case study series #61 february 2019 indonesia

32
CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA 2019

Upload: others

Post on 22-Apr-2022

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

CASE STUDY SERIES #61

FEBRUARY 2019

INDONESIA2019

Page 2: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Penulis:Yuliana KhongRachmadita Kusumastiti

Editor:Treviliana Eka Putri

Design dan Tata Letak:Naufal Alatas Radityasakti

1 Digital Indonesia 2019

Page 3: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

2Digital Indonesia 2019

PengantarEdisi khusus kali ini akan membahas tiga isu istimewa di tahun 2019 di dalam topik utama ‘Digital Indonesia’ yang meliputi ekonomi digital, keamanan siber, dan isu politik digital. Dalam edisi ini kami mendorong pembaca untuk melihat kembali isu-isu penting terkait masyarakat digital di Indonesia. Di tahun 2019, banyak aspek sosial-politik dan ekonomi nasional yang dipengaruhi oleh teknologi digital. Digitalisasi telah mempengaruhi industri media, tata kelola pemerintahan, perdagangan, sektor pekerja informal, perencanaan kota, penanggulangan bencana, kesehatan, pendidikan, agama, ekspresi seni dan budaya, dan lain-lain.1 Ekonomi digital Indonesia memiliki potensi yang luar biasa sebagaimana ditunjukkan oleh kemunculan Go-Jek dan Grab, perusahaan ride-sharing yang berhasil berkembang pesat dengan penggunaan smartphone secara luas. Di sisi lain, digitalisasi pada berbagai aspek juga menjadi fokus dari pemerintah Indonesia. Terkhusus di bidang ekonomi digital, presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia bercita-cita memiliki ‘1.000 technopreneurs’2 dan valuasi ekonomi digital senilai US$130 Milyar di tahun 2025.3

Dalam laporan terkini Google, Temasek, dan Bain Company berjudul e-Conomy SEA 2019, ekonomi digital Indonesia ditargetkan untuk bertumbuh hingga mencapai valuasi US$40 Milyar di akhir tahun 2019.4 Lebih lanjut, menurut studi Lembaga Demografi, di tahun 2018, unicorn pertama Indonesia: Go-Jek, telah berkontribusi sebesar Rp44,2 Triliun atau sedikitnya US$ 3 Milyar bagi perekonomian.5 Pada tahun 2019, Go-Jek juga dinominasikan sebagai perusahaan decacorn pertama dari Indonesia, membuat Indonesia menjadi negara kedua yang memiliki representasi decacorn dari Asia Tenggara setelah Grab. Beberapa startup lain yakni Traveloka, Tokopedia, bukalapak, dan Ovo pun telah mendapatkan predikat unicorn.6 Indonesia juga terlibat dalam misi khusus pembangunan daerah tertinggal sebagaimana negara-negara Asia Tenggara lain. Hal ini dibuktikan dengan inisiasi Palapa Ring yang dimulai di tahun 2008 yang kini di tahun 2019 manfaatnya sudah dirasakan penduduk di wilayah bagian timur Indonesia. Saat ini, Indonesia berambisi untuk memasang tulang punggung infrastruktur internet berupa 6.878 kilometer kabel fiber optik yang menghubungkan setidaknya 35 desa dan 16 kecamatan di tiap kota hingga ke wilayah

Page 4: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

paling timur Indonesia.7 Jaringan ini diharapkan dapat memperluas akses internet dan menurunkan biaya bagi internet dan telekomunikasi.8 Sejalan dengan pembaharuan infrastruktur teknologi, Indonesia juga menunjukkan antusiasme dalam mendukung pengembangan startup digital. Program ini telah diinisiasi sejak 2016 dengan tujuan mewujudkan 1000 startup berkualitas di Indonesia. Melalui perbaikan infrastruktur tersebut, Indonesia berusaha untuk mengakomodasi usaha mikro, kecil, dan menengah di daerah-daerah terpencil.9

Meski demikian, dibalik kilau pencapaian teknologi dan potensi luar biasa dari ekonomi digital, Indonesia menghadapi masalah yang tidak kalah besar. Salah satu contoh ancaman adalah ketika terjadi beberapa gangguan serangan siber menjelang pemilihan presiden 2019. Mulai dari penyebaran hoaks, ancaman siber, peretasan data, hingga segregasi masyarakat di media sosial. Indonesia masih merumuskan rencana atas pengelolaan keamanan data di tahun 2019. Platform digital tidak jarang digunakan sebagai sarana organisasional protes massa yang menjadi sinyal instabilitas demokrasi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi digital pun masih terus menemui kendala dari ancaman siber dan keamanan data pribadi pengguna. Sejalan dengan

menjamurnya platform economy dan kenyamanannya baik bagi pengguna maupun pekerja yang memanfaatkan

platform (gig worker), model ekonomi yang notabene baru ini mengindikasikan

beberapa tantangan yang belum pernah ditemui sebelumnya utamanya terkait isu perlindungan pekerja dan aspek keadilan

ketenagakerjaan secara umum. Case Study ini akan membahas tentang

tren digital, keamanan siber, dan isu terkait politik digital sepanjang tahun 2019.

3 Digital Indonesia 2019

Page 5: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Di era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan luasnya implementasi teknologi di kehidupan sehari-hari,juga turut memberikan implikasi pada sektor ekonomi, yang marak disebut sebagai ekonomi digital. Ekonomi digital secara sederhana dapat dipahami sebagai pergeseran transaksi ekonomi dari bentuk fisik ke bentuk virtual atau pun sebagai serangkaian aktivitas ekonomi yang dihasilkan dari konektivitas daring di antara masyarakat, pelaku usaha, perangkat, data, dan proses yang mengikutinya.10 Ekonomi digital juga dikaitkan dengan definisi ekonomi berbagi (sharing economy) yang menekankan pada penggunaan internet untuk memfasilitasi transaksi peer-to-peer (p2p) yang secara tidak langsung menggeser peran korporasi-terpusat dalam transaksi ekonomi sehari-hari.11 Digitalisasi dalam aktivitas ekonomi diklaim dapat membawa perekonomian pada babak baru dimana pergesekan pasar (market friction) dan inefisiensi yang melekat pada ciri-ciri pasar fisik dapat ditiadakan sehingga pasar menjadi lebih terbuka dan transaksi berlangsung secara lebih efisien. Ekonomi digital tidak hanya memiliki manfaat yang signifikan bagi masyarakat, tetapi juga dampak yang terkadang tidak terduga,12 salah satunya adalah dampak negatif yang mungkin diakibatkan dari bentuk sistem kerja yang baru.

Ekonomi digital berkembang cukup pesat di Indonesia. Hal ini didukung oleh beberapa faktor mulai dari luasnya penetrasi internet hingga sambutan hangat dari generasi yang tidak segan menerima perubahan berupa sentuhan teknologi. Generasi ini memercayai bahwa teknologi dapat mendorong penciptaan aktivitas ekonomi yang lebih nyaman, efektif, dan efisien. Pada bulan Juni 2019, Indonesia menduduki peringkat keempat dunia dalam jumlah pengguna internet yakni sebanyak 171.260.000 pengguna dari 269.536.482 jiwa populasi Indonesia.13 Akses ke internet paling banyak dilakukan melalui smartphone dengan estimasi persentase penetrasi sebesar 47,6% dari populasi.14

4Digital Indonesia 2019

Digitalisasi EkonomiIndonesia 2019

Page 6: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Perkembangan ekonomi digital di Indonesia pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Survei yang dilakukan oleh Google Temasek mencatat Indonesia sebagai negara dengan ekonomi berbasis digital yang paling berkembang se-Asia Tenggara dengan valuasi USD 27 Milyar di tahun 2018 dan diproyeksikan akan tumbuh hingga mencapai angka USD 100 Milyar di tahun 2025. Proyeksi pertumbuhan tersebut didasarkan pada Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 49% dari tahun 2015 hingga 2018. Valuasi ekonomi digital Indonesia melampaui negara lain seperti Thailand (USD 12 Billion, CAGR 27%), Vietnam (USD 9 Billion, CAGR 38%), dan Malaysia (USD 8 Billion, CAGR 19%).15 Pencapaian ini tidak bisa dilepaskan dari jumlah pengguna internet Indonesia yang terbanyak di Asia Tenggara yakni 150 juta pengguna di tahun 2018 (Hootsuite, 2019).

5 Digital Indonesia 2019

China

India

United States

Indonesia

Brazil

Nigeria

Japan

Russia

Bangladesh

Mexico

Germany

Philippines

Turkey

Vietnam

United Kingdom

Iran

France

Thailand

Italy

Egypt

854

560

292

171

149

123

118

116

96

88

79

79

69

68

63

62

60

57

54

49

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Million of Users500 550 600 650 700 750 800 850 900 950

Top 20 Internet Countries 2019with the Highest Number of Internet Users

Gambar 1. 20 Negara dengan Pengguna Internet Terbanyak di DuniaSumber: Internet World Stats

Page 7: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Tulisan ini akan mengulas perjalanan ekonomi digital di Indonesia di tahun 2019. Ulasan akan meliputi pembacaan tren, sorotan pada isu menarik, dan identifikasi atas dampak dari ekonomi digital bagi masyarakat Indonesia. Selain melihat relasi pasar dan masyarakat, tulisan ini juga melihat peranan pemerintah dan kebijakannya di bidang ekonomi digital. Tren dan isu-isu tersebut kemudian dapat menjadi basis terhadap perumusan rekomendasi bagi kebijakan terkait ekonomi digital di masa mendatang.

Secara global, tren perkembangan ekonomi digital memiliki pola yang hampir sama. Digitalisasi ekonomi dimulai dengan hadirnya e-commerce sebagai permulaan koversi pasar dari bentuk fisik ke bentuk virtual, selanjutnya dikatalisasi oleh kemunculan layanan on demand (ride-sharing, food delivery, dll) yang membantu kehidupan sehari-hari, hingga terakhir ekonomi digital mengonversi uang selaku alat tukar dari bentuk tunai ke bentuk digital khususnya dengan hadirnya teknologi finansial (fintech). Teknologi finansial diklaim mampu menyediakan akses lebih baik pada layanan keuangan baik dalam bentuk pembayaran, pembiayaan, maupun pinjaman secara lebih mudah dan inklusif. Untuk dapat memanfaatkan teknologi finansial, seseorang wajib mengunggah identitas diri asli dengan tujuan agar transaksi daring terjadi secara bertanggungjawab sebagaimana transaksi non-daring.

Kilas Balik Ekonomi Digital Indonesia 2019

6Digital Indonesia 2019

SEA Internet Economy Market Size (GMV, $B)

Gambar 2. Tingkat Pertumbuhan Pasar Ekonomi Digital di Negara-negara Asia Tenggara

8B

27B

100B

5B8B

21B

2B5B

21B

7B10B

22B

6B12B

43B

3B

35%

25%

27%

22%

16%30%

25%

19%

16%

49%

28%

13%

9B

33B

Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand Vietnam

2015 2018 2025 CAGR

Page 8: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Ekonomi digital tidak dipungkiri telah menjadi bagian dari gaya hidup dari digital native yang meliputi hampir setengah populasi penduduk Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia kini mulai bergantung pada penggunaan internet dalam aktivitas kesehariannya, mulai dari bersosialisasi, berbelanja, transportasi, hingga urusan keuangan. Ekonomi digital sejauh ini berdampak positif pada produktivitas, efisiensi, inklusifitas, dan inovasi perekonomian. Produktivitas dan efisiensi merupakan prinsip dasar bagi segala inovasi bidang ekonomi digital. Adapun inklusivitas adalah implikasi dari terbukanya akses dan kesetaraan kesempatan secara lebih luas dengan bantuan teknologi informasi.

Inklusi di bidang perdagangan ditunjukkan oleh hadirnya BukaLapak, sebuah startup di bidang e-commerce yang juga merupakan salah satu startup unicorn asal Indonesia. BukaLapak menyediakan akses bagi siapapun yang ingin menjual barang secara daring. Secara spesifik, BukaLapak memfokuskan platformnya untuk mendorong para pelapak yang notabene pelaku UMKM dengan memberikan berbagai pelatihan dalam bentuk pemberdayaan berbasis komunitas untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing pelapak. BukaLapak juga membawa toko kelontong naik kelas dengan mengintegrasikan toko kelontong pada sistem dengan tujuan untuk meraih efisiensi dan efektifitas rantai pasok serta ekstensifikasi layanan warung demi kepuasan pelanggan.

Inklusi lainnya ditunjukkan di bidang pembiayaan melalui inovasi Amartha, sebuah perusahaan teknologi finansial (fintech) yang menyediakan layanan peminjaman antar-kelompok (peer-to-peer lending). Layanan Amartha berfokus pada pengembangan usaha mikro di daerah pedesaan dimana notabene mayoritas penduduknya sulit mengakses layanan perbankan baik karena alasan administratif maupun infrastruktur. Amartha bekerja dengan mengirim agen yang sekaligus menjadi pendamping komunitas pelaku usaha mikro yang mendapatkan pinjaman dari Amartha. Angsuran pelunasan pinjaman dilakukan melalui pertemuan rutin mingguan antara agen dan komunitas. Akses yang diberikan Amartha telah mengeliminasi sekat pembiayaan yang sebelumnya hanya bisa diberikan oleh bank. Dalam riset kolaborasi Amartha dengan CfDS Fisipol UGM berjudul “Peran Amartha dalam Meningkatkan Kesejahteraan Perempuan di Pedesaan”16, Amartha terbukti berhasil meningkatkan kesejahteraan hidup mitra mereka, khususnya para perempuan pengusaha mikro di pedesaan ditunjukkan dengan data kenaikan pendapatan mereka hingga melebihi Upah Minimum Regional (UMR) setempat.

7 Digital Indonesia 2019

Page 9: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Bergeser ke digitalisasi di masyarakat urban, digital banking pada tahun ini mulai digemari dan menjadi tren dalam pengelolaan keuangan generasi millenial. Digital banking merupakan inovasi perbankan yang ditawarkan dengan meminimalkan peran pihak ke-tiga dalam berbagai aktivitas perbankan. Sebelum hadirnya digital banking, nasabah akan sangat tergantung pada keberadaan Kantor Cabang sebuah Bank untuk mengetahui berbagai variasi layanan dan mendapatkannya dengan dibantu petugas bank. Digital banking memberikan keleluasaan bagi nasabah untuk menentukan pola manajemen keuangan mereka. Di antara penyedia digital banking adalah Jenius dari BTPN. Untuk membuka rekening Jenius, nasabah hanya perlu mengisi formulir secara daring, mengunggah kartu identitas asli, dan melakukan verifikasi dengan pilihan secara daring melalui video call atau mendatangi booth Jenius yang tersebar di pusat perbelanjaan. Keuntungan yang didapatkan dari kepemilikan akun rekening Jenius pun beragam, mulai dari pilihan pola simpanan dan deposito, kartu kredit virtual, penukaran mata uang asing, integrasi dengan e-wallet, pembelian pulsa, hingga pembayaran tagihan. Meski demikian, transaksi yang dilakukan bukan tanpa resiko. Melalui riset Studi Kasus CfDS Fisipol UGM berjudul “Kolaborasi Pentahelix dalam Perlindungan Data Pengguna Layanan E-Commerce dan Perbankan Digital di Indonesia”17, kerjasama antara pemerintah (Government), penyedia jasa layanan e-commerce dan perbankan digital (Companies), akademisi (Academicians), komunitas (Community), dan pengguna layanan e-commerce dan perbankan digital (Users) diperlukan untuk menghadirkan ekosistem ekonomi digital yang aman dan nyaman demi kelancaran transaksi ekonomi digital.

8Digital Indonesia 2019

Page 10: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Selain keuangan, masyarakat urban pun telah bergantung pada digitalisasi layanan transportasi untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari. Kebutuhan ini dipenuhi oleh hadirnya layanan ride-sharing yang menawarkan efisiensi waktu dan keterjangkauan harga dibanding layanan transportasi on-demand konvensional yang dilakukan secara non-daring. Adalah Gojek dan Grab, dua aplikasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Selain ride-sharing, kedua aplikasi tersebut juga menawarkan layanan berupa food delivery, pengantaran barang, hingga pemesanan tiket bioskop. Kedua startup unicorn18 tersebut mengadopsi konsep sharing economy dalam bisnis mereka. Platform berperan sebagai perantara/intermediary antara supply (mitra) dan demand (pelanggan). Kehadiran platform turut membantu pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang yang bergabung menjadi mitra mereka.

Setelah euphoria disrupsi layanan transportasi menjadi status quo dan platform berhasil memenangkan hati masyarakat sekaligus pemerintah karena inovasinya, isu ketenagakerjaan atas mitra mulai muncul. Euphoria atas gig economy terjadi di seluruh dunia dan diklaim berhasil menggeser korporasi-terpusat dengan semangat berbagi. Sayangnya, meski inovasi mereka memiliki manfaat yang tidak terbantahkan bagi orang banyak, pertanyaan atas isu keadilan dalam pekerjaan mitra tidak bisa dihindarkan. Pekerjaan seorang “mitra” notabene adalah bentuk pekerjaan baru. Klasifikasi pekerjaan sebagai wirausaha (entrepreneur) rasanya kurang tepat karena mereka terikat aturan main dari platform, adapun klasifikasi sebagai karyawan (employment) juga jauh dari konsep pekerjaan mereka yang fleksibel dalam hal waktu dan pendapatan. Klasifikasi ambigu yang tidak pula dijawab oleh regulasi berimplikasi

pada kerentanan pekerjaan mereka. Seorang mitra hingga saat ini belum mempunyai payung hukum yang dapat melindungi mereka dari

kerawanan seperti kecelakaan kerja, pelecehan, eksploitasi hingga kesewenangan platform dalam merubah aturan main. Pada titik ini lah pemerintah harus mengambil

peran. Pemerintah diharapkan mampu menghadirkan kajian atas fenomena ketenagakerjaan

yang notabene baru ini, untuk kemudian memposisikan masing-masing aktor secara berimbang berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing yang

diatur melalui regulasi.

9 Digital Indonesia 2019

Page 11: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Pemerintah adalah aktor yang berfungsi menjaga stabilitas perekonomian.19 Fungsi ini dilakukan utamanya melalui perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Dalam hal digital ekonomi, nampaknya pemerintah belum banyak memberikan gebrakan pada regulasi atau kebijakan. Meski demikian, pemerintah menunjukkan dukungannya pada pengembangan ekonomi digital melalui program maupun argumentasi aktor kebijakan. Di antara program yang menjadi andalan pemerintah adalah 1000 Startups Digital20 , Petani dan Nelayan Go Online21, Digital Talent Scholarship22, dan lain-lain. Selain itu, pemerintah juga menunjukkan keberpihakannya pada keberhasilan startup dalam negeri hingga meraih predikat unicorn bahkan decacorn23. Hingga saat ini, Indonesia tercatat telah memiliki lima unicorn yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan Ovo. Indonesia patut berbangga atas prestasi ini namun baiknya hal ini juga menjadi pemicu untuk memperbaiki ekosistem ekonomi digital ke depan, khususnya pada aspek sumber daya manusia dan investasi.24 Berikut adalah salah satu ilustrasi dari laporan riset Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) yang berjudul Mapping & Database Startup Indonesia 2018. Melalui laporan tersebut, diketahui bahwa Pemodalan (38,82%) dan SDM (29,41%) merupakan dua permasalahan utama bagi perkembangan startup di Indonesia.

Peran Pemerintah dalam Ekonomi Digital

10Digital Indonesia 2019

Gambar 3. Problem Utama yang Dihadapi dalam Perkembangan Startup di Indonesia25

Problem Utama yang Dihadapi StartUp

Modal 38,82%

Market 7,94%Fasilitas 15,00%

Regulasi danUndang-Undang

8,82%

SDM 29,41%

Page 12: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Lebih lanjut, para pegiat startup menaruh harapan pada pemerintah untuk lebih memperhatikan beberapa aspek yang dapat menunjang pertumbuhan mereka, yakni Modal (44,32%), Fasilitas (20,45%), Regulasi dan Undang-undang (16,48%), Market (10,80%), dan terakhir SDM (8,52%).

Digitalisasi Ekonomi merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan di era revolusi industri. Manfaat yang paling nyata dari ekonomi digital adalah inklusivitas yang membuka kesempatan bagi setiap orang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Ekonomi digital di Indonesia masih akan terus bertumbuh dan terdapat peluang yang besar bagi Indonesia untuk bersaing secara global. SDM yang dimiliki Indonesia cukup potensial dengan banyaknya populasi generasi millennial yang melek digital dan adanya bonus demografi di tahun 2030 mendatang. Tugas pemerintah adalah mendorong generasi ini memaksimalkan potensi mereka melalui fasilitasi pendidikan dan sarana pengembangan kreativitas.

Untuk menjadi negara yang siap bersaing di bidang ekonomi digital, terdapat beberapa tantangan yang masih harus dihadapi oleh Indonesia. Di antara tantangan tersebut adalah di antaranya: Pertama, dibutuhkanpemerataan infrastruktur digital yang meliputi kualitas koneksi dan kecepatan internet dan pemerataan fasilitas

Kesimpulan: Peluang, Tantangan,dan Rekomendasi ke Depan

11 Digital Indonesia 2019

Gambar 4. Ekspektasi Pegiat dan Pelaku Startup Terhadap Pemerintah Indonesia26

Ekspektasi Terhadap Pemerintah

SDM 8,52%Fasilitas 20,45%

Modal 44,32%

Market 10,80%Regulasi dan

Undang-Undang16,48%

Page 13: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

pengembangan digitalisasi unit-unit usaha. Kedua, masih terdapat kesenjangan pengetahuan dan sumber daya manusia yang masih ditemukan dengan banyaknya keluhan digital divide dimana tidak semua orang mampu mengakses dan merasakan inovasi yang ditawarkan ekonomi digital, khususnya generasi tua. Ketiga, dalam hal ketenagakerjaan, gig economy juga menghadirkan tantangan atas keadilan kerja (fair-work) bagi pekerja yang menjadi mitra. Bagi pegiat ekonomi digital, kerja keras untuk meraih kejayaan Indonesia di bidang ekonomi digital adalah sebuah keniscayaan, namun ada baiknya kita tidak melupakan hakikat dari ekonomi itu sendiri yang hadir untuk mewujudkan kesejahteraan. Ekonomi digital baiknya tidak hanya diukur dari valuasi dan peringkat saja, tetapi juga well-being dari sumber daya manusia. Akan lebih baik apabila pertumbuhan pesat ekonomi digital di Indonesia diiringi dengan peningkatan kualitas hidup manusia I.

Ke depannya, pemerintah diharapkan dapat menjawab tantangan-tantangan tersebut melalui serangkaian kebijakan yang berpihak pada pembangunan ekonomi digital. Untuk meningkatkan performa ekonomi digital, terdapat setidaknya tiga struktur dan lapisan yang harus disiapkan pemerintah. Pertama, pemerintah perlu membangun fondasi berupa infrastruktur meliputi konektivitas, pendidikan, dan digitalisasi usaha. Selanjutnya, fondasi tersebut perlu dikuatkan dengan pengelolaan data yang baik dengan mengutamakan privasi data, keamanan siber, dan sinergi kepemilikan data. Ketika dua aspek tersebut terpenuhi, pada akhirnya masyarakat akan lebih bersemangat dalam meramaikan ekonomi digital dengan membangun aspek ketiga, yakni mulai membangun perusahaan rintisan atau start-up, menghidupkan industri kreatif melalui pembuatan konten digital, dan melakukan aktivitas ekonomi digital dengan rasa aman.

12Digital Indonesia 2019

Gambar 5. Tiga Lapisan Ekonomi Digital (Analysis Mason 2019)27

DigitalServices

Data

Infrastructure

Foundational digital services (biometrics,digital-ID, digital records)

Digital payments

Creative content industry

Digital start-ups

Cross-border data flows

Cybersecurity

Data Privacy

Connectivity

Digital education

Business digitalisation

Page 14: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Pada bagian ini, kita akan diajak untuk menengok kembali Digital Indonesia 2019 dalam konteks keamanan siber yang secara khusus memaparkan apa saja yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam menghadapi ancaman-ancaman baru berkaitan dengan keamanan siber dalam kurun waktu setahun ini. Juga membahas kasus-kasus beserta penangan keamanan siber dalam ranah ekonomi digital dan financial technology (fintech) dan akan ditutup dengan kesimpulan dan prediksi kedepan.

Pengguna internet di Indonesia saat ini sejumlah 143,26 juta jiwa, dimana angka tersebut sebanding dengan 54,68 persen jumlah penduduk keseluruhan. Jumlah ini juga diprediksikan akan mengalami tren positif kenaikan sebanyak 8% setiap tahunnya.28 Namun tingginya penetrasi pengguna internet di Indonesia turut berkorelasi dengan tingginya tingkat resiko kejahatan kriminal siber yang marak dilakukan melalui e-commerce29 Dalam kurun waktu Januari sampai Agustus 2019 misalnya, Polri telah mencatat 3.429 kasus kejahatan. Disamping itu kejahatan siber lainnya yang juga marak terjadi adalah yang berhubungan dengan keamanan data pribadi menyasar data kependudukan. Tentu kita masih ingat dengan isu kebocoran data pribadi NIK dan KK dalam proses registrasi kartu SIM di Indonesia30, belum lagi insiden kebocoran data pengguna Facebook Indonesia pada kasus Cambridge Analytica, membuat atensi terhadap perlindungan data pribadi semakin meningkat.31

Paska insiden Cambridge Analytica yang juga berdampak pada pengguna dari Indonesia, dorongan berbagai kalangan masyarakat kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) juga semakin kuat. Lantas bagaimana kapasitas pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman-ancaman baru dalam keamanan siber terutama selama tahun 2019 ini? Peraturan yang secara eksplisit mengatur tentang perlindungan data pribadi saat ini berada pada level peraturan menteri, yakni melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem

Keamanan Siber dalam Digital Indonesia 2019

Darurat Aturan Keamanan Siber:Perlukah Indonesia memilikiKementerian Digital?

13 Digital Indonesia 2019

Page 15: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Elektronik (Permenkominfo PDPSE), yang merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Dalam konteks digital, pengaturan terkait dengan data pribadi dipayungi oleh UU ITE yang hanya terdapat dalam 1 pasal, yakni pasal 26, yang menyatakan bahwa pengguna informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan32, namun UU ITE tidak memberikan definisi mengenai apa yang disebut sebagai data pribadi.33 Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap data pribadi adalah Undang-Undang informasi dan Transaksi Elektronik 2008 dan pembaharuannya pada 2016.34 Namun, peraturan ini dianggap belum dapat menjadi pelindung yang efektif karena masih belum adanya mekanisme transparansi pengumpulan, penggunaan, pengolahan, ataupun perpindahan data individu.35

Salah satu Peraturan Undang-undang yang menjadi sorotan selama tahun 2019 adalah isu RUU Perlindungan Data Pribadi yang telah disahkan Naskah Akademiknya sejak tahun 2015. RUU ini masuk dalam program legislasi Nasional pada tahun 2019, namun sayangnya pengesahan RUU ini harus ditunda sampai tahun depan. RUU ini kemudian harus masuk dalam Prolegnas tahun 2020. Selain RUU PDP, RUU Keamanan dan Pertahanan Siber juga diajukan sebagai Prolegnas untuk tahun 2020. UU PDP terus didesak karena akan menjadi dasar hukum yang penting untuk meregulasi pertukaran data yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan saat ini. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), UU PDP akan dapat mengatur data apa saja yang dapat mempertukarkan oleh perusahaan dan bagaimana perusahaan dapat mempertukarkan data pribadi pengguna layanannya.

14Digital Indonesia 2019

Page 16: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Salah satu Peraturan Undang-undang yang menjadi sorotan selama tahun 2019 adalah isu RUU Perlindungan Data Pribadi yang telah disahkan Naskah Akademiknya sejak tahun 2015.36 RUU ini masuk dalam program legislasi Nasional pada tahun 2019, namun sayangnya pengesahan RUU ini harus ditunda sampai tahun depan. RUU ini kemudian harus masuk dalam Prolegnas tahun 2020.37 Selain RUU PDP, RUU Keamanan dan Pertahanan Siber juga diajukan sebagai Prolegnas untuk tahun 2020. UU PDP terus didesak karena akan menjadi dasar hukum yang penting untuk meregulasi pertukaran data yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan saat ini. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), UU PDP akan dapat mengatur data apa saja yang dapat mempertukarkan oleh perusahaan dan bagaimana perusahaan dapat mempertukarkan data pribadi pengguna layanannya.38

Pada tahun 2019 pemerintah dinilai telah lebih serius dalam melakukan inovasi infrastruktur pendukung internet yang ditunjukkan dengan pembangunan infrastruktur internet Palapa Ring untuk meratakan jaringan di seluruh daerah Indonesia. Sayangnya, inovasi infrastruktur ini belum dimanfaatkan dengan baik, masyarakat Indonesia dinilai hanya menggunakan layanan internet secara terbatas, masyarakat Indonesia baru mulai mengenal penggunaan sosial media seperti facebook, Instagram dan Youtube juga platform jual-beli berbasis online, transportasi on demand berbasis online, perbankan digital dan lain-lain. Diharapkan dengan pemerataan akses internet melalui teknologi yang semakin terjangkau dan infrastruktur yang merata juga didukung oleh literasi digital agar teknologi dapat dimanfaatkan secara positif.

15 Digital Indonesia 2019

Page 17: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Selain peningkatan pada pembangunan infrastruktur dan literasi digital CfDS, dalam salah satu paparan riset DigiTimes dengan judul Kementerian Digital memberikan pembahasan terkait pentingnya dibentuk kementerian bidang

digital di Indonesia dengan studi kasus beberapa negara di dunia yang sudah mendirikan lembaga atau kementerian khusus yang menaungi urusan digital.39 Pembangunan lembaga atau kementerian digital di Indonesia dapat mensinergikan rencana strategis masing-masing kementerian, yang saat ini masih dilakukan berdasarkan inisiatif dari

masing-masing pihak tersebut. Strategi-strategi transformasi digital dinilai belum disertai dengan visi dan misi yang tersinergi dan dikelola dalam sebuah badan yang memastikan dijalankannya visi dan misi tersebut. Dengan adanya Kementerian Digital pula, pemerintah dapat mendorong ekosistem digital Indonesia yang aman bagi semua.40

Menurut pemaparan Komisaris Besar (Kombes) Bareskrim Polri Ricky pada Convention on Cybersecurity 2018 yang diadakan oleh CfDS UGM, terdapat tiga bentuk kejahatan siber yang paling marak dilakukan di Indonesia, yaitu hate speech; kejahatan siber yang berhubungan dengan finansial, seperti akses ilegal, penipuan dan peretasan email perusahaan; dan kejahatan yang berhubungan dengan financial technology (fintech).41 Untuk tahun 2019, data dari We Are Social menyebutkan bahwa setidaknya 86% dari total pengguna internet di Indonesia pernah melakukan pembelian produk atau jasa secara daring.42 Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya angka pengguna internet di Indonesia. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dan gaya hidup digital ini juga dibarengi dengan maraknya kasus kejahatan siber dengan kasus penipuan di e-commerce. Sampai akhir tahun 2019 ini juga Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah preventif untuk menanggulangi masalah kejahatan siber.

Keamanan Siber Ekonomi Digital dan Fintech:Pentingnya Kolaborasi Multistakeholder

16Digital Indonesia 2019

Page 18: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Studi Kasus CfDS yang berjudul Kolaborasi Pentahelix dalam Perlindungan Data Pengguna Layanan E-Commerce dan Perbankan Digital di Indonesia,43 secara khusus berupaya menganalisis pendekatan terhadap perlindungan data pribadi yang efektif guna menghindari kejahatan siber. Menggunakan metode studi literatur, studi ini berargumen bahwa kolaborasi pentahelix, yakni kolaborasi dari Pemerintah, Penyedia Jasa Layanan e-commerce dan perbankan digital, Akademisi, Komunitas, dan pengguna layanan e-commerce dan perbankan digital penting dalam pengupayaan perlindungan data. Kolaborasi ini dianggap penting karena setiap aktor memiliki peranan khusus dalam perlindungan data pengguna, namun disisi lain tiap aktor ini juga memiliki keterbatasan. Kolaborasi ternyata tidak hanya dianggap penting dalam kasus perlindungan data konsumen, namun juga dalam hal perumusan Undang-Undang. Sedangkan dalam DigiTimes CfDS yang berjudul Strategi Keamanan Siber Indonesia, Rekomendasi Rencana Aksi dan Implementasi,44 dijelaskan bahwa untuk menanggulangi ancaman-ancaman baru dalam keamanan siber diperlukan kerjasama antar lembaga, yang sayangnya masih belum terjalin dengan baik. Belum adanya alur regulasi koordinasi yang jelas antar institusi dan antar sektor dianggap sebagai penyebab lemahnya kerjasama tersebut. Digarisbawahi secara khusus juga bahwa tantangan terbesar adalah dari logika pemerintah Indonesia yang birokratik, minimnya tenaga ahli di bidang keamanan siber, dan kapasitas infrastruktur yang masih terbatas. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) disatu sisi dianggap sebagai sebuah respon positif dari pemerintah dalam memenuhi pilar organisasional yang dicetuskan oleh ITU dianggap tidak cukup untuk memiliki sebuah framework keamanan siber yang efektif di mana dibutuhkan kecakapan SDM, kerjasama dan koordinasi yang harmonis antarlembaga, regulasi hukum yang jelas, serta perangkat teknologi yang mumpuni. Di samping itu, BSSN juga dianggap sebagai lembaga superbody yang memiliki kewenangan terlalu besar karena merupakan satu-satunya pihak yang menyusun da�ar infrastruktu kritikal tanpa melibatkan multistakeholder.45 CfDS dalam DigiTimes berjudul Strategi Keamanan Siber Indonesia46 berupaya untuk memberikan rekomendasi empat sektor utama yang dinilai memiliki peranan penting dalam pelaksanaan kerangka keamanan siber di Indonesia, yaitu sektor akademik, bisnis, pemerintah, dan juga komunitas masyarakat. Kerjasama multistakeholder ini dianggap sebagai syarat mutlak bagi tercapainya tujuan utama keamanan siber nasional Indonesia. Diharapkan juga bahwa dengan adanya koordinasi antar institusi dan antar sektor di bawah payung BSSN dapat menghindarkan dari kemungkinan terjadinya tumpang tindih.

17 Digital Indonesia 2019

Page 19: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Klasifikasi data diperlukan untuk memudahkan birokrasi, melindungi data pribadi dari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan mengurangi biaya pemeliharaan database nasional. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memiliki empat target berkaitan dengan klasifikasi data. Pertama untuk membantu startup atau entitas bisnis untuk melakukan pengorganisasian data. Kedua, untuk menumbuhkan iklim investasi, khususnya di dunia ekonomi digital yang lebih positif. Ketiga, adalah implementasi Cloud First Policy, dengan memanfaatkan komputasi awan guna mengurangi penggunaan data center fisik,47 sehingga data-data akan tersimpan di Awan dan terkoneksi pada internet. Sehingga, komputasi awan berpotensi untuk melakukan revolusi di dunia ekonomi digital, maka klasifikasi data diperlukan sebelum mengembangkan komputasi awan, jika tidak adanya klasifikasi data maka dikhawatirkan akan munculnya masalah keamanan data. Dengan adanya klasifikasi data yang baik juga akan membantu terbentuknya pemerintahan yang transparan dan aksesibel, dengan adanya hirarki data yang mumpuni juga dapat terhindarkan dari kecolongan data.48 ISO 27001 juga dapat dijadikan sebagai standar untuk pengamanan sistem data pribadi pengguna. Sayangnya, sampai tahun 2019, dari ratusan fintech di Indonesia, baru beberapa yang tercatat telah mendapatkan sertifikasi ISO 27001. Beberapa Fintech tersebut seperti: PrivyID, Crowdo, Modalku, Akseleran, Esta, Tamasia, Modal Rakyat, Finmas, Uang Teman, Cash Wagon, dan Amartha.49

Sejauh Mana Keseriusan Sektor Bisnisdalam Klasifikasi Data danpenerapan ISO27001?

18Digital Indonesia 2019

Page 20: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Selama tahun 2019, Indonesia mengalami fase perkembangan teknologi yang signifikan dalam mendigitalisasikan ranah ekonomi yang turut mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia dalam berkonsumsi. Sayangnya, perkembangan ini tidak didukung oleh perlindungan hukum yang mumpuni. Logika birokratik dari pemerintah Indonesia dan konflik kepentingan dari masing-masing sektor dianggap sebagai penyebab lambannya pengesahan Undang-Undang protokol terkait dengan perlindungan siber, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan data pengguna dan keamanan transaksi. Walaupun pemerintah dinilai telah menunjukkan keseriusan dalam pengesahan RUU perlindungan data tahun depan, dibentuknya kementerian digital Indonesia juga dinilai sebagai salah satu strategi kedepan yang dapat dilakukan untuk mensinergikan rencana strategis yang selama ini masih tumpang tindih antar kementerian. Perkembangan teknologi tentu juga seharusnya berbarengan dengan perlindungan hukum yang baik dan kerjasama antar sektor. Kolaborasi dari Pemerintah, Penyedia Jasa Layanan e-commerce dan perbankan digital, Akademisi, Komunitas, dan pengguna layanan e-commerce dan perbankan digital merupakan sebuah hal yang penting, untuk dapat mewujudkan perumusan kebijakan yang lebih baik dalam membangun ekosistem siber yang aman bagi setiap penggunanya.

Keamanan Siber Digital Ekonomi Indonesia 2019:Kurangnya perlindungan hukum dankerjasama multistakeholder

19 Digital Indonesia 2019

Page 21: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Penggunaan media sosial dunia yang mengalami peningkatan cukup pesat membuat kita tidak lagi bisa melihat media sosial hanya sebagai medium komunikasi tetapi juga sebagai alat untuk mempengaruhi persepsi dan perilaku publik pada fenomena tertentu, atau bahkan lebih parahnya lagi menurut Manduric (2016) sebagai alat untuk ‘perang informasi’ atau information walfare.50 Tentunya kita masih ingat skandal Facebook yang menjual data pribadi pengguna kepada Cambridge Analytica yang kemudian dimanfaatkan dalam pemilu Presiden Amerika Serikat yang memenangkan Trump pada tahun 2016 dan Referendum Brexit di UK. Pemanfaatan media sosial sebagai medium untuk kemenangan politik sukses dilakukan oleh Joko Widodo sejak pemilihan bahkan sejak pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2012 silam untuk memproduksi citra positif dan menjaring suara-suara pemilih muda yang dianggap melek teknologi. Dari perspektif politik dan pemerintahan, bab ini juga akan melihat bagaimana kelompok oligarki dan elit politik juga memanfaatkan media sosial dan penyedia platform untuk menyuarakan kepentingan mereka.

Dinamika Politik Nasional dalamDigital Indonesia 2019

Serupa dengan pemilihan presiden tahun 2014 yang diramaikan oleh isu hoaks kebohongan, dan disinformasi di media sosial untuk menurunkan integritas dan kredibilitas pasangan calon, pemilu presiden tahun 2019 dianggap yang terburuk karena membawa ancaman yang cukup mencoreng demokrasi Indonesia.51

Tagar Politik Selama tahun 2019:Penyebaran Hoaks hingga Aktivisme

20Digital Indonesia 2019

#HASHTAH

#HASHTAG#HASHTAG#HASHTAG

#HASHTAG

Page 22: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Salah satunya adalah gangguan siber menjelang dan setelah pemilihan presiden 2019. Gangguan siber ini termanifestasi, mulai dari peretasan data hingga polarisasi masyarakat di media sosial. Sejak masa kampanye, hoaks atau berita bohong sengaja diciptakan untuk menyerang kedua pasangan calon. Beberapa kasus hoaks yang beredar misalnya hoaks kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet, hoaks akan adanya 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok, hoaks terkait afiliasi Presiden Joko Widodo dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan sebagainya.52 Belum lagi perang tagar yang dilakukan oleh warganet di media sosial seperti Twitter, Facebook dan Instagram, kita tentu masih ingat beberapa tagar yang sempat mendominasi seperti #2019GantiPresiden, #jenderalkardus, #SaveTampangBoyolali, #EkonomiGenderuwo, dan banyak lagi.

Keberadaan media sosial yang relatif lebih terjangkau dan hanya dalam genggaman membuat komunikasi dapat dilakukan tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Komunikasi dapat terjalin tidak hanya pada ranah interpersonal, kelompok dan organisasi. Bahkan, kini komunikasi massa dapat tercapai hanya melalui gawai. Sehingga media sosial turut dimanfaatkan sebagai komunikasi politik yang menghubungkan warga dengan elite politik dan kegiatan politik. Medium yang bersifat real time ini juga memungkinkan pengguna untuk berpartisipasi baik secara online maupun menggerakkan mereka untuk melakukan aksi lanjutan secara o�line. Salah satu contoh bagaimana tagar Twitter mampu dengan efektif mengumpulkan massa secara online untuk turut ambil bagian dalam aksi o�line adalah gerakan #GejayanMemanggil yang terjadi pada 23 September 2019 di sepanjang ruas jalan Gejayan, Yogyakarta. Ribuan mahasiswa Yogyakarta turun untuk melakukan aksi demo di Jalan Gejayan untuk menyarakan aksi mereka terkait pengesahan beberapa Undang-Undang oleh DPR. Meskipun tagar #GejayanMemanggil baru mulai muncul pada 22 September, tepat sehari sebelum aksi demo, tetapi dianggap sangat efektif dalam mengumpulkan ribuan massa hanya dalam satu hari. Melalui hasil analisis Twitter dengan tagar

21 Digital Indonesia 2019

Page 23: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

#GejayanMemanggil, Digital Intelligence Lab CfDS mengumpulkan dan melakukan analisis bagaimana informasi terkait protes dapat menyebar dengan cepat melalui Twitter. Berdasarkan hasil analisis teks 48, 574 ciutan dengan tagar #GejayanMemanggil, ditemukan bahwa kata-kata yang digunakan cukup relevan dengan agenda #GejayanMemanggil, walaupun terdapat beberapa kata yang tidak berhubungan misalnya “Kamboja”, ‘PKI/komunis”, Alquran, dan Muslim, cuitan-cuitan yang diangaap melenceng dari agenda utama aksi ini mencoba untuk memunculkan agenda lain dengan menunggangi popularitas isu.53

Media Sosial dimanfaatkan sebagai salah satu medium komunikasi dari elite politik kepada masyarakat atau yang kerap disebut sebagai warganet. Berdasarkan hasil paparan data CfDS dari Google Trends,

Twitter dan Instagram yang diambil dari 1 Maret – 10 Juni 2019,54 cuitan para elit politik yang

membumi dan personal dalam mengkampanyekan kerjanya lebih disukai oleh warganet dibanding mereka yang hanya

bercerita lewat sosial media dengan gaya komunikasi yang kaku dan monoton. Misalnya: “ayo

siapa yang belum makan ikan ayo tenggelamkan” adalah contoh kalimat yang membuat Menteri Susi populer di media sosial. Di samping itu, menariknya menteri perempuan juga menduduki popularitas yang lebih tinggi di media sosial. Salah satu menteri yang menjadi favorit di Twitter dan Instagram adalah Menteri

Perikanan dan Kelautan tahun 2014-2019, Susi Pudjiastuti yang dianggap memiliki gaya komunikasi yang membumi, disusul oleh

menteri perempuan lain yaitu Sri Mulyani dan Retno Marsudi yang masuk dalam lima besar menteri favorit. Disamping itu, dari data Google trends selama tahun 2019 juga menunjukkan bahwa beberapa menteri

yang sempat terlibat skandal korupsi maupun kebijakan tak populernya sempat sering dicari di Google, misalnya Lukman H. Saifuddin, Ignasius

Jonan, Imam Nahrawi, Enggartiasto, dan Syafruddin) dan terkait dengan kenaikan harga tiket pesawat (misalnya Budi karya, Darmin Nasution, dan Rini Soemarno).55

Menteri Kabinet Kerja IndonesiaPaling Populer Sepanjang Tahun 2019

22Digital Indonesia 2019

Page 24: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Media sosial juga sering digunakan sebagai ‘pelarian’ dari pengguna yang ingin menghindari situasi politik dan pemberitaan yang sarat akan hoaks, politik sensasional, serangan-serangan politik yang bersifat ad hominem, dan isu-isu non-substansif lainnya. Untuk keluar dari situasi media sosial pada saat pemilu presiden tahun 2019, muncul banyak respon-respon satire di media sosial Indonesia. Salah satu yang cukup menarik perhatian selama tahun 2019 adalah kehadiran akun pasangan calon fiktif Nurhadi-Aldo, yang juga secara khusus dibahas pada #46 Case Study CfDS yang berjudul: Meme Politik Satire Kebebasan Berkekspresi atau Ancaman Terhadap Demokrasi? Pasangan calon fiktif ini mendobrak status quo dengan topik-topik satire yang tabu untuk didiskusikan di ruang publik Indonesia seperti seks dan komunisme, namun topik-topik tersebut justru menarik perhatian publik yang

jenuh dengan isu-isu ‘serius’.56 Selain untuk lari dari kejenuhan dan wujud demokrasi warga untuk berekspresi, perspektif golongan putih juga turut mengiringi

meningkatnya popularitas Nurhadi-Aldo di dunia maya. Seolah-oleh memberikan pilihan ketiga maya bagi golongan golput, golongan yang tidak puas dengan kedua pasangan calon presiden.57 Pertanyaannya adalah apakah

fenomena ini memberikan efek positif dan mampu meningkatkan kesadaran berpolitik rakyat atau malah menumbuhkan reaksi antipati untuk tidak lagi percaya kepada politisi Indonesia?

Meme Satir Politik

23 Digital Indonesia 2019

Page 25: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Demokrasi siber dianggap sebagai salah satu cara untuk menerapkan pendidikan civic atau kewarganegaraan guna menyebarkan informasi secara inklusif, sehingga dapat melibatkan lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam aktivitas komunitas melalui media baru. Dalam praktiknya, konsep demokrasi siber telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk, misanya petisi online, diskusi public melalui platform media sosial, juga dimanfaatkan untuk menciptakan sebuah ruang interaktif bagi legislator dan konstituen guna menciptakan proses demokrasi yang transparan. Di Indonesia, demokrasi siber digunakan untuk mendukung Pemilu Serentak tahun 2019 melalui platform bernama Pintarmemilih.id yang diluncurkan pada 19 Februari 2019, bekerja sama dengan KPU, Google Indonesia, Cek Fakta, rumahpemilu.org, Youth IGF Indonesia dan Kok Bisa.58 Pintarmemilih.id merupakan sebuah platform percontohan khususnya untuk program-program yang menyasar target pengguna anak muda, yang dianggap skeptis dan belum dapat menentukan pilihan. Meskipun keefektifan platform ini masih diragukan karena terbatasnya jumlah paparan atau outreach kepada target sasaran, namun diharapkan platform ini dapat terus dilanjutkan untuk tercapainya transparansi pada proses demokrasi.59

Sejalan dengan pemanfaatan platform digital sebagai media diseminasi informasi KPU saat ini juga sedang mencanangkan sistem pemilihan berbasis elektronik atau e-pemilu yang rencananya akan diterapkan pada pemilu 2024, dimana India dan Korea Selatan menjadi basis studi e-pemilu tersebut.60 Salah satu pertimbangan dari pencanangan e-pemilu ini adalah kasus meninggalnya lebih dari 500 petugas KPPS selama pemilukada serentak pada April lalu.61 Pertanyaannya adalah, apakah Indonesia dengan kondisi geografis dan sambungan telekomunikasi yang belum merata ini telah siap untuk menerapkan sistem e-pemilu? BTTP (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pihak yang bertanggungjawab dalam mengembangkan sistem e-pemilu mengungkapkan bahwa pemilih Indonesia sudah siap untuk melaksanakan pemilihan umum secara digital, hanya saja elit politik dianggap enggan untuk meninggalkan cara pemilu manual. Namun pertimbangan yang lebih jauh sebenarnya diperlukan sebelum memutuskan untuk menerapkan e-pemilu di seluruh Indonesia, hal ini disebabkan karena selain kendala teknis, kredibilitas dari e-pemilu juga masih dipertanyakan.62

Demokrasi Siber, E-voting dan Iklan Politik:Prediksi Pemilihan UmumIndonesia Masa Depan?

24Digital Indonesia 2019

Page 26: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Selain infrastruktur dan teknis pelaksanaan pemilu yang terus dikaji, salah satu hal penting terkait pemilu yang perlu mendapatkan perhatian yang serius adalah permasalahan etis dalam beriklan untuk agenda politik. 30 Oktober lalu CEO Twitter, Jack Dorsey melalui akun Twitternya63 menyatakan bahwa Twitter saat ini telah mulai memberlakukan pemblokiran untuk iklan politik, yang berlaku untuk Twitter seluruh dunia mulai 22 November 2019. Jika Twitter berkomitmen untuk tidak lagi memperbolehkan adanya iklan politik, Facebook dan Google juga telah menyatakan akan mengurangi iklan politik yang dipublikasikan pada platform mereka. Strategi yang diterapkan oleh penyedia platform tersebut adalah dengan melimitasi jumlah orang yang akan ditargetkan dalam sebuah iklan politik. Meskipun tidak dijelaskan dengan rinci bagaimana pembatasan itu dilakukan, namun upaya ini secara jelas dilakukan untuk mengurangi iklan politik yang bersifat microtargeting. Microtargeting sebagai strategi iklan memungkinkan untuk pengiriman iklan politik sesuai dengan target atau kelompok, sehingga pesan dan medium penyampaian iklan yang dapat disesuaikan dengan target audiens, untuk memaksimalkan biaya iklan64 seperti yang dilakukan oleh Cambridge Analytica pada pemilihan presiden di Amerika Serikat pada tahun 2016 silam. Pada konteks Indonesia, KPU memperbolehkan digunakannya metode kampanye microtargeting dengan menggunakan big data untuk mendulang suara. Meskipun terdapat kebijakan bahwa calon individu tidak diperbolehkan untuk memasang iklan tersebut, partai politik pendukung masih diperkenankan untuk

melakukannya. Kebijakan ini dianggap cukup mengkhawatirkan karena microtargeting ini tidak hanya akan melanggar privasi data pribadi namun

juga akan melanggengkan fenomena echo chamber atau ruang gema. Di satu sisi, microtargeting ini mungkin cocok digunakan sebagai

strategi marketing guna menyasar iklan hanya kepada calon konsumen potensial, namun jika strategi ini digunakan dalam

iklan politik, maka terdapat potensi terjadinya bias dan polarisasi yang mengakibatkan terjadinya ilusi

post-truth.65

25 Digital Indonesia 2019

Page 27: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

McLuhan, seorang ilmuwan komunikasi dalam bukunya yang berjudul Understanding Media pada tahun 1964 menyatakan bahwa “the medium is the message”. Ungkapan ini memantik Ross Tapsell. Seorang peneliti media di Asia Tenggara, untuk mencari tahu jika media atau medium yang digunakan dalam berkomunikasi adalah platform digital, maka pesan apakah yang hendak disampaikan? Jika digitalisasi dianggap memungkinkan masyarakat Indonesia untuk lebih konvergen dalam artian tercapainya proses komunikasi yang lebih interaktif, mengapa pada kenyataannya justru berakhir menjadi lebih konvergensi yang negatif atau bahkan menjadi semakin divergen?66

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk dijadikan panduan dalam melihat fenomena pemanfaatan platform digital baik oleh pemerintah maupun warganet. Misalnya fenomena vlog Jokowi bersama keluarganya atau politik Instagram dengan diangkatnya menteri dan staf khusus milenial yang memiliki pengikut media sosial atau menteri-menteri yang aktif menggunakan sosial media untuk menyapa pengikutnya dengan pendekatan yang membumi. Salah satu isu yang kemudian dapat menjadi s e b u a h kekhawatiran adalah, mungkinkah pencitraan oligarki akan kebablasan sehingga isu-isu yang diangkat adalah isu atau kebijakan yang sifatnya I n s t a g r a m - a b l e ? B a g a i m a n a k a h memastikan bahwa kinerja yang dilakukan oleh politisi-politisi tersebut selaras dengan citra yang dibangun dalam berbagai platform media sosial?

Bagaimana pemanfaatan sosial mediauntuk politik di masa mendatang?

26Digital Indonesia 2019

Page 28: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Referensi

27 Digital Indonesia 2019

1Tapsell, R., In Jurriëns, E., ISEAS-Yusof Ishak Institute,, & Project Muse. (2017). Digital Indonesia: Connectivity and Divergence. Singapore: ISEAS-Yusof Ishak Institute

2 Ibid.3Eka, Randi. (2019). Indonesia’s Digital

Economy is Now at $40 Billion, E-commerce as the Biggest Participant - Daily Social id. [daring] Diakses melalui: https://dailysocial.id/post/indonesias-digital-economy-is-now-at-40-billion-e-commerce-as-the-biggest-participant

4Gayatri, Dwi Mentari & Suharto (2019). Indonesia's digital economy forecast to hit US$40 billion by 2019-end - Antara News [daring] Diakses melalui: https://en.antaranews.com/news/134260/indonesias-digital-economy-forecast-to-hit-us40-billion-by-2019-end

5Lembaga Demografi FEB UI. (2019). Hasil Riset LD FEB UI Tahun 2018: GOJEK Sumbang Rp 44,2 Triliun ke Perekonomian Indonesia. [daring]. Diakses melalui: http://ldfebui.org/wp-content/uploads/2019/03/Berita-Pers-Lembar-Fakta-LD-UI-Dampak-GOJEK.pdf

6Clinten, Bill. (2019). Ketambahan Ovo, Ini Da�ar 5 Startup "Unicorn" di Indonesia Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ketambahan Ovo, Ini Da�ar 5 Startup "Unicorn" di Indonesia” – Kompas. [daring] Diakses melalui: https://tekno.kompas.com/read/2019/10/07/20040027/ketambahan-ovo-ini-da�ar-5-startup-unicorn-di-indonesia?page=all

7Viska. (2019). Menkominfo: Palapa Ring Ibarat Tol Internet Berkecepatan Tinggi. Kominfo.go.id. [daring]. Diakses melalui: https://kominfo.go.id/content/detail/22154/menkominfo-palapa-ring-ibarat-tol-internet-berkecepatan-tinggi/0/berita_satker

8Adiningsih, Sri. (2019). Indonesia's Digital-Based Economic Transformation: The Emergence of New Technological, Business, Economic, and Policy Trends in Indonesia. Jakarta: Gramedia.

9Eka, Randi. (2019). Indonesia’s Digital Economy is Now at $40 Billion, E-commerce as the Biggest Participant - Daily Social id. [daring]. Diakses melalui: https://dailysocial.id/post/indonesias-digital-economy-is-now-at-40-billion-e-commerce-as-the-biggest-participant

10Pangestu, M., & Dewi, G. (2017). Indonesia and the digital economy: creative destruction, opportunities and challenges. Digital Indonesia: Connectivity and Divergence (hal 227).

11Sundararajan, A. (2016). The sharing economy: The end of employment and the rise of crowd-based capitalism. Mit Press.

12Eisenmann, T. (2016) ‘Black swans’ big trends can ruin anyone’s internet prediction’, Forbes, 18 August. Available a t : https://www.forbes.com/sites/hbsworkingknowledge/2016/08/18/black-swans-and-big-trends-can-tuin-anyones-internet-prediction/ (Diakses pada 1 Desember 2019)

13Top 20 Internet Countries – 2019 With The Highest Number of Internet Users – June 30, 2019. Diakses melalui: https://www.internetworldstats.com/top20.htm pada tanggal 1 Desember 2019

14Smartphone user penetration in Indonesia as share of mobile phone users from 2014 to 2019. Diakses melalui: https://www.statista.com/statistics/257046/smartphone-user-penetration-in-indonesia/ pada tanggal 1 Desember 2019.

15Anandan, R., Sipahimalani, R., Saini, S., Aryasomayajula, S., & Smittinet, W. (2018). e-Conomy SEA 2018: Southest Asia’s internet economy hits an inflection point. Think with Google.

16Angendari, D.A.D., Duanaiko, A., Fatmawati, D., Kusumastiti, R., Mantovani, A.P.K., Puspita, S.D., Putri, T.E., (2019). Peran Amartha dalam Meningkatkan Kesejahteraan Perempuan di Pedesaan. CfDS Fisipol UGM: DigiTimes #30.

Page 29: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

28Digital Indonesia 2019

17Angendari, D.A.D., Duanaiko, A., Haryanto, J., Kusumaningtyas, A.P., (2019). Studi Kasus Kolaborasi Pentahelix dalam Perlindungan Data Pengguna Layanan E-Commerce dan Perbankan Digital di Indonesia. Center for Digital Society Fisipol UGM.

18Unicorn adalah istilah bagi perusahaan perintis di bidang teknologiyang memiliki valuasi lebih dari USD 1 Miliar.

19Modern Economic Theory (Adam Smith)20Gerakan Nasional 1000 Startup Digital. (n.d.)

Gerakan Nasional 1000 Startup Digital. Tersedia di: https://1000startupdigital.id/ (Diakses pada 7 Desember 2019)

21Kemkominfo RI. (2018). Petani dan Nelayan Go Online. Kemkominfo RI Aptika (daring). Tersedia di: https://aptika.kominfo.go.id/2018/11/petani-dan-nelayan-go-online/ (Diakses pada 7 Desember 2019)

22Kemkominfo RI. (n.d.). Digital Talent Scholarship 2019. Digital Talent Scholarship (daring). Tersedia di: https ://dig i ta lent .kominfo.go. id/ (diakses pada: 8 Desember 2019)

23Unicorn adalah istilah bagi perusahaan perintis di bidang teknologiyang memiliki valuasi lebih dari USD 10 Miliar.

24Indonesia Digital Creative Industry Society (MIKTI). (2018). Mapping & Database Startup Indonesia 2018. Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF).

25Ibid.26Ibid.27Analysys Mason Pte Ltd. (2019). Building

Towards Asean’s Fourth Industrial Revolution: Digital Policy Building Blocks For The 2020s. Analysysmason. Tersedia di: https://www.analysysmason.com/contentassets/b034c831fbc741d299f67890fa22f9d1/analysys-mason----building-towards-aseans-fourth-industrial-revolution.pdf (diakses pada 2 Desember 2019)

28Rahmadiani, A., Mantovani, A.P.K., Hariz, S.U., Haryanto, J., dan Aidad, F.F., (2019). Strategi Keamanan Siber Indonesia. CfDS DigiTimes (daring) Vol. 21. Tersedia d i : http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3343. (Diakses pada: 7 Desember 2019)

29CNN Indonesia. (2019). Polri Catat 3.000 Kasus Kejahatan Siber Hingga Agustus 2019. CNN Indonesia (daring). Tersedia d i https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191029183819-185-443890/polri-catat-3000-kasus-kejahatan-siber-hingga-agustus-2019. (diakses pada: 8 Desember 2019)

30Kuwado, FJ. (2018) 1 Juta Dana Pengguna Asal indonesia Bocor, Menkominfo Panggil Facebook (daring) Kompas. Tersedia di: https://lifestyle.kompas.com/read/2018/04/05/17361101/1-juta-data-pengguna-asal-indonesia-bocor-menkominfo-panggil-facebook (diakses: 5 Dedember 2019 )

31Rahman, F., Rahmadiani, A. (2019). Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Perspektif Hukum dan Sosial. CfDS DigiTimes (daring) Vol. 22. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3332. (diakses pada 9 Desember 2019)

32Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

33(ibid) 34Rahmadiani, A., Nasution, S.H., Aipasa, T.G.S,

Haryanto, J. (2019). Kementerian Digital: Implementasi Di berbagai Negara Dan Peluang Terbentuknya di Indonesia. CfDS DigiTimes. (daring). Vol. 24. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3331. (diakses pada 1 Desember 2019)

35Nasution, S.H. (2018). Lack of Protection: Individual and Data Protection Regulation. (daring) Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/article/332/data-protection-regulation . (diakses pada 10 Desember 2019)

36Lihat penjelasan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Page 30: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

29 Digital Indonesia 2019

37DPR-Pemerintah Sepakati 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020. 2019 (daring) Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191205145534-32-454447/dpr-pemerintah-sepakati-50-ruu-prolegnas-prioritas-2020. (diakses pada: 9 Desember 2019)

38CNN Indonesia. (2019). UU PDP Disebut Mudahkan Pengguna Lacak Sebaran Data Pribadi. CNN Indonesia (daring). Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190521195219-185-397092/uu-pdp-disebut-mudahkan-pengguna-lacak-sebaran-data-pribadi. (diakses pada 10 Desember 2019)

39Rahmadiani, A., Nasution, S.H., Aipasa, T.G.S, Haryanto, J. (2019). Kementerian Digital: Implementasi Di berbagai Negara Dan Peluang Terbentuknya di Indonesia. CfDS DigiTimes. (daring). Vol. 24. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3331. (diakses pada 1 Desember 2019)

40ibid41Rahmadiani, A., Mantovani, A.P.K., Hariz,

S.U., Haryanto, J., dan Aidad, F.F., (2019). Strategi Keamanan Siber Indonesia. CfDS DigiTimes (daring) Vol. 21. Tersedia d i : http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3343. (diakses pada 7 Desember 2019)

42McKinsey & Company. (2019). How online commerce is driving Indonesia’s economic development. Tersedia di: https://www.mckinsey.com/featured-insights/asia-pacific/the-digital-archipelago-how-online-commerce-is-driving-indonesias-economic-de velopment (diakses pada 1 Desember 2019)

43Harjanto, J., Kusumaningytas, A.P., Duanaiko, A., 2019. Kolaborasi Pentahelix dalam Perlindungan Data Pengguna layanan E-Commerce dan Perbankan Digital di Indonesia. Tersedia d i : http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/2-3287. (diakses pada: 7 Desember 2019)

44Rahmadiani, A., Mantovani, A.P.K., Hariz, S.U., Haryanto, J., dan Aidad, F.F., (2019). Strategi Keamanan Siber Indonesia. CfDS DigiTimes (daring) Vol. 21. Tersedia d i : http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3343. (Diakses pada: 7 Desember 2019)

45Umah. A. (2019). Jika RUU Keamanan Siber Diketok, Siap-Siap Kehilangan Hal Ini. CNBC Indonesia. (daring). Tersedia di: https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190925102403-37-102059/jika-ruu-keamanan-siber-diketok-siap-siap-kehilangan-hal-ini. (diakses pada 8 Desember 2019)

46Rahmadiani, A., Mantovani, A.P.K., Hariz, S.U., Haryanto, J., dan Aidad, F.F., (2019). Strategi Keamanan Siber Indonesia. CfDS DigiTimes (daring) Vol. 21. Tersedia d i : http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/3-3343. (diakses pada: 7 Desember 2019)

47

48Aidad, F.F., (2019). Data Classification Regulation: The Need for a Better Cybersecurity and Data Protection ramework in Indonesia. CfDS Case study (daring) vol. 43. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/2-3307. (diakses pada: 7 Desember 2019)

49Haryanto, J., Mantovani, A.P.K., (2019). ISO IEC 27001. CfDS Case study (daring) vol. 48. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/2-3308. (diakses pada: 8 Desember 2019)

50Manduric, A. (2016). Social Media as a Tool for Information Warfare. In: Google It - Total Information Awareness, 1st ed. Manhattan: Springer, pp.261-264. Cited in: Valeria, Felive. (2019). Public Policy, Echo Chamber, and the Post Truth Era: Has Our Democracy Been Controlled by the Cyberspace. CfDS Commentaries. Available in: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/article/482

Page 31: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

30Digital Indonesia 2019

51Social Media and 2019’s Elections. (2019). ISEAS Yusof Ishak Institute. Tersedia di: https://www.iseas.edu.sg/medias/event-highlights/item/9277-social-media-and-indonesias-2019-elections. (diakses pada: 11 Desember 2019)

52Fahmi, A.M., Wicaksono, R.R., Meme Politik Satir Kebebasan Berekspresi atau Ancaman Terhadap Demokrasi. (2019). CfDS, Case Study (daring), Vol. 46. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/2-3293. (diakses pada: 10 Desember 2019)

53Darmawan, P., #Gejayan Memanggil: information Flow and Free-riders in Political Protest. CfDS Digital Intelligence Lab. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/digital-intelligence/paska-darmawan-gejayan-memanggil/. (diakses pada: 12 Desember 2019)

54Maharani. S., Alasan Susi Pudjiastuti Jadi Menteri Jokowi Terpopuler di Medsos. (2019). Bisnis Tempo. (daring). Tersedia d i : https://bisnis.tempo.co/read/1220868/alasan-susi-pudjiastuti-jadi-menteri-jokowi-terpopuler-di-medsos. (diakses pada 11 Desember 2019)

55Darmawan, P., Susi Pudjiastuti Tops Online Popularity Ranking of Indonesian Ministers. CfDs Digital Intelligence Lab. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/digital-intelligence/paska-darmawan-susi-pudjiastuti-popular-minister/. (diakses pada: 11 Desember 2019) ti Tops Online Popularity Ranking of Indonesian Minis

56Fahmi, A.M., Wicaksono, R.R., Meme Politik Satir Kebebasan Berekspresi atau Ancaman Terhadap Demokrasi. (2019). CfDS, Case Study (daring), Vol. 46. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/publications/2-3293. (diakses pada: 10 Desember 2019)

57Friana, H., Tenang Saja, Nurhadi-Aldo, Kampanye Golput Bukan Tindakan Kriminal. (2019). Titrto.id (daring). Tersedia di: https://tirto.id/tenang-saja-nurhadi-aldo-kampanye-golput-bukan-tindakan-kriminal-dea6 (diakses pada: 11 Desember 2019)

58Perludem. (2019). Siaran Pers Launching Platform Pintarmemilih.id. (daring) Perludem. Tersedia di http://www.perludem.org/2019/02/19/siaran-pers-launching-platform-pintar-memilih/. [diakses pada: 12 Desember 2019]. Dalam: Pintarmeilih.id: Cyber-democracy’s Opportunities and Challenges to Introduce Legislative Candidates in Indonesia’s 2019 Simultaneous Elections. (daring). CfDS Commentary. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/article/408. (diakses pada: 12 Desember 2019)

59 (ibid) 60CNN Indonesia. (2019). Kemendagri Cermati

eluang e-voting di Pemilu 2024. (daring). CNN Indonesia. com. Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190507144725-32-392693/kemendagri-cermati-peluang-e-voting-di-pemilu-2024. (diakses pada: 12 Desember 2019)

61Tersedia di: https://www.bloomberg.com/news/articles/2019-05-07/indonesia-mulls-electronic-voting-a�er-550-die-of-exhaustion. (diakses pada: 11 Desember 2019)

62Ramadhani, N.F., Ghaliya. G., Hermawan. A., Can e-voting solve Indonesia’s election worse? . (daring) The Jakarta Post. Tersedia di: https://www.thejakartapost.com/news/2019/05/05/can-e-voting-solve-indonesias-election-woes.html. (diakses pada 13 Desember 2019)

63https://twitter.com/jack/status/1189634360472829952

64Hern. A. (2019). Facebook to curb microtargeting in olitical advertising. (daring). The Guardian. Tersedia di: https://www.theguardian.com/technology/2019/nov/22/facebook-to-curb-microtargeting-in-political-advertising. (diakses pada: 14 Desember 2019)

65Valeria, F. (2019) Public Policy, Echo Chamber, and the Post-Truth Era: Has Our Democracy een Controlled by the Cyberspace? (daring). CfDS Commentary. Tersedia di: http://cfds.fisipol.ugm.ac.id/article/482. (diakses pada: 14 Desember 2019)

66Tapsell, Ross. (2017). Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens and the Digital Revolution. London and New York: Rowman and Littlefield.

Page 32: CASE STUDY SERIES #61 FEBRUARY 2019 INDONESIA

Center for Digital Society

Faculty of Social and Political SciencesUniversitas Gadjah MadaRoom BC 201-202, BC Building 2nd Floor, Jalan Socio Yustisia 1Bulaksumur, Yogyakarta, 55281, Indonesia

Phone : (0274) 563362, Ext. 116Email : [email protected] : cfds.fisipol.ugm.ac.id