case report app

27
STATUS PASIEN Identitas Pasien Nama : Ny. N Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Wanita Alamat : Cikajang Agama : Islam Suku : Sunda Pekerjaan : IRT Ruang Rawat : Marjan Bawah Tanggal Masuk RS : 03 November 2014 Anamnesis Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah Anamnesis Khusus : Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ±10 hari SMRS yang dirasakan hilang timbul. Nyeri perut dirasakan semakin lama semakin kuat terutama saat pasien bergerak. Keluhan disertai demam ±7 hari SMRS yang sudah perbaikan. Keluhan diawali dengan nyeri ulu hati yang menjalar ke dada kiri, mual dan muntah diakui pasien. Riwayat menstruasi dan penggunaan alat KB diakui teratur. Pasien mengaku sering mengalami keputihan, tidak hanya saat akan menstruasi, keputihan tidak berwarna dan tidak berbau. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Riwayat Penyakit Dahulu: 1

Upload: dea-maulidia

Post on 10-Sep-2015

243 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case report

TRANSCRIPT

STATUS PASIEN

STATUS PASIEN

Identitas PasienNama

: Ny. NUmur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: WanitaAlamat

: CikajangAgama

: IslamSuku

: SundaPekerjaan

: IRTRuang Rawat

: Marjan BawahTanggal Masuk RS: 03 November 2014Anamnesis

Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawahAnamnesis Khusus:

Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 10 hari SMRS yang dirasakan hilang timbul. Nyeri perut dirasakan semakin lama semakin kuat terutama saat pasien bergerak. Keluhan disertai demam 7 hari SMRS yang sudah perbaikan. Keluhan diawali dengan nyeri ulu hati yang menjalar ke dada kiri, mual dan muntah diakui pasien. Riwayat menstruasi dan penggunaan alat KB diakui teratur. Pasien mengaku sering mengalami keputihan, tidak hanya saat akan menstruasi, keputihan tidak berwarna dan tidak berbau. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat mengalami penyakit seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat pengobatan diakui pasien yaitu makan obat penurun panas dan penghilang nyeri dari warung. Riwayat menderita hipertensi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat penyakit DM juga disangkal pasien.Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit tersebut.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Compos Mentis

Status Gizi

: cukup

Tanda vital :

Tensi

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: 36,3 oCStatus Generalis

Kepala -Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+-Hidung: epistaksis -/-, deviasi septum -/-

-Mulut: tidak ada kelainan

-Leher: KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat,

Thorax

Inspeksi: hemithorax kanan dan kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamisPalpasi

: fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi: sonor pada kedua hemithorax

Auskultasi

Pulmo: VBS kanan = kiri normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Cor : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)AbdomenStatus lokalisEkstremitas : - Atas

Tonus

: normal

Massa

: -/-

Gerakan : aktif/aktif

Kekuatan: 5/5

Edema

: -/-

- Bawah

Tonus

: normal

Massa

: -/-

Gerakan: aktif/aktif

Kekuatan: 5/5

Edema

: -/-

Status lokalisPerut kanan bawah :Inspeksi : Datar, tegangPalpasi : Nyeri tekan titik McBurney (+), defans muskular (+), psoas sign (+), obturator sign (+)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normalPemeriksaan PenunjangLAB :

Darah Rutin Hemoglobin

: 14,7 g/dL

Hematokrit

: 41 %

Leukosit

: 10.650/mm3

Trombosit

: 280.000/mm3

Eritrosit

: 4.73 juta/mm3Kimia Klinik

AST (SGOT)

: 36 U/L

ALT (SGPT)

: 28 U/L

Ureum

: 22 mg/dL

Kreatinin

: 0.6 mg/dL

Glukosa Darah Sewaktu: 111mg/dL

Diagnosa KerjaSusp Appendicitis AcuteDiagnosis bandingISKGastroenteritis

Limfadenitis Mesenterika

Demam dengue

salpingitis akut

folikel ovarium yang pecah

Kehamilan ektopik

Divertikulosis Meckel

Ulkus peptikum perforasi

Batu ureterRencana terapi

IVFD RL 20 gtt/mntInj Cefotaxime 2x1gr IV

Inj Ondansetron 2x4mg IV

Inj Ranitidin 2x1 IV

Inj Metronidazole 3x1 IVPrognosis

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad fungsionam: ad bonam

FOLLOW UP DOKTER

Tanggal /jam Catatan Instruksi

4/11/1419 02 - 2014KU : CM

Kel : Nyeri perut kanan bawah perbaikan. Nyeri dada kiri (+)T : 120/80

N: 80R: 20S: AF

Status lokalis

NT (+)Dx / Susp App acuteKU : CM

Kel : Nyeri perut kanan bawah perbaikan, nyeri dada kiri perbaikan

T : 110/70

N: 84R: 20S: AF

Co IPD

USG App, adnexa dan KUB

Terapi :

IVFD RL 20 gtt/mnt

Inj Cefotaxime 2x1gr IV

Inj Ondansetron 2x4mg IV

Inj Ranitidin 2x1 IV

Inj Metronidazole 3x1 IV BLPL USG konfirmasi di poli Kontrol poli bedah

PEMBAHASANDefinisi Appendiks

ANATOMI

Appendiks atau appendiks vermiformis merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%.

Gambar 1. Anatomi appendix

Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.

Gambar 2. Posisi Appendix

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.

FISIOLOGI

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

APPENDICITIS

DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut menjadi salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala iritasi peritoneal.

EPIDEMIOLOGI

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Pria lebih banyak daripada wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi mulai menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisarpada umur 9 hingga 11 tahun. Di AS, insiden appendisitis berkisar 4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun.Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insidenterjadi pada umur belasan tahun dan dewasa muda.

ETIOLOGI

Appendisitis umumnya terjadi karena adanya proses radang bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah hiperplasiajaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun adabeberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:

1. Faktor sumbatan (Obstruksi)

Obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi inibiasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35% karena statis fekal, tumor apendiks,benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakanpenyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

2. Faktor bakteri

Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit Entamoeba Histolytica.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin ataucairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intramucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Infeksi enterogen merupakan faktor primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur dapat ditemukan kombinasi antara Bacteriodes splanicus dan E.coli, kemudian Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.

b. Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuriajuga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.

c. Obstipasi karena penderita takut mengejan

Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.

d. Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-38,5C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominalswelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensiperut.

2. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kananbawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator: pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit sertaperluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen.

USG

Pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya strukturyang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya gambaran target, adanya appendicolith, adanya timbunan cairanperiappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent.

CT scan

Diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaranperubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan adenopathy.

DIAGNOSIS BANDING

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya:

1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan appendicitis akut.

2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.

3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.

4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.

6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.

7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.

9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau leukositosis.PENATALAKSANAANPenatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.a. Penanggulangan konservatifPenanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut. Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien. Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan pengukuran kadar hCG. Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.b. OperasiBila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.KOMPLIKASI

Komplikasi apendisitis terjadi pada 25-30% anak dengan apendisitis, terutama komplikasi yang dengan perforata. Menurut Smeltzer dan Bare, komplikasi potensial setelah apendiktomi antara lain:1. PeritonitisObservasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan nasogastrik konstan. Perbaiki dehidrasi sesuai program. Berikan preparat antibiotik sesuai program.

2. Abses pelvis atau lumbalEvaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif.3. Abses Subfrenik (abses dibawah diafragma)Kaji pasien terhadap adanya menggigil, demam, diaforesis. Siapkan untuk pemeriksaan sinar-x. Siapkan drainase bedah terhadap abses.4. Ileus

Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik. Ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program. Siapkan untuk pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.PROGNOSIS

Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata. Umumnya, mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.DAFTAR PUSTAKA

Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048.Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.Snell S. Richard. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC. 2006; 345-349.

Sjamsuhidrajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005; 639-646P

Kumar V, Cotran R. S, Robbunson S. I. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta EGC. 2007; 660-662P

Price S. A. Wilson L. M. Patofisiologi Konsep Dasar Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2006.PAGE 19