catatan untuk rencana pertemuan ( korem) utk bang indra

5
1. Bahwa sesuai PP nomor 6 Tahun 2006 Jo Permendagri No.17 Tahun 2007, PT. BBU akan mentaati Peraturan yang berlaku di Negara RI tersebut dan sepakat sebelum dilaksanakan mekanisme lelang terhadap tanah perumahan melalui KPKNL Pangkalpinang, pihak Pemerintah Kota Pangkalpinang waijib melakukan perhitungan Hak & Kewajiban dengan PT.BBU terlebih dahulu, dan hasil perhitungan tersebut menjadi salah satu syarat lelang yang harus dipenuhi oleh pemenang lelang apabila bukan PT. BBU sebagai pemenang lelang. 2. Bahwa PT. BBU melalui BPKP Babel mengusulkan syarat tambahan yang harus dicantumkan oleh KPKNL tentang peserta lelang adalah anggota asosiasi pengembang perumahan . 3. Bahwa mekanisme lelang yang akan dilakukan melalui KPKNL merupakan kebijakan yang kami peroleh secara verbal sebelumnya dari Ketua KPN / Kepala DPPKAD Kota Pangkalpinang dan menurut Ketua KPN Kota Pangkalpinang tidak mau dilakukan oleh calon Panitia Lelang Pemkot yang akan dibentuk dan diperintahkan oleh Walikota Pangkalpinang dalam rapat yang dihadiri PT.BBU sebelumnya. Sehubungan dengan rencana mekanisme lelang yang akan dilakukan oleh KPKNL, kami mohon agar sebelum proses lelang KPKNL dilakukan mediasi kembali antara pihak PT.BBU dengan Pemerintah Kota Pangkalpinang, yang juga dihadiri oleh BPKP Babel, DPRD Pangkalpinang, Mantan Ketua DPRD / Ketua Pansus DPRD periode 2009 – 2014, KPKNL, KPP Pratama Pangkalpinang, Kantor Pertanahan / BPN Kota Pangkalpinang, dan para pihak yang terkait baik langsung maupun tidak langsung terhadap perumahan, mengingat mekanisme lelang yang akan dilakukan melalui KPKNL tidak berdiri sendiri, namun melalui proses yang saling terkait. 4. Bahwa mediasi yang dilakukan sudah sesuai dengan Pasal 148 ayat 2 UU RI No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan: Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisiasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta tidak mengesampingkan tindak pidana sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 148 ayat 3 UU RI No.1 Tahun 2011 yang menyatakan : Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana. 5. Bahwa kenaikan NJOP bumi Tuatunu, baik sebesar Rp.21.000/M2 ataupun Rp.64.000/M2 tidak memenuhi ketentuan perundangan sebagaimana tercantum dalam UU RI no.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( PDRD ), yang dinyatakan pada : BAB VIII tentang PENGAWASAN DAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI Pasal 157 ayat : (2) Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota

Upload: mas-indrawadi

Post on 02-Oct-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI STRATEGI Bernyany

TRANSCRIPT

1. Bahwa sesuai PP nomor 6 Tahun 2006 Jo Permendagri No.17 Tahun 2007, PT. BBU akan mentaati Peraturan yang berlaku di Negara RI tersebut dan sepakat sebelum dilaksanakan mekanisme lelang terhadap tanah perumahan melalui KPKNL Pangkalpinang, pihak Pemerintah Kota Pangkalpinang waijib melakukan perhitungan Hak & Kewajiban dengan PT.BBU terlebih dahulu, dan hasil perhitungan tersebut menjadi salah satu syarat lelang yang harus dipenuhi oleh pemenang lelang apabila bukan PT. BBU sebagai pemenang lelang.

2. Bahwa PT. BBU melalui BPKP Babel mengusulkan syarat tambahan yang harus dicantumkan oleh KPKNL tentang peserta lelang adalah anggota asosiasi pengembang perumahan.3. Bahwa mekanisme lelang yang akan dilakukan melalui KPKNL merupakan kebijakan yang kami peroleh secara verbal sebelumnya dari Ketua KPN / Kepala DPPKAD Kota Pangkalpinang dan menurut Ketua KPN Kota Pangkalpinang tidak mau dilakukan oleh calon Panitia Lelang Pemkot yang akan dibentuk dan diperintahkan oleh Walikota Pangkalpinang dalam rapat yang dihadiri PT.BBU sebelumnya. Sehubungan dengan rencana mekanisme lelang yang akan dilakukan oleh KPKNL, kami mohon agar sebelum proses lelang KPKNL dilakukan mediasi kembali antara pihak PT.BBU dengan Pemerintah Kota Pangkalpinang, yang juga dihadiri oleh BPKP Babel, DPRD Pangkalpinang, Mantan Ketua DPRD / Ketua Pansus DPRD periode 2009 2014, KPKNL, KPP Pratama Pangkalpinang, Kantor Pertanahan / BPN Kota Pangkalpinang, dan para pihak yang terkait baik langsung maupun tidak langsung terhadap perumahan, mengingat mekanisme lelang yang akan dilakukan melalui KPKNL tidak berdiri sendiri, namun melalui proses yang saling terkait.4. Bahwa mediasi yang dilakukan sudah sesuai dengan Pasal 148 ayat 2 UU RI No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan: Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisiasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta tidak mengesampingkan tindak pidana sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 148 ayat 3 UU RI No.1 Tahun 2011 yang menyatakan : Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana.5. Bahwa kenaikan NJOP bumi Tuatunu, baik sebesar Rp.21.000/M2 ataupun Rp.64.000/M2 tidak memenuhi ketentuan perundangan sebagaimana tercantum dalam UU RI no.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( PDRD ), yang dinyatakan pada : BAB VIII tentang PENGAWASAN DAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSIPasal 157 ayat :

(2) Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota sebelum ditetapkan disampaikan kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud.

(3) Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundangundangan lain yang lebih tinggi.

(4) Gubernur melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi.

(5) Menteri Dalam Negeri dan gubernur dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

(6) Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa persetujuan atau penolakan.

(7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada gubernur untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan oleh gubernur kepada bupati/walikota untuk Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.

(8) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dengan disertai alasan penolakan.

(9)Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat langsung ditetapkan.

(10) Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat diperbaiki oleh gubernur, bupati/walikota bersama DPRD yang bersangkutan, untuk kemudian disampaikan kembali kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan kepada gubernur dan Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

Pasal 158

(1) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

(2) Dalam hal Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.

(3) Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden.

(5) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(6) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud.

(7) Jika provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

(8) Jika keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

(9) Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Daerah dimaksud dinyatakan berlaku.

Pasal 159 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 158 ayat (1) dan ayat (6) oleh Daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil atau restitusi.

(2) Tata cara pelaksanaan penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil atau restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

Peraturan Menteri Keuangan.

6. Bahwa apabila kenaikan NJOP 2013 ditetapkan oleh Pemkot Pangkalpinang sebelum tanggal 13 Oktober 2014 maka berlaku Perdirjen Pajak No. PER-60/PJ/2010 Tentang Tata Cara Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2011.7. Bahwa apabila kenaikan NJOP 2013 ditetapkan oleh Pemkot Pangkalpinang sesudah tanggal 13 Oktober 2014 maka berlaku Perdirjen Pajak No. PER-27/PJ/2014 tentang Tata Cara Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.8. Bahwa dalam pasal 4 Perdirjen Pajak No. PER-27/PJ/2014 tentang Tata Cara Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dinyatakan : Penggunaan NJOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) selain untuk kepentingan perpajakan, tidak menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak.9. Bahwa didalam sub-bab X ayat 2 huruf c Lampiran Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah dinyatakan : Penilaian barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Panitia penilai, khusus untuk tanah dan/atau bangunan, dilakukan dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak sehingga diperoleh nilai wajar;10. Bahwa mengingat UU RI No.1 Tahun 2011 dan PP No.6 Tahun 2006, Kemenpera RI telah menerbitkan Permenpera no. 25 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perumahan Murah yang dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d berbunyi tentang Kewajiban Pemda melakukan penundaan kenaikan PBB selama 5 (lima) tahun. 11Bahwa terkait dengan Keputusan tentang NJOP bumi Tuatunu tahun 2013 yang dijelaskan oleh Kepala DPPKAD Kota Pangkalpinang pada akhir januari tahun 2014 sebesar Rp.64.000/M2 dapat disampaikan disini bahwa Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan Penilaian". Pada MAPPI ( Masyarakat Profesi Penilai Indonesia ) dan IPPI ( Ikatan Penilai Pemerintah Indonesia ) selain ada pendidikan penilai juga ada sertifikasi. menurut asumsi berarti seseorang dapat dikatakan mempunyai kemampuan penilai jika pernah menempuh pendidikan penilai baik formal maupun informal dan baru mempunyai keahlian dan legalitas sebagai penilai jika sudah mempunyai sertifikasi yang dikeluarkan MAPPI maupun sertifikasi / keterangan dari Ikatan Penilai Pemerintah Indonesia.Semenjak memiliki legalitas sebagai penilai seharusnya tanggung jawab penilaian menjadi penuh pada penilai bersangkutan. Permasalahan akan muncul jika setelah peralihan PBB dimana pemerintah daerah belum memiliki penilai dan atau sudah memiliki penilai tapi aturan belum mendukung kegiatan penilaian tersebut. Disini jika ada masalah dikemudian hari maka pimpinan bisa lepas tangan karena kembali lagi penilaian yang dilakukan meski ada perintah tapi tidak didukung aturan bisa menjadi bumerang bagi penilai tersebut.

Apakah para pejabat Pemerintah Kota Pangkalpinang sejumlah lebih dari 10 (sepuluh) orang yang melakukan rapat NJOP Bumi Tuatunu 2013 pada menjelang akhir Januari 2014 memiliki sertifikasi penilai PBB dari MAPPI atau IPPI sehingga keputusannya dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, dan apakah NJOP 2013 Tuatunu yang diputuskan dalam rapat tersebut pada menjelang akhir Januari 2014 dapat berlaku surut sebagaimana SPPT PBB 2013 sebagian masyarakat Tuatunu sebesar Rp.64.000/M2 ?, dan mohon penjelasan daftar nama pejabat Pemkot papin yang hadir dalam rapat tersebut .12. Bahwa dalam Surat Pemerintah Kota Pangkalpinang kepada KPKNL dengan nomor surat 030/460/DPPKAD/VII/2014 tertanggal 15 Juli 2014, dan Surat dari Pemkot Pangkalpinang kepada Deputi pencegahan KPK dengan nomor surat 030/548/DPPKAD/VIII/2014 tertanggal 19 Agustus 2014, keduanya bernomor surat dari DPPKAD, dinyatakan oleh Pemkot Pangkalpinang kepada KPKNL bahwa NJOP Bumi Tuatunu Tahun 2012 dan 2013 adalah sebesar Rp.20.000/M2, sedangkan 34 (tiga puluh empat) hari kemudian dinyatakan oleh Pemkot pangkalpinang kepada Deputi Pencegahan KPK bahwa NJOP tahun 2013 Tuatunu adalah sebesar Rp.64.000/M2.

Mohon penjelasan tentang proses dan dasar hukum kenaikan NJOP Bumi Tuatunu 2013 yang berbeda kepada Lembaga / Institusi Negara yang dilaksanakan dalam 34 hari tersebut.