case oma

28
STATUS MEDIK PASIEN ILMU THT RS Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR I. IDENTITAS No Rekam Medik : 13-77-29 Nama : Tn. H Usia : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki- laki Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : Guru Alamat : Kp. Pahlawan, RT 04/ 18 , Bogor. II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 Juli 2009 pada pukul 10.00 WIB. 1. Keluhan Utama Keluar cairan dari telinga sebelah kanan sejak 3 hari SMRS. 2. Keluhan Tambahan Pendengaran telinga kanan berkurang dan terdengar bunyi berdengung sejak 3 hari yang lalu.

Upload: haikalhj

Post on 12-Aug-2015

64 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ilmu penyakit tht

TRANSCRIPT

Page 1: case OMA

STATUS MEDIK PASIEN

ILMU THT

RS Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

I. IDENTITAS

No Rekam Medik : 13-77-29

Nama : Tn. H

Usia : 40 tahun

Jenis Kelamin : Laki- laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Guru

Alamat : Kp. Pahlawan, RT 04/ 18 , Bogor.

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 Juli 2009 pada pukul 10.00

WIB.

1. Keluhan Utama

Keluar cairan dari telinga sebelah kanan sejak 3 hari SMRS.

2. Keluhan Tambahan

Pendengaran telinga kanan berkurang dan terdengar bunyi berdengung sejak 3 hari

yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS dengan keluhan keluar cairan berterusan dari telinga kanan sejak

3 hari SMRS. Cairan yang keluar berwarna bening dan seperti lem. Pasien mengaku

awalnya telinga kanannya terasa nyeri berdenyut-denyut diikuti keluar cairan dan rasa

nyerinya berkurang. Pasien juga mengaku berkurang pendengarannya di telinga

Page 2: case OMA

kanan dan terdengar suara berdengung pada awal telinganya keluar cairan. Pasien

menyangkal adanya pusing berputar. Pasien menyatakan saat ini pasien pilek selama

2 minggu dan badannya terasa kecapaian serta kurang tidur karena beban kerja.

Batuk- batuk dan demam disangkal pasien.

Pasien mengaku pernah berobat ke poli THT tujuh bulan yang lalu karena keluar

cairan dari telinga kanannya selama bertahun-tahun (pasien tidak ingat). Pasien tidak

ingat obat yang diberikan dan setelah obat habis, pasien berasa sembuh dan tidak

kontrol.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Os menyangkal adanya: - tekanan darah tinggi

- D.M

- Alergi obat

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan alergi dalam keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Kepala : Normocephali, Rambut hitam distribusi merata

Mata : Pupil bulat isokor ki=ka

Refleks cahaya langsung +/+

Refleks cahaya tidak langsung +/+

Conjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik -/-

Leher : trachea lurus di tengah, pembesaran KGB (-),

pembesaran tiroid (-)

Page 3: case OMA

Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstrimitas : Akral hangat, odem (-), sianosis (-).

B. Status THT

1.Telinga

Kanan Kiri

Daun telinga Normotia, Nyeri tarik (-) ,

Nyeri tekan tragus(-), nyeri

tekan mastoid(-)

Normotia, Nyeri tarik (-) ,

Nyeri tekan tragus(-), nyeri

tekan mastoid(-)

Retroaurikular Sikatriks (-), fistel (-) Sikatriks (-), fistel (-)

Liang telinga Lapang Lapang

Mukosa Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Sekret (+) warna bening,

mukopurulen, tidak bau

(-)

Serumen (-) (-)

Membran timpani Perforasi sub total Intak

Reflex cahaya (+)

Tes penala

Rinne

Weber

Schwabach

(+)

Lateralisasi telinga kanan

Sama dengan pemeriksa

(+)

Sama dengan pemeriksa

2. Pemeriksaan Hidung

Kanan Kiri

Page 4: case OMA

Bentuk hidung luar

Deformitas

Nyeri tekan :

- Sinus frontalis

- Sinus ethmoidalis

- Sinus maksilaris

Krepitasi

Simetris

tidak ada deformitas

(-)

(-)

(-)

(-)

simetris

tidak ada deformitas

(-)

(-)

(-)

(-)

Vestibulum Lapang

Mukosa hiperemis (-)

Sekret (-)

Lapang

Mukosa hiperemis (-)

Sekret (-)

Septum deviasi (-) (-)

Konka nasi Eutrofi Eutrofi

Tidak dilakukan pemeriksaan

3. Transluminasi

Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 5: case OMA

4. Pemeriksaan Faring

Arkus faring Simetris, tidak hiperemis

Mukosa faring tidak hiperemis

Uvula Letak di tengah

Dinding faring Granuler

Tonsil palatina T1 – T1 tenang

Hiperemis -/-

Kripta -/-

Detritus -/-

Gigi geligi Lengkap

Caries (-)

5. Pemeriksaan Faring

Tidak dilakukan pemeriksaan

6. Pemeriksaan laring

Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Pemeriksaan leher

Tiroid : tidak membesar

KGB : submental, submandibula, servikalis anterior, supraclavikula tidak teraba membesar.

IV. RESUME

Pasien laki-laki, umur 40 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan berwarna

bening dan seperti lem secara berterusan dari telinga kanan sejak 3 hari SMRS. Selain

Page 6: case OMA

itu, pendengaran di telinga kanannya berkurang dan terdengar suara berdengung pada

awal telinganya keluar cairan. Awalnya telinga kanannya terasa nyeri berdenyut-

denyut diikuti keluar cairan dan rasa nyerinya berkurang setelah itu. Pasien

menyatakan saat ini pasien pilek selama 2 minggu dan badannya terasa kecapaian

serta kurang tidur karena beban kerja. Pasien mempunyai riwayat keluar cairan dari

telinga kanannya selama bertahun-tahun dan pernah berobat tujuh bulan yang lalu.

Pasien sempat berasa sembuh namun tidak kontrol.

Pada pemeriksaan telinga didapatkan mukosa liang telinga kanan hiperemis, sekret

(+), bening, mukopurulen dan tidak berbau. Membran timpani telinga kanan perforasi

subtotal.

Tes penala, Rinne +/+, Weber ; lateralisasi ke telinga kanan, Schwabach; sama

dengan pemeriksa.

V. DIAGNOSA KERJA

Otitis media akut auris sinistra stadium perforasi

VI. DIAGNOSA BANDING

Otitis media suppuratif kronis

VII. TATA LAKSANA

Pembersihan sekret

Medikamentosa :

- H2O2 3% ; 3x10 tetes/hari AD

- Tetes telinga; Otopain 3x4 tetes/ hari AD

- Antibiotik peroral; Amoxicillin 3x500mg

- Analgetik; asam mefenamat 500mg 3x 1 / hari

Anjuran- anjuran: Menjaga kebersihan telinga

Tidak boleh mengorek- ngorek telinga

Telinga harus tetap kering

Tidak boleh berenang

Page 7: case OMA

VIII. R E N CANA PEMERIKSAAN LANJUTAN

Pasien dianjurkan untuk kontrol ke poli THT setelah obat habis

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : bonam

Page 8: case OMA

TINJAUAN PUSTAKA

OTITIS MEDIA AKUT

I PENDAHULUAN

Penyakit yang ditemui di daerah telinga sebetulnya merupakan dampak dari adanya radang tenggorok, sinusitis, infeksi adenoid, dan lainnya yang berkelanjutan. Jarak antara saluran tenggorok, hidung, dan telinga yang pendek menyebabkan kuman pada saluran tersebut naik ke telinga.2

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otitis media merupakan masalah paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Radang, celah telinga tengah (tuba eustakius, telinga tengah dan mastoid) khususnya sering pada anak, dan pada daerah-daerah dengan sarana minimal. Sejak penggunaan antibiotik secara luas terhadap otitis media dan mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka mortalitas dan penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun. Namun, sekarang penyakit telinga tengah seringkali terdapat dalam bentuk kronik atau lambat yang menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran sekret. Morbiditas seringkali berarti gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial, pendidikan dan profesional. Pada anak usia sekolah, gangguan-gangguan telinga tengah (misal, otitis media serosa) lazim terjadi, anak mungkin memperlihatkan hasil yang buruk disekolah hingga gangguan ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan penyaring untuk selanjutnya didiagnosa dan diobati.

Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media musinosa). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberculosa atau otitis media sifilítica. Otitis media yang lain ahila otitis media adhesive.2

Page 9: case OMA

II ANATOMI

i) DAUN TELINGA

Anatomi : Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang kompleks yang bertekuk-tekuk dan dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan-lekukan itu dibentuk oleh heliks, antiheliks, tragus, antitragus, fosa skafoidea, fosa triangularis, khonka dan lobulus. Jaringan subkutan daun telinga bagian superior sangat tipis, terutama di permukaan anterior, sehingga kulit langsung menempel pada tulang rawan. Makin ke bawah lapisan subkutan bertambah dan berakhir di lobulus yang tidak mempunyai rangka tulang rawan.

Perdarahan daun telinga bagian posterior berasal dari cabang posterior a. karotis eksterna yang mendarahi juga sebagian kecil permukaan depan daun telinga. Sebagian permukaan belakang daun telinga juga diperdarahi oleh a. oksipitalis. Permukaan depan daun telinga terutama diperdarahi oleh cabang anterior a. temporalis superfisialis anterior.

Persarafan daun telinga disuplai oleh cabang-cabang aurikularis magnus, dan oksipitalis minor dari pleksus servikalis, juga dari cabang aurikulotemporal saraf trigeminal serta cabang auricular n. vagus.1

ii) LIANG TELINGA

Page 10: case OMA

Anatomi : Liang telinga terdiri atas bagian tulang rawan pada sepertiga luar dan bagian tulang pada dua pertiga dalam. Bentuk liang telinga seperti huruf S melar akibat perbedaan sudut bagian tulang rawan dan bagian tulang, karena itu membran timpani biasanya tidak dapat terlihat langsung dari luar.

Histologi : Kulit liang telinga bagian tulang rawan mempunyai struktur menyerupai kulit di bagian tubuh lain, mengandung folikel rambut dan kelenjar-kelenjar, sedangkan kulit di bagian tulang merupakan kulit yang tipis sekali dan berlanjut ke kulit membran timpani, tidak mempunyai folikel rambut dan kelenjar-kelenjar.

Fisiologi : Panjang liang telinga dewasa sekitar 2,5 cm. Panjang ini secara fisika sesuai dengan panjang yang memberi resonansi untuk frekuensi suara sekitar 3400 Hz, yang merupakan frekuensi penting untuk mengerti percakapan. 1

iii) MEMBRAN TIMPANI

Anatomi : Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak oblig di liang telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rata-rata sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke superior posterior. Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian, pars flaksida, yang merupakan bagian atas; dan pars tensa yang merupakan bagian bawah.

Histologi : Membran timpani terdiri atas 3 lapis. Lapisan luar merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas 2 lapisan, yaitu lapisan radier yang serabut-serabutnya berpusat di manubrium maleus, dan lapisan sirkuler yang serat-seratnya lebih padat di lingkaran luar dan makin jarang ke arah sentral. Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani.

iv) KAVUM TIMPANI

Page 11: case OMA

Anatomi : Kavum timpani merupakan rongga yang di sebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, di sebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis.

Histologi : Telinga tengah dilapisi oleh mukosa tipis yang terutama berepitel kuboid tak bersilia melapisi periosteum, termasuk tulang pendengaran dan ligamen-ligamen. Pada daerah mesotimpanum mukosa ini kaya akan sel goblet dan kelenjar musin.

- Isi Kavum Timpani

♦ Tulang pendengaran

Terdapat 3 buah tulang pendengaran, maleus, inkus dan stapes yang menghubungkan membran timpani ke jendela lonjong.

♦ Maleus

Bagian-bagian tulang maleus terdiri atas kapitulum, leher, manubrium, prosesus lateral dan prosesus anterior. Kapitulum maleus terletak di rongga epitimpani dan bersendi dengan inkus. Manubrium maleus, merupakan bagian yang melekat pada membran timpani. Prosesus anterior yang mengikatnya ke fisura timpanoskuamosa, sedangkan prosesus lateral merupakan tempat perlekatan ligamentum maleus lateralis yang mengikat maleus ke celah Rivinus di atap epitimpanum. 1

♦ Inkus

Tulang inkus terdiri atas badan, manubrium (prosesus longus) dan prosesus brevis. Badan inkus pada bagian anterior cekung, tempat persendiannya dengan maleus. Manubrium inkus berjalan ke arah inferior anterior paralel dengan manubrium maleus. Prosesus longus inkus merupakan bagian yang relatif paling sedikit pendarahannya sehingga merupakan bagian yang paling sering mengalami nekrosis akibat peradangan di telinga tengah.

♦ Stapes

Page 12: case OMA

Tulang stapes terdiri atas kapitulum stapes, basis stapes (stapes footplate) dan krura. Kapitulum stapes berhubungan dengan prosesus lentikularis inkus membentuk sendi inkudo-stapedius. Krura stapes terdiri atas krura anterior dan krura posterior. Dikatakan bahwa gerakan seperti piston pada kaki stapes berubah menjadi gerakan guncangan (rocking movement) ketika stapes menerima energi suara keras.

v) Muskulus Stapedius dan Tensor Timpani

Fisiologi : Kontraksi m. stapedius dan m. tensor timbul akibat refleks terhadap suara keras, ketika suara keras disampaikan ke susunan saraf pusat. Memerlukan waktu sekitar 40 sampai 80 milidetik untuk terjadinya kontraksi ini. Dengan kontraksi ini rantai tulang pendengaran menjadi lebih kaku sehingga mengurangi reaksinya terhadap rangsangan akustik, terutama penghantaran suara di bawah nada 1000 Hz dapat mengurangi hantaran sampai 40 dB.

vi) TUBA EUSTACHIUS

Anatomi : Tuba Eustachius menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berjalan dari muaranya pada bagian atas dinding depan atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring persis di belakang ujung belakang konka inferior. - Dewasa : perbedaan tinggi muaranya di kedua tempat itu adalah sekitar 25 mm, sedangkan panjangnya sekitar 30 sampai 40 mm. - Anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba Eustachius mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan 2/3 seluruh panjangnya mulai dari muaranya di kavum timpani, sedangkan 1/3 bagian yang lain berdinding tulang rawan, turun ke arah nasofaring dan bermuara si situ.

Histologi : Dinding tulang rawan ini tidak lengkap, dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada tuba Eustachius mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis semu (pseudostratified epithelium), yang mengandung sel bersilia, sel goblet, sel basal serta sel endokrin.

Fungsi : Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar. Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung. Sebagai sawar kuman yang mungkin akan masuk ke dalam telinga tengah.

Page 13: case OMA

vii) TELINGA DALAM

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.2

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli ( Reissner’s membrane ) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2

Page 14: case OMA

III FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melaui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga prilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reisner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel rambut, sehingga melepaskan neurotrnansmitter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai kekorteks pendengaran. (area 39-40) di lobus temporalis.4

IV OTITIS MEDIA AKUT

i) DEFINISI

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Otitis Media Akut terjadi karena fungsi Tuba Eustachius terganggu yang mengakibatkan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

Page 15: case OMA

ii) ETIOLOGI

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.5 Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.

Anak-anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal.3

♦ Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

♦ Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

♦ Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

iii) PATOFISIOLOGI

Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga tengah.

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.3 Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus).2 Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.3 Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

Page 16: case OMA

iv) MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah : 3

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Klinis : Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat.

Gejala : Demam, batuk, pilek, gelisah, sukar tidur, telinga mampat, gangguan pendengaran, suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Klinis : Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

Gejala : stadium I + bengkak

3. Stadium supurasi

Page 17: case OMA

Klinis : Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

Gejala : Stadium II + sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, nyeri di telinga bertambah hebat, dan terdapat sekret yang mengalir keluar dari dalam lubang telinga. Sekret yang keluar dapat berupa darah atau pus.

4. Stadium perforasi

Klinis : Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.

Gejala : Pasien menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

v) DIAGNOSA

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.4

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

Page 18: case OMA

a. menggembungnya gendang telinga b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. cairan yang keluar dari telinga

3.  Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

a. kemerahan pada gendang telinga b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Pemeriksaan penunjang :

a. Perforasi yang kecil mungkin memerlukan Otomikroskopi untuk identifikasi.b. Tes screening suara, termasuk tes impedensi pada telinga bagian tengah.

c. Audiometri sekiranya dilakukan pada penegakkan diagnosa Otitis Media Akut Perforasi. Hal ini juga sebaiknya dilakukan sebelum proses perbaikan yang dilaksanakan baik proses perbaikan yang dilakukan di poli ataupun di ruang operasi. Hasil dari tes ini biasanya mempunyai nilai dibawah 30 dB.

d. Audiografi sebaiknya dilakukan sebelum maupun sesudah tindakan operasi.

Efusi telinga tengah dapat diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.4

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel + -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang menggembung +/- -

Gerakan gendang berkurang + +

Berkurangnya pendengaran + +

Page 19: case OMA

vi) PENATALAKSANAAN

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman3.

Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.3

Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.3

Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.3

Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.

viii) PENCEGAHAN

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

Page 20: case OMA

1. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak, 2. pemberian ASI minimal selama 6 bulan, 3. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring, 4. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.3

ix) KOMPLIKASI

Komplikasi yang disebabkan oleh Otitis Media Akut Perforasi antara lain adalah :

Intra cranial• Meningitis.• Subdural Empyema.• Meningitis.• Abses Otak.• Trombosis Sinus Lateralis.• Focal Otitis Encephalitis.

Extra cranial• Gangguan pendengaran.• Otitis Media Suputarif Khronis.• Mastoiditis.• Cholesteatoma.• Facial Paralysis.• Tympanosclerosis.• Labyrintis.

V KESIMPULAN

1. Telinga tengah terdiri dari Membran timpani, Kavum timpani, Prosesus mastoideus, dan Tuba eustachius

2. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

3. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis

4. Anak-anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa.

5. Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien

6. Terapi bergantung pada stadium penyakitnya

Page 21: case OMA

7. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoxicillin dan pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

8. Ulasan dari Cochrane menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari.5

VI DAFTAR PUSTAKA

1) Dr Helmi, Otitis Media Supuratif Kronis, Balai penerbit FK UI, Jakarta 2005,

Halaman 12-27

2) Dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, telinga hidung tenggorokan kepala leher. Buku ajar

ilmu kesehatan. Edisi 6, Balai penerbit FK UI 2007,

3) Otitis Media Akut

http://medlinux.blogspot.com/2009/02/otitis-media-akut.html

4) Wikipedia Ensiklopedia Bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Otitis

5) Otitis Media (Ear Infection) http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp