case yaya ckd
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik atau cronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.1
1.2 Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronik
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%
setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan
sekiar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.1
1.3 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
yang lain. Tabel 1 menunjukkan penyebab utama dan insidens penyakit ginjal kronik di
Amerika Serikat.
Penyebab Insidens
Diabetes mellitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37 %)
44 %
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27 %
Glomerulonefritis 10 %
Nefritis interstisial 4 %
Kista dan penyakit bawaan lain 3 %
Penyakit sistemik (misalnya lupus dan vaskulitis) 2 %
Neoplasma 2 %
Tidak diketahui 4 %
Penyakit lain 4 %
Table 1. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Penefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialysis di Indonesia, seperti pada table 2.
Penyebab Insidens
Glomerulonefritis 46,39 %
Diabetes Melitus 18,65 %
Obstruksi dan infeksi 12,85 %
Hipertensi 8,46 %
Sebab lain 13,65 %
Table 2. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia tahun 2000
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat,
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.
1.4 Patogenesis Penyakit Ginjal Kronik
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrifi structural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresivitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factors seperti transforming growth factors β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.
Pada stadium dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 %, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG di bawah 30 %, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemis, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement theraphy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
1.5 Klasifikasi dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 - Umur) x Berat Badan (kg) *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada table 3.
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
Table 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Klasifikasi atas dasar diagnosis, tampak pada table 4.
Penyakit Tipe Mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasma)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronis, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat ( siklosporin / takrolimus )
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplantasi glomerulopathy
Table 4. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
1.6 Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
a. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurekemi, lupus eritomatosus sistemik
(LES), dan lain sebagainya;
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
b. Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengnan penyakit yang mendasarinya;
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal;
c. Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic;
d. Kelainan urinalisis, meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.
c. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak;
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan;
c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi;
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
d. Biopsy dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsy dan pemeriksaan hito patologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa
ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan
1.7 Diagnosis Banding Penyakit Ginjal Kronik
Diagnosis banding untuk penyakit ginjal kronik adalah gagal ginjal akut. Penting untuk
membedakan penyakit ginjal kronik dari gagal ginjal akut karena gagal ginjal akut dapat
reversibel. USG abdomen umumnya dilakukan dan dilakukan pengukuran ukuran ginjal.
Ginjal dengan penyakit ginjal kronik biasanya lebih kecil (<9 cm) dari ginjal normal dengan
pengecualian seperti di nefropati diabetes dan penyakit ginjal polikistik. Petunjuk lain
diagnostik yang membantu membedakan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal akut
merupakan kenaikan bertahap dalam kreatinin serum (lebih dari beberapa bulan atau tahun)
sebagai lawan peningkatan mendadak dalam serum kreatinin (beberapa hari minggu).
1.8 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasar adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasonografi, biopsy, dan pemeriksaan histopatologi
ginjal dapat menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila
LFG sudah menurun sampai 20-30 % dari normal, terapi terhadap penyakit dasar
sudah tidak banyak bermanfaat.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit ginjal kronis. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid ini antara
lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
c. Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
Factor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah :
o Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada
LFG < 60 ml / mnt, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein
tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg BB/hari, yang 0,35-0,50 gr
diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan
sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap
status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein
dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein
tidak disimpan dalam tubuh, tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain
yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein
yang mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion unorganik lain yang
diekskresikan juga melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein
pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengekibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan
metabolic yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein
akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lainnya
adalah asupan protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus
(intraglomerulus hyperfiltration) akan meningkatkan progresifitas pemburukan
fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan
asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.
Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah hiperfosfatemia.
o Terapi farmakologis.
Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan
nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Beberapa studi membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai
peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam
memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di samping
itu, sasaran terapi farmkologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Saat ini
diketahui secara luas bahwa proteinuria merupakan factor risiko terjadinya
pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan
proses pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE Inhibitor), melalui berbagai
studi terbukti dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi
lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting,
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkaiy dengan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang menifestasinya
sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi penggant tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritonia dialysis atau transplantasi ginjal.
1.9 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt) Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan LFG
normal
>90 -
2 Kerusakan ginjal dengan
penurunan LFG ringan
60-89 Tekanan darah mulai
↑
3 Kerusakan ginjal sedang dengan
penurunan LFG sedang
30-59 hiperfosfatemia
hipokalsemia
anemia
hiperparatiroid
hipertensi
hiperhomosistinemia
4 Kerusakan ginjal dengan
penurunan LFG berat
15-29 Malnutrisi
Asidosis metabolic
Cenderung
hiperkalemia
Dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 Gagal jantung
Uremia
1.10 Prognosis Penyakit Ginjal Kronik
Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis berdasarkan data epidemiologi telah
menunjukkan bahwa semua penyebab kematian (tingkat kematian secara keseluruhan)
meningkat sesuai dengan penurunan fungsi ginjalnya.3 Penyebab utama kematian pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler, dengan atau tanpa
ada kemajuan ke stage 5.3,4,5
Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa waktu dan
memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh.6,7 Transplantasi Ginjal
meningkatkan kelangsungan hidup pasien penyakit ginjal kronik stage 5 secara signifikan
bila dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya.8,9 Namun, transplasntasi ginjal ini terkait
dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat (akibat komplikasi dari operasi). Selain
transplantasi, intensitas yang tinggi dari home hemodialysis tinggi tampak terkait dengan
peningkatan ketahanan hidup dan kualitas hidup yang lebih besar, bila dibandingkan
dengan cara konvensional yaitu hemodialiasis dan dialysis peritonial yang dilakukan tiga
kali seminggu.10