahapan status swakelola PT Tambang Timah (Persero)yang selanjutnya diharapkan dapat mandiri sebagai Rumah SakitSwasta non-profit di bawah Yayasan Bakti Timah. Pemikirantersebut diyakini dengan pandangan bahwa konsep tersebutsejalan dengan TAP MPR NO. II/MPR/1988 Garis-garis BesarHaluan Negara dengan acuan Sistem Kesehatan Nasional dantujuan pokok Repelita V. Dimantapkan dengan TAP MPR NO.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, /994 71

Page 73: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

II/MPR/1993 Garis-garis Besar Haluan Negara Bidang Kese-hatan, serta Kebijakan Pelita VI dan Undang Undang KesehatanNo. 23 tahun 1992 Bab VII Pasal 71 Ayat 1-2, yaitu : Masyarakatmemiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelengga-raan upaya kesehatan beserta sumber dayanya. Dan Pemerintahmembina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakatyang bergerak di bidang kesehatan agar lebih berdayaguna danberhasilguna.

SASARANMempersiapkan infrastruktur Rumah Sakit pada tahap

Swakelola, untuk selanjutnya mempertahankan dan mengem-bangkan kemandirian Rumah Sakit sebagai sebuah Rumah SakitUmum yang berorientasi pada perusahaan-perusahaan dengankelompok tenaga kerjanya melalui pelayanan hiperkes secaraaktif, sel untuk masyarakat umum, sebagai antisipasi atasprogram penambangan berwawasan lingkungan dan pengem-bangan wilayah untuk menjadikan pualu Bangka sebagai pulauindustri.

STRATEGIStrategi yang dikembangkan untuk mencapai sasaran tersebutadalah menempatkan diri pada bagian yang integral di dalamsistem kesehatan daerah bersama-sama Puskesmas, Praktek dokterdan Rumah Sakit Umum Daerah, yang secara terpadu me-ngembangkan kondisi tahap tinggal landas yaitu yang sesuaidengan "Kesehatan bagi semua pada tahun 2000", melalui pe-ningkatan peran serta masyarakat termasuk swasta dalam upayapelayanan kesehatan.

KARAKTERISTIK KONDISI & PROSES KEMANDIRI-AN :1) Rumah sakitnya sudah tak menentu selama tahun 1991-1992, sehingga sebagian masyarakat menduga sudah tutup, ber-arti hilangnya kepercayaan masyarakat.2) Suatu proses yang berkembang di luar kendali, dalam situasiyang penuh ketidak-pastian, setiap waktu ada kemungkinanterjadi perubahan kebijakan. Jalan dulu baru aturan, aturan dulubaru kelembagaan. Demikian juga berkenaan dengan aspekbiaya investasi/biaya orperasionalnya, jalan dulu baru dihitungatau bayar dulu baru cari.3) Pertimbangan swastanisasi rumah sakit tidak didasari oleh profit, tetapi lebih pada usaha mempertahankan keberadaannyauntuk tetap menghidupkan lapangan kerja bagi tenaga kesehatanyang sudah bekerja di RS tersebut, mempertahankan peranrumah sakit di masyarakat Bangka dan dalam rangka meng-antisipasi program restrukturisasi PT Timah dengan penglepasanasset yang non-produktif dan bersifat layanan masyarat denganpemikiran strategisnya untuk pengembangan wilayah . Jelasdasar pertimbangannya lebih berat pada aspek etika sosial daripadapertimbangan aspek ekonomisnya.4) Tidak didukung oleh infrastruktur yang sudah siap, ke-beradaan SDM yang memadai, permodalan yang menunjang danpangsa pasar yang terjamin. Contoh : Perusahaan menyerahkanasset (yang masih dalam proses jenis & jumlahnya), dan captive

market yang setiap waktu bisa berkurang ataupun hilang ka-rena perubahan kebijakan.5) Strategi pokok Rumah Sakit dalam mengembangkan dirimenghadapi ketidak pastian tersebut, adalah :• Motivasi bahwa yang dikerjakan adalah "dari kita untuk kitasendiri", "peluang harus diaraih".• Budaya kerja yang dilandasi atas 3K (kebersamaan, keter-bukaan & kebersihan) dan 3A (asah, asih & asuh) melaluipembinaan 3 pilar pendukung RS, yaitu profesi, manajemen danpelaksana.• Kiat yang dikembangkan adalah kepercayaan, baik padadiri sendiri, antar sub-sistem atau kelompok profesi/kerja(manajemen, profesi maupun pelaksana), Pemerintah Daerahdengan Instansi terkait, pasien dan tentunya masyarakat swastayang diharapkan nantinya dapat berperan serta dalam mema-jukan daerahnya.• Implikasinya adalah bentuk organisasi yang dinamis dengandesentralisasi wewenang, pemisahan ketigapilarpadakewajiban,hak dan tanggung-jawabnya, manajemen transparan, profesionaldan pengembangan hubungan Pelayan-Pelanggan, kebijakanyang proaktif dan organisasi yang percaya diri.6) Dalam pengembangannya untuk mempertahankan ke-beradaannya, terjadi rasa yang tinggi dari semua pihak ataskesadaran bahwa hal tersebut merupakan bagian dari idealismeprofesi masing-masing, yang pada kelanjutannya timbul mekan-isme pengengalian/kontrol khususnya bagi tenaga medis melaluiaspek profesionalisme yang murni oleh kelompok profesi itusendiri.

PERMASALAHAN1) Tenaga kesehatan, khususnya tenaga media (dokter umumdan dokter ahli), yang dengan Pemerintah sebagai PegawaiNegeri, PTT ataupun wajib sarjana tidak bisa berfungsi sebagaipegawai tetap rumah sakit atau masih terbatasnya kemampuanRumah Sakit untuk memberi imbalan.2) Meningat nilai ekonomis usaha, khususnya usaha rumahsakit yang dikembangkan di daerah, dengan tingkat kemajuanekonomi daerah yang terbatas, bukan merupakan sesuatu yangmenarik untuk investasi.3) Bentuk dukungan dari Pemerintah Daerah berkenaan de-ngan pembinaan tata-peran yang optimal, didasari wawasanpemikiran yang luas yang dikaitkan dengan pengembanganwilayah dan sasaran Pembangunan Kesehatan dengan DeklarasiAlma Alta yaitu health for all in the year 2000.

PENUTUPTelah disampaikan satu alternatif baru berdirinya sebuah

rumah sakit, tidak sebagai Rumah Sakit Pemerintah yang jelashirarki kepemilikannya dan kewajiban yang diemban, tidak jugaseperti sebuah rumah sakit non-profit di bawah Yayasan yangmisi dan dukungannya sudah jelas, dan bukan pula rumah sakitprofit atau kwalitas pangsa pasarnya. Prosesnya terpaksa, keku-atannya adalah pada komitmen keseluruhan potensi sumber dayamanusianya yang terlibat aktif dalam proses, dan keberhasilan-nya enterpreunership kewirawastaan dengan dukungan kemam-

72 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 74: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

puan inovasi.Keberadaannya perlu mendapat antisipasi yang positif

mengingat kemungkinan akan terjadinya lagi kasus yang sama,dengan lokasi kejadian di kota kabupaten yang jauh dari kotabesar, manfaatnya jelas dalam menunjang Pembangunan Ke-sehatan khususnya dalam mendukung pemerataan dan perluasanjangkauan pelayanannya yang kiranya bukan sesuatu yang dapatdiharapkan untuk investasi oleh pemodal (kecuali lokasi adalahdi kota besar), peran serta kelompok masyarakat dalam hal inikeseluruhan tenaga kesehatan yang mengelola rumah sakit tim-bul dari kesadaran diri-profesi-lingkungan/wilayah yang kiranyalebih menjamin kesinambungannya dari segi SDM.

Alangkah bedanya bila kesiapan instansi/organisasi terkaitdalam perumahsakitan sudah ada sebelum proses restrukturisasiPT Tambang Timah, kemungkinan besar tidak hanya RS PusatPangkalpinang dan RS Karimun PT Tambang Timah (persero)yang masih bertahan/masih merupakan sarana kesehatan yangbermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga RS Tanjung Pandan, RSPeltim atau RS lainnya dapat dipertahankan untuk kepentingandaerah yang jelas dibutuhkan oleh masyarakat setempat, denganpemikiran bahwa "mempertahankan yang sudah ada akan jauhlebih murah & rasional daripada membuat baru", tentunya tanpamembebankan pendanaannya ke Departemen Kesehatan maupunPemerintah Daerah dan PT Tambang Timah (persero), tetapi daripenggalangan peran serta masyarakat khususnya tenaga kese-hatan rumah sakit itu sendiri.

KEPUSTAKAAN1. Hidayat Hadjoprawito. Sambutan Sekretaris Jenderal Departemen Kese-

hatan. Seminar Kiat-kiat Manajemen Ketenagaan dalam Rangka Pen-ingkatan Kualitas Sumber Daya Manusia, 1993.

2. Sarwono Kusumaatmaja. Kasus PT Tambang Timah (Persero) Pelajaranbagi BUMN. Stania, Edisi Perdana 1991.

3. Nasrudin Sumintapura. Pokok-pokok pengarahan Menteri Muda Ke-uangan pada Rapat Kerja PT Tambang Timah (Persero). Stania, Desember1991.

4. Rumah Sakit di wilayah pedesaan dan perkotaan, Seri Laporan TeknisWHO, 1992.

5. Drucker PF. Inovasi dan kewiraswastaan, Praktek dan dasar-dasar. Jakarta:Erlangga, 1985.

6. Sri Soewasti Soesanto. Faktor-faktor yang mendorong dan menghambatperan serta masyarakat dan swasta dalam pembangunan kesehatan, Maj al ahKesehatan Masyarakat 1988; 39.

7. Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992.8. Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan RI. 1982.9. Rencana Pembangunan lima tahun kelima bidang Kesehatan 1989/90-

1993/94, Departemen Kesehatan RI. 1989.10. Naisbitt J cs. Megatrends 2000. Warta Ekonomi, Juli 1990.11. Buku Pedoman Penyelenggaraan Upaya pelayanan kesehatan swasta di

bidang Medik Spesialistik. Departemen Kesehatan, Maret 1989.12. Sudwikatmono. Peran swasta dalam investasi rumah sakit (Studi Kasus RS

Pondok Indah. Seminar Hospital Planning and Design), Jakarta Maret1991.

13. TAP MPR-RI Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar HaluanNegara (Bidang Kesehatan), Majalah Kesehatan 1993; 137.

14. Kuntoro Mangkusubroto. Kepedulian sosial terhadap lingkungan tetaptinggi. Stania, Juni 1993.

15. Puji Samekto. Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri dalam kaitannya de-ngan pengembangan wilayah. Stania, Juli 1993.

16. Pengembangan wilayah Bangka - sebuah konsep berangkat dari penam-bangan timah, Stania, Juli 1993.

17. Kuntoro Mangkusubroto. Pengembangan sumber daya manusia bagianyang paling penting di PT Timah. Stania, Agustus 1993.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 73

Page 75: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Program Kesejahteraan untukStaf Rumah Sakit dan Para Dokter

Hotbonar SinagaDirektur Produksi & Pemasaran Tugu Mandiri, Jakarta

(Life, Pension & Health Insurance)

PENGANTARSarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan. Termasuk diantaranyaadalah balai pengobatan, puskesmas, rumah sakit umum, rumahsakit khusus dan lain sebagainya.

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan dapat di-selenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta tetapharus memperhatikan fungsi sosial. Bagi investor atau penanammodal, rumah sakit kini merupakan suatu bisnis yang tidakkalah menariknya dengan bidang usaha lain. Melalui konsepswakelola dan swadana, mulai banyak bermunculan berbagairumah sakit yang dikelola secara lebih profesional dan lebihberorientasi bisnis tanpa melupakan fungsi sosialnya.

Salah satu ciri rumah sakit yang baik adalah rumah sakityang profesional pelayanannya. Pelayanan yang baik tidak lepasdari pelaksana atau pelakunya yakni para tenaga kesehatan yangbekerja di rumah sakit. Personil rumah sakit mulai dari tenagakesehatan, tenaga administrasi sampai dengan para pesuruh,satpam dan sebagainya merupakan sumber daya yang sangatvital dan menentukan dalam hal mutu pelayanan. Rumah Sakitsebagai suatu badan usaha harus memperhatikan semua per-sonilnya termasuk kesejahteraannya agar mereka dapat mem-berikan kontribusi yang terbaik sehingga mutu pelayanan tidakhanya selalu dijaga bahkan ditingkatkan.

KEBUTUHAN FISIK MANUSIADalam kehidupan sehari-hari, setiap insan memerlukan

makanan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Pangan me-rupakan kebutuhan utama yang kemudian disusul oleh sandang.Tata urut kebutuhan nyata manusia pada dasarnya adalah :

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21 — 25 November 1993.

1) Pangan2) Sandang3) Papan4) Pendidikan5) Kesehatan6) Olah raga7) Rekreasi

Kebutuhan di atas dapat dipenuhi setiap insan dengan mem-belanjakan pendapatannya. Memang tidak semua kebutuhantersebut dapat dibiayai dari penghasilannya. Sebagian justrudisediakan oleh tempatnya bekerja. Ambit contob misalnya per-usahaan besar menyediakan rumah dinas, rumah sakit berikutfasilitas kesehatan lainnya, sarana olah raga dan sebagainya.Perusahaan yang lebih kecil belum tentu tidak memiliki ke-sanggupan untuk menyediakan atau membantu karyawannyadalam hal pemenuhan kebutuhan tersebut. Minimal perusahaankecil dapat menyediakan semacam kemudahan, misalnya fasili-tas pemberian kredit perumahan, pemberian tunjangan kese-hatan dan sebagainya.

BALAS JASA DAN FASILITAS YANG DISEDIAKANRUMAH SAKIT

Staf rumah sakit yang bekerja sebagai tenaga tetap maupuntidak tetap berhak untuk memperoleh kompensasi atas tenagayang disumbangkan bagi rumah sakit. Kompensasi yang umumberbentuk gaji ataupun upah ditambah uang kerja lembur. Selaingaji/upah plus uang lembur, variasi kompensasi yang lain cukupbanyak, mulai dari intensif, bonus atau jasa produksi, asuransi,program pensiun dan sebagainya.

Pada dasarnya, gaji atau upah digunakan untuk memenuhi

74 Cermin Dunia Kedokteran. Edisi Khusus No. 9/, 1994

Page 76: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

kebutuhan diri pegawai dan keluarganya sehari-hari. Bila masihada kelebihan, digunakan untuk keperluan berencana maupunyang bersifat mendadak. Lazimnya, kebutuhan untuk hari tuabelum tersedia.

Berbagai fasilitas disediakan oleh perusahaan selain gaji. Dibawah ini dapat dilihat berbagai fasilitas ataupun kemudahanyang lazim diberikan perusahaan bagi tenaga kerjanya :- Fasilitas kesehatan- Fasilitas pendidikan umum- Fasilitas olah raga dan rekreasi- Fasilitas/tujuan cuti- Jasa produksi- Ulang tahun dinas- Program pemilikan rumah- Program simpan pinjam (biasanya melalui koperasi)- Menunaikan ibadah haji (selektif)- Bea siswa (selektif)

Sebagian fasilitas tersebut tidak perlu disediakan atau di-berikan seluruhnya oleh rumah sakit. Sebagian dapat diadakanoleh koperasi karyawan rumah sakit, atau bekerja sama denganbank dalam hal pemberian kredit perumahan. Sebagian lagi,khususnya yang mengandung "risiko", dapat ditransfer kepadaperusahaan asuransi. Misalnya saja sebagai contoh dal am bentukasuransi kematian, asuransi tunjangan hari tua, asuransi ke-celakaan, asuransi perjalanan serta asuransi kesehatan. Bahkanprogram pemilikan rumah ataupun bea siswa dapat dise-lenggarakan dengan cara bekerja sama dengan perusahaanasuransi.

JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJAUU no. 3/1992 mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja

menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja yang bekerja padaperusahaan/badan usaha yang memenuhi syarat kepesertaan,wajib menjadi peserta program Jamsostek. Syarat kepesertaantersebut adalah :- Memiliki tenaga kerja di atas 10 orang atau- Gaji keseluruhan tenaga kerja, per bulan melebihi Rp. 1 jutaProgram ini mencakup empat jenis jaminan yakni :1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)2. Jaminan Kematian (JKM)3. Jaminan Hari Tua (JHT)4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Dengan'sendirinya, seluruh staf rumah sakit tanpa me-mandang statusnya apakah pegawai tetap ataukah bukan, wajibdiikutkan dalam program ini. Penyelenggara program ini adalahPT ASTEK. Setiap peserta dengan koordinasi pemberi kerjawajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan dengan persen-tase dari gaji bulanan yang pembayarannya dilaksanakan setiapbulan. Dalam lampiran I dapat dilihat besarnya presentase iurandan manfaat atau benefit untuk setiap macam jaminan.

Jamsostek ini merupakan jaminan wajib dan pelengkap darigaji ataupun kompensasi lain yang diberikan rumah sakit. Man-faat atau besarnya benefit merupakan jaminan dasar yang dapatdiidentikkan dengan "ala kadar-nya" Sebagai contoh, tenagakerja yang meninggal karena sakit atau mendapat kecelakaan

yang tidak terkait dengan hubungan kerja, ahli warisnya akanmendapat santunan dari PT ASTEK sebesar Rp. 1 juta ditambahbiaya pemakaman Rp. 200.000.

Selain Jamsostek yang wajib sifat kepesertaannya, rumahsakit seyogyanya menyediakan juga berbagai tunjangan atau-pun subsidi yang terkait kesejahteraan staf rumah sakit. Misal-nya saja asuransi perjalanan untuk staf yang sering bepergian,tabungan hari tua atau bahkan pensiun.

DANA PENSIUNTanggal 20 April 1992 Pemerintah telah memberlakukan

Undang-Undang Dana Pensiun. Walaupun pembentukan DanaPensiun di perusahaan bukan atau belum merupakan sesuatuyang wajib, sepantasnyalah rumah sakit yang baik kondisi ke-uangannya menyelenggarakan Dana Pensiun, baik untuk dokter,paramedis maupun pegawai lainnya di lingkungan Rumah Sakit.

Dana Pensiun merupakan pemupukan dana jangka panjangyang dipersiapkan untuk masa non produktif. Selama masihproduktif, sebagian pendapatan disisihkan oleh tenaga kerjaberupa dana pensiun. Pemupukan dana ini memperoleh fasilitasperpajakan dari Pemerintah. Berbeda dengan tabungan, investasidana pensiun misalnya dal am bentuk deposito, bunganya dibebas-kan dari pajak. Fasilitas perpajakan ini haruslah dimanfaatkanoleh rumah sakit. Pembentukan dana pensiun dapat diseleng-garakan oleh rumah sakit atau ikut serta dalam program pensiunyang diselenggarakan perusahaan asuransi jiwa. Bila inginmembentuk dana pensiun sendiri, aplikasi harus diajukan kepadaMenteri Keuangan untuk memperoleh persetujuan. Rumah sakitdengan staf di bawah 200 orang tidak perlu membentuk danapensiun sendiri. Alternatifnya adalah secara bersama-samamembentuk dana pensiun atau ikut serta dalam program pensiunyang diselenggarakan asuransi jiwa ataupun perbankan.

Dalam lampiran II dapat dilihat diagram mengenai jenisprogram pensiun dan penyelenggara. Jenis program pensiundapat berupa :- Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)- Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Penyelenggaranya bisa oleh Rumah Sakit sebagai perusa-haan pemberi kerja (disebut DPPK atau Dana Pensiun PemberiKerja) atau diserahkan kepada perusahaan asuransi jiwa ataubank umum (disebut DPLK atau Dana Pensiun Lembaga Ke-uangan). Iuran dana pensiun bulanan dapat berasal dari per-usahaan (rumah sakit) dan sebagian lagi dari pegawai berupapemotongan gaji. Dana pensiun yang telah terkumpul selamapeserta masih aktif bekerja, akan dibayarkan bila yang ber-sangkutan mencapai usia pensiun. Pembayaran tidak diberikansecara lumpsum, harus dibayarkan bulanan dan bisa diteruskankepada janda atau dudanya.

Lampiran III memperlihatkan contoh pemupukan danayang dihimpun setelah kurun waktu tertentu. Ternyata dapat kitalihat kemampuan pemupukan dana pensiun yang bisa meng-hasilkan dana cukup besar pada saat peserta mencapai usiapensiun.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 75

Page 77: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Lampiran I. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Program Jamsostek

Jaminan Kecelakaan Kerja

II.

1. Biaya Transportasi (maksimum)a. Daratb. Lautc. Udara

2. Santunan Sementara TidakMampu Bekerja (STMB)

3. Biaya Perawatan (maksimum)RS Pemerintah Kelas I

4. Santunan cacata. Sebagian tetapb. Total tetap

i. Sekaligusii. Berkala (2 tahun)

c. Kurang Fungsi5. Santunan Kematian

a. Sekaligusb. Berkala (2 tahun)c. Biaya Pemakaman

6. Penyakit Akibat Kerja

Jaminan Kematian

Rp. 100,000Rp. 200,000Rp. 250,0004 bulan pertama 100% upah4 bulan kedua 75% upahSelanjutnya 50% upahRp. 3,000,000

% tabel x 60 bulan upah

70% 60 bulan upahRp. 25,000/bulan% kurang fungsi x % tabelx 60 bulan upah60% x 60 bulan upahRp. 25,000/bulanRp. 200,000Meliputi 31 jenis penyakit(selama hubungan kerja dan 3tahun setelah putus hubungankerja)

Rp. 1,000,000Rp. 200,000Dapat diambil setelah meme-nuhi masa kepesertaan 5 tahun& masa tunggu 6 bulanPelayanan kesehatan dasar

1. Santunan Kematian2. Biaya Pemakaman

III. Jaminan Hari Tua

IV. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Iuran (dalam % dari upah/bulan)

IuranProgram -

Pengusaha Tenaga Kerja

1. Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24 – 1,74 –2. Jaminan Kematian 0,30 –3. Jaminan Hari Tua 3,70 2,004. Jaminan Pemeliharaan 3,00 – 6,00*) –

lajan g/berkeluarga

Keterangan :*) Upah maksimum sebagai dasar perhitungan iuran Rp. 1,000,000

PERSIAPAN HARI TUA UNTUK PARA DOKTERTelah dikemukakan di atas, bahwa selama masa produktif

bekerja setiap orang perlu menyisihkan sebagian pendapatannyauntuk persiapan di hari tua. Dokter yang merangkap sebagaipegawai negeri secara otomatis sudah terdaftar sebagai pesertaTASPEN. Namun kita semua tahu bahwa manfaat pensiun yangakan diperoleh kelak, masih sangat minim dibandingkan dengankcbutuhan. Rumah sakit swasta bisa saja menyelenggarakandana pensiun untuk para stafnya termasuk dokter. Bagaimanadengan dokter yang tidak terikat baik sebagai Pegawai Negerimaupun sebagai dokter tetap di suatu rumah sakit? Mereka bisamengikuti atau mendaftar sebagai peserta dana pensiun yangdiselenggarakan asuransi jiwa. Sebagai individu para dokterdapat meneatatkan diri dan menjadi peserta dana pensiun. Se-

76 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Lampiran II. Penyelenggaraan dan Bentuk Program

Lampiran III. Asumsi

Penghasilan per bulan = 2,000,000luran per bulan 5% = 100,000 Usia peserta = 30 tahunIuran per tahun = 1,200,000 Usia pensiun = 55 tahunHasil investasi = 12%/Tahun Periode pemupukan dana = 25 tahun

Tahun Iuran Hasil Saldoke Pertahun

(Dalam Rupiah)Investasi

(Dalam Rupiah)Dana

(Dalam Rupiah)

1 1,200,000 144,000 1,330,0002 1,200,000 303,667 2,805,8853 1,200,000 480,706 4,441,7254 1,200,000 677,007 6,255,5455 1,200,000 894,665 8,266,7086 1,200,000 1,136,005 10,496,6867 1,200,000 1,403,602 12,969,2858 1,200,000 1,700,314 15,710,9049 1,200,000 2,029,308 18,750,810

10 1,200,000 2,394,097 22,121,45811 1,200,000 2,798,575 25,858,83312 1,200,000 3,247,060 30,002,83413 1,200,000 3,744,340 34,597,70214 1,200,000 4,295,724 39,692,49215 1,200,000 4,907,099 45,341,59516 1,200,000 5,584,991 51,605,32117 1,200,000 6,336,639 58,550,54018 1,200,000 7,170,065 66,251,39919 1,200,000 8,094,168 74,790,11120 1,200,000 9,118,813 84,257,83521 1,200,000 10,254,940 94,755,64722 1,200,000 11,514,678 106,395,62223 1,200,000 12,911;475 119,395,62224 1,200,000 14,460,243 133,612,64625 1,200,000 16,177, 517 149,480,262

Page 78: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Manfaat Pensiun Maksimal 20% 29,896,052Manfaat Pensiun — Untuk dibelikan Anuitas 119,584,209

149,480,261

Pembayaran pensiun bulanan dengan ketentuan dapat diteruskan kepadajanda/duda dan satu anak (hingga usia anak 25 tahun) sebesar 100% (yangditerima janda/duda atau anak = 100%) = Rp. 1,270,000

baiknyalah para dokter memanfaatkan fasilitas perpajakan yangdiberikan Pemerintah melalui dana pensiun. Fasilitas tersebutadalah :- Iuran dana pensiun yang berasal dari peserta akan mengu-rangi pendapatan kena pajaknya (yang dilaporkan dalam SPTtahunan).- Iuran yang berasal dari pemberi kerja bebas pajak.- Iuran yang dibayar pemberi kerja akan mengurangi ke-untungan perusahaan yang dikenai pajak.- Bila diinvestasikan dalam bentuk instrumen tertentu sepertideposito, obligasi dan saham, bebas dari pajak penghasilan.

Dokter yang telah ikut program pensiun yang diselenggara-kan rumah sakit tempatnya bekerja (atau telah menjadi pesertaTASPEN), namun merasa masih kurang, dapat ikut sebagaipesertapribadi. Iuran per bulan maksimal yang akan dibebaskanpajaknya adalah atas dasar penghasilan Rp. 60 juta setahun. Bilayang bersangkutan tidak atau belum ikut program pensiun lain,sebagai individu maksimal iurannya 20% dari gaji tahunan atauiuran bulanan maksimal = Rp. 1.000.000,-.

Di bawah ini dapat dilihat urutan langkah yang perlu di-lakukan oleh dokter atau profesi apapun yang ingin menjadipeserta individu suatu dana pensiun yang diselenggarakan per-usahaan asuransi jiwa :1) Mengisi formulir kepesertaan yang berisikan info umumseperti- Nama- Alamat- Usia- Pekerjaan- Nama ahli waris, janda/duda- Dan lain sebagainya2) Menetapkan gaji bulanan dan tahunan3) Memilih usia pensiun4) Menetapkan iuran bulanan sebagai persentase dari gaji ataupendapatan bulanan5) Menetapkan investasi yang pilihannya diserahkan kepadapeserta.

Manfaat yang diperoleh dokter yang mengikuti programpensiun sebagai individu adalah fasilitas pajak seperti telahdikemukakan di atas. Setelah yang bersangkutan meneapai usiapensiun, dari hasil akumulasi dananya, 20% dapat dimintalumpsum sedangkan sisanya harus dibelikan asuransi jiwaanuitas hidup dan manfaat pensiunnya dibayarkan bulanan.Besarnya pembayaran bulanan tergantung dari program anuitasyang dipilihnya.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 77

Page 79: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Penerapan Teknologi Informasiuntuk

Meningkatkan Pelayanan Rumah Sakitdalam Menyongsong PJPT - II

Harun AffandieKepala Bidang Information Systems Rumah Sakit Graha Medika, Jakarta

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai suatu subsistem dari sistem pelayanan kesehatan sejak beberapawaktu yang lalu menunjukkan perkembangan yang mengarah kepada sifat sebagai suatuinstitusi profesional yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa. Perkembangan inidisebabkan oleh berbagai faktor internal maupun eksternal seperti tuntutan masyarakatdan mulai tumbuhnya kesadaran pengelola rumah sakit untuk menerapkan sistem ma-nagemen yang profesional. Profesionalisme ini secara perlahan tapi pasti mulai dirasakansebagai suatu kebutuhan dalam pengelolaan rumah sakit. Untuk mewujudkan hal itudibutuhkan dukungan teknologi informasi yang sesuai.

Aplikasi teknologi informasi dimaksudkan untuk melakukan otomatisasi berbagaiproses administrasi yang berlangsung dalam kegiatan operasional rumah sakit. Tentusaja teknologi informasi tidak dimaksudkan untuk hanya sekedar melakukan prosesotomatisasi, namun terdapat maksud lain yang lebih jauh, yaitu sebagai sarana untukmenjalankan fungsi-fungsi managemen seperti perencanaan, pengambilan keputusan,penilaian dan pengendalian. Contoh konkrit aplikasi teknologi informasi ini misalnyadalam hal identifikasi pos untung dan rugi; identifikasi besarnya keuntungan ataukerugian dan management logistik.

Pemilihan teknologi informasi yang tepat harus mempertimbangkan beberapa halseperti perangkat keras, perangkat lunak dan disesuaikan dengan beberapa kondisi yangharus diciptakan untuk mendukung dalam aplikasinya nanti. Kondisi-kondisi tersebutmisalnya dukungan penuh dari pihak managemen, kalangan medis dan penyediaansumberdaya manusia yang memadai.

Di samping itu juga jangan dilupakan beberapa kendala yang mungkin akan dihadapiseperti mahalnya biaya investasi dan resistansi dari "Iingkungan" rumah sakit itu sendiri.

PENDAHULUANPasien terutama kalangan atas sebagai "pembeli" jasa ru-

mah sakit dewasa ini sudah semakin kritis karena mengetahuibuying power yang mereka miliki cukup tinggi, apalagi dengansemakin banyaknya rumah sakit yang tersedia, baik di dalam

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21 — 25 November 1993.

maupun di luar negeri, mereka seolah menjadi rebutan. Sehinggaapabila suatu rumah sakit ingin tetap mempunyai "daya saing"yang tinggi, rumah sakit tersebut dituntut untuk memberikanpelayanan yang serba lebih dibandingkan dengan rumah sakitlain, misalnya dalam hal kemudahan, kecepatan dan ketepatan

78 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 80: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

baik dari segi medis pada khususnya, maupun segi penunjanglain termasuk proses administrasi pada umumnya. Ihwal ke-mudahan, kecepatan dan ketepatan layanan ini berlaku mulaisaat pendaftaran, pencarian berkas rekam-medis, sampai kepadapembuatan billing baik untuk rawat-jalan maupun rawat-inap.Tidak perlu diterangkan lebih lanjut tentang perlunya kera-mah-tamahan yang menimbulkan rasa tenteram bagi penggunajasa dan j uga perlunya penegakan diagnosis yang cepat dan tepat.

Ada satu sifat unik rumah sakit yang tidak dimiliki olehjenis usaha yang lain. Jika suatu perusahaan dagang penjualbarang atau jasa yang pada tahun lalu telah memperoleh lababersih misalnya sebesar x%, maka untuk tahun berikutnya ten-tunya para pemegang saham menginginkan agar laba tersebutbertambah besar. Direksi perusahaan tersebut tentunya akanmenterjemahkan keinginan para pemegang saham tersebutmenjadi angka-angka, yang kemudian diurai lebih lanjut menjadijumlah satuan barang atau jasa yang harus terjual tahun berikutnyadan menyusun segala macam rencana, strategi pemasaran danprogram penjualan untuk mencapai tingkat penjualan yang di-inginkan. Rumah sakit tidak mungkin melakukan hal yangsama dengan perusahaan dagang tersebut, karena jenis jasayang ditawarkannya adalah sesuatu yang dalam keadaan normaltidak dikehendaki oleh siapapun. Memang ada pengecualianyaitu medical-check-up dan vaksinasi, tetapi kontribusinya ter-hadap pendapatan menyeluruh dari suatu rumah sakit masihdianggap kurang besar. Tidak akan pernah kita dengar adanyarencana seseorang untuk berakhir minggu di suatu rumah sakit.Dengan demikian sangat sulit memproyeksikan pendapatan rumahsakit secara tepat, dan kalaupun ada hanya berdasarkan suatuperkiraan dengan membandingkan pendapatan tahun-tahunsebelumnya, sehingga gambarannya agak kasar. Atas dasar itu-lah maka satu-satunya cara untuk meninggikan "laba" adalahdengan terus-menerus meningkatkan pelayanan, efisiensi danefektifitas di segala bidang.

Salah satu contoh yang paling nyata atas peningkatan efi-siensi adalah pengontrolan atas barang-barang persediaan(inventory) berupa obat-obatan, disposable medik (alkes) danbarang-barang umum lainnya. Tidak adanyakontrol atas inventoryakan merupakan salah satu lubang besar kebocoran yang jikadibiarkan akan menggerogoti keuangan rumah sakit. Fungsikontrol dalam contoh tersebut hanya merupakan salah satu darisekian banyak peran Teknologi Informasi di bidang pelayanankesehatan. Banyak contoh penerapan Teknologi Informasi yanglain, terutama dalam bidang keuangan. Agar dapat tumbuh danberkembang dengan baik, rumah sakit harus sehat secara finan-siil.

Berkat kemajuan teknologi yang pesat, kini banyak tersediapilihan perangkat yang dapat dijadikan alat bantu dalam menge-lola suatu usaha -- termasuk rumah sakit -- dan satu di antaranyaadalah Teknologi Informasi. Pada halaman-halaman berikutdapat disimak bagaimana Teknologi Informasi dapat berperandalam meningkatkan pelayanan rumah sakit.

LINGKUP BAHASANPenerapan Teknologi Informasi di bidang pelayanan kese-

hatan dapat mencakup semua bidang, termasuk medis. Namunpembahasan pada makalah ini akan dibatasi hanya pada maslahnon-medik saja yang cakupannya meliputi Front Office dan BackOffice.

Satuan-kerja Front Office dapat terdiri dari :1. Bagian Informasi;2. Bagian pendaftaran pasien rawat jalan;3. Bagian pendaftaran pasien UGD;4. Bagian pendaftaran pasien rawat inap;5. Floor Officer;6. Kasir.

Sedangkan satuan-kerja Back Office dapat terdiri dari :1) Bagian Sumberdaya Manusia;2) Bagian Keuangan dan Akunting;3) Bagian Logistik;4) Bagian Administrasi/Umum;5) Bagian-bagian lainnya sesuai kebutuhan organisasi.Teknologi Informasi dalam kaitan ini terdiri dari ;• otomatisasi proses administrasi• pengelolaan data menjadi informasi

TUJUAN PENERAPANPJPT-II mengisyaratkan adanya kebutuhan penyediaan

sarana pelayanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat.Bagi para penyedia jasa layanan kesehatan hal ini harus dipan-dang sebagai suatu tantangan, walaupun sekaligus dapat diang-gap pula sebagai peluang. Dikatakan sebagai tantangan arenaisyarat tersebut mengharuskan semua rumah sakit untuk menye-diakan jasanya dengan biaya terjangkau oleh semua lapisan ma-syarakat sesuai dengan kelasnya. Memang hal ini terasa cukupberat, terutama bagi rumah sakit swasta for profit yang tidakluput dari kewajiban untuk juga menyediakan perawatan denganbiaya terjangkau oleh golongan masyarakat berpenghasilanrendah, walaupun sasaran utama jenis rumah sakit ini adalahkalangan menengah ke atas. "Harga jual" untuk kalangan bawahini seringkali harus berada di bawah biaya yang diperlukan untukmenyediakan jasa layanan tersebut, yang berarti suatu kerugianbagi rumah sakit. Tetapi karena fungsi sosial rumah sakit dinegeri kita tercinta ini sama sekali tidak dapat dikesampingkan,maka hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebaliknya rumahsakit juga diberi kesempatan untuk mengenakan tarif yang relatiflebih tinggi untuk kelangan atas dengan "menjual" layanan-lebihsebagai nilai tambah yang harus dibayar relatif lebih mahal.Keuntungan yang didapat dari kalangan atas ini dapat digunakanuntuk menutupi kerugian dari kalangan bawah. Dari sinilahlahir istilah "subsidi-silang", yang hasil akhirnya secara sekilastampak hanya "impas" saja.

Di sini Teknologi Informasi antara lain dapat berperan untukmenidentifikasi pos-pos yang menguntungkan sekaligus jugapos-pos yang merugikan. Jika mendatangkan keuntungan harusdiketahui secara tepat berapa untungnya, dan sebaliknya jikamerugi harus diketahui secara tepat pula berapa ruginya, baik se-cara nilai uang maupun prosentase dari modalnya. Pokok pangkalketidak-jelasan untung/rugi tersebutdikarenakan penentuan biayasuatu tindakan atau pemeriksaan hanya berdasarkan suatu

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 79

Page 81: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

perkiraan atau kelaziman pasar belaka.Seeara umum penerapan Tekonologi Informasi di bidang

pelayanan kesehatan sebagaimana juga pada bidang usaha lain-nya dimaksudkan sebagai alat bantu management suatu orga-nisasi dengan tingkatan sebagai berikut :a) Pelaksana:1) pengolahan transaksi;2) pemberian informasi/laporan,b) Management Lini :1) perencanaan operasional;2) pengambilan keputusan;3) pengendalian..c) Management Madya :1) perencanaan strategis;2) penentuan kebijakan;3) pengambilan keputusan.

Sepintas nampak bahwa tujuan penerapan Teknologi Infor-masi tersebut tampak klise dan sederhana saja. Tetapi berapabanyak badan usaha yang menerapkan Teknologi Informasi se-kedar pengolah data belaka ?

Siklus suatu proses pengolahan informasi dimulai dari parapelaksana yang mengerjakan tahap awal berupa inputting datayang akan membentuk database, master table dan transaksi.Data dapat berasal dari berbagai maeam sumber, misalnya pen-daftaran pasien, kasir, logistik, ruang perawatan, personalia dansebagainya. Semua data dan transaksi yang terjadi direkam dandisimpan secara elektronis/digital. Pengolahan lebih lanjut di-dasarkan kepada kebutuhan, yang diramu dengan berbagaimaster table dan database akan menghasilkan laporan-laporantertentu untuk semua tingkatan pengelola rumah sakit.

PILIHAN TEKNOLOGITeknologi Informasi secaraumum mengandung unsur-unsur

perangkat-keras, perangkat-lunak, database, prosedur dan pe-tugas pengelola. Saat ini dunia informatika sedang mengarahke sistem terbuka (open system) yang akan diterangkan lebihlanjut.

A) Perangkat-kerasSejak awal, komputer besar yang dikenal sebagaimainframe

mendominasi dunia sampai era 1980-an dan menikmatizamankeemasannya selama puluhan tahun. Perangkat-keras jenis inimempunyai keunggulan antara lain dapat melayani pemakaidalam jumlah yang sangat besar dengan kecepatan proses yangsangat tinggi. Namun perangkat ini memerlukan ruangan khususyang relatif luas, pemakaian daya listrik yang sangat besar,sistem pendingin khusus yang mahal dan biaya perawatan yangsama sekali tidak ekonomis karena masih adanya monopolipemberian jasa layanan perawatan dan perbaikan dari pembuatatau distributornya. Komputer main-frame terdesak oleh kehadirankomputer mini yang boom pada awal 1980-an. Meskipun unjuk-kerjanya memang tidak dapat menyamai komputer main frame,tetapi price performance-nya bagus dan lebih sesuai untukdigunakan oleh perusahaan-perusahaan menengah ke atas de-ngan biaya pengoperasian dan biaya perawatan yang relatif lebih

rendah dibandingkan dengan komputer main-frame. Tetapi ek-sistensi jenis ini boleh dikatakan tidak akan lamalagi, mengingatdari atas tertekan oleh main-frame dan dari bawah terdesak olehsang pendatang baru : micro-computer.

Meledaknya micro-computer atau yang lebih dikenal se-bagai PC (Personal Computer) di akhir 1980-an dan awal 1990-an semakin meramaikan dunia informatika. Micro-computertidak saja mengancam kelangsungan hidup mini-komputer, te-tapi juga membuat cemas pembuat main-frame, berkat kemam-puan dan unjuk-kerjanya yang diprediksi dapat menggantikanmain-frame dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Micro-computer sedemikian populer karena menganut sistem terbuka(open system) dalam arti yang luas, di samping hanya me-merlukan biaya operasi dan perawatan yang paling rencah.Keterbatasan dan kelemahan komputer-mikro telah, sedang danakan disingkirkan secara bertahap. Kini bahkan pembedaan pe-rangkat-keras komputer dengan istiliah kelas mini dan mikrosudah semakin kabur.

B) Perangkat-lunakPerangkat-lunak yang dimaksudkan di sini adalah semua

jenis perangkat-lunak termasuk Firmware, Operating System,Network Software dan program aplikasi.

Secara garis besar perangkat-lunak dapat dibagi menjadi 3(tiga) bagian, yaitu :1) Operating System : yaitu perangkat-lunak penggerak daninterface antara perangkat-keras dengan pemakai.2) Development Tools : yaitu software yang berfungsi untukmembuat/menyusun program aplikasi.3) Application Software : yaitu software yang dipakai dalamkegiatan "produksi".

C) DatabaseAdalah himpunan berbagai macam data yang disusun se-

cara terstruktur dan digunakan sebagai bahan dasar untuk membuatberbagai macam informasi sesuai kebutuhan.

Contoh database :1) Database karyawan;2)

Database fixed asset;3)

Database pemeriksaan; dan lain sebagainya.

D) ProsedurAdalah peraturan yang mengendalikan semua proses yang

terkait dalam sautu siklus sistem informasi. Contoh:1) Prosedur alur data;2) Prosedur akses ke dalam sistem;3) Pembatasan kewenangan membuat laporan, dan lain se-bagainya.

E) Petugas PengelolaAdalah para karyawan yang bertanggung-jawab atas ter-

selenggaranya proses sistem informasi, terdiri dari SystemsManager, Systems Analyst, Systems Programmer dan SystemsOperator.

Pemilihan teknologi selayaknya didasarkan kepada penilaian

80 Cermin Dania Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 82: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

hal-hal betikut :1) open system

Kemampuan suatu sistem untuk "diisi" dengan berbagaijenis operating system, kemampuan untuk dapat dihubungkandengan perangkat-keras dari sistem lain serta kemampuan sistemuntuk dapat berkomunikasi dengan sistem lain.2) Dukungan purna-juala) jumlah tenaga ahli yang tersedia untuk melayani permintaanperbaikan baik perangkat-keras maupun perangkat-lunak.b) jangka-tanggap (response time) atas suatu panggilan keru-sakan;c) kelengkapan suku-cadang di dalam negeri;d) dukungan teknis dari prinsipal;3) Installed base

Jumlah unit terpasang di dalam negeri, yang semakin ba-nyak semakin baik.4) Multi platform

Adalah tersedianya perangkat-lunak untuk berbagai merkperangkat-keras, sehingga jika suatu saat perangkat-keras di-ganti, maka perangkat-lunak yang sudah dimiliki dapat denganmudah dipindahkan ke perangkat-keras yang baru tanpa harusmenulis-ulang.

PRASYARAT KEBERHASILANPenerapan Teknologi Informasi memerlukan beberapa pra-

syarat untuk memastikan keberhasilannya, sehingga segala in-vestasi dan usaha yang telah atau akan dilaksanakan tidak sia-sia.

Adapaun pra-syarat keberhasilan tersebut adalah sebagaiberikut :1) Adanya commitment pucuk pimpinan untuk menerapkanteknologi ini di dalam organisasi dengan segala konsekuen-sinya. Commitment ini mutlak diperlukan sebagai pondasi pem-bentukan satuan-kerja terkait serta untuk mengatasi kendala-kendala yang akan diterangkan lebih lanjut.2) Adanya dukungan moral dari seluruh anggota Team Man-agement dan seluruh karyawan. Tanpa adanya dukungan ini,proses penerapan teknologi ini akan menemui banyak hambatandalam pelaksanaannya di lapangan.3) Infrastrukturnya telah terbentuk dengan baik dan benar.

Pembentukan infrastruktur yang asal jadi akan menimbul-kan banyak masalah di kemudian hari.

'4) Nilai investasi optimumInvestasi awal harus sesuai dengan kebutuhan dengan

mempertimbangkan ruang gerak pertumbuhan. Investasi yangterlalu kecil atau terlalu besar hanya merupakan pemborosanbelaka.5) Proses pengembangannya berjalan terus-menerus.

Sejalan dengan diperolehnya pengalaman dan berdasarkanumpan balik dari lapangan, maka sistem informasi harus dikem-bangkan secara terus-menerus. Jika hal ini diabaikan makasecara perlahan tetapi pasti, sistem tersebut akan kadaluwarsa.

HASIL YANG DAPAT DIHARAPKANSemua investasi yang ditanam untuk menerapkan teknologi

informasi sudah selayaknya memberikan hasil sesuai denganyang diharapkan. JIka semuanya berjalan dengan baik, makaberikut adalah hasil-hasil yang diharapkan dapat diperoleh :

A) Kualitatif1) Kepuasan pasien atau calon pasiendapat berasal dari penerimaan penjelasan yang akurat dan rincidari Bagian Informasi (langsung atau melalui telpon), prosespendaftaran yang cepat (rawat jelan, UGD atau rawat inap),proses check-out yang cepat dan tepat yang dapat dilakukan tiapsaat, billing yang rinciannya sangat jelas dan akurat, dan lainsebagainya.

Kepuasan pasien merupakan promosi jitu bagi rumah sakititu sendiri.2) Kepuasan para DokterDapatberasal dari cepatnya proses retrieval berkas rekam medik,sehingga membantu managemen waktu bagi dokter, jelasnyarincian laporan pendapatan dokter dari setiap pasien dan dariberbagai tindakan atau pemeriksaan yang dilakukan, ketepatandan keteraturan pembayaran jasa dokter, dan lain sebagainya.3) Kepuasan para PelaksanaDisebabkankarena pekerjaan menjadi relatit lebih mudah dancepat. Arus dokumen berjalan secaraelektronis. sengga tingkatketersediaan data operasional sangat baik.4) Kepuasan ManagementDiperolehdari kecepatan, keteraturan dan akurasi laporan, kemu-dahan membuat analisis dan statistik, pengambilan keputusandan penentuan kebijaksanaan didukung oleh data yang akuratdan mutakhir.

B) Kuantitatif1) Jumlah pasien hari ini dari semua bagian dapat diperolehpada hari berikutnya.2) Jumlah pendapatan hari ini dari semua bagian dapat diper-oleh pada hari berikutnya.3) Nilai account receivable dapat dikethaui setiap saat.4) Nilai account payable sudah diketahui berikut jadwal pem-bayarannya.5) Cashflow sangat baik.61 Nilai inventory sesuai kebutuhan.7) Pergerakan inventory dapat diketahui setiap saat.8) Waktu pemersanan barang dapat diketahui dengan pasti.9) Jadwal pembayaran jasa dokter sangat teratur dan akurat.

KENDALAUntuk memastikan bahwa penerapan teknologi informasi

dapat berjalan lancar sesuai rencana, harus diketahui kendala-kendala yang akan dihadapi. Kendala tersebut biasanya berupahambatan psikologis saja. Hambatan psikologis dapat berasaldari semua jenjang, mulai dari Dewan Direksi sampai kepadapara Pelaksana. Contoh-contoh hambatan ini misalnya :1) Keengganan untuk melakukan investasi yang relatif besartanpa ada kepastian akan manfaatnya secara langsung, biasanyaberasal dari kalangan Direksi.2) Keengganan untuk beradaptasi dengan sistem baru dan un-

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 81

Page 83: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

tuk belajar hal-hal yang baru, biasanya berasal dari kalanganmanager dan dokter.

Hambatan psikologis dari kalangan medik ini merupakankendala untuk menerapkan sistem electronic medical-record.3) Keengganan. untuk menggunakan sistem baru, didasarkankekhawatiran akan tersaingi atau merasa diperintah dengan sis-tem komputer. Hal ini biasanya berasal dari kalangan parapelaksana.

KESIMPULAN1) Rumahsakit harus memberikan pelayanan serba lebih kepadapasien, selain harus terus-menerus meningkatkan efisiensi danefektifitas agar dapat "bersaing".2) Unsur-unsur kemudahan, kecepatan dan ketepatan dalam

pelayanan rumah sakit merupakan tuntutan pasien dewasa ini.3) Teknologi informasi dapat diterapkan di rumah sakit se-bagai alat bantu untuk meningkatkan pelayanan, efisiensi danefektifitas.4) Pemilihan jenis teknologi informasi yang sesuai memer-lukan pengkajian yang mendalam.5) Agar penerapan teknologi informasi dapat berjalan denganbaik, ada beberapa pra-syarat yang harus dipenuhi.6) Hasil penerapan teknologi informasi seeara keseluruhanberdampak positif terhadap rumah sakit baik secara kualitatifmaupun seeara kuantitatif.7) Kendala-kendala penerapan teknologi informasi harusdiketahui secara dini agar penanganannya dapat dilakukan de-ngan benar.

82 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 84: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Effective Hospital Management

James E. WawoeroendengJames E. Wawoeroendeng & Associates, Loma Linda, California, USA

Effective organizational performance in health services isnot just a goal in itself, but a means to improve patient outcomesand community health. Normally one might assume thatimprovement of patient outcomes is left to physicians and otherhealth professionals. Equally important, however, is manage-ment's role in such an assumption which is to get resources tothese professionals effectively , to see that such resources areused efficiently, and to ensure that professionals evaluate andimprove patient care.

Today, control over hospital resources and the power toallocate these have shifted to management although patientadmissions, orders for care are controlled by physicians. Inrecognition of increased administrative dominance, most hos-pital management have become more sophisticated in applyingmodern managerial technologies, such as cost accounting,finance, management engineering, risk management, strategicplanning and marketing to achieve more effective managementof the complex and costly hospital organization.

The purpose of this paper is to review and describe selectedspecialized management techniques and methods or approachesused in managing a modern hospital in the United States. Todayhospitals have become more complex and the planning andcoordination responsibilities of management have grown inimportance. This paper is not advocating the American hospitalmanagement model rather it is to serve as a springboard fordiscussions and comparisons for the hospital management oftoday, as we explore for the most effective .way of managinghospitals and plan for tomorrow.

Presented at the VIth Congress of the Indonesian Hospitals Association &Hospital Expo, Jakarta 21— 25 November 1993

HOSPITAL MANAGEMENTThe administrator of a charitable hospital is the executive

officer directly in charge of the hospital, responsible only to thegoverning board. He is the general supervisor of all the opera-tions of the hospital. The governing board delegates powers to theadministrator whereby he is able to fulfill this responsibility.Although he may in turn delegate specific areas of responsibilityto various subordinate supervisors, the administrator is primarilyresponsible for the efficient and orderly management of thehospital.

The administrator has only those duties delegated to him bythe hospital governing board. Legal responsibility for the con-duct of the hospital is vested in the governing board. Thedelegation of authority to the administrator may be broad ornarrow, depending upon the policy of the board. He must carryout the policies of the board by implementing these policies inthe various departments of the hospital, medical staff and otherpersonnel.

Normally, the administrator are authorized to select orrecommend selection of administrative department heads. Hethen delegates to department heads the authority to select theirassistants, but reserve authority to coordinate the overall opera-tions of the departments. A suggested list of duties may bepossible. The administrator shall:l) Maintain an organizational structure which defines andmakes known the authority responsibility of various positionsand their relationships and employ sufficient trained personnel toadequately man the facility.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 83

Page 85: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

2) Develop, with the assistance of hospital personnel and theMedical Staff, a program of patient care and hospital operationin line with goals of hospital and needs of patients served.3) Measure the effectiveness of the hospital operation in termsof goals and the expected results of patient care.4) Maintain long-ranee plans to provide for the continuosimprovement of the hospital.5) Consult with representatives of the organized Medical Staffon matters which are of concern to the Medical Staff in itshospital work.6) Initiate proposal as to what the mission of the hospital shouldbe and what the priority mix and time schedule of programsshould be to achieve it.7) Initiate proposal for policy changes in response to changingconditions and trends.8) Plan the course of the organization so it remains financiallyotherwise viable while responding to public needs and expecta-tions.

A survey of hospital CEOs in the US, may show the follow-ing topics for continuing education programs as necessary inorder to be up to date with the changes affecting their duties.

1. Financial Management 14. Management Theory2. Government Regulations 15. Managed Care3. HR Management 16. MBO4. Legal Affairs 17. Computer Science5. Labor Relations 18. Conbstruction Management6. Budgeting 19. Org. Theory7. CEO to MDs Relations 20. Systems Approach8. Planning 21. Marketing9. Practical Problems 22. Shared Services

10. Prof. Standards Review 23. Education of Board11. Public Relations 24. Decision-making12. Issues in Admin. 25. Public Health13. Health Legislation 26. Occupational Safety Health

Safety Act (OSHA)

PLANNINGHealth care planning is generally considered to be one of the

most important functions of management. The dynamics ofhealth care, the need to improve the delivery of health services,and the increasing changes and pressures all indicate the needto develop long range planning. Planning for health careinstitutions has become a complex situation. Many hospitalshave planning committees as part of their governing board andoccasionally include operating personnel. Staff services areessential to the planning process and are usually left to theadministrator or someone else who specializes in planning andforecasting techniques. Consultants frequently provide planningservices on a contractual basis. Normally, it is the responsibilityof the board to initiate institutional planning process, but leavethe operation to the Chief Executive Officer. Some of the majorissues addressed in planning are the following:• Institutional mission, goals, objectives, and strategy forgrowth• New services or programs, facility evaluation & construc-tions• Capital formation, borrowing

84 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

• Corporate restructuring, joint ventures, diversification,mergers shared services, affiliation with chains system andmanaged care organizations

The requirement for Certificate of Need (CON), a controlfeature vested with the government, forces hospitals to be moreproactive in planning. Any large capital expenditures beyond agiven threshold for equipment purchases, construction and orexpansion, are subjected to government review and approval forthe purposes of restraining medical costs and preventing un-necessary duplication. The merit of this approach is still in doubtas this has created unintended monopoly and interference of themarket forces which in itself is capable of regulating oversupplyor duplication. Nevertheless, the CON process, revised at higherthreshold, is a strong impetus for conducting institutional plann-ing. Some hospitals have a planning department staffed by aplanner reporting directly to the Chief Executive Officer. Hismain responsibilities are to forecast demand, project utilization,identify competition and opportunities, prepares the CON reviewdocuments, and assist in the marketing function of the hospital.

MARKETINGMarketing is one of the functions of management. It is

integrated with other management subsystems of Production,Finance, and Human Resources. Marketing determines the needsof the consumer in the marketplace and lays out a plan forsatisfying these needs. It is a management tool that must beblended with strategic planning and economic analysis. Some ofthe components of hospital marketing are as follows:1) Marketing Research, Planning and Strategy Development.2) Public Relations, Community Relations which describes theaction for communicating with the publics that interact with thehealth organization.3) Contracting, arranging the hospital care of companyemployees, school.4) Fund Development, fund raising for charitable contribu-tions.

Existing operating and planning practices will need to bemodified in a changing health services environment. Specifi-cally, this refers to the determination of when a new or expandprogram should be considered as part of a health provider's roleor responsibility. Frequently, motivations for new services,programs, equipment or expansion of existing activities comefrom influential physicians, other political interests or restricteddonations. Motivations for new program should be based onsound market research identifying need, potential market andfinancial viability, not emotional enthusiasm. The program itselfmay not be a moneymaker but may generate other avenues ofrevenue that may bring about a continued and longer term benefitto the total institution.

Hospital Marketing ActivitiesAttitude survey of current or discharge patientsMarketing research techniques to assist in feasibility studiesPatient-oriented advertising

Page 86: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Direct mail promotion to physiciansPatient, demographic profileDefined hospital target marketFormal marketing planStudy of services offered by nearby hospitals, survey

Scope of Responsibilities Between Public Relations and Marketing

Public RelationsPR & Marketing

(jointly) Marketing

Internal publicationsMedia releasesHospital toursSocial programsAuxiliary board programsVolunteer programs

Program alterationPublic surveysPatient dischargesMedia strategyRecruitmentFund raising

Market researchProgram pricingForecastingPortfolio managementNew service developmentMarketing strategy

INTERNAL AUDITINGThe internal auditor has an important role in ensuring that

top management has provided a good control system and inassuring the administration the system is working well. Thebenefits hospitals can expect are the same as those that largecorporations already experience with internal auditors. Theseinclude:1. Appraising the soundness, adequacy, and applications ofaccounting, financial, and operating internal controls, and pro-moting effective control at the least cost.2. Appraising the extent to which employees comply with theestablished hospital policies and procedures.3. Appraising the accountability and safety of hospital aseets.4. Appraising the reliability of management information sys-tems.5. Appraising personnel performance.6. Recommending operating improvements.

Operations auditing may be applied to virtually any patientcare area of the hospital. Internal auditors eventually mustevaluate the entire hospital to be certain all departments andoperating areas are contributing to the institution's goals. Someof the focus of internal auditing has been at abuses of privilegesor authorities at the departmental level involving the use ofhospital resources, its misuse, or misrepresentation. A few areasthat may be worth focusing are: (1) delegated purchasing authori-ties and procedures with vendors, salesmen, (2) the use, distribu-tion and storage of medications, (3) the handling of cash, receiptand payment of hospital invoices (4) the ordering of supplies, inthe kitchen, laboratory, pharmacy.

There are well recognized internal auditing control measuresthat can be implemented to ensure these abuses and misuses areminimize or eliminated. The services of an internal auditor isusually a full time basis in a large hospital. However, a small sizehospital could combine internal auditing function with that of thechief financial officer who in turn is supervised and controlled bythe CEO. A consultant could be hired on a one time basis to installa control system but enforcement would have to be continuos.The push for cost containment and higher productivity havemade internal auditing function an important part of managementas efforts in this area minimizes expenses or misuse.

MANAGEMENT ENGINEERINGA unique aspect of management engineering is its emphasis

on improvements; in contrast, administrators, physicians, andothers are sometimes more concerned with maintenance. It isapparent that improvements, like maintenance require teamwork. Today, with more concerns for cost containment, manage-ment places more importance on systems engineering, and evi-dence shows demand for such managers are increasing. Thefollowing list includes several specific functions performed bymanagement engineers in hospitals:Hospital-wide productivity reporting systemsStandard setting in hospital departmentsWork simplification and systems improvement in departmentsFunctional space utilization and layoutStaff schedulingCapital budget decisionPurchase vs lease decisionsQuality definition and evaluationPosition control systemInformation systems and computer evaluation and developmentLong-range planningContract versus in-house service decisionsInventory control

"Reengineering" a term now becoming more popular is anew approach used in the corporate world or industrial sector butare becoming adaptable in hospital setting. The thrust of Reengi-neering can be illustrated by looking the operation with a new setof blue print. Instead of improving the old or current system,reengineering forces analyst to begin a new approach and a newlook at the given goal and objective. Also, the concept is sensitiveto external demands and preferences. It has application in hospi-tals especially as hospitals are forced to survive with limitedresources. It forces management to look at problem anew, seek-ing new alternative and new approaches.

COST ACCOUNTINGCost accounting have been practiced in US hospitals for

some time now. Lately because a new payment method calledProspective Payment System, which is characterized by a fixedfee for each given diagnostic group, this field has grown inimportance. The ability to understand and identify costs relatedto each diagnostic group is vital to maximum reimbursementunder this system. The term "product line" is in style because noweach product or each program become a competitive entity andare subjected to price competition. As a result of this develop-ment, the disciplines of cost accounting and medical recordssystems are integrated in a way that management will knowprecisely and quickly the diagnosis for each admission. A newposition emerged, the DRG Coordinator, whose main role is toensure that proper diagnosis are assigned to each admission, andto maximize rate of reimbursement by understanding the catego-ries of each DRG so that diagnosis are properly classified.

The primary lesson of this practice in the United Stateswhich may have implications with any other country is the

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 85

Page 87: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

growing acceptance of the prospective payment system withpayors of health care, insurance or large employers. The out-standing feature of this of system is that it removes the incentivefrom providers of care to order unnecessary tests or hospitaladmissions. If forces the hospital and the physicians to workjointly in controlling costs of care because together both are atrisks. I submit that in not too distant future, this method ofpayment will be adopted even here in Indonesia.

A visible consequence of the PPS approach is the increasedimportance given to productivity management or productivityimprovement, "doing more with less" because hospitals now gainby doing less and the resulting difference between the fixed feeassigned and the actual costs incurred, are the amount kept forhospitals as profit.

FINANCIAL MANAGEMENTConsistently in survey after survey, financial management

shows up at the top as the one most important topic hospitalmanagement would like to stay or remain current. Beginningwith 1966, Medicare and Medicaid legislation, financial ma-nagement has been increasingly concerned with cost accountingand total financial requirements. This more comprehensiveapproach is a departure from the routine practice consisted ofbookkeeping, financial accounting and collection. The newapproach was emphasized in the American Hospital Associa-tion's statement in 1979, indicating the need for the accountabi-lity of the total financial requirements of health providers whichcovers such areas as:• Costs of doing business, such as salaries, supplies, utilities,bad debts, and taxes.• Costs of staying in business, such as maintenance of workingcapital and maintenance of assets• Cost of changing business, to meet competitors and takeadvantage of new opportunities, such as additional assets andworking capital• Costs of attracting and/or holding capital, or return to capitalsources, such as interest on debt, payment of debt, requiredreturns to equity holders, and maintenance of the equity base.

To support the operation of the financial management ofhospitals, staff in this department include specialists in budget,reimbursement, cash investments, cost report or accounting, costmanagement and productivity, equipment and inventory spe-cialist, and strategic financial planner.

Capital FormationTo finance construction and expansion or purchases of

high-priced equipment, hospitals in the United States haveincreasingly find it unable to rely strictly upon donations, grantsor government subsidy or from its own operating gains. As aresult they have turned to debt financing through such instru-ments as tax exempt bonds. Because it is unlikely that hospitalswill be able to generate higher surpluses, the pressure to borrowincreases. In the past, debt financing was not considered a viablemeans of obtaining the funds needed to expand the services ofhealth care institutions because banks and lenders considered

these institutions high risk investments. The change occurredwhen Medicare and Medicaid, government health programs,provided hospitals with dependable source of revenue that formsa basis for loan security.

Below are commonly used financial ratios helpful in ana-lyzing a hospital financial position:

Desired Positions

Current

Trend

Up

Industry Average

AboveAcid Test Up AboveCollection Period Down BelowAverage Payment Down BelowLong Term Debt To Fixed Assets Down BelowLong Term Debt To Equity Down BelowTimes Interest Earned Up AboveDebt Service Coverage Up AboveCash Flow To Debt Yp AboveTotal Asset Turnover Up AboveFixed Asset Turnover Up AboveCurrent Asset Turnover Up AboveInventory Turnover Up AboveMark-up Up AboveDeductible Down BelowOperating Margin Up AboveNon-operating Revenue Up AboveReturn on Assets Up AboveViability Index Down Below

HOSPITAL INFORMATION SYSTEMComputers are used in hospitals at three levels: administra-

tive data processing, clinical data processing and medical infor-mation systems.

Administrative Data Processing (Data Processing)At the first level, the role of the computer is the same in the

hospital as in any business:Patient Billing System Inventory

Accounts Receivable Report data from laboratoryAccounts Payable Report data on drugsPayroll Report data on equipmentCensus Menu planningMaterials Management Admission/Discharge/TransferFixed asset accounting Order entryClinic scheduling Time & attendanceAdmission Records Operating room schedule

Clinical Data ProcessingAt this level, complete patient medical records are main-

tained during a patient's hospital stay. Such system may alsoprovide specialized services to the clinical laboratory, radiology,nursing stations, and pharmacy. Typically, such systems provideimmediate inquiry response by operating in "real time" or in-stantly available information, and they provide "on line" medicalinformation which can be used in decision making in administer-ing both the individual patient's hospital stay and the overallhospital.

Medical InformationThe third level, a complete medical information system,

provides management information that can be used in decision

86 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, /994

Page 88: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

making in administering both the individual patient's hospitalstay and the overall hospital. Patient management system is afully integrated approach to maintaining patient care informationand provides an opportunity for enhancing communicationbetween members of the health care team. The foundation of thisintegrated system is a set of comprehensive data bases containingvarious medical, financial, statistical and other pertinent infor-mation. The largest of these is the patient data base, whichincludes all relevant information about each patient registered atthe hospital.

The data base include: Patient identification, biographic andfinancial data, patient allergies, physicians' orders, for patientcare, medication, therapeutics and diagnostic services, test results,interpretations and progress notes, drug profile and medicationadministration records, medical activity summaries data, andnursing care plans and associated results.

This comprehensive and integrated approach provide multiplebenefits to the medical team administering care to patients:• Reduction of clerical effort• Accurate and timely availability of patient data• Faster order entry• Better control of patient accounts and records• Improved coordination of ancillary and support services• Easy access and inquiry into patient case-related informa-tion• Improved control over intra-unit patient transfers

Progress in extending and improving computer applicationsin hospitals continue at a fast pace. Changes and innovationsoccur in such a short span of time that equipment or hardwarepurchased a year ago may have become obsolete or less desirabletoday. It is important for management to make an informed andknowledgeable decision when planning to install a new dataprocessing or information system.

CONCLUSIONMuch of the potential for success or failure of a hospital lies

largely with the leadership level at the top whose decisions andactions has to be accurate and timely. Some of have called thisstrategic management. Strategic, because it means prioritizingand calculating before making . any important a move. Thecomplexity of a modern hospital is such that top managementmust be guided by a clear sense of mission and goal-oriented inmanaging the hospital scarce or limited resources.

McKinsey Co., a well known US management consultingfirm have developed a concept called the 7 S's which includes thefollowing variables:• Superordinate Goals• Strategy• Structure• Systems• Staff (the concern for having the right sort of people to do thework)• Skills (training and developing people to do what is needed)• Style (the manner in which management handles subordi-nates, peers, and superiors).

Within this structure there are two group. The first group arethe "soft S's" and the "hard S's". It is argued that Japanesecompanies are effective because of their attention and dedicationto the integrative forces of superordinate goals and for theirconcern for those variables which habe to do with the humanfactor, the soft S's. These are the factors which American ma-nagers allegedly pay too little attention to: staff, skills, and mostimportantly style. The hard S's which complete the Seven Smodel are: strategy structure and systems.

Given the logic of the seven variables model above, theconcept serve to amplify the crucial role hospital management orspecifically the chief executive's power and potential in setting,arranging and manipulating all seven variables — for the purposesof accomplishing the delivery of good patient care. It is a veryprofound thought, as therein lies the potential for success orfailure of management.

ROLE AND FUNCTIONS OF EXECUTIVE MANAGE-MENT

Executive management should initiate and monitor orga-nizational mechanisms to ensure that the hospital has effectiveorganizational structures and processes.

Executive management should develop and recommend tothe governing board an effective organizational plan that takesinto consideration the interdependent leadership roles of execu-tive management, the governing board, and the medical staff andthat clearly assigns responsibilities for specific organizationalprograms and services to specific components and individuals.The organizational plan should clearly define relationshipsbetween the board's broad policy responsibility for the quality ofcare, and the executive management's responsibility for overalloperations.

Executive management should assume primary responsibi-lity for ensuring that members of the hospital organization arekept informed about public policy and environmental issues andtheir effects on the hospital.

Executive management is responsible for establishingmechanisms for identifying and obtaining information aboutpublic policy issues and decisions affecting the hospital and,when necessary, for developing an appropriate organizationalresponse. Executive management should take the initiative towork with other community organizations on public policyissues and decisions affecting the health status of the community.

Executive management should take the initiative in ensuringthat the hospital has a broadly based strategic planning program.

Strategic planning provides the hospital with a powerfulmanagement tool to help determine its goals and objectives inrelationship to changes in the environment and the needs of itscommunity, to establish its priorities, to choose the most appro-priate organizational structure to achieve its goals and objectives,and to provide benchmarks fort evaluating the achievements ofits goals and objectives.

Executive management should assume responsibility for thecost-effective management of the hospital's resources.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 87

Page 89: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

This responsibility requires a commitment to provide themost economical and highest quality services possible in keepingwith available resources and to communicate this commitment tothe entire organization and the community. This commitmentimplies a willingness to assume leadership, along with thegoverning board and the medical staff, in introducing new patientcare technologies and programs that are of high quality and aremedically necessary and appropriate, and as efficiently yetcompassionately provided. It implies a responsibility to engagethe medical staff in a cooperative effort to eliminate obsoletetechnologies and programs, and a willingness to introduce newmanagement techniques and improve the utilization of humanand financial resources. It also suggests a willingness to experi-ment with and make the community aware of alternatives to

traditional means of health care delivery and financing, such ashealth maintenance organizations, independent practice associa-tions, consumer choice health plans and others. Finally, it impliesthe existence of an effective system for financial and manage-ment reporting that enhances the monitoring and evaluation of,organization performance.

Executive management should provide a work atmospherethat recognizes the vital importance of human resources to thehealth care organization.

The provision of a positive work atmosphere indicates amoral and ethical commitment to the needs of people, a concernfor their health and status and quality of life, and commitment tofostering respect and satisfaction for all.

(AHA Statement)

8 8 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 90: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Manajemen Penunjang

Trend Pengelolaan PelayananPenunjang Rumah Sakit

dr. Imelda Emilia Dharma MARSRumah Sakit Husada, Jakarta

PENDAHULUANTujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya ke-

mampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapatmewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, se-bagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Na-sional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya untuk memperluasdan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakatyang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima sertadengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.

Perubahan sosial ekonomi, perubahan pola penyakit daripenyakit infeksi ke penyakit khronik degeneratif serta makinberkembangnya ilmu dan teknologi kedokteran, menyebabkanpeningkatan biaya pelayanan kesehatan. Penggunaan teknologimodern dalam upaya untuk meningkatkan citra rumah sakit se-cara otomatis akan meningkatkan biaya operasional. Hal tersebutmengakibatkan pimpinan rumah sakit yang seyogyanya beradadi tangan orang-orang yang mempunyai latar belakang pendidikanmanajemen perlu mengadakan pendekatan-pendekatan baru da-lam mengelola rumah sakit dengan tidak melupakan perhitung-an ekonomi dalam rangka investasi modal serta pengelolaansumber daya manusia yang efisien dan efektif untuk memberikanpelayanan medik, penunjang medik dan penunjang non medikyang berkualitas.

PELAYANAN PASIEN DI RUMAH SAKITWalaupun tiap rumah sakit mempunyai kemampuan ber-

beda dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya, padadasarnya pelayanan di rumah sakit dapat dikelompokkan men-jadi :

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

1) Pelayanan medik :— pelayanan medik umum— pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik2) Pelayanan penunjang medik :— laboratorium— anestesi— gizi— farmasi— rehabilitasi medik3) Pelayanan penunjang :— administrasi : * umum

* pasien— pemeliharaan : * bahan linen

* pengadaan air* kelistrikan* bangunan dan pertamanan* peralatan* mesin* sanitasi/kebersihan lingkungan

— pelayanan : * komunikasi* transportasi* pengamanan* perawatan jenazah

Pelayanan medik merupakan tugas pokok rumah sakit danlebih bersifat fungsional, lebih desentralisasi dan ditandaidengan banyaknya tenaga profesional yang bekerja untuk meng-hasilkan pelayanan medik. Selain itu pula pelayanan medikmemegang peranan penting dalam proses penyembuhan pen-derita di samping pelayanan perawatan dan penunjang medik.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 89

Page 91: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Seperti pelayanan medik, pelayanan penunjang medik jugamerupakan tugas pokok (jasa profesional) dari kegiatan rumahsakit, tetapi lebih bersifat struktural.

Sedangkan pelayanan penunjang merupakan kegiatan pe-nunjang (supportif) yang memberi dukungan bagi pelayanan jasaprofesional.

Seperti diketahui perawatan dan pelayanan kesehatan tra-disionil hanya memfokuskan diri pada para dokter. Para pen-derita percaya penuh bahwa para dokter sanggup mengetahuidengan tepat serta menyembuhkan penyakit yang dideritanya.Oleh sebab itu mereka mengenyampingkan kualitas pelayananlain di rumah sakit seperti kebersihan, makanan, keamanan, ke-nyamanan dan lainnya. Tetapi beberapa dekade terakhir ini telahterjadi peningkatan keadaan sosial masyarakat, tuntutan akanfasilitas yang lebih baik serta mutu pelayanan yang lebih prima;masyarakat bersedia membayar lebih untuk semua itu.

PENGELOLAAN PELAYANAN PENUNJANG RUMAHSAKIT

Jumlah karyawan non medik yang bertugas memberikanpelayanan penunjang biasanya paling banyak di semua rumahsakit. (di RS Husada mencapai 47% dari seluruh karyawan). Halini menyebabkan pengeluaran rumah sakit untuk gaji, transport,lembur serta biaya pengobatan menjadi besar pula. Tanpa peng-awasan dan pengendalian yang baik dan terpadu, kebocoran-kebocoran sukar dihindari baik berupa pencurian kecil-kecilanoleh tenaga pelaksana maupun lembur yang berkepanjangan.

Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut di atas, ada dua pilih-an :1) Pengelolaan dengan bantuan konsultan manajemen yangprofesional.2) Pengelolaan oleh pihak ke tiga dengan pengawasan danpengendalian oleh pihak rumah sakit.Kedua pilihan tersebut dapat memberikan manfaat antara lain :– peningkatan pelayanan terhadap pasien sehingga kepuasanpasien akan meningkat pula.– peningkatan pemasaran rumah sakit yang secara otomatisakan menambah sisa hasil usaha.

– peningkatan produktivitas dan moral kerja karyawan. .– dapat menjadi katalisator untuk mempercepat proses per-ubahan menuju perbaikan manajemen rumah sakit.– biaya dapat dikendalikan.

Memang bantuan konsultan manajemen yang profesionalpada mulanya akan meningkatkan biaya, tetapi bila diperhitung-kan untuk jangka panjang, kualitas pelayanan yang baik akanmeningkatkan pula pemasaran rumah sakit. Di samping itupengelolaan oleh pihak ke tiga tanpa dibarengi dengan peng-awasan dan pengendalian yang ketat sukar memberikan hasilyang semula diharapkan. Alternatif manapun yang akan dipiliholeh pimpinan rumah sakit hendaknya dapat memberi dampakpositif bagi kemajuan dan pengembangan rumah sakit.

KESIMPULANKepuasan penderita atas pelayanan dan perawatan di rumah

sakit akan merupakan suatu promosi gratis dan paling efektifbagi rumah sakit yang bersangkutan. Mereka pasti akan men-ceritakan pengalaman baik tersebut baik kepada keluarga sertakerabatnya, serta apabila mereka memerlukan perawatan lagipada waktu yang akan datang, pasti akan memilih rumah sakityang sama. Hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus da-lam menghadapi "persaingan" antar rumah sakit dengan makinbanyaknya rumah sakit baru yang dikelola secara profesional.

Pengelolaan pelayanan penunjang baik oleh bantuan kon-sultan manajemen ataupun pihak ketiga dalam bidang peme-liharaan bahan linen, bangunan dan pertamanan, alat kesehatan,sanitasi/kebersihan lingkungan serta makanan perlu menjadipemikiran dalam manajemen rumah sakit saat ini.

KEPUSTAKAAN

1. Aniroen S. Pelayanan medik, Penunjang medik dan Penunjang lainnya diRumah Sakit, Kuliah MARS FKM UI, 1991.

2. Cheng Chew Kient. Medical Excellence and Quality Support Services,Jakarta, 1993.

3. McGibony JR. Principles of Hospital Administration, 1969.4. Rowland HS, Rowland BL. Hospital Administration Handbook, An Alpen

Publication, 1984.

90 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 92: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Sistim Pelayanan Gizidi Rumah Sakit

Gunarti YahyaUPM Gizi Rumah Sakit Islam, Jakarta

PENGANTARRumah sakit, selain memberikan pelayanan medis, ber-

upaya memberikan pelayanan hotel pada klien. Atau dengankata lain, kualitas pelayanan hotel suatu rumah sakit merupakanpertimbangan utama dari klien untuk memilih rumah sakit ter-sebut. Ini merupakan salah satu faktor yang memicu persainganantar rumah sakit di kota-kota besar, terutama rumah sakit yangdikelola oleh pihak swasta.

Namun dapatkah pelayanan gizi — sebagai bagian integraldari pelayanan kesehatan rumah sakit — mengikuti pola penye-lenggaraan makanan seperti di hotel ?. Yang jelas pelayanan gizirumah sakit mempunyai tujuan yang berbeda dengan pelayananhotel. Rumah sakit senantiasa bertujuan menyediakan makananbermutu yaitu makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tanpamengurangi cita rasa yang enak sehingga dapat mempercepatpenyembuhan pasien. Jika untuk memenuhi makanan yang ber-citarasa tinggi harus mengesampingkan nilai-nilai gizi dan per-aturan diit, maka hal ini harus dipertimbangkan dan dikaji ulang.

Cara terbaik yang ditempuh adalah memadukan ilmu diitdan seni kuliner (ilmu tentang masakan). Tapi karena keter-batasan sumber daya manusia dan dana, hal ini sering dirasakanmenjadi faktor penghambat bagi pencapaian mutu pelayanan giziyang baik.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah pelayanan gizi diruang rawat pasien yang menuntut kerja profesional seorang atausekelompok ahli gizi. Kerja profesional bagi seorang ahli giziberarti melaksanakan pelayanan gizi bagi pasien sesuai dengankaidah-kaidahnya. Mulai dari perencanaan diit hingga evaluasiperkembangan pasien selama dalam perawatan.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

Profesionalisme ahli gizi bisa dinilai jika ada pengakuan danpenghargaan terhadap eksistensi seorang ahli gizi sebagai salahsatu anggota Tim Kesehatan. Kerapkali terjadi anggota tim lain(dokter, perawat, apoteker, dan lain-lain) kurang menyadari pen-tingnya data pelayanan gizi terpadu, sehingga mengakibatkankurangnya penghargaan akan peran seorang ahli gizi dalamproses penyembuhan pasien. Ahli gizi masih sering dianggapsebagai anggota pelengkap tim kesehatan saja; tidak mempunyaiperanan yang berarti.

Dalam mengetengahkan hal-hal di atas, penulis berusahamemberikan sedikit sumbang saran yang diserap berdasarkanpengalaman mengikuti Hospital Administration Training diAustralia (program OTO - BAPPENAS dan Dep Kes RI), danbeberapa catatan ketika menyusun dan mengevaluasi Action ofPlan di Rumah Sakit Islam Jakarta pada tahun 1992.

STANDARISASI RESEPLangkah awal dari penyelenggaraan makanan adalah pe-

rencanaan menu. Menu adalah kumpulan beberapa macamhidangan atau masakan yang disajikan untuk seseorang ataukelompok orang untuk setiap kali makan. Menu tersebut disajikansebagai hidangan pagi, siang atau malam. Perencanaan menuadalah kegiatan yang sangat penting yang merupakan penentukeberhasilan penyelenggaraan makanan (Critical Focal Point).

Faktor utama dalam penyusunan menu ini adalah melaku-kan standarisasi resep. Fungsi standar resep adalah :• Mendapatkan makanan yang berkualitas baik dalam jumlah/porsi makanan yang banyak.• Mengetahui kandungan gizi tiap porsi masakan.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 91

Page 93: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

• Mengetahui unit-cost tiap porsi masakan.• Memperoleh hasil masakan yang konsisten pada tiappemasak.• Mempermudah proses penyusunan menu.• Mempermudah proses pengolahan masakan.

PROSEDUR PERENCANAAN MENU

Tahap Persiapana) Penyebaran kuesioner mengenai menu yang sudah dilak-sanakan (Kuesioner Pra Menu Baru). Titik berat dari kuesionerini adalah mendapatkan data masakan apa yang menjadi masak-an favorit atau kesukaan pasien.b) Bentuk Tim Penyusun Menu yang terdiri dari unsur stafUPM Gizi, unsur ahli gizi, dan unsur Unit Pengolahan Makanan.c) Pengumpulan data yang diperlukan :— Peraturan pemberian makanan sesuai dengan kelas pera-watan.— Standar diit (Hasil Revisi RSIJ).— Siklus menu yang digunakan (7, 10 hari atau 2 minggu).(menentukan banyaknya resep masakan yang harus disediakan).— Pola menu standar yaitu menu baku yang disusun sesuaisiklus menu, biasanya digunakan untuk kelas II — III.— Pola menu pilihan adalah pilihan menu yang ditawarkanpada pasien terutama kelas I sampai VIP.— Buku-buku resep, majalah dan sebagainya.d) Membuat standar resep

Resep harus dibuat dalam jumlah banyak yaitu jumlah yangdiperkirakan mewakili jumlah porsi masakan yang dise-lenggarakan di rumah sakit.

Cara yang dipergunakan :• Dari setiap resep yang dipilih, diteliti serta disusun bahandasar dan bumbu dalam jumlah minimal 50 porsi. Disusun pulacara pengolahan yang praktis dan mudah. Resep ini ditulis dalamForm Standar Resep (Lampiran 1).• Bahan dasar dan bumbu jugaditulis dalam Form KandunganGizi Masakan (Lampiran 2) . Perhitungan kandungan gizi harusdisesuaikan dengan revisi standar diit.

Berdasarkan pengalaman pembuatan standar resep di RSIJdan meneliti buku-buku resep masakan diit, diperoleh kesepakat-an contoh untuk lauk hewani sebesar 180 Kalori (makanan biasa)dan 150 Kalori (makanan diit).

Hal ini menimbulkan konsekuensi, jumlah bahan dasar danbumbu harus disesuaikan.• Resep diuji coba cita rasa masakan dan dinilai oleh parapanelis minimal 5 orang dengan menggunakan Form PenilaianResep Masakan (Lampiran 3).• Berdasarkan penilaian maka resep diperbaiki atau jikatidak memenuhi syarat sama sekali maka resep tersebut tidakdipergunakan lagi.

Tahap Pelaksanaana) Membuat master menu dengan penentuan masakan ber-dasarkan warna, komposisi, bentuk dan variasi.b) Uji coba menu hidangan dengan menggunakan FormPenilaian Menu Masakan oleh para panelis yang terdiri dari

92 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Lampiran 1.Standar resep makanan no.

Nama MasakanJumlah:Warna :Konsistensi :Rasa :

Nama Bahan Berat Urt Harga ProsedurMakanan Pengolahan

Keterangan :

Lampiran 2

Kandungan zat gizi masakan..................

Jumlah : 50 porsi

Nama BahanMakanan

Berat(Gr)

Urt Kalori(Kai)

Protein(Gr)

Lemak(Gr)

H. Arang(Gr)

Jumlah

Rata-rata per porsi

Lampiran 3

Form penilaian standar resep

Nama Masakan:Tanggal:

— Pilihan penilaian yang tepat menurut anda, nilai terbaik adalah 4. Berikantanda silang pada pilihan anda.— Isilah titik-titik di bawah ini untuk menyempurnakan resep :

1. Rasa masakan 1 2 3 42. Aroma/bau masakan 1 2 3 43. Konsistensi masakan 1 2 3 44. Tekstur masakan 1 2 3 45. Komentar :......................................................................................................

...................................................

Page 94: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

perawat, dokter dan direksi.c) Menu diperbaiki dan menu siap untuk digunakan.

Tahap EvaluasiPenyebaran kuesioner mengenai menu yang akan dilaksa-

nakan (Questionaire Post Menu Baru), fokusnya adalah men-dapatkan data tentang daya terima pasien terhadap makananyang disajikan. Penyebaran kuesioner ini juga merupakan salahsatu cara pengawasan mutu makanan secara periodik.

PENYESUAIAN STANDAR DIIT RSIJSebagai pedoman dalam standarisasi diit dan penyusunan

menu maka standar diit harus dengan mudah dapat diaplikasikandalam bentuk hidangan/makanan. Selama ini standar diit RSIJselalu berpedoman pada Buku Penuntun Diit yang dikeluarkanoleh PERSAGI dan RSCM; pada Buku Penuntun Diit tersebut,perincian makanan masih dalam keadaan bahan makanan(mentah). Berdasarkan pengalaman dari pembuatan standarresep rata-rata kandungan kalori :- Lauk hewani : 180 - 225 Kalori- Lauk nabati : 90 - 140 Kalori

Seperti yang telah diketahui bahwa kandungan kalori dalambahan makanan mentah yaitu lauk hewani : 95 Kalori dan lauknabati : 80 Kalori. Maka dicoba untuk melakukan penyesuaianstandar diit dengan menggunakan pedoman Buku PenuntuDiit.

Pembentukan tim kerja dalam melakukan revisi ini sangatpenting karena cukup banyak macam standar diit yang harusdisesuaikan. Pada awal penghitungan standar diit, sulit dicapaikebutuhan gizi sesuai dengan Pedoman; jika kalori dan lemaksudah mencapai target maka protein jauh di bawah target. Untukitu harus ada kesepakatan bahwa pembuatan standar resep harusmengikuti ketentuan dari standar diit yaitu :- Lauk hewani : 150 Kalori- Lauk nabati : 100 Kalori- Sayur : 75 Kalori- Puding : 140 KaloriPala kesempatan ini RSIJ baru mampu melaksanakan 3 macamstandar diit yaitu :- Diit lambung III dan Diit Lambung IV (Lampiran 4)- Diit Hati III dan Diit Hati IV (Lampiran 5)- Diit Diabetes Mellitus I - VIII (Lampiran 6)

PROFESIONALISME AHLI GIZISebagian besar rumah sakit di Indonesia belum mempunyai

catatan mengenai pelayanan gizi dalam rekam medis pasien.Hingga saat ini penulis belum menemukan data penelitian ten-tang hal ini, tetapi penyebabnya mungkin bisa dicermati sebagaiberikut :1) Profesi ahli gizi kurang diakui di banyak rumah sakit.2) Koordinasi dengan tim kesehatan belum lancar; ini dise-babkan belum adanya prosedut kerja yang telah disepakti olehtim kesehatan lain dan dibakukan dalam prosedur tertulis.

Untuk memperoleh informasi tentang data apa yang diper-lukan oleh tim kesehatan itu maka semestinya diadakan pemba-

Lampiran 4

Standar diit lambung III

Waktu Hidangan Berat(Gr)

Kalori(Kai)

Protein(Gr)

Lemak(Gr)

H. Arang(Gr)

Pagi Tim 150 108 2 0,2 23,7L. hewani 0,5 porsi 100 5 7 —Susu 1 gelas 130 7 7 9Gula pasir 20 72,8 — — 18,8

10.00 Ekstra l porsi 140 1 3 32

Siang Tim 200 175 4 — 40L. hewani 1 porsi 150 10,5 6 1,4L. nabati 1 porsi 100 7 7 8

Sayur 1 porsi 75 4 3 5Buah 1 porsi 40 0,5

16.00 Ekstra 1 porsi 140 1 — 32Gula pasir 20 72,8 — — 18,8

Malam Tim 200 175 4 0,2 40L. hewani 1 porsi 150 10,5 6 1.4Sayur 1 porsi 75 4 3 5

Buah 1 porsi 40 0,5 — —21.00 Roti 40 87,5 2 — 20

Margarine 5 36 — 4 —Gula pasir 10 36,4 — — 9,4

Jumlah 1904 63,5 66 272,5

Standar Diit Lambung IV

Waktu HidanganBerat(gr)

Kalori(kal)

Protein(gr)

Lemak(gr)

H. Arang(gr)

Pagi Nasi 100 175 4 — 40L. Hewani . 0.5 porsi 100 5 7 —Susu 1 gelas 130 7 7 9Gula Pasir 20 72.4. 18.8

10.00 Ekstra 1 porsi 140 1 3 32Siang Nasi 150 262.5 6 — 60

L. Hewani 1 porsi 150 10.5 14 1.4L. Nabati 1 porsi 100 7 7 8Sayur 1 porsi 75 4 3 9Buah 1 porsi 40 0.5 — 10

16.00 Ekstra 1 porsi 140 1 3 32Malam Nasi 150 262.5 6 — 60

L. Hewani 1 porsi 150 10.5 14 1.4L. Nabati 1 porsi 100 7 7 8Sayur 1 porsi 75 4 3 9Buah 1 porsi 40 0.5 — 10

Jumlah 2084.8 74 68 310

hasan yang luas dan mendalam antar anggota tim terkait. Catatanpelayanan gizi menjadi salah satu data pada rekam medis pasienyang turut dipertimbangkan dan diperhatikan oleh dokter maupunperawat. Hal ini membutuhkan dukungan kuat dari pimpinanrumah sakit agar dapat menerapkan kebijakan tersebut, karenacatatan pelayanan gizi dapat menunjang program Quality Assu-rance untuk meraih pelayanan kesehatan yang bermutu.

Namun mampukah ahli gizi dalam melaksanakan layanangizi dapat mewujudkan profesionalismenya ?

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 93

Page 95: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Lampiran 5

Standar Diit Hati III

Waktu HidanganBerat(gr)

Kalori(kal)

Protein(gr)

Lemak(gr)

H. Arang(gr)

Pagi Nasi 100 175 4 - 40L. Hewani 0.5 porsi 100 5 17 -Gula Pasir 20 72.8 - - 18.8

10.00 Ekstra 1 porsi 140 2 3 32Gula Pasir 20 72.8 - - 18.8

Siang Nasi 200 350 8 - 80L. Hewani 1 porsi 150 10.5 14 1.4L. Nabati 1 porsi 100 7 7 8Sayur 1 porsi 75 4 3 9Buah 1 porsi 40 0.5 - 10

16.00 Ekstra 1 porsi 140 1 3 32Sirup 30 63.9 - - 16.5

Malam Nasi 150 262.5 6 - 60L. Hewani 1 porsi 150 10.5 14 l.4Sayur I porsi 75 4 3 9Buah 1 porsi 40 0.5 - 10

Jumlah 2007 62.5 54 346.9

Standar Diit Hati IV

Waktu HidanganBerat(gr)

Kalori(kal )

Protein(gr. )

Lemak(gr)

H. Arang(gr)

Pagi Nasi 100 175 4 - 40L. Hewani 0.5 porsi 100 5 7 1.4Susu Skim 1 gelas 145 7 7 9

10.00 Ekstra 1 porsi 140 1 3 32Gula Pasir 20 72.8 - - 18.8

Siang Nasi 250 438 10 - 100L. Hewani 1 porsi 150 10.5 14 1.4L. Nabati 1 porsi 100 7 7 8Sayur 1 porsi 75 4 3 9Buah 1 porsi 40 0.5 - 10

16.00 Ekstra 1 porsi 140 1 3 32Malam Nasi 250 438 10 - 100

L. Hewani 1 porsi 150 10.5 14 l.4L. Nabati 1 porsi 100 7 7 8Sayur 1 porsi 75 4 3 9Buah 1 porsi 40 0.5 - 10

21.00 Susu Skim 1 gelas 145 7 7 9

Jumlah 2522.8 89.30 68 390

Usaha awal yang dilakukan adalah mencoba menggalibeberapa instrujmen pencatatan dan pelaporan kegiatan pela-yanan gizi. Tentu saja harus sesuai dengan kapasitas/jumlahtenaga dan kemampuan ahli gizi yang ada. Penulis mencobamenyajikan hasil modifikasi dari RS di Adelaide, Australia danRS Cipto Mangunkusumo. Beberapa instrumen yang berhasildisusun yaitu :a) Form Gizi dan Catatan Perkembangan (Lapiran 7)

Form ini sebagai alat dokumentasi ahli gizi dan alat komu-nikasi dengan tim kesehatan lain. Dengan form ini seorang ahligizi dapat mencatat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pela-yanan gizi.b) Form Hidangan Sehari (Lampiran 8)

Form ini sebagai alat dokumentasi ahli gizi dan alat komu-nikasi dengan petugas di Unit Pengolahan Makanan.

Lampiran 6

Diit Diabetes Mellitus I - VIII

WaktuBahan

Makanan 11.00 13.00 15.00 17.00 19.00 21.00 23.00 25.00

Pagi Nasi Putih 0.5 1 1 1 1 1 l.5 2HewaniNabati

1 ps-

1 ps-

1 ps-

1 ps-

1 ps-

1 ps1

1 ps1

1 ps1

Susu - - - - - - 1 110.00 Buah 1 1 1 1 1 1 1 1Siang Nasi Putih 0.75 1 1 1 1.5 2 2 2

Hewani 1 1 1 1 1 1 1 1Nabati - - 1 1 1 1 1 1Sayur A - - - 0.5 ps 0.5 ps 0.5 ps 0.5 ps 0.5 psSayur BBuah

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

16.00 Buah 1 1 1 1 1 1 1 1Snack Berat - - - 1 ps 1 ps 1 ps 1 ps 1 ps

Malam Nasi Putih 0.75 1 1 1 1.5 1.5 l.5 2HewaniNabati

1 ps-

1 ps-

1 ps1 ps

1 ps1 ps

1 ps1 ps

1 ps1 ps

1 ps1 ps

1 ps1 ps

Sayur A - 0.5 ps 0.5 ps 0.5 ps 0.5 ps 0.5 ps 0.5 ps 0.5 psSayur BBuah

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

1 ps1

Kalori 1070 1325 1525 1740 1940 2102.5 2320 2495

Keterangan :- 1 porsi [auk hewani = 150 kalori- 1 porsi lauk nabati = 100 kalori- 1 porsi sayur B = 75 kalori- 0.5 porsi sayur B = 40 kalori

Form digunakan jika pasien mengalami kesulitanmenerimamakanan diit sesuai dengan standar di UPM Gizi; ahli gizi akanmengatur kembali standar makanan secara individu.

Form dibuat dalam rangkap 4 yaitu :- Untuk petugas di unit distribusi makanan- Untuk pengawas dinas pag/sore/malam- Untukpetugas selektif menu bagi pasien kelas I - VIP- Arsip/dokumentasi ahli gizic) Form Catatan Makanan (Lampiran 9)

Digunakan jika intake makanan pasien kurang sehinggamempengaruhi penurunan berat badan secara bermakna; meru-pakan dokumentasi ahli gizi untuk monitor intake makananpasien dan nilai gizinya selama tiga hari berturut-turut.

Dalam pelaksanaannya perlu disusun prosedur auupetunjuk pelaksanaannya, agar setiap ahli gizi mempunyai persepsiyang sama delam dokumentasi data.

Fungsi ketiga bentuk form ini juga sebagai alat pengawasandan akreditasi ahli gizi dalam meningkatkan profesionalismenya.Akreditasi ahli gizi berupa kedisiplinan dan kemampuan ahli gizidalam pelayanan gizi pada pasien. Sebagai contoh, dapat di-ketahui berapa banyak kunjungan ahli gizi ke pasien dan materidiit apa saja yang telah diberikan pada pasien.

Dengan instrumen-instrumen yang sederhana ini dapatdiketahui cakupan pelayanan gizi pada pasien.

KESIMPULANDua hal yang menjadi tuntutan publik rumah sakit pada ahli

gizi yaitu :

94 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 96: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Lampiran 7

Rumah Sakit Islam Jakarta UPM Gizi

Pav No. Reg : / / /

Nama:Pendidikan : TS/SD/SMP/SLA/PTPekerjaan:Dokter :

No:SexUmurTgl:

Med: UP

ThRef : / /

B. Badan kg Kebutuhan :T. Badan : cmBBP : kg Kalori kalAktivitas : Protein grDiag. Awal : Lemak : gr

H. Arang : grNatriumRiwayat Py. :

Pengobatan :KaliumCalsiumFe

Hasil Lab. Darah : Frekwensi Makanan :

Pemeriksaan Nilai Normal Nasi Kentang RotiMie Cereal Biskuit Umbi

Albumin

:

gr/dl 3.2 - 4.5Tot Prot

:

gr/dl 2.5 - 5.0 Daging Cumi Udang IkanNatrium

:meq/l 136.0 - 145.0 Jantung Lidah Bakso Ati

Kalium : meg/l 3.5 - 5.0 Sosis Corned Telur AyamCalcium : meq/l 9.0 - 11.0Ureum : mg/l 20.0 - 40.0 Kacang Ijo Tempe TahuCreatinin : mg/dl 0.6 - l. 2 Oncom Kacang MerahSGOT : mg/dl 0 - 20.0SGPT

:mg/dl 0 - 22.0 Sayur Ijo dan Wortel Labu

Gula Darah Sayur Kacang-kacangan- Puasa : mg/dl 70.0 - 110.0

Buah segar Buah Kaleng- J. 11.00 : mg/di 120- J. 16.00 : mg/dl 120 Juice Buah

Riwayat Gizi Soft Drink Susu CoklatBurger Pizza Fried Chicken

Cara memasakPanggang / Goreng / Rebus

Makanan Alergi/Tidak DisukaiKeterangan :

Tgl BB(kg) Diit Catatan Perkembangan

ParafAhli Gizi

Form O1B/0623

Lampiran 8

Rumah Sakit Islam Jakarta UPM Gizi

Nama : No. Reg:Paviliun : Tan ggalDiit

:

Hidangan Sehari

Makan PagiBanyak Ekstra Banyak

Gr Urt Jam 10.00 Gr Urt

Makan SiangBanyak Ekstra Banyak

Gr Urt Jam 16.00 Gr Urt

Makan MalamBanyak Ekstra Banyak

Gr Urt Jam 21.00 Gr Urt

Keterangan

Form 02/0693

Lampiran 9

Rumah Sakit Islam Jakarta UPM Gizi

Nama:PaviliunDiit

Catatan Makanan Pasien

Tgl Waktu Hp H N SY Bh Susu Pdg Srp SnackPorsiKe-4

PagiSiangMalamPagiSiangMalamPagiSiangMalam

Keterangan :

Form 03/0693

1) Kemampuan menyusun perencanaan menuKemampuan untuk perencanaan menu membutuhkan

ketrampilan seni kuliner. Namun karena keterbatasan waktudan dana untuk mendalami bidang ini, maka cara sederhana

No. RegTanggal :

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 9 1, 1994 95

Page 97: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

adalah melaksanakan standarisasi resep sebelum melaksanakanpenyusunan menu.2) Kemampuan mewujudkan profesionalisme di bidang pe-layanan gizi di ruang rawat pasien; mungkin dengan cara meng-kaji ulang instrumen-instrumen yang mendukung pelaksanaanpelayanan gizi pasien dan kesepakatan berdasarkan referensiterbaru untuk penatalaksanaan diit terbaru. Semua harus terdo-kumentasikan untuk monitoring dan evaluasi langkah-langkahpelayanan gizi yang terekam dalam program Quality Assurancerumah sakit. Secara makro, diharapkan ada komitmen kuat daripara pimpinan rumah sakit untuk menempatkan ahli gizi dalamposisi yang (hampir) sama pentingnya dengan dokter atau pe-rawat. Paling tidak, mempertimbangkan dan memberikan du-kungan akan pentingnya profesionalisme ahli gizi. Begitu pulasikap tindak yang sama lahir dari kalangan dokter dan perawat

terhadap seorang ahli gizi dan menganggap ahli gizi sebagaimitra kerjanya.

KEPUSTAKAAN

1. Akmal N. Pencatatan dan Pelaporan di Instalasi Gizi RS. Penataran PengelolaGizi RS Depkes RI. Bogor, 8 s/d 14 Nopember 1989.

2. Depkes RI. Dit Jen Pelayanan Medik, Buku Pedoman Pelayanan Gizi RumahSakit. Jakarta 1991.

3. Prakoso MI. Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit. DalamSemiloka Peningkatan Pelayanan Rumah Sakit Manajemen Laundry, Linendan Dapur. Jakarta, 11 s/d 14 Desember 1991.

4. Royal Adelaide Hospital. Dept. Nutrition & Food Service. Clinical DieteticsPolicy and Procedure Manual. Australia.

5. Soenardi, Tuti. Profesionalisme Pelayanan Makanan Melalui Seni Kuliner.Kongres PERSAGI. Semarang, 17 s/d 19 Nopember 1992.

6. Yahya, Gunarti. Laporan Implementasi Plan Of Action. Peningkatan Pela-yanan Gizi. RS Islam Jakarta. 23 Januari 1993.

96 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 98: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Peranan Rehabilitasi Medikdalam Menurunkan

Lama Hari Rawat (LOS)Dr. Gerry Heryati DSRM

Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta

PENDAHULUANLama hari rawat (LOS) merupakan salah satu unsur atau

aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai/diukur. Bila seseorang dirawat di rumah sakit, maka yang diha-rapkan tentunya ada perubahan akan derajat kesehatannya. Bilayang diharapkan baik oleh dokter maupun oleh penderita itusudah tercapai maka tentunya tidak ada seorang pun yang inginberlama-lama di rumah sakit.

Outcome atau hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dantenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti derajat kese-hatan dan kepuasannya, termasuk juga aspek psikologis dansosialnya adalah petunjuk efektif tidaknya proses kegiatan pro-fesional di rumah sakit.

Rehabilitasi Medik adalah salah satu upaya kesehatan gunamemulihkan fungsi-fungsi tubuh kembali seperti semula se-hingga seseorang dapat hidup produktif atau lebih produktif.Upaya ini sudah dikenal lama dalam institusi kesehatan, tetapikurang diberi prioritas karena terutama di negara-negara ber-kembang, masih banyak masalah penting lainnya yang memer-lukan perhatian yang lebih banyak. Dengan semakinmeningkatnya keinginan untuk memperoleh mutu hidup yanglebih baik, upaya rehabilitasi menjadi lebih penting.

Rehabilitasi medik pada masa lalu baru dilaksanakan padatahap terakhir untuk menanggulangi kecacatan. Pada saat inifalsafah rehabilitasi telah berubah sehinggamemungkinkan upayarehabilitasi dilakukan lebih dini dan intensif, karena tujuannyauntuk mencegah terjadinya kecacatan. Dengan demikian makapenderita penyakit yang sejak semula sudah diketahuikemungkinan bisa menjadi cacat, sudah mempunyai sarana untukmencegah kecacatannya.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21- 25 November 1993.

Menurut WHO prevalensi kecacatan di negara maju cukupbesar yaitu sebesar 10 % dan di negara berkembang kuranglebih 7-10%. Menurut UNICEF diperkirakan 1 di antara 10kelahiran hidup menderita kecacatan atau kelainan bawaan ataukira-kira 285.000 orang pertambahan penderitacacat atau ke-lainan bawaan per tahun di Indonesia. Prevalensi kecacatan diIndonesia di masa mendatang diperkirakan cenderung mening-kat karena meningkatnya umur harapan hidup bangsa Indonesia,menurunnya angka kematian kasar serta angka kematian bayidan anak, meningkatnya status gizi, kemajuan teknologi pela-yanan kesehatan serta bertambah baiknya standar kehidupan.Prevalensi tersebut menjadi lebih besar pula karena terjadi per-geseran pola penyakit dari akibat kecelakaan karena majunyaindustri dan transportasi.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menggambarkankeadaan penderita yang dirawat di rumah sakit untuk waktu lamadengan kemungkinan menjadi cacat dan sejauh maim peranrehabilitasi medik dengan sarananya dapat memulangkan pasiensecara cepat untuk efisiensi rumah sakit serta memberi kesem-patan bagi mereka untuk berobat jalan.

FAKTA DAN HARAPANRehabilitasi Medik di rumah sakit, terutama di rumah sakit

swasta sampai saat ini masih belum merupakan prioritas. Hal inidisebabkan karena pengertian rehabilitasi medik yang masihbelum merata antara lain karcna Rehabilitasi Medik belumsecaran formal diajarkan Fakultas Kedokteran dan prinsip-prin-sip yang menjadi dasar perencanaan program Rehabilitasi Medikdi rumah sakit masih belum dilaksanakan secara optimal, se-hingga sampai saat ini rehabilitasi medik masih sering diiden-

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 97

Page 99: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

tikkan dengan fisioterapi.Di Rumah Sakit Pendidikan pelayanan rehabilitasi medik

sudah lebih memadai karena tersedianya sarana dan tenaga ahliyang lebih lengkap. Di antaranya di Rumah Sakit Fatmawatiyang dapat memberikan pelayanan rujukan rehabilitasi medikdan juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian sertapengembangan di bidang rehabilitasi medik.

Meskipun demikian, rujukan yang dilakukan sering terlam-bat, sehingga yang dirujuk ke Rehabilitasi Medik adalah kasus-kasus yang sudah mempunyai kecacatan yang menetap. Kuranglebih 70% pasien yang dirawat di Unit Pelayanan RehabilitasiMedik Rumah Sakit Fatmawati, merupakan pasien rujukan darirumah sakit lain dengan kompikasi akibat perawatan yang lama(dekubitus, kontraktur, deconditioning syndrome ) (100%) Untukkasus-kasus ringan memang cukup diberikan rehabilitasi seder-hana misalnya dengan fisioterapi saja, tetapi untuk kasus-kasusyang sejak awal sudah diperkirakan akan menimbulkan keca-catan (misalnya spinal cord injury, stroke, muscular dystrophydan lain-lain), maka tidak cukup dilakukan rehabilitasi seder-hana.

PRINSIP DAN CARA KERJANickel(1) mengemukakan bahwa terdapat dua prinsip yang

menjadi dasar perencanaan program rehabilitasi medik. Per-tama, memperkecil sebanyak-banyaknya cacat sisa (sequelae)yang ditinggalkan baik oleh trauma maupun penyakit. Kedua,komplikasi yang dapat dicegah (preventable) harus dicegah.Bila komplikasi itu terjadi, harus ditindak secara agresif.

Apabila dasar-dasar ini dilaksanakan, maka berarti pe-laksanaan teknik rehabilitasi medik yang baik telah dijalankanuntuk memperoleh efek yang maksimal dalam menurunkanLOS. Diharapkan rehabilitasi medik dapat diintegrasikan sejakdini dalam proses kuratif, sehingga perhatian terhadap keadaanpatologi dan perhatian terhadap keadaan fungsi dapat dilaksanakansecara simultan dengan demikian akibat-akibat buruk yangdisebabkan oleh immobilisasi lama dapat dicegah.

Lebih jelas lagi dikemukakan bahwa Rehabilitasi Medikmerupakan program pengobatan yang dirancang untuk mem-perkecil konsekuensi cacat yang tetap atau ketidakmampuanyang berkepanjangan. Rehabilitasi medik berada pada tempatyang berbeda dengan pengobatan medik yang lazim (Standardmedical care ) . Perbedaan ini terletak pada beberapa hal yaitumulai dari orientasi masalah : pengobatan secara medik ber-orientasi pada penyakit, dengan asumsi bahwa fungsi akankembali dengan sendirinya. Peran dokter juga berbeda; padapengobatan medis dokter berperan sebagai pelaksana terapi yangaktif mulai dari pemeriksaan awal, menentukan pemeriksaanlanjutan, membuat diagnosis dan memberikan terapi. Dalamrehabilitasi medik, dokter lebih berperan sebagai koordinatordan fasilitator program dengan tidak melepaskan fungsinyasebagai dokter sesuai dengan pengetahuan medisnya.

Dalam pengobatan medis, peran pasien lebih pasif sedangkandalam rehabilitasi pasien harus berperan aktif. Pada rehabilitasimedik komprehensif diperlukan suatu program multidisipinerdan perlu kerja sama yang baik antara dokter/dokter rehabilitasi

medik, dengan allied health profesionals yang terkait (fisiote-rapis, terapis okupasi, terapis wicara, psikolog, pekerja sosialmedik, ortotisprostetis dan perawat rehabilitasi medik).

Dalam pengobatan medis tidak terdapat tim secara formalsedangkan dalam rehabilitasi medikpekerjaan selalu dilaksanakanoleh tim secara bersama-sama. Tujuan pengobatan juga berbeda,pada pengobatan secara medis, tujuan terapi adalah mengobatipenyakitnya, sedangkan pada rehabilitasi medik, tujuan terapiadalah untuk mengatasi ketidakmampuan yang diakibatkan olehpenyakit.

Pada prinsipnya peran rehabilitasi medik di ruang -ruangperawatan suatu rumah sakit merupakan suatu "total care".Dengan penguasaan dan pelaksanaan rehabilitasi medik yangbaik, komplikasi yang mudah timbul pada perawatan, khususnyapada penderita yang memerlukan imobillisasi lama, dapatdihindari. Teknik perawatan penderita juga perlu diperhatikan.

Di Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Fat-mawati rehabilitasi medik dilaksanakan secara terpadu selama24 jam. Perawatan dilaksanakan oleh perawat rehabilitasi medikdengan pengawasan seorang perawat rehabilitasi medik senior.(Medical Rehabilitation Nurse). Adanya pembina rawat reha-bilitasi medik tersebut perlu untuk rumah sakit besar untuk efek-tifitas rumah sakit sehingga dapat decegah komplikasi akibatrawaat baring yang lama dan LOS dapat diturunkan.

Cara kerja rehabilitasi medik adalah secara tim. Sebelumpenderita mendapat pelayanan rehabilitasi medik, penderita harusdiperiksa oleh dokter. Apakah dokter tersebut seorang spesialisrehabilitasi medik atau bukan, tergantung dari situasi dan kondisisetempat, yang penting dokter tersebut mengerti mengenai prisiprehabilitasi medik. Dokter akan menentukan apakah penderitaini merupakan kandidat rehabilitasi yang tepat. Pengetahuantentang pasien apa yang merupakan kandidat rehabilitaadsi medikjuga diperlukan oleh semua dokter karena tidak semua prosesrehatilitasi kompregensif relevan dan efektif untuk setiap pasien.Dokter sebagai team leader akan memeriksa dan menentukanmasalah yang ada pada penderita, kemudian masalah ini akandievaluasi lebih lanjut oleh allied health profesionals yangterkait (Perawat/Fisioterapis/Terapis okupasi /Terapis wicaralpsikolog/ortotis-prostetis/petugas sosial medik). Pemilihan al-lied health profesionals yang terkait dalam menangani masalahjuga memerlukan pengetahuan akan rehabilitasi medik yangmemadai. Hal ini untuk mencegah over utilization saranarumah sakit.

Setelah evaluasi, maka ditentukan goal /target/tujuan re-habilitasi. Goal ini ada tiga, yaitu goal pasien sendiri, goal dokterdan goal terapis. Goal ini disusun secara rinci menurut prioritas.Setelah itu baru ditentukan program rehabilitasi yang akan dilak-sanakan. Kesepakatan ini dibicarakan dalam suatu team meetingyang dilakukan secara teratur baik formal maupun non formal.

Untuk quality control, maka dokter akan melakukan reas-sessment/pemeriksaan kembali, apakah goal yang telah disepakatitelah tercapai, bila perlu ditingkatkan lagi. Adakalanya goaltidak tercapai, mungkin karena goal yang ditentukan kurangtepat, atau kondisi pasien berubah atau kesalahan pemilihanprogram, maka perlu dilakukan evaluasi ulang untuk menen-

98 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 100: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

tukan program yang baru.Di Amerika pelayanan rehabilitasi medik sudah Iebih maju.

Demi meningkatkan hasil akhir, menurunkan cost dan me-nurunkan LOS, beberapa rumah sakit telah menggunakan criti-calpathways untuk program rehabilitasi medik. Dengan criticalpathways ini semua rencana dari mulai penderita dirawat sampaidischarge plan telah ditentukan sejak awal. Dari penelitian diAmerika ternyata rehabilitasi medik akan lebih efektif untukefisiensi rumah sakit apabiladiintegrasikan dengan proses kuratifsejak awal, dengan demikian perhatian terhadap kedaan patologidan fungsi dapat dilakukan secara simultan dan akibat-akibatburuk yang disebabkan karena imobilisasi lama dapat dicegah,sehingga LOS dapat diturunkan.

PENUTUPDengan melaksanakan prisip-prinsip rehabilitasi medik di

ruang perawatan rumah sakit maka kita akan dapat meningkatkan

efisiensi rumah sakit di antaranya dengan menurunkan lama harirawat (LOS). Untuk ini diperlukan pengetahuan tentang re-habilitasi medik yang memadai agar rehabilitasi medik dapatsedini mungkin dilaksanakan sejak penderita masuk rumah sakit.

KEPUSTAKAAN 1. Halstead LS. Philosophy of Rehabilitation Medicine. In: Medical

Rehabilitation, Raven Press, New York, I985,p I -5.2. Halstead L.S., Grabois M. Rehabilitation Specialists.In : Medical Rehabilita-

tion, New York, Raven Press: 1985, p7- I I3. Delisa JA et al. Rehabilitation Medicine: Past, Present, and Future. In :

Rehabilitation Medicine : principles and practice, Philadelphia: J.B. Lippin-cott, 1988; p3 - 23.

4. Curie DM, Marburger RA. Writing Therapy Referrals and Treatment Plansand Interdisciplinary Team. In: Rehabilition Medicine : Principles andpractice, Philadelphia: JB Lippincott, 1988; p.I45-157.

5. Critical pathway: Road maps to improve outcomes, reduce length-of stay.In : Hospital Rehab (October) 1993; z (I ).

6. Jacobalis HS. Program menjaga mutu (QA) Rumah Sakit. Kursus QualityAssurance Rumah Sakit, Pasca Kongres Persi 1990.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 9 9

Page 101: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Rumah Sakit Matra Laut

Dr. H. Sigit WidodoRumah Sakit TNI Angkatan Laut Mintohardjo, Jakarta

ABSTRAK

Tugas utama suatu Rumahsakitpada umumnya adalah pelayanan kesehatan (Yankes).Tetapi tugas utama suatu Rumahsakit Matra Laut (RSML) adalah dukungan kesehatan(Dukkes) operasi dan latihan kelautan.

Peran RSML pada PJPT II akan meningkat karena :1. Dibangunnya keretaapi bawah tanah dengan sistem caisson untuk menanggulangikemacetan lalulintas di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.2. Meningkatnya pemboran lepas pantai untuk mencari minyak dan gas bumi.3. Meningkatnya industri pariwisata kelautan (bahari).

PENDAHULUANBumi terdiri dari 70% lautan dan 30% daratan. Indonesia

terdiri dari 13.335 pulau-pulau besar kecil, dengan luas daratan1/3 bagian dan luas lautan 2/3 bagian. Manusia sangat berkepen-tingan dengan lautan, karena potensi laut yang amat besar. Lautmerupakan sumber bahan mahakan hewani dan nabati yangmelimpah. Laut memiliki sumber energi yang besar, berupaminyak dan gas bumi. Lautpun mengandung aneka bahan tam-bang/mineral. Baru kira-kira 10% potensi laut yang diman-faatkan oleh manusia. Bangsa-bangsa yang maju sepertiAmerika Serikat, Jepang dan Rusia telah memanfaatkan denganbaik potensi laut tersebut.

Bangsa Indonesia harus lebih memperhatikan laut denganpotensi yang luar biasa banyaknya itu. Menteri Kependudukandan Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim pada seminar tentangTeknologi Maritim, yang diselenggarakan oleh Yayasan De-waruci, September 1987 menyatakan bahwa di masa depanbangsa Indonesia akan menggantungkan kehidupannya darilautan.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

100 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

DEFINISIKesehatan Kelautan adalah bidang kesehatan yang men-

cakup semua aspek mengenai laut, dapat meliputi segi militermaupun non-militer. Rumah Sakit Matra Laut (RSML) adalahRumah Sakit yang mempunyai tugas pokok Dukungan Kese-hatan (Dukes) berupa Kesehatan Kelautan (Kesla), disampingtugas Pelayanan Kesehatan (Yankes) seperti umumnya RumahSakit lainnya.

Kesehatan Kelautan meliputi 2 (dua) fungsi uatama, yaitu :1) Uji dan Pemeriksaan Kesehatan (Urikkes) personil untukbertugas di laut.2) Pembinaan Kesehatan Kapal Atas Air, Kapal Selam, Penye-laman (Hiperbarik), Penerbangan Laut, Pangkalan (Pelabuhan),Industri dan Jasa Maritim, Amfibi (Marinir).

PERAN DI MASA PEMBANGUNANSemua Rumah Sakit TNI-AL adalah RSML. Belum semua

RSML itu dapat berfungsi secara optimal. Untuk dapat melak-sanakan tugas Dukkes dengan baik, RS harus memiliki personil

Page 102: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

dan peralatan khusus. Dan dari fungsi Pembinaan Kesehatan,yang berkembang dan mempunyai prospek yang baik adalahKesehatan Penyelaman (hiperbarik).

Ada 2 (dua) manfaat utama dari Kesehatan Penyelaman(hiperbarik) :1) Bidang Penyelaman dan Caisson2) Bidang terapi penyakit klinis

Penyelaman :1) Olahrga dan rekreasi (pariwisata)2) Tugas inspeksi dan reparasi kapal3) Konstruksi, misalnya jembatan, terowongan, dermaga,waduk, dok, caisson4) Membantu pengeboran minyak lepas pantai (offshoredrilling)5) Taktis6) Penelitian

Manusia adalah makhluk darat; hidup dan bekerja terbaikpada lingkungan sekitar permukaan laut dengan tekanan 1 atm.Bila menyelam setiap bertambah dalam 10 meter, tekanan disekitarnya bertambah 1 atm. Bila menyelam sedalam 40 meter,maka tekanan di sekitarnya sebesar 1 + 4 = 5 atm. Pada tekanantinggi, yaitu Iebih besar dari 1 atm, disebut hiperbarik, manusiaharus melakukan penyesuaian (adjustment). Bilagagal melakukanpenyesuaian, maka akan mengalami penyakit penyelaman. Salahsatu bentuk penyakit penyelaman adalah penyakit dekompresi,yang terjadi bila penyelam naik (ascend) dari kedalaman ataudasar laut ke permukaan, tanpa prosedur yang benar.

Terapi penderita penyakit dekompresi adalah dengan me-nekan kembali (recompress), yaitu memasukkan penderita kedalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT). Di dalamRUBT penderita bernafas dengan udara atau oksigen sesuaidengan tabel pengobatan tertentu, yang lamanya (waktunya)tergantung dari tabel pengobatan tersebut. Bila bernafas denganoksigen, waktunya lebih singkat sekitar separuhnya dibandingbila bernafas dengan udara. Terapi di RUBT bernafas denganoksigen disebut terapi oksigenasi hiperbarik (OHB).

Pembinaan kesehatan penyelaman di Indonesia akan terusbertambah dan berkembang karena :1) Meningkatnya pariwisata bahari, penyelaman di taman-taman laut (Bunaken, Ambon), Bali dan sebagainya.2) Meningkatnya pencarian minyak dan gas bumi lepas pantai,yang membutuhkan tenaga penyelam profesional, yang hinggakini masih didominasi oleh penyelam asing.3) Pembangunan yang menggunakan konstruksi pneumaticcaisson sebagai fondasinya, karena tidak mungkin terdiri daritiang-tiang pancang, seperti underground communication(kereta api bawah tanah, terowongan), dan atau bendungan air,tanki minyak bawah tanah, fasilitas pelabuhan (dermaga dsb),dok kering dan lain-lain bangunan bawah tanah. Pekerja yangbekerja di situ disebut pekerja caisson, yang bekerja di ling-kungan hiperbarik, yang diperlukan untuk mencegah (menekan)masuknya air bawah tanah ke ruang kerja. Pekerja caisson dapatdisebut sebagai penyelam "kering", yang dapat menderita penya -

kit dekompresi bila melanggar prosedur kerja yang baku.Untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta, salah

satu alternatif adalah dengan membangun kereta api bawah tanahseperti kota-kota besar lainnya di negara maju. Singapura telahmembangun kereta api bawah tanah sebagai MRT (Mass RapidTransport) sejak tahun 1984 - 1987. Dari 2392 pekerja caisson,sebanyak 164 orang menderita penyakit dekompresi (0,087%)yang ditangani oleh Kesehatan Angkatan Laut Singapura (TheNaval Diving and Hyperbaric Medicine). Indonesia, dalam halini TNI-AL, tepatnya Kesehatan Komando Penataran AngkatanLaut (Konatal) telah mempunyai pengalaman menangani pender-ita penyakit dekompresi pekerja caisson. Pada waktu memba-ngun graving dock di Surabaya dari tahun 1964 - 1967 telahditanggulangi 213 orang penderita penyakti dekompresi. De-ngan pertumbuhan ekonomi yang tinggi Indonesia pasti akanmembangun dermaga, dok, bendungan atau waduk dan se-bagainya yang menggunakan konstruksi caisson.4) Pembinaan kesehatan para penyelam Indonesia yang lebihbaik, baik penyelam alam (Aru dsb) dan profesional (swasta,BUMN, ABRI), terutama untuk keselamatan kerja.

Terapi penyakit MinisTerapi oksigenasi hiperbarik (OHB), di mana penderita

bernafas oksigen murni (100%) di dalam RUBT, mempunyaiefek sebagai berikut :1) Memperbaiki dan menormalkan kembali jaringan yanghipoksia dan anoksia2) Vasokonstriksi arteria3) Meningkatkan viabilitas sel/jaringan yang iskhemik4) Menimbulkan neovaskularisasi dan proliferasi kapiler5) Meningkatkan kemampuan lekosit untuk membunuh kuman6) Bersifat bakteriostatik terhadap kuman aerob7) Bersifat bakterisid terhadap kuman anaerob

Maka terapi OHB diindikasikan terhadap penyakit-penyakitklinis yang memperoleh manfaat dari 7 efek tersebut. Indikasiterapi OHB dikatagorikan berbeda-beda, misalnya : AmerikaSerikat (Undersea and Hyperbaric Medical Society) :1) Currently accepted2) ExperimentalJepang (Japanese Society for Hyperbaric Medicine) :1) Emergency2) Non-emergencyCina (Chinese Society for Hyperbaric Medicine) :1) Utama2) Ajunktif3) RisetMajalah Annales de Medicine Hyperbare, nomor 1, tahun1988 :1) Merupakan treatment of choice :a) Keracunan gas COb) Emboli udarac) Keracunan sianida akutd) Penyakit dekompresie) Anemia akibat kehilangan darah banyakf) Skin grafts

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 101

Page 103: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

1. Uji dan pemeriksaan kesehatan penyelam = 825 orang2. Terapi penyakit penyelaman = 33 orang3. Terapi penyakit klinis = 185 orang +

Jumlah =1043 orangRumkital Dr Mintohardjo dengan kapasitas 360 tempat tidur,melakukan dukungan kesehatan matra laut sejak tahun 1990hingga September 1993 :

1990 1991 1992 1993

g) Gas gangreneh) Infeksi aerobik dan anerobik dengan jaringan nekrosis2) Merupakan adjunctive therapy :a) Radionekrosis tulang dan jaringan lunakb) Penyembuhan frakturc) Bone graftsd) Acute thermal burne) Infeksi bakteroidesf) Crush injuryg) Acute cerebral oedemah) Traumatic head & spinbal cord injuryi) Obstruksi intestinj) Osteomyelitisk) Acute Peripheral Traumatic Ischemial) Chronic strokem) Chronic skin ulcersn) Decubitus ulcreso) Gastric ulcerp) Trophic skin ulcerq) Diabetic skin ulcerr) Multiple sclerosis3) Penderita memperoleh manfaat dengan OHB sebagai longterm therapy :a) Diabetic ulcersb) Skin ulcers (arterial insufficency)c) Decubitus ulcers (bed sores)d) Non Union fracturee) Soft tissue healingf) Post strokeg) Neurological insufficienciesh) Angina

Terapi OHB dalam klinik bukan merupakan terapi tunggal(single treatment), karena obat-obatan atau tindakan lain masihperlu dilaksanakan. Jadi status terapi OHB dapat disingkat men-jadi:1) Terapi utama2) Terapi tambahan3) Terapi alternatif

Di Indonesia kini ada 4 RSML yang cukup memadai, karenamemiliki RUBT dan personil khusus, yaitu :1) Rumkital Dr Midiato, Tanjungpinang2) Rumkital Dr Mintohardjo, Jakarta3) Rumkital Dr Ramelan, Surabaya4) Rumkital Dr Gandi, AmbonPertamina juga memiliki 4 RUBT yang terutama digunakanuntuk terapi penyakit dekompresi para penyelam.

Rumkital Dr Mintohardjo, yang berdiri sejak 1 Agustus1957, baru mempunyai RUBT setelah 20 tahun yaitu tahun 1977.Dukungan kesehatan matra laut yang dilaksanakan dari 1977hingga 1989 adalah :

Urikkes penyelam 207 154 333 130Terapi 2 16 9 8Terapi penyakit klinik 56 70 149 95

Cianci pada Kongres Kesehatan Hiperbarik ke XII diBaltimore, tahun 1987 melaporkan keuntungan terapi OHBterhadap penyakit klinis :1) Menurunkan biaya pengobatan sampai 40%2) Mengurangi kecacatan hingga minimal3) Mengurangi penderitaan pasien4) Waktu perawatan di RS menjadi lebih singkat

KESIMPULANRumah Sakit Matra Laut mempunyai peran penting bagi

pembangunan nasional Indonesia berupa dukungan kesehatankelautan antara lain :1) Keselamatan kerja penyelam dan pekerja caisson yangmembantu pembangunan transportasi (kereta api bawah tanah,dermaga), industri minyak, pariwisata, pertanian dan pengen-dalian banjir (waduk), Hankam dan sebagainya.2) Terapi penyakit klinis yang Iuas.

KEPUSTAKAAN1. Buku Pedoman Standar Rumah Sakit ABRI tingkat II Departemen Hankam/

Puskes ABRI, 1980.2. Fred Bove. New studies on decompression illness. Skin Diver, Oktober 1993.3. Jimmy How. Medical support in compressed air work. Seminar Kesehatan

Hiperbarik, Jakarta, 1987.4. Otto Maulana. Prosedur terapi hiperbarik dan penggunaannya dalam klinik.

Simposium Kesehatan bawah Air dan Terapi Hiperbarik Tanjungpinang,1989.

5. Cox RAF Offshore Medical Care : Offshore Medicine. Berlin, Heidelberg,New York, Springer Verlag, 1982, 53-78.

6. SKEP KASAL Nomor : Skep/921/l/1989 Tanggal 29 November 1989tentang Penyelenggaraan Kesehatan TNl-AL Bidang Keseahtan KeangkatanLautan (Pers. 004.001).

7. US Navy Diving Manual, Navy Departement, Washington DC, 1982.

102 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

1)2)3)

Page 104: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Data Linendi Rumah Sakit Islam Jakarta

Dr. HJ. Siti AmbarwatiRumah Sakit Islam Jakarta

RS Islam Jakarta berkapasitas 485 tempat tidur dengan per-incian kelas sebagai berikut : 2% kelas VIP, 18% kelas Utamadan kelas I, 30% kelas II, 50% kelas III:Linen yang tersedia berjumlah :Laken : 896 lembarSteek taken : 570 lembarSelimut lorek

:

814 lembarSelimut tebal : 251 lembarSarung bantal : 1457 lembarSarung guling : 1701embarSetelah adanya perbaikan sistim, maka linen yang ada ber-jumlah : (per tanggal 10 - 8 - 1993)Laken 1217 lembarSteek laken : 828 lembarSelimut lorek : 939 lembarSelimut tebal : 238 lembarSarung bantal

:

1046 lembarSarung guling : 123 lembarHanduk pasien : 251 lembarHanduk lap tangan : 281 lembarBaju operasi : 67 buahGurita dewasa : 78 buahMitela : 488 lembarTaplak meja

:

866 lembarDibandingkan dengan standar minimal yaitu 3 X kapasitas TT,maka jumlah taken yang ada di RSIJ masih kurang sebanyak :1455 — 1217 = 238 lembar. Demikian pula dengan steek takenyang kurang 629 lembar , sarung bantal yang kurang409 lembardan lain-lainnya.

PENGGANTIAN LINEN DI RS ISLAM JAKARTAUntuk kelas VIP, Utama dan kelas I, linen diganti setiaphari.

Untuk kelas II dan kelas III linen diganti setiap dua hari, dengan

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21- 25 November 1993.

cara misalnya hari ini kamar dengan nomor ganjil, keesokanharinya yang diganti adalah kamar dengan nomor genap. Untukruangan anak-anak setiap hari linennya diganti.

PROSEDUR PENGIRIMAN LINEN KOTOR DAN PEN-CUCIAN1) Petugas ruangan mengantar linen kotor ke laundry sekitarjam 08:00 — 10:00. Untuk cabang-cabang RSIJ menurut datang-nya linen kotor saja, karena adanya faktor jarak dan kemacetanlalu lintas.2) Linen yang terkena noda darah, di ruangan direndam duludengan thiosulfas dengan takaran 10 butir thiosulfas dalam 201air.3) Linen kotor yang berasal dari pasien dengan penyakit infeksitidak dipisahkan dari yang tak menderita infeksi dari ruanganmasing-masing.4) Petugas ruangan menghitung jumlah dan jenis linen kotoryang dikirim ke laundry. Tiap-tiap ruangan mencatatnya di bukukhusus untuk cucian.5) Linen kotor diangkut ke laundry dengan menggunakankereta dorong.6) Sesampainya di laundry, linen kotor diserahkan ke petugaslaundry dan dihitung lagi bersama serta dipisah-pisahkan. Bilamasih banyak noda, dikembalikan ke petugas ruangan lagi su-paya dibersihkan terlebih dahulu.7) Setelah dicatat oleh kedua belah pihak (petugas ruangan danpetugas laundry), diparaf oleh kedua belah pihak.8) Petugas laundry menimbang berat masing-masing linenkotor, dan memisahkan mana yang kena noda dan mana yangtidak.

Petugas laundry tidak mengetahui linen kotor yang tercemarinfeksi maupun tidak, oleh karena itu dicampur saja.9) Linen kotor dibilas dulu, baru kemudian direndam dengan

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 103

Page 105: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

deterjen. Banyaknya deterjen yang diberikan tergantung padakotor tidaknya cucian. Rata-rata penggunaannya sebanyak 400 –500 gram/hari.10) Deterjen yang digunakan terdiri dari beberapa jenis/macamnomor misalkan nomor C-910 yang mengandung zat aktif fosfatdan alkali dan juga mengandung zat anti korosi sehingga me-lindungi mesin cuci dari proses korosip.

C-935 merupakan bubuk pemutih yang mengandung zataktif khlor, oleh karena itu dapat membunuh kuman dan bakteriyang berbahaya.

C-929 yang mengandung bahan alkali tinggi sehinggamempercepat proses emulsi dari kotoran minyak dan lemak.

C-948 yang mengandung asam sehingga dapat mengikatsisa alkali dan khlor. Selain itu dapat mencegah warna kuningpada cucian. Biasanya digunakan/diberikan pada pembilasanyang terakhir.11) Jumlah linen yang dicuci rata-rata 700 kg/hari, denganperincian sebagai berikut :Kelas Kapasitas TT Berat Cucian (kg)VIP 8 75Utama 16 83I 64 64II 111 104III 200 154Anak-anak 70 82Kebidanan 25 41ICU 6 21Hemodialisa 7 10Kamar Operasi 6 98Poliklinik 12 2312) Peralatan yang dipakai :– Mesin cuci merk Spronk yang dibeli pada tahun 1971 danberkapasitas 30 kg.– Mesin cuci merk Electrolux yang dibeli tahun 1986 dengankapasitas 30 kg.– Mesin boiler merk Spronk.– Mesin boiler merk Electrolux yang ternyata lebih pendekdan daya presnya juga kurang.– Setrika dipergunakan untuk menyetrika baju-baju fungsional,baju bayi dan linen lain yang sukar dipres.13) Linen bersih yang telah disetrika dibawa ke kamar linen dandibagikan ke petugas-petugas ruangan masing-masing sesuaidengan banyaknya linen yang dicuci pada hari itu14) Untuk linen di RSIJ digunakan sistim sentralisasi kira-kira3 tahun ini; sebelumnya dipakai sistim desentralisasi15) Petugas laundry. di RSIJ bertugas dalam 2 shift yaitu pagidan sore hari, pada hari libur yang bertugas hanya 1 shift16) Distribusi linen bersih : bila persediaan linen bersih ada,langsung diberikan pada petugas ruangan sesuai jumlah cucian;bila tak ada/tak mencukupi, maka pada siang hari sekitar jam13.00 baru diambil lagi oleh petugas ruangan17) Linen bersih dari laundry diangkut dengan kereta dorongyang tertutup, untuk dibawa ke masing-masing ruangan. Linenbersih yang perlu steril, langsung dibawa ke CSSD untuk di-sterilkan.

104 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

18) Linen bersih yang rusak/robek ringan, tetap dikirim ke tiap-tiap ruangan bersangkutan dengan harapan oleh petugas ruanganakan dipilah-pilah dan dikirim ke penjahitan untuk perbaikan-nya.

Bila rusak/robek berat, oleh bagian/unit laundry ditahan,bila mungkin digunakan untuk yang lain dan dikirim ke Unitpenjahitan, sedangkan stock ruangan yang kurang akan digantidengan yang baru19) Sesuai dengan ketentuan dari Depnaker, maka sekali se-tahuri peralatan perlu diservice dan minimal perlu waktu 3 hari.Cucian RSIJ dicucikan di luar.

KENDALA YANG DIALAMI RSIJ

1) Air :• Unit laundry memerlukan air yang cukup banyak dan aliran-nya deras untuk mempercepat proses pencucian.

Pada awalnya dibangun pompa air khusus untuk Unit laundrytetapi ternyata kemudian dipakai juga untuk bagian dan unit lain,sehingga untuk mengisi air ke mesin cuci saja memerlukan waktuyang lama. Akibatnya seluruh proses pencucian baru selesaidalam waktu yang cukup lama pula.• Air yang ada di unit pencucian, mungkin mengandung zattertentu sehingga linen putih dan baru setelah 3–4 kali dicuciberubah warna menjadi kekuningan.

2) Jumlah linen :Jumlah linen yang ada di RSIJ masih tetap dirasakan kurang,

lebih-lebih karena peningkatan rumah sakit tidak diimbangidengan peningkatan jumlah linen yang tersedia. BOR yangmeningkat dari 72% pada 1991 menjadi 75% pada 1992 LOSyang menurun dari 7,2 hari menjadi 6 hari dan TOI yang menetap2 hari; mengakibatkan turn over pasien yang tinggi, dan perludisediakan linen yang cukup banyak untuk mempersiapkan tempattidur pasien.

3) Bahan dasar :Ternyata sangat sulit mencari bahan dasar dengan ukuran

tertentu di pasaran, sehingga perlu memesan dulu dari pabriktekstil; dengan sendirinya hal ini perlu waktu yang relatif lebihlama.

4) Anggaran :Anggaran yang diperlukan ternyata baru disadari kalau

cukup besar, membeli linen jadi perlu biaya yang lebih besar lagi,selain itu fungsi dari unit penjahitan bukan hanya memperbaikiyang rusak/robek saja tetapi juga harus menjahit yang baru.

5) Tenaga :• Di unit laundry tenaga yang bertugas kurang sekali yaituhanya 15 orang. Untuk mengatasi jumlah cucian yang cukupbanyak tersebut maka petugas unit laundry bertugas dalam 2shift.• Tenaga di unit penjahitan juga tak memadai, sehingga linen

baru yang dibutuhkan tak dapat segera dipenuhi, perbaikan ataudaur ulang linen yang robek/rusak juga kurang terpenuhi.

Page 106: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

6) Warna linen :• Sebaiknya warna linen yang digunakan tetap putih saja,terbukti di Pav. Kebidanan yang memakai warna merah muda,setelah 3 bulan warna pudar dan berubah menjadi warna putihkotor.• Untuk Kamar Operasi tetap warna hijau yang mempunyaikesan ukuran yang sebenarnya dari alat/organ tubuh yang sedangdioperasi, selain itu juga mengurangi stress.

PEMBAHASAN

Perencanaan:Selama ini telah direncanakan dengan baik dan disesuaikan

dengan kapasitas tempat tidur. Penentuan kebutuhan linen sudahdilaksanakan, dan disesuaikan dengan apa yang diperlukan,berapa jumlah yang diperlukan, mengapa diperlukan, siapa yangmemerlukan, diperlukan untuk apa, bilamana diperlukan dandimana diperlukan.

Inventarisasi linen juga telah dilakukan, oleh karena itudapat diketahui bahwa jumlah linen yang tersedia di RSIJ ter-nyata masih belum memadai. Untuk mengatasi kekuranganpersediaan linen tersebut maka petugas laundry berdinas dalam2 shift yaitu pagi dan sore.

Pengadaan:Dilakukan pengelompokan menurut skala prioritas, antara

lain :— Kelompok linen utama : merupakan linen yang mutlak di-perlukan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.— Kelompok tambahan : adalah linen yang diperlukan, tetapitak akan menyebabkan pelayanan terhenti bila tak tersedia.— Kelompok pelengkap : adalah linen yang tidak mempenga-ruhi jalannya pelayanan kesehatan.

Walaupun telah dilakukan pengelompokan sesuai denganskala prioritas dan anggarannya tersedia, ternyata RSIJ masihmengalami hambatan dalam pengadaan, karena bahan dasaruntuk pembuatan linen rumah sakit tidak tersedia di pasaran, jadiharus memesan ke pabrik tekstil terlebih dahulu.

Penyimpanan dan Penyaluran :Pemborosan linen di rumah sakit dapat terjadi sebagai akibat

dari keborosan, kehilangan, pencurian barang/linen dan kualitas

dari linen.Di RSIJ pada ruangan perawatan Anak-anak pernah terjadi

kehilangan sprei sebanyak 17 lembar dalam tempo 3 bulan.Setelah diteliti ternyata pada waktu pasien anak tersebut pulangmaka spreinya ikut dibawa pulang. Di ruang Kebidanan warnalinennya adalah merah muda dan setelah dicuci ± 3 bulan warnamerah muda tersebut menjadi pudar dan berubah menjadi putihkotor; akhirnya linen tersebut tak dipakai lagi karena paramedisperawatannya malu untuk memasang di tempat tidur pasien, danpasiennya sendiri juga kurang berkenan.

Pemeliharaan dan Penghapusan :Pensortiran linen kotor kadang-kadang menggunakan pe-

ngait yang ujungnya runcing, sehingga dapat melubangi linenkotor, lama kelamaan lubang/koyakan ini makin lebar; sampaitak layak dipakai.

Linen yang robek/rusak ringan memang telah diperbaikioleh unit penjahitan, tetapi lama kelamaan perbaikannya me-makan waktu yang sangat lama karena keterbatasan tenaga.Membuat perlengkapan linen yang baru demikian pula.

Obat/deterjen yang dipakai mula-mula ternyata tak efisien,dan linennya cepat sekali berubah menjadi kuning dan baunyakurang sedap; oleh karena itu sekarang dipakai produk merk lain.

Pemeliharaan alat-alat laundry yang lama ternyata me-menuhi syarat sehingga sampai sekarang masih dapat diper-gunakan dengan baik, malah lebih berfungsi dibandingkan alatyang baru dibeli 7 tahun yang lalu.

Pakaian bayi bila dicuci dengan mesin cuci rumah sakitternyata cepat sekali robek, oleh karena itu diharapkan membelimesin cuci rumah tangga untuk keperluan tersebut, bila di-perlukan sterilitas, dapat dikirim ke CSSD terlebih dulu.

KESIMPULAN1) Kecanggihan peralatan yang telah dimiliki RS Islam Jakarta(ESWL, CT-Scan) ternyata tak diimbangi dengan peralatan atauperlengkapan linen yang memadai/memenuhi standar.2) Dengan pemeliharaan yang baik dan tepat ternyataperalatanlama masih berfungsi baik, bahkan lebih bagus daripada alatyang baru.3) Perlu dibuat prosedur kerja tetap yang baku dan tertulis,sehingga dapat dipakai seterusnya.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 10 5

Page 107: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Efisiensi Pengelolaan Laboratoriumdi Rumah Sakit

Dr Indika Pitono, Dr Rustadi SosrosumihardjoBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Pengetahuan ilmiah saja yang selama ini dianggap me-rupakan satu-satunya prinsip untuk pengelolaan laboratorium,sekarang tidakdapatdipertahankan lagi. Konsep terbaru mengenailaboratorium klinik adalah konsep ekonomi yang bersama-samadengan pengetahuan laboratorium secara terintegrasi diperlukandalam pengelolaan laboratorium klinik untuk menghadapilingkungan yang makin bersifat business.

Laboratorium klinik merupakan salah satu bagian yangmemerlukan biaya tinggi (cost intensive) dari suatu rumah sakituntuk diagnosis dan monitoring suatu penyakit. Laboratoriumswasta komersial dihadapkan pada persaingan yang ketat danharus menemukan cara untuk mengelola secara ekonomis, tetapitetap masih mendapat keuntungan. Laboratorium yang tidakbersifat komersial dalam suatu rumah sakit harus meningkatkanefisiensi dan mengenal bentuk operasional maupun fungsi dalammenghadapi beban kerja yang semakin meningkat.

Belum ada atau sedikit sekali petunjuk/rujukan baku untukmenilai biaya, produktivitas, aktivitas atau faktor-faktor untukmembuat perkiraan biaya yang diperlukan untuk karyawan,reagensia dan pengeluaran lainnya.

Pada kesempatan ini akan diulas mengenai pengelolaanlaboratorium klinik yang pada akhirnya didapatkan suatu kese-imbangan antara kualitas pelayanan dan efektifitas.

Pengelolaan laboratorium seyogyanya menggunakanmanajemen yang lazim digunakan dalam industri yang ternyatasangat berharga untuk dilaksanakan di laboratorium. Adminis-trator rumah sakit bertanggung jawab dalam merencanakan sertamenentukan kualitas pelayanan penderita secara umum sertakeberhasilannya, sedangkan manajer laboratorium merekomen-dasikan alat yang cost-effective, mengoptimalkan penggunaansumber daya manusia dan membantu merencanakan anggaran

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

106 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

untuk merealisasikan suatu target yang telah ditentukan denganbiaya yang minimal, efisiensi maksimal dan kualitas pelayananpenderita yang tidak terganggu.

Secara umum agar hal tersebut dapat dicapai sebaik-baiknyapihak manajemen seharusnya mempunyai tujuan, rencana yangbaik dan kontrol. Tujuan harus jelas, realistik dan dapat "diukur".Perencanaan yang baik meliputi aktifitas planning statement,forecasting, menentukan prioritas tujuan, programming yangmeliputi rencana mengenai alat-alat, personel, keuangan dantimetable, scheduling yaitu menentukan batas waktu tujuan ter-capai dan merencanakan anggaran. Aktifitas kontrol manajemenmeliputi pembuatan standar prosedur, mengukur performancedan melakukan tindakan koreksi.

Eksekutip rumah sakit sering kali dikritik, karena dianggaptidak mengeluarkan dana cukup yang diperlukan untuk directpatient care. Keterangan bahwa selama ini sumber dana masihterbatas tidak dapat meyakinkan bahwa rumah sakit bukannyamempunyai dana yang tidak ada habisnya. Hal ini disebabkankarena kritik tersebut tidak memperhatikan fakta-fakta sertapengertian tentang adanya distribusi dana dalam rumah sakit,asal dana serta nilai diagnostik dan penggunaan yang berlebihandari tes diagnostik, x-ray, obat-obatan serta tindakan diagnostikdan terbatasnya sumber dana. Walaupun demikian permintaantes-tes diagnostik dan tindakan diagnostik tetap meningkat,sebabnya adalah mekanisme kontrol yang tidak pernah adasecara jelas dan formal. Dalam hal laboratorium rumah sakitswasta kesukaran dana tersebut dapat dicapai dengan mening-katkan pendapatan atau mengurangi pengeluaran. Pada rumahsakit pemerintah dimana peningkatan pendapatan laboratoriumtidak dapat begitu saja dicapai dengan menaikkan harga tiap tesdan pemberian dana dengan meningkatnya biaya juga tidak dapat

Page 108: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

begitu mudah dilaksanakan, manajer laboratorium harus lebihefisien dan memanfaatkan setiap dana yang dianggarkan.

Untuk mengoptimalkan dana tersebut beberapa masalahyang sering dijumpai di rumah sakit seyogyanya dipahami dandiantisipasi. Masalah ini adalah sebagai berikut :1) Kurangnya informasi tentang besarnya kebutuhan klinikdan prioritas.

Manajer laboratorium mendapat kesukaran mengatur ang-garan yang telah ditetapkan karena :a) tidak ada cara yang tepat untuk menaksir jumlah serta ma-cam tes yang rutin akan diminta selama satu mata anggaran.b) perkiraan tentang tes yang tidak dikehendaki tidak pernahdapat diterka dengan tepat.

Kejadian ini biasa terjadi dan mengharuskan pihak adminis-trator rumah sakit mengalihkan anggaran dari satu pos ke poslain. Komputerisasi laboratorium mungkin membantu men-dapatkan angka mengenai jumlah dan macam tes lebih tepat.2) Kurangnya pendidikan/pemberitahuan/prosedur standardiagnostik.

Adanya prosedur standar, pemberitahuan tentang carameminta tes seharusnya diberikan serta pendidikan yang terusmenerus.3) Meningkatnya beban kerja dan kebutuhan akan prosedurpemantapan mutu.

Jumlah, macam tes dan prosedur pemantapan mutu diten-tukan setepat mungkin untuk mengurangi biaya. Tes apa yangsering diminta serta penyakit apa yang sering dijumpai, kapanterdapat akumulasi permintaan tes tertentu dapat membantumenentukan keperluan di atas. Data tersebut sebenarnya dapatdiperoleh melalui medical record.

Selain masalah tersebut terdapat biaya yang tidak terkontroldalam laboratorium yang penyebabnya adalah :1) Biaya untuk otomatisasi yang tidak terantisipasi sebelum-nya.

Dengan otomatisasi pemeriksaan laboratorium menjadimudah dan cepat. Profil tes lebih mudah dikerjakan dan lebihcepat mendorong klinisi meminta tes dengan cara tersebut, eradimana permintaan tes berdasarkan pertimbangan klinis sertadiagnostik fisik semakin ditinggalkan.2) Masalah dengan reagen dan reagen penunjang lainnya.

Pada permulaan perusahaan automatic analyzer sering kalimembuat alat yang banyak reagen serta penunjangnya banyaktergantung padanya. Akan tetapi pada masa kini kebanyakan alattelah menggunakan open system artinya dapat menggunakanreagen merk lain bahkan perangkat kerasnya misalnya kuvet dansebagainya.3) Perlunya kontrol atas pengeluaran biaya untuk personalia.4) Perlunya membuat grup tes yang lebih kecil tetapi lebihspesifik dibanding grup tes penyaring yang banyak akan tetapikurang spesifik.

Mengatur biaya laboratorium tidak mungkin tanpa adanyaupaya meningkat produktivitas laboratorium. Produktivitas la-boratorium meningkat apabila 1) Jumlah pemeriksaan yangdikeluarkan bertambahnya untuk usaha yang tertentu. 2) Usahauntuk mencapai jumlah pemeriksaan tertentu menurun. 3) Jum-

lah pemeriksaan dan usaha tetap akan tetapi kualitas pemeriksaanmeningkat.

Dalam meningkatkan produktivitas ini manajer laborato-rium harus memperhatikan dua hal yaitu tingkat kualitas yangdihasilkan dan tingkat produktivitas (Gambar 1). Posisi (1,1)adalah yang tidak memperhatikan kedua hal tidak dapat bertahanlama dan tidak diinginkan oleh pihak rumah sakit. Posisi (10,1)adalah manager yang sangat memperhatikan kualitas, akan tetapikurang memperhatikan produktivitas, tipe ini masih dapat diper-tahankan akan tetapi sukar menghadapi keadaan dana yangterbatas. Posisi (1,10) tidak diinginkan karena- walaupunproduktivitasnya tinggi, akan tetapi kualitas pemeriksaannyarendah. Posisi (5,5) adalah posisi yang seimbang dimana per-hatian ditujukan terhadap baik kualitas maupun produktivitas,akan tetapi hal ini juga kurang disukai karena menunjukkanpekerjaan yang "setengah hati" baik untuk kualitas maupunproduktivitas. Posisi (10,10) adalah tipe manajer yang memper-hatikan secara maksimum baik kualitas maupun produktivitas,mungkin hipotesis saja, akan tetapi ini posisi yang paling jelasdiinginkan untuk manajer yang bertanggung jawab.

Gambar 1. Perhatian atas kualitas dan produktivitas manajer laborato-rium.

Berikutnya adalah tabel-tabel yang dapat dipakai sebagaistrategi untuk meningkatkan produktivitas laboratorium. Di dal amtabel-tabel terdapat masalah maupun penyelesaian yang umum,yang mungkin tidak semuanya cocok untuk tiap laboratorium,akan tetapi setidaknyadapat dipakai acuan untuk menilai keadaanlaboratoriumnya bila terdapat masalah tersebut.Tabel 1. Penyebab rendahnya produktivitas personil di laboratorium

1 . Tingkat ketrampilan yang rendah.2. Absen yang terlalu sering.3. Program pelatihan yang kurang tepat.4. Orientasi karyawan terlalu berlebihan.5. Spesialisasi dan generalisasi kurang tepat.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 107

Page 109: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

6. Arus kerja yang kurang baik karena perencanaan yang kurang baik.7. Kurangnya penjelasan arus kerja.8. Penilaian tentang beban kerja salah.9. Pembagian kerja yang kurang baik antara shift, sub bagian lab.

10. Melakukan batching of test *) yang tidak benar. (tes dilakukan tujuhkali seminggu walaupun tiga kali telah cukup).

11. Standar turn around time **) yang tidak tepat.12.. Mengerjakan sendiri pemeriksaan yang jarang diminta.13. Program pemantapan mutu kurang tepat sehingga tes sering harus di-

ulang.14. Pelaksanaan quality control yang berlebihan.15. Tuntutan pelayanan yang berlebihan dari para klinisi. Permintaan sito

yang terlalu banyak.16. Automatisasi yang tidak memadai.17. Kerusakan alat yang relatip sering.

Keterangan :*) Batching of t est adalah melakukan pemeriksaan dengan mengumpulkan

terlebih dulu untuk kemudian dikerjakan setelah banyak.**) Turn around time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan.satu

pekerjaan dari permulaan sampai selesai.

Tabel 2. Jalan keluar untuk mengatasi rendahnya produktivitas personil.

l. Tinjau kemungkinan adanya konsolidasi personil.2. Tingkatkan ketrampilan dan harapan akan kemajuan dengan pelatihan

dan imbal jasa.3. Perbaiki hubungan dengan staf medik.4. Campur antara analis yang "general" dan "spesialis".

5. Hindari karyawan yang mempunyai spesialisasi sangat khusus.6. Tinjau kemungkinan pengurangan karyawan.7. Motivasi karyawan agar bekerja 100% pada waktu jam kerja.8. Tingkatkan kemampuan seluruh analis tentang tindakan pencegahan

dan pemeliharaan alat-alat.9. Hindari terlalu banyak karyawan dengan honor tinggi.

10. Tinjau kembali struktur organisasi.11. Tinjau biaya tes bila dilakukan manual atau otomatis.12. Tentukan apakah harus membuat atau membeli.13. Gabungan sub bagian/seksi untuk mendapatkan efisiensi maksimal.14. Usahakan adanya ruang cukup dan arus kerja yang baik.15. Tinjau kemungkinan "satelite lab".

16. Usahakan beban kerja yang tepat.17. Meningkatkan beban kerja dan memperbesar jumlah "batch" dengan

peningkatan pelayanan.18. Pindahkan pekerjaan rutin ke waktu lain.19. Tinjau kemungkinan meningkatkan batching of test dan penurunan test

turn around time.20. Kurangi adanya duplikasi pelayanan dalam laboratorium.21. Tingkatkan otomatisasi dengan menggunakan alat yang non labor

intensive dan low cost/test.22. Kirim keluar tes yang jarang bila efisiensi masih rendah.23. Tinjau kembali kegiatan riset dan tindakan pengembangan yang tidak

perlu.24. Tinjau dan tingkatkan efisiensi beberapa alat otomatis.25. Hindari alat yang banyak memerlukan interaksi karyawan.26. Komputerisasi laboratorium.

Tabel 3. Hal-hal yang mungkin timbul akibat adanya excessive high laborproductivity.

l. Adanya kemungkinan kekurangan karyawan untuk bertugas 24 jam.2. Berkurangnya waktu untuk pelatihan dan pengembangan.3. Adanya kemungkinan menurunnya kualitas.4. Timbulnya tes yang jarang diminta karena keluhan dari klinik.5. Adanya kemungkinan memanjangnya turn around time yang tidak

benar.6. Berkurangnya peninjauan untuk mengembangkan tes yang baru.7. Terjadi pelaporan tentang beban kerja yang tidak benar.

108 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Tabel 4. Rekomendasi untuk meningkatkan kualitas (clinical produc-tivity).

Tabel 5. Penyebab tingginya biaya non personil.

l. Terlalu banyak biaya untuk riset, pengembangan dan tidak untukperawatan pasien.

2. Terlalu banyak beban biaya yang tidak berhubungan dengan laborato-rium oleh rumah sakit atau yayasan.

3. Terlalu banyak biaya untuk perjalanan atau pendidikan.4. Tingginya biaya untuk mengikuti program pemantapan mutu ekstema.5. Tingginya biaya untuk melakukan tindakan quality control dalam

semua tahap pemeriksaan.6. Tingginya iuran untuk organisasi.7. Terlalu banyak berlangganan buku/majalah yang tidak perlu.8. Terlalu banyak biaya untuk konsultasi.9. Terlalu sedikit modal untuk alat/terlalu banyak alat yang disewa (rental).

10. Terlalu banyak reagen terbuang.11. Terlalu banyak kontrol, standar dan pengulangan tes.12. Kebijaksanaan pembelian dan tawar menawar yang kurang baik.13. Adanya ketetapan yang tidak menentu mengenai definisi peralatan

yang akan dibeli.14. Inventarisasi yang kurang baik.15. Terlalu banyak atau terlalu sedikit tes yang dikirim keluar.16. Terlalu banyak tindakan pencegahan.17. Tindakan pencegahan yang jelek yang mengakibatkan tingkat kega-

galan alat-alat yang tinggi.18. Monitoring terhadap telepon interlokal yang kurang baik.19. Kurir servis (bila ada) kurang terkontrol biayanya.20. Kapasitas peralatan yang dibeli tidak sesuai dengan beban kerja.21. Peralatan khusus sito yang harga reagennya tinggi dipakai untuk rutin.22. Tingginya pengulangan tes karena standardisasi alat yang kurang baik.23. Kemungkinan perlu alat cadangan.24. Tingginya penggunaan kertas komputer.

Tabel 6. Penyebab tingginya permintaan tes laboratorium

l. Rumah sakit adalah rumah sakit pendidikan dimana residen dapatmeminta tes.

2. Laboratorium mempunyai program keluar yang demikian baik se-hingga banyak sampel berasal dari luar rumah sakit.

3. Banyaknya pasien dalam keadaan kritis.4. Tidak benarnya tata cara pola permintaan tes.5. Monitoring atas tata cara permintaan tes tidak berfungsi efektip.6. Kurangnya presentasi kasus oleh patologists.7. Turn around time yang jelek.8. Adanya length of stay yang pendek dengan bertambahnya permintaan

tes.9. Formulir lab yang kurang terencana dengan baik.

10. Kurangnya algoritme untuk membantu pemilihan dan interpretasi tes.11. Catatan yang tidak benar sehingga tampak sebagai permintaan tes

tinggi.12. Adanya kepentingan komersial untuk mempertahankan permintaan tes

yang tinggi.13. Terlalu banyaknya tes sito.14. Adanya persepsi kualitas lab yang jelek yang mengakibatkan per-

mintaan tes ulang.15. Metodologi yang jelek yang mcnyebabkan hasil lab tidak konsisten

dengan keadaan penderita.16. Pekerjaan riset dan pengembangan tidak dinilai dalam rupiah.

l. Kembangkan laboratory disease related test group dengan klinisi.2. Interaksi dengan klinisi untuk melakukan prioritas terhadap tes.3. Interaksi dengan staff klinik untuk menentukan pemilihan jenis tes yang

optimal.4. Integrasikan grup tes dengan rencana program pemantapan kualitas.5. Lengkapi dengan interpretasi untuk klinisi.6. Interaksi dengan pihak manajemen rumah sakit untuk tidak melakukan

tes yang tidak relevan lagi dan adakan tindakan pengurangan biaya.

Page 110: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

KEPUSTAKAAN

1. Travers EM. Managing Costs in Clinical Laboratories. New York: McGraw-Hill, 1989.

2. Bennington JL, Westlake GE, Louvau GE. Financial Management of the

clinical Laboratory. Baltimore, Maryland: University Park Press, 1974.3. Morrison JI, Hardwick DF, Cassidy PA. Laboratory Use, Cost, Technology:

How much can be saved?. In: The Clinical Laboratory in the new era. Quality,Cost, and Diagnostic Demands. Bermes EW, ed. Washington: AACC Press,1989.

Cerm.in Dunia Kedokteran, Edisi Khusus Nd. 91, 1994 10 9

Page 111: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Dr. Boy S. Sabarguna, MARSAsisten Direktur Bidang PPE Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati, Cirebon

Survai Keamanan Pasien

ABSTRAK

Selayaknya mutu pelayanan rumah sakit tidak hanya dibicarakan, tetapi perlu :1. Dilakukan tindakan yang bisa mengukur keadaan sejauh mana sekarang ini telahberjalan.2. Tindak lanjut apa yang perlu dilakukan dari hasil interpretasi penilaian yang terjadi.

Maka langkah-langkah upaya dalam rangka meningkatkan mutu keamanan pasienadalah :

PENDAHULUANBerbagai cara meningkatkan mutu pelayanan di rumah

sakit, mulai dari quality assurance, total quality control sampaiyang terbaru CTQI atau continuing total quality improvement,sebenarnya berbasis relatif sama yaitu upaya. Jadi tak hanya di-bicarakan dan didiskusikan kebaikan dan keunggulannya, tetapipaling penting adalah bisa dikerjakan.

Dari 4 aspek mute(1 ) yaitu :1) Aspek klinis,2) Aspek efisiensi dan efektivitas,3) Aspek keselamatan pasien,4) Aspek kepuasan pasien,yang sering dikupas baru kepuasan pasien, dan itupun seringtidak tuntas; artinya survai dengan pemilihan sampel kurangtepat, juga hasilnya tidak cukup ditindaklanjuti. Meskipun

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

110 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

demikian sudah merupakan langkah maju, dibandingkan tidaksama sekali.

Menjaga mutu dari aspek klinis merupakan hal yang hinggasekarang merupakan yang tersulit, karena menyangkut profesidan standar profesi, hal ini sedang dijajagi oleh IDI bersamaPemerintah.

Aspek efisiensi dan efektivitas yang menilai mutu dari sudutkeuangan dan pelayanan memerlukan perhitungan dan upayaekstra keras agar bisa dipergunakan dengan mudah dan jelas.

Aspek keamanan pasien dapat merupakan hal yang seder-hana sampai rumit, hal ini perlu ditelusuri agar dapat dilakukanupaya menjaga mutu dengan jelas dan terarah; bila tidak, aspekini hanya dinilai tanpa indikator yang jelas, atau dengan indikatoryang sangat subjektif sehingga tak bisa diperhitungkan. Upayaberikut ini merupakan langkah kuantifikasi berbagai hal yang

Page 112: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

berhubungan dengan keamanan pasien, sehingga bisa diper-hitungkan dan didiskusikan.

Tulisan ini bertujuan :1. Memberikan gambaran yang lebih terang tentang MenjagaMutu Pelayanan Rumah Sakit yang terkait dengan keamananpasien.2. Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang indikatorkeamanan pasien yang dapat dipakai sebagai pedoman.3. Membuat sur vai keamanan pasien di rumah sakit, sehinggaaspek ini dapat dikwantifikasi dan selanjutnya dapat didiskusikan,kemudian dilakukan tindak lanjut yang relevan.

MENJAGA MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

DEFINISI (1)

Quality Assurance atau menjaga mutu adalah :"Suatu pro-gram berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematikmemantau dan menilai mutu dan kewajaran asuhan terhadappasien. Menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan pasiendan memecahkan masalah-masalah yang terungkap. " (Skema 1)

KOMPONEN MUTUMutu pelayanan kesehatan menjadi sulit diukur, karena hasil

yang terlihat merupakan resultan dari berbagai faktor yangberpengaruh. Walaupun demikian secara jelas dapat dibedakan.Komponen itu adalh (1) :

* Kewajaran * Relevansi * Hasil segera* Kuantitas * Efektivitas * Hasil jangka panjang* Efisiensi

Struktur adalah : sarana fisik, perlengkapan dan peralatan,organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia dansumber daya yang lain.

Proses adalah : sarana kegiatan dokter, kegiatan perawat,kegiatan administrasi pasien.

Outcome adalah : outcome jangka panjang seperti ke-mungkinan kambuh, kemungkinan sembuh di masa datang.

ASPEK MUTUMutu pelayanan rumah sakit dapat pula dilihat dari segi

aspek yang berpengaruh. Aspek berarti termasuk hal-hal yangsecara langsung atau tidak berpengaruh terhadap penilaian.

Keempat aspek itu adalah :

* Aspek KlinisYaitu menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terk3it

dengan teknis medis.* Efisiensi dan Efektifitas

Yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada diagnosisdan terapi yang berlebihan.* Keamanan Pasien

Yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya per-lindungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran.* Kepuasan Pasien

Yaitu yang berhubungan dengan kenyamana, keramahandan kecepatan pelayanan.

CIRI MUTU YANG BAIKBerdasarkan dari pengamatan di atas ternyata mutu yang

baik adalah (1) :* Tersedia dan terjangkau.* Tersedia kebutuhan.* Tepat sumber daya.* Tepat standar profesi/etika profesi.* Wajar dana aman.* Mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani.

Pelayanan medis yang baik adalah(2):* Yang didasari oleh praktek medis yang rasional dan didasarioleh ilmu kedokteran.* Mengutamakan pencegahan.* Terjadinya kerjasama antara masyarakat dengan ilmuwanmedis.* Mengobati seseorang sebagai keseluruhan.* Memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien.* Berkoordinasi dengan pekerja sosial.* Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis.* Mengaplikasikan pelayanan modern dari ilmu kedokteranyang ditubuhkan masyarakat.

KEAMANAN PASIENAspek keamanan pasien sebenarnya banyak yang mempu-

nyai dasar objektif, artinya dapat dili hat bendanya. Seperti adanyaalat pemadam kebakaran. Hanya permasalahannya berapa ban-yak dan berapa besar yang dinilai cukup ?; hal ini menjadi relatifsubjektif, karena akan berhubungan dengan situasi dan kondisiyang ada. Segi ini yang akan dicoba dikuantifikasikan denganskela tertentu.

Tentunya masih banyak lagi yang dapat dipertimbangkan,termasuk hal-hal yang sifatnya perilaku yang lebih spesifik,seperti setiap transfusi selalu dilakukan crossmatch. Dapat jugalebih dispefikasi seperti : jumlah satpam, kemampuan satpam,pelatihan ulangan.

Hal di atas merupakan sebagian dari aspek penting yangharus ada dan diperhatikan agar keamanan pasien mendapatjaminan. Kemudian dengan survai yang menggunakan skalaakan dapat diperhitungkan seberapa jauh sudah diadakan.

Cermin Dunia Kedokteran , Edisi Khusus No. 91, 1994 111

Page 113: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Kelompok indikator keamanan pasien meliputi :

No. Kelompok Indikator

1. Fasilitas 1. Pemadam kebakaran2. Pembuangan limbah3. Pencegahan penularan kuman4. Cadangan lisirik5. Ruang operasi yang memenuhi stndar6. Adanya ruang pulih sadar yang memedai7. Adanya ICU yang memadai

2. Alat 8. Pengikat di kereta dorong9. Pengikat di tempat tidur

10. Kelengkapan oksigen11. Kelengkapan alat gawat darurat

3. Obat 12. Tersedia obat untuk mengatasi syok13. Nama obat yang jelas14. Dosis obat yang jelas

4. Prosedur 15. Prosedur menghadapi musibah16. Prosedur penyimpanan barang pasien17. Prosedur pencegahan infeksi nosokomial18. Prosedur menunggu pasien

5. Petugas 19. Adanya petugas Satpam yang cukup20. Adanya seragam petugas21. Adanya nama dan identitas petugas22. Adanya identitas penunggu pasien

6. Kegiatan 23. Status diisi lengkap24. Adanya catatan pergantian antar petugas

SURVAI KEAMANAN PASIEN1) Pembuatan KuesionerKuesioner dapat diperbandingkan dengan wawancara sebagaiberikut(3 ) :

Keuntungan Wawancara

* Kejelasan : Pewawancara akandapat menjelaskan pertanyaan yangsulit dimengerti dan dapat mentasikalau ada responden yang tidakdapat membaca.

* Kekayaan informasi : Pewawan-cara dapat mengumpulkan lebihbanyak informasi berdasarkanjawaban responden dan melaluiobservasi tampilan dan prilakuresponden.

* Keteraturan : Pewawancara akandapat menanyakan pertanyaansecara berurutan.

Dalam pembuatannya bisa berbentuk :1. Ya, atau tidak.2. Ya, tidak atau tidak tahu.3. Pilihan berganda : a, b, c, d.4. Dengan skala; contoh : 1. Sangat penting; 2. Penting; 3.Kurang penting; 4. Tidak penting.Jangan membuat yang tengah-tengah, karena menurut penga-laman akan banyak jatuh pada pilihan ini, sehingga tidak

112 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

menggambarkan; bila pilihan :1. Istimewa; 2. Baik; 3. Cukup; 4. Kurang; 5. Buruk, daripengalaman, sering dipilih cukup, karena tengah-tengah/netral.

Bila menggunakan EPI INFO, dipergunakan skala (4):1 = Buruk; 2 = Kurang; 3 = Baik; 4 = Istimewa. Dalam hal ini takdipergunakan skala cukup, untuk menghindari pemiiihan nilaitengah yang dianggap aman.

2) Cara Pengisian KuesionerDiisi dengan memilih salah satu dan ditandai.Pengisi kuesioner diberi penjelasan cara mengisinya :

* Memilih dengan memberi tanda; * Jelaskan bahwa perlu diberinama jabatan pengisi; * dan mohon diisi dengan jelas dansebenarnya.

Kuesioner dianjurkan diisi oleh :1) Direktur2) Para Wakil Direktur3) Kepala Bidang4) Kepala Ruangan5) Dokter Kepala UPF.

3) Cara Pengolahan KuesionerData bisa dioleh dengan cara manual atau komputer. Denganmanual berarti mengumpulkan diisi sesuai program.

4) Epi InfoMerupakan program untuk epidemologi, dan program ini

merupakan public domain, artinya bisa dipakai tanpa membeliatau menyewa.

Dalam program ini termasuk didalamnya analisis yangdiperlukan dalam rangka pengolahan data, seperti :1) Presentase2) Analisa korelasi.

5) Pedoman InterpretasiUntuk menginterpretasi atau mengerti apa yang digambar-

kan oleh angka itu, maka perlu pedoman :1) Standar dari litelatur

Walaupun tidak pasti, dapat memberikan gambaran yanglebih jelas, dan dapat dilakukan modifikasi.2. Kegiatan serial

Bila kegiatan dilaksanakan secara berkelanjutan, akan dapatdibandingkan . senerti contoh :

6) Kesimpulan InterpretasiDari interpretasi itu harus diperoleh gambaran :

1. Seberapa jauh pencapaian saat ini.Misalnya : pemadam kebakaran 70% menilai baik.

2. Segi apa yang menyolok baik.

Keuntungan Kuesioner

* Ekonomis : Swa pengisian akanmengurangi petugas

* Standarisasi : Perintahtertulis akanmengurangi bias karena perbedaancara bertanya atau interaksi antarapetugas dan responden.

* Anonymity : akan lebih leluasamengisi hal-hal yang sensitif, tanpadisaksikan atau ditanya oleh oranglain.

Page 114: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

3. Segi apa yang menyolok buruk.Dengan demikian mulai secara jelas terlihat sektor yang

perlu perhatian dan peningkatan lebih lanjut, juga sektor yangperlu dipertahankan kebaikannya.

7) Kuesioner, Keamanan PasienBerikut ini akan dibuat kuesioner keamanan pasien sesuai

indikator yang telah dibuat yaitu 25 buah.

Kuesioner Keamanan PasienTanggal : Pengisi:Tahun : Kuesioner ke

:

No. Soal Buruk Kurang Baik Istimewa1 2 3 4

l. Pemadam kebakaran ?2. Pembuangan limbah ?3. Pencegahan penularan kuman ?4. Cadangan lisirik ?5. Ruang operasi sesuai standar ?6. Ruang pulih sadar yang memadai ?7. Ruang ICU yang memadai ?8. Pengikat kereta dorong ?9. Pengikat di tempat tidur ?

10. Kelengkapan oksigen ?11. Kelengkapan alat gawat darurat ?12. Obat untuk mengatasi syok ?13. Nama obat yang jelas ?14. Dosis obat yang jelas ?15. Prosedur menghadapi musibah ?16. Pros. penyimpanan barang pasien ?17. Pros. pencegahan inf. nosokomial ?18. Prosedur persiapan operasi ?19. Prosedur menunggu pasien ?20. Adanya petugas Satpam yang

cukup ?21. Adanya seargam petugas ?22. Adanya nama dan identitas petugas ?23. Adanya identitas penunggu pasien ?24. Status diisi lengkap ?25. Catatan pergantian antar petugas ?

Jumlah

Catatan : 1.2.3.

TINDAK LANJUTDalam menjaga mutu yang telah dibicarakan terdahulu, tak

ada gunanya ditemukan maslah bila tidak jelas upaya L.ntukmemecahkannya. Dengan kuesioner akan ditemukan n asalahyang secara kuantitatif jelas terlihat, hal ini sudah baik karenabisa didiskusikan, tetapi tak cukup sampai disitu, perlu upayatindak lanjut yang secara nyata akan meningkatkan pelayanan.1) Spesifikasi masalah

Masalah berarti adanya kesenjangan antara kenyataan danharapan. Hal ini harus jelas dan pasti, berarti harus spesifik.Contoh :* Alat untuk keamanan pasien kurang (tidak spesifik)

Alat pemadam kebakaran kurang (spesifik)

* Identitas petugas tak ada (tidak spesifik)Identitas perawat tidak ada (spesifik)

2) Penentuan penyebab masalahSetelah masalah kepuasan pasien diketahui, selanjutnya

adalah upaya untuk mengetahui penyebabnya. Sedapat mungkinkita dapat menyelesaikan penyebabnya, tidak hanya rnenghi-langkan tanda dan gejala saja.3) Pembuatan alternatif pemecahan masalah

Setelah penyebab ditemukan, maka buatlah berbagaikemungkinan pemecahan masalah yang mungkin dapat dilakukan.Kumpulkan sebanyak yang dapat dibuat dari kemungkinanpemecahan masalah itu.

4)

Pemilihan pemecahan masalah yang optimalDari sekian banyak kemungkinan pemecahan masalah,

pilihlah yang optimal. Optimal berarti pemecahan masalah yangpaling mungkin dilakukan dalam berbagai keterbatasan yangada; jadi belum tentu yang terbaik. Penentuan yang optimal inihendaklah mempertimbangkan berbagai aspek dan mendengar-kan semua pihak yang terlibat.

5)

Tindakan pemecahan masalahLakukanlah upaya yang nyata dalam rangka pemecahan

masalah, secara konsekuen dan pastikan sesuai dengan tuj.andan rencana yang dibuat.

DOKUMENTASIPencatatan setiap langkah dan perkembangan yang terjadi

sangat penting bagi manajemen dalam rangka belajar dari pe-ngalaman. Bila hanya dilakukan sambil lalu, maka hanya akanmenjadi angin lalu, tak akan memberikan kesan dan pengalamanapapun.

Maka jadikanlah pengalaman itu tercatat secara jelas, se-hingga akan merupakan bahan acuan dan bahan kajian, baikuntuk masa kini dan masa datang.

Maka model untuk tindak lanjut adalah

Catatan :1. Tindakan pemecahan masalah akan menjadi dasar bagi spesifikasi masalah

lebih lanjut dan untuk pertimbangan bagi survai keamanan pasien berikutnya.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 113

Page 115: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

2. Dokumentasi hasil survai d an interprestasinya,termasuktindakan pemecahaamasalah.

KEPUSTAKAAN1. Jacobalis S. Menjaga mutu pelayanan rumah sakit. Jakarta : PERSI, 1989.

2. Schulz E. dkk. Management of Hospital. New York : McGraw Hill, 1983.3. Riono P. Seminar Survai Kepuasan Pasien di Rumah Sakit, RS Gatot Subroto,

Jakarta, 1991.4. Dean AG. dkk. Epi Info. Georgia : CDC, 1990.

Not everyone can do great things, but everyone can do small thingsin agreat way

114 Cermin Duniu Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 116: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Makalah Lain

Standar Perilaku sebagaiUpaya Peningkatan Mutu Pelayanan

Drg. Edi Sumarwanto, MBASemarang

ABSTRAK

Banyak penyimpangan perilaku tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi mutupelayanan di sarana kesehatan. Perilaku tersebut berhubungan dengan etika profesi, etikatata nilai masyarakat, etika agama maupun etika moral tertentu. Bahkan tidak sedikitpenyimpangan secara hukum, seperti :– Penentuan tarif, mengacu pada harga pokok dan ditambah dengan tingkat keuntung-an tertentu.– Over utilization untuk alat-alat canggih bagi pasien yang mampu dan non-utilizationuntuk pasien yang tidak mampu.– Penjualan alat implant untuk pasien rawat tinggal secara berlebihan harga danjumlahnya.– Penggunaan obat yang tidak rasional, over dosis untuk pasien mampu dan kurangdosisnya pada pasien yang tidak mampu.– Memperpanjang length of stay untuk pasien yang ada di kelas atas (pemberi subsidi).– Bersikap tidak sopan terhadap pasien yang tidak mampu atau tak dijamin asuransi.– Berbicara atau bersikap menyinggung tata nilai/agama/perasaan/suku.

Resesi etika moral yang muncul dalam perilaku tenaga kesehatan akan sangatmerugikan tingkat mutu pelayanan.

PENGANTAREra globalisasi telah membuat dunia seakan menjadi satu

kesatuan informasi, kesatuan komunikasi, kesatuan pasar maupunkesatuan budaya. Hal ini tak lepas dari akibat modernisasi,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, urbanisasi, sehinggaterjadi perubahan sosial, perubahan ekonomi dan perubahanbudaya yang sangat besar dalam waktu yang relatif pendek.Akibat selanjutnya, sistim nilai dan persepsi tentang baik danburuk telah mengalami banyak perubahan; latar belakang sosial,budaya, ekonomi, telah membuateara memandang masalah yangtidak sama, belum lagi ditunjang dengan adanya motivasi dankepentingan yang berbeda, sehingga proses pengambilan kepu-tusan untuk memberikan reaksi akan berbeda-beda.

Secara nasional pendapatan perkapita penduduk Indonesiasetiap tahunnya bertambah, hal ini karenapertumbuhan ekonomiyang cukup mapan, sehingga golongan masyarakat mampusemakin bertambah banyak, berpendidikan dan menguasai infor-masi, sehinggamereka bida memilih, bisa membayar yang sesuaiMakalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21 - 25 November 1993.

dengan harapannya.Mutu pelayanan rumah sakit menjadi fokus tuntutan ma-

syarakat; dalam persaingan antar rumah sakit yang semakinterasa dampaknya, maka mutu pelayanan akan menjadi salahsatu alternatif utama bagi calon pasien dan keluarganya yangakan menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit.Perilaku petugas di rumah sakit merupakan salah satu variabelutama dalam mewujudkan mutu pelayanan rumah sakit yangbaik, karena pasien menuntut pelayanan yang baik tidak hanyamelihat kecepatan, ketelitian para petugas tapi juga perilakunya,seperti keramahan, perhatian, tidak membuatdiskriminasi, sopandan lain-lain.

STANDAR PERILAKUMerupakan kebijakan manajemen yang harus diperankan

oleh para pelaksana di lingkungan rumah sakit dalam melakukanfungsinya, dengan tenaga kesehatannya meliputi : dokter, doktergigi, farmasi, bidan dan perawat (di samping tenaga non medis),

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 115

Page 117: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

masing-masing telah mempunyai kode etik profesi yang bersifatindividual dan mengikat secara moral (juga hukum ?)

Standar perilaku merupakan alternatif untuk meningkatkanmutu pelayanan, dengan mengacu pada etika profesi, misi rumahsakit, tata nilai/budaya masyarakat serta agama, yang diprosesmenjadi performance, penampilan kerja para pelaksana rumahsakit dalam menjalankan fungsinya melayani konsumen.

MUTU PELAYANANPemahaman konsep tentang mutu pelayanan akan terikat

dengan faktor kepuasan pelangganan, meskipun puasnyapelanggan tidak selalu berarti pelayanannya bermutu.

Mutu pelayanan rumah sakit menyakut hasil pelayanandengan predikat sempurna, sehingga pelayanan dinilai bermutubaik kalau layanan tersebut tidak mempunyai cela. Hasil layananyang diterima oleh konsumen atau pelanggan merupakan prosesdari semua input yang terpadu, baik yang berhubungan langsungmaupun tidak langsung dalam pelayanan di rumah sakit tersebut.

Variabel input dalam proses mewujudkan mutu pelayananmeliputi :1) Faktor manusia

Manusia sebagai pemberi pelayanan langsung, mulai daridokter, paramedis, tenaga administrasi, satpam, petugas parkirmaupun bukan pemberi pelayanan langsung seperti : direktur,yayasan/pemilik modal, petugas laundry, cleaning service, danlain-lain.2) Faktor Sarana dan Prasarana Fisik• Bangunan gedung meliputi lay out, kualitas bahan, bentuk,warna, kebersihan, lokasi.• Peralatan : alat medis, alat nonmedis seperti : alat suntik,tensimeter, mebelair, sarana komunikasi, AC, kulkas, dan lain-lain.5) Faktor Manajemen

Prosedur pelayanan, prosedur administrasi, ketentuanpemakaian alat, ketentuan tarip, standar terapi, standar pela-yanan, standar perilaku, dan lain-lain.6) Faktor Alam

Faktor ini lebih banyak bersifat tak terkendali atau sulitdikendalikan seperti : banjir, kemarau panjang, gempa bumi,angin ribut, dan lain-lain.7) Dan lain-lain

Sesungguhnya mutu rumah sakit dibutuhkan oleh merekayang mendapat layanan seperti :

1) PelangganPelanggan atau konsumen jasapelayanan rumah sakit secara

langsung yang paling banyak membutuhkan mutu pelayananrumah sakit; mulai parkir kendaraan, mendaftarkan diri sebagaipasien, mendapat pemeriksaan, mendapat terapi, kemudianmembayar atau menggunakan fasilitas lain seperti: rawat tinggal,pemeriksaan penunjang serta bermacam-macam jasa, telepon,laundry, keamanan dan lain-lain. Pelanggan butuh pelayananyang cepat, ramah, teliti, profesional, tarif "wajar", pemeriksaantidak diada-adakan, obat tidak over dosis, rawat tinggal tak

116 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

diperpanjang, tidak melakukan diskriminasi, dan lain-lain.

2) MasyarakatMasyarakat mengharapkan agar Rumah Sakit tidak men-

cemari lingkungan, ikut membangun wilayah sekitar dan mem-punyai fungsi sosial, dan sebagainya.

3) Pegawai Rumah SakitMengharapkan kesempatan pengembangan keilmuan,

ketrampilan, karier dan kesejahteraan, di samping fasilitaslengkap, dan administrasi tertib.

4) Manajemen Rumah SakitMutu yang diharapkan adalah adanya input yang baik se-

hingga mudah diproses untuk pencapaian hasil/tujuan rumahsakit, meliputi : - Sumber daya manusia, - Sumber dana, -Material, - Metode, - Teknologi dan lain-lain.

5) Pemilik Mosal/YayasanMutu yang diharapkan dari rumah sakit adalah : - ada

pertumbuhan, - untung/SHU banyak, - misi tercapai.

6) PemerintahMutu rumah sakit yang diharapkan pemerintah antara lain :

– Mendukung program pemerintah untuk pembangunan bidangkesehatan.– Mengikuti ketentuan-ketentuan atau perundang-undanganyang ditetapkan pemerintah.– dan lain-lain.

STANDAR PERILAKU DAN MUTU PELAYANANKaitan antara standar perilaku dan upaya meningkatkan

mutu pelayanan pada pelanggan dapat dilihat dari parameterkepuasan pelanggan. Perilaku petugas yang tercermin dalaminteraksi dengan pelanggan merupakan salah satu variabel mutupelayanan, antara lain :• "Selamat pagi, ada yang perlu saya bantu Pak?" Ucapan olehseorang bagian informasi rumah sakit saat ada orang meng-hampiri.• "Assalamu'alaikum . . . . semalam bisa tidur Bu ?" Ucapanperawat sambil mengantar dokter visite pagi pada seorang pasienibu muslimah.• "Selamat siang, ........ RS X di sini". Ucapan seorang operatorsambil mengangkat telepon.• "Sakit sedikit ya Bu . . . . Bismillah" Ucapan seorang doktersambil menyuntikkan jarum pada pasien muslim.• Pasien dengan keluhan perut, kemungkinan radang ususbuntu, mendapat pemeriksaan . laboratorium lengkap, USG -ECG, CT Scan, dan lain-lain atas permintaan dokter yang jugapemegang saham di rumah sakit agar ROI segera tercapai.• Pasien di UGD tergeletak tidak segera diperiksa karenapasien tidak jelas identitasnya, tidak ada yang menanggungbiayanya atau tidak dijamin asuransi.• Seorang rochaniwan datang ke setiap pasien di ruangan,

Page 118: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

membawa kitab suci, membimbing do'a, pada pasien tanpamelihat agama/kepercayaan si penderita.• Jawaban bagian pendaftaran, kamar perawatan yang adatinggal ruang VIP dan klas I untuk setiap pasien yang datangtanpa melihat daya bell pasien, pada hal klas IlI masih ada yangkosong.• Pasien mau pulang dihambat, pada hal dokter telah meng-izinkan pulang, agar pendapatan perawatan rumah sakit naik,apalagi belum ada pasien baru yang mau masuk.

PENUTUPDemikian gambaran tentang perialaku yang dapat berperan

dalam ikut serta mewujudkan upaya peningkatan mutu pela-yanan rumah sakit.

Standar perilaku dapat disusun dengan mengacu pada etikaprofesi, tata nilai, budaya, maupun agama. Bentuk-bentuk konkritstandar perilaku dibedakan untuk setiap unit kerja sesuai denganfungsinya masing-masing.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 11 7

Page 119: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Satuan Pengendali Interndalam Pengelolaan Rumah Sakit

(Suatu Pemikiran)H. Soemaryono Rahardjo, SE

Direktur Keuangan Rumah Sakit Islam Jakarta dan Bendahara IRSJAM/PERSI,Jakarta

PENDAHULUANRumah Sakit Swasta khususnya yang menganut pola IPSM

adalah suatu usaha yang bergerak di bidang pelayanan kesehatanmasyarakat yang lebih menitik beratkan bidang pengabdianmasyarakat daripada usaha mendapatkan pengabdian ma-syarakat daripada usaha mendapatkan keuntungan. Walaupundemikian tidak berarti bahwa rumah sakit tipe ini memberikanpelayanan kesehatan pada masyarakat secara cuma-cumadengan mengandalkan pemberian sumbangan donatur, karenabagaimanapun juga rumah sakit swasta harus dapat mengem-bangkan usaha secara mandiri, artinya rumah sakit harus dapatmengembangkan usaha untuk meningkatkan pelayanan kese-hatan dari hasil operasionalnya sedangkan sumbangan yangdiperoleh hanya merupakan bagian investasi dalam pengem-bangan rumah sakit.

Oleh karena itu dalam pengelolaan rumah sakit, manajementetap harus mendapatkan nilai lebih dari apa yang telah diin-vestasi dalam pengelolaan rumah sakit. Namun demikian nilailebih (selisih hasil usaha) yang diperoleh dalam pengelolaanrumah sakit semata-mata bermotivadi untuk mengembangkanrumah sakit agar dapat lebih meningkatkan pelayanan kepadamasyarakat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satusaha manajemen untuk mendapatkan selisih hasil usaha tersebutadalah dengan cara mengelola sarana yang tersedia secara ber-daya guna dan hemat serta berhasil guna.

Era globalisasi dan deregulasi dewasa ini telah menum-buhkan banyak institusi baru perumah sakitan khususnya di kota-kota besar. Banyaknya rumah sakit baru di satu pihak dapatmembantu Pemerintah memperluas jangkauan pelayanan kepadamasyarakat, tetapi juga merupakan tantangan bagi pengelolarumah sakit agar lebih profesional dengan tetap efisien dalam

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21 — 25 November 1993.

118 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

pembiayaan sehingga mampu berkompetisi serta masyarakattidak memikul biaya yang terlalu tinggi. UU Nomor : 23 tahun1992 juga mendorong rumah sakit harus lebih memperhatikanpertanggungjawaban profesional terhadap tuntutan masyarakat,baik masalah tingkat kepuasannya maupun yang berkaitandengan aspek hukum.

Hal-hal tersebut di atas mendorong pemikiran bahwa untukleboh menjamin terselenggaranya mutu pelayanan rumah sakit,diperlukan pengawasan ataupun pengendalian serta deteksi dinidari para pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan medis, pe-rawatan serta administrasi dan keuangan. Oleh karena itu diperlukan bantuan staf yang memiliki integritas, obyektifitasdan keahlian. Staf ini akan lebih terkoordinir bila dibentukdalam suatu wadah Santuan Pengendali Intern (SPI). SatuanPengendali Intern dapat melakukan penilaian terhadap tingkatdaya guna dan kehematan atas semua sarana yang tersedia,tingkat hasil guna atau manfaat setiap kegiatan serta menilaikeandalan dan ketaatan pada peraturan perundangan yang telahditetapkan.

KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSIONAL SPISatuan Pengendalian Intern merupakan alat perlengkapan

rumah sakit yang berada dan bertanggung jawab langsung kepadaDirektur rumah sakit dengan tugas pokok mengembangkan danmengevaluasi pengendalian intern dalam bidang pengelolaanoperasional rumah sakit.

Untuk dapat menyelenggarakan tugas pokok tersebut, SPImempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :a) Mengembangkan dan mengevaluasi pengendalian interndalam bidang pelayangan medik dan penunjang medik.b) Mengembangkan dan mengevaluasi pengendalian intern

Page 120: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

dalam bidang pengelolaan umum.c) Mengembangkan dan mengevaluasi pengendalian interndalam bidang pengelolaan keuangan.

TATA ORGANISASI SPIa) Tugas :• SPI merupakan alat perlengkapan rumah sakit dan berada dibawah serta bertanggung jawab kepada Direktur.• Tugas pokok SPI adalah untuk melaksanakan deteksi dinidan mengembangkan serta mengevaluasi efektivitas pengen-dalian intern bidang pengelolaan rumah sakit.b) Susunan Organisasi• SPI dipimpin oleh seorang Inspektur dengan dibantu olehsebagai berikut :— Inspektorat pembantu bidang Medik dan Penunjang Medik(Itban Medik & P. Medik).— Inspektorat pembantu bidang Umum.— Inspektorat pembantu bidang Keuangan.c) Tugas pokok Inspektur adalah membantu Direktur rumahsakit menyusun dan mengkoordinir kelompok kerja SPI untukmengembangkan dan mengevaluasi efektivitas pengendalianintern rumah sakit.

NORMA PEMERIKSAANAgar diketahui apakah fungsi-fungsi telah berjaln maka

diperlukan pula inspeksi atau pemeriksaan oleh SPI. Inspeksi/pemeriksaan sebagai usaha untuk mengembangkan dan meng-evaluasi pengendalian intern atas pengelolaan rumah sakit harusmengikuti norma pemeriksaan yang merupakan patokan, kaidahdan ukuran dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan agar di-capai mutu pelaksanaan pemeriksaan dan mutu laporan pe-meriksaan yang dikehendaki. Norma pemeriksaan ini bertujuanmenjamin pelaksanaan dan laporan pemeriksaan serta kesera-gaman pendapat mengenai bagaimana sebaiknya norma disaji-kan agar bermanfaat bagi pemakainya. Norma ini juga dimaksuduntuk dipakai sebagai dasar dalam menetapkan batas-batastanggung jawab pelaksanaan pemeriksaan SPI.

Landasan penetapan norma pemeriksaan ini adalah sebagaiberikut :1) Bahwa sesuai dengan tugas, SPI membantu Direksi rumahsakit mengadakan penilaian atas sistem pengendalian manaje-men dan pelaksanaannya di rumah sakit serta memberikan saran-saran perbaikan.2) Bahwa untuk mengetahui apakah tugas telah dilaksanakansebagaimana seharusnya, maka perlu adanya kriteria tentangukuran mutu pelaksanaan tugas pemeriksaan SPI.3) Bahwa kriteria tentang ukuran mutu pelaksanaan tugaspemeriksaan oleh Pemeriksa Intern ditetapkan dalam NormaPemeriksaan SPI.4) Bahwa agar norma pemeriksaan termaksud diketahui, di-mengerti dan dihayati oleh semuapemeriksa intern maka normapemeriksaan tersebut harus dikodifikasi.

MATERI NORMA PEMERIKSAANMateri yang dicakup dalam norma pemeriksaan SPI meliputi

hal-hal sebagai berikut L:1) Ruang Lingkung Pemeriksaan

Ruang lingkup pemeriksaan intern perlu dicantumkan dalamnorma umum pemeriksaan untuk menetapkan luasnya pe-meriksaan dan mengarahkan hasil pemeriksaan yang dike-hendaki, yaitu meliputi :a) Pemeriksaan keuangan dan ketaatan pada peraturan yangberlaku.b) Penilaian tentang daya guna (efisiensi) dan kehematan(keekonimisan) dalam penggunaan sarana yang tersedia.c) Penilaian tentang dari suatu kegiatan atau program.d) Inspeksi terhadap suatu proses kegiatan sebagai deteksi dinibila ada penyimpangan.e) Penilaian dan analisa data Rekam Medik.

Pemeriksaan SPI.A) Pemeriksaan atas keuangan dan ketaatan pada peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Pemeriksaan ini dapat mencakup pemeriksaan transaksi,perkiraan, kegiatan, fungsi dan pertanggungjawaban keuanganbagian atau keseluruhan rumah sakit sesuai dengan ruang lingkuppemeriksaan yang ditentukan dalam penugasan pemeriksaan,yang hasilnya akan cukup untuk menentukan apakah:— Keseluruhan rumah sakit, bagian atau suatu kegiatan telahmelaksanakan pengendalian yang berhasil guna terhadap hasildan biaya ataupun terhadap harta dan hutang.— Keseluruhan rumah sakit, bagian atau suatu kegiatan telahmelaksanakan pencatatan dengan tepat atas sarana, kewajibandan operasi.— Laporan manajemen memuat data yang teliti, lengkap, dapatdipercaya dan dan bermanfaat serta disajikan secara layak.— Keseluruhan rumah sakit, bagian atau kegiatan telahmentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam halini ialah semuaperaturan yang berlaku dari yang tertinggi sampaidengan yang terendah yang bersangkutan dengan sasaran yangdiperiksa.B) Penilaian tentang dayaguna dan kehematan dalampenggunaan sarana yang tersedia.

Penilai ini bertujuan untuk menentukan apakah rumah sakit,bagian atau kegiatan yang diperiksa telah mengelola ataumenggunakan sumberdaya seperti uang, peralatan, barang, per-sonalia dan sebagainya yang tersedia secara berdayaguna danhemat.

Dalam penilaian dayaguna dan kehematan Pemeriksa harusmemperhatikan apakah Pimpinan rumah sakit, Bagian atau ke-giatan yang diperiksa telah mengusahakan sepenuhnya untukmemelihara sumberdaya dan membatasi pengeluaran sampaipada tingkat yang minimum.— Praktek yang tidak berdayaguna dan tidak hemat mencakuppula kelemahan dalam sistem informasi, prosedur ketatalaksa-naan dan struktur organisasi. Contoh mengenai praktek yangtidak berdayaguna atau tidak hemat yang harus diteliti olehPemeriksa antara lain sebagai berikut :— Prosedur yang tidak berhasilguna dan memerlukan biayayang lebih besar daripada yang seharusnya.— Penggulangan pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa

Cermin Duniu Kedokterun, Edisi Khusus No. 91, 1994 11 9

Page 121: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

petugas atau oleh berbagai bagian di dalam organisasi.– Penggunaan peralatan yang terlampau banyak atau ter-lampau lama dengan biaya berlebihan bila dibandingkan dengankebutuhan dan atau prestasina.– Penggunaan tenaga kerja yang terlampau banyak jika di-bandingkan dengan sifat dan luasnya pekerjaan yang harusdilakukan.– Praktek pembelian yang salah atau terlalu mahal dan pe-nimbunan barang dalam jumlah yang terlalu banyak dari yangdiperlukan atau memang tidak diperlukan sama sekali.C) Pemeriksaan efektivitas hasil program atau kegiatan.

Penilaian terhadap efektivitas hasil program atau kegiatan.Kegiatan ini bertujuan untuk menilai apakah kelemahan-ke-lemahan manajemen mempunyai pengaruh dalam pencapaianhasil yang dikehendaki dan apakah ada alternatif lain untukmencapai tujuan program/kegiatan dengan lebih efektif ataudengan biaya yang lebih rendah serta apakah ada manfaat ataukerugian dari kegiatan/program yang tidak diperhitungkan padasaat penetapan program/kegiatan.D) Pemeriksaan dalam suatu proses kegiatan yang menyangkuttransaksi keuangan (sidak), agar dapat dilakukan lebih dini bilaterjadi penyimpangan dari ketentuan yang ada.E) Pemeriksaan hasil rekam medis dan analisis atas datalaporan rekam medis melalui epidemologi klinik baik untukkeperluan perencanaan/keputusan ataupun keperluan hukum.

2) KRITERIA PEMERIKSA INTERNKriteria ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi

untuk menjadi seorang pemeriksa intern, karena merupakansalah satu aspek utama untuk mencapai kualitas pemeriksaanyang diharapkan.

Kriteriapemeriksa yang ditetapkan dalam norma pemeriksaanadalah bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, SPI danpemeriksanya, baik secara individu maupun kolektif, harusbertindak dengan penuh integritas dan obyektivitas.

Norma ini mewajibkan SPI dan pemeriksanya mempunyaikepribadian yang dilandasi unsur jujur, berani, bijaksana danbertanggungjawab serta dapat menyimpan rahasia jabatan, agarmampu mendapatkan kesimpulan yang obyektif. Selain itu untukmenjaga objektivitasnya, SPI dan pemeriksanya tidak bolehmelaksanakan tugas operasional di luar bidangnya.

3) Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan InternKriteria ini merupakan syarat yang harus ditaati oleh setiap

pemeriksa intern, yang mengatur bagaimana seharusnya me-laksanakan pemeriksaan dengan baik.

Kriteria pelaksanaan pemeriksaan yang ditetapkan dalamnorma ini antar lain bahwa pemeriksaan harus direncanakndengan sebaik-baiknya, penelaahan peraturan perundang-undang yang berlaku, pengkajian terhadap sistem pengendalian,persyaratan pemberian kesimpulan dan saran tindak lanjut dankerta kerja pemeriksaan.

4) Kriteria Pelaporan Pemeriksaan InternKriteria ini merupakan pedoman dasar bagi SPI, bagaimana

120 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

seharusnya membuat laporan pemeriksaan.Kriterisa pelaporan pemeriksaan yang ditetapkan dalam

norma ini antara lain bahwa pelaporan harus sesuai denganpenugasan, laporan harus dibuat secara tertulis, isi yang diungkapdalam laporan.

5) Kriteria TindaklanjutKriteria ini merupakan pedoman dasar bagi SPI, bagaimana

mengikuti pelaksanaan tindaklanjut atas saran tindaklanjut yangtelah dilaporkan.

6) PERSYARATAN BAGI PEMERIKSA INTERNUntuk mencapai hasil pemeriksaan seperti yang diahrapkan

dalam norma pemeriksaan, maka pemeriksa intern harus me-miliki integritas, obyektivitas dan keahlian yang dibutuhkan.

Berikut ini dikemukakan uraian mengenai pentingnya per-syaratan bagi pemeriksa intern.1) Integritas pemeriksa dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan.

Pemeriksa adalah seorang yang melakukan penilaian ter-hadap kegiatan/pekerjaan orang lain, oleh karena itu harusmempunyai kepribadian yang dilandasi unsur jujur, berani, bi-jaksana dan bertanggung jawab. Pemeriksa harus jujur agar hasilpekerjaannya tidak diragukan lagi.

Pemeriksa dituntut bersikap berani dalam melaksanakantugas terutama dalam mengemukakan pendapatnya. Persyaratanini diperlukan mengingat pemeriksa mungkin menghadapi te-kanan dan usaha-usaha untuk mempengaruhi serta tantangan daripihak yang diperiksa.

Mengingat temuan pemeriksaannya dapat membawa dam-pak yang merugikan kepentingan rumah sakit dan atau kepentin-gan umum, maka pemeriksa dituntut untuk bij aksana, yaitu harusdapat menimbang segala permasalahannya dengan sebaik-baiknya, memperhatikan situasi secara keseluruhan, mencarisebab-sebab penyimapangan, serta pengaruh-pengaruh yangterjadi pada pekerjaan atau kegiatan yang diperiksanya. Dariberbagai sumber informasi diharapkan dapat diperoleh bahanmasukan dalam perspektif yang benar.

Sifat dari pelaksanaan tugas pemeriksaan menghendaki rasatanggung jawab pemeriksa untuk benar-benar berusaha men-dapatkan bukti-bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten danrelevan, sehingga kelengkapan dan kualitas hasil pemeriksaan-nya benar-benar dapat dicapai. Rasa tanggung jawab pula ter-cermin pada saat yang bersangkutan melaporkan hasil pe-meriksaannya serta mengikuti tindak lanjutnya.

2) Obyektivitas pemeriksa dalam pelaksanaan tugas pe-meriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Pelaksanaan tugas dan pelaporan hasil pemeriksaan me-rupakan rangkaian kegiatan yang penting dalam rangka pe-nyempurnaan kegiatan manajemen secara keseluruhan, karenaitu pemeriksa harus memiliki pandangan dan sikap obyektif,artinya pemeriksa tidak boleh berpihak kepada siapapun yangmempunyai atas hasil pekerjaannya. Pandangan dan sikapobyektif pemeriksa berarti pula menyatakan fakta atau kondisiapa adanya tanpa dipengaruhi prasangka, interpretasi maupun

Page 122: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

kepentingan pribadi pemeriksa.Pemeriksa tidak hanya harus meyakinkan dirinya sendiri

bahwa sikap dan tindakannya benar-benar obyektif, tetapi jugaharus menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan orang lainmeragukan obyektifitasnya. Dengan demikian temuan yang di-laporkan oleh pemeriksa adalah merupakan temuan yang sebe-narnya.

3) Keahlian pemeriksa dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan.Pelaksanaan tugas pemeriksaan dapat dilakukan dengan

baik apabila pemeriksa mempunyai keahlian mengenai pe-meriksaan dan menguasai masalah-masalah yang diperiksa.Pemeriksa yang tidak mempunyai keahlian di bidang pemeriksaantidak akan memperoleh hasil pemeriksaan yang efektif.

Keahlian dalam bidang pemeriksaan bearti mempunyaipengetahuan tentang pengertian pemeriksaan, tahapan pe-meriksaan, teknik pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, sistempengendalian intern, penyusunan laporan hasil pemeriksaan sertamampu menerapkan pengetahuan tersebut dalam pelaksanaanpemeriksaan.

Pemeriksa harus menguasai bidang yang akan diperiksa.Bidang-bidang yang diperiksa beraneka ragam dan masing-masing memerlukan penguasaan secara tersendiri, misalnyakeuangan, pelayanan, kepegawaian, dan lain sebagainya. Pen-guasaan masalah-masalah yang diperiksa akan mempermudahpenetapan kriteria, kondisi, penyimpangan, sebab dan akibatserta rekomendasi yang diberikan.

7) HASIL/OUTPUT SPIOutput yang dikeluarkan oleh SPI adalah Laporan Hasil

Pemeriksaan yang memuat sebagai berikut :a) Temuan dan kesimpulan mengenai :• Kelayakan pertanggung jawaban dan ketaatan pada per-aturan yang berlaku.• Efisiensi kehematan penggunaan prasarana yang tersedia.• Efektivitas atau manfaat kegiatan atau program.• Adanya penyimpangan suatu proses kegiatan yang me-rugikan baik medis maupun non medis.f) Rekomendasi kepada pejabat yang berwenang.

8) PENUTUP1) Untuk lebih menjamin pengawasan pimpinan rumah sakitmaka SPI sangat diperlukan bagi pengelolaan rumah sakit.2) Dengan berfungsinya SPI maka efisiensi/efektifitas dapatdideteksi dan dievaluasi secara dini ataupun tindakan perbaikandilakukan secara berkala.3) Dengan adanya DPI dapat mempermudah persiapan pe-meriksaan bagi pemeriksa extern rumah sakit (pemerintah/pajak).4) SPI dapat menjadi alat monitoring atas perkembanganmanajemen dan penyelenggaraan evaluasi pada pengelolaanrumah sakit.

KEPUSTAKAAN1. Sistem Akuntansi Yayasan RS. Islam Jakarta.2. SPI Rumah Sakit Islam Jakarta oleh Drs. Muslich.

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 12 1

Page 123: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Peranan Lembaga Konsultan BagiPeningkatan

Sarana Pelayanan Kesehatan( Rumah Sakit )Emmyr F. Moeis, Drg., MARS.

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan di Indonesia dalam dua dekade terakhir berkembang sangatpesat, sehingga pada tahun 1990 telah terdapat ± 1.500 rumah sakit swasta dan peme-rintah. Dalam 25 tahun mendatang jumlah dan jenis pelayanan kesehatan akan sangatberkembang, hal ini disebabkan antara lain oleh jumlah populasi yang meningkat, per-mintaan (demand) yang meninggi, transportasi dan komunikasi yang mudah, berubahnyapola penyakit, dan faktor-faktor lainnya. Majunya ilmu pengetahuan dan teknologikedokteran serta derasnya arus informasi menyebabkan sofistikasi pada banyak rumahsakit dan sarana pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan swasta akan lebih banyak daripada pemerintah menjelangtahun 2000 nanti, dan rumah sakit pemerintah akan cenderung menjadi swadana; rumahsakit pemerintah akan tampil bersaing terhadap swasta dalam artian penampilan fisik,pelayanan (service) dan kualitas. Perlunya pelayanan yang bermutu dan persaingan yangketat, mengakibatkan rumah sakit harus dikelola secara profesional yang didukung olehkesiapan sarana dan prasarana yang tangguh.

Di sisi lain didapat suatu keadaan, sulitnya memperoleh tenaga-tenaga profesionaluntuk mengelola sarana pelayanan kesehatan/rumah sakit dalam menghadapi keadaanyang sangat kompetitif di masa mendatang. Serta kesibukan-kesibukan rutin yangdihadapi para pimpinan rumah sakit di dalam mengelola institusinya, sehingga tidakmemiliki waktu dan tenaga yang memadai untuk mempersiapkan institusinya dalammenghadapi dan mengantisipasi keadaan-keadaan atau masalah-masalah yang dihadapi.

Salah satu terobosan yang dapat dilakukan untuk mengatasi keadaan-keadaan ter-sebut di atas, ialah dengan memanfaatkan lembaga konsultan yang dapat dijadikansumberdaya dalam mempersiapkan manajemen rumah sakit menghadapi masalah yangdihadapi saat sekarang dan untuk masa mendatang, serta peningkatan mutu rumah sakitsebagai sarana pelayanan kesehatan.

12 2 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 124: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pembinaan Rumah Sakit melaluiInstrumen Penilaian Penampilan Kerjadan Instrumen Pengukur Kemampuan

SK. Poerwani dr, MARSPusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Departemen Kesehatan RI Surabaya

ABSTRAK

Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit telah dikembangkan pada tahun1984, sedangkan Instrumen Pengukur Kemampuan Rumah Sakit pada tahun 1990.Pengembangan kedua instrumen tersebut dilakukan oleh Departemen Kesehatan RIbersama-sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Dinas Kese-hatan Dati I Propinsi Jawa Timur.

Maksud pengembangan kedua instrumen tersebut adalah untuk memperoleh suatusarana atau alat guna membina dunia perumahsakitan di Indonesia pada umumnya dan didaerah tingkat I dan II tempat rumah-rumah sakit berada di wilayah kerjanya padakhususnya. Demikian pula pembinaan pimpinan Rumah Sakit yang bersangkutan ter-hadap pelayanan Rumah Sakit itu sendiri.

Ruang lingkup kedua instrumen tersebut meliputi a) kelompok manajemen rumahsakit, b) kelompok pelayanan medik rumah sakit, c) kelompok penunjang pelayananmedik, dan d) kelompok pemeliharaan sarana, pendidikan/latihan/penelitian di rumahsakit.

Penilaian penampilan kerja rumah sakit dilakukan setiap tahun sekali, dengankategori baik sekali, baik, cukup, kurang dan kurang sekali. Sedangkan untuk pengukurankemampuan rumah sakit adalah rumah sakit dengan kategori di atas 60% dari standar,antara 30–60% dari standar dan di bawah 30% dari standar.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 123

Page 125: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Gambaran penampilan kerja rumah sakit di Jawa Timur dengan menggunakaninstrumen penilaian penampilan kerja pada 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa jumlahrumah sakit dengan kategori baik sekali dari sebuah rumah sakit pada tahun 1990 men-jadi 2 buah pada tahun 1992. Kategori baik dari 9 rumah sakit menjadi 19 rumah sakit padatahun 1991 dan 24 rumah sakit pada tahun 1992. Sedangkan untuk kategori cukup dankurang menunjukkan jumlah yang menurun. Untuk kemampuan rumah sakit pada tahun1991, nampaknya yang mencapai di atas 60% dari standar baru 5 buah rumah sakit,kurang dari 30% dari standar hanya sebuah rumah sakit dan sisanya dari 35 rumah sakitdi Jawa Timur masuk kategori antara 30–60% dari standar.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kedua instrumen tersebut dapat digunakansebagai alat pembinaan dalam dunia perumahsakitan. Hal tersebut karena dapat di-lakukannya suatu pemetaan penampilan kerja maupun kemampuan rumah sakit dalampenyediaan sarana.

Dengan demikian pembinaan terhadap perumahsakitan baik secara menyeluruh diIndonesia ataupun di tingkat propinsi dapat lebih terarah, rumah sakit mana yang patutmendapat perhatian. Sedangkan untuk pimpinan rumah sakitpun dapat memutuskankelompok yang perlu dibenahi untuk ditingkatkan penampilannya maupun sarananya.

PENDAHULUANRumah sakit adalah institusi yang memberikan pelayanan

kepada mereka yang sakit. Dalam menjalankan kewajibannya,rumah sakit pada dasarnya tidak terlepas dari batasan BadanKesehatan Dunia (WHO, 1957), yaitu: "The hospital is anintegral part of social and medical organization, the functionof which is to provide for the population complete healthcare both curative and preventive, and whose out patientservice reach out to the family and its home environment; thehospital is also a centre for training of health workers andfor bio-social research".

Batasan di atas memberikan kesimpulan bahwa peran ru-mah sakit tidak dapat dipisahkan dari keutuhan pelayanankesehatan. Hal mana rumah sakit merupakan back up sistimdari pelayanan puskesmas yang menjadi ujung tombak pe-layanan kesehatan pada masyarakat.

Dengan demikian rumah sakit selayaknya menyediakanatau menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penun-jang medik, pelayanan perawatan, rehabilitasi, preventif danpromotif. Di samping itu suatu rumah sakit perlu menyedia-kan diri untuk menjadi tempat pendidikan tenaga kesehatandan penelitian ilmu dan teknologi kesehatan dan aplikasinya,serta menjadi tempat rujukan bagi instansi kesehatan yangkurang mampu menyelesaikan upaya penyembuhan penderitadikarenakan kemampuan yang ada tidak memungkinkan. Un-tuk menunjang pelaksanaan pelayanan rumah sakit, sumberdaya baik tenaga, keuangan, sarana fisik, peralatan dan lain-lain perlu sekali suatu penanganan yang efisien dan efektif.Oleh karena itu rumah sakit merupakan suatu institusi yangkompleks dan unik, karena sifat dari rumah sakit adalah pa-dat karya, padat modal dan padat ilmu serta teknologi. De-

ngan demikian biaya operasional suatu rumah sakit menjadimahal. Atas dasar itu pulalah rumah sakit sedikit "dilupakan "

dalam strategi WHO.Sesuai dengan kesepakatan baru dalam mencapai health

for all by the year 2000, beberapa parameter baru perlu di-tambahkan guna memperjelas tujuan tersebut. Parameter ter-sebut adalah dengan pemerataan, efisiensi dan efektif. De-ngan demikian apapun yang terjadi pelayanan rumah sakitharus dapat menjangkau seluruh masyarakat dan dijalankansecara efisien dengan program yang efektif.

Uraian di atas menyimpulkan bahwa rumah sakit itu me-rupakan salah satu mata rantai pelayanan yang penting danrumit, sehingga penanganannya bukan sekedar dari bidangmedik saja, tetapi segi manajerialnya. Walaupun demikiantidak berarti bahwa strategi pembangunan kesehatan harusdi arahkan ke rumah sakit semata-mata. Tetapi paling tidakperhatian pemerintah terhadap perumahsakitan perlu diting-katkan, terutama bila dikaitkan dengan tersedianya sarana dancakupun agar dapat memberikan pelayanan yang diharapkan.

Untuk maksud itulah pada kesempatan ini penulis men-coba untuk memberikan masukan dalam upaya pembinaanpelayanan rumah sakit di Indonesia yang lebih terarah agarpelayanan rumah sakit dapat lebih efisien dan efektif. Matyang dapat digunakan untuk maksud tersebut adalah "instru-men penilaian penampilan kerja rumah sakit" dan "instrumenpengukur kemampuan rumah sakit". Maksud dan tujuan in-strumen tersebut secara umum adalah untuk mengetahui se-berapa jauh penampilan kerja dan kemampuannya dalammenyediakan sarana prasarana untuk dapat menjalankanfungsinya. Sedangkan secara khusus instrumen tersebut di-

124 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 126: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

harapkan dapat memperluas wawasan para pengelola rumahsakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta dalammengelola rumah sakitnya. Instrumen tersebut telah dikem-bangkan dan ditetapkan di seluruh Indonesia dalam rangkamenentukan rumah sakit yang berprestasi. Namun pada ke-sempatan ini penulis hanya membatasi penerapannya di DatiI Propinsi Jawa Timur. Sedangkan rumah sakit yang di-maksud adalah rumah sakit umum Dati II, karena rumah sa-kit inilah yang paling banyak jumlahnya, baik itu secaramenyeluruh di Indonesia maupun di Dati I Propinsi JawaTimur.

INSTRUMEN PENILAIAN PENAMPILAN KERJARUMAH SAKIT

Instrumen ini telah diterapkan mulai th. 1984, yang setiap3 tahun disempurnakan. Untuk periode thn. 1990, 1991 dan1992 instrumen ini terdiri dari 4 kelompok, yaitu:1. Kelompok A : Manajemen Rumah Sakit : 28 indikator2. Kelompok B : Pelayanan Medik : 112 indikator3. Kelompok C : Penunjang Pelayanan Medik : 30 indikator4. Kelompok D : Pemeliharaan : 29 indikator

Jumlah indikator : 119 indikator

A. Metoda PenilaianMetoda penilaian dilakukan dengan kesepakatan antar

anggota tim penyusunan instrumen, yaitu menggunakan sis-tem pembobotan. Bobot untuk masing-masing kelompok ada-lah sebagai berikut: A : B : C : D = 20.000 : 60.000 : 30.000: 20.000. Sedangkan bobot tiap indikator untuk masing-ma-sing kelompok adalah sama. Sebagai contoh: Kelompok Aterdiri dari 28 indikator, jadi tiap indikator dari kelompok ininilainya 1/28 X 20.000 = 714.3. Dengan demikian total skor20.000 + 60.000 + 30.000 + 20.000 = adalah 130.000.

Penilaian dilakukan serentak setiap tahun sekali olehDinas Kesehatan Dati I untuk seluruh RS yang ada di wilayahkerjanya. Sebelumnya pihak rumah sakitpun menilai penam-pilannya sendiri dengan menggunakan instrumen yang sama.Dengan cara demikian diharapkan adanya komunikasi yangbaik dalam rangka pembinaan/pengawasan baik terhadap ru-mah sakit maupun seluruh staf rumah sakit terkait.

B. VARIABEL YANG DINILAI1) Kelompok A: Penatalaksanaan RS (Manajemen RS)1. Unit Ketenagaan................................................. 7 indikator2. Unit Keuangan .................................................... 5 indikator3. Unit Pelayanan Medik........................................7 indikator4. Unit Penyusunan Program dan Logistik ...........6 indikator5. Unit.Lingkungan.................................................3 indikator2) Kelompok B: Pelayanan Medik RS1. Unit Rawat Jalan................................................ 9 indikator2. Unit Gawat Darurat............................................7 indikator3. Unit Kesehatan Gigi dan Mulut ........................6 indikator4. Unit Pelayanan Spesialis dan Rujukan ...........19 indikator5. Unit Pcnyakit Dalam........................................15 indikator

6. Unit Pelayanan Bedah......................................14 indikator7. Unit Kesehatan Anak....................................... 16 indikator8. Unit Pelayanan Kebidanan & Kandungan......15 indikator9. Unit PKBRS........................................................7 indikator10. Unit Pelayanan Imunisasi ..................................9 indikator11. Unit PKMRS.......................................................5 indikator(Catatan: Unit 1 - 4 adalah kelompok Pelayanan medik se-

cara keseluruhan.Unit 5 - 8 adalah kelompok Pelayanan medik spe-

sialis.Unit 9 - 11 adalah kelompok Pelayanan terintegrasi.

3) Kelompok Penunjang Pelayanan Medik1. Unit Laboratorium..............................................8 indikator2. Unit Radio Diagnostik ....................................... 6 indikator3. Unit Pelayanan Farmasi .....................................6 indikator4. Unit Pelayaan Gizi.............................................4 indikator5. Unit Rekam Medik .............................................6 indikator4) Kelompok Penunjang Pemeliharaan dan Pelayanan1. Unit Hygiene Sanitasi RS................................17 indikator2. Unit Pemeliharaan Sarana dB..........................12 indikator

C. HASILDalam menerapkan instrumen penilaian penampilan

kerja RS Dati II di Dati I Jawa Timur, kebijakan yang dise-pakati dalam penilaian penampilan kerja masing-masing ru-mah sakit adalah sebagai berikut: Penampilan kerja ditampil-kan dalam angka presentase pencapaian di lihat dari totalskor, kemudian dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu:Baik sekali bila mencapai di atas 81,94 persen; Baik, bilamencapai 69,68% - 81,93%; Cukup bila mencapai 57,41% -69,67%; Kurang, bila mencapai 45,15% - 57,40% dan Kurangsekali, bila pencapaiannya di bawah 45,15%.

Secara keseluruhan penilaian terhadap penampilan kerja35 RS di pati I Propinsi Jawa Timur tampak dalam tabel 1:Tabel 1. Penampilan Kerja RS di Jawa Timur Tahun 1990, 1991 dan

1992.

Kategori penampilan 1990 1991 1992

Baik Sekali (BS) 1 1 2Baik (B) 9 19 26Cukup (C) 21 13 6Kurang (K) 4 2 1Kurang sekali (KS) - - -

Jumlah Rumah Sakit 35 35 35

Dengan pola pembinaan oleh Dinas Kesehatan Dati IPropinsi Jawa Timur yang mengacu pada instrumen penilai-an penampilan kerja, nampaknya pada 3 tahun terakhir, di-sertai oleh upaya masing-masing rumah sakit untuk men-capai kriteria yang disarankan, peningkatan pencapaian se-cara keseluruhan dapat nampak pada tabel di atas. Terlihatbahwa rumah sakit yang masuk kategori baik meningkat dari9 RS tahun 1990, kemudian 19 RS tahun 1991 dan 26 RSpada tahun 1992. Demikian pula dengan sendirinya RS de-

Cermin Dunk. Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 125

Page 127: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

ngan kategori kurang tahun 1992 tinggal sebuah RS saja.Untuk masing-masing variabel juga menunjukkan hal serupa,dengan rincian yang terdapat pada tabel 2.Tabel 2. Penampilan Kerja RS di Jawa Timur tahun 1990, 1991 dan

1992 dilihat dari tiap kelompok variabel.

Kategori Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D

Penampilan '90 '91 '92 '90 '91 '92 '90 '91 '92 '90 '91 '92

Baik sekali 4 3 6 1 1 0 1 3 11 2 8 16Baik 6 7 22 15 21 32 13 20 14 6 15 11Cukup 10 19 5 14 13 3 15 9 10 12 8 7Kurang -10 4 2 5 0 0 6 3 0 11 1 1Krg sekali 5 2 0 0 0 0 0 0 0 0 4 3

Jumlah RS 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35

Kecenderungan peningkatan penampilan kerja RS untuktiap kelompok variabel di atas, pada tahun 1991 dan 1992berdasarkan tabel 3 berikut ini menunjukkan bahwa pe-ningkatan penampilan untuk Kelompok A (Manajemen RS)ada 4 buah RS, Kelompok B (pelayanan Medik) ada 10 buahRS, Kelompok C (Penunjang pelayanan Medik) ada 4 buahRS dan kelompok D (Pemeliharaan) ada 6 buah RS.Tabel 3. Kecenderungan peningkatan penampilan kerja RS untuk tiap

kelompok variabel tahun 1991 dan 1992.

Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok DRS dg kiteria

RS % RS % RS % RS %

Ada peningkatan 29 82,85 24 68,57 32 91,42 27 74,14

Kondisi statis 2 5.71 1 2.85 - - 2 5.71

Penurunan 4 11.44 10 28.58 3 8.58 6 17.15

MANFAAT

1) Bagi Dinas Kesehatan Dati ISelaku instansi yang bertanggung jawab atas terlaksana-

nya layanan rumah sakit di wilayah kerjanya, melalui pene-rapan instrumen penilaian penampilan kerja RS Dati II, dapatmelakukan suatu pemetaan dalam keseluruhan Dati I Pro-pinsi Jawa Timur.

Melihat adanya peningkatan penampilan kerja dari ru-mah sakit yang ada dalam binaannya (tabel 3), instrumentersebut dapat dipakai sebagai alat pembinaan. Adanya ins-trumen tersebut memudahkan pihak Dati I Propinsi JawaTimur untuk menetapkan rumah sakit berprestasi dalam rang-ka lomba HKN maupun Karya Utama Nugraha.

Dengan menerapkan instrumen tersebut, melalui suatukegiatan stratifikasi rumah sakit, paling sedikit semua rumahsakit Dati II yang ada dalam wilayah binaannya berkesem-patan mengadakan dialog dengan mereka dari Dinas Kese-hatan Dati I Jawa Timur. Hal ini dapat dikatakan adanyasuatu pengawasan terhadap pengelolaan rumah sakit.

2) Bagi Rumah Sakit yang bersangkutanPimpinan Rumah Sakit yang bersangkutan memperoleh

126 Cermin Dania Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

arahan dalam mengelola rumah sakit yang dipercayakan, apasaja yang harus dilakukan untuk meningkatkan penampilankerjanya, khususnya dalam hal manajemen RS, pelayanan me-dik yang diberikan, penunjang medik serta pemeliharaan sa-rana RS. Adanya telaah tentang apa yang telah dikerjakandalam kurun waktu paling sedikit setahun, dapat menetapkanprioritas kegiatan yang perlu ditingkatkan, dengan sendiri-nya memudahkan pembuatan perencanaan yang matang,mulai dari tiap unit kegiatan hingga secara menyeluruh ke-giatan rumah sakit. Hal ini dan didukung dengan data yangada, memudahkan pihak rumah sakit bemegosiasi denganpemerintah daerah selaku pengelola/pemilik RSU Dati II.Hal ini memudahkan pihak yang berkepentingan untuk lebihmemahami bcrbagai kendala yang dialami oleh rumah sakitbersangkutan. Akhirnya dengan berbagai informasi yang di-peroleh melalui instrumen penilaian penampilan kerja RS,proses penatalaksanaan RS dapat meningkat. Mulai dariperencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasanserta pengendalian.

Instrumen tersebut dapat menimbulkan persaingan sehatantara rumah sakit dalam berbagai lomba-lomba yang dise-lenggarakan oleh pemerintah.

INSTRUMEN PENGUKUR KEMAMPUAN RUMAHSAKIT

Instrumen ini ditujukan untuk melihat seberapa jauhkemampuan suatu rumah sakit dalam menyediakan sarana/prasarana dalam rangka memberikan pelayanan kepada ma-syarakat, yang terdiri dari 4 kelompok variabel yaitu:1. Kelompok A: Penatalaksanaan (Manajemen)

RS.......................................................................28 indikator2. Kelompok B: Pelayanan Medik.....................166 indikator3. Kelompok C: Penunjang Medik/Non me-

dik.................................................................... 166 indikator4. Kelompok D : Penelitian, pendidikan,

latihan................................................................ 37 indikatorMasing-masing kelompok variabel tersebut terdiri dari 5unsur, yaitu:1. Unsur Tenaga2. Unsur Jenis/kemampuan pelayanan3. Unsur Sarana fisik4. Unsur Peralatan5. Unsur Prosedur Kerja Tetap (Protap)Instrumen ini baru dikembangkan pada tahun 1990, danditetapkan di Indonesia pada tahun 1991/1992 termasuk diDati I Propinsi Jawa Timur.

A. METODA PENGUKURAN/PENILAIANMetoda pengukuran atau penilaian dengan mengguna-

kan instrumen ini sama halnya dengan instrumen penilaianpenampilan kerja yang telah diuraikan, yaitu dengan sistemskoring dan pembobotan, yang merupakan kesepakatan umpenyusun.

Pembobotan untuk masing-masing kelompok variabeladalah sebagai berikut: Kelompok A: Kelompok B: Kelom-

Page 128: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

pok C: Kelompok D = 2 : 4 : 3 : 1. Untuk memudahkan per-hitungan, total skor ke 4 kelompok variabel adalah 11.000,dengan rincian: Kelompok A: 2.200, Kelompok B: 4.400,Kelompok C: 3.300, Kelompok D: 1.100.Pembobotan untuk tiap unsur dalam setiap kelompok variabeladalah sebagai berikut:Tenaga : Kemampuan : Sarana Fisik : Peralatan : Protap =3:3:2:2:1.

Oleh karena total skor setiap kelompok variabel berbedasesuai dengan bobotnya, maka total skor untuk tiap unsurnyapun berbeda. Sebagai contoh, misalnya: Total skor unsur te-naga dalam kelompok A: 3/11 X 2.200, sedangkan untukkelompok B: 3/1 X 4.400, kelompok C: 3/11 X 3.300, ke-lompok D: 3/11 X 1.100.

Setiap unsur terdiri dari serangkaian indikator yangmempunyai nilai skala antara 1 - 5. Nilai indikator tergan-tung dari bobot masing-masing indikator bersangkutan. Bobottersebut dapat sama untuk setiap indikator atau berbeda se-suai dengan pertimbangan faktor kecanggihan, kesulitan mau-pun kwalitas. Dengan demikian nilai indikator tersebut ada-lah: nilai skala X bobot.Contoh:Unsur Ketenagaan kelompok Manajemen RS:

Jenis tenaga/Skala 1 2 3 4 5 Robot Nilai

Sarjana/Sarj. mudaSLTASLTPSD

x

xx

x

4321

3 X 44 X 33 X 25 X 1

Nilai kclompok manajcmcn RS : 1321Nilai kclompok Pelayanan Medik : 3000Nilai kclompok Penunjang

:

2300Nilai kclompok diklat & penelitian

:

300

Total nilai kemampuan RS : 6921Dengan demikian Pencapaian skor kemampuan rumah sakitadalah: 6921 X 11000 X 100% = 63%.

B. VARIABEL/SUBVARIABEL YANG DINILAI/DI-UKUR

Variabel/subvariabelyang diukur/dinilai

Jumlah Indikator

Tenaga Kemam- Sarana Alat Protappuan

l. Penatalaksanaan RS 5 5 5 8 52. Pelayanan Medik 10

a. Rawat Jalan 3 6 13 2b. Gawai darurat 6 5 7 2c. Penyakit dalam 7 3 3 2d. Kesehatan Anak 9 3 3 2e. Bedah 7 3 3 2f. Kebidanan & 4 3 4 2

kandungang. Kes. Mata 3 2 2 2h. Kes. THT 3 3 2 2i. Kulit dan Kelamin 3 3 2 2

j. Gigi Mulut 6 3 3 2k. Peny. syaraf 2 3 2 2

3. Penunjang Pelayanan1. Penunjang Medik 5a. Laboratorium 8 3 3 2b. Radiologi 3 3 3 2c. Farmasi 4 3 2 2d. Gizi 3 3 2 2e. Km. Operasi 8 3 12 2f. Rehabilitasi Mcdik 1 3 6 2g. PKMRS 2 2 2 22. Pemeliharaan 13 8 9 5 83. Penunjang lain 9 4 3 4 4

4. Pendidikan, Latihan,Penelitianl. Pendidikan/latihan 4 6 5 8 12. Penelitian 7 2 2 1 1

C. HASIL PENERAPAN INSTRUMEN PENGUKURKEMAMPUAN RS di JATIMHasil penerapan instrumen tersebut disajikan dalam 3

kategori, yaitu Kategori I pencapaian skor di atas 70%, kate-gori II di antara 50 - 70% sedangkan kategori III pencapaian-nya berada di bawah 50%. Penerapan instrumen tersebut diDati I Propinsi Jawa Timur pada tahun 1991, dan gambaransecara umum peneapaian skor kemampuan rumah sakit dapatdilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pencapaian Skor Kemampuan RS pada 35 RS di Dati I Pro-pinsi Jawa Timur. Th. 1991

Kategori Pencapaian skorKemapuan RS

Jumlah Rumah Sakit

l.2.3.

Kategori I (di atas 70%)Kategori II (50 - 70%)Kategori III ( di bawah 50%)

39

23

Total 35

Sedangkan gambaran untuk tiap kelompok variabel, da-pat digambarkan melalui tabel 5.

Tabel 4 menunjukkan bahwa rumah sakit di Dati I JawaTimur sebagian besar pcneapaian skor untuk kemampuan-nya dalam menyediakan sarana/prasarana untuk mendukungtugas dan fungsinya masih berada di bawah 50%. Baru 3

Jumlah nilai = 12 + 12 + 4+ 5= 33Nilai maksimal untuk unsur tenaga tsb: 5 X 10 = 50Dengan demikian pencapaian skor unsur tenaga:33/50 X Total skor X 100%33/50 X 3/11 X 2200 X 100% = 66%

Demikian seterusnya hingga didapatkan peneapaian skoruntuk kelompok manajemen RS yang terdiri dari ke 5 unsuryang telah dikemukakan, dengan menjumlahkan nilai tiapunsur dan dikalikan dengan total skor untuk kelompok ma-najemen RS. Sebagai c ontoh:Nilai unsur tenaga : 396Nilai unsur kemampuan : 300Nilai unsur sarana : 250Nilai unsur peralatan : 300Nilai unsur protap : 75

Total Nilai : 1321Ini berarti peneapaian skor untuk kelompok Manajemen

RS = 1321/2200 X 100% = 60%Dengan cara perhitungan yang sama akan didapatkan

total nilai masing-masing kelompok variabel dan peneapaianskor kemampuan rumah sakitpun diperoleh. Misalnya:

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 127

Page 129: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Tabel 5. Pencapaian Skor kemampuan RS ditinjau dari masing-ma-sing kelompok variabel.

Kategori'pencapaian/Kelompokskor variabel

A B C D

l. Kategori I2. Kategori II3. Kategori III

721

7

47

24

21617

--

35

Jumlah Rumah sakit 35 35 35 35

buah rumah sakit yang kemampuannya mencapai di atas70%. Sesuai dengan salah satu tujuan dari penerapan instru-men ini di setiap rumah sakit di Indonesia, maka dapat di-katakan bahwa dari 35 rumah sakit di Jawa Timur, tampak-nya baru 3 buah rumah sakit yang memenuhi persyaratanuntuk ditingkatkan kelasnya dari RS kelas C menjadi KelasB non pendidikan. Sedangkan lainnya masih perlu ditingkat-kan kemampuannya.

Hal ini merupakan salah satu asupan bagi kebijakan pe-merintah dalam memutuskan rumah-rumah sakit yang sudahdapat ditingkatkan kelasnya dan yang masih memerlukanbantuan dan binaan.

Sedangkan tabel 5 lebih ditujukan pada Dinas Kese-hatan Dati I untuk lebih mengarahkan pembinaannya ter-hadap rumah sakit dalam setiap kelompok variabel yang di-nilai. Namun demikian, nampaknya untuk kelompok D, ter-nyata ke 35 RS yang ada di Jawa Timur pencapaiannya ma-sih di bawah 50%. Padahal fungsi rumah sakit sebagaitempat pendidikan, latihan tenaga kesehatan serta penelitianilmu dan teknologi kedokteran adalah fungsi yang tidakdapat ditinggalkan begitu saja. Dan ini memerlukan pembi-naan lebih lanjut.

Sedangkan untuk rumah sakit yang bersangkutan, dapatmenetapkan kelompok variabel mana yang mendapatkanprioritas untuk ditingkatkan kemampuannya. Baik upaya ru-mah sakit sendiri, maupun melalui pemerintah (pemda) atau-pun Depkes.

MANFAAT INSTRUMEN PENGUKUR KEMAMPUANRUMAH SAKIT

Instrumen ini dapat digunakan di pelbagai tingkat pem-binaan, mulai dari rumah sakit bersangkutan, Pemerintahdaerah Tk. II, Pemerintah Daerah Tk.I maupun PemerintahPusat. Pembinaan tersebut baik terhadap rumah saki' yangdikelola pemerintah, maupun swasta. Khususnya pembinaanini ditekankan pada penyediaan tenaga, sarana fisik, per-alatan serta prosedur kerja tetap yang digunakan untuk pe-natalaksanaan rumah sakit, pelayananm medik rumah sakit,pelayanan penunjang medik dan non medik rumah sakitserta pendidikan/latihan dan penelitian di rumah sakit. Ke-semuanya ini merupakan tugas dan fungsi rumah sakit yang

telah ditetapkan. Seeara khusus, kegunaan instrumen ini padatingkat-tingkat pembinaan rumah sakit di Indonesia adalahsebagai berikut:

1) Rumah sakitPimpinan rumah sakit dapat menilai kemampuan rumah

sakit yang dipimpinnya dalam penyediaan sarana terhadapketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai akibatnya, pimpin-an rumah sakit dapat menentukan prioritas kegiatan manayang perlu baik yang diupayakan oleh rumah sakit sendiri,maupun melalui pengajuan pada supra sistemnya.

2) Tingkat II/Kabupaten/KodayaPemda tk. II/Kabupaten/Kodya dapat memperoleh gam-

baran situasi rumah-rumah sakit yang ada di wilayahnya baikyang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Dengan de-mikian pola pembinaan lebih terarah dalam pengadaansarana untuk meningkatkan kemampuan pelayanan rumahsakit, khususnya sebagai back-up system dari instansi pe-layanan kesehatan yang bersifat dasar.

3) Tingkat Propinsi/Daerah Khusus/Pusat (Depkes)Memperoleh gambaran (peta) dari keadaan perumah-

sakitan yang ada dalam wilayah kerjanya dilihat dari peng-adaan tenaga, sarana fisik, peralatan dan protap untuk tiapfungsi rumah sakit. Mulai dari keadaan manajemennya, pe-layanan medik yang diberikan, pelayanan penunjang medik/non medik, maupun pendidikan/latihan dan penelitian di ru-mah-rumah sakit. Dengan demikian dapat menetapkan rumahsakit yang dapat diusulkan untuk ditingkatkan kelasnya.

PENUTUPTelah diuraikan tentang Instrumen Penilaian Penampilan

Kerja dan Pengukur Kemampuan Rumah Sakit. Diharapkandapat bermanfaat untuk perluasan wawasan berbagai pihakyang berkepentingan dalam pembinaan maupun pengelolaanpelayanan rumah sakit di Indonesia, walaupun eontoh yangdikemukakan adalah penerapan di salah satu Propinsi diIndonesia yaitu Propinsi Jawa Timur.

KEPUSTAKAAN

1. Departemen Keschatan, Dircktorat Jendral Pelayanan Medik, Jakarta.1990.

2. Dinas Kesehatan Daerah Jawa Timur, Sub Dinas Pemulihan Kesehat-an dan Rujukan. Analisa Stratifikasi RS thn. 1992 dan Evaluasi tahun 1990,1991 dan 1992.

3. Prayoga et al. Penerapan Insirumen Akreditasi RS Kelas C, D dansetara. Dep Kes. RI. Puslitbang Surabaya, 1992, RRS 92.

4. SK. Poerwani et at. Pengembangan Instrumen Akreditasi RS kelas C,D dan setara Dep. Kes. RI. Puslitbang Yankes. Surabaya 1990. RSS 77.

5. Pedoman Akreditasi RS Kelas C, D dan setara RRS 78.6. Untung Suseno Sutardjo. Peran Rumah sakit. Maj. Kedokt. Indonesia

(Mar.) 1993; 43(3).

128 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 130: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pengalaman PenerapanPeningkatan Kualitas Terpadu

di Rumah Sakit PELNIPetamburan Jakarta

Dr. Hernawan DSARumah Sakit Pelni, Jakarta

PENDAHULUANRS Pelni Petamburan didirikan oleh Pemerintah jajahan

Belanda pada tahun 1918 dengan nama KPM Hospital. Padatanggal 21 April 1958, KPM Hospital diambil alih oleh buruhKPM, dan diserahkan kepada PT Pelni. Semenjak itu penge-lolaan RS Pelni Petamburan dibawah PT Pelni (Rumah SakitBUMN).

Sesuai dengan S.K. Dirut PT Pelni No. B/16/VI/72, RS PelniPetamburan diberi otonomi sepenuhnya. Berdasarkan otonomipenuh tersebut, agar RS Pelni dapat berkembang secara wajar,maka pengelolaan Rumah Sakit harus benar-benar dilaksanakansecara profesional, baik manajemen umum, manajemen per-sonil, manajemen keuangan dan lebih-lebih manajemen pela-yanan pasien. Semua manajemen tersebut di atas dilaksanakansecara terpadu, searah dan serasi, sehingga rumah sakit dapatmembayar biaya eksploitasi, biaya overhead dan bahkanmendapat laba untuk diinvestasikan kembali dalam rangkapengembangan rumah sakit.

Telah kita ketahui bersama, bahwa rumah sakit adalahpadat modal sekaligus padat harga. Di samping itu rumah sakitjuga harus melaksanakan fungsi sosialnya dan juga harus mem-bantu melaksanakan program kesehatan nasional, khususnya dibidang perumah sakitan. Sehingga dengan demikian penge-lolaan rumah sakit harus bisa mencari keuntungan dan sekaligusdapat melaksanakan fungsi sosial.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

KEMAMPUAN RUMAH SAKITRS Pelni Petamburan berdiri di atas tanah 6,5 hektar terletak

di Jl. Aip II KS. Tubun No. 92-94 Jakarta Barat. Kapasitas t.t. :510 tempat tidur dengan BOR antara 66-70%, hari perawatanrata-rata : 10 hari. Pangsa pasar : masyarakat menengah kebawah di samping pegawai PT Pelni, pensiunan dan keluar-ganya.

Jumlah personil 1163 orang, terdiri dari :— Dokter Umum : 14 orang— Dokter Spesialis : Full Time : 15 orang

Part Time:

86 orang— Dokter Gigi : 2 orang— Apoteker : 2 orang— Sarjana Ekonomi : 4 orang— Sarjana Hukum : 1 orang— Para Medis Perawatan : 462 orang— Para Medis Non Perawatan : 142 orang— Non Medis

:

435 orangKemampuan Medis : Mampu memberi pelayanan kepada

pasien dari pelayanan medis sederhana sampai canggih.

PENINGKATAN KUALITAS TERPADUUntuk dapat memberikan pelayanan dengan kualitas yang

baik, maka perlu adanya peningkatan pelayanan di semua bidangsecara terpadu, tereneana serta baik di bidang peningkatan

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 12 9

Page 131: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana danpeningkatan pelayanan kesehatan (medik dan perawatan) secarabersama-sama, serasi dan searah. Setiap sumber daya manusiaditingkatkan kemampuan dan ketrampilannya, dengan diberikesempatan mengikuti pendidikan, seminar, kursus, penatarandan sebagainya dengan bantuan biaya dari rumah sakit. Disamping itu di tiap-tiap Bagian/Urusan dan sebagainya diaktifkankegiatan GKM (Gugus Kendali Mutu), QCD (Quality CostDelivery) dan sebagainya. Peningkatan disiplin kerja dan kemam-puan atau ketrampilan ini dibarengi dengan peningkatankesejahteraan.

Setiap personil yang ada, diteliti berapa jam kerja efektif-nya, apakah sudah optimal atau belum. Sehingga dengandemikian setiap ada permintaan penambahan pegawai di suatuBagian selalu dipelajari apakah Bagian tersebut memang betul-betul memerlukan tenaga (dihitung jam kerja efektifnya).

Di dalam hal peningkatan sarana dan prasarana selalu di-lakukan studi kelayakan, diperhatikan unit costnya apabila studikelayakannya menunjukkan adanya keuntungan barulah diper-timbangkan untuk diadakan. Jadi di Rumah Sakit Pelni tidakdikenal istilah proyek mereusuar. Semua proyek harus bisamembiayai unitnya dan mendatangkan keuntungan bagi rumahsakit. Bila proyek tersebut kurang menguntungkan, tetapi diper-lukan oleh pasien, maka pasien dikirim ke rumah sakit lain untukdilakukan pemeriksaan/tindakan oleh dokter rumah sakit Pelni(sewa alat di Rumah Sakit lain).

Pelayanan kesehatan baik pelayanan medik dan perawatandiberikan seeara terpadu, sesuai kebutuhan pasien, sebagai eon-toh di Rumah Sakit Pelni dikenal Diabetic Centre, tempat

pasien diberi penyuluhan, penataran dan ketrampilan disamping diberi pengobatan; sehingga dengan demikian pasienbisa merawat dirinya, bisa melakukan peneegahan dan bilasakit, bisa mengobati dirinya dengan suntikan insulin, mera-wat luka di anggota gerak dan sebagainya. Pasien tahu kapanharus masuk perawatan di Rumah Sakit. Hubungan dokter-pasien-perawat cukup harmonis.

Di samping itu juga dibentuk klinik Asma dengan klubAsmanya, klub jantung sehat, stroke club dan sebagainya.

Pernah terjadi pasien patah tulang, ternyata juga menderitagas gangren. Keadaan ini dapat diketahui seeara dini oleh pera-wat dan dengan cepat Pimpinan Rumah Sakit dibantu oleh Stafdan tenaga ahli mengambil tindakan, sehingga pasien selamat,tidak menjalar ke pasien lain dan tidak menimbulkan keresahan.Di sini tampak dengan jelas adanya keterpaduan dalam pem-berian pelayanan kepada pasien.

KESIMPULANDari pembiearaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

peningkatan kualitas seeara terpadu dalam mengelola suatuRumah Sakit akan mendatangkan manfaat yang cukup baik.Manajemen umum, manajemen keuangan, manajemen pera-watan dan manajemen medik serta manajemen sumber dayamanusia, dilakukan seeara terpadu dan terarah, sehingga dicapaimutu pelayanan kepada pasien yang cukup baik, efektif danefisian.

Mudah-mudahan ini bisa diambil manfaatnya untuk ber-bagi pengalaman.

130 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusas No. 91, 1994

Page 132: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pelayanan SosiomedikRumah Sakit PGI Cikini, Jakarta

Dra Woro Setyanti, Agustina Makatika BSW, Dr Tunggul Situmorang DSPD, Emmy Sahertian, SThRumah Sakit PGI Cikini, Jakarta

PENDAHULUAN"Sakit" bukan hanya masalah dunia medis semata-mata,

tetapi lebih luas dari itu adalah teraneamnya keutuhan hidupseseorang. Dengan demikian, kepedulian terhadap mereka yangsakit seharusnya perlu dilihat secara utuh dan menyeluruh pula.Menyadari akan hal itu, maka RS PGI Cikini mulai mengem-bangkan pola pelayanan terpadu yang disebut "Pola PelayananHolistik". Pelayanan ini dilakukan oleh sebuah tim, yang terdiridari berbagai profesi. Kepelbagaian profesi di dalam tim inidimaksudkan untuk dapat menjangkau dan membantu mengatasimasalah-masalah non-medis, yang kurang/belum dapat diatasioleh dokter maupun perawat di rumah sakit. Mereka tergabungdalam suatu wadah yang dikenal sebagai Komisi Sosio Medik.Pelayanan holistik oleh tim sosio medik ini sedang bertumbuhdan terus diusahakan agar dapat makin berkembang, sehinggakelak bisa menghasilkan suatu pola pelayanan yang baku.

Makalah ini ditulis dengan maksud untuk membagi penga-laman dan memberikan sumbangan pikiran bagi peningkatanpelayanan rumah sakit terhadap manusia. Diharapkan apa yangdikemukakan dapat menjadi bahan masukan bagi rumah sakityang lain, agar kelak pelayanan seperti ini dapat pula dijalankandan dikembangkan. Di pihak lain, diharapkan melalui penyajianmakalah ini bisa diperoleh saran dan sumbangan pikiran yangbaru, yang bisa digunakan untuk lebih meningkatnya pelayaan-an Sosio Medik di RS PGI Cikini.

PELAYANAN HOLISTIK SEBAGAI SALAH SATU CIRIRS PGI CIKINIPengertian pelayanan holistik

Ide dasar suatu pelayanan holistik adalah bahwa dalam diri

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta.21 - 25 November 1993.

manuais terdapat beberapa unsur/dimensi kehidupan yang takterpisahkan. Unsur/dimensi tersebut adalah : fisik, mental, sosialdan spiritual, yang masing-masing saling mempengaruhi dansaling bergantung (interdependensi). Apabila ada gangguanpada salah satu dimensi kehidupan (misalnya : sakit)), makaakibatnya dimensi yang lain (sosial, mental dan spiritual) jugaakan terganggu. Atau sebaliknya, jika dimensi sosial, mentalataupun sosial terganggun, akibatnya orang tersebut akan sakit.

Keadaan yang tidak sehat (atau tidak seimbang) yang di-alami oleh seseorang, akan mengakibatkan disfungsi. Itu berartiorang tersebut tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya,baik di dalam keluarga, pekerjaan atau kehidupan berma-syarakat. Ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi dan perantersebut dapat pula mempengaruhi keadaan lingkungan. Pe-nanganan yang hanya diarahkan pada satu dimensi saja, tidaklah

cukup. Sesuai dengan cara pandang holistik, penanganan yangdilakukan idealnya dilakukan secara terpadu, memperhatikanseluurh unsur. Dengan demikian, "kesembuhan: yang dialamijuga utuh/menyeluruh, yang akhirnya akan membuatnya bisaberfungsi kembali dengan baik.

Sasaran pelayanan holistik bukan hanya orang yang me-ngalami masalah saja, tetapi juga lingkungan sosialnya (baik itukeluarga, tetangga, teman bekerja, gereja atau kelompok-kelompok lain yang berhubungan dengan kehidupan pasien).Lingkungan sosial harus juga diperhatikan, dan kalau perludilibatkan dalam usaha pemberian bantuan. Ini semua sangat eratkaitannya dengan proses pemenuhan kebutuhan secara utuh danmenyeluruh.

Di rumah sakit PGI Cikini, upaya pelaksanaan pelayananholistik dimulai sejak pertamakalinya pasien masuk/dirawat.

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 131

Page 133: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Pemantauan dilaksanakan, baik oleh perawat dan dokter dibangsal, maupun oleh para pekerja sosial. Berdasarkan pengam-matan maupun percakapan-percakapan yang mereka lakukan,maka akan diketahui ada atau tidaknya masalah non fisik yangdialami pasien. Kami percaya bahwa penanganan masalahsejak dini, adalah cara yang terbaik untuk membantu pasien, agardapat mengalami kesembuhan secara utuh. Karenanya, setiapkali ada rujukan yang tiba ke kantor Sosio Medik, secepatmungkin diperiksa (melalui kunjungan ke bangsal dan wawan-cara dengan pasien) dan terus menerus dipantau perkembang-annya. Tindakan-tindakan pertolongan selanjutnya dilaksanakansesuai dengan kebutuhan pasien, dan penentuannya dibicarakanbersama-sama dengan pasien.

Sudah barang tentu tidak semua pasien mengalami masalahnon fisik. Dengan demikian, tim sosio medik juga tidak mutlakbekerja bersama-sama secara terus-menerus. Sejauh masalahtersebut dapat diatasi oleh staf pelaksana (2 perawat dan 3 pekerjasosial), maka profesi yang lain tidak banyak terlibat dalamproses pemberian bantuan. Hal tersebut tergantung dari beratatau ringannya masalah yang dialami oleh pasien; jika memangternyata masalah yang dialami tergolong berat, maka kasus ituakan dibicarakan di dalam tim, dengan orang-orang yang memilikikeahlian di bidang tersebut. Sedangkan jika masalah yang di-alami masih tergolong ringan, maka bantuan akan langsungdiberikan oleh staf Komisi Sosio Medik, berdasarkan perspektifholistik seperti di atas.

KOMISI SOSIO MEDIK RS PGI CIKINI SEBAGAISARANA PELAYANAN HOLISTIK

SEJARAH SINGKATPelayanan Sosio Medik di RS PGI Cikini dimulai sejak

tahun 1987, dengan melibatkan orang-orang dari berbagai pro-fesi (psikolog, pekerja sosial lulusan SMPS, rohaniwan, dokter,perawat) serta unit-unit kerja yang terkait dengan masalah yangharus ditangani. Pelaksana tugas-tugas harian hanya 1 orangpekerja sosial, dan seorang psikolog yang merangkap sebagaikoordinator Tim Komisi Sosio Medik.

Pelayanan pada saat itu dimulai dengan suatu pola pela-yanan yang sederhana. Fokus utama pada saat itu adalah padamasalah sosial-ekonomi, karena memang kebutuhan akan pela-yanan dalam hal tersebut sangat tinggi. Banyak pasien yangmengajukan 'permohonan agar mendapat keringanan biaya(biasanya mereka yang keadaan ekonominya lemah, tapi harusmembayar biaya rumah sakit yang cukup tinggi). Saat itu, pe-mantauan yang dirasakan paling baik dan efektif adalah peman-tauan melalui nota keuangan pasien (disini dapat dilihat : siapabelum membayar berapa). Selain itu, Sosio Medik juga bekerja

berdasarkan rujukan dari bagian keuangan yang mengalamikesulitan dalam menghadapi pasien yang beluk juga menja-lankan kewajibannya untuk membayar biaya pengobatan.

Pada saat menangani masalah sosial-ekonomi pasien itulah,lambat laun terpantau juga berbagai masalah di luar masalahekonomi, misalnya : masalah psikologis, pendidikan, spiritual,relasional, tempat tinggal atau pekerjaan. Kebutuhan akan ada-

132 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

nya pekerja sosial profesional sebagai pelaksana tugas hariansemakin dirasakan. Awal tahun 1993, Komisi Sosio Medik me-nambah 2 tenaga pekerja sosial, yang diharapkan akan dapatmembantu melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada pasien.

Sampai saat ini, secara bertahapKomisi Sosio Medik mulaimeningkatkan pelayanannya, lebih terorganisir dan terarah.Kerjasama dengan lembaga-lembaga di luar rumah sakit (baiklembaga milik pemerintah maupun swasta) ditingkatkan, agarbisa secepat mungkin merujuk pasien kepada lembaga yangmenyediakan pelayanan yang dibutuhkan. Sasaran pelayananjuga secara bertahap akan dikembangkan; bukan hanya pasien,keluarga dan masyarakat di luar RS, tetapi juga para masyarakathospitalia sendiri.

STRUKTUR ORGANISASI DAN FUNGSIONALKomisi Sosio Medik diketuai oleh seorang perawat senior,

dan wakilnya adalah juga seorang perawat senior. Tenaga pelak-sana hariannya adalah tiga orang pekerja sosial profesional.Komisi Sosio Medik bertanggung jawab langsung kepada Di-rektur Medik.

Secara struktural, satuan kegiatan RS PGI Cikini dapatdilihat sebagai berikut :

Rujukan Konseling Perawatan intensif

TUJUAN KOMISI SOSIO MEDIKPelayanan Sosio Medik di RS PGI Cikini diadakan dalam

rangka menerapkan pola pelayanan holistik kepada para pasien

Page 134: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

yang dirawat di rumah sakit. Hal ini sesuai dengan tujuan rumahsakit yang ingin mengembangkan 2 ciri umum, yaitu : asuhankeperawatan dan asuhan dengan pendekatan holistik, denganpendekatan yang yang bersifat peningkatan (promotive), pen-cegahan (preventive), Pengobatan (curative) dan pemulihan (re-habilitative).

Secara praktis, pelayanan sosio medik diadakan untukmenolong pasien mengatasi masalah-masalah non-fisik yangtidak dapat sepenuh nya ditangani oleh dokter maupun perawat,yang diduga turut menentukan/mempengaruhi kesehatan pasien.Tujuan mendasar dari pemberian pelayanan ini adalah mem-bantu pasien (dan keluarganya) agar dapat mendapai keber-fungsian sosial yang optimal. Sudah barang tentu pelaksanaanpemberian bantuan tersebut berdasarkan kebutuhan pasien,karena tanpa kesadaran, kemauan dan partisipasi aktif dari merekayang terlibat, maka masalah tidak akan dapat diselesaikan secaratuntas.

FUNGSI-FUNGSI YANG DIJALANKANFungsi-fungsi yang dijalankan oleh tim sosio medik di

antaranya adalah :1) Mediator : bertindak sebagai penghubung, perantara ataupenengah antara pasien dengan pihak-pihak yang terkait dirumah sakit (misal : dokter, perawat, bagian keuangan, bagiankerohanian) ataupun dengan lembaga-lembaga di luar rumahsakit yang terlibat dalam upaya pemberian bantuan.2) Motivator/dinamisator : bertindak sebagai pendorong,pemberi semangat dan pemberi dukungan kepada pasien maupunkeluarganya, agar dapat mengatasi sendiri masalah yang dialami.3) Advokasi (pembelaan) : bertindak sebagai pembela, padakasus-kasus pasien maupun keluarganya (sebagai pihak yangbenar) dirugikan oleh pihak lain. Bantuan ini dilakukan, jikamemang pasien tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri.4) Fasilitator : bertindak sebagai penyedia informasi, jikapasien kurang memahami sesuatu. Informasi yang diberikantidak terbatas (artinya, bisa mengenai hal apapun) sejauh yangdiketahui secara pasti oleh tim.

Selain itu tidak kalah pentingnya adalah pendampingan se-lama pasien dirawat di rumah sakit, di dalamnya terdapat unsur-unsur : menghibur (penghiburan), menemani/berteman (per-sahabatan), memperhatikan (perhatian), membimbing (kon-seling) dan mendengarkan keluh kesah mereka mengenai apapun.

Fungsi khusus yang juga dilaksanakan tim sosio medik,yaitu dalam penanganan kasus transplantasi ginjal, dengan ikutserta mempersiapkan calon penerima (recipient) maupun pem-beri ginjal (donor).Tim sosio medik terlibat pada awal, perte -ngahan maupun akhir proses transplantasi, dengan men jalankanfungsi-fungsi seperti disebutkan di atas.

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KELAN-CARAN PELAYANAN SOSIO MEDIKA) Faktor pendukung• Adanya dukungan dan peluang dari pimpinan rumah sakit,

agar pelayanan komisi dapat berkembang/dikenal, termasukkesempatan-kesempatan untuk mempresentasikan pelayanansosio medik pada peristiwa-peristiwa penting di rumah sakit.• Sudah mulai terlihat adanya minat dan pengertian daribagian perawatan dan para perawat pelaksana di bangsal-bangsalperawatan, yang dapat memperlancar/meningkatkan upaya pen-jaringan masalah pasien dari bangsal.

B) Faktor-faktor penghambat• Belum adanya pemahaman yang merata dari semua pihakyang terlibat dalam pelayanan Komisi Sosio Medik. Dan untukmencapai pemahaman yang merata, akan memakan waktu yangcukup lama dan proses yang tidak mudah.• Kurangnya tenaga pekerja sosial profesional sebagai stafpelaksana harian.• Masih kurangnya hubungan dengan lembaga-lembaga luar(belum ada jaringan kerja yang tetap), hingga penanganan masalahterkadang terpaksa tertunda akibat tidak segera bisa dirujuk kelembaga yang menyediakan pelayanan yang dibutuhkan.

Contoh penanganan kasus holistik di RS PGI CikiniP (wanita, 19 tahun) adalah seorang anak yatim piatu yang

sejak usia 4 tahun diadopsi oleh pasangan suami isteri pejabattinggi. Sejak kecil ia sudah bermasalah, sering pergi tanpapamit berhari-hari, bolos sekolah dan tidak menurut apa yangdiperintahkan orang tua. Akhirnya pada usia 13 tahun ia pergibegitu saja dari rumah. Mulai saat itu, orang tua angkat memu-tuskan hubungan, tidak mau menerimanya kembali tinggal dirumah mereka, dan tidak lagi menganggapnya sebagai anak.P tambah dalam terperangkap di dalam pergaulan bebas : hidupbersama dengan teman lelaki yang berganti-ganti, merokok,minum-minuman keras. Kehidupan malam dan diskotik akrabdalam kehidupannya. Sekolah tidak lagi diteruskannya (P sudahberhasil lulus SMP). Makan tidak teratur/tidak bergizi, dantidur kurang, menyebabkan P sering sakit.

Bulan Maret, ia sakit (diare dan paru-paru yang sudah sangatparah), dan diantar kawannya ke RS PGI Cikini.

Berdasarkan rujukan dari pefawat, masalah ini segera diper-hatikan. Kami melakukan pendampingan terus menerus, sambilmengumpulkan dan mengidentifikasi masalah. Selain dokter danperawat, profesi yang terlibat dalam pemberian bantuan ada-lah : pekerja sosial dan psikolog. Berikut ini kami kemukakanapa yang sudah kami lakukan untuk mengatasi masalah-masalahP:– Masalah tempat tinggal : kami rujuk ke sebuah yayasan yangmau menampung P. Yayasan bersedia menolong, dan sampaisaat ini P tinggal di situ.– Masalah kesehatan : kami menghubungi suatu yayasanpelayanan kesehatan untuk membantu pengobatan lanjutan.Permohonan dikabulkan, dan P boleh berobat gratis sampaisembuh. Sekarang P sudah hampir sembuh total. Keadaan fisiknyasangat baik dan tampak sehat.– Masalah pendidikan : setelah keadaan kesehatan membaik,dan dinyatakan boleh sekolah kembali, kami bantu mengambil

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 13 3

Page 135: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

ijazah di SMP TR. Pihak yayasan dimana P tinggal membantumencarikan sekolah, dan kami berhubungan dengan yayasan As.B, untuk mencarikan beasiswa bagi P. Pihak yayasan bersediamemberikan, dan mulai bulan ini P sudah bisa menerima beasiswatingkat SLTA.– Masalah relasi : secara terus-menerus kami memotivasi Pdan ibunya, agar bersedia untuk memperbaiki hubungan danmemulai segala sesuatu dari awal. Saat ini, relasi mereka tampakmulai mengalami perubahan yang baik. Ibu P sudah mau berbi-cara dengan P melalui telepon, mau membalas surat P dan bahkanmenjanjikan untuk menengok P di tempat tinggalnya yang baru.

Ibu P sudah bersedia memaafkan P, dan P sendiri tampak sangatpuas dengan perubahan ini.– Masalah emosional/psikologis : berkat bimbinganan danperhatian bersama, kini P tampak bersemangat menghadapihidup, keadaan emosi mulai stabil dan terlihat P berani meng-hadapi kenyataan. Hal tersebut bertolak belakang dengan keada-annya ketika pertamakali bertemu dengan kami.

Samapi saat ini, kami secara rutin masih mengadakanpertemuan seminggu sekali dengannya, sebagai upaya untukmemantau perkembangan kondisi P.

134 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 136: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Kualitas ManajemenPengalaman Rumah Sakit Islam Jakarta

Dr H. Sugiat As, SKMKepala Penelitian dan Pengembangan/

Direktur Utama Rumah Sakit Islam, Jakarta 1978 – 1986

Keinginan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatanRumah Sakit Islam Jakarta selalu ada sejak awal diresmikan padatahun 1971. Perkembangan Rumah Sakit Islam Jakarta sampaisaat ini menempuh tahap-tahap sebagai berikut :1) Tahap rintisan (1971 – 1978).

Tahap ini diawali dengan pembukaan seeara resmi olehPresiden RI pada tanggal 23 Juni 1971, pada tahap tersebut untukbiaya rutin dan pemeliharaan masih harus disubsidi oleh Yayasan.Meskipun kapasitas baru 50 TT akhir tahun 1978, sudah mulaiada Sisa Hasil Usaha, yang digunakan terutama untuk me-ningkatkan kesejahteraan karyawan.2) Tahap tumbuh kembang (1978 – 1986).

Dalam tahap ini upaya pemantapan manajemen memper-oleh prioritas, dengan ditetapkan Direktur yang purnawaktu,penyusunan Sistem Akuntansi RS bekerjasama dengan FakultasEkonomi UI, penyusunan Sistem Medical record kerjasamadengan Dra. Gemala Hatta, penyusunan Protap-protap, dan per-aturan kepegawaian, penggajian serta jaminan hari tua, penam-bahan peralatan medik modern untuk peningkatan pelayananmedik, penambahan kapasitas sehingga meneapai 450 TT danpembukaan pendidikan paramedik (SPK, Program Bidan danAKPER).3) Tahap Pemantapan (1986– 1991).

Ciri tahap ini adalah : makin mantapnya peraturan kepe-gawaian, pembangunan gedung permanen menggantikan gedungsemi permanen, pengakuan RSIJ oleh DepKes. sebagai RSswasta kelas Utama, pemantapan Program Pendidikan TenagaKesehatan.

Kapasitas menjadi 495 TT dan pelayanan medis telah di-dukung dengan peralatan canggih.4) Tahap peningkatan mutu pelayanan dan mewujudkan ciri

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PEPSI & Hospital Expo, Jakarta,21 — 25 November 1993.

Islami mulai dari pola pikir, penampilan, sikap dan perilaku sertatindakan dari segenap jajaran rumah sakit (1991 – sekarang).

Tahap ini dimulai dengan perubahan-perubahan dasar di-mulai dari susunan organisasi yang berdasarkan konsep Infor-mation Based Organisation (IBO) dilanjutkan dengan pengem-bangan kerjasama tim dalam penanganan tugas dan pemecahanlapangan, serta peningkatan pemahaman dan penghayatan pe-doman hidup berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah Rasul SAW.penerapannya dalam tugas sehari-hari.

Pelaksanaan TQC di Rumah Sakit Islam Jakarta dimulaipada tahun 1983. Diawali dengan pelatihan TQC bagi pimpinanRSIJ, penataran fasilitator dan pengorganisasian TQC, be-kerjasama dengan Lembaga Bina Managemen Indonesia(BIMINDO).

Pada tahun 1984 kegiatan TQC tampak dijalankan secaraantusias oleh pimpinan maupun karyawan. Kampanye TQCdilaksanakan dengan intensif dan telah dibentuk QCC di setiapbagian/unit kerja. Pengorganisasian TQC disusun sebagaiberikut : Panitia Pengarah yang dipimpin oleh Direktur, TimKoordinator Pelaksana, Tim Standarisasi, KelompokFasilitatordan QCC. QCC telah sempat aktif melakukan diskusi masalahdan pemecahannya. Yang paling aktif saat ini adalah QCCperawatan.

Awal tahun 1986 dengan pergantian Direksi terjadi per-ubahan kebijaksanaan dalam pelaksanaan TQC. QCC diarahkansebagai forum pengajian. Kegiatan diskusi yang semula ber-bobot pemecahan masalah berubah dan kurang memperolehrespons dari pimpinan padahal pemecahan masalah tersebutmenyangkut unit kerja lain. Dengan perubahan ini, maka makinmenurun aktivitas QCC, makin lama makin tidak tampak aktivi-tasnya sama sekali. Hal ini sesuai dengan teori/prinsip-prinsip

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 135

Page 137: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

pelaksanaan TQC itu sendiri yaitu bahwa keberhasilan TQCsangat ditentukan oleh dukungan top management.

Tahun 1991 terjadi lagi perubahan Direksi. Dengan susun-an organisasi berdasarkan konsep Information Based Organisa-tion (IBO) yang ciri utamanya adalah bahwa setiap orang harusmampu berperan sebagai pemberi dan penerima informasi untukpemecahan masalah serta perlunya kerjasama Tim, timbul lagigerakan semacam TQC. Meskipun istilah yang digunakan tidaksama namun langkah-langkah yang diambil untuk operasional-nya menuju pada kemampuan setiap individu untuk menggerak-kan inisiatif pemecahan masalah secara tim. Sampai sejauhmana keberhasilan TQC/QCC dalam meningkatkan kualitaspelayanan, akan disampaikan dalam makalah lengkap.

NORMA ISLAM DALAM MENEJEMEN

Fungsi Kholifah2 : 30

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguh-nya Aku hendak menjadi seorang khalifah di muka bumi".6 : 165

Dan Dia ialah yang menetapkan kamu penguasa (Khalifah) di muka bumi,dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat,sebagai cobaan dari apa yang diberikan-Nya kepadamu.35 : 39

Dia yang menetapkan kamu menjadi khalifah-khalifah di muka bumi. Ba-rang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafiran orang-orang yang kafir itu tidaklain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiranorang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian merekabelaka.

Tugas Ibadah hanya untuk Allah51:56

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadahkepada-Ku.

Peringatan adanya bencana-3:112

Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika merekaberpegang pada tali (agama Allah) dan tali (perjanjian) dengan manusia dan me-reka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliput kerendahan.Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuhpara nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka dur-haka dan melampaui batas.

Setiap individu adalah pemimpinAwas Setiap kamu adalah penggembala (pemimpin). Setiap kamu akan di-

tanya (diminta pertanggungjawaban) atas gembalaannya (kepemimpinannya).(HR Muslim dan dari Ibnu Umar)

Pertanggungjawaban17 : 36

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai penge-tahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua-nya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Demokratis3 : 159...... dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apa-bila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Se-sungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.42:38..... sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka .....

Ta'awun5:2.......Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Danbertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berai siksa-Nya.

Kemudahan94 : 5

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.Keadilan42 : 15, 16 : 90

TOLOK UKUR KEBERHASILAN MENEJEMEN

Keterangan :Input : 5 M + IProses : RE —> LA —> TI —> DAK– Rencana —> Laksanakan —> Teliti —> TindakanOutput– Tercapainya Program– Kepuasan Pasien/Pemilik/Pegawai– PertumbuhanFaktor yang mempengaruhi– Lingkungan– Peraturan-peraturan (Dep. Kes. + Dep. Keu, dsb)Evaluasi dan penilaian

MASALAH/KENDALA1. Tuntutan kwalitas & kwantitas SDI yang semakin tinggi2. Peralatan medik yang semakin canggih & mahal3. Demand tinggi tapi daya beli rendah4. Dana terbatas5. Peraturan yang semakin membelenggu6. Tuntutan profesionalisme yang semakin tinggi7. Era globalisasi yang transparan

HASIL YANG DAPAT DICAPAI- 1985 : Sistem Australia Skor : 79,2- 1986 : Sistem Australia Skor : 80,1

Akreditasi Depkes Skor : 63- 1992 : Sistem Australia Skor : 82,2

136 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 138: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

Konsep Pengembangan Dana Sehatdi Lingkungan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) IslamDr H Abdul Mukty

Wakil Direktur Bidang Medis RS Islam Surabaya

ABSTRAK

Dalam upaya mengatasi masalah keterbatasan dana pemeliharaan kesehatan, ter-utama bagi masyarakat yang kurang atau tidak mampu perlu adanya usaha dari LSMuntuk mendirikan suatu Organisasi Penghimpun Dana Sehat (OPDS) atau Jaminan Pe-meliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Sebuah Konsep Pengembangan Dana Sehatdi Lingkungan LSM Islam dapat dicoba dikembangkan di Pondok Pesantren, khususnyadi Jawa Timur, mengingat potensi ke arah itu sangat menunjang.

Untuk itu dicoba suatu konsep Pengembangan Dana Sehat di Lingkungan LSMIslam, yang berisi: (a) Petunjuk umum dan pedoman dasar dalam penyelenggaraan OPDS;(b) Struktur Organisasi OPDS; (c) Dasar-dasar organisasi; (d) Direksi dan Staf sertapenjabaran tugas masing-masing; (e) Pedoman dalam mempersiapkan pembentukanOPDS dan (f) Langkah-langkah yang harus ditempuh.

Dasar-dasar organisasi yang terpenting adalah OPDS dimiliki bersama oleh paraanggotanya dan kepentingan bersama lebih diutamakan daripada kepentingan pribadidari tiap anggota, Staf yang profesional perlu diusahakan untuk menjamin kelangsunganhidup organisasi serta peningkatan mutunya.

PENDAHULUANSeperti diketahui Sistim Kesehatan Nasional di Indonesia

adalah tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesiauntuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatanyang optimal sebagai salah satu perwujudan kesejahteraan umumseperti dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.Sistim Kesehatan Nasional (SKN) adalah penjabaran dari polaatau arah dan strategi pembangunan kesehatan yang ditetapkandalam GBHN.

Pada dasarnya kesehatan masyarakat adalah menyangkutsemua segi kehidupan, baik untuk perorangan, keluarga, kelom-pok manusia, masyarakat luas maupun bangsa. Ruang Iingkupdan jangkauannya sangat luas.

Makalah ini disajikan pada Kongres VI PERSI & Hospital Expo, Jakarta,21— 25 November 1993.

Kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan jangka panjangbidang kesehatan berdasarkan Paneakarya Husada antara lainadalah (a) Setiap warga negara berhak memperoleh derajatkesehatan yang optimal, oleh karena itu upaya kesehatan harusdilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, merata, dapat di-terima dan terjangkau oleh seluruh masyarakat; (b) Semuapotensi dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diarahkan dandimanfaatkan sejauh mungkin atas dasar kekeluargaan dan ke-gotongroyongan serta jelas fungsi sosialnya; (c) Peranan ma-syarakat termasuk swasta di bidang kesehatan sangatpenting danperlu dibina serta dikembangkan oleh pemerintah pada semuatingkatan. Upaya tersebut meliputi pula kegiatan-kegiatan untukmembudayakan sikap dan perilaku hidup sehat di masyarakat.

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 13 7

Page 139: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

(d) Penyelenggaraan upaya kesehatan ditujukan bagi masyarakatberpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota. Perhatiankhusus diberikan kepada daerah terpencil, daerah pemukiman

baru dan daerah perbatasan. Penyelenggaraan upaya kesehatantersebut diutamakan untuk bayi, anak-anak balita dan ibu. Per-hatian ditujukan pula kepada angkatan kerja dan kelompokremaja. Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya.

Permasalahan yang dihadapi menjelang tahun 2000 adalah:(1) Jumlah penduduk akan meningkat terus walaupun upaya dibidang KB cukup berhasil, angka kematian akan menurun se-jalan dengan usaha-usahaperbaikan kesehatan, perlu penambah-an Rumah Sakit; (2) Meningkatkan kecerdasan masyarakat,akan meningkat pula kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan;(3) Kemajuan di bidang teknologi dan ilmu kedokteran meng-akibatkan digunakannya peralatan eanggih yang biayanya sangatmahal; (4) Biaya kesehatan dibandingkan dengan total ProdukDomestik Bruto masih rendah; (5) Harga obat-obatan masihmahal, meskipun sudah ada obat generik. Dan masalah-masalahlainnya yang sangat kompleks.

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, pemerintah telahmengambil kebijaksanaan terobosan, antara lain: (1) Gerakanimunisasi untuk semua (UCI) mencapai 80% tahun 1990; (2) Pe-nempatan bidan baru di desa sebanyak 18.900 orang; (3) Ke-wajiban penggunaan obat generik di sarana kesehatan pemerin-tah; (4) Pengembangan Program Jaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat (JPKM) yang merupakan pengembanganasuransi kesehatan (Askes); (5) Rumah Sakit Pemerintah men-jadi Unit Swadana. Dan kebijaksanaan lainnya.

Di samping itu adanya peluang untuk mengatasi per-masalahan tersebut di kalangan masyarakat, khususnya LSMIslam perlu dioptimalisasikan. Misalnya banyaknya PondokPesantren di Jawa Timur ini dapat dirangsang untuk meng-usahakan semacam JPKM atau Organisasi Penghimpun DanaSehat (OPDS) yang seeara bergotongroyong menghimpun danadari masyarakat Pondok Pesantren untuk membiayai pelayanankesehatan bagi anggotanya yang memerlukan pengobatan diPolikliniklPuskesmas sampai perawatan di Rumah Sakit. Sikapbergotong-royong ini sesuai dengan ajaran Islam, yang memintakepada segenap umat Islam untuk berbuat kebajikan dan sukabertolong-menolong sesamanya dalam kebaikan.

Dalam makalah ini akan disajikan suatu konsep pengem-bangan Dana Sehat di Lingkungan LSM Islam, yang terbagi atas:Pedoman Umum dan Pedoman Dasar dalam Pelaksanaan DanaSehat, Pedoman dalam Persiapan dan Organisasi Masyarakatuntuk Penyelenggaraan Dana Sehat, kemungkinannya untukditerapkan di Pondok Pesantren di Jawa Timur, Langkah-langkahapa yang perlu ditempuh.

PETUNJUK UMUM DAN PEDOMAN DASAR DALAMPENYELENGGARAAN OPDS

A) Pedoman Dasar1) OPDS atau Organisasi Penghimpun Dana Sehat direnca-nakan untuk membantu masyarakat menengah dan bawah yangtidak dapat dilayani oleh sarana pelayanan kesehatan dengan

138 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

tarip tinggi. Pendirian OPDS semacam ini harusa didahuluidengan persiapan masyarakat dan organisasi masyarakat yangtepat.2) OPDS dipereaya untuk penyediaan asuhan medis dan kese-hatan bermutu tinggi, dengan pertimbangan ekonomi, efisiensidan efektivitas.3) Manajemen keuangan yang sehat dan cermat merupakankunci bagi kelangsungan hidup OPDS. Masalah ini harus di-amati secara ketat sepanjang masa demi mutu pelayanan kepadapara anggota.4) OPDS didasari atas pembagian keuntungan yang seadil-adilnya dan sejujur-jujurnya kepada para anggota: setiap ikhtiarharus diusahakan untuk menjamin bahwa kebijakan yang di-ambil tidak akan merugikan atau menguntungkan sebagiananggota saja, tetapi harus menguntungkan semua anggota.5) Profesionalisme harus mengisi semua aspek manajemenOPDS.6) Para anggota harus berperan aktif dalam pembuatan ke-bijakan melalui Dewan Direksi, yang dipilih di antara paraanggota yang mampu.7) Semua OPDS yang didirikan harus dari masyarakat untukmasyarakat dan harus otonom. Namun, Kelompok ManajemenTehnik (Pemerintah atau Swasta) yang akan membantu pelak-sanaan proyek OPDS, harus memberikan supervisi manajerialterus-menerus selama pelaksanaan semua OPDS yang telah adasebagai jaminan dari dan untuk masyarakat. Untuk pengembang-an selanjutnya yang dimungkinkan, staf harus diambil dari paraanggota OPDS yang berkualitas.8) Dalam penetapan iuran anggota, OPDS harus memper-timbangkan tingkat kesanggupan para langganan (clientele) danbiaya pelayanan medis dan kesehatan yang bermutu yang diberi-kan secara efisien dan efektif. Keseimbangan yang layak antarabiaya dan mutu pelayanan harus dipertahankan selama-lamanya.

B) Struktur Organisasi OPDSStruktur organisasi OPDS disarankan sebagai berikut :

Page 140: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

C) Dasar-dasar Organisasi1) OPDS dimiliki bersama oleh para anggotanya. Kepenting-an bersama lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi daritiap anggota.2) Dewan Direksi, suatu badan pembuat kebijakan, memberi-kan pelayanan yang baik kepada para anggota secara kolektif.Anggota Dewan Direksi disahkan oleh para anggota.3) Staf yang profesional, yang dilatih dan disupervisi oleh Ke-lompok Manajemen Tehnik bertugas mengelola pelaksanaansehari-hari OPDS. Mereka harus berpengalaman baik pada pe-laksanaan OPDS dan mampu berlaku adil serta mempunyai per-timbangan perikemanusiaan dalam melaksanakan dan mene-rapkan kebijakan dan dasar-dasar OPDS.4) Pada kapasitas puncak pelaksanaan, sebagai syarat mini-mum bagi pelayanan yang efektif, Staf manajemen OPDSharusmempunyai 5 unit pelaksana utama, seperti: a) Unit Tata Usaha;b) Unit Pelayanan Anggota; c) Unit Pelayanan Medis; d) UnitPemasaran dan e) Unit Keuangan. Seorang Kepala Kantor atauPejabat yang ditunjuk, bertugas melakukan supervisi pelaksana-an semua unit tersebut di atas.5) Semua Staf harus mengalami masa percobaan 3-5 bulansebelum diangkat secara tetap pada posisinya. Pelatihan danorientasi jabatan harus dilakukan selama masa percobaan. Per-sonil dari Kelompok Manajemen Teknik harus melaksanakansupervisi pekerjaan Staf dan harus menilai penampilan staf padamasa percobaan.6) Jabatan-jabatan utama dan penjabaran tugas pada jabatantersebut dari Staf kunci OPDS dan pejabat-pejabat lainnya akandiuraikan lebih lanjut.7) Koordinator OPDS adalah pekerja yang semi-otonom yangdipercaya untuk tugas mencari anggota-anggota baru. Merekabekerja tanpa terikat oleh jam kerja dan menerima kompensasiberdasarkan jumlah sebenarnya dari anggota baru yang dapatdirekrut sebagai anggota OPDS. Dalam beberapa hal, merekadapat meminta uang transportasi atas persetujuan Kepala UnitPemasaran atau Pejabat yang ditunjuk. Insentif juga dapat di-berikan kepada koordinator OPDS yang sangat berprestasi, ataspersetujuan Dewan Direksi. Secara alamiah koordinator OPDSmerupakan sukarelawan yang berniat baik atau pengusaha keeilyang mendapat kesempatan untuk peran serta yang sangat ber-manfaat dalam OPDS, tetapi tidak diangkat menjadi staf ataupegawai OPDS. Hanyalah anggota-anggota yang mampu dansah saja yang dapat dipercaya sebagai koordinator OPDS.8) Koordinator OPDS juga diberikan pelatihan orientasi olehStaf Pemasaran OPDS. Mereka secara dinas terkait pada UnitPemasaran dan bertugas sebagai perpanjangan tangan StafPemasaran. Peranan utama mereka adalah membuka pintu yangmemungkinkan Staf Pemasaran mendapatkan banyak anggota.Mereka membantu Staf Pemasaran dalam menentukan peneri-maan anggota baru, menyelenggarakan seminar orientasi atauinformasi bagi calon-calon anggota. -

D) Dewan Direksi1) Dewan Direksi harus merupakan pembuat kebijakan per-tama dari OPDS. Kebijakan yang ditempuh harus sesuai dengan

dasar-dasar pedoman umum dan tidak boleh berprasangka burukterhadap kelangsungan hidup OPDS. Dengan kata lain, tiadakebijakan tak benar ditempuh, yang dapat membahayakan posisikeuangan OPDS.2) Hanyalah anggota-anggota yang sah dan mampu saja di-terima menjadi anggota Dewan Direksi. Anggota-anggotaDewan yang memilih menarik diri dari keanggotaannya, baikoleh karena tercela maupun atas kehendak sendiri, akan kehi-langan kedudukannya dalam Dewan Direksi secara otomatis.3) Kualifikasi untuk keanggotaan dalam Dewan Direksi harusmeliputi hal-hal berikut :a) Anggota yang mampu dan baik selama sekurang-kurang-nya 12 bulan.b) Bermoral baik.c) Mempunyai kepedulian akan kesejahteraan masyarakat.d) Memahami konsep dasarpelaksanaan OPDS dan mengikutiseminar orientasi OPDS dasar bagi para anggota.4) Seleksi anggota Dewan harus berdasarkan prosedurberikut.a) rekomendasi oleh para anggota dan pengurus OPDSb) penilaian prakualifikasi oleh Kelompok Manajemen Tehnikc) orientasi tentang dasar-dasar OPDS dan mekanisme pe-laksanaan OPDSd) persetujuan dari sebagian besar anggota OPDS melalui pe-milihan atau referendum (Hanya para anggota yang sekurang-kurangnya menjadi anggota pada tahun kedua yang dapat me-milih dan dipilih sebagai anggota Dewan).5) Idealnya, Dewan Direksi harus mempunyai anggota/peng-urus sebagai berikut :a) profesional dalam hukumb) profesional dalam medis atau kesehatan masyarakatc) ahli analisa keuangan atau ahli ekonomid) ahli manajemen atau berpengalaman dalam manajemene) p rang awamf) ahli pemasaran atau berpengalaman dalam pemasarang) ahli atau berpengalaman dalam bidang penaksiran.6) Dewan Direksi akan bertugas selama 2 tahun; separuhanggotanya harus dipilih dan disetujui tiap tahun pleb sebagianbesar suara para anggota. Kepala Kelompok Manajemen Teknikatau wakilnya ditunjuk secara otomatis menjadi anggota Dewandalam kapasitasex-officiodan harus memberikan petunjuk tekniskepada Dewan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kebijakanyang benar yang disarankan.7) Pengurus harus dipilih oleh Dewan di antara mereka danharus meliputi :a) Ketuab) Wakil Ketuac) Sekretarisd) Bendaharae) Kepala Hubungan Masyarakatf) Penasehat Hukumg) Penasehat Medish) Penasehat Tehnis dan Manajemen.8) Tidak boleh lebih dari dua jabatan dipegang oleh seoranganggota atau pengurus yang sama dari Dewan pada saat yang

Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994 13 9

Page 141: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

sama. Tanggung jawab minimum dari pengurus Dewan sepertitersebut di bawah. Dewan, dengan keputusannya yang pokok,dapat menambah tanggung jawab tersebut.a) Ketua Dewan :(i) Memimpin semua rapat-rapat Dewan(ii) Mengawasi proses formulasi kebijakan OPDSb) Wakil Ketua Dewan :(i) Mengawasi dan memantau pelaksanaan OPDS(ii) Memimpin rapat Dewan bila Ketua berhalangan(iii) Memimpin Panitia Eksekutif, yang harus dibentuk olehDewan Direksi.c) Sekretaris :(i) Menyimpan arsip semua penetapan dan membuat notulenrapat Dewan.(ii) Menyiapkan agenda dan dokumen lainnya untuk rapatDewan.(iii) Bertindak selaku petugas penghubung yang mewakili De-wan dalam hubungan dengan pihak pemerintah.d) Bendahara :(i) Mengawasi dan memantau keadaan keuangan OPDS.(ii) Menyiapkan atau menyetujui laporan keuangan yang dibuatoleh Staf OPDS.e) Kepala Hubungan Masyarakat:(i) Bertanggung jawab akan pekerjaan hubungan masyarakatpada OPDS.(ii) Memberikan masukan atau saran pada Dewan tentangmasalah yang ada kaitannya dengan hubungan masyarakat.f) Penasehat Hukum :(i) Membantu Dewan dalam menyiapkan bahan-bahan ataudokumen yang terkait dengan hukum.(ii) Memberi masukan dan saran kepada Dewan tentang bahan-bahan yang dibutuhkan tindakan hukum.g) Penasehat Medis :(i) Memberi masukan dan saran tentang masalah yang terkaitdengan pelayanan medis dari OPDS.(ii) Membantu dalam menetapkan kebijakan yang terkaitdengan pelayanan medis.h) Penasehat Teknis/Manajemen :(i) Memberi masukan dan saran kepada Dewan tentang ma-salah yang terkait kebenaran dalam penaksiran dan pelaksanaankebijakan manajemen.(ii) Membantu Dewan dalam menilai sehatnya manajemen pe-laksanaan OPDS.

E) Jabatan Utama dan Penjabaran Tugas dari Staf/PejabatKunci OPDS1) Pejabat/Staf Bagian Tata Usaha :a) Melaksanakan tugas dalam bidang manajemen personaliadan hak milik.b) Memelihara rumah tangga dan pelaksanaan pemeliharaankantor.c) Bertanggung jawab akan pemeliharaan dan keamanan hakmilik.d) Bertanggung jawab tentang manajemen pengadaan danpersediaan.

140 Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 91, 1994

2) Pejabat/Staf Bagian Pelayanan Anggota :a) Memproses surat permohonan (lamaran) dari ealonanggota dan memberikan rekomendasi persetujuan.b) Memberikan orientasi (pengarahan) kepada para anggotabaru tentang prosedur mendapatkan pelayanan, manfaatnya,kekecualian dan pembatasan-pembatasan yang diberikan.c) Memproses tagihan (claim) untuk pelayanan/benefit.d) Memberikan pelayanan non-medis yang diperlukananggota.e) Memantau pemanfaatan pelayanan dari para anggota.f) Melayani keluhan para anggota dan memecahkan masalahsesuai dengan kebutuhan.g) Memelihara daftar terbaru para anggota OPDS yang aktifdan menyerahkannya kepada pemberi pelayanan yang telahdiakreditasi.3) Pejabat/Staf Bagrian Pelayanan Medis :a) Memberikan pelayanan medis dasar kepada anggota.b) Memelihara rujukan yang layak dari para anggota yangmemerlukan pelayanan medis lebih tinggi tingkatannya danmenerbitkan Surat Rujukan/Surat Pengantar yang tepat.c) Memantau pelayanan yang diperluas bagi para anggota olehpemberi pelayanan yang sudah diakreditasi.d) Bertanggung jawab terhadap akreditasi spesialis, fasilitas/institusi diagnostik dan rumah sakit sebagai fasilitas rujukanOPDS.e) Membentuk dan memelihara hubungan yang efektif den ,ganfasilitas rujukan yang diakreditasi untuk pelayanan yang bar-,moms dan efisien bagi para anggota yang dirujuk.f) Bertanggung jawab terhadap skrining medis dari anggotabaru untuk diusulkan pemeriksaan fisik pendahuluan dan pe-nentuan penyakit yang sudah diderita.4) Pejabat/Staf Bagian Pemasaran :a) Bertugas dalam semua kegiatan promosi untuk meningkat-kan keanggotaan dalam OPDS.b) Membentuk dan memelihara jaringan komunikasi fungsio-nal dari para koordinator yang harus melayani sebagai matarantai pasar antara OPDS dan masyarakat.c) Mengelola kegiatan pengerahan anggota, yang meliputi pe-nyelenggaraan kursus orientasi OPDS bagi calon-calon anggota/kelompok.d) Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan tingkat ke-anggotaan yang hidup melalui pengerahan secara aktif dari paraanggota baru dan mempertahankan anggota lama.e) Bertanggung jawab terhadap koleksi uang pendaftaran danuang iuran keahggotaan dari para anggota baru dan anggotalama yang mampu.5) Pejabat/Staf Bagian Keuangan :a) Bertanggung jawab terhadap pembuatan anggaran, akun-tansi, dan fungsi kasir OPDS.b) Memelihara catatan laporan anggota yang terbaru dan me-lengkapi daftar terbaru dari anggota yang aktif dari Pejabat/StafBagian Pelayanan Anggota.c) Bertanggung jawab atas rekening para anggota dan pe-mantauan pembayaran para anggota. Menyerahkan daftar paraanggota yang belum membayar iuran kepada Pejabat/Staf Ba-

Page 142: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

The Effects of Current Flow throughthe Human Body

and the Electrical Protectionof Patient Treatment Areas

Richard KingE.S.P, Australia

ELECTRICITY IN MODERN MEDICINEThe medical industry is one that is always at the forefront of

technology. Modern medicine combines the knowledge of cen-turies of research with the very latest break-throughs in biology,chemistry and physics. This progress has resulted in manyadvantages for patients, not only can many once serious andterminal diseases now be cured but modern techniques andequipment allow procedures to be carried out more efficiently.These techniques and equipment often enable more operationsper day to be carried out making more efficient use of thehospitals facilities. Patients who would previously have spentweeks recovering from operations can often now be home in amatter of days. One major area that has changed is the everincreasing use of electrical and electronic equipment for every-thing from monitoring through to electro-surgical devices. Withthis greatly increased use of electrical and electronic equipmentin patient treatment procedures, comes the increased likelihoodof accidental shock.

The requirement for the power distribution system to beinstalled and maintained to the highest possible standardsbecomes critical as does the maintenance and regular servicing ofall mains operated equipment in order to minimize the chance ofsuch accidental shock. Due to the portable nature of many itemsof equipment the opportunities for unintentional abuse and lossof insulation integrity increase with each change of equipmentlocation.

Typical events that would render equipment potentiallyunsafe (and justify the need for the safety measures as outlined)would include, power cords pulled on directly when disconnect-ing equipment from outlets, equipment being subject to acciden-tal conductive liquid spills penetrating equipment internals.Power cords and equipment can be damaged by poor transit

Presented at the Vlth Congress of the Indonesian Hospitals Association &Hospital Expo, Jakarta 21 — 25 November 1993

movement and storage techniques. There is often lack of report-ing by medical staff that equipment has possible faults eg; slightelectric shock or 'tingle' felt when touching metal instrumentcover or metal fittings. The most likely cause of all is the lack ofa routine procedure for the checking of all electrical equipmentby trained electrical personnel, safe guarding against use andabuse events, which can render equipment potentially harmful.

EFFECT OF CURRENT FLOW THROUGH THE HUMANBODY ( 'MACRO-SHOCK')

'Macro-Shock' is the term used to describe the resultanteffects of applying mains voltage to a human body. The typicalelectrical resistance of the human body (1000 Ohms or 1 kOhm)limits the current that will flow to 240 mA (in a 240 V ac system).If this current flows for 500 ms or more there is a greater than 50%chance that the shock will cause cardiac arrest. When the skin isby-passed the internal resistance of the body is variable depend-ing on the current path. Current paths that include the chest area,for example left arm to right arm are more hazardous than thosewhich avoid it, for example abdomen to foot. (Note. these figuresare taken from Australian Standard AS3859 which is identical tothe IEC publication 479 'effects of current passing through thehuman body')

SPECIAL CONSIDERATIONS FOR MEDICAL AREASThe bodies natural defenses against electrocution are often

by-passed during medical procedures. That is the electricalresistance of the skin can be lowered by the use of conductiveelectrode gel or electrodes may pierce the skin and make contactwith highly conductive body fluids. Normally the involuntarymuscular contractions that accompany electric shocks will oftenserve to disconnect a person from the faulty equipment or

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994 143

Page 143: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

appliance, in the case of a patient who may be immobilized byanesthetic or have electrodes firmly connected to them thisdisconnection will not occur so readily.

RCD PROTECTION AGAINST 'MACRO-SHOCK '

' Macro-Shock' can be protected against in domestic orindustrial installations by the use of 30 mA RCD's which willdisconnect the supply should more than 30 mA be detectedflowing to earth via a fault (human contact or equipment failure).In medical installations more sensitive 10 mA RCD's should beused, as a current flow of between 10 and 30 mA, that will notnecessarily trip of a 30 mA RCD, will be harmful to an anesthe-tized patient or one attached to electrodes if the current flows forgreater than 10 seconds (AS3859/IEC479).

LINE ISOLATION AND OVERLOAD MONITORPROTECTION AGAINST 'MACRO-SHOCK'

While a 10 mA RCD is a comparatively economical meansof protecting against 'Macro-Shock' there is the disadvantage inmedical situations that when it trips off it not only removes thepower from the fault but also any other equipment connected tothe same protected circuit. It may also be the case that a faultcould occur in a piece of equipment that is actively keeping thepatient alive (eg; a Heart-Lung Machine). While the RCD willsave the patient from an electric shock the resultant removal ofthe supply from the equipment could pose just as big a hazard.

In medical procedures where life support equipment is used(eg; cardiac type procedures) it is advisable to use an isolatedpower supply system that has its isolation from earth constantlymonitored by a Line Isolation and Overload Monitor (LIOM).Using this system a single fault can occur that connects a patientor medical staff between one live conductor and Earth and therewill be no danger of current flowing through the patient or staffmember. If however a second fault were to occur, that connectsthe other live conductor to Earth, dangerous currents would flow.The LIOM will alert the medical staff on with the operation (andaccept the very slight risk that a second fault will occur) orstabilize the patients condition as soon as possible and stop theoperation. Non-essential equipment can also be unplugged if thealarm sounds as the fault may lay within them and be cleared bytheir disconnection.

' MICRO-SHOCK'

Whilst the causes and effects of 'Macro-Shock ' are knownand generally well understood there exists a second form knownas 'Micro-Shock'. 'Micro-Shock' can occur where two nomi-nally earthed conductors are brought in close contact with theheart of a patient. In a normally earthed electrical system it ispossible for there to be up to 2 Ohms electrical resistance betweenthe earth connections of two different mains outlets. It is quitepossible that there could be 1A of fault current flowing throughthe earthed structure of a building, this would be the sum of all theleakage currents and fault currents present in the electricalsystem (Note: measurements have been taken in Australianhospitals that suggest that the level of these currents canoccasionally exceed 10 A). 1 Amp of fault current flowingthrough the earth system could give a voltage between theearthed points of up to 2 V which in normal circumstances wouldnot be considered a problem. In the case of two conductors inclose contact with a heart, voltages in excees of 100 mV betweenthem should be avoided otherwise 'Micro-Shock' will occur withcardiac arrest as a result.

EQUIPOTENTIAL EARTHINGTo protect against 'Micro-Shock' it is necessary to reduce the

voltages that can occur between earthed conductors. The crosssection of those conductors should be increased to limit theresistance between any two earthed points in a Cardiac Treat-ment Area to generally less than 0.1 Ohm and in certain circum-stances as low as 0.01 Ohm. This is known as an Equipotential(EP) Earthing System. The EP System should extend not only tothe earth conductor in the supply wiring but also to any exposedmetal that is in contact with the structure of the building (eg; taps,gas outlets or pendant lights).

REFERENCE DOCUMENTS

1. Australian Standards:AS3003 : Guide to the safe use of electricity in patient careAS3003: Electrical installations, patient treatment areasAS3859: Effects of current passing through the human body

2. International Electrotechnical Committee (IEC)TC64 (secretariat) 629: Electrical installations, medical locations (draft)

3. American National StandardANSI/NFPA 99: Health care facilities

14 4 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994

Page 144: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

gian Pemasaran untuk pengumpulan.d) Menyimpan arsip semua transaksi keuangan yang masukke dalam OPDS atau yang keluar dari OPDS.e) Menyiapkan laporan keuangan berkala, neraca, cash flow,dan lain-lain pada pelaksanaan OPDS.f) Menanggung analisa keuangan berkala untuk memantaudan menilai kesehatan keuangan pelaksanaan OPDS.

PEDOMAN DALAM PERSIAPAN DAN ORGANISASIMASYARAKAT UNTUK PENYELENGGARAAN DANASEHAT

A) Kegiatan Pendahuluan1) Pendirian OPDS yang berdasarkan sosial kemasyarakatandan swakelola didahului dengan survei masyarakat dan penye-lidikan sosial untuk menentukan kemampuan dan kebutuhanmasyarakat akan program asuhan kesehatan yang hidup dandapat dipercaya serta terorganisasi dengan baik. Penyelidikansosial pendahuluan diusahakan untuk menilai masyarakat ke-giatan organisasi OPDS.

Kriteria untuk menilai masyarakat pendirian OPDS adalah :a) Persetujuan dan dukunganpejabatsetempat(Walikota BupatiKepala Daerah) untuk pendirian OPDS.b) Adanya sarana fisik pelayanan medis dan Dokter PraktekUmum.c) Adanya pendapatan rata-rata yang teratur dan memadai darisebagian besar penduduk dalam masyarakat.d) Adanya kemauan dan kemampuan membayar iuran secarateratur sejumlah uang kesehatan masa depan dan kebutuhanmedis; dane) Adanya kemauan untuk berperan serta dan kegiatan kese-hatan secara kolektif oleh calon anggota dan pemberi pelayanankesehatan.2) Hasil dari penyelidikan sosial pendahuluan diberlakukanmelalui penyelenggaraan survei masyarakat yang memeriksapola yang biasa terdapat dari: a) pendapatan, b) pengeluaran,c) penyakit, d) pemanfaatan pelayanan kesehatan, e) tabunganuntuk asuhan medis, dan f) angka kematian.3) Studi kelayakan pendirian OPDS didasarkan atas data sta-tistik yang dikumpulkan dan dibuat taksiran. Pendirian OPDSdianggap layak jika tingkat pengeluaran kesehatan yang didapatkurang daripada atau sama dengan premi perkiraan bulananyang dibutuhkan untuk tanggungan bantuan keuangan bagikemungkinan pengeluaran kesehatan pada jumlah keanggotaanyang diharapkan.

B) Persiapan Masyarakat, Organisasi dan ManajemenOPDS1) Jika studi kelayakan positif untuk pendirian OPDS, lang-kah berikutnya adalah menyampaikan data-data kepada parapejabat, pemimpin dan calon pemberi pelayanan setempat dalamsuatu pertemuan orientasi resmi dan menjelaskan kepada merekatentang konsep OPDS keseluruhannya dan untuk :a) Mempengaruhi sikap para pejabat, pemimpin, calon pem-beri pelayanan setempat dan pengaruh tersebut dimaksudkanagar menghargai nilai pemeliharaan kesehatan melalui pencegah-

an serta pembayaran di muka.b) Menentukan bidang kerjasama di antara manajemen OPDS,para pejabat setempat, dan institusi pelayanan kemungkinanberpartisipasi dalam pembiayaan proyek.c) Menentukan peranan yang mungkin dan mendapatkan ja-minan dukungan dari para pej abat tersebut dalam pengembanganmasyarakat untuk pelaksanaan OPDS.2) Persiapan masyarakat dengan menyelenggarakan kegiatanberikut :a) Menyebarluaskan informasi secara intensif dan memberi-kan penyuluhan kepada masyarakat.b) Pencarian dan pengembangan kepemimpinan untuk men-ciptakan kelompok inti dari motivator lokal untuk OPDS.c) Pelatihan dan ketelitian kepemimpinan melalui seminarterjadwal dan resmi.d) Organisasi pemberi pelayanan.3) Mengorganisasikan struktur OPDS dan Staf manajemen :a) Mengadakan rapat organisasi formal.b) Memilih pejabat dan anggota Dewan Direksi.c) Memilih Staf inti dan pejabat OPDS.d) Memilih dan menyewa Staf OPDS full-time.e) Meneliti dan menetapkan Spesialis untuk bekerja.4) Merencanakan konperensi.

KEMUNGKINAN PEMBENTUKAN OPDS DI PONDOKPESANTREN

Mengingat banyaknya Pondok Pesantren di Jawa Timur ini,dimana para santri jumlahnya ribuan dalam satu Pondok Pesan-tren, maka kelompok ini dapat dianggap sebagai suatu kelompokanggota OPDS. Usia para santri berkisar antara 9 – 25 tahun,dimana pada usia tersebut angka kesakitannya rendah di-bandingkan kelompok usia lanjut atau balita. Peluang ini dapatdimanfaatkan untuk mencoba memulai dengan pendataan kemu-dian menghitung perkiraan biaya pelayanan kesehatan yangdiperlukan tiap orang rata-rata dalam periode tertentu, misalnyasatu bulan. Selanjutnya dihitung berapa seharusnya uang iurananggota tiap bulan.

Dengan demikian dapat dihitung pula pembatasan tentangjenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada tiapanggota oleh poliklinik atau rumah sakit.

LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DITEMPUH1) Pendataan di semua Pondok Pesantren yang bersedia men-dirikan OPDS, tentang jumlah santri, kesanggupannya, jenispenyakit yang sering diderita oleh kebanyakan santri dan wargaPondok Pesantren lainnya.2) Mengadakan pertemuan dengan pihak Pemda Tk. II danDinkes setempat untuk memperoleh persetujuan dan dukungan.3) Mengadakan pendekatan dengan pemberi pelayanan kese-hatan setempat, Puskesmas, Balkesmas dan Rumah Sakit.4) Membentuk Panitia Persiapan untuk mendirikan OPDS diPondok Pesantren yang bersangkutan, yang anggotanya terdiridari Pengurus Pondok dan para santri dengan berkonsultasidengan Dinas Kesehatan Tingkat II atau Tingkat I untuk men-dapatkan bimbingan dan pembinaan.

Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91. 1994 14 1

Page 145: Cdk 091 Kongres Ke Vi an Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Dan Hospital Expo Ke Viii II

5. Setelah semuanya siap, maka dibentuklah OPDS denganstruktur organisasi yang baik sertapelaksanaan manajemen yangprofesional oleh orang-orang yang profesional pula.

KEPUTUSAN1. Broto Wasisto. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan RS Swasta

di Indonesia. Pelatihan Evaluasi Program Upaya Pelayanan Kesehatan Swastadi Caringin - Bogor, 24-28 November 1991.

2. Buku Pedoman Penyelenggaraan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta dibidang medik spesialistik. Direktorat RS Khusus dan Swasta DirektoratJenderal Pelayanan Medik Depkes RI, 1989.

3. Kebijaksanaan Umum Departemen Kesehatan RI. Informasi PembangunanKesehatan di Indonesia 1989.

4. Operations Manual for Health Maintenance Organizations. Philipin Councilfor Health Research and Development. Departement of Science and Techno-logy, Metro Manila, 1990.

14 2 Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 91, 1994