ccccccccccccccccccccccccccccccc

5
Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon. mailto:%[email protected] Ka. SMF/Lab. Bedah Saraf RS. M. Jamil/FK-UNAND Padang. MENINGITIS BAKTERIAL Meningitis bakterial adalah infeksi purulen ruang subarakhnoid. Biasanya akut, fulminan, khas dengan demam, nyeri kepala, mual ,muntah, dan kaku nukhal. Koma terjadi pada 5-10 % kasus dan berakibat prognosis yang buruk. Kejang terjadi pada sekitar 20 % kasus, dan palsi saraf kranial pada 5 %. Meningitis bakterial yang tidak ditindak hampir selalu fatal. CSS secara klasik memperlihatkan leukositosis polimorfonuklir, peninggian protein, dan penurunan glukosa; pewarnaan Gram dari CSS memperlihatkan organisme penyebab pada 75 % kasus. Kultur CSS memberi diagnosis pada 90 % kasus dan perlu untuk melakukan tes sensitifitas antibiotika terhadap mikroba. Penurunan kesadaran, terutama bila berhubungan dengan edema papil atau defisit neurologis fokal, mengharuskan dilakukannya CT scan sebelum melakukan pungsi lumbar untuk menyingkirkan lesi massa atau hidrosefalus. Hipertensi intrakranial difusa, tanpa adanya lesi massa pada CT scan bukan kontraindikasi pungsi lumbar, tentunya dengan pengetahuan yang baik tentang herniasi serta penanggulangannya. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan teliti daerah inflamasi berdekatan seperti otitis dan sinusitis dan mencari etiologi bakteremia seperti endokarditis. Kultur darah mungkin positif. Penelitian binatang memperlihatkan etiologi primer meningitis bakterial adalah invasi leptomeningeal bakteri malalui darah yang berkoloni dimukosa naso- faring. Patogen meningeal tersering adalah bakteria yang berkapsul. Setelah membentuk koloni dinasofaring, bakteri berkapsul melintas epitel dan membuat jalan kealiran darah. Kapsul menghambat fagositosis oleh neutrofil, jadi patogen meningeal memperlihatkan kemampuan mempertahankan bakteremia transien. Mekanisme selanjutnya dimana bakteri dalam darah mencapai lepto-

Upload: rudy-amoyee

Post on 03-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

TRANSCRIPT

Page 1: ccccccccccccccccccccccccccccccc

Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon. mailto:%[email protected] Ka. SMF/Lab. Bedah Saraf RS. M. Jamil/FK-UNAND Padang.

MENINGITIS BAKTERIAL Meningitis bakterial adalah infeksi purulen ruang subarakhnoid. Biasanya akut, fulminan, khas dengan demam, nyeri kepala, mual ,muntah, dan kaku nukhal. Koma terjadi pada 5-10 % kasus dan berakibat prognosis yang buruk. Kejang terjadi pada sekitar 20 % kasus, dan palsi saraf kranial pada 5 %. Meningitis bakterial yang tidak ditindak hampir selalu fatal. CSS secara klasik memperlihatkan leukositosis polimorfonuklir, peninggian protein, dan penurunan glukosa; pewarnaan Gram dari CSS memperlihatkan organisme penyebab pada 75 % kasus. Kultur CSS memberi diagnosis pada 90 % kasus dan perlu untuk melakukan tes sensitifitas antibiotika terhadap mikroba. Penurunan kesadaran, terutama bila berhubungan dengan edema papil atau defisit neurologis fokal, mengharuskan dilakukannya CT scan sebelum melakukan pungsi lumbar untuk menyingkirkan lesi massa atau hidrosefalus. Hipertensi intrakranial difusa, tanpa adanya lesi massa pada CT scan bukan kontraindikasi pungsi lumbar, tentunya dengan pengetahuan yang baik tentang herniasi serta penanggulangannya. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan teliti daerah inflamasi berdekatan seperti otitis dan sinusitis dan mencari etiologi bakteremia seperti endokarditis. Kultur darah mungkin positif. Penelitian binatang memperlihatkan etiologi primer meningitis bakterial adalah invasi leptomeningeal bakteri malalui darah yang berkoloni dimukosa naso- faring. Patogen meningeal tersering adalah bakteria yang berkapsul. Setelah membentuk koloni dinasofaring, bakteri berkapsul melintas epitel dan membuat jalan kealiran darah. Kapsul menghambat fagositosis oleh neutrofil, jadi patogen meningeal memperlihatkan kemampuan mempertahankan bakteremia transien. Mekanisme selanjutnya dimana bakteri dalam darah mencapai lepto- mening dan ruang subarakhnoid belum begitu diketahui. Sumber lain meningitis bakterial adalah perluasan langsung dari infeksi otorinologis, walau kejadiannya jelas dikurangi oleh terapi dini antibiotik yang efektif terhadap otitis atau sinusitis. Jarang, meningitis disebabkan inokulasi langsung pada cedera penetrating. Tindakan terhadap meningitis akut, tampak pada

Page 2: ccccccccccccccccccccccccccccccc

tabel, tergantung sumber primer, usia pasien, organisme penyebab, dan sensitifitas antibiotik. Tindakan harus diarahkan pada infeksi CSS maupun sumber primer. Meningitis yang terjadi sekunder terhadap bakteremia dan perluasan langsung otorinal cenderung disebabkan organisme yang biasa berkembang dinasofaring. Terdapat pengaruh usia yang jelas pada meningitis oleh organisme tersebut. Meningitis setelah cedera otak traumatika serta fraktura tengkorak, dengan atau tanpa otorinorea CSS, paling sering diakibatkan oleh S. pneumoniae. Meningitis yang terjadi setelah luka penetrasi biasanya disebabkan stafolikokal, streptokokal, atau organisme gram negatif. Terapi empiris harus diperbaiki bila organisme penyebab sudah dikenal. Penisilin G dan ampisilin diketahui mempunyai manfaat yang sama pada kebanyakan infeksi S. pneumoniae dan N. meningitidis. Dengan meningkatnya H. influenzae yang membentuk beta- laktamase, saat ini (1993) sekitar 25 %, menyebabkan pemakaian ampisilin dan kloramfenikol sebagai terapi empiris. Seftriakson atau sefotaksim memperlihatkan manfaat dan sekarang dipakai sebagai terapi terpilih pada neonatus dan anak-anak. Walau sefuroksim, sefalo- sporin generasi kedua, pernah umum digunakan untuk H. influenzae, tidak lagi dianjurkan untuk infeksi SSP karena lambatnya sterilisasi CSS serta dilaporkan terjadinya meningitis H. influenzae pada saat terapi sistemik. L. monocytogenes tidak sensitif sefalosporin dan terapi yang dianjurkan adalah ampisilin atau penisilin G. Pilihan lain adalah trimetoprim-sulfa- metoksazol. Pasien dengan meningitis S. aureus harus ditindak dengan nafsilin atau oksasilin, dengan vankomisin dicadangkan untuk strain resisten metisilin dan S. epidermidis. Lamanya terapi meningitis, umumnya berdasar empiris dan tradisi; biasanya 7-14 hari untuk patogen meningeal utama, dan 21 hari untuk infeksi basil gram negatif. Tindakan terhadap meningitis basiler gram negatif mengalami revolusi dengan adanya sefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim, seftazidim, dan seftriakson dapat menembus CSS dan mecapai konsentrasi terapeutik hingga memungkinkan terapi terhadap meningitis yang sebelumnya memerlukan terapi secara intratekal; 78-94 % tingkat kesembuhan telah dilaporkan. Seftriakson, sefotaksim, dan seftazidim terbukti bermanfaat. Sefalosporin generasi ketiga lainnya, seftizoksim dan sefoperazon, belum dinilai dengan baik. Dianjurkan seftazidim

Page 3: ccccccccccccccccccccccccccccccc

dicadangkan untuk pengobatan P. aeruginosa dalam kombinasi dengan aminoglikosida. Kegagalan regimen ini mengharuskan pemberian aminoglikosida intratekal atau intraventrikuler untuk memperkuat terapi. Modifikasi inflamasi ruang subarakhnoid dengan agen anti inflamatori mungkin memperkecil akibat meningitis bakterial. Penelitian mutakhir terapi tambahan deksametason pada bayi dan anak-anak dengan meningitis bakterial memperlihatkan bahwa sekuele neurologis jangka panjang, terutama retardasi mental dan kehilangan pendengaran, menurun pada pemberian deksametason 0.15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama terapi, dan tidak memperberat efek eradikasi infeksi. Saat ini penggunaan deksametason dianjurkan pada pasien pediatrik berusia lebih dari 2 bulan.

LEPTOMENINGITIS

PURULENT (BACTERIAL) MENINGITIS

- Age-related susceptibility to different bacterial organisms:

- Premature and neonates: E. coli and group B Streptococcus

- Infants and preschool children: H. influenzae

- Older children and young adults: Neisseria meningitidis ("meningococcus")

- Older adults: Strep. pneumoniae; Immune suppression - Klebsiella or other "opportunistic" bacteria

CSF profile:

- Opening pressure: often increased (nl < 150 mm water)

- Cell count: neutrophils, often over 1000/mm3

- Glucose: reduced, often very low (nl = ~ 60% of blood glucose)

- Protein: elevated (nl < 40 mg/dl)

- Bacteria in the cell sediment, positive culture

Pathology:

Page 4: ccccccccccccccccccccccccccccccc

- Purulent exudate in subarachnoid space often extending over cerebral convexities

- Pia-arachnoid membranes act as barriers so there rarely is extension into the brain parenchyma

- Thrombophlebitis or vasculitis of meningeal or penetrating vessels may lead to focal infarcts

- Cerebral edema

- Cranial and spinal nerve involvement

- Sequelae: hydrocephalus, (leptomeningeal fibrosis, granular ependymitis), focal infarcts and nerve root axonal damage