case mata

34
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI LENSA Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus cilliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor; di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membrane semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus

Upload: dessy-amarantha

Post on 20-Jul-2016

42 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PSEUDOFAKIA OS + PTEREGIUM

TRANSCRIPT

Page 1: CASE MATA

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan

sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di

belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus cilliare. Di sebelah anterior lensa

terdapat aqueous humor; di sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu

membrane semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.

Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada

korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi

sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks

terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang

terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp.

Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbaik di posterior.

Page 2: CASE MATA

Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop,

inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel

subskapular.

Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula

(zonula zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini berasal dari permukaan

corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.

Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein (kandungan proteinnya

tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti

yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di

kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi

maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.

FISIOLOGI LENSA

Lensa kristalina adalah sebuah struktur menakjubkan yang pada kondisi normalnya

berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Posisinya tepat di sebelah posterior iris dan

disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip

pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu membrane basalis yang

mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup

dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang

lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral; serat-serat muda, yang kurang padat, disekeliling

nucleus menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai

persarafan, nutrisi lensa didapat dari aqueous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat

anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous.

Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena

kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai

akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang

bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan

zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan

mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan

daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi

musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut,

membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan

Page 3: CASE MATA

bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring

dengan penurunan elastisitasnya.

PSEUDOFAKIA

Definisi

Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan

tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. Lensa ini akan memberikan

penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap

disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan

khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.

Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam – macam, seperti :

1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya

bersandar pada sudut bilik mata

2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.

3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.

Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular

4. Pada kapsul lensa.

Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.

Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus :

1. Endotel kornea terlindung

2. Melindungi iris terutama pigmen iris

3. Melindungi kapsul posterior lensa

4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.

Keuntungan pemasangan lensa ini :

1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat

lensa asli yang diangkat.

2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal

Page 4: CASE MATA

3. Tidak terjadi pembesaran benda yang dilihat

4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat.

Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada :

1. Mata yang sering mengalami radang intra okuler (uveitis)

2. Anak dibawah 3 tahun

3. Uveitis menahun yang berat

4. Retinopati diabetik proliferatif berat

5. Glaukoma neovaskuler

KATARAK

Definisi

Katarak merupakan kelainan mata tenang dengan gejala penurunan visus penglihatan

perlahan. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Pandangan

pasien dengan katarak tampak seperti terhalang air terjun. Kesan tersebut terjadi akibat

keruhnya lensa akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa atau keduanya. Penuaan/aging

merupakan penyebab utama katarak, namun dapat pula disebabkan faktor lain seperti trauma,

toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan faktor keturunan. Tanpa faktor

pajanan, katarak dapat muncul pada usia 70 tahun.1

Epidemiologi

Katarak merupakan penyebab utama (51%) kebutaan di dunia. Hampir 20 juta jiwa

mengalami kebutaan karena katarak, dan jumlah ini diproyeksikan akan menjadi 40 juta jiwa

pada tahun 2020.2 Di negara berkembang, katarak terkait usia dapat muncul lebih cepat.

Penelitian di India menunjukkan katarak dapat muncul 14 tahun lebih awal dibandingkan di

Amerika Serikat. Sebagai perbandingan, prevalensi katarak yang sudah mengganggu visus

(<=6/9) pada populasi berusia 75-83 tahun di India adalah sebesar 82% dibandingkan 46% di

Amerika Serikat. Katarak dapat ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria dengan

rasio 1:8.3

Di Indonesia, katarak adalah penyebab kebutaan terbanyak (1,02%) dari total angka kebutaan

1,47%. Peningkatan penduduk usia lanjut yang diproyeksikan pada tahun 2025 meningkat

sebesar 400% akan menjadi ancaman peningkatan prevalensi katarak. Meningkatknya angka

Page 5: CASE MATA

kejadian penyakit kronis seperti DM dan hipertensi juga memiliki faktor terhadap

peningkatan angka kejadian tersebut.4

Gejala Klinis Katarak

Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan

penglihatan yang muncul secara bertahap.

o Penglihatan kabur dan berkabut

o Fotofobia

o Penglihatan ganda

o Kesulitan melihat di waktu malam

o Sering berganti kacamata

o Perlu penerangan lebih terang untuk membaca

o Seperti ada titik gelap didepan mata

Klasifikasi

Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :

Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1

tahun

Katarak juvenil, katarak yang terjadi pada usia di atas1 tahun

Katarak senil, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun

Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan

bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada

bayi yang cukup berarti terutama bila penenganannya kurang tepat.

Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :

1. Kapsulentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak

Polaris.

2. Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau

nukleus lensa saja.

Katarak Juvenile

Page 6: CASE MATA

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada

usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan

kelanjutan katarak congenital.

Katarak Senilis

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50

tahun. Katarak senilis adalah katarak yang paling sering terjadi, tidak nyeri, dan penyebabnya

tidak diketahui, berkembang tanpa gangguan traumatik, ocular, sistemik. Sebagian besar

letak katarak terdapat pada daerah kortikal lensa, namun beberapa ditemukan pula pada area

nuclear dan subkapsular.

Perubahan lensa pada usia lanjut:

a. Kapsul:

- Menebal dan kurang elastic

- Mulai presbiopi

- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

- Terlihat granular

b. Epitel:

- Semakin tipis

- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

c. Serat lensa

- Lebih irregular

- Pada korteks jelas kerusakan serat sel

- Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin,

triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa

nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal

- Korteks tidak berwarna karena:

o kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi

o Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda

Mekanisme Kekeruhan

Page 7: CASE MATA

Katarak senilis kortikal. Peningkatan usia/aging dapat menyebabkan penurunan

protein, asam amino, kalium yang diikuti peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi

lensa, menyebabkan koagulasi protein yang ada di korteks.

Katarak senilis nuklear. Proses degeneratif yang terjadi adalah sklerosis nuklear yang

berkaitan dengan dehidrasi dan penebalan nukleus. Dapat terjadi peningkatan protein

tidak terlarut air.

Stadium Katarak

Katarak senile secara klinik dikenal dalam empat stadium, yaitu insipient imatur, intumesen, matur,

hipermatur.

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif

Cairan lensa Normal Bertambah(air

masuk)

Normal Berkurang

(air+massa lensa

keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

CoA Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik

mata

Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow test Negative Positif Negatif Psedopos

Penyulit - Glaucoma - Uveitis+glaucoma

1. Katarak insipien

Kekeruhan dimulai dari tepi ekuator berbentuk jaruji menuju korteks anterior dan posterior

(katarak kortikal).

2. Katarak intumesen

Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa karena lensa degeneratif menyerap air. Lensa

yang membengkak dan membesar akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal,

hal ini dapat menimbulkan penyulit berupa glaukoma.

3. Katarak imatur

Lensa sebagian keruh, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah akibat

meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.

4. Katarak matur

Page 8: CASE MATA

Kekeruhan telah mengenai seluruh lapisan lensa. Bila katarak imatur atau intumesen tidak

dikeluarkan maka cairan akan keluar sehingga ukuran lensa kembali normal dan terjadi

kalsifikasi lensa. Bilik mata depan kembali normal, tidak terdapat bayangan iris pada lensa

yang keruh sehingga shadow test menjadi negatif.

5. Katarak hipermatur

Massa lensa yang berdegenerasi mencair dan keluar dari kapsul lensa sehingga ukuran lensa

mengecil.

6. Katarak Morgagni

Jika katarak hipermatur tidak dikeluarkan , akan terjadi pengerutan dan korteks telah mencair

sehingga nukleus lensa akan turun dari tempatnya dalam kapsul lensa.

Pemeriksaan Katarak

1. Pemeriksaan tajam penglihatan (visual acuity). Visus pasien bergantung dari 6/9

sampai PL (perception of light) +. Visus ini merupakan salah satu penanda fase

perkembangan katarak.

2. Pemeriksaan iluminasi oblik/oblique illumination examination. Menunjukkan warna

lensa pada area pupil.

3. Pemeriksaan bayangan iris/test for iris shadow. Pemeriksaan ini mengindikasikan

adanya katarak imatur. Saat cahaya menyinari pupil secara oblik, terbentuk bayangan

bulan sabit pada batas pupil di iris. Saat lensa sepenuhnya buram atau transparan,

maka tidak ada bayangan bulan sabit yang terbentuk.

4. Pemeriksaan oftalmoskopi. Pada mata normal terlihat cahaya fundus kuning. Pada

lensa katarak parsial akan terlihat bayangan hitam pada area merah pada daerah

katarak. Pada lensa katarak yang komplit tidak terlihat apa-apa. Pemeriksaan ini juga

dilakukan untuk menilai status ada tidaknya kelainan di makula, papil nervus optikus

dan retina, yang bertujuan untuk menilai prognosis katarak.

Apabila funduskopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan proyeksi penglihatan dan refleks

cahaya tidak langsung untuk menilai apakah ada kelainan pada bagian mata selain lensa.

Dapat pula dilakukan penilaian pupil (inspeksi, refleks cahaya langsung, refleks cahaya tidak

langsung).

5. Slit-lamp examination. Dilakukan pada pupil yang sepenuhnya berdilatasi.

Pemeriksaan ini menunjukkan morfologi bagian lensa yang keruh (lokasi, ukuran,

ketebalan, dan kekerasan nukleus).

Page 9: CASE MATA

Pembedahan Katarak

a. Ekstra Capsular Cataract Ekstraction (ECCE)

Indikasi

ECCE merupakan cara yang paling modern untuk pembedahan katarak. Pemilihan teknik ini

tergantung instrument yang tersedia, pengalaman ahli bedah dan densitas dari nucleus. ECCE

yang mengangkat nucleus lensa dan korteks dengan cara membuka kapsula anterior tetapi

menyisakan kapsula posterior pada tempatnya. Teknik ini memiliki lebih banyak keuntungan

dibandingkan dengan ICCE.

Dengan daerah insisi yang kecil keuntungannya :

a)      Trauma minimal pada endotel kornea

b)      Sedikit menyebabkan astigmatisme

c)      Lebih aman

Sebagai tambahan, kapsula posterior intak, sehingga :

a) Mengurangi resiko kehilangan vitreus humor intraoperatif

b) Memberikan posisi anatomi yang baik untuk fiksasi IOL

c) Mengurangi insiden edema macula cistoid, ablasio retina dan edema kornea.

d) Mengurangi mobilitas iris dan vitreus humor dengan gerakan “saccadic”

(endopthalmodenesis)

e) Memberikan barrier terhadap molekul yang melewati aqueus humor dan vitreus humor.

f) Mengurangi akses infeksi bakteri ke ruang vitreus pada endopthalmitis.

g) Mengurangi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang akibat penempelan vitreus ke

iris, kornea dan bekas insisi.

Apabila kapsul posterior intak, teknik yang mudah dan aman dilakukan adalah implantasi

IOL, pembedahan filtrasi, transplantasi kornea.

Kontraindikasi

Pada ECCE integritas zonula zinnia dapat dipertahankan terutama pada nucleus dan korteks.

Apabila zonula zinnia tidak sepenuhnya mensupport lensa pada pembedahan ekstrakapsular

maka dilakukan ICCE / lansectomy pars plana.

Page 10: CASE MATA

b. Intra Capsular Catarac Ekstraction (ICCE)

Dengan perkembangan operasi katarak extracapsular modern dari sebelumnya, pengangkatan

lensa secara komplit dan kapsulnya yang disebut intracapsular cataract extraction, lebih

dipilih. Aspirasi yang lebih maju, perkembangan operasi mikroskop yang lebih bagus, dan

IOL yang lebih, system operasi menyebabkan ECCE menggantikan ICCE hampir di seluruh

dunia.

Dengan memahami evolusi dari operasi katarak modern dari ICCE menjadi

phacoemulsifikasi akan membantu ahli bedah katarak dalam memilih teknik operasi dan

mempertimbangkan komplikasi.

Keuntungan

Meskipun secara umum ECCE lebih baik, tetapi ICCE mempunyai keuntungan:

a) Pengangkatan seluruh lensa, tanpa meninggalkan kapsul

b) Instrument yang dibutuhkan sederhana (operasi menggunakan lup telah diganti

menggunakan mikroskop dan alat ekstraksi non automatis, seperti Cryoprobes, Forceps

Capsular, atau Erysiphales)

c) Rehabilitasi visual biasanya segera setelah pembedahan dengan kacamata +10,00

Dioptri.

Kerugian

Insisi ICCE yang luas, 160o  - 180o dihubungkan dengan resiko :

a)      Keterlambatan penyembuhan

b)      Keterlambatan rehabilitasi visual

c)      Timbulnya astigmatism yang signifikans

d)     Inkarserasi iris

e)      Luka bocor post operasi

f)       Inkarserasi vitreus

g)      Edema kornea

Page 11: CASE MATA

h)      Trauma endotel kornea, yang dapat terjadi karena kornea yang terangkat dan menonjol

selama pemasangan lensa atau dari cryoprobe yang digunakan pada waktu operasi.

i)        Hilangnya sel endotel kornea

j)        Cystoid Makular Edema (CME) (lebih sering setelah ICCE daripada ECCE) transien

CME terjadi pada 50 % pasien, sedangkan CME persisten terjadi pada 2 % - 4 % pasien.

k)      Ablasio retina

c.    Fakoemulsifikasi

Merupakan teknik ekstrakapsular yang berbeda dengan teknik ECCE konvensional. Teknik

ini menggunakan ultrasonic untuk memecah nucleus dan mengaspirasi lensa. Hasilnya berupa

komplikasi luka yang jarang, penyembuhan yang lebih cepat dari cara lain dengan lapangan

insisi yang lebih besar. Teknik ini juga merupakan teknik tertutup baik selama

Phacoemulsifikasi dan aspirasi, sehingga mengontrol kedalaman bilik anterior dan mencegah

tekanan positif dari vitreus humor dan perdarahan koroid.

Indikasi operasi

Indikasi operasi katarak di bagi menjadi :

1. indikasi sosial : jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan

rutinitas pekerjaan

2. indikasi medis : kondisi katarak di bawah ini harus segera dioperasi walaupun

prognosis penglihatnnya tidak menjanjikan atau pasien tidak berminat pada perbaikan

penglihatnnya :

- katarak hipermatur

- less induced glaucoma

- less induced uveitis

- dislokasi / sublukasi lensa

- korpus alienum intralentikular

- retinopati diabetik yang diterapi dengan fotokoagulasi laser

Page 12: CASE MATA

- ablasio retina atau patologi segmen posterior lainnya dimana diagnosis atau

tata laksananya akan terganggu dengan adanya opasitas lensa

3. indikasi optik : jika hasil dari pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m di

dapatkan hasil visus 3/60

Komplikasi

Komplikasi Intraoperative

• Edema kornea

• Kerusakan pada endotel kornea

• Ruptur kapsula posterior

• Prolaps dan kehilangan vitrous

• Hyphema

• Perdarahan atau efusi suprakoroid

• Pendarahan suprakoroid ekspulsif

• Disrupsi vitreus

• Dislokasi nukleus kedalam vitreus

Komplikasi postoperative

• Segera

- Edema kornea

- Kebocoran luka

- Prolaps iris

- COA dangkal atau datar

- Hyphaema

- Glaukoma

- Endophtalmitis

- IOL berpindah tempat, tidak di tengah lagi

• Lambat

- Glaukoma

- Posterior Capsular Opacification

- Vitreous touch syndrome

Page 13: CASE MATA

- UGH syndrome (Uveitis, Glaukoma, Hymphaema Syndrome)

- Bullous keratopathy

- Ablasio retina

PTEREGIUM

Pterygium merupakan jaringan fibrovaskular yang bersifat invasif dan degeneratif, berbentuk

segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal konjungtiva menuju kornea pada

daerah interpalpebra.

Insidensi didaerah tropik dan subtropik, usia 20-30 tahun (terbanyak), Laki-laki >

perempuan, referensi lain: Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan

perempuan. Umumnya bilateral tapi data penelitian di RS.

Dr.Soedarso pterigium unilateral (58,96%) lebih sering terjadi

dibandingkan pterigium bilateral (41,04%). Kasus terbanyak pasien pterigium terdapat pada

derajat 2 (44,10%).

Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterygium adalah paparan sinar matahari.

Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan

proliferasi sel. Genetikkemungkinan diturunkan secara autosom dominan. Infeksi: HPV,

faktor resiko lain kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu

seperti asap rokok , pasir

1.Secara Klinis Pterigium terbagi atas:

• Grade I  : Pterigium terbatas pada limbus kornea

• Grade II : Pterigium sudah melewati tepi limbus kornea, tapi tidak lebih dari 2 mm 

• Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus lebih dari 2 mm, tapi tidak melewati

pinggiran    pupil dalam keadaan cahaya normal (Ø pupil 3-4 mm) 

• Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga sudah ada gangguan

penglihatan

2.Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu : 

• Progressif pterygium: memiliki gambaran tebal, berdaging, padat dan vascular dengan

beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium 

• Regressif pterygium/inaktif/stasioner :   dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi,

membentuk membran tetapi tidak pernah hilang

3.Berdasarkan Jenisnya

• Vaskuler : pterygium tebal, merah, progresif, ditemukan pada anak muda (tumbuh cepat

Page 14: CASE MATA

karena banyak pembuluh darah.

• Membrannaceus : pterygium tipis seperti plastik, tidak terlalu merah, terdapat pada orang

tua.

Diagnosis banding meliputi pseudopterigium, penguikula, pannus, neovaskularisasi,

neoplasma, simblefaron. Pseudopterigium: merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea

yang cacat. Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring

atau Terriens marginal degeneration. Pada pseudopteyigium tidak didapat

bagian head, cap dan body. Penguikulamerupakan massa kekuningan berbatasan dengan

limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang terinflamasi. Pinguekula

merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi berbentuk segitiga dengan puncak di

perifer dasar di limbus kornea, berwarna kuning keabu-abuan merupakan degenerasi hialin

konjungtiva dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat iritasi oleh angin, debu dan

sinar matahari yang berlebihan. Prognosis umumnya baik, namun pinguekula dapat

berkembang menjadi pterigium.

Pannus (neovaskularisasi): Merupakan pertumbuhan pembuluh darah ke dalam sekeliling

kornea. Pada individu normal, kornea seharusnya avaskuler, hipoksia lokal kronis (seperti

pada penggunaancontact lens berlebihan) atau inflamasi dapat menyebabkan vaskularisasi di

sekeliling kornea. Pannus juga dapat terjadi pada penyakit stem cell kornea seperti

aniridia. Neoplasia (karsinoma in situ, squamous cell carcinoma)/ CIN (conjunctival

intraepithelial neoplasia)  dan tumor konjungtiva lain.

Perbedaan pterigium dengan pseudopterigium:

1. Pseudopterigium didahului riwayat kerusakan permukaan kornea seperti ukak kornea,

sedangkan pterigium tidak. 

2. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea

sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain letaknya tidak harus pada celah kelopak

mata atau fisura palpebra. 

3. Puncak pterigium menunjukkan pulau-pulau Fuchs pada kornea sedang

pseudopterigium tidak. 

4. Pseudopterigium dapat diselipkan sonde di bawahnya, sedangkan pterigium tidak. 

5. Jumlah pembuluh darah pada pseudopterigium sama dengan keadaan pembuluh darah

normal. 

Page 15: CASE MATA

6. Pterigium bersifat pregresif, pseudopterigium tidak. 

Perbedaan pesudopterigium, penguikula dan pterigium

Pembeda  Pterigium  Pinguekula  Pseudopterigium 

Definisi  Jaringan fibrovaskular

konjungtiva bulbi

berbentuk segitiga 

Benjolan pada

konjungtiva bulbi 

Perlengketan konjungtiva

bulbi dengan kornea yang

cacat 

                                             

Warna  Putih kekuningan  Putih-kuning keabu-

abuan 

Putih kekuningan 

Letak  Celah kelopak bagian

nasal atau temporal

yang meluas ke arah

kornea 

Celah kelopak mata

terutama bagian nasal 

Pada daerah konjungtiva

yang terdekat dengan

proses kornea

sebelumnya 

6♂:♀  ♂ > ♀  ♂ = ♀  ♂ = ♀ 

Progresif  Sedang  Tidak  Tidak 

Reaksi

kerusakan

permukaan

kornea

sebelumnya 

Tidak ada  Tidak ada  Ada 

Pembuluh

darah

konjungtiva 

Lebih menonjol  Menonjol  Normal 

Sonde  Tidak dapat diselipkan  Tidak dapat diselipkan  Dapat diselipkan di

bawah lesi karena tidak

melekat pada limbus 

Puncak  Ada pulau-pulau

Funchs (bercak

Tidak ada  Tidak ada (tidak

Page 16: CASE MATA

kelabu)  ada head, cap, body) 

Histopatologi  Epitel ireguler dan

degenerasi hialin dalam

stromanya 

Degenerasi hialin

jaringan submukosa

konjungtiva 

Perlengketan 

Pada keadaan dini tidak perlu dilakukan pengobatan. Pada keadaan inflamasi, dapat diberikan

air mata buatan dan steroid topical untuk menekan peradangannya. 

Page 17: CASE MATA

BAB II

STATUS PASIEN

1. IDENTITAS

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 68 tahun

Agama : Islam

Alamat : Pusaka Sari Marga Mulya 1/11 Kec. Pangalengnan Kab. Bandung

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal pemeriksaan : 18 Agustus 2014

No. Rekam Medik : 475788

2. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada tanggal 18 Agustus 2014

Keluhan utama : Mata kiri gatal

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Soreang dengan keluhan mata kiri gatal sejak 1

minggu SMRS. Keluhan disertai dengan gejala mata berair sejak 4 minggu yang lalu setelah

dioperasi katarak pada mata kirinya. Pasien juga mengeluh penglihatan mata kirinya buram

namun sudah berangsur membaik setelah dioperasi katarak keluhan mata kiri bengkak dan

nyeri tidak ada. Pada mata kananya pasien mengeluh buram dan seperti melihat asap dan

silau ketika melihat cahaya matahari .

Pasien menjalani operasi katarak pada mata kirinya sekitar 4 minggu yang lalu, Saat ini

pasien datang ke poliklinik Mata RSUD Soreang untuk kontrol ke empat kalinya post operasi

katarak pada mata kirinya.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kanan dan kirinya tidak jelas sejak 1

tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang semakin lama terasa semakin berat. Pasien

Page 18: CASE MATA

juga mengatakan mata kanan dan kiri terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih

nyaman pada tempat yang gelap.

Riwayat trauma pada mata kiri sebelumnya disangkal. Riwayat memiliki penyakit mata lain

disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat Diabetes Melitus disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat pengobatan :

Saat sebelum operasi, pasien mengaku pernah menggunakan obat tetes mata selama 6 bulan

yang dibelinya sendiri di apotek, namun pasien lupa nama obatnya. Pasien merasa keluhan

tidak membaik, maka pasien berobat ke Poliklinik Mata RSUD Soreang.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis Keadaan Umum : Tampak Baik Kesadaran : Compos Mentis Tanda –Tanda Vital Tekanan Darah : 120/90 mmHgNadi : 88 x/menitRespirasi : 20 x/menitSuhu : 36,70C Pemeriksaan fisik lain kesan dalam batas normal

Status OftalmologiOcular Dextra (OD) Ocular Sinistra (OS)

Orthoforia Posisi Hirtcsburg OrthoforiaBaik

Kesegala Arah

Gerakan Bola Mata

Baik Kesegala Arah

1/∞ Visus 6/30 PH: 6/12N/palpasi Tekanan Intra Okular N/palpasi

Tidak AdaTidak Ada

Super CiliaMadarosisSikatrik

Tidak AdaTidak Ada

Tidak AdaTidak AdaTidak Ada

Palpebra SuperiorEdema

HiperemisEntropion

Tidak AdaTidak AdaTidak Ada

Page 19: CASE MATA

Tidak AdaTidak AdaTidak Ada

EktropionPtosis

Blefarospasme

Tidak AdaTidak AdaTidak Ada

Tidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

Palpebra InferiorEdema

HiperemisEntropionEktropion

Tumor/Massa

Tidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

Tidak Ada Tidak Ada Tidak AdaTidak Ada Tidak AdaTidak Ada

Konjungtiva Tarsal Superior

SekretHiperemis

FolikelPapil

SikatrikBenjolan

Tidak Ada Tidak Ada Tidak AdaTidak Ada Tidak AdaTidak Ada

Tidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

Konjungtiva Tarsal InferiorSekret

HiperemisAnemisFolikelPapil

SikatrikBenjolan

Tidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

Tidak adaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

Konjungtiva BulbiInjeksi Konjungtiva

Injeksi SiliarSubconjunctiva Bleeding

PterigiumPinguekula

Tidak AdaTidak AdaTidak Ada

AdaTidak Ada

KeruhTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

KorneaKejernihan

SikatrikInfiltratUlkus

Keratik PresipitatEdema

JernihTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak AdaTidak Ada

COA

Page 20: CASE MATA

SedangTidak AdaTidak Ada

KedalamanHifema

Hipopion

Sedang Tidak AdaTidak Ada

Bulat, Regular, Central,ϕ 3 mm

Tidak AdaPositifPositif

Iris/PupilBentuk

Sinekia AnteriorRefleks Cahaya Langsung

Refleks Cahaya Tidak Langsung

Bulat, Reguler, Central, ϕ 3 mm

Tidak AdaPositifPositif

Keruh(-)

LensaKejernihan

Shadow TestIOL (+)

(-)Tidak diperiksa Vitreus Humour Tidak diperiksa

Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

4. RESUME

Seorang wanita berusia 68 tahun datang dengan keluhan mata kiri sejak 1 minggu SMRS.

Keluhan disertai dengan mata berair sejak 4 minggu yang lalu setelah dioperasi katarak pada

mata kirinya keluhan tidak disertai nyeri dan bengkak pada mata kirinya. Pasien juga

mengeluh penglihatan mata kirinya buram namun sudah berangsur membaik setelah dioperasi

katarak. Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pertama kali pada 4 minggu yang

lalu.

Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kirinya dan kanannya tidak jelas

sejak 1 tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang semakin lama terasa semakin berat.

Pasien juga mengatakan mata kanan terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih

nyaman pada tempat yang gelap.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, status generalis dalam batas normal, sedangkan status

oftlamologis sebagai berikut:

VOD 1/∞

VOS 6/30 dan PH : 6/12

Konjungtiva bulbi OS ditemukan pteregium

Lensa OS ditemukan pseudofakia (+)

Lensa OD keruh (+)

5. DIAGNOSIS BANDING

Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD

Page 21: CASE MATA

6. DIAGNOSIS KERJA

Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD

7. USULAN PEMERIKSAAN

-Pemeriksaan TIO dengan Tonometri Schiotz

8. PENATALAKSANAAN

Umum

Banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung vitamin

A,C,E

Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan oleh dokter

Disarankan untuk tidak boleh batuk keras, mengedan terlalu keras,

mengangkat beban berat lebih dari 5 kg.

Mata yang pasca operasi katarak tidak boleh terkena air, digosok-gosok.

Khusus

Kontrol kembali 1 minggu kemudian

Dexametasone 0,1%, neomycin 3,5 mg, Polymixin 6000 IU (6 dd I gtt OD)

9. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Page 22: CASE MATA

BAB III

PEMBAHASAN

1. Apa dasar diagnosis pada pasien ini?

2. Bagaimana prinsip pengobatan pada pasien ini?

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

1. Dasar diagnosis

Pseudofakia OS + Pteregium OS + Katarak Senilis Mature OD

Anamnesis

Berdasarkan anamnesis didapatkan :

Pasien menjalani operasi katarak pada mata kiri pertama kali pada 4

minggu yang lalu.

Pasien mengatakan sebelum dioperasi, penglihatan mata kanan dan kirinya

tidak jelas sejak 1 tahun SMRS. Penglihatan seperti berkabut, yang

semakin lama terasa semakin berat. Pasien juga mengatakan mata kanan

terasa silau bila melihat cahaya dan merasa lebih nyaman pada tempat

yang gelap.

Berdasarkan teori, pseudofakia adalah :

Pseudofakia adalah lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan tepat

ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan

Pada katarak didapatkan gejala berupa :

Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan

penglihatan yang muncul secara bertahap.

o Penglihatan kabur dan berkabut

o Fotofobia

o Penglihatan ganda

o Kesulitan melihat di waktu malam

o Sering berganti kacamata

Page 23: CASE MATA

o Perlu penerangan lebih terang untuk membaca

o Seperti ada titik gelap didepan mata

Pasien mengaku mata kiri gatal dan berair, ini merupakan hal yang biasa

terjadi setelah operasi. Dimana setelah terjadi luka operasi maka akan terjadi

fase penyembuhan yang diawali dengan fase inflamasi.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Pemeriksaan Visus

o VOD 1/∞

o VOS 6/30 dan PH : 6/12

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui adakah perbaikan tajam penglihatan setelah operasi katarak.

o Konjungtiva bulbi OS ditemukan Pteregium

Pemeriksaan konjungtiva dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat tanda inflamasi pada

sekitar luka operasi. Pada sekitar luka post operasi akan terjadi reaksi inflamasi diantaranya

vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva akan terlihat hiperemis pada pemeriksaan

konjungtiva tarsalis superior dan inferior dan konjungtiva bulbi biasa ditemukan injeksi

konjungtiva bulbi namun tidak ditemukan pada pasien ini, selain itu juga pada konjungtiva

bulbi OS pada pasien ini ditemukan Pteregium yaitu jaringan fibrovaskular yang bersifat

invasif dan degeneratif, berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah temporal maupun nasal

konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.

o Lensa OS ditemukan pseudofakia (+)

Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri didapatkan lensa mata kanan lebih mengkilat saat

disinari dengan lampu senter yang menandakan telah terpasang IOL.

o Lensa OD keruh

Dari pemeriksaan fisik pada mata kanan lensa keruh dan kekeruhan pada lensa sudah

menyeluruh.

2. Prinsip Pengobatan

o Pemberian obat tetes mata steroid, berguna untuk mengurangi reaksi radang akibat

tindakan bedah.

Page 24: CASE MATA

3. Prognosis pada pasien ini

Quo ad vitam : ad bonam

Dilihat dari status generalis, tanda vital, pemeriksaan fisik pada pasien ini masih dalam batas

normal.

Quo ad functionam : ad bonam

o Karena fungsi penglihatan mengalami perbaikan pada mata kiri yang di

operasi yang tampak dari hasil pemeriksaan visus, didapatkan visus OS post

operasi : 6/30 dan tidak ditemukan komplikasi pasca operasi katarak

Page 25: CASE MATA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Shidarta Prof,Dr. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 2003.

Jakarta : Balai penerbit FKUI

2. Ilyas Shidarta Prof,Dr. Ilmu Penyakit Mata. 2003. Jakarta : Balai penerbit FKUI

3. Paul R.E, John P.W. Vaughan & Asbury’s General Opthalmology Sixteenth Edition.

United States Of America. 2004. Hal 129-153

4. Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan

Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto

5. Wijana Nana Dr,SD. Ilmu Penyakit Mata. 1993. Jakarta : Tegal Abadi

6. Suhardjo, Sundari S, Sasongko, MB. 2007. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,

Sklera dan Sistem Lakrimal dalam Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: FK UGM